PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH"

Transkripsi

1 PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN LANJUTAN PERTAMA JAKARTA,

2

3 DAFTAR ISI DAFTAR ISI.i BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 C. Manfaat... 2 BAB II PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN SEKOLAH... 3 A. Pengertian... 3 B. Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah... 4 BAB III ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APB) SEKOLAH A. Pengertian B. Langkah Penyusunan BAB IV PEDOMAN PENGGUNAAN DANA KHUSUS BANTUAN BLOCK GRANT UNTUK PROGRAM-PROGRAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN A. Pengantar B. Sifat Dana Bantuan C. Rincian Pemanfaatan Dana Bantuan BAB V PELAPORAN A. Laporan Rencana dan Program Pelaksanaan B. Laporan Keuangan C. Mekanisme Pelaporan BAB VI PENUTUP i 1

4

5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rintisan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) telah berjalan lima tahun, sejak dimulai pada tahun pelajaran 1999/2000. Evaluasi yang dilakukan oleh Tim dari Universitas Negeri Semarang untuk SLTP dan Tim dari Inspektorat Jenderal Depdiknas untuk SMU, keduanya memberikan nilai positif. Artinya sebagian besar (hampir 80%) sekolah peserta rintisan berjalan dengan baik, sehingga memberi harapan besar program tersebut dapat diperluas jangkauannya. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil monitoring dan evaluasi selama tiga tahun terakhir (tahun 2002, 2003, 2004) berturut-turut terhadap 3000 SMP pelaksana MPMBS oleh Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama yang bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi di Indonesia menyimpulkan bahwa MPMBS telah memberikan manfaat yang besar bagi sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikannya, baik secara akademik maupun non akademik. Bertolak dari itu pola MPMBS diharapkan masih bisa terus diterapkan oleh semua sekolah, dan bahkan sekarang telah lebih meningkat lagi menjadi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Undang-undang nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) secara jelas menyebutkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan pola pembinaan sekolah/lembaga pendidikan di Indonesia. Demikian juga, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 51 secara tegas dinyatakan Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah (ayat 1) dan Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan (ayat 2). Hal ini juga lebih didukung oleh adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, dimana secara langsung atau tidak, daerah dan sekolah memiliki kewenangan untuk menyelenhggarakan pendidikan secara otonomi dan bertanggungjawab. Memang pada awal rintisan MPMBS, sekolah yang menjadi rintisan mendapatkan dana BOMM (bantuan operasional manajemen mutu). Namun harus difahami bahwa dana BOMM hanyalah dana pancingan. Pada akhirnya, semua sekolah diharapkan menerapkan MPMBS tanpa dikaitkan dengan dana insentif tertentu. Sekolah diharapkan dapat menggunakan dana yang selama ini dimiliki, tetapi menggunakan manajemen sekolah dengan prinsip-prinsip MPMBS. Dan, mulai tahun 2004 dana tersebut telah dialihkan (dekonsentrasi) ke propinsi dalam bentuk school grant untuk dapat dimanfaatkan dalam pelaksanaan MPMBS. Mengingat adanya berbagai perubahan peraturan dan juga dari hasil kajian selama ini, maka mulai tahun 2005 ini sepenuhnya sekolah rintisan MPMBS diharapkan lebih meningkatkan pengelolaan pendidikannya dengan mengacu sepenuhnya pola MBS. Dari berbagai studi, termasuk monitoring pelaksanaan MPMBS ditemukan bahwa salah satu kelemahan sekolah adalah dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah. Bahkan baru sedikit sekolah yang memiliki rencana pengembangan sekolah secara komprehensif. Sekolah pada umumnya memiliki rencana kegiatan tahunan, tetapi jarang yang memiliki rencana pengembangan untuk jangka panjang. Di samping itu, banyak sekolah yang dalam menyusun rencana kegiatan tahunan terkesan berorientasi pada penggunaan dana yang dimiliki, bahkan ada sekolah yang jika ditanyakan rencana kegiatan tahunan menunujukkan RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah). Di pihak lain, para ahli sepakat bahwa rencana pengembangan sekolah sangat penting sebagai kompas dan pemandu semua pihak, ke arah mana sekolah akan 1

6 dikembangkan. Fenomena munculnya rencana kegiatan tahunan yang bernuansa penggunaan dana yang dimiliki, diduga disebabkan oleh kekurangfahaman sekolah terhadap cara penyusunan rencana pengembangan sekolah. Akibatnya, ketika sekolah harus membuat rencana kegiatan tahunan, yang terjadi adalah bagaimana memanfaatkan anggaran yang tersedia sebaik mungkin. Tidak adanya rencana pengembangan sekolah yang komprehensif juga menyebabkan rencana kegiatan tahunan sekolah tidak berkesinambungan dari tahun ke tahun. Setiap saat arah pengembangan sekolah dapat bergeser atau berubah diwarnai oleh isu yang hangat pada saat itu. Tidak adanya rencana pengembangan sekolah juga menyebabkan sekolah mudah dipengaruhi oleh isu hangat, karena tidak memiliki kompas ke mana sekolah harus dikembangkan. Jika dicermati ternyata sampai saat ini memang belum ada panduan penyusunan rencana pengembangan sekolah yang komprehensif. Memang sekolah dapat membaca dari buku teks yang telah terbit dari berbagai pengarang, namun sebagaimana diketahui kemampuan membaca buku teks dari warga sekolah masih sangat terbatas, apalagi bagi sekolah yang berlokasi di luar kota besar. Oleh karena itu dirasa perlu menerbitkan panduan penyusunan rencana pengembangan sekolah. Buku ini merupakan penyempurnaan Buku II seri MPMBS edisi ke-4 tahun 2002, dengan judul Panduan Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) atau Proposal dan Pelaporan. B. Tujuan Secara umum buku ini ditulis dengan tujuan memberi panduan kepada sekolah dalam menyusun rencana pengembangan sekolah (RPS). C. Manfaat Buku ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memandu sekolah menyusun rencana pengembangan diri, khususnya pada tahap penyusunan rencana startegis dan rencana kegiatan tahunan. 2

7 BAB II PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN SEKOLAH A. Pengertian Rencana Pengembangan Sekolah merupakan rencana yang komprehensif untuk mengoptimalkan pemanfaatkan segala sumberdaya yang ada dan yang mungkin diperoleh guna mencapai tujuan yang diinginkan di masa datang. Rencana pengembangan sekolah harus berorientasi ke depan dan secara jelas bagaimana menjembatai antara kondisi saat ini dan harapan yang ingin dicapai di masa depan. Rencana pemgembangan sekolah merupakan rencana yang secara komprehensif memperhatikan peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal, memperhatikan kekuatan dan kelemahan internal, dan kemudian mencari dan menemukan strategi dan program-program untuk memanfaatkan peluang dan kekuatan yang dimiliki, mengatasi tantangan dan kelemahan yang ada, guna mencapai visi yang diinginkan. Dengan demikian dalam rencana pengembangan sekolah harus tergambar secara jelas: 1. Visi sekolah yang menunjukkan gambaran sekolah di masa datang (jangka panjang) yang diinginkan. 2. Misi sekolah yang merupakan tindakan/upaya untuk mewujudkan visi sekolah yang telah ditetapkan sebelumnya. 3. Tujuan pengembangan sekolah yang merupakan apa yang ingin dicapai dalam upaya pengembangan sekolah pada kurun waktu jangka menengah, misalnya untuk 3-6 tahun. 4. Tantangan nyata, yaitu kesenjangan (gap) dari tujuan yang diinginkan dan kondisi sekolah saat ini. Dengan demikian tantangan nyata itulah yang sebenarnya harus diatasi oleh sekolah. 5. Sasaran pengembangan sekolah, yaitu apa yang diinginkan sekolah untuk jangka pendek, misalnya untuk satu tahun. 6. Identifikasi fungsi-fungsi yang berperan penting dalam pencapaian sasaran tersebut. 7. Analisis SWOT terhadap fungsi-fungsi tersebut, sehingga ditemukan kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (oportunity) dan ancaman (threat) dan setiap fungsi yang telah diidentifikasi sebelumnya. 8. Identifikasi alternatif langkah untuk mengatasi kelemahan dan acaman denga memanfaatkan kekuatan dan peluang yang dimiliki sekolah. 9. Rencana dan program sekolah yang dikembangkan dari alternatif yang terpilih, guna mencapai sasaran yang ditetapkan. Dari uraian di atas tampak bahwa rencana pengembangan sekolah akan memandu semua warga sekolah bagaimana mengembangkan sekolah, ke mana sekolah akan dikembangkan dan langkah apa yang harus ditempuh untuk melaksanakannya. Dalam menyusun rencana pengembangan sekolah harus melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder), misalnya guru, siswa, tata usaha/kryawan, orangtua siswa, tokoh masyarakat yang memiliki perhatian kepada sekolah. Dengan cara itu diharapkan rencana pengembangan sekolah menjadi milik semua warga sekolah dan pihak lain yang terkait. Pelibatan tersebut tentu saja sesuai dengan kemampuan masing-masing, artinya setiap orang dilibatkan sesuai dengan kemampuan dan kepentingannya. Yang penting dijaga adalah rasa terwakili dalam proses penyusunan dan rasa memiliki terhadap hasil. Seluruh warga sekolah harus merasa ikut menentukan dala proses penyusunan renstra, sehingga merasa ikut memiliki renstra tersebut, dan pada akhirnya merasa wajib untuk melaksanakannya. 3

8 Rencana pengembangan sekolah sebenarnya secara komprehensif mencakup harapan jangka panjang yang ditunjukkan oleh visi sekolah, harapan jangka menengah yang ditunjukkan oleh tujuan sekolah dan sasaran jangka pendek sekaligus bagaimana mencapai sasaran tersebut. Jika tahapan tersebut dilakukan secara konsisten, maka ketercapaian sasaran demi sasaran pada akhirnya akan berakumulasi menjadi ketercapaian tujuan dan akhirnya mencapai visi sekolah. Perlu dicatat bahwa ketika rencana dan program tahunan sekolah telah disusun, berikutnya diikuti dengan penyusunan rencana anggaran sekolah, yang pada umumnya disebut dengan RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah). Jadi RAPBS adalah dukungan anggaran untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. B. Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah Tahapan penyusunan rencana pengembangan sekolah yang disebutkan terdahulu, harus dilakukan secara beurutan. Setiap tahap memerlukan tahapan sebelumnya sebagai dasar penyusunannya. Sebagai contoh, misi sekolah baru dapat disusun setelah visi disusun dan ditetapkan. Sasaran baru dapat ditetapkan setelah tujuan sekolah yang ditetapkan dikonfrontasikan dengan keadaan sekolah saat ini, sehingga ditemukan tantangan nyata sekolah. Rencana dan program baru dapat disusun setelah dilakukan identifikasi alternatif pemecahan masalah dan dipilih alternatif yang terbaik. RAPBS baru dapat dibuat setelah rencana dan program disusun. Bukankah RAPBS merupakan dukungan anggaran untuk melaksanakan program sekolah. Langkah-langkah tersebut secara skematik ditunjukkan pada Gambar 1. Landasan yuridis pendidikan (Undang-undang dan Peraturan-peraturan) Tantangan masa depan/globalisasi Nilai dan harapan masyarakat Visi dan misi sekolah Tujuan sekolah Identifikasi fungsi-fungsi untuk mencapai sasaran Tantangan nyata yang dihadapi sekolah Sasaran 1 Sasaran 2 Sasaran Analisis SWOT setiap fungsi dan faktorfaktornya Output sekolah saat ini (Kenyataan) Alternatif langkahlangkah pemecahan persoalan Rencana, program dan anggaran untuk masingmasing sasaran Gambar 1 Langkah-langkah Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah 4

9 1. Merumuskan Visi Sekolah Visi adalah imajinasi moral yang menggambarkan profil sekolah yang diinginkan di masa datang. Imajinasi ke depan seperti itu akan selalu diwarnai oleh peluang dan tantangan yang diyakini akan terjadi di masa datang. Setiap orang, tanpa disadari dan tanpa dirumuskan secara jelas sebenarnya juga punya visi. Seorang pemuda, mungkin mencita-citakan bagaimana keluarga yang diinginkan ketika besuk sudah menginjak usia tua. Mungkin terbayangkan memiliki seorang istri yang sabar dan setia, anak-anak yang cerdas, sholeh dan berbakti pada orangtua, pekerjaan yang bagus, penghasilan yang cukup, rumah yang nyaman dengan tetangga yang rukun dan seterusnya. Analog dengan itu, mungkin kita mengimajinasikan sekolah yang bermutu bagus, diminati oleh masyarakat, memiliki jumlah guru yang cukup dengan kualitas yang baik, fasilitas sekolah yang baik, dan sebagainya. Itulah yang disebut visi seseorang dan visi sekolah. Dalam menentukan visi tersebut, sekolah harus memperhatikan perkembangan dan tantangan masa depan. Berikut itu beberapa contoh perkembangan ke depan yang perlu diperhatikan, antara lain: (1) perkembangan iptek begitu cepat akan berpengaruh pada semua aspek kehidupan termasuk teknologi pendidikan, (2) era global akan menyebabkan lalu lintas tenaga kerja sangat mudah, sehingga akan banyak tenaga kerja asing di Indonesia, sebaliknya banyak tenaga kerja Indonesia di luar negeri (3) era informasi yang menyebabkan siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber sehingga guru dan sekolah bukan lagi satu-satunya sumber informasi, (4) era global tampaknya juga berpengaruh terhadap perilaku dan moral manusia, sehingga sekolah diharapkan berperan menanamkan akhlaq kepada siswa, (5) kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan yang baik bagi anaknya ternyata paralel dengan persaingan antar sekolah untuk menggaet anak yang pandai dengan orangtua yang penuh perhatian, sehingga sekolah yang mutunya jelek akan ditinggalkan mereka, (6) di era AFTA yang sebentar lagi dimulai bahasa Inggris akan sangat penting untuk sarana komunikasi di dunia kerja, (7) di era AFTA juga sangat mungkin terjadi pembukaan cabang sekolah luar negeri di kota besar di Indonesia, serta (8) masyarakat semakin faham bahwa pendidikan bukan hanya untuk hal-hal yang bersifat kognitif, sehingga prinsip multiple intelegence menjadi salah satu harapan, dan sebagainya. Tantangan tersebut perlu direspons oleh sekolah, sehingga visi sekolah akan mampu mengakomodasi sekaligus memanfaatkan peluang yang terkandung pada perkembangan tersebut. Dengan kata lain kondisi sekolah yang ingin dicapai di masa datang sudah sesuai dengan arah perkembangan tersebut. Namun demikian visi sekolah harus tetap berada dalam koridor kebijakan pendidikan nasional. Artinya visi suatu sekolah harus mengacu kepada kebijakan umum pendidian yang tekah ditetapkan secara nasional. Hal itu penting difahami untuk menghindari terjadinya kekeliruan bahwa sekolah bebas menentukan visinya dan tidak terkait dengan kebijakan pihak lain. Bukankah sekolah merupakan lembaga penyelenggara pendidikan dan pendidikan itu di atur dalam suatu sistem pendidikan nasional? Jadi tentu sekolah harus berada dalam koridor sistem pendidikan nasional tersebut. Sebagai contoh, Indonesia menganut adanya kurikulum nasional. Jadi setiap sekolah harus menggunakan kurikulum tersebut, dengan pemahaman sebagai kurikulum minimal. Namun sekolah memiliki ruang gerak untuk menjabarkan lebih lanjut, agar pelaksanaannya sesuai dengan kondisi sekolah. Misalnya menambah dengan muatan lokal, dan mengatur proses pembelajaran sebagai jabaran kurikulum. Di samping itu visi sekolah juga harus mempertimbangkan potensi yang dimiliki sekolah dan harapan masyarakat di sekitar sekolah. Artinya jenis dan mutu layanan pendidikan seperti apa yang diharapkan oleh orangtua dan masyarakat sekitar sekolah. Juga harus dipertimbangkan apa potensi yang dimiliki sekolah untuk mewujudkan harapan tersebut. Hal ini penting, agar visi sekolah tidak 5

10 hanya berupa mimpi yang tidak mungkin dapat diwujudkan. Visi haruslah tinggi, tetapi juga realistik, sehingga dapat dicapai walaupun dengan upaya yang sungguh-sungguh. Visi juga harus sesuai dengan harapan masyarakat yang dilayani sekolah. Bukankah visi itu untuk siswa? Jadi siswa itulah yang pada hakekatnya akan menikmati keterwujudan visi, karena memang sekolah pada dasarnya membantu siswa untuk mengembangkan diri. Dengan demikian visi sekolah haruslah berada dalam koridor pendidikan nasional, memenuhi tantangan masa depan dan harapan masyarakat, serta realistik karena memepertimbangkan potensi yang dimiliki. Sekolah adalah milik orang banyak. Banyak pihak yang terkait dengan sekolah, yang biasanya disebut sebagai stakeholder (kelompok kepentingan). Guru, karyawan, siswa, orangtua siswa, pemerintah bahkan masyarakat adalah contoh dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan sekolah. Oleh karena itu dalam merumuskan visi sekolah, kelompok kepentingan tersebut harus diajak bermusyawarah dan didengar pendapatnya. Dengan cara itu visi sekolah telah mewakili aspirasi stake holder dan mereka merasa memiliki visi tersebut yang pada gilirannya diharapkan terdorong untuk bersama-sama berperan aktif dalam mewujudkannya. Visi pada umumnya dirumuskan dengan kalimat yang filosofis, bahkan seringkali mirip sebuah slogan. Sering pula dirumuskan dalam bentuk kalimat yang khas, mudah diingat dan terkait dengan istilah tertentu. Dalam keluarga, misalnya ada orang yang merumuskan visinya mewujudkan keluarga yang harmonis dan berkecukupan. Tentunya visi keluarga harmonis dan berkecukupan sebenarnya mengandung ciri-ciri yang digambarkan si perumus, misalnya selalu rukun, memiliki anak-anak yang sholeh, cerdas dan berbakti pada orangtua, memiliki pekerjaan dan penghasilan yang baik, memiliki rumah yang nyaman dan sebagainya. Sekolah juga dapat merumuskan visinya dalam bentuk kalimat filosofis agar mudah diingat dan bahkan menjadi semboyan bagi warga sekolah. Misalnya ada sebuah sekolah X yang kebetulan berlokasi di perkotaan merumuskan visinya (hanya sekedar bahan banding dan sekolah Anda seharusnya merumuskan yang lain): UNGGUL DALAM PRESTASI BERDASARKAN IMAN DAN TAQWA Sekolah lain, yang kebetulan berlokasi di daerah pedesaan merumuskan visinya sebagai berikut (ini juga sekedar bahan banding, Anda seharusnya merumuskan yang lain): BERIMAN, TERDIDIK, DAN BERBUDAYA Kedua visi tersebut berbeda tetapi semuanya benar. Keduanya cukup singkat dan mampu memberi gambaran karateristik sekolah yang diinginkan di masa datang. Keduanya juga tidak menyimpang dari koridor pendidikan nasional, karena pendidikan yang unggul, berdasarkan pada iman, taqwa, budaya bangsa memang merupakan prinsip-prinsip pendidikan nasional. Menurut Undang-undang tentang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Demikian juga pada PP nomor 6

11 28/90, yang dimaksud dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama adalah bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program tiga tahun. Tujuan pendidikan dasar, sebagaimana tercantum pada Bab II Pasal 3 adalah untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya, sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Yang mungkin masih perlu dilacak pada kedua visi tersebut adalah, apakah memang benar-benar sesuai dengan potensi sekolah setempat serta harapan masyarakat yang dilayani. Dari urian di atas serta dua contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa rumusan visi yang baik seharusnya memberikan isyarat: a. Berorientasi ke masa depan, untuk jangka waktu yang lama. b. Menunjukkan keyakinan masa depan yang jauh lebih baik, sesuai dengan norma dan harapan masyarakat. c. Mencerminkan standar keunggulan dan cita-cita yang ingin dicapai. d. Mencerminkan dorongan yang kuat akan tumbuhnya inspirasi, semangat dan komitmen warga. e. Mampu menjadi dasar dan mendorong terjadinya perubahan dan pengembangan sekolah ke arah yang lebih baik. f. Menjadi dasar perumusan misi dan tujuan sekolah. Sebagaimana disebut terdahulu, visi yang dirumuskan dengan kalimat filosofis perlu diberikan indikatornya. Misalnya, apa indikator sekolah yang unggul dalam prestasi berdasarkan iman dan taqwa tersebut. Indikator sebaiknya mencakup segala aspek pokok yang diimajinasikan. Sebagai bahan banding, visi unggul prestasi berdasarkan iman dan taqwa memiliki indikator: a. Unggul dalam peningkatan skor (gain score achievement GSA) 1 b. Unggul dalam peningkatan pencapaian ketuntasan kompetensi c. Unggul dalam berbagai lomba karya ilmiah remaja. d. Unggul dalam kegiatan keagamaan. e. Unggul dari prestasi olahraga. f. Unggul dari prestasi kesenian. g. Memiliki lingkungan sekolah yang nyaman dan kondusif untuk belajar. h. Mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Dua visi dan disertai indikator tersebut hanyalah bahan banding dan hanya cocok dengan sekolah yang bersangkutan. Oleh karena itu sekolah lain dianjurkan merumuskan visinya sendiri, yang sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing. Mungkin sekali rumusan maupun indikatornya berbeda dengan contoh/bahan banding di atas. Setelah visi dirumuskan dan indikator telah ditetapkan, maka tahap selanjutnya adalah merumuskan misi sekolah. 2. Menyusun Misi Sekolah Sebagaimana disebutkan pada Buku I, misi adalah tindakan atau upaya untuk mewujudkan vidi. Jadi misi merupakan penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan rancangan tindakan yang dijadikan arahan untuk mewujudkan visi. Dengan kata lain, misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi 1 Peningkatan skor (GSA) adalah selisih antara rata-rata nilai kumulatif tes akhir (output) dan rata-rata nilai kumulatif tes awal (input) pada mata pelajaran dan siswa yang sama. Nilai input untuk SMP adalah Hasil Ujian masuk dan untuk SMU adalah NUAN SMP. Jadi GSA SMP adalah selisih Nilai UAN ketika lulus SMP dengan Hasil tes masuk yang bersangkutan untuk mata pelajaran yang sama. 7

12 tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya. Sebagai contoh, sekolah X merumuskan misinya sebagai berikut: a. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, sehingga setiap siswa dapat berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimiliki. b. Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga sekolah. c. Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya, sehingga dapat dikembangkan secara lebih optimal. d. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan juga budaya bangsa, sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak. e. Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga sekolah dan komite sekolah. Dari contoh tersebut, tampak bahwa rumusan misi selalu dalam bentuk kalimat yang menunjukkan tindakan dan bukan kalimat yang menunjukkan keadaan sebagaimana pada rumusan visi. 3. Merumuskan Tujuan Sekolah Bertolak dari visi dan misi, selanjutnya sekolah merumuskan tujuan. Jika visi dan misi terkait dengan jangka waktu yang sangat panjang, maka tujuan dikaitkan dengan jangka waktu menengah. Dengan demikian tujuan pada dasarnya merupakan tahapan atau langkah untuk mewujudkan visi sekolah yang telah dicanangkan. Sebaiknya tujuan tersebut dikaitkan dengan silum program sekolah, misalnya untuk jangka 3 tahunan, yaitu satu siklus pendidikan di SMP atau SMA. Jika itu dianggap terlalu pendek dapat juga untuk 2 siklus program sekolah yang berari 6 tahun. Jika visi merupakan gambaran sekolah di masa depan secara ideal, maka tujuan yang ingin dicapai dalam jangka waktu 3 tahun mungkin belum selengkap visi. Dengan kata lain, tujuan dapat berwujud sebagian dari visi. Sebagai contoh, sekolah X yang telah menetapkan visi dengan indikator sebanyak 8 aspek, tetapi tujuan sekolah sampai dengan 3 tahun ke depan baru mencakup 4 aspek, sebagai berikut: Jika pada saat ini tahun 2001, tujuan sekolah X adalah: a. Pada tahun 2004, peningkatan skor (GSA)minimal +2,0 b. Pada tahun 2005, memiliki kelompok KIR yang mampu menjadi finalis LKIR tingkat nasional. c. Pada tahun 2005, memiliki tim olahraga minimal 3 cabang yang mampu menjadi finalis tingkat Propinsi. d. Pada tahun 2005, memiliki tim kesenian yang mampu tampil pada acara setingkat Kota. Sekali lagi empat tujuan tersebut sekedar contoh atau bahan banding. Setiap sekolah dianjurkan untuk menyusun tujuan sekolah yang sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing. Tentu saja berdasarkan visi dan misi sekolah yang telah dirumuskan sebelumnya. 4. Menganalisis Tantangan Nyata Sebagaimana dijelaskan di bagian depan, tantangan nyata sebenarnya merupakan gap (kesenjangan) antara tujuan yang ingin dicapai sekolah dengan kondisi sekolah saat ini. Jadi tantangan nyata itulah yang harus diatasi selama kurun waktu tertentu. Misalnya, jika dalam tiga tahun ke depan dicanangkan tujuan untuk mencapai GSA sebesar +2, sementara saat ini baru mencapai +0,4 berarti tantangan nyata yang dihadapi sekolah adalah (+2) (+0,4) = (+1,6). Jika saat ini 8

13 sekolah baru mencapai juara ketiga pada LKIR tingkat kabupaten, sedangkan tujuan sekolah ingin mencapai juara pertama, maka tantangan nyata yang dihadapi sekolah adalah dua peringkat, yaitu dari juara ketiga menjadi juara pertama. Tantangan nyata tidak dapat selalu dirumuskan sebagai rumusan matematik. Misalnya sebuah sekolah mencantumkah salah tujuan pengembangan sekolah 6 tahun ke depan adalah menjadi juara II pada LKIR tingkat nasional, pada hal saat ini baru mencapai juara I tingkat kabupaten. Nah, dalam kasus seperti ini tantangan tidak dapat dirumuskan secara matematik sederhana, karena juara II tingkat nasional tidak dapat dibandingkan langsung dengan juara I tingkat kabupaten. Yang dapat dirumuskan adalah sekolah tersebut harus mampu melewati peringkat-peringkat finalis tingkat propinsi, juara III, juara II, juara I tingkat propinsi, finalis tingkat nasional, juara III tingkat nasional dan baru juara II tingkat nasional. Dalam bahasa statistika, peringkat seperti itu disebut ordinal dan bukan interval, sehingga formula matematik tidak dapat diterapkan secara langsung. Namun yang penting dapat difahami makna peningkatan yang harus dilalui oleh sekolah. Pada organisasi besar, misalnya perusahaan atau organisasi atau departemen tertentu, sesudah tujuan dirumuskan dilanjutkan dengan merumuskan strategi perusahaan/organisasi/departemen. Startegi dalam hal ini dimaksudkan sebagai langkah besar perusahaan/ organisasi/departemen untuk mencapai tujuannya. Strategi tersebut disamping mengacu kepada tujuan yang ingin dicapai, juga memperhatikan kondisi sekolah saat ini, khususnya kekuatan dan peluang apa yang dapat digunakan. Misalnya sebuah sekolah yang berada pada lingkungan masyarakat yang secara sosial ekonomi sangat bagus, sementara anggaran pemerintah belum bagus, merumuskan strategi untuk mencapai tujuan sekolah adalah menggalang partisipasi orangtua dan masyarakat. Sekolah lain yang merasa jumlah dan kualifikasi tenaga guru cukup baik, namun prestasi akademik siswa ternyata rendah, melakukan analisis dan menemukan bahwa kondisi kerja di sekolah merupakan salah faktor penentu motivasi kerja guru dan akhirnya berujung pada mutu hasil belajar. Oleh karena itu sekolah tersebut merumuskan salah satu strateginya adalah meningkatkan iklim kerja sekolah. Untuk sekolah, mungkin strategi seperti tersebut diatas tidak harus dirumuskan secara khusus. Namun perlu dipikirkan pada saat menentukan alternatif langkahlangkah pengatasan masalah (butir 8) dan penyusunan rencana dan program sekolah (butir 9), sebaiknya kedua langkah tersebut memperhatikan strategi dasar sekolah dalam mencapai tujuan yang diinginkan. 5. Menentukan Sasaran Sekolah Rencana tahunan merupakan penjabaran dari tujuan sekolah yang telah dirumuskan berdasarkan pada kesenjangan/selisih/gap yang terjadi antara kondisi sekolah saat ini dengan tujuan sekolah untuk 4 sampai 6 tahun ke depan. Kesenjangan itu disebut juga tantangan nyata sekolah. Jadi tantangan nyata adalah selisih antara tujuan yang diinginkan dengan kenyataan yang ada saat ini. Berdasarkan pada tantangan nyata tersebut, selanjutnya dirumuskan sasaran atau target mutu yang akan dicapai oleh sekolah. Sasaran harus menggambarkan mutu dan kuantitas yang ingin dicapai dan terukur agar mudah melakukan evaluasi keberhasilannya. Meskipun sasaran dirumuskan berdasarkan tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah, namun perumusan sasaran tersebut harus tetap mengacu pada visi, misi, dan tujuan sekolah. Untuk itu setiap sekolah harus memiliki visi, misi, dan tujuan sekolah sebelum merumuskan sasarannya. Sasaran dapat disebut juga tujuan jangka pendek atau tujuan situasional sekolah. Sebutan tujuan situasional mengingatkan bahwa tujuan sekolah dirumuskan dengan bertolak dari hasil pengamatan atas situasi sekolah. Keterangan situasi 9

14 memberitahukan tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah saat ini. Dengan latar belakang seperti itu, maka yang dimaksud dengan sasaran/tujuan situasional adalah tujuan yang dirumuskan dengan memperhitungkan tantangan yang nyata dihadapi oleh sekolah. Sasaran direncanakan untuk waktu yang relatif pendek, misalnya untuk satu tahun pelajaran. Dengan demikian sasaran pada dasarnya adalah tahapan untuk mencapai tujuan sekolah. Ketika menentukan sasaran, prioritas sasaran harus dipertimbangkan secara sungguh-sungguh. Misalnya, sekolah mencanangkan tujuan yang mencakup 5 aspek, maka sekolah perlu menyusun prioritas, apakah kelima aspek tersebut akan digarap pada tahun pertama, atau hanya beberapa aspek saja berdasarkan pertimbangan kondisi dan kemampuan sekolah. Sebagai contoh, sekolah X memutuskan akan menggarap ke empat aspek dari delapan aspek yang tercantum dalam tujuan. Untuk itu sekolah X menetapkan sasaran untuk tahun ajaran 2002/2003 sebagai berikut: a. Rata-rata GSA + 0,40 (plus nol koma empat); b. Memiliki tim olahraga bola voli yang mampu menjadi finalis tingkat Kota/Kabupaten; c. Memiliki kelompok Karya Ilmiah Remaja (KIR) yang mampu menjadi juara Lomba KIR tingkat Kota; d. Memiliki tim kesenian yang berlatih secara teratur dan mengadakan pentas di sekolah. 6. Mengidentifikasi Fungsi-fungsi Setelah sasaran ditentukan, selanjutnya dilakukan identifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran tersebut. Langkah ini harus dilakukan sebagai persiapan dalam melakukan analisis SWOT. Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya untuk meningkatkan skor (GSA) adalah fungsi proses belajar mengajar (PBM) dan pendukung PBM, seperti: ketenagaan, kesiswaan, kurikulum, perencanaan instruksional, sarana dan prasarana, serta hubungan sekolah dan masyarakat. Selain itu terdapat pula fungsi-fungsi yang tidak terkait langsung dengan proses belajar mengajar, diantaranya pengelolaan keuangan dan pengembangan iklim akademik sekolah. Apabila sekolah keliru dalam menetapkan fungsi-fungsi tersebut atau fungsi tidak sesuai dengan sasarannya, maka dapat dipastikan hasil analisis akan menyimpang dan tidak berguna untuk memecahkan persoalan. Untuk itu, diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dalam menentukan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Agar lebih mudah, dalam identifikasi fungsi dibedakan fungsi-fungsi pokok yang berbentuk proses, misalnya KBM, latihan, pertandingan, dan sebagainya serta fungsi-fungsi yang berbentuk pendukung, yang berbentuk input misalnya ketenagaan, sarana-prasarana, anggaran, dan sebagainya. Pada setiap fungsi ditentukan pula faktor-faktornya, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal agar setiap fungsi memiliki batasan yang jelas dan memudahkan saat melakukan analisis. Setelah fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran telah diidentifikasi, maka langkah berikutnya adalah menentukan tingkat kesiapan masing-masing fungsi beserta faktor-faktornya melalui analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat). 7. Melakukan Analisis SWOT Analisis SWOT sebagaimana telah dijelaskan pada Buku-1, dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Oleh karena 10

15 tingkat kesiapan fungsi ditentukan oleh tingkat kesiapan masing-masing faktor yang terlibat pada setiap fungsi, maka analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi tersebut, baik faktor internal maupun eksternal. Dalam melakukan analisis terhadap fungsi dan faktor-faktornya, maka berlaku ketentuan berikut: Untuk tingkat kesiapan yang memadai, artinya, minimal memenuhi kriteria kesiapan yang diperlukan untuk mencapai sasaran, dinyatakan sebagai kekuatan bagi faktor internal atau peluang bagi faktor eksternal. Sedangkan tingkat kesiapan yang kurang memadai, artinya, tidak memenuhi kriteria kesiapan minimal, dinyatakan sebagai kelemahan bagi faktor internal atau ancaman bagi faktor eksternal. Untuk menentukan kriteria kesiapan, diperlukan kecermatan, kehati-hatian, pengetehuan, dan pengalaman yang cukup agar dapat diperoleh ukuran kesiapan yang tepat. Kelemahan atau ancaman yang dinyatakan pada faktor internal dan faktor eksternal yang memiliki tingkat kesiapan kurang memadai, disebut persoalan. Untuk lebih jelas mengenai analisis SWOT dan mengetahui tingkat kesiapan fungsi dan faktornya, dapat dilihat pada Buku-1. Selama masih adanya fungsi yang tidak siap atau masih ada persoalan, maka sasaran yang telah ditetapkan diduga tidak akan dapat tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran dapat tercapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk mengubah fungsi tidak siap menjadi siap. Tindakan yang dimaksud disebut langkah-langkah pemecahan persoalan, yang pada hakekatnya merupakan tindakan mengatasi kelemahan atau ancaman agar menjadi kekuatan atau peluang. Setelah diketahui tingkat kesiapan faktor melalui analisis SWOT, langkah selanjutnya adalah memilih alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan, yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap dan mengoptimalkan fungsi yang dinyatakan siap. Oleh karena kondisi dan potensi sekolah berbeda-beda antara satu dengan lainnya, maka alternatif langkah-langkah pemecahan persoalannya pun dapat berbeda, disesuaikan dengan kesiapan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya di sekolah tersebut. Dengan kata lain, sangat dimungkinkan suatu sekolah mempunyai langkah pemecahan yang berbeda dengan sekolah lain untuk mengatasi persoalan yang sama. Sebagai contoh, untuk sasaran pertama, yaitu rata-rata GSA mencapai minimal +0,40 maka harus ditentukan fungsi-fungsi apa saja berikut faktor-faktornya yang berperan penting dalam mencapai sasaran tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi diri dan pengalaman sebelumnya, diidentifikasi bahwa fungsi yang berperan untuk meningkatkan GSA adalah fungsi proses belajar mengajar yang didukung oleh fungsi ketenagaan, dan fungsi sarana belajar. Berdasarkan pada fungsi-fungsi yang telah diidentifikasi, maka perlu ditemukan faktor apa saja yang berpengaruh, baik faktor internal maupun eksternal dalam fungsi tersebut dan kemudian masukkan ke dalam tabel analisis SWOT. Oleh karena sekolah memiliki lebih dari satu sasaran, maka setiap sasaran yang telah ditentukan harus dianalisis melalui analisis SWOT. Berikut diberikan contoh melakukan analisis SWOT untuk dua sasaran pertama yang ditentukan sekolah X pada tahun 2002/2003 serta fungsi dan faktorfaktornya yang diperlukan untuk mencapai sasaran. Analisis SWOT untuk sasaran- 1, yaitu peningkatan GSA minimal + 0,40 ditunjukkan pada Tabel-1(Contoh 1), sedangkan untuk sasaran-2, yaitu menjadi finalis pada turnamen bola voli tingkat Kota ditunjukkan pada Tabel-2 (Contoh 2). 11

16 Contoh 1: Tabel-1. Analisis SWOT untuk Sasaran-1: Peningkatan GSA minimal +0,40 Mata Pelajaran :. Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap Tidak (1) (2) (3) (4) (5) A. Fungsi Proses Belajar Mengajar (PBM) 1. Faktor Internal : a. Motivasi belajar siswa Tinggi, kriterianya: 100% datang tepat waktu 100% tugas selesai 100% tertib di kelas 100% disiplin berpakaian rapi tidak ada siswa pulang sebelum waktunya Tugas selesai sebelum waktunya sesuai criteria ideal yang seharusnya Tinggi, kriterianya : 100% datang tepat waktu 100% tugas selesai 100% tertib di kelas 100% disiplin berpakaian rapi tidak ada siswa pulang sebelum waktunya Tugas selesai sebelum waktunya b. Motivasi Guru Tinggi, kriterianya: 100% datang tepat waktu 100% mengajar tepat waktu 100% tugas mengajar selesai sesuai rencana sesuai criteria ideal yang seharusnya Tinggi, kriterianya: 100% datang tepat waktu 100% mengajar tepat waktu 100% tugas mengajar selesai sesuai rencana dll sesuai kondisi nyata c. Keragaman Metode mengajar Bervariasi, kriterianya: CTL Ceramah Diskusi Tugas PR Tanya jawab sesuai criteria ideal yang seharusnya Tidak banyak variasi : Ceramah Tanya jawab d. Keragaman Media Pembelajaran Beragam sesuai tuntutan kompetensi, kriterianya: 100% jumlah media terpenuhi Media elektronik Media modeling Media alam sekitar Media praktisi Media benda sebenarnya Media miniature Media wallchart sesuai criteria ideal yang seharusnya Kurang beragam, kriterianya: 50% jumlah media terpenuhi media wallchart media alam sekitar 12

17 Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap Tidak (1) (2) (3) (4) (5) e. Keragaman Penilaian oleh Guru f. Dan seterusnya sesuai dengan kondisi dan tuntutan kurikulum/sek olah Beragam sesuai tuntutan kompetensi, kriterianya: Penilaian harian Penilaian tugas Penilaian PR Penilaian karya siswa Penilaian penampilan/presentas i siswa Penilaian portofolio Penilaian blok Penilaian sumatif Penilaian kerajinan/kedisiplinan Penilaian perilaku siswa sesuai criteria ideal dalam penilaian Kurang beragam sesuai tuntutan kompetensi, kriterianya: Penilaian harian Penilaian tugas Penilaian PR Penilaian sumatif 2. Faktor Eksternal : a. Lingkungan sosial sekolah Sangat mendukung, kriterianya: 100% aman Mayoritas masyarakat agamis Tidak ada tindakan kriminalitas Tatakrama, perilaku masyarakat sangat sopan Tidak ada tempattempat rawan, a- susila, a-moral, di sekitar sekolah Jauh dari pusatpusat keramaian Mayoritas (100%) masyarakat peduli sekolah Mayoritas berpenghasilan tinggi sesuai criteria ideal yang seharusnya Sangat mendukung, kriterianya: 100% aman Mayoritas masyarakat agamis Tidak ada tindakan kriminalitas Tatakrama, perilaku masyarakat sangat sopan Tidak ada tempattempat rawan, a- susila, a-moral, di sekitar sekolah Jauh dari pusatpusat keramaian Mayoritas (100%) masyarakat peduli sekolah Mayoritas berpenghasilan tinggi sesuai kondisi nyata b. Lingkungan fisik sekolah Sangat kondusif, kriterianya : 100% bersih dari kotoran Taman sekolah tertata sangat rapi, teratur, indah 100% terpenuhi sarana sanitasi Tidak ada kerusakan prasarana/sarana Sangat kondusif, kriterianya : 100% bersih dari kotoran Taman sekolah tertata sangat rapi, teratur, indah 100% terpenuhi sarana sanitasi Tidak ada kerusakan prasarana/sarana 13

18 Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap Tidak (1) (2) (3) (4) (5) 100% terpenuhi SPM prasarana Rasa nyaman pada tiap ruang, kelas, dll sesuai criteria 100% terpenuhi SPM prasarana Rasa nyaman pada tiap ruang, kelas, dll sesuai kondisi c. Dan yang ideal sekolah seterusnya sesuai dengan kondisi dan tuntutan kurikulum/se kolah B. Fungsi Pendukung PBM: Ketenagaan 1. Faktor Internal : a. Jumlah guru Terpenuhi, kriterianya : Rasio guru - siswa = 1 : 36 Terpenuhi,kriterianya : Rasio guru - siswa = 1 : 36 b.kualifikasi guru Terpenuhi, kriterianya : 100% guru minimal D3 Terpenuhi,kriterianya : 100% guru minimal D3 c. Kesesuaian bidang studi Terpenuhi, kriterianya : 100% guru dengan latar belakang bidang studi sesuai dengan mapel yang diajarkan Terpenuhi,kriterianya : 100% guru dengan latar belakang bidang studi sesuai dengan mapel yang diajarkan d. Beban mengajar guru Terpenuhi,kriterianya : Rata-rata jam pelajaran per minggu Terpenuhi,kriterianya : Rata-rata jam pelajaran per minggu e. Kompetensi guru Terpenuhi,kriterianya : 100% kompetensinya tinggi (dr hasil tes kompetensi) Terpenuhi,kriterianya : 100% kompetensinya tinggi (dr hasil tes kompetensi) f. Dan seterusnya sesuai dengan kondisi dan tuntutan kurikulum/se kolah 2. Faktor Eksternal : a. Pengalaman mengajar Guru Terpenuhi, kriterianya: Rata-rata 5 tahun Mengajar sesuai bidangnya sesuai criteria yang ideal Terpenuhi, kriterianya: Rata-rata 5 tahun Mengajar sesuai bidangnya sesuai kondisi nyata sekolah b. Persiapan mengajar guru Terpenuhi, kriterianya terdapat kelengkapan 100% seperti: Satuan/scenario pembelajaran Terpenuhi, kriterianya terdapat kelengkapan 100% seperti: Satuan/scenario pembelajaran 14

19 Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap Tidak (1) (2) (3) (4) (5) Perangkat penilaian Perangkat penilaian PBM PBM Ketersediaan media Ketersediaan media yang akan yang akan dipergunakan dipergunakan Buku pokok/wajib Buku pokok/wajib Buku penunjang Buku penunjang Buku latihan Buku latihan Presensi siswa Presensi siswa sesuai criteria sesuai kondisi yang ideal nyata sekolah c. Fasilitas dan kesempatan pengembangan guru Terpenuhi,kriterianya: 100% guru membuat karya tulis 100% pengalaman penataran kompetensi guru (PTBK) 100% guru melakukan penelitian 100% guru diberikan kesempatan pendidikan yang lebih tinggi sesuai criteria yang ideal Kurang terpenuhi,kriterianya: 10% guru membuat karya tulis 10% pengalaman penataran kompetensi guru (PTBK) 3% guru melakukan penelitian 1% guru diberikan kesempatan pendidikan yang lebih tinggi sesuai kondisi nyata sekolah d. Dan seterusnya sesuai dengan kondisi dan tuntutan kurikulum/sek olah C. Fungsi Pendukung PBM: Sarana/Perpustak aan 1. Faktor Internal a. Buku setiap mata pelajaran Terpenuhi,kriterianya: Rasio siswa-buku = 1 : 1 Kurang terpenuhi,kriterianya: Rasio siswa-buku = 10 : 1 b. Jumlah buku penunjang Terpenuhi,kriterianya: Rasio siswa-buku = 1 : 1 Kurang terpenuhi,kriterianya: Rasio siswa-buku = 15 : 1 c. Lemari / rak buku d. Pengelola perpustakaan Terpenuhi,kriterianya: 100% buku tersimpan di lemari/rak Terpenuhi,kriterianya: Rasio ruang perpustakaan petugas : 1 : 1 Kurang terpenuhi,kriterianya: 50% buku tersimpan di lemari/rak Terpenuhi,kriterianya: Rasio ruang perpustakaan petugas : 1 : 1 f. Dana pengembangan perpustakaan Terpenuhi, kriterianya: Minimal dianggarkan 20% dari total anggaran di RAPBS Kurang terpenuhi, kriterianya: Dianggarkan <2% dari total anggaran 15

20 Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap Tidak (1) (2) (3) (4) (5) g. Dan seterusnya sesuai dengan kondisi dan tuntutan kurikulum/ sekolah Dianggarkan tiap tahun Minimal dikelngkapi dengan: jaringan SIM perpustakaan sesuai criteria yang ideal di RAPBS Dianggarkan tiap 3 tahun Tidak ada jaringan SIM perpustakaan sesuai kondisi nyata 2. Faktor Eksternal : a. Dukungan orangtua dalam melengkapi perpustakaan Dukungan besar, kriterianya: Ada sumbangan dana dr tiap orang tua anak seharga minimal 10 buku tiap tahun; Ada sumbangan dana dr orang tua seharga 2 rak buku/almari untuk tiap kelas tiap tahun Ada sumbangan pemasangan jaringan/sim di perpustakaan secara lengkap dan siap pakai. Ada sumbangan majalah, jurnal, tabloid, dll tiap bulan sesuai dengan kriteria idealnya. Kurang dukungan, kriterianya: Tidak ada sumbangan dana dr tiap orang tua anak Tidak ada sumbangan dana dr orang tua tentang rak buku/almari Tidak ada sumbangan pemasangan jaringan/sim di perpustakaan Tidak ada sumbangan majalah, jurnal, tabloid, dll sesuai dengan kondisi nyata sekolah b. Kerjasama dengan perpustakaan lain Ada kerjasama, kriterianya: Ada MoU/Piagam Kerjasama/Surat Perjanjian Ada tukar pengalaman/kunjunga n Ada kerjasama magang tenaga Saling membantu buku-buku sesuai dengan kriteria idealnya. Kurang kerjasama, kriterianya: Tidak ada MoU/Piagam Kerjasama/Surat Perjanjian Tidak ada tukar pengalaman/kunjung an Tidak ada kerjasama magang tenaga Tidak ada Saling membantu bukubuku sesuai dengan kondisi nyata c.. Dan seterusnya sesuai dengan kondisi dan tuntutan kurikulum/ sekolah 16

21 Contoh 2: Tabel-2. Analisis SWOT untuk Sasaran-2: Menjadi finalis turnamen bola voli tingkat Kota Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Mata Pelajaran: Penjaskes Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap (1) (2) (3) (4) (5) A. Fungsi Ketenagaan 1. Faktor Internal : Tida k a. Jumlah guru OR Terpenuhi, kriterianya : Rasio guru - siswa = 1 : 36 Terpenuhi, kriterianya : Rasio guru - siswa = 1 : 36 b.kualifikasi guru Terpenuhi, kriterianya : 100% guru minimal D3 Terpenuhi, kriterianya : 100% guru minimal D3 c. Kesesuaian bidang studi Terpenuhi, kriterianya : 100% guru dengan latar belakang bidang studi OR Terpenuhi, kriterianya : 100% guru dengan latar belakang bidang studi OR d.beban mengajar guru Terpenuhi,kriterianya : Rata-rata jam pelajaran per minggu Terpenuhi,kriterianya : Rata-rata jam pelajaran per minggu e. Kompetensi guru Terpenuhi,kriterianya : 100% kompetensinya tinggi (dr hasil tes kompetensi) Terpenuhi,kriterianya : 100% kompetensinya tinggi (dr hasil tes kompetensi) f. Dan seterusnya sesuai dengan kondisi dan tuntutan kurikulum/ sekolah 2. Faktor Eksternal : a. Pengalaman mengajar Guru sebagai pelatih OR Terpenuhi, kriterianya: Rata-rata 5 tahun Mengajar sesuai bidangnya sesuai criteria yang ideal Terpenuhi, kriterianya: Rata-rata 5 tahun Mengajar sesuai bidangnya sesuai kondisi nyata sekolah b. Persiapan mengajar guru OR teori Terpenuhi, kriterianya terdapat kelengkapan 100% seperti: Satuan/scenario pembelajaran Perangkat penilaian PBM Ketersediaan media yang akan dipergunakan Buku pokok/wajib Buku penunjang Buku latihan Terpenuhi, kriterianya terdapat kelengkapan 100% seperti: Satuan/scenario pembelajaran Perangkat penilaian PBM Ketersediaan media yang akan dipergunakan Buku pokok/wajib Buku penunjang 17

22 Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap Tida k (1) (2) (3) (4) (5) Presensi siswa sesuai criteria yang ideal Buku latihan Presensi siswa sesuai kondisi nyata sekolah c. Fasilitas dan kesempatan pengembang an guru Terpenuhi,kriterianya: 100% guru membuat karya tulis 100% pengalaman penataran kompetensi guru (PTBK) 100% guru melakukan penelitian 100% guru diberikan kesempatan pendidikan yang lebih tinggi sesuai criteria yang ideal Kurang terpenuhi,kriterianya: 10% guru membuat karya tulis 10% pengalaman penataran kompetensi guru (PTBK) 3% guru melakukan penelitian 1% guru diberikan kesempatan pendidikan yang lebih tinggi sesuai kondisi nyata g. Dan seterusnya sesuai dengan kondisi dan tuntutan kurikulum/s ekolah B. Fungsi Prasarana dan sarana 1. Faktor Internal a. Lapangan bola Voli di sekolah Terpenuhi, kriterianya: Tersedia 3 buah lapangan volley ball Spesifikasi lapangan volley ball sesuai SPM Kondisi lapangan volley ball 100% baik sesuai criteria yang ideal Kurang terpenuhi, kriterianya: Hanya Tersedia 1 buah lapangan volley ball Spesifikasi lapangan volley ball sesuai SPM Kondisi lapangan volley ball 50% baik sesuai criteria yang ideal b. Alat pendukung olahraga bola Voli (net, bola) Terpenuhi, kriterianya: Tersedia 10 buah bola voly Spesifikasi bola voly sesuai SPM Kondisi lapangan bola voly 100% baik Tersedia 10 buah net Spesifikasi net sesuai SPM Kondisi net 100% baik sesuai criteria yang ideal Kurang Terpenuhi, kriterianya: Tersedia 2 buah bola voly Spesifikasi bola voly sesuai SPM Kondisi lapangan bola voly 50% baik Tersedia 1 buah net Spesifikasi net sesuai SPM Kondisi net 75% baik sesuai criteria 18

23 Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap Tida k (1) (2) (3) (4) (5) c. Dan sebagainya sesuai dengan tuntutan kurikulum dan sekolah 2. Faktor Eksternal : yang ideal a. Dukungan orang tua Tinggi, kriterianya: Ada sumbangan uang tiap bulan untuk kegiatan olah raga Ada sumbangan bola voly untuk tiap bulan sebanyak 2 buah Ada sumbangan net 2 buah tiap bulan Ada sumbangan tenaga profesional dari luar oleh orang tua siswa sebanyak 2 orang sesuai kriteria idealnya Kurang, kriterianya: Tidak Ada sumbangan uang tiap bulan untuk kegiatan olah raga Tidak Ada sumbangan bola voly Tidak Ada sumbangan net Tidak Ada sumbangan tenaga profesional dari luar sesuai kondisi nyata b. Dukungan dari Kota/kecamat an /kabupaten c. Dan sebagainya sesuai dengan tuntutan kurikulum dan sekolah Tinggi, kriterianya: Tersedia 4 lapangan volley ball di kecamatan Tersedia 2 lapangan volley ball di kabupaten Tersedia 4 net di kecamatan Tersedia 8 net di kabupaten Tersedia 10 bola di kecamatan Tersedia20 bola di kabupaten sesuai kriteria idealnya Tinggi, kriterianya: Tersedia 4 lapangan volley ball di kecamatan Tersedia 2 lapangan volley ball di kabupaten Tersedia 4 net di kecamatan Tersedia 8 net di kabupaten Tersedia 10 bola di kecamatan Tersedia 20 bola di kabupaten sesua kondisi nyata C. Fungsi Pelatihan 1. Faktor Internal a. Penyiapan pelatihan Terpenuhi, kriterianya: 100% tersusun SP 100% fasilitas memenuhi 100% peralatan net dan bola memenuhi 100% tenaga pelatih memenuhi 100% akomodasi memenuhi Pendukung lainnya terpenuhi sesuai criteria ideal Kurang Terpenuhi, kriterianya: 100% tersusun SP 50% fasilitas memenuhi 25% peralatan net dan bola memenuhi 75% tenaga pelatih memenuhi 50% akomodasi memenuhi Pendukung lainnya terpenuhi sesuai 19

24 Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal) Kondisi Nyata Tingkat Kesiapan Faktor Siap Tida k (1) (2) (3) (4) (5) kondisi nyatanya b. Alokasi waktu pelatihan Terpenuhi, kriterianya: 3 kali per minggu 4 jam per pelatihan 100% penggunaan total waktu tercapai Tidak ada hambatan waktu Dll sesuai criteria ideal Kurang Terpenuhi, kriterianya: 1 kali per minggu 2 jam per pelatihan 100% penggunaan total waktu tercapai Tidak ada hambatan waktu Dll sesuai kondisi nyata c. Metode pelatihan Bervariasi, kriterianya: Ceramah singkat Demosntrasi Praktik individual Praktik kelompok sesuai format baku Uji coba tanding Dll sesuai criteria ideal strategi pelatihan Bervariasi, kriterianya: Ceramah singkat Demosntrasi Praktik individual Praktik kelompok sesuai format baku Uji coba tanding Dll sesuai kondisi nyata strategi pelatihan d. Penilaian dan seleksi e.dan sebagainya sesuai dengan tuntutan kurikulum dan sekolah Terpenuhi, kriterianya: Penilaian kompetensi individual Penilaian sikap Penilaian keterampilan Penilaian kelompok Seleksi pembentukan tim Pembentukan tim inti Penilaian lainnya sesuai criteria idealnya Terpenuhi, kriterianya: Penilaian kompetensi individual Penilaian sikap Penilaian keterampilan Penilaian kelompok Seleksi pembentukan tim Pembentukan tim inti Penilaian lainnya sesuai kondisi nyatanya 2. Faktor Eksternal : a. Dukungan Komite Sekolah Besar, kriterianya: Ada sumbangan tenaga ahli/pelatih professional 2 orang selama pelatihan berlangsung Ada sumbangan financial, khususnya semua akomodasi dicukupi selama pelatihan Ada sumbangan fasilitas bola dan net masingmasing 5 buah selama pelatihan sampai pembentukan tim inti Ada sumbangan seragam bagi semua anak dalam tim inti Ada pemberian hadiah berupa uang pembinaan selama satu tahun Dll sesuai dengan Kecil, kriterianya: Tidak Ada sumbangan tenaga ahli/pelatih professional selama pelatihan berlangsung Tidak Ada sumbangan financial selama pelatihan Tidak Ada sumbangan fasilitas bola dan net selama pelatihan sampai pembentukan tim inti Tidak Ada sumbangan seragam bagi semua anak dalam tim inti Tidak Ada pemberian hadiah berupa uang pembinaan selama satu tahun Dll sesuai dengan kondisi nyata 20

RKAS RKAS RKS RPS 11/1/2011. Dr. Cepi Safruddin Abd. Jabar Jurusan Administrasi Pendidikan

RKAS RKAS RKS RPS 11/1/2011. Dr. Cepi Safruddin Abd. Jabar Jurusan Administrasi Pendidikan Dr. Cepi Safruddin Abd. Jabar Jurusan Administrasi RPS Jangka Panjang RKS Jangka Menengah RKS RKAS RKAS RKAS Jangka Pendek Nasional Perencanaan sekolah adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa

Lebih terperinci

PEDOMAN MERUMUSKAN VISI, MISI, DAN TUJUAN SEKOLAH

PEDOMAN MERUMUSKAN VISI, MISI, DAN TUJUAN SEKOLAH PEDOMAN MERUMUSKAN VISI, MISI, DAN TUJUAN SEKOLAH A. Visi Visi adalah wawasan yang menjadi sumber arahan bagi madrasah dan digunkan untuk memandu perumusan misi madrasah. Dengan kata lain, visi adalah

Lebih terperinci

MAKALAH STRATEGI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA. Oleh: Sriyono

MAKALAH STRATEGI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA. Oleh: Sriyono MAKALAH STRATEGI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA Makalah disampaikan pada seminar nasional Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (PTK) di kampus Fakultas Pendidikan Teknologi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni telah membawa perubahan hampir disemua bidang kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan. Perubahan pada bidang

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat Naskah Soal Ujian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Petunjuk: Naskah soal terdiri atas 7 halaman. Anda tidak diperkenankan membuka buku / catatan dan membawa kalkulator (karena soal yang diberikan tidak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Oleh: Hamid Abstrak: Sejak tahun 1998 sampai sekarang, era reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kinerja mengajar guru merupakan komponen paling utama dalam meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga pendidik, terutama guru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan UUD 45 mengamanatkan Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek yang paling utama dalam menghadapi era globalisasi dimana keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT 15 BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT 2.1 Standar Pengelolaan Pendidikan Standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan menengah di wilayah kota Jakarta Barat berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT 10 BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI DI WILAYAH KOTA JAKARTA BARAT 2.1 Standar Pengelolaan Pendidikan Standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan menengah di wilayah kota Jakarta Barat berdasarkan

Lebih terperinci

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 PANDUAN PENYUSUNAN KTSP DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No.

Lebih terperinci

Yogyakarta, Oktober 2011 TIM DOSEN JURUSAN AP FIP UNY. M.D.Niron. M. Pd. Dr. Wiwik Wijayanti Dwi Esti A., M. Pd., M. EdSt.

Yogyakarta, Oktober 2011 TIM DOSEN JURUSAN AP FIP UNY. M.D.Niron. M. Pd. Dr. Wiwik Wijayanti Dwi Esti A., M. Pd., M. EdSt. PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN SEKOLAH BAGI KEPALA SEKOLAH SMK Yogyakarta, Oktober 2011 TIM DOSEN JURUSAN AP FIP UNY M.D.Niron. M. Pd. Dr. Wiwik Wijayanti Dwi Esti A., M. Pd., M. EdSt. KONSEP PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea 4 dinyatakan bahwa negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan tersebut, setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem perekonomian yang tidak kuat, telah mengantarkan masyarakat bangsa pada krisis yang berkepanjangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang dikenal dan diakui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pendidikan.

I. PENDAHULUAN. cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pendidikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses dengan menggunakan berbagai macam metode pembelajaran, sehingga siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sistem yang tidak bisa dipisah antara unsur yang satu dengan yang lainnya dan juga tidak bisa dipisahkan dengan sistem-sistem kehidupan

Lebih terperinci

STRATEGI PENCAPAIAN STANDAR PENGELOLAAN SMP

STRATEGI PENCAPAIAN STANDAR PENGELOLAAN SMP STRATEGI PENCAPAIAN STANDAR PENGELOLAAN SMP Paningkat Siburian Abstrak Strategi pencapaian standar pengelolaan pendidikan merupakan cara dan upaya untuk merubah pengelolaan pendidikan pada SMP saat ini

Lebih terperinci

RUMUSAN VISI DAN MISI SMP NEGERI 1 PAYUNG. Pengambilan keputusan dalam perumusan visi-misi dan tujuan satuan

RUMUSAN VISI DAN MISI SMP NEGERI 1 PAYUNG. Pengambilan keputusan dalam perumusan visi-misi dan tujuan satuan RUMUSAN VISI DAN MISI SMP NEGERI 1 PAYUNG Pengambilan keputusan dalam perumusan visi-misi dan tujuan satuan pendidikan pengelolaan kurikulum 2013 1. Pengambilan Keputusan Dalam Perumusan Visi-Misi dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA S A L I N A N Nomor 14/C, 2001 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 62 2015 SERI : E IKOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM BELAJAR SEPANJANG HAYAT MELALUI BUDAYA BACA, MENULIS DAN BELAJAR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sebuah salah satu upaya dalam mencerdaskan. kehidupan bangsa. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sebuah salah satu upaya dalam mencerdaskan. kehidupan bangsa. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional juga 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah sebuah salah satu upaya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional juga disebutkan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus diupayakan melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. terus diupayakan melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan media dalam membangun kecerdasan dan kepribadian anak atau peserta didik menjadi manusia yang lebih baik. Oleh karena itu, pendidikan secara terus

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI RAYON 08 JAKARTA BARAT

BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI RAYON 08 JAKARTA BARAT 9 BAB II DESKRIPSI SMA NEGERI RAYON 08 JAKARTA BARAT 2.1 Standar Pengelolaan Pendidikan Berdasarkan Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci sukses tidaknya suatu bangsa dalam pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di segala

Lebih terperinci

Judul BAB I PENDAHULUAN

Judul BAB I PENDAHULUAN 1 Nama Judul : Ita Wulan Septina : Hubungan antara kepribadian dan lingkungan pergaulan dengan prestasi belajar siswa kelas II program Keahlian Pemesinan SMK Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2006/2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari seni dan budaya manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu perubahan atau perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Sekolah Manajemen pendidikan di tingkat sekolah merupakan suatu sistem yang setiap komponen didalamnya mempunyai kewenangan melaksanakan tugas pokok dan fungsinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan, tidak hanya bagi perkembangan dan perwujudan diri individu tetapi juga bagi pembangunan suatu bangsa dan negara.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku organisasi yang merupakan pencerminan dari perilaku dan sikap orang-orang yang terdapat dalam organisasi

Lebih terperinci

Studi tentang pelaksanaan pengajaran geografi di sekolah standar nasional. Oleh : Siti Zahratul Hajar NIM K BAB I PENDAHULUAN

Studi tentang pelaksanaan pengajaran geografi di sekolah standar nasional. Oleh : Siti Zahratul Hajar NIM K BAB I PENDAHULUAN 1 Studi tentang pelaksanaan pengajaran geografi di sekolah standar nasional (acuan khusus di SMP N I Karangdowo tahun pelajaran 2006/2007) Oleh : Siti Zahratul Hajar NIM K5402043 BAB I PENDAHULUAN A. Latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh

I. PENDAHULUAN. Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Salah satu faktor yang mendukung kemajuan suatu bangsa adalah melalui

Lebih terperinci

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) 1. Memiliki Landasan dan Wawasan Pendidikan a. Memahami landasan pendidikan: filosofi, disiplin ilmu (ekonomi, psikologi, sosiologi, budaya, politik), dan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH (STUDI KASUS DI SD NEGERI SRONDOL 02 SEMARANG) RINGKASAN TESIS. Oleh: UTIK SETYARTI Q

EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH (STUDI KASUS DI SD NEGERI SRONDOL 02 SEMARANG) RINGKASAN TESIS. Oleh: UTIK SETYARTI Q EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH (STUDI KASUS DI SD NEGERI SRONDOL 02 SEMARANG) RINGKASAN TESIS Oleh: UTIK SETYARTI Q. 100.050.196 PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk. pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk. pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI

BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI 1. Kondisi Sekolah Keberadaan SMP N 2 Ngaglik Sleman sejak tahun 1967 yang sebelumnya merupakan Filial SMP N 1 Ngaglik Sleman. SMP N 2 Ngaglik Sleman dikenal luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah upaya yang dilakukan negara untuk mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diperolehnya seorang warga negara dapat mengabdikan diri

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diperolehnya seorang warga negara dapat mengabdikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah faktor yang sangat mempengaruhi tingkah laku dan kehidupan manusia, karena pendidikan adalah investasi sumber daya manusia dalam jangka panjang.

Lebih terperinci

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Sosialisasi KTSP DASAR & FUNGSI PENDIDIKAN NASIONAL Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad XXI yang dikenal sebagai abad informasi, teknologi, komunikasi, dan globalisasi di mana persaingan antar bangsa semakin ketat, dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai krisis yang melanda, maka tantangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai krisis yang melanda, maka tantangan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN Pada saat bangsa Indonesia menghadapi permasalahan komplek yang disebabkan oleh berbagai krisis yang melanda, maka tantangan dalam menghadapi era globalisasi yang bercirikan keterbukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasayarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus

Lebih terperinci

UPAYA MAHASISWA, DOSEN DAN PIHAK UNIVERSITAS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTERISTIK MAHASISWA YANG IDEAL. Oleh : Annisa Ratna Sari, S. Pd

UPAYA MAHASISWA, DOSEN DAN PIHAK UNIVERSITAS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTERISTIK MAHASISWA YANG IDEAL. Oleh : Annisa Ratna Sari, S. Pd UPAYA MAHASISWA, DOSEN DAN PIHAK UNIVERSITAS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTERISTIK MAHASISWA YANG IDEAL Oleh : Annisa Ratna Sari, S. Pd PENDAHULUAN Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta membentuk watak peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga atau sarana dalam melaksanakan pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan formal, sekolah memiliki tanggung

Lebih terperinci

PENERAPAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA

PENERAPAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA PENERAPAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajad S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad 21 ini adalah bagaimana menyiapkan manusia Indonesia yang cerdas, unggul dan berdaya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil yaitu:

BAB V P E N U T U P. Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil yaitu: BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil yaitu: 1. Upaya-Upaya yang Sudah dilakukan SDN 1 Ngadirejo dalam Rangka Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan mampu menghasilkan produk-produk yang unggul, maka mutu

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan mampu menghasilkan produk-produk yang unggul, maka mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa banyak perubahan di seluruh aspek kehidupan manusia. Pada masa sekarang ini sangat dibutuhkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

Lebih terperinci

MANAJEMEN, KEBIJAKAN OPERASIONAL, DAN KINERJA SEKOLAH BERWAWASAN BUDI PEKERTI.

MANAJEMEN, KEBIJAKAN OPERASIONAL, DAN KINERJA SEKOLAH BERWAWASAN BUDI PEKERTI. MANAJEMEN, KEBIJAKAN OPERASIONAL, DAN KINERJA SEKOLAH BERWAWASAN BUDI PEKERTI 1 A. Pendahuluan Selama ini pendidikan cenderung diartikan aktivitas mempersiapkan anak-anak dan pemuda untuk memasuki kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tata laku seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses untuk meningkatkan, memperbaiki, mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tata laku seseorang atau kelompok orang dalam

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini membahas hasil penelitian Peran dan Fungsi Komite Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 JUKNIS PENYUSUNAN RENCANA KERJA SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 G. URAIAN PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, perpustakaan memiliki peran sebagai wahana belajar untuk mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan

Lebih terperinci

MANUAL PENETAPAN STANDAR AKADEMI KEBIDANAN WIJAYA KUSUMA MALANG

MANUAL PENETAPAN STANDAR AKADEMI KEBIDANAN WIJAYA KUSUMA MALANG MANUAL PENETAPAN STANDAR AKADEMI KEBIDANAN WIJAYA KUSUMA MALANG LEMBAGA PENJAMINAN MUTU INTERNAL AKADEMI KEBIDANAN WIJAYA KUSUMA MALANG TAHUN 2013 DAFTAR ISI Daftar Isi... i BAB I : PENDAHULUAN A. Visi...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang bermanfaat bagi lingkungan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang bermanfaat bagi lingkungan masyarakat, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang dapat menunjang kualitas sumber daya manusia yang bermanfaat bagi lingkungan masyarakat, bangsa dan negara. Untuk

Lebih terperinci

Penyusunan KTSP Berbasis Kurikulum 2013 Dokumen 1 BIMBINGAN TEKNIS PENDAMPINGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BAGI KEPALA SMP

Penyusunan KTSP Berbasis Kurikulum 2013 Dokumen 1 BIMBINGAN TEKNIS PENDAMPINGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BAGI KEPALA SMP Penyusunan KTSP Berbasis Kurikulum 2013 Dokumen 1 BIMBINGAN TEKNIS PENDAMPINGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BAGI KEPALA SMP TUJUAN : Setelah mengikuti kegiatan bimtek diharapkan peserta mampu Menjelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dan komunikasi berkembang secara cepat seiring dengan globalisasi sehingga interaksi dan penyampaian informasi akan berkembang dengan cepat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih

Lebih terperinci

2015 PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KUALITAS PENDIDIK TERHADAP MUTU PENDIDIKAN

2015 PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KUALITAS PENDIDIK TERHADAP MUTU PENDIDIKAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan bagi bangsa yang sedang membangun seperti bangsa Indonesia merupakan kebutuhan wajib yang harus dikembangkan, sejalan dengan tuntutan perkembangan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Produktivitas sekolah merupakan wujud dari produktivitas pendidikan dalam skala persekolahan. Tujuan diselenggarakannya pendidikan secara institusional adalah

Lebih terperinci

Manajemen Mutu Pendidikan

Manajemen Mutu Pendidikan Manajemen Mutu Pendidikan Pengertian Mutu Kata Mutu berasal dari bahasa inggris, Quality yang berarti kualitas. Dengan hal ini, mutu berarti merupakan sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan dewasa ini dapat dilihat dari peningkatan sistem pelaksanaan pendidikan dan pengembangan pembelajaran yang selalu diusahakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 JUKNIS PENYUSUNAN RENCANA KERJA SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 G. URAIAN PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 BAB II pasal 3 Undang- Undang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 957, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. Tingkat Satuan Pendidikan. Dasar. Menengah. Kurikulum. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang mempunyai tantangan besar dibidang pembangunan mengingat

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang mempunyai tantangan besar dibidang pembangunan mengingat 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era industrialisasi, bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mempunyai tantangan besar dibidang pembangunan mengingat semakin ketatnya persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah menjelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan, karena pendidikan memegang peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 ( DUA BELAS ) TAHUN

RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 ( DUA BELAS ) TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 ( DUA BELAS ) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Weakness, Opportunity and Threath). Dengan hasil pada masing-masing

Weakness, Opportunity and Threath). Dengan hasil pada masing-masing BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN Pada bagian identifikasi permasalah berdasarkan tugas dan fungsi Kantor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keprofesionalan yang harus dipersiapkan oleh lembaga kependidikan. Adanya persaingan

BAB I PENDAHULUAN. keprofesionalan yang harus dipersiapkan oleh lembaga kependidikan. Adanya persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dinamika dalam aktivitas manusia dalam pemenuhan kebutuhannya sangat tinggi, hal ini berdampak kepada persaingan dalam dunia kerja penuh dengan syarat keprofesionalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah tertuang dalam fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional, yaitu Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 dikemukakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa nuansa pembaharuan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan; meliputi input, proses, output, dan outcome; yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional yang tertuang dalam BAB II pasal 3 yang berumuskan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Nasional yang tertuang dalam BAB II pasal 3 yang berumuskan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Dimana pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran

Lebih terperinci