BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran pendidikan seni di dalam lembaga sekolah. menjadi perhatian pemerintah dan para ahli pendidikan di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran pendidikan seni di dalam lembaga sekolah. menjadi perhatian pemerintah dan para ahli pendidikan di"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran pendidikan seni di dalam lembaga sekolah menjadi perhatian pemerintah dan para ahli pendidikan di Indonesia, yaitu dengan dimasukkannya mata pelajaran seni ke dalam kurikulum seperti yang tercantum dalam undang-undang. Bahan kajian seni dan budaya dimaksudkan untuk membentuk karakter Peserta Didik menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya. Bahan kajian seni mencakup menulis, menggambar/melukis, menyanyi, dan menari yang difokuskan pada seni budaya. 1 Pendidikan seni sebagai mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan memiliki fungsi dan bobot yang sama dengan mata pelajaran lainnya. Pendidikan seni, sebagai pendidikan estetika, memberi keseimbangan terhadap pendidikan yang bersifat logis-rasional, dan pendidikan etis-moral. Plato dalam Education Through Art karya Herbert Read mengatakan bahwa seni seharusnya menjadi 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 32 Tahun 2013, tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 77I ayat 1, huruf g. Sumber diunduh dari diakses pada tanggal 16 November 2015, pukul

2 2 dasar pendidikan. 2 Tesis tersebut didukung oleh Aristoteles, yang mengatakan bahwa seni sebagai subjek yang diperlukan untuk mendidik. 3 Hal ini sesuai dengan definisi pendidikan yang merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya. 4 Sesuai dengan salah satu fungsinya sebagai media belajar, seni memberikan materi belajar yang kompleks bagi anak 5 yang hasilnya dapat dikembangkan dalam bidang lain. Seni dianggap sebagai media yang tepat bagi pendidikan anak, karena seni menawarkan metode pendidikan dengan bermain. Seni mengajak anak bermain dengan imajinasinya. Sesuai dengan undang-undang yang menyatakan yang dimaksud dengan pengembangan seni mencakup perwujudan suasana 2 Plato mengatakan art should be the basic of education, dikutip oleh Herbert Read, Education Through Art, (London: Faber and Faber, 1970), 1. 3 Aristoteles mengatakan art as subject necessary for educating, dikutip oleh Donna Kelly, Uncovering the History of Children s Drawing and Art, (Westport: Praeger Publishers, 2004), Undang Undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 5 Anak dalam penelitian ini adalah anak usia 3-6 tahun yang masih tergolong pada masa kanak-kanak awal. Anak pada masa kanak-kanak awal, memiliki presentase perkembangan otak yang pesat, di mana anak pada usia 0-6 tahun mempunyai potensi perkembangan otak mencapai 80%, sedangkan pada usia tahun hanya berkembang sebanyak 20%. Sementara itu, teori neurosains modern menyatakan bahwa pada masa pertumbuhan tersebut (golden ages) memungkinkan anak untuk mengembangkan kreativitas dan juga terjadi tahapan pra-operasional dalam perkembangan kognitif. Anak pada usia 3-6 tahun mulai menjelaskan dunia dengan kata-kata dan gambar, meningkatkan pemikiran simbolis serta mendapatkan kemampuan untuk menggambarkan secara mental sebuah objek yang tidak ada. Oleh karenanya, pada usia tersebut anak akan sering melakukan kegiatan seni sebagai media penuangan imajinasinya. Periksa John W. Santrock, Child Development, (Jakarta: Erlangga, 2007), 49 dan 160.

3 3 untuk tumbuh-kembangnya apresiasi seni dalam konteks bermain. 6 Maka dari itu, pendidikan seni hakikatnya adalah mengutamakan aspek bermain yang di dalamnya terdapat unsurunsur pendidikan. Art is fundamental in human process... Art is a dynamic and unifying activity, with great potential for the education of our children. The process of drawing, painting, or constructing is a complex one in which the child brings together diverse elements of his experience to make a new and meaningful whole. In the process of selecting, interpreting, and reforming these elements, he has given us more than a picture or sculpture; he has given us a part of himself: how he thinks, how he feels, and how he sees. 7 Masih dalam perspektif pendidikan, seni dipandang sebagai salah satu alat atau media untuk memberikan keseimbangan antara intelektualitas dengan sensibilitas, rasionalitas, dan akal pikiran, agar manusia memanusia. 8 Lebih lanjut, pendidikan seni juga dianggap sebagai media pendidikan yang memberikan serangkaian pengalaman estetik yang sangat besar pengaruhnya 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 32 Tahun 2013, tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 77G, ayat 1, tentang Struktur Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar. Sumber diunduh dari diakses pada tanggal 16 November 2015, pukul Lowenfeld dan Lambert Brittain, Creative and Mental Growth, (New York: Macmillan Publishing, 1982), 3. 8 Maksud dari seni yang dapat memanusia manusia adalah dengan seni, manusia dapat memainkan perasaan mereka dalam melihat fenomena kehidupan. Seni dapat mengajak individu untuk melihat objek dari berbagai arah, dan hal tersebut akan menjadikan manusia dapat lebih mendapatkan sifat manusianya yaitu dengan menggunakan akalnya, karena pada dasarnya manusia adalah mahkluk yang berakal. Lee A. Jacobus, Aesthetics and The Arts, (New York: McGraw-Hill Book Company, 1968), 5.

4 4 bagi perkembangan jiwa individu. 9 Melalui pendidikan seni akan diperoleh internalisasi pengalaman estetik (aesthetic experience) yang berfungsi melatih kepekaan rasa yang tinggi. Melalui kepekaan ini, nantinya mental anak lebih mudah diisi dengan nilai religiusitas dan budi pekerti yang juga menjadi bagian dalam apa yang disebut dengan karakter. Selain itu, dengan pendidikan seni yang berkaitan erat dengan kreativitas, diharapkan anak mampu mengaplikasikan seni untuk menyelesaikan masalah di kehidupan sehari-harinya. Seni menawarkan bahwa selalu ada cara untuk memandang objek yang multiperspektif, tidak ada disiplin yang lengkap secara keseluruhan, serta tidak ada sesuatu yang mempunyai kata akhir. Seni menawarkan dimensi-dimensi makna yang baru, bentukbentuk baru dari logika yang selama ini dinina-bobokkan oleh pendidikan modern. Melalui seni-lah seseorang didorong untuk melihat dan mendengar, menerobos lapisan permukaan kenyataan. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan seni dapat digolongkan ke dalam humanistic curriculum yang mengutamakan pembinaan kemanusiaan, bukan kurikulum sosial yang mengutamakan hasil praktis. Hal tersebut sesuai dengan konsep Aristoteles yang mengatakan bahwa proses pembentukan Herbert Read, Education Through Art, (London: Faber and Faber, 1970),

5 5 pengetahuan berawal dari penginderaan yang kemudian diolah menjadi ide yang mengahsilkan sebuah pengetahuan. 10 Sesuai dengan pendidikan seni anak, di mana anak terlebih dulu melakukan kegiatan seni, lalu merasakannya, dan pada akhirnya anak mampu mengambil konsep dari apa yang dilakukannya. Berlanjut pada interpretasi dari tesis Plato dan Aristoteles, maka pembicaraan tentang seni sebagai sarana pendidikan dapat mengacu pada beberapa arah. Salah satunya adalah pada seni yang menawarkan cara-cara bebas dalam pelaksanaan pendidikan mata pelajaran selain seni dari wacana sistem yang telah dibuat dalam kurikulum. Maka dari itu, dipilihlah sanggar sebagai representasi atas wacana kebebasan kurikulum tersebut. Status sanggar sebagai lembaga pendidikan non-formal seharusnya juga membuat sanggar sedikit lebih bebas daripada lembaga formal. 10 Artistoteles menjelaskan bahwa manusia memperoleh pengetahuan dari alam semesta melalui proses indrawi yang kemudian diolah menjadi ide. Berangkat dari pengindraan, manusia mempersepsi segala hal yang ada di alam semesta, lalu dengan abstraksi menghasilkan ide. Proses ini dimulai ketika objek eksternal mengirim bentuk energi tertentu yang diterima oleh indra. Benak manusia kemudian menyatukan hasil pengindraan dari seluruh indra manusia dan memberi makna pada objek yang sedang diindrai yang mana tahap ini disebut sebagai persepsi. Persepsi kemudian menghasilkan citra indrawi, lalu terjadi proses imajinasi. Lalu terjadilah pembentukan ide atau konsep yang abstrak dan universal. Periksa Bagus Takwin, Akar-akar Ideologi, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), Di dalam konteks pendidikan seni anak, Ki Hadjar Dewantara memiliki konsep telu nga (3 nga), ngerti, ngrasani, nglakoni. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pendidikan seni anak, maka konsep tersebut dibalik menjadi nglakoni (melakukan), di mana anak-anak akan melakukan kegiatan berkesenian terlebih dahulu. Selanjutnya ngrasani (merasakan), di mana anak mulai bisa merasakan, dan pada akhirnya akan mengantarkan anak pada ngerti (mengetahui). Periksa Dwi Marianto, Berpijak pada Kesekarangan untuk Mereorientasi Pendidikan Seni, dalam Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Seni, Reorientasi Pendidikan Seni di Indonesia, Prosiding: Universitas Negeri Surabaya, 2014, 3.

