ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS JERUK SIAM DI KABUPATEN GARUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS JERUK SIAM DI KABUPATEN GARUT"

Transkripsi

1 ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS JERUK SIAM DI KABUPATEN GARUT (Studi Kasus : Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI OKKY PANDU DEWANATA H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 ABSTRACT Indonesia has potential to become fruits exporter country. One of the fruits in Indonesia which has a good prospect is citrus. However, the export of citrus in Indonesia still very few and even Indonesia still imports. Garut Regency as one production center of citrus in Indonesia has chance to compete with citrus imports and to expand the market by exports. There is different kind of technology about citrus cultivation in Garut Regency. The objective of this study are to analyze the effect of technology in competitiveness of citrus in Garut Regency, to analyze government policy effect in competitiveness of citrus in Garut Regency, and to analyze the change effect of exchange rate rupiah, citrus price, and fertilizer price in competitiveness of citrus in Garut Regency. Data were analyzes using Policy Analysis Matrix (PAM). The results suggest that modern technology have more comparative advantage than traditional technology. But, the traditional technology have more competitive advantage than modern technology. The government is expected to support for increasing the comparative and competitive advantage in citrus cultivation in Garut Regency, such as provide the credit facilities. Keyword : Citrus, Policy Analysis Matrix (PAM), and Competitiveness 17

3 RINGKASAN OKKY PANDU DEWANATA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Jeruk Siam di Kabupaten Garut (Studi Kasus : Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI) Jeruk siam merupakan komoditas buah yang cukup terkenal dan digemari bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dibuktikan berdasarkan Data Badan Pusat Statistika (2010) yang menunjukkan bahwa adanya peningkatan konsumsi akan jeruk siam dalam masyarakat. Namun, peningkatan konsumsi tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan akan produksi jeruk siam. Hal tersebut akan memicu pemerintah untuk mengimpor jeruk siam guna memenuhi kebutuhan konsumsi jeruk siam di Indonesia. Hal ini dapat menjadi peluang bagi Kabupaten Garut sebagai salah satu sentra produksi jeruk siam di Indonesia untuk memenuhi dan mensubstitusi jeruk impor tersebut. Pemerintah Kabupaten Garut menganjurkan bagi produsen jeruk siam untuk menggunaan bibit jeruk siam yang berasal dari penangkar dengan tujuan untuk meningkatkan produksi, kualitas dan daya tahan terhadap penyakit. Namun, pada kenyataanya masih terdapat petani jeruk siam yang menggunakan bibit dengan batang bawah hasil tebasan tanaman jeruk siam yang tidak produktif lagi. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan pengusahaan jeruk siam dalam bentuk teknologi penggunaan bibit pada pengusahaan jeruk siam di Kabupaten Garut. Maka menjadi pertanyaan bentuk pengusahaan jeruk siam mana yang unggul secara komparatif dan kompetitif. Berdasarkan fakta tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah 1) Menganalisis pengaruh teknologi terhadap keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif Jeruk Siam di Kabupaten Garut, 2) Menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing pengusahaan Jeruk Siam di Kabupaten Garut, dan 3) Menganalisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif Jeruk Siam apabila terdapat perubahan nilai tukar rupiah, harga jeruk siam domestik dan kenaikan harga pupuk di Kabupaten Garut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Policy Analysis Matrix (PAM), dengan pertimbangan bahwa dengan metode ini dapat menjawab tujuan yang ingin dicapai, yaitu dapat diketahui keunggulan kompetitif dan keunggulan komperatif serta dampak kebijakan pemerintah terhadap suatu komoditas. Daya saing komoditas jeruk siam dapat dilihat dari analisis keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatifnya. Berdasarkan hasil analisis diketahui nilai Rasio Biaya Privat (PCR) pengusahaan jeruk siam yang diperoleh dengan teknologi modern (0,84) lebih tinggi daripada nilai PCR yang diperoleh dengan teknologi tradisional (0,80). Hal ini mengindikasikan bahwa komoditas jeruk siam dengan teknologi tradisional memiliki keunggulan kompetitif lebih besar dibandingkan komoditas jeruk siam dengan teknologi modern. Sedangkan nilai Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DRC) pengusahaan jeruk siam yang diperoleh dengan teknologi modern (0,71) lebih rendah daripada nilai DRC yang diperoleh dengan teknologi tradisional (0,75). Hal ini mengindikasikan bahwa komoditas jeruk siam dengan teknologi modern memiliki keunggulan komparatif lebih besar dibandingkan dengan komoditas jeruk siam teknologi tradisional. 18

4 Dampak kebijakan pemerintah terhadap pengusahaan komoditas jeruk siam di Kabupaten Garut secara keseluruhan dapat dilihat dari nilai Koefisien Proteksi Efektif (Effective Protection Coefficient/EPC), Koefisien Keuntungan (Profitability Coefficient/PC), Transfer Bersih (TB), dan Rasio Subsidi Produsen (SRP). Berdasarkan nilai EPC yang kurang dari satu menunjukkan proteksi pemerintah terhadap sistem produksi sangat rendah. Petani responden tidak mendapatkan proteksi dari pemerintah sehingga harga jeruk siam yang berlaku di Kecamatan Samarang (Rp 5000,00 per kilogram) berada di bawah harga efisiennya (Rp 5.380,36 per kilogram). Nilai TB yang negatif menunjukkan bahwa dampak kebijakan pemerintah terhadap input dan output yang berlaku menyebabkan kehilangan keuntungan. Nilai PC yang kurang dari satu mengindikasikan kebijakan pemerintah yang ada mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen jeruk siam lebih kecil dari pada tanpa adanya kebijakan. Nilai SRP yang negatif menggambarkan bahwa kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen jeruk siam baik teknologi modern maupun teknologi tradisional mengeluarkan biaya lebih tinggi dari opportunity cost untuk berproduksi. Secara keseluruhan kebijakan pemerintah yang berlaku saat ini masih belum mendukung dalam hal pengembangan dan peningkatan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif pengusahaan komoditas jeruk siam di Kabupaten Garut. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mensubstitusi kelemahan metode Policy Analysis Matrix yang hanya memberlakukan satu tingkat harga padahal dalam keadaan sebenarnya harga tersebut sangat variatif. Berdasarkan hasil analisis, perubahan nilai tukar rupiah, harga jeruk siam, dan harga pupuk bersubsidi, memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap pengusahaan jeruk siam modern dibandingkan pengusahaan jeruk siam tradisional. Artinya pengusahaan jeruk siam modern akan mengalami peningkatan keuntungan yang besar jika terjadi perubahan dimana nilai tukar rupiah melemah, harga jeruk siam meningkat dan harga pupuk bersubsidi menurun. Namun disisi lain, pengusahaan jeruk siam modern juga akan mengalami penurunan keuntungan yang besar jika terjadi perubahan dimana nilai tukar rupiah menguat, harga jeruk siam menurun dan harga pupuk bersubsidi meningkat. Hal sebaliknya dialami pada pengusahaan jeruk siam tradisional, dimana jika terjadi perubahan pada nilai tukar rupiah, harga jeruk siam, dan harga pupuk bersubsidi tidak memberikan keuntungan dan kerugian yang terlampau besar. 19

5 ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS JERUK SIAM DI KABUPATEN GARUT (Studi Kasus : Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat) OKKY PANDU DEWANATA H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

6 Judul Proposal Nama NIM : Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Jeruk Siam di Kabupaten Garut (Studi Kasus : Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat) : Okky Pandu Dewanata : H Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : 21

7 PERNYATAAN Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Jeruk Siam di Kabupaten Garut (Studi Kasus : Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2011 Okky Pandu Dewanata H

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 31 Januari Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Edy Baskoro dan Ibunda (Almh.) Nunik Kismarini. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Lidah Wetan III/463 Surabaya pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP Muhammadiyah I Denpasar. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 4 Denpasar diselesaikan pada tahun Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunianya sehingga penulisan skripsi yang berjudul Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Jeruk Siam di Kabupaten Garut (Studi Kasus : Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat) dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh teknologi terhadap keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif Jeruk Siam di Kabupaten Garut, menganalisis dampak kebijakan pemerintah daya saing pengusahaan Jeruk Siam di Kabupaten Garut, dan menganalisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif Jeruk Siam apabila terdapat perubahan nilai tukar rupiah, harga jeruk siam domestik dan kenaikan harga pupuk di Kabupaten Garut. Dengan segala keterbatasan dan kendala yang dihadapi, karya ilmiah ini masih memiliki kekurangan. Namun, kami berharap karya ilmiah ini dapat berguna bagi semua pihak yang membaca dan untuk kemajuan petani jeruk siam yang ada di Indonesia umumnya dan di Kecamatan Samarang khususnya. Bogor, November 2011 Okky Pandu Dewanata 24

10 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Ayahanda Edy Baskoro dan Ibunda Dian Mifta dan (almh.) Nunik Kismarini serta keluarga tercinta untuk setiap dukungan berupa kasih sayang dan doa yang diberikan. Semoga skripsi ini bisa menjadi persembahan yang terbaik 2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS sebagai Dosen Pembimbing atas semua bimbingan, arahan, waktu, motivasi, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 3. Ir. Dwi Rachmina, M.Si sebagai Dosen Penguji Utama yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc sebagai Dosen Penguji Akademik yang telah memberikan masukan yang berguna untuk penyempurnaan skripsi ini. 5. Bapak H. Sadili beserta keluarga yang telah bersedia memberikan bantuan berupa tempat tinggal dan kasih sayang kepada penulis selama melakukan penelitian di Kecamatan Samarang. 6. Bapak H. Entang yang telah bersedia membimbing dan memberikan ilmu dengan penuh kesabaran kepada penulis selama melakukan penelitian di Kecamatan Samarang. 7. Ibu Ida dan Mbak Dian yang telah banyak direpotkan oleh penulis dalam mengurus segala administrasi. 8. Arini Ungki, SE, Hendriana Yahya, SE, dan Sella sebagai teman satu bimbingan atas masukan dan dukungan berupa semangat dan diskusi bersama sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 9. Adi, Sigit, Pandu, dan Hasan sebagai teman terbaik satu kontrakan yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berbagi cerita dan pengalaman sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 10. Tycul, Ucul, Aycul dan Micul sebagai teman-teman geng yang tidak jelas asal-usulnya yang terus memberikan semangat kepada penulis. 25

11 11. Agy, Anten, Azy, Jihan, Hazemi, Dede, Ginda, Billy dan Iduv sebagai teman-teman pemecah suasana ketika penulis sedang serius mengerjakan skripsi. 12. Jerikho dan K. Affan Farisi sebagai teman touring yang telah bersedia memberikan semangat kekacauan dan semangat kekeluargaan. 13. Teh Ovi yang telah banyak direpotkan oleh penulis ketika penelitian. 14. Warkop Pokraw yang telah memberikan waktunya dalam memahami dan melayani penulis pada malam hari. 15. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis 43, 44, dan 45 atas semangat dan persaudaraan yang terjalin selama melakukan studi di Departemen Agribisnis tercinta. 16. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya. Bogor, November 2011 Okky Pandu Dewanata 26

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I II III IV PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup... 8 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Empiris Tentang Jeruk Studi Empiris Tentang Daya Saing KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Daya Saing Keunggulan Komparatif Keunggulan Kompetitif Kebijakan Pemerintah Kebijakan Output Kebijakan Input Teori Policy Analysis Matrix (PAM) Analisis Keuntungan Analisis Efisiensi Dampak Kebijakan Pemerintah Kebijakan Input-Output Analisis Sensitivitas Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penentuan Sampel Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Metode Pengalokasian Komponen Biaya Domestik (Non Tradable) dan Komponen Biaya Asing (Tradable) Alokasi Biaya Produksi Penentuan Harga Bayangan Input dan Output Harga Bayangan Output Harga Bayangan Input Policy Analysis Matrix (PAM) Daya Saing Komoditas Jeruk Siam iii v vi 27

13 V VI Dampak Kebijakan Pemerintah Analisis Sensitivitas Definisi Operasional GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kabupaten Garut Kecamatan Samarang Desa Sukarasa Desa Cintaasih Karakteristik Petani Responden Gambaran Umum Usahatani Jeruk Siam di Lokasi Penelitian ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1 Analisis Daya Saing Analisis Keunggulan Kompetitif Analisis Keunggulan Komparatif Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Jeruk Siam Dampak Kebijakan Output Dampak Kebijakan Input Dampak Kebijakan Input-Output VII ANALISIS SENSITIVITAS 7.1 Analisis Sensitivitas Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Pengaruh Perubahan Harga Jeruk Siam Domestik Pengaruh Kenaikan Harga Pupuk VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Perkembangan Produksi, Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Jeruk Siam di Indonesia Tahun Perkembangan Produksi, Ekspor, dan Impor Jeruk Siam di Indonesia Tahun Perkembangan Produksi, Jumlah Tanaman dan Tanaman yang Menghasilkan Jeruk Siam di Kabupaten Garut Tahun Perkembangan Produksi, Jumlah Tanaman dan Tanaman yang Menghasilkan Jeruk Siam di Kecamatan Samarang Tahun Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Sebaran Petani Sampel di Kecamatan Samarang Alokasi Biaya Produksi kedalam Komponen Domestik dan Asing pada Sistem Komoditas Jeruk Siam di Lokasi Penelitian, Tahun Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Daftar Penggunaan Lahan Kabupaten Garut Proporsi Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Jumlah Penduduk Desa Sukarasa menurut Mata Pencaharian Tahun Sebaran Responden berdasarkan Usia di Desa Cintaasih dan Desa Sukarasa Sebaran Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cintaasih dan Desa Sukarasa Sebaran Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa Cintaasih dan Desa Sukarasa Policy Analysis Matrix (PAM) Sistem Komoditas Jeruk Siam di Kecamatan Samarang (Rp/Ha) Keuntungan Privat (PP) dan Rasio Biaya Privat (PCR) Komoditas Jeruk Siam di Kecamatan Samarang Keuntungan Sosial (SP) dan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DRC) Komoditas Jeruk Siam di Kecamatan Samarang Transfer Output (TO) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) Komoditas Jeruk Siam di Kecamatan Samarang Transfer Input (TI), Transfer Faktor (TF), dan Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) di Kecamatan Samarang

15 20. Koefisien Proteksi Efektif (EPC), Transfer Bersih (TB), Koefisien Keuntungan (PC) dan Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) pada Sistem Komoditas Jeruk Siam di Kecamatan Samarang Perubahan Indikator Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Jeruk Siam pada Analisis Sensitivitas Perubahan Indikator Keuntungan Privat Dan Keuntungan Sosial Bila Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Melemah Sebesar Lima Persen, Ceteris Paribus Perubahan Indikator Keuntungan Privat Dan Keuntungan Sosial Bila Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Menguat Sebesar Lima Persen, Ceteris Paribus Perubahan Indikator Keuntungan Privat Dan Keuntungan Sosial Bila Harga Jeruk Siam Domestik Meningkat Sebesar 10 Persen, Ceteris Paribus Perubahan Indikator Keuntungan Privat Dan Keuntungan Sosial Bila Harga Jeruk Siam Domestik Menurun Sebesar 10 Persen, Ceteris Paribus Perubahan Indikator Keuntungan Privat Dan Keuntungan Sosial Bila Terjadi Kenaikan Harga Pupuk Urea Sebesar 33 Persen, Pupuk Sp-36 Sebesar 29 Persen Dan Pupuk Za Sebesar 33 Persen, Ceteris Paribus

16 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Dampak Subsidi Positif Terhadap Produsen Barang Impor dan Ekspor Pajak dan Subsidi pada Input Tradable Dampak Subsidi Dan Pajak Pada Input Domestik Kerangka Pemikiran Operasional Bibit Tanaman Jeruk Siam Tanaman Jeruk Siam yang Terkena Serangan Penyakit Busuk Buah (kiri), Penyakit Jeruk Upas (tengah), dan Hama Tungau (kanan) Buah Jeruk Siam yang Telah Dipanen Dimasukkan dalam Keranjang Bambudan Keranjang Besar Perkembangan Produksi Jeruk Siam Pada Penggunaan Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) Dan Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah Sendiri)

17 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Perhitungan Nilai Tukar Bayangan Perhitungan Harga Bayangan Jeruk Siam di Kecamatan Samarang Perhitungan Harga Bayangan Pupuk Anorganik di Kecamatan Samarang Harga Privat dan Harga Sosial Input-Output Pengusahaan Jeruk Siam Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) Harga Privat dan Harga Sosial Input-Output Pengusahaan Jeruk Siam Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah Sendiri) Tabel Input-Output Sistem Komoditas Jeruk Siam Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) Tabel Input-Output Sistem Komoditas Jeruk Siam Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah Sendiri) Budget Privat Sistem Komoditas Jeruk Siam Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) Budget Privat Sistem Komoditas Jeruk Siam Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah Sendiri) Budget Sosial Sistem Komoditas Jeruk Siam Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) Budget Sosial Sistem Komoditas Jeruk Siam Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah Sendiri) Kumulatif Biaya dan Penerimaan Privat pada Sistem Komoditas Jeruk Siam Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) Kumulatif Biaya dan Penerimaan Privat pada Sistem Komoditas Jeruk Siam Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah Sendiri) Kumulatif Biaya dan Penerimaan Sosial pada Sistem Komoditas Jeruk Siam Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) Kumulatif Biaya dan Penerimaan Sosial pada Sistem Komoditas Jeruk Siam Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah Sendiri) Policy Analysis Matrix Sistem Komoditas Jeruk Siam Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) Policy Analysis Matrix Sistem Komoditas Jeruk Siam Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah Sendiri)

18 18. Policy Analysis Matrix Sistem Komoditas Jeruk Siam di Kecamatan Samarang dalam Analisis Sensitivitas (Rp/Ha)

