LamLaj KEDUDUKAN AKTA KETERANGAN HAK MEWARIS YANG DIBUAT OLEH NOTARIS BAGI WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA SEBAGAI TANDA BUKTI AHLI WARIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LamLaj KEDUDUKAN AKTA KETERANGAN HAK MEWARIS YANG DIBUAT OLEH NOTARIS BAGI WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA SEBAGAI TANDA BUKTI AHLI WARIS"

Transkripsi

1 LamLaj Volume 2 Issue 2, September 2017: pp LamLaj. Faculty of Law, Lambung Mangkurat University, Banjarmasin, South Kalimantan, Indonesia. ISSN: e-issn: Open Access at: KEDUDUKAN AKTA KETERANGAN HAK MEWARIS YANG DIBUAT OLEH NOTARIS BAGI WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA SEBAGAI TANDA BUKTI AHLI WARIS Muhammad Rizky Ramadhonni Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat. Jl.Brigjend H. Hasan Basri Komplek Banjarmasin Indonesia Fax: k1k1.samsungs5@gmail.com Submitted: 19/09/2017; Reviewed:25/09/2017; Accepted: 28/09/2017 Abstract :In Indonesian positive law there is no rule which specifically and expressly regulates the authority of the Notary Public to make a statement on the right to inherit. The Notaries Public make it simply based on costume practiced by the previous ones. It is not expressly stipulated in Article 15 of Act Number 2 of 2014 concerning the Amendment to Act Number 30 of 2004 concerning the Office of Notary Public, whereas these Acts are the main rules regulating the Office of Notary Public. This condition has significant effect to the evidencing force of the deed on the statement on the right to inherit made by the Notary Public. This research is normative legal research and this research is based on library study or secondary data. This research is conducted by analyzing certain problem by studying legislation, literature, and other references related with the authorities of the Notary Public in making a statement on the right to inherit and the evidencing force of the deed on the statement on the right to inherit for the Indonesian citizens of Chinese decent. From the results of the research it can be concluded that the ground for the authority of the Notary Public to make a statement on the right to inherit is Article 111 paragraph (1) letter c of the Regulation of the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs/ Head of the National Land Agency Number 3 of 1997 concerning Implementation of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Implementation, whereas Regulation of State Minister does not include in the hierarchy of legislation in Indonesia. Thus, the making of the deed on statement concerning the right to inherit by the Notary Public is not based on the positive law prevailing in Indonesia. The said deed does not fulfill the physical term of an authentic deed because there is no positive law regulating expressly and clearly on the authority of the Notary Public to make a statement on the right to inherit. the evidencing force of the deed on the statement on the right to inherit made by the Notary Public depends on the truth of the content of the said deed. Key Words : Deed on Statement to the Right to Inherit, Notary public, Authority Abstrak :Dalam hukum positif Indonesia tidak ada peraturan yang secara khusus 176

2 dan tegas mengatur kewenangan Notaris untuk membuat pernyataan tentang hak untuk mewarisinya. Notaris Publik membuatnya hanya berdasarkan kostum yang dipraktikkan oleh yang sebelumnya. Hal tersebut tidak diatur secara tegas dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Kantor Notaris, sedangkan Undang-Undang adalah peraturan utama yang mengatur Kantor Notaris. Kondisi ini berpengaruh signifikan terhadap kekuatan pembuktian akta pada pernyataan tentang hak untuk mewariskan yang dibuat oleh Notaris. Penelitian ini didasarkan pada studi atau data sekunder. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis beberapa masalah dengan mempelajari undang-undang, literatur, dan rujukan lainnya yang terkait dengan otoritas Notaris dalam membuat pernyataan tentang hak untuk mewariskan dan membuktikan kekuatan akta pada pernyataan tentang hak untuk mendapatkan warisan. bagi warga negara Indonesia keturunan Cina yang layak. Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3 Tahun 1997 tentang Penyelenggaraan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan, dimana Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Bukan termasuk dalam hirarki legislasi di Indonesia. Dengan demikian, pembuatan akta atas pernyataan tentang hak untuk mewariskan oleh Notaris tidak didasarkan pada hukum positif yang berlaku di Indonesia. Akta tersebut tidak memenuhi syarat fisik akta otentik karena tidak ada undang-undang positif yang mengatur secara tegas dan jelas wewenang Notaris untuk membuat pernyataan tentang hak untuk mewarisinya. kekuatan pembuktian dari perbuatan di atas hak untuk mewariskan yang dibuat oleh Notaris pada kebenaran isi akta tersebut Kata Kunci: Akta Pernyataan untuk Hak untuk Mewarisi, Notaris, Otoritas PENDAHULUAN Hukum waris pada hakikatnya, mengatur mengenai tata cara peralihan harta kekayaan dari seorang yang meninggal dunia atau pewaris pada ahli warisnya. Jadi di dalam kewarisan terdapat tiga unsur, yaitu : adanya orang yang meninggal dunia, ada orang yang masih hidup, dan adanya sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris. 1 Permasalahan yang sering timbul ketika seseorang meninggal adalah mengenai hukum waris. Hukum waris sebagai bidang hukum yang sensitif dan erat kaitannya dengan hukum keluarga adalah salah satu contoh kla- 1 Zainuddin Ali Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia. jakarta : Sinar Grafika, hlm. 81. sik dalam masyarakat indonesia yang bersifat heterogen (ber-bhineka Tunggal Ika), karenanya tidak mungkin untuk dipaksakan agar terjadi unifikasi di bidang hukum waris. 2 Hukum waris selalu berkaitan dengan permasalahan harta kekayaan yang merupakan harta warisan, harta warisan merupakan suatu masalah yang sangat peka bagi permasalahan dalam keluarga. Dengan adanya hal tersebut, maka sangat diperlukan peraturan mengenai keterangan hak mewaris dan kewenangan pejabat yang membuatnya, agar hukum waris di Indonesia menjadi lebih efektif dan lebih jelas. Penggolongan penduduk di Indonesia 2 Eman Suparman Hukum Perselisihan. Bandung : Refika Aditama,hlm

3 dibagi menjadi 3 (tiga) golongan penduduk yaitu: Golongan Eropa, Golongan Timur Asing (Tionghoa, India, Arab, Pakistan), dan golongan pribumi, penggolongan penduduk tersebut telah di atur dalam pasal 163 Indische Staatsregeling. Akibat dari pemisahan golongan penduduk tersebut terjadi perbedaan sistem hukum antara 3 (tiga) golongan ini, masing-masing golongan juga berbeda hukum keperdataanya. Penggolongan penduduk tersebut merupakan warisan pemerintah kolonial Belanda yang sampai saat ini aturan tersebut tidak diubah. Seharusnya peraturan itu diubah untuk memperbaharui hukum, karena kita sudah menjadi bangsa yang merdeka dan mempunyai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Notaris hanya membuatkan keterangan hak mewaris bagi golongan Eropa, Cina atau Tionghoa, Timur Asing (kecuali orang Arab beragama Islam) sebagai bukti bahwa seseorang berkedudukan sebagai ahli waris. Golongan Timur Asing (bukan Cina atau Tionghoa) surat keterangan waris mereka dibuat oleh Balai Harta Peninggalan. Untuk Golongan Pribumi, pembuktian sebagai ahli waris hanya berdasarkan keterangan hak mewaris yang dibuat sendiri atau di bawah tangan dan dibenarkan oleh Lurah dan Camat sesuai tempat tinggal terakhir pewaris. Saat ini surat keterangan waris yang dibuat oleh notaris hanya dalam bentuk surat keterangan. keterangan hak mewaris yang dibuat notaris tidak berbentuk minuta (salinan), melainkan berbentuk in originali. Surat yang asli ditandatangani sendiri oleh notaris. Tidak semua notaris mau untuk membuatkan surat keterangan waris, karena belum adanya aturan khusus yang mengatur tentang keterangan hak mewaris. Apabila notaris membuatkan keterangan hak mewaris, pada saat pembuatan keterangan hak mewaris para ahli waris tidak memberikan keterangan yang benar, maka tidak menutup kemungkinan bagi notaris untuk diminta pertanggungjawabannya secara hukum dan notaris bisa saja diberhentikan secara tidak hormat, hal ini dikarenakan belum adanya aturan khusus dalam hal perlindungan hukum bagi notaris yang membuat surat keterangan waris. Tidak menutup kemungkinanan pula bagi para ahli waris membuat keterangan hak mewaris di notaris lain, sehingga keterangan hak mewaris lebih dari satu. Pada saat ini di Indonesia tidak ada peraturan Undang-Undang yang secara khusus menyatakan bahwa notaris berhak untuk membuat keterangan hak mewaris. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undan-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris tidak ada ditemukan pengaturan tentang pembuatan keterangan hak mewaris, padahal Undang-Undang tersebut sudah mengalami perubahan tetapi belum juga mengatur secara khusus tentang surat keterangan waris baik dalam bentuk kewenangannya maupun dalam bentuk apa keterangan waris dibuat. Di dalam Peraturan Jabatan Notaris juga tidak ditemukan kewenangan notaris dalam membuat surat keterangan waris. Semata-mata notaris membuat keterangan hak mewaris hanya berdasarkan faktor kebiasaan saja yang diikuti dari para notaris terdahulu. Dengan adanya Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menjadi dasar Notaris membuat akta keterangan hak mewaris. 178

4 Bila kita cermati Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional tidak berlaku secara Umum, mengingat peraturan tersebut hanya terbatas mengenai masalah pertanahan. Dalam pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksanaan peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, menyebutkan : c. Surat tanda bukti ahli waris yang dapat berupa : 1) Wasiat dari pewaris, atau 2) Putusan Pengadilan, atau 3) Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan,atau 4) Bagi Warga Negara Indonesia penduduk asli : surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuaatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia, Bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris dari notaris, Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Timur Asing lainnya; surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan. Dalam hal ini, ketentuan dari pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang sebagaimana telah disebutkan di atas,yang dimaksudkan dari pasal tersebut adalah kewarisan yang menyangkut sebatas dibidang pertanahan saja. Tetapi pada saat ini keterangan hak mewaris banyak di terapkan secara umum, misalnya dalam bidang asuransi dan perbankan. Pada saat ini Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris merupakan peraturan Perundang-Undangan utama yang mengatur mengenai Jabatan Notaris. Sebelum berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2004 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, menurut Tan Tong Kie yang menjadi dasar wewenang notaris untuk membuat keterangan hak mewaris berdasarkan praktik di Indonesia. 3 Dalam Perundang-Undangan di Indonesia saat ini tidak ada aturan khusus mengenai keterangan hak mewaris. Setelah berlakunya Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 30 tahun 2004 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris menentukan sejumlah kewenangan Notaris, dalam pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris diatur kewenangan Notaris sebagai Berikut : Notaris berwenang Membuat Akta autentik mengenai sejumlah perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh Peraturan Perundang-Undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian Tanggal Pembuatan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat 3 Tan Thong Kie Studi Notariat Serba Serbi Praktik Notaris. Jakarta: Ichtiar baru Van Hoeven, hlm

5 lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Yang dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris mengenai kewenangan umum oleh notaris, dalam pasal 15 ayat (2) Undang-Undang jabatan Notaris di tentukan kewenangan lain dari notaris sebagai berikut : selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), notaris berwenang pula : a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus; b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftarkan buku khusus; c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. memberikan penyuluhan hukum sehubung dengan pembuatan Akta; f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. membuat Akta risalah lelang. Dalam pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris diatur mengenai kewenangan lain bagi notaris diluar Undang-Undang Jabatan Notaris sebagai berikut selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan. Dalam pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris memberikan kemungkinan lain bagi notaris untuk memiliki kewenangan-kewenangan lain yang akan diatur dalam produk hukum dalam bentuk Peraturan Perundang-Undangan. Jika kita cermati secara seksama, pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris tidak ada menyebutkan secara jelas mengenai wewenang notaris untuk membuat keterangan hak mewaris dan juga mengenai sifat dari surat keterangan waris, tidak ada penjelasan mengenai keterangan hak mewaris sebagai akta autentik ataukah surat di bawah tangan. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris yang memberikan kewenanagan lain bagi notaris di luar Undang-Undang Jabatan Notaris, maksud dari pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris kewenangannya harus diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan. Yang dimaksud Peraturan Perundang-Undangan dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan berbunyi Peraturan Perundang- Undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga Negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-Undangan. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, peraturan mengenai kewenangan pembuatan keterangan hak mewaris oleh notaris belum di atur secara tegas dan khusus didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris maupun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan juga mengenai kekuatan pembuktian keterangan hak mewaris jika terjadi gugatan oleh pihak yang merasa dirugikan dalam pembuatan keterangan hak mewaris tersebut. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah notaris berwenang membuat akta 180

6 keterangan hak mewaris bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa? 2. Bagaimanakah kekuatan pembuktian akta keterangan hak mewaris yang dibuat oleh notaris untuk Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa? METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian hukum normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif dengan terjadi kekosongan hukum terhadap permasalahan sehingga peneliti menggunakan tipe doctrinal researchyang dikerjakan dengan tujuan untuk menemukan asas atau doktrin hukum positif yang berlaku. Penelitian ini bersifat deskritif analitis yaitu karena penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara rinci, sistematis, dan menyeluruh mengenai segala hal yang berhubungan mengenai kewenangan notaris dalam membuat akta keterangan waris dan kekuatan pembuktian akta keterangan hak mewaris. Tipe penelitian yang di gunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian terhadap asas-asas hukum (studi dogmatik atau doctrinal research) yaitu secara sistematis mengkoreksi dan memperjelas suatu aturan hukum yang berlaku pada bidang hukum tertentu dengan cara melakukan analisis terhadap teks yang bersifat autoritatif yang meliputi bahan hukum primer dan skunder. 4 Adapun pendekatan penelitian yang tertulis dalam penulisan ini ada dua macam yaitu berupa pendekatan Perundang-Undangan 4 Dyah Ochtoria Susanti dan A an Efendi Penelitian Hukum (legal research). Jakarta : Sinar Grafika,hlm. 15. (statue Approach) dan pendekatan konseptual (conceptual Approach). Dalam metode pendekatan Perundang-Undangan, penelitian dilakukan dengan memahami peraturan Perundang-Undangan. Penelitian dilakukan berdasarkan peraturan-peraturan hukum yang ada. Dalam penelitian ini, penulis lebih dahulu berangkat dari ketentuan Perundang-Undangan terutama mengenai kewenangan Notaris dalam membuat surat keterangan waris, kemudian Perundang-Undangan mengenai jabatan Notaris. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1. KEWENANGAN NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA KETERANGAN HAK MEWARIS BAGI WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, wewenang ini merupakan suatu batasan bahwa notaris tidak boleh melakukan suatu tindakan di luar wewenang, karena sebuah wewenang berpengaruh terhadap kekuatan akta yang dibuat oleh seorang notaris. Menurut ketentuan Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan : suatu akta tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak. Dari ketentuan Pasal 1869 tersebut dapat ditarik kesimpulan apabila akta yang dibuat diluar wewenang seorang pejabat umum, maka akta otentik itu tidak mempunyai 181

7 kekuatan pembuktian sebagaimana sebuah akta otentik, melainkan hanya berkekuatan sebagai tulisan di bawah tangan. Seperti halnya kewenangan notaris dalam pembuatan keterang hak mewaris yang tidak disebutkan secara tegas dan jelas dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Pada saat ini di Indonesia tidak ada peraturan Undang-Undang yang secara tegas dan khusus menyatakan bahwa notaris berwenang untuk membuat keterangan hak mewaris. Dasar kewenangan notaris dalam membuat akta keterangan hak mewaris diatur dalam Pasal 111 ayat 1 huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang menyebutkan bahwa surat tanda bukti ahli waris yang dapat berupa: 1. Wasiat dari pewaris 2. Putusan pengadilan 3. Penetapan hakim/ ketua Pengadilan, atau 4. bagi warga Negara Indonesia penduduk asli : surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksiakan oleh dua orang saksi dan dikuatkan oleh kepala desa atau camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia. Bagi warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa : akta keterangan hak mewaris dari Notaris.Bagi warga Negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya : surat keterangan waris dari balai harta peninggalan. Dalam hal ini, ketentuan dari Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala badan pertahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang sebagaimana telah disebutkan di atas, yang dimaksudkan dari pasal tersebut adalah kewarisan yang menyangkut sebatas dibidang pertanahan saja, peraturan ini tidak dapat di berlakuakan secara umum. Setelah berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menentukan sejumlah kewenangan Notaris, dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris diatur kewenangan Notaris sebagai Berikut : Notaris berwenang Membuat Akta autentik mengenai sejumlah perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh Peraturan Perundang-Undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian Tanggal Pembuatan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris mengenai kewenangan umum oleh notaris, dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang jabatan Notaris di tentukan kewenangan lain dari notaris sebagai berikut : (2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), notaris berwenang pula a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus; b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftarkan buku khusus; c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang 182

8 memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. melakukan pengesahan keocokan fotocopy dengan surat aslinya; e memberikan penyuluhan hukum sehub-ung dengan pembuatan Akta; f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. membuat Akta risalah lelang. Undang-Undangan berbunyi Peraturan Perundang-Undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga Negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal pembuatan Keterangan Hak mewaris, yang dimaksud Peraturan Perundang-Undangan menurut Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Jabatan Notaris bukanlah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, peraturan ini tidak bisa menjadi dasar dalam pembuatan akta keterangan hak mewaris, karena Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala badan pertahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah tidak mengikat secara umum, melainkan hanya terbatas mengenai permasalahan pertanahan saja. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris tidak disebutkan secara jelas mengenai kewenangan Notaris dalam membuat keterangan hak mewaris bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa, karena dalam Undang-Undang ini hanya mengatur tentang kewenangan notaris dalam membuat akta otentik. Pada kenyataannya, keterangan hak mewaris yang dibuat oleh notaris tidak terdapat standarisasi bentuk, dalam pembuatan keterangan hak mewaris ada dalam bentuk minuta (secara otentik) dan ada yang membuatnya dalam bentuk akta di bawah tangan. Oleh karena itu, seorang notaris harus mempunyai pengetahuan yang luas dalam membuat keterangan hak mewaris dan harus memperhatikan syarat-syarat yang diperlukan agar dikemudian hari tidak terjadi kesalahan yang dapat merugikan ahli waris dan notaris. Akta keterangan hak mewaris yang dibuat notaris selama ini adalah terjemahan dari Verklaring Van Erfrecht, bahwa Verklaring mempunyai dua pengertian, yang pertama menerangkan atau menjelaskan, keterangan, dan kedua berarti menyatakan, atau menegaskan. Verklaring dalam arti menerangkan, merupakan pemberian keterangan dan tidak mengikat secara hukum siapapun, baik yang memberi keterangan maupun yang menerima keterangan. Sedangkan dalam arti sebagai menyatakan berarti penjelasan dalam arti khusus dan mengikat secara hukum bagi mereka yang menerima pernyataan dan bagi mereka yang tidak menerima pernyataan tersebut wajib untuk membuktikan secara hukum. Dapat diartikan jika ada pihak lain yang tidak setuju dengan pernyataan yang dibuat silahkan mengajukan keberatan. Verklarang Van Erfrecht harus dibaca sebagai pernyataan atau keterangan dari para ahli waris sebagai ahli waris yang berupa pernyataan (pihak/para pihak) sebagai ahli waris. Sehingga jika ada yang tidak setuju dengan isi akta pernyataan atau keterangan sebagai ahli waris silahkan mengajukan keberatan kepada ahli waris yang 183

9 bersangkutan, bukan kepada notaris. Perbuatan keterangan hak mewaris oleh seorang notaris bagi orang-orang yang tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak ada dasar hukumnya dalam hukum tertulis yang berlaku di Indonesia. Karena pembuatan keterangan hak mewaris di Indonesia tidak mempunyai dasar hukum positif, walaupun dibuat oleh seorang notaris, keterangan hak mewaris di Indonesia tetap tidak mempunyai kekuatan sebagai alat pembuktian otentik, dikarenakan pengaturan tentang wewenang notaris dalam membuat Keterangan hak mewaris tidak di sebutkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi suatu akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Apabila suatu akta otentik tidak memenuhi ketentuan dari pasal 1868 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, maka akta tersebut menjadi akta di bawah tangan. Dengan demikian selama ini keterangan hak mewaris untuk etnis/golongan penduduk Eropa, Cina/ Tionghoa, Timur Asing (kecuali orang Arab yang beragama islam) tidak mempunyai landasan hukum (berdasarkan hukum positif) sama sekali, tetapi tindakan hukum tersebut hanya merupakan kebiasaan notaris sebelumnya yang kemudian diikuti oleh para notaris berikutnya, tanpa mengkaji lebih jauh kewenangan notaris untuk membuat keterangan hak mewaris. Bahkan tindakan notaris dalam membuat keterangan hak mewaris dapat dikualifikasikan sebagai tindakan di luar wewenang notaris. Wewenang notaris dalam membuat keterangan hak mewaris tidak disebutkan dengan jelas dalam Undang-Undang Jabatan Notaris karena selain keterangan hak mewaris bukan akta otentik, juga disebabkan sejak jaman dahulu keterangan hak mewaris selalu dibuat oleh notaris dan bukan pejabat lain yang berwenang untuk membuatnya seperti hakim, sehingga dasar pembuatan keterangan hak mewaris oleh notaris di Indonesia adalah hukum kebiasaan yang berlaku saat ini di bidang notariat. Wewenang untuk membuat akta di bawah tangan tidak perlu diatur dalam Undang- Undang jabatan Notaris karena setiap orang dapat membuatnya termasuk Notaris. Berbeda halnya dengan pembuatan keterangan hak mewaris yang dikeluarkan oleh notaris dalam bentuk akta otentik, seharusnya keterangan hak mewaris tidak dikeluarkan oleh notaris dalam bentuk akta otentik, melainkan harus dikeluarkan dalam bentuk akta di bawah tangan, walaupun notaris mengeluarkannya dalam bentuk akta otentik tetap saja akta tersebut menjadi akta di bawah tangan dalam hal pembuktian. Apabila mengacu pada ketentuan pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan suatu akta otentik harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang dan dibuat oleh pejabat yang berwenang, maka akta keterangan hak mewaris yang dibuat notaris dalam bentuk akta otentik berubah menjadi akta di bawah tangan, karena tidak memenuhi sebagai klasifikasi akta otentik menurut ketentuan dalam pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Akta otentik harus dibuat oleh pejabat yang berwenang seperti ketentuan pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sedangkan kewenangan notaris dalam pembuatan akta keterangan Hak mewaris tidak di 184

10 sebutkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, sehingga akta keterangan hak mewaris tidak bisa mempunyai kekuatan pembuktian sebuah akta otentik, karena dalam pembuatan keterangan hak mewaris diluar kewenangan notaris. Wewenang notaris untuk membuat keterangan hak mewaris tidak termasuk wewenang notaris yang di atur dalam Undang- Undang Jabatan Notaris disebabkan keterangan hak mewaris merupakan akta dibawah tangan sedangkan Undang-Undang Jabatan Notaris mengatur wewenang notaris dalam membuat akta otentik sehingga dasar wewenang notaris membuat akta keterangan hak mewaris berdasarkan kebiasaan. Pembuatan keterangan hak mewaris oleh notaris merupakan perbuatan hukum yang masuk akal dan pantas disebabkan notaris selama ini dikenal masyarakat sebagai pejabat yang berwenang membuat akta yang akan berakibat hukum dikemudian hari. Notaris sebagai sebuah jabatan yang ada di negeri ini mempunyai wewenang tersendiri dan jabatannya harus ada aturan hukumnya, sebagai batasan agar dalam menjalankan jabatannya dapat berjalan dengan baik dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Setiap wewenang harus ada dasar hukumnya yang mengikat secara umum.wewenang seorang pejabat apapun harus jelas dan tegas dalam peraturan Perundang-Undangan yang mengatur tentang pejabat atau jabtan tersendiri.sehingga apabila seorang notaris melakukan tidakan diluar wewenang jabatannya disebut sebagai perbuatan melanggar wewenang. Jika suatu wewenang tidak dinyatakan secara tegas dalam peraturan Perundang-Undangan yang mengatur suatu jabatan, maka pejabat dapat mengambil suatu tindakan hukum lain atau kemerdekaan bertindak. Tindakan seperti ini dalam hukum administrasi disebut pouvoir discretionnaire atau freis ermessen. 5 Undang-Undang Jabatan Notaris sebagai unifikasi hukum pengaturan notaris, maka wewenang notaris telah terjadi unifikasi, dengan telah berlakunya Undang-Undang Jabatan Notaris sebagai unifikasi hukum dalam pengaturan jabatan notaris di Indonesia. dengan demikian jika notaris melakuakan suatu tindakan di luar wewenangnya, maka notaris telah melakukan perbuatan melawan hukum atau berbuat diluar wewenang. Jika notaris telah melakukan tindakan seperti itu, maka produk atau tidakan hukum notaris dapat dikatakan cacat hukum dan tidak mengikat secara hukum dan para pihak yang merasa dirugikan oleh tindakan hukum tersebut, maka notaris dapat digugat perdata. Notaris sebagai pejabat satu-satunya berhak memuat bukti sebagai ahli waris bagi warga Negara Indonesia keturunan tionghoa, sangat tepat jika dibuatkan dengan akta pihak, sebagai bentuk pernyataan atau keterangan kehendak para pihak untuk menuangkan hakhak dan susunan ahli waris dengan akta notaris dalam bentuk akta pihak (partij) 6,sehingga memenuhi jenis akta otentik yang dibuat oleh/ dihadapan notaris yaitu akta pihak dan akta relaas dan tidak ada jenis akta otentik lain selain dua jenis akta tersebut. Akan tetapi, dalam pembuatan akta keterangan hak mewaris dengan bentuk akta pihak (partijk) memuat opini dari notaris yang merupakan pendapat pribadi notaris yang dianggap mempunyai kapasitas keilmuan dibidang hukum kenotari- 5 Habib Adjie Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.Bandung : Refika Aditama, hlm Tan Thong Kie, Op.,cit. hlm

11 atan dengan memuat bagian masing-masing ahli waris. Seharusnya notaris memberikan penyuluhan hukum tentang akta keterangan hak mewaris yang dibuat dalam bentuk partijk yang hanya memuat kehendak para pihak dituangkan dalam suatu akta yang tidak boleh memuat tentang opini notaris. Dari segi pembuktian akta keterangan hak mewaris mempunyai nilai bukti yang sempurna karena dibuat dihadapan pejabat yang berwenang, tetapi keterangan hak mewaris tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, meskipun dibuat oleh notaris, karena tidak memenuhi syarat sebagai akta dan bukan wewenang notaris. Kemudian akta keterangan hak mewaris jika ternyata isinya tidak benar, maka hal tersebut merupakan tanggung jawab para pihak yang menghadap notaris, dan tidak perlu melibatkan notaris, dan jika diperbaiki maka akta keterangan hak mewaris yang sebelumnya harus dicabut oleh mereka yang membuatnya dan kemudian dibuat akta baru sesuai fakta yang sebenarnya yang diinginkan oleh pihak. Sedangkan jika keterangan hak mewaris isinya tidak benar,maka tidak memungkinkan notaris akan mencabut atau membatalkan keterangan hak mewaris yang telah dibuatnya sendiri, dan sudah tentu harus ada pihak yang mengajukan permohonan kepada notaris yang membuatnya agar keterangan hak mewaris tersebut dibatalkan. Notaris akan bertanggung jawab atas keterangan hak mewaris yang dibuatnya. 2. KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA KETERANGAN HAK MEWARIS YANG DIBUAT OLEH NOTARIS BAGI WARGANEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA Akta keterangan hak mewaris merupakan kehendak para pihak untuk membuktikan dirinya sebagai ahli waris, karena dinyatakan dihadapan notaris. Notaris tidak mempunyai kehendak untuk membuat akta untuk orang lain, dan notaris tidak akan membuat akta apapun jika tidak ada permintaan atau kehendak dari para pihak, dan notaris bukan pihak dalam akta, dengan demikian notaris tidak akan membuat akta keterangan hak mewaris jika tidak ada permintaan dan kehendak para pihak. Keterangan hak mewaris umumnya dibuat dalam bentuk akta otentik dan akta di bawah tangan sesuai dengan kebutuhannya. Ada notaris yang cenderung membuatnya secara otentik dan adapula yang membuatnya di bawah tangan. Walaupun keterangan hak mewaris dapat dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan dan bukan dalam akta otentik, menjadi kesepakatan bahwa keterangan mewaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna secara formal sama dengan akta otentik. Artinya bahwa hakim akan menerima surat keterangan mewaris sebagai alat bukti yang sah dan mengandung kebenaran formal. Sedangkan kebenaran materialnya adalah dengan menganggap bahwa apa yang diterangkan di dalam keterangan hak mewaris itu adalah benar. Keterangan hak mewaris yang dibuat notaris pada dasarnya merupakan keyakinan notaris. Keyakinan itu tentunya keyakinan yang didasarkan pada alat bukti yang ada. Dalam praktik notaris, keseluruhan alat bukti dimasukan kedalam akta sehingga bukan merupakan jenis alat bukti alternatif akan tetapi bersifat kumulatif. Sehingga dalam keterangan hak mewaris semua alat bukti sudah tertampung. Keterangan ahli waris dapat dugugat secara langsung dan tidak langsung. Gugatan sacara langsung adalah gugatan yang langsung ditujukan terhadap objeknya yaitu ket- 186

12 erangan hak mewaris yang dibuat oleh notaris dan pihak yang menjadi tergugat adalah notaris yang membuat surat keterangan hak mewaris. Gugatan secara tidak langsung adalah gugatan terhadap keterangan hak mewaris dimana keterangan hak mewaris merupakan objek tuntutan atau sebagai rujukan dalam gugatan. Pada kenyataanya gugatan mengenai waris umumnya digolongkan menjadi dua yaitu perbuatan melawan hukum dan waris. gugatan perbuatan melawan hukum biasanya dikarenakan ada tindakan-tindakan tertentu yang melawan hukum yang dilakukan oleh ahli waris baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Walaupun sah sebagai ahli waris tapi kemudian ada tindakan yang merugikan ahli waris yang lain atau pihak ketiga diantaranya adalah mengalihkan harta warisan tanpa sepengetahuan ahli waris yang lain atau tanpa sepengetahuan pihak ketiga. Apabila keterangan hak mewaris dibuat dalam bentuk akta otentik, maka keterangan hak mewaris menjadi cacat dalam pengertian bukan lagi sebuah akta otentik apabila menyalahi ketentuan-ketentuan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, misalnya notaris tidak membubuhkan cap/stempel jabatan pada akta keterangan hak mewaris, penghadap belum berumur 18 (delapan belas) tahun, penghadap tidak cakap melakukan perbuatan melawan hukum, penghadap tidak dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepada notaris oleh 2 (dua) orang saksi paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh penghadap lainnya, keterangan mewaris tidak dibacakan dengan dihadiri 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan Perundang-Undangan menentukan lain dan hal lainya yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Formalitas dalam pembuatan akta keterangan hak mewaris sepenuhnya berada dalam pengawasan dan kendali notaris, seharusnya dapat dihindari sedangkan terhadap materialitas keterangan hak mewaris berada diluar pengawasan dan kendali notaris. Pada saat ini, notaris hanya mendasarkan pembuatan keterangan hak mewaris kepada keterangan dan data termasuk dokumen yang diterimanya. Akta-akta yang dibuat oleh ataupun dihadapan notaris adalah akta otentik, sebagaimana keotentikan suatu akta diatur dalam pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Keterangan hak mewaris untuk golongan penduduk Tionghoa dalam Pasal 111 ayat (1) huruf c angka 4 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, dibuat Notaris dalam bentuk akta. Tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk akta keterangan harus dibuat, mengingat notaris membuat akta otentik sebagaimana bentuknya telah ditentutan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris. Perbedaan antara akta otentik dengan akta di bawah tangan terletak pada tata cara pembuatannya. Keterangan hak mewaris dalam bentuk akta otentik berarti mendasarkan pembuatannya pada ketentuan-ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 dan pasal 57 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabtan Notaris, sedangkan keterangan hak mewaris dalam bentuk akta di bawah tangan tidak terikat terhadap ketentuan Undang-Undang Jabtan Notaris tersebut. 187

13 Walaupun demikian, baik keterangan hak mewaris yang dibuat dalam bentuk akta otentik dan keterangan hak mewaris yang dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna karena pejabat yang membuatnya yaitu notaris. Keterangan hak mewaris yang dibuat dalam bentuk akta otentik adalah selain pembuatannya tunduk pada ketentuan dalam Undang-Undang Jabtan Notaris, apabila ternyata ada cacat terutama dalam sisi formalitas pembuatannya menjadikan keterangan hak mewaris itu mempunyai kekuatan pembuktian sebagai surat di bawah tangan. Berbeda halnya dengan keterangan hak mewaris yang dibuat dalam bentuk surat di bawah tangan apabila terdapat cacat terutama dalam pembuatannya maka keterangan hak mewaris ini merupakan surat palsu yang artinya sama sekali tidak mempunyai nilai pembuktian sama sekali. Selain dalam bentuk akta otentik, keterangan hak mewaris dapat dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan atau surat keterangan hak mewaris. Secara umum, kegiatan pembuatan surat keterangan hak mewaris di bawah tangan hampir sama dengan pembuatan akta keterangan hak mewaris, yang membedakannya adalah pada formalitas pembuatannya sedangkan secara materiil sama. Yang membedakan akta keterangan hak mewaris dengan surat keterangan hak mewaris adalah tentang penandantanganan. Akta keterangan hak mewaris mengharuskan ahli waris, saksi-saksi penguat, saksi testamentair dan notaris yang membubuhkan tanda tangan pada minuta akta sedangkan dalam surat keterangan hak mewaris hanya notaris yang membubuhkan tanda tangan. Untuk kepentingan ahli waris, notaris membuatkan salinan jika pembuatannya dalam bentuk akta keterangan hak mewaris sedangkan jika dalam bentuk surat keterangan hak mewaris, notaris membuatnya sebagaimana pertama kali surat keterangan mewaris dibuat. Apabila akta keterangan hak mewaris dibuat, pertanggungjawaban terhadap kebenaran isi keterangan hak mewaris adalah menjadi tanggung jawab ahli waris atau penghadap sedangkan apabila dalam bentuk surat keterangan hak mewaris adalah tanggung jawab ahli waris atau penghadap dan notaris. Apabila mengacu pada ketentuan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan suatu akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Seharusnya notaris tidak membuat keterangan hak mewaris dalam bentuk akta otentik melainkan hanya dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan. Pada saat ini, belum ada Undang-Undang yang menyebutkan dengan jelas tentang pembuatan keterangan hak mewaris, bahkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2104 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris tidak menyebutkan dengan jelas kewenangan notaris dalam membuat keterangan hak mewaris dan dalam bentuk apa keterangan hak mewaris dibuat, apakah dalam bentuk akta otentik atau akta di bawah tangan. Jika kita cermati, akta keterangan hak mewaris yang dibuat oleh notaris harus berdasarkan Undang-Undang, apabila keterangan hak mewaris yang dibuat oleh notaris tidak di atur dalam Undang-Undang, maka akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pem- 188

14 buktian tidak sebagai akta otentik melainkan hanya sebagai akta di bawah tangan. Mengingat dalam pembuatan akta keterangan hak mewaris, notaris bisa dikategorikan tindakan diluar wewenang. Apabila akta yang dibuat diluar wewenang notaris, maka akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Sebaiknya para notaris hanya membuat keterangan hak mewaris berupa akta dibawah tangan. Walaupun kehendak para penghadap untuk membuat keterangan hak mewaris dalam bentuk akta otentik, karena belum adanya aturan yang jelas mengenai wewenang notaris dalam membuat keterangan hak mewaris. Jika notaris tetap membuat akta keterangan hak mewaris dalam bentuk akta otentik, maka pembuatan akta keterangan hak mewaris itu tidak memenuhi ketentuan sebagai akta otentik menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jika akta keterangan hak mewaris dibuat dalam bentuk akta pihak (partij), maka menurut penulis sangatlah tidak tepat, karena akta pihak menuangkan kehendak para pihak, mengingat dalam pembuatan keterangan waris memuat perhitungan bagian masing-masing ahli waris yang dihitung sendiri oleh notaris yang telah dianggap menguasai hukum waris. Dari hasil pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, dari segi pembuktian akta keterangan hak mewaris dianggap mempunyai nilai pembuktian yang sempurna karena dibuat dihadapan pejabat yang berwenang (notaris), tetapi sebenarnya keterangan hak mewaris tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, meskipun dibuat oleh notaris, karena tidak memenuhi syarat lahiriah sebagai akta otentik dan bukan wewenang notaris. Kemudian jika isi dari akta tersebut tidak benar, maka hal tersebut merupakan tanggung jawab para pihak yang menghadap notaris, dalam hal ini notaris tidak terlibat, dan jika diperbaiki maka akta keterangan hak mewaris yang sebelumnya harus dicabut oleh mereka yang membuatnya dan kemudian dibuat akta baru sesuai dengan fakta yang sebenarnya yang diinginkan oleh para pihak. Jadi, Kekuatan pembuktian dari akta keterangan hak mewaris yang dibuat oleh notaris tergantung kepada kebenaran isi akta tersebut. Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, baik karena tidak ada wewenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak. Dari ketentuan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa bila seorang notaris tidak mempunyai wewenang dalam membuat suatu akta keterangan hak mewaris, maka akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai tulisan di bawah tangan, meskipun aktanya dibuat dalam format sebuah akta otentik. PENUTUP Dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris tidak disebutkan dengan tegas dan jelas mengenai kewenangan notaris dalam membuat keterangan hak mewaris bagi warga Negara Indonesia keturunan tionghoa. Dengan adanya pengaturan dalam pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksanaan peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang menjadi dasar notaris dalam membuat akta keterangan hak mewaris, padahal peraturan 189

15 ini tidak berlaku secara umum, hanya dalam masalah pertanahan saja dan peraturan menteri tidak termasuk dalam hierarki Peraturan Perundang-Undangan. Dengan demikian selama ini akta keterangan hak mewaris yang dibuat oleh Notaris tidak mempunyai landasan hukum (berdasarkan hukum positif) sama sekali, tetapi hanya kebiasaan yang diikuti dari notaris terdahulu. Tindakan notaris dalam membuat akta keterangan hak mewaris dapat dikualifikasikan sebagai tindakan di luar wewenang Notaris. Kekuatan pembuktian akta keterangan hak mewaris yang dibuat oleh notaris tergantung kepada kebenaran isi akta tersebut. Pembuatan akta keterangan hak mewaris bukan merupakan wewenang notaris seperti yang diatur dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun Berdasarkan pada ketentuan pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka akta keterangan hak mewaris yang dibuat oleh notaris hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan walaupun dibuat dalam format sebuah akta otentik, karena notaris tidak mempunyai wewenang dalam membuat akta keterangan hak mewaris. DAFTAR PUSTAKA Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Literatur Adjie, Habib Hukum Notaris Di Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bandung. Rafika Aditama Ali, Zainuddin Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia. Jakarta. Sinar Grafika Kie, Tan Thong Studi Notariat Serba- Serbi Praktik Notaris. PeraturanPerundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Negara Republik Indonesia 190

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan mengenai waris merupakan persoalan yang tidak dapat dilepaskan dari masalah yang terkait dengan bukti sebagai ahli waris. Bukti sebagai ahli waris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara yang didasarkan kepada aturan hukum untuk menjamin. pemerintah Belanda pada masa penjajahan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara yang didasarkan kepada aturan hukum untuk menjamin. pemerintah Belanda pada masa penjajahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut dengan UUD 1945 telah menegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum. Syarat negara

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

Oleh : Rengganis Dita Ragiliana I Made Budi Arsika Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT :

Oleh : Rengganis Dita Ragiliana I Made Budi Arsika Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT : PENGATURAN MENGENAI KEWAJIBAN NOTARIS DALAM MELEKATKAN SIDIK JARI PENGHADAP PADA MINUTA AKTA NOTARIS TERKAIT DENGAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS ABSTRACT : Oleh : Rengganis Dita Ragiliana I

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang jabatan notaris.

Lebih terperinci

FUNGSI NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA YANG DIBUBUHI DENGAN CAP JEMPOL SEBAGAI PENGGANTI TANDA TANGAN

FUNGSI NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA YANG DIBUBUHI DENGAN CAP JEMPOL SEBAGAI PENGGANTI TANDA TANGAN FUNGSI NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA YANG DIBUBUHI DENGAN CAP JEMPOL SEBAGAI PENGGANTI TANDA TANGAN Oleh : I Gede Ngurah Mas Wiranata I Wayan Novy Purwanto Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang meninggal dunia maka hak dan kewajibannya demi hukum akan beralih kepada ahli warisnya. Hak dan kewajiban yang dapat beralih adalah hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

ANALISIS AKTA PEMBAGIAN WARISAN YANG DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS MENURUT HUKUM ISLAM

ANALISIS AKTA PEMBAGIAN WARISAN YANG DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS MENURUT HUKUM ISLAM ANALISIS AKTA PEMBAGIAN WARISAN YANG DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS MENURUT HUKUM ISLAM Rosita Ruhani E-mail : rositaruhani@gmail.com Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta Mohammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran jabatan Notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan tujuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D 101 09 389 ABSTRAK Penulisan yang diberi judul Tinjauan Yuridis tentang Penggunaan Surat Keterangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia selain sebagai individu juga sebagai makhluk sosial, dimana dalam memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai saat ia akan

Lebih terperinci

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT) SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT) : Studi Kasus di Kantor Notaris dan PPAT Eko Budi Prasetyo, SH di Kecamatan Baki Sukoharjo Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya.

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL Oleh AHMAD JUARA PUTRA 137011045/MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM A. Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham dan Pengaturannya 1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Notaris yang hadir dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

TANGGUNGJAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA HERIANTO SINAGA

TANGGUNGJAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA HERIANTO SINAGA TANGGUNGJAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA HERIANTO SINAGA Herianto Sinaga 1 ABSTRACT Notary public officials prosecuted as responsible for the deed he had done, even though the notary protocol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

AKTA NOTARIS DALAM PELAKSANAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS MELALUI TELEKONFERENSI

AKTA NOTARIS DALAM PELAKSANAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS MELALUI TELEKONFERENSI Jurnal Repertorium Volume III No. 2 Juli-Desember 2016 AKTA NOTARIS DALAM PELAKSANAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS MELALUI TELEKONFERENSI Citra Widi Widiyawati citrawidi85@gmail.com Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum kewarisan yang berlaku bagi warga negara Indonesia. Negara Indonesia memberlakukan tiga macam hukum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA SUAMI - ISTRI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA SUAMI - ISTRI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HARTA SUAMI - ISTRI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN Oleh Made Topan Antakusuma Dewa Gde Rudy I Nyoman Darmadha Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

PERAN DAN KEWENANGAN NOTARIS SEBAGAI PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL DI INDONESIA

PERAN DAN KEWENANGAN NOTARIS SEBAGAI PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL DI INDONESIA PERAN DAN KEWENANGAN NOTARIS SEBAGAI PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL DI INDONESIA Oleh I Gusti Agung Putra Handayana I Gusti Ayu Puspawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya sangat penting dalam membantu dalam memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Notaris harus

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS PERPADUAN NASKAH UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk dapat mencegah permasalahan mengenai harta warisan tersebut, hukum

BAB I PENDAHULUAN. Untuk dapat mencegah permasalahan mengenai harta warisan tersebut, hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Harta warisan terkadang menjadi permasalahan yang sangat rumit, bagi sebagian kalangan masyarakat, persoalan harta warisan ini bahkan bisa menimbulkan peperangan, perpecahan,

Lebih terperinci

TANGGUNGJAWAB NOTARIS TERHADAP KEBENARAN AKTA DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

TANGGUNGJAWAB NOTARIS TERHADAP KEBENARAN AKTA DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS Jurnal Repertorium Volume III No. 2 Juli-Desember 2016 TANGGUNGJAWAB NOTARIS TERHADAP KEBENARAN AKTA DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS Whenahyu Teguh Puspa Email : whenapuspa@gmail.com (Mahasiswa

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website : ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

RISALAH LELANG SEBAGAI AKTA OTENTIK PENGGANTI AKTA JUAL BELI DALAM LELANG

RISALAH LELANG SEBAGAI AKTA OTENTIK PENGGANTI AKTA JUAL BELI DALAM LELANG RISALAH LELANG SEBAGAI AKTA OTENTIK PENGGANTI AKTA JUAL BELI DALAM LELANG Oleh: Ni Kadek Ayu Ena Widiasih I Made Sarjana Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract: This paper titled

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kedudukan notaris dianggap sebagai suatu fungsionaris dalam

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kedudukan notaris dianggap sebagai suatu fungsionaris dalam 1 BAB I PENDAHULUAN Berkembangnya kehidupan perekonomian dan sosial budaya masyarakat saat ini membuat kebutuhan notaris makin dirasakan perlu dalam kehidupan masyarakat, oleh karena itu kedudukan notaris

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS 1 (satu) bulan ~ Notaris tidak membuat akta Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan Notaris tidak membuat akta, Notaris, secara sendiri atau melalui kuasanya menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara berkembang yang masih berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan merupakan salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka diperlukanlah

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

Oleh I Made Erwan Kemara A.A.Gede Agung Dharma Kusuma I Ketut Westra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh I Made Erwan Kemara A.A.Gede Agung Dharma Kusuma I Ketut Westra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana TANGGUNG JAWAB HUKUM NOTARIS TERHADAP AKTA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH YANG DIBUATNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS Abstrak Oleh I Made Erwan Kemara A.A.Gede

Lebih terperinci

Peran dan Tanggungjawab Notaris dalam Keputusan Pemegang Saham diluar Rapat Umum...

Peran dan Tanggungjawab Notaris dalam Keputusan Pemegang Saham diluar Rapat Umum... Peran dan Tanggungjawab Notaris dalam Keputusan Pemegang Saham diluar Rapat Umum... IMPLIKASI HUKUM BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017 PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN DAN TUGAS KEWAJIBAN NOTARIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS 1 Oleh: Sri Susanti Mokodongan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lagi dalam pembuatan akta otentik yang merupakan perbuatan hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. lagi dalam pembuatan akta otentik yang merupakan perbuatan hukum yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat terlebih lagi dalam pembuatan akta otentik yang merupakan perbuatan hukum yang diharuskan oleh peraturan-perundang-undangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bertambahnya jumlah pejabat umum yang bernama Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak asing lagi dengan keberadaan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

TANGGUNGJAWAB NOTARIS DALAM PERKARA PEMALSUAN AKTA KETERANGAN WARIS

TANGGUNGJAWAB NOTARIS DALAM PERKARA PEMALSUAN AKTA KETERANGAN WARIS TANGGUNGJAWAB NOTARIS DALAM PERKARA PEMALSUAN AKTA KETERANGAN WARIS (Studi Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 238 K/Pid/2013) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENYIMPANAN MINUTA AKTA SEBAGAI BAGIAN DARI PROTOKOL NOTARIS

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENYIMPANAN MINUTA AKTA SEBAGAI BAGIAN DARI PROTOKOL NOTARIS Tanggung Jawab Notaris terhadap Penyimpanan Minuta Akta Kanun Jurnal Ilmu Hukum Cut Era Fitriyeni No. 58, Th. XIV (Desember, 2012), pp. 391-404. TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENYIMPANAN MINUTA AKTA

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH BERAKHIR MASA JABATANNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2004 JO UNDANG-UNDANG NO

TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH BERAKHIR MASA JABATANNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2004 JO UNDANG-UNDANG NO IRWANDA 1 TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH BERAKHIR MASA JABATANNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2004 JO UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN NOTARIS IRWANDA ABSTRACT A notary is a

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat memerlukan kepastian hukum. Selain itu, memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang, seiring meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai anggota dari masyarakat merupakan penyandang hak dan kewajiban. Menurut Aristoteles, seorang ahli fikir yunani kuno menyatakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Keberadaan lembaga Notariat di Indonesia adalah untuk memenuhi kebutuhan akan alat bukti otentik yang sangat diperlukan, guna menjamin kepastian hukum serta kepentingan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti saat sekarang ini merupakan wujud dari perkembangan budaya manusia yang telah mencapai taraf yang luar biasa. Di dalamnya manusia bergerak

Lebih terperinci

Oleh : Ni Putu Dian Putri Pertiwi Darmayanti Ni Nyoman Sukerti I Wayan Novy Purwanto. Program Kekhususan Hukum Perdata Fakultas Hukum Udayana

Oleh : Ni Putu Dian Putri Pertiwi Darmayanti Ni Nyoman Sukerti I Wayan Novy Purwanto. Program Kekhususan Hukum Perdata Fakultas Hukum Udayana AKIBAT HUKUM JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH KEPADA ORANG ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA Oleh : Ni Putu Dian Putri Pertiwi Darmayanti Ni Nyoman

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN 44 BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN 1. Tugas dan Wewenang Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sebagai badan hukum, pengurus perhimpunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya, yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya, yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan perlindungan hukum menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Notaris bertindak sebagai pelayan masyarakat sebagai pejabat yang diangkat oleh pemerintah yang memperoleh kewenangan secara atributif dari Negara untuk melayani

Lebih terperinci

PENGAMBILAN FOTO COPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS

PENGAMBILAN FOTO COPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS PENGAMBILAN FOTO COPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS Djoko Sukisno * Abstract The main problem of this paper is what can be used as limitation of Majelis Pengawas Daerah Notaris in implementing Article

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS 2.1 Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Pola Perjanjian Kerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TERHADAP AKTA YANG MENGANDUNG CACAT HUKUM

TANGGUNG JAWAB NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TERHADAP AKTA YANG MENGANDUNG CACAT HUKUM TANGGUNG JAWAB NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TERHADAP AKTA YANG MENGANDUNG CACAT HUKUM Oleh : I Putu Eka Damara A. A. Gede Oka Parwata Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract

Lebih terperinci

STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP HAK MILIK TERSELUBUNG

STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP HAK MILIK TERSELUBUNG STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA DAN AKIBAT HUKUM TERHADAP HAK MILIK TERSELUBUNG Oleh: Vita Natalia Tambing I Gusti Ayu Putri Kartika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak dapat lepas dari etika karena dapat menjaga martabat sebagai makhluk yang sempurna. Sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA

ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA A. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis Yang Sempurna Lembaga Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang timbul

Lebih terperinci

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL Urip Santoso (Dosen Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Jln. Darmawangsa Dalam selatan Surabaya) Abstract: Government is a side or party

Lebih terperinci

HAK WARGA NEGARA ASING ATAS PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA. Oleh : Vina Jayanti I Nyoman Wita. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

HAK WARGA NEGARA ASING ATAS PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA. Oleh : Vina Jayanti I Nyoman Wita. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana HAK WARGA NEGARA ASING ATAS PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA Oleh : Vina Jayanti I Nyoman Wita Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.

Lebih terperinci

KELAYAKAN SAKSI DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

KELAYAKAN SAKSI DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH KELAYAKAN SAKSI DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH Oleh : Renhat Marlianus Siki I Gusti Nyoman Agung I Nyoman Darmadha Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM MENJAGA KERAHASIAAN AKTA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PUU-X/2012 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014

PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM MENJAGA KERAHASIAAN AKTA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PUU-X/2012 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM MENJAGA KERAHASIAAN AKTA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PUU-X/2012 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 RAHMI DWIYANA / D 101 10 014 ABSTRAK Notaris adalah pejabat

Lebih terperinci

BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM RUPS YANG BERKAITAN DENGAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERSEROAN

BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM RUPS YANG BERKAITAN DENGAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERSEROAN 11 BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM RUPS YANG BERKAITAN DENGAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERSEROAN 2.1.Tinjauan Umum Terhadap Peranan Notaris dan Perseroan Terbatas serta Organ Perseroan Terbatas

Lebih terperinci