BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Keberhasilan penetapan anggaran secara tepat waktu dipengaruhi oleh pihakpihak
|
|
- Inge Lie
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Landasan Teori Teori Agensi Keberhasilan penetapan anggaran secara tepat waktu dipengaruhi oleh pihakpihak yang terlibat dalam penyusunan anggaran yaitu pihak eksekutif dan legislatif, dalam teori keagenan hubungan yang terjalin antara kedua pihak ini dinamakan dengan hubungan keagenan dimana terdapat dua pihak yang melakukan kesepakatan atau kontrak, yakni yang memberikan kewenangan atau kekuasaan (disebut prinsipal) dan yang menerima kewenangan (disebut agen). Menurut Andvig et al (2001) dalam Halim dan Abdulah (2006) principal-agent model merupakan rerangka analitik yang sangat berguna dalam menjelaskan masalah insentif dalam institusi publik dengan dua kemungkinan kondisi, yakni (1) terdapat beberapa prinsipal dengan masing-masing tujuan dan kepentingan yang tidak koheren dan (2) prinsipal juga bisa bertindak tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat, tetapi mengutamakan kepentingannya yang sifatnya lebih sempit. Kebijakan otonomi daerah di Indonesia telah membawa perubahan yang sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau legislatif. Hal ini menunjukkan bahwa di antara legislatif dan eksekutif terjadi hubungan keagenan (Halim & Abdullah, 2006). Perubahan ini juga berimplikasi pada semakin besarnya peran legislatif dalam pembuatan kebijakan publik,termasuk penganggaran daerah.
2 Proses anggaran diawali dengan penetapan tujuan, target dan kebijakan anggaran. Proses ini memerlukan waktu yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kesamaan persepsi antara berbagai pihak tentang apa yang akan dicapai dan keterkaitan tujuan dengan berbagai program yang akan dilakukan sangat krusial bagi kesuksesan anggaran. Pencapaian konsensus alokasi sumber daya menjadi pintu pembuka bagi pelaksanaan anggaran. Proses panjang dari penentuan tujuan ke pelaksanaan anggaran seringkali melewati tahap yang melelahkan, sehingga perhatian terhadap tahap penilaian dan evaluasi sering diabaikan (Bastian, 2006). Proses perencanaan dan penyusunan APBD di tingkat satuan kerja dan pemerintah daerah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, secara garis besar sebagai berikut: 1. SKPD menyusun rencana strategis (Renstra-SKPD) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang bersifat indikatif sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, 2. penyusunan Renstra-SKPD dimaksud berpedoman pada rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). RPJMD memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program SKPD, lintas SKPD, dan program kewilayahan, 3. pemda menyusun rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari RPJMD dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu satu tahun yang mengacu kepada Renja Pemerintah,
3 4. Renja SKPD merupakan penjabaran dari Renstra SKPD yang disusun berdasarkan evaluasi pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan tahuntahun sebelumnya, 5. RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas, pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemda maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, 6. kewajiban daerah sebagaimana dimaksud di atas adalah mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan, 7. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan, 8. Penyusunan RKPD diselesaikan selambat-lambatnya akhir bulan Mei tahun anggaran sebelumnya, 9. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Selanjutnya proses penyusunan APBD yang terjadi di tingkat eksekutif dan legislatif, sebagai berikut: 1. proses yang terjadi di eksekutif yaitu secara keseluruhan berada di tangan sekretaris daerah yang bertanggungjawab mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyusunan APBD, sedangkan proses penyusunan belanja rutin disusun oleh bagian keuangan pemda. Proses penyusunan penerimaan dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah dan proses penyusunan belanja pembangunan disusun oleh Bappeda (bagian penyusunan program dan bagian keuangan),
4 2. proses penyusunan APBD di tingkat legislatif dilakukan berdasarkan tata tertib DPRD yang bersangkutan. Selanjutnya penetapan APBD dilaksanakan dengan melalui tiga tahap sebagai berikut: 1. Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006, Rancangan peraturan daerah (Raperda) beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan disosialisasikan kepada masyarakat untuk selanjutnya disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun anggaran yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama ini harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dimulai. Atas dasar persetujuan bersama tersebut, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD yang harus disertai dengan nota keuangan. Raperda APBD tersebut antara lain memuat rencana pengeluaran yang telah disepakati bersama. Raperda APBD ini baru dapat dilaksanakan oleh pemerintahan kabupaten/kota setelah mendapat pengesahan dari Gubernur terkait. 2. Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Raperda APBD pemerintahan kabupaten/kota yang telah disetujui dan rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati.Walikota harus disampaikan kepada Gubernur untuk
5 dievaluasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja. Evaluasi ini bertujuan demi tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya. Hasil evaluasi ini sudah harus dituangkan dalam keputusan gubernur dan disampaikan kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanaya Raperda APBD tersebut. 3. Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahapan terakhir ini dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD ini disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur terkait paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal ditetapkan Keterlambatan Penetapan APBD Ssesuai ketentuan Peraturan Pemerintah No 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 53 ayat 2 dan Permendagri no 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 116 ayat 1, penetapan rancangan APBD tahun berjalan paling lambat adalah 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Maka keterlambatan penetapan anggaran terjadi ketika melewati awal tahun anggaran yang baru. Dengan demikian keterlambatan penetapan APBD terjadi
6 ketika dokumen APBD ditetapkan setelah tanggal 1 Januari sebagai awal tahun fiskal yang baru. Keterlambatan penetapan APBD berarti terjadi ketidaktepatan waktu sesuai jadwal yang telah ditentukan. Tepat waktu diartikan bahwa informasi harus disampaikan sedini mungkin agar dapatdigunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut. Persoalan keterlambatan penetapan APBD berdampak secara sistematis terhadap siklus pengelolaan keuangan daerah. Pertama, lambatnya penyerapan belanja APBD dalam bentuk pelayanan publik dan kegiatan proyek yang dapat segera mendorong perekonomian di daerah awal tahun. Kedua, tingginya dana kas daerah yang menganggur pada pertengahan tahun anggaran. Indikator tersebut adalah adanya kas daerah yang disimpan di Bank Indonesia melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD). Ketiga, tingginya aktivitas kegiatan/proyek di daerah pada akhir tahun menjelang tutup buku anggaran. Penumpukan pencairan anggaran di akhir tahun dianggap tidak efektif untuk mendorong perekonomian masyarakat. Oleh karenanya, pemda sangat sibuk mengejar target anggaran hanya untuk tujuan terpenuhinya kinerja keuangan ditahun tersebut. Permasalahan ini mengindikasikan lemahnya manajemen penganggaran dan pelaksanaannya oleh pemerintah. Keempat, upaya percepatan belanja daerah di akhir tahun yang tidak efektif tersebut semakin menimbulkan permasalahan baru ketika daerah tidak mampu sepenuhnya menghabiskan anggaran belanjanya.
7 2.1.3 Koordinasi eksekutif dan legislatif Dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya dalam Pasal 151 ayat 2 undang-undang tersebut diatas juga dijelaskan bahwa DPRD kabupaten wajib melakukan koordinasi dengan bupati dalam menetapkan program pembentukan Perda Kabupaten dimana salah satunya adalah Perda tentang APBD. Koordinasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Sedangkan menurut E.F.L. Brech, koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri (Hasibuan, 2007). Koordinasi merupakan salah salah satu fungsi manajemen yang memegang peranan sama penting dan setara dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya, kesuksesan koordinasi akan menjamin keberhasilan pelaksanaan pekerjaan atau pencapaian tujuan organisasi. Dalam hal penetapan APBD, pemahaman yang baik
8 atas koordinasi memungkinkan eksekutif dan legislatif dapat merencanakan dan melaksanakan koordinasi dengan baik Koordinasi adalah usaha penyesuaian bagian-bagian yang berbeda, agar kegiatan dari pada bagian-bagian itu selesai pada waktunya, sehingga masingmasing dapat memberikan sumbangan usahanya secara maksimal, agar memperoleh hasil secara keseluruhan. Koordinasi yang efektif adalah suatu keharusan untuk mencapai administrasi / manajemen yang baik dan merupakan tanggungjawab yang langsung dari pimpinan. Koordinasi dan kepemimpinan tidak bisa dipisahkan satu sama lain oleh karena itu satu sama lain saling mempengaruhi. Setiap pimpinan baik di lembaga legislatif maupun eksekutif akan menjadi pengarah untuk mendayagunakan dan meningkatkan hubungan orang-organisasi, menciptakan iklim yang kondusif untuk memotivasi orangorang, bekerja sama secara efektif, sehingga tujuan dapat dicapai. Akan lebih baik apabila tujuan orang, organisasi, dan masyarakat dapat menyatu (Davis, et. al), dalam (Afiah, 2009). Kepemimpinan yang efektif akan menjamin koordinasi yang baik sebab pemimpin berperan sebagai koordinator. Koordinasi adalah suatu proses dimana pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur di antara bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama. Handoko (2003) mendefinisikan koordinasi (coordination) sebagai proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidangbidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan
9 komunikasi dalam pelaksanaan tugas dan derajat saling ketergantungan bermacam-macam satuan pelaksanannya (Handoko, 2003) Kompetensi eksekutif dan legislatif Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 27 ayat 1 (i), bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah, maka dibutuhkan kompetensi dari kepala daerah yang memadai untuk melaksanakan hal tersebut, selanjutnya dalam undang-undang No. 32 tahun 2004 pasal 40 menjelaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah, dan pasal 41 menjelaskan DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Peran eksekutif dan legislatif dalam pertimbangan penyusunan kebijakan fiskal, dalam proses anggaran, dan sampai pada penyelenggaraan akuntansi di sektor publik sangatlah penting. Peran itu menyangkut kapabilitas analitis yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman eksekutif dan legislatif, terutama di bidang akuntansi dan penganggaran. Ketiadaan latar belakang dibidang akuntansi akan berdampak pada fungsi penganggaran dan akuntansi, yaitu pada kemungkinan tidak digunakannya informasi akuntansi di dalam proses anggaran dan di dalam banyak keputusan keuangan lainnya (Afiah, 2009). Wangi dan Ritonga (2010) menjelaskan bahwa anggota dari organisasi sektor publik khususnya yang terlibat dalam penyusunan APBD hendaknya memiliki dasar ilmu yang berkaitan dengan sistem penyusunan anggaran. Eksekutif daerah yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau ekonomi akan lebih teliti dan detil dalam penyusunan anggaran karena dianggap
10 lebih memahami sistem penyusunan anggaran. Dengan pemahaman tersebut tentunya dapat mempengaruhi proses penyusunan APBD. Sebagaimana dinyatakan oleh Wangi dan Ritonga (2010) bahwa latar belakang pendidikan mempunyai pengaruh terhadap keterlambatan penyusunan APBD atau ketepatan waktu penyusunan APBD. Tim anggaran eksekutif atau yang sering dikenal TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) adalah elemen dari eksekutif yang bertugas dan berwenang dalam proses penyusunan anggaran (APBD) di tataran eksekutif. Tim anggaran eksekutif / TAPD Kabupaten Labuhanbatu sesuai dengan Keputusan Bupati Labuhanbatu Nomor 903/129/DPPKAD/2014 Tanggal 5 Juni 2014 tentang Pembentukan Tim Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten labuhanbatu mempunyai tugas sebagai berikut : 1. Menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA yang telah disetujui dan dokumen perencanaan lainnya serta capaian kerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, serta sinkronisasi program kegiatan antar SKPD, 2. Melaksanakan asistensi RKA yang diajukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 3. Melakukan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu, 4. Menuangkan RKA-SKPD yang telah dibahas dan disempurnakan ke dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Kabupaten Labuhanbatu, 5. Menyusun Rancangan Peraturan Bupati terkait dengan Pelaksanaan APBD,
11 6. Menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Daerah tentang Penjabaran APBD Kabupaten Labuhanbatu, 7. Melaporkan Rancangan KUA dan PPAS APBD kepada Bupati Labuhanbatu sebelum disampaikan kepada DPRD Kabupaten Labuhanbatu. Anggaran yang ditetapkan menjadi dasar bagi eksekutif untuk melaksanakan aktivitasnya dalam pemberian pelayanan publik dan acuan bagi legislatif untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan penilaian kinerja eksekutif dalam hal pertanggungjawaban kepala daerah (Abdullah dan Asmara, 2006). Tim anggaran legislatif atau Badan Anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Badan Anggaran terdiri dari pimpinan DPRD, satu wakil dari setiap komisi dan utusan fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota. Badan Anggaran mempunyai tugas sebagai berikut : 1. memberikan aran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan RAPBD selambat-lambatnya lima bulan sebelum ditetapkannya APBD, 2. memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan penetapan, perubahan dan perhitungan APBD sebelum ditetapkan dalam rapat paripurna, 3. memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai pra rancangan APBD, RAPBD, perubahan dan perhitungan APBD yang telah disampaikan oleh Kepala Daerah, 4. memberikan saran dan pendapat terhadap rancangan perhitungan anggaran yang disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD,
12 5. menyusun anggaran belanja DPRD dan memberikan saran terhadap penyusunan anggaran belanja sekretariat DPRD Kepentingan eksekutif dan legislatif Proses penyusunan hingga pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selalu terdapat unsur kepentingan baik dari eksekutif maupun legislatif. Kepentingan ada yang berbeda ada pula yang sama. Kepentingan Legislatif bisa digolongkan menjadi dua, yakni kepentingan formal dan kepentingan informal. Kepentingan formal berupa hasil komitmen dari rapat internal badan anggaran dan informal berupa kepentingan partai pengusungnya dan konstituennya. Sedangkan kepentingan dari pihak eksekutif secara normatif adalah fokus pembangunan yang kemudian di breakdown dalam Rancangan Kerja Pemerintah Daerah (Ramadhan, 2012). Kepentingan yang dibahas di internal tim anggaran eksekutif, terkait dengan kepentingan masyarakat dan anggaran setiap Satuan Kerja dan Perangkat Daerah. Kepentingan masyarakat tersebut masuk melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) mulai dari tingkat desa/kelurahan hingga tingkat kabupaten. Kemudian kepentingan tersebut dipilah-pilah mana yang menjadi prioritas dan superprioritas. Dalam hal ini yang menjadi prioritas adalah bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. Ketiga bidang ini menjadi superprioritas disebabkan oleh dua hal, yakni (1) merupakan acuan dari pemerintah pusat dan provinsi, (2) merupakan problem yang paling utama dari Kabupaten Labuhanbatu selanjutnya dimasukkan kedalam Rancangan Kerja Pemerintah Daerah setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah yang kemudian
13 anggaran dan programnya diartikulasikan sebagai kepentingan eksekutif melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Sebelum kepentingan eksekutif dibawa dalam pembahasan dengan Badan Anggaran, terlebih dahulu dilakukan pembahasan ditataran tim anggaran. Kepentingan yang dibahas meliputi semua kepentingan masyarakat yang masuk melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbang), hasil Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) dan usulan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah baik proyek atau program maupun anggaran. Selanjutnya setelah usulan-usulan program atau proyek dari Satuan Kerja Perangkat Daerah dan kepentingan masyarakat dibahas di dalam internal tim anggaran eksekutif Selanjutnya diartikulasikan sebagai kepentingan eksekutif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dimasukkan dalam Rancangan Kerja Perangkat Daerah (RKPD). Rancangan Kerja Pemerintah daerah ini berlaku hanya selama satu tahun saja. TAPD membawa usulan setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah dan kepentingan masyarakat yang masuk melalui mekanisme musyawarah perencanaan pembangunan daerah untuk dibahas bersama dengan Badan Anggaran Legislatif. Selain itu ada kepentingan dari dewan sendiri yakni terkait dengan hal kesekretariatan, yang pengajuannya melalui sekretaris DPRD kemudian diusulkan kepada TAPD. Usulan setiap SKPD yang dimajukan sudah merujuk pada visi dan misi kepala daerah yang kemudian dijabarkan kedalam Rancangan Kerja Pemerintah Daerah. Apabila dari segi anggarannya kepentingan eksekutif adalah usulan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang tercantum dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Platfon Prioritas Anggaran Sementara.
14 Kepentingan yang dibahas di legislatif daerah atau yang lebih sering disebut sebagai Badan Anggaran sama halnya dengan eksekutif daerah mempunyai kepentingan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Kepentingan yang dimiliki oleh pihak legislatif memiliki sedikit perbedaan dengan pihak eksekutif meskipun secara garis besar bisa dikatakan sama. Jika kepentingan yang dibawa eksekutif adalah usulan program dan anggaran dari setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah serta kepentingan publik yang masuk melalui proses musyawarah perencanaan pembangunan, mulai dari tingkat kelurahan/desa hingga tingkat kabupaten. maka di pihak legislatif ada dua kepentingan yakni, kepentingan publik yang dibawa melalui proses Jaring Aspirasi Masyarakat yang dilaksanakan waktu reses sebanyak tiga kali dan kepentingan yang berasal dari misi partai, titipan pemilihnya atau dalam kata lain kepentingan konstituennya dan kepentingan mitra kerja yang terintegrasi dalam komisi. Kepentingan publik yang dibawa adalah terkait dengan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dan pemenuhan kebutuhan kostituennya dalam bentuk proyek atau program yang diarahkan kepada daerah pemilihan setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kebutuhan atau kepentingan konstituen dianggap juga sebagai kepentingan publik sempit karena ruang lingkupnya adalah hanya daerah pemilihan. Kepentingan publik yang dibawa setiap anggota legislatif berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat setiap daerah pemilihan berbeda. Untuk itu hasil dari proses Jaring Aspirasi Masyarakat dibahas di dalam tataran internal legislatif hingga tercapai kesepakatan bersama. Jaring aspirasi masyarakat
15 dilaksanakan tiga kali selama setahun yakni ketika waktu reses. Oleh karena adanya perbedaan kepentingan publik yang masuk seringkali terjadi perdebatan mana yang diakomodir. Kepentingan yang masuk melalui Jaring Aspirasi Masyarakat sulit sekali dipertemukan dalam tataran internal legislatif. Hal ini dikarenakan anggota legislatif lebih cenderung bersifat sektoral. kedua kepentingan yang berbeda di antara pihak eksekutif dan legislatif, diusahakan menjadi satu kesepahaman diantar kedua lembaga tersebut, dan untuk mencapai hal tersebut dilakukan negosiasi. Negosiasi yang dilakukan kedua belah pihak dilakukan melalui dua mekanisme, yakni mekanisme formal dan informal. Mekanisme formal ini dilakukan melalui forum-forum atau rapat-rapat resmi baik di wilayah internal hingga melibatkan kedua belah pihak. Mekanisme informal dilaksanakan setelah forum-forum resmi, namun hal ini juga mengakibatkan terjadinya penggeseran anggaran atau pengurangan alokasi yang kemudian dimasukkan ke pos-pos lain sesuai kesepakatan badan anggaran dan tim anggaran eksekutif ataupun dimasukkan ke tahun anggaran selanjutnya sehingga memungkinkan terjadinya proses transaksional (Ramadhan, 2012) Sanksi atas keterlambatan penetapan APBD Sanksi dapat diartikan sebagai suatu ganjaran yang dapat memberikan efek jera kepada individu atau organisasi yang diberikan sanksi tersebut. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2005 yang telah diubah dengan PP Nomor 65 Tahun 2010 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah menjelaskan keterlambatan APBD dalam konteks pengenaan sanksi adalah apabila penyampaian APBD terjadi setelah melewati batas waktu yaitu tanggal
16 31 Januari, namun demikian pemerintah pusat tidak langsung secara tegas mengenakan sanksi pada tanggal 1 Februari. Dikarenakan 1 bulan kemudian pemerintah pusat baru menerbitkan peringatan tertulis kepada pemda. Apabila sampai dengan 2 bulan setelah diterbitkannya peringatan tertulis pada tanggal 1 Maret tahun fiskal yang baru APBD masih belum ditetapkan, sanksi dikenakan pada pada daerah yang lewat dari tanggal 30 April. Sanksi tersebut adalah penundaan pencairan sebesar 25% dari Dana Alokasi Umum (DAU) perbulan mulai bulan Mei sampai dengan bulan ditetapkannya APBD. Mengenai sanksi penundaan Dana Alokasi Khusus (DAK), Pencairan hanya diberikan pada daerah yang telah menyampaian Perda APBD yang sudah ditetapkan sebelum batas waktu yaitu tanggal 31 Januari tahun fiskal yang baru. Namun demikian, kelemahan mekanisme ini adalah hanya berlaku bagi daerah-daerah yang menerima transfer DAK berdasarkan ketetapan daerah penerima DAK. Bagi daerah yang tidak menerima DAK tidak ada motivasi yang sangat kuat untuk menggerakkan dipercepatnya penetapan APBD. DAK juga bersifat proyek fisik yang erat kaitannya dengan mekanisme pengadaan barang dan jasa yang konon menjadi momok bagi aparat pemerintahan. Ditambah lagi dengan laporan pertanggungjawabannya yang harus tepat waktu secara triwulanan kepada 3 menteri (Menteri Keuangan, Menteri Teknis dan Menteri Dalam Negeri) sebagai persyaratan pencairan DAK tahap berikutnya. Adalah sangat tidak adil jika dikarenakan kesalahan yang dilakukan Kepala Daerah dan Anggota DPRD yang terlambat mengesahkan Perda APBD masyarakat harus ikut merasakan akibat dari sanksi penundaan DAU tersebut.
17 Selanjutnya Pasal 312 ayat (1) dan (2) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah mewajibkan Kepala daerah dan DPRD menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun. Jika DPRD dan kepala daerah yang tidak menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun sebagaimana dimaksud peraturan tersebut diatas, maka Kepala Daerah dan Anggota DPRD dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama 6 (enam) bulan, tetapi sanksi tersebut tidak dapat dikenakan kepada anggota DPRD apabila keterlambatan penetapan APBD disebabkan oleh kepala daerah terlambat menyampaikan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD dari jadwal yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Peraturan Perundangundangan Dalam hal ini, Peraturan Perundangundangan yang dimaksud adalah peraturan yang menjadi acuan dalam penyusunan APBD diantaranya, Undang- Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diganti dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali.
18 Selain peraturan peraturan tersebut diatas juga terdapat peraturan menteri dalam negeri yang secara khusus mengatur tentang pedoman penyusunan APBD yang terbit setiap tahun, dan seringkali mengatur hal-hal yang rinci sekali, yang membuat pemerintah daerah harus senantiasa menyesuaikan dengan ketentuan tersebut bahkan bisa dikatakan seolah-olah membatasi kewenangan daerah dalam menentukan prioritas pembangunan daerahnya. Adanya peraturan menteri tersebut seolah-olah menjadi operasionalisasi Permendagri Nomor 13 Tahun Review Peneliti Terdahulu Peneliti mencoba menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan penetapan APBD. Penelitian empiris membuktikan bahwa yang mempengaruhi penetapan APBD berbeda-beda. Perbedaan ini mungkin saja disebabkan oleh beberapa faktor misalnya data yang digunakan, perbedaan tempat penelitian, perbedaan periode pengamatan penelitian dan lain sebagainya. Beberapa penelitian terdahulu telah dilakukan untuk menguji pengaruh beberapa variabel terhadap keterlambatan penetapan APBD. Penelitian Wangi dan Ritonga (2010) yang berjudul identifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya keterlambatan dalam penyusunan APBD (studi kasus kabupaten rejang lebong tahun anggaran ) yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya keterlambatan dalam penyusunan APBD, khususnya di Kabupaten Rejang Lebong dan hasil penelitian ini telah menemukan bahwa faktor hubungan eksekutif dan legislatif, latar belakang pendidikan, indikator kinerja, komitmen, penyusun APBD secara keseluruhan
19 memberikan pengaruhnya terhadap keterlambatan penyusunan APBD sebesar 70,983%, Selanjutnya Kartiko (2011) dengan menggunakan model persamaan regresi logit diperoleh hasil bahwa formasi pemerintahan berupa single minority party, minority coalition, majority coalition, dan single majority party mempengaruhi keterlambatan penetapan APBD. Semakin kuat dukungan partai eksekutif di parlemen semakin cepat penetapan APBD-nya. Namun demikian seberapa lama delay penetapan APBD yang terjadi tidak dipengaruhi oleh 4 formasi pemerintahan tersebut yang ditunjukkan melalui estimasi model data panel. Hasil Penelitian ini juga menjelaskan bahwa sebelum batas waktu keterlambatan 1 Januari tahun fiskal baru ketegangan eksekutif-legislatif dipengaruhi oleh 4 formasi pemerintahan daerah dan besarnya total belanja APBD. Setelah pemerintahan daerah tersebut gagal memenuhi ketepatan waktu penetapan APBD sebelum batas waktu, faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya penetapan APBD antara lain adalah besarnya total belanja APBD, dan kepemilikan sumber daya alam. Sedangkan besarnya nilai gaji dan tunjangan anggota DPRD ternyata mempercepat penetapan APBD. Sedangkan Sutaryo dan Carolina (2012) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap ketepatan waktu penetapan APBD pemerintah daerah di Indonesia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 197 pemerintah daerah di Indonesia pada tahun Penelitian ini menggunakan data softcopy penetapan APBD tahun 2012 yang diperoleh dari Kemendagri RI, data softcopy laporan keuangan pemerintah daerah yang diperoleh dari BPK RI serta data eksekutif dan DPRD
20 yang diperoleh dari website pemerintah daerah dan KPU RI. Penelitian ini menggunakan binary logistic regression untuk menguji hipotesis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa status pemerintah daerah, latar belakang pendidikan kepala daerah, ukuran DPRD, komposisi DPRD, current ratio dan debt to equity ratio berpengaruh terhadap ketepatan waktu penetapan APBD. Sementara itu, ukuran pemerintah daerah dan umur kepala daerah tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu penetapan APBD. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa ukuran pemerintah daerah dan komposisi DPRD berpengaruh terhadap keterlambatan waktu penetapan APBD, sedangkan status pemerintah daerah, umur kepala daerah, latar belakang pendidikan kepala daerah, ukuran DPRD, current ratio dan debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap ketidaktepatan waktu penetapan APBD. Penelitian oleh Subechan dkk (2014) dalam penelitiannya menyimpulkan Penyebab keterlambatan penetapan APBD Kabupaten Kudus TA 2009 sampai dengan TA 2013 dapat dijelaskan faktor komitmen dan kepentingan eksekutif, yang menjelaskan variasi seluruh item sebesar 22,617 %., faktor koordinasi dan komunikasi antara eksekutif dan legislatif, yang menjelaskan variasi seluruh item sebesar 18,366 %, faktor kompetensi dan komitmen legislatif, yang menjelaskan variasi seluruh item sebesar 8,993 %, faktor koordinasi dan kompetensi SKPD, yang menjelaskan variasi seluruh item sebesar 8,603 %, faktor peraturan perundang-undangan, yang menjelaskan variasi seluruh item sebesar 7,258 %. Hasil-hasil penelitian terdahulu secara singkat dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut:
21 Nama Peneliti Wangi Ritonga 2010 Kartiko, (2011) & Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu Judul Variabel Independen Hasil Yang Diperoleh Identifikasi Faktor- Faktor Penyebab terjadinya Keterlambatan Dalam Penyusunan APBD (Studi Kasus Kabupaten Rejang Lebong TahunAnggaran ) Pengaruh ketidakmayori tasan partai politik kepala daerah dalam DPRD (divided government) terhadap keterlambatan pe netapan APBD (budget delay) berdasarkan perspektif ekonomi politik 1. devided government 2. belanja APBD, 3. gaji dan tunjangan DPRD 4. sumber daya alam. 5. masa kepemimpinan kepala daerah 6. besaran dana alokasi umum Faktor faktor : Hubungan Eksekutif dan Legislatif, Latar Belakang Pendidikan, Indikator Kinerja, Komitmen, Penyusun APBD secara keseluruhan memberikan pengaruhnya sebesar 70,983 % terhadap keterlambatan penyusunan APBD 1. formasi pemerintahan berupa single minority party, minority coalition, majority coalition, dan single majority party mempengaruhi keterlambatan penetapan APBD. 2. semakin kuat dukungan partai eksekutif di parlemen semakin cepat penetapan APBD-nya. 3. setelah pemerintahan daerah tersebut gagal memenuhi ketepatan waktu penetapan APBD sebelum batas waktu, faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya penetapan APBD antara lain adalah besarnya total belanja APBD, dan kepemilikan sumber daya alam. 4. nilai gaji dan tunjangan anggota DPRD mempercepat penetapan APBD.
22 Nama Peneliti Sutaryo dan Carolina 2012 Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu (lanjutan) Judul Variabel Independen Hasil Yang Diperoleh Ketepatan waktu Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Daerah di Indonesia Variabel Independen : Status Pemerintah Derah, Size Pemerintah Daerah, Latar Belakang Pendidikan Kepala Daerah, Umur Kepala Daerah, Ukuran DPRD, Komposisi DPRD, Current Ratio, Debt to Equity Ratio Status Pemerintah Daerah, Latar Belakang Pendidikan Kepala Daerah, Ukuran DPRD, dan Komposisi DPRD berpengaruh terhadap Ketepatan Waktu dalam menetapkan APBD, namun Size Pemerintah Daerah dan Komposisi Daerah, Umur Kepala Daerah, tidak berpengaruh terhadap Ketepatan Waktu dalam menetapkan APBD Subechan, dkk 2014 Analisis Faktorfaktor Penyebab Keterlambatan Penetapan APBD Kabupaten Kudus Variabel independen : Komitmen dan Kepentingan Eksekutif, Koordinasi dan Komunikasi antara Eksekutif dan Legislatif, Kompetensi dan Komitmen Legislatif, Koordinasi dan Kompetensi SKPD, Peraturan Perundang-undangan. Dalam pengujian lanjutan Size Pemerintah Daerah, dan Komposisi DPRD berpengaruh terhadap Keterlambatan Penetapan APBD Penyebab keterlambatan penetapan APBD Kabupaten Kudus TA 2009 sampai dengan TA 2013 dapat dijelaskan oleh 5 faktor dengan varian sebesar 65,837 % yakni komitmen dan kepentingan eksekutif, koordinasi dan komunikasi antara eksekutif dan legislatif, kompetensi dan komitmen legislatif, koordinasi dan kompetensi skpd, peraturan perundangundangan.
BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran dan ditetapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran dan ditetapkan paling lama 1
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Pemerintah Daerah Dan Fungsi Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (5), pengertian pemerintahan daerah adalah sebagai
Lebih terperinciBAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK
63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR: 8 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciRENCANA KERJA SKPD JANGAN ASAL JADI
RENCANA KERJA SKPD JANGAN ASAL JADI http://prfmnews.com/images/apbd.jpg Tilongkabila Ketua Dewan Kabupaten Bone Bolango (Dekab Bonbol) Faisal Mohie menghimbau Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Lebih terperinciBUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,
1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan.
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Pemikiran 2.1.1 Sinkronisasi Sinkronisasi adalah penyelarasan dan penyelerasian antara dokumen kebijakan yang satu dengan dokumen kebijakan yang lain. Tujuan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciBUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA
BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARO TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,
BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN
Lebih terperinciBUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciSIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH
MAKALAH SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH Untuk memenuhi tugas kelompok presentasi mata kuliah Sistem Informas Akuntnasi Sektor Publik KELAS CA Fanditama Akbar Nugraha 115020307111029 Rendy Fadlan Putra
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG
1 2016 No.07,2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. PEMERINTAH DAERAH.HUKUM.Pedoman.Pembentukan. Produk Hukum Daerah. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA, MEKANISME DAN TAHAPAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA, MEKANISME DAN TAHAPAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. b. bahwa
Lebih terperinciTENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung
Lebih terperinciBUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN, PENGANGGARAN, DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat
Lebih terperinciBUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH, RENCANA STRATEGIS
Lebih terperinciB U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014
1 B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG TAHAPAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar
BAB 1 PENDAHULUAN Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar belakang masalah penelitian yang selanjutnya dikerucutkan dalam rumusan masalah. Atas dasar rumusan masalah tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENYUSUNAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA SERTA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciSISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 6 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG
PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG BUPATI SUMEDANG Menimbang : a. bahwa pembangunan Daerah
Lebih terperinciBUPATI MALUKU TENGGARA
SALINAN N BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 3.a TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PERENCANAAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALUKU
Lebih terperinciSTRUKTUR, PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD
STRUKTUR, PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD A. Struktur APBD Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: 1. Pendapatan Daerah ; 2. Belanja
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 SERI E
Lampiran II LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PROSEDUR PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG DENGAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah
1 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.470, 2014 KEMENDAGRI. Rencana Kerja Pembangunan Daerah. 2015. Evaluasi. Pengendalian. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan rencana jangka menengah perlu diperhatikan. Dimana salah satu fungsi anggaran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dari tahap perencanaan/penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Penyusunan anggaran merupakan suatu rencana
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
1 PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 260 menyebutkan bahwa Daerah sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana pembangunan Daerah
Lebih terperinciSISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH
SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH 1. PENGERTIAN ANGGARAN 2. FUNGSI ANGGARAN 3. PRINSIP PRINSIP ANGGARAN PEMERINTAH 4. KARAKTERISTIK DAN SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH 5. ANGGARAN BERBASIS KINERJA (ABK) 6. STANDAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan peraturan daerah (Sutaryo, Sutopo dan Wijaya, 2014). Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan
Lebih terperinciBUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH
BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a. bahwa Sistem Perencanaan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 2005 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN MENGHARAP
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO
PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 14 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang :
Lebih terperinciG U B E R N U R SUMATERA BARAT
No. Urut: 15, 2015 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG KALENDER DAN KEGIATAN POKOK PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT DALAM MELAKSANAKAN KEGIATAN
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2016 2021 DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman
Lebih terperinciKEMENTERIAN DALAM NEGERI
KEMENTERIAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN DALAM NEGERI PAPARAN PADA RAPAT KERJA KEUANGAN DAERAH DAN SOSIALISASI PERMENDAGRI NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYUSUNAN APBD TA 2019 TENTANG ISU STRATEGIS
Lebih terperinciBUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN 2013
BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciRKPD Kabupaten OKU Selatan Tahun 2016 Halaman I. 1
Lampiran : Peraturan Bupati OKU Selatan Nomor : Tahun 2015 Tentang : Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Tahun Anggaran 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untaian
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 SERI E ========================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PROSEDUR PERENCANAAN
Lebih terperinciPeraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2005
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2005 P e m e r i n t a h K a b u p a t e n B i m a [ J. S o e k a r n o - H a t t a R a b a - B i m a ] Tentang [Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah] [ T
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR TAHUN 2013 TANGGAL BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2008
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA TAHUN 2015 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI SEKRETARIAT
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM
Lebih terperinciWALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON
WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan yang berkualitas menjadi salah satu kunci keberhasilan pembangunan yang baik dalam skala nasional maupun daerah. Undang-Undang Nomor 25 Tahun
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO
PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
+- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
Lebih terperinciPage 1 of 12 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang
Lebih terperinciSALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH
LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK,
Lebih terperinciBUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA
BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciJADWAL TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG
LAMPIRAN II PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR : 20 TAHUN 2011 TANGGAL : 21 Juli 2011 JADWAL TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG A. JADWAL BULANAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 1. Bulan Januari
Lebih terperinciS A L I N A N PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015
S A L I N A N PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2009 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 3 TAHUN 2009
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2009 NOMOR 3 [ PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN DENGAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 14 TAHUN 2014
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 14 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001, pemerintah daerah telah melaksanakan secara serentak otonomi daerah dengan berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 22 & 25 tahun 1999, kemudian diubah
Lebih terperinciMengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
SALINAN Menimbang PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan Negara khususnya dalam sistem perencanaan dan penganggaran telah banyak membawa perubahan yang sangat mendasar dalam pelaksanaannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun 2016-2021 merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Lebih terperinciPENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK
PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK ANGGARAN Rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu Fungsi
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N
BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciRENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR : 32 Tahun 2014 TANGGAL : 23 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah proses yang direncanakan dalam rangka mencapai kondisi yang lebih baik dibandingkan keadaan sebelumnya. Aspek pembangunan meliputi sosial,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN
Lebih terperinciBUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU
BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DAN PRODUK HUKUM DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2006 SERI : E.4
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2006 SERI : E.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa agar pelaksanaan
Lebih terperinci11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG
11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH
Lebih terperinci6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104,
SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciALUR PERENCANAAN PROGRAM & PENGANGGARAN
dijabarkan dijabarkan ALUR PERENCANAAN PROGRAM & PENGANGGARAN RPJP NASIONAL RENSTRA KL RPJM NASIONAL RENJA KL diacu RKA - KL RINCIAN APBN RKP RAPBN APBN Pemerintah Pusat diacu diperhatikan Diserasikan
Lebih terperinciBUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : Mengingat : BUPATI
Lebih terperinci- 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010
- 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP
BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah merupakan arah pembangunan yang ingin dicapai daerah dalam kurun waktu masa bakti Kepala Daerah terpilih yang disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang selama ini dilaksanakan di Kabupaten Subang telah memberikan hasil yang positif di berbagai segi kehidupan masyarakat. Namum demikian,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman
Lebih terperinciPROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 56 TAHUN 2015
PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu dekade dan hal itu menandakan pula bahwa pelaksanaan otonomi dalam penyelenggaraan pemerintah
Lebih terperinci