PENGARUH PAJAK ROKOK TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA RIDWAN HERIANSYAH PUTRA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PAJAK ROKOK TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA RIDWAN HERIANSYAH PUTRA"

Transkripsi

1 PENGARUH PAJAK ROKOK TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA RIDWAN HERIANSYAH PUTRA PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBENDAHARAAN NEGARA JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN 2016 Abstrak Karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pajak rokok terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi Sumatera Utara. Hal ini untuk melihat seberapa efektifkah pajak rokok yang termasuk dalam kategori pajak baru dalam sumbangsihnya terhadap pendapatan daerah. Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini dengan metode studi pustaka dengan mengumpulkan beberapa informasi-informasi terkait dari berbagai sumber. Tujuan utama penerapan pajak rokok adalah untuk melindungi masyarakat terhadap bahaya rokok. Penerimaan Pajak Rokok juga dialokasikan untuk mendanai bidang penegakan hukum terkait rokok illegal, yaitu rokok yang dalam tahap produksinya tidak terdaftar sehingga tidak membayar cukai rokok. Penerapan pajak rokok sebesar 10% dari nilai cukai dimaksudkan untuk memberikan optimalisasi pelayanan pemerintah daerah dalam menjaga kesehatan masyarakat. Salah satu alternatif tata cara dan mekanisme pemungutan pajak rokok dipungut bersamaan dengan pemungutan cukai. Pajak rokok memiliki kontribusi sebesar 9,07% dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Sumatera Utara di tahun 2014 dan 13,46% di tahun Hal ini memberikan peluang yang besar untuk pajak rokok dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Sumatera Utara. Kata Kunci: Pajak Daerah, Pajak Rokok, Pendapatan Asli Daerah, Provinsi Sumatera Utara. PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan diberlakukannya otonomi daerah pada setiap provinsi dan/atau kabupaten/kota maka akan diberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola sepenuhnya sistem pemerintahan daerah untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, daerah berhak mengatur rumah tangganya sendiri, termasuk mengelola penerimaan, pengeluaran keuangan dan merencanakan pelaksanaan pembangunan. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, Daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan Undang-Undang. Pungutan tersebut digunakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, daerah harus memiliki sumber pendapatan yang memadai dan cukup dalam rangka pembangunan dan peningkatan pelayanan publik tersebut. Sumber penerimaan daerah salah satunya adalah melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu pajak dan retribusi daerah. Hasil penerimaan Pajak dan Retribusi diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam banyak hal, dana alokasi dari pusat tidak sepenuhnya dapat diharapkan menutup seluruh kebutuhan pengeluaran Daerah. Oleh karena itu, pemberian peluang untuk mengenakan pungutan baru yang semula diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Daerah, dalam kenyataannya tidak banyak diharapkan dapat menutupi kekurangan kebutuhan pengeluaran tersebut. Oleh karena itu Pemerintah Daerah berupaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini sehingga dapat membiayai penyelenggaran pemerintah daerah serta meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Karena semakin tinggi peranan Ridwan Heriansyah Putra /

