BAB I PENDAHULUAN. sebagian orang, kegiatan ini menjadi suatu kebutuhan pribadi yang harus
|
|
- Fanny Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Aktualitas Rekreasi atau berwisata saat ini menjadi hal yang normal dilakukan. Bagi sebagian orang, kegiatan ini menjadi suatu kebutuhan pribadi yang harus dilaksanakan sebagai bentuk refreshing dari rutinitas sehari-hari. Inskeep (1991) menyatakan bahwa travel is now becoming a normal part of the life-styles of an increasing number of people who give this activity high priority in their household budgets. Robert Runcie (1998) dalam Demartoto (2009:7) menyatakan pula bahwa in the middle ages people were tourists because their religion; whereas now they are tourists because tourism is their religion. Dari penjelasan tersebut, dapat ditarik pemahaman bahwa berwisata menjadi kegiatan yang saat ini normal dilakukan oleh masyarakat, bahkan menjadi prioritas bagi sebagian orang. Semakin banyaknya orang yang menganggap berwisata sebagai suatu kebutuhan, maka tidak mengherankan apabila pertumbuhan dan pengembangan pariwisata semakin lama semakin pesat. Melihat bahwa pariwisata menjadi sektor yang potensial, maka perlu adanya pengembangan di sektor tersebut. Saat ini, pengembangan pariwisata juga tidak hanya terfokus pada wisata massal (mass tourism), akan tetapi wisata alternatif atau wisata minat khusus juga mulai menjadi perhatian. Hal ini 1
2 disebabkan karena adanya pergerseran trend atau paradigma kepariwisataan dari bentuk pariwisata masal ke pariwisata minat khusus (Nugroho, 2011: 3). Desa wisata merupakan salah satu bentuk dari wisata minat khusus karena hanya orang-orang yang memiliki minat tertentu saja yang menjadi pengunjung desa wisata. Oleh karena itu, penelitian mengenai desa wisata masih aktual untuk diteliti. Mengingat adanya pergeseran trend kepariwisataan dari wisata massal ke pariwisata minat khusus, seperti desa wisata Orisinalitas Penelitian mengenai dunia pariwisata bukanlah suatu hal yang baru, termasuk penelitian mengenai desa wisata. Penelitian dengan mengangkat desa wisata sebagai fokusnya, sering dilakukan dikalangan akademisi baik dalam bentuk penelitian kualitatif maupun kuantitatif. Penelitian yang akan dilakukan penulis merupakan penelitian yang berkaitan dengan desa wisata, akan tetapi fokus yang diambil adalah peran aktor yang berada di Desa Sumberharjo, yang terdiri dari pemerintah desa, masyarakat dan pengelola desa wisata. Dimana aktoraktor tersebut merupakan aktor yang berperan dalam pengembangan Desa Wisata Rumah Dome. Penelitian yang terkait dengan peran aktor dalam pengembangan desa wisata pernah dilakukan oleh Erlin Damayanti, Mochammad Saleh Soeaidy dan Heru Wibawanto yang berjudul Strategi Capacity Building Pemerintah Desa dalam Pengembangan Potensi Kampoeng Ekowisata Berbasis Masyarakat Lokal. Penelitian tersebut memiliki fokus yang sama dengan penelitian yang dilakukan 2
3 yaitu mengenai pengembangan desa wisata, akan tetapi penelitian sebelumnya hanya terfokus pada peran pemerintah desa sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti berkaitan dengan peran desa yang terdiri dari pemerintah desa, masyarakat maupun pengelola Dessa Wisata Rumah Dome. Penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan Desa Wisata Rumah Dome pernah dilakukan oleh Gebby Nalurita Sari dan Ficka Aprista Nuanti. Keduanya merupakan mahasiswi jurusan Usaha Perjalanan Wisata dan jurusan Sosiologi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Fokus penelitian yang dilakukan oleh Gebby Nalurita Sari adalah potensi dan pengembangan rumah dome sebagai tempat tujuan wisata dan fokus penelitian yang dilakukan oleh Ficka Aprista Nuanti adalah partisipasi masyarakat dalam pengembangan rumah dome sebagai daerah wisata. Dilihat dari fokus penelitian, penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya memiliki perbedaan meskipun memiliki lokasi yang sama yaitu di Desa Wisata Rumah Dome. Sejauh penelusuran yang telah dilakukan, peneliti belum menemukan penelitian yang memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan Relevansi dengan Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan merupakan ilmu yang memiliki 3 konsentrasi yang terdiri dari tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social and Responsibility (CSR), kebijakan sosial (social policy) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Dimana ketiga konsentrasi tersebut memiliki fokus kajian yang berbeda-beda. Ketiganya tidak dapat terlepas dari 3
4 persoalan yang ada di masyarakat, karena pada dasarnya ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Oleh karena itu, ketiga konsentrasi ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti peran dari pemerintah desa, masyarakat dan pengelola desa wisata dalam pengembangan desa wisata. Desa wisata merupakan bentuk implementasi dari pariwisata berbasis masyarakat atau community based tourism (CBT) yang menekankan pada pertisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan desa wisata. Melalui CBT masyarakat lokal dituntut untuk aktif dalam kegiatan kepariwisataan yang ada di desa wisata karena merekalah yang akan merasakan dampak positif dari adanya desa wisata. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan kapasitas masyarakat lokal agar mampu mengelola desa wisata dengan baik. Hal ini dapat dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah salah satu aspek yang penting dalam pengembangan desa wisata. Melalui pemberdayaan masyarakat, masyarakat akan lebih mandiri dalam mengelola segala potensi wisata yang mereka miliki. Tanpa adanya keterlibatan masyarakat, maka pengembangan desa wisata tidak akan berjalan dengan maksimal karena merekalah pemiik dari potensi wisata yang ada. Oleh karena itu, peran desa dalam pengembangan desa wisata juga tidak terlepas dari aspek pemberdayaan masyarakat. 4
5 1.2 Latar Belakang Yogyakarta selama ini dikenal memiliki berbagai potensi wisata yang unik dan menarik, baik potensi wisata alam maupun budayanya seperti; pantai, candi, kraton, dan lain sebagainya. Segala potensi yang dimiliki menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun asing untuk datang berkunjung. Yogyakarta juga mampu mengakomodir segala segmentasi pasar, baik dari kalangan menengah kebawah hingga kalangan menengah ke atas. Sleman sebagai salah satu kabupaten yang berada di Yogyakarta juga memiliki berbagai obyek dan daya tarik wisata yang menarik. Berbagai obyek dan daya tarik yang ditawarkan antara lain kawasan wisata alam agro, budaya, pertanian, kawasan Desa Budaya atau Desa Wisata dan lain sebagainya. Hal tersebut menunjukkan bahwa Sleman memiliki potensi wisata yang besar, dimana pariwisata merupakan salah satu sektor yang dapat menunjang dalam peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Pengembangan di sektor pariwisata selain potensial untuk meningkatkan PAD juga diharapkan mampu menjadi sektor andalan dalam meningkatkan pembangunan ekonomi, terutama bagi daerah yang memiliki potensi wisata tanpa memiliki kawasan industri yang besar seperti Kabupaten Sleman. Oleh karena itu, pengembangan sektor wisata di Kabupaten Sleman merupakan suatu hal yang cukup penting untuk dilaksanakan. Tujuan dari pengembangan pariwisata di Kabupaten Sleman tertuang dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan (RIPK) yang terdiri dari : 5
