(DIPTERA: CECIDOMYIIDAE) PADA PERTANAMAN CABAI KERITING DAN CABAI RAWIT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "(DIPTERA: CECIDOMYIIDAE) PADA PERTANAMAN CABAI KERITING DAN CABAI RAWIT"

Transkripsi

1 SERANGAN Asphondylia sp. (DIPTERA: CECIDOMYIIDAE) PADA PERTANAMAN CABAI KERITING DAN CABAI RAWIT (Capsicum spp.) SERTA PARASITOIDNYA DI DESA CIKARAWANG, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR RANI DESSY KARYANI A PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 SERANGAN Asphondylia sp. (DIPTERA: CECIDOMYIIDAE) PADA PERTANAMAN CABAI KERITING DAN CABAI RAWIT (Capsicum spp.) SERTA PARASITOIDNYA DI DESA CIKARAWANG, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor RANI DESSY KARYANI A PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

3 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 6 Desember 1985 sebagai putri ke-dua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Djasikin dengan Ibu Mujiasih. Penulis memperoleh pendidikan sekolah lanjutan atas di SMU Pasundan 2 Bandung dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Perguruan Tinggi Negeri Institut Pertanian Bogor di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) di bidang hubungan masyarakat (Humas) periode tahun 2005/2006. Selain itu penulis juga menjadi asisten Dasar- Dasar Perlindungan Tanaman tahun ajaran 2005/2006 dan Dasar-Dasar Proteksi Tanaman tahun ajaran 2006/2007.

4 ABSTRAK RANI DESSY KARYANI. Serangan Asphondylia sp. (Diptera: Cecidomyiidae), pada Pertanaman Cabai Keriting dan Cabai Rawit (Capsicum spp.) di Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh NINA MARYANA. Serangan hama merupakan salah satu kendala yang seringkali dihadapi oleh petani cabai. Asphondylia sp. (Diptera: Cecidomyiidae) merupakan salah satu hama penyebab puru pada buah cabai yang masih belum banyak disadari keberadaannya oleh petani. Di daerah Bogor serangan hama ini masih relatif rendah, namun tidak menutup kemungkinkan suatu saat serangannya dapat meningkat dan menjadi ancaman besar bagi petani cabai. Oleh karena itu, penelitian tentang serangan hama ini di lapang serta pengamatan parasitoid dan parasitisasinya perlu dilakukan agar dapat melengkapi informasi sebelumnya. Penelitian bertujuan untuk mengetahui luas dan intensitas serangan Asphondylia sp., serta mengamati parasitoid yang menyerang Asphondylia sp. di lapang dan parasitisasinya. Penelitian dilaksanakan sejak November Juni 2007 di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan di lapangan meliputi luas dan intensitas serangan Asphondylia sp. dan tingkat parasitisasi parasitoid pada pertanaman cabai keriting dan cabai rawit. Di laboratorium meliputi pengamatan nisbah kelamin dan keperidian Asphonylia sp., parasitoid yang muncul dari inang serta identifikasinya. Gejala puru lebih banyak dijumpai pada bagian bunga dan buah yang masih muda. Luas serangan dan intensitas serangan Asphondylia sp. di Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor lebih tinggi pada cabai keriting dibandingkan dengan cabai rawit. Luas serangan pada pertanaman cabai keriting berkisar antara 30,22-90,38%, sedangkan intensitas serangannya 9,09 32,95%. Luas serangan pada cabai rawit berkisar antara 10,19 46,50%, dan intensitas serangannya 5,25 8,25%. Intensitas serangan antara bunga dengan buahnya pada masing-masing tanaman cabai tidak berbeda nyata. Parasitoid yang muncul dari hama puru ini termasuk ordo Hymenoptera, yaitu Famili Eurytomidae (Eurytoma sp.1 dan Eurytoma sp.2) dan Famili Eulophidae (Aprostocetus sp. dan Sigmophora sp.). Tingkat parasitisasi parasitoid pada tanaman cabai keriting berkisar antara 20,00-73,33% dan pada cabai rawit berkisar antara 11,00-36,84%. Umumnya dari satu sampel puru bunga atau buah muncul satu individu parasitoid, namun dari sebagian sampel dapat muncul hingga tiga parasitoid.

5 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, yang berjudul Serangan Asphondylia sp. (Diptera: Cecidomyiidae) pada Pertanaman Cabai Keriting dan Cabai Rawit (Capsicum spp.) serta Parasitoidnya di Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu serta senantiasa memberikan bimbingan, saran dan koreksi kepada penulis sejak perencanaan praktek penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sientje Mandang S. selaku dosen penguji tamu yang telah menyediakan waktu dan memberi masukan bermanfaat bagi skripsi ini dan penulis. Rasa hormat dan terimakasih yang tidak terhingga penulis sampaikan pada Bapak, Ibu, Mas Anton, dan adikku Widyanto, atas segala kesabaran, perhatian, dukungan dan doa yang tidak pernah putus dan kepada keluarga besar Pakde Sumardjono atas dukungan dan doanya. Tidak lupa pula pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kepada teman-teman terbaik yang selalu ada dan membantu saat dibutuhkan; Raina Hasir Sudoriyah, Didiet Rahayu Diana, Siti Zakiah, Kurniayu, Bayo Alhusaeri Siregar, Franciskus Parasian dan warga wisma Alcatraz (Rona, Ica, Ruri, Ema, Achi, dan Djoe). Kepada Warga Laboratorium Biosistematika Serangga (Ibu Dewi, Bapak Purnama H, Ibu Aisyah, Sitong, Obin, Mbak Erna, Mbak Wartie, Mbak Elsa, Mbak Chici, Mbak Lia dan Mbak Ela), Keluarga Bapak dan Ibu Jaya, Pak Rusli serta kepada seluruh keluarga besar HPT 40 atas keceriaannya bersama-sama, dan kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkannya serta bagi penulis sendiri. Bogor, Agustus 2007 Rani Dessy Karyani

6 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Tanaman Cabai (Capsicum spp.)... 4 Sejarah dan Taksonomi Cabai... 4 Morfologi Tanaman Cabai... 4 Syarat Tumbuh... 5 Budi Daya Tanaman Cabai... 6 Asphondylia sp Taksonomi dan Morfologi... 7 Bionomi dan Gejala Kerusakan... 8 Penyebaran dan Kisaran Inang... 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penanaman Cabai Pengamatan Luas Serangan Pengamatan Intensitas Serangan Pengamatan Imago Asphondylia sp Pengamatan Parasitoid dan Tingkat Parasitisasi Identifikasi Parasitoid HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lahan Gejala Serangan Luas Serangan Intensitas Serangan Nisbah Kelamin dan Keperidian Asphondylia sp Parasitoid pada Asphondylia sp ix x xi

7 Tingkat Parasitisasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 31

8 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Intensitas serangan Asphondylia sp. pada pertanaman cabai keriting dan cabai rawit Intensitas serangan Asphondylia sp. pada bunga dan buah cabai keriting dan cabai rawit Perbandingan jumlah imago jantan dan betina Asphondylia sp. yang berhasil keluar dari puru Pengamatan telur dan keperidian imago betina Asphondylia sp Parasitoid pada Asphondylia sp. yang muncul dari sampel puru cabai Frekuensi kemunculan imago parasitoid Asphondylia sp. per sampel puru... 27

9 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Gejala serangan Asphondylia sp. pada bunga (a) dan buah muda (b) cabai keriting Perbedaan antara bunga cabai keriting yang terserang Asphondylia sp. (a) dan bunga yang normal (b) Gejala serangan Asphondylia sp. pada bunga (a) dan buah (b) cabai rawit Larva (a) dan pupa (b) Asphondylia sp. yang berkembang di dalam puru Luas serangan Asphondylia sp. pada pertanaman cabai keriting Luas serangan Asphondylia sp. pada pertanaman cabai rawit Intensitas serangan Asphondylia sp. pada pertanaman cabai keriting Intensitas serangan Asphondylia sp. pada pertanaman cabai rawit Sisa larva (a), pupa terparasit (b) dan sisa pupa Asphondylia sp

10 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Denah pengambilan tanaman contoh dalam pengamatan intensitas serangan Data Klimatologi Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor Eksuvium pupa Asphondylia sp. pada puru bunga cabai yang tertinggal di lubang keluar imago Imago Asphondylia sp. (a) dan posisi imago ketika menghisap cairan (b) Ujung abdomen imago jantan (a) dan betina (b, c) Asphondylia sp Telur Asphondylia sp Eurytoma sp. 1 jantan (a) dan betina (b); Eurytoma sp. 2 jantan (c) dan betina (d) Aprostocetus sp. jantan (a) dan betina (b); Sigmophora sp. betina (c) Telur (a), larva (b), dan pupa (c) Eurytoma sp Tingkat parasitisasi parasitoid yang menyerang Asphondylia sp. dari sampel puru cabai keriting dan cabai rawit Parasitisasi larva (a) dan pupa (b) Asphondylia sp. oleh larva parasitoid secara ektoparasitoid... 42

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai merupakan salah satu tanaman hortikultura yang banyak dibudidayakan oleh petani, baik di Indonesia maupun di negara lain. Tanaman cabai memiliki nilai ekonomi yang tinggi, terutama pada musim tertentu harga jualnya dapat meningkat dan di waktu lain harga jualnya dapat menurun. Buah cabai memiliki berbagai macam bentuk, ukuran, warna dan rasa. Secara umum cabai dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu cabai besar atau cabai merah (Capsicum annuum L.) dan cabai kecil atau cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Umumnya cabai memiliki rasa yang pedas, namun terdapat jenis cabai yang tidak begitu pedas atau bahkan manis dan dapat dipakai untuk sayuran yang dikenal dengan nama paprika. Cabai keriting tergolong ke dalam cabai besar, rasa cabai keriting lebih pedas dan beraroma lebih tajam dibandingkan dengan cabai merah biasa. Cabai rawit atau cabai kecil, berukuran kecil memanjang dan memiliki rasa yang pedas dan bersifat panas (Setiadi 1996). Peran cabai dalam kehidupan sehari-hari yaitu banyak digunakan sebagai bumbu pelengkap masakan, seperti cabai keriting dapat sebagai bahan penyedap makanan serta memberikan rasa pedas karena mengandung minyak atsiri. Dalam bidang kesehatan, dilaporkan bahwa buah cabai rawit kaya akan vitamin A sehingga baik untuk mencegah kebutaan dan menyembuhkan sakit tenggorokkan (Setiadi 1996). Sebagai komoditas pertanian, cabai berperan dalam meningkatkan nilai dan volume ekspor impor dan juga mempengaruhi nilai ekonomi dalam negeri. Data Departemen Pertanian (2007) menunjukan bahwa Indonesia mengalami peningkatan produksi cabai dari tahun ke tahun, khususnya pada tahun Akan tetapi tingkat produktivitasnya masih sangat bervariasi antara 6,05 56,6 kw/ha. Ketidakstabilan produktivitas tersebut dapat disebabkan oleh adanya kendala ketika pelaksanaan budi daya tanaman cabai. Adapun kendala yang seringkali dihadapi adalah dari keberadaan organisme pengganggu tanaman yang sifat serangannya langsung terhadap buah, hingga akhirnya dapat menurunkan produktivitas. Kendala tersebut yaitu adanya serangan hama dan patogen.

12 2 Beberapa jenis penyakit yang sering dijumpai pada tanaman cabai terutama bagian buahnya antara lain penyakit busuk buah antraknosa Colletotrichum capsici dan busuk buah Phytopthora spp. (Semangun 2000). Selain patogen banyak juga serangga hama yang menyerang tanaman cabai. Dari sekian banyak serangga hama, terdapat hama penting yang langsung menyerang bagian buah, diantaranya adalah lalat buah Bactrocera dorsalis (Hend.) (Diptera: Tephritidae), ulat jengkal semu Chrysodeixis chalcites (Esp.) (Lepidoptera: Noctuidae) dan kepik hijau Nezara viridula (L.) (Hemiptera: Pentatomidae) (Kalshoven 1981). Selain hama-hama tersebut, akhir-akhir ini dilaporkan terdapat hama kecil seperti nyamuk yang dapat menyebabkan puru pada bunga dan juga buah yaitu Asphondylia sp. (Diptera: Cecidomyiidae) (Anastasia 2005; Prima 2005). Sebagian besar hama dari genus Asphondylia bersifat monofag atau oligofag dengan inang alternatif umumnya dari Famili Solanaceae, Liliaceae, Capridaceae dan Fabaceae (Yukawa et al. 2003). Hama Asphondylia sp. dapat berpotensi menurunkan produksi cabai dan menyebabkan petani mengalami kerugian, terutama jika populasi hama tinggi dan intensitas serangan tinggi. Menurut Shepard et al. (1999), kerusakan akibat serangan hama ini meningkat pada awal musim ketika tingkat parasitisasi di lapangan masih rendah, namun kemudian menurun akibat adanya aktivitas parasitoid yang meningkat. Gejala yang ditunjukkan pada tanaman cabai adalah terhambatnya pertumbuhan bunga dan buah muda sehingga ukuran dan bentuk bunga atau buah tidak normal. Beberapa laporan menunjukkan bahwa di Jepang, Asphondylia sp. dari spesies lain merupakan hama penting pada tanaman kedelai, yaitu menyebabkan puru pada polong kedelai (soybean pod gall midge) dan kini dilaporkan juga terjadi di Indonesia dan Cina (Yukawa et al. 2003). Hama puru Asphondylia sp. baik pada buah cabai maupun polong kedelai masih belum banyak diteliti di Indonesia. Dilaporkan serangan pada tanaman kedelai pernah terjadi di Jawa Barat dan Sumatera Barat (Balitpa 1992). Penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan adalah pengamatan serangan Asphondylia sp. pada pertanaman cabai organik di Desa Tugu Selatan, Cisarua Bogor dan pertanaman cabai Desa Cibanteng, Darmaga Bogor. Informasi hama

13 3 ini masih sangat sedikit dan perlu penelitian-penelitian lain. Oleh karena itu penelitian tentang keberadaan dan serangan hama ini di lapangan serta pengamatan parasitoid dan parasitisasinya perlu dilakukan agar diperoleh informasi lebih banyak sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan pengendalian hama ini. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas serangan dan itensitas serangan Asphondylia sp. di Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Selain itu juga bertujuan untuk mengamati berbagai parasitoid yang menyerang Asphondylia sp. di lapang dan tingkat parasitisasinya. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang hama Asphondylia sp. pada tanaman cabai keriting dan cabai rawit berikut parasitoidnya sebagai dasar untuk penelitian-penelitian selanjutnya dalam mendukung usaha pengendaliannya.

14 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Cabai (Capsicum spp.) Sejarah dan Taksonomi Cabai Tanaman cabai berasal dari Amerika Tropik, ditemukan oleh Columbus dan disebarkan ke Amerika Tengah menuju Amerika Serikat bagian Selatan. Selanjutnya penyebaran terus meluas hingga ke daerah tropis dan subtropis. Tanaman cabai diperkirakan meliputi sekitar 20 spesies yang sebagian besar tumbuh di tempat asalnya, Amerika. Di antara ke-20 spesies tersebut, yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat hanya beberapa spesies, yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.), cabai kecil (C. frutescens L.), C. baccatum L., C. pubescens, dan C. chinense. Namun informasi ketiga spesies terakhir masih kurang (Setiadi 1996). Tanaman cabai besar digolongkan ke dalam beberapa macam, diantaranya cabai merah seperti cabai keriting dan cabai besar hibrida, serta cabai bulat seperti cabai dieng dan paprika. Cabai keriting diklasifikasikan ke dalam Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Klas Dicotyledonae, Subklas Metachlamydeae dan famili Solanaceae (Samadi 1997). Morfologi Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu, berdiri tegak, bertajuk lebar dan bercabang banyak. Cabai keriting berbuah keriting, berbentuk tidak beraturan (berkelok-kelok) seperti mengeriting. Daun berukuran lebih besar dan lebar dibandingkan dengan cabai merah pada umumnya. Daun berwarna hijau tua bertabur warna putih di atasnya. Cabai keriting ini merupakan bagian dari cabai besar yang batangnya tegak dengan ketinggian cm, berwarna hijau tua, berkayu, berbentuk silindris, berdiameter kecil dengan tajuk daun lebar dan buah cabai lebat. Daun berbentuk lonjong berukuran panjang 8-12 cm dan lebar 3-5 cm. Tangkai daun horisontal atau miring dengan panjang sekitar 2-4 cm yang melekat pada percabangan. Bunga cabai termasuk berkelamin dua, karena pada satu bunga terdapat kepala sari dan kepala putik. Panjang tangkai bunganya 1-2 cm, tangkai putik dan mahkotanya berwarna putih dengan jumlah cuping

15 5 sebanyak 5-6 helai, kepala putiknya kuning kehijauan, sedangkan kepala sarinya berwarna ungu. Panjang tangkai sarinya sekitar 0,5 cm (Samadi 1997; Setiadi 1996). Cabai rawit memiliki ukuran buah yang kecil dan pendek serta memiliki rasa yang lebih pedas di antara cabai lainnya, sehingga sering disebut cabai kecil atau cabai pedas. Tinggi tanaman cabai rawit dapat mencapai 1,5 m. Batangnya berbuku-buku dan bersudut. Bentuk daun cabai rawit bulat telur, bagian ujung meruncing, bagian pangkal menyempit, berwarna hijau, dan ukurannya sedikit lebih kecil dari daun cabai keriting, yaitu berukuran panjang 1,5-10 cm dan lebar 0,5-5 cm. Bunga berukuran kecil, tumbuh tegak dengan mahkota berbentuk bintang, berwarna kuning kehijauan dan kadang-kadang ungu. Bunga keluar dari ketiak daun dalam jumlah tunggal atau berkelompok 2-3 bunga. Jumlah cuping sama dengan pada cabai besar. Warna tangkai putik mirip warna mahkota bunganya, sedangkan kepala putik berwarna kehijauan, dan kepala sari berwarna hijau kebiruan. Buahnya tumbuh tegak (pada cabai hibrida merunduk), berukuran kecil dan pendek, bentuknya bulat telur atau jorong dengan bagian ujung menyempit. Ukurannya beragam bahkan panjangnya dapat mencapai 7,5 cm dengan diameter 1-3 cm. Buah muda berwarna hijau tua, putih kehijauan atau putih, dan buah yang masak berwarna merah terang (Setiadi 1994; Tindall 1983). Syarat Tumbuh Secara umum berbagai jenis cabai dapat ditanam di berbagai daerah, mulai dari dataran rendah, sedang, pegunungan, bahkan dataran tinggi. Namun demikian, terdapat beberapa faktor dan persyaratan khusus agar cabai bisa tumbuh dan berreproduksi secara optimal, faktor tersebut antara lain tanah dan iklim. Tanaman cabai dapat tumbuh baik pada tanah yang gembur, kaya akan bahan organik, dan mengandung derajat keasaman antara 5,5 5,6. Tanah yang digunakan sebagai media tanam harus diolah secara benar agar sirkulasi udara dalam tanah dapat berlangsung baik. Pemupukan terhadap media tanam diberikan jika tingkat kesuburan tanah berkurang. Pupuk yang dapat diberikan adalah pupuk organik maupun pupuk anorganik.