6 6 Perkembangan lembaga pendidikan seni di Indonesia dimulai pada tahun 1947 yang ditandai dengan dibentuknya pendidikan seni rupa akademik di Bandung, dan pada awal tahun 1950 didirikan pendidikan akademik seni rupa yang kedua di Yogyakarta. Sejak saat itu seniman-seniman Indonesia dilahirkan oleh lembaga-lembaga akademik tersebut. Kelompok seni atau sanggar lukis pada dasarnya merupakan sarana belajar untuk mencari aliran seni dirinya masing-masing. Para anggota kelompok tersebut menerima ilmu tentang seni dan kemudian berkembang ke arah pencarian masing-masing. Prinsip tersebut sejak awal telah ditanamkan oleh Sudjojono yang mengatakan bahwa seniman tidak bisa saling meniru, dimana masing-masing dipicu untuk menemukan otentitas dirinya dan dengan demikian juga identitas kesenirupaannya, yang tema atau objek lukisan boleh sama namun cara melukisnya berbeda. 11 Hal tersebut menunjukkan awal mula tujuan didirikannya lembaga (sanggar) seni yang 11 Sudjojono menekankan bahwa dalam sistem sanggar atau kelompok seni, hal yang terpenting selain hasil akhir karya adalah orisinalitas dan kreasi saat proses berkarya. Periksa Jakob Sumardjo, Asal Usul Seni Rupa Modern Indonesia, (Bandung: Kelir, 2009), 95. Di dalam ketidaktahuan sistem akademik, justru para seniman Indonesia menemukan kekuatan seni-nya yang disebut sebagai the strength of ignorance yang terletak pada faktor nonakademiknya. Strength of ignorance berarti kekuatan dari ketidaktahuan. Hal tersebut menganalogikan ketidaktahuan mengenai aturan-aturan dalam berkesenian yang justru berakibat pada kreativitas dalam penciptaan karya seni. Para perintis seniman Indonesia saat itu terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok gaya mooi-indie yang berkarya dengan konsep dan aturan kolonial, dan gaya seniman otodidak. Periksa Jakob Sumardjo, 2009,

7 7 menjunjung tinggi kebebasan seniman. Seniman dalam sanggar boleh belajar dari siapa saja dan dari mana saja, namun hasilnya tergantung dari kemampuan untuk menemukan gaya seni-nya masing-masing. Hal tersebut sesuai dengan hakikat pendidikan seni yang mengutamakan kebebasan murid dalam proses berkesenian. Kebebasan tersebut seharusnya diterapkan dalam proses pendidikan seni. Merujuk dari sejarah perkembangan sanggar di Indonesia, dewasa ini banyak bermunculan sanggar seni anak. Yogyakarta yang dijuluki sebagai kota pelajar, juga mengalami trend demikian. 12 Hal tersebut didukung oleh kampanye tentang otak kiri dan otak kanan yang sedikit memengaruhi orang tua dalam menentukan pendidikan anaknya. Maka, orang tua mulai memperhatikan pendidikan seni untuk anaknya, dan dipilihlah sanggar sebagai sarana pemfasilitasian pendidikan otak kanan untuk anak. Sanggar merupakan salah satu lembaga pendidikan seni non-formal 13 yang di zaman modern ini dianggap lebih efektif jika 12 Terdapat tulisan dari Yuswantoro Adi yang merupakan pemerhati pendidikan seni anak, juga salah satu pendiri Art For Children di Taman Budaya Yogyakarta. Tulisan dari Yuswantoro yang mengatakan bahwa saat ini telah menjamur sanggar-sanggar seni di Yogyakarta. Hal tersebut secara tidak langsung menimbulkan keseragaman gaya dalam berkesenian. Tulisan ini dimuat di Kompas, yang dapat diunduh versi online di 13 Pendidikan non-formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan

8 8 dibandingkan dengan pendidikan seni di lembaga formal. Hal tersebut dikarenakan sanggar dianggap lebih mampu memperhatikan muridnya, sehingga lebih fokus dalam proses pendidikannya. 14 Namun, seiring dengan bermunculannya sanggar seni di Yogyakarta, juga terjadi persaingan yang kompleks, yaitu persaingan antar sanggar, guru, dan orang tua (baik dirinya sendiri atau melalui anaknya). Pendidikan seni anak di sanggar yang masih dalam ruang lingkup pendidikan seni anak sekarang sudah menjadi ajang prestise, baik manajemen, guru, dan orang tua. Hal tersebut berpengaruh pada indikator keberhasilan pendidikan seni anak yang saat ini diukur dari bagaimana anak berprestasi. Seiring menjamurnya sanggar seni lukis anak di Yogyakarta, juga terjadi pada banyaknya perhelatan lomba lukis anak. Lomba lukis anak disebut-sebut sebagai salah satu pemfasilitasan potensi seni anak. Sanggar melihat peluang tersebut untuk menjadikan lomba lukis anak sebagai salah satu ajang mereka untuk non-formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal. Pendidikan non-formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Sumber diperoleh dari Undang-undang No.20 Tahun 2003, Pasal 13 ayat 1 tentang jalur pendidikan nasional. Diunduh dari pada tanggal 2 Juni 2015, jam Dikatakan lebih mampu memperhatikan muridnya, karena sanggar memiliki jumlah murid yang sedikit jika dibandingkan dengan murid di sekolah. Lebih lanjut, pembelajaran lebih fokus karena guru lebih mampu mengendalikan kelasnya dikarenakan pembagian murid yang diatur oleh manajemen.

9 9 berpromosi dan mencari laba. Hal tersebut dilakukan dengan cara membuat asumsi masyarakat sebagai sanggar pencetak pemenang lomba. Sanggar dalam program pendidikannya, peka terhadap selera masyarakat terkait lukisan anak, dan mengadopsinya dalam program pendidikannya. Di sanggar, pendidikan seni difokuskan pada masalah teknik berkarya. Namun, kenyataannya sanggar-sanggar mempromosikan pendidikan seni yang dimilikinya sebagai media pembelajaran dan pemahaman anak. Salah satu sanggar yang memberikan pendidikan seni lukis yang kompleks bagi anak adalah Globalart. 15 Globalart merupakan sanggar seni lukis anak yang berasal dari Malaysia. Globalart memiliki slogan think creative yang menjadi daya jual utama dari sanggar ini. Melalui slogannya, Globalart mempromosikan pendidikan seni yang normatif. Globalart memberikan antusiasme orang tua terhadap pendidikan seni. Globalart yang dikelola secara profesional memberikan daya tarik bagi orang tua modern untuk mempercayakan pendidikan seni anaknya kepada Globalart. Selain profesionalitas, Globalart memberikan tawaran bersifat simbolis, yaitu prestise bagi orang tua. Dari namanya global 15 Globalart merupakan sanggar seni lukis yang kompleks karena di dalam promosinya, Globalart menawarkan segala bentuk pendidikan melalui seni yang pada nantinya memberikan kemampuan anak untuk memcahkan masalah di kehidupan sehari-hari.

10 10 orang tua diberikan pengertian tentang status Globalart sebagai sanggar seni yang bersifat global, yang tersebar di beberapa negara di dunia. Globalart juga menawarkan dan menjanjikan prestasi yang akan dicapai anak dalam berkesenian. Maka dari itu, Globalart telah menjadi buruan baru oleh orang tua kelas menengah ke atas dalam mencari status, citra diri, prestise sebagai pembentuk selera dalam pendidikan seni lukis anak yang membedakan diri dari orang tua lainnya. Terlepas dari keberhasilan Globalart yang diukur dari banyaknya siswa, partisipasi lomba, perkembangan media promosi, yang kesemuanya tersebut menghasilkan berbagai prestasi, tentunya Globalart memiliki perhitungan yang matang dalam hal manajemen. Dengan demikian, seolah-olah tidak ada kaitan langsung di antara popularitas gagasan melalui slogan, metode, bahkan nama perusahaan, dengan keunggulan isi gagasan tersebut. Hal tersebut juga terjadi di proses pendidikan seni di Globalart, yang di dalamnya terdapat upaya pendisiplinan, baik dalam ruang belajar maupun kurikulum dan ideologi yang melandasinya. Pendisiplinan dalam hal ini merujuk pada istilah kekerasan simbolik yang digambarkan oleh Bourdieu. Kekerasan simbolik merupakan salah satu cara dari Globalart untuk menanamkan ideologinya kepada para anggotanya.

11 11 B. Rumusan Masalah 1. Mengapa terjadi konstruksi selera dalam pendidikan seni lukis anak di Globalart. 2. Bagaimanakah kekerasan simbolik terjadi sebagai mekanisme dari konstruksi selera di Globalart dan wacana yang ditimbulkannya. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Menjelaskan terjadinya konstruksi selera yang didasari oleh pertarungan modal yang dimiliki agen yang dipertaruhkan dalam dunia pendidikan seni lukis anak di Globalart, sehingga diketahui representasi prestise yang ditampilkan agen untuk mendapatkan posisi dominan. 2. Menjelaskan kekerasan simbolik sebagai pelaksanaan terjadinya komodifikasi pendidikan seni, sehingga dapat dilihat pergeseran hakikat pendidikan seni yang terjadi saat ini. Setelah beberapa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam permasalahan diperoleh dengan jelas, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain: 1. Berkontribusi pada tataran teoritis mengenai mekanisme kekerasan simbolik yang terjadi dalam dunia pendidikan seni yang bersifat modular.

12 12 2. Memberikan alternatif pemikiran bagaimana suatu penelitian empiris tentang pendidikan seni dapat juga memiliki dasar teoritis yang dapat mengkritisi tanpa meninggalkan dirinya dalam tataran empiris. 3. Turut mengembangkan pemakaian metode multidisiplin dalam hal ini adalah perpaduan antara kajian seni pada pengkajian karya lukis anak, dan cultural studies untuk meneliti fenomena sosial masa kini, terutama yang berkaitan dengan hubungan ekonomi, gaya hidup, dan pendidikan. Selama ini sebagian besar penelitian dalam konteks pendidikan hanya melihat sisi pembelajaran, proses, dan hal yang terlihat fisik saja, dengan demikian penelitian ini memberikan alternatif metode yang dapat melengkapi metode-metode penelitian lainnya yang sering digunakan dalam penelitian pendidikan. 4. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memahami fenomena komodifikasi pendidikan seni. Dengan menggunakan model penelitian ini, keganjilan dalam pendidikan seni lainnya juga dapat lebih mudah diteliti sehingga dapat memperluas pemahaman tentang relasi kuasa, kelas-kelas sosial, dan habitus dalam arena pendidikan seni. 5. Penelitian ini juga bermanfaat untuk membangun pemahaman yang berguna sebagai jembatan penghubung antara manajemen lembaga pendidikan, guru, dan orang tua demi

13 13 mengurangi terjadinya pergeseran dalam pendidikan seni anak. Dengan penelitian ini, apa yang selama ini tidak terjelaskan secara empiris (meskipun selalu menjadi wacana) dan menjadi penyebab gesekan antara manajemen lembaga pendidikan, guru, dan orang tua, dapat lebih teranalisis sehingga dapat disusun mekanisme rekonsiliasi yang lebih baik diantara mereka. Dengan memperoleh manfaat praktis ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk juga dapat memahami bahwa pendidikan seni saat ini telah bergeser, dan semakin menenggelamkan peran seni dalam kehidupan anak. D. Tinjauan Pustaka Hakikat seni dalam pendidikan menjadi sebuah bahasan dalam buku Konsep Pendidikan Seni karya Hajar Pamadhi (2012). Pamadhi mencoba menjelaskan hakikat atau peranan seni dalam dunia pendidikan dengan menggunakan seni tradisi dan menerapkannya dalam konsep pendidikan seni modern. Pendidikan seni tidak hanya sebagai pelatihan membuat karya seni, namun pendidikan seni juga membentuk siswa untuk belajar dengan tangan sebagai keterampilan, kepala sebagai pengembangan pikiran, dan hati sebagai rasa dalam proses berkarya seni yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran. Berkaitan dengan anak, Pamadhi menjelaskan mengenai

14 14 pendidikan seni yang menempati peranan penting dalam perkembangan anak. Jika pendidikan seni dipahami dan diajarkan sesuai dengan fungsi pendidikan seni yang mengacu pada humanistic curriculum, maka seni akan membentuk pola berpikir anak untuk berpikir kreatif dan dapat digunakan sebagai problem solving dalam kehidupan sehari-hari. 16 Secara garis besar buku karya Pamadhi membahas mengenai posisi seni dalam pendidikan, dan tidak membahas mengenai kritik terhadap pendidikan seni, serta tidak menjelaskan pendidikan seni melalui perspektif cultural studies beserta masalah dalam konteks tersebut. Buku berjudul Children and Their Art: Methods for the Elementary School oleh Al Hurwitz dan Michael Day (2007), menjelaskan secara kompleks mengenai metode mengajar seni untuk anak. Fondasi dari pendidikan seni untuk anak adalah sebagai pembentuk kemampuan sosial anak, dalam kata lain seni berfungsi untuk kemampuan sosialisasi anak dengan lingkungannya melalui karya seni. Lebih lanjut, buku ini memaparkan metode guru dalam mengajar seni yang mengarahkan pada pendekatan seni sebagai media bermain dan penuangan ekspresi anak. 16 Mengajar seni dengan metode yang sesuai dan tidak menuntut anak untuk selalu melakukan hal yang sama dengan gurunya termasuk dalam hal berkarya seni, namun memberikan kebebasan kepada anak dalam melakukan kreasi atas ide dan gagasannya ke dalam karya seni.

15 15 Penelitian berjudul Searching for the Shape of Content in A Studio Based Approach to Art Education oleh Lisa Schoenfielder (1996), berisi tentang pengelolaan rancangan pembelajaran dan strategi mengajar seni oleh guru di sanggar. Di penelitiannya, Lisa menekankan pada perencanaan kurikulum yang berpedoman pada dokumentasi hasil belajar siswa. Menurut Lisa, rancangan pembelajaran yang dibuat oleh guru berdasarkan kurikulum yang dibuat perusahaan (dalam hal ini adalah sanggar) dirasa tidak tepat jika dilakukan pada pendidikan seni. Hal tersebut dikarenakan setiap hari murid berpotensi untuk melakukan loncatan kualitatif dalam hal berkesenian, sehingga rancangan pembelajaran yang bersifat tahunan dan berpedoman pada kurikulum dianggap tidak tepat. Maka dari itu, Lisa menawarkan rancangan harian yang dianggap mampu memberikan evaluasi dan menentukan materi yang tepat bagi anak. Lebih lanjut, dengan metode demikian, seni dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran lainnya sehingga siswa dapat memahami materi sesuai dengan yang mereka butuhkan. Penelitian ini fokus kepada metode pengelolaan kelas dan bagaimana siswa dalam pembelajaran seni. Sebagai sebuah bahasan yang kompleks mengenai pembelajaran seni, karya-karya di atas dapat dikatakan sebagai peta mutakhir pendidikan seni, namun tidak ditemukan

16 16 bagaimana politik dalam pendidikan seni anak. Selain itu, karya di atas juga tidak ditemukan mengenai seni sebagai gaya hidup lingkungan sekitar anak. Secara umum kajian yang dilakukan bermuara pada masalah metode pembelajaran. Buku oleh Paulo Freire yang berjudul Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan (2007), berisi kritik dan argumen pribadi Freire mengenai krisis pendidikan di Amerika. Sekolah dianggap gagal mewujudkan tujuannya untuk memenuhi tuntutan kapitalisme dan ekonomi pasar, dengan kata lain hal tersebut kontras dengan pandangan kelompok radikal kiri yang mengatakan bahwa sekolah dengan sistem yang terlalu pragmatik tidak lebih dari sekedar pasar yang menawarkan buruh. Sebagai produsen tenaga kerja, sekolah secara halus membekali siswanya dengan pengetahuan dan keterampilan, dan sekolah secara sosial berfungsi sebagai pendukung sistem ekonomi kapitalis dan dominasi tertentu. Sekolah umum tersebut tidak menghasilkan pemikiran kritis dan tindakan transformatif. Seperti halnya dengan tempat kerja dan pabrik budaya massa, sekolah telah menjadi alat reproduksi ekonomi dan budaya. Buku ini membahas mengenai politik pendidikan di Amerika dan lebih menekankan pada metode penyampaian guru kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar sebagai solusi masalah pendidikan di Amerika.

17 17 Lebih lanjut, buku ini tidak membahas bagaimana proses reproduksi ekonomi dan budaya terjadi di pendidikan seni anak. Pendidikan saat ini seolah mati suri karena dibunuh oleh kurikulum yang kaku. Keberadaan pendidikan seni menjadi salah satu alternatif cara yang diyakini Freire mampu mempraktikkan konsepnya, yaitu pendidikan yang membebaskan melalui konsientisasi atau penyadaran. Namun, di tengah praktik pembebasan melalui pendidikan seni yang bertujuan mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan apresiasi, ekspresi, dan kreativitas siswa ternyata ditemukan anomi 17 dalam pendidikan seni itu sendiri. Penelitian ini menjunjukkan bahwa meskipun apresiasi, ekspresi, dan kreativitas siswa benar-benar tertuang saat berkarya, namun siswa terbelenggu oleh kurikulum yang ditetapkan sekolah dan metode guru dalam mengajar. Bahasan tersebut merupakan garis besar penelitian yang dilakukan oleh Dorkas Alfianne Jisa (2014) yang berjudul Pendidikan Seni di Yogyakarta: Membebaskan atau Membelenggu. Penelitian ini 17 Emile Durkheim (1897) mengungkapkan bahwa anomi akan terjadi bila pembagian kerja tidak menghasilkan solidaritas, yaitu jika hubungan antara organ-organ tidak menurut aturan. Pada awalnya teori anomi muncul dan terjadi sebagai akibat karena kesenjangan antara industrialisasi, teknologisasi, dan urbanisasi di satu pihak, dan konservatisme budaya tradisional di lain pihak. Anomi dalam penelitian Dorkas Alfianne Jisa ini menekankan bahwa anomi timbul ketika siswa sedang mengalami proses peralihan. Mereka keluar dari sistem sekolah yang terlalu kaku kemudian mereka masuk ke dalam sekolah berbasis seni, yang mengutamakan apresiasi, ekspresi, dan kreativitas. Di saat seperti ini siswa dapat kehilangan pegangan. Dalam keadaan seperti itu, norma tidak lagi disadari, maka dapat menimbulkan berbagai pola tindakan yang mengancam kelangsungan proses belajar mengajar.

18 18 bertujuan untuk mengetahui penyebab reproduksi anomi dari praktik pembebasan dalam pendidikan seni. Penelitian berjudul Dimensi Estetik Seni Rupa Ruang Publik di Yogyakarta Relevansinya bagi Pengembangan Pendidikan Seni di Indonesia yang ditulis oleh Hajar Pamadhi (2015). Penelitian ini berisi tentang deskripsi hakikat karya seni rupa ruang publik di Yogyakarta dan dimensi-dimensi estetika yang terkandung di dalamnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari kajian terhadap seni rupa ruang publik, maka dasar pendidikan seni adalah pendidikan estetika. Lebih lanjut, asas pembelajaran pendidikan seni adalah berekspresi bebas, diskoveri bersifat inspiratif-inovatif dan kreativitas. Secara garis besar penelitian ini berisi tentang landasan pembelajaran dalam pendidikan seni, namun penelitian ini tidak membahas tentang pengaruh prestise dalam pembelajaran pendidikan seni. Conceptions of Art: a Case Study of Elementary Teachers, a Principal, and an Art Teacher adalah penelitian yang dilakukan oleh Miraglia (2006) menjelaskan mengenai sekolah yang meremehkan mata pelajaran seni yang pada akhirnya mengubah konsep dan cara mengajar guru seni. Kurikulum yang diterapkan oleh sistem sekolah bertolak belakang dengan konsep pendidikan seni yang dimiliki guru seni. Sekolah lebih mementingkan mata pelajaran seperti matematika, logika, dan bahasa verbal, namun

19 19 sistem sekolah tidak memahami arti dan peran seni dalam dunia pendidikan. Hal tersebut baik langsung maupun tidak langsung memengaruhi standar mata pelajaran seni yang berakibat pada bergesernya konsep mengajar oleh guru seni, dimana guru seni mengajar sesuai degan sistem dan kultur sekolah. Hampir sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Miraglia, penelitian yang penulis lakukan menekankan kesesuaian konsep mengajar guru dengan filsafat pendidikan seni, namun penelitian yang Miraglia lakukan tidak melihat aspek politik dan pergeseran identitas diri (guru) dalam pembelajaran seni di sanggar, serta agen yang menyebabkan sanggar menjadi sebuah gaya hidup di masa kekinian. Penelitian berjudul Bimbel Sebagai Artikulasi Gaya Hidup Orang Tua di Yogyakarta yang dilakukan oleh Aline Novita Dewi (2015) menjelaskan bagaimana bimbingan belajar (bimbel) telah menjadi ajang prestise orang tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam memilih bimbingan belajar, orangtua menyesuaikan dengan standar gaya hidup mereka. Melalui cara tersebut, orangtua mengkonsumsi bimbingan belajar menurut selera dan modal yang dimiliki. Praktik konsumsi bimbingan belajar seperti ini bukan untuk kepentingan anak semata, namun demi menaikkan status sosial orang tua pula. Nilai prestise yang dimiliki oleh bimbingan belajar diadopsi oleh orangtua, karena

20 20 beranggapan anak yang les di bimbingan belajar tertentu adalah anak-anak dari keluarga mampu (kelas menengah ke atas). Bimbingan belajar sebagai pelaku kapitalisme pendidikan berperan dalam pengklasifikasian kelas sosial melalui paket belajar yang ditawarkan untuk menegaskan posisi sosial orangtua. Secara garis besar, ruang lingkup penelitian ini pada pendidikan umum, bukan membahas pendidikan seni dan wacana yang berkembang dalam konteks tersebut. Lebih lanjut, penelitian ini tidak membahas mengenai kekerasan simbolik yang terjadi dalam dunia pendidikan. Dari seluruh tinjauan pustaka yang telah dijabarkan di atas, tidak ada yang menghubungkan praktik pendidikan seni dan wacana terkait dengan penggambaran Pierre Bourdieu mengenai arena produksi kultural. Selain itu, berdasarkan tinjauan pustaka di atas semakin menunjukkan bahwa pendidikan seni bukan menjadi salah satu bidang yang penting dan mendasar bagi pendidikan anak karena seni menjadi salah satu ranah yang paling menyenangkan untuk dieksploitasi dan dipolitisasi. Hal tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung membuat posisi seni semakin diremehkan dalam wacana pendidikan anak. Dengan melakukan telaah terhadap berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka manfaat tinjauan pustaka bagi penelitian ini adalah untuk memetakan posisi penelitian diantara

21 21 penelitian sejenis. Dengan demikian orisinalitas penelitian dapat terjaga dan dapat dipertanggungjawabkan. E. Landasan Teori Untuk menjelaskan mengenai konstruksi selera dalam pendidikan seni lukis anak di Globalart, digunakan teori habitus, modal, dan ranah (field) milik Pierre Bourdieu. Hubungan habitus, modal, dan ranah bertaut secara langsung dan bertujuan menerangkan aktivitas pendidikan seni di Globalart sebagai praktik sosial. Teori dari Pierre Bourdieu tersebut diawali dengan konsep habitus 18 yang menjelaskan posisi individu antara keindividuannya dalam sistem sosial dan bagaimana keduanya saling berdinamika. Habitus menggambarkan serangkaian kecenderungan yang mendorong pelaku sosial untuk beraksi dan bereaksi dengan cara-cara tertentu. Kecenderungan inilah yang nantinya melahirkan praktik-praktik, persepsi-persepsi, dan 18 Habitus adalah sistem disposisi yang bertahan lama dan bisa dialihpindahkan, struktur yang distrukturkan yang diasumsikan berfungsi sebagai penstruktur struktur-struktur (structured structures predisposed to function as structuring structures), yaitu sebagai prinsip-prinsip yang melahirkan dan mengorganisasikan praktik-praktik dan representasi-representasi yang bisa diadaptasikan secara objektif tanpa mengandaikan suatu upaya sadar mencapai tujuan-tujuan tertentu atau penguasaan atas cara yang diperlukan untuk mencapainya. Karena sifatnya teratur dan berkala secara objektif, tetapi bukan suatu keharusan terhadap aturan-aturan, prinsip-prinsip ini bisa disatupadukan secara kolektif tanpa harus menjadi produk tindakan perorganisasian seorang pelaku. Lihat Pierre Bourdieu, Logic of Practice, (Stanford: Stanford University Press, 1990), 53; dan Pierre Bourdieu, Outline of A Theory of Practice, (Cambridge: Cambridge University Press, 1995), 72.

22 22 perilaku yang tetap, teratur, yang kemudian menjadi kebiasaan yang tidak dipertanyakan lagi aturan-aturan yang melatarbelakanginya. 19 Habitus tidak dapat dilepaskan dari Globalart sebagai ranah terjadinya praktik pendidikan seni yang dilihat sebagai praktik sosial. Ranah dipahami Bourdieu sebagai sebuah arena sosial yang didalamnya terdapat perjuangan untuk memperebutkan sumber pertaruhan dengan akses terbatas. Hal tersebut seperti kemampuan intelektual, kekuasaan politik, prestise, dan kelas sosial. Bagi Bourdieu, konsep ranah merujuk pada ruang sosial yang terstruktur, terorganisir secara hirarkis, dan menciptakan ketidaksetaraan objektif dalam pendistribusian berbagai modal, salah satunya modal simbolik. Karakteristik modal dihubungkan dengan skema habitus sebagai pedoman tindakan dan klasifikasi serta ranah selaku tempat beroperasinya modal-modal. Ranah pendidikan senantiasa dilingkupi oleh relasi kekuasaan objektif berdasarkan pada jenisjenis modal yang digabungkan dengan habitus. Agen dalam penelitian ini adalah pemimpin perusahaan (manajemen), guru, orang tua, dan anak, memiliki modal-modal yang akan dikonversikan ke modal lainnya, untuk mendapatkan posisi istimewa atau posisi yang berkuasa. Selain itu, sebagai 19 Pierre Bourdieu, 1990, 43.