6 1. meningkatkan kuantitas maupun kualitas destinasi pariwisata agar mampu mendorong peningkatan kunjungan wisatawan sehingga dapat berdampak pada pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, peningkatan PAD dan pendapatan masyarakat, namun tetap menjaga pelestarian lingkungan dan nilai sosial budaya; 2. mewujudkan industri pariwisata yang mampu menggerakan perekonomian daerah melalui peningkatan investasi, mendorong terjadinya kerjasama antar pelaku usaha, memperluas kesempatan kerja dengan tetap mengacu pada pendekatan pembangunan berkelanjutan; 3. mensinergikan tata kelola lembaga kepariwisataan secara maksimal membangun industri, destinasi, dan pemasaran pariwisata secara profesional, efektif, dan efisien; 4. mengoptimalkan peran media asosiasi pariwisata untuk lebih cermat, efektif dan efisien dalam pemasaran untuk meningkatkan citra destinasi dan menarik kunjungan ke daerah. Dalam pengembangan pariwisata selain perlu diperhatikan tujuan dan dampak positifnya, dampak negatif dari pengembangan pariwisata juga tidak dapat diabaikan. Dampak negatif yang dapat terjadi antara lain berkurangnya kualitas lingkungan dan terkikisnya nilai sosial budaya setempat akibat masuknya budaya asing yang dibawa oleh wisatawan. Oleh karena itu, diperlukan alternatif pengembangan pariwisata yang mengandung unsur konservasi lingkungan dan budaya asli setempat. 6
7 Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat dianggap sebagai pengembangan pariwisata yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal tanpa mengurangi nilai-nilai sosial budaya dan mengandung unsur konservasi lingkungan. Pariwisata berbasis masyarakat ini juga biasa dikenal sebagai Community Based Tourism (CBT), dimana masyarakat lokal berperan penting dalam kegiatan pariwisata. Penerapan dari konsep CBT ini dapat diwujudkan melalui desa wisata. Desa wisata merupakan bentuk pengembangan wisata dengan memanfaatkan kekhasan yang dimiliki oleh desa sebagai daya tarik. Kabupaten Sleman memiliki 38 desa wisata yang tersebar di 17 kecamatan, dimana Desa Wisata Rumah Dome merupakan salah satu dari 38 desa wisata tersebut. 7
8 Tabel 1.1 Desa Wisata di Kabupaten Sleman No Nama Desa Wisata Lokasi 1 Desa Wisata Brayut Kecamatan Sleman 2 Desa Wisata Tanjung Kecamatan Ngaglik 3 Desa Wisata Sambi Kecamatan Pakem 4 Desa Wisata Grogol Kecamatan Mlati 5 Desa Wisata Mlangi Kecamatan Mlati 6 Desa Wisata Plempuh Kecamatan Prambanan 7 Desa Wisata Sorowulan Kecamatan Pakem 8 Desa Wisata Pajangan Kecamatan Sleman 9 Desa Wisata Petingsari Kecamatan Cangkringan 10 Desa Wisata Gondang Kecamatan Cangkringan 11 Desa Wisata Rumah Dome Kecamatan Prambanan 12 Desa Wisata Nawung Kecamatan Prambanan 13 Desa Wisata Garongan Kecamatan Turi 14 Desa Wisata Bokesan Kecamatan Ngemplak 15 Desa Wisata Gabungan Kecamatan Turi 16 Desa Wisata Trumpong Kecamatan Tempel 17 Desa Wisata Kelor Kecamatan Turi 18 Desa Wisata Ledoknongko Kecamatan Turi 19 Desa Wisata Kembangarum Kecamatan Turi 20 Desa Wisata Temon Kecamatan Sleman 21 Desa Wisata Ketingan Kecamatan Mlati 22 Desa Wisata Sendari Kecamatan Mlati 23 Desa Wisata Brajan Kecamatan Minggir 24 Desa Wisata Gamplong Kecamatan Moyudan 25 Desa Wisata Sangubangyu Kecamatan Moyudan 26 Desa Wisata Malangan Kecamatan Moyudan 27 Desa Wisata Sukunan Kecamatan Gamping 28 Desa Wisata Jethak II Kecamatan Godean 29 Desa Wisata Kaliurang Timur Kecamatan Pakem 30 Desa Wisata Turgo Kecamatan Pakem 31 Desa Wisata Tunggularum Kecamatan Turi 32 Desa Wisata Nganggring Kecamatan Turi 33 Desa Wisata Kadisobo II Kecamatan Sleman 34 Desa Wisata Polesari Kecamatan Turi 35 Desa Wisata Pancoh Kecamatan Turi 36 Desa Wisata Kinahrejo Kecamatan Cangkringan Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman
9 Secara administratif Desa Wisata Rumah Dome terletak di Dusun Sengir, Desa Sumberharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Desa Wisata Rumah Dome memiliki daya tarik utama berupa keunikan bentuk bangunan rumah yang menyerupai igloo, yaitu bentuk bangunan rumah suku Eskimo. Pada awalnya, rumah-rumah atau komplek tersebut dibangun sebagai rumah relokasi bagi sebagian masyarakat di Dusun Ngelepen yang kondisi rumahnya hancur akibat bencana gempa pada tahun 2006 silam. Adanya keunikan dari bentuk bangunan tersebut pada akhirnya menarik perhatian masyarakat luar untuk datang berkunjung. Semakin banyaknya wisatawan yang datang berkunjung, memunculkan inisiatif dari beberapa masyarakat untuk mengusulkan komplek rumah dome sebagai desa wisata. Pada tahun 2009, komplek rumah dome tersebut resmi menjadi Desa Wisata Rumah Dome. Rumah-rumah dome yang ada di desa wisata ini merupakan satu-satunya di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Oleh karena itu, desa wisata ini memiliki keunikan daya tarik yang cukup berbeda jika dibandingkan dengan desa wisata yang lain. Saat ini, jumlah pengunjung Desa Wisata Rumah Dome terus menunjukkan peningkatan. Peningkatan jumlah pengunjung tersebut dapat dilihat dari rekapitulasi data yang disajikan sebagai berikut : 9
10 Tabel 1.2 Rekapitulasi Jumlah Pengunjung Desa Wisata Rumah Dome No Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Sumber: Dokumen Desa Wisata Rumah Dome Dari data tersebut, menegaskan bahwa jumlah pengunjung dari tahun ke tahun selalu menunjukkan peningkatan. Peningkatan jumlah wisatawan pun terlihat cukup signifikan. Ketua pengelola desa wisata juga mengungkapkan bahwa Desa Wisata Rumah Dome menempati urutan ketiga sebagai desa wisata dengan jumlah kunjungan wisatawan tertinggi di Kabupaten Sleman pada tahun 2014 dan menjadi salah satu desa wisata favorit yang dikunjungi oleh wisatawan. Hal ini cukup menarik, dimana Desa Wisata Rumah Dome masih tergolong dalam kategori desa wisata berkembang namun jumlah kunjungan wisatawan di desa wisata ini telah mampu mengungguli kunjungan wisatawan di desa wisata lainnya yang sudah tergolong mandiri, seperti Desa Wisata Pulesari, Tanjung, Kembangarum dan lain sebagainya. Adanya pengembangan di Desa Wisata Rumah Dome merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan tersebut. 10
11 Pengembangan merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menarik jumlah kunjungan wisatawan agar keberadaan dari desa wisata dapat membawa manfaat bagi masyarakat yang bermukim di desa wisata tersebut. Oleh karena itu, pengembangan merupakan suatu hal yang penting untuk dilaksanakan agar dapat terus meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan sehingga mampu membawa manfaat bagi masing-masing aktor atau stakeholders yang terlibat. Dalam pengembangan suatu desa wisata, tentu tidak terlepas dari peran berbagai aktor seperti pemerintah, masyarakat dan swasta. Pentingnya peran antar aktor tersebut dalam pengembangan desa wisata karena masing-masing aktor memiliki kapasitas dan kapabilitas yang berbeda sesuai dengan posisinya. Demartoto (2009:20) menyatakan bahwa pariwisata berbasis masyarakat (community based tourism) dikembangkan berdasarkan prinsip keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan dan peran dari berbagai stakeholders pembangunan pariwisata seperti pemerintah, swasta dan masyarakat. Tanpa adanya peran atau keterlibatan dari aktor dalam pengembangan desa wisata, tentu pengembangan tersebut tidak akan mampu berjalan dan tidak akan mampu membawa hasil yang maksimal. Oleh karena itu, peran serta dari aktor merupakan suatu poin yang paling penting dalam pengembangan desa wisata, termasuk dalam pengembangan di Desa Wisata Rumah Dome. Maka, peneliti melakukan penelitian untuk melihat bagaimana peran dari masing-masing aktor yang berperan dalam pengembangan di desa wisata tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti lebih terfokus pada peran aktor yang terdiri dari pemerintah desa, masyarakat dan pengelola. Pengelola desa wisata 11
12 merupakan bagian dari masyarakat, akan tetapi memiliki kapasitas dan posisi yang berbeda bila dibandingkan dengan masyarakat. Berdasarkan Undang- Undang Desa No. 6 tahun 2014 menjelaskan tentang hak dan kewenangan desa dalam mengatur dan mengurus masyarakatnya berdasarkan hak asal-usul, adat istiadat dan nilai-nilai budaya masyarakatnya. Adanya undang-undang tersebut, desa dipandang sebagai sebuah entitas yang mampu memandirikan diri dengan mengelola aset atau potensi yang dimiliki sebagai sumber penghidupan (Nugroho dan Sutaryono, 2015: 202). Selain itu, dalam pasal 18 undang-undang ini menyebutkan pula bahwa desa memiliki hak dan kewenangan dalam melaksanakan pembangunan yang ada di desa. Hal ini memperjelas bahwa desa memiliki keleluasaan untuk melakukan pengembangan dan pembangunan desa, termasuk dalam pengembangan desa wisata. Disamping itu, adanya undangundang tersebut juga membuka peluang bagi masyarakat untuk ikut terlibat dalam pengembangan desa wisata. Hal tersebut menjadi alasan bagi peneliti untuk lebih memfokuskan pada peran aktor yang ada di desa, yang terdiri dari emerintah Desa Sumberharjo, masyarakat dan pengelola desa wisata karena mereka merupakan bagian dari sebuah desa yang memiliki hak dan kewenangan dalam pengembangan Desa Wisata Rumah Dome. Tidak hanya itu, aktor-aktor tersebut juga memiliki peran dan fungsinya masing-masing yang dapat saling melengkapi dalam pengembangan desa wisata yang dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji bagaimana keterlibatan atau peran dari masing-masing aktor tersebut sehingga mampu membawa desa wisata ini menjadi salah satu desa wisata yang 12
13 terus mengalami peningkatan jumlah kunjungan wisatawan tiap tahunnya. Diharapkan melalui penelitian ini nantinya akan diketahui apakah masing-masing aktor tersebut telah mampu berperan strategis dalam pengembangan desa wisata, atau hanya aktor tertentu saja yang berperan dalam pengembangan yang ada di desa wisata tersebut. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut: Bagaimana peran dari masing-masing aktor (pemerintah desa, masyarakat dan pengelola) dalam pengembangan Desa Wisata Rumah Dome? 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dijelaskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui peran dari pemerintah desa, masyarakat dan pengelola desa wisata dalam pengembangan Desa Wisata Rumah Dome Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis, penelitian ini sebagai bentuk penerapan atas ilmu yang diperoleh selama belajar di jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan. 13
14 2. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi referensi atau rujukan yang bisa digunakan untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan peran desa dalam pengembangan desa wisata. 3. Bagi stakeholders, penelitian ini dapat digunakan sebagai sebuah refleksi bagaimana mereka berperan dalam pengembangan desa wisata, sehingga kedepannya mereka dapat melaksanakan perannya dengan lebih baik dalam pengembangan Desa Wisata Rumah Dome. 1.5 Tinjauan Pustaka Desa Wisata sebagai Bentuk Penerapan Konsep Community Based Tourism Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pariwisata merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam Community based tourism (CBT), karena masyarakat adalah pengelola sekaligus pemilik dari potensi wisata yang ada dalam pariwisata ini. Partisipasi masyarakat juga merupakan bagian penting dalam proses pemberdayaan, maka penerapan CBT sangat erat kaitannya dengan pemberdayaan. Hadiwijoyo (2012: 71) mendefinisikan Community Based Tourism (CBT) sebagai pariwisata yang menyadari akan potensi budaya, dan alam dimana bentuk dari pariwisata ini dikelola dan dimiliki oleh masyarakat lokal yang bertujuan membantu wisatawan untuk belajar tentang kehidupan masyarakat lokal. Definisi yang diberikan oleh Hadiwijoyo ini memberikan pemahaman bahwa CBT merupakan bentuk pariwisata yang melibatkan masyarakat lokal dalam 14
15 pengelolaannya dengan tujuan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat lokal sekaligus mengenalkan kehidupan masyarakat lokal kepada wisatawan yang datang berkunjung. Nurhidayati (2008) dalam Hadiwijoyo (2012: 83) mendefinisikan CBT antara lain; pertama, bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk terlibat dalam pengelolaan pariwisata. Kedua, memberikan keuntungan kepada masyarakat lokal yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan usaha pariwisata. Ketiga, menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi dengan distribusi keuntungan kepada komunitas yang kurang beruntung di pedesaan. Iwan Nugroho (2011: 4) menambahkan bahwa, ada tiga kegiatan pariwisata yang dapat mendukung konsep CBT yakni penjelajahan (adventure travel), wisata budaya (cultural travel) dan ekowisata (ecotourism). Ketiga kegiatan tersebut menekankan pada nilai pelestarian lingkungan dan budaya asli masyarakat setempat. Maka, adanya CBT selain mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga mampu untuk mendorong terciptanya pelestarian lingkungan dan budaya. Dari uraian-uraian yang telah disampaikan, dapat ditarik pemahaman bahwa CBT mengandung tiga hal pokok. Pertama, CBT tidak dapat dilepaskan dari peran serta masyarakat lokal, adanya pelibatan dari masyarakat lokal merupakan salah satu bentuk implementasi dari pemberdayaan masyarakat (empowerment). Kedua, mampu membawa dampak positif kepada masyarakat 15
16 lokal salah satunya dalam peningkatan kesejahteraan. Ketiga, menekankan pentingnya pelestarian lingkungan dan budaya asli dalam pelaksanaannya. CBT menaruh perhatian besar pada pelestarian budaya dan lingkungan sekaligus pemberdayaan masyarakat lokal. Pemberdayaan masyarakat lokal merupakan hal yang penting karena merekalah yang menjadi aktor utama dalam pengelolaan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. Masyarakat lokal juga merupakan bagian dari pariwisata itu sendiri, sehingga keberadaan masyarakat dalam CBT tidak dapat diabaikan. Senada dengan hal tersebut, Bank Dunia dalam Iwan Nugroho (2011:5) menyatakan bahwa pelibatan masyarakat lokal dalam CBT terkait proses pembuatan keputusan seperti pendapatan, kesempatan kerja, serta pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat. Hal tersebut menunjukkan segala keputusan yang terkait dengan pengelolaan seluruhnya diserahkan kepada masyarakat lokal. Desa wisata merupakan bentuk penerapan dari konsep community based tourism karena desa wisata memanfaatkan kekhasan dan keunikan yang dimiliki baik dari potensi alam maupun budayanya sebagai daya tarik wisata, dimana masyarakat lokal ikut dilibatkan dalam proses pengelolaannya. Menurut Pariwisata Inti Rakyat dalam Hadiwijoyo (2012:68) yang dimaksud dengan desa wisata adalah suatu kawasan pedesaan yang menawarkan suasana asli pedesaan baik dari kehidupan sosial budaya, maupun kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkanya berbagai komponen kepariwisataan, seperti atraksi, akomodasi, makanan khas, dan kebutuhan wisata lainnya. Pelestarian budaya asli dan lingkungan merupakan daya tarik yang 16
17 ditonjolkan dalam desa wisata. Desa wisata juga termasuk dalam wisata minat khusus karena hanya wisatawan yang memiliki minat tertentu saja yang menjadi pengunjung desa wisata. Definisi lainnya dikemukakan oleh Inskeep (1991) dalam Hadiwijoyo (2012: 68) yang mendefinisikan desa wisata sebagai berikut: Village Tourism, where small groups of tourist stay in or near traditional, often remote village and learn about village life and teh local enviroment. (Desa wisata, merupakan bentuk pariwisata dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal di dalam atau di dekat suasana tradisional, sering di desa-desa terpencil dan sekaligus mempelajari kehidupan desa maupun lingkungan setempat) Sesuai definisi yang dikemukakan oleh Inskeep tersebut, dapat dipahami bahwa dalam desa wisata terdapat kegiatan-kegiatan pariwisata yang mengajak wisatawan untuk lebih dekat dengan masyarakat lokal dan lingkungan yang berada di desa wisata tersebut. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat diperoleh pemahaman bahwa perlunya sesuatu yang menarik dan unik yang menjadi ciri khas dari sebuah desa agar dapat menjadi desa wisata. Hadiwijoyo (2012: 69) menyebutkan beberapa persyaratan dalam penetapan suatu desa untuk dijadikan desa wisata, antara lain sebagai berikut : a. Aksesbilitasnya baik, sehingga mudah dikunjungi wisatawan dengan menggunakan berbagai jenis alat transportasi. b. Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni budaya, legenda, makanan lokal, dan sebagainya untuk dikembangkan sebagai obyek wisata. 17
18 c. Masyarakat dan aparat desanya menerima dan memberikan dukungan yang tinggi terhadap desa wisata serta para wisatawan yang datang ke desanya. d. Keamanan di desa tersebut terjamin. e. Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja yang memadai. f. Beriklim sejuk atau dingin. g. Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah dikenal luas oleh masyarakat. Sesuai uraian tersebut dapat dipahami bahwa suatu desa wisata selain membutuhkan peran serta dari masyarakat lokal, hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah adanya daya tarik wisata dan fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat memudahkan wisatawan yang datang berkunjung. Berkaitan dengan hal tersebut, lebih lanjut Nuryanti dalam Demartoto (2009: 125) mengemukakan pula bahwa ada dua konsep penting dalam komponen desa wisata, yaitu : a. Akomodasi, yakni sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk, dan b. Atraksi, yakni seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif dalam kegiatan, seperti kursus tari, bahasa, pelatihan kerajinan dan hal-hal lain yang bersifat spesifik. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dipahami bahwa segala keunikan yang ada dalam kehidupan masyarakat lokal merupakan daya tarik yang dijual 18
19 kepada wisatawan. Oleh karena itu, peran serta atau keterlibatan masyarakat sangat penting dalam kegiatan pariwisata tersebut. Adanya keterlibatan dari masyarakat, mengkibatkan interaksi antara masyarakat lokal dengan wisatawan menjadi hal yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindarkan. Menurut Greenwood (1977) dalam Pitana (2005: 83) menyebutkan bahwa... hubungan antara wisatawan dengan masyarakat lokal menyebabkan terjadinya proses komoditisasi dan komersialisasi dari keramahtamahan masyarakat lokal. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa interaksi antara wisatawan dengan masyarakat lokal dalam kegiatan pariwisata di desa wisata dapat mendorong pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat lokal, dimana hal tersebut merupakan unsur penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pengembangan Desa Wisata Berwisata merupakan salah satu kegiatan yang saat ini banyak dilakukan oleh masyarakat, bahkan bagi sebagian orang kegiatan ini sudah menjadi prioritas. Melihat hal tersebut, maka sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan. Melalui pengembangan pariwisata akan membawa manfaat tersendiri antara lain dapat memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), meningkatan devisa negara, dapat mendorong terciptanya lapangan pekerjaan baru serta dapat mendorong pelestarian dan pengembangan keanekaragaman budaya bangsa. Munasef (1995: 1) dalam Hadiwijoyo (2012: 57), menyatakan bahwa pengembangan pariwisata merupakan segala kegiatan dan usaha yang dilakukan 19
20 untuk menarik wisatawan, dimana dalam kegiatan dan usaha tersebut dilakukan pula usaha untuk menyediakan fasilitas pendukung pariwisata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan yang berkunjung. Definisi tersebut memberikan pemahaman bahwa pengembangan pariwisata memiliki tujuan agar dapat menarik wisatawan untuk datang berkunjung dengan memberikan pelayanan yang baik. Yoeti (1997: 33) menyatakan bahwa pengembangan pariwisata merupakan suatu hal yang perlu dilakukan karena berbagai alasan. Pertama, berkaitan dengan keuntungan dan manfaat bagi masyarakat lokal. Kedua, pengembangan pariwisata ditujukan untuk menjaga keaslian budaya atau lingkungan yang menjadi daya tarik wisatawan untuk datang berkunjung. Ketiga, kegiatan pariwisata pada dasarnya menjadi suatu sarana bagi masyarakat lokal dan wisatawan untuk bertukar pikiran, sehingga melalui kegiatan pariwisata masyarakat lokal dan wisatawan dapat berbagi ilmu dan pengalaman. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata perlu dilakukan agar kegiatan pariwisata dapat terus menjadi sarana interaksi antara masyarakat lokal dan wisatawan. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1969 dalam Yoeti (1997: 35) menambahkan bahwa tujuan dalam pengembangan pariwisata antara lain adalah : a. Meningkatkan pendapatan devisa pada khususnya dan pendapatan negara dan masyarakat pada umumnya, memperluas kesempatan dan lapangan kerja dan mendorong kegiatan-kegiatan industri-industri penunjang dan industri-industri sampingan lainnya 20
21 b. Memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia c. Meningkatkan persaudaraan/persahabatan nasional dan internasional. Berdasarkan uraian di atas, maka didapatkan suatu pemahaman bahwa pengembangan pariwisata tidak hanya berorientasi pada aspek ekonomi saja, melainkan pelestarian budaya asli dan lingkungan, sarana untuk berinteraksi dengan pihak lain, serta suatu sarana untuk memperkaya pengetahuan. Salah satu pengembangan pariwisata yang dibahas dalam penelitian ini adalah pengembangan desa wisata. Tujuan dari pengembangan desa wisata pun tidak jauh berbeda dengan pengembangan pariwisata pada umumnya, akan tetapi lebih diarahkan untuk memberikan keuntungan kepada masyarakat baik secara ekonomi, sosial maupun budaya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka (Demartoto: 2009: 24). Pengembangan desa wisata bertujuan pula untuk melestarikan budaya asli dan menggali potensi lokal yang ada di masyarakat. Desa wisata sebagai bentuk pariwisata berbasis masyarakat tentu perlu melibatkan masyarakat lokal sebagai aktor penting dalam kegiatan pariwisata, karena merekalah yang memiliki, mengelola dan mendapatkan manfaat dari adanya desa wisata. Oleh karena itu, D amore dalam Hadiwijoyo (2012: 73) memberikan pedoman (guidelines model) dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat, antara lain adalah : a. Mengidentifikasi prioritas pembangunan yang dilakukan penduduk lokal (resident) b. Mempromosikan dan mendorong penduduk lokal 21
22 c. Pelibatan penduduk lokal dalam industri kecil di desa wisata d. Investasi modal lokal atau wirausaha sangat dibutuhkan e. Partisipasi penduduk dalam kegiatan pariwisata f. Produk wisata untuk menggambarkan identitas lokal g. Mengatasi masalah-masalah yang muncul sebelum pengembangan yang lebih jauh. Dalam pengembangan desa wisata perlu diperhatikan bahwa pengembangan tersebut memihak kepada masyarakat, sehingga dapat membawa manfaat bagi mereka sebagai pemilik dari segala daya tarik yang ada. Selain itu, dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan (RIPK) Kabupaten Sleman disebutkan pula tentang pengembangan desa wisata yang dapat dilakukan dengan cara: a. Mengembangkan atraksi lokal, unik dan indah baik alam, budaya, kerajinan dan kuliner sebagai daya tarik di setiap desa wisata agar mampu memiliki ciri khas yang berkarakter unggul; b. Mengembangkan sarana penunjang atraksi di desa wisata guna memberikan peningkatan pelayanan bagi wisatawan; dan c. Melaksanakan peningkatan kapasitas pengelola desa wisata agar dapat memberikan pelayanan prima bagi konsumen untuk memperpanjang lama tinggal wisatawan. Berdasarkan hal tersebut, maka pengembangan desa wisata dapat disimpulkan dalam beberapa poin penting. Pertama, bahwa dalam pengembangan desa wisata perlu dilakukan pengembangan dan pelestarian atraksi lokal sebagai 22
23 daya tarik yang menggambarkan identitas dari desa wisata tersebut. Kedua, perlu adanya pengembangan terhadap fasilitas atau infrastruktur yang dapat menunjang kebutuhan wisatawan dan kegiatan pariwisata yang ada di sana. Ketiga, perlunya dorongan kepada masyarakat lokal untuk terus terlibat aktif dalam setiap kegiatan pariwisata yang ada di desa wisata tersebut, yang dapat dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat Peran Aktor dalam Pengembangan Desa Wisata Peran menurut Soerjono Soekanto (1977: 146) merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan atau status, yang mana apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan atau status yang dimilikinya maka ia telah menjalankan suatu peran. Selanjutnya Horton dan Hunt (1996: 118) mengemukakan bahwa peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik pemahaman bahwa peran merupakan suatu perilaku atau tindakan yang diharapkan dari seseorang, dimana hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari status atau kedudukannya di dalam masyarakat. Soekanto (1977: 146) menyatakan pula bahwa peran menunjukan sebuah fungsi, proses dan penyesuaian diri terhadap suatu kedudukan atau status, sehingga seseorang yang memiliki kedudukan atau status sesungguhnya telah menjalankan suatu peran. Levinson dalam Soekanto (1977: 147) menambahkan bahwa suatu peran mencakup paling sedikit tiga hal, yaitu: 23
24 1. Peran adalah meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. 2. Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3. Peran juga dapat dikatakan sebagai perikelakuan individu yang penting bagi struktur sosial. Sebagaimana uraian tersebut, dapat dipahami bahwa peran menunjukan suatu fungsi dari posisi seorang individu di dalam masyarakat dimana fungsi tersebut penting bagi struktur sosial. Begitu pula dalam pengembangan desa wisata, dimana dalam pengembangan suatu desa wisata memerlukan peran dari masing-masing stakeholders atau aktor yang terkait. Dalam pengembangan desa wisata diperlukan peran dari berbagai aktor seperti pemerintah, masyarakat dan swasta. Setiap aktor memiliki peran yang penting dalam pengembangan desa wisata sesuai dengan status atau posisi mereka. Demartoto (2009:20) menyatakan bahwa pariwisata berbasis masyarakat (community based tourism) dikembangkan berdasarkan prinsip keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan berbagai stakeholders pembangunan pariwisata termasuk pemerintah, swasta dan masyarakat, oleh karena itu perlu diwujudkan suatu sinergi diantara ketiga aktor tersebut. Berikut ini akan disampaikan bagan pola pengembangan pariwisata berbasis masyarakat menurut Demartoto : 24
25 Bagan 1.1 Pola Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat Sebagai perencana Dari masyarakat Sebagai investor Masyarakat Sebagai pelaksana Pemerintah Dan Swasta Oleh masyarakat Sebagai pengelola Sebagai pemantau dan evaluator Untuk masyarakat Sumber: Demartoto (2009: 22) Bagan di atas menunjukkan bahwa masyarakat lokal menjadi aktor utama dalam pengembangan desa wisata karena nantinya manfaat yang didapat pun juga akan dirasakan oleh masyarakat, namun diperlukan pula peran dari pihak pemerintah dan swasta untuk mendukung pengembangan tersebut. Demartoto (2009: 20) menyatakan bahwa peran masyarakat lokal adalah sebagai subyek utama disetiap lini pengembangan desa wisata yaitu mulai dari perencana, investor, pelaksana, pengelola, pemantau serta evaluator. Disamping itu, masyarakat juga memiliki peran untuk melestarikan sumber daya alam dan budaya tradisional yang menjadi daya tarik wisata, sedangkan pemerintah berperan sebagai fasilitator. Kemudian pihak swasta dapat berperan sebagai investor yang dapat mendorong pembangunan fisik yang ada. 25
26 Dalam pengembangan Desa Wisata Rumah Dome, prosesnya tidak hanya dilakukan oleh satu pihak saja, melainkan ada beberapa pihak yang turut terlibat dalam pengembangan tersebut. Dalam penelitian ini, pihak-pihak yang terlibat ialah pemerintah Desa Sumberharjo, masyarakat dan pengelola desa wisata. Pihak-pihak tersebut berada dalam suatu sistem pengembangan desa wisata, dimana mereka dapat dilihat sebagai subsistem yang saling memengaruhi satu sama lain. Masing-masing subsistem tersebut memiliki fungsi yang berbeda, oleh karena itu apabila salah satu subsistem tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya maka akan mempengaruhi subsistem yang lain dalam pengembangan desa wisata tersebut. Dalam hal ini, Parsons memiliki pandangan bahwa suatu sistem memiliki tatanan dan bagian-bagian yang saling tergantung. Sistem juga cenderung menuju ke arah keseimbangan, dimana alokasi dan integrasi merupakan dua hal yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan tersebut (Parson dalam Ritzer, 2012: ). Oleh karena itu, pengembangan desa wisata dapat dilihat sebagai suatu sistem dimana pemerintah Desa Sumberharjo, masyarakat dan pengelola desa wisata sebagai subsistem saling bergantung dan mempengaruhi satu sama lain. Dimana dengan adanya integrasi dari subsistem tersebut dapat dicapai suatu keseimbangan dalam pengembangan Desa Wisata Rumah Dome. Senada dengan hal di atas, Usman (2004: 64) menambahkan bahwa teori fungsionalisme struktural menekankan pada empat hal, yaitu : (1) masyarakat tidak dapat hidup kecuali anggota-anggotanya membagi persamaan persepsi, sikap dan nilai, (2) setiap bagian mempunyai kontribusi pada keseluruhan, (3) 26
27 masing-masing bagian terintegrasi satu sama lain dan saling memberi dukungan, dan (4) masing-masing bagian memberikan kekuatan sehingga keseluruhan masyarakat menjadi stabil. Oleh karena itu, dengan menggunakan teori fungsionalisme struktural milik Parson, akan diketahui bagaimana pemerintah desa, masyarakat dan pengelola sebagai suatu subsistem bekerja dalam pengembangan desa wisata tersebut. Parsons dalam Johnson (1986: 130) menyatakan dalam suatu sistem sosial terdapat empat fungsi penting yang terdiri adaptation, goal attainment, integration dan latent pattern maintenance (latency), atau yang biasa dikenal dengan skema AGIL. Dalam menganalisis bagaimana masing-masing subsistem menjalankan perannya dalam pengembangan Desa Wisata Rumah Dome dapat menggunakan skema AGIL yang dijelaskan sebagai berikut : Bagan 1.2 Skema AGIL Latency Integration Adaptation Goal Attaiment Sumber: Johsons (1986) Adaptation : menunjuk pada keharusan sistem sosial untuk menanggulangi suatu situasi eksternal. Sistem juga harus mampu beradaptasi dengan lingkunganya tersebut. 27
28 Goal attainment : suatu sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuannya. Tujuan yang dimaksud di sini bukanlah tujuan pribadi individu, melainkan tujuan bersama dalam suatu sistem sosial. Integration : sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagianbagiannya agar sistem sosial tersebut dapat berfungsi secara efektif. Sistem juga harus mampu mengatur hubungan satu fungsi dengan fungsi yang lainnya (A,G,L). Latent pattern maintenance : suatu sistem sosial harus dapat melengkapi, memelihara dan memperbaiki motivasi antar bagian-bagiannya agar terjadi keberlanjutan dalam sistem tersebut. Oleh karena itu, agar pengembangan Desa Wisata Rumah Dome dapat berjalan dengan maksimal, maka keempat fungsi yang telah dijelaskan tersebut harus dapat dilaksanakan agar terjadi keseimbangan diantara keempatnya. Apabila salah satu atau beberapa dari fungsi tersebut tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, maka hal tersebut akan membawa kendala tersendiri. Sebagaimana hal tersebut, apabila pemerintah Desa Sumberharjo, masyarakat dan pengelola desa wisata tidak mampu menjalankan fungsi atau peran yang dimiliki dengan baik, maka akan beresiko membawa kendala tersendiri dalam pengembangan Desa Wisata Rumah Dome. 28
BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor industri terbesar yang menghasilkan devisa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor industri terbesar yang menghasilkan devisa bagi negara dari sektor non-migas. Dalam membangun kawasan wisata yang dapat menjadi daya tarik
Lebih terperinciMandiri.PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka. kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program
PNPM Mandiri Pariwisata itu sendiri merupakan bagian dari PNPM Mandiri.PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan
Lebih terperinciPEMETAAN LOKASI POTENSI DESA WISATA DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2015
Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan Volume 4 No. 2, Mei 2015 Halaman 124-129 PEMETAAN LOKASI POTENSI DESA WISATA DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2015 Akhmad Fauzy 1 dan Anggara Setyabawana Putra 2 1,2Prodi Statistika,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. buatan dan peninggalan sejarah. Wilayah Kabupaten Sleman terdapat banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah yang kaya akan objek wisata baik wisata alamnya yang sangat menarik, wisata budaya, wisata buatan dan peninggalan sejarah.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Konsep Pariwisata Menurut Suyitno (2001) dalam Tamang (2012) mendefinisikan pariwisata sebagai berikut : a. Bersifat sementara, bahwa dalam jangka waktu pendek pelaku wisata akan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS
BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya dilakukan oleh (Adikampana dkk, 2014) yang berjudul Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Semenjak Reformasi terdapat beberapa perubahan kebijakan dalam paradigma pembangunan nasional, diantaranya adalah paradigma pembangunan yang bersifat terpusat (sentralistik)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sleman tahun membagi sumber daya pariwisata menjadi empat
BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Sleman merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 ha, sekitar 8% dari luas Provinsi DIY. Rencana
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SINTANG
1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima
Lebih terperinciLaporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun Anggaran 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum Sesuai amanat Pasal 70 ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 bahwa Kepala Daerah wajib menyampaikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Menteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditengarai terdapat pergeseran orientasi, dari mass tourism menuju ke alternative
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam konteks perkembangan industri kepariwisataan dewasa ini ditengarai terdapat pergeseran orientasi, dari mass tourism menuju ke alternative tourism. Terjadinya
Lebih terperinciJOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata
JOKO PRAYITNO Kementerian Pariwisata " Tren Internasional menunjukkan bahwa desa wisata menjadi konsep yang semakin luas dan bahwa kebutuhan dan harapan dari permintaan domestik dan internasional menjadi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata kini berkembang menjadi salah satu kebutuhan manusia. Tiap-tiap individu memerlukan rekreasi untuk melepas penat atau sekedar mencari kegiatan yang berbeda
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan. Youdastyo / Kompleks Wisata Perikanan Kalitirto I- 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Wisata ataupun rekreasi dinilai sangatlah penting bagi kebanyakan individu karena dengan berekreasi atau mengunjungi tempat wisata kita dapat mengobati
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa kondisi wilayah Kabupaten
Lebih terperinciBAHAN KULIAH MANAJEMEN PARIWISATA SEMESTER GAZAL 2012/2013. By deni darmawan
