PENGATURAN HUKUMAN MATI DI INDONESIA DITINJAU DARI ASPEK POLITIK HUKUM PIDANA

Transkripsi

1 PENGATURAN HUKUMAN MATI DI INDONESIA DITINJAU DARI ASPEK POLITIK HUKUM PIDANA M. Hardika Aji Drajatsatria Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Abstrak Dalam pengaturan hukuman mati di Indonesia perlu ditinjau dari aspek politik hukum pidana. Permasalahan yang diangkat ialah pertama, apa dasar politik hukum pidana oleh para pembuat kebijakan memasukan hukuman mati dalam jenis hukuman pidana. Kedua, jenis tindak pidana apa saja yang dapat diancamkan dengan hukuman mati ditinjau dari frasa kejahatan paling serius, dimana diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan yang diperoleh. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa (1) dasar politik hukum pidana diaturnya hukuman mati

2 dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia ialah berdasarkan tujuan pemidanaan baik tujuan pembalasan ataupun pemidaan sebagai sebuah tujuan. (2) jenis tindak pidana yang dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan paling serius didasarkan oleh instrument hukum internasional yang terkait dan dibandingkan dengan kejahatan yang di Indonesia diancamkan dengan hukuman mati. Arrangements the Death Penalty in Indonesia in Terms of Aspect Criminal Legal Policy Abstract In the arrangements about the death penalty in Indonesian is a must include terms of aspect criminal legal policy. The problem is, first, what political policy makers criminal legal policy include the death penalty as a criminal punishment. Second, what are types of crime that can be threatened with the death penalty in terms of the most serious crime. This research is a normative juridical research, which some of the data are based on the related literatures. The results of this study stated that, (1) criminal legal policy in the regulation of

3 the death penalty in Indonesia regulatory purpose of retribution and utilitarian theory. (2) Types of offenses classified as the most serious crime to compare International human right instrument with Indonesian law regulation. Key words: the death penalty, criminal legal policy, the most serious crime. Pendahuluan Dunia hukum di Indonesia saat ini cukup mendapat sorotan dari seluruh elemen masyarakat, baik dari dalam maupun luar negeri. 1 Bahwa salah satu tujuan hukum untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat pada umumnya telah diterima secara umum. Hukum mengatur agar kepentingankepentingan yang berbeda antara pribadi, masyarakat, dan negara dapat dijamin dan 1 Harkristuti Harkrisnowo, Rekonstruksi Konsep Pemidanaan: suatu Gugatan terhadap Proses Legislasi dan pemidanaan Indoensia. (Orasi Pada Upacara Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Pidana Fakultas hukum Universitas Indonesia di Balai Sidang Universitas Indonesia, Depok 8 Maret 2003). hlm.2.

4 diwujudkan tanpa merugikan pihak yang lain. 2 Dari sekian banyak hukum, dapat dikatakan bahwa bidang hukum pidana termasuk sistem dan proses peradilan pidanannya mendapat sorotan utama. 3 Hukum pidana sering disebut sebagai hukum sanksi istimewa dimana memiliki asas Ultimum Remedium. Pemidanaan menjadi suatu isu yang sarat akan problematika, karena pidana atau hukuman selalu berkenaan dengan tindakantindakan, yang apabila bukan dilakukan oleh negara dengan belandaskan pada hukum merupakan tindakan yang melanggar moral. Tujuan 2 Andi Hamzah dan A. Sumangekipu (1), Pidana Mati di Indonesia di Masa Lalu, Kini dan Masa Depan, cet.2, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hlm Harkrisnowo, loc.cit, lihat Peradilan pidana atau criminal justice mengacu pada.the structure, function, and decision processes of agencies that deal with the management and control of crime and criminal offenders the police, courts, and correction departments... Dalam James A. Inciardi (1990), Criminal Justice, San Diego: Harcourt Brace Jovanovich, hal. Vii. Mardjono Reksodiputro merumuskan Sistem Peradilan Pidana sebagai sistem pengendalian kejahatan yang terdiri atas lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan terpidana [pidato pengukuhan Guru Besar, Depok, Oktober 1993, hlm.1]

5 pemidanaan adalah untuk mencegah timbulnya kejahatan atau pelanggaran yang baru, atau menimbulkan efek jera kepada pelaku maupun masyarakat agar tidak melakukan tindak pidana atau pelanggaran hukum. 4 Pengaturan hukuman mati di Indonesia dapat dilihat pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP yang berlaku di Indonesia merupakan produk hukum buatan pemerintah Belanda sejak 1 Januari 1918, dalam pasal 10 masih mencantumkan pidana mati dalam pidana pokoknya, padahal di Belanda sendiri pidana mati sudah dihapuskan Pada tahun Hal tersebut tak diikuti di Indonesia karena keadaan khusus di Indonesia menuntut supaya penjahat yang terbesar dapat dilawan dengan pidana mati. Pengaturan hukuman mati bukan hanya diatur di dalam KUHP, 4 Tim Pemantauan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (1), Dying Before Death, ( Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2013), hlm. 1.

6 juga diikuti dengan peraturan perundang-undangan yang lain. Salah satu peraturan hukum internasional yang menyangkut mengenai hukuman mati ialah Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik yang telah diratifikasi oleh peraturan perundang-undangan Indonesia yaitu Undangundang No. 12 Tahun Secara eksplisit pasal 6 Kovenan Hak Sipil dan Politik mengatur tentang hak untuk hidup dan juga pembatasan penerapan hukuman mati. 5 Mengenai pembatasan penerapan hukuman mati tercantum dalam pasal 6 ayat (2) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik bahwa bagi beberapa negara yang belum menghapuskan hukuman mati, hukuman mati hanya dapat dijatuhkan terhadap kejahatan yang paling serius ( The Most Serious Crime ). 6 Sekalipun 5 Lubis, Op.Cit, hlm Indonesia (1), Undang-undang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, UU

7 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik tidak mendefiniskan The Most Serious Crime secara rinci 7, namun hukum internasional telah mendefinisikan jenis kejahatan yang bukan paling serius yaitu melalui amatan-amatannya yang dilakukan berdasarkan tinjauan pendekatan objektif yang dilakukan Tinjauan Teoritis 1. Hukum Pidana : hak dari negara dan alat-alat kekuasaannya untuk menghukum, yakni hak yang telah mereka peroleh dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh peraturanperaturan yang memuat syarat-syarat mengenai akibat hukum pelanggaran No. 12 Tahun 2005, LN No. 119 Tahun 2005, TLN. No. 4558, Ps. 6 ayat (2). 7 Mashood A. Baderin, Hukum Internasional Hak asasi Manusia dan Hukum Islam, (Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2007), hlm. 69.

8 terhadap laranga-larangan atau keharusan-keharusan itu telah diatur dan mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan dengan hukuman Pidana mati : kematian yang dijatuhkan oleh negara sebagai akibat dari kejahatan yang serius yang telah dilakukan oleh seseorang Pemidanaan : penghukuman terhadap subyek hukum akibat telah melakukan salah satu jenis tindak pidana Hak asasi manusia: seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan 8 P.A.F. Lamintang (1), Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung:PT Citra Aditya Bakti,2011), hlm.5. 9 Black Laws Dictionary 10 Djoko Prakoso dan Nurwachid, Studi tentang Pendapat-pendapat Mengenai Efektivitas Pidana Mati di Indonesia Dewasa Ini, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), hlm. 13.

9 anugerah-nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia The Most Serious Crime: kejahatan yang sangat serius atau luar biasa Politik Hukum : suatu kebijakan dari Negara melalui badan-badan dari Negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan yang dikehendaki, yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan ( ius constituendum ) serta usaha untuk 11 Indonesia (2), Undang-undang Hak Asasi Manusia. UU No. 39 tahun 1999, LN No. 165 Tahun1999, TLN. No tahun 1999, ps.1 ayat (1). 12 Lubis, Op.Cit, hlm. 71.

10 mewujudkan peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu Politik Hukum Pidana : aktivitas yang menyangkut proses menentukan tujuan dan cara melaksanakan tujuan dari proses pengambilan keputusan atau pemilihan melalui seleksi di antara pelbagai alternatif yang ada mengenai apa yang menjadi tujuan dari sistem hukum pidana. 14 Metode Penelitian berikut : Metode penelitian mencakup hal-hal sebagai 13 Soedarto, 14 Muladi (1), Op.Cit, hlm.251.

11 Bentuk Penelitian menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif. Tipologi penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian fact finding-problem identification 15. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder. 16 Data sekunder mencakup pelbagai bahan-bahan kepustakaan dan dokumentasi, juga didukung dengan wawancara narasumber. Bahan hukum digunakan mencakup bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan. Alat Pengumpulan Data berupa studi dokumen. Studi dokumen 15 Soerjono Soekanto (2), Pengantar Penelitian Hukum, cet.3, (Jakarta: UI Press, 2010), hal Lihat Ibid., hlm. 12. Ciri-ciri umum dari data sekunder, adalah pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan dengan segera; baik bentuk maupun isi data sekunder, telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu, sehingga penelitian kemudian, tidak mengawasi pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan, analisa maupun konstruksi data; tidak terbatas oleh waktu maupun tempat.

12 menggunakan penelitian kepustakaan. Metode Analisis Data Menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil Penelitian Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, yang memuat hukuman mati dalam jenis pidana nya diantaranya yaitu: 1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mencantumkan 8 (delapan) pasal yang mengatur mengenai hukuman mati, yaitu terbagi dalam jenis-jenis tindak pidana nya ialah: Kejahatan terhadap keamanan negara : Pasal 104; dan Pasal 140 Ayat (3); Penyebaran kebencian yang menyebabkan perang : Pasal 111 Ayat (2)

13 Pengkhianatan terhadap negara : pasal 124 Ayat (3) Pembunuhan berencana : Pasal 340 Pencurian yang menyebabkan kematian: Pasal 365 Ayat (4) Pemerasan yang menyebabkan kematian: Pasal 368 Ayat (2) Pembajakan yang menyebabkan kematian: Pasal Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dalam undang-undang ini hanya mengatur satu pasal yang mencantumkan hukuman mati, yaitu Pasal 2 Ayat (2). 3. Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Dalam undang-undang ini mengatur 4 (empat) pasal yang mencantumkan hukuman mati, yaitu Pasal 36, Pasal 37, Pasal 41, Pasal 42 Ayat (3). Kejahatan-kejahatan

14 tersebut yang diatur ddengan hukuman mati yautu kejahatan genosida, kejahatan kemanusiaan kejahatan kemanusiaan dengan permukatan, dan pertanggungjawaban komandan dalam kejahatan hak asasi manusia. 4. Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam undangundang ini hanya mengatur satu pasal yang mencantumkan hukuman mati dalam jenis pidana nya. Yaitu pasal 89 Ayat (1). Yaitu mengenai pelibatan anak dalam tindak pidana narkotika dan atau psikotropika. 5. UU 15/2003 tentang Penetapan Perpu 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Jo Perpu 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Jo UU 16/2003 tentang Penetapan Perpu 2/2002 tentang Pemberlakuan Perpu 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dalam peraturan ini terdapatnya

15 setidaknya 7 (tujuh) pasal yang mencantumkan hukuman mati sebagai jenis pidana nya. Yaitu terdapat pada pasal 6, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 14, pasal 15, pasal Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam undang-undang ini terdapat 9 (Sembilan) pasal yang mencantumkan pidana mati dalam jenis pidana nya yaitu, Pasal 113 Ayat (1) dan (2); Pasal 114 Ayat (1) dan (2); Pasal 116 Ayat (1) dan (2); Pasal 118 Ayat (1) dan (2); Pasal 119 Ayat (1) dan (2); Pasal 121 Ayat (1) dan (2); Pasal 132 Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 133 Ayat (1); dan Pasal 144 Ayat (1) dan (2). Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang akan datang atau dalam rancangan yang akan menjadi undang-undang ada juga yang sudah mencantumkan hukuman mati sebagai jenis pidana

16 nya, hal ini terdapat dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). No. Peraturan Jenis Tindak Pidana Pasal Perundangundangan 1. Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( RKUHP ) makar terhadap presiden dan wakil presiden Pasal 215 pengkhianatan terhadap negara dan pembocoran rahasia negara dan pembocoran rahasia negara Pasal 288 Ayat (2) tindak pidana sabotase dan pada waktu perang Pasal 237 Ayat (3) tindak terorisme pidana Pasal 242

17 terorisme dengan menggunakan bahanbahan kimia penggerakan, pemberian bantuan dan kemudahan untuk terorisme perbuatan yang membahayakan keselamatan penerbangan makar terhadap kepala negara sahabat tindak pidana genosida tindak pidana kemanusiaan tindak pidana dalam masa perang atau konflik bersenjata Pasal 244 Pasal 247 Pasal 262 Ayat (2) Pasal 269 Ayat (2) Pasal 394 Ayat (1) Pasal 395 Ayat (1) Pasal

18 tindak pidana penyalahgunaan narkotika tindak pidana pidana penyalahgunaan psikotropika tindak pidana terhadap nyawa, pembunuhan berencana Pasal 509 Pasal 515 Pasal 572 Simpulan 1. Dasar dari politik hukum pidana terhadap diaturnya hukuman mati dalam jenis sanksi di peraturan perundang-undangan di Indonesia berbeda-beda satu dan lainnya. Dalam politik hukum pidana nya, hukuman mati diatur dalam peraturan perundang-undangan ynag ada di Indonesia karena dalam pemidanaan nya

19 Saran memiliki tujuan sebagai pembalasan dan juga pemidanaan sebagai suatu tujuan (utilitarian). 2. Tidak terdapat definsi secara nyata dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan politik terhadap defisnisi Kejahatan Paling Serius, maka dari itu dilakukan pendekatanm secara obyektif oleh Komisi Hak Asasi Manusia buatan Perserikatan bangsa-bangsa yang dimandatkan dalam pasal 28 Kovenan Internasional Hak Sipil dan hak Politik. 1. Dalam penjatuhan hukuman mati perlu adanya suatu prinsip kehati-hatuan dalam penerapannya. Prinsip kehati-hatian ini ialah bagaiaman suatu hukuman mati diaturkan dengan menjunjung persamaan perlindungan baik untuk masyarakat maupun si pelaku

20 2. Pengkajian ulang terhadap semua undangundang yang mengatur hukuman mati dikarenakan dalam pembuatan undangundang tersebut jarang yang dibuat secatra serius, hanya beberapa undangundang saja yang dalam proses pembuatannya menggunakan seorang ahli hukum untuk memberi arahan atau konsultasi. Daftar Referensi I. BUKU Baderin, Mashood A. Hukum Internasional Hak asasi Manusia dan Hukum Islam [.International Human Rights and Islamic Law]. Diterjemahkan oleh Musa Kazhim dan Edwin Arifin. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Hamzah, Andi dan A. Sumangekipu, Pidana Mati di Indonesia di Masa Lalu, Kini

21 dan Masa Depan, cet.2, Jakarta: Ghalia Indonesia, Lamintang, P.A.F. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung:PT Citra Aditya Bakti,2011. Lubis, Todung Mulya dan Alexander Lay, Kontroversi Hukuman Mati, Perbedaan Pendapat hakim Konstitusi, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, Muladi. Demokratisasi, HAM, dan Reformasi Hukum di Indonesia. Jakarta: The Habibie Center, Prakoso, Djoko dan Nurwachi. Studi tentang Pendapat-pendapat Mengenai Efektivitas Pidana Mati di Indonesia Dewasa Ini. Jakarta: Ghalia Indonesia, Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, cet.3. Jakarta: UI Press, 2010.

22 . II. PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN Indonesia. Undang-undang Dasar Indonesia. Undang-undang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hakhak Sipil dan Politik, UU No. 12 Tahun 2005, LN No. 119 Tahun 2005, TLN. No Indonesia. Undang-undang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 Tahun 1999, LN No. 165 Tahun 1999, TLN No Indonesia. Undang-undang Narkotika, UU No. 35 tahun 2009, LN No. 143 Tahun 2009, TLN No Kitab Undang-undang Hukum Pidana [ Wetboek van Strafrecht], diterjemahkan oleh Moelyatno. Jakarta: Pradnya Paramita, Indonesia. Undang-undang No 15 tahun 2003 tentang Penetapan Perpu No 1tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme, LN No. 45 tahun 2003, TLN No. 4284

23 Indonesia. Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 31 tahun 1999, LN No. 140 tahun 1999, TLN No Indonesia. Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, UU Nomor 26 tahun 2000, LN No. 208 tahun 2000, TLN No Indonesia. Undang-undang tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 23 tahun 2002, LN No. 109 tahun 2002, TLN No III. MAKALAH DAN TESIS Harkrisnowo, Harkristuti. Rekonstruksi Konsep Pemidanaan: suatu Gugatan terhadap Proses Legislasi dan pemidanaan Indoensia. (Orasi Pada Upacara Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Pidana Fakultas hukum Universitas Indonesia), Balai Sidang Universitas Indonesia, Depok 8 Maret 2003.

24 IV. LAPORAN TAHUNAN. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Tim Pemantauan. Dying Before Death. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, V. INTERNET Soedarto, 09/25/politik-hukum-pidana-sarana- membangun-hukum-nasional htm