19 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Pertanian merupakan salah satu sektor penting yang menjadi andalan dalam menggerakkan perekonomian Indonesia. Salah satu sub-sektor pertanian yang memiliki peranan penting adalah hortikultura. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang menjadi unggulan Indonesia. Data Badan Pusat Statistika (2010) menunjukkan adanya peningkatan ekspor buah-buahan pada tahun 2009 hingga Tercatat jumlah ekspor buah-buahan pada tahun 2009 sebesar ton, dengan nilai sebesar US$ 49,0 juta. Sedangkan pada tahun 2010 jumlah ekspor buah-buahan sebesar ton, dengan nilai sebesar US$ 59,2 juta. Berdasarkan hal tersebut Indonesia memiliki peluang yang sangat besar dalam memposisikan diri sebagai negara penghasil buah-buahan. Hal ini didukung juga karena Indonesia memiliki kondisi iklim dan geografis yang sedemikian rupa sehingga cocok untuk membudidayakan buah-buahan. Salah satu komoditas buah-buahan yang menguntungkan dan berpotensi untuk dikembangkan adalah jeruk. Jeruk merupakan komoditas buah yang cukup menguntungkan untuk diusahakan saat ini dan mendatang, dapat mulai dipanen pada tahun kedua dengan nilai keuntungan usahataninya yang bervariasi berdasarkan lokasi dan jenis jeruk yang diusahakan. Beberapa jenis jeruk lokal yang dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk Keprok (Citrus reticulata/nobilis L.), jeruk Siam (C. Microcarpa L. dan C. Sinesis. L ) yang terdiri atas Siam Pontianak, Siam Garut, Siam Lumajang, jeruk manis (C. Auranticum L. dan C. Sinensis L.), jeruk sitrun/lemon (C. medica), dan jeruk besar (C. Maxima Herr.). Beberapa sentra produksi jeruk di Indonesia tersebar meliputi daerah Garut (Jawa Barat), Tawangmangu (Jawa Tengah), Batu (Jawa Timur), Tejakula (Bali), Selayar (Sulawesi Selatan), Pontianak (Kalimantan Barat), dan Medan (Sumatera Utara). Salah satu jenis jeruk yang paling banyak diusahakan di Indonesia adalah jeruk siam. Jeruk siam memiliki aroma yang khas, menyegarkan, memiliki rasa 34

20 yang lezat, manis dengan kombinasi asam yang menyegarkan, warna kulit yang kekuning-kuningan dan daging buah yang mudah terkelupas dari kulit. Tanaman jeruk siam dapat tumbuh dan diusahakan petani di dataran rendah hingga dataran tinggi dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat berpendapatan rendah hingga yang berpenghasilan tinggi. Jeruk siam merupakan komoditas buah yang cukup terkenal dan digemari bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dibuktikan berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (2010) yang menunjukkan adanya peningkatan konsumsi akan jeruk siam dalam masyarakat. Pada Tabel 1 berikut akan ditampilkan mengenai perkembangan produksi, konsumsi, dan pengeluaran ratarata buah jeruk siam di Indonesia. Tabel 1. Perkembangan Produksi, Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Jeruk Siam di Indonesia Tahun Keterangan Produksi (Ton) Konsumsi (Kg/Kap/Th) 3,58 4,62 Pengeluaran Rata-rata Per Kapita (Rp) Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009 e (Diolah) Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui adanya peningkatan konsumsi akan jeruk siam dalam masyarakat, namun peningkatan konsumsi tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan akan produksi jeruk siam. Hal ini akan memicu pemerintah untuk melakukan impor jeruk siam guna memenuhi kebutuhan konsumsi jeruk siam di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2009), menunjukkan bahwa ekspor jeruk siam pada tahun 2008 sebesar 2,08 ton, sangat jauh jika dibandingkan dengan volume impor jeruk siam Indonesia, yakni sebesar ,7 ton. Pada tahun 2009 ekspor jeruk siam Indonesia mengalami peningkatan menjadi 9,79 ton, namun peningkatan ekspor ini diikuti juga dengan peningkatan volume impor, yakni sebesar ,5 ton. Berikut akan disajikan mengenai perkembangan produksi, ekspor dan impor jeruk siam di Indonesia. 35

21 Tabel 2. Perkembangan Produksi, Ekspor, dan Impor Jeruk Siam di Indonesia Tahun Tahun Produksi Ekspor Impor (Ton) (Ton) (Ton) , ,7 1) , ,5 2) Sumber : 1) 2) per Mei 2008 per Januari 2009 Badan Pusat Statistika, 2009 c,d Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat diketahui bahwa neraca ekspor impor jeruk siam di Indonesia negatif, hal ini menunjukkan jumlah impor yang lebih besar dari pada ekspor. Tingginya angka impor ini menimbulkan kekhawatiran bagi petani jeruk siam karena akan terjadi persaingan dengan produk-produk jeruk siam impor. Selain itu dikhawatirkan juga bahwa produk impor bisa menguasai pasar jeruk di Indonesia, sehingga akan mengancam produksi jeruk siam di Indonesia dan petani sebagai produsen jeruk siam akan merasakan dampak yang hebat akibat adanya impor ini. Hal ini dapat menjadi peluang bagi Kabupaten Garut sebagai salah satu sentra produksi jeruk siam di Jawa Barat pada khususnya dan Indonesia pada umumnya untuk memenuhi dan mensubstitusi jeruk impor tersebut. Pada era perdagangan bebas saat ini produsen jeruk siam di dalam negeri dituntut untuk meningkatkan daya saing produk jeruk siamnya agar mampu bertahan menghadapi persaingan dengan jeruk siam impor lainnya. Meskipun angka impor jeruk di Indonesia besar, namun tidak menutup kemungkinan Indonesia menjadi negara pengekspor jeruk Perumusan Masalah Kabupaten Garut merupakan salah satu sentra produksi jeruk siam yang berada di propinsi Jawa Barat. Jumlah produksi jeruk siam Kabupaten Garut pada tahun 2010 sebesar 9.180,4 ton atau 38,68 persen dari total produksi jeruk keprok Jawa Barat sebesar ton. Tanaman jeruk telah diproduksi sejak lama di 36

22 Kabupaten Garut, sebelum tahun 1964 Kabupaten Garut merupakan sentra produksi jeruk terbesar di Jawa Barat dan sejak itu pula Garut merupakan daerah endemis CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) yang mengakibatkan produksi jeruk dari tahun ke tahun terus menurun. Berdasarkan data pada tahun 1987 populasi jeruk di Kabupaten Garut tercatat sebanyak pohon dengan areal seluas ha, namun akibat adanya serangan CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) dalam kurun waktu 5 tahun terjadi penurunan yang sangat tajam, tercatat pada tahun 1992 populasinya hanya tinggal pohon. Pemerintah menerapkan kebijakan penanaman kembali tanaman jeruk dengan target pohon pada tahun Berikut perkembangan produksi tanaman jeruk siam di Kabupaten Garut. Tabel 3. Perkembangan Produksi, Jumlah Tanaman dan Tanaman yang menghasilkan Jeruk Siam di Kabupaten Garut Tahun Tanaman yang Jumlah Tanaman Produksi Tahun Menghasilkan (Pohon) (Kw) (Pohon) Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut, 2010 Berdasarkan Tabel 3 mengenai perkembangan produksi dapat diketahui bahwa jumlah tanaman yang menghasilkan dan jumlah produksi jeruk siam di Kabupaten Garut mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga tahun Tercatat peningkatan jumlah tanaman yang menghasilkan dari tahun 2006 hingga 2008 meningkat sebesar 32,75 persen menjadi pohon tanaman yang menghasilkan. Meningkatnya jumlah tanaman yang menghasilkan diikuti pula dengan meningkatnya jumlah produksi jeruk siam dari tahun 2006 hingga tahun 2008 yaitu sebesar 35,15 persen. Namun pada tahun 2009 hingga tahun 2010 produksi jeruk siam mengalami penurunan. Hal ini disebabkan penurunan jumlah 37

23 tanaman yang menghasilkan sebesar 7,28 persen yang mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah produksi sebesar 19,52 persen, yakni menjadi kw. Kecamatan Samarang merupakan salah satu sentra produksi dan penghasil jeruk siam terbesar di Kabupaten Garut. Pada tahun 2010 produksi jeruk siam di Kecamatan Samarang adalah sebesar ton. Tercatat peningkatan jumlah tanaman jeruk siam dari tahun 2006 hingga 2010 meningkat menjadi pohon. Sedangkan tanaman yang menghasilkan mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi pohon dan meningkat hingga tahun 2010 sebesar 87,17 persen menjadi pohon tanaman yang menghasilkan. Meningkatnya jumlah tanaman yang menghasilkan diikuti pula dengan meningkatnya jumlah produksi jeruk siam dari tahun 2007 hingga tahun 2009 yaitu sebesar 90,02 persen menjadi kw. Namun pada tahun 2009 hingga tahun 2010 produksi jeruk siam mengalami penurunan sebesar 1,08 persen menjadi kw. Berikut perkembangan produksi jeruk siam di Kecamatan Samarang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Perkembangan Produksi, Jumlah Tanaman dan Tanaman yang menghasilkan Jeruk Siam di Kecamatan Samarang Tahun Tanaman yang Jumlah Tanaman Produksi Tahun Menghasilkan (Pohon) (Kw) (Pohon) Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut, 2010 Pemerintah memiliki peran yang strategis dalam rangka mengembangkan pengusahaan jeruk siam di Kabupaten Garut. Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah demi memajukan pengusahaan jeruk siam di Kabupaten Garut, seperti bantuan input, pembimbingan, dan penyuluhan. Kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadapa input maupun output pengusahaan komoditas jeruk siam di Kabupaten Garut. Daya saing komoditas jeruk siam akan meningkat jika 38

24 kebijakan yang ada mengakibatkan biaya input menurun dan menambah nilai guna output. Begitu juga sebaliknya, apabila kebijakan pemerintah yang berlaku mengakibatkan biaya input naik dan menurunkan nilai guna output, maka akan menurunkan daya saing. Pemerintah Kabupaten Garut secara tidak langsung menganjurkan bagi produsen jeruk siam untuk menggunakan bibit jeruk siam yang berasal dari penangkar dengan tujuan untuk meningkatkan produksi, kualitas dan daya tahan terhadap penyakit. Namun, pada kenyataannya masih terdapat beberapa petani jeruk siam yang menggunakan bibit dengan batang bawah hasil tebasan tanaman jeruk siam yang tidak produktif lagi. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan teknologi dalam bentuk penggunaan bibit pada pengusahaan jeruk siam di Kabupaten Garut. Teknologi modern dimana pengusahaan jeruk siam menggunakan bibit penangkaran dan teknologi tradisional dimana pengusahaan jeruk siam menggunakan bibit batang bawah sendiri. Maka menjadi pertanyaan jenis teknologi pengusahaan jeruk siam mana yang unggul secara komparatif dan kompetitif. Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa potensi jeruk siam perlu mendapatkan perhatian serius dalam upaya pengusahaanya. Oleh karena itulah dalam rangka pengembangan jeruk siam di Kabupaten Garut, maka diperlukan suatu penelitian mengenai daya saing sekaligus dampak kebijakan pemerintah terhadap pengusahaan jeruk siam di Kabupaten Garut, sehingga peranannya dalam perekonomian nasional dapat diandalkan. Maka masalah yang akan dikaji sehubungan dengan penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh teknologi terhadap keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif Jeruk Siam di Kabupaten Garut? 2. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing pengusahaan Jeruk Siam di Kabupaten Garut? 3. Bagaimana keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif Jeruk Siam apabila terdapat perubahan nilai tukar rupiah, harga jeruk siam domestik dan kenaikan harga pupuk di Kabupaten Garut? 39

25 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1) Menganalisis pengaruh teknologi terhadap keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif Jeruk Siam di Kabupaten Garut. 2) Menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing pengusahaan Jeruk Siam di Kabupaten Garut. 3) Menganalisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif Jeruk Siam apabila terdapat perubahan nilai tukar rupiah, harga jeruk siam domestik dan kenaikan harga pupuk di Kabupaten Garut Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, informasi, atau masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu antara lain: 1) Bagi petani jeruk siam, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui pendapatannya dengan cara memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan produktivitas jeruk siam, serta melestarikan komoditas kebanggaan mereka ini. 2) Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mendukung kegiatan usahatani jeruk siam sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Garut. 3) Bagi pemerintah diharapkan penelitian ini dapat dipakai sebagai masukan atau rujukan dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan pengusahaan Jeruk Siam. 4) Bagi kalangan mahasiswa dan perguruan tinggi, penelitian ini dapat bermanfaaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan yang berguna sehingga dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya. 5) Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan segala ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan, serta dapat melatih dan mengembangkan kemampuan dalam berpikir dan menganalisis permasalahan yang ada di lapangan. 40

26 1.5. Ruang Lingkup Mengacu pada permasalahan dan tujuan penelitian serta mengingat adanya keterbatasan sumberdaya, maka ruang lingkup pada penelitian ini diantaranya yakni, analisis dilakukan pada tingkat usahatani, responden utama dalam penelitian ini adalah petani jeruk siam di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut dan studi terbatas pada data yang tersedia dari berbagai aspek ekonomi pada usahatani jeruk siam yang ada di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Selain itu diberikannya batasan-batasan berupa asumsi dimaksudkan untuk memudahkan proses analisis dan diharapkan dengan batasan ini tidak merubah ataupun mengurangi esensi yang hendak disampaikan. 41

27 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk Studi mengenai jeruk telah dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya oleh Sinuhaji (2001) yang melakukan penelitian mengenai Pengembangan Usahatani Jeruk dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini memperlihatkan bagaimana dampak dari pengembangan usahatani jeruk terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa nilai tambah bruto yang diciptakan oleh sektor komoditas jeruk, dapat memberikan keuntungan bagi pelaku ekonomi yang terkait, terutama bagi pemilik modal. Namun keterkaitan sektor jeruk terhadap perekonomian yang lain masih rendah atau masih dibawah ukuran rata-rata, dengan kata lain daya tarik dan daya dorong terhadap perekonomian yang lain tidak terlalu kuat. Pada penelitian Sinuhaji (2001) ini dapat diambil kesimpulan bahwa dampak yang ditimbulkan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh produksi buah jeruk masih belum optimal. Studi mengenai jeruk yang dilakukan oleh Sinuhaji (2001) yang menyatakan bahwa komoditas jeruk dapat memberikan keuntungan bagi pelaku ekonomi yang terkait didukung oleh Nurasa dan Hidayat (2005) pada penelitiannya mengenai Analisis Usahatani dan Keragaan Margin Pemasaran Jeruk di Kabupaten Karo bahwa adanya keuntungan dalam pengusahaan komoditas jeruk. Berdasarkan hal tersebut, secara ekonomi jeruk masih menguntungkan untuk diusahakan. Keuntungan tersebut masih dapat ditingkatkan dengan memperbaiki sistem produksi, sehingga produktivitas dapat ditingkatkan. Diperkirakan dengan proses produksi ini dapat memperbaiki kualitas dan kuantitas, terutama pada tingkat lebih tinggi lagi, sehingga memiliki peluang mengakses pasar lebih luas, khususnya pasar luar negeri (ekspor). Berdasarkan studi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa komoditas jeruk memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri ataupun pasar luar negeri (ekspor). Untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan suatu usaha agar kualitas dan kuantitas 42

28 jeruk tetap terjaga, sehingga diharapkan komoditas jeruk dapat menjadi peluang dalam memperbaiki perekonomian dalam negeri Studi Empiris Tentang Daya Saing Studi mengenai daya saing telah dilakukan sejak waktu yang lama. Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan penilitian terkait dengan daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas jeruk siam, studi mengenai penelitian terdahulu penting untuk dilakukan. Konsep daya saing dilihat melalui pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Metode yang digunakan untuk mengetahui daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap suatu komoditas pada umumnya adalah metode Policy Analysis Matrix (PAM) dan analisis sensitivitas. Wiji (2007) melakukan penelitian mengenai Analisis Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak Di Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usahatani pegembangan jeruk Siam Pontianak meliputi kelayakan finansial dan ekonomi, menganalisis daya saing (kompetitif dan komparatif) terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimnatan Barat, dan menganalisis sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer terutama dari salah satu kabupaten sentra pengembangan jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat, dengan Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa usahatani Jeruk Siam Pontianak berdasarkan analisis pendapatan usahatani, kelayakan finansial dan ekonomi layak untuk dikembangkan, mempunyai daya saing (kompetitif dan komparatif) yang cukup tinggi sehingga mampu bersaing di pasar international, dan mampu membiayai faktor domesiknya, dan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah serta sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak cukup efisien. Namun intervensi berupa pengembangan jaminan mutu produk, peningkatan efisiensi pemasaran dan promosi, usaha perbaikan infrastruktur fisik dan kelembagaan pasar masih perlu dilakukan untuk mengurangi fluktuasi harga yang terjadi. Implikasi secara makro, memproduksi sendiri buah unggulan tersebut lebih efisien dibandingkan dengan mengimpornya. Analisis daya saing terhadap 43

29 pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak terhadap struktur biaya produksi, biaya yang diinvestasikan oleh petani jeruk siam lebih besar daripada nilai tambah yang dapat diterimanya. Hal tersebut akan mengakibatkkan pendapatan petani jeruk Siam Pontianak menjadi berkurang. Nuryanti (2010) melakukan penelitian mengenai Analisis Pengaruh Intensifikasi Usahatani terhadap Daya Saing Kakao (Theobroma cacao L.) di Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini antara lain menganalisis pengaruh intensifikasi usahatani kakao terhadap daya saing kakao di Kabupaten Ciamis, menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap pengaruh intensifikasi usahatani kakao pada daya saing kakao di Kabupaten Ciamis, dan menganalisis dampak perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, harga kakao domestik, pajak ekspor biji kakao, dan harga pupuk bersubsidi, ceteris paribus, terhadap pengaruh intensifikasi usahatani kakao pada perubahan daya saing kakao di Kabupaten Ciamis. Penelitian ini menggunakan alat analisis Policy Analysis Matrix (PAM) untuk mengukur keunggulan kompetitif dan komparatif (daya saing) serta dampak kebijakan pemerintah pada suatu sistem komoditas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan produksi yang terjadi karena adanya program intensifikasi usahatani meningkatkan keunggulan kompetitif komoditas kakao di Kabupaten Ciamis. Namun, adanya peningkatan penggunaan input tradable yang mengandung komponen impor pada usahatani yang semakin intensif menyebabkan keunggulan komparatif komoditas kakao di Kabupaten Ciamis semakin menurun. Kebijakan pemerintah terhadap input-output pada sistem komoditas kakao di Kabupaten Ciamis, intensifikasi usahatani kakao berpengaruh terhadap peningkatan keunggulan kompetitif dan penurunan keunggulan komparatif komoditas kakao di Kabupaten Ciamis. Aliyatillah (2009) melakukan penelitian mengenai Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Kakao. Tujuan dari penelitian ini yakni untuk menganalisis daya saing komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala Jawa Barat sebagai produsen kakao berkualitas, menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas kakao PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala Jawa Barat, dan mempelajari pengaruh perubahan produktivitas, harga kakao, dan kurs rupiah 44

30 terhadap daya saing komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala Jawa Barat. Pengusahaan kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala efisien secara privat dan memiliki keunggulan kompetitif. nilai keuntungan sosial yang positif menunjukkan pengusahaan komoditas kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala menguntungkan secara ekonomi dan memiliki keunggulan komparatif dan efisien secara ekonomi. Secara umum kebijakan pemerintah yang ada menguntungkan bagi pengembangan dan peningkatan daya saing kakao di Perkebunan Afdeling Rajamandala. Penurunan produktivitas lebih dari 10 persen dan penurunan harga kakao sebesar 5 persen akan menyebabkan komoditas kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala tidak berdaya saing baik dari segi keunggulan komparatif maupun kompetitifnya sedangkan depresiasi dan apresiasi mempengaruhi daya saing kakao dalam segi keunggulan komparatifnya. Berdasarkan analisis yang dilakukan, kakao Indonesia dinilai masih berdaya saing lemah karena adanya berbagai kendala. Kendala tersebut diantaranya adalah rendahnya kualitas kakao karena belum memenuhi standar internasional, bibit bermutu rendah, penanganan pascapanen yang tidak memadai terutama fermentasi, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, kurangnya daya dukung sarana infrastruktur, dan kurangnya peran industri terkait. Kebijakan pemerintah terhadap komoditas kakao juga telah diupayakan namun belum dapat dilihat dampaknya terkait dengan masih berjalannya program kebijakan tersebut. Kebijakan pemerintah dalam rangka mendukung daya saing komoditas kakao nasional baik dari keunggulan komparatif maupun kompetitifnya antara lain peningkatan produktivitas melalui program intensifikasi tanaman terutama dalam pengadaan bibit dan penggunaan bibit kakao unggul, pelatihan dan pendampingan petani dalam rangka pencegahan meluasnya serangan hama PBK, dan kebijakan pemantapan infrastruktur di wilayah pengembangan kakao. Pada penelitian Irnawati (2008) menyebutkan bahwa keunggulan komparatif komoditas kakao Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan komoditas kakao Kamerun dan Nigeria yang produksi kakaonya di bawah Indonesia. Menurut Irnawati (2008) hal tersebut disebabkan karena Indonesia belum tergabung ke dalam 45

31 organisasi kakao internasional (International Cocoa Organization), yang berdampak sedikitnya informasi yang diperoleh oleh Indonesia. Meryana (2007) menganalisis daya saing kopi Robusta Indonesia di pasar kopi Internasional. Berdasarkan hasil penelitian, kopi Robusta Indonesia memiliki keunggulan komparatif walaupun daya saingnya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara Pantai Gading dan Uganda. Menurut Meryana (2007), hal tersebut terjadi disebabkan karena masih rendahnya kualitas kopi, produktivitas lahan, sumberdaya modal, sumberdaya infrastrukrur, dan tidak insentifnya harga. Keunggulan kompetitif industri kopi Robusta Indonesia menunjukkan bahwa faktor sumberdaya, kondisi permintaan domestik, dan struktur kopi domestik mendukung komoditas ini untuk berkembang terutama dengan adanya dukungan oleh pemerintah dan adanya faktor kesempatan. Keunggulan komparatif kopi Robusta nasional perlu ditingkatkan, salah satu upaya nyata yang dapat dilakukan adalah berupaya untuk merubah kondisi dimana keluar dari predikat negara pengekspor biji kopi menjadi negara pengekpor kopi olahan. Keunggulan kompetitif ditingkatkan melalui perbaikan budidaya dan penggunaan infrastuktur yang pada akhirnya dapat menghasilkan biji kopi berkualitas terbaik. Penelitian mengenai daya saing kopi robusta penting untuk dikaji karena ada asumsi bahwa daya saing komoditas jeruk siam sebagai salah satu tanaman tahunan dan termasuk tanaman pangan lainnya tidak akan jauh berbeda dengan daya saing kopi robusta. Rahmiati (2007) menganalisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap pengusahaan manggis dengan sistem perkebunan pada CV Buah Asi di Kecamatan Sukamakmur Bogor. Manggis merupakan komoditas pertanian yang potensial untuk dikembangkan. Permintaan manggis dari luar negeri terus meningkat dari tahun ke tahun namun karena kualitas manggis Indonesia yang rendah hanya sebagian kecilnya saja yang layak diekspor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengusahaan manggis dengan sistem perkebunan pada CV Buah Asi tidak memiliki daya saing. Hal ini tercermin dari nilai keuntungan privat dan ekonomi yang bernilai negatif. Salah satu penyebabnya adalah dari 2000 pohon manggis yang ada, hanya 10 persennya saja yang telah berbuah. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada 46

32 penerimaannya. Indikator lain yang mencerminkan pengusahaan manggis di lokasi penelitian tidak berdaya saing baik dari keunggulan komparatif maupun kompetitifnya adalah rasio biaya privat dan rasio biaya sumberdaya domestik. Hasil analisis mengindikasikan bahwa kebijakan pemerintah lebih meningkatkan efisiensi produsen dalam berproduksi manggis. Dampak kebijakan pemerintah terhadap input dianalisis dari indikator transfer input, transfer faktor, dan Koefisien nominal proteksi input efektif. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah atau distorsi pasar pada input tradable menguntungkan produsen manggis yang menggunakan input tersebut. Begitu juga dangan input domestik, tidak ada kebijakan pemerintah yang melindungi produsen input domestik. Kebijakan input dan output mengindikasikan bahwa kebijakan pemerintah dalam melindungi produsen manggis berjalan dengan efektif. Selain itu, kebijakan pemerintah yang ada menyebabkan produsen manggis membayar biaya produksi lebih rendah dari harga ekonominya. Indriyati (2007), meneliti mengenai Analisis Daya Saing Buah Nenas Model Tumpang Sari dengan Karet, Kasus di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Prabumulih dan di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Ogah Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing pengusahaan buah nenas di Kota Prabumulih dan Kabupaten Ogah Ilir, dan menganalisis dampak kebijakan pemerintah serta perubahan harga input output terhadap daya saing pengusahaan buah nenas di Kota Prabumulih dan Kabupaten Ogah Ilir. Alat analisis yang digunakan yakni Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil penelitian menunjukkan pengusahaan nenas di kedua lokasi penelitian memiliki daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif). Dampak kebijakan terhadap output-input yang ada selama ini kurang menguntungkan bagi petani nenas di kedua desa. Berdasarkan analisis sensitivitas yang menggunakan asumsi bila terjadi penurunan harga output sebesar Rp 100,00 harga input pupuk mengalami peningkatan sebesar 10% dan nilai tukar rupiah menguat terhadap dollar Amerika menjadi Rp 8.500,00 serta analisis sensitivitas gabungan, menunjukkan bahwa pengusahaan nenas di kedua lokasi penelitian masih memiliki daya saing (keunggulan komparatif dan kompetitif) serta layak untuk diusahakan. 47

33 Berdasarkan studi yang telah dilakukan mengenai daya saing dan dampak kebijakan pemerintah pada komoditas hortikultura tanaman tahunan, diperoleh kesimpulan sementara bahwa pada umumnya komoditas hortikultura tanaman tahunan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, namun pada umumnya berdaya saing rendah, bahkan pada penelitian Rahmiati (2007) yang menganalisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap pengusahaan manggis tidak memiliki daya saing. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah dampak dari kebijakan pemerintah yang berlaku. Hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa kebijakan pemerintah dapat meningkatkan dan juga menurunkan keunggulan komparatif dan kompetitif suatu komoditas hortikultura. Metode yang digunakan berdasarkan studi yang telah dilakukan pada umumnya adalah metode Policy Analysis Matrix (PAM), dengan pertimbangan bahwa dengan metode ini dapat menjawab tujuan yang ingin dicapai, yaitu dapat diketahui keunggulan kompetitif dan keunggulan komperatif serta dampak kebijakan pemerintah terhadap suatu komoditas. Analisis sensitivitas sebagian besar juga diperlukan dalam menganalisis daya saing suatu komoditas tertentu, hal ini disebabkan untuk mengatasi kelemahan PAM yang dalam analisisnya hanya memberlakukan satu tingkat harga padahal dalam keadaan sebenarnya harga tersebut sangat variatif. Selain itu, analisis ini juga digunakan untuk melihat pengaruh kebijakan pemerintah terhadap kondisi daya saing komoditas tertentu. Daya saing sangat erat kaitannya dengan kualitas dan produktivitas yang tidak terlepas dari peranan pemerintah di dalamnya. Untuk menunjukkan hal tersebut, maka penelitian mengenai daya saing dan dampak kebijakan pemerintah khususnya pada komoditas jeruk siam ini penting untuk dilakukan. 48

34 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang lainnya. Setiap negara akan memproduksi apa yang menjadi kebutuhannya dan mengimpor apa yang tidak negara tersebut produksi. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan suatu negara melakukan perdagangan internasional. Pertama, yakni adanya keragaman sumberdaya alam yang dimiliki oleh suatu negara. Hal ini berhubungan dengan faktor-faktor yang secara alamiah dimiliki oleh suatu negara tertentu. Selanjutnya adalah karena adanya perbedaan selera (preferensi) pada masing-masing negara. Perdagangan internasional yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung atas dasar perbedaaan preferensi permintaan atau selera di masing-masing negara. Kemudian yang terakhir karena adanya perbedaan biaya. Hal ini berkaitan erat dengan biaya produksi. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan untuk mencapai skala ekonomi. Hal ini akan menyebabkan setiap negara cenderung untuk melakukan spesialisasi. Jika negara-negara melakukan spesialisasi, maka skala ekonomis akan tercapai dan biaya produksi per unit akan semakin murah. Daya saing merupakan kemampuan produsen dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan permintaan konsumen dan memiliki biaya produksi yang rendah. Biaya produksi yang rendah disini diasumsikan apabila terjadi di pasar internasional, sehingga produk atau komoditas tersebut dapat diproduksi dan dipasarkan oleh produsen sehingga dapat mempertahankan kelangsungan produksinya. Menurut Kuraisin dalam Septiyorini, (2009) menyebutkan bahwa pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur dayasaing suatu komoditi adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditas tersebut. Keuntungan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sementara itu, efisiensi pengusahaan komoditas 49

35 dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif Keunggulan Komparatif Hukum keunggulan komparatif pertama kali diperkenalkan oleh David Ricardo pada tahun 1817, yang mengatakan bahwa meskipun salah satu negara kurang efisien dibanding negara lainnya dalam memproduksi kedua komoditi, masih terdapat dasar dilakukannya perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak, dengan asumsi proporsi kerugian absolut satu negara pada kedua komoditi tersebut tidak sama (Salvatore 1997). Kelemahan pada teori keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh David Ricardo adalah keunggulan komparatif ini hanya didasarkan pada perbedaan produktivitas setiap tenaga kerja saja, padahal masih banyak faktor yang mempengaruhi seperti teknologi, modal, tanah, dan sumberdaya lainnya. Pada tahun 1936, hukum keunggulan komparatif disempurnakan dengan teori biaya imbangan (Oppurtunity Cost Theory) yang dikemukakan oleh Haberler. Menurut teori biaya imbangan, biaya sebuah komoditi adalah jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama. Artinya negara yang memiliki biaya imbangan lebih rendah dalam memproduksi sebuah komoditi akan memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi tersebut dan memiliki kerugian komparatif dalam komoditi kedua (Salvatore 1997). Teori keunggulan komparatif yang lebih modern dikemukakan oleh Hecksler dan Ohlin yang diberi nama dengan teori Hecksler-Ohlin. Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam jumlah dan berharga relatif murah, serta mengimpor komoditi banyak menyerap faktor produksi yang di negara itu relatif langka dan mahal (Salvatore 1997). Keunggulan komparatif akan menjadi ukuran daya saing, apabila perekonomian tidak mengalami gangguan atau distorsi. Seperti yang telah disebutkan, bahwa keunggulan komparatif akan menjadi tolak ukur daya saing 50

36 komoditas tertentu dari segi efisiensi. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dapat dikatakan komoditas tersebut telah mencapai efisiensi secara ekonomi. Oleh karena itu keunggulan komparatif terkait dengan kelayakan secara ekonomi. Artinya kelayakan ekonomi menilai aktivitas ekonomi bagi masyarakat secara general atau menyeluruh, tanpa melihat siapa yang terlibat dalam aktivitas ekonomi tersebut Keunggulan Kompetitif Pada keunggulan komparatif disebutkan akan menjadi ukuran daya saing suatu komoditas dengan asumsi perekonomian tidak mengalami gangguan atau distorsi sama sekali. Namun, pada kenyataannya sulit sekali ditemukan kondisi perekonomian yang tidak mengalami gangguan atau distorsi, misalnya seperti di Indonesia sebagai negara berkembang. Keunggulan komparatif digunakan hanya untuk mengukur manfaat aktivitas ekonomi dari segi masyarakat keseluruhan atau general. Oleh karena itu dalam perkembangannya konsep yang sesuai untuk mengukur kelayakan secara finansial, digunakanlah konsep keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan kompetitif dapat mengukur manfaat yang diterima oleh pihak-pihak yang terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi. Oleh karena itu keunggulan kompetitif terkait langsung dengan kelayakan finansial dari suatu aktivitas. Konsep keunggulan kompetitif ini secara operasional bukan untuk menggantikan konsep keunggulan komparatif, namun saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Artinya jika suatu komoditas memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, maka komoditas tersebut layak dan menguntungkan untuk diproduksi dan dapat bersaing dengan pasar internasional. Jika keunggulan komparatif berfungsi sebagai alat untuk mengukur keuntungan sosial dan dihitung berdasarkan harga sosial dan harga bayangan nilai tukar uang, maka keunggulan kompetitif berfungsi sebagai alat untuk mengukur keuntungan privat dan dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai tukar resmi yang berlaku (Septiyorni 2009). Menurut Grey et al. (1993), suatu perhitungan dikatakan perhitungan privat atau analisis finansial, bila yang berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya proyek adalah individu atau pengusaha. Dalam hal ini yang dihitung sebagai 51

37 benefit adalah apa yang diperoleh orang-orang atau badan swasta yang menanamkan modalnya dalam proyek tersebut. Sebaliknya suatu perhitungan dikatakan perhitungan sosial atau ekonomi, bila yang berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya proyek adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini, yang dihitung adalah seluruh benefit yang terjadi dalam masyarakat sebagai hasil dari proyek dan semua biaya yang terpakai terlepas dari siapa saja yang menikmati benefit dan siapa yang mengorbankan sumber-sumber tersebut Kebijakan Pemerintah Kebijakan pemerintah biasanya diterapkan untuk melindungi produk dalam negeri terhadap produk luar negeri dan juga biasanya untuk meningkatkan ekspor produk dalam negeri. Kebijakan tersebut biasanya bertujuan untuk memperbaiki kegagalan pasar, yang biasanya diberlakukan untuk input dan output yang diminta produsen (harga privat) dengan harga yang sebenarnya terjadi jika dalam kondisi perdagangan bebas (harga sosial). Secara garis besar kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terdiri dari dua bentuk, yaitu berupa subsidi dan hambatan perdagangan. Kebijakan subsidi ini terdiri dari dua bentuk, yakni subsidi positif dan subsidi negatif atau biasa disebut dengan pajak. Kemudian kebijakan hambatan perdagangan yakni berupa tarif dan kuota. Kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi sektor pertanian dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu kebijakan harga, kebijakan makroekonomi, dan kebijakan investasi publik. Kebijakan harga komoditas pertanian merupakan kebijakan yang bersifat spesifik komoditas. Setiap kebijakan diterapkan untuk satu komoditas. Kebijakan harga juga bisa mempengaruhi input pertanian. Kebijakan makroekonomi mencakup seluruh wilayah dalam satu negara, sehingga kebijakan makroekonomi akan mempengaruhi seluruh komoditas. Kebijakan investasi publik mengalokasikan pengeluaran investasi (modal) yang bersumber dari anggaran belanja negara. Kebijakan ini bisa mempengaruhi kelompok seperti produsen, pedagang, dan konsumen dengan dampak yang berbeda karena dampak tersebut bersifat spesifik pada wilayah dimana investasi itu dilakukan (Pearson et al. 2005). 52

38 Monke dan Pearson (1989) menjelaskan bahwa kebijakan harga (price policies) dibedakan menjadi tiga tipe kriteria, yaitu tipe instrument, penerimaan yang akan diperoleh, dan tipe komoditi. Implementasi dari kebijakan ini nantinya akan dapat mempengaruhi kemampuan negara dalam memanfaatkan peluang ekspor suatu komoditi dan kemampuan negara tersebut untuk melindungi konsumen dan produsen dalam negeri. 1) Tipe Instrumen Pada tipe instrumen ini terdapat dua kebijakan, yaitu kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan. Subsidi merupakan pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah atau untuk pemerintah. Pembayaran yang berasal dari pemerintah disebut dengan subsidi positif, sedangkan pembayaran untuk pemerintah disebut dengan subsidi negatif atau biasa disebut dengan pajak. Subsidi dilakukan untuk melindungi baik konsumen maupun produsen dengan menciptakan harga dalam negeri atau domestik agar berbeda dengan harga yang berlaku di internasional. Kebijakan perdagangan merupakan pembatasan yang diterapkan oleh pemerintah pada ekspor atau impor suatu komoditi tertentu. Kebijakan perdagangan yang dapat diterapkan dapat berupa tarif dan kuota. Menurut Salvatore (1997) tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diimpor atau diekspor. Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah sejak lama. Sedangkan kuota merupakan bentuk hambatan perdagangan non-tarif yang paling penting, dimana dimana adanya pembatasan secara langsung terhadap jumlah impor atau ekspor. Kuota dapat digunakan untuk melindungi sektor industri domestik tertentu, atau bisa juga untuk melindungi sektor pertanian. Tujuan dilakukannya kebijakan tersebut adalah untuk menciptakan perbedaan harga yang terjadi di pasar domestik dengan harga yang terjadi di pasar internasional dan juga untuk membatasi kuantitas barang yang masuk ke dalam negeri (barang impor). 2) Kelompok Penerimaan Monke dan Pearson (1989) menjelaskan bahwa klasifikasi kelompok penerimaan adalah kebijakan yang dikenakan pada produsen dan konsumen. 53

39 Suatu kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan menyebabkan terjadinya transfer antara produsen, konsumen, dan anggaran pemerintah. 3) Tipe Komoditi Tujuan dengan adanya pengklasifikasian tipe komoditi adalah untuk membedakan komoditi mana yang dapat diekspor dan komoditi yang dapat diimpor. Tidak adanya kebijakan harga, maka harga domestik akan sama dengan harga internasional, sehingga harga yang digunakan untuk ekspor adalah fob atau harga pelabuhan, sedangkan harga yang digunakan untuk impor adalah cif atau harga di pelabuhan pengekspor. Namun apabila diberlakukan kebijakan untuk barang ekspor dan impor maka harga yang terjadi di pasar domestik akan berbeda dengan harga fob dan cif Kebijakan Output Kebijakan pemerintah terhadap output dijelaskan dengan menggunakan Transfer Output (TO) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (Nominal Protection Coefficient on Output/NPCO). Kebijakan terhadap output dapat diterapkan pada barang ekspor maupun impor baik berupa subsidi positif maupun subsidi negatif atau pajak. Berikut dampak yang diberikan dengan adanya subsidi positif terhadap produsen pada barang impor dan ekspor dapat dilihat pada Gambar 1. P P Pp H B S S Pw G E F A Pp A Pw C B D D Q 1 Q 2 Q 3 Q Q 2 Q 1 Q 3 Q 4 Q (a) S+/PI (b) S+/PE Gambar 1. Dampak Subsidi Positif Terhadap Produsen Barang Impor dan Ekspor Sumber : Monke and Pearson (1989) 54

40 Gambar 1(a) merupakan gambar subsidi positif yang ditujukan untuk produsen barang impor. Adanya subsidi positif ini menyebabkan output produksi dalam negeri meningkat, sedangkan jumlah impor akan menurun. Hal ini disebabkan barang yang seharusnya diimpor menjadi diproduksi sendiri di dalam negeri. Pada Gambar 1(a) output produksi dalam negeri meningkat dari Q 1 menjadi Q 2 dan jumlah impor menurun dari Q 3 -Q 1 menjadi Q 3 -Q 2, sedangkan konsumsi tetap pada Q 3. Besarnya subsidi per output sebesar (Pp - Pw) pada tingkat output Q 2, sehingga transfer total dari pemerintah kepada produsen sebesar Q 2 x (Pp - Pw) atau PpABPw. Biaya korbanan jika barang yang seharusnya diimpor menjadi diproduksi sendiri di dalam negeri adalah sebesar Q 1 CAQ 2, sedangkan jika barang tersebut diimpor adalah sebesar Q 1 CBQ 2. Sehingga efesiensi yang hilang dengan adanya subsidi tersebut adalah sebesar CAB. Gambar 1(b) menunjukkan subsidi untuk produsen barang ekspor. Adanya subsidi dari pemerintah menyebabkan harga yang diterima produsen lebih tinggi dari harga yang berlaku di pasar dunia. Harga yang tinggi mengakibatkan output produksi dalam negeri dan jumlah ekspor meningkat yakni dari Q 3 ke Q 4, sedangkan konsumsi menurun dari Q 1 ke Q 2. Tingkat subsidi yang diberikan pemerintah adalah sebesar GABH Kebijakan Input Kebijakan pemerintah dapat diterapkan pada input asing (Tradable) dan input domestik (Non Tradable). Kebijakan pada kedua input tersebut dapat berupa subsidi positif maupun subsidi negatif atau pajak, sedangkan kebijakan hambatan perdagangan hanya berlaku pada input asing (Tradable) karena input domestik (Non Tradable) hanya diterapkan pada komoditas yang diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri. a) Kebijakan Input Tradable Kebijakan pada input Tradable dapat berupa subsidi, pajak, dan hambatan perdagangan. Pengaruh subsidi dan pajak pada input Tradable ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini. 55

41 P P S S S C S Pw A C Pw A B B D D Q 2 Q 1 Q Q 1 Q 2 Q (a) S-/Pt (b) S+/Pt Gambar 2. Pajak dan Subsidi pada Input Tradable Sumber : Monke and Pearson (1989) Gambar 2(a) menunjukkan pengaruh pajak terhadap input Tradable yang digunakan. Pajak pada input akan menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga output domestik turun, yakni dari Q 1 menjadi Q 2 dan kurva penawaran (supply) bergeser ke atas. Efisiensi ekonomi yang hilang adalah sebesar ABC yang merupakan perbedaan antara nilai output yang hilang yaitu Q 1 CAQ 2 dengan biaya produksi output sebesar Q 2 BCQ 1. Gambar 2(b) menunjukkan dampak subsidi pada input Tradable yang digunakan. Adanya subsidi pada input Tradable menyebabkan biaya produksi semakin rendah sehingga produksi meningkat, yakni dari Q 1 menjadi Q 2 dan kurva penawaran bergeser ke bawah (S ). Efisiensi yang hilang dari produksi adalah sebesar ABC yaitu perbedaan antara biaya produksi yang betambah setelah menigkatnya output dengan peningkatan nilai output. b) Kebijakan Input Non Tradable Kebijakan input Non Tradable dapat berupa kebijakan subsidi positif dan subsidi negatif (pajak). Dampak kebijakan subsidi dan pajak pada input Non Tradable dapat dilihat pada gambar 3. 56

42 P C S S Pc Pp C Pd B A Pd A B P Pp E Pc E D D Q2 Q1 Q Q 1 Q 2 Q (a) S-/Pnt (b) S+/Pnt Keterangan : Pd : Harga domestik sebelum diberlakukan subsidi dan pajak Pc : Harga konsumen setelah diberlakukan subsidi dan pajak Pp : Harga di tingkat produsen setelah diberlakukan subsidi dan pajak Gambar 3. Dampak Subsidi Dan Pajak Pada Input Domestik Sumber: Monke and Pearson (1989) Gambar 3(a) menunjukkan dampak pajak pada input Non Tradable, dimana sebelum diberlakukannya kebijakan subsidi tingkat harga keseimbangan yang terjadi berada pada Pd dan dengan tingkat output keseimbangan sebesar Q 1. Pajak sebesar Pd-Pp menyebabkan produk yang dihasilkan turun menjadi Q 2, begitu juga harga yang diterima produsen turun menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen naik menjadi Pc. Besaran efisiensi ekonomi yang hilang dari produsen yakni sebesar BEA dan dari konsumen yang hilang sebesar BCA. Gambar 3(b) menunjukkan dampak subsidi pada input Non Tradable, dimana sebelum diberlakukannya kebijakan subsidi tingkat harga keseimbangan yang terjadi berada pada Pd dan dengan tingkat output keseimbangan sebesar Q1. Adanya subsidi ini akan menyebabkan produksi meningkat dari dari Q1 menjadi Q2. Harga yang diterima produsen akan meningkat menjadi Pp sedangkan harga yang diterima oleh konsumen akan turun menjadi Pc. Efisiensi yang hilang dari produsen sebesar ACB dan dari konsumen sebesar ABE Teori Policy Analysis Matrix (PAM) Penelitian ini menggunakan alat analisis Policy Analysis Matrix (PAM), yaitu matrik yang berfungsi untuk mengetahui daya saing dan dampak kebijakan 57

43 pemerintah terhadap suatu komoditi. Metode Policy Analysis Matrix (PAM) dikemukakan oleh Monke dan Pearson pada tahun Menurut Monke dan Pearson (1989), Metode Policy Analysis Matrix (PAM) merupakan suatu alat analisis yang digunakan untuk menganalisis pengaruh intervensi pemerintah dan dampaknya pada sistem komoditas. Empat aktivitas yang terdapat dalam sistem komoditas yang dapat dipengaruhi terdiri dari tingkat usahatani, penyampaian dari usahatani ke pengolah, pengolah, dan pemasaran. Menurut Indriyati (2007), metode PAM dapat mengidentifikasi tiga analisis, yaitu analisis keuntungan (privat dan sosial), analisis daya saing (keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif), dan analisis dampak kebijakan. Dalam metode PAM terdapat asumsi-asumsi yang digunakan, antara lain : 1) Perhitungan berdasarkan Harga Privat (Privat Cost), yaitu harga yang benar-benar terjadi dan diterima oleh produsen dan konsumen atau harga yang benar-benar terjadi setelah adanya kebijakan. 2) Perhitungan berdasarkan Harga Sosial (Sosial Cost) atau Harga Bayangan (Shadow Price), yaitu harga pada kondisi pasar persaingan sempurna atau harga yang terjadi apabila tidak ada kebijakan. Pada komoditas yang dapat diperdagangkan (Tradable), harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional. 3) Output bersifat Tradable dan input dapat dipisahkan ke dalam komponen asing (Tradable) dan domestik (Non Tradable). 4) Eksternalitas positif dan negatif dianggap saling meniadakan. Tiga tujuan utama dari metode PAM yakni memungkinkan seseorang untuk menghitung tingkat keuntungan privat atau sebuah ukuran dayasaing usahatani pada tingkat harga pasar atau harga aktual. Sehingga dengan melakukan hal yang sama untuk berbagai sistem usahatani lainnya memungkinkan kita untuk melakukan urutan daya saing pada tingkat harga aktual untuk berbagai sistem usahatani tersebut. Kemudian tujuan kedua dari anallisis PAM ialah menghitung tingkat keuntungan sosial sebuah usahatani, dimana dihasilkan dengan menukar output dan biaya pada tingkat harga efisiensi (sosial opportunity cost). Tujuan terakhir dari analisis PAM ialah menghitung transfer effect, sebagai dampak dari 58

44 sebuah kebijakan. Dengan membandingkan pendapatan dan biaya sebelum dan sesudah penerapan kebijakan kita bisa menentukan dampak dari kebijakan tersebut. Metode PAM menghitung dampak kebijakan yang mempengaruhi output maupun faktor produksi (lahan, tenaga kerja dan modal) (Pearson et al. 2005). Tabel 5. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Uraian Penerimaan Biaya Input Output Tradable Non Tradable Keuntungan Harga Privat A B C D Harga Sosial E F G H Dampak Kebijakan I J K L Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan : A : Penerimaan Privat B : Biaya Input Tradable Privat C : Biaya Input Non Tradable Privat D : Keuntungan Privat E : Penerimaan Sosial F : Biaya Input Tradable Sosial G : Biaya Input Non Tradable Sosial H : Keuntungan Sosial I : Transfer Output J : Transfer Input Tradable K : Transfer Faktor L : Transfer Bersih Analisis Keuntungan 1) Keuntungan Privat (PP) PP = D = A - B - C Secara finansial kegiatan usahatani akan layak untuk diteruskan, jika keuntungan privat lebih besar atau sama dengan nol, sebaliknya bila kurang dari nol maka usahatani tersebut rugi. 2) Keuntungan Sosial (PS) PS = H = E - F - G Secara ekonomi pengusahaan suatu komoditas layak untuk diteruskan, jika nilai keuntungan sosial lebih dari satu atau sama dengan nol dan jika nilainya kurang dari nol maka kegiatan usahatani tersebut tidak layak untuk diteruskan karena dapat menimbulkan kerugian. 59

45 Analisis Efisiensi (Keunggulan Komparatif dan Kompetitif) 1) Rasio Biaya Privat (PCR) PCR Jika PCR memiliki nilai lebih kecil dari satu, maka suatu komoditas akan memiliki keunggulan kompetitif, yang berarti untuk meningkatkan nilai tambah sebesar satu satuan diperlukan tambahan biaya faktor domestik yang dikeluarkan lebih kecil dari satu satuan. 2) Rasio Biaya Sumber Daya (DRC) DRC Jika DRC memiliki nilai lebih kecil dari satu, maka suatu pengusahaan komoditas tertentu akan memiliki keunggulan komparatif, yang berarti pengusahaan komoditas tersebut memiliki efisiensi secara ekonomi Dampak Kebijakan Pemerintah 1) Kebijakan Output a) Transfer Output (TO) TO = I = A - E Transfer Output menunjukkan kebijakan pemerintah yang diterapkan pada output yang menyebabkan harga output privat dan sosial berbeda. Nilai Transfer Output menunjukkan besarnya intensif masyarakat terhadap produsen. Nilai transfer Output yang positif berarti masyarakat harus membeli dengan harga yang lebih mahal dari harga yang seharusnya dibayarkan dan produsen menerima harga yang lebih besar dari harga yang seharusnya diterima. b) Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) NPCO 60

46 Koefisien Proteksi Output Nominal digunakan untuk mengukur dampak kebijakan pemerintah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai output yang diukur dengan harga privat dan sosial. Apabila nilai NPCO lebih kecil dari satu maka menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang menghambat ekspor output yang berupa pajak. 2) Kebijakan Input a) Transfer Input (TI) TI = J = B - F Nilai Transfer Input yang positif menunjukkan kebijakan pemerintah pada input tradable menyebabkan keuntungan yang diterima lebih besar dibandingkan tanpa adanya kebijakan. Nilai TI negatif menunjukkan kebijakan pemerintah keuntungan yang diterima secara finansial llebih kecil dibandingkan tanpa adanya kebijakan. b) Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) NPCI = Nilai Koefisien Proteksi Input Nominal lebih dari satu menunjukkan adanya proteksi terhadap produsen input, sementara sector yang menggunakan input tersebut akan dirugikan dengan tingginya biaya produksi. Jika nilai NPCI lebih kecil dari satu menunjukkan adanya hambatan ekspor input, sehingga produksi menggunakan input local. c) Transfer Faktor (TF) TF = K = C - G Nilai Transfer Faktor menunjukkan besarnya subsidi terhadap input non tradable, dimana jika nilai TF positif maka terdapat subsidi negatif atau pajak pada input non tradable, sedangkan jika TF memiliki nilai negatif maka terdapat subsidi positif pada input non tradable. 61

47 Kebijakan Input - Output 1) Koefisien Proteksi Efektif (EPC) EPC = Nilai Koefisien Proteksi Efektif menunjukkan arah kebijakan pemerintah apakah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif. Nilai EPC lebih besar dari satu menunjukkan tingginya proteksi pemerintah dalam sistem produksi suatu komoditas, sedangkan jika nilai EPC kurang dari satu menunjukkan proteksi pemerintah terhadap sistem produksi sangat rendah. 2) Transfer Bersih (TB) TB = L = D H Nilai transfer bersih menunjukkan ketidakefisienan dalam sistem produksi. Jika TB memiliki nilai lebih besar dari nol maka nilai tersebut menunjukkan tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang dilakukan pada input dan output. Nilai TB yang lebih kecil dari nol akan menunjukkan keadaan yang sebaliknya. 3) Koefisien Keuntungan (PC) PC = Nilai koefisien keuntungan menunjukkan dampak kebijakan pemerintah terhadap keuntungan yang diterima oleh produsen. Jika nilai PC kurang dari satu menunjukkan kebijakan pemerintah yang mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen lebih kecil dari pada tanpa adanya kebijakan. Sebaliknya, jika nilai PC lebih dari satu berarti kebijakan pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima oleh produsen lebih besar. 4) Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) SRP = 62

48 Nilai SRP kurang dari nol menunjukkan kebijakan pemerintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih kecil dari biaya imbangan untuk berproduksi. Namun jika nilai SRP lebih dari nol menunjukkan kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produsen lebih besar dari biaya imbangan untuk berproduksi Analisis Sensitivitas Sifat dari metode Policy Analysis Matrix (PAM) yang kaku atau statis, menyebabkan tidak bisa dilakukannya simulasi untuk kemungkinan perubahanperubahan pada faktor usahatani, misalnya perubahan pada variabel-variabel biaya atau penerimaan. Sehingga untuk mereduksi kelemahