BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Remaja sebagai generasi penerus dan pengelola masa depan bangsa perlu dipersiapkan sejak dini melalui pemenuhan hak-haknya yakni hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, serta mendapatkan pendidikan tanpa membedakan kondisi yang dimiliki oleh remaja tersebut. Sebagaimana diamanatkan dalam UU. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa penjaminan dan pemenuhan hak-hak anak menjadi tanggung jawab bersama orang tua, keluarga, masyarakat, dan Negara.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 (Mensos RI 2010) tentang Perlindungan Anak merupakan salah satu perwujudan kewajiban negara dalam melaksanakan keterikatan secara yuridis sebagai konsekuensi dari ratifikasi hukum internasional. Remaja berasal dari kata latin adolescent yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescent mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). Pada masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Menurut Nashori (2005) remaja dapat dikelompokkan pada fase amrad, fase ini merupakan fase dimana manusia melakukan persiapan untuk melakukan peran sebagai khalifah Allah di bumi, yang berkewajiban untuk selalu menyebarkan kebaikan dan

2 menghindarkan kemungkaran, agar peran khalifah dapat dilakukan maka perlu diajak berkenalan dan merasakan langsung persoalan sosial manusia. Selain itu Nashori (2005) juga mengatakan bahwa pada fase ini semua kemampuan harus dilatih seperti penguasaan atas keterampilan dan juga pada fase inilah anak mulai mencari identitas diriny, berupaya mengenal kondisi fisik dan psikologisnya, sehingga ia dapat mengenali diri untuk akhirnya mengembangkan diri. Menurut Santrock (2007) masa remaja dapat dibedakan menjadi periode awal dan periode akhir yang kurang lebih berlangsung di masa sekolah menengah pertama dan sekolah menengah akhir atau terkait rentang usia mulai dari sampai tahun. Andi (Rumini 2004) mengatakan bahwa sebagian besar remaja menganggap diri mereka sebagai individu yang dikesampingkan, diacuhkan, karena orang dewasa lebih memerhatikan individu yang lebih muda darinya. Padahal pada saat memasuki masa ini remaja kerap kali mengalami goncangan-goncangan yang membuat remaja membutuhkan perhatian lebih dari orang yang lebih tua darinya.saat individu memasuki usia remaja mereka juga mendapat banyak tuntutan, baik itu dari dalam diri remaja maupun berasal dari luar, tuntutan terbesar yang dialami oleh remaja adalah yang berkaitan dengan kesuksesannya di bidang pendidikan. Namun fenomena yang ditampilkan di Indonesia saat ini adalah begitu banyaknya pengamen usia remaja, yang mana mereka diduga merupakan remaja putus sekolah. Anak-anak di daerah tertinggal, anak-anak pekerja, anak-anak dari latar belakang keluarga ekonomi rendah merupakan contoh penyebab anak-anak menjadi putus sekolah. Sehingga dengan adanya fenomena dia atas dibutuhkannya

3 suatu lembaga yang mana dapat membantu remaja mendapatkan haknya dalam dunia pendidikan. Pendidikan selalu bertujuan untuk membina kepribadian manusia menjadi lebih manusiawi dan mengembangkan serta mengutuhkan potensi kemanusiaannya yang masih terpendam dengan mengedepankan suasana yang penuh cinta-kasih, kedamaian dan keadilan serta mengesampingkan perilaku yang menindas serta diskriminatif. Tujuan pendidikan sebagai seperangkat tindakan intelektual penuh tanggung jawab yang bertoleransi pada kompetensi siswa pada bidang masing-masing (Kaelan, 2004). Hal ini juga berlaku pada remaja yang tinggal di panti suhan. Menurut Depsos RI, 1986:3 (Final Report 2009) Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar serta melaksanakan pelayanan pengganti, atau perwalian anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa, sebagai insan yang akan turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional. Panti asuhan sendiri menampung anak-anak dari latar belakang ekonomi yang berbeda-beda yang akan membentuk lingkungan masyarakat yang baru. Panti asuhan baik yang diselenggarakan oleh negara maupun yayasan dimaksudkan

4 sebagai tempat bernaung bagi anak-anak terlantar dalam pertumbuhan dan perkembangannya yang mengalami berbagai macam gangguan sosial, baik bersifat intrinsik yaitu berasal dari anak itu sendiri maupun ekstrinsik yaitu karena pengaruh lingkungan luar dari anak, seperti orang tua tunggal, perpecahan dalam keluarga, kemiskinan dan lain sebagainya sehingga anak menjadi terlantar. (Final Report 2009). Panti asuhan memberikan pelayanan pemeliharaan baik secara fisik, mental maupun sosial. Namun secara lebih lanjut, kondisi mental dan sosial anak asuh menjadi perhatian khusus. Dengan visinya yang ingin membentuk manusia secara utuh dengan cara memanusiakan manusia, panti asuhan mencoba untuk membentuk anak asuhnya dalam menghadapi stereotip masyarakat yang memandang bahwa anak panti asuhan memiliki kelas yang lebih rendah dan minder ini coba untuk diatasi panti asuhan ini melalui para pengasuh. (Final Report 2009). Sehingga remaja yang tinggal di panti asuhan tidak lagi merasa tidak mampu hanya karena mereka tinggal di tempat yang berbeda dengan temntemannya dan merasa tidak memiliki tempat bersandar sebagaimana remaja pada umumnya. Beberapa kasus remaja yang belakangan ini menyoroti beberapa tingkah laku remaja, diantaranya berita tentang remaja yang kabur dari sekolah yang terjadi pada hari Rabu, tanggal 39 oktober 2014 di Temporejo. Seorang remaja berusia 15 tahun yang merupakan salah satu penghuni Yayasan Cahaya Darul Ulum meninggalkan yayasan karena tidak ingin melanjutkan sekolahnya (Surya, 2014).

5 Pada tanggal 25 Juni 2015, jam WIB, NY (16 tahun) salah seorang remaja yang telah menempati sebuah panti selama 3 tahun, mengatakan sering mendapati dirinya sendiri tidak senang jika disuruh untuk mengerjakan tugas yang sulit, dan jika ditugasnya sulit NY memilih untuk tidak mengerjakan tugas, karena menurut NY tugas yang terlalu sulit membutuhkan waktu lama dan dia sendiri merasa dia tidak mampu untuk mengerjakannnya ya memang saya kerjakan mbak, tapi kalo yang susah terus disuruh maju saya ga mau takut salah juga sih mbak soalnya. Berdasarkan kasus dan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa beberapa remaja tersebut tidak ingin bersekolah dantidak menyukai tugas yang mereka anggap sulit karena takut salah dan mengharuskan mereka untuk bekerja lebih keras dalam mengerjakan tugas tersebut. Selain itu,remaja merasa tidak yakin dengan kemampuan mereka untuk mengerjakan tugas tersebut. Rasa ketidakyakinan yang ada pada remaja yang tinggal di panti asuhan ini sering disebut dengan istilah efikasi diri. Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi dirimerupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk melaksanakan dan mengatur serangkaian kegiatan yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu. Individu dapat saja mempercayai bahwa perilaku tertentu membuahkan konsekuensi tertentu pula. Keyakinan individu akan kemampuannya dalam penyelesaian suatu tugas dengan baik akan menentukan perilaku atau tindakan yang benar-benar dilakukan oleh individu.

6 Bandura (1997) juga menyebutkan bahwa efikasi diri dipercaya dapat memepengaruhi dan memeiliki peran penting dalam pencapain prestasi akademik individu. Sedangkan menurut Baron dan Byrne (2003) efikasi diri adalah keyakinan seseorang akan kemampuan atau kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan. Lebih pada bagaimana seseorang memandang untuk pertama kalinya tugas yang diberikan yang kemudian akan berpengaruh pada usaha pencapaian tujuan atau mengatasi hambatan yang ada. Ahmadi dan Sholeh (2005) menjelaskan bahwa seorang anak akan lebih membutuhkan perhatian dari orang-orang dewasa untuk menyelesaikan tugastugas dan persoalan serta memenuhi keinginannya pada usia 11 tahun. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Hurlock (1980) dengan adanya kemampuan tersebut remaja dituntut untuk membuat penilaian yang realistik tentang kekuatan dan kelemahan, serta kemampuan yang dimilikinya dalam menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah. Dengan kata lain ketika remaja telah memasuki usia 11 tahun (telah berada pada tahap operasional formal) maka mulailah terbentuk efikasi diripada diri remaja. Efikasi diritidak berdiri sendiri, karena Efikasi diriselalu berkolaborasi dengan hal-hal yang lain, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Ghufron dan Risnawati (2014) bahwa Efikasi diriberkombinasi dengan lingkungan, perilaku sebelumnya dan variabel-variabel lainnya. Begitu pula dengan seperti yang disebutkan dalam salah satu aspek efikasi diriyang mana dorongan orang lain yang menyatakan hal positif atau pujian tentang kemampuan seseorang akan

7 meningkatkan penilaian terhadap kemampuan individu tersebut, Sehingga dapat mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih dalam pencapaian tujuan. Dorongan dari luar atau lingkungan tersebut sering disebut juga dengan dukungan sosial. Sarafino (1994) mengatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan, atau kepedulian atau membantu orang menerima sesuatu dari orang lain. Istilah dukungan sosial digunakan untuk sejumlah aspek yang berbeda dalam hubungan sosial. Dukungan sosial kadangkadang didefinisikan secara konseptual maupun operasional sebagaimana adanya. (kumalasari (2012) mengatakan remaja membutuhkan dukungan dari lingkungan. Dukungan sosial yang diterima remaja dari lingkungan, baik berupa dorongan semangat, perhatian, penghargaan, bantuan dan kasih sayang membuat remaja menganggap bahwa dirinya dicintai, diperhatikan, dan dihargai oleh orang lain. Jika individu diterima dan dihargai secara positif, maka individu tersebut cenderung mengembangkan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan lebih menerima dan menghargai dirinya sendiri. Sehingga remaja mampu hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat luas secara harmonis. Seperti yang dijelaskan oleh sarason (1983) dukungan sosial adalah dimana adanya orang-orang yang bisa diandalkan orang yang memperlihatkan pada kita bahwa mereka memperhatikan, menganggap dan mencintai kita. Individu dengan dukungan sosial yang tinggi sangat mungkin memiliki seseorang yang membantunya menemukan solusi untuk memecahkan masalahnya,

8 meyakinkannya bahwa masalah adalah sesuatu hal yang tidak terlalu penting atau memberi semangat (Sarafino, 1994). Terkadang individu mengalami krisis efikasi diricenderung lebih sering menganggap dirinya tidak mampu mengerjakan sesuatu hal yang ada disekitarnya, sehingga terkadang individu tersebut cenderung mudah menyerah. Perilaku yang ditunjukkan adalah dengan banyaknya berdiam diri di rumah, menghindar dan membatasi diri bahkan menarik diri. Pada hakekatnya semua remaja berhak untuk mencicipi bangku sekolah tanpa memandang anak siapa dia atau tanpa harus peduli dimana remaja itu tinggal maka ketika remaja ingin bersekolah harus didorong oleh semangat-semangat dari sekitarnya. Nasib kurang beruntung yang mereka miliki bukan sebuah penghalang untuk mereka meraih apa yang telah menjadi impian mereka terlebih jika mereka dianggap atau diperlakukan berbeda oleh masyarakat, Ketika remaja yang tinggal di panti asuhan mendapatkan dukungan sosial yang minim maka akan berdampak bagi psikologisnya. Dampak psikologis yang ditimbulkan antara lain adanya perasaan tidak mampu untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya mampu untuk mereka kerjakan, tanpa adanya dukungan sosial individu merasa rendah diri, sehingga tidak adanya sesuatu hal yang bisa membangkitkan semangat yang akan membuat mereka agar melakukan sesuatu yang lebih. Dalam kehidupan sehari-hari, efikasi dirimenuntun kita untuk menyusun tujuan yang lebih menantang dan gigih ketika menghadapi kesulitan. Ketika masalah muncul, perasaan kuat akan efikasi dirimenuntun kita tetap tenang dan

9 mencari solusi daripada merenungkan kekurangan kita. Berusaha dan gigih dalam berupaya akan menghasilkan prestasi kemudian dengan prestasi tersebut kepercayaan diri akan tumbuh (Myers, 2010). Rumusan masalah pada penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui seberapa besar hubungan dukungan sosial dengan efikasi diri akademik pada remaja yang tinggal panti asuhan, sehingga permasalahan ini layak untuk dikaji lebih mendalam. B. TujuanPenelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan efikasi diri akademikpada remaja yang tinggal panti asuhan C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis Besar harapan peneliti dengan adanya penelitian ini dapat menambah informasi dan khasanah keilmuan tentang hubungan dukungan sosial dengan efikasi diri akademik pada remaja yang tinggal dipanti asuhan 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan gambaran tentang hubungan dukungan sosial dengan efikasi diri akademik pada remaja yang

10 tinggal di panti asuhan, sehingga dapat membantu pengembangan efikasi diri akademik khususnya pada remaja yang tinggal di panti asuhan. D. KeaslianPenelitian Beberapa penelitian yang pernah diteliti sebelumnya, diantaranya adalah: King, Wu, dan Niranjan (2014) social support, efikasi diri and depression of college students. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efikasi diri dan dukungan sosial mempengaruhi dapat membantu menurunkan tinggkat depresi padamahasiswa di universitas.subjek pada penelitian ini adalah 155 mahasiswa yang berusia tahun yang mana masing-masing berasal dari 2.6% caucasians, 90.3% African American, dan 7.1% yang dipilih secara acak. Adicondro dan Purnamasari (2011) Efikasi diri, dukungan sosial keluarga dan self regulated learning pada siswa kelas VIII. dan dukungan sosial keluarga dengan self regulated learning (r=0,837, p=0,000) (2). Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan self regulated learning (r = 0,836p=0,000). (3). Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan social keluarga dengan self regulated learning (r = 0,418 p=0,002). Subjek penelitian ini merupakan Kelas VIII SMP Muhammadiyah. Total sampel penelitian berjumlah 62 siswa yang dipilih dengan tekhnik cluster random sampling. Raikes dan Thompson (2005) efficacy and social support as predictors of parenting stress among families in poverty. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan

11 efikasi diri terhadap tingkat stres padaibu yang memiliki penghasilan rendah. Subjek penelitian tersebut adalah ibu-ibu muda yang memiliki penghasilan ekonomi rendah sebanyak 65 orang. Metode penelitian dalam penelitian ini dengan menggunakan Quesioner. Berdasarkan hasil penelitian diatas, penelitian ini dapat dikatakan asli.hal tersebut dapat dilihat dari : 1. Keaslian Topik Variabel tergantung yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah efikasi diri academic remaja yang tinggal dipanti asuhan yang akan dihubungkan dengan dukungan sosial, pada penelitian-penelitian sebelumnya sudah banyak yang melihat hubungan suatu variabel dengan efikasi diri seperti dukungan sosial dan depresi pada mahasiswa (King, Wu, dan Niranjan, 2014) dan self regulated learning dan dukungan sosial keluarga padasiswa kelas VIII (Adicondro dan Purnamasari, 2011), meskipun sudah banyak yang melakukan penelitian mengenai self efficacy, pada penelitian ini peneliti ingin melihat efikasi dirisecara lebih khusus,yakni dengan memfokuskan pada akademik saja sehingga penelitian ini dapat dikatakan berbeda dengan penelitian sebelumnya, peneliti tergelitik untuk mengkaji tentang topik hubungan dukungan sosial dengan efikasi diri akademik pada remaja yang tinggal dipanti asuhan. Topik ini belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. 2. Keaslian Teori Pada penelitian ini peneliti menggunakan teori efikasi diri Bandura (1997) dan juga teori-teori yang sesuai dengan topik yang diangkat oleh peneliti.teori

12 efikasi diri yang digunakan merupakan teori yang sama yang digunakan oleh peneliti sebelumnya hanya saja dengan tahun yang berbeda. Sedangkan untuk membahas dukungan sosial peneliti menggunakan teori dari Sarafino (1994) beserta teori-teori terkait lainnya. 3. Keaslian Alat Ukur Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan skala efikasi diri akademik yang peneliti adaptasi dan modifikasi dari penelitian sebelumnya yakni Wulandari (2010) yang berpedoman juga pada aspek-aspek efikasi diri yang dikembangkan oleh bandura (1997). Sedangkan alat ukur untuk mengukur dukungan sosial, peneliti mengunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Zimet, Dahlem, Zimetdan Farley (1988) ini merupakan skala adaptasi dari multidemensional scale of perceived social support. Berdasarkan alat ukurnya penelitian ini merupakan penelitian asli. 4. Keaslian Subjek Subjek pada penelitian ini adalah individu yang sedang menempuh pendidikan yang merupakan remaja yang tinggal di panti asuhan baik laki-laki maupun perempuan dengan rentang usia tahun. Sedangkan penelitian yang pernah dilakukan merupakan remaja berumur tahun yang berjenis kelamin laki-laki.