16 6 Selama proses pertumbuhan tanaman, terutama saat perkecambahan benih cabai, diperlukan suhu udara yang optimal yaitu ºC pada siang hari dan ºC pada malam hari. Berbeda dengan cabai rawit dan jenis cabai lainnya, cabai keriting yang tergolong ke dalam cabai besar lebih sesuai ditanam di daerah kering dan bersuhu agak panas. Akan tetapi suhu udara yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan serbuk sari menjadi tidak subur dan mengurangi jumlah buah. Cabai rawit dan cabai keriting dapat tumbuh baik hingga ketinggian mencapai 900 m dpl. (Setiadi 1996; Tindall 1983). Budi Daya Tanaman Cabai Tanah yang digunakan untuk menanam cabai baik di pot maupun di lahan sebaiknya diolah terlebih dahulu. Tanah digemburkan selanjutnya diberi pupuk kompos sebanyak ton/ha dan NPK sekitar 500 kg/ha. Saat pembibitan benih, cabai disemai terlebih dahulu agar didapatkan tanaman yang sehat dan seragam. Pembibitan dimulai dengan menyemai benih cabai pada media semai, kemudian saat bibit telah mencapai umur 2-3 minggu setelah semai, bibit dipindahkan ke dalam polibag ataupun pot-pot kecil. Pot-pot yang kecil tersebut sebelumnya telah diisi campuran media tanah dan kompos dengan menambahkan KCl dan TSP secukupnya. Setelah bibit berumur 1 sampai 1,5 bulan setelah semai, bibit sudah dapat ditanam pada media tanam, baik itu berupa pot permanen atau pun pada lahan. Penanaman bibit harus dilakukan secara hati-hati. Bibit beserta medianya dimasukkan ke dalam pot yang telah berisi media tanam sebanyak sepertiga bagiannya. Bila bibit akan ditanam pada suatu lahan secara monokultur, jarak tanam yang baik adalah cm x cm (Setiadi 1996). Setelah penanaman, penyiraman dapat langsung diberikan. Penyiraman dilakukan secara rutin sebanyak 1-2 kali sehari sesuai kondisi media. Kegiatan selanjutnya adalah pemupukkan. Pemupukan sebaiknya dilakukan seminggu sekali. Untuk merangsang pertumbuhan vegetatif pada masa pertumbuhannya, tanaman dapat dipupuk dengan pupuk nitrogen. Selain dengan pupuk N, tanaman perlu pula dipupuk dengan pupuk P dan K. Komposisi Urea, TSP, dan KCl yang

17 7 diberikan adalah, yaitu 1:2:1 sebanyak 0,5-3 g/liter air tergantung umur tanaman (Trubus 2002). Cabai besar maupun cabai keriting, sudah dapat dipanen setelah tanaman berumur 3-4 bulan. Lama pemanenan dapat berlangsung selama 6-9 bulan, bahkan masih dapat dilakukan pemanenan sampai tanaman berumur satu tahun. Buah cabai yang dipanen pada saat mencapai bobot yang maksimal berbentuk padat dan berwarna merah menyala. Buah cabai yang telah dipanen sebaiknya disimpan di tempat terbuka, terkena angin, sehingga cabai tidak cepat busuk (Setiadi 1996; Trubus 2002). Asphondylia sp. Taksonomi dan Morfologi Asphondylia sp. digolongkan ke dalam Ordo Diptera, Sub Ordo Nematocera, Famili Cecidomyiidae. Sebagian besar serangga anggota famili ini merupakan hama puru pada beberapa spesies tanaman. Genus Asphondylia H. Loew. di dunia meliputi 271 spesies, namun yang telah teridentifikasi hanya beberapa spesies saja. Spesies tersebut diantaranya yaitu A. yushimai Yukawa & Uechi, A. baca Monzen, A. sarothamni Loew., A. gennadii Marchal, A. itoi, A. diervillae Felt., A. conglomerata Stefani dan Pseudoasphondylia matatabi Yuasa & Kumazawa. Umumnya setiap spesies dari genus ini mempunyai inang yang berbeda (Uechi et al. 2004; Uechi dan Yukawa 2004; Yukawa et al. 2003). Morfologi genus Asphondylia sp. umumnya mirip dengan morfologi anggota genus atau spesies Cecidomyiidae lain, tubuhnya berukuran relatif kecil (hanya 2-3 mm) dan rapuh. Karakteristik serangga ini yang membedakan dengan serangga Diptera lain adalah memiliki sayap yang dipenuhi rambut dan antena yang panjang (GNU Free Documantation Licence 2006). Hasil penelitian Anastasia (2005) tentang Asphondylia sp. pada tanaman cabai, yaitu bahwa imago berupa nyamuk berwarna kemerahan, antena bertipe filiform, memiliki sepasang sayap membran dan sepasang halter, serta berukuran relatif kecil. Perbedaan antara imago jantan dan betina terletak pada ujung abdomen, karena imago betina memiliki ovipositor. Larva berukuran 1,90 sampai 3,20 mm. Larva muda pada awalnya berwarna putih dan selanjutnya berubah menjadi agak kekuningan.

18 8 Larva dan pupa hidup dan berkembang di dalam buah yang terserang. Pupa berwarna coklat, bertipe obtekta dengan panjang berkisar 1,00 sampai 2,55 mm. Saat hendak menjadi imago, sebagian tubuh pupa menyembul ke luar permukaan buah melalui lubang yang telah dibuat sebelumnya oleh larva. Bionomi dan Gejala Kerusakan Gejala kerusakan yang khas akibat hama ini adalah terbentuknya puru. Kebanyakan serangga hama puru berkembang di dalam bagian tanaman yang masih muda. Asphondylia sp. dapat menimbulkan gejala puru pada bagian tunas, bunga dan atau buah pada beragam spesies tanaman (Uechi et al. 2004). Imago betina meletakkan telur di dalam jaringan buah yang masih muda antara karpel dan integumen. Dalam proses peletakkan telur, imago betina akan menusukkan ovipositornya ke dalam jaringan buah yang masih muda secara berulang-ulang hingga permukaan buah rusak. Larva kemudian memakan jaringan tanaman dan jaringan tanaman semakin membesar akibat terjadi penyimpangan di bagian integumen. Selain itu terjadi hambatan penyampaian nutrisi ke kantung embrio di sekitar jaringan penghubung dan sekitar jaringan yang menyerupai kalus (Imai dan Oshaki 2004 a,b). Di Jepang, Asphondylia sp. merupakan hama penting pada tanaman kedelai dan menyebabkan gejala puru pada polong kedelai. Spesies dari genus Asphondylia sp. yang menyerang kedelai tersebut adalah Asphondylia yushimai. Dilaporkan bahwa gejala serangan pada tanaman kedelai yaitu pada bagian polong, sehingga polong tidak tumbuh dengan normal kemudian akan terhenti pertumbuhannya (Yukawa et al. 2003). Di dalam polong kedelai yang terserang hama puru ini, selain ditemukan larva Asphondylia sp. juga dapat ditemukan cendawan. Cendawan ini hidup bersimbiosis dengan larva Asphondylia sp. dan menyebabkan kerusakan pada polong kedelai semakin parah. Elastisitas polong menjadi rendah dan polong mudah patah, serta pada permukaan luar puru terlihat rambut-rambut polong yang berukuran panjang dan berwarna coklat pirang seperti polong yang baru terbentuk. Jenis cendawan ini di Indonesia belum diketahui, tetapi pernah dilaporkan bahwa jenis cendawan ini adalah Macrosporium sp. dan Alternaria sp. yang berasosiasi

19 9 dengan A. bursaria Felt. Telur dan larva Asphondylia sp. berkembang di dalam polong bersama-sama dengan cendawan dengan biji sebagai media tumbuhnya (Balitpa 1992; Kobayashi 1981 dalam Kartosuwondo dan Harahap 1986). Laporan lain menyebutkan bahwa cendawan yang berasosiasi dengan anggota Asphondyliini adalah Macrophoma sp. dari Kelas Askomycetes. Setae pada sternit ruas ke tujuh abdomen betina Asphondylia sp. mempunyai sebuah struktur khusus bagi cendawan untuk tinggal (Bissett dan Borkent 1988 dalam Yukawa dan Rohfritsch 2005). Namun bagaimana cara betina mengambil cendawan yang cocok dan bagaimana caranya cendawan tersebut diintroduksikan ke dalam puru pada tanaman inang masih belum diketahui (Yukawa dan Rohfritsch 2005). Selain menyerang tanaman kedelai, hama puru Asphondylia sp. juga dilaporkan menyerang tanaman cabai dengan gejala yang sama yaitu puru pada buah cabai. Gejala serangan Asphondylia sp. pada tanaman cabai mengakibatkan perkembangan buah terhambat dan menjadi tidak normal. Pada bunga terserang yang masih kuncup dapat ditemukan larva atau pupa Asphondylia sp., sehingga struktur bunga berubah dan tidak dapat membentuk buah. Buah yang terinfestasi larva Asphondylia sp. berukuran lebih kecil dari buah normal dan menyerupai cabai rawit serta terlihat membengkak (Anastasia 2005; Prima 2005). Penyebaran dan Kisaran Inang Penyebaran hama puru Asphondylia sp. pada mulanya hanya sekitar Afrika Timur dan India Selatan, namun kemudian dilaporkan menyebar ke daerah Jepang, Cina dan Indonesia. Asphondylia sp. biasanya berstatus sebagai hama minor, tetapi kadang-kadang saat infestasi yang tinggi dapat menurunkan hasil panen (Hill 1983). Asphondylia sp. dapat menyerang berbagai famili tanaman, seperti famili Solanaceae, Fabaceae, Caesalpinaceae, Liliaceae, Rosaceae, Caprifoliaceae dan Araliaceae (Uechi et al. 2004; Yukawa et al. 2003). Menurut Yukawa dan Rohfritsch (2005), di Jepang tanaman inang A. yushimai pada saat peralihan antara musim semi-panas-gugur adalah tanaman kedelai (Glycine max Linn.) (Fabaceae) dan pada musim dingin bertahan pada buah Prunus zippeliana Miquel. (Rocaceae). Spesies lain dari genus Asphondylia di Cyrpus, ketika musim panas

20 10 hidup pada tanaman cabai Capsicum annuum Linnaeus (Solanaceae), Capparis spinosa Linnaeus (Capparidaceae) dan Urginea maritime Linnaeus (Liliaceae) (Uechi et al. 2004; Yukawa et al. 2003).

21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di pertanaman cabai di Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Pengamatan lebih rinci dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan mulai bulan November 2006 sampai Juni Metode Penelitian Penanaman Cabai Penanaman cabai dilakukan oleh pemilik lahan setempat. Cabai yang ditanam adalah cabai rawit dan cabai keriting. Penanaman cabai dimulai dengan penyiapan masing-masing benih cabai keriting dan cabai rawit, selanjutnya penyemaian benih, pemindahan bibit ke dalam polibag berukuran kecil, kemudian pemindahan bibit ke lahan, dan pemeliharaan tanaman. Masing-masing benih cabai yang disiapkan berasal dari varietas TM 999 untuk cabai keriting dan varietas Embun pagi untuk cabai rawit. Selanjutnya masing-masing benih sebanyak 500 butir benih ditebarkan pada media semai pada baki penyemaian yang berukuran 40 x 30 x 8 cm 3. Media semai berisi campuran tanah dan pupuk kandang (kompos) dengan perbandingan 3:1. Persemaiaan diletakkan di tempat yang cukup cahaya dan disiram setiap hari hingga benih berkecambah. Bibit cabai yang telah berumur lebih kurang 10 hari setelah semai (HSS) dipindahkan ke dalam polibag kecil sebanyak satu bibit per polibag, dan ditambahkan pupuk kandang sebanyak 10 g per tanaman. Bibit cabai keriting dalam polibag kecil dibiarkan tumbuh sampai berumur 30 hari setelah tanam (HST), sedangkan bibit cabai rawit sekitar 50 HST, selanjutnya tanaman dipindahkan ke lahan yang sudah diolah dan diberi kompos. Kompos yang digunakan yaitu campuran dari kotoran kambing, jerami dan serbuk daun. Total kompos yang dicampur ke lahan sebanyak 20 karung untuk lahan seluas 400 m 2 dan untuk setiap tanaman diberikan lagi sebanyak 100 g kompos.

22 12 Lahan pertanaman cabai terbagi menjadi dua bagian yaitu setengah bagian untuk penanaman cabai rawit dan setengah bagian lainnya untuk penanaman cabai keriting. Lahan terdiri terdiri dari 32 baris bedengan dengan jarak antar bedeng 40 cm dan pada setiap bedeng ditanami sekitar 24 tanaman cabai dengan jarak 30 cm antar tanaman. Lahan penelitian terdiri dari 20 bedeng ditanami cabai keriting dan 12 bedeng ditanami cabai rawit. Kegiatan selanjutnya adalah pemeliharaan tanaman setiap hari. Pengamatan Luas Serangan Tanaman yang dijadikan contoh adalah tanaman yang ada di dalam petak pengamatan. Petak pengamatan cabai keriting terdiri dari 364 tanaman contoh dan cabai rawit sebanyak 157 tanaman contoh. Pengamatan dilakukan saat pertanaman cabai memasuki umur 9 minggu setelah tanam (MST). Pengamatan dilakukan sebanyak sembilan kali dengan interval waktu pengamatan satu minggu. Terkecuali khusus antara pengamatan pertama dan pengamatan kedua pada pertanaman cabai keriting, pengamatan dilakukan dengan interval waktu dua minggu. Setiap tanaman pada masing-masing petak diamati langsung ada tidaknya gejala puru pada bunga atau buah. Selanjutnya luas serangan dihitung dengan menggunakan rumus: Jumlah tanaman yang terserang Luas serangan (%) = X 100% Jumlah tanaman yang diamati Pengamatan Intensitas Serangan Tanaman contoh yang digunakan setiap kali pengamatan adalah sebanyak 30 tanaman cabai keriting dan 20 tanaman cabai rawit. Tanaman contoh ditentukan dari masing-masing petak pengamatan tanaman cabai keriting dan cabai rawit secara acak sistematik, dengan metode diagonal (Lampiran 1). Pengamatan dimulai saat tanaman berumur sekitar 9 MST sebanyak 5 kali pengamatan dengan interval waktu selama 2 minggu. Setiap tanaman diamati dan dihitung jumlah bunga dan buah yang bergejala puru. Selanjutnya intensitas serangan dihitung dengan menggunakan rumus:

23 13 Jumlah bunga yang terserang Intensitas serangan bunga (%) = Jumlah bunga yang diamati X 100% Jumlah buah yang terserang Intensitas serangan buah (%) = X 100% Jumlah buah yang diamati Pengamatan Imago Asphondylia sp. Imago Asphondylia sp. diperoleh baik dari pengamatan di lapang maupun dari sampel yang diamati di laboratorium. Imago dari lapang diperoleh dengan cara mengurung bagian bunga yang masih kuncup dan buah muda yang menunjukkan gejala puru dengan menggunakan kurungan plastik berdiameter 6 cm dan tinggi 7,5 cm dengan bagian atas dan bawahnya ditutup kain kasa. Pengurungan dilakukan terhadap bunga dan buah pada tanaman yang tidak dijadikan contoh. Setiap dua hari sekali diamati kemunculan imago Asphondylia sp. dari sampel yang dikurung pada tanaman. Jika imago yang muncul dalam keadaan hidup, maka dengan menggunakan aspirator secara hati-hati imago dipindahkan ke dalam wadah plastik berdiameter 11 cm dan tinggi 6,5 cm yang telah dilapisi tissue lembab dan sedikit kapas yang telah diberi madu. Wadah plastik kemudian diberi label dan dibawa ke laboratorium untuk dipelihara. Imago yang mati dimasukkan ke dalam alkohol 70%. Pengumpulan imago Asphondylia sp. di laboratorium diperoleh dari sampel bunga dan buah yang terserang puru dari lapang yang dipetik dan dimasukkan ke dalam kantung plastik kemudian dibawa ke laboratorium. Di laboratorium sampel bunga atau buah tersebut dilembabkan satu persatu dengan menggunakan tissue basah yang dibalutkan pada tangkai buah atau bunga. Bunga atau buah tersebut kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam tabung kecil berukuran tinggi 8 cm dan diameter 1,8 cm dan ditutup dengan kapas. Sampel dilembabkan setiap hari dan diamati kemunculan imagonya. Imago Asphondylia sp. yang terkumpul diamati nisbah kelamin dan dihitung keperidian dari imago Asphondylia sp. betina. Keperidian imago ditentukan dengan membedah abdomen betina Asphondylia sp. di bawah mikroskop binokuler, kemudian telur diukur dan dihitung jumlahnya. Untuk mengamati alat

24 14 kelamin jantan dan betina, bagian ujung abdomen jantan dan betina dibuat preparat slide. Preparat slide dibuat dengan metode alkohol bertingkat. Pengamatan Parasitoid dan Tingkat Parasitisasi Pengumpulan parasitoid diproleh bersamaan dengan pengamatan imago Asphondylia sp. di laboratorium, yaitu dengan cara memetik sebagian bunga dan buah yang bergejala puru dari lahan yang berasal dari tanaman yang sudah diamati setiap minggunya dan tanaman lain di luar contoh. Bunga dan buah masing-masing dimasukkan ke dalam tabung kecil berukuran tinggi 8 cm dan diameter 1,8 cm dan ditutup dengan kapas, bunga dan buah ini dilembabkan setiap hari. Setiap hari bunga atau buah yang diamati dilembabkan dan diamati kemunculan imago parasitoidnya. Imago parasitoid yang muncul kemudian dihitung dan dimasukkan ke dalam alkohol 70%. Selanjutnya tingkat parasitisasi dihitung dengan menggunakan rumus: Jumlah puru yang terparasit Tingkat Parasitisasi (%) = X 100% Jumlah puru yang diamati Perhitungan tingkat parasitisasi dalam penelitian ini menggunakan asumsi bahwa satu bunga atau buah yang bergejala puru hanya diserang oleh satu larva Asphondylia sp. dan satu larva Asphondylia sp. hanya diparasit oleh satu parasitoid. Untuk mengetahui bentuk larva dan pupa parasitoid serta fase perkembangan Asphondylia sp. yang diparasit, sebagian bunga atau buah yang bergejala puru dibedah di bawah mikroskop binokuler. Pembedahan ini dilakukan baik pada puru yang sudah keluar parasitoidnya maupun yang belum keluar. Imago parasitoid yang baru keluar dari sampel kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 70%. Selanjutnya imago parasitoid tersebut diidentifikasi. Identifikasi Parasitoid Parasitoid yang akan diidentifikasi terlebih dahulu dibuat koleksi kering dengan menggunakan kertas segitiga sama sisi berukuran 12 mm 2 dan ditempel dengan lem kertas yang larut dalam air. Identifikasi dilakukan hingga tingkat

25 15 famili dengan kunci yang disusun oleh Boucek (1988) serta Grissel dan Schauff (1990). Identifikasi hingga tingkat genus dilakukan dengan merujuk kepada staf ahli Hymenoptera di bagian Zoologi (Dr. Rosichon Ubaidillah), Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong Bogor.

26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lahan Lahan pertanaman cabai di Desa Cikarawang berada pada ketinggian 250 m dpl. Berdasarkan data klimatologi selama bulan Februari sampai Mei 2007 (selama pengamatan), suhu rata-rata maksimum sebesar 32,8 ºC dan minimum 21,6 ºC. Curah hujan harian berkisar antara 0 sampai 155,5 mm atau sebesar 346,4 mm per bulan, dan kelembaban nisbi harian 81,11% (Lampiran 2). Lahan yang digunakan untuk penelitian bersebelahan dengan tanaman ubi jalar dan singkong, namun sebelumnya (saat awal pengamatan) bersebelahan dengan tanaman kacang tanah. Tanaman di sekitar lahan penelitian umumnya adalah padi. Pada lahan pengamatan, selain ditanam cabai keriting dan cabai rawit juga ditanam sejumlah kecil cabai besar secara tumpang sari pada bagian tengah lahan. Hama pada pertanaman cabai keriting dan cabai rawit yang seringkali ditemukan selama pengamatan yaitu ulat grayak Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae), kepik hijau N. viridula dan kutu daun Myzus persicae (Hemiptera: Aphididae). Gejala Serangan Perbedaan gejala serangan Asphondylia sp. pada bunga dan buah cabai dapat dilihat pada Gambar 1, 2 dan 3. Gejala puru yang ditunjukkan pada bunga dan buah cabai keriting dan cabai rawit terlihat sama. Kebanyakan bunga yang terserang masih dalam keadaan kuncup dan buah juga masih sangat muda. Bunga yang terserang puru berbentuk lebih bulat agak melebar dan apabila dipegang terasa padat. Gejala mula-mula adalah mahkota bunga berwarna hijau tua agak pudar dibandingkan dengan yang normal, permukaan bunga menjadi tidak teratur, dan semakin lama mahkota bunga menjadi berwarna coklat dan kering. Serangan pada bunga dapat menyebabkan buah menjadi lebih cepat berkembang sebelum bunga mekar, sehingga buah yang terbentuk tidak normal, atau bahkan buah menjadi tidak dapat berkembang sama sekali. Pada buah muda, gejala puru menyebabkan buah menjadi bulat lonjong tidak beraturan, tidak dapat tumbuh normal, dan ukuran buah menjadi lebih pendek dan membengkak.

27 17 a Gambar 1 Gejala serangan Asphondylia sp. pada bunga (a) dan buah muda (b) cabai keriting b a b Gambar 2 Perbedaan antara bunga cabai keriting yang terserang Asphondylia sp. (a) dan bunga yang normal (b) a Gambar 3 Gejala serangan Asphondylia sp. pada bunga (a) dan buah (b) cabai rawit Di dalam bunga dan buah yang membentuk puru dapat ditemukan larva atau pupa Asphondylia sp. (Gambar 4). Menurut Imai dan Oshaki (2004 b), di dalam buah yang membentuk puru ada suatu bagian menyerupai kalus yang dibentuk di b

28 18 antara kantung embrio dan karpel bakal buah dekat integumen. Jaringan yang menyerupai kalus ini merupakan sel-sel yang kaya akan nutrisi akibat penghambatan penyaluran nutrisi dari tanaman untuk kantung embrio. a Gambar 4 Larva (a) dan pupa (b) Asphondylia sp. yang berkembang di dalam puru Luas Serangan Luas serangan Asphondylia sp. pada tanaman cabai keriting di Desa Cikarawang selama kurang lebih sembilan minggu pengamatan adalah berkisar antara 30,22 sampai 90,38% (Gambar 5). Adanya serangan Asphondylia sp. mulai diketahui pada saat tanaman cabai keriting berumur 8 MST, dan mulai dilakukan pengamatan pada saat tanaman memasuki umur 9 MST dengan luas serangan yang masih rendah. Pada selang dua minggu kemudian luas serangan meningkat sangat tinggi menjadi 79,56% (pengamatan ke-2) hingga mencapai puncak tertinggi sebesar 90,38% (pengamatan ke-5). Melihat perubahan yang tinggi dari luas serangan pengamatan pertama ke pengamatan kedua, maka pengamatan kedua hingga kesepuluh selanjutnya dilakukan setiap satu minggu sekali agar dapat melihat nilai perubahan luas serangan pada setiap minggunya. Luas serangan Asphondylia sp. pada pertanaman cabai rawit berkisar antara 10,19 sampai 46,50%, bernilai lebih rendah daripada luas serangan di cabai keriting (Gambar 6). Pada pertanaman cabai rawit gejala puru mulai muncul saat umur tanaman cabai umumnya memasuki 8 MST, sama seperti pada pertanaman cabai keriting. Pola luas serangan Asphondylia sp. di Desa Cikarawang ini cenderung meningkat pada awal pengamatan (terutama pada cabai keriting), mencapai puncak di pertengahan pengamatan (pengamatan ke-5), dan semakin menurun di akhir pengamatan. b

29 19 Luas serangan (%) Pengamatan ke- Gambar 5 Luas serangan Asphondylia sp. pada pertanaman cabai keriting Luas serangan (%) Pengamatan ke- Gambar 6 Luas serangan Asphondylia sp. pada pertanaman cabai rawit Pengamatan pertama hingga ke-3 pada cabai rawit terlihat bernilai hampir sama, kemudian meningkat sampai pengamatan ke-5 dan kembali menurun. Perubahan nilai yang terjadi pada setiap minggunya hampir berubah secara konstan, dengan rata-rata perubahan sekitar 7%. Pola luas serangan ini hampir sama dengan pola luas serangan Asphondylia sp. yang terjadi di desa Tugu selatan dan Desa Cibanteng, hasil laporan penelitian Prima (2005). Pola luas serangan ini terjadi nampaknya karena pada awal pengamatan tanaman baru mulai membentuk bunga, kemudian pada pertengahan pengamatan disamping terus memproduksi bunga, tanaman juga sudah membentuk buah sehingga menyediakan inang bagi Asphondylia sp. semakin melimpah. Hal tersebut mengakibatkan luas serangan di lapang menjadi semakin meningkat. Penurunan

30 20 luas serangan di akhir pengamatan juga tampaknya karena ketersediaan inang berupa bunga dan buah cabai semakin sedikit. Namun selain itu juga perbedaan luas serangan dari setiap minggunya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan seperti suhu, curah hujan, dan kelembaban. Intensitas Serangan Intensitas serangan Asphondylia sp. pada pertanaman cabai keriting di Desa Cikarawang secara umum adalah lebih tinggi dari pada di pertanaman cabai rawit, terutama pada pengamatan ke-2 (sebesar 22,81%) dan ke-3 (sebesar 32,95%) (Tabel 1). Bila dianalisis dan diamati lebih lanjut, pada pengamatan ke-2 intensitas serangan pada cabai keriting lebih tinggi dari cabai rawit pada bagian bunganya saja, dan pada pengamatan ke-3 lebih tinggi pada bagian bunga dan juga buahnya (Tabel 2). Tabel 1 Intensitas serangan Asphondylia sp. pada pertanaman cabai keriting dan cabai rawit Jenis tanaman Intensitas serangan pada pengamatan ke- (% ± SD) a Cabai Keriting 9,09 ± 19,53a 22,81 ± 35,59b 32,95 ± 36,47b 14,71 ± 25,86a 12,82 ± 23,41a Cabai Rawit 5,25 ± 10,27a 8,25 ± 14,74a 5,47 ± 7,89a 8,07 ± 13,91a 7,80 ± 20,08a a Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata (Uji Duncan a = 5%) Tabel 2 Intensitas serangan Asphondylia sp. pada bunga dan buah cabai keriting dan cabai rawit Bagian tanaman Cabai Keriting Intensitas serangan pada pengamatan ke- (% ± SD) a Bunga 4,59 ±15,92a 13,75 ± 27,32b 19,02 ± 18,51b 6,05 ± 18,45a 6,02 ± 5,41a Buah 4,50 ± 3,61a 9,0 ± 8,27ab 13,93 ± 17,96b 8,66 ± 7,41a 6,80 ± 18,00a Cabai Rawit Bunga 1,39 ± 3,02a 2,56 ± 4,71a 2,01 ± 4,46a 3,92 ± 10,33a 2,81 ± 11,15a Buah 3,86 ± 7,25a 5,69 ± 10,03a 3,46 ± 4,34a 4,15 ± 3,58a 4,99 ± 8,93a a Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata (Uji Duncan a = 5%) Intensitas serangan cabai keriting, pada bagian bunganya berkisar antara 4,59 sampai 19,02%, sedangkan pada buahnya berkisar antara 4,50 sampai 13,93%. Intensitas serangan pada cabai rawit, bagian bunganya berkisar antara 1,39 sampai 3,92%, sedangkan pada bagian buahnya berkisar antara 3,46 sampai

31 21 5,69%. Intensitas serangan antara bunga dan buah pada masing-masing jenis tanaman cabai tersebut menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata menurut uji Duncan a = 5% (Tabel 2). Pada cabai keriting, rata-rata ditemukan satu sampai empat bunga atau buah yang terserang per tanaman contoh, sedangkan pada cabai rawit rata-rata ditemukan satu sampai dua buah cabai yang terserang. Pola intensitas serangan cabai keriting yaitu rendah pada awal pengamatan, meningkat pada pertengahan pengamatan, dan kembali menurun pada akhir pengamatan. Berbeda dengan tanaman cabai keriting, pola intensitas serangan cabai rawit terlihat lebih stabil (Gambar 7 dan 8). Intensitas serangan (%) Pengamatan ke- Bunga Buah Gambar 7 Intensitas serangan Asphondylia sp. pada pertanaman cabai keriting Intensitas serangan (%) Pengamatan ke- Bunga Buah Gambar 8 Intensitas serangan Asphondylia sp. pada pertanaman cabai rawit

32 22 Pola intensitas serangan pada cabai keriting tersebut sama dengan pola luas serangannya, dimana serangan tertinggi terjadi pada tengah pengamatan yang diperkirakan pula saat itu tanaman cabai berada dalam puncak pembungaan dan juga pembuahan. Pada saat itu jumlah inang yang tersedia bagi peletakkan telur Asphondylia sp. melimpah. Perbedaan intensitas serangan Asphondylia sp. dari kedua jenis tanaman cabai dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam buah itu, seperti perbedaan pada bentuk dan ukuran, serta nutrisi yang terkandung dalam buah cabai. Selain itu perbedaan tersebut dapat juga karena adanya perbedaan pada preferensi imago Asphondylia sp. terhadap kedua jenis tanaman cabai, dan juga diperkirakan karena adanya perbedaan waktu penanaman terhadap masing-masing tanaman cabai. Tanaman cabai keriting diamati dua bulan lebih dulu dari pengamatan pada cabai rawit, sehingga hama datang lebih dulu ke pertanaman cabai keriting dibandingkan cabai rawit. Pada saat tanaman cabai rawit mulai berbunga, hama dapat berpindah ke pertanaman cabai rawit. Pada saat itu hama Asphondylia sp. pada pertanaman cabai keriting sudah tertekan oleh aktivitas musuh alami seperti parasitoid yang memarasit banyak larva dan pupa Asphondylia sp. Dengan demikian populasi Asphondylia sp. pada pertanaman cabai rawit pun dipengaruhi oleh keberadaan parasitoid yang sudah ada di pertanaman. Terlihat dari data secara keseluruhan bahwa tingkat serangan Asphondylia sp. di lapangan masih relatif rendah. Rendahnya tingkat serangan ini dapat dipengaruhi oleh jenis tanaman inangnya, cuaca lingkungan yang tidak mendukung serangga Asphondylia sp. untuk bertahan hidup, keberadaan organisme lain, ketersediaan inang yang terbatas, dan juga akibat dari melimpahnya parasitoid sebagai musuh alami Asphondylia sp. Namun walaupun intensitas serangan Asphondylia sp. rendah, hama ini dapat berpotensi menjadi hama penting bila faktor-faktor penghambat tersebut mengalami perubahan. Nisbah Kelamin dan Keperidian Asphondylia sp. Imago Asphondylia sp. yang berhasil muncul dan diamati di lapang maupun dari sampel puru yang dibawa ke laboratorium berjumlah relatif sedikit. Perbandingan antara imago jantan dan betina yang diamati adalah 18 : 27, maka

33 23 nisbah kelamin jantan dan betina adalah 1 : 1,5. Imago Asphondylia sp. paling banyak muncul dari tanaman cabai keriting (Tabel 3). Tingkat serangan yang lebih tinggi pada cabai keriting, menunjukkan bahwa keberadaan Asphondylia sp. juga lebih banyak pada pertanaman cabai keriting. Tabel 3 Perbandingan jumlah imago jantan dan betina Asphondylia sp. yang berhasil keluar dari puru Cabai keriting Tempat pemeliharaan Perbandingan jantan dan betina (individu)?? Lapang a Laboratorium b 5 4 Cabai Rawit Lapang 2 2 Laboratorium 1 0 Total Nisbah kelamin 1 1,5 a Imago muncul dari puru di lapang b Imago muncul dari puru di laboratorium Imago Asphondylia sp. saat keluar dari pupa di dalam puru akan meninggalkan eksuvium pupa pada lubang keluar imago. Lampiran 3 memperlihatkan eksuvium pupa yang muncul di permukaan puru bunga cabai. Imago Asphondylia sp. menyerupai nyamuk, berwarna coklat kemerahan dan berukuran relatif kecil (Lampiran 4a). Lama hidup imago jantan dan betina yaitu 1-3 hari. Selama pemeliharaan dalam wadah plastik, imago terlihat menghisap cairan madu pada kapas dan butiran air yang berada di kertas tissue. Namun perilaku tersebut jarang terlihat. Posisi imago ketika menghisap cairan yaitu kepala tampak mengarah ke bawah dengan posisi abdomen di atas (Lampiran 4b). Perbedaan imago jantan dan betina dapat terlihat dari bagian ujung abdomen imago (Lampiran 5). Pada imago betina pada bagian ujung abdomen terdapat ovipositor berbentuk runcing seperti jarum yang akan digunakan ketika meletakkan telur. Ovipositor terlindungi dalam suatu struktur berbentuk seperti kantung. Bagian ujung abdomen imago jantan, mempunyai sersi yang terbagi menjadi dua cuping, bagian gonostylus agak bulat, pada bagian ujung terdapat

34 24 bagian yang mengeras menyerupai kuku. Bagian-bagian tersebut umum terlihat pada genus ini seperti yang diuraikan oleh Yukawa (1971). Kemunculan imago Asphondylia sp. selama pengamatan, berdasarkan tempat pemeliharaannya, imago lebih banyak muncul di lapang daripada di laboratorium. Kemunculan imago di laboratorium dipengaruhi oleh kemampuan larva untuk dapat bertahan di dalam puru. Menurut Oshaki dan Yukawa (1990), jika larva berada di dalam puru bunga dan buah yang sudah gugur (dipetik), larva tidak dapat berkembang dan mati, namun apabila di dalam buah puru yang gugur (dipetik) itu larva sudah menjadi pupa, maka imago masih dapat keluar. Kemunculan imago di lapang juga dapat dipengaruhi oleh kematian larva yang disebabkan oleh puru bunga atau puru buah yang gugur dan kematian larva dan pupa di dalam puru akibat serangan parasitoid. Tinggi rendahnya kemunculan imago akan mempengaruhi keragaman nisbah kelamin Asphondylia sp. yang muncul. Menurut hasil penelitian Yukawa dan Oshaki (1988) di Kagoshima, keragaman nisbah kelamin Asphondylia sp. dari tahun ke tahun dan di setiap lokasi yang berbeda dapat berbeda-beda dengan perbedaan yang tidak terlalu nyata. Kemunculan harian dari setiap individu imago Asphondylia sp. di lapangan berfluktuasi dengan variasi iklim harian dan lebih dipengaruhi oleh curah hujan daripada temperatur. Dari hasil pengamatannya setiap hari selama satu bulan, kemunculan imago Asphondylia aucubae Yukawa et Oshaki sangat rendah saat curah hujan tinggi. Hasil pembedahan terhadap abdomen imago betina, diperoleh bahwa telur Asphondylia sp. berwarna putih agak transparan, berbentuk lonjong dengan salah satu bagian ujungnya menyempit, dengan rata-rata panjang 0,20 mm dan lebar 0,07 mm (Lampiran 6). Keperidian Asphondylia sp. betina berkisar antara 50 sampai 173 butir telur atau rata-rata 107,5 butir per individu imago betina (Tabel 4). Tabel 4 Pengamatan telur dan keperidian imago betina Asphondylia sp. Aspek pengamatan Kisaran Rata-rata ± SD Jumlah ulangan (n) Panjang telur (mm) 0,13 0,35 0,20 ± 0,04 50 Lebar telur (mm) 0,04 0,13 0,07 ± 0,03 50 Keperidian (butir) ,50 ± 40,89 10

35 25 Parasitoid pada Asphondylia sp. Parasitoid pada Asphondylia sp. yang muncul dari sampel puru bunga dan buah cabai keriting dan cabai rawit di laboratorium adalah berasal dari Ordo Hymenoptera, Famili Eurytomidae dan Eulophidae. Parasitoid dari Famili Eurytomidae terdiri dari dua spesies dari genus Eurytoma yang tergolong ke dalam Subfamili Eurytomi nae. Parasitoid dari Famili Eulophidae adalah Sigmophora sp. dan Aprostocetus sp. yang tergolong ke dalam Subfamili Tetrastichinae. (Lampiran 7 dan 8). Lampiran 9 memperlihatkan bentuk telur, larva dan pupa Eurytoma sp. Parasitoid Famili Eurytomidae lebih banyak muncul dari pada Famili Eulophidae (Tabel 5). Parasitoid-parasitoid tersebut lebih banyak muncul dari sampel puru bunga dan buah cabai keriting dari pada cabai rawit. Dari sampel puru bunga dan buah cabai rawit, jumlah kedua famili parasitoid tidak jauh berbeda. Tabel 5 Parasitoid pada Asphondylia sp. yang muncul dari sampel puru cabai Famili Eurytomidae (Eurytoma sp. 1 dan Eurytoma sp. 2) Jumlah imago parasitoid yang muncul (individu) Total (%) Cabai keriting Cabai rawit (60,30) Eulophidae (Sigmophora sp. dan Aprostocetus sp.) (39,70) Total (100) Eurytoma spp. berukuran panjang antara 1,40 sampai 2,03 mm untuk imago jantan, sedangkan imago betinanya 1,73 sampai 2,40 mm. Menurut DiGiulio (1997 dalam CPC 2005), genus Eurytoma dapat bersifat entomofag, fitofag atau keduanya. Peranannya sebagai entomofag dilaporkan memarasit berbagai serangga yang berasal dari ordo Coleoptera, Lepidoptera, Hymenoptera, Hemiptera dan Diptera. Dalam memarasit, Eurytoma spp. kebanyakan menyerang inangnya pada stadia larva sebagai endoparasitoid larva, dan sebagian memarasit serangga pembuat puru. Inang utama anggota Famili Eulophidae, Subfamili Tetrastichinae adalah Ordo Lepidoptera, Diptera dan Coleoptera, termasuk di dalamnya yaitu pengorok

36 26 daun, penyebab puru dan larva serangga yang hidup dalam jaringan tanaman (Borror et al. 1996; Boucék 1988). Sebagian besar anggota genus Aprostocetus berkembang di dalam inang yang berada di dalam jaringan tanaman dan banyak berasosiasi dengan anggota Cecidomyiidae penyebab puru. Dalam memarasit, anggota genus ini bersifat sebagai parasitoid primer pada telur atau beragam instar larva (Boucék 1988). Sebagian besar spesiesnya juga diketahui bersifat hiperparasitoid dan hanya beberapa spesies diketahui berperan sebagai predator telur laba-laba dan tungau, serta nematoda di dalam puru (CPC 2005). Boucék (1988), melaporkan bahwa beberapa spesies genus Sigmophora berperan sebagai parasitoid penyebab puru dari Famili Cecidomyiidae seperti Asphondylia sp. Larva Asphondylia sp. yang terparasit tubuhnya menjadi lemah, lunak, dan berubah warna menjadi coklat gelap. Bila parasitoid telah berkembang sempurna, larva inang yang tersisa hanya tinggal bagian integumen larva (Gambar 9a). Gejala pupa yang terparasit adalah bentuk pupa menjadi tampak mengkerut, berukuran lebih kecil dan berwarna lebih coklat kehitaman dibandingkan dengan yang sehat (Gambar 9b). Jika parasitoid telah berkembang hingga sempurna, inang yang tertinggal hanya berupa sisa pupa yang sudah rusak (Gambar 9c). b c a Gambar 9 Sisa larva (a), pupa terparasit (b) dan sisa pupa Asphondylia sp. Tingkat Parasitisasi Parasitisasi parasitoid Asphondylia sp. pada tanaman cabai keriting setiap minggunya berfluktuasi, yaitu berkisar antara 20,00 sampai 73,33%, sedangkan pada tanaman cabai rawit berkisar antara 11,00 sampai 36,84% (Lampiran 10).

