BAB II KAJIAN PUSTAKA. tetapi yang kepentingannya saling mengisi, yaitu calon pemodal (investor) di satu
|
|
- Widya Hartanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pengertian pasar modal Riyanto (1995: 219) menyatakan bahwa pasar modal adalah suatu pengertian abstrak yang mempertemukan dua kelompok yang saling berhadapan tetapi yang kepentingannya saling mengisi, yaitu calon pemodal (investor) di satu pihak dan emiten yang membutuhkan dana jangka menengah atau jangka panjang di lain pihak, atau dengan kata lain adalah tempat (dalam artian abstrak) bertemunya penawaran dan permintaan dana jangka menengah atau jangka panjang. Pengertian pasar modal secara umum dikemukakan oleh Sunariyah (2000: 4) yang menyebutkan bahwa pasar modal adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pasar modal merupakan tempat pertemuan dan melakukan transaksi antara pencari dana dengan para penanam modal dalam bentuk penjualan dan pembelian instrumen keuangan, yang terdiri atas saham, obligasi dan surat berharga lainnya yang dapat diperjualbelikan dan diterbitkan pemerintah, public authority atau perusahaan swasta. 10
2 2.1.2 Manfaat pasar modal Manfaat pasar modal menurut Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin (2000: 23) antara lain: 1) Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal. 2) Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi. 3) Menyediakan leading indicator bagi trend ekonomi negara. 4) Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah. 5) Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme, serta menciptakan iklim berusaha yang sehat. 6) Menciptakan lapangan kerja / profesi yang menarik. 7) Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek. 8) Alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan risiko yang bisa diperhitungkan melalui keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses kontrol sosial. 9) Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses kontrol sosial. 10) Pengelolaan perusahaan dengan iklim keterbukaan, mendorong pemanfaatan manajemen profesional. 11) Sumber pembiayaan dana jangka panjang bagi emiten. 11
3 2.1.3 Informasi akuntansi Sofa (2008) menyatakan akuntansi sering disebut dengan bahasa bisnis karena akuntansi adalah sebuah sistem informasi yang menyediakan laporanlaporan bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi sebuah perusahaan. Akuntansi dapat didefinisikan sebagai proses pencatatan, pengukuran dan penyampaian informasi ekonomi agar dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan atau kebijaksanaan. Informasi tersebut disajikan dalam bentuk laporan akuntansi atau lebih dikenal dengan istilah laporan keuangan. Terdapat empat jenis laporan keuangan utama, yakni neraca (laporan perubahan posisi keuangan), laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas. Pelaporan keuangan (financial reporting) mencakup tidak hanya laporan keuangan, tetapi juga media-media lain yang dapat digunakan untuk mengomunikasikan informasi baik yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan proses akuntansi. Misalnya, laporan tahunan kepada para pemegang saham tidak hanya berisi laporan keuangan utama, seperti tercantum di atas, tetapi juga informasi lain, seperti rasio-rasio keuangan yang dianggap penting. Proksi yang sering dipakai untuk mengukur informasi akuntansi adalah rasio atau indeks yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang lainnya. Analisis dan interprestasi dari macam-macam rasio dapat memberikan pandangan yang lebih baik tentang kondisi keuangan dan prestasi perusahaan 12
4 dibandingkan analisis yang didasarkan atas data keuangan sendiri-sendiri yang tidak berbentuk rasio (Sawir, 2001: 6). Helen Sulistio (2005: 87) meyatakan bahwa informasi akuntansi adalah informasi yang berasal dari laporan keuangan perusahaan. Informasi akuntansi meliputi: 1) Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan turut menentukan tingkat kepercayaan investor. Semakin besar perusahaan, semakin dikenal masyarakat yang berarti semakin mudah untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan. Kemudahan mendapatkan informasi akan meningkatkan kepercayaan investor dan mengurangi faktor ketidakpastian yang berarti risiko underpricing lebih kecil dan ekspektasi terhadap initial return juga lebih rendah (Trisnawati, Rina, 1999). Suatu perusahaan yang memiliki skala ekonomi yang tinggi diharapkan akan mampu bertahan dalam waktu yang lama. Kebanyakan investor lebih memilih untuk menginvestasikan modalnya di perusahaan yang memiliki skala ekonomi yang lebih tinggi. Ukuran perusahaan dijadikan proksi tingkat ketidakpastian, karena perusahaan yang berskala besar umumnya lebih dikenal oleh masyarakat daripada perusahaan yang berskala kecil. Karena lebih dikenal, maka informasi mengenai perusahaan besar lebih banyak dibanding-kan perusahaan yang berukuran kecil. Bila informasi yang ada ditangan investor banyak, maka tingkat ketidakpastian investor akan masa depan perusahaan bisa diketahui. Oleh karena itu, 13
5 investor bisa mengambil keputusan lebih tepat bila dibandingkan dengan pengambilan keputusan tanpa informasi (Kartini dan Payamta, 2002). Dengan demikian, perusahaan yang berskala besar mempunyai tingkat underpriced yang lebih rendah daripada perusahaan yang berskala kecil. 2) Earnings Per Share (EPS) atau laba per saham Earning Per Share (EPS) atau laba per saham adalah rasio yang mengukur pendapatan bersih perusahaan pada suatu periode dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Rasio ini digunakan untuk menganalisis risiko dan membandingkan pendapatan per lembar saham perusahaan dengan perusahaan lain. Ketika investor mengevaluasi pencapaian dari perusahaan, investor tidak cukup hanya mengetahui apakah pendapatan suatu perusahaan mengalami kenaikan atau penurunan, investor juga perlu mencermati bagaimana perubahan pendapatan berakhir terhadap investasinya. James Gill dan Moira Chatton (2003: 66) menyatakan bahwa perusahaan yang berusia muda mempunyai kecenderungan EPS (Earnings Per Share) yang rendah. Informasi mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penda-patan dapat membantu investor untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan arus kas yang baik di masa mendatang. Variabel EPS merupakan proxy bagi laba per saham perusahaan yang diharapkan dapat memberikan gambaran bagi investor mengenai bagian keuntungan yang dapat diperoleh dalam suatu periode tertentu dengan 14
6 memiliki suatu saham. Hasil empiris menunjukkan bahwa semakin tinggi EPS, semakin tinggi pula harga saham (Misnen Ardiansyah, 2004). 3) Solvability Ratio Dwi Prastowo dan Rifka Juliaty (2005: 88) menyebutkan posisi kreditor jangka panjang berbeda dibanding kreditor jangka pendek. Kreditor jangka panjang sangat menaruh perhatian pada kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek perusahaan yaitu membayar bunga maupun jangka panjang, yaitu kemampuan membayar pokok pinjaman. Mereka lebih menaruh perhatian pada solvabilitas perusahaan. Kreditor jangka panjang biasanya akan menghadapi risiko yang lebih besar dibanding kreditor jangka pendek. Solvability perusahaan menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Ratio yang digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah dept to equity ratio. Ross (1977) dalam Firth dan Liau Tan (1998) mengungkapkan bahwa manajer hanya akan menggunakan tingkat hutang yang tinggi bila ia yakin akan prospek yang menguntungkan. Pihak kreditur tentunya dalam memutuskan pemberian pinjaman, juga mempertimbangkan prospek perusahaan yang akan diberikan pinjaman. Dengan demikian tingkat utang merupakan informasi yang dipertimbangkan oleh para investor. 15
7 4) Tingkat Leverage Tingkat leverage menggambarkan tingkat risiko dari perusahaan yang diukur dengan membandingkan total kewajiban perusahaan dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi tingkat leverage suatu perusahaan, semakin tinggi pula tingkat risiko yang dihadapi perusahaan yang berarti semakin tinggi tingkat leverage perusahaan semakin tinggi pula faktor ketidakpastian akan perusahaan sehingga berpengaruh negatif terhadap initial return. Eckbo dan Norli (2004) menyimpulkan adanya respon harga saham terhadap faktor yang berhubungan dengan leverage (Li et.al., 2003) menemukan bahwa risiko delisting (penghapusan pencatatan) perusahaan berhubungan positif dengan financial leverage. Dimana delisting merupakan penghapusan efek dari daftar efek yang tercatat di Bursa, sehingga efek tersebut tidak dapat diperdagangkan di Bursa. Saham-saham yang telah didelist tetap dapat diperdagangkan di luar bursa, dan status emiten tersebut tetap sebagai perusahaan publik. Financial leverage dipertimbangkan sebagai informasi akuntansi dalam penelitian ini karena secara teoritis financial leverage menunjukkan risiko suatu perusahaan sehingga berdampak pada ketidakpastian suatu harga saham (Kim et al dalam Misnen Ardiansyah, 2004). Financial leverage menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar utang dengan aset yang dimilikinya. Seorang investor yang menginvestasikan dananya pada surat berharga tidak bisa hanya melihat kecenderungan 16
8 harga saham saja. Performa perusahaan akan tetap sebagai dasar dan sekaligus titik awal penilaian. Financial leverage yang tinggi menunjukkan risiko finansial atau risiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena semakin tinggi financial leverage suatu perusahaan, maka initial returnnya semakin besar (Daljono, 2000; Kim et al.,1995; dalam Misnen Ardiansyah, 2004 dan Trisnawati, 1998). 5) Profitabilitas Perusahaan Tingkat profitabilitas merupakan informasi tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan. Dimana informasi profitabilitas akan dapat memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektivitas operasional perusahaan. Profitabilitas perusahaan yang tinggi akan dapat mengurangi ketidakpastian terhadap Initial Public Offering (IPO) sehingga dapat mengurangi tingkat underpricing. Return on total assets (ROA) merupakan ukuran profitabilitas perusahaan. Pertimbangan memasukkan variabel ini karena profitabilitas perusahaan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektifitas operasional perusahaan. Profitabilitas perusahaan yang tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba di masa yang akan datang. Profitabilitas yang tinggi suatu perusahaan mengurangi ketidakpastian bagi investor sehingga menurunkan tingkat underpricing (Kim et al dalam Misnen Ardiansyah, 2004). 17
9 2.1.4 Informasi non akuntansi Informasi yang disajikan dalam prospektus memberikan gambaran perusahaan emiten yang berguna bagi investor untuk membuat keputusan (Firth dan Liau-Tan, 1998 dalam Prihartanto, 2002). Dalam prospektus selain menyajikan informasi akuntansi juga menyajikan informasi non akuntansi seperti underwriter, auditor independen, konsultan hukum, nilai penawaran saham, persentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan dan informasi lainnya. Informasi non akuntansi digunakan oleh investor dalam pembuatan keputusan investasi di pasar modal (Caster dan Manaster (1990) dan Kim et. al.(1993). Informasi non akuntansi adalah informasi yang tidak terdapat dalam laporan keuangan perusahaan (Nasirwan, 2000). Informasi non akuntansi meliputi: 1) Persentase pemegang saham lama Persentase kepemilikan saham yang ditahan oleh pemilik saham lama menggambarkan tingkat kepercayaan manajemen dan pemegang saham lama akan keberhasilan IPO. Pemegang saham lama dan manajemen tidak akan melepaskan proporsi kepemilikan dalam perusahaan bila mereka tidak yakin akan keberhasilan IPO sehingga proporsi kepemilikan yang ditahan oleh pemegang saham lama dapat dipertimbangkan sebagai faktor yang turut membangun keyakinan investor akan keberhasilan IPO perusahaan. Persentase pemegang saham lama adalah konsekuensi yang harus dipertimbangkan ketika perusahaan memutuskan untuk melakukan Initial 18
10 Public Offering (IPO). Pemilik saham lama akan mendukung keputusan Initial Public Offering (IPO) bila mereka yakin bahwa saham perusahaan akan terjual pada harga yang cukup menguntungkan sehingga dapat mengumpulkan dana yang signifikan bagi pembiayaan perusahaan. Anggarwal et al. (2001) membuktikan bahwa underpricing berasosiasi positif dengan semakin rendahnya jumlah saham yang diterbitkan dan semakin tinggi tingkat kepemilikan pemegang saham lama. Konsisten dengan penelitian Anggarwal, penelitian Leland dan Pyle 1977 mendapati persentase kepemilikan saham yang ditahan oleh pemilik menunjukkan adanya private information dari pemilik lama terhadap investor. Semakin besar tingkat kepemilikan yang ditahan atau semakin kecil persentase saham yang ditawarkan, maka akan memperkecil tingkat ketidakpastian di masa yang akan datang. Tingkat ketidakpastian yang tinggi menyebabkan calon investor menginginkan adanya kompensasi atas biaya yang dikeluarkan untuk mengurangi resiko ketidakpastian tersebut. Kompensasi yang diharapkan adalah tingginya tingkat underpricing. Dengan demikian semakin tinggi persentase pemegang saham lama berarti semakin tinggi tingkat underpricing. 2) Reputasi Auditor Auditor sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal berfungsi melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan perusahaan yang akan melaku-kan go public. Hasil pengujian auditor ini sangat dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk pengambilan 19
11 keputusan. Auditor yang mempunyai banyak klien berarti auditor tersebut mendapat kepercayaan yang lebih dari klien untuk membawa nilai perusahaan klien ke pasar modal (Kartini dan Payamta, 2002). Perusahaan menyewa auditor independen untuk memeriksa kesesuaian laporan keuangan yang disusun oleh manajemen dengan PSAK, dan memberikan pendapat atas keabsahannya. Pendapat wajar tanpa syarat dari auditor bereputasi baik berperan dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat akan keakuratan informasi yang disajikan dalam prospektus sebagai dasar analisis untuk pengambilan keputusan investasi. Penelitian Balvels et al. (1998) mengungkapkan underwriter yang bereputasi baik akan memilih auditor yang bereputasi baik pula untuk mengurangi risiko underpricing. Rochayani dan Setiawan (2004) menyatakan penggunaan jasa sponsor seperti auditor dan penjamin emisi yang berkualitas akan memberikan sinyal mengenai nilai perusahaan dan kualitas IPO kepada investor yang potensial dan memberikan jaminan bahwa ramalan laba yang dibuat sesuai dengan aturan-aturan yang semestinya dan bahwa asumsi yang digunakan mempunyai dasar yang rasional terhadap ramalan yang dibuat manajemen. Perusahaan menyewa auditor independen untuk memeriksa kesesuaian laporan keuangan yang disusun oleh manajemen dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), dan memberikan pendapat atas keabsahannya. Pendapat wajar tanpa syarat dari auditor bereputasi baik berperan dalam meningkatkan 20
12 kepercayaan masyarakat akan keakuratan informasi yang disajikan dalam prospektus sebagai dasar analisis untuk pengambilan keputusan investasi. 3) Reputasi underwriter Reputasi underwriter dapat dipergunakan sebagai signal (Beatty, 1989: Carter dan Manaster, 1990: Balvers et.al., 1988; Leland dan Phyle, 1977). Underwriter merupakan pihak yang mengetahui atau memiliki banyak informasi pasar modal, sedangkan emiten pihak yang tidak mengetahui pasar modal (Rock, 1986). Emiten dan underwriter merupakan pihak yang menentukan harga saham saat Initial Public Offering (IPO). Dalam menentukan harga penawaran untuk saham perusahaan yang baru pertama kali diterbitkan, underwriter berhadapan dengan ketidakpastian pasar. Perusahaan yang menggunakan underwriter yang berkualitas akan mengurangi tingkat ketidakpastian yang tidak dapat diungkapkan oleh informasi yang terdapat dalam prospektus dan menunjukkan bahwa informasi privat dari emiten mengenai prospek perusahaan tidak menyesatkan investor. Penelitian Carter dan Manaster (1990) menunjukkan bahwa semakin tinggi reputasi penjamin emisi, tingkat underpriced akan semakin rendah (Henny Irniawan dan Payamta, 2004). 4) Umur perusahaan Suatu perusahaan yang memutuskan untuk IPO akan menyewa perusahaan sekuritas yang bertindak sebagai penjamin emisi. Sebelum penempatan saham, penjamin emisi membantu perusahaan untuk 21
13 menyusun prospektus dan memberikan penilaian yang sesuai untuk penetapan harga saham di pasar perdana. Penjamin emisi yang berpengalaman dan bereputasi baik akan dapat mengorganisir IPO secara profesional dan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada investor. Ini adalah salah satu indikator kemapanan dan keseriusan perusahaan kepada investornya. Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan banyaknya informasi yang bisa diserap oleh publik. Semakin panjang umur perusahaan semakin banyak informasi yang bisa diserap masyarakat (Daljono, 2000 dalam Hadri Kusuma, 2001). Dengan demikian akan dapat mengurangi adanya asimetri informasi, dan memperkecil ketidakpastian dimasa yang akan datang. Dalam kondisi normal, perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Calon investor tidak perlu mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk memperoleh informasi dari perusahaan yang melakukan IPO tersebut. Jadi perusahaan yang telah lama berdiri mempunyai tingkat underpriced yang lebih rendah daripada perusahaan yang masih baru Pengertian laporan keuangan Menurut Kieso dan Weyganat (1995: 6) laporan keuangan merupakan sarana utama melalui mana informasi keuangan dikomunikasikan kepada pihak di luar perusahaan. Laporan keuangan yang paling sering disajikan adalah (1) neraca, (2) perhitungan laba rugi, (3) laporan arus kas, dan (4) laporan perubahan 22
14 aktivitas pemilik atau pemegang saham. Laporan keuangan menurut Zaki Baridwan (1999: 20) merupakan hasil akhir dari suatu proses pencatatan yang merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship) atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK No.1 (2004: 3) menyebutkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah: 1) Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. 2) Menunjukkan apa yang telah dilakukan pihak manajemen atau pertanggung jawaban manajemen atau sumber daya yang dipercayakan kepadanya Initial Return (IR) Initial Return (IR) adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham saat IPO dengan menjualnya di hari pertama di pasar sekunder. Harga penawaran saham di pasar perdana adalah hasil kesepakatan antara emiten dengan penjamin emisi (underwriter). Setelah melakukan penawaran perdana, saham diperjualbelikan di pasar sekunder dimana harga saham ditentukan oleh kuatnya penawaran dan permintaan akan saham. Persentase selisih harga saham pada hari pertama perdagangan di pasar sekunder dengan harga penawaran pada saat IPO menjadi ukuran besarnya Initial Return. Apabila harga saham di pasar sekunder 23
15 pada hari pertama perdagangan saham secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan harga penawaran di pasar perdana maka saham mengalami underpricing. Dalam arti harga pada saat IPO lebih kecil daripada harga di pasar sekunder (Firth dan Smith, 1992). Investor menanamkan dananya di pasar perdana bertujuan untuk memperoleh initial return yang diperoleh dari selisih lebih antara harga di pasar sekunder dengan harga perdananya. Adanya initial return ini mengindikasikan bahwa terjadi underpricing saham di pasar perdana ketika masuk ke pasar sekunder. Harga saham pada penawaran perdana yang relatif rendah, disebabkan adanya asimetri informasi di pasar perdana (Trisnawati, 1998). Informasi asimetri ini dapat terjadi antara perusahaan emiten dengan perusahaan penjamin (Baron, 1982), atau antara investor informed dengan uninformed (Rock, 1986). De Lorenzo dan Fabrizio (2001) menyatakan hampir semua penelitian terdahulu menjelaskan terjadinya underpricing sebagai akibat dari adanya asimetri dalam distribusi informasi antara pelaku IPO yaitu perusahaan, underwriter, dan investor. Bagi perusahaan, underpricing dapat dijadikan strategi pemasaran untuk meningkatkan minat investor berinvestasi dalam saham IPO dengan memberikan initial return yang tinggi.penelitian Aggarwal et al. (2001) menguatkan asumsi tersebut dengan penemuannya bahwa hampir semua IPO yang mengalami underpricing puas dengan performance underwriternya. Dari segi manajemen dan pemegang saham lama, Aggarwal memberikan argumen terjadinya underpricing sebagai strategi manajemen dan pemegang saham lama untuk menyikapi restriksi perusahaan yang melarang pemegang saham lama dan manajemen perusahaan 24
16 untuk memperjual belikan saham sebelum periode lockup berakhir. Agar dapat menikmati capital gain dari pelaksanaan IPO, maka manajemen mengatur harga penawaran saham IPO yang cukup rendah sehingga tingkat underprice yang cukup tinggi masih dapat dinikmati setelah berakhirnya periode lockup. Dari segi underwriter, Kim dan Shin (2001) merumuskan kemungkinan terjadinya underpricing disebabkan karena kesengajaan dari underwriter untuk menetapkan harga penawaran jauh dibawah harga pasar untuk meminimalisir kerugian yang harus ditanggung atas saham yang tidak teralokasi. Dari segi investor, Reese, Jr (1998) memberikan hipotesis bahwa investor mempunyai pengetahuan yang tidak sempurna mengenai perusahaan IPO, bila investor mendapatkan lebih banyak berita positif dibandingkan dengan berita negatif mengenai perusahaan maka tingkat minat investor (investor interest) akan meningkat, kenaikan tingkat minat investor akan memancing semakin banyak publisitas dan penilaian yang overvalued atas perusahaan sehingga terjadi kenaikan dalam volume permintaan dan harga saham yang menyebabkan underpricing. Keterbatasan informasi mengenai perusahaan IPO dapat menjadi pemicu terjadinya underpricing. Informasi tentang perusahaan yang melakukan IPO yang terbatas menyulitkan investor untuk menilai tingkat keuntungan dan risiko yang sebenarnya dari saham IPO. Karena perusahaan yang melakukan IPO sebelumnya adalah perusahaan privat, dimana tidak ada kewajiban bagi perusahaan privat untuk memberikan informasi mengenai perusahaannya kepada publik maka private information sangat sulit untuk diperoleh dan membutuhkan biaya yang besar untuk mendapatkannya. Sebagai kompensasi dari tingkat kesulitan tersebut maka 25
17 investor dengan private information pantas untuk menikmati initial return yang tinggi Initial Public Offering (Penawaran Perdana) Sejalan dengan perkembangan perekonomian, semakin meningkat pula upaya perusahaan untuk mengembangkan usahanya dan melakukan kegiatan dalam rangka meraih dana untuk ekspansi bisnis. Salah satu alternatif pemenuhan dana bagi ekspansi tersebut adalah dengan melaku-kan go public. Go Public adalah peristiwa penawaran saham yang dilakukan oleh perusahaan (emiten) kepada masyarakat umum (investor) untuk pertama kalinya (Sunariyah, 2003: 20). Pengertian pertama kali menyatakan bahwa istilah go public hanya dipakai pada waktu pertama kali perusahaan menjual saham. Arti pertama kali ini disebut pasar perdana. Menurut Klinik Go Public dan Investasi (Publikasi BEJ) dalam Eduardus Tandelilin (2001: 35), Go Public atau penawaran umum merupakan kegiatan yang dilakukan emiten untuk menjual sekuritas kepada masyarakat, berdasarkan tata cara yang diatur undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Suad Husnan (1996: 14) menyatakan bahwa dengan menerbitkan saham di pasar modal berarti perusahaan tidak hanya dimiliki pemilik lama (founders) tetapi juga dimiliki oleh masyarakat. Hal ini memungkinkan pemilik lama (founders) memperoleh fair prices atas saham yang ditawarkan perusahaan. Fair prices terjadi karena proses penawaran di pasar modal melibatkan banyak pelaku pasar modal yang membuat informasi lebih transparan. Persaingan antar investor juga mengaki-batkan harga menjadi wajar. Penetapan harga yang wajar di pasar modal ini tergantung pada konsep efisiensi pasar modal. Pasar modal yang efisien 26
18 menurut Suad Husnan (2001: 264) didefinisikan sebagai pasar yang harga sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang relevan. Semakin cepat informasi baru tercermin pada harga sekuritas, semakin efisien pasar modal tersebut. Perusahaan yang menerbitkan saham dapat menjualnya melalui dua cara: (1) penjualan atau penempatan langsung saham kepada beberapa investor tertentu, baik perorangan maupun lembaga (privat placement), dan (2) penjualan saham pada masyarakat melalui pasar modal (public offering) dengan perantaraan perusahaan penjamin emisi. Saham yang dijual melalui public offering dapat digolongkan dalam dua kelompok: (1) seasoned securities dan (2) unseasoned securities. Penjualan seasoned securities merupakan penjualan lembar saham tambahan dari lembar saham yang sudah beredar di pasar modal, dan oleh karenanya investor memiliki pegangan dalam menentukan harga saham baru yang akan dijual, yang setidaknya akan dihargai sebesar atau mendekati harga saham yang sudah beredar. Sebaliknya, dalam IPO (Initial Public Offering) akan melibatkan penjualan unseasoned securities, yaitu perusahaan baru pertama kali menjual saham kepada masyarakat dan oleh karena itu tidak ada harga pasar yang ditetapkan bagi saham-saham baru ini di pasar modal. Dalam hal ini, harga unseasoned securities ditentukan berdasarkan negosiasi antara emiten dengan perusahaan penjamin emisi. Terdapat beberapa alasan perusahaan berupaya memperoleh dana dengan melakukan go public di pasar modal. Menurut Syahrir (1995: 22), alasan-alasan perusahaan menawarkan sahamnya di pasar modal adalah sebagai berikut: 27
19 1) Kebutuhan akan dana untuk melunasi utang baik jangka pendek maupun jangka panjang sehingga mengurangi beban bunga. 2) Meningkatkan modal kerja. 3) Membiayai perluasan perusahaan (pembangunan pabrik baru, peningkatan kapasitas produksi). 4) Memperluas jaringan pemasaran dan distribusi. 5) Meningkatkan teknologi produksi. 6) Membayar sarana penunjang (pabrik, perawatan kantor dan lain-lain). Perusahaan melakukan penawaran umum perdana bertujuan untuk mendapat dana dari masyarakat yang dapat segera dimanfaatkan untuk pengembangan perusahaan. Pasar perdana terjadi pada saat perusahaan emiten menjual sekuritasnya kepada investor umum untuk pertama kalinya (Eduardus Tandelilin, 2001: 14). Sebelum menawarkan saham di pasar perdana, perusahaan emiten sebelumnya akan mengeluarkan informasi mengenai perusahaan secara detail (disebut juga prospektus). Jadi initial public offering atau penawaran umum perdana merupakan kegiatan yang dilakukan emiten untuk menjual saham baru kepada masyarakat umum. Pada saat IPO perusahaan harus menyediakan suatu prospektus yang berisi informasi keuangan maupun non keuangan. Prospektus antara lain berisi tentang laporan keuangan perusahaan minimal 2 tahun berurutan, jenis perusahaan, kepemilikan sahamnya, umur perusahaan, penjamin emisi yang menjaminnya, dan 28
20 auditor yang mengaudit laporan keuangan yang disajikan pada saat IPO (Kim, et al.,1993). 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh Beatty (1989) menunjukkan bahwa auditor yang memiliki reputasi tinggi berhubungan negatif dengan initial return. Beatty (1989) juga mengemukakan faktor lain yang juga mempunyai hubungan negatif dengan initial return adalah reputasi underwriter, prosentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, jenis kontrak underwriter, dan indikator perusahaan minyak dan gas. Bukti empiris lain mengenai hubungan negatif antara reputasi underwriter dengan initial return dikemukakan oleh Balvers et.al. (1988), Carter dan Manaster (1990). Balvers et.al., (1988) memberikan bukti bahwa reputasi auditor dan reputasi penjamin emisi berpengaruh negatif terhadap return awal. Penelitian Beatty (1989) menunjukkan bahwa reputasi auditor, reputasi penjamin emisi, umur perusahaan, tipe kontrak penjaminan emisi dan indikator perusahaan minyak dan gas berkorelasi negatif terhadap return awal, sedangkan persentase penawaran saham kepada publik berkorelasi positif terhadap return awal. Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Carter dan Manaster (1990) meneliti pengaruh reputasi penjamin emisi terhadap return awal, yang menunjukkan bahwa reputasi penjamin emisi berkorelasi negatif terhadap return awal dan juga menunjukkan saham-saham yang lower risk offering dijamin oleh penjamin emisi yang bereputasi tinggi. Kim et al., (1993) melakukan pengujian terhadap pengaruh reputasi penjamin emisi, reputasi auditor, persentase penawaran saham, ukuran 29
