BAB I. berkembang pula secara cepat globalisasi gagasan modern seperti Negara,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. berkembang pula secara cepat globalisasi gagasan modern seperti Negara,"

Transkripsi

1 BAB I A. Latar Belakang Era globalisasi bermula dari awal abad ke 20, yakni pada saat revolusi transportasi dan elektronika mulai memperluas dan mempercepat perdagangan antar bangsa. Disamping pertambahan dan kecepatan lalu lintas barang dan jasa, berkembang pula secara cepat globalisasi gagasan modern seperti Negara, konstitusi, nasionalisme, kapitalisme, demokrasi, sekularisme, juga industri dan perusahaan media massa. 1 Kata globalisasi merupakan serapan dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris globalization. Kata globalization berasal dari kata global yang berarti universal yang mendapat imbuhan -lization yang bisa dimaknai sebagai proses. Bila melihat asal mula katanya, globalisasi bisa diartikan sebagai proses penyebaran unsurunsur baru baik berupa informasi, pemikiran, gaya hidup maupun teknologi secara mendunia. Globalisasi diartikan sebagai suatu proses dimana batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit karena kemudahan interaksi antara negara baik berupa pertukaran informasi, perdagangan, teknologi, gaya hidup dan bentukbentuk interaksi yang lain. 2 Penyebaran unsur baru yang dibawa oleh globalisasi tersebut, tentu akan mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Manusia sebagai mahkluk sosial, maksudnya adalah bahwa manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam 1 Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), (Bandung: Refika Aditama, 2005), hal diakses pada tanggal 07 Oktober

2 2 kehidupannya, baik secara langsung ataupun secara tidak langsung. Karena itu, seorang manusia pasti akan melakukan interaksi dengan orang lain. Globalisasi juga akan mempengaruhi dan menimbulkan efek terhadap interaksi manusia tersebut. Dengan adanya globalisasi, teknologi semakin lama semakin canggih. Namun, bagaimana bila teknologi yang sangat canggih tersebut digunakan untuk kejahatan? Semakin berkembang masyarakat, maka kejahatan juga semakin berkembang. Hal tersebut senada dengan pendapat yang diungkapkan oleh Achmad Sodiki, yaitu mengingat kejahatan itu setua usia kehidupan manusia, maka tingkat dan ragam kejahatan juga mengikuti realitas perkembangan kehidupan manusia. Kecenderungannya terbukti, bahwa semakin maju dan modern kehidupan masyarakat, maka semakin maju dan semakin modern pula jenis dan modus operandi kejahatan yang terjadi di tengah masyarakat. 3 Lebih lanjut Achmad Sodiki menyatakan, bahwa dalam setiap perubahan, pasti ada komunitas yang gagal beradaptasi dengan perkembangan zaman yang berorientasi pada penegakan nilai-nilai positif. Kegagalan beradaptasi ini, merupakan cermin dari kondisi pluralitas masyarakat yang memang tidak selalu sama kapabilitas ekonomi, moral, dan psikologisnya. Ada individu atau sekelompok orang yang bisa dengan mudah membaca dan beradaptasi dengan perubahan tanpa harus meninggalkan norma-norma yang berlaku atau mengikatnya, namun ada juga individu dan komunitas yang gagal menyesuaikan 3 Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Op.Cit., hal. viii.

3 3 diri atau takluk dengan perubahan-perubahan yang terjadi. 4 Individu dan komunitas yang gagal inilah yang akan menimbulkan permasalahan dalam masyarakat, termasuk masalah hukum. Perkembangan teknologi yang semakin maju, tidak digunakan sesuai dengan norma-norma yang berlaku sehingga menyebabkan bentuk-bentuk kejahatan menjadi semakin beragam. Untuk mengatasi masalah kejahatan yang semakin beragam tersebut, diperlukan norma hukum yang memadai. Yang menjadi masalah adalah bahwa perkembangan norma hukum selalu terlambat apabila dibandingkan dengan perkembangan masyarakat. Hal ini terjadi karena masyarakat akan selalu berkembang dan semakin berkembang, sedangkan norma hukum berkembang dengan mengikuti perkembangan masyarakat. Otomatis hal ini menyebabkan norma hukum selalu terlambat dalam mengatasi permasalahan hukum di tengahtengah masyarakat yang berkembang. Oleh karena itu, para penegak hukum dan pemerintah yang terlibat dalam pembentukan norma hukum harus sigap dan tanggap dalam mengatasi perkembangan zaman ini. Disamping efek negatif, kemajuan teknologi sebagai efek dari globalisasi, juga membawa dampak positif yang sangat besar terhadap perkembangan dunia, tidak terkecuali di Negara Indonesia. Ditengah kondisi negara yang sedang berkembang, kemajuan teknologi memegang peranan penting. Misalnya dari segi pembangunan sarana dan prasarana umum. Apabila pembangunan jalan tol atau jembatan besar dilakukan tanpa menggunakan alat-alat berat, tentu akan memakan waktu yang sangat lama dan menguras tenaga para pekerja serta menambah resiko 4 Ibid.

4 4 kerja. Dengan adanya alat-alat berat dan truk-truk pengangkut, maka waktu, tenaga, dan resiko kerja dapat diminimalisir. Hal tersebut akan mempercepat proses pembangunan di Indonesia. Demikian halnya dalam perkembangan hukum di Indonesia. Kemajuan Ttknologi tidak hanya berdampak negatif seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, tetapi juga memberikan dampak positif. Teknologi juga dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan suatu kasus. Dalam dunia hukum, perkembangan teknologi informasi telah melahirkan suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Secara Internasional, Hukum siber atau cyber law digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, termasuk dalam hal hukum pidana. Tindak pidana pengalahgunaan teknologi informasi yang terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik telah menimbulkan beberapa masalah hukum, khususnya dalam hal pembuktian. 5 Salah satu peran teknologi dalam hal pembuktian adalah sebagai alat bukti dalam proses persidangan, terutama dalam kasus-kasus tindak pidana yang sangat sulit untuk dibuktikan. Penyidik dan penegak hukum lainnya sering mengalami kesulitan dalam hal menemukan bukti dan dalam hal membuktikan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan kepadanya. Hal tersebut disebabkan karena banyak faktor, misalnya tidak ada saksi yang melihat langsung perbuatan tindak pidana tersebut, atau 5 diakses pada tanggal 07 Oktober 2016.

5 5 kejahatan dilakukan melalui dunia maya. Bagaimana mungkin penegak hukum dapat membuktikan bahwa terdakwa bersalah apabila perbuatannya tidak tampak secara nyata. Pembuktian adalah titik sentral dalam rangkaian pemeriksaan perkara (pidana) di pengadilan. Melalui ruang yang disebut pembuktian itu, persidangan dilakukan dalam rangka mencari dan mempertahankan kebenaran. Pembuktian dibatasi oleh ketentuan tentang cara yang dibenarkan oleh undang-undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. 6 Bila tidak terbukti dikarenakan kurang atau tidak adanya adanya alat bukti yang sah dan meyakinkan, maka terdakwa akan dibebaskan. Dengan berbagai kemajuan teknologi, terutama teknologi informasi dan transaksi elektronik seperti sekarang, tentu akan meringankan tugas-tugas para penegak hukum, dan hambatanhambatan dalam pembuktian seperti diatas dapat teratasi. Seiring dengan perkembangan peraturan hukum di Indonesia, alat bukti yang dapat digunakan, kini tidak terbatas pada alat bukti yang terdapat dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada ayat 1 menyatakan: Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya adalah merupakan alat bukti yang sah. Pada ayat 2 dinyatakan: Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil 6 Ibid.

6 6 cetaknya tersebut adalah merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Dengan berlakunya alat bukti elektronik ini, maka proses pembuktian dalam pengadilan akan sangat terbantu karena tidak dibatasi oleh hukum acara sebelumnya, baik dalam hukum acara pidana maupun hukum acara lainnya. Penggunaan alat bukti elektronik sangat diperlukan mengingat terbatasnya alat bukti yang terdapat dalam KUHAP dalam proses pembuktian tindak pidana seperti Tindak Pidana Siber (Cyber Crime). Tidak hanya tindak pidana siber, penggunaan alat bukti elektronik juga bermanfaat untuk membuktikan tindak pidana lainnya. Josua Sitompul mengutip pendapat Peter Sammer yang menyatakan: 7 The need for digital evidence is not confined to obvious cybercrime events such as hacking, fraud and denial of service attacks, it s also required when transactions are disputed, in employee disputes, and almost all forms of non-cyber crime, including murder, forgery, industrial espionage and terrorism. With the vast proliferation of computer ownership and usage plus the growth of low-cost always-on broadband connectivity, all organizations require a Forensic Readliness Program. Berdasarkan pendapat Peter Sammer diatas, maka dapat diketahui bahwa dengan adanya alat bukti elektronik, hampir segala bentuk tindak pidana akan dipermudah pembuktiannya, termasuk tindak pidana korupsi. Tindak Pidana Korupsi yang merupakan kejahatan yang tergolong extraordinary crime, dalam pembuktiannya membutuhkan banyak alat bukti termasuk alat bukti elektronik. Mengingat bahwa teknik-teknik yang dilakukan para pelaku korupsi agar tidak 7 Josua Sitompul, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum Pidana, (Ciputat: PT.Tatanusa, 2012), hal. 261.

7 7 diketahui oleh para penegak hukum semakin beragam, maka alat bukti yang diperlukan untuk membuktikan perbuatannya juga semakin banyak. Pada tanggal 07 September 2016, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016. Putusan tersebut adalah hasil Pengujian Undang-Undang yang berkaitan dengan keabsahan alat bukti elektronik dalam UU ITE dan UU Tipikor. Pengujian Undang-Undang tersebut dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh Setya Novanto yang diwakili oleh tim kuasa hukumnya. Pada amar putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 44 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 bertentangan dengan Undang-Undang dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai khususnya frasa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya. Putusan tersebut menjadi dasar dibentuknya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang ITE yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 25 November Selain terhadap pasal UU ITE, Mahkamah Konstitusi juga mengabulkan permohonan pemohon yang memohon memberikan tafsiran terhadap Pasal 26A UU Tipikor. Bunyi amarnya yaitu, frasa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam pasal 26A Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik

8 8 Indonesia sepanjang tidak dimaknai khususnya frasa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya. Latar belakang diajukannya permohonan pengujian undang-undang ini memiliki keterkaitan dengan rekaman pembicaraan Setya Novanto yang akan dijadikan alat bukti. Perekaman tersebut dilakukan tanpa persetujuan dan tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tindakan perekaman secara diam-diam adalah merupakan penyadapan. Penyadapan adalah proses dengan sengaja mendengarkan dan/atau merekam informasi orang lain atau pembicaraan orang lain yang dilakukan dengan sengaja secara diam-diam dan tanpa sepengetahuan orang lain orang yang bersangkutan. 8 Salah satu bentuk alat bukti elektronik adalah rekaman CCTV. Saat ini rekaman CCTV sudah banyak dipergunakan sebagai alat bukti untuk mengungkap atau membuktikan berbagai tindak pidana. Pemasangan kamera CCTV bertujuan untuk alasan pengawasan atau pengamanan di tempat-tempat publik seperti di pusat perbelanjaan, bandara, jalan raya, dan tempat-tempat umum lainnya. Kini, pengawasan dengan CCTV juga sudah banyak dilakukan di tempat-tempat seperti ruang kerja, rumah, ruangan pejabat dan sebagainya. Perekaman dengan CCTV sangat bermanfaat, terutama dalam hal pengawasan atau sebagai bukti apabila telah terjadi tindak pidana. Namun, perekaman CCTV berpotensi mengancam hak 8 Kristian dan Yopi Gunawan, Sekelumit Tentang Penyadapan Dalam Hukum Positif Di Indonesia, (Bandung: Penerbit Nuansa Aulia, 2013), hal

9 9 privasi orang yang terekam di dalamnya. Hal tersebut disebabkan oleh perkembangan perangkat CCTV yang semakin canggih. Kini, CCTV dapat dipasang secara tersembunyi, dan juga dapat merekam suara. Berdasarkan amar Putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016, lantas Apakah rekaman CCTV sah sebagai alat bukti? Apakah hal tersebut termasuk tindakan intersepsi? Lantas, bagaimana kekuatan pembuktiannya bila rekaman CCTV digunakan sebagai alat bukti dalam penyelesaian kasus korupsi? Bagaimana pula kedudukannya setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016. Oleh Karena itu Penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut dan menulis skripsi ini dengan judul KEDUDUKAN REKAMAN CCTV SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI SETELAH KELUARNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 20/PUU-XIV/2016. Penulis merumuskan pertanyaan-pertanyaan tersebut ke dalam rumusan masalah sebagai berikut. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah Pengaturan Alat Bukti dan Alat Bukti Elektronik dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia? 2. Bagaimanakah Kekuatan Pembuktian Rekaman CCTV dalam Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi? 3. Bagaimanakah Kedudukan Rekaman CCTV sebagai alat bukti dalam tindak pidana korupsi setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016?

10 10 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Mengetahui dan memahami mengenai Pengaturan alat bukti dan alat bukti elektronik dalam hukum acara pidana di Indonesia, serta memahami sistem pembuktian yang ada di Indonesia 2. Mengetahui dan memahami kekuatan pembuktian rekaman CCTV dalam penyelesaian tindak pidana korupsi. 3. Mengetahui dan memahami kedudukan rekaman CCTV sebagai alat bukti dalam tindak pidana korupsi setelah keluarnya putusan mahkamah konstitusi nomor 20/PUU-XIV/2016. Adapun manfaat dari penelitian dan penulisan skripsi ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Dengan adanya skripsi ini, penulis berharap bahwa pengetahuan masyarakat mengenai rekaman CCTV sebagai alat bukti dapat bertambah, terutama dalam penyelesaian tindak pidana korupsi setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016. Penulis juga berharap bahwa dengan membaca skripsi ini, pembaca tidak lagi salah pengertian terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, seperti pendapat beberapa orang yang penulis kemukakan dalam tinjauan pustaka angka 7 skripsi ini. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diharapkan penulis adalah agar penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti, terutama

11 11 dalam hal pengambilan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut, haruslah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku saat ini, sehingga keabsahan alat bukti elektronik tersebut dapat diakui oleh pengadilan. Dan tidak melanggar hak hak asasi masyarakat mengenai privasi mereka, sesuai dengan pertimbangan hakim dalam Putusan MK no. 20/PUU-XIV/2016. D. Keaslian Penulisan Skripsi ini dengan judul Kedudukan Rekaman CCTV sebagai Alat Bukti dalam Tindak Pidana korupsi Setelah Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 sudah pasti memiliki keterkaitan dengan penulisan yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Judul skripsi yang hampir mirip dengan judul skripsi penulis, yaitu Informasi Dan Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Dalam Tindak Pidana Korupsi Dibandingkan Dengan UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Analisi Putusan No:64/Pid.Sus.K/2013/PN.Mdn). Skripsi ini ditulis oleh Oktanta Ginting Suka (NIM: ) yang membahas tentang penggunaan informasi dan dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam penyelesaian kasus tindak pidana korupsi baik dalam UU nomor 31 Tahun 1999 jo. UU nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maupun dalam UU nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik a) Informasi Elektronik Menurut Raymond Mc. Leod, informasi adalah data yang diolah menjadi

12 12 bentuk yang memiliki arti atau makna bagi si penerima dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini ataupun di masa yang akan datang. 9 Menurut Tata Sutabri, informasi dapat diartikan sebagai data yang telah diklasifikasikan atau dikelompokkan atau diolah atau diinterpretasikan untuk dipergunakan dalam proses pengambilan keputusan. Anton Meliono mendefinisikan informasi sebagai data yang telah diproses untuk suatu tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud adalah untuk menghasilkan sebuah keputusan. 10 Rahmani, dalam bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Telematika menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan informasi adalah data yang mencakup semua fakta yang direpresentasikan sebagai input yang berbentuk untaian kata (teks), angka (numeric), gambar pencitraan (images), suara (voice), ataupun gerak(sensor), yang telah diproses atau telah mengalami perubahan bentuk atau penambahan nilai menjadi suatu bentuk yang lebih berarti atau bermaanfaat. 11 Berdasarkan definisi informasi yang diungkapkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa informasi adalah data atau sekumpulan data yang data yang merupakan fakta-fakta yang telah diolah sedemikian rupa sesuai fakta yang ada atau bahkan yang telah dimanipulasi untuk keperluan tertentu ke dalam berbagai bentuk yang dapat dimengerti dan dipahami oleh orang yang mampu memahaminya, serta dipergunakan untuk tujuan tertentu. Secara umum, pengertian elektronik adalah ilmu yang mempelajari alat listrik yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran elektron atau partikel 9 Kristian dan Yopi Gunawan, Op.Cit. hal Ibid. 11 Ibid, hal. 176.

13 13 bermuatan listrik lainnya dalam suatu alat seperti katup termionik dan semi konduktor. 12 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, elektronik adalah alat-alat yang dibuat berdasarkan prinsip elektronika atau benda yang menggunakan alat-alat yang dibentuk atau bekerja atas dasar elektronika. 13 Menurut penulis, kedua definisi elektronik diatas berbeda, namun memiliki keterkaitan. Definisi pertama menyatakan bahwa elektronik adalah ilmu, sedangkan definisi yang kedua menyatakan elektronik adalah suatu hal atau suatu benda. Meskipun berbeda, penulis beranggapan bahwa keduanya adalah satu kesatuan. Elektronik adalah alat atau benda atau sesuatu hal yang menerapkan ilmu elektonik sebagaimana yang terdapat pada definisi pertama. Berdasarkan pengertian informasi dan elektronik diatas, maka dapat dikatakan informasi elektronik adalah informasi atau data yang memiliki berbagai bentuk yang diambil atau diperoleh atau diolah dengan alat-alat elektronik. Yang dimaksud dengan Informasi Elektronik menurut UU ITE adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegrams, teleks, telecopy, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 14 Dengan demikian dapat ditarik suatu definisi informasi elektronik, yaitu informasi atau data berbentuk 12 Ibid, hal diakses pada tanggal 10 November Pasal 1 Angka 1 UU RI nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

14 14 elektronik yang memiliki berbagai jenis dan bentuk yang diambil atau diperoleh dari suatu alat elektronik.. b) Dokumen Elektronik Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. 15 Artinya, dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang telah diolah kembali agar dapat dilihat atau dapat diterima oleh indera manusia melalui komputer atau sistem elektronik. 2. Pengertian Rekaman CCTV CCTV merupakan sebuah perangkat sistem komputer menggunakan kamera video untuk menampilkan dan merekam gambar pada waktu dan tempat dimana kamera tersebut terpasang. CCTV adalah singkatan dari kata Closed Circuit Television, artinya televisi yang menggunakan sinyal yang bersifat tertutup atau rahasia. Televisi biasa pada umumnya menggunakan broadcast signal, atau sinyal yang tersebar, tidak hanya pada satu monitor. CCTV pada umumnya digunakan sebagai pelengkap sistem keamanan dan banyak digunakan 15 Pasal 1 Angka 4 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

15 15 di berbagai lokasi seperti bandara, kemiliteran, kantor, pabrik, dan toko. Bahkan, CCTV sudah dipasang dalam lingkungan rumah pribadi. 16 Secara umum, yang dimaksud dengan CCTV adalah sebuah kamera pengawasan atau keamanan yang menghasilkan audio visual yang menjadikan kita mampu untuk mengetahui halhal yang direkam atau ditangkap oleh kamera CCTV. Beberapa ahli juga memberikan definisi CCTV, yaitu: 17 1) Menurut Ansel Adams, CCTV adalah sebuah media audio visual yang sangat kuat. Dan CCTV sangat menawarkan berbagai persepsi yang menawarkan sebuah interpretasi dan eksekusi yang tak terbatas. CCTV menjadi bentuk kamera pengamanan dan pemonitoran akan segala kejadian. 2) Menurut Elliot Erwint, CCTV adalah sebuah alat untuk mengeksplorasi seni observasi yang akan menemukan sebuah hal yang luar biasa pada tempat yang memungkinkan akan segala kejadian. Dengan fotografi juga akan menjadikan sebuah tempat dengan visual yang biasa akan menjadi sebuah hal yang lebih klasik dan unik. CCTV juga bisa menjadi sebuah bentuk perbedaaan antara kebanyakan orang lihat dan apa yang kamu lihat. 3) Menurut Amir Hamzah, CCTV adalah sebuah bentuk alat untuk merekam dan juga memfoto akan segala kejadian yang terjadi pada sebuah tempat. Menurut Herman Dwi Surjono, Closed Circuit Television (CCTV) merupakan alat perekaman yang menggunakan satu atau lebih kamera video dan menghasilkan data video atau audio. CCTV memiliki manfaat sebagai dapat merekam segala aktifitas dari jarak jauh tanpa batasan jarak, dapat memantau dan merekam segala bentuk aktifitas yang terjadi dilokasi pengamatan dengan menggunakan laptop atau komputer secara real time dari mana saja, dan dapat 16 diakses tanggal 21 November diakses tangal 21 November 2016.

16 16 merekam seluruh kejadian secara 24 jam, atau dapat merekam ketika terjadi gerakan dari daerah yang terpantau. CCTV merupakan penggunaan kamera video yang mentransmisi sinyal atau penyiaran tertuju kepada lingkup perangkat tertentu, yakni kepada seperangkat monitor spesifik-terbatas. Penyiaran CCTV tidak secara bebas dapat ditangkap oleh monitor lain selain monitor spesifikterbatas yang telah disediakan. CCTV kini sudah sering dimanfaatkan untuk melakukan pengawasan pada suatu area tertentu, terutama untuk keperluan pengamanan dan pengamatan kondisi suatu tempat tertentu. 18 Berdasarkan pengertian dan penjelasan tentang CCTV diatas, maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan rekaman CCTV adalah merupakan rekaman atau hasil dari kegiatan perekaman yang dilakukan oleh perangkat CCTV. Perlu digaris bawahi, gambar yang didapatkan dari pemasangan kamera CCTV tersebut hanya dapat dilihat oleh pemilik CCTV atau orang yang menjaga monitor, karena sifatnya yang Closed Sircuit atau sirkuit tertutup, tidak seperti televisi yang menyiarkan berita dan sebagainya. Di zaman yang semakin modern, CCTV semakin beragam. CCTV terbagi atas beberapa jenis atau bentuk, diantaranya adalah sebagai berikut : 19 1) Ptz Camera PTZ adalah singkatan dari Pan Tilt Zoom. PAN adalah kemampuan kamera untuk dapat bergerak ke kiri dan ke kanan. Tilt adalah kemampuan kamera dapat bergerak ke atas dan kebawah, dan Zoom adalah kemampuan 18 diakses tanggal 21 November diakses tanggal 21 November 2016.

17 17 kamera untuk memperbesar gambar hingga beberapa kali lipat. Kamera PTZ biasa digunakan untuk memantau wilayah yang luas dengan menggunakan 1 kamera. Ini akan memudahkan pengawas CCTV dalam mengawasi dengan menggunakan 1 kamera. 2) Dome Camera Kemera ini memiliki nama Dome karena bentuknya yang seperti kubah. Tujuan kamera ini berbentuk adalah agar arah dari kamera CCTV tidak terlihat atau tersembunyi, tapi perangkatnya terlihat oleh kasat mata. Dome Camera ada beberapa tipe, diantaranya adalah tipe fix camera yaitu kamera yang hanya mengarah ke 1 arah dan ada juga yang dapat berputar dengan cepat, yaitu Speed Dome. 3) Bullet Camera CCTV ini biasanya digunakan di dalam ruangan (indoor) dan diluar ruangan (outdoor). Bullet Camera dipasang pada dinding ataupun langitlangit suatu ruangan. Kamera jenis ini tidak dirancang untuk memiliki pan / tilt / zoom control merupakan kamera tipe fix dengan tujuan menangkap gambar dari area yang tetap. 4) Box Camera Box Camera mempunyai kemampuan zoom dengan penempatan pemasangan pada bidang vertikal. Kekurangan kamera jenis ini membutuhkan pencahayaan untuk dapat menangkap gambar dengan jelas. Sesuai dengan namanya, kamera ini memiliki bentuk seperti box atau kotak. 5) Board Camera Board Camera biasanya terhubung pada media komputer. Board Camera pada umumnya memiliki resolusi yang rendah, karena biasanya board camera digunakan untuk aplikasi teleconference standar. 6) Day/Night Camera Kelebihan kamera tipe day/night adalah dapat merubah berbagai kondisi cahaya untuk disesuaikan dengan sinar matahari langsung. Day/night camera biasanya dipasang pada lokasi yang mempunyai pencahayaan yang berlebih dan pada malam hari, cahayanya dapat disesuaikan sehingga pencahayaannya cukup.

18 18 7) Spy Camera Dinamakan spy camera atau convert camera karena memang bertujuan untuk memata-matai. Bentuknya terbagi dalam berbagai variasi seperti jam, smoke detector, pulpen dan sebagainya. 8) Ip Camera / Network Camera Kamera jenis ip / network baik dengan kabel ataupun wireless cabel dapat dipasang dengan mudah. Pada umumnya, ip camera mempunyai tingkat resolusi gambar yang lebih tinggi dibandingkan kamera CCTV analog. Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan ip camera, seperti area lokasi yang akan dipasang ip cam tipe wireless harus tersambung dengan jaringan wireless internet, dan untuk tipe ip camera dengan kabel jarak penarikan kabel ke switch hub / router hanya meter dengan menggunakan kabel UTP. Beberapa kekurangan ip camera: 1. karena mempunyai resolusi yang tinggi membutuhkan kapasitas hard drive yang lebih besar, 2. Membutuhkan alat tambahan untuk penguat penerima sinyal untuk lokasi yang jauh, 3. membutuhkan pengertian konfigurasi internet bila memasang ip camera dalam jumlah banyak. 9) Wireless Camera Tidak semua kamera wireless CCTV berbasis IP, beberapa dari kamera jenis wireless dapat menggunakan model alternatif dalam transmisi wireless. Seperti namanya, kamera CCTV ini tidak menggunakan kabel untuk menyampaikan gambar ke monitor. 10) HD (High-definition) Camera Kamera dengan spesifikasi HD memiliki kualitas gambar yang sangat baik. Kamera High-Definition memiliki kemampuan digital zoom yang membantu untuk memperbesar gambar dengan sangat jelas. 11) Outdoor Camera Outdoor camera adalah sebuah kamera yang mampu bertahan disegala kondisi cuaca, mempunyai bahan material yang baik, tahan air, kedap udara terhindar dari masuknya debu. 12) Varifocal Camera Kamera CCTV yang mempunyai lensa varifokal yang dapat diperbesar atau disesuaikan manual tanpa mengubah titik fokus kamera

19 19 13) IR (Infrared Camera) Infrared Camera disebut juga night vision camera. Kamera ini mampu melihat pada malam hari bahkan gelap gulita dengan menggunakan lampu IR LED. Infrared Camera menghasilkan gambar hitam putih pada saat malam hari. 3. Pengertian Kedudukan Rekaman CCTV Kedudukan dapat diartikan sebagai berarti status. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kedudukan sering dibedakan antara pengertian kedudukan (status) dan kedudukan sosial (status sosial). Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sedangkan kedudukan sosial adalah tempat seseorang dalam lingkungan pergaulannya, serta hak-hak dan kewajibannya. Kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama dan digambarkan dengan kedudukan (status) saja. Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu tempat tertentu. Kedudukan dapat juga diartikan sebagai keadaan yang sebenarnya. 20 Berdasarkan pengertian kedudukan diatas, yang dimaksud dengan kedudukan rekaman CCTV dalam skripsi ini adalah status dan keadaan sebenarnya rekaman CCTV. Bila dikaitkan dengan judul skripsi ini, secara jelasnya dapat dipahami bahwa yang menjadi permasalahan adalah bagaimana status atau keadaan sebenarnya mengenai rekaman CCTV sebagai alat bukti dalam tindak pidana korupsi, setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan nomor 20/PUU-XIV/ diakses pada tanggal 15 November 2016.

20 20 4. Pengertian Pembuktian dan Alat Bukti a) Pengertian Pembuktian Pembuktian adalah pekerjaan yang paling utama di antara proses panjang penegakan hukum pidana. Pada pembuktian dipertaruhkan nasib terdakwa, dan pada pembuktian ini pula titik sentral pertanggungjawaban hakim dalam segala bidang, yakni intelektual, moral, ketepatan hukum, dan yang tidak kalah penting ialah pertanggungjawabannya kepada Tuhan Yang Maha Esa mengenai putusan yang diambilnya. Bagaimana amar putusan yang akan ditetapkan oleh hakim, seluruhnya bergantung pada hasil pekerjaan pembuktian di dalam sidang pengadilan. 21 Hal senada diungkapkan oleh M. Yahya Harahap yang menyatakan bahwa pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan dalam proses sidang di pengadilan. Pembuktian menentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat bukti yang disebut dalam Pasal 184, maka terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman. Oleh karena itu, hakim harus hatihati, cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian. 22 Andi Hamzah juga menegaskan bahwa pembuktian adalah bagian yang terpenting dalam acara pidana, karena dalam hal pembuktian yang menjadi pertaruhan adalah 21 Adami Chazawi, Hukum Pidana Korupsi Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hal M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan Kuhap: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, Dan Peninjauan Kembali Edisi Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 273.

21 21 hak asasi manusia. 23 Secara etimologis, kata pembuktian berasal dari kata bukti artinya sesuatu yang dapat menyatakan kebenaran suatu peristiwa, kemudian mendapat awalan pem dan akhiran an, artinya proses perbuatan, cara membuktikan sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa. 24 Menurut Adami Chazawi, yang dimaksud dengan pembuktian adalah suatu proses kegiatan untuk membuktikan sesuatu atau menyatakan kebenaran tentang suatu peristiwa. Kegiatan yang dijalankan dalam sidang pengadilan, pada dasarnya adalah upaya untuk merekonstruksi atau melukiskan kembali suatu peristiwa yang sudah berlalu. Sempurna tidaknya rekonstruksi tersebut bergantung pada proses pembuktian. 25 Menurut Subekti, pembuktian adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti dipergunakan, diajukan, ataupun dipertahankan sesuai hukum acara yang berlaku. 26 Menurut J.C.T. Simorangkir, pembuktian adalah usaha dari yang berwenang untuk mengemukakan kepada hakim sebanyak mungkin hal-hal yang berkenaan dengan suatu perkara yang bertujuan agar supaya dapat dipakai oleh hakim sebagai bahan untuk memberikan keputusan. 27 Dalam kamus hukum yang disusun oleh Rocky marbun dkk, pembuktian diartikan sebagai penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa suatu perkara, guna memberikan kepastian tentang kebenaran 23 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal Andi Softan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana, Suatu Pengantar (Jakarta: Kencana, 2014), hal Adami Chazawi, Loc.Cit. 26 Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1991), hlm Andi Sofyan dan Abd. Asis, Loc.Cit.

22 22 peristiwa yang dikemukakan. 28 Bila ditinjau dari segi sistem peradilan hukum pidana, pengertian tersebut cakupannya lebih sempit. Alasannya adalah karena dari penggunaan kata penyajian alat bukti kepada hakim, maka pembuktian dianggap sebagai pekerjaan penuntut umum, penasihat hukum, dan terdakwa. Kenyataannya, dalam proses pembuktian sidang pidana hakim bersifat aktif dalam menemukan fakta-fakta dan bukti baru di persidangan. Misalnya, dalam memperoleh fakta baru melalui keterangan saksi, hakim memiliki hak untuk bertanya dan mencari sendiri kebenarannya. Oleh karena itu, pembuktian tidak hanya pekerjaan penuntut umum, penasihat hukum terdakwa, dan terdakwa saja, tetapi juga hakim. Namun, bila yang ditinjau adalah proses pembuktian dalam sistem peradilan perdata, maka pengertian tersebut sudah tepat. Dalam persidangan perdata, kedua belah pihak mengumpulkan dan mengemukakan alat bukti sebanyak-banyaknya, lalu hakim menilai berdasarkan alat-alat bukti tersebut. Dalam persidangan perdata, hakim bersifat pasif. M. Yahya Harahap memberikan pengertian pembuktian yang ditinjau dari segi hukum acara pidana yakni, ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran. Baik hakim, penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum, semua terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan undang-undang. Penegak hukum tidak dibenarkan bertindak dengan caranya sendiri dalam menilai pembuktian. Dalam mempergunakan alat bukti, tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. 28 Rocky Marbun, dkk. Kamus Hukum Lengkap, (Jakarta: Visimedia, 2012), hal. 223.

23 23 Terdakwa tidak bisa mempertahankan sesuatu yang dianggapnya bear tanpa mengikuti ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang. 29 Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, maka pembuktian dalam perspektif hukum acara pidana, dapat diartikan sebagai proses untuk membuktikan benar tidaknya tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa dengan menggunakan alat-alat bukti baik yang disajikan oleh penuntut umum, penasihat hukum terdakwa, dan terdakwa sendiri maupun bukti-bukti baru yang ditemukan selama persidangan, yang keseluruhan prosesnya ditentukan oleh undang-undang, sehingga proses pembuktian dilakukan dengan benar dan sah sesuai hukum yang berlaku. b) Pengertian Alat Bukti Masalah pembuktian tidak terlepas dari hal-hal yang disebut sebagai alat bukti. Alat bukti adalah suatu hal yang digunakan dalam hal pembuktian dalam suatu perkara atau peradilan. Alat bukti memegang peranan penting untuk mempengaruhi penilaian hakim dalam proses pembuktian tersebut. Alat bukti yang kuat dan sah tentu akan memudahkan hakim menilai apakah terdakwa bersalah atau tidak atau pihak manakah yang bersalah. Hari Sasangka dan Lily Roswita dalam bukunya yang berjudul Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, menyatakan bahwa pengertian alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian 29 M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 274.

24 24 guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa. 30 Menurut M. Yahya Harahap, dalam bukunya Hukum Acara Perdata menyatakan bahwa alat bukti adalah suatu hal berupa bentuk dan jenis yang dapat membantu dalam hal memberi keterangan dan penjelasan tentang sebuah masalah perkara untuk membantu penilaian hakim di dalam pengadilan. 31 Sedangkan menurut kamus hukum, alat bukti adalah alat yang sudah ditentukan di dalam hukum formal yang dapat digunakan sebagai pembuktian di dalam acara persidangan. Berarti, di luar dari ketentuan tersebut tidak dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah. 32 Alat bukti dikenal dalam setiap hukum acara, baik hukum acara perdata, hukum acara pidana, maupun hukum acara lainnya yang berlaku di Indonesia. Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah adalah bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Sedangkan dalam hukum acara pidana, dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. 33 Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. 34 Pengertian dari surat menurut hukum acara pidana tidak secara definitif diatur dalam satu pasal khusus, namun dari beberapa pasal dalam 30 diakses pada tanggal 14 November diakses pada tanggal 14 November Rocky Marbun, dkk, Op.Cit., hal Pasal 185 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 34 Pasal 186 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

25 25 KUHAP tetang alat bukti surat, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan surat adalah alat bukti tertulis yang harus dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. 35 Keterangan Terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri dan alami sendiri Pengertian Tindak Pidana Korupsi Istilah korupsi berasal dari bahasa Latin, yakni corruption atau corruptus yang disalin ke berbagai bahasa. Corruptus, disalin ke dalam bahasa Inggris menjadi corruption atau corrupt. Dalam bahasa Prancis, disalin menjadi corruption dan dalam bahasa Belanda disalin menjadi istilah corruptie (korruptie). Dari bahasa Belanda itu lahir kata korupsi dalam bahasa Indonesia. 37 Coruptie juga disalin menjadi corruptien dalam bahasa Belanda, artinya adalah perbuatan korup dan/atau penyuapan. Secara harfiah, istilah tersebut berarti segala macam pebuatan yang tidak baik. Andi Hamzah mengartikan korupsi sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang memfitnah. 38 Di Malaysia, dipakai kata resuah yang diambil dari bahasa Arab risywah (suap) 35 Pasal 188 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 36 Pasal 189 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 37 Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 1991), hal Adami Chazawi, Op.Cit., hal. 1.

26 26 yang secara terminologi berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan. 39 Dalam arti sosial, masyarakat mengartikan korupsi sebagai penggelapan uang, baik milik Negara atau kantor, dan menerima suap yang berhubungan dengan jabatan atau kedudukannya. Namun, dari sudut pandang hukum, hal tersebut tidak sederhana seperti itu. Dari sudut pandang hukum, banyak syarat atau unsur yang harus dipenuhi dalam suatu perbuatan agar dapat dikualifikasikan sebagai salah satu dari tindak pidana korupsi sebagaimana yang telah dirumuskan dalam undang-undang. 40 Beberapa ahli berpendapat bahwa, korupsi adalah penyimpangan tugas formal dalam kedudukan resmi pemerintah, bukan hanya jabatan eksekutif tetapi juga legislatif, partai politik, auditif, BUMN/BUMD, hingga lingkungan pejabat di sektor swasta. 41 Subekti dan Tjirosoedibio mengartikan corruptive adalah perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan Negara. Selanjutnya menurut Sudarto, secara harfiah kata korupsi menunjuk pada perbuatan yang rusak, busuk, tidak jujur, yang dikaitkan dengan keuangan. Henry Campbel mendefinisikan korupsi sebagai perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya yntuk mendapatkan suatu 39 Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus, Memahami Delik-Delik di luar KUHP, (Jakarta: Kencana, 2016), hal Adami Chazawi, Op.Cit., hal Surachmin dan Suhandi Cahaya, Strategi & Teknik Korupsi, Mengetahui Untuk Mencegah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 10.

27 27 keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain. 42 Menurut Sayed Hudin Alatas, korupsi adalah subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan kemasabodohan yang luar biasa akan akibat yang diderita oleh masyarakat. Singkatnya, korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi. Pendapat tersebut mirip dengan pendapat Jeremi Pope yang menyatakan korupsi adalah menyalahgunakan kepercayaan untuk kepentingan pribadi. Korupsi juga dapat dilihat sebagai perilaku yang tidak mematuhi prinsip mempertahankan jarak, artinya dalam pengambilan keputusan di bidang ekonomi, baik dilakukan oleh perorangan atau bersama-sama, baik oleh swasta maupun publik, hubungan pribadi atau keluarga tidak memainkan peranan. Jika prinsip ini dilanggar dan keputusan yang dibuat dipengaruhi oleh hubungan pribadi atau keluarga, maka korupsi akan timbul. Misalnya, konflik kepentingan dan nepotisme. 43 Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia W.J.S Poerwadarminta, korupsi diartikan sebagai pebuatan curang, dapat disuap dan tidak bermoral. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang Negara atau perusahaaan atau orang lain. Sedangkan berdasarkan Black Law Dictionary, definisi korupsi yaitu suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebuah 42 Ruslan Renggong, Op.Cit. hal Ibid, hal. 61.

28 28 maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya. Dengan kata lain, suatu perbuatan yang sesuatu yang tidak resmi/sah, atau dengan cara melanggar hukum, memanfaatkan keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan norma yang berlaku Pengertian Intersepsi atau Penyadapan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyadapan diartikan sebagai proses dengan sengaja mendengarkan dan/atau merekam informasi orang lain secara diam-diam dan penyadapan itu sendiri berarti suatu proses, suatu cara, atau perbuatan menyadap. 45 Ada banyak istilah yang dipergunakan untuk menyatakan penyadapan, salah satunya adalah wiretapping. Menurut Black Law Dictionary, wiretapping adalah suatu bentuk dari cara menguping secara elektronik. Tindakan ini dilakukan berdasarkan perintah pengadilan, yang dilakukan secara resmi, dengan cara mendengarkan pembicaraan melalui telepon. Istilah lain yang sering digunakan adalah interception atau intersepsi. Oxford Dictionary, mendefinisikan intercept sebagai alat untuk memotong atau memutus komunikasi. 46 Di Indonesia, istilah intersepsi dikenal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik (UU ITE). Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan 44 Surachmin dan Suhandi Cahaya, Loc.Cit. 45 Kristian dan Yopi Gunawan, Op.Cit., hal Ibid.

29 29 jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi. 47 Bila dibandingkan dengan penegetian intersepsi yang ada dalam Oxford Dictionary, maka dapat diketahui bahwa istilah Intersepsi yang digunakan UU ITE lebih luas maknanya bila dibandingkan dengan istilah wiretapping yang hanya merupakan tindakan menguping pembicaraan melalui telepon secara elektronik. Dalam intersepsi, ada 2 istilah yang dikenal, yakni lawful interception dan unlawful interception. Yang dimaksud dengan lawful interception adalah intersepsi yang dilakukan sesuai dengan aturan hukum atau penyadapan yang sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, yang dilakukan oleh otoritas atau pihak yang berwenang untuk itu. 48 Sedangkan yang dimaksud dengan unlawful interception adalah intersepsi atau penyadapan yang dilakukan tidak sesuai dengan hukum dan prosedur atau tata cara yang berlaku. 49 Pada dasarnya, tindakan intersepsi atau penyadapan adalah tindakan yang dilakukan untuk mencari alat bukti yang dapat membantu dalam mencegah atau menyelesaikan suatu kasus tindak pidana. Agar hasil intersepsi menjadi alat bukti yang sah dan memiliki kekuatan pembuktian, maka prosedur atau tata cara pelaksanaannya dan pihak yang melakukan intersepsi atau penyadapan harus sesuai ketentuan undang-undang. Dengan kata lain, tindakan intersepsi yang dibenarkan adalah lawfull interception. Dalam UU ITE suatu tindakan intersepsi 47 Penjelasan pasal 31 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Iinformasi dan Transaksi Elektronik. 48 Kristian dan Yopi Gunawan, Op.Cit., hal Ibid, hal. 181.

30 30 atau penyadapan hanya dapat dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. Dalam UU Perubahan Atas UU ITE yang diberlakukan sejak tanggal 25 November 2016, pada pasal 31 ayat (4) berbunyi: Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana diatur dalam ayat (3) diatur dengan Undang-Undang. Dengan demikian, maka saat ini kita tidak mempunyai ketentuan peraturan perundang-undangan yang khusus tentang tata cara intersepsi atau penyadapan. Dalam prakteknya saat ini, tata cara intersepsi atau penyadapan tersebar kedalam berbagai peraturan perundang-undangan baik dalam undangundang yang telah ada sebelum UU ITE maupun undang-undang yang berlaku setelah adanya UU ITE. Di Indonesia tindakan penyadapan untuk mencari alat bukti telah dilegitimasi dalam beberapa Undang-Undang. Undang-Undang yang mengatur tata cara intersepsi atau penyadapan diantaranya adalah sebagai berikut: 50 1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 jo. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pengaturan dan legitimasi tindakan penyadapan dalam undang-undang ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan, 51 Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. 50 Ibid, hal Pasal 26 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

31 31 Sedangkan bila dilihat dari penjelasan pasal tersebut, dengan tegas dinyatakan, 52 Kewenangan penyidik dalam pasal ini termasuk wewenang untuk melakukan penyadapan (wiretapping). Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dilihat bahwa kewenangan yang dimiliki seorang penyidik dalam rangka membuat terang suatu peristiwa dan menemukan pelaku yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, adalah dengan melakukan tindakan penyadapan. Alat bukti yang didapatkan melalui hasil penyadapan tersebut diakui sebagai alat bukti yang sah di pengadilan. Hal ini dapat dilihat pada pasal 26A UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang pada intinya menyatakan bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk dapat diperoleh dari alat bukt i lain berupa informasi yang dikirim, diterima, disimpan, secara elektronik. Berdasarkan uraian diatas maka diketahui bahwa UU Pemberantasan Tindak Pidana memperbolehkan penyidik melakukan tindakan penyadapan dalam hal mencegah atau menemukan tindak pidana korupsi dan hasil penyadapan berupa alat bukti elektronik diakui sebagai alat bukti yang sah di pengadilan. 2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan sebagai Undang-Undang dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun Terkait dengan tindakan penyadapan, Undang-Undang Tindak Pidana 52 Penjelasan Pasal 26 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

32 32 Terorisme telah mengatur secara tegas dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b yang menyatakan, 53 Berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (4), penyidik berhak menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan melakukan tindak pidana terorisme. Pasal 31 ayat (2) UU Terorisme ini menyatakan, Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun; Ayat (3) menyatakan, 55 Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik. 54 Berdasarkan ketentuan yang telah dikemukakan diatas, dapat diketahui bahwa tindakan penyadapan dapat dilakukan oleh penyidik tindak pidana terorisme apabila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan tegas oleh undang-undang tersebut. Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut. a. Tindakan penyadapan baru dapat dilakukan ketika mendapat bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) sampai (4) UU ini. b. Tindakan penyadapan dilakukan atas pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain 53 Pasal 31 ayat (1) huruf b UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 54 Pasal 31 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme 55 Pasal 31 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

BAB I PENDAHULUAN. rekaman CCTV. Keluarnya Putusan MK No. 20/PUU-XIV/2016 tanggal 07

BAB I PENDAHULUAN. rekaman CCTV. Keluarnya Putusan MK No. 20/PUU-XIV/2016 tanggal 07 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tindak pidana korupsi merupakan extraordinary crime yang semakin beragam modus operandinya. Penggunaan alat bukti elektronik sangat diperlukan untuk mengatasi

Lebih terperinci

Sejarah dan Perkembangan Closer Circuit Television (CCTV)

Sejarah dan Perkembangan Closer Circuit Television (CCTV) Sejarah dan Perkembangan Closer Circuit Television (CCTV) CCTV atau Closer Circuit Television (CCTV) pertama kali ditemukan oleh Walter Brunch. CCTV pertama kali digunakan oleh tim pelaksana peluncuran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyebutkan unsur-unsur tindak pidananya saja, tetapi dalam konsep hal tersebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyebutkan unsur-unsur tindak pidananya saja, tetapi dalam konsep hal tersebut II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana di dalam KUHP tidak dirumuskan secara tegas tetapi hanya menyebutkan unsur-unsur tindak pidananya saja, tetapi dalam konsep hal tersebut telah

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5952 KOMUNIKASI. INFORMASI. Transaksi. Elektronik. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG PENYADAPAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERADILAN KASUS KORUPSI

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG PENYADAPAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERADILAN KASUS KORUPSI BAB II ASPEK HUKUM TENTANG PENYADAPAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERADILAN KASUS KORUPSI A. Aspek Hukum Tindakan Penyadapan Tindak Pidana korupsi saat ini merupakan salah satu kejahatan yang menjadi sorotan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.251, 2016 KOMUNIKASI. INFORMASI. Transaksi. Elektronik. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,

I. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey, mengatakan bahwa Teknologi Informasi semakin dibutuhkan dalam kehidupan manusia, dan

Lebih terperinci

http://www.warungbaca.com/2016/12/download-undang-undang-nomor-19-tahun.html UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan adanya perkembangan di seluruh aspek kehidupan yaitu ekonomi, budaya, hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman sekarang korupsi sudah menjadi hal yang biasa untuk diperbincangkan. Korupsi bukan lagi menjadi suatu hal yang dianggap tabu untuk dilakukan bahkan tidak

Lebih terperinci

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA

BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA BUKTI ELEKTRONIK CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM SISTEM PEMBUKTIAN PIDANA DI INDONESIA Oleh: Elsa Karina Br. Gultom Suhirman Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Regulation

Lebih terperinci

Undang, dengan minimal dua alat bukti yang sah, demikian KUHAP, barulah

Undang, dengan minimal dua alat bukti yang sah, demikian KUHAP, barulah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Pembuktian Secara umum tujuan acara pidana untuk mendapatkan kebenaran tentang terjadinya suatu tindak pidana. Disamping itu acara pidana juga bertujuan untuk mengatasi kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak terhadap perilaku sosial masyarakat, termasuk juga perkembangan jenis kejahatan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau tanpa memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. atau tanpa memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyadapan termasuk salah satu kegiatan untuk mencuri dengar dengan atau tanpa memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi yang dilakukan untuk

Lebih terperinci

KEDUDUKAN REKAMAN CCTV SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI SETELAH KELUARNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 20/PUU-XIV/2016 JURNAL HUKUM

KEDUDUKAN REKAMAN CCTV SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI SETELAH KELUARNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 20/PUU-XIV/2016 JURNAL HUKUM KEDUDUKAN REKAMAN CCTV SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI SETELAH KELUARNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 20/PUU-XIV/2016 JURNAL HUKUM Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dalam Memenuhi

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA 44 BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA A. Pengaturan Tentang Alat Bukti di Indonesia Dalam proses persidangan, pembuktian tidak terlepas dari hal

Lebih terperinci

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG- UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah I. PEMOHON Drs. Setya Novanto,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PENYADAPAN DATA PRIBADI PENGGUNA INTERNET MELALUI MONITORING AKTIVITAS KOMPUTER DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PENYADAPAN DATA PRIBADI PENGGUNA INTERNET MELALUI MONITORING AKTIVITAS KOMPUTER DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PENYADAPAN DATA PRIBADI PENGGUNA INTERNET MELALUI MONITORING AKTIVITAS KOMPUTER DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: /PER/M/KOMINFO/2/ TAHUN 2010 TENTANG KONTEN MULTIMEDIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: /PER/M/KOMINFO/2/ TAHUN 2010 TENTANG KONTEN MULTIMEDIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR: /PER/M/KOMINFO/2/ 2010. TAHUN 2010 TENTANG KONTEN MULTIMEDIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek hukum yang berlaku. Kemajuan teknologi informasi

Lebih terperinci

Informasi Elektronik Sebagai Bukti dalam Perkara Pidana

Informasi Elektronik Sebagai Bukti dalam Perkara Pidana Informasi Elektronik Sebagai Bukti dalam Perkara Pidana Oleh: Nur Ro is Abstract The development of technological progress is always accompanied by the legal issues that arise in comparative law left behind

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan industri yang merupakan hasil dari budaya manusia membawa dampak positif, dalam arti teknologi dapat di daya gunakan untuk kepentingan

Lebih terperinci

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA MEMAHAMI UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) DAN PENERAPANNYA PADA DOKUMEN ELEKTRONIK SEPERTI E-TICKETING DI INDONESIA Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM 5540180013 Dosen DR.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai implikasi. Disamping ada aspek manfaat tentu ada pula aspek

BAB I PENDAHULUAN. berbagai implikasi. Disamping ada aspek manfaat tentu ada pula aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apa yang sering dihasilkan oleh kemajuan teknologi, tentu mempunyai berbagai implikasi. Disamping ada aspek manfaat tentu ada pula aspek penyalahgunaannya. Dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perubahan hukum baru. Perkembangan teknologi

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perubahan hukum baru. Perkembangan teknologi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut penjelasan Pasal 31 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut penjelasan Pasal 31 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut penjelasan Pasal 31 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum penulis menguraikan hasil penelitian dan pembahasan, dan untuk menjawab

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum penulis menguraikan hasil penelitian dan pembahasan, dan untuk menjawab IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Sebelum penulis menguraikan hasil penelitian dan pembahasan, dan untuk menjawab permasalahan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi yang telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara memerlukan penanganan yang luar biasa. Perkembangannya

Lebih terperinci

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Hakim Cepi Iskandar, pada Jumat 29 Oktober 2017 lalu menjatuhkan putusan yang mengabulkan permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto,

Lebih terperinci

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Perlindungan

Lebih terperinci

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI Sumber gambar http://timbul-lawfirm.com/yang-bisa-jadi-saksi-ahli-di-pengadilan/ I. PENDAHULUAN Kehadiran

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam BAB V ANALISIS A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam Perkara No. 97/PID.PRAP/PN.JKT.SEL Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, maka penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu unsur penegak hukum yang diberi tugas dan wewenang melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai Pasal 30 ayat 1(d)

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DATA ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DATA ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DATA ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa kemudahan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK 2 tahun ~ paling lama Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

KETERKAITAN ARSIP ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH DI PENGADILAN

KETERKAITAN ARSIP ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH DI PENGADILAN KETERKAITAN ARSIP ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH DI PENGADILAN Clara Lintang Parisca Mahasiswi Fakultas Hukum Atmajaya Yogyakarta Pendahuluan Pembuktian merupakan satu aspek yang memegang peranan sentral

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 Keterangan Saksi Yang Diberikan di Bawah Sumpah dan Tidak Hadir Dalam Persidangan Disamakan Nilainya dengan Keterangan Saksi Di Bawah Sumpah Yang Diucapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017 PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA 1 Oleh: Abenwin S. Tatangindatu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM

NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM Diajukan oleh: Ignatius Janitra No. Mhs. : 100510266 Program Studi Program Kehkhususan : Ilmu Hukum : Peradilan dan Penyelesaian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNTO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik

Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik Cyber Law Pertama: UU Informasi dan Transaksi Elektronik Akhirnya Rancangan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) disetujui DPR menjadi Undang-Undang dua hari lalu. UU ini, dengan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

PEREKAMAN PROSES PERSIDANGAN PADA PENGADILAN NEGERI DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ACARA PIDANA. Oleh: Hafrida 1. Abstrak

PEREKAMAN PROSES PERSIDANGAN PADA PENGADILAN NEGERI DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ACARA PIDANA. Oleh: Hafrida 1. Abstrak PEREKAMAN PROSES PERSIDANGAN PADA PENGADILAN NEGERI DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ACARA PIDANA Oleh: Hafrida 1 Abstrak Perekaman persidangan sebagai suatu upaya dalam rangka mewujudkan proses peradilan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. 5 KEPENTINGAN HUKUM YANG HARUS DILINDUNGI (PARAMETER SUATU UU MENGATUR SANKSI PIDANA) : 1. NYAWA MANUSIA. 2.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 PENYADAPAN OLEH KPK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh : Rizky O. U. Gultom 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 PENETAPAN PENGADILAN TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP UNTUK DIMULAINYA PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT PASAL 26 UNDANG- UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 JUNCTO PERPU NOMOR 1 TAHUN 2002 1 Oleh :

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cara yang. sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (sosial).

BAB I PENDAHULUAN. melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cara yang. sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (sosial). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja, biaya serta memperkecil kemungkinan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK I. UMUM Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

15 Februari apa isi rpm konten

15 Februari apa isi rpm konten 15 Februari 2010 http://www.detikinet.com/read/2010/02/15/125757/1299704/399/seperti apa isi rpm konten MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perihal Saksi dan Petunjuk 1. Perihal Saksi Menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Hukum Acara Pidana disahkan oleh sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 23 September 1981 kemudian Presiden mensahkan menjadi

Lebih terperinci

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil. 12 A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang 1. Hukum pidana sebagai peraturan-peraturan yang bersifat abstrak merupakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan I. PEMOHON Barisan Advokat Bersatu (BARADATU) yang didirikan berdasarkan

Lebih terperinci

Ancaman UU ITE terhadap Pengguna Media Sosial

Ancaman UU ITE terhadap Pengguna Media Sosial Ancaman UU ITE terhadap Pengguna Media Sosial Drs. Rusmanto, M.M. rusmanto@gmail.com Narasumber DPR RI: Pembahasan RUU ITE 2008 Pemimpin Redaksi Majalah InfoLINUX 2001-2013 Dosen STT-NF & Pengajar NF Computer

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006 I. PARA PEMOHON Prof. DR. Nazaruddin Sjamsuddin sebagai Ketua KPU PEMOHON I Prof. DR. Ramlan Surbakti, M.A., sebagai Wakil Ketua

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak kodrati. HAM dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak kodrati. HAM dimiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak kodrati. HAM dimiliki manusia karena dirinya manusia. HAM menjadi dasar suatu Negara dalam membentuk ketentuan-ketentuan dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KEDUDUKAN ALAT BUKTI DIGITAL DALAM PEMBUKTIAN CYBER CRIME DI PENGADILAN

NASKAH PUBLIKASI KEDUDUKAN ALAT BUKTI DIGITAL DALAM PEMBUKTIAN CYBER CRIME DI PENGADILAN NASKAH PUBLIKASI KEDUDUKAN ALAT BUKTI DIGITAL DALAM PEMBUKTIAN CYBER CRIME DI PENGADILAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki beragam hak sejak ia dilahirkan hidup. Hak yang melekat pada manusia sejak kelahirannya ini disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap undang-undang yang dibuat oleh pembuat undangundang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap undang-undang yang dibuat oleh pembuat undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap undang-undang yang dibuat oleh pembuat undangundang merupakan jawaban hukum terhadap persoalan masyarakat pada waktu dibentuknya undang-undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-VIII/2010 tanggal 24 September 2010 atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,

Lebih terperinci

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pembahasan diatas Pembuktian Cyber Crime Dalam. di dunia maya adalah : oleh terdakwa.

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pembahasan diatas Pembuktian Cyber Crime Dalam. di dunia maya adalah : oleh terdakwa. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas Pembuktian Cyber Crime Dalam Perspektif Hukum tersebut, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Upaya upaya yang dilakukan dalam pembuktian

Lebih terperinci