2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam pendapatan daerah merupakan cermin keberhasilan usaha-usaha atau tingkat kemampuan daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemerintah telah mengatur jenis pajak dan retribusi yang dapat dikelola oleh pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten atau kota. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa penerapan pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah diberlakukan dengan sistem closed list yaitu Pemerintah Daerah hanya boleh memungut dan mengelola jenis pajak dan retribusi yang telah dicantumkan dalam peraturan tersebut serta besaran maksimal pemungutannya. Salah satu jenis pajak provinsi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah Pajak Rokok. Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah. Pajak rokok merupakan salah satu jenis pajak baru bagi provinsi yang muncul karena perluasan kewenangan perpajakan dan basis pajak daerah. Dasar pengenaan pajak rokok adalah cukai rokok. Tarif Pajak Rokok ditetapkan secara definitif di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, agar Pemerintah dapat menjaga keseimbangan antara beban cukai yang harus dipikul oleh industri rokok dengan kebutuhan fiskal nasional dan Daerah melalui penetapan tarif cukai nasional. Pajak Rokok sebagian dialokasikan untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengulas lebih jauh tentang pemanfaatan pajak rokok yang tergolong jenis pajak baru dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dituangkan dalam sebuah karya tulis berjudul PENGARUH PAJAK ROKOK TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA. Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah Ruang Lingkup pengulasan karya tulis ini mengenai: 1) Pajak Rokok di Provinsi Sumatera Utara, dan 2) Pengaruh penerimaan Pajak Rokok terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Provinsi Sumatra Utara. Metode Penulisan Untuk mendapatkan data dalam penulisan karya tulis ini, penulis menggunakan Metode Studi Pustaka yaitu dengan mengumpulkan informasi-informasi terkait yang dibutuhkan dengan mencari referensi-referensi yang berhubungan dengan karya tulis ini. Referensi dapat diperoleh dari buku-buku, jurnal, dan internet. Sumber data yang dibutuhkan dalam hubugannya dengan pengelolaan data dikelompokan menjadi sumber data primer, yang berkaitan secara langsung dengan obyek pembahasan dan sumber data sekunder sebagai bahan pendukung yang diperoleh dari buku-buku literatur, jurnal ilmiah, internet dan sebagainya. LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi yang berbeda-beda. Menurut Mangkoesoebroto (1998: 181), pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak preogratif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada undangundang, pemungutannya dapat dipaksakan kepada subyekpajak untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan penggunaannya. Dari defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa yang berhak memungut pajak adalah negara (pemeirntah). Pajak dipungut berdasarkan udang-undang dan aturan pelaksanaannya, yang dapat dipaksakan kepada subyek pajak. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual dari pemerintah. Menurut pandangan Sommerfeld, et al., (1994: 4) pajak didefenisikan sebagai We define the word tax as anynonpenal yet compulsory transfer of resources, from the private to the public sector, levied without receipt of a spesific benefit of equal value and on the basis of predetermined criteria, enforced to accomplish some of a nation s economic and social objectives. Sementara itu, Jones (2002: 4) mengemukakan defenisi pajak sebgaai a tax can be defined simply as a payment to support the cost of government. A tax differ from a fine or penalty imposed by a governmentr because a tax is not intended to deter or punish unacceptable behavior. On the other hand, taxes are compulsory; anyone subject to a tax is not free to choose wheter or not to pay. Pengertian Pajak menurut Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang Ridwan Heriansyah Putra /

3 bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengertian Pajak Daerah Berdasarkan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Yang dimaksud dengan badan disini adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komoditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dengan nama dalam bentuk apapun firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Dengan demikian pajak daerah adalah iuran wajib pajak kepada daerah untuk membiayai pembangunan daerah. Pajak Daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaannya untuk di daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah. Pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan selain pajak yang telah ditetapkan undang-undang (Pasal 2 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 jenisjenis pajak daerah adalah : 1. Jenis Pajak Provinsi a. Pajak Kendaraan Bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan e. Pajak Rokok 2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan g. Pajak Parkir h. Pajak Air Tanah i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkantoran k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Produk Rokok Produk rokok adalah produk yang ilematis, disatu sisi produk ini dikatakan bermanfaat tapi juga dikatakan berbahaya. Disatu sisi pemerintah sepertinya melarang, membatasi dan mengingatkan akan rokok, tapi cukai rokok dengan senang hati diterima. Sehingga memasarkan produk rokok lamalama juga akan menghadapi kesulitas. Pemerintah telah menentukan ketentuan bahwa setiap iklan rokok harus mencantumkan peringatan pemerintah. Gerakan anti rokok juga menunjukkan aktivitas yang tak pernah berhenti. Bahkan ketentuan dunia yaitu FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) yang diadopsi oleh seluruh 192 negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), juga memberikan ketentuan ketat tentang pemasarn rokok. Ada aturan dalam FCTC yang menyebutkan bahwa bungkus rokok harus mencantumkan secara jelas bahaya merokok dan kandungan bahan berbahayanya. Disepakati bahwa peringatan bahaya rokokdalam bentuk berbagai gambar penyakit dan tulisan bahaya rokok-akan mencakup minimal 30 persen sampai setengah dari permukaan depan bungkus rokok. Pencantuman istilah low, light, mild, dan lain lain yang selama ini menyesatkan, tidak boleh digunakan lagi. Soalnya, sebenarnya tidak ada penurunan bahaya yang bermakna dengan penurunan kadar tar dan nikotin dengan cara ini. Istilah itu hanya memberi kesan rokok aman sehinggga si perokok cenderung merasa boleh merokok dan bukan tidak mungkin akan mengonsumsi rokok lebih banyak lagi karena merasa mengisap rokok ringan. FCTC juga melarang segala bentuk iklan rokok, langsung atau tidak langsung. Kenyataan menunjukkan, banyak sekali remaja mulai merokok akibat melihat iklan, apalagi yang diperankan oleh wanita cantik atau pria gagah. Maka yang perlu diingatkan adalah merokok akan menimbulkan kulit keriput, bukan kecantikan. Merokok pun memicu sakit paru dan jantung, bukan kegagahan. Pajak Rokok Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pajak Rokok Provinsi Sumatera Utara, Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Niotin tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung Ridwan Heriansyah Putra /

4 nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Sementara pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah. Cukai sendiri merupakan pungutan Negara yang dikenakan terhadap hasil tembakau berupa sigaret, cerutu dan rokok daun sesuai dengan Peraturan Perundangundangan di bidang cukai, yang dapat berupa persentase dari harga dasar (Aduatorum) atau jumlah dalam rupiah untuk setiap batang rokok (spesifik) atau penggabungan dari keduanya. Yang dimaksud dengan sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Sigaret terdiri atas sigaret kretek, sigaret putih dan sigaret kelembek kemenyen. Yang dimaksud dengan sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya. Yang dimaksud dengan sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak atau kemenyan. Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek terdiri atas sigaret yang dibuat dengan mesin atau dibuat dengan cara lain daripada mesin. Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya atau sebagian menggunakan mesin. Yang dimaksud dengan sigaret putih dan sigaret kretek yang dibuat dengan cara lain daripada mesin adalah sigaret putih dan sigaret kretek yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin. Yang dimaksud dengan sigaret kelembak/kemenyan adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak danf atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya. Yang dimaksud dengan cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaranlembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatanya. Yang dimaksud dengan rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung {klobot) atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai tanpa mengindahkan bahan Pengganti Objek Pajak rokok adalah konsumsi rokok yang meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun. Dikecualikan dari objek pajak rokok adalah rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan Peraturan Perundang-undangan dibidang cukai. Subjek Pajak rokok adalah konsumen rokok. Wajib Pajak rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importer rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai. Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur atau pengusaha tempat penjualan eceran di bidang cukai. Dasar pengenaan Pajak rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok. Tarif Pajak rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok. Besaran pokok Pajak rokok yang terutang dihitung dengan cara mengalihkan tarif pajak. Pajak rokok dipungut diwilayah cukai rokok dipungut. Penerimaan Pajak rokok, baik bagian Provinsi maupun bagian Kabupaten/Kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok Pajak rokok dipungut oleh instansi Pemerintah yang berwenang memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Wajib Pajak Rokok melakukan pembayaran Pajak Rokok bersamaan dengan pembayaran cukai rokok ke Kas Negara. Pembayaran Pajak Rokok dilakukan melalui Bank Persepsi/ Pos Persepsi. Pemungutan pajak rokok ini akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai. Namun, hasil pemungutan tersebut selanjutnya diserahkan dan menjadi pajak daerah. Penyetoran penerimaan Pajak Rokok ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi Sumatera Utara dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan Pajak Rokok pada periode tertentu. Dalam rangka penyetoran Pajak Rokok ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menetapkan keputusan mengenai proporsi pembagian Pajak Rokok untuk masing-masing Provinsi. Keputusan tersebut ditetapkan setiap tahun pada bulan Desember dan berdasarkan rasio jumlah penduduk Ridwan Heriansyah Putra /

5 Provinsi terhadap jumlah penduduk Nasional. Rasio jumlah penduduk ditetapkan berdasarkan data jumlah penduduk yang digunakan untuk perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk tahun anggaran yang bersangkutan. Bagi hasil realisasi penerimaan Pajak Rokok kepada Pemerintah Kabupaten/Kota diberikan setiap triwulan. Alokasi Bagi Hasil Pajak kepada Kabupaten/Kota ditetapkan setiap triwulan atas realisasi penerimaan, ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Dinas. Pemungutan dan Penyetoran Pajak rokok dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak rokok. Perbedaan Pajak Rokok dengan Cukai Rokok Pajak Rokok memiliki Dasar Pengenaan Pajak yang berbeda dengan cukai rokok, dimana Dasar Pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok. Sedangkan Dasar pengenaan Cukai Rokok adalah Harga Dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia adalah Harga Jual Pabrik atau Harga Jual Eceran. Besaran pokok Pajak Rokok yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajaknya. Sedangkan pada Cukai Rokok pemerintah menerapkan besarnya cukai rokok terutang dengan sistem kombinasi, yaitu menggunakan tarif spesifik dan tarif advalorum. Tarif advalorum artinya cukai dihitung sekian persen dari harga per bungkus rokok. Harga per bungkus tersebut sesuai yang tercantum pada bungkus rokok. Sedangkan tarif spesifik artinya cukai dihitung sekian persen dari harga rokok per batang. Apabila menggunakan sistem kombinasi, maka hasil perhitungan tarif advalorum dan tarif spesifikasi digabungkan HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan utama penerapan pajak rokok adalah untuk melindungi masyarakat terhadap bahaya rokok. Penerapan pajak rokok sebesar 10% dari nilai cukai juga dimaksudkan untuk memberikan optimalisasi pelayanan pemerintah daerah dalam menjaga kesehatan masyarakat. Seperti diketahui bahwa rokok, membawa dampak kesehatan yang tidak baik bagi perokok itu sendiri maupun orang lain. Pemerintah daerah berkewajiban untuk menjaga kesehatan masyarakat. Selain itu pemda juga harus melakukan pengawasan terhadap rokok di daerah masing-masing termasuk rokok ilegal. Dengan pajak rokok maka kewajiban pemerintah untuk mengoptimalkan kesehatan masyarakat bisa menjadi lebih baik. Dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 lahir kebijakan untuk alokasi khusus untuk mengendalikan bahaya rokok (earmarking tax), seperti dalam pasal 31 disebutkan bahwa penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. Melalui kebijakan alokasi ini, daerah dipacu untuk secara bertahap dan terus menerus melakukan perbaikan (sustainable development) kualitas pelayanan publik di daerahnya. Penerimaan Pajak Rokok dialokasikan untuk mendanai bidang pelayanan kesehatan (pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area), kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok). Penerimaan Pajak Rokok juga dialokasikan untuk mendanai bidang penegakan hukum terkait rokok illegal, yaitu rokok yang dalam tahap produksinya tidak terdaftar sehingga tidak membayar Cukai rokok. Dalam pelaksanaannya, pajak rokok akan ditandai dengan adanya semacam stiker atau pita cukai tambahan yang dilekatkan pada masing-masing bungkus rokok. Distributor wajib menyampaikan laporan yang berisi jumlah rokok yang akan dijual kepada pemerintah provinsi. Rokok yang beredar di satu provinsi akan berbeda dengan provinsi lainnya, lantaran memiliki stiker atau pita cukai tambahan yang berlainan. Pengawasan peredaran rokok akan langsung dilakukan oleh pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten, maupun kota. Tugas ini bisa diserahkan kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang dibantu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Tabel 1: Pendapatan Asli Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Persentase (%) , ,39 Ridwan Heriansyah Putra /

6 , * 57,65 * Realisasi sementara sampai dengan September Jika kita lihat berdasarkan data diatas, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Sumatera Utara terus mengalami kenaikan dalam realisasinya sejak tahun Sementara untuk target dalam APBD Provinsi Sumatera Utara mengalami fluktuasi untuk tahun anggaran Yakni, tahun 2012 ditargetkan Rp namun realisasinya Rp atau 92,88%. Sedangkan 2013 yang ditargetkan Rp , realisasi Rp atau 77,39%, 2014 ditargetkan Rp , realisasi Rp atau 83,38%. Sementara 2015 sampai September 2015 ditargetkan Rp , realisasi Rp atau 57,65% Tabel 2: Kontribusi PAD terhadap Total Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun Tahun Realisasi Pendapatan Daerah (Rp) Realisasi PAD (Rp) Kontribusi PAD (%) , , , * * 53,38 * Realisasi sementara sampai dengan September Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yaitu lebih dari 50% setiap tahunnya. Hal ini cukup baik karena banyak daerah memiliki kontribusi PAD yang sangat kecil terhadap total pendapatan daerahnya. Provinsi Sumatera Utara dapat mengoptimalkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak dan retribusi yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun Tahun 2012, kontribusi PAD Rp dari pendapatan Rp atau 56,32%. Tahun 2013, kontribusi PAD Rp dari pendapatan Rp atau 56,08%. Tahun 2014, kontribusi PAD Rp dari pendapatan Rp atau 55,99%. Tahun 2015, kontribusi PAD Rp dari pendapatan Rp atau 53,38% sampai September Tahun Tabel 3: Kontribusi Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun Kontribusi terhadap Realisasi Pendapatan Realisasi Pajak Pendapatan Daerah Daerah (Rp) Daerah (Rp) (%) Kontribusi terhadap PAD (%) ,43 89, ,33 86, ,19 93, * * 47,58 89,15 * Realisasi sementara sampai dengan September Berdasarkan tabel diatas, Pajak Daerah memiliki kontribusi yang cukup besar untuk total Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yaitu hampir setengah dari total Pendapatan Daerah. Kontribusi pajak provinsi tahun 2012 sebesar Rp dari pendapatan Rp atau 50,43%. Tahun 2013 sebesar Rp dari pendapatan Rp atau 48,33%.Tahun 2014 sebesar Rp dari pendapatan Rp atau 52,19%.Tahun 2015 sebesar Rp dari pendapatan Rp atau 47,58% sampai September Realisasinya juga mengalami kenaikan setiap tahunnya dan naik signifikan ditahun 2014 sejak munculnya Pajak Rokok. Sementara untuk Pajak Daerah memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap PAD yaitu lebih dari 80% setiap tahunnya. Bahkan untuk tahun 2014 ketika Pajak Rokok Ridwan Heriansyah Putra /

7 pertama kali dipungut, kontribusi Pajak Daerah terdahap PAD naik menjadi 93,20% yang berarti hanya 6,80% dari total PAD tahun 2014 yang bersumber dari retribusi dan PAD lain yang sah. Gambar 1: Realisasi Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara per Jenis Pajak. * Realisasi tahun 2015 sampai dengan September Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor memiliki kontribusi terbesar dalam pajak daerah Provinsi Sumatera Utara. Pajak Kendaraan Bermotor mengalami kenaikan setiap tahunnya sementara Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor terus mnegalami penurunan. Hal ini dirasa wajar untuk pajak kendaraan bermotor karena bertambahnya jumlah kendaraan bermotor setiap tahun. Sementara itu untuk pajak rokok yang baru di pungut pada tahun 2014 memiliki kontribusi yang lebih tinggi dari pada pajak air bawah tanah. Realisasi pajak rokok juga mengalami peningkatan dari tahun 2014 ke 2015 (data realisasi 2015 hanya sampai September). Hal ini masih dapat dioptimalisasikan untuk menambah jumlah PAD Provinsi Sumatera Utara. Tabel 4: Kontribusi Pajak Rokok Provinsi Sumatera Utara Tahun Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Persentase Realisasi (%) Kontribusi terhadap PAD (%) ,13 9, * 70,68 13,46 * Realisasi sementara sampai dengan September Berdasarkan tabel diatas, target 2014 Rp , realisasi Rp atau 72,13%. Tahun 2014 pajak rokok memiliki kontribusi sebesar 9,07% terhadap total PAD Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dirasa cocok dengan kenaikan PAD tahun Target 2015 Rp , realisasi Rp atau 70,68% sampai September 2015 dengan kontribusi sebesar 13,46% terhadap total PAD Provinsi Sumatera Utara. Ditahun 2015, pajak rokok sudah mulai menampakan gaungnya sebagai salah satu sumber penerimaan daerah Provinsi Sumatera Utara. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Tujuan utama penerapan pajak rokok adalah untuk melindungi masyarakat terhadap bahaya rokok. Penerapan pajak rokok sebesar 10 persen dari nilai cukai juga dimaksudkan untuk memberikan Ridwan Heriansyah Putra /

8 optimalisasi pelayanan pemerintah daerah dalam menjaga kesehatan masyarakat. 2. Pajak Rokok tidak bisa dikatakan pajak berganda atau double taxation. Dilihat dari dasar penghitungannya, Pajak Rokok berbeda dengan Cukai Rokok. 3. Melalui kebijakan alokasi yang ada di dalam Pajak Rokok setiap daerah akan dipacu untuk secara bertahap dan terus menerus melakukan perbaikan dan peningkatan (sustainable development) kualitas pelayanan kesehatan dan penegakan hukum terkait rokok illegal. 4. Salah satu alternatif tata cara dan mekanisme pemungutan pajak rokok dipungut bersamaan dengan pemungutan cukai. 5. Pajak rokok memiliki kontribusi sebesar 9,07% dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Sumatera Utara di tahun 2014 dan 13,46% di tahun Hal ini memberikan peluang yang besar untuk pajak rokok dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Sumatera Utara. Saran Untuk Pemerintah : Perlu dilakukan evaluasi dan persiapan yang matang untuk Provinsi Sumatera Utara agar dapat menerapkan pajak ini dengan baik. Tetap memperhatikan esensi bahwa ini adalah pajak daerah jadi daerah diharuskan sudah dapat memungut pajak daerahnya sendiri, tidak tergantung pada Pemerintah Pusat. Kedepannya perlu diatur pemungutan pajak Rokok oleh pemerintah provinsi itu sendiri dengan memperhatikan efektifitas dan efisiensi pemungutan. Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara nantinya dirasa juga perlu memperhatikan konsep pemungutan untuk mencapai optimalisasi dari pajak rokok itu sendiri. Untuk Perusahaan Rokok : Perusahaan rokok harus membayar pajak tepat waktu dan jujur dalam pengisian surat ketetapan pajak agar dapat efektif digunakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Perusahaan rokok sendiri harus melihat apakah rokok yang dibuat itu dapat membahayakan masyarakat atau tidak, apabila dapat membahayakan harus secepatnya dikurangi besar nikotin yang dikandung dari rokok tersebut karena produk rokok tidak bisa dihentikan begitu saja dan merupakan aset negara sebagai sumber penerimaan terbesar negara. Sehingga perusahaan rokok harus menemukan produk terbaru yang tidak begitu membahayakan masyarakat luas, mungkin dengan membuat rokok yang dari bahan rempah rempah atau buah-buahan. DAFTAR PUSTAKA optimalisasi-pajak-daerah-provinsisumatera-utaraterus&ved=0ahukewjerkb78ajlahvy Bo4KHQXZDW4QFggaMAA&usg=AFQ jcnec_hasvywqr6amwgxydiqkr_e M3w&sig2=jpU1XTfy8p2MezW83phTw. -rokok-10-dari-cukaiberlakutahun.html?m=1. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pajak Rokok Provinsi Sumatera Utara. Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 15 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pajak Rokok Provinsi Sumatera Utara. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok. Simanjuntak, Timbul Hamonangan dan Imam Mukhlis Dimensi Ekonomi Perpajakan Dalam Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Raih Asa Sukses. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Ridwan Heriansyah Putra /

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan pasal 26 sampai dengan. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu membenfuk

Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan pasal 26 sampai dengan. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu membenfuk PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK PROVINSI SUMATERA U?ARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA BARAT, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa Pajak Rokok merupakan sumber pendapatan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN Menimbang : a. Mengingat : 1. PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU,

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan sumber

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH Menimbang : a. DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR /6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR /6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR /6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat

Lebih terperinci

Peran Pajak Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Oleh : Dr. Imam Mukhlis, SE, MSi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang

Peran Pajak Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Oleh : Dr. Imam Mukhlis, SE, MSi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang Peran Pajak Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Oleh : Dr. Imam Mukhlis, SE, MSi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang Makalah Disampaikan pada acara seminar regional perpajakan yang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

SEKILAS PAJAK DAERAH DI INDONESIA

SEKILAS PAJAK DAERAH DI INDONESIA BAB 1 SEKILAS PAJAK DAERAH DI INDONESIA PENDAHULUAN Apabila dilihat dari lembaga yang berwenang memungutnya, pemungutan pajak di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Negara (pajak pusat) dan Pajak Daerah.

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :02

1 of 5 21/12/ :02 1 of 5 21/12/2015 14:02 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TENTANG. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan. Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi

TENTANG. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan. Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi GUBERNUR SUMATERA UTARA PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA NOMOR 15 TAHUN 2OI4 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 12 TAHUN 2}rc TENTANG PAJAK ROKOK PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1121, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Cukai. Tembakau. Tarif. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181/PMK.011/2009 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010 TENTANG TATA CARA PERDAGANGAN DAN KEMASAN PENJUALAN ECERAN BARANG

Lebih terperinci

181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU Contributed by Administrator Monday, 16 November 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181/PMK.011/2009 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1485, 2017 KEMENKEU. Cukai Hasil Tembakau. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENGGUNAAN DAN PENGAWASAN PAJAK ROKOK

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENGGUNAAN DAN PENGAWASAN PAJAK ROKOK GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENGGUNAAN DAN PENGAWASAN PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 2001 memberi kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, menetapkan

Lebih terperinci

Keterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Keterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH Keterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH Pada hari ini tanggal 18 Agustus 2009, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyetujui dan mengesahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PAJAK ROKOK PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PAJAK ROKOK PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PAJAK ROKOK PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH, UNTUK JENIS PUNGUTAN PAJAK ROKOK PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki sumber Pendapatan Asli Daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak

Lebih terperinci

203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU Contributed by Administrator Tuesday, 09 December 2008 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.011/2008 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cukai 2.1.1 Pengertian Cukai Menurut UU No.39 Tahun 2007, Cukai adalah Pungutan negara terhadap barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan Undang-undang.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PAJAK DAERAH HAPOSAN SIMANJUNTAK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi dan apa yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Gaya Pikul Menurut Siti Resmi (2011) yang dimaksud dengan Teori gaya pikul adalah, menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib rakyat kepada kas negara.definisi pajak menurut beberapa ahli adalah : 1) Menurut Soemitro (Mardiasmo, 2011:1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH S A L I N A N PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH I. UMUM Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian kewenangan otonomi daerah dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana pemerintah daerah

Lebih terperinci

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT No. Urut: 69, 2014 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT Menimbang : Mengingat : 1. DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tembakau merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR : 52 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR : 52 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR : 52 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI GRESIK NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRATIF ATAS PIUTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK,

Lebih terperinci

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Landasan Teori Landasan teori yang digunakan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KERINCI NOMOR 21 TAHUN

PERATURAN BUPATI KERINCI NOMOR 21 TAHUN BUPATI KERINCI PERATURAN BUPATI KERINCI NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN TARGET KINERJA PENERIMAAN DAN TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KABUPATEN PURWOREJO TAHUN ANGGARAN 2011 BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 016 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 016 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 016 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN, DAN BAGI HASIL PENERIMAAN PAJAK ROKOK KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN DAN PEMERINTAH KOTA DI WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

: a. bahwa untuk melaksanakan pemungutan Pajak Daerah

: a. bahwa untuk melaksanakan pemungutan Pajak Daerah 0 GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR M TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2011

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. bahwa Pajak Restoran merupakan sumber pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK 2.1 Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari para ahli, antara lain:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis pajak, tata cara pemungutan pajak dan seterusnya yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia merupakan bentuk dari desentralisasi fiskal sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia ini senantiasa tidak terlepas dari sumber penerimaan pajak yang dapat diandalkan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Kebutuhan

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. b. c bahwa Pajak Air Tanah merupakan salah

Lebih terperinci

FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA Diajuakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md.)

Lebih terperinci

SALINAN -1- BUPATI BERAU,

SALINAN -1- BUPATI BERAU, -1- SALINAN BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TARGET PENERIMAAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PER TRIWULAN TAHUN ANGGARAN 2015 BUPATI BERAU,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu sumber penerimaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 of 7 PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dijalankannya otonomi daerah merupakan salah satu bentuk dari desentralisasi pemerintahan. Otonomi daerah merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat, dan dengan

Lebih terperinci

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2 BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2 2.1. Penerimaan Daerah Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Dalam pelaksanaan desentralisasi, penerimaan daerah terdiri atas pendapatan

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK RESTORAN OLEH BENDAHARA PENGELUARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN TARGET KINERJA DAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2015 61 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 6 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 6 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 6 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, Menimbang : a bahwa dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam upaya pelaksanaan pembangunan nasional, hal yang paling penting adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengakibatkan banyak dampak bagi daerah, terutama terhadap kabupaten dan kota. Salah satu dampak otonomi daerah dan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PONTIANAK

PERATURAN BUPATI PONTIANAK BUPATI PONTIANAK PERATURAN BUPATI PONTIANAK NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONTIANAK, Menimbang a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dalam menghadapi era-globalisasi dan peningkatan usaha pembangunan, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dalam menghadapi era-globalisasi dan peningkatan usaha pembangunan, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dalam menghadapi era-globalisasi dan peningkatan usaha pembangunan, maka Pemerintah harus tetap meningkatkan penerimaan Negara. Selain

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. bahwa Pajak Penerangan Jalan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2015 T E N T A N G

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2015 T E N T A N G - 1 - GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2015 T E N T A N G RENCANA BAGI HASIL PENERIMAAN PAJAK PEMERINTAH PROVINSI UNTUK KABUPATEN/KOTA DALAM PROVINSI JAMBI ANGGARAN MURNI 2015 DENGAN

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) 139 BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PENGERTIAN Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pelunasan pajak yang dikenakan atas setiap transaksi pembelian barang atau perolehan jasa dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, Indonesia menganut pada asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Pergantian Pemerintahan dari Orde Baru ke orde Reformasi menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. bahwa Pajak Penerangan Jalan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kementrian Dalam Negeri (2013) dalam konteks pengembangan ekonomi suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam upaya menggali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI Zulistiani Universitas Nusantara PGRI Kediri zulis.tiani.zt@gmail.com Abstrak Kota Kediri mempunyai wilayah yang cukup strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH YANG DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2010 TENTANG JENIS PAJAK DAERAH YANG DIPUNGUT BERDASARKAN PENETAPAN KEPALA DAERAH ATAU DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Apabila kita berbicara mengenai Otonomi Daerah, maka kita akan teringat dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 2 14 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 2 14 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 2 14 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini sebagai negara berkembang Indonesia tengah gencargencarnya melaksanakan pembangunan disegala bidang baik ekonomi, sosial, politik, hukum, maupun bidang

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa hak untuk hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan suatu fenomena yang menarik dalam kehidupan masyarakat dan negara. Saati ini pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara, dimana kawasan daerahnya terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri Lembaga Pendidikan adalah salah satu lembaga yang mempunyai peranan dalam membentuk dan menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGENAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DAN NILAI JUAL TENAGA LISTRIK ATAS PENGGUNAAN TENAGA LISTRIK BERASAL DARI BUKAN PLN ATAU BUKAN BERASAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Daerah dalam menjalankan tugas pokoknya sebagai Pelayanan Pemerintah bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dimana dalam melaksanakannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung adalah salah satu kota dan provinsi Jawa Barat yang pemerintah daerahnya senantiasa berupaya meningkatkan pendapatan dan pembangunan daerahnya dari tahun

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 081 TAHUN 2014

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 081 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 081 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci