BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Resiliensi Definisi resiliensi Definisi resiliensi masih menjadi perdebatan oleh para ahli. Banyak ahli yang memandang definisi resiliensi sebagai suatu proses, atau sebagai sifat individu, atau sebagai dinamika proses perkembangan, atau suatu hasil atau kumpulan dari semua yang telah dikemukakan (Reich, Zautra, & Hall, 2010). Secara umum resiliensi merupakan suatu proses yang dinamis dalam beradaptasi saat menghadapi kemalangan (Luthar, Cicchetti, Becker, 2000 ; Resnick, Gwyther, & Roberto 2011). Reich dkk (2010) memandang resiliensi sebagai suatu hasil dari penyesuian yang baik terhadap kemalangan. Resiliensi bersifat universal namun setiap manusia memiliki kapasitas resiliensi yang berbeda-beda. Situasi lingkungan juga mempengaruhi untuk meningkatkan atau justru memperlemah resiliensi untuk menghadapi tekanan (Gallo, Bogart, Vranceanu & Matthews, 2005 ; Reich dkk 2010). Menurut Ong (2006) resiliensi adalah keberhasilan menyesuaikan diri terhadap tekanan yang terjadi. Penyesuaian diri menggambarkan kapasitas untuk membangun hasil positif dalam peristiwa kehidupan yang penuh tekanan.

2 Menurut Reivich & Shatte (2002) resiliensi merupakan kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi ketika keadaan menjadi tidak pasti. Setiap orang membutuhkan resiliensi karena kemalangan termasuk dalam proses kehidupan. Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk memberikan respon dengan cara yang sehat dan produktif ketika berhadapan dengan penderitaan atau trauma, yang mana kemampuan tersebut sangat penting untuk mengelola tekanan dalam kehidupan sehari-hari. Resiliensi merupakan hal yang penting saat harus mengambil keputusan yang cepat meskipun berada dalam keadaan yang kacau. Dengan resiliensi akan memberikan perubahan dalam kehidupan, kesulitan akan menjadi tantangan, kegagalan menjadi keberhasilan, keputusasaan menjadi kekuatan. Resiliensi dapat mengubah korban menjadi survivor dan membuatnya menjadi lebih baik. Menurut Grotberg (1999) resiliensi adalah kemampuan manusia untuk menghadapi, mengatasi, menjadi kuat ketika menghadapi rintangan dan hambatan. Selanjutnya Grotberg menjelaskan bahwa resiliensi bukan merupakan suatu keajaiban, tidak hanya ditemukan pada sebagian manusia dan bukan merupakan sesuatu yang berasal dari sumber yang tidak jelas. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk menjadi resilien dan setiap orang mampu untuk belajar bagaimana menghadapi rintangan dan hambatan dalam

3 hidupnya. Resiliensi bukan sifat bawaan atau faktor genetis sehingga dapat ditingkatkan melalui pelatihan (Reivich & Shatte, 2002) Masten & Gabrielle (dalam Snyder & Lopez, 2002) mengatakan bahwa resiliensi merupakan sebuah fenomena yang ditandai dengan pola penyesuian yang positif saat menghadapi kemalangan atau suasana yang penuh resiko. Berdasarkan uraian diatas maka resiliensi adalah kemampuan individu untuk dapat menghadapi dan mengatasi penderitaan yang terjadi dan menyesuaikan diri secara positif dengan keadaan yang penuh tekanan Sifat dasar resiliensi Menurut Reivich & Shatte (2002) ada 4 hal yang mendasari manusia untuk menggunakan resiliensi, yaitu : a. Overcoming ( menanggulangi) Resiliensi digunakan untuk menanggulangi hambatan pada masa kanak-kanak. b. Steer through Resiliensi digunakan untuk melewati penderitaan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. c. Bounce back Penderitaan dan trauma termasuk dalam bagian kehidupan. Individu akan merasa helpless dan merasa tidak mampu untuk melanjutkan hidupnya namun dengan menggunakan resiliensi

4 individu justru dapat bangkit kembali dan menemukan jalan untuk melanjutkan kehidupan. d. Reaching out Reaching out digunakan ketika individu menemukan makna baru dan tujuan hidup serta membuka diri terhadap pengalaman dan tantangan yang dihadapi Kunci utama resiliensi Berbagai penelitian telah menunjukkan bagaimana cara seseorang menganalisa kejadian-kejadian yang dialaminya memberikan efek yang sangat besar terhadap resiliensinya. Bagaimana seseorang merespon suatu situasi dinamakan thinking style. Hal ini terlihat seperti bagaimana seseorang melihat dunianya dan menginterpretasi kejadian dalam hidupnya yang akan menentukan respon secara emosional terhadap kejadian yang dialaminya. Sebab itu thinking style akan menentukan resiliensi yang dimiliki oleh individu (Reivich & Shatte, 2002). Kunci resiliensi adalah kemampuan mengenali pikiran sendiri dan struktur keyakinan, memanfaatkan kekuatan untuk meningkatkan keakuratan dan fleksibilitas berpikir sehingga mampu mengatur konsekuensi emosional dan behavioral secara lebih baik. Kemampuan ini dapat diukur, diajarkan dan ditingkatkan ( Jackson & Watkin dalam Mulyani 2011).

5 Menurut Reivich & Shatte hambatan utama untuk berdamai dengan penderitaan adalah cognitive style individu. Dengan kata lain tergantung pada keyakinan seseorang tentang penderitaan dan keyakinan akan kesempatan untuk berdamai dengan penderitaan tersebut. Thinking style menentukan resiliensi seseorang karena menentukan bagaimana seseorang menginterpretasi penderitaan yang dialami, serta keyakinan akan kemampuannya untuk berdamai dengan penderitaan secara sukses Prinsip Dasar Keterampilan Resiliensi Reivich & Shatte (2002) mengemukakan ada 4 prinsip yang menjadi dasar bagi keterampilan resiliensi, yaitu : a. Manusia dapat berubah Setiap orang bebas untuk merubah hidupnya kapan saja bila memiliki keinginan dan dorongan. Setiap orang dilengkapi dengan keterampilan yang sesuai dan merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri. b. Pikiran adalah kunci untuk meningkatkan resiliensi Aaron Beck mengatakan bahwa kognisi mempengaruhi emosi dan emosi akan menentukan siapa yang akan resilien dan siapa yang tidak. c. Ketepatan berpikir merupakan kunci Penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki optimisme yang tidak realistis cenderung menyepelekan resiko

6 yang terjadi pada kesehatan sehingga justru menjadi tidak tertolong. Optimisme realistis tidak mengasumsikan bahwa hal-hal baik akan datang dengan sendirinya namun melalui usaha, pemecahan masalah dan perencanaan. d. Fokus pada kekuatan manusia Psikologi positif memiliki 2 tujuan utama, pertama meningkatkan pemahaman tentang kekuatan manusia (human streghts) melalui perkembangan sistem dan metode klasifikasi untuk mengukur kekuatan tersebut. kedua menanamkan pengetahuan ini ke dalam program dan intervensi efektif yang terutama dirancang untuk membangun kekuatan individu daripada untuk memperbaiki kelemahan. Resiliensi merupakan kekuatan utama yang mendasari semua karakteristik positif pada kondisi emosional dan psikologis manusia. Kurangnya resiliensi menjadi penyebab keberfungsian yang negatif, tidak adanya keberanian, rasionalitas dan insight Keterampilan resiliensi Menurut Reivich & Shatte (2002) ada 7 keterampilan yang diperlukan oleh individu untuk bisa menjadi resilien, yaitu : a. Learning your ABCS Keterampilan ini mengajarkan individu untuk mendengarkan apa yang ada dalam pikirannya, mengindentifikasi apa yang akan dikatakan kepada diri sendiri ketika berhadapan dengan suatu permasalahan dan

7 juga harus memahami bagaimana pemikiran mempengaruhi perasaan dan perilaku. b. Avoiding thinking traps Keterampilan ini mengajarkan individu untuk mengidentifikasi kebiasaan dalam memberikan respon terhadap permasalahan yang dialami dan mengoreksi kebiasaan tersebut c. Detecting ice berg Keterampilan ini mengajarkan individu untuk mengidentifikasi deep belief yang ada pada dirinya. Kemudian menentukan kapan deep belief yang ada tersebut membantu atau malah memperburuk keadaannya d. Challenging beliefs Keterampilan ini mengajarkan individu untuk menguji akurasi dari keyakinannya mengenai permasalahan yang dialami dan bagaimana menemukan solusi atas masalah yang sedang dihadapi dengan tepat. e. Putting in perspective Keterampilan ini mengajarkan individu untuk menghentikan pemikiran what-if dan mempersiapkan diri untuk menghadapi permasalahan tersebut. f. Calming and focusing Keterampilan ini mengajarkan individu untuk tetap tenang dan fokus pada permasalahan yang terjadi.

8 g. Real time resilience Keterampilan ini mengajarkan individu untuk bisa dengan cepat mengubah counterproductive thoughts menjadi resilience thought. Dengan 7 keterampilan tersebut individu akan memiliki hubungan yang lebih bermakna, lebih produktif dan individu akan merasa bahwa hidupnya menyenangkan dan penuh semangat. Keseluruhan keterampilan tersebut tidak harus dikuasi namun individu harus bisa fokus terhadap beberapa keterampilan yang dianggap penting untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi saat ini Faktor-faktor resiliensi Reivich & Shatte (2002) mengemukakan ada 7 kemampuan yang membangun resiliensi dan tidak ada orang yang bisa menguasai semua kemampuan tersebut dengan baik. Adapun 7 kemampuan tersebut yaitu : a. Regulasi emosi Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk tetap tenang walaupun berada dalam situasi yang menekan. Individu yang resilien mengembangkan keterampilan dengan baik untuk membantu mengontrol emosi, perhatian dan perilaku. b. Impuls control Individu yang mampu mengontrol dorongan, menunda pemuasan kebutuhan akan lebih sukses secara sosial dan akademis. Regulasi emosi dan impuls control memiliki hubungan yang erat.

