IMPLEMENTASI PROGRAM KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN TABUKAN TENGAH KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI PROGRAM KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN TABUKAN TENGAH KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI PROGRAM KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN TABUKAN TENGAH KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE Michael S. Mantiri 1 Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Implementasi Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dalam pemberdayaan masyarakat Kecamatan Tabukan Tengah, dengan fokus penelitian sosialisi program, mekanisme penyaluran dana, kinerja pendampingan KUBE, dan efektivitas program pada kelompok sasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program pemberdayaan masyarakat pada Kelompok Usaha Bersama di Kecamatan Tabukan Tengah meskipun belum mencapai hasil yang optimal tetapi secara implementatif program tersebut cukup efektif dan berhasil sesuai sasaran terhadap penyaluran dana kepada Kelompok Usaha Bersama. Program pemberdayaan masyarakat pada Kelompok Usaha Bersama mempunyai implikasi yang signifikan dalam upaya menurunkan angka kemiskinan di daerah tersebut, secara imlpementatif Program pemberdayaan masyarakat pada Kelompok Usaha Bersama masih dihadapkan pada mekanisme/prosedur admnistrasi yang birokratis dan melibatkan berbagai unsur pelaksana hasil yang dicapai belum optimal, meski demikian secara empirik program pemberdayaan masyarakat ini sudah cukup berhasil. Secara impelementatif program pemberdayaan masyarakat pada Kelompok Usaha Bersama Kecamatan Tabukan Tengah sudah sesuai sasaran, terutama terhadap penyaluran dana sudah tepat sasaran dan diberikan kepada yang warga miskin yang tergolong dalam Kelompok Usaha Bersama. Kemudian dari segi besarnya bantuan dana juga sudah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Kata Kunci : Implementasi, program KUBE, Pemberdayaan Masyarakat. 1 Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP-Unsrat.

2 Pendahuluan Sejak tahun 2011, pemerintah telah menetapkan kebijakan tentang Penanganan Fakir Miskin berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011, dalam UU ini tentang Penanganan Fakir Miskin adalah upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah daerah atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan serta fasilitas untuk memenuh kebutuhan dasar setiap warga. Dalam hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kemiskinan dapat dilihat dari aspek kondisi yang miskin artinya ditinjau dari kepemilikan sumber daya dan perolehan harta benda tidak memadai untuk hidup, baik itu dari segi sumber daya alam seperti pemilikan lahan, sumber daya manusia seperti kesehatan atau gizi yang kurang dan kalaupun berpenghasilan penghasilannya sangat rendah, sehingga berada dala, situasi serba kekurangan. KUBE merupakan salah-satu program unggulan Kementerian Sosial dalam rangka mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat. Skema yang diluncurkan menekankan pada peningkatan dan pengelolaan pendapatan melalui Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Indikator capaian keberhasilan program KUBE adalah terwujudnya kemandirian keluarga fakir miskin penerima bantuan UEP. KUBE sebagai upaya penanggulangan kemiskinan dilaksanakan dengan strategi penguatan kelompok, pemberian bantuan stimulan usaha dan pendampingan yang menggunakan pendekatan pekerjaan sosial. Kecamatan Tabukan Tengah Kabupaten Kepulauan Sangihe sebagai salah satu yang melaksanakan program tersebut belum terlepas dari kemisikinan, sehingga upaya untuk mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat belum menunjukkan hasil yang optimal. Hasil awal observasi menunjukkan bahwa secara implementatif program tersebut masih dihadapkan pada suatu kendala antara lain: 1) terbatasnya sumber daya manusia yang profesioanal dalam mengelola keuangan, 2) kurangnya pemahaman para penerima bantuan modal usaha, 3) kurang efektifnya pengawasann dalam penggunaan modal usaha, 4) terbatasnya tenaga kerja terampil, 5) serta kurang kesadaran masyarakat untuk mengikuti petunjuk program pemberdayaan yang telah disosialisasikan, mengingat program memiliki implikasi cukup baik dalam rangka penanggulangan kemiskinan, walaupun demikian secara implementatif program tersebut masih dihadapkan pada suatu persoalan sehingga dimana program tersebut belum dapat mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat secara keseluruhan di daerah. Kerangka Dasar Teori James E. Anderson dalam Subarsono (2009:2) mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Dalam buku ini kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industri, pertahanan, dan sebagainya. Merille S. Grindle dalam Ekowati (2005:35) bahwa implementasi kebijakan adalah suatu fungsi dari implementasi program. Implementasi kebijakan sangat tergantung atas implementasi program dengan asumsi bahwa program-program kenyataannya