23 23 arena permainan kontestatif, dunia pendidikan seni di Globalart mengandung kompetisi antar pelaku. Di dalam konteks relasi pendidikan dengan relasi kekuasaan, muncul konsep kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik menurut Bourdieu adalah sebuah 'bentuk kekerasan yang halus dan tak tampak', yang menyembunyikan di baliknya pemaksaan dominasi. 20 Kekerasan simbolik bukanlah sekedar bentuk dominasi melalui bahasa dan (media) komunikasi; kekerasan simbolik adalah penggunaan dominasi sedemikian rupa sehingga dominasi tersebut 'diakui secara salah' (mis-recognized) dan meskipun demikian 'diakui' (recognized) sebagai legitimate. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan kekerasan khusus dalam mekanisme bahasa dan kekuasaan, yaitu kekerasan yang halus dan tidak tampak, yang tidak dikenal, atau hanya dikenal dengan menyembunyikan mekanisme tempatnya bergantung. Konsep ini menggiring manusia ke arah mekanisme sosial, yang di dalamnya relasi komunikasi saling bertautan dengan relasi kekuasaan. Kekerasan simbolik merupakan mekanisme dari proses konstruksi selera yang ditanamkan oleh Globalart sebagai pemegang kekuasaan. Selera mengklasifikasikan objek yang 20 Pierre Bourdieu, Outline of A Theory of Practice, (Cambridge: Cambridge University Press, 1995), 65.

24 24 hendak dipilih, dan juga mengklasifikasikan pengklasifikasiannya. 21 Selain tentang selera, sistem kekuasaan cenderung untuk melanggengkan posisinya yang dominan dengan mendominasi arena pendidikan seni di Globalart, dari simbolsimbol yang digunakan dalam berkomunikasi, makna-makna yang dipertukarkan di dalam proses pendidikan di Globalart, serta interpretasi terhadap makna-makna tersebut. Di dalam proses dominasi tersebut, terjadi kekerasan simbolik yang sangat halus, tetapi orang yang didominasi secara simbolik tersebut tidak menyadari adanya pemaksaan dengan menerima pemaksaan tersebut sebagai sesuatu yang memang seharusnya begitu. Prinsip simbolik ini diketahui dan diterima baik oleh pihak yang menguasai dan yang dikuasai. Prinsip ini berupa bahasa, cara berpikir, cara kerja dan cara bertindak sehingga akan menentukan cara melihat, merasakan, berpikir, dan dalam individu bertindak. 22 Manifestasi kekerasan simbolik ini bisa terjadi pada semua relasi sosial dalam realitas kehidupan. Dominasi simbolik ini memiliki efektivitas yang cukup tinggi dan aman karena yang terdominasi tidak menyadari kekerasan dan pemaksaan simboliknya, bahkan menerima dominasi tersebut sebagai 21 Pengantar yang ditulis oleh Randal Johnson, dalam Pierre Bourdieu, Arena Produksi Kultural, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2015), ix. 22 Haryatmoko, Etika Komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi, (Yogyakarta: Kanisius, 2007),

25 25 kebenaran yang absah sehingga taken for granted. Agar dominasi ini berjalan secara efektif, maka perlu dilakukan sosialisasi dan normalisasi secara terus-menerus sehingga simbol-simbol dan pemaknaan dari kelompok dominan dapat memperoleh penerimaan publik. Teori ini dianggap tepat untuk membedah praktik pendidikan seni di Globalart yang di dalamnya terdapat konstruksi selera, karena untuk mendapatkan penerimaan publik, pendidikan merupakan salah satu alat ideologis kelompok dominan untuk menanamkan ide-ide hegemonisnya. Dalam konteks ini, Louis Althuser dalam Essays on Ideology, mengklasifikasikan kelompok ideologi menjadi dua, yakni aparat negara represif (presiden, menteri, tentara nasional, lembaga kehakiman) dan aparat negara ideologis (lembaga keagamaan, pendidikan, seni, LSM, media massa). 23 Kelompok yang pertama berupaya mempertahankan dominasi kekuasaan lewat cara-cara represif, sementara yang kedua berusaha memperjuangkan dominasi lewat ide-ide. 24 Pendidikan merupakan bagian dari struktur material dan institusi yang berperan dalam mengembangkan dan meyebarluaskan ide-ide hegemonis dari kepentingan tertentu 23 diunduh pada 16 November 2015, pukul Haryatmoko, 2007, 110.

26 26 sehingga diterima oleh masyarakat (publik). Dengan menggunakan bahasa dan simbol-simbol tertentu, ide-ide hegemonis dapat disebarluaskan dan mendapatkan penerimaan publik. Dengan mekanisme persuasif, bukan represif, pengetahuan dan kebenaran diproduksi dan direproduksi melalui pendidikan sehingga dominasi kekuasaan tertentu dapat berlangsung dan diterima masyarakat. Dengan demikian, pendidikan merupakan sarana atau alat yang signifikan bagi kelompok dominan untuk menanamkan pengetahuan dan kepentingannya. Melalui berbagai programprogram melalui pendidikan, konsep-konsep atau ide-ide diinternalisasikan kepada masyarakat secara terus-menerus dan bersifat persuasif. Sosialisasi, normalisasi, serta kontrol selalu dilakukan sehingga proses dominasi berjalan secara laten dan tanpa disadari konsumen media menerima ide-ide tersebut sebagai common sense. 25 Di dalam buku Distinction: A Social Critique of the Judgement of Taste (1984), Bourdieu meneliti preferensi estetis antara kelompok yang berlainan dalam sebuah masyarakat. Terkait dengan struktur kelas sosial, Bourdieu menyebut distinction 25 Periksa buku Haryatmoko, Etika Politik dan Kekuasaan, (Jakarta: Kompas, 2003),

27 27 sebagai proses terbentuknya kelas melalui habitus. 26 Distinction dalam ruang sosial ditunjukkan dengan menampilkan selera yang berbeda dari individu yang lain. Selera membantu memberikan pemahaman mengenai posisi seseorang di dalam tatanan sosial. Seseorang yang dibekali modal, gaya hidup, dan selera, memungkinkan menciptakan perbedaan status. Selera menyatukan individu yang memiliki preferensi serupa seperti kelas atas dengan kelas atas, kelas menengah dengan kelas menengah, kelas bawah dengan kelas bawah, dan membedakan diri dari kelas yang dianggap mempunyai preferensi berbeda. Seseorang dapat mengklasifikasikan dirinya sendiri dan mengkategorikan orang lain menurut selera yang diperlihatkan. Melalui sebuah proses terwujudlah posisi, kelas, dan kekuasaan yang dimiliki oleh orang tua yang mengarahkannya pada selera gaya hidup yang berbeda dengan yang lain. Bourdieu juga menjelaskan bagaimana selera dibentuk secara sosial dan sekaligus menjadi pembeda status sosial. 27 Selera bukanlah sesuatu yang alamiah, tetapi produk konstruksi sosial yang dibentuk melalui pendidikan dan pengasuhan. Selera dibentuk melalui relasi antara habitus, modal, dan ranah. Di dalam konteks ini, kelompok dominan dalam dunia 26 Pierre Bourdieu, Distinction:A Social Critique of the Judgement of Taste, (New York: Routledge, 1984), Pierre Bourdieu, 1984, 106.

28 28 pendidikan di Globalart melakukan kekerasan atau pemaksaan secara simbolik terhadap dunia anak, ketika pendidikan seni keluar dari hakikatnya, yaitu sebagai media bermain anak dengan imajinasinya. Maka dari itu, digunakan teori milik Herbert Read yang mengatakan bahwa pendidikan seni merupakan pendidikan kreatif yang menjadi dasar pengembangan manusia yang kesemuanya itu merupakan bentuk dari pendidikan estetika. 28 Teori Herbert Read digunakan untuk mengkaji slogan think creative yang dimiliki Globalart dan melihat bagaimana slogan tersebut diimplementasikan dalam proses pendidikan seni di Globalart. Teori Herbert Read di atas didukung oleh teori Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan anak. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa permainan anak adalah pendidikan. 29 Selain itu, Ki Hadjar Dewantara juga menekankan kebebasan dalam pendidikan anak. 30 Konsep-konsep pendidikan anak milik Ki Hadjar Dewantara tersebut digunakan untuk menganalisis proses pendidikan seni anak yang terjadi di Globalart. 28 Herbert Read, 1970, 1 dan Ki Hadjar Dewantara, Buku I: Pendidikan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 2004), Ganjaran dan hukuman itu tidak diberikan, untuk menjaga jangan sampai anak biasa bertenaga hanya kalau ada untung (ganjaran) atau hanya takut akan mendapat hukuman, Ki Hadjar Dewantara, 2004,

29 29 F. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Peneliti menggunakan kualitatif karena peneliti bermaksud untuk mendeskripsikan, menginterpretasi, dan menganalisis kondisi-kondisi yang terjadi secara mendalam, tanpa mengubah fakta yang terjadi. Oleh karenanya, penelitian kualitatif juga disebut sebagai penelitian naturalistik, yang merupakan penelitian dengan melihat fakta yang ada di lapangan secara apa adanya. Fokus dari penelitian ini adalah pada aspek relasi budaya dan kekuasaan yang memengaruhi hakikat pendidikan seni anak. Relasi ini terpusat pada makna sehari-hari dari nilai, benda-benda material atau simbolis, norma yang digunakan untuk menjalani hidup sehari-hari. Sesuai dengan karakteristik tersebut, penelitian ini berusaha mendapatkan informasi yang mendalam mengenai habitus yang memengaruhi selera, dan kekerasan simbolik sebagai mekanismenya, yang terjadi dalam arena dunia pendidikan seni di Globalart. Maka dari itu, digunakanlah pendekatan studi kasus. 31 Di dalam pendekatan studi kasus, data yang dihasilkan dari teknik pengumpulan data dengan wawancara lebih mendominasi. Hal tersebut bertujuan agar data yang diperoleh dapat membedah 31 Pendekatan studi kasus adalah deksripsi dan analisis intensif terhadap sebuah fenomena, kasus, atau individu Eugene Zechmeister, dkk., Metodologi Penelitian Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 348.

30 30 dan menelaah secara detail dan mendalam mengenai kasus pendidikan seni lukis anak di Globalart. 1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek penelitian, tetapi oleh Spradley dinamakan sebagai situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen yaitu tempat, pelaku, dan aktivitas yang berinteraksi secara sinergis. 32 Situasi sosial tersebut dapat dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin dipahami secara mendalam tentang apa yang terjadi di dalamnya. Pada situasi sosial atau objek penelitian, peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang ada pada tempat (place) tertentu. Aktivitas penelitian ini adalah praktik pendidikan seni lukis anak yang bertempat di Globalart Yogyakarta. 33 Yogyakarta dipilih karena Yogyakarta merupakan kota pelajar dan kota budaya, yang 32 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), Anak dalam penelitian ini adalah anak usia 3-6 tahun yang masih tergolong pada masa kanak-kanak awal. Anak pada masa kanak-kanak awal, memiliki presentase perkembangan otak yang pesat, di mana anak pada usia 0-6 tahun mempunyai potensi perkembangan otak mencapai 80%, sedangkan pada usia tahun hanya berkembang sebanyak 20%. Sementara itu, teori neurosains modern menyatakan bahwa pada masa pertumbuhan tersebut (golden ages) memungkinkan anak untuk mengembangkan kreativitas dan juga terjadi tahapan pra-operasional dalam perkembangan kognitif. Anak pada usia 3-6 tahun mulai menjelaskan dunia dengan kata-kata dan gambar, meningkatkan pemikiran simbolis serta mendapatkan kemampuan untuk menggambarkan secara mental sebuah objek yang tidak ada. Oleh karenanya, pada usia tersebut anak akan sering melakukan kegiatan seni sebagai media penuangan imajinasinya. Periksa John W. Santrock, 2007, 49 dan 160.

31 31 secara singkat dapat dikaitkan erat dengan dunia pendidikan seni. Globalart dipilih karena memiliki manajemen atau pengelolaan yang baik. Hal tersebut akan dicari relasinya dengan sisi artistik, ditinjau dari proses pendidikan seni anak di Globalart. Pelaku yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah manajemen, guru, dan orang tua, sedangkan pelaku sekunder adalah anak (murid) di Globalart. Di dalam menentukan sumber data penelitian, digunakan teknik purposive yang merupakan teknik pengambilan sumber data berdasarkan tujuan penelitian yang akan diteliti. Kriteriakriteria ini penting agar sumber data yang dipilih bersifat representatif terhadap situasi sosial dari penelitian sehingga valid dalam menentukan data. Agar memperoleh pemahaman yang lebih dalam untuk melengkapi data penelitian, peneliti dibantu oleh tujuh orang informan utama dengan rincian empat orang tua, dan tiga lainnya semuanya adalah guru, alumni guru Globalart, dan pemerhati anak. Tujuh orang tersebut dipilih berdasarkan justifikasi peneliti terhadap pengalaman dan pengetahuan mereka terhadap dunia pendidikan seni anak. Terdapat empat kriteria yang digunakan untuk memilih informan dalam penelitian ini. Kriteria pertama adalah waktu keterlibatan dalam dunia pendidikan seni anak di Globalart. Kriteria ini digunakan sebagai acuan tentang kemampuan dan ketepatan informan menjawab

32 32 pertanyaan yang diajukan. Kriteria kedua adalah motivasi masuk dunia pendidikan seni anak. Penggunaan kriteria ini bertujuan untuk melihat pola pilihan dan kepemilikan modal yang dimiliki informan untuk menjadikan dirinya berbeda. Kriteria ketiga adalah proses pembelian yang telah dialami informan untuk mendapatkan prestise yang dipertaruhkan di Globalart. Kriteria ini digunakan untuk melihat pola-pola kekerasan simbolik yang terjadi ketika informan mempertaruhkan posisinya di Globalart. Kriteria keempat adalah peran informan dalam dunia pendidikan seni anak. Dengan menggunakan kriteria ini maka dapat diperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang dunia pendidikan seni anak. 2. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dari teknik observasi, wawancara, dan studi pustaka. Teknik ini merujuk pada pengumpulan data yang diperoleh melalui sejumlah literatur kepustakaan. Sebelum melalukan observasi, peneliti menghimpun berbagai literatur yang berhubungan dengan perkembangan seni rupa di Yogyakarta, perkembangan pendidikan seni rupa di Yogyakarta, seni rupa anak di Yogyakarta, lomba seni rupa anak, kegiatan Globalart, kurikulum Globalart, dan prestasi Globalart yang terdapat di internet atau dokumen lain dan dinilai relevan dengan penelitian ini. Melalui studi pustaka tersebut akan

33 33 diperoleh gambaran atau pemetaan tentang bagaimana perkembangan dunia pendidikan seni rupa diwacanakan dan terepresentasikan dalam praktik pendidikan seni anak di Globalart. Setelah diperoleh gambaran umum tentang pendidikan seni rupa anak di Globalart, peneliti melakukan studi ke lapangan penelitian untuk melakukan observasi. Observasi dilakukan untuk membuka wacana peneliti mengenai kasus yang diteliti. Selain itu peneliti juga dapat memperoleh gambaran secara lebih mendalam dari permasalahan yang diteliti. Observasi dilakukan di lingkungan Globalart (termasuk ketika Globalart menyelenggarakan lomba di mall). Melalui observasi dapat diperoleh data mengenai pendekatan pendidikan seni rupa anak, pengelolaan sanggar, dan proses berkarya anak Globalart. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur, yaitu wawancara bersifat bebas di mana peneliti tidak perlu menggunakan daftar pertanyaan wawancara yang telah terstruktur secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data, namun peneliti tetap menggunakan pedoman wawancara berupa garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. 34 Wawancara tidak terstruktur juga diharapkan mampu memberikan data yang 34 Sugiyono, 2011, 320.

34 34 akurat, karena informan memiliki kebebasan dan kesempatan untuk mengeluarkan pemikiran, pendapat, dan perasaannya tanpa diatur ketat oleh peneliti. 35 Wawancara dilakukan terhadap ketujuh informan yang telah dipilih. Ketujuh orang informan ini dipilih karena dianggap sesuai dengan kriteria pemilihan sumber data, dan dapat memberikan gambaran umum anggota Globalart sehingga dapat memberikan informasi yang mendalam berkaitan dengan habitus, dan modalmodal dalam arena dunia imajiner Globalart. Informan pertama adalah Melati (nama disamarkan) yang telah terlibat dalam dunia pendidikan seni di Globalart sejak Saat itu yang menjadi peserta didik di Globalart adalah anak pertamanya, dan dilanjutkan oleh anak keduanya di tahun Informan ini dianggap penting karena mengetahui secara umum perkembangan dan perjalanan Globalart di Yogyakarta. Selain alasan tersebut, Melati memiliki dua orang anak yang memiliki IQ di atas rata-rata. Keduanya pernah menjuarai olimpiade matematika di Singapura. Maka dari itu, sebagai penyeimbang otak kiri yang dianggap mendominasi anaknya, diikutsertakanlah anaknya ke Globalart. Informan ini dipilih juga berdasarkan pertimbangan motivasi memasukkan anaknya ke Globalart. 2003), S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito,

DAFTAR PUSTAKA. Bourdieu, P., 2015, Arena Produksi Kultural, Yogyakarta: Kreasi Wacana.

DAFTAR PUSTAKA. Bourdieu, P., 2015, Arena Produksi Kultural, Yogyakarta: Kreasi Wacana. DAFTAR PUSTAKA Buku Bourdieu, P., 2015, Arena Produksi Kultural, Yogyakarta: Kreasi Wacana. Bourdieu, P., 2002, Pascalian Mediations, Cambridge: Polity Press. Bourdieu, P., 1995, Outline of A Theory of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam perspektif ilmu-ilmu sosial terutama filsafat dan sosiologi, oposisi diantara subjektivisme dan objektivisme merupakan bagian yang selama ini tidak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh 180 BAB V PENUTUP Penelitian Pertarungan Tanda dalam Desain Kemasan Usaha Kecil dan Menengah ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Praktik dan Modal Usaha Kecil Menengah

Lebih terperinci

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa Kegiatan Pembelajaran 3 Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa A. Apresiasi dalam Pendidikan Seni Rupa Salah satu aspek pembelajaran yang cukup penting dalam pendidikan seni rupa adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai 286 BAB VI PENUTUP A. Simpulan Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai lembaga yang mengalami proses interaksi sosial, baik secara pribadi maupun kolektif, tetap saja dipahami

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bourdieu tentang Habitus Menurut Bourdieu (dalam Ritzer 2008:525) Habitus ialah media atau ranah yang memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seni budaya merupakan penjelmaan rasa seni yang sudah membudaya, yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh orang banyak dalam rentang perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40 Bandung, terdapat beberapa permasalahan dalam proses pembelajaran diantaranya kurangnya berpikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas delapan hal. Pertama, dibahas latar belakang masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa sekolah dasar. Kemudian, dibahas identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seni merupakan salah satu konsep yang sulit untuk didefinisikan. Karena sulitnya, maka pengertian seni sering merujuk ke arah konsep metafisik, padahal pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Yogyakarta telah lama dikenal sebagai kota pelajar. Hal ini didasarkan dari beberapa faktor, salah satunya adalah dalam segi tingginya kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia. Secara luas dapat diartikan bahwa

Lebih terperinci

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU RESENSI BUKU JUDUL BUKU : Cultural Studies; Teori dan Praktik PENULIS : Chris Barker PENERBIT : Kreasi Wacana, Yogyakarta CETAKAN : Ke-IV, Mei 2008 TEBAL BUKU : xxvi + 470 halaman PENINJAU : Petrus B J

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman selalu berubah setiap waktu, keadaan tidak pernah menetap pada suatu titik, tetapi selalu berubah.kehidupan manusia yang juga selalu berubah dari tradisional menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan, dan mengembangkan peradabannya. Pendidikan mencakup

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan, dan mengembangkan peradabannya. Pendidikan mencakup 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan usaha manusia untuk mewariskan, mempertahankan, dan mengembangkan peradabannya. Pendidikan mencakup kegiatan-kegiatan terarah dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan kualitas sumber daya manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai. boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai. boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam rentang kehidupan manusia, memiliki peran yang strategis. Manusia melalui usaha sadarnya berupaya untuk mengembangkan segenap potensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan di bidang pendidikan yang dialami bangsa Indonesia pada saat ini adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pembentukan watak

Lebih terperinci

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen Estetika Desain Oleh: Wisnu Adisukma Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen inilah yang seringkali muncul ketika seseorang melihat sebuah karya seni. Mungkin karena tidak memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wahyu Handining Tyas, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wahyu Handining Tyas, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi kemajuan suatu Negara, seperti halnya di Indonesia kualitas pendidikan juga harus ditingkatkan supaya tercipta

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang. berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten

BAB IV KESIMPULAN. Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang. berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten 99 BAB IV KESIMPULAN Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten Lima Puluh Koto, diestimasi sebagai hiburan alternatif musik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan 1. Penjelasan Judul Perancangan Pendidikan PAUD saat ini sangatlah penting, sebab merupakan pendidikan dasar yang harus diterima anak-anak. Selain itu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menentukan perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja praktik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja praktik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerja praktik Pengaruh perkembangan era globalisasi yang semakin pesat membuat mahasiswa dituntut untuk bisa memahami banyak hal dengan mengikuti perkembangan teknologi

Lebih terperinci

Telaah Budi Pekerti dalam Pembelajaran di Sekolah (Implementasi Konsep dan Prinsip Tatakrama dalam Kehidupan Berbasis Akademis) Oleh: Yaya S.

Telaah Budi Pekerti dalam Pembelajaran di Sekolah (Implementasi Konsep dan Prinsip Tatakrama dalam Kehidupan Berbasis Akademis) Oleh: Yaya S. Telaah Budi Pekerti dalam Pembelajaran di Sekolah (Implementasi Konsep dan Prinsip Tatakrama dalam Kehidupan Berbasis Akademis) Oleh: Yaya S. Kusumah Pendahuluan Pergeseran tata nilai dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena saat ini, keberadaan seni tradisi yang terdapat di daerah mulai menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam penyajian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mereka secara aktif untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mereka secara aktif untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah kenyataan yang direncanakan untuk mewujudkan situasi dan proses belajar, untuk membuat siswa meningkatkan kemampuan mereka secara aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pendidikan yang di berikan anak sejak dini merupakan dasar bagi pembentukan kepribadian manusia secara utuh yaitu ditandai dengan karakter budi pekerti luhur pandai

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. ditemukannya teknologi pencitraan tiga dimensi. Video game memiliki efek

BAB VI PENUTUP. ditemukannya teknologi pencitraan tiga dimensi. Video game memiliki efek BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Paparan, analisis, dan argumentasi pada Bab-bab sebelumnya menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Video game merupakan permainan modern yang kehadirannya diawali sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, bab I pasal I butir 4).

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, bab I pasal I butir 4). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI 1 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI Pendahuluan Guru-guru pendidikan jasmani (penjas) sudah mengetahui dan menyadari sepenuhnya bahwa aktivitas jasmani di samping mengembangkan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia mendapatkan pembelajaran secara kognitif, afektif dan psikomotor yang kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu hal yang penting bagi semua warga Negara, karena lewat pendidikan manusia dididik agar dapat mengembangkan potensi dirinya dan memiliki

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

2015 PENGARUH PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING DENGAN TEKNIK MEANS-END ANALYSIS (MEA) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pendidikan yang pernah dibangun di masa lampau sudah tidak lagi relevan dengan peradaban dan perekonomian dunia saat ini. Kehidupan dunia pada saat ini secara

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan dan usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan dan usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan dan usaha untuk mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Annisa Shara,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Annisa Shara,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan bahwa manusia dibentuk oleh dunia ide dan cita-cita, bukan oleh situasi sosial yang nyata begitu pula dengan pendidikan yang masih dipandang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Musik sangat memberikan pengaruh pada perkembangan jasmani manusia. Berdasarkan beberapa penelitian, mendengarkan musik dengan harmoni yang indah dan kata kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah harapan masa depan. Karenanya, mereka perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah harapan masa depan. Karenanya, mereka perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah harapan masa depan. Karenanya, mereka perlu disiapkan agar kelak menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan berguna bagi masyarakat, bangsa,

Lebih terperinci

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI hanyalah yang tidak mengandung nilai-nilai yang berlawanan dengan nilai-nilai partai. Biasanya dalam sistem komunikasi seperti itu, isi media massa juga ditandai dengan sejumlah slogan yang dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangkitkan motivasi siswa, (4) prinsip individual, dan (5) peragaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. membangkitkan motivasi siswa, (4) prinsip individual, dan (5) peragaan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri siswa dalam belajar merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. Menurut Moh. Uzer Usman (1996:21-31) dalam menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu hal penting yang harus dikembangkan dalam upaya meningkatkan kualitas individu. Untuk meningkatkan kualitas tersebut, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendidik anak-anak bangsa untuk taat kepada hukum (Azizy, 2003: 3).

BAB I PENDAHULUAN. mendidik anak-anak bangsa untuk taat kepada hukum (Azizy, 2003: 3). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia dinilai banyak kalangan mengalami kegagalan. Kondisi ini ada benarnya apabila dilihat kondisi yang terjadi di masyarakat maupun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu pengetahuan universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan memiliki peranan penting yang dapat diterapkan dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan tidak hanya penting tetapi menjadi keharusan bagi setiap orang yang hidup di era ini. Kemajuan teknologi menjadikan generasi penerus untuk tumbuh menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mata pencaharian dengan hormat dan jujur. Dalam versi yang lain seni disebut. mempunyai unsur transendental atau spiritual.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mata pencaharian dengan hormat dan jujur. Dalam versi yang lain seni disebut. mempunyai unsur transendental atau spiritual. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Seni 1. Pengertian Seni Menurut Soedarso (1988: 16-17) bahwa kata seni berasal dari bahasa Sansekerta sani yang berarti pemujaan, palayanan, donasi, permintaan atau mata pencaharian

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I

BAB VI PENUTUP. Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I hingga V penulis menyimpulkan beberapa hal berikut. Pertama, bahwa tidur tanpa kasur di dusun Kasuran

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN 101 BAB V PENUTUP A. SIMPULAN Memperoleh pendidikan pada dasarnya merupakan suatu hak bagi tiap individu. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang ditakdirkan untuk memperoleh pendidikan. Perolehan pendidikan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi

BAB VI KESIMPULAN. dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi BAB VI KESIMPULAN Kajian media dan gaya hidup tampak bahwa pengaruh media sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi masyarakat tidak lain merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengkomunikasikan ide-ide dan keyakinannya. atau perkembangan, yang salah satunya melalui pendidikan di Taman Kanak-

BAB I PENDAHULUAN. mengkomunikasikan ide-ide dan keyakinannya. atau perkembangan, yang salah satunya melalui pendidikan di Taman Kanak- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia TK adalah anak yang berusia 4-6 tahun dan musik memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan pribadi anak yang harmonis dalam logika, rasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih tinggi (kuliah). Pada hakikatnya pendidikan merupakan upaya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih tinggi (kuliah). Pada hakikatnya pendidikan merupakan upaya untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang " Bocah jaman saiki kudu sekolah sing dhuwur ben dadi wong sukses." (Anak jaman sekarang harus sekolah sampai tinggi agar menjadi orang yang sukses) Nasehat seseorang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009 BAB I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Berangkat dari sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa Estetika sebagai logika, mengantarkan saya untuk mencoba mendalami dan menelusuri tentang keduanya, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, perubahan-perubahan yang cepat di luar pendidikan menjadi tantangantantangan yang harus dijawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, mengembangkan gagasan dan perasaan serta dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, mengembangkan gagasan dan perasaan serta dapat digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam peradaban manusia, bahasa juga memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus informasi mengalir cepat seolah tanpa hambatan, jarak dan ruang yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di belahan

Lebih terperinci

2014 PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN MATEMATIKA-LOGIS SISWA

2014 PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN MATEMATIKA-LOGIS SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan tidak terlepas dari proses pembelajaran dan pembelajaran erat kaitannya dengan perubahan tingkah laku dan pola pikir seseorang. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat penting. Posisi penting bahasa tersebut, semakin diakui terutama setelah munculnya

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SLTP ALTERNATIF QARYAH THAYYIBAH KALIBENING SALATIGA

STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SLTP ALTERNATIF QARYAH THAYYIBAH KALIBENING SALATIGA STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SLTP ALTERNATIF QARYAH THAYYIBAH KALIBENING SALATIGA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika Oleh : IMAM

Lebih terperinci

MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Oleh. Sudrajat. Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta

MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Oleh. Sudrajat. Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Oleh Sudrajat Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta A. Muqadimah Bagi kebanyakan siswa IPS merupakan mata pelajaran yang membosankan. Mereka

Lebih terperinci

DOMINASI PENUH MUSLIHAT AKAR KEKERASAN DAN DISKRIMINASI

DOMINASI PENUH MUSLIHAT AKAR KEKERASAN DAN DISKRIMINASI H A R Y A T M O K O DOMINASI PENUH MUSLIHAT AKAR KEKERASAN DAN DISKRIMINASI Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan

Lebih terperinci

Perkembangan Pendekatan Peranan Aspek Substansial Pola Pikir & Pola Sikap Guru Oleh: Nanang Ganda Prawira

Perkembangan Pendekatan Peranan Aspek Substansial Pola Pikir & Pola Sikap Guru Oleh: Nanang Ganda Prawira KONSEP PENDIDIKAN SENI RUPA Perkembangan Pendekatan Peranan Aspek Substansial Pola Pikir & Pola Sikap Guru Oleh: Nanang Ganda Prawira Perkembangan konsep PENDIDIKAN SENI RUPA Ruskin (Ingggris, 1857) the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi ini, kiranya tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi ini, kiranya tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Di era informasi ini, kiranya tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang terpelajar atau bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan di mana pun berada. Pendidikan sangat penting artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar bagi manusia. Kenyataan menunjukkan sebagian besar kehidupan adalah berhadapan dengan masalah. Untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.artikata.com/, diakses 2 Maret 2015) (http://kbbi.web.id/, diakses 2 Maret 2015)

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.artikata.com/, diakses 2 Maret 2015) (http://kbbi.web.id/, diakses 2 Maret 2015) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Children : 1.Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. 2. Golongan usia antara 0-12 tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oka Nazulah Saleh, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oka Nazulah Saleh, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah proses yang aktif, peserta didik sendiri yang membentuk pengetahuan. Pada proses belajar, peserta didik diharapkan mampu menyesuaikan konsep dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berawal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi pahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan simbol-simbol, kode-kode dalam pesan dilakukan pemilihan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan simbol-simbol, kode-kode dalam pesan dilakukan pemilihan sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi dikatakan berhasil disaat transmisi pesan oleh pembuat pesan mampu merengkuh para pemakna pesan untuk berpola tingkah dan berpikir seperti si pemberi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN MEDIA PEMBELAJARAN WAYANG DI TAMAN KANAK-KANAK DI KOTA SEMARANG

PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN MEDIA PEMBELAJARAN WAYANG DI TAMAN KANAK-KANAK DI KOTA SEMARANG PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN MEDIA PEMBELAJARAN WAYANG DI TAMAN KANAK-KANAK DI KOTA SEMARANG Syafii, M.Ibnan Syarif, Syakir Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Wayang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu disiplin ilmu, Matematika merupakan ilmu yang berkaitan dengan struktur yang terorganisasi, sebab ilmu ini berkembang dari unsur yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pemahaman siswa

BAB I PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pemahaman siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu, serta memajukan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

mencakup aspek kognitif, psikomotorik, dan/atau afektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran (Peraturan Pemerintah, 2005: 80).

mencakup aspek kognitif, psikomotorik, dan/atau afektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran (Peraturan Pemerintah, 2005: 80). 1 Pendahuluan PENGGUNAAN SEMANTIC DIFFERENTIAL UNTUK MENILAI RESPONS ESTETIK SISWA Oleh: Bambang Prihadi*) Penilaian afektif menjadi kebutuhan yang mendesak dalam pelaksanaan penilaian hasil belajar seni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Manajemen pembelajaran adalah sebuah proses perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan pembelajaran sehingga akan didapatkan sistem pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini.

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perihal karakter dan implementasi kurikulum, membuat para pemerhati pendidikan berpikir serta berupaya memberikan konstribusi yang diharapkan dapat bermakna

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Matematika (dari bahasa Yunani: mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari berbagai pola, merumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak usia dini (AUD) adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wahyudin Djumanta, Dkk.,Belajar Matematika Aktif Dan Menyenangkan,(Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

BAB I PENDAHULUAN. Wahyudin Djumanta, Dkk.,Belajar Matematika Aktif Dan Menyenangkan,(Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah modal dasar bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga manusia dituntut untuk terus berupaya mempelajari, memahami, dan menguasai berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dirasakan oleh setiap warga negara. Dengan adanya pendidikan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dapat dirasakan oleh setiap warga negara. Dengan adanya pendidikan terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. Sistematis oleh karena proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu sejarah kebudayaan yang beragam. Keberagaman yang tercipta merupakan hasil dari adanya berbagai

Lebih terperinci

Disusun Oleh: SRITOMI YATUN A

Disusun Oleh: SRITOMI YATUN A PENGEMBANGAN KARAKTER KREATIF DAN DISIPLIN PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (Studi Kasus Kelas X Seni Lukis SMK Negeri 9 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015) NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun manusia yang memiliki kepribadian. Hal ini juga diwujudkan oleh pemerintah, dengan membangun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara untuk mendapatkan data yang dilakukan secara ilmiah dengan tujuan dan fungsi tertentu. Cara ilmiah yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan anak untuk menerjemahkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode berasal dari kata methodos, bahasa Latin, sedangkan methodos itu sendiri berasal dari akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah, sedangkan

Lebih terperinci

B A B III METODOLOGI PENELITIAN

B A B III METODOLOGI PENELITIAN B A B III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian menurut Tatang M. Amirin (1995) adalah sifat atau keadaan dari sesuatu benda, orang, atau keadaan yang menjadi sasaran penelitian.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK BERDASARKAN MINAT ANAK (Studi Kasus di TK Negeri Pembina Surakarta) T E S I S.

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK BERDASARKAN MINAT ANAK (Studi Kasus di TK Negeri Pembina Surakarta) T E S I S. PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK BERDASARKAN MINAT ANAK (Studi Kasus di TK Negeri Pembina Surakarta) T E S I S Oleh: ARI YUDANI NIM : Q 100 070 620 Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

STRUKTUR KURIKULUM 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA PRODI S3 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

STRUKTUR KURIKULUM 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA PRODI S3 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA STRUKTUR KURIKULUM 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA PRODI S3 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA STRUKTUR KURIKULUM Struktur kurikulum PS S3 PBI terdiri atas: 1. Matakuliah Landasan Keilmuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut

Lebih terperinci