MEMBANGUN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEMBANGUN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS"

Transkripsi

1 MEMBANGUN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh: Athanasia Anisa Angki P NIM : PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 008

2 GENERATING FUZZY RULES OF NUMERICAL DATA Thesis Presented as Partial Fulfillment of Requirements to Obtain the Sarjana Sains Degree In Mathematics By Athanasia Anisa Angki P Student Number : MATHEMATICS DEPARTEMENT SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 008

3 ii

4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii

5 PERSEMBAHAN Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. (Filippi 4:6-7) Kupersembahkan skripsi ini sebagai ucapan syukurku kepada : Bapaku Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu setia dan memberiku kekuatan di saat aku jatuh Ibu dan Bapak, yang selalu mendukung dan mendoakan dalam setiap langkah-langkahku Hendy dan Yoga yang selalu memotivasiku untuk cepet lulus Bulek dan keluargaku yang selalu mendukung segala keputusanku Seseorang yang selalu ada dengan segala kesabarannya Sahabat-sahabatku terkasih dan Almameterku iv

6 PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Yogyakarta, 008 Penulis Athanasia Anisa Angki P v

7 vi

8 KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-nya sehingga skripsi yang berjudul Membangun Aturan Kabur dari Data Numeris ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma. Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan banyak terima kasih pada berbagai pihak yang telah ikut membantu dalam menyelesaikan Skripsi ini, khususnya pada:. Bapak Eko Hari Parmadi, S.Si.,M.Kom, selaku dosen pembimbing dan Dosen Ilmu Komputer Universitas Sanata Dharma. Ibu Lusia Krismiyati, S.,Si, M.,Si selaku Ketua Program Studi Matematika. 3. Ibu M. V. Any Herawati, S.Si.,M.Si, selaku pembimbing akademik dan dosen FMIPA, Bapak Y.G. Hartono, S.Si. M.Sc, Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc dan juga seluruh Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sanata Dharma yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 4. Ibu Warni, Pak Tukijo, dan Mbak Linda selaku staf administrasi FMIPA Universitas Sanata Dharma. vii

9 5. Bapak Paulus Salam, Ibu Yohana Sri Aryani, Hendy dan Yoga. Terima kasih banyak atas dukungan, motivasi dan kasih sayang yang kalian berikan selama ini, semua itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. 6. Untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata penulis berharap semoga dengan tersusunnya skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Jurusan matematika khususnya dan bagi Mahasiswa Universitas Sanata Dharma pada umumnya. Yogyakarta, Maret 008 Penulis (Athanasia Anisa Angki P) viii

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... i ii iii iv v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... ABSTRAK... ABSTRACT... vi vii ix xi xiii xiv xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah... B. Perumusan Masalah... C. Pembatasan Masalah... D. Tujuan Penulisan... E. Manfaat Penulisan... F. Metode Penulisan... 3 G. Sistematika Penulisan... 3 ix

11 BAB II LANDASAN TEORI A. Himpunan Kabur... 5 B. Operasi pada Himpunan Kabur... C. Perampatan Operasi Baku pada Himpunan Kabur... 9 D. Logika Proposisi... E. Logika Kabur... 6 F. Relasi Kabur... 9 G. Proposisi Kabur H. Implikasi Kabur I. Basis Pengetahuan BAB III MEMBANGUN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS BAB IV PENERAPAN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS PADA SISTEM KENDALI TRUK A. Permasalahan pada Kontrol Sistem Kendali Truk B. Membangun Aturan Kabur dari Data Numeris untuk Sistem Kendali Truk... 5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 7 DAFTAR PUSTAKA x

12 DAFTAR GAMBAR Gambar... Grafik Fungsi Keanggotaan Hinpunan Kabur A ~... 9 Gambar... Fungsi Keanggotaan Segitiga ( x a, b, c) Gambar..3. Fungsi Keanggotaan Trapesium ( x a, b, c, d ) ;... ;... Gambar... Grafik Fungsi Keanggotaan Hinpunan Kabur A ~... 5 Gambar... Grafik Fungsi Keanggotaan Hinpunan Kabur B ~... 6 ~ Gambar..3. Grafik Fungsi Keanggotaan Hinpunan Kabur A... 8 ~ Gambar..4. Grafik Fungsi Keanggotaan Hinpunan Kabur B... 8 Gambar.5.. Gambar Kecepatan Mobil... 8 Gambar.9.. Fungsi Keanggotaan Himpunan-himpunan Kabur yang terkait dengan Nilai-nilai Linguistik untuk Variabel y pada Semesta [ a,a] Gambar 3. Himpunan Kabur Input Gambar 3. Himpunan Kabur Output Gambar 3.3. Membagi Input dan Output menjadi Himpunan Nilai Linguistik dan Korespondensi Fungsi Keanggotaan Gambar 3.4. Ilustrasi tabel Look-up dari Aturan Dasar Kabur Gambar 4.. Diagram Simulasi Truk dan Daerah Muatan Gambar 4.. Fungsi Keanggotaan Kabur untuk ( )... 5 Gambar 4.3. Fungsi Keanggotaan Kabur untuk ( x) xi

13 Gambar 4.4. Fungsi Keanggotaan Kabur untuk ( θ ) Gambar 4.5. Hasil Akhir Membangun Aturan Kabur dari Data Numeris untuk Masalah Sistem Kendali pada Truk xii

14 DAFTAR TABEL Tabel.4... Tabel Nilai Kebenaran Negasi... Tabel.4... Tabel Nilai Kebenaran Konjungsi... 3 Tabel Tabel Nilai Kebenaran Disjungsi... 4 Tabel Tabel Nilai Kebenaran Implikasi... 5 Tabel Tabel Nilai Kebenaran Biimplikasi Tabel 4.. Panjang Lintasan Dimulai dari (, ) (, ) x Tabel 4.. Aturan Kabur yang Dibangun dari Pasangan Terurut Input-Output dari Tabel 4. dan Derajat Kebenaran... 7 xiii

15 A B S T R A K Membangun aturan kabur dari data numeris dapat dicari dengan beberapa cara, yaitu metode penyebaran balik, metode kuadrat terkecil dan metode bentuk tabel. Metode bentuk tabel dipilih karena metode ini lebih mudah dan lebih sederhana daripada kedua metode lainnya. Metode bentuk tabel ini disajikan dengan menggunakan aturan kabur JIKA- MAKA. Untuk membangun aturan kabur dari data numeris dibutuhkan empat langkah, yaitu mendefinisikan himpunan kabur pada ruang semesta input dan output, membangun aturan kabur dari data pasangan berurutan, menentukan derajat kebenaran dari masing-masing aturan, dan menyusun tabel look-up. Hasil yang diperoleh dari metode ini adalah sebuah tabel. xiv

16 ABSTRACT Generating fuzzy rules from numerical data can be found with many ways, like back-propagation algorithm, orthogonal least squares algorithm, and table-lookup scheme. Table-lookup scheme method is a simple method and more easier than other methods. Table-lookup scheme method is designed with linguistic fuzzy IF-THEN rules and need four step to generate fuzzy rules from numerical data. The steps are define the input and output spaces into fuzzy regions, generate fuzzy rules from given data pairs, assign a degree to each rule, and create a combined fuzzy rule base. The result from this methods is table-lookup scheme. xv

17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam membangun aturan kabur dari data numeris terdapat beberapa metode antara lain metode penyebaran balik, metode kuadrat terkecil ortogonal dan metode bentuk tabel. Konsep dasar dari metode penyebaran balik adalah metode ini dapat dipakai pada berbagai jaringan arus-maju. Jika sistem logika kabur digambarkan sebagai jaringan arus-maju maka dapat digunakan metode ini untuk menyelesaikannya. Sedangkan metode kuadrat terkecil ortogonal digunakan untuk menentukan fungsi basis kabur dan parameter sisa. Metode ini menggunakan prosedur one-pass dan ini lebih cepat dibandingkan metode penyebaran balik. Sehingga pada metode penyebaran balik dan metode kuadrat terkecil ortogonal, metode-metode tersebut tidak cukup sederhana karena membutuhkan perhitungan secara intensif. Di dalam membangun aturan kabur dari data numeris kita menemukan metode yang sangat sederhana untuk merancang sistem kabur yang sesuai yang ditunjukkan dengan operasi nilai tunggal pada pasangan terurut numeris dan aturan bahasa kabur JIKA-MAKA. Tulisan ini akan membahas tentang membangun aturan kabur dari data pasangan berurutan, mengumpulkan aturan yang dibangun dan aturan bahasa menjadi sebuah dasar aturan kabur pada umumnya dan untuk membentuk akhir sebuah sistem logika kabur berdasar pada penggabungan aturan dasar kabur

18 B. Perumusan Masalah Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :. Bagaimana membangun aturan kabur dari data numeris?. Bagaimana penerapan membangun aturan kabur dari data numeris? C. Pembatasan Masalah Dalam topik ini masalah dibatasi pada data yang dimasukkan yaitu data berupa pasangan terurut dan aturan yang digunakan yaitu implikasi kabur Mamdani. D. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan skripsi ini adalah menjawab masalah-masalah yang terdapat pada perumusan masalah yaitu :. Dapat membangun aturan kabur dari data numeris. Implementasi membangun aturan kabur dari data numeris E. Manfaat Penulisan Manfaat yang diperoleh dari mempelajari topik ini adalah diperoleh cara atau metode yang lebih mudah dan sederhana dalam membangun aturan kabur dari data numeris.

19 F. Metode Penulisan Metode yang digunakan penulis adalah studi pustaka, yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan membangun aturan kabur dari data numeris. G. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Pembatasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Manfaat Penulisan F. Metode Penulisan G. Sistematika Penulisan BAB II : LANDASAN TEORI A. Himpunan Kabur B. Operasi pada Himpunan Kabur C. Perampatan Operasi Baku pada Himpunan Kabur D. Logika Proposisi E. Logika Kabur F. Relasi Kabur G. Proposisi Kabur 3

20 H. Implikasi Kabur I. Basis Pengetahuan BAB III : MEMBANGUN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS BAB IV : PENERAPAN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS PADA SISTEM KENDALI TRUK A. Permasalahan pada Kontrol Sistem Kendali Truk B. Membangun Aturan Kabur dari Data Numeris untuk Sistem Kendali Truk BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran 4

21 BAB II LANDASAN TEORI A. Himpunan Kabur Banyak situasi di dalam kehidupan sehari-hari yang kita jumpai terdefinisi secara tidak tegas, misalnya himpunan orang miskin, himpunan orang pandai, himpunan orang yang tinggi, dan sebagainya. Misalnya, murid yang mempunyai nilai rata-rata 8 mempunyai derajat keanggotaan 0.9, yaitu pandai ( 8 ) 0. 9, dan murid yang mempunyai nilai rata-rata 6 mempunyai derajat keanggotaan 0.5, yaitu ( 6 ) 0. 5 pandai tersebut., dalam himpunan kabur pandai Teori himpunan kabur diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh pada tahun 965. Zadeh membuat suatu terobosan baru dengan memperluas konsep himpunan klasik menjadi himpunan kabur untuk mengatasi permasalahan himpunan dengan batas yang tidak tegas itu. Zadeh juga mengaitkan himpunan semacam itu dengan suatu fungsi yang menyatakan derajat kesesuaian unsurunsur dalam semestanya dengan konsep yang merupakan syarat keanggotaan himpunan tersebut. Fungsi itu disebut fungsi keanggotaan dan nilai fungsi itu disebut derajat keanggotaan suatu unsur dalam himpunan itu (Susilo, 003). Definisi.. Fungsi karakteristik dari suatu himpunan A adalah suatu fungsi dari himpunan semesta X ke himpunan { 0, } yang dinyatakan dengan 5

22 χ A : X { 0, } Definisi.. Himpunan kabur adalah himpunan di mana nilai fungsi karakteristik untuk tiap elemennya ada di dalam selang tertutup [ 0, ]. Definisi..3 Diberikan himpunan semesta X. Suatu himpuanan kabur A ~ dalam semesta X adalah pemetaan A ~ dimana nilai fungsi ( x) himpunan kabur A ~. dari X ke selang [ 0, ], yaitu : [ 0, ] ~ X menyatakan derajat keanggotaan unsur x X dalam A ~ Nilai fungsi sama dengan menyatakan keanggotaan penuh, dan nilai fungsi sama dengan 0 menyatakan samasekali bukan anggota himpunan kabur tersebut. Jadi fungsi keanggotaan dari suatu himpunan tegas A dalam semesta X adalah pemetaan dari X ke himpunan { 0,}, yang tidak lain daripada fungsi karakteristik χ A, yaitu: A χ A ( x) 0 jika x A jika x A Suatu himpunan kabur A ~ dalam semesta pembicara X dapat dinyatakan sebagai himpunan pasangan terurut { ( x, ( x) ) x X} ~ A ~ A 6

23 dimana A ~ adalah fungsi keanggotaan dari himpunan kabur A~, yang merupakan suatu pemetaan dari himpunan semesta X ke selang tertutup [ 0,]. Apabila semesta X adalah himpunan yang kontinu, maka himpunan kabur A ~ seringkali dinyatakan dengan: ~ A ~ A x X ( x) x dimana tanda pengintegralan bukan notasi pengintegralan seperti yang dikenal dalam kalkulus, melainkan menyatakan himpunan semua unsur x X bersama dengan derajat keanggotaannya dalam himpunan kabur A ~. Contoh.. Misalkan A adalah himpunan bilangan asli yang dekat dengan 0, dimana R adalah himpunan bilangan asli dari r 5 dan himpunan kabur A ~ merupakan himpunan bilangan real yang dekat dengan 0 yang dapat dinyatakan sebagai ~ A + x R ( x 0) x 0./ / / / 9 + / /+ 0./ + 0./3 + 0./4 Dalam penyajian himpunan kabur, derajat keanggotaan 0 biasanya tidak dituliskan. Apabila semesta X adalah himpunan yang diskret, maka himpunan kabur A ~ seringkali dinyatakan dengan: 7

24 ~ A ~ A x X ( x) x dimana tanda sigma bukan menyatakan operasi jumlahan seperti yang dikenal dalam aritmatika, tetapi menyatakan himpunan semua unsur x X bersama dengan derajat keanggotaannya dalam himpunan kabur A ~. Contoh.. Dalam semesta { 5, 4, 3,,, 0,,, 3, 4, 5} X dimana X adalah himpunan bilangan bulat dari 5 x 5, himpunan kabur A ~ adalah himpunan bilangan bulat yang dekat dengan nol yang dapat dinyatakan sebagai ~ A ~ A x X ( x) x 0/ / / / /- + / / + 0.5/ + 0.3/3 + 0./4 + 0/5 Contoh..3 Diberikan himpunan kabur A ~ dengan fungsi keanggotaan didefinisikan sebagai berikut : ~ A ( x) 0 x x 5 jika jika jika jika 0 x 0 0 x x x 60 atau 60 x 00 8

25 Maka grafik fungsi keanggotaannya dilukiskan sebagai berikut : Gambar... Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur A ~ Definisi..4 Pendukung (support) dari suatu himpunan kabur A ~ adalah himpunan tegas yang memuat semua unsur dari semesta yang mempunyai derajat keanggotaan taknol dalam A ~, yaitu Pend ~ ( A) { x X ~ ( x) > 0}. A Definisi..5 Tinggi (height) dari suatu himpunan kabur A ~ didefinisikan sebagai Tinggi ~ ( A) sup ~ ( x) x X { }. A Definisi..6 Pusat dari suatu himpunan kabur didefinisikan sebagai berikut : 9

26 Jika nilai purata (pusat rata-rata) dari semua titik di mana fungsi keanggotaan himpunan kabur itu mencapai nilai maksimum adalah berhingga, maka pusat himpunan kabur itu adalah nilai purata (pusat ratarata) tersebut. Jika nilai purata itu takhingga positif (negatif), maka pusat himpunan kabur itu adalah yang terkecil (terbesar) di antara semua titik yang mencapai nilai fungsi keanggotaan maksimum. Definisi..7 Suatu fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan segitiga jika mempunyai tiga buah parameter, yaitu a, b, c R dengan a b c, dan dinyatakan dengan Segitiga ( x a, b, c) ; dengan aturan : Segitiga ( x; a, b, c) x a b a c x c b 0 untuk a x b untuk b x c untuk lainnya Fungsi keanggotaan tersebut juga bisa dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : Segitiga ( x; a, b, c) max min,, 0. x a b a c x c b 0

27 0 a b c Gambar... Fungsi Keanggotaan Segitiga ( x ; a, b, c) R Definisi..8 Suatu fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan trapesium jika mempunyai empat buah parameter, yaitu a, b, c, d R dengan a b c d, dan dinyatakan dengan Trapesium ( x a, b, c, d ) ; dengan aturan : Trapesium ( x; a, b, c, d ) x a b a d x d c 0 untuk a x b untuk b x c untuk c x d untuk lainnya Fungsi keanggotaan tersebut juga bisa dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : Trapesium ( x; a, b, c, d ) max min,,, 0. x a b a d x d c

28 0 a b c d Gambar..3. Fungsi Keanggotaan Trapesium ( x ; a, b, c, d ) R B. Operasi pada Himpunan Kabur Seperti halnya pada himpunan tegas, kita dapat mendefinisikan operasi uner komplemen dan operasi-operasi biner gabungan dan irisan pada himpunan kabur. Karena suatu himpunan tegas dapat dinyatakan secara lengkap dengan fungsi karakteristiknya, maka ketiga operasi pada himpunan tegas itu dapat didefinisikan dengan menggunakan fungsi karakteristik itu. Definisi.. Komplemen dari suatu himpunan kabur A ~ ~ adalah himpunan kabur A dengan fungsi keanggotaan untuk setiap x X. A ( x) ( x) ~ ~ A

29 Contoh.. Diberikan semesta X adalah nilai-nilai ujian, { 0, 0,30, KKK,00} X. Himpunan kabur A ~ didefinisikan himpunan kabur Tinggi yang dinyatakan : A ~ 0./ / / /80 +/90 + /00 dan himpunan kabur B ~ didefinisikan himpunan kabur Sedang yang dinyatakan B ~ 0./ / /50 + / / /80 Maka komplemen dari himpunan kabur A ~ adalah A ~ /0 + /0 + /30 + / / / / /80 dan komplemen dari himpunan kabur B ~ adalah /00 B ~ /0 + / / / / / /80 + /90 + dimana komplemen dari himpunan kabur A ~ didefinisikan sebagai himpunan kabur Tidak Tinggi dan komplemen dari himpunan kabur B ~ didefinisikan sebagai himpunan kabur Tidak Sedang. Definisi.. Gabungan dua buah himpunan kabur A ~ dan himpunan kabur B ~ adalah himpunan kabur untuk setiap A ~ B ~ dengan fungsi keanggotaan: x X. { } ( x) max ~ ( x) ~ ( x) ~ ~, A B A B 3

30 Contoh.. Dari contoh.., gabungan dari himpunan kabur A ~ dan himpunan kabur B ~ adalah ~ ~ A B 0./ / / 50 + / / /80 + /90 + /00 Definisi..3 Irisan dua buah himpunan kabur A ~ dan himpunan kabur B ~ adalah himpunan kabur untuk setiap A ~ B ~ dengan fungsi keanggotaan x X. { } ( x) min ~ ( x) ~ ( x) ~ ~, A B A B Contoh..3 Dari contoh.., irisan dari himpunan kabur A ~ dan himpunan kabur B ~ adalah ~ ~ A B 0./ / / / 80 Contoh..4 Misalkan dalam semesta Χ {-4, -3, -, -, 0,,, 3, 4, 5, 6} diketahui ~ himpunan-himpunan kabur A 0.3/ / /- + / / + 0.5/ ~ +0.3/3 dan B 0./ / / + ½ + 0.7/ /4 + 0./5, maka ~ A / / / / / + 0.5/ + 0.7/3 + ¼ + /5 + /6 4

31 ~ ~ A B 0.3/ / /- + / / + ½ + 0.7/ /4 + 0./5 ~ ~ A B 0./ / / + 0.5/ + 0.3/3 Contoh..5 Misalkan A ~ adalah himpunan kabur dengan fungsi keanggotaan : ~ A ( x) 0 x x 0 jika jika jika x 0 atau x 30 0 x 0 0 x 30 Maka grafik fungsi keanggotaan dari himpunan kabur A ~ dapat dilukiskan sebagai berikut : 0.5 A ~ R Gambar... Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur A ~ 5

32 dan B ~ adalah himpunan kabur dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut : ~ B ( x) 0 x x 0 jika jika jika x 0 atau 0 x x 50 x 50 Maka grafik fungsi keanggotaan dari himpunan kabur B ~ dapat dilukiskan sebagai berikut : 0.5 B ~ R Gambar... Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur B ~ Dengan menggunakan definisi komplemen himpunan kabur dapat diperoleh fungsi keanggotaan komplemen dari himpunan kabur A ~ sebagai berikut : 6

33 ~ A ( x) 0 0 x 0 x 0 0 jika jika jika x 0 atau 0 x 0 0 x 30 x 30 ~ A ( x) 0 x 0 x 0 0 jika jika jika x 0 atau 0 x 0 0 x 30 x 30 dan fungsi keanggotaan komplemen dari himpunan kabur B ~ sebagai berikut : ~ B ( x) 0 x x 0 jika jika jika x 0 atau 0 x x 50 x 50 ~ B ( x) 30 x 0 x 30 0 jika jika jika x 0 atau 0 x x 50 x 50 Grafik fungsi keanggotaan komplemen dari himpunan kabur A ~ dan B ~ dapat dilukiskan sebagai berikut : 7

34 ~ Gambar..3. Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur A ~ Gambar..4. Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur B Ketiga operasi yang didefinisikan di atas disebut operasi baku untuk komplemen, gabungan dan irisan pada himpunan kabur. 8

35 C. Perampatan Operasi Baku pada Himpunan Kabur Definisi.3 Suatu pemetaan : [ 0, ] [ 0,] aksioma sebagai berikut: k disebut komplemen kabur jika memenuhi. ( 0 ) dan k( ) 0 k (syarat batas). Jika y, maka k( x) k( y) untuk semua x, y [ 0,] taknaik) x (syarat Suatu kelas pemetaan yang merupakan komplemen kabuar adalah kelas Sugeno yang didefinisikan sebagai berikut: k λ ( x) dengan parameter (, ) λ. x + λx Untuk setiap nilai parameter λ diperoleh suatu komplemen kabur. Untuk λ 0, diperoleh operasi komplemen baku, yaitu k ( x) x 0, di mana x adalah derajat keanggotaan suatu elemen dalam suatu himpunan kabur A ~ dan k 0 ( x) adalah ~ derajat keanggotaan elemen tersebut dalam himpunan kabur A (komplemen dari himpunan kabur A ~ ). Definisi.3. Suatu pemetaan : [ 0,] [ 0,] [ 0,] s disebut gabungan kabur (norma-s) jika memenuhi aksioma-aksioma sebagai berikut:. s ( 0, x ) s ( x, 0 ) x dan (, ) s (syarat batas) 9

36 . s ( x y ) s ( y, x), (syarat komutatif) 3. Jika x x dan y y [ 0,] x, y (syarat takturun) 4. s ( s( x y), z) s( x, s ( y, z)), maka s ( x y) s( x, y ), (syarat asosiatif) Operasi gabungan baku, yaitu s ( x y ) max{ x, y}, untuk semua,, merupakan norma-s. Definisi.3.3 Suatu pemetaan : [ 0,] [ 0,] [ 0,] t disebut irisan kabur (norma-t) jika memenuhi aksioma-aksioma sebagai berikut:. t ( x, ) t (, x ) x dan ( 0,0 ) 0. t ( x y ) t ( y, x) t (syarat batas), (syarat komutatif) 3. Jika x x dan y y [ 0,] x, y (syarat takturun) 4. t ( t ( x y), z) t ( x, t ( y, z)), maka t ( x y) t ( x, y ), (syarat asosiatif) Operasi irisan baku, yaitu t ( x y) min{ x, y}, untuk semua,, merupakan suatu norma-t. Contoh-contoh lain dari norma-t adalah sebagai berikut: a. Darab aljabar: t da ( x, y) xy b. Darab Einstein: ( x, y) t de c. Darab drastis: ( x y) t dd xy ( x + y xy) x jika y, y jika x 0 jika lainnya 0

37 D. Logika Proposisi Logika proposisi mempelajari penalaran manusia dengan menggunakan proposisi yaitu kalimat yang mempunyai nilai benar atau salah. Logika yang hanya mengenal dua nilai kebenaran ini juga disebut logika dwinilai. Suatu proposisi disebut proposisi atomik bila proposisi itu memuat proposisi lain sebagai komponennya. Contoh 4. Matahari terbit pada pagi hari Bilangan 5 habis dibagi Proposisi atomik dapat disajikan dengan menggunakan lambang huruf kecil, seperti a, b, c, dst. Apabila lambang-lambang huruf itu menyajikan proposisi yang tidak tertentu, maka lambang itu disebut variabel proposisi(susilo, 003)..4. Perangkai Logis Semua proposisi bukan atomik merupakan proposisi majemuk dan semua proposisi majemuk memiliki minimal satu perangkai logis. Perangkai logis yang hanya melibatkan satu proposisi atomik disebut perangkai uner, sedangkan perangkai logis yang melibatkan dua proposisi atomik disebut perangkai biner. Ada lima buah perangkai logis yang akan dibahas, yaitu negasi, konjungsi, disjungsi, implikasi dan biimplikasi.

38 .4.. Negasi Negasi dari proposisi lain adalah proposisi yang diperoleh dengan menambahkan kata tidak atau menyisipkan kata bukan pada proposisi semula. Negasi dari suatu proposisi p disajikan dengan lambang p. Contoh.4.. p x 0, x R maka p x < 0, x R atau p tidak benar bahwa x 0, x R Definisi.4.5 Jika p suatu proposisi maka proposisi tidak p mempunyai nilai kebenaran salah bila proposisi semula bernilai benar atau sebaliknya. Tabel.4.. Tabel Nilai Kebenaran Negasi p p Konjungsi Konjungsi dua buah proposisi adalah proposisi yang diperoleh dengan menghubungkan kedua proposisi itu dengan menggunakan kata perangkai dan. Perangkai dan disajikan dengan.

39 Contoh.4.. p 3 adalah bilangan prima ganjil q adalah bilangan prima genap maka p q 3 adalah bilangan prima ganjil dan adalah bilangan prima genap. Definisi.4.6 Jika p dan q adalah dua buah proposisi maka proposisi majemuk p dan q bernilai benar bila keduanya bernilai benar. Tabel.4.. Tabel Nilai Kebenaran Konjungsi p p p q Disjungsi Disjungsi dua buah proposisi adalah proposisi yang diperoleh dengan menghubungkan kedua proposisi itu dengan menggunakan kata perangkai atau dan disajikan dengan lambang. Contoh.4..3 p 7 merupakan bilangan prima 3

40 q 7 merupakan bilangan ganjil maka p q 7 merupakan bilangan prima atau bilangan ganjil Definisi.4.7 Jika p dan q adalah dua buah proposisi maka proposisi majemuk p atau q bernilai benar bila sekurang-kurangnya salah satu dari kedua proposisi itu bernilai benar. Tabel.4..3 Tabel Nilai Kebenaran Disjungsi p p p q Implikasi Implikasi dua buah proposisi adalah proposisi yang diperoleh dengan menghubungkan kedua proposisi itu dengan menggunakan kata perangkai jika maka (if then ) dan disajikan dengan lambang p q. Proposisi p disebut dengan anteseden sedangkan proposisi q konsekuen. Contoh.4..4 p persamaan kuadrat ax + bx + c 0 mempunyai akar-akar real. 4

41 q b 4ac > 0. p q jika persamaan kuadrat ax + bx + c 0 mempunyai akar-akar real maka b 4ac > 0. Definisi.4.8 Jika p dan q adalah dua buah proposisi maka suatu implikasi bernilai benar bila antesedennya bernilai salah atau konsekuennya bernilai benar. Tabel.4..4 Tabel Nilai Kebenaran Implikasi p q p q Biimplikasi Biimplikasi dua buah proposisi adalah proposisi yang diperoleh dengan menghubungkan kedua proposisi itu dengan menggunakan kata perangkai jhj dan disajikan dengan lambang p q. Contoh.4..5 p dua garis saling berpotongan tegak lurus. q dua garis saling membentuk sudut

42 Maka p q adalah dua garis saling berpotongan tegak lurus jika dan hanya jika kedua garis itu saling membentuk sudut Definisi.4.9 Jika p dan q adalah dua buah proposisi maka proposisi majemuk p jika dan hanya jika q bernilai benar jika kedua proposisi bernilai benar atau kedua-duanya bernilai salah. Tabel.4..5 Tabel Nilai Kebenaran Biimplikasi p q p q E. Logika Kabur Logika yang biasanya kita pakai dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penalaran ilmiah, yaitu logika dimana setiap proposisi (pernyataan) mempunyai dua kemungkinan nilai, yaitu nilai benar atau nilai salah dan tidak kedua-duanya (Susilo, 003). Yang menjadi dasar dari logika kabur adalah logika dengan tak berhingga banyak nilai kebenaran yang dinyatakan dengan bilangan real dalam selang [ 0,]. 6

43 Definisi.5. Variabel linguistik adalah variabel yang nilainya bukan merupakan bilangan tetapi kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bahasa sehari-hari. Variabel linguistik ditentukan oleh suatu rangkap-5 ( x T, X, G, M ), di mana x adalah lambang variabelnya, T adalah himpunan nilai-nilai linguistik yang dapat menggantikan x, X adalah semesta numeris dari nilai-nilai linguistik dalam T, G adalah himpunan aturan-aturan sintakis yang mengatur pembentukan istilahistilah anggota T, dan M adalah himpunan aturan-aturan simantik yang mengaitkan setiap istilah dalam T dengan suatu himpunan kabur dalam semesta X (Susilo, 003). Contoh.5. Kecepatan sebuah mobil adalah variabel x yang mempunyai interval [, ] 0 V, max dimana V max adalah kecepatan maksimum mobil tersebut. Kita tentukan 3 himpunan kabur lambat, sedang, dan cepat dalam [, ] 0 V seperti pada gambar.4.. Jika kita lihat x sebagai variabel linguistik, maka lambat, sedang, dan cepat juga sebagai variabel linguistik. Maka bisa dikatakan x adalah lambat, x adalah sedang, dan x adalah cepat. X dapat diambil di dalam interval [, ] mph, dan sebagainya. max max 0 V, contohnya x 50 mph, 35 7

44 slow medium fast Speed of car (mph) V max Gambar.5. Kecepatan mobil Contoh.5. Bila variabel linguistik adalah umur, maka sebagai himpunan nilai-nilai linguistik dapat diambil himpunan istilah-istilah T {muda, sangat muda, agak muda, tidak muda, tidak sangat muda, tidak muda dan tidak tua, agak tua, tua, tidak sangat tua, sangat tua}, dengan semesta X [ 0,00], aturan semantik yang mengaitkan setiap istilah dalam T dengan suatu himpunan kabur dalam semesta X. Definisi.5. Pengubah linguistik adalah suatu kata yang dipergunakan untuk mengubah suatu kata/istilah menjadi kata/istilah yang baru dengan makna yang baru pula. Dua peubah linguistik yang paling sering dipakai adalah sangat dan agak. Contoh.5.3 X dan himpunan kabur kecil didefinisikan Misalkan {,, L,5} kecil /+ 0.8/ + 0.6/ / /5 8

45 Maka menurut definisi diatas sangat kecil /+ 0.64/ / / /5 sangat sangat kecil / ( sangat ) sangat kecil / + / / 5 / 3 agak kecil / / / / /5 Definisi.5.3 Misal A himpunan kabur dalam X, maka sangat A adalah himpunan kabur dalam X dengan fungsi keanggotaan A ( x) [ ( x) ] sangat A Definisi.5.4 Misal A himpunan kabur dalam X, maka X dengan fungsi keanggotaan A agak A adalah himpunan kabur dalam ( x) [ ( x) ] agak A F. Relasi Kabur Definisi.6. Misalkan R X Y dan R Y Z adalah dua buah relasi tegas. Komposisi relasi tegas R dan R yang dinotasikan dengan R o R, didefinisikan sebagai relasi 9

46 R o R X Z sedemikian sehingga ( x, z) R o R y Y sedemikian sehingga (, y) R bila dan hanya bila terdapat x dan (, z) R y. Definisi.6. Relasi kabur R ~ adalah relasi antara elemen-elemen dalam himpunan X dengan elemen-elemen dalam himpunan Y yang didefinisikan sebagai bagian kabur dari darab Cartesius Jika X Y, dapat dinyatakan dengan ~ R,. R {( ( x, y), ~ ( x, y) ) ( x y) X Y} X Y, maka R ~ disebut relasi kabur pada himpunan X. Contoh.6. Misalkan { 3,78, 05}, Y {, 7,9} X dan R ~ adalah relasi kabur jauh lebih besar dari antara elemen-elemen X dan Y maka ~ R ( 3,) + 0. ( 3,7) ( 78,) ( 78,7) ( 05,) ( 05, 7) ( 05,9) Contoh.6. Relasi kabur hampir sama antara bilangan-bilangan real dapat dinyatakan dengan ( x y ) {(( x, y), ~ ( x, y) e ) ( x, y) R R } R ~ R Sedangkan relasi kabur jauh lebih besar antara bilangan-bilangan real dapat dinyatakan dengan 30

47 ~ R + e ( x, y), ~ ( x, y) ( ) ( x y), R x y R R Definisi.6.3 Bila R ~ adalah suatu relasi kabur pada semesta X Y, maka invers dari R ~ yang dinyatakan dengan ~ R, adalah relasi kabur pada semesta Y X dengan fungsi keanggotaan untuk setiap ( x, y) Y X. ( y, x) ( x y) ~ ~, R R ~ ~ Maka ( R ) R untuk setiap relasi kabur R ~. Bila himpunan X dan Y keduanya berhingga, maka relasi kabur R ~ antara elemen-elemen dalam himpunan X dengan elemen-elemen dalam himpunan Y dapat dinyatakan dalam bentuk suatu matriks berukuran m x n sebagai berikut di mana a ~ ( x, y ) ij R i j a ~ a R M am a a a M m L L L a a a n n M mn untuk i,, L, m dan j,, L, n. 3

48 Definisi.6.4 ~ Jika R adalah relasi kabur pada ~ X Y dan R adalah relasi kabur pada Y Z, ~ ~ maka komposisi relasi kabur R dan R, yang dinotasikan dengan R o R, adalah relasi kabur pada di mana t adalah suatu norma-t. X Z dengan fungsi keanggotaan ( ) ( x, z) sup t ~ ( x, y), ~ ( y z) ~ ~, R o R R R y Y Definisi.6.5 Komposisi sup-min diperoleh jika operator min sebagai norma-t, maka diperoleh relasi komposit R o R dengan fungsi keanggotaan { } ( x, z) sup min ~ ( x, y), ~ ( y z) ~ ~, R o R R R y Y Definisi.6.6 Komposisi sup-darab diperoleh jika operator darab aljabar sebagai norma-t, maka diperoleh relasi komposit R o R dengan fungsi keanggotaan { } ( x, z) sup ~ ( x, y), ~ ( y z) ~ ~, R o R R R y Y Contoh.6.3 Misalkan X { 3,78, 05}, Y {,7, 9} dan Z { 0, 5,94}, dan relasi ~ kabur R, adalah relasi jauh lebih besar antara elemen-elemen dalam X dengan Y dengan matriks sebagai berikut 3

49 0.3 ~ R ~ Dan R adalah relasi kabur jauh lebih kecil antara elemen-elemen dalam Y dengan Z dengan matriks sebagai berikut ~ R Jika menggunakan komposisi sup-min, diperoleh { } ( 3,0) sup min ~ ( 3, y), ~ (,0) ~ ~ y R o R R R y Y max min max { min{ ~ ( 3,), ~ (,0) },min { ~ ( 3,7), ~ ( 7,0) }, R R R R { ~ ( 3,9), ~ ( 9,0) } } R R { min{ 0.3,0.},min{ 0.,0.0},min{ 0.0,0.0 } max{ 0.,0.0,0.0} 0. Relasi kabur komposit R o R dengan komposisi sup-min dapat disajikan dengan matriks sebagai berikut ~ ~ R o R o Jika menggunakan komposisi sup-darab, diperoleh { } ( 3,0) sup ~ ( 3, y), ~ (,0) ~ ~ y R o R R R y Y max { ~ ( 3,), ~ (,0), ~ ( 3,7), ~ ( 7,0), ~ ( 3,9), ~ ( 9,0) } R R R R R R 33

50 max {( 0.3)( 0.),( 0.)( 0.0),( 0.0)( 0.0) } max{ 0.03,0.0,0.0} Relasi kabur komposit R o R dengan komposisi sup-darab dapat disajikan dengan matriks sebagai berikut ~ ~ R o R o G. Proposisi Kabur Definisi.7. Proposisi kabur adalah kalimat yang memuat predikat kabur, yaitu predikat yang dapat direpresentasikan dengan suatu himpunan kabur. Bentuk umum dari proposisi kabur x adalah A dimana x adalah suatu variabel linguistik dan predikat A adalah suatu nilai linguistik dari x. Definisi.7. tertentu. Peryataan kabur adalah proposisi kabur yang mempunyai nilai kebenaran 34

51 Definisi.7.3 Nilai kebenaran dari suatu peryataan kabur disajikan dengan suatu bilangan real dalam selang [ 0,] dan disebut juga derajat kebenaran dari peryataan kabur. Derajat kebenaran dari peryataan kabur x 0 adalah A Bila A ~ adalah himpunan kabur yang dikaitkan dengan nilai linguistik A dan x 0 adalah suatu elemen titik dalam semesta X dari himpunan kabur A ~, maka x 0 mempunyai derajat keanggotaan ~ ( x ) dalam himpunan kabur A ~. A 0 Definisi.7.4 Jika x adalah variabel linguistik dengan semesta numeris X dan y adalah variabel linguistik dengan semesta numeris Y maka konjungsi kabur x adalah A dan y adalah B dimana A dikaitkan dengan himpunan kabur A ~ dalam X, dan B dikaitkan dengan himpunan kabur B ~ dalam Y, dapat dipandang sebagai suatu relasi kabur dalam X Y dengan fungsi keanggotaan ( ) ( x, y) t ~ ( x), ~ ( y) dengan t adalah suatu norma-t. A B 35

52 Definisi.7.5 Jika x adalah variabel linguistik dengan semesta numeris X dan y adalah variabel linguistik dengan semesta numeris Y maka disjungsi kabur x adalah A atau y adalah B dimana A dikaitkan dengan himpunan kabur A ~ dalam X, dan B dikaitkan dengan himpunan kabur B ~ dalam Y, dapat dipandang sebagai suatu relasi kabur dalam X Y dengan fungsi keanggotaan dengan s adalah suatu norma- s. ( ) ( x, y) s ~ ( x), ~ ( y) A B H. Implikasi Kabur Bentuk umum suatu implikasi kabur adalah Bila x adalah A, maka y adalah B dimana A dan B adalah predikat-predikat kabur yang dikaitkan dengan himpunan-himpunan kabur A ~ dan B ~ dalam semesta X dan Y berturut-turut. Sama seperti konjungsi dan disjungsi kabur, implikasi kabur juga dipandang sebagai suatu relasi kabur dalam X Y yang dilambangkan dengan. Berdasarkan ekivalensi implikasi tegas p q p q maka proposisi p dapat diganti dengan proposisi kabur " x adalah A" dan proposisi q dapat 36

53 dapat diganti dengan proposisi kabur " y adalah B". Implikasi kabur tersebut dapat diinterpretasikan sebagai relasi kabur dalam X Y dengan fungsi keanggotaan ( ( ~ ), ~ ( y) ) ( x y) s k ( x), A B dimana s adalah norma- s dan k adalah suatu komplemen kabur. Definisi.8. Implikasi Dienes-Rescher diperoleh bila norma- s dan komplemen kabur diambil operasi-operasi gabungan dan komplemen baku dan fungsi keanggotaannya sebagai berikut ( ) ( x, y) max ~ ( x), ~ ( y). dr A B Karena implikasi tegas p q juga ekivalen dengan ( p q) p, maka implikasi kabur di atas juga dapat diinterpretasikan sebagai relasi kabur dalam X Y dengan fungsi keanggotaan ( ( ~ ), ~ ( x), k ( ~ ( y) ) ( x y) s t ( x), A dimana s adalah norma- s, t adalah suatu norma-t dan k adalah suatu komplemen kabur. B A Definisi.8. Implikasi Zadeh diperoleh bila norma- s, norma- t dan k diambil operasioperasi gabungan, irisan dan komplemen baku sehingga diadapat fungsi keanggotaan sebagai berikut 37

54 ( ( ~ ), ~ ( x) ) ( x y) max min ( x), ~ ( y) z,. A B A Definisi.8.3 Implikasi Mamdani adalah implikasi kabur yang dapat juga dipandang sebagai suatu konjungsi kabur, sehingga diperoleh ( ) ( x, y) t ~ ( x), ~ ( y) A Bila sebagai norma-t diambil operasi baku min, maka diperoleh mm ( x, y) min ~ ( x), ~ ( y) B ( ) A dan bila sebagai norma-t diambil operasi darab aljabar, maka diperoleh md ( x, y) ~ ( x) ~ ( y) A B B Contoh.8.: Misalkan diketahui semesta X {,,3,4,5} dan { 50,60,70} kabur Y dan implikasi Jika x banyak, maka y cepat dimana predikat banyak dan cepat berturut-turut dikaitkan dengan himpunan kabur ~ A 0./+ 0.4/ + 0.6/ / 4 + / 5 ~ B 0.4/ / 60 + / 70 Maka jika digunakan implikasi Dienes-Rescher, diperoleh dr (,50) (,60) + (,70) (,50) (,60) + (,70) ( 3,50) ( 3,60) + ( 3,70) ( 4,50) ( 4,60) + ( 4,70) ( 5,50) ( 5,60) + ( 5,70) 38

55 Jika digunakan implikasi Zadeh, diperoleh z (,50 ) (,60 ) (,70 ) (,50) (,60) (,70) ( 3,50) ( 3,60) ( 3,70) ( 4,50) ( 4,60) ( 4,70) ( 5,50) ( 5,60) + ( 5,70) Dan jika digunakan implikasi Mamdani diperoleh mm 0. atau md (,50 ) + 0. (,60) + 0. (,70 ) (,50) (,60) (,70) ( 3,50) ( 3,60) ( 3,70) ( 4,50) ( 4,60) ( 4,70) ( 5,50) ( 5,60) + ( 5,70) (,50) (,60) + 0. (,70) (,50) (,60) (,70) ( 3,50) ( 3,60) ( 3,70) ( 4,50) ( 4,60) ( 4,70) ( 5,50) ( 5,60) + ( 5,70) I. Basis Pengetahuan Basis pengetahuan dari suatu sistem kendali logika kabur terdiri dari basis data dan basis kaidah. Basis data adalah himpunan fungsi-fungsi keanggotaan dari himpunan-himpunan kabur yang terkait dengan nilai-nilai linguistik dari variabelvariabel yang terlibat dalam sistem itu. Contoh.9. Misal dalam suatu sistem kendali logika kabur, variabel y dengan semesta selang tertutup [ a,a ] mempunyai tujuh nilai linguistik sebagai berikut: Besar Negatif, yang dikaitkan dengan himpunan kabur B ~ 39

56 Sedang Negatif, yang dikaitkan dengan himpunan kabur S ~ Kecil Negatif, yang dikaitkan dengan himpunan kabur K ~ Mendekati Nol, yang dikaitkan dengan himpunan kabur 0 ~ Kecil Positif, yang dikaitkan dengan himpunan kabur K ~ + Sedang Positif, yang dikaitkan dengan himpunan kabur S ~ + Besar Positif, yang dikaitkan dengan himpunan kabur B ~ + Maka basis data dari sistem itu memuat fungsi keanggotaan dari himpunanhimpunan kabur yang terkait itu, misalnya berbentuk segitiga, sebagai berikut: B ~ S ~ K ~ ~ 0 + K ~ S ~ + + B ~ a 0 a Gambar.9.. Fungsi keanggotaan himpunan-himpunan kabur yang terkait a,a dengan nilai-nilai linguistik untuk variabel y pada semesta [ ] Basis kaidah adalah himpunan implikasi-implikasi kabur yang berlaku sebagai kaidah dalam sistem itu. Bila sistem itu mempunyai m buah kaidah dengan ( n +) variabel, maka bentuk umum kaidah ke- i ( i K,, n ) sebagai berikut: adalah 40

57 Bila x adalah A i dan K dan x n adalah A in, maka y adalah B i di mana x j adalah variabel linguistik dengan semesta numeris X j ( j, L, n). berikut: Suatu basis kaidah diharapkan memenuhi beberapa kriteria sebagai. Lengkap, yaitu untuk setiap ( x, L xn ) X L X n terdapat i { L,,m}, sedemikian sehingga ( ) 0 ~ x Aij j untuk semua j {, L, n }. dengan perkataan lain, untuk setiap nilai masukan terdapat sekurang-kurangnya satu kaidah yang tersulut.. Konsisten, yaitu tidak terdapat kaidah-kaidah yang mempunyai anteseden yang sama tetapi konsekuaennya berbeda. 3. Kontinu, yaitu tidak terdapat kaidah-kaidah dengan himpunan-himpunan kabur yang terkait dala anteseden beririsan, tetapi himpunan-himpunan kabur yang terkait dalam konsekuennya saling asing. Contoh.9. Misalkan implikasinya melibatkan tiga variabel sebagai berikut: Bila x adalah A dan y adalah B, maka z adalah C di mana x, y, dan z adalah variabel-variabel dengan semesta selang tertutup [ a, a], [ b, b], dan [ c, c] berturut-turut, dan dengan tujuh nilai linguistik seperti dalam Conto.9.. maka basis kaidah dari sistem ini terdiri dari 49 kaidah, yang secara lengkap dapat disajikan dalam bentuk matriks sebagai berikut: 4

58 x z B ~ S ~ y K ~ ~ + 0 K ~ + S ~ + B ~ B ~ + S ~ B ~ + S ~ ~ 0 K ~ + S ~ + K ~ ~ 0 ~ K ~ ~ 0 K ~ S ~ K ~ + S ~ + + B ~ 0 S ~ ~ 0 K ~ ~ S ~ S ~ B ~ Misalnya salah satu kaidahnya berbunyi: Bila x sedang negatif dan y kecil positif, maka z sedang positif seperti yang terlihat pada baris kedua kolom kelima dari matriks di atas. 4

59 BAB III MEMBANGUN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS Misal diberikan suatu himpunan input A { x x, } output B { y y, }, L seperti di bawah ini y m dan himpunan, L, sehingga diperoleh suatu himpunan pasangan terurut ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( x x, L, x ; y, y, L y ), n, m ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( x x, L, x ; y, y, L y ), n, m M M ( k ) ( k ) ( k ) ( k ) ( k ) ( k ) ( x x,, x ; y, y,, y ) L (3.), n L m x n di mana k,, L, l. Misalkan kita berikan suatu contoh himpunan pasangan terurut dua input dan satu output itu seperti di bawah ini: ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( x ; y ), x, x ; y ( i ) ( i) ( i ) ( ),, ( x, x y ) x, L ; (3.) di mana i,, L, l. Tugas di sini adalah untuk membangun aturan kabur JIKA-MAKA dari suatu himpunan pasangan berurutan dari (3.). Terdapat empat langkah dalam membangun aturan kabur dari data numeris, yaitu: 43

60 3. Mendefinisikan Himpunan Kabur pada Ruang Semesta Input dan Output Misalkan kita mempunyai himpunan pasangan berurutan ( x x ; y) + dan x adalah sebuah input yang mempunyai interval [ ], x adalah sebuah output dengan interval [ y ], y + + x dan [ ] x,. x, x dan y, yang ditunjukkan oleh S3 (Besar Negatif), S (Sedang Negatif), S (Kecil Negatif), CE (tengah atau mendekati nol), B (Kecil Positif), B (Sedang Positif), dan B3 (Besar Positif). Didefinisikan himpunan kabur untuk x dan x seperti pada gambar 3. di bawah ini. ( ) x.0 S S CE B B 0.0 x + x x ( x ).0 S S CE B B B3 0.0 x + x x Gambar 3. Himpunan Kabur Input Sedangkan himpunan kabur untuk y didefinisikan seperti pada gambar 3. seperti di bawah ini. 44

61 ( y).0 S S CE B B 0.0 y + y y Gambar 3. Himpunan Kabur Output 3. Membangun Aturan Kabur dari Data Pasangan Berurutan Langkah kedua dalam membangun aturan kabur dari data numeris adalah membangun aturan kabur dari data pasangan berurutan yang diperlukan tiga langkah. Pertama, menentukan derajat keanggotaan dari ( i ) ( i ), x x dan, ( i) y pada himpunan kabur yang berbeda. Sebagai contoh, ( ) x mempunyai derajat keanggotaan 0.8 di B, mempunyai derajat keanggotaan 0.5 di B, dan mempunyai derajat keanggotaan 0 untuk semua himpunan kabur yang lain. Secara sama, ( ) x mempunyai derajat keanggotaan di CE, mempunyai derajat keanggotaan 0.8 di S dan derajat keanggotaan 0 untuk himpunan kabur yang lain. Begitu juga dengan ( ) y mempunyai derajat keanggotaan 0.9 di CE, mempunyai derajat keanggotaan 0.8 di B, dan mempunyai derajat keanggotaan 0 untuk semua himpunan kabur yang lain seperti yang ditunjukkan pada gambar

62 ( ) x S S CE B B x ( ) x x ( ) + x x ( x ).0 S S CE B B B3 0.0 x x ( ) x ( ) + x x ( y).0 S S CE B B 0.0 y ( ) y ( ) y + y y Gambar 3.3 Membagi input dan output menjadi himpunan nilai linguistik dan fungsi keanggotaan Kedua, menetapkan ( i ) ( i ), x x atau, ( i) y sebagai himpunan kabur dengan derajat keanggotaan yang maksimum atau himpunan kabur yang mempunyai derajat keanggotaan paling tinggi. Karena derajat keanggotaan ( ) x pada himpunan kabur B lebih besar daripada himpunan kabur B maka yang dipilih adalah himpunan kabur B, sedangkan derajat keanggotaan ( ) x pada himpunan kabur CE lebih tinggi daripada derajat keanggotaan pada himpunan kabur S maka yang dipilih adalah himpunan kabur CE dan derajat keanggotaan ( ) y pada 46

63 himpunan kabur CE lebih tinggi daripada derajat keanggotaan pada B maka yang dipilih adalah himpunan kabur CE. Ketiga, setelah menentukan dan menetapkan derajat keanggotaannya maka kita bisa menyusun aturan kabur dari data pasangan berurutan sebagai berikut: JIKA x adalah A dan x adalah B, MAKA y adalah C Sebagai contoh, kita tentukan derajat keanggotaan lalu ( ) x, x ( ), dan ( ) y lalu kita tetapkan ( ) x di B karena himpunan kabur B mempunyai derajat keanggotaan paling tinggi dibandingkan dengan B atau yang lainnya, ( ) x di CE dan ( ) y di CE. Sehingga bisa kita susun sebuah aturan sebagai berikut: JIKA x adalah dan x adalah CE, MAKA y adalah B. B 3.3 Menentukan Derajat Kebenaran dari Masing-masing Aturan Meskipun menggunakan beberapa pasangan data berurutan dan masingmasing pasangan data berurutan membangun satu aturan, ada kemungkinan terdapat beberapa aturan yang konflik, yaitu aturan yang mempunyai bagian JIKA sama tetapi bagian MAKA berbeda. Salah satu cara untuk menyelesaikannya adalah dengan menetapkan sebuah derajat kebenaran pada masing-masing aturan yang membangun pasangan data berurutan dan hanya menerima aturan dari kelompok aturan yang konflik yang mempunyai derajat maksimum. Kita menggunakan implikasi Mamdani untuk menetapkan sebuah derajat kebenaran ke masing-masing aturan. Untuk aturan: JIKA x adalah A dan x 47

64 adalah B, MAKA y adalah C, derajat dari aturan ini dinotasikan dengan D ( Aturan). Berdasarkan definisi (.7.4), definisi (.8.3) dan darab aljabar D ( Aturan ) t( ( x ) ( y) ) ~, ~ (.7.4) A C ( t( ~ ( x ), ~ ( x )), ~ ( y) ) t (.8.3) A B ( x ) ~ ( x ) ~ ( y) ~ A B C Sehingga diperoleh D ( Aturan) ( x ) ( x ) ( y) C (darab aljabar). A B C Contoh 3.3. Aturan mempunyai derajat D ( Aturan ) ( x ) ( x ) ( y) B S CE (lihat gambar 3.3) Aturan mempunyai derajat D ( Aturan ) ( x ) ( x ) ( y) B CE B Menyusun Tabel Look Up Gambar 3.4 menggambarkan sebuah tabel look-up yang menggantikan basis data aturan kabur. Kita mengisi kotak-kotak tersebut dengan aturan kabur sebagai berikut: sebuah skema tabel look-up ditentukan oleh aturan linguistik atau dari membangun data numerik, jika ada lebih dari satu aturan di dalam kotak aturan kabur, kita gunakan aturan yang mempunyai derajat paling tinggi. 48

65 Gambar 3.4 Ilustrasi tabel lookup dari aturan dasar kabur Di dalam langkah ini, baik data numerik dan linguistik disusun menjadi sebuah kerangka yaitu skema tabel look-up. Jika aturan linguistik itu adalah aturan dan maka hanya diisi satu kotak pada tabel, tetapi jika aturan linguistik itu adalah aturan atau, maka semua kotak pada baris atau kolom yang sama dalam tabel diisi ke daerah JIKA. Sebagai contoh, anggap kita punya aturan : JIKA x adalah S atau x adalah CE, MAKA y adalah B, maka kita akan mengisi tujuh kotak pada kolom S dan lima kotak pada baris CE dengan B. Semua derajat pada B pada kotak ini sama derajatnya pada aturan atau. 49

66 BAB IV PENERAPAN ATURAN KABUR DARI DATA NUMERIS PADA SISTEM KENDALI TRUK A. Permasalahan pada Kontrol Sistem Kendali Truk Gambar 4. Diagram simulasi truk dan daerah muatan Simulasi truk dan daerah muatan ditunjukkan pada Gambar 4.. Posisi truk ditentukan oleh 3 variabel awal yaitu, x, dan y, dimana adalah sudut truk dengan bidang datar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4., x adalah posisi gerak truk dan y adalah jarak antara truk dan dok yang tidak harus dianggap sebagai input. Misal diberikan suatu tabel panjang lintasan seperti di dan [ 0, 0] bawah ini, yang mana [ 90 ] 0, 70 0 θ [ 40 ] 0, 40 0 x dan outputnya adalah, sedemikian sehingga didapat posisi akhir dari kedudukan truk x. 0 tersebut adalah (, ) ( 0,90 ) f f 50

67 TABEL 4. Panjang lintasan o x, 0 0, 0 dimulai dari ( ) ( ) t x o o θ B. Membangun Aturan Kabur dari Data Numeris untuk Sistem Kendali Truk Kita gunakan empat langkah dari membangun aturan kabur dari data numeris untuk menentukan fungsi : ( x,) θ f, berdasarkan tabel 4.. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam membangun aturan kabur dari data numeris : 5

68 4.. Mendefinisikan Himpunan Kabur pada Ruang Semesta Input dan Output Misalkan kita mempunyai himpunan pasangan berurutan ( x, ;θ ) dimana interval [ 0,0] x, [ 90 ] 0, 70 0 dan [ 40 ] 0, 40 0 θ. Kemudian didefinisikan himpunan kabur untuk x,, dan θ sebagai berikut: Gambar 4. Fungsi Keanggotaan Kabur untuk + 5 untuk ( ) untuk untuk lainnya + 45 untuk ( ) untuk untuk lainnya S 3 S 5

69 53 ( ) lainnya untuk untuk untuk S ( ) lainnya untuk untuk untuk 0 80 CE ( ) lainnya untuk untuk untuk B ( ) lainnya untuk untuk untuk B ( ) lainnya untuk untuk untuk B PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70 Gambar 4.3 Fungsi Keanggotaan Kabur untuk x S ( x) 7 x untuk 0 x.5 untuk.5 x 7 untuk lainnya x 4 untuk 4 x x ( ) untuk 7 x 0 S x 3 0 untuk lainnya CE ( x) x 9 x 0 untuk 9 x 0 untuk 0 x untuk lainnya ( x) x x 3 0 untuk 0 x 3 untuk 3 x B 6 untuk lainnya 54

71 x 3 untuk 3 x ( ) untuk 8.5 x 0 B x 0 untuk lainnya Gambar 4.4 Fungsi Keanggotaan Kabur untuk θ ( θ ) θ θ 0 0 untuk 40 θ 30 untuk 30 S θ 3 ( θ ) θ θ untuk lainnya untuk 33 θ 0 untuk 0 S θ untuk lainnya 7 55

72 ( θ ) θ θ 7 0 untuk 4 θ 7 untuk 7 S θ untuk lainnya 0 CE ( θ ) θ θ 4 0 untuk 4 θ 0 untuk 0 θ 4 untuk lainnya ( θ ) θ θ 7 0 untuk 0 θ 7 untuk 7 B θ ( θ ) θ θ untuk lainnya untuk 7 θ 0 untuk 0 B θ ( θ ) θ θ untuk lainnya,untuk 0 θ 30 untuk 30 B θ 3 untuk lainnya 40 56

73 4.. Membangun Aturan kabur dari Data Pasangan Berurutan Untuk menentukan aturan kabur dan menetapkan derajat kebenaran dalam permasalahan pada sistem kendali pada truk kita gunakan tabel 4.. Dari tabel tersebut kita bisa memperoleh aturan kaburnya dan bisa menetapkan derajat kebenaran yang akan kita gunakan pada langkah ketiga. Berdasarkan tabel 4. diperoleh aturan-aturan seperti di bawah ini Untuk t 0, maka x, 0, dan θ 9. x 0 ( ) 0 S ( 0) 0 0 S 0 7 θ ( 9) θ0 9 S Aturan 0 : JIKA x 0 adalah S dan 0 adalah S MAKA θ 0 adalah S. Untuk t, maka x. 95, 9. 37, dan θ x x.95 S (.95) ( 9.37) S θ ( 7.95) θ S Aturan : JIKA x adalah S dan adalah S MAKA θ adalah S. Untuk t, maka x. 88, 8. 3, dan θ x x.88 S (.88) S ( 8.3)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Himpunan adalah kata benda yang berasal dari kata himpun. Kata kerjanya adalah menghimpun. Menghimpun adalah kegiatan yang berhubungan dengan berbagai objek apa saja.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Logika Fuzzy Fuzzy secara bahasa diartikan sebagai kabur atau samar yang artinya suatu nilai dapat bernilai benar atau salah secara bersamaan. Dalam fuzzy dikenal derajat keanggotan

Lebih terperinci

SPK PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN PADA RESTORAN XYZ

SPK PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN PADA RESTORAN XYZ SPK PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN PADA RESTORAN XYZ P.A Teknik Informatika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Kampus 3 UAD, Jl. Prof. Soepomo rochmahdyah@yahoo.com Abstrak Perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. papernya yang monumental Fuzzy Set (Nasution, 2012). Dengan

BAB II LANDASAN TEORI. papernya yang monumental Fuzzy Set (Nasution, 2012). Dengan BAB II LANDASAN TEORI 2.. Logika Fuzzy Fuzzy set pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi Zadeh, 965 orang Iran yang menjadi guru besar di University of California at Berkeley dalam papernya yang monumental

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Permintaan, Persediaan dan Produksi 2.1.1 Permintaan Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN EDISI 1 MATEMATIKA DISKRIT

MODUL PERKULIAHAN EDISI 1 MATEMATIKA DISKRIT MODUL PERKULIAHAN EDISI 1 MATEMATIKA DISKRIT Penulis : Nelly Indriani Widiastuti S.Si., M.T. JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG 2011 DAFTAR ISI Daftar Isi. 2 Bab 1 LOGIKA

Lebih terperinci

BAB 2 2. LANDASAN TEORI

BAB 2 2. LANDASAN TEORI BAB 2 2. LANDASAN TEORI Bab ini akan menjelaskan mengenai logika fuzzy yang digunakan, himpunan fuzzy, penalaran fuzzy dengan metode Sugeno, dan stereo vision. 2.1 Logika Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 HIMPUNAN CRIPS Himpunan adalah suatu kumpulan objek-objek yang mempunyai kesamaan sifat tertentu. Suatu himpunan harus terdefinisi secara tegas, artinya untuk setiap objek selalu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Himpunan adalah suatu kumpulan atau koleksi objek-objek yang mempunyai kesamaan sifat tertentu. Objek ini disebut elemen-elemen atau anggota-anggota dari himpunan (Frans

Lebih terperinci

Metode Fuzzy. Analisis Keputusan TIP FTP UB

Metode Fuzzy. Analisis Keputusan TIP FTP UB Metode Fuzzy Analisis Keputusan TIP FTP UB Pokok Bahasan Pendahuluan Logika Klasik dan Proposisi Himpunan Fuzzy Logika Fuzzy Operasi Fuzzy Contoh Pendahuluan Penggunaan istilah samar yang bersifat kualitatif

Lebih terperinci

APLIKASI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN METODE TSUKAMOTO PADA PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN (STUDI KASUS DI TOKO KENCANA KEDIRI)

APLIKASI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN METODE TSUKAMOTO PADA PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN (STUDI KASUS DI TOKO KENCANA KEDIRI) APLIKASI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN METODE TSUKAMOTO PADA PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN (STUDI KASUS DI TOKO KENCANA KEDIRI) 1Venny Riana Agustin, 2 Wahyu H. Irawan 1 Jurusan Matematika, Universitas

Lebih terperinci

LOGIKA FUZZY. Kelompok Rhio Bagus P Ishak Yusuf Martinus N Cendra Rossa Rahmat Adhi Chipty Zaimima

LOGIKA FUZZY. Kelompok Rhio Bagus P Ishak Yusuf Martinus N Cendra Rossa Rahmat Adhi Chipty Zaimima Sistem Berbasis Pengetahuan LOGIKA FUZZY Kelompok Rhio Bagus P 1308010 Ishak Yusuf 1308011 Martinus N 1308012 Cendra Rossa 1308013 Rahmat Adhi 1308014 Chipty Zaimima 1308069 Sekolah Tinggi Manajemen Industri

Lebih terperinci

Logika Matematika. Cece Kustiawan, FPMIPA, UPI

Logika Matematika. Cece Kustiawan, FPMIPA, UPI Logika Matematika 1. Pengertian Logika 2. Pernyataan Matematika 3. Nilai Kebenaran 4. Operasi Uner 5. Operasi Biner 6. Tabel kebenaran Pernyataan 7. Tautologi, Kontradiksi dan Kontingen 8. Pernyataan-pernyataan

Lebih terperinci

Kata kunci: Sistem pendukung keputusan metode Sugeno, tingkat kepribadian siswa

Kata kunci: Sistem pendukung keputusan metode Sugeno, tingkat kepribadian siswa SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN METODE SUGENO DALAM MENENTUKAN TINGKAT KEPRIBADIAN SISWA BERDASARKAN PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MI MIFTAHUL ULUM GONDANGLEGI MALANG) Wildan Hakim, 2 Turmudi, 3 Wahyu H. Irawan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya BAB II LANDASAN TEORI A. Logika Fuzzy Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya berada di luar model matematis dan bersifat inexact. Konsep ketidakpastian inilah yang

Lebih terperinci

Unit 6 PENALARAN MATEMATIKA. Clara Ika Sari Budhayanti. Pendahuluan. Selamat belajar, semoga Anda sukses.

Unit 6 PENALARAN MATEMATIKA. Clara Ika Sari Budhayanti. Pendahuluan. Selamat belajar, semoga Anda sukses. Unit 6 PENALARAN MATEMATIKA Clara Ika Sari Budhayanti Pendahuluan D alam menyelesaikan permasalahan matematika, penalaran matematis sangat diperlukan baik di bidang aritmatika, aljabar, geometri dan pengukuran,

Lebih terperinci

LOGIKA MATEMATIKA I. PENDAHULUAN

LOGIKA MATEMATIKA I. PENDAHULUAN LOGIKA MATEMATIKA I. PENDAHULUAN Logika adalah dasar dan alat berpikir yang logis dalam matematika dan pelajaran-pelajaran lainnya, sehingga dapat membantu dan memberikan bekal tambahan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) 0 KISI-KISI UJIAN SEKOLAH SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) MATA PELAJARAN : MATEMATIKA KELAS : XII KELOMPOK : TEKNOLOGI, PERTANIAN DAN KESEHATAN BENTUK & JMl : PILIHAN GANDA = 35 DAN URAIAN = 5 WAKTU :

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Berikut diberikan landasan teori mengenai teori himpunan fuzzy, program

BAB II KAJIAN TEORI. Berikut diberikan landasan teori mengenai teori himpunan fuzzy, program BAB II KAJIAN TEORI Berikut diberikan landasan teori mengenai teori himpunan fuzzy, program linear, metode simpleks, dan program linear fuzzy untuk membahas penyelesaian masalah menggunakan metode fuzzy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab II ini dibahas teori-teori pendukung yang digunakan untuk pembahasan selanjutnya yaitu tentang Persamaan Nonlinier, Metode Newton, Aturan Trapesium, Rata-rata Aritmatik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat

BAB I PENDAHULUAN. Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat dan logos yang artinya ilmu merupakan cabang matematika yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

1.3 Pembuktian Tautologi dan Kontradiksi. Pernyataan majemuk yang selalu bernilai benar bagaimanapun nilai proposisi

1.3 Pembuktian Tautologi dan Kontradiksi. Pernyataan majemuk yang selalu bernilai benar bagaimanapun nilai proposisi 1.3 Pembuktian 1.3.1 Tautologi dan Kontradiksi Pernyataan majemuk yang selalu bernilai benar bagaimanapun nilai proposisi yang membentuknya disebut toutologi, sedangkan proposisi yang selalu bernilai salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logika Fuzzy Logika fuzzy merupakan suatu metode pengambilan keputusan berbasis aturan yang digunakan untuk memecahkan keabu-abuan masalah pada sistem yang sulit dimodelkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 7 terboboti dari daerah output fuzzy. Metode ini paling dikenal dan sangat luas dipergunakan. First of Maxima (FoM) dan Last of Maxima (LoM) Pada First of Maxima (FoM), defuzzifikasi B( y) didefinisikan

Lebih terperinci

LOGIKA Matematika Industri I

LOGIKA Matematika Industri I LOGIKA TIP FTP UB Pokok Bahasan Pengertian Logika Pernyataan Matematika Nilai Kebenaran Operasi Uner Operasi Biner Tabel kebenaran Pernyataan Tautologi, Kontradiksi dan Kontingen Pernyataan-pernyataan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) diselenggarakan oleh suatu perguruan tinggi secara mandiri.

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) diselenggarakan oleh suatu perguruan tinggi secara mandiri. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) PMDK adalah salah satu program penerimaan mahasiswa baru yang diselenggarakan oleh suatu perguruan tinggi secara mandiri. Sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Fuzzy Tidak semua himpunan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari terdefinisi secara jelas, misalnya himpunan orang miskin, himpunan orang pandai, himpunan orang tinggi,

Lebih terperinci

Unit 5 PENALARAN/LOGIKA MATEMATIKA. Wahyudi. Pendahuluan

Unit 5 PENALARAN/LOGIKA MATEMATIKA. Wahyudi. Pendahuluan Unit 5 PENALARAN/LOGIKA MATEMATIKA Wahyudi Pendahuluan D alam menyelesaikan permasalahan matematika, penalaran matematis sangat diperlukan. Penalaran matematika menjadi pedoman atau tuntunan sah atau tidaknya

Lebih terperinci

NEGASI KALIMAT DAN KALIMAT MAJEMUK (Minggu ke-3)

NEGASI KALIMAT DAN KALIMAT MAJEMUK (Minggu ke-3) NEGASI KALIMAT DAN KALIMAT MAJEMUK (Minggu ke-3) 1 1 Kata Penghubung Kalimat 1. Konjungsi: menggunakan kata penghubung: dan 2. Disjungsi: menggunakan kata penghubung: atau 3. Implikasi: menggunakan kata

Lebih terperinci

LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN

LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN FUNGSI KEANGGOTAAN (Membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai/derajat keanggotaannya yang memiliki interval

Lebih terperinci

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY 1. LOGIKA FUZZY Logika fuzzy adalah suatu cara tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Teknik ini menggunakan teori matematis himpunan fuzzy. Logika fuzzy berhubungan dengan

Lebih terperinci

Logika & Himpunan 2013 LOGIKA MATEMATIKA. Oleh NUR INSANI, M.SC. Disadur dari BUDIHARTI, S.Si.

Logika & Himpunan 2013 LOGIKA MATEMATIKA. Oleh NUR INSANI, M.SC. Disadur dari BUDIHARTI, S.Si. LOGIKA MATEMATIKA Oleh NUR INSANI, M.SC Disadur dari BUDIHARTI, S.Si. Logika adalah ilmu yang mempelajari secara sistematis kaidah-kaidah penalaran yang absah/valid. Ada dua macam penalaran, yaitu: penalaran

Lebih terperinci

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat

GLOSSARIUM. A Akar kuadrat A Akar kuadrat GLOSSARIUM Akar kuadrat adalah salah satu dari dua faktor yang sama dari suatu bilangan. Contoh: 9 = 3 karena 3 2 = 9 Anggota Himpunan Suatu objek dalam suatu himpunan B Belahketupat Bentuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Himpunan Himpunan adalah setiap daftar, kumpulan atau kelas objek-objek yang didefenisikan secara jelas, objek-objek dalam himpunan-himpunan yang dapat berupa apa saja: bilangan, orang,

Lebih terperinci

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING Media Informatika, Vol. 3 No. 1, Juni 2005, 25-38 ISSN: 0854-4743 FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING Sri Kusumadewi, Idham Guswaludin Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. masalah fuzzy linear programming untuk optimasi hasil produksi pada bab

BAB II KAJIAN TEORI. masalah fuzzy linear programming untuk optimasi hasil produksi pada bab BAB II KAJIAN TEORI Berikut diberikan landasan teori mengenai program linear, konsep himpunan fuzzy, program linear fuzzy dan metode Mehar untuk membahas penyelesaian masalah fuzzy linear programming untuk

Lebih terperinci

LOGIKA MATEMATIKA LOGIKA. Altien Jonathan Rindengan, S.Si, M.Kom

LOGIKA MATEMATIKA LOGIKA. Altien Jonathan Rindengan, S.Si, M.Kom LOGIKA MATEMATIKA LOGIKA Altien Jonathan Rindengan, S.Si, M.Kom Pendahuluan Untuk menemukan suatu gagasan baru dari informasi dan gagasan yang telah ada, diperlukan proses berpikir. Proses ini dikenal

Lebih terperinci

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Logika Fuzzy

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Logika Fuzzy Logika Fuzzy Pendahuluan Alasan digunakannya Logika Fuzzy Aplikasi Himpunan Fuzzy Fungsi keanggotaan Operator Dasar Zadeh Penalaran Monoton Fungsi Impilkasi Sistem Inferensi Fuzzy Basis Data Fuzzy Referensi

Lebih terperinci

SIMULASI SISTEM UNTUK PENGONTROLAN LAMPU DAN AIR CONDITIONER DENGAN MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY

SIMULASI SISTEM UNTUK PENGONTROLAN LAMPU DAN AIR CONDITIONER DENGAN MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY SIMULASI SISTEM UNTUK PENGONTROLAN LAMPU DAN AIR CONDITIONER DENGAN MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY Nesi Syafitri. N Teknik Informatika, Fakultas Teknik Universitas Islam Riau, Jalan Kaharuddin Nasution No. 3,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Permintaan 2.1.1 Pengertian Permintaan Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai landasan teori yang digunakan pada penelitian ini. Penjabaran ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam kepada penulis

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE FUZZY SUGENO DAN METODE FUZZY MAMDANI DALAM PENENTUAN STOK BERAS PADA PERUM BULOG DIVISI REGIONAL SUMUT SKRIPSI

PERBANDINGAN METODE FUZZY SUGENO DAN METODE FUZZY MAMDANI DALAM PENENTUAN STOK BERAS PADA PERUM BULOG DIVISI REGIONAL SUMUT SKRIPSI PERBANDINGAN METODE FUZZY SUGENO DAN METODE FUZZY MAMDANI DALAM PENENTUAN STOK BERAS PADA PERUM BULOG DIVISI REGIONAL SUMUT SKRIPSI DESMON GUNADI SIAGIAN 110803066 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab II ini menjelaskan tentang teori-teori pendukung yang digunakan untuk pembahasan selanjutnya yaitu sistem persamaan linear sistem persamaan linear kompleks dekomposisi Doolittle

Lebih terperinci

PENALARAN DALAM MATEMATIKA

PENALARAN DALAM MATEMATIKA PENALARAN DALAM MATEMATIKA A. PENDAHULUAN Siswa belajar dimulai dari mengamati contoh-contoh atau fenomena Dari informasi-informasi yang diperoleh secara khusus siswa mencoba melakukan generalisasi secara

Lebih terperinci

Relasi Tegas (Crips Relation)

Relasi Tegas (Crips Relation) Logika Fuzzy (3) 1 Cartesian Product Terdapat dua himpunan A = {0, 1} dan B = {a, b, c}. Maka beberapa variasi hasil-kali kartesian (cartesian product) dapat dituliskan sebagai berikut: 2 Relasi Tegas

Lebih terperinci

MATERI PELAJARAN MATEMATIKA SMA KELAS X BAB I: BENTUK PANGKAT, AKAR, DAN LOGARITMA. 1.1 Pangkat Bulat. A. Pangkat Bulat Positif

MATERI PELAJARAN MATEMATIKA SMA KELAS X BAB I: BENTUK PANGKAT, AKAR, DAN LOGARITMA. 1.1 Pangkat Bulat. A. Pangkat Bulat Positif MATERI PELAJARAN MATEMATIKA SMA KELAS X BAB I: BENTUK PANGKAT, AKAR, DAN LOGARITMA 1.1 Pangkat Bulat A. Pangkat Bulat Positif B. Pangkat Bulat Negatif dan Nol C. Notasi Ilmiah D. Sifat-Sifat Bilangan Berpangkat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Bab landasan teori bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai metode atau pun teori yang digunakan dalam laporan tugas akhir ini, sehingga dapat membangun pemahaman yang sama antara

Lebih terperinci

LOGIKA FUZZY PADA PROSES PELET PAKAN IKAN

LOGIKA FUZZY PADA PROSES PELET PAKAN IKAN LOGIKA FUZZY PADA PROSES PELET PAKAN IKAN Agung Saputra 1), Wisnu Broto 2), Ainil Syafitri 3) Prodi Elektro Fakultas Teknik Univ. Pancasila, Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta, 12640 Email: 1) agungsap2002@yahoo.com

Lebih terperinci

HIMPUNAN. A. Pendahuluan

HIMPUNAN. A. Pendahuluan HIMPUNAN A. Pendahuluan Konsep himpunan pertama kali dicetuskan oleh George Cantor (185-1918), ahli mtk berkebangsaan Jerman Semula konsep tersebut kurang populer di kalangan matematisi, kurang diperhatikan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini berisi tentang teori mengenai permasalahan yang akan dibahas

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini berisi tentang teori mengenai permasalahan yang akan dibahas BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini berisi tentang teori mengenai permasalahan yang akan dibahas dalam pembuatan tugas akhir ini. Secara garis besar teori penjelasan akan dimulai dari definisi logika fuzzy,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Sebagai acuan penulisan penelitian ini diperlukan beberapa pengertian dan teori yang berkaitan dengan pembahasan. Dalam sub bab ini akan diberikan beberapa landasan teori berupa pengertian,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Kecerdasan Logis Matematis Anak anak yang cerdas secara matematis sering tertarik dengan bilangan dan pola dari usia yang sangat muda. Mereka menikmati berhitung dan dengan cepat belajar

Lebih terperinci

NURAIDA, IRYANTO, DJAKARIA SEBAYANG

NURAIDA, IRYANTO, DJAKARIA SEBAYANG Saintia Matematika Vol. 1, No. 6 (2013), pp. 543 555. ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN BERDASARKAN PELAYANAN, HARGA DAN KUALITAS MAKANAN MENGGUNAKAN FUZZY MAMDANI (Studi Kasus pada Restoran Cepat Saji

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT PELUNASAN PEMBAYARAN KREDIT PEMILIKAN MOBIL DI PT AUTO 2000 MENGGUNAKAN FUZZY MAMDANI

PENENTUAN TINGKAT PELUNASAN PEMBAYARAN KREDIT PEMILIKAN MOBIL DI PT AUTO 2000 MENGGUNAKAN FUZZY MAMDANI PENENTUAN TINGKAT PELUNASAN PEMBAYARAN KREDIT PEMILIKAN MOBIL DI PT AUTO 2000 MENGGUNAKAN FUZZY MAMDANI Hilda Lutfiah, Amar Sumarsa 2, dan Sri Setyaningsih 2. Program Studi Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Logika. Arum Handini Primandari, M.Sc. Ayundyah Kesumawati, M.Si.

Logika. Arum Handini Primandari, M.Sc. Ayundyah Kesumawati, M.Si. Logika Arum Handini Primandari, M.Sc. Ayundyah Kesumawati, M.Si. Logika Matematika Kalimat Terbuka dan Tertutup Kalimat terbuka adalah kalimat yang tidak mengandung nilai kebenaran Contoh: Semoga kamu

Lebih terperinci

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan memberikan penjelasan awal mengenai konsep logika fuzzy beserta pengenalan sistem inferensi fuzzy secara umum. 2.1 LOGIKA FUZZY Konsep mengenai logika fuzzy diawali

Lebih terperinci

Penerapan FuzzyTsukamotodalam Menentukan Jumlah Produksi

Penerapan FuzzyTsukamotodalam Menentukan Jumlah Produksi Penerapan FuzzyTsukamotodalam Menentukan Jumlah Produksi Berdasarkan Data Persediaan dan Jumlah Permintaan Ria Rahmadita Surbakti 1), Marlina Setia Sinaga 2) Jurusan Matematika FMIPA UNIMED riarahmadita@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat menggunakan operasi pada himpunan untuk memecahkan masalah dan mengidentifikasi suatu himpunan

Lebih terperinci

Matematika Industri I

Matematika Industri I LOGIKA MATEMATIKA TIP FTP - UB Pokok Bahasan Proposisi dan negasinya Nilai kebenaran dari proposisi Tautologi Ekuivalen Kontradiksi Kuantor Validitas pembuktian Pokok Bahasan Proposisi dan negasinya Nilai

Lebih terperinci

RUMUS-RUMUS TAUTOLOGI. (Minggu ke-5 dan 6)

RUMUS-RUMUS TAUTOLOGI. (Minggu ke-5 dan 6) RUMUS-RUMUS TAUTOLOGI (Minggu ke-5 dan 6) 1 1 Rumus-rumus tautologi Rumus 1.1 (Komutatif) 1. p q q p 2. p q q p Bukti: p q p q q p T T T T T F F F F T F F F F F F 2 Rumus 1.2 (Distributif) 1. p (q r) (p

Lebih terperinci

PROYEKSI GEOMETRI FUZZY PADA RUANG

PROYEKSI GEOMETRI FUZZY PADA RUANG PROYEKSI GEOMETRI FUZZY PADA RUANG Muhammad Izzat Ubaidillah Mahasiswa Jurusan Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang e-mail: IzzatBja@yahoo.co.id ABSTRAK Geometri fuzzy merupakan perkembangan dari

Lebih terperinci

Himpunan Tegas (Crisp)

Himpunan Tegas (Crisp) Logika Fuzzy Logika Fuzzy Suatu cara untuk merepresentasikan dan menangani masalah ketidakpastian (keraguan, ketidaktepatan, kekuranglengkapan informasi, dan kebenaran yang bersifat sebagian). Fuzzy System

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam pelaksanaan pembelajaran selalu ditemui evaluasi-evaluasi untuk menguji tingkat pemahaman terhadap suatu bahan yang dipelajari. Evaluasi-evaluasi ini tidak boleh

Lebih terperinci

Penentuan Jumlah Produksi Kue Bolu pada Nella Cake Padang dengan Sistem Inferensi Fuzzy Metode Sugeno

Penentuan Jumlah Produksi Kue Bolu pada Nella Cake Padang dengan Sistem Inferensi Fuzzy Metode Sugeno Penentuan Kue Bolu pada Nella Cake Padang dengan Sistem Inferensi Fuzzy Metode Sugeno Shenna Miranda #1, Minora Longgom Nasution *2, Muhammad Subhan #3 #1 Student of Mathematics department State University

Lebih terperinci

Himpunan Fuzzy. Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi

Himpunan Fuzzy. Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi Himpunan Fuzzy Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi Outline Himpunan CRISP Himpunan Fuzzy Himpunan CRISP Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item dalam suatu himpunan A, yang

Lebih terperinci

MATEMATIKA DISKRIT LOGIKA

MATEMATIKA DISKRIT LOGIKA MATEMATIKA DISKRIT LOGIKA Logika Perhatikan argumen di bawah ini: Jika anda mahasiswa Informatika maka anda tidak sulit belajar Bahasa Java. Jika anda tidak suka begadang maka anda bukan mahasiswa Informatika.

Lebih terperinci

DENIA FADILA RUSMAN

DENIA FADILA RUSMAN Sidang Tugas Akhir INVENTORY CONTROL SYSTEM UNTUK MENENTUKAN ORDER QUANTITY DAN REORDER POINT BAHAN BAKU POKOK TRANSFORMER MENGGUNAKAN METODE FUZZY (STUDI KASUS : PT BAMBANG DJAJA SURABAYA) DENIA FADILA

Lebih terperinci

Aplikasi Graf Fuzzy dan Aljabar Max-Plus untuk Pengaturan. Lampu Lalu Lintas di Simpang Empat Beran Kabupaten Sleman

Aplikasi Graf Fuzzy dan Aljabar Max-Plus untuk Pengaturan. Lampu Lalu Lintas di Simpang Empat Beran Kabupaten Sleman Aplikasi Graf Fuzzy dan Aljabar Max-Plus untuk Pengaturan Lampu Lalu Lintas di Simpang Empat Beran Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: Arifudin Prabowo Kurniawan 13305144011 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proposisi adalah pernyataan yang dapat ditentukan nilai kebenarannya, bernilai benar atau salah tetapi tidak keduanya. Sedangkan, Kalkulus Proposisi (Propositional

Lebih terperinci

PERTEMUAN 3 DASAR-DASAR LOGIKA

PERTEMUAN 3 DASAR-DASAR LOGIKA PERTEMUAN 3 DASAR-DASAR LOGIKA 1.1 PENGERTIAN UMUM LOGIKA Filsafat dan matematika adalah bidang pengetahuan rasional yang ada sejak dahulu. Jauh sebelum matematika berkembang seperti sekarang ini dan penerapannya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input kedalam suatu ruang output. Titik awal dari konsep modern

Lebih terperinci

SISTEM INFERENSI FUZZY (METODE TSUKAMOTO) UNTUK PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI HARIAN OLEH

SISTEM INFERENSI FUZZY (METODE TSUKAMOTO) UNTUK PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI HARIAN OLEH KECERDASAN BUATAN SISTEM INFERENSI FUZZY (METODE TSUKAMOTO) UNTUK PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI HARIAN OLEH AMARILIS ARI SADELA (E1E1 10 086) SITI MUTHMAINNAH (E1E1 10 082) SAMSUL (E1E1 10 091) NUR IMRAN

Lebih terperinci

Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas

Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas Zulfikar Sembiring Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Medan Area zoelsembiring@gmail.com Abstrak Logika Fuzzy telah banyak

Lebih terperinci

PERNYATAAN (PROPOSISI)

PERNYATAAN (PROPOSISI) Logika Gambaran Umum Logika : - Logika Pernyataan membicarakan tentang pernyataan tunggal dan kata hubungnya sehingga didapat kalimat majemuk yang berupa kalimat deklaratif. - Logika Predikat menelaah

Lebih terperinci

BAB II TAUTOLOGI DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBUKTIAN

BAB II TAUTOLOGI DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBUKTIAN BAB II TAUTOLOGI DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBUKTIAN 2.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibicarakan rumus-rumus tautologi dan prinsip-prinsip pembuktian yang tidak saja digunakan di bidang matematika, tetapi

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH LOGIKA MATEMATIKA

BAHAN KULIAH LOGIKA MATEMATIKA BAHAN KULIAH LOGIKA MATEMATIKA O L E H A. Rahman H., S.Si, MT & Muhammad Khaidir STTIKOM Insan unggul Jl. S.A. tirtayasa no. 146 Komp. Istana Cilegon blok B 25-28 Cilegon Banten 42414 http://didir.co.cc

Lebih terperinci

MATEMATIKA DISKRIT. Logika

MATEMATIKA DISKRIT. Logika MATEMATIKA DISKRIT Logika SILABUS KULIAH 1. Logika 2. Himpunan 3. Matriks, Relasi dan Fungsi 4. Induksi Matematika 5. Algoritma dan Bilangan Bulat 6. Aljabar Boolean 7. Graf 8. Pohon REFERENSI Rinaldi

Lebih terperinci

BAB I TAUTOLOGI DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBUKTIAN

BAB I TAUTOLOGI DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBUKTIAN BAB I TAUTOLOGI DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBUKTIAN Pada bab ini akan dibicarakan rumus-rumus tautologi dan prinsip-prinsip pembuktian yang tidak saja digunakan di bidang matematika, tetapi juga dapat diterapkan

Lebih terperinci

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom PENDAHULUAN Logika Fuzzy pertama kali dikenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh tahun 1965 Dasar Logika Fuzzy adalah teori himpunan fuzzy. Teori himpunan fuzzy adalah peranan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjurusan di SMA Sepanjang perkembangan Pendidikan formal di Indonesia teramati bahwa penjurusan di SMA telah dilaksanakan sejak awal kemerdekaan yaitu tahun 1945 sampai sekarang,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengendalian Persediaan 2.1.1 Definisi Persediaan Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SISTEM INFERENSI FUZZY UNTUK PENENTUAN JURUSAN DI SMA NEGERI 1 BIREUEN

PENGGUNAAN SISTEM INFERENSI FUZZY UNTUK PENENTUAN JURUSAN DI SMA NEGERI 1 BIREUEN Saintia Matematika Vol. 1, No. 3 (2013), pp. 233 247. PENGGUNAAN SISTEM INFERENSI FUZZY UNTUK PENENTUAN JURUSAN DI SMA NEGERI 1 BIREUEN Zati Azmiana, Faigiziduhu Bu ulolo, dan Partano Siagian Abstrak.

Lebih terperinci

B. Proposisi (Pernyataan) yaitu kalimat yang mempunyai nilai salah atau benar tetapi tidak sekaligus keduanya

B. Proposisi (Pernyataan) yaitu kalimat yang mempunyai nilai salah atau benar tetapi tidak sekaligus keduanya A. emesta Pembicaraan yaitu himpunan semua objek yang dibicarakan a. 1 + 1 = 2 Jika semesta pembicaraannya adalah himpunan bilangan bulat, himpunan bilangan cacah, himpunan bilangan asli. b. x 2 1 = 0

Lebih terperinci

DURASI PEMELAJARAN KURIKULUM SMK EDISI 2004

DURASI PEMELAJARAN KURIKULUM SMK EDISI 2004 DESKRIPSI PEMELAJARAN MATA DIKLAT TUJUAN : MATEMATIKA : Melatih berfikir dan bernalar secara logis dan kritis serta mengembangkan aktifitas kreatif dalam memecahkan masalah dan mengkomunikasikan ide/gagasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logika Fuzzy Zadeh (1965) memperkenalkan konsep fuzzy sebagai sarana untuk menggambarkan sistem yang kompleks tanpa persyaratan untuk presisi. Dalam jurnalnya Hoseeinzadeh et

Lebih terperinci

Fuzzy Logic. Untuk merepresentasikan masalah yang mengandung ketidakpastian ke dalam suatu bahasa formal yang dipahami komputer digunakan fuzzy logic.

Fuzzy Logic. Untuk merepresentasikan masalah yang mengandung ketidakpastian ke dalam suatu bahasa formal yang dipahami komputer digunakan fuzzy logic. Fuzzy Systems Fuzzy Logic Untuk merepresentasikan masalah yang mengandung ketidakpastian ke dalam suatu bahasa formal yang dipahami komputer digunakan fuzzy logic. Masalah: Pemberian beasiswa Misalkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR i. DAFTAR ISI. iv. DAFTAR GAMBAR. viii. DAFTAR TABEL. x. DAFTAR LAMPIRAN.. xi. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah..

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR i. DAFTAR ISI. iv. DAFTAR GAMBAR. viii. DAFTAR TABEL. x. DAFTAR LAMPIRAN.. xi. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah.. DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI. iv DAFTAR GAMBAR. viii DAFTAR TABEL. x DAFTAR LAMPIRAN.. xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah.. 1 1.1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II. Konsep Dasar

BAB II. Konsep Dasar BAB II Konsep Dasar 2. Definisi Graf Graf G = (V G,E G ) terdiri dari himpunan tidak kosong V G, disebut himpunan titik, dan himpunan E G, disebut himpunan sisi, yang beranggotakan pasangan tak terurut

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DKI JAKARTA MATA PELAJARAN : MATEMATIKA

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DKI JAKARTA MATA PELAJARAN : MATEMATIKA KISI-KISI PENLISAN JIAN SEKOLAH SEKOLAH MENENGAH KEJRAN (SMK) MATA PELAJARAN : MATEMATIKA KELAS : XII KELOMPOK : TEKLOGI, PERTANIAN DAN KESEHATAN KRIKLM : KTSP & JML : PILIHAN GANDA = 40, RAIAN = 5 BTIR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang industri dihadapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat persaingan yang semakin kompetitif. Hal ini

Lebih terperinci

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Himpunan dan Fungsi Dr Rizky Rosjanuardi P PENDAHULUAN ada modul ini dibahas konsep himpunan dan fungsi Pada Kegiatan Belajar 1 dibahas konsep-konsep dasar dan sifat dari himpunan, sedangkan pada

Lebih terperinci

OPERASI HITUNG PADA BILANGAN KABUR

OPERASI HITUNG PADA BILANGAN KABUR OPERASI HITUNG PADA BILANGAN KABUR a Rasiman a Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP PGRI Jl. Dr. Cipto-Lontar No1 Semarang Telp. (04)81677 Faks (04) 844817 Abstrak Perkembangan matematika pada

Lebih terperinci

BAB I H I M P U N A N

BAB I H I M P U N A N 1 BAB I H I M P U N A N Dalam kehidupan nyata, banyak sekali masalah yang terkait dengan data (objek) yang dikumpulkan berdasarkan kriteria tertentu. Kumpulan data (objek) inilah yang selanjutnya didefinisikan

Lebih terperinci

Fuzzy Inference System untuk Mengurangi Kemacetan di Perempatan Jalan

Fuzzy Inference System untuk Mengurangi Kemacetan di Perempatan Jalan Fuzzy Inference System untuk Mengurangi Kemacetan di Perempatan Jalan Edwin Romelta / 13508052 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha

Lebih terperinci

Menentukan Jumlah Produksi Berdasarkan Permintaan dan Persediaan Dengan Logika Fuzzy Menggunakan Metode Mamdani

Menentukan Jumlah Produksi Berdasarkan Permintaan dan Persediaan Dengan Logika Fuzzy Menggunakan Metode Mamdani Menentukan Jumlah Produksi Berdasarkan Permintaan dan Persediaan Dengan Logika Fuzzy Menggunakan Metode Mamdani Anitaria Simanullang 1), Marlina Setia Sinaga 2) Jurusan Matematika FMIPA UNIMED anitaria.simanullang@gmail.com

Lebih terperinci

F/751/WKS1/ SMK NEGERI 2 WONOGIRI KISI-KISI PEMBUATAN SOAL UJIAN SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012

F/751/WKS1/ SMK NEGERI 2 WONOGIRI KISI-KISI PEMBUATAN SOAL UJIAN SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SMK NEGERI 2 WONOGIRI KISI-KISI PEMBUATAN SOAL UJIAN SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012 F/751/WKS1/6 01 07-07-2010 Mata Pelajaran/ Kompetensi : Matematika Tingkat : 3 Program Studi Keahlian : Semua

Lebih terperinci

HIMPUNAN. A. Pendahuluan

HIMPUNAN. A. Pendahuluan HIMPUNAN A. Pendahuluan Konsep himpunan pertama kali dicetuskan oleh George Cantor (185-1918), ahli mtk berkebangsaan Jerman Semula konsep tersebut kurang populer di kalangan matematisi, kurang diperhatikan,

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMILIHAN LAPTOP MENGGUNAKAN SISTEM INFERENSI FUZZY TSUKAMOTO

REKOMENDASI PEMILIHAN LAPTOP MENGGUNAKAN SISTEM INFERENSI FUZZY TSUKAMOTO REKOMENDASI PEMILIHAN LAPTOP MENGGUNAKAN SISTEM INFERENSI FUZZY TSUKAMOTO oleh ENDRA PRATAMA M0112030 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

Lebih terperinci

PENGERTIAN. Proposisi Kalimat deklaratif yang bernilai benar (true) atau salah (false), tetapi tidak keduanya. Nama lain proposisi: kalimat terbuka.

PENGERTIAN. Proposisi Kalimat deklaratif yang bernilai benar (true) atau salah (false), tetapi tidak keduanya. Nama lain proposisi: kalimat terbuka. BAB 2 LOGIKA PENGERTIAN Logika Logika merupakan dasar dari semua penalaran (reasoning). Penalaran didasarkan pada hubungan antara proposisi atau pernyataan (statements). Proposisi Kalimat deklaratif yang

Lebih terperinci

manusia diantaranya penyakit mata konjungtivitis, keratitis, dan glaukoma.

manusia diantaranya penyakit mata konjungtivitis, keratitis, dan glaukoma. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Tentang Mata Mata merupakan organ tubuh manusia yang paling sensitif apabila terkena benda asing misal asap dan debu. Debu akan membuat mata kita terasa perih atau

Lebih terperinci