BAHAN KULIAH MANAJEMEN PARIWISATA SEMESTER GAZAL 2012/2013 By deni darmawan www.dendar.co.nr PENDAHULUAN PARIWISATA BUKANLAH SEKEDAR TIADA SATU NEGARA ATAU REKREASI, LIBURAN, ATAU DAERAH YANG MISKIN AKTIVITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kepariwisataan pada umumnya diarahkan sebagai sektor potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciTabel 7.3 CAPAIAN KINERJA PROGRAM INDIKATOR
Tabel 7.3 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Misi 3 RPJMD Kabupaten Sleman Tahun 2016-2021 Misi 3 : Meningkakan penguatan sistem ekonomi kerakyatan, aksesibilitas dan kemampuan ekonomi rakyat, penanggulangan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, hal ini terjadi karena pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata terjadi karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum di ketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana,
Lebih terperinciPOTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP
POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan
Lebih terperinciPERSEPSI WISATAWAN MANCANEGARA TERHADAP ATRAKSI PARIWISATA AIR DI KAWASAN GILI TRAWANGAN TUGAS AKHIR
PERSEPSI WISATAWAN MANCANEGARA TERHADAP ATRAKSI PARIWISATA AIR DI KAWASAN GILI TRAWANGAN TUGAS AKHIR Oleh : ISNURANI ANASTAZIAH L2D 001 437 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjangkau kalangan bawah. Masyarakat di sekitar obyek-obyek wisata
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata sebagai penggerak sektor ekonomi dapat menjadi solusi bagi pemerintah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi. Sektor pariwisata tidak hanya menyentuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pariwisata semakin mengokohkan dirinya menjadi salah satu peraup devisa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan dan investasi memang senantiasa menjadi dua sektor pendulang pendapatan negara, namun signifikasi pariwisata sangat perlu diperhatikan dengan seksama. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta. Desa ini terletak 17 km di sebelah. yang lain yang dapat dikembangkan, yaitu potensi ekowisata.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Desa Wukirsari adalah salah satu desa di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Desa ini terletak 17 km di sebelah selatan pusat kota Kota Yogyakarta dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang turut mengembangkan perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki kekayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Bab I, pasal 1, UU No.9 Tahun 1990 menyatakan bahwa usaha
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Bab I, pasal 1, UU No.9 Tahun 1990 menyatakan bahwa usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan dan
Lebih terperinciPARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D
PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR Oleh : GRETIANO WASIAN L2D 004 314 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya tarik wisatanya. Hal tersebut menjadi alternatif baru
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata pedesaan menjadi dorongan baru agar semua daerah dapat mengembangkan daya tarik wisatanya. Hal tersebut menjadi alternatif baru sekaligus menambah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata internasional yang sangat terkenal di dunia. Sektor kepariwisataan telah menjadi motor penggerak perekonomian dan pembangunan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan akhir dari studi yang dilakukan dan beberapa saran dan rekomendasi terhadap studi lanjutan pengembangan pariwisata daerah studi. Kesimpulan berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara konseptual, desa wisata diartikan sebagai. suatu bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara konseptual, desa wisata diartikan sebagai. suatu bentuk integrasiantara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut. a. Strategi penguatan kelembagaan dalam
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malioboro adalah jantung Kota Yogyakarta yang tak pernah sepi dari pengunjung. Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak
Lebih terperinciBUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN
BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2014-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 17
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 17 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. mengandalkan sektor pariwisata untuk membantu pertumbuhan ekonomi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Indonesia termasuk salah satu negara berkembang yang mengandalkan sektor pariwisata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah tersebut
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG
1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN PENUNJANG PARIWISATA BERBASIS EKONOMI KREATIF DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Pengembangan potensi pariwisata telah terbukti
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI
LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2013 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2013 2028 Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta penggerak ekonomi masyarakat. Pada tahun 2010, pariwisata internasional tumbuh sebesar 7% dari 119
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG
BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah suatu kegiatan sebagai industri pelayanan dan jasa yang akan menjadi andalan Indonesia sebagai pemasukan keuangan bagi negara. Kekayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya hayati tropis yang tidak hanya sangat beragam tetapi juga unik. Keragaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam terutama sumber daya hayati tropis yang tidak hanya sangat beragam tetapi juga unik. Keragaman dan keunikannya
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan devisa melalui upaya pengembangan dan pengelolaan dari berbagai
Lebih terperinciPENGEMBANGAN DESA WISATA BUDAYA PRAJEKAN KIDUL KECAMATAN PRAJEKAN KABUPATEN BONDOWOSO SEBAGAI DAYA TARIK WISATA UNGGULAN DI KABUPATEN BONDOWOSO
PENGEMBANGAN DESA WISATA BUDAYA PRAJEKAN KIDUL KECAMATAN PRAJEKAN KABUPATEN BONDOWOSO SEBAGAI DAYA TARIK WISATA UNGGULAN DI KABUPATEN BONDOWOSO Development of tourism village of south Prajekan as the main
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya tarik wisata tersebut berada mendapat pemasukan dan pendapatan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan suatu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khususnya pemerintah daerah dimana daya tarik wisata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam pembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan sebagai
Lebih terperinciI-1 BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memilki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk didalamnya di sektor pariwisata. Untuk lebih memantapkan pertumbuhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pariwisata dunia dapat dilihat dari perkembangan kedatangan wisatawan yang terjadi pada antarbenua di dunia. Benua Asia mempunyai kunjungan wisatawan yang
Lebih terperinciLAMPIRAN. Pertanyaan wawancara untuk Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul. kelebihannya bila dibandingkan dengan pariwisata di daerah lain?
LAMPIRAN Pertanyaan wawancara untuk Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul. 1. Bagaimana potensi pariwisata di Kabupaten Gunungkidul dan apa kelebihannya bila dibandingkan dengan pariwisata di daerah lain?
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata
BAB V PEMBAHASAN Pada bab sebelumnya telah dilakukan analisis yang menghasilkan nilai serta tingkat kesiapan masing-masing komponen wisata kreatif di JKP. Pada bab ini akan membahas lebih lanjut mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat membutuhkan devisa untuk membiayai pembangunan Nasional. Amanat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pengembangan pariwisata sebagai industri, adalah untuk meningkatkan perolehan devisa. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, sangat membutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. andalan bagi perekonomian Indonesia dan merupakan sektor paling strategis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditengah krisis ekonomi dunia, pariwisata masih menjadi sektor andalan bagi perekonomian Indonesia dan merupakan sektor paling strategis yang mampu mendatangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. unggulan di Indonesia yang akan dipromosikan secara besar-besaran di tahun 2016.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata mempersiapkan 10 destinasi wisata unggulan yang akan menjadi prioritas kunjungan wisatawan di tahun 2016, dan Flores
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah
BAB I PENDAHULUAN 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sektor pariwisatanya telah berkembang. Pengembangan sektor pariwisata di Indonesia sangat berperan dalam
Lebih terperinci2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telaah Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh Tran dan Walter (2014) dalam jurnal Annals of Tourism Research berjudul Ecotourism, Gender and Development in Northern
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ekonomi lokal wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah tidak dapat dilepaskan dari upaya mengembangkan ekonomi lokal wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dapat diartikan sebagai serangkaian upaya untuk
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan
BAB V KESIMPULAN Mencermati perkembangan global dengan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan arus perjalanan manusia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata di Indonesia saat ini telah memberikan sumbangan dalam meningkatkan devisa maupun lapangan kerja. Sektor pariwisata juga membawa dampak sosial,
Lebih terperinciBAB II PERENCANAAN KINERJA
BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1.Perencanaan Kinerja Kota Padang menempati posisi strategis terutama di bidang kepariwisataan. Kekayaaan akan sumber daya alam dan sumber daya lainnya telah memberikan daya
Lebih terperinciPERENCANAAN PARIWISATA PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT Sebuah Pendekatan Konsep
PERENCANAAN PARIWISATA PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT Sebuah Pendekatan Konsep Penulis: Suryo Sakti Hadiwijoyo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. minat khusus, wisata desa dan wisata lain yang tersebar di kota kota di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keindahan alam yang dimiliki Indonesia mendukung perkembangan sektor pariwisata. Pariwisata dinilai sebagai sektor yang paling siap untuk bangkit ketika negara sedang
Lebih terperinciConventional vs Sustainable Tourisms WISATA KONVENSIONAL 1. Satu tujuan: Keuntungan 2. Tak terencana 3. Berorientasi pada wisatawan 4. Kontrol oleh pi
STRATEGI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN WISATA PANTAI DAN LAUT (Ekowisata Berbasis Masyarakat) Ani Rahmawati, S.Pi, M.Si Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Conventional vs Sustainable Tourisms
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sehari-hari membutuhkan refreshing dengan salah satu jalannya adalah dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata menjadi suatu kebutuhan yang mendominasi kehidupan manusia sekarang ini di era globalisasi. Seseorang yang sibuk akan rutinitas sehari-hari membutuhkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di wilayah tropis dan terletak di garis khatulistiwa. Oleh karena itu, Indonesia memiliki potensi pertanian yang sangat
Lebih terperinciI-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata diposisikan sebagai sektor yang strategis dalam pembangunan nasional sekaligus menjadi salah satu sumber devisa. Sektor ini perlu dikembangkan karena
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH TAHUN 2013-2023 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma pembangunan di banyak negara kini lebih berorientasi kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya adalah perkembangan industri pariwisata
Lebih terperinciSTUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D
STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan menarik bagi sebagian orang adalah mencoba berbagai makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di provinsi ini adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan budaya tradisional, keindahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan budaya tradisional, keindahan bentang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEM ERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan yang dapat menjadi suatu aset dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain sektor pertanian,
Lebih terperinciKONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK
KONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK 1. Latar Belakang Tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap beberapa isu dan kecenderungan global seperti: Pelestarian alam dan lingkungan Perlindungan terhadap hak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu pulau yang terletak di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia serta dua samudera,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan yang melimpah dengan jumlah total pulau mencapai 17.508 pulau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupkan salah satu sektor penting dalam pembangunan nasional. Peranan pariwisata di Indonesia sangat dirasakan manfaatnya, karena pembangunan dalam sektor
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERJALANAN WISATA PENGENALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wadah yang disebut masyarakat. Seperti yang kita ketahui pada zaman yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau secara sosiologis, kehidupan sosial berlangsung dalam suatu wadah yang disebut masyarakat. Seperti yang kita ketahui pada zaman yang modern ini masyarakat
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dilapangan serta analisis yang dilaksanakan pada bab terdahulu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan konsep
Lebih terperinci