3 secara tepat menjadi tujuan kebijakan. Jadi pada dasarnya implementasi kebijakan sama dengan implementasi program itu sendiri. Menurut Effendi (2002:2) pembangunan adalah suatu upaya meningkatkan segenap sumber daya yang dilakukan secara berencana dan berkelanjutan dengan prinsip daya guna yang merata dan berkeadilan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pembangunan berorientasi pada pembangunan masyarakat, dimana pendidikan menempati posisi yang utama dengan tujuan untuk membuka wawasan dan kesadaran warga akan arah dan cita-cita yang lebih baik. Moeljarto (1995:172), mengemukakan pemberdayaan sebagai proses pematahan dari hubungan atau relasi subyek dengan obyek. Proses ini mementingkan adanya pengakuan subyek akan kemampuan atau daya power yang dimiliki obyek. Pemberian kuasa atau kebebasan dan pengakuan dari subyek ke obyek dengan memberikan kesempatan untuk meningkatkan hidupnya dengan memakai sumber yang ada merupakan salah satu manifestasi dari mengalirnya daya tersebut. Kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi warga masyarakat yang tidak mempunyai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan. Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Program Nasional pemberdayaan Fakir Miskin merupakan suatu upaya untuk penanggulangan kemiskinan. Program tersebut dillakukan dengan pendekatan kelompok usaha bersama (KUBE) yaitu melalui pemberian modal usaha yang disalurkan melalui perbankan. Pada tahap mengembangkan KUBE, P2FM dilaksanakan melalui mekanisme Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (BLPS) dengan penguatan modal usaha memfasilitasi kelompok fakir miskin untuk mengelola Usaha Ekonomi Produktif (UEP), dan meningkatkan aktivitas sosial kelompok. Dalam pelaksanaannya Kementrian Sosial akan bekerja sama dengan pihak PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk penyaluran dana stimulant UEP. Kelompok Usaha Bersama Fakir Miskin (KUBE-FM) adalah himpunan dari keluarga yang tergolong miskin dengan keinginan dan kesepakatan bersama membentuk suatu wadah kegiatan, tumbuh dan berkembang atas dasar prakarsa sendiri, saling berinteraksi antara satu dengan yang lain, dan tinggal dalam satuan wilayah tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas anggotanya, meningkatkan relasi sosial yang harmonis, memenuhi kebutuhan anggota, memecahkan masalah sosial yang dialaminya dan menjadi wadah pengembangan usaha bersama (Depsos RI, 2005). Implementasi Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dalam Pemberdayaan masyarakat Kecamatan Tabukan Tengah adalah pelaksanaan Program KUBE dalam Pemberdayaan Fakir Miskin adalah Program Nasioanal yang merupakan suatu upaya penanggulangan kemiskinan, yang di berikan kepada setiap Daerah Kota/Kabupaten,yang Program tersebut dilakukan dengan pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yaitu melalui pemberian modal usaha yang disalurkan melalui perbankan. Pada tahap mengembangkan KUBE, P2FM dilaksanakan melalui mekanisme Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (BLPS) dengan penguatan modal usaha, yang memfasilitasi kelompok fakir miskin

4 yang tergolong dalam Kelompok Usaha Bersama untuk mengelola Usaha Ekonomi Produktif (UEP), dan meningkatkan aktivitas sosial kelompok. Pada kelompok fakir miskin. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis termasuk penelitian deskriptif dan akan dianalisisi dengan mengggunakan metode kualitatif. Penelitian deskriptif sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain yang didasarkan pada fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Fokus Penelitian ditetapkan sebagai berikut: a.sosialisasi Program b.mekanisme Prosedur Penyaluran Dana c.kinerja Pendampingan KUBE d.efektivitas Program pada kelompok sasaran faktor-faktor yang mendukung dan penghambat dalam Implementasi Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) pada pemberdayaan masyarakat Kecamatan Tabukan Tengah. Hasil Penelitian Sosialisasi Program Adapun yang menjadi sasaran dari Program pemberdayaan KUBE pemberdayaan Fakir Miskin pada periode tahun 2014 sampai dengan 2015 dapat di jelaskan sebagai berikut: 1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia aparatur dan tenaga kesejahteraan Sosial Masayarakat sebanyak 10% pertahun. 2. Menurunnya jumlah penduduk miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial ditengahtengah masyarakat. 3. Meningkatnya jumlah dan kemampuan masyarakat baik berupa kelembagaan maupun perorangan dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial. Dalam hal sosialisasi program yang dilakukan petugas pelaksana terhadap masyrakat miskin, meskipun hal tersebut telah dilakukan tetapi secara aplikatif belum optimal, dan hal tersbut dapat dilihat dari frekuensi pertemuan yang dilakukan pada masyarakat miskin relative kecil sehingga sebagian masih kecil masyarakat yang tidak mengetahui mengenai program tersebut. Melalui petemuan formal, media cetak televisi dan radio yang frekuensinya masih rendah. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan sosialisasi Program pemberdayaan masyarakat dalam Kelompok Usaha Bersama secara aplikatif belum mencapai kepada rumah tangga sasaran. Hal tersebut dapat dilihat dari penyampaian informasi, baik melalui pertemuan formal, media cetak maupun media Televisi dan radio masih rendah, maka cukup beralasan jika dalam sosialisasi program belum mencapai kesemua rumah tangga sasaran (masyarakat miskin). Dengan demikian sosialiasi program pemberdayaan masyarakat dalam Kelompok Usaha Bersama masih belum efektif, karena aksesbilitas informasi yang disampaikan belum nyampai kepada kelompok sasaran terkecuali bagi mereka yang tercantum dalam Kelompok Usaha Bersama (KUBE) telah mendapatkan informasi secara lengkap. Hal tersebut telah diakui oleh petugas pelaksana yang melakukan kegiatan program tersebut. Hasil dapat disimpulkan bahwa data tersebut menunjukkan betapa kecilnya frekuensi bentuk sosialisasi pada Program KUBE P2FM yang dilaksanakan melalui Dinas Sosial Provinsi dan Kota beserta para petugas