21 perusahaan, financial leverage dan return on assets terhadap return awal. Hasil ini menunjukkan bahwa reputasi panjamin emisi, reputasi auditor, dan return on assets berkorelasi negatif terhadap return awal sedangkan persentase saham yang ditawarkan ke publik, financial leverage berkorelasi positif terhadap return awal. Rina Trisnawati (1998) menguji pengaruh informasi prospektus terhadap initial return di pasar perdana. Variabel dependen dalam penelitian tersebut adalah initial return, sedangkan variabel independennya adalah reputasi auditor, reputasi penjamin emisi, prosentase penawaran saham saat IPO, umur perusahaan, profitabilitas perusahaan yang diukur dengan rate of return on total assets (ROA) dan financial leverage. Sampel yang digunakan adalah 47 perusahaan yang melakukan go public selama tahun 1994 dan Hasilnya menunjukkan bahwa hanya umur perusahaan yang berpengaruh signifikan dan positif dengan initial return. Sementara variabel-variabel lain seperti reputasi auditor, reputasi penjamin emisi, prosentase saham, ROA dan financial leverage tidak mempengaruhi secara signifikan initial return. Penelitian Fatchan Achyani (1999) memisahkan variabel penelitian antara informasi non akuntansi (reputasi auditor, reputasi underwriter, umur perusahaan, prosentase penawaran dan sektor industri) dan informasi akuntansi (profitabilitas perusahaan (ROA), financial leverage, dan ukuran perusahaan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap initial returns adalah informasi keuangan berupa financial leverage dan ukuran perusahaan. Informasi lain yang terkandung dalam prospektus yaitu reputasi auditor, reputasi 30
22 underwriter, umur perusahaan, prosentase penawaran, sektor industri dan profitabilitas perusahaan tidak digunakan oleh investor di pasar perdana. Penelitian Daljono (2000) yang meneliti mengenai hubungan antara initial return dengan umur perusahaan, persentase kepemilikan saham yang ditawarkan kepada public, Return on Assets (ROA), Financial Leverage dan Solvability Ratio. Penelitian tersebut berhasil membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara reputasi penjamin emisi dan financial leverage terhadap initial return tetapi gagal membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara reputasi auditor dengan initial return. Penelitian Nasirwan (2000), menemukan bahwa reputasi penjamin emisi, persentase penawaran saham dan nilai emisi berasosiasi secara statistik signifikan dengan harga saham 15 hari setelah IPO dan kinerja perusahaan satu tahun setelah IPO, sehingga secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa investor di BEJ menggunakan informasi reputasi penjamin emisi, persentase penawaran saham dan nilai penawaran saham dalam pembuatan keputusan investasi di pasar sekunder. Penelitian Rosyati dan Sebeni (2002) semakin memperkuat hasil penelitian Nasirwan dan Daljono dengan memberikan bukti adanya hubungan yang signifikan antara reputasi penjamin emisi dan umur perusahaan dengan yang diukur dari besarnya initial return. Kartini dan Payamta (2002) dalam Analisis Perilaku Harga Saham dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya pada Penawaran Perdana di BEJ, bertujuan untuk mengetahui perilaku harga saham pada saat IPO dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya perilaku harga saham tersebut. Faktor independen yang digunakan adalah laba per lembar saham (EPS), financial 31
23 leverage, profitabilitas perusahaan (ROA), reputasi auditor, reputasi underwriter, persentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, ukuran perusahaan dan jenis industri, sedangkan variabel dependennya adalah abnormal return yang mencerminkan harga saham. Sampel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah perusahaan yang melakukan penawaran perdana periode tahun 1999 sampai dengan tahun 2000, yaitu sebanyak 43 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam periode 1 Januari 1999 sampai dengan 31 Juli 2000 harga saham perdana di BEJ rata-rata underpriced yang ditunjukkan dengan nilai abnormal return yang positif. Dari faktor-faktor yang dianalisis, variabel financial leverage, persentase saham yang ditawarkan, laba per lembar saham dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap abnormal return. Sedangkan variabel independen yang lain, yaitu profitabilitas perusahaan (ROA), reputasi auditor, reputasi underwriter, umur perusahaan dan jenis industri berpengaruh signifikan baik secara individu maupun secara bersama-sama terhadap variabel dependen, yaitu abnormal return. Penelitian yang dilakukan oleh Yasa (2003), mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing saham di BEJ tahun , menyatakan bahwa terdapat hubungan antara underwriter dan profitabilitas perusahaan (ROA) dengan Initial Return. Sehingga secara umum ditarik suatu kesimpulan bahwa para investor di pasar perdana mempertimbangkan informasi underwriter dan ROA dalam mengambil keputusan. Ali dan Hartono (2003) malakukan penelitian mengenai pengaruh pemilihan metode akuntansi terhadap tingkat underpricing saham perdana. Implikasi penelitian yang dikemukakan antara lain bahwa 32
24 semakin besar persentase saham yang dipegang pemilik perusahaan IPO terbukti menyebabkan semakin besarnya tingkat underpricing saham di pasar sekunder. Penelitian yang dilakukan oleh Rochayani dan Setiawan (2004) mengenai pengaruh informasi prospektus IPO terhadap ketidaknormalan harga dan ketepatan ramalan laba dengan mengambil sampel 35 perusahaan yang melakukan IPO di BEJ pada periode Hasil penelitian tersebut menunjukkan informasi prospektus yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan investasi di BEJ adalah reputasi auditor, umur perusahaan dan tingkat leverage sedangkan informasi mengenai interval waktu penyusunan proporsi saham yang ditahan pemilik lama dan jenis industri tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Misnen Ardiansyah (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh variabel keuangan terhadap return awal dan return 15 hari setelah IPO serta moderasi besaran perusahaan terhadap hubungan antara variabel keuangan dengan return awal dan return 15 hari setelah IPO di BEJ. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel keuangan earnings per share berpengaruh signifikan terhadap initial return. Koefisien parameternya menunjukkan arah negatif artinya semakin besar EPS semakin rendah return yang diterima investor di pasar perdana. Informasi lain yaitu ROA, financial leverage, ukuran penawaran, pertumbuhan laba, current ratio, dan besaran perusahaan tidak berpengaruh terhadap initial return. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistio (2005) mengenai pengaruh informasi akuntansi dan non akuntansi terhadap initial return yang mengambil sampel pada 44 perusahaan yang melakukan intial public offering di Bursa Efek 33
25 Jakarta pada periode menyatakan bahwa informasi akuntansi yang meliputi ukuran perusahaan, EPS, PER dan tingkat leverage menunjukkan hasil bahwa tingkat leverage berpengaruh signifikan terhadap initial return. Informasi non akuntansi yang meliputi persentase pemegang saham lama, reputasi auditor dan reputasi underwriter menunjukkan hasil bahwa persentase pemegang saham lama berpengaruh signifikan terhadap initial return. Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dari hasil penelitian tersebut bahwa para investor di pasar perdana harus memperhatikan tingkat leverage serta presentase pemegang saham lama karena kedua variabel tersebur telah terbukti berpengaruh signifikan secara statistis terhadap initial return. Indrawati (2005) melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing pada penawaran umum perdana. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa ukuran perusahaan serta leverage ratio mempunyai hubungan yang signifikan terhadap underpricing. Suyatmin dan Sujadi dalam Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Pada Penawaran Umum Di Bursa Efek Jakarta (2006) memisahkan variabel penelitian antara informasi keuangan (ukuran perusahaan, ROI, financial leverage, EPS, ukuran penawaran dan current ratio) dan non keuangan (umur perusahaan, reputasi auditor, reputasi underwriter dan jenis industri) Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap underpricing adalah informasi keuangan berupa current ratio. Informasi non keuangan reputasi auditor, reputasi underwriter, dan jenis industri berpengaruh signifikan terhadap underpricing (IR). Penelitian ini menyimpulkan bahwa, investor menggunakan informasi keuangan dan non-keuangan ketika mereka 34
26 membuat keputusan investasi di pasar perdana sehingga keputusan tersebut akan mempengaruhi harga saham perdana yang mengalami underpricing. 2.3 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian digambarkan pada Gambar 2.1 di bawah ini. Gambar 2.1 Desain penelitian X1.1 X1.2 X1 X1.3 X1.4 Y X1.5 Output X2 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 Y Keterangan: X1 : Informasi akuntansi X2 : Informasi non akuntansi X1.1 : Ukuran perusahaan X1.2 : Earning per share X1.3 : Solvability ratio X1.4 : Leverage X1.5 : Profitabilitas X2.1 : Persentase pemegang saham lama X2.2 : Reputasi auditor X2.3 : Reputasi underwriter X2.4 : Umur perusahaan Y : Initial Return Output : informasi yang dapat bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan Initial Public Offering (IPO) dan keputusan investasi di pasar modal. 35
27 2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pokok permasalahan penelitian yang diuji kebenarannya, berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian serta landasan teori yang mendukung. Dari desain penelitian seperti yang telah digambarkan sebelumnya, maka pengembangan hipotesis penelitian dibuat dalam bentuk hipotesis alternatif sebagai berikut: 1) Ukuran Perusahaan Penelitian Banz (1981), adalah penelitian awal yang menemukan kecenderungan saham-saham perusahaan kecil mempunyai return yang lebih tinggi dibandingkan dengan saham-saham perusahaan besar. Ukuran perusahaan berhubungan dengan banyak sedikitnya informasi yang diterima oleh calon investor. Trisnawati, Rina (1999) menyebutkan bahwa kemudahan calon investor dalam mendapatkan informasi akan meningkatkan kepercayaan investor dan mengurangi faktor ketidakpastian yang berarti risiko underpricing lebih kecil dan ekspektasi terhadap initial return juga lebih rendah. Semakin besar ukuran perusahaan, semakin dikenal perusahaan oleh calon investor dan semakin mudah bagi calon investor untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan. Kejelasan informasi mengenai perusahaan akan meningkatkan penilaian akan perusahaan, mengurangi tingkat ketidakpastian dan meminimalkan tingkat resiko underpricing (Sulistio, 2005). Indrawati (2005) mengemukakan bahwa 36
28 terdapat hubungan negatif antara ukuran perusahaan dengan underpricing. Berdasarkan pemikiran tersebut, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah: H1 : Terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara ukuran perusahaan dengan initial return. 2) Earning Per Share (EPS) Peneltian yang dilakukan oleh Helen Sulistio (2005) menyebutkan bahwa besarnya EPS menunjukkan laba yang diperoleh perusahaan per lembar saham. EPS berhubungan dengan resiko dan performance perusahaan. Semakin mapan perusahaan, semakin tinggi EPS yang dimilikinya dengan demikian semakin rendah kemungkinan terjadinya underpricing. Variabel EPS merupakan proxy bagi laba per saham perusahaan yang diharapkan dapat memberikan gambaran bagi investor mengenai bagian keuntungan yang dapat diperoleh dalam suatu periode tertentu dengan memiliki suatu saham. Hasil empiris menunjukkan bahwa semakin tinggi EPS, semakin tinggi pula harga saham (Misnen Ardiansyah, 2004). Harga saham yang tinggi pada saat IPO akan meminimalisasi risiko underpricing dan ekspektasi terhadap initial return juga lebih rendah. Dalam penelitiannya EPS dihipotesiskan berpengaruh negatif terhadap intial return. Berdasarkan pemikiran tersebut, hipotesis yang dikembangkan adalah: H2 : Terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara EPS dengan initial return. 37
29 3) Solvability Ratio Ross (1977) dalam Firth dan Liau Tan (1998) mengungkapkan bahwa manajer hanya akan menggunakan tingkat utang yang tinggi bila ia yakin akan prospek yang menguntungkan. Pihak kreditur tentunya dalam memutuskan pemberian pinjaman, juga mempertimbangkan prospek perusahaan yang akan diberikan pinjaman. Dengan demikian tingkat hutang merupakan informasi yang dipertimbangkan oleh para investor. Dalam penelitian Yasa (2003), dikemukakan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara solvability ratio dengan initial return. Berdasarkan pemikiran ini akan disusun hipotesis sebagai berikut: H3 : Terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara solvability ratio dengan initial return. 4) Tingkat Leverage Financial leverage dipertimbangkan sebagai variabel keuangan dalam penelitian ini karena secara teoritis financial leverage menunjukkan risiko suatu perusahaan sehingga berdampak pada ketidakpastian suatu harga saham (Kim et al dalam Misnen Ardiansyah, 2004). Semakin tinggi tingkat leverage perusahaan, semakin berat beban keuangan yang dihadapi perusahaan, ini berarti semakin tinggi resiko yang dihadapi oleh perusahaan. Semakin tinggi tingkat resiko perusahaan berarti semakin tinggi pula tingkat ketidakpastian akan kelangsungan hidup perusahaan. Financial leverage yang tinggi menunjukkan risiko finansial atau risiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan 38
30 pinjaman akan semakin tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena semakin tinggi financial leverage suatu perusahaan, maka initial returnnya semakin besar (Daljono, 2000; Kim et al.,1995; dalam Trisnawati, 1998). Tingkat resiko yang tinggi harus diimbangi perusahaan dengan memberikan kompensasi initial return yang tinggi kepada investor agar bersedia berinvestasi dalam saham perusahaan. Dalam penelitian Ardiansyah (2004), financial leverage dihipotesiskan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap initial return. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dibangun hipotesis sebagai berikut: H4 : Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara tingkat leverage dengan initial return. 5) Profitabilitas perusahaan Profitabilitas perusahaan yang tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba di masa yang akan datang. Profitabilitas yang tinggi suatu perusahaan mengurangi ketidakpastian bagi investor sehingga menurunkan tingkat underpricing (Kim et al dalam Misnen Ardiansyah, 2004). Profitabilitas perusahaan yang tinggi akan mengurangi ketidakpastian IPO sehingga mengurangi tingkat underpricing. Untuk mengukur profitabilitas digunakan rate of return on total assets (ROA). Dalam penelitian Ardiansyah (2004), ROA dihipotesiskan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap initial return. Berdasarkan hal ini diajukan hipotesis sebagai berikut: 39
31 H5 : Terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara profitabilitas perusahaan (ROA) dengan initial return. 6) Persentase Pemegang Saham Lama Anggarwal et al. (2001) membuktikan bahwa underpricing berasosiasi positif dengan semakin rendahnya jumlah saham yang diterbitkan dan semakin tinggi tingkat kepemilikan pemegang saham lama. Konsisten dengan penelitian Anggarwal, penelitian Leland dan Pyle 1977 mendapati persentase kepemilikan saham yang ditahan oleh pemilik menunjukkan adanya private information dari pemilik lama terhadap investor. Semakin besar tingkat kepemilikan yang ditahan atau semakin kecil persentase saham yang ditawarkan, maka akan memperkecil tingkat ketidakpastian di masa yang akan datang. Tingkat ketidakpastian yang tinggi menyebabkan calon investor menginginkan adanya kompensasi atas biaya yang dikeluarkan untuk mengurangi resiko ketidakpastian tersebut. Kompensasi yang diharapkan adalah tingginya tingkat underpricing. Dengan demikian semakin tinggi persentase pemegang saham lama berarti semakin tinggi tingkat underpricing. Ali dan Hartono (2003) menghipotesiskan persentase pemegang saham lama berhubungan positif dan signikan terhadap tingkat underpricing. Dari pemikiran tersebut maka hipotesis yang dapat dikembangkan adalah: H6: Terdapat hubungan positif yang signifikan antara persentase pemegang saham lama dengan initial return. 40
32 7) Reputasi Auditor Auditor yang bereputasi tinggi mempunyai komitmen yang lebih besar dalam mempertahankan kualitas auditnya sehingga laporan perusahaan yang telah diperiksa oleh auditor bereputasi tinggi akan memberikan keyakinan yang lebih besar kepada investor akan kualitas informasi yang disajikan dalam prospektus dan laporan keuangan perusahaan. Penelitian Balvels et al. (1998) mengungkapkan underwriter yang lebih bereputasi akan memilih KAP yang bereputasi baik untuk mengurangi risiko underpricing sehingga ekspektasi terhadap initial return juga lebih rendah. Ardiansyah (2004) menghipotesiskan bahwa reputasi auditor berpengaruh negatif terhadap initial return. Dari pemikiran diatas, maka dapat dikembangkan rumusan hipotesis sebagai berikut: H7 : Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara reputasi auditor dengan initial return. 8) Reputasi Underwriter Underpricing adalah sangat merugikan bagi emiten, sehingga perusahaan yang memiliki resiko rendah berusaha untuk menunjukkan karekteristik resiko rendah mereka kepada pasar. Salah satu cara yang dapat mereka lakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah debgan memilih penjamin emisi yamg memiliki prestise tinggi. Carter et al. (1990) dalam penelitiannya memberikan bukti empiris yang mendukung bahwa prestise penjamin emisi berhubungan dengan perusahaan IPO yang memiliki resiko yang rendah. 41
33 Perusahaan yang menggunakan underwriter yang berkualitas akan mengurangi tingkat ketidakpastian yang tidak dapat diungkapkan oleh informasi yang terdapat dalam prospektus dan menunjukkan bahwa informasi privat dari emiten mengenai prospek perusahaan tidak menyesatkan investor. Semakin tinggi reputasi penjamin emisi, tingkat underpriced akan semakin rendah (Henny Irniawan dan Payamta, 2004). Yasa (2003) menghipotesiskan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara reputasi underwriter dengsn initisl return.dari pemikiran diatas maka perumusan hipotesis yang dapat dikembangkan adalah: H8 : Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara reputasi underwriter dengan initial return. 9) Umur Perusahaan Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan banyaknya informasi yang bisa diserap oleh publik. Semakin panjang umur perusahaan semakin banyak informasi yang bisa diserap masyarakat (Daljono, 2000 dalam Hadri Kusuma, 2001). Dengan demikian akan dapat mengurangi adanya asimetri informasi, dan memperkecil ketidakpastian dimasa yang akan datang sehingga perusahaan yang telah lama berdiri mempunyai tingkat underpriced yang lebih rendah daripada perusahaan yang masih baru. Indrawati (2005) menghipotesiskan bahwa terdapat hubungan negatif antara umur perusahaan dengan underpricing. Atas dasar hal ini, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: 42
34 H9 : Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara umur perusahaan dengan initial return. 43
BAB I PENDAHULUAN. Jogiyanto (1998) dan Anggarwal et al. (2001) mengemukakan bahwa salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan penting yang dihadapi oleh hampir semua perusahaan adalah bagaimana mendapatkan modal guna mendukung kegiatan operasionalnya. Jogiyanto (1998)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut telah melakukan proses initial public offering (IPO). Yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berkembangnya perekonomian Indonesia, banyak perusahaan yang melakukan ekspansi usaha. Untuk tujuan tersebut, maka perusahaan memerlukan dana
Lebih terperinciharga, yaitu penentuan harga saham saat IPO secara signifikan lebih rendah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Initial Public Offering (IPO) atau penawaran saham perdana merupakan usaha perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat dengan menerbitkan saham baru.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Underpricing Yolana dan Martani (2005) mendefinisikan underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham
Lebih terperinciPENGARUH VARIABEL-VARIABEL KEUANGAN TERHADAP HARGA PASAR SAHAM SETELAH INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK JAKARTA PERIODESASI
PENGARUH VARIABEL-VARIABEL KEUANGAN TERHADAP HARGA PASAR SAHAM SETELAH INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK JAKARTA PERIODESASI 2000-2004 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-syarat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pasar Modal Pasar diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk saling mengadakan pertukaran barang dan jasa. Pengertian pasar modal atau bursa efek adalah suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penawaran umum saham perdana dikenal dengan istilah Initial Public
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penawaran umum saham perdana dikenal dengan istilah Initial Public Offering (IPO). Penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh modal tersebut adalah dengan melakukan go public. Go public
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan yang berbasis bisnis adalah perusahaan yang bertujuan untuk memaksimalisasi nilai perusahaan dan mencari keuntungan yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak lain yang mau ikut menanamkan modalnya pada perusahaan. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sejalan dengan berkembangnya perekonomian Indonesia, banyak perusahaan yang melakukan ekspansi usaha. Untuk tujuan tersebut, maka perusahaan memerlukan dana yang relatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di pasar modal atau disebut juga dengan go public. Adapun tujuan perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan sebagai suatu entitas bisnis bertujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Efek) saham perusahaan yang akan go public terlebih dahulu dijual di pasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam proses go public, sebelum saham diperdagangkan di pasar sekunder (Bursa Efek) saham perusahaan yang akan go public terlebih dahulu dijual di pasar perdana yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperjualbelikan sekuritas, atau secara formal pasar modal dapat juga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar Modal (capital market) merupakan pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persaingan usaha yang semakin ketat. Salah satu kendala yang kerap kali dihadapi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan didirikan dengan harapan bahwa perusahaan tersebut dapat mempertahankan kelangsungan usahanya dan berkembang dalam jangka waktu yang panjang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada zaman globalisasi saat ini, banyak perusahaan yang berkembang dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman globalisasi saat ini, banyak perusahaan yang berkembang dan melakukan go-public. Banyak perusahaan yang pada awalnya merupakan bisnis keluarga dengan seiring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tambahan dana dalam rangka mengembangkan usahanya yang sedang berkembang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat, banyak perusahaan melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan modalnya dalam rangka mengembangkan usahanya. Salah
Lebih terperinciDisusun oleh : Karina Dewi Puspitasari B
PENGARUH ROE, ROA, EPS, DER, DAN PROYEKSI PER TERHADAP HARGA PASAR SAHAM SETELAH PENAWARAN PERDANA (INITIAL PUBLIC OFFERING/IPO) DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2002-2006 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usahanya adalah dengan cara melakukan go public. Dana yang diperoleh dalam go
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu cara bagi perusahaan yang sedang berkembang untuk mendapatkan tambahan dana dalam rangka pembiayaan dan pengembangan usahanya adalah dengan cara melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Untuk mencapai tujuan tersebut,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya tujuan perusahaan adalah untuk mencapai atau memperoleh laba maksimal, mengembangkan perusahaan serta menjaga kelangsungan hidup perusahaan (going
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahan sebagai suati entitas bisnis bertujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahan sebagai suati entitas bisnis bertujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan mencapai keuntungan sebesar-besarnya. Untuk lebih meningkatkan kinerja perusahaan
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PERDANA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PERDANA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan go public. Dalam proses go public, sebelum diperdagangkan di pasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan. Salah satu alternatif pendanaan dari luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan bukan hanya dimiliki oleh pemilik lama (founders), tetapi juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan ekonomi, banyak perusahaan yang melakukan ekspansi usaha. Pada saat itu, perusahaan harus menentukan untuk menambah modal dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan dapat meningkatkan posisi keuangan perusahan disamping untuk. Perusahaan melakukan penjualan saham ataupun mengeluarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Go Public merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan tambahan dana dalam rangka pengembangan dana yang diperoleh oleh perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menuntut perusahaan untuk berkembang dan berinovasi guna berjalannya kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal memiliki peran sebagai sarana investasi bagi investor dan alternatif sumber dana bagi perusahaan tentunya sangat memberikan manfaat dan keuntungan bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. initial return dari hasil kegiatan tersebut (Handayani, 2008).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perkembangan perekonomian yang didukung oleh peningkatan teknologi dan komunikasi telah menciptakan iklim persaingan yang ketat. Hal ini menuntut perusahaan agar tetap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan adalah dengan menjual saham ke masyarakat umum melalui pasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan dana untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan dapat ditempuh dengan berbagai upaya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendanaan dari luar perusahaan adalah melalui mekanisme penyertaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan. Salah satu alternatif pendanaan dari luar perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan melakukan ekspansi. Seiring dengan ekspansi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era milenium seperti sekarang ini, dunia perekonomian berkembang secara pesat baik perekonomian di dalam negeri maupun secara global. Banyak perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pada umumnya setiap perusahaan mempunyai cara dan keinginan untuk mengembangkan usahanya, salah satunya dengan mengadakan ekspansi. Untuk ekspansi tersebut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perekonomian dewasa ini, banyak perusahaan yang mempunyai keinginan untuk mengembangkan usahanya. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan mengadakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan kepada publik atau sering dikenal dengan go public di pasar modal.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk mengembangkan dan memperluas usahanya. Salah satu keterbatasan perusahaan dalam mengembangkan dan
Lebih terperinciPENGARUH VARIABEL-VARIABEL KEUANGAN DAN SIGNALING TERHADAP PENENTUAN HARGA PASAR SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA
PENGARUH VARIABEL-VARIABEL KEUANGAN DAN SIGNALING TERHADAP PENENTUAN HARGA PASAR SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Initial public offering (IPO), dapat juga disebut dengan istilah go public, adalah
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Initial public offering (IPO), dapat juga disebut dengan istilah go public, adalah proses penawaran saham perdana kepada investor umum atau masyarakat. Dengan proses
Lebih terperinciAbstrak. Kata kunci : Underpricing, Reputasi Auditor, Size, Return on Assets, Financial Leverage
Judul : Reputasi Auditor Sebagai Pemoderasi Pengaruh Size, Return On Assets dan Financial Leverage pada Tingkat Underpricing Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia Nama : Pande Kadek Ary Raditya
Lebih terperinciPERBANDINGAN UNDERPRICING PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA PERUSAHAAN KEUANGAN DAN NON-KEUANGAN DI BURSA EFEK INDONESIA
PERBANDINGAN UNDERPRICING PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA PERUSAHAAN KEUANGAN DAN NON-KEUANGAN DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh
Lebih terperinciRepositori STIE Ekuitas
Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Banking Accounting 2016-02-13 Pengaruh Persentase Saham Yang Ditawarkan Dan Solvability Ratio Terhadap
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Model Penelitian Terdahulu Risqi dan Harto (2013), Razafindrambinina dan Kwan (2013), Suyatmin dan Sujadi (2010), Handayani dan Shaferi (2010), dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada publik atau yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan penambahan modal semakin besar seiring dengan perkembangan perusahaan. Hal ini mendorong manajemen untuk memilih salah satu alternatif-alternatif
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Ketiga, menambah saham lewat dividen yang tidak dibagi (dividend reinvestment
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan penting yang dihadapi oleh hampir semua perusahaan adalah bagaimana mendapatkan modal guna mendukung kegiatan operasionalnya. Penambahan dana,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu sumber pendanaan selain sumber-sumber. Banyaknya perusahaan yang telah memutuskan go public akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi saat ini semakin berkembang. Banyak perusahaan mengembangkan usahanya melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan modal. Untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Initial Public Offering ) untuk pertama kalinya terjadi di pasar perdana (
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transaksi penawaran umum penjualan saham perdana atau disebut IPO ( Initial Public Offering ) untuk pertama kalinya terjadi di pasar perdana ( primary market ) kemudian
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Fenomena underpricing dikemukakan Alteza (2010), yaitu signaling
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Signalling Fenomena underpricing dikemukakan Alteza (2010), yaitu signaling hypothesis. Dalam konteks ini underpricing
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari beberapa variabel
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari beberapa variabel yang mempengaruh terjadinya Initial Return saham perusahaan yang melaksanakan IPO di Bursa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinilai mampu menanamkan modalnya ke perusahaan. Rata rata untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap perusahaan menginginkan kemajuan operasional usaha untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik pada khususnya. Untuk dapat bertahan dan meningkatkan nilai perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. underpricing tidak menguntungkan bagi perusahaan yang melakukan go public, pihak menguntungkan para investor (Johnson,2011).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Underpricing adalah selisih positif antara harga saham dibursa efek dengan harga saham di pasar perdana pada saat IPO. Selisih harga inilah yang dikenal sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah bagaimana mendapatkan modal guna mendukung kegiatan. operasionalnya. Pada perusahaan perseorangan, biasanya para penyedia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan penting yang dihadapi hampir semua perusahaan adalah bagaimana mendapatkan modal guna mendukung kegiatan operasionalnya. Pada perusahaan perseorangan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aktivitas penawaran saham perdana atau IPO (Initial Public Offerings)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Aktivitas penawaran saham perdana atau IPO (Initial Public Offerings) merupakan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh tambahan modal
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. yang didukung pula dengan beberapa supporting theory. Teori-teori tersebut akan
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan grand theory teori agensi dan teori sinyal yang didukung pula dengan beberapa supporting theory. Teori-teori tersebut akan dipaparkan
Lebih terperinciBAB I. memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar tersebut, seringkali dana yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk memperluas usahanya, hal ini dilakukan dengan mengadakan ekspansi. Untuk melakukan ekspansi ini perusahaan
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING PADA PENAWARAN UMUM PERDANA DI BURSA EFEK JAKARTA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING PADA PENAWARAN UMUM PERDANA DI BURSA EFEK JAKARTA Suyatmin & Sujadi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta Abstract The study aimed to examine
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk memperluas usahanya, hal ini dilakukan dengan mengadakan ekspansi. Untuk melakukan ekspansi ini perusahaan memerlukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN UKDW. atau saham baru perusahaan kepada publik atau go public.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam mempertahankan eksistensi dan mengembangkan usaha pada persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan pada umumnya membutuhkan dana yang besar, baik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjual surat berharganya di pasar modal. Dapat dikatakan bahwa pasar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pasar Modal Perusahaan yang membutuhkan dana atau ingin menambah dana dapat menjual surat berharganya di pasar modal. Dapat dikatakan bahwa pasar modal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dunia usaha dan investasi untuk investor. Setiap perusahaan tentu memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan salah satu tempat dimana sering terjadinya permintaan dan penawaran modal. Peran pasar modal sangat penting sebagai sumber pembiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasar modal mempunyai fungsi sarana alokasi dana yang produktif untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pasar modal mempunyai fungsi sarana alokasi dana yang produktif untuk memindahkan dana dari pemberi pinjaman ke peminjam (Hartono, 2008:26). Dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasar Modal merupakan alternatif sumber dana di samping perbankan bagi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar Modal merupakan alternatif sumber dana di samping perbankan bagi pembiayaan-pembiayaan kegiatan operasional perusahaan melalui penjualan saham mau pun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengapa perusahaan memutuskan go public adalah: (1) pendiri perusahaan ingin
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alternatif sumber permodalan yang dipilih oleh perusahaan yaitu melakukan go public atau menawarkan sahamnya ke publik. Dua alasan utama mengapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk menarik investor dari luar dalam hal pendanaan tersebut.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan-perusahaan yang ingin mengembangkan usahanya membutuhkan dana yang besar. Kebutuhan inilah yang mendasari suatu perusahaan untuk menarik investor dari luar
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PERDANA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PERDANA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, perusahaan-perusahaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, perusahaan-perusahaan dihadapkan pada berbagai tantangan di tengah persaingan yang semakin ketat. Perusahaan yang ingin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disini sudah barang pasti akan berbeda dengan pasar komoditas dan pasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebagai bentuk pasar, pasar modal merupakan sarana atau wadah untuk mempertemukan antara penjual dan pembeli. Namun, analogi penjual dan pembeli disini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. modal semakin besar seiring dengan perkembangan perusahaan. Perusahaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berjalannya waktu kebutuhan akan penambahan modal semakin besar seiring dengan perkembangan perusahaan. Perusahaan dalam mengembangkan dan menjalankan
Lebih terperinciperusahaan emiten dan underwriter (penjamin emisis efek). Sedangkan untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan dalam rangka pengambangan usahanya melakukan berbagai cara, diantaranya melakukan ekspansi. Untuk memenuhi kebutuhan ekspansi diperlukan suatu dana
Lebih terperinciPENGARUH INFORMASI AKUNTANSI PROSPEKTUS IPO TERHADAP TINGKAT UNDERPRICED DI BURSA EFEK INDONESIA
0 PENGARUH INFORMASI AKUNTANSI PROSPEKTUS IPO TERHADAP TINGKAT UNDERPRICED DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia akan berdampak semakin meningkatnya perkembangan dunia usaha di Indonesia yang ditandai dengan banyaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. iklim persaingan semakin ketat sehingga setiap perusahaan akan memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kondisi pasar modal di Indonesia berkembang dengan cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya jumlah perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penawaran saham ataupun surat utang di pasar modal. Penawaran saham dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, perusahaan harus mampu menyediakan modal untuk mengembangkan dan mempertahankan usahanya. Kebutuhan modal ini tidak dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuntungan sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu cara
19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan yang berbasis bisnis yang baik adalah perusahaan yang bertujuan untuk memaksimalisasi nilai dari pemilik perusahaan dan mencari keuntungan sebesar-besarnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mampu bertahan dan mengembangkan bisnisnya. Dengan semakin ketatnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi yang semakin berkembang belakangan ini, membuat perusahaan semakin terpacu untuk mengembangkan bisnisnya. Globalisasi akan semakin mendorong ketatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan maka kewajiban akan pendanaan juga semakin besar jumlahnya. Hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan semakin lama akan semakin berkembang seiring dengan meningkatnya produktivitas dan performa perusahaan. Modal investasi dulunya dapat dipenuhi dengan utang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga kebutuhan modal suatu perusahaan akan semakin meningkat, hal ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk memperluas usahanya sehingga kebutuhan modal suatu perusahaan akan semakin meningkat, hal ini mengharuskan pihak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diobservasi untuk dipakai sebagai penetapan. Ada 2 meode untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penetapan harga saham perdana pada saat Initial Public Offering atau IPO sangat sulit, karena tidak ada harga pasar sebelumnya yang dapat diobservasi untuk dipakai sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan memerlukan modal yang jumlahnya cukup besar.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan didirikan dengan harapan bahwa perusahaan tersebut dapat mempertahankan kelangsungan usahanya, berkembang dengan pesat, dan dapat bersaing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Demi menjaga kelangsungan hidup usahanya, perusahaan harus menjalankan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Demi menjaga kelangsungan hidup usahanya, perusahaan harus menjalankan dan mengelola kegiatan bisnis dengan baik. Hal ini perlu didukung oleh ketersediaan
Lebih terperinciPengaruh Ukuran Perusahaan dan Return On Assets (ROA) Terhadap Tingkat Underpricing Saham pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Banking Accounting 2015-12-10 Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Return On Assets (ROA) Terhadap Tingkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pasar Modal Pasar modal menurut Husnan (2003:3) dapat didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian menegenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian menegenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing pada IPO di BEI telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Di bawah ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal sekarang ini dijadikan alternatif pendanaan yang berasal dari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan tambahan modal semakin bertambah sejalan dengan perkembangan perusahaan. Hal ini menuntut manajemen untuk memilih komposisi struktur modal yang optimal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini didukung dengan kemajuan di bidang teknologi dan komunikasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan terjadi secara dinamis di segala bidang. Perkembangan tersebut terasa sangat berdampak pada bidang perekonomian dunia, hal ini didukung dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan pada penelitian ini adalah: 2.1.1 Widayanti dan Haryanto (2013) Penelitian Widayanti dan Haryanto (2013)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebanyak 25 perusahaan baru di tahun 2011, 23 perusahaan baru di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi ini, persaingan antar perusahaan sangat ketat. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompetitornya, baik pada pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak yang dilakukan perusahaan untuk bersaing melawan kompetitornya, baik pada pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Salah satu cara yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir pekembangan perusahaan yang terdaftar di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir pekembangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menunjukan peningkatan yang signifikan, hal tersebut dapat terlihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdaftar di BEI sekitar 500 perusahaan, hal ini tidak lepas dari upaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasar modal Indonesia berkembang pesat setelah ditetapkanya Pakdes 87 dan Pakto 88. Secara umum isi dari kebijakan Pakdes dan Pakto tersebut adala pajak sebesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membayar hutang dan modal kerja (Porman, 2013:59). Underpricing terjadinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Underpricing adalah selisih harga penawaran perdana lebih rendah dibandingkan harga penutupan saham perusahaan di pasar sekunder pada hari pertama (Jogiyanto, 2009:34).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan industri sekuritas yang ada pada negara tersebut. Pasar modal merupakan UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang. Perkembangan perekonomian suatu negara dapat diukur dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengetahui tingkat perkembangan dunia pasar modal dan industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pergerakan harga saham industri farmasi di Bursa Efek Indonesia mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pergerakan harga saham industri farmasi di Bursa Efek Indonesia mulai dari tahun 2010 2014 mengalami peningkatan sekitar 6-7 persen. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beberapa proses terlebih dahulu. Transaksi pertama yang dilakukan perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mengembangkan usahanya, perusahaan membutuhkan dana yang besar. Dalam mewujudkan usaha ini, perusahaan dapat menempuh usaha tersebut dengan cara
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
8 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan yaitu, melalui penambahan jumlah kepemilikan saham dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya, perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan untuk menambah modal usahanya. Salah satu alternatif sumber pendanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya tidak akan terlepas dari masalah pemenuhan kebutuhan dana untuk pembiayaan. Faktor ketersediaan dana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pasar modal bagi perusahaan bagaikan lumbung dana yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya perekonomian di Indonesia, investasi dalam pasar modal pun turut mengalami perkembangan. Keberadaan pasar modal memiliki peran penting bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunan perekonomian suatu negara dibutuhkan biaya atau dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari pinjaman maupun modal sendiri, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendanaan yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah menjual saham
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan mempunyai berbagai cara alternatif untuk memperoleh sumber pendanaan dalam mengembangkan suatu usaha. Salah satu alternatif pendanaan yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pasar modal dapat dijadikan salah satu alternatif bagi perusahaan untuk
14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal dapat dijadikan salah satu alternatif bagi perusahaan untuk mendapatkan dana. Pasar modal merupakan mediator antara pihak yang kelebihan dana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dana tersebut ke berbagai sektor yang produktif. Pasar modal dalam fungsi ekonominya menyediakan fasilitas untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara dapat diukur salah satunya dengan melihat perkembangan pasar modal dan industri surat berharga di negara tersebut. Menurut Husnan (2001),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. dan penerimaan devisa. Di Negara yang sedang berkembang usaha yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan suatu Negara memerlukan dana investasi dalam jumlah yang banyak sehingga perlu ada usaha yang mengarah pada dana investasi yang bersumber dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Pada era sekarang ini para pemilik modal dapat memilih berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Pada era sekarang ini para pemilik modal dapat memilih berbagai alternatif untuk menginvestasikan modalnya. Dana yang tersedia dapat disimpan dalam bentuk
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Sharpe et al (dalam, Setiyono 2016) pengumuman informasi
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 1. a 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Persinyalan (Signaling Theory) Menurut Sharpe et al (dalam, Setiyono 2016) pengumuman informasi akuntansi memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan perusahaan, permasalahan yang dihadapi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan perusahaan, permasalahan yang dihadapi perusahaan semakin bertambah. Salah satu permasalahan penting yang dihadapi oleh hampir
Lebih terperinci