37 27 Keberadaan parasitoid Asphondylia sp. di lapangan menyebabkan populasi hama ini tetap rendah dan tingkat serangan hama juga rendah. Sebagian besar parasitoid yang ditemukan bersifat endoparasitoid. Namun selama pengamatan seringkali ditemukan larva parasitoid yang memarasit inangnya dari luar permukaan tubuh inang atau bersifat ektoparasitoid. Hal itu ditemukan baik pada inang larva maupun inang pupa (Lampiran 11). Namun peranannya sebagai endoparasitoid maupun ektoparasitoid untuk setiap genus parasitoid yang ditemukan perlu pengamatan lebih lanjut. Hasil pembedahan pada setiap sampel puru bunga atau buah cabai umumnya hanya terdapat satu individu larva Asphondylia sp. dan satu individu larva parasitoid. Hasil pengamatan kemunculan imago parasitoid juga menunjukkan bahwa dari satu puru bunga atau buah cabai keriting maupun cabai rawit umumnya muncul hanya satu imago parasitoid (Tabel 6). Namun ada beberapa sampel puru yang menunjukkan kemunculan dua sampai tiga individu parasitoid per puru. Kemunculan lebih dari satu individu imago parasitoid dapat berasal dari anggota famili yang sama atau berbeda. Tabel 6 Frekuensi kemunculan imago parasitoid Asphondylia sp. per sampel puru Kemunculan imago parasitoid Frekuensi kemunculan pada setiap jenis tanaman (%) Cabai keriting Cabai rawit 1 individu 127 (92,03) 39 (84,78) 2 individu 11 (7,97) 6 (13,04) 3 individu 0 (0) 1 (2,18) Total 138 (100) 46 (100)

38 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Luas serangan Asphondylia sp. di Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor lebih tinggi pada cabai keriting dibandingkan dengan cabai rawit. Luas serangan pada pertanaman cabai keriting berkisar antara 30,22 sampai 90,38% sedangkan pada cabai rawit berkisar antara 10,19 sampai 46,50%. Intensitas serangan Asphondylia sp. pada tanaman cabai keriting lebih tinggi dibandingkan dengan cabai rawit pada pengamatan kedua dan ketiga, sedangkan pada bagian bunga dan buahnya pada masing-masing jenis tanaman cabai tidak berbeda nyata. Intensitas serangan pada cabai keriting berkisar antara 9,09 hingga 32,95%, sedangkan pada cabai rawit berkisar antara 5,25 hingga 8,25%. Gejala puru lebih banyak ditunjukkan pada bagian bunga dan buah yang masih muda. Parasitoid Hymenoptera yang muncul dari hama puru ini adalah famili Eurytomidae yang terdiri dari dua spesies dari genus Eurytoma dan Famili Eulophidae (Sigmophora sp. dan Aprostocetus sp.). Kedua famili tersebut memarasit inangnya secara endoparasitoid maupun ektoparasitoid. Parasitisasi parasitoid Asphondylia sp. pada tanaman cabai keriting yaitu berkisar antara 20,00 sampai 73,33%, sedangkan pada tanaman cabai rawit berkisar antara 11,00 sampai 36,84%. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap serangan Asphondylia sp. di daerah lain pada tanaman cabai jenis lain. Selain itu juga perlu penelitian mengenai preferensi serangan hama ini pada berbagai varietas tanaman cabai dan ketahanan varietas tersebut terhadap serangan hama puru ini.

39 LAMPIRAN

40 Lampiran 1 Denah pengambilan tanaman contoh dalam pengamatan intensitas serangan a X X X X X X X D X C X X X X X X X X X X X X D B X E X X X X E X X B X X X X D X X X E X X D X X X X X X X X X X D B X E X X X X X X B X X D X C X E X X D X X X X X X X X X X C X X D B X E X X X A X B D X X X E X X D X X A X X X X X X X B A X C X X D B X E X X A D B C X E X X D X X A X X X X X X X X X X B A X C X X D B X D A X B E X X D X X X A X B X X X X X X X E D X X B A X C X X X D X C A E B X D X X A X X B X X X X X X X C E X D X X B A X C D X X X E A X B X X A X X B X C X X X X X X A X X E X D X X B A X C X E X X A X B A X X B X C X X X X X X X X X C X X E X D X X X X E X X X X A A B X B X C X E X X X X X X X X A X C X X E X D C E X X D X X A A X B X C X E X X X X X X X D B X X A X C X X E E X X D X X A X X B B C X E X D X X X X X X X X D X X X A X C X X X D X X A X X B A C B E X D X X X X X X X X C X B D X X X A X X D X X A X X B X C A E B D X X X X X X X X E A X C X B D X X X D X X A X X B X C X X A D B C X X X X X X X X X E A X C X B D X X X A X X B X C X E X D A X B X X X X X X X X D X X E A X C X X X A X X B X C X E X D X C A C B X X X X X X B X X D X X E A X C A X X B X C X E X D X X X X X E X X X X X X C X B X X D X X E A X X B X C X E X D X C X C X E A X X X X X X X C X B X X D X X E X B X C X E X D X X X X X E X X X X X X X X E X A X C X B X X D X X C X E X D X C X C X E X X X X X X X X X X B E X A X C X B X X C X E X D X X X X X E X X X X X X X X X X X X X X E X A X C X X X E X X X C X C X E X X X X X X X X X X X X E X X X X E X A X b Keterangan: a : Petak pertanaman cabai keriting b : Petak pertanaman cabai rawit A : Tanaman contoh pengamatan ke-1 B : Tanaman contoh pengamatan ke-2 C : Tanaman contoh pengamatan ke-3 D : Tanaman contoh pengamatan ke-4 E : Tanaman contoh pengamatan ke-5

41 33 Lampiran 2 Data Klimatologi Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor Data Klimatologi Bulan : Februari-Juni 2007 Garis Lintang : 06,5536 ºLS, Garis Bujur : 106,7498 ºBT Februari 2007 Tgl Suhu (ºC) Waktu pengamatan Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor Kelembaban nisbi (%) Waktu pengamatan 7:00 13:00 18:00 Rt2 Max Min 7:00 13:00 18:00 Rt2 1 23,3 26, ,6 27, ,6 2 23,3 24,2 24,5 23, , ,2 3 23,1 23,6 23,4 23,3 24,8 22, , ,2 24,8 24,3 26,6 22, ,5 25,2 24,2 29,4 22, ,3 6 22,8 28, ,6 29,4 22, ,8 29,1 28,4 25,8 28,5 22, ,9 26,6 23,6 24,5 29,4 23, ,8 CH (mm) 9 23, ,2 25,7 30,8 22, , ,7 29,9 27,8 25, , , ,8 27,2 26,3 31,4 23, ,8 23, , ,8 27,5 28,4 26,8 32,8 23, ,5 31,6 28,4 25, , , ,8 31,6 23,4 25,7 31,4 23, , ,8 23,4 24,8 32,4 21, ,1 24,7 24,9 31,4 21, , ,9 30,4 23,5 24,6 30,8 21, , , ,1 24,6 27,1 22, ,5 26,6 25,2 25,5 29,8 22, ,3 29,3 27,4 24, , , , ,1 22, ,7 26,9 24,8 24, , , , ,3 25,5 31,6 23, , ,9 30, , , ,3 30,8 24,6 24,9 31,6 22, , ,8 29,2 24,7 25,3 29, , ,9 30,3 27,6 25, , ,1 Jml 643,6 803,8 715,6 701,6 832, ,2 Rt ,7 25,6 25,1 29,7 22, Max 24 31,6 28,4 26,8 32,8 23, Min 21,9 23, ,3 24,8 21, ,1 Keterangan: Rt2: Rata-rata, CH: Curah Hujan, Max: Maksimum, Min: Minimum

42 34 Maret 2007 Tgl Suhu (ºC) Waktu pengamatan Kelembaban nisbi (%) Waktu pengamatan 7:00 13:00 18:00 Rt2 Max Min 7:00 13:00 18:00 Rt , , , ,6 2 23, ,6 28,4 22, ,7 3 24,2 28, ,2 29,4 22, ,8 4 24,2 24,6 24,5 24,4 29,7 23, ,8 5 22,6 30,6 23,7 24,9 31,5 22, ,8 28,8 25, ,9 22, ,3 26,2 24,3 24,3 27,4 22, ,5 8 23,2 28,8 27,6 25,7 29,3 22, ,5 9 24,8 28,6 26,6 26,2 30,4 24, , ,6 28,2 27,8 25,8 30,4 23, ,8 25,8 30,6 22, , ,7 29,7 26,4 31,7 22, ,8 27,7 24,8 25,8 29,7 23, ,7 31,6 23,9 24,3 382,8 22, , ,4 31, ,1 32,2 22, , ,6 31, , , ,4 30, ,7 31,6 23, , , ,8 25,8 30,6 22, , , ,2 25,8 32,2 22, , ,5 26,7 26, , , ,4 30,5 27,5 25,7 32,2 23, , ,3 30,3 26,2 26, ,4 29,4 27,3 26,1 30,9 23, ,6 29,2 26,7 32,5 23, ,9 30,9 26,6 26,5 31,4 23, , ,7 30, ,3 30,6 23, , , ,8 25,4 30,1 22, ,2 30, ,6 30,5 22, , ,3 31,8 28,5 26,4 32, , ,2 26,6 25,1 26,3 30,8 23, ,4 30,8 24, ,2 22, ,8 CH (mm) Jml 725,5 916,3 814,2 794,7 950,5 710, ,5 276,4 Rt2 23,1 29,6 26,3 25,6 30,7 22,9 94,8 71,3 84,7 86,4 27 Max 24, ,7 26,7 32,8 24, ,5 36,5 Min 22,4 24,6 23, ,4 22, ,3 0 Keterangan: Rt2: Rata-rata, CH: Curah Hujan, Max: Maksimum, Min: Minimum

43 35 April 2007 Tgl Suhu (ºC) Waktu pengamatan Kelembaban nisbi (%) Waktu pengamatan 7:00 13:00 18:00 Rt2 Max Min 7:00 13:00 18:00 Rt2 1 27,7 30, ,3 32,3 22, , ,8 2 23,8 31,6 27,7 26,7 32,3 23, ,6 27,7 62 4,5 3 22,9 31,8 23,8 25,4 32,8 22, ,8 23, CH (mm) 4 22,9 29,3 26,8 25,5 31,6 22, ,3 26, ,9 5 24,4 29,5 26,3 26,1 30,9 23, ,5 26,3 61 2,9 6 23,9 27,3 24,3 24,9 30,5 23, ,3 24, ,1 31,5 25,1 25,2 32,1 21, ,5 25, ,3 8 23,6 31,6 25,4 26,1 31,8 23, ,6 25, , ,5 25,4 31,9 22, ,5 62 4, ,4 30,8 23,8 25,4 31,8 23, ,8 23, ,6 28,4 26,8 26, , ,4 26, , ,2 31,2 25,4 25,1 31,7 22, ,2 25, ,2 31,4 25,9 25,9 31,6 22, ,4 25,9 63 1, ,2 25,4 26,2 31,7 23, ,2 25,4 62 6, ,7 30,5 27,8 26, , ,5 27,8 60 2, ,4 26,5 26,3 32,2 23, ,4 26, , ,9 26,7 30,4 24, ,9 62 1, , ,8 24,6 32,6 22, , ,3 30,6 25,2 26,5 30,6 23, ,6 25, ,5 31, , , , , ,5 31,6 27,2 26,4 30,9 23, ,6 27, , ,2 30,9 25,8 26,5 31,6 23, , , , ,6 25,5 30,6 22, , ,9 26,4 24,7 25,4 31,9 22, ,4 24,7 62 3, ,1 30,6 25,8 24,6 32,2 22, ,6 25, , , ,2 25,5 30,4 22, ,2 62 6, , ,8 31,2 22, , ,5 30,7 29,2 26,2 31, ,7 29, , ,3 31,4 29,3 26,7 32,2 22, ,4 29, ,4 29,5 25,5 25,9 30,2 23, ,5 25, Jml 700,6 911,6 777, ,5 688, ,7 Rt2 23,4 30,4 25,9 25,9 31,6 22, Max 24, ,7 26,7 32,8 24, ,5 Min 22,1 26,4 24,6 24, , Keterangan: Rt2: Rata-rata, CH: Curah Hujan, Max: Maksimum, Min: Minimum

44 36 Mei 2007 Tgl Suhu (ºC) Waktu pengamatan Kelembaban nisbi (%) Waktu pengamatan 7:00 13:00 18:00 Rt2 Max Min 7:00 13:00 18:00 Rt2 1 22, ,1 25,7 31, ,1 2 24,3 24,4 24,5 24,4 29, , , ,3 22, ,7 28,6 26,6 32,4 22, ,6 30,8 24,2 25, , CH (mm) ,9 25,8 25,9 32,3 22, , ,2 26,9 32,8 22, ,5 32,2 27,6 27,2 32,8 24, ,6 31,8 23,9 25, , , ,2 31,6 25,2 25, , , ,1 26, , , ,5 29,9 27,2 25,8 30,9 22, ,5 31,2 2,4 26,1 31,7 23, ,4 25,3 25,9 27,7 23, , ,5 29, ,1 30,5 23, , ,2 27,8 25, ,4 23, ,6 31,8 24,6 24,4 32,3 22, , ,9 31,6 24,8 25,6 31,7 22, , ,5 31,6 28,9 26, , ,4 31,6 26,1 26,1 32,9 23, , ,9 31,6 27,7 26,3 32,7 22, ,6 31, ,2 32,8 22, ,4 30,7 28,2 26, , ,8 31,3 28,9 26,3 32,6 22, ,7 31,8 28,5 26,8 32,7 23, , ,8 28,4 26,6 32,2 22, , ,8 31,3 27,9 26,3 31,6 22, ,8 28,8 26,5 32,4 22, ,6 26,1 32,4 22, ,9 31, ,5 32,4 22, , , , ,2 Jml 720,2 952, ,2 985,5 709, ,5 2672,5 198,3 Rt2 23,2 30,7 26, ,8 22, Max 24,5 32,2 29,2 27, , ,4 Min 22,4 24,4 23,9 24,4 27, Keterangan: Rt2: Rata-rata, CH: Curah Hujan, Max: Maksimum, Min: Minimum

45 37 Lampiran 3 Eksuvium pupa Asphondylia sp. pada puru bunga cabai yang tertinggal di lubang keluar imago Lampiran 4 Imago Asphondylia sp. (a) dan posisi imago ketika menghisap cairan (b) a b

46 38 Lampiran 5 Ujung abdomen imago jantan (a) dan betina (b, c) Asphondylia sp. 0,08 mm a b 0,3 mm c 0,3 mm Lampiran 6 Telur Asphondylia sp. 0,20 mm

47 39 Lampiran 7 Eurytoma sp 1 jantan (a) dan betina (b); Eurytoma sp. 2 jantan (c) dan betina (d) 0,5 mm 0,7 mm a b 0,5 mm 0,7 mm c d Lampiran 8 Aprostocetus sp. jantan (a) dan betina (b); Simophora sp. betina (c) 0,5 mm 0,4 mm a b 0,7 mm c

48 40 Lampiran 9 Telur (a), larva (b) dan pupa (c) Eurytoma sp. 0,35 mm 0,1 mm a b 0,8 mm 1 mm c

49 41 Lampiran 10 Tingkat parasitisasi parasitoid yang menyerang Asphondylia sp. dari sampel puru cabai keriting dan cabai rawit Cabai keriting Cabai rawit Pengamatan ke Jumlah puru yang diamati Jumlah puru yang tidak terparasit Jumlah puru terparasit Tingkat parasitisasi (%) Jumlah puru yang diamati Jumlah puru yang tidak terprasit Jumlah puru terparasit Tingkat parasitisasi (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 Rata-rata ± SD 32,89 ± 6,72 17,78 ± 5,47 15,11 ± 7,88 44,88 ± 18,87 19,78 ± 2,33 14,56 ± 2,30 5,11 ± 1,83 25,76 ± 8,80

50 42 Lampiran 11 Parasitisasi larva (a) dan pupa (b) Asphondylia sp. oleh larva parasitoid secara ektoparasitod Larva Asphondylia sp. Larva parasitoid 1 mm a Pupa Asphondylia sp. Larva parasitoid 1 mm b

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT Oleh: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Tanaman cabai (Capsicum annum) dalam klasifikasi tumbuhan termasuk ke dalam family Solanaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

Cara Menanam Cabe di Polybag

Cara Menanam Cabe di Polybag Cabe merupakan buah dan tumbuhan berasal dari anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang

Lebih terperinci

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS TUGAS LINGKUNGAN BISNIS Budiaya Cabai Rawit Disususn Oleh: Nama : Fitri Umayasari NIM : 11.12.6231 Prodi dan Jurusan : S1 SISTEM INFORMASI 11-S1SI-12 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) Menurut Cronquist (1981), klasifikasi tanaman cabai rawit adalah sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai (Glycines max L. Merril) Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman eksotik yang diperkirakan berasal dari Manshukuw (Cina) yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI Oleh Swastyastu Slandri Iswara NIM. 021510401060 JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosales, Famili: Leguminosae, Genus: Glycine, Species: Glycine max (L.) Merrill

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosales, Famili: Leguminosae, Genus: Glycine, Species: Glycine max (L.) Merrill II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Botani Tanaman Kedelai Berdasarkan taksonominya, tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Klas: Dicotyledonae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr PERSEMAIAN CABAI Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai Djoko Sumianto, SP, M.Agr BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN (BBPP) KETINDAN 2017 Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)/ Kompetensi Dasar :

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. 21 PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bumi Agung, September 2015 Penulis

KATA PENGANTAR. Bumi Agung, September 2015 Penulis KATA PENGANTAR Buah terung ini cukup populer di masyarakat, bisa di dapatkan di warung, pasar tradisional, penjual pinggir jalan hingga swalayan. Cara pembudidayaan buah terung dari menanam bibit terung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

Agro inovasi. Kiat Sukses Berinovasi Cabai

Agro inovasi. Kiat Sukses Berinovasi Cabai Agro inovasi Kiat Sukses Berinovasi Cabai 2 AgroinovasI Kiat Sukses Berinovasi Cabai Cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomis cukup penting. Salah satu faktor yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Jagung Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung termasuk dalam keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

Pengorok Daun Manggis

Pengorok Daun Manggis Pengorok Daun Manggis Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan tanaman buah berpotensi ekspor yang termasuk famili Guttiferae. Tanaman manggis biasanya ditanam oleh masyarakat Indonesia di pertanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH

INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH INVENTARISASI HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus LINN) LAELA NUR RAHMAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK LAELA NUR RAHMAH. Inventarisasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Komoditi Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosa. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan. Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012.

III BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan. Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012. III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012. 3.2 Bahan dan alat Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT Budidaya konvensional merupakan budidaya cabai yang menggunakan pestisida kimia secara intensif dalam mengendalikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kedelai Suprapto (1999) mennyatakan tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Kelas: Dicotyledone, Ordo:

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari

TINJAUAN PUSTAKA. Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan pakchoy di Indonesia Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur, dan masuk ke Indonesia diperkirakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 yang bertempat di Greenhouse Fakultas Pertanian dan Laboratorium Penelitian,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI Arifin Kartohardjono Balai Besar Penelitian Tanaman padi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium I I I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai adalah tanaman perdu dari famili terong-terongan ( Solanaceae) yang

I. PENDAHULUAN. Cabai adalah tanaman perdu dari famili terong-terongan ( Solanaceae) yang 1 I. PENDAHULUAN Cabai adalah tanaman perdu dari famili terong-terongan ( Solanaceae) yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. dan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jagung Manis Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea mays saccarata L. Menurut Rukmana ( 2009), secara sistematika para ahli botani mengklasifikasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat. Ciri dari jenis sayuran ini adalah rasanya yang pedas dan aromanya yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang dimulai pada bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik

Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik TUGAS AKHIR - SB09 1358 Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik Oleh : Shinta Wardhani 1509 100 008 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung dengan dua kali percobaan yaitu Percobaan I dan Percobaan II. Percobaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area, Jalan Kolam No.1 Medan Estate kecamatan Percut Sei

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian

Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai Merah Cabai Merah + Bawang Merah Cabai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, Lampung Selatan mulai Maret 2013 sampai dengan Maret 2014. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) HAMA Hama utama tanaman kedelai adalah: 1. Perusak bibit 2. Perusak daun 3. Perusak polong 4.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terung Ungu 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Terung Ungu Terung merupakan tanaman asli daerah tropis yang diduga berasal dari Asia, terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian merupakan penelitian lapangan yang dilaksanakan pada bulan April 005 Februari 006. Penelitian biologi lapangan dilaksanakan di salah satu lahan di

Lebih terperinci