5 pelaksana pendamping yang ternyata belum mencapai target sasaran kepada warga masyarakat miskin yang ada di wilayah Kecamatan Tabukan Tengah. Mekanisme Penyaluran Dana Mekanisme penyaluran dana bantuan untuk fakir miskin tidak terlepas dari sistem dan prosedur Admnistrasi pelayanan yang dilakukan oleh instansi yang kompeten. Dalam hal ini terjadi berbagai persoalan, sehingga pencairan dana P2FM oleh KUBE dari rekening BRI mengalami hambatan hingga periode waktu telah menndekati batas maksimum sesuai ketentuan anggaran Negara, maka Direktur Jendral Pemberdayaan Sosial memiliki kewenangan melakukan intervensi dan memerintahkan BRI untuk mencairkan dana Kepada KUBE. Mekanisme intervensi yang dilakukan adalah dengan menerbitkan surat pemberitahuan kepada BRI di wajibkan mencairkan dana P2FM kepada KUBE sesuai dengan surat pemberitahuan dari Direktur Jendral Pemberdayaan Sosial dalam kurun waktu selambat-lambatnya 1 minggu. Meskipun demikian, tetap dilakukan verivikasi singkat oleh BRI setempat dan terdapat persyaratan minimum yang tetap harus dipenuhi oleh KUBE yaitu: 1. Nama-nama pengurus dan Anggota Kube harus sesuai dengan yang tercantum di dalam surat Keputusan Direktur Jendral Pemberdayaan Sosial. 2. Terdapat Proposal Pemanfatan dana KUBE yang telah ditandatangani oleh Ketua dan sekretaris KUBE. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme/prosedur untuk pencairan bantuan dana stimulant bagi fakir miskin belum sesuai pelayanan (kesederhanaan, tranfaransi, ketepatan waktu dan efesiensi. Karena masih dihadapkan pada prosedur yang panjang atau birokratis sehingga diperlukan waktu relatif lama. Disamping itu juga diperlukan kecermatan karena setiap pengurus harus mengetahui mekanisme yang ditentukan berdasarkan pemanfatatannya, yaitu untuk pemberdayaan masyarakat miskin dan untuk biaya operasional pemantauan dan pengendalian. Berdasarkan mekanisme yang berlaku justru dua narasumber tersebut secara tanggapannya berbeda, sebagaimana ditampilkan pada gambar bagan mekanisme penyaluran dana tersebut telah menampilkan adanya mekanisme yang kurang mencerminkan esensi, karena prosesnya yang begitu panjang, dan disisi lain banyaknya persyaratan yang harus terpenuhi, maka tidaklah heran jika para pengurus Kelompok Usaha Bersama ketika mencairkan dana stimulant selalu dipandu oleh pendamping. Hasil disimpulkan bahwa masih adanya perbedaan persepsi dengan masyarakat warga miskin yang tergolong dalam KUBE dengan Pihak pelaksana Dinas Sosial terhadap mekanisme pencairan dana untuk Program KUBE masih dihadapkan prosedur yang mereka pikir prosedur itu panjang dan diperlukan waktu relatif lama. Karena dilihat dari banyaknya persayaratan yang harus dipenuhi di setiap anggota-anggota KUBE untuk mencairkan dana yang untuk diberikan kepada anggota-anggota KUBE di wilayah Kecamatan Tabukan Tengah. Kinerja pendampingan merupakan salah satu indikator terhadap keefektifan Program Kelompok Usaha Bersama dalam Pemberdayan mayarakat. Dalam hal ini yang dimaksud pendampingan adalah seseorang yang bertugas untuk menjalin hubungan antara pendamping dengan KUBE, dan masyarakat sekitarnya dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat dukungan, mendaya

6 gunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas pelayanan public lainnya. Sedangkan kinerja pendampingan dimaksud dalam penelitian ini adalah merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang pendamping dalam melaksanakan program pemberdayaan fakir miskin pada suatu komunitas tertentu. Dari hasil observasi penelitian menunjukan bahwa kinerja pendamping cukup menunjang terhadap pelaksanaan Program pemberdayaan fakir miskin pada Kelompok Usaha Bersama. Dengan kemampuan yang dimiliki kemudian ditunjang dengan skill yang berdasarkan spesialisasinya justru hasilnya cukup baik sebagiamana yang disampaikan oleh beberapa informan. Mengenai pencapaian kinerja pendamping dapat terindikasi oleh efektifitas program Pemberdayaan Fakir miskin pada Kelompok Usaha Bersama yang dilaksanakan oleh tiap-tiap kelompok sasaran. Dengan demikian peran pendamping cukup besar terhadap pelaksanaan Program Pemberdayaan fakir Miskin pada Kelompok Usaha Bersama di kecamatan tabukan tengah, karena adanya pendamping yang ditempatkan di kelompok sasaran cenderung rencana kerja yang telah di tentukan dapat lebih terarah dan terkendali. Hasil peneltian dapat dilihat bahwa kinerja pendampingan Program KUBE dalam pemberdayaan fakir miskin di tingkat Kecamatan khususnya Tabukan Tengah sudah cukup baik dan keberadaannya yang sangat membantu dalam proses kegiatan dalam pelaksanaan program Pemberdayaan Fakir miskin dalam Kelompok Usaha Bersama tersebut. Dan pelaksanaan dari program KUBE tesebut dalam pendampingannya memperlibatkan dari Dinas Sosial dan Kecamatan Tabukan Tengah dalam penggabungan terlaksananya program KUBE dalam pemberdayaan fakir miskin. Serta Keberhasilan lain dapat dilihat dari aktivitasnya dalam memberikan binaan terhadap anggota KUBE tentang cara penyusunan proposal pengembangan usaha dan juga mengarahkan terhadap pemanfaatan dana bantuan untuk Usaha Ekonomi Produktif di tiap-tiap kelompok yang dibinanya. Keberhasilan pendamping cukup beralasan, selain mereka memiliki tingkat pendidikan yang memadai juga punya komitmen yang kuat untuk mengatasi kemiskinan. Efektivitas Program pada kelompok sasaran merupakan output dari program pemberdayaan fakir miskin dalam Kelompok Usaha Bersama yag dimana program tersebut dilaksanakan. Berbicara tentang keefektivan pelaksanaan program, tidaklah lepas dari ketepatan waktu pencairan dana program dan sekaligus pemanfaatannya. Sebagaimana diketahui bahwa pencairan dana pada program pemberdayaan bagi fakir miskin sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah lainnya yang seringkali secara administrasi menciptakan keterlambatan. Dengan demikian keefektifan program pemberdayaan fakir miskin dalam Kelompok Usaha Bersama kepada kelmpok sasaran dapat dilihat dari pemanfaatan dana bantuan yang digulirkan melalui program pemberdayaan fakir miskin. Adapun pemanfaatan dana program yang dimaksud adalah: 1. Dana stimulan Usaha Ekonomi Produktif, program pemberdayaan fakir miskin pada kelompok Usaha Bersama hanya dipergunakan/dimanfaatkan untuk kegiatan yang secara langsung mendukung peningkatan

7 produktivitas yang dijalankan oleh KUBE. 2. Pembelian atau pemanfaatan dana stimulant UEP oleh KUBE harus sesuai dengan proposal dan dibuktikan dengan faktur pembelian barang atau bukti lainnya. 3. Contoh pemanfaatan dan KUBE diantaranya adalah untuk membeli input, produksi seperti bahan mentah atau membeli peralatan utama maupun penunjuk produksi. 4. Jika ada perubahan penggunaan dana stimulant UEP yang telah dicairkan, maka semua anggota harus melakukan musyawarah kembali. 5. Pemanfaatan dana pada Program pemberdayaan fakir miskin tidak diperkenakan untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan UEP, misalnya membeli alat tulis kantor dan honorarium pengurus kegiatan. Demikian halnya dalam pemanfaatannya juga sesuai dengan rencana kerja atau proposal yang diajukan oleh masing-masing kelompok sasaran. Keefektifan program terhadap penyaluran dana hal tersebut dapat dilihat dari jumlah dana yang diterima oleh masing-masing kelompok KUBE. Di wilayah Kecamatan Tabukan Tengah terdapat 5 Kelompok Usaha Bersama dan tiap kelompok sasaran mendapat bantuan dana sebesar Rp dan jumlah tersebut kemudian dibagikan kepada anggota Kelompok KUBE dan masing-masing anggota kelompok terdiri dari 10 orang, dengan demikian masing-masing anggota kelompok KUBE telah menerima bantuan dana sebesar 20 juta. Dari hasil observasi di obyek penelitian menunjukkan bahwa penyaluan dana bantuan bagi fakir miskin yang tergolong dalam Kelompok Usaha Bersama tepat sasaran, baik dari besarnya dana maupun yang berhak menerima. Demikian pula dalam pemanfaatannya juga tidak ada yang menyimpang dari acuan program, bahkan semua dana yang diterima pada masing-masing anggota digunakan untuk peningkatan produktivitas, dapat disimpulkan bahwa untuk keefektifan kelompok sasaran program fakir miskin pada Kelompok Usaha Bersama ini sudah cukup efektif, namun hanya ada sedikit keterlambatan waktu pencairan dananya. Akan tetapi untuk sasaran dana yang tersalurkan sudah tepat sasaran ke anggota kelompok masingmasing KUBE. dan penggunaan dananya sesuai dengan rencana dan petunjuk yang sudah dibuat dalam program tersebut. Kesimpulan 1. Pada proses Implementasi Program Kelompok Usaha Bersama dalam pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Tabukan Tengah, kurang efektifnya pelaksanaan sosialisasi Program Pada Kelmpok Usaha Bersama KUBE dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat miskin yang tergolong dalam Kelompok Usaha Bersama. Hal tersebut terindikasi oleh informasi yang disampaikan oleh petugas pelaksana dan dari segi data yang di dapatkan, justru belum menyebar ke semua masyarakat miskin yang tergolong dalam KUBE, dengan demikian pelaksanaan program fakir miskin ini belum semuanya efektif. 2. Struktur Pada proses implementasi Program Kelompok Usaha Bersama dalam Pemberdayaan Fakir Miskin menurut warga miskin yang tergolong dalam Kelompok Usaha Bersama, pada mekanisme/prosedur penyaluran dana serta Administrasi yang masih birokratis dan banyak melibatkan instansi terkait sehingga

8 dalam proses diperlukan waktu relative lama, serta kurang menunjukkan kesederhanaan, sehingga untuk proses mencairkan dana mempengaruhi waktu yang cukup lama. 3. Pada proses Program Kelompok Usaha Bersama dalam Pemberdayaan Fakir Miskin di Kecamatan Tabukan Tengah tidak terlepas dari peran berbagai pihak dan secara institusional keterlibatan tersebut tidak terlepas dari Dinas Sosial dan Camat Tabukan Tengah yang berketepatan terhadap pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat pada Kelompok Usaha Bersama. Di samping itu yang tidak kalah pentingnya adalah peran petugas pendamping, seiring dengan pelaksanaan program fakir miskin ini, ternyata keberadaan Pendamping sangat penting, bukan hanya sebagai pengarah, pengatur dan pengendali tetapi juga bertindak sebagai fasilitator, dengan menunjukkan adanya keselarasan antara acuan kerja dengan pelaksanaan dilapngan sudah cukup baik. 4. Pada Proses implementasi program Kelompok Usaha Bersama dalam Pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Tabukan Tengah untuk Evektivitas pada kelompok sasaran sudah sesuai sasaran, terutama terhadap penyaluran dana kepada Kelompok Sasaran sesuai dengan besarnya bantuan yang ditentukan pada program atau diberikan kepada yang berhak menerimanya. Kemudian dari segi besarnya bantuan dana juga sudah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan dari segi ketepatan waktu pencairan dana yang masih sedikit problem dengan, tidak sesuainya dengan jadwal yang telah ditentukan. 5. Kebijakan Program pembedayaan masyarakat ini walaupun mencapai sasaran dan memberi efek perubahan Pemberdayaan ekonomi Fakir miskin, tetapi berbagai kendala yang ada tentang kesesuaian jadwal dan program pencairan dana perlu diperbaiki (Improvment) kebijakan Pemberdayaan fakir miskin memberikan efek kepada fakir miskin yang tergolong dalam Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Saran 1. Diharapkan petugas pelaksana kegiatan pada program pemberdayaan masyarakat ini, lebih meningkatkan Sosialisasi Kepada Rumah Tangga Sasaran (warga miskin) yang tergolong dalam Kelompok Usaha Bersama mengenai program ini, dan juga dalam sosialisasi ini dapat dilakukan berbagai Media Cetak, Televisi Lokal dan di Radio disekitar Tabukan Tengah. Karena selama ini Sosialiasasi yang dilakukan Petugas Pelaksana masih bersifat parsial atau belum menyeluruh. Sehingga dikalangan masyarakat miskin menimbulkan persepsi negatif. Karena sosialisasi disampaikan hanya terbatas pada warga miskin yang tergolong dalam Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan belum menyeluruh pada semua warga miskin yang ada di wilayah Kecamatan Tabukan Tengah. 2. Dalam pelaksanaan program Kelompok Usaha Bersama, dalam hal ini kelompok sasaran dihadapkan pada mekanisme dan prosedur yang birokratis, maka perlunya diharapkan dilakukan pemangkasan birokrasi, dengan cara memperpendek prosedur pada mekanisme penyaluran dana dalam kegiatan Program Pemberdayaan Mayarakat, agar

9 masyarakat tidak merasa bingung/terlalu berbelit-belit pada persoalan mekanisme prosedur pada mekanisme penyaluran dana bagi masyarakat miskin yang tergolong dalam Kelompok Usaha Bersama. DAFTAR PUSTAKA Ekowati, Mas Roro Lilik Perencanaan Implementasi & Evaluasi Kebijakan atau Program (Suatu Kajian teoritis dan praktis), Pustaka Cakra, Surakarta. Grindle, M Polities and Policy Implementations in the third World. Princeton University Press. Effendi, Bachtiar Pembangunan Daerah Otonomi Berkeadilan. Yogyakarta: Uhaindo dan Offset. E. Anderson, James. (2006). Public Policy Making: An Introduction. Belmont: Wadsworth. Vidhandika Moeljarto, Pemberdayaan (Empowerment), dalam Onny S. Prijono dan A.M.W Pranarka (eds), Pemberdayaan: Konsep, Kebijakandan Implementasi. Jakarta: CSIS.

Ahmad Imaduddin 1, Sutadji 2, Hartutiningsih 3

Ahmad Imaduddin 1, Sutadji 2, Hartutiningsih 3 ejournal Administrative Reform, 2016, 4 (3): 351-362 ISSN 2338-7637, ar.mian.fisip-unmul.ac.id Copyright 2016 IMPLEMENTASI PROGRAM KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) DALAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN BINAAN DINAS

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 54 /PB/2007 TENTANG PETUNJUK PENCAIRAN DAN PENYALURAN DANA PENGUATAN MODAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mewujudkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mewujudkan kesejahteraan umum sebagai mana tercantum dalam Undang-Undang 1945 alinea ke 4. Kesejahteraan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER-19/PB/2005 TENTANG PETUNJUK PENYALURAN DANA BANTUAN MODAL USAHA BAGI KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberdayaan masyarakat (community empowerment). Dalam program

BAB I PENDAHULUAN. pemberdayaan masyarakat (community empowerment). Dalam program BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini menganalisis kapasitas pendamping KUBE dan faktor penghambat pendampingan dengan mengambil studi kasus pendampingan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di

Lebih terperinci

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN 111 BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN Sekalipun pelaksanaan P2FM-BLPS di Kabupaten Bogor mengalami berbagai kendala, namun program tersebut sangat mendukung kebijakan pemberdayaan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG SALINAN 1 BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pe

2016, No Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pe No. 24, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMSOS. Kelompok Usaha Bersama. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG KELOMPOK USAHA BERSAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan L No. 9, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. BPSU. e-warong KUBE PKH. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN PENGEMBANGAN SARANA USAHA MELALUI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.

Lebih terperinci

ELEKTRONIK WARUNG KELOMPOK USAHA BERSAMA PROGRAM KELUARGA HARAPAN

ELEKTRONIK WARUNG KELOMPOK USAHA BERSAMA PROGRAM KELUARGA HARAPAN ELEKTRONIK WARUNG KELOMPOK USAHA BERSAMA PROGRAM KELUARGA HARAPAN DIREKTORAT PENANGANAN FAKIR MISKIN PESISIR PULAU- PULAU KECIL DAN PERBATASAN ANTAR NEGARA Arahan Presiden Rapat Terbatas Tentang Keuangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN STIMULAN UNTUK PERUMAHAN SWADAYA BAGI MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan Rumah memiliki fungsi yang sangat besar bagi individu dan keluarga tidak saja mencakup aspek fisik, tetapi juga mental dan sosial.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 60 2017 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 60 TAHUN 2017 TENTANG KELOMPOK USAHA BERSAMA BAGI WARGA TIDAK MAMPU DAN RENTAN SOSIAL EKONOMI DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepadanya dengan baik dan benar sesuai peraturan yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. kepadanya dengan baik dan benar sesuai peraturan yang berlaku. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka menunjang tercapainya tujuan pembangunan nasional, pemerintah terus berupaya mengoptimalkan kinerja birokrasi dengan meningkatkan kemampuan aparatur pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 Kata Pengantar Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi mana pun. Selain bersifat

I. PENDAHULUAN. hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi mana pun. Selain bersifat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi mana pun. Selain bersifat laten dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mengatur dan mengelola sumber daya produktif, serta melayani,

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mengatur dan mengelola sumber daya produktif, serta melayani, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Surabaya yang merupakan Ibukota Jawa Timur dengan penduduk metropolisnya mencapai 3 juta jiwa menurut pemerintah kota Surabaya untuk dapat mengatur dan mengelola

Lebih terperinci

Berdasarkan hasil analisis menggunakan data SUSDA Tahun 2006 yang dibandingkan dengan 14 indikator kemiskinan dari BPS, diperoleh bahwa pada umumnya

Berdasarkan hasil analisis menggunakan data SUSDA Tahun 2006 yang dibandingkan dengan 14 indikator kemiskinan dari BPS, diperoleh bahwa pada umumnya 33 ABSTRACT ANDRI APRIYADI. The Strategic and Programs of Empowerment Poor People through Kelompok Usaha Bersama in Bogor District. Under guidance of YUSMAN SYAUKAT and FREDIAN TONNY NASDIAN. The objective

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Menurut Peter Hagul dalam Daud Bahransyah (2011:10) penyebab kemiskinan

PENDAHULUAN. Menurut Peter Hagul dalam Daud Bahransyah (2011:10) penyebab kemiskinan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan di Indonesia yang belum mampu teratasi hingga saat ini. Terbatasnya lapangan pekerjaan dan semakin sempitnya lahan pertanian

Lebih terperinci

Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAM BM) 1. Pedoman umum

Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAM BM) 1. Pedoman umum Pd T-05-2005-C Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (P BM) 1. Pedoman umum 1 Ruang lingkup Pedoman ini meliputi ketentuan umum dalam penyelenggaraan, kelembagaan, pembiayaan, pembangunan prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi masyarakat. Demikian

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYALURAN BANTUAN KEUANGAN DALAM UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN TAHUN ANGGARAN 2013

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Program pengembangan masyarakat perusahaan sebagai tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), pengkaji nila belum ada program yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Program GNRHL/ Gerhan Program GNRHL/ Gerhan dilatarbelakangi oleh semakin memburuknya kondisi lahan kritis di Indonesia. Pada bab sebelumnya telah disampaikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

BAB V. keberlangsungan program atau kebijakan. Tak terkecuali PKH, mengingat

BAB V. keberlangsungan program atau kebijakan. Tak terkecuali PKH, mengingat BAB V KESIMPULAN Proses monitoring dan evaluasi menjadi sangat krusial kaitannya dengan keberlangsungan program atau kebijakan. Tak terkecuali PKH, mengingat terdapat berbagai permasalahan baik dari awal

Lebih terperinci

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasosialan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 6 TAHUN 2013TAHUN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI (RS-RTLH) TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan masih menjadi persoalan mendasar di Indonesia. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan masih menjadi persoalan mendasar di Indonesia. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan masih menjadi persoalan mendasar di Indonesia. Oleh karena itu, program penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu dari 11 prioritas pembangunan dalam

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pengumpulan sumbangan masyarakat adalah penghimpunan dan/atau

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pengumpulan sumbangan masyarakat adalah penghimpunan dan/atau LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.53, 2015 KESRA. Sumbangan. Masyarakat. Pengumpulan. Penggunaan. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5677) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Jurnal Paradigma, Vol. 6 No. 1, April 2017 ISSN:

Jurnal Paradigma, Vol. 6 No. 1, April 2017 ISSN: PARTISIPASI MASYARAKAT DESA DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI DI DESA BINUANG KECAMATAN SEPAKU KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA Farhanuddin Jamanie Dosen Program Magister Ilmu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 6 Peraturan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Penerapan Good

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Penerapan Good BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Penerapan Good Governance dikalangan Street Level Bureaucracy (Studi pada RKP Pekon Sukoharjo III, Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang indonesia terus melakukan upaya-upaya untuk menjadi negara maju, yaitu dengan terus melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa Desa memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 52 /PMK. 010 /2006 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN HIBAH KEPADA DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 6 Peraturan

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN BANTUAN (COMMUNITY DEVELOPMENT) UNTUK MENGENTASKAN KEMISKINAN (CDMK) BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH 60 5.1. Latar Belakang Program BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH Pembangunan Sosial berbasiskan komunitas merupakan pembangunan yang menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU SALINAN BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 28 TAHUN 2015jgylyrylyutur / SK / 2010 TENTANG MEKANISME PENYALURAN BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan pembangunan nasional, yang dilakukan oleh pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan pembangunan nasional, yang dilakukan oleh pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama para pemangku

Lebih terperinci

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI Penjelasan VI terdiri dari dua bagian, yaitu Penulisan Usulan Desa dan Verifikasi. Bagian penulisan usulan berisi penjelasan tentang cara menuliskan usulan

Lebih terperinci

KINERJA APARATUR PEMERINTAH DESA DALAM PELAYANAN PUBLIK DI KECAMATAN TOMBATU KABUPATEN MINAHASA TENGGARA. Michael S. Mantiri 1

KINERJA APARATUR PEMERINTAH DESA DALAM PELAYANAN PUBLIK DI KECAMATAN TOMBATU KABUPATEN MINAHASA TENGGARA. Michael S. Mantiri 1 KINERJA APARATUR PEMERINTAH DESA DALAM PELAYANAN PUBLIK DI KECAMATAN TOMBATU KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Michael S. Mantiri 1 Abstrak Kebijakan otonomi desa diharapkan dapat meningkatkan kinerja pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DAN SARANA PRASARANA LINGKUNGAN

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DAN SARANA PRASARANA LINGKUNGAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DAN SARANA PRASARANA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 75

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 75 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 75 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 75 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SUBSIDI BERAS SEJAHTERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN STIMULAN UNTUK PERUMAHAN SWADAYA BAGI MASYARAKAT

Lebih terperinci

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pengelolaan. Pembangunan Desa Edisi Desember Buku Bantu PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan Desa Edisi Desember 2016 PENGANGGARAN PELAKSANAAN PERENCANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAPORAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN FASILITASI PRA DAN PASKA SERTIPIKASI HAK ATAS TANAH UNTUK MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT BERPENGHASILAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama di negara sedang berkembang. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu faktor yang menentukan tingkatan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu faktor yang menentukan tingkatan kesejahteraan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masayarakat merupakan suatu permasalah yang sangat penting dan perlu perhatian khusus oleh pemerintah. Hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DANA DESA DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2017

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DANA DESA DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2017 BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DANA DESA DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 84 / HUK / 2009 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 84 / HUK / 2009 TENTANG MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 84 / HUK / 2009 TENTANG RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, ANGGARAN, DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN LINGKUP DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. No.418, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168 /PMK.07/2009 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas berbantuan sesuai dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kementrian Dalam Negeri (2013) dalam konteks pengembangan ekonomi suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam upaya menggali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara selalu diikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara selalu diikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara selalu diikuti dengan perkembangan dari berbagai aspek yang terus meningkat pesat dan rumit. Selain pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Dengan terbitnya Undang-undang

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN PADA KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belum dinikmati oleh sebagian besar masyarakat terutama yang masih

BAB I PENDAHULUAN. belum dinikmati oleh sebagian besar masyarakat terutama yang masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan rakyat Indonesia selama ini telah membawa kemajuan secara umum dan memberikan kesejahteraan sosial bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Hal ini dapat dilihat pada

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Hal ini dapat dilihat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Hal ini dapat dilihat pada pembagian wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan memang telah ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi tersebut yaitu dengan diselenggarakannya otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi tersebut yaitu dengan diselenggarakannya otonomi daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setelah adanya era reformasi, arus besar untuk mengelola daerah masingmasing semakin kuat. Untuk menyeimbangkan permintaan tersebut dalam hal pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN HASIL KEGIATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah atau persoalan mendasar yang menjadi perhatian oleh pemerintah di belahan negara manapun. Tidak bisa dipungkiri bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENDATAAN KELUARGA MISKIN DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENDATAAN KELUARGA MISKIN DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENDATAAN KELUARGA MISKIN DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : Mengingat : WALIKOTA YOGYAKARTA, a. bahwa dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS REHABILITASI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera lahir dan

BAB I PENDAHULUAN adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera lahir dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera lahir dan batin. Sebagai upaya mewujudkan

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan pemerintahannya menekankan asas desentralisasi yang secara utuh dilaksanakan di daerah kota/kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI W A L I K O T A K E D I R I PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI Menimbang WALIKOTA KEDIRI, : a. bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN SUMBANGAN MASYARAKAT BAGI PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015 visi ini dimaksudkan untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAGIAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA SERTA PENGGUNAAN DANA DESA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk dapat memperbaiki tingkat kesejahteraannya dengan berbagai kegiatan usaha sesuai dengan bakat,

Lebih terperinci

sehingga benar-benar dapat diwujudkan tata kepemerintahan yang baik (Good governance)

sehingga benar-benar dapat diwujudkan tata kepemerintahan yang baik (Good governance) BAB II RENCANA STRATEGIS A. RENCANA STRATEGIS 1. VISI Tantangan birokrasi pemerintahan masa depan meliputi berbagai aspek, baik dalam negeri maupun manca negara yang bersifat alamiah maupun sosial budaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN SUMBANGAN MASYARAKAT BAGI PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN PERBAIKAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI JEMBER PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI JEMBER PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN MODAL LEMBAGA KEUANGAN MIKRO MASYARAKAT DAN KOPERASI PEDESAAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM Draft PETUNJUK PELAKSANAAN Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM I. Pendahuluan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan salah satu upaya penanganan masalah kemiskinan di

Lebih terperinci