9 Kemampuan yang baik dalam mengontrol dorongan yang ada menunjukkan kecenderungan seseorang untuk memiliki kemampuan yang baik dalam hal regulasi emosi. c. Empathy Empati menunjukkan bagaimana seseorang mampu membaca sinyal-sinyal dari orang lain mengenai kondisi psikologis dan emosional mereka melalui isyarat nonverbal seperti ekspresi wajah, intonasi suara atau gerak tubuh dan kemudian menentukan apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain. seseorang yang memiliki empati yang kurang baik walaupun memiliki tujuan yang baik akan cenderung mengulangi pola perilaku yang tidak resilien. d. Optimisme Individu yang resilien adalah individu yang optimis. Individu yang resilien yakin bahwa kondisi kehidupan dapat menjadi lebih baik, memiliki harapan pada masa depan dan memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mengatur bagian dari kehidupannya. individu yang optimis memiliki kesehatan yang baik, dan memiliki kemungkinan yang kecil mengalami depresi, memiliki prestasi yang lebih baik dan lebih produktif. Optimisme berarti seseorang memiliki keyakinan akan kemampuan untuk mengatasi penderitaan (adversity) yang mungkin muncul di masa yang akan datang. Hal ini menunjukkan adanya sense of

10 efficacy, yakin akan kemampuan untuk memecahkan masalah dan mengarahkan diri sendiri. e. Causal analysis Causal analysis menunjukkan kemampuan individu untuk mengidentifikasi penyebab dari masalah yang dialami. Individu yang mampu mengidentifikasi penyebab masalah secara akurat tidak akan mengulangi masalah yang sama. f. Self efikasi Self efikasi merupakan perasaan individu sejauh mana ia mampu berfungsi secara efektif dalam kehidupan. Hal ini menggambarkan keyakinan untuk dapat memecahkan masalah, bagaimana menilai pengalaman yang dilalui dan kemampuan untuk berhasil. g. Reaching out Resiliensi merupakan kemampuan mencapai aspek positif dalam kehidupan dan juga merupakan sumber daya untuk dapat keluar dari kondisi sulit. Individu yang memiliki kemampuan ini tidak menetapkan batas yang kaku terhadap kemampuan yang dimiliki. Individu yang reacing out tidak terpaku dalam rutinitas, memiliki rasa ingin tahu dan mencoba hal-hal baru, mampu menjalin hubungan dengan orang-orang baru dalam lingkungan mereka.

11 2.2 Pelatihan bersyukur Definisi bersyukur Bersyukur berasal dari bahasa Latin gracia yang berarti anggun, luwes atau terima kasih. Hal ini menyiratkan bersyukur merupakan melakukan sesuatu dengan penuh kebaikan, murah hati, karunia, keindahan dari memberi dan menerima atau memperoleh sesuatu yang tidak terlihat (Pruyser, 1976 ; Peterson & Seligman, 2004). Banyak filsuf dan ahli psikologi yang telah menjelaskan mengenai definisi bersyukur. Menurut Kant,1964 (dalam Emmon & Mc. Cullough, 2004) bersyukur dapat diartikan sebagai penghormatan kepada orang lain karena kebaikan yang telah dilakukan. Bersyukur merupakan sikap terhadap orang yang memberi, dan sikap terhadap apa yang telah diberikan, tekad untuk menggunakannya dengan baik, untuk menggunakannya secara imajinatif dan bermanfaat sesuai dengan niat yang memberikan ( Harned, 1997 ; Emmon & Mc. Cullough, 2004). Dalam sudut pandang psikologi, bersyukur merupakan perasaan takjub, terima kasih, dan penghargaan terhadap kehidupan. Bersyukur dapat diekspresikan kepada orang lain atau hal yang lain. Adanya rasa bersyukur dinyatakan dengan cara yang berbeda oleh hampir semua budaya dan masyarakat (Emmon & Mc. Cullough, 2004). Bersyukur dapat dianggap sebagai perasaan menyenangkan

12 yang dapat terjadi ketika individu menerima kebaikan atau manfaat dari orang lain. Target dari bersyukur tidak hanya orang lain. kita dapat bersyukur kepada Tuhan, nasib, atau alam semesta (Tsang, Rowatt & Buechsel dalam Lopez, 2008). Orang yang bersyukur adalah orang yang menerima sebuah karunia dan sebuah penghargaan serta mengenali nilai dari karunia tersebut. Bersyukur bisa diasumsikan sebagai kekuatan dan keutamaan yang mengarahkan kehidupan yang lebih baik. Bersyukur merupakan rasa terimakasih dan bahagia sebagai respon telah menerima suatu pemberian, entah pemberian tersebut merupakan keuntungan yang terlihat dari orang lain ataupun momen kedamaian yang ditimbulkan oleh keindahan alam (Peterson dan Seligman. 2004). Menurut Goodenough (dalam Emmon & Mc. Cullough, 2004) pengalaman bersyukur secara religi didasari dengan perasaan takjub terhadap alam semesta. Bentuk dari bersyukur dapat dilihat dari berbagai tradisi agama yang ada di dunia. Bersyukur terhadap kehidupan dapat menciptakan kedamaian pikiran, kebahagiaan, kesehatan fisik, dan kepuasan dalam hubungan personal ((Emmon & Shelton dalam Emmon & Mc. Doughlas, 2004). Berdasarkan penjabaran tersebut maka bersyukur merupakan perasaan untuk berterima kasih terhadap segala hal yang terjadi dalam kehidupan baik secara ucapan ataupun perbuatan.

13 2.2.2 Komponen bersyukur Menurut Fitzgerald (dalam Peterson dan Seligman ; Emmon & Mc. Cullough, 2004 ) ada tiga komponen dari bersyukur, yaitu : a. rasa apresiasi yang hangat untuk seseorang atau sesuatu, meliputi perasaan cinta dan kasih sayang. b. niat baik (goodwill) yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu, meliputi keinginan untuk membantu orang lain yang kesusahan, keinginan untuk berbagi, dan lain-lain. c. Kecenderungan untuk bertindak positif berdasarkan rasa apresiasi dan kehendak baik, meliputi intensi menolong orang lain, membalas kebaikan orang lain, beribadah, dan lain-lain. Selain itu bersyukur terbagi menjadi dua jenis, yaitu personal dan transpersonal (Peterson dan Seligman, 2004). Bersyukur personal adalah rasa berterimakasih yang ditujukan kepada orang lain yang khusus telah memberikan kebaikan atau sebagai adanya diri mereka. Sementara bersyukur transpersonal adalah ungkapan terima kasih terhadap Tuhan, kepada kekuatan yang lebih tinggi, atau kepada alam semesta.

14 2.2.3 Aspek bersyukur Menurut Mc. Collough dkk ( dalam Linley & Joseph, 2004; Peterson dan Seligman, 2004) ada 4 aspek dalam bersyukur yaitu : a. Gratitude Intensity Orang yang memiliki rasa bersyukur yang kuat ketika mengalami kejadian yang positif akan merasa lebih bersyukur dibandingkan dengan orang yang memiliki rasa bersyukur yang lemah walaupun sama-sama mengalami kejadian yang positif. b. Gratitude Frequency Orang yang memiliki rasa bersyukur yang kuat akan lebih sering bersyukur dalam kehidupannya sehari-hari. Perasaan bersyukur muncul dari hal yang sederhana dalam kehidupannya. c. Gratitude Span Gratitude span mengacu kepada hal-hal apa saja yang ada dalam kehidupannya. Orang yang memiliki rasa bersyukur yang kuat akan merasa bersyukur dengan adanya keluarga, pekerjaan, kesehatan, dan kehidupannya sendiri bersama dengan manfaat yang lainnya. Orang yang memiliki rasa syukur yang rendah hanya akan bersyukur terhadap beberapa aspek dalam hidupnya. d. Gratitude Density Gratitude density mengacu pada jumlah orang untuk siapa individu merasa bersyukur. Orang yang memiliki rasa bersyukur yang kuat

15 akan bersyukur kepada semua orang yang ada dalam kehidupannya Pelatihan bersyukur Menurut Willis (dalam Bannet 1993) pelatihan merupakan kegiatan pemberian pengetahuan atau keterampilan yang telah ditentukan dan terukur. Hadjana (2003) menjelaskan bahwa pelatihan adalah kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan performa seseorang yang dilakukan secara sistematis menurut prosedur serta metode yang telah dirancang sesuai tujuan. Pelatihan mencakup pengembangan berbagai informasi kepada individu atau kelompok sehingga memperoleh informasi yang baru. Pelatihan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki pengetahuan dan kemampuan individu dengan berdasarakan pertimbangan bahwa kegiatan tersebut bisa dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari (Ridha 2006). Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda sehingga mereka juga berbeda dalam keterampilan yang dapat diperolehnya dari pelatihan (Jewell & Siegall, 1998). Berdasarkan uraian diatas maka pelatihan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada orang lain. Dengan demikian pelatihan bersyukur merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan seseorang untuk mensyukuri segala sesuatu yang terjadi dalam hidup baik dalam bentuk ucapan dan perbuatan.

16 Dalam penelitian ini pelatihan bersyukur merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan aspek bersyukur yang dijelaskan oleh Mc. Collough dkk ( dalam Linley & Joseph, 2004; Peterson dan Seligman, 2004) yaitu intensity, frequency, span dan density. Menurut Miler ( dalam Emmons dan Mc. Collough, 2004) melalui pendekatan behavioural-cognitive ada empat langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk melatih rasa bersyukur yaitu : a. Mengidentifikasi pemikiran akan hal-hal yang tidak disyukuri b. Memformulasikan pemikiran akan hal-hal yang mendukung untuk disyukuri c. Mengganti pemikiran akan hal-hal yang tidak disyukuri dengan hal-hal yang disyukuri d. Segera mengerahkan apa yang sedang dirasakan dalam diri menjadi sebuah tindakan. 2.3 Pelatihan Bersyukur Untuk Meningkatkan Resiliensi Pada Penyintas Erupsi Sinabung Pasca erupsi gunung Sinabung para penduduk harus tinggal di posko pengungsian yang telah disediakan oleh pemerintah. Kehidupan di posko pengungsian tentu saja tidak sama dengan kondisi tempat tinggal sebelumnya dan suasana di posko pengungsian akan menjadi stressor bagi para penyintas. Ketika berada di posko pengungsian, penyintas merasa sedih,

17 khawatir, gelisah, merasa pesimis pada hidup, putus asa, mudah marah, lebih sering berdiam diri karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Menurut Hikmawati dan Rusmiyati (2012) bencana juga berdampak pada hilangnya harga diri dan rasa percaya diri, sehingga terkesan pasrah, putus asa, tidak berdaya dalam menghadapi masa depan, cenderung menyalahkan orang/pihak lain yang dianggap menambah beban hidup mereka. Keadaan yang serba terbatas juga menjadi stressor bagi para penyintas. Kondisi tersebut akan mempengaruhi resiliensi penyintas. Gallo dkk ( dalam Rich dkk, 2010) menyatakan bahwa situasi lingkungan mempengaruhi untuk meningkatkan atau justru memperlemah resiliensi untuk menghadapi tekanan. Grotberg (1999) mengemukakan bahwa resiliensi bukan merupakan suatu keajaiban, tidak hanya ditemukan pada sebagian manusia dan bukan merupakan sesuatu yang berasal dari sumber yang tidak jelas. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk menjadi resilien dan setiap orang mampu untuk belajar bagaimana menghadapi rintangan dan hambatan dalam hidupnya. Resiliensi bukan sifat bawaan atau faktor genetis sehingga dapat ditingkatkan melalui pelatihan (Reivich & Shatte, 2002). Hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan resiliensi adalah dengan meningkatkan rasa bersyukur terhadap apa yang telah diperoleh dalam kehidupan. Sebagai masyarakat yang beragama, masyarakat Karo memiliki nilai bersyukur terhadap apa yang telah diperoleh dalam kehidupan dan nilai bersyukur merupakan bagian dalam kehidupan masyarakat Karo. Pada masyarakat tradisional suku Karo ada suatu kepercayaan untuk

18 melakukan upacara tertentu sebagai bentuk syukur kepada debata atau Tuhan yang disebut dengan erpanger (Prinst, 2004). Bentuk dari bersyukur dapat dilihat dari berbagai tradisi agama yang ada di dunia. Bersyukur terhadap kehidupan dapat menciptakan kedamaian pikiran, kebahagiaan, kesehatan fisik, dan kepuasan dalam hubungan personal ((Emmon & Shelton dalam Emmon & Mc. Doughlas, 2004). Fredrickson dkk (dalam Ruini & Vescovelli, 2012) mengemukakan bersyukur merupakan kunci utama pada resiliensi saat terjadi kemalangan. Oleh karena itu maka pelatihan bersyukur dapat meningkatkan resiliensi pada penyintas erupsi Sinabung, sehingga para penyintas dapat bertahan dan bangkit dari keadaannya saat ini. 2.4 Hipotes penelitian Hipotesa dari penelitian ini adalah pelatihan bersyukur efektif untuk meningkatkan resiliensi pada penyintas erupsi gunung Sinabung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi. Sedangkan Hildayani (2005) menyatakan resiliensi atau ketangguhan adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi. Sedangkan Hildayani (2005) menyatakan resiliensi atau ketangguhan adalah suatu 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi Reivich dan Shatte (2000) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk bertahan, beradaptasi terhadap sesuatu yang menekan, mampu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa, BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi Istilah resiliensi diformulasikan pertama kali oleh Block dengan nama ego resilience, yang diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin. membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin. membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi kehidupan abad 21 yang penuh dengan

Lebih terperinci

Resiliensi Seorang Wanita Dalam Menghentikan Perilaku Merokok dan Minum Alkohol HELEN YOHANA SIRAIT

Resiliensi Seorang Wanita Dalam Menghentikan Perilaku Merokok dan Minum Alkohol HELEN YOHANA SIRAIT Resiliensi Seorang Wanita Dalam Menghentikan Perilaku Merokok dan Minum Alkohol HELEN YOHANA SIRAIT 13512371 Latar belakang 1. Perilaku Merokok & Minum Alkohol : Lebih banyak terjadi pada kaum laki - laki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi. dalam kehidupan, mampu bertahan dalam keadaan tertekan, dan bahkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi. dalam kehidupan, mampu bertahan dalam keadaan tertekan, dan bahkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi Menurut Reivich dan Shatte (2002), resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat atau masalah yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Terlampir B. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki Anak Autis Tingkat kebersyukuran orang tua

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensi Menurut Smet (1994, dalam Desmita, 2009) istilah resiliensi pertama kali dikenalkan oleh Redl pada tahun 1969 dan digunakan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Shatte dan Reivich (2002) mneyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan

BAB II LANDASAN TEORI. Shatte dan Reivich (2002) mneyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan BAB II LANDASAN TEORI II.A Resilience II.A.1 Pengertian Resilience Shatte dan Reivich (2002) mneyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan untuk berespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi rintangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti menginginkan memiliki keluarga yang bahagia. Menurut Sigmund Freud, pada dasarnya keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan merupakan lembaga yang bergerak di bidang sosial untuk membantu anak-anak yang sudah tidak memiliki orang tua. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indera penglihatan merupakan salah satu potensi vital yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. Indera penglihatan merupakan salah satu potensi vital yang dimiliki manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indera penglihatan merupakan salah satu potensi vital yang dimiliki manusia untuk menjalani hidupnya. Kehilangan indera penglihatan akan menjadi masalah besar yang

Lebih terperinci

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Diajukan oleh: ARYA GUMILANG PUTRA PRATHAMA F.100090190 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN SEBELUM UJI COBA. 1. Skala Tawakal ( I ) 2. Skala Adversity Quotient ( II )

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN SEBELUM UJI COBA. 1. Skala Tawakal ( I ) 2. Skala Adversity Quotient ( II ) 100 101 LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN SEBELUM UJI COBA 1. Skala Tawakal ( I ) 2. Skala Adversity Quotient ( II ) 102 IDENTITAS DIRI Nama (inisial) : Jenis Kelamin : Umur : Pendidikan : PETUNJUK PENGISIAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensi Istilah resiliensi berasal dari kata Latin `resilire' yang artinya melambung kembali. Awalnya istilah ini digunakan dalam konteks fisik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Remaja adalah generasi penerus bangsa, oleh karena itu para remaja harus memiliki bekal yang baik dalam masa perkembangannya. Proses pencarian identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup individu. Salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup individu. Salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjalani kehidupan profesional di dunia modern yang serba cepat seperti saat ini merupakan sebuah tantangan hidup. Selain tuntutan untuk mampu bertahan dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, aspek paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Inovatif 1. Pengertian Perilaku Inovatif Perilaku inovatif didefinisikan sebagai tindakan individu yang mengarah pada pemunculan, pengenalan dan penerapan dari sesuatu

Lebih terperinci

A. Remaja. Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti

A. Remaja. Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah tersebut mempunyai arti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyalahguna narkoba saat ini sudah mencapai 3.256.000 jiwa dengan estimasi 1,5 % penduduk Indonesia adalah penyalahguna narkoba. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gambaran dari tujuh keterampilan yang ada dalam teori yaitu: emotion regulation,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gambaran dari tujuh keterampilan yang ada dalam teori yaitu: emotion regulation, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Resiliensi dari Reicivh and Shatte, yaitu kemampuan individu untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap

Lebih terperinci

SURVEI RASA SYUKUR MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

SURVEI RASA SYUKUR MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO SURVEI RASA SYUKUR MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO Irvan Usman 1), Moh Rizki Djibran 2), Mohamad Rizal Pautina 3) Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Gorontalo 1irvanusman@yahoocoid, 2

Lebih terperinci

RESILIENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI YANG TERLAMBAT MENYELESAIKAN SKRIPSI DI UNIVERSITAS X

RESILIENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI YANG TERLAMBAT MENYELESAIKAN SKRIPSI DI UNIVERSITAS X RESILIENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI YANG TERLAMBAT MENYELESAIKAN SKRIPSI DI UNIVERSITAS X Nama NPM : 13511208 Dosen Pembimbing : Hanum Inestya Putri : Dr. Hendro Prabowo, S.Psi. BAB I : PENDAHULUAN

Lebih terperinci

RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN

RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN Rahayu Rezki Anggraeni Dosen Pembimbing Ibu Ni Made Taganing, Spsi., MPsi. Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma, 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2010 meluncurkan program bantuan biaya pendidikan Bidikmisi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahap perkembangan remaja, individu memiliki tugas perkembangan membangun hubungan intim dengan lawan jenis yang berguna untuk membentuk hubungan berpacaran pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Pengertian Psychological Well Being Psychological well-being adalah tingkat kemampuan individu dalam menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan

Lebih terperinci

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah Nama : Gemi Arthati NPM : 13513674 Pembimbing : Mimi Wahyuni. Jurusan Psikologi 2016 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIANPUSTAKA. (penderitaan) lainnya (Smet, 1990 dalam Desmita, 2009).

BAB II KAJIANPUSTAKA. (penderitaan) lainnya (Smet, 1990 dalam Desmita, 2009). 8 BAB II KAJIANPUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi Istilah resiliensi diintrodusir oleh Redl pada tahun 1969 dan digunakan untuk menggambarkan bagian positif dari perbedaan individual dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara variabel Hubungan Resiliensi dengan Stres Kerja Anggota. Gambar 3.1. Hubungan antar Variabel

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara variabel Hubungan Resiliensi dengan Stres Kerja Anggota. Gambar 3.1. Hubungan antar Variabel BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian korelasilasional bentuk bivariate, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir semua bidang kehidupan berkembang sangat pesat. Berkembangnya berbagai bidang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius yang berpegang pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran agamanya dalam sikap atau tingkah laku serta keadaan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tri Fina Cahyani,2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tri Fina Cahyani,2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah peristiwa penting dalam kehidupan seorang individu, di mana pernikahan ini memiliki beberapa tujuan yaitu mendapatkan kebahagiaan, kepuasan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Resiliensi. bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris

BAB II LANDASAN TEORI. A. Resiliensi. bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris BAB II LANDASAN TEORI A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi Resiliensi (daya lentur) merupakan sebuah istilah yang relatif baru dalam khasanah psikologi, terutama psikologi perkembangan (Desmita, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah merasakan kesedihan, kekecewaan, kegagalan serta kondisi sulit lainnya. Hal ini sesuai dengan yang

Lebih terperinci

RESILIENSI PENGUNGSI KONFLIK SAMPANG

RESILIENSI PENGUNGSI KONFLIK SAMPANG JURNAL MEDIAPSI VOLUME 1 NOMOR 1, DESEMBER 2015, HAL 51-58 RESILIENSI PENGUNGSI KONFLIK SAMPANG Bima Pusaka Semedhi, Sumi Lestari, Nur Hasanah bimapusakasemedhi@yahoo.com Program Studi Psikologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Resiliensi a. Pengertian Resiliensi Secara etimologis resiliensi diadaptasi dari kata dalam Bahasa Inggris resilience yang berarti daya lenting atau

Lebih terperinci

2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME

2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang tua pasti berharap memiliki anak yang dapat bertumbuh kembang normal sebagaimana anak-anak lainnya, baik dari segi fisik, kognitif, maupun emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arasiana, Fenty. (2008). Resiliensi Pada TKW yang Mengalami Kekerasan Fisik dan Seksual. Retrivied From

DAFTAR PUSTAKA. Arasiana, Fenty. (2008). Resiliensi Pada TKW yang Mengalami Kekerasan Fisik dan Seksual. Retrivied From DAFTAR PUSTAKA Aprilia, Nur Fitri, (2015). Resiliensi Pada Istri yang Mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Retrivied from Arasiana, Fenty. (2008). Resiliensi Pada TKW yang Mengalami Kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak merupakan salah satu bagian dari tujuan mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak merupakan salah satu bagian dari tujuan mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan anak merupakan salah satu bagian dari tujuan mencerdaskan bangsa. Dengan adanya pendidikan, anak-anak diasah melalui seperangkat pengetahuan untuk

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. b. Pengendalian Impuls 1. apa yang responden lakukan jika teringat pada kenikmatan melakukan ritual-ritual penggunaan narkoba

PEDOMAN WAWANCARA. b. Pengendalian Impuls 1. apa yang responden lakukan jika teringat pada kenikmatan melakukan ritual-ritual penggunaan narkoba 185 PEDOMAN WAWANCARA I. Data Diri Responden 1. Nama Responden 2. Usia Responden 3. Jenis Kelamin 4. Latar Belakang Pendidikan Responden 5. Riwayat pekerjaan responden 6. Status 7. Jenis Narkoba yang pernah

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA PERTENGAHAN PASCA PUTUS CINTA DI SMAN 20 BANDUNG

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA PERTENGAHAN PASCA PUTUS CINTA DI SMAN 20 BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari skripsi yang akan membahas beberapa hal terkait penelitian, termasuk latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia terlahir di dunia dengan kekurangan dan kelebihan yang berbedabeda.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia terlahir di dunia dengan kekurangan dan kelebihan yang berbedabeda. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia terlahir di dunia dengan kekurangan dan kelebihan yang berbedabeda. Tidak seorangpun terlewatkan dua hal tersebut, seperti mata uang yang selalu memiliki dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia adalah salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada fase ini seorang individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh, orang tua, atau pasangan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas metode yang digunakan dalam menjawab permasalahan serta menguji hipotesis penelitian. Pada bagian pertama akan dijelaskan mengenai pendekatan penelitian,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH

HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH NASKAH PUBLIKASI Diajukan oleh: ARRIJAL RIAN WICAKSONO F 100 090 117 Kepada : FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. RESILIENSI. Kata resiliensi berasal dari bahasa latin yang dalam bahasa inggris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. RESILIENSI. Kata resiliensi berasal dari bahasa latin yang dalam bahasa inggris BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. RESILIENSI 1. Pengertian Resiliensi Kata resiliensi berasal dari bahasa latin yang dalam bahasa inggris bermakna to jump (or bounce) back, artinya melompat atau melenting kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi kedua terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah telah

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi kedua terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah telah BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Gempa bumi kedua terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah telah mengguncang dasar laut yang berjarak sekitar 150 km dari pantai Sumatera pada tanggal 26

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang selalu mengharapkan kehidupan yang bahagia. Salah satu bentuk kebahagiaan itu adalah memiliki anak yang sehat dan normal, baik secara fisik maupun mental.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. syndrome, hyperactive, cacat fisik dan lain-lain. Anak dengan kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. syndrome, hyperactive, cacat fisik dan lain-lain. Anak dengan kondisi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan kondisi yang berbedabeda. Ada anak yang lahir dengan kondisi yang normal, namun ada juga anak yang lahir dengan membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 9 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Seksual Pada remaja 2.1.1 Definisi Remaja Remaja merupakan transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa (Sarwono, 2006). Dijelaskan lagi bahwa remaja adalah individu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai cara dan sudut pandang. Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian dibagi atas dua macam yaitu: penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, diantaranya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI RESILIENSI REMAJA DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL. Disusun Oleh. Dian Sartika Sari

STUDI MENGENAI RESILIENSI REMAJA DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL. Disusun Oleh. Dian Sartika Sari STUDI MENGENAI RESILIENSI REMAJA DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL Disusun Oleh Dian Sartika Sari 190110100098 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2014 ABSTRAK ABSTRAK Dian Sartika Sari. 190110100098. Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu masa perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas

BAB I PENDAHULUAN. suatu masa perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja diakui sebagai masa yang penting dalam rentang kehidupan, suatu masa perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas dan ambang dewasa.

Lebih terperinci

Profil Resiliensi Kepala Keluarga yang Menjadi Korban Banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Dyah Titi S; Detri Sefianmi; Angeria Mentari

Profil Resiliensi Kepala Keluarga yang Menjadi Korban Banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Dyah Titi S; Detri Sefianmi; Angeria Mentari Profil Resiliensi Kepala Keluarga yang Menjadi Korban Banjir di Desa Dayeuhkolot Kabupaten Bandung Dyah Titi S; Detri Sefianmi; Angeria Mentari ABSTRAK Kepala keluarga yang menjadi korban banjir di Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Salah satu jenis kanker yang paling ditakuti oleh para wanita adalah kanker payudara (Rahmah, 2009). Menurut data organisasi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Diciptakan dengan istimewa serta sempurna. Dengan memiliki akal pikiran dan hati yang dapat

Lebih terperinci

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. kurang dari 40% dari tingkat tinggi mengalami kelelahan. Didunia kerja,

BAB II KAJIAN TEORI. kurang dari 40% dari tingkat tinggi mengalami kelelahan. Didunia kerja, BAB II KAJIAN TEORI A. Burnout 1. Pengertian Burnout Burnout adalah istilah psikologis untuk pengalaman kelelahan dan kejenuhan jangka panjang. Penelitian menunjukkan dokter umum memiliki proporsi kasus

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE

MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE Ros Mayasari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sultan Qaimuddin Kendari Abstrak Menjalani kehidupan adalah sesuatu yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi Pada Mahasiswa Tahun Pertama Program Kelas Karyawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi Pada Mahasiswa Tahun Pertama Program Kelas Karyawan 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi Pada Mahasiswa Tahun Pertama Program Kelas Karyawan 1. Pengertian Resiliensi Reivich & Shatte (2003) mendefinisikan resiliensi ialah kemampuan untuk mengatasi,

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA 194 Lampiran 1 : Daftar Pertanyaan Wawancara DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA Data Kontrol Nama : Usia : Suku Bangsa : Status Perkawinan : (Setelah / Sebelum menggunakan cadar) Riwayat Pendidikan : Pekerjaan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. adalah memiliki keturunan. Namun tidak semua pasangan suami istri dengan mudah

Bab I Pendahuluan. adalah memiliki keturunan. Namun tidak semua pasangan suami istri dengan mudah Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Dalam pernikahan ada beberapa hal yang menjadi sebuah harapan ketika pasangan suami dan istri menjalani rumah tangga, harapan yang menjadi salah satu kebahagiaannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

PROGRAM INTERVENSI BIBLIOCOUNSELING (MEMBACA BUKU, MENONTON FILM, MENDENGARKAN CERITA) UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI REMAJA

PROGRAM INTERVENSI BIBLIOCOUNSELING (MEMBACA BUKU, MENONTON FILM, MENDENGARKAN CERITA) UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI REMAJA PROGRAM INTERVENSI BIBLIOCOUNSELING (MEMBACA BUKU, MENONTON FILM, MENDENGARKAN CERITA) UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI REMAJA A. RASIONAL Remaja melalui dua cara yang berbeda dalam melalui periode kedua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha 1.1. Pengertian Intensi Berdasarkan teori planned behavior milik Ajzen (2005), intensi memiliki tiga faktor penentu dasar

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA Ayu Redhyta Permata Sari 18511127 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA 2015 Latar belakang masalah -Keterbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap keluarga yang amat mendambakannya. Berbagai harapan hadir ketika anak mulai ada di dalam perut Ibu.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Fenomena perempuan bercadar merupakan sebuah realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat kita. Fenomena yang terjadi secara alamiah dalam setting dunia

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja berasal dari Bahasa latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitas

Lebih terperinci

Menurut Benard (1991), resiliensi memiliki aspek-aspek sebagai berikut:

Menurut Benard (1991), resiliensi memiliki aspek-aspek sebagai berikut: Anak merupakan potensi tumbuh kembang dan pewaris masa depan suatu bangsa. Di seluruh belahan dunia, anak berperan penting terhadap pertumbuhan suatu negara karena apabila suatu negara memiliki anak-anak

Lebih terperinci

RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM LANJUT NASKAH PUBLIKASI

RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM LANJUT NASKAH PUBLIKASI RESILIENSI PADA PENDERITA KANKER SERVIKS STADIUM LANJUT NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan Oleh: RAYI DWI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan maupun perusahaan, baik di Indonesia maupun diluar negeri. Definisi asuransi menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

juga kelebihan yang dimiliki

juga kelebihan yang dimiliki 47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama, subjective wellbeing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama, subjective wellbeing BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well-Being 1. Pengertian Subjective Well-Being Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well-being dan kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif dengan menerapkan psikologi positif dalam pendidikan. Psikologi positif yang dikontribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang buruk bagi korban maupun lingkungan yang terkena bencana alam tersebut. Kesedihan karena hilangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil HIV dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko tinggi yang memiliki angka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 9 BAB II TINJAUAN TEORI A. Minat Siswa Kelas XII SMA Mengikuti Ujian Nasional Kejar Paket C sebagai Alternatif Kelulusan 1. Pengertian Minat Siswa Kelas XII SMA Mengikuti Ujian Nasional Kejar Paket C sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. trauma, yang diperlukan untuk mengelola tekanan hidup sehari-hari (Reivich &

BAB II LANDASAN TEORI. trauma, yang diperlukan untuk mengelola tekanan hidup sehari-hari (Reivich & BAB II LANDASAN TEORI A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi Resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit, dan menyesuaikan dengan kondisi yang sulit. Resiliensi adalah kapasitas untuk

Lebih terperinci

SELF CONTROL Dr D a r. R a R ha h y a u u G i G ni n nt n asa s si s, M. M Si

SELF CONTROL Dr D a r. R a R ha h y a u u G i G ni n nt n asa s si s, M. M Si SELF CONTROL Dra. Rahayu Ginintasasi, M.Si Pengertian Self Control Menurut J. P. Chaplin Self Control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci