BAB 1 PENDAHULUAN. dari warga masyarakat dan diakui sebagai hukum. 1 Hubungan antara manusia inilah. aturan hukum tersebut juga berlaku terhadap anak.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. dari warga masyarakat dan diakui sebagai hukum. 1 Hubungan antara manusia inilah. aturan hukum tersebut juga berlaku terhadap anak."

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai zoon politicon tidak dapat terlepas dari kehidupan bersama dengan manusia lainnya.kebersamaan ini sering menimbulkan pergesekan hak antara satu individu dengan individu lainnya.untuk menyelaraskan kehidupan masyarakat yang tertib dan teratur, sehingga aturan inilah yang kemudian mendapat legitimasi dari warga masyarakat dan diakui sebagai hukum. 1 Hubungan antara manusia inilah yang menjadi latar belakang dan diperlukan hukum dalam kehidupan manusia sebagai suatu perangkat aturan yang mengatur kehidupan dalam masyarakat dan aturan hukum tersebut juga berlaku terhadap anak. Anak adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan makhuk sosial, sejak dalam kandungan mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapatkan perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. 2 Oleh karena itu anak memerlukan pembinaan dan bimbingan khusus atas perkembangan fisik mental spritualnya berkembang secara maksimal. 3 1 Siska Elvandri, Hukum Penyelesaian Sengketa Medis, Thafamedia, Yogyakarta, 2015, hlm.1 2 Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, Restu Agung, Jakarta, 2007,hlm.1 3 Prinst Darwan, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.4

2 Batas anak dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam Pasal 1 ayat 1 mengatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menyebutkan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Dengan perkembangan zaman yang begitu cepat saat ini, banyak terjadi tindakan pidana yang dilakukan oleh anak. Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan di terbitkan dalam tribunnews pada hari Kamis, 16 Maret Seorang pelajar melakukan pencabulan terhadap anak berusia 14 tahun. Didampingi orangtuanya, pelaku mengakui seluruh perbuatannya di hadapan polisi. Pelajar itu mengaku melakukan aksi ini lantaran sering melihat film berkonten dewasa (video porno) bersama teman-temannya di sebuah warung internet. Guna kepentingan penyidikan, korban pencabulan akan divisum di Rumah Sakit Bhayangkara. Sedangkan, kasus ini sendiri akan diproses di Polrestabes Makassar. 4 Masih banyak tindakan pidana pencabulan lain yang dilakukan oleh anak yang terjadi ditengah-tengah masyarakat dan dengan cara berbagai hal yang membuat anak terjerumus dalam perbuatan cabul tersebut. 4 di akses pada tanggal 4 Mei 2017, pukul WIB

3 Dalam Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatakan perbuatan cabul ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya ciuman, meraba anggota kemaluan, meraba buah dada dsb. Persetubuhan masuk pula dalam pengertian perbuatan cabul, akan tetapi dalam undang-undang di sebutkan sendiri. Dalam hal ini hakim memiliki peran penting untuk memutuskan suatu perkara pidana cabul yang telah diatur oleh undang-undang. Hakim adalah seseorang yang melakukan kekuasaan kehakiman, menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 1 menyebutkan Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara hukum Republik Indonesia. Dalam melakukan kekuasaan kehakiman, hakim dihadapkan dengan berbagai hal yang dapat mempengaruhi putusannya nanti. Karena setiap putusam hakim akan segala sesuatu akan di pertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT nantinya. Dengan demikian hakim harus teliti dalam memutuskan suatu perkara pidana agar pelaku kejahatan cabul mendapatkan hukuman yang setimpal dengan apa yang di perbuatnya. Pengaturan tindak pidana pencabulan dalam Tindak pidana pencabulan diatur dalam Pasal 76D, Pasal 76E, Pasal 81, Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi :

4 Pasal76D : Pasal76E : Pasal 81 (1) : Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000,000,000,00 (lima miliar rupiah) (2) : Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Pasal 82 (1) : Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp (lima miliar rupiah) Dalam ketentuan undang-undang diatas merupakan suatu peraturan bagi anak yang berhadapan dengan tindak pidana pencabulan. Dalam konsep Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak yang berhadapan dengan hukum dianggap anak sebagai korban, hal tersebut di latar belakangi dengan pengetahuan bahwa pada dasarnya seorang anak dianggap belum cukup dewasa, sehingga menjadi korban atas ketidak sempurnaan kondisi atau sistem lingkungan dan pendidikan yang ada sekitarnya. 5 5 Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Hak-Hak Anak Saat Berhadapan dengan Hukum, buku saku 3, Jakarta,2015, hlm.4

5 Menurut Fuad Hassan, yang dikatakan juvenile Deliquency adalah perbuatan antisosial yang dilakukan oleh remaja, yang apabila dilakukan oleh orang dewasa maka di kualifikasikan sebagai kejahatan. 6 Seperti pada kasus pencabulan yang dilakukan oleh terdakwa BW (nama samaran), yang berumur 15 tahun, 10 bulan. Melakukan pencabulan pada hari selasa tanggal 13 september 2016 sekira pukul Wib, dengan Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, jo 76E Jo 82 (1) Jo UU No 11 Tahun 2012, yang di jatuhi pidana kepada anak dengan pidana pembinaan dalam lembaga selama 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan dan latihan kerja selama 4 (empat) bulan. Selanjutnya anak yang bernama AES (nama samaran), yang melakukan pencabulan pada hari senin, tanggal 12 september 2016 sekira jam Wib, dengan Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo 76E Jo 82 (1) Jo UU No 11 Tahun 2012, di jatuhi pidana kepada anak dengan pidana penjara 1 (satu) tahun, 8 (delapan) bulan, dan pelatihan kerja selama 4 (empat) bulan Dari uraian yang di kemukakan di atas, telah mendorong penulis untuk membuat penulisan ilmiah mengenai pemberian sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak, yang mana penulis telah melakukan suatu 6 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm.27

6 penelitian terhadap bagaimana dasar pertimbangan hakim, dari uraian tersebut mendorong penulis untuk membuat penulisan ilmiah dengan judul PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PEMIDANAAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCABULAN A. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka yang telah menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian adalah : 1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan penjara terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan?. 2. Bagaimanakah Pengaruh Faktor keyakinan hakim dalam penjatuhan putusan pemidanaan terhadap anak melakukan tindak pidana pencabulan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahannya yang dibahas dalam penulisan skripsi ini, penelitian yang dilakukan untuk membahas permasalahannya tersebut mempunyai tujuan : 1. Untuk mengetahui bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana penjara terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan. 2. Untuk mengetahui pengaruh faktor keyakinan hakim terhadap anak melakukan tindak pidana pencabulan. D. Manfaat Penelitian

7 Adapun manfaat yang dapat di ambil penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat secara teoritis. a. Melatih kemampuan penulis dalam melakukan penelitian ilmiah sekaligus menuangkan dalam bentuk tulisan. b. Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana hukum pada fakultas Hukum Universitas Andalas 2. Manfaat praktis. a. Hasil penelitian dapat menjadi sumbangan pikiran bagi para praktisi hukum tentang pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan. b. Sebagai sarana informasi bagi penelitian yang akan membahas permasalahan yang serupa. E. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka Teori

8 Adapun teori yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana permasalahan hukum yang akan diteliti yaitu dengan pendekatan teori sebagai berikut: a. Teori Penegakan Hukum Hukum adalah suatu aturan atau norma-norma yang ada dalam masyarakat jika dilanggar maka akan mendapatkan sanksi, penegakan hukum adalah proses dilakukannya tegaknya dan berfungsinya hukum sebagai pedoman dan berprilaku dalam masyarakat. Proses penegakan hukum menjangkau pula sampai kepada pembuatan hukum, perumusan pemikiran pembuatan hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan, namun dalam kenyataannya proses penegakan hukum memuncak pada pelaksanaanya oleh para pejabat penegak hukum. 7 Penegakan hukum itu dapat dibagi atas penegakan hukum dalam arti luas dan dalam arti sempit, dalam arti luas ini penegakan hukum dalam semua bidang hukum sedangkan dalam arti sempit penegakan dalam hukum pidana. Penegakan hukum membutuhkan instrument-instrument yang disebut juga dengan aparatur penegakan hukum yang melaksanakan fungsi dan wewenang penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana yang terdiri atas empat subsistem, menurut Madjono empat subsistem ini adalah kepolisan, kejaksaan, pengadilan, Lembaga 7 Dosen Hukum Pidana Universitas Andalas,Jurnal Hukum Pidana dan Kriminologi : Delicti, Bagian Hukum Pidana,vol. XII, No.1,Padang, 2014, hlm.14

9 Pemasyarakatan (LP) yang diharapkan dapat membentuk suatu integrated criminal justice system. 8 Penegakan hukum bukanlah merupakan suatu kegiatan yang berdiri sendiri melainkan mempunyai hubungan timbal balik yang erat dengan masyarakat. Penegakan hukum dalam masyarakat mempunyai kecendrungan sendiri yang disebabkan oleh struktur masyarakat. Struktur masyarakat tersebut merupakan kendala, baik berupa penyediaan sarana sosial yang memungkinkan penegakan hukum dijalankan, maupun memberikan hambatan-hambatan yang menyebabkan penegakan hukum tidak dapat dijalankan dengan seksama. 9 Keberhasilan penegakan hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti yang netral, sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor ini mempunyai hubungan saling berkaitan yang merupakan esensi cerminan dari penegakan hukum tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 10 1) Faktor hukumnya sendiri; 2) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; 3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 8 Romli Atmasasmita, System Peradilan Pidana Kontemporer, Kencana, Jakata, 2010, hlm.3 9 Dosen Hukum Pidana Universitas Andalas, Op. Cit, hlm Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm.8

10 4) Faktor masyarakat,yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; 5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. b. Teori Pembuktian Dikaji secara umum pembuktian berasal dari kata bukti yang berarti suatu hal (peristiwa dan sebagainya) yang cukup untuk memperlihatkan kebenaran suatu hal (peristiwa tersebut). Pembuktikan adalah perbuatan membuktikan, membuktikan sama dengan memberi (memperlihatkan) bukti melakukan sesuatu sebagai kebenaran, melaksanakan, menandakan, menyaksikan dan meyakinkan. Dikaji dari makna Lekison pembuktian adalah suatu proses, cara, perbuatan membuktikan, usaha menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa dalam sidang pengadilan. Dikaji secara perspektif yuridis menurut M. Yahya Harahap pembuktian adalah ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang caracara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. 11 Ada 3 teori-teori pembuktian dalam acara pidana adalah : Teori Pembuktian menurut Undang-undang secara positif (positief Wettelijke Bewijs Theorie). 11 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, P.T Alumni, Bukit Pakar Timur, 2012, hlm Ibid, hlm.193

11 Menurut teori ini sistem pembuktian positif bergantung kepada alat-alat bukti sebagaimana disebut secara limitatif dalam undang-undang. Singkatnya undang-undang telah menetukan tentang adanya alat-alat bukti tersebut dan bagaimana cara hakim harus memutus terbukti atau tidaknya perkara yang sedang diadili. Dalam aspek ini Hakim terikat kepada adagium, kalau alat-alat bukti tersebut telah dipakai sesuai ketentuan undang-undang, Hakim mesti menetukan terdakwa bersalah walaupun hakim berkeyakinan bahwa sebenarnya terdakwa tidak bersalah. Begitu pun sebaliknya, apabila tidak dapat dipenuhi cara mempergunakan alat bukti sebagaimana diterapkan undang-undang, Hakim harus menyatakan tidak bersalah walaupun menurut keyakinan sebenarnya terdakwa bersalah. Menurut D. Simons sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif (psitief wettelijk bewijs theorie)ini berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subyektif Hakim dan mengikat Hakim secara ketat menurut peraturanperaturan pembuktian yang keras. Dianut di Eropa pada waktu berlakunya asas inkisitor (inquisitor) dalam acara pidana. 2. Teori Pembuktian Menurut Keyakinan Hakim (Conviction Intime/Conviction Raisonce). Pada teoriini berdasarkan keyakinan hakim, hakim dapat menjatuhkan putusan berdasarkan keyakinan belaka dengan tidak terikat oleh suatu peraturan (blootgemoedelijke overtuiging, conviction intime). Dalam perkembangannya, lebih lanjut sistem pembuktian berdasarkan keyakinan

12 hakim mempunyai 2 (dua) bentuk polarisasi, yaitu : cinviction intime dan conviction raisonce. Melalui sistem pembuktian conviction intime kesalahan terdakwa bergantung kepada keyakinan belaka, sehingga hakim tidak terikat oleh suatu peraturan (bloot gemoedelijke overtuiging, conviction intime). Dengan demikian, putusan hakim disini tampak timbul nuansa subyektifnya. Sedangkan pada sistem pembuktian Cinviction Raisonce asas identiknya sistem Conviction Intime. Lebih lanjut lagi, pada sistem pembuktian Conviction Raisonce keyakinan hakim tetap memegang peranan penting untuk menentukan tentang kesalahan terdakwa. Akan tetapi, penerapan keyakinan hakim tersebut dilakukan secara selektif dalam arti keyakinan hakim dibatasi dengan harus didukung oleh alasan-alasan jelas dan rasional dalam mengambil keputusan. 3. Teori Pembuktian Menurut Undang-undang Secara Negatif (Negatief Wettelijke Bewijs Theorie) Hakim hanya boleh menjatuhkan pidana terhadap terdakwa apabila alat bukti tersebut secara limitatif ditentukan oleh undang-undang dan didukung pula oleh adanya keyakinan hakim terhadap eksistensinya alatalat bukti tersebut. Dari aspek historis ternyata teori pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijke bewijs theorie) dan teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim (conviction intime/conviction raisonce). Dengan peramuan ini, substansi teori pembuktian menurut undang-undang secara negatif (Negatief Wettelijke Bewijs Theorie)

13 tentulah melekat adanya anasir prosedural dan tata cara pembuktian sesuai dengan alat-alat bukti sebagaimana limitatif ditentukan undangundang dan terhadap alat-alat bukti tersebut hakim baik secara material maupun secara prosedural. 2. Keranga konseptual. Sebagaimana lazimnya sebuah karya ilmiah dalam penulisan ini juga diperlukan adanya penjelasan terhadap pokok persoalan yang di teliti. Dengan penjelasan tersebut dapat dihindari adanya salah penafsiran di sisi lain, untuk itu di jelaskan beberapa konsep yang terdapat dalam judul yaitu : a. Pertimbangan hakim Pertimbangan hakim adalah pertimbangan yang dilakukan oleh hakim yang mengadili perkara pidana tersebut, berdasarkan alat bukti yang ada, di dukung oleh keyakinan hakim yang berdasar pada hati nurani dan kebijaksanaan, untuk memutus suatu perkara pidana. Pertimbangan hakim merupakan pembuktian unsur-unsur (bestandellen) dari suatu tindak pidana apakah perbuatan terdakwa tersebut telah memenuhi dan sesuai tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. 13 b. Pemidanaan Pemidanaan berarti terdakwa di jatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman yang di tentukan dalam Pasal tindak pidana yang di dakwakan 13 Lilik Mulyadi, Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2014, hlm.219

14 kepada terdakwa. Sesuai dengan Pasal 193 (1) Kitab Undang Hukum Acara Perdata (KUHAP) c. Anak Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dikategorikan anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun (Pasal 1 ayat 3,4,dan 5) d. Pelaku Dalam Pasal 55 KUHP bahwa klasifikasi pelaku adalah : 1. Mereka yang melakukan 2. Mereka yang menyuruh melakukan 3. Mereka yang turut serta melakukan 4. Mereka yang menggerakkan/menganjurkan/membujuk 5. Mereka membantu melakukan e. Tindak Pidana Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 14 f. Pencabulan 14 Moeljatno,Asas-Asas Hukum Pidana,PT Rineka Cipta, Jakarta,2008,hlm. 59

15 R. Soesilo menjelaskan perbuatan cabul di dalam KUHP yaitu segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin. 4. Metode Penelitian Untuk melakukan penelitian dan menggunakan data-data yang konkrit sebagai bahan pembahasan maka metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Pendekatan Masalah Berkaitan dengan rumusan masalah yang telah disampaikan diatas maka pendekatan yang digunakan adalah Yuridis sosiologis (socio legal research) yaitu pendekatan terhadap masalah dengan melihat norma hukum positif yang berlaku dihubungkan dengan fakta-fakta atau kenyataan yang ada serta terjadi di lapangan yang ditemukan oleh peneliti. 2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran secara sistematis terhadap objek perkara tentang dasar pertimbangan hakim dalam putusan pemidanaan terhadap anak melakukan tindak pidana pencabulan. 3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data 1. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari penelitian

16 lapangan. 15 Data tersebut didapatkan dilapangan (Pengadilan Negeri klas 1A Padang)/ field research. 2. Data Sekunder Data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi dan peraturan perundang-undangan. 16 Data sekunder dapat dibagi menjadi: 1) Bahan Hukum Primer Bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian. Seperti: a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) c) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman d) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) 15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 2007, hlm Amirudin dan zainal Askin, Pengantar Metode Penelitian Hukum.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003 hlm.30

17 e) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU PA) 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer yang berupa buku-buku, literatur-literatur, majalah atau jurnal hukum dan sebagainya. 3) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari Kamus, ensiklopedia dan sebagainya. 17 b. Sumber Data Sumber data yang digunakan oleh penulis adalah : a. Studi Lapangan (Field Research) Data yang didapat merupakan hasil penelitian langsung yang dilakukan di Pengadilan Negeri klas 1A Padang, dimana data ini berkaitan langsung dengan masalah yang penulis bahas. b. Penelitian Kepustakaan (Library research) Penulis memperoleh data dengan cara membaca buku-buku atau literatur, jurnal hukum dan peraturan-peraturan yang 17 Amiruddin dan Zainul Askin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, RajawaliPers, Jakarta,2014, hlm.106

18 berhubungan dengan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan antara lain : a. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas b. Perpustakaan Pusat Universitas Andalas c. Perpustakaan Daerah 4. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang di percayai, serta dapat di pertanggung jawabkan sehingga dapat memberikan gambaran tentang permasalahan, maka dalam hal ini penulis tidak akan lepas dari adanya pengumpulan data. Alat pengumpulan data yang di gunakan adalah : a. Wawancara (Interview) Wawancara merupakan suatu metode ataupun teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan melakukan komunikasi antara satu orang dengan orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat, wawancara dilakukan dengan metode Purpossive Sampling yang mana penelitian berdasarkan kebutuhan peneliti. Wawancara dilakukan dengan tidak struktural yaitu dengan tidak menyiapkan daftar pertanyaan yang ditetapkan sebelumnya, adapun pihak yang akan diwawancari adalah Hakim di Pengadilan Negeri Klas 1A Padang.

19 b. Studi Dokumen Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data sekunder dari data yang terdapat di lapangan yaitu dengan mengkaji, menelaah, dan menganalisis dokumen-dokumen atau berkas-berkas berita acara perkara yang diperoleh dari lapangan terkait dengan permasalah yang sedang diteliti. Dalam hal ini penulis melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Klas 1A Padang, penulis melakukan studi dokumen berupa, berita acara pemeriksaan dan berkas yang berhubungan dengan dasar pertimbangan hakim. 5. Pengolahan Data dan analisa Data a. Pengolahan data Pengolahan data sangatlah penting dalam suatu penelitian dalam penulisan, pengolahan data dilakukan dengan cara editing yaitu : Editing yaitu apabila para pencari data (pewawancara atau pengobservasi) telah memperoleh data-data, maka berkas-berkas catatan informasi akan diserahkan kepada para pengolah data. Kewajiban pengolah data yang pertama adalah meneliti kembali catatan para pencari data itu untuk mengetahui apakah catatan-catatan itu sudah cukup baik dan dapat segera disiapkan untuk keperluan proses berikutnya. 18 b. Teknik analisis data Adapun analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, secara deskriptif yaitu memberikan gambaran secara menyeluruh dan sistematis Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, RajawaliPers, Jakarta, 2015 hlm. 125-

20 mengenai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan, kemudian dilakukan secara kualitatif yaitu proses penarikan kesimpulan bukan melalui angka, tetapi berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang disesuaikan dengan kenyataan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia memiliki tujuan yang sangat jelas dituangkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yaitu negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup saling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia, hal ini dikarenakan hukum dan Hak Asasi Manusia saling berkaitan satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di dalam sistem hukum. Penegakan hukum pidana dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, peradilan mutlak diperlukan sebab dengan peradilan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.13/Pid.B/2011/PN.

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.13/Pid.B/2011/PN. BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.13/Pid.B/2011/PN. Marisa Tentang Tindak Pidana Pencabulan Yang Dilakukan Oleh Anak Setelah proses pemeriksaan dipersidangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu kehidupan yang adil dan makmur bagi warganya berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu kehidupan yang adil dan makmur bagi warganya berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Tujuan dari negara yang menganut sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering mendapat sorotan masyarakat, karena lalu lintas mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mendukung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu III. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu cara yang dipergunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu permasalahan. Dalam melakukan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 266/PID.SUS/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 266/PID.SUS/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 266/PID.SUS/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadirnya hukum pidana dalam masyarakat digunakan sebagai sarana masyarakat membasmi kejahatan. Oleh karena itu, pengaturan hukum pidana berkisar pada perbuatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem peradilan pidana di Indonesia terdiri dari hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materil di Indonesia secara umum diatur di dalam Kitab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda, itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang melangsungkan perkawinan pasti berharap bahwa perkawinan yang mereka lakukan hanyalah satu kali untuk selamanya dengan ridho Tuhan, langgeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional kedepan. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. cara melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis). 39 Dengan

METODE PENELITIAN. cara melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis). 39 Dengan 35 III. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu sedangkan metode penelitian hukum artinya ilmu tentang cara melakukan penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah dalam penelitian ini yang berdasarkan pokok permasalahan dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan itu dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya dalam Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 306/PID.SUS/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penegakan Hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang akan datang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Demikian pula permasalahan hukum juga akan ikut berkembang seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat 26 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Metode merupakan suatu bentuk cara yang digunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat memecahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang signifikan dalam pergaulan dan moral manusia, sehingga banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum yang pada masa sekarang ini sedang melakukan pembangunan disegala aspek tidak terkecuali bidang hukum, maka segala usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3). Sebagai negara hukum tata. kehidupan bangsa dan bernegara harus sesuai dengan norma dan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3). Sebagai negara hukum tata. kehidupan bangsa dan bernegara harus sesuai dengan norma dan hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan Undangundang Dasar Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3). Sebagai negara hukum tata kehidupan bangsa dan bernegara harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup berkembang di kalangan masyarakat. Konsumen minuman keras tidak hanya orang dewasa melainkan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia terdapat ketentuan yang menegaskan bahwa Setiap orang berhak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh 37 III. METODE PENELITIAN Penelitian adalah suatu metode ilmiah yang dilakukan melalui penyelidikan dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh mengenai suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan hukum yang berkaitan dengannya. Anak yang secara harfiah

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan hukum yang berkaitan dengannya. Anak yang secara harfiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara mengenai anak, maka tidak akan ada hentinya dengan berbagai permasalahan hukum yang berkaitan dengannya. Anak yang secara harfiah memang belum dapat

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 312/PID.SUS/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 09/PID/2013/PT.KT.SMDA

P U T U S A N NOMOR : 09/PID/2013/PT.KT.SMDA P U T U S A N NOMOR : 09/PID/2013/PT.KT.SMDA DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda yang memeriksa dan mengadili perkara - perkara pidana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, tertib, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor 412/PID SUS/2017/PT MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-pekara pidana pada pengadilan tingkat banding

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dikatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 23/PID.SUS.ANAK/2016/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 23/PID.SUS.ANAK/2016/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 23/PID.SUS.ANAK/2016/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana dalam peradilan tingkat banding,

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 20/Pid.Sus-Anak/2014/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 20/Pid.Sus-Anak/2014/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 20/Pid.Sus-Anak/2014/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkara Pidana Anak dalam tingkat banding telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian sehubungan dengan penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PENYALAHGUNA NARKOTIKA DIHUBUNGKAN DENGAN SURAT EDARAN

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PENYALAHGUNA NARKOTIKA DIHUBUNGKAN DENGAN SURAT EDARAN DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PENYALAHGUNA NARKOTIKA DIHUBUNGKAN DENGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG PENEMPATAN PENYALAHGUNAAN,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) Hubungan antara Undang-Undang Pengadilan Anak sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak terlepas dengan hukum yang mengaturnya, karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya sebuah hukum. Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat perkembangan kasus perkosaan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat dikatakan bahwa kejahatan pemerkosaan telah berkembang dalam kuantitas maupun kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat strukur sosial yang berbentuk kelas-kelas sosial. 1 Perubahan sosial

BAB I PENDAHULUAN. terdapat strukur sosial yang berbentuk kelas-kelas sosial. 1 Perubahan sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan serta pengaruh globalisasi di tengah masyarakat, ikut membuat perubahan yang pesat pada berbagai aspek kehidupan masyarakat mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki hak serta kewajiban yang harus dilindungi dari segala

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki hak serta kewajiban yang harus dilindungi dari segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan tanggung jawab bangsa, negara dan orang tua yang memiliki hak serta kewajiban yang harus dilindungi dari segala ancaman, hambatan dan kejahatan yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pandangan KUHP yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum.ini mudah terlihat pada perumusan perumusan dari tindak pidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Dalam melakukan penelitian untuk memperoleh bahan penulisan skripsi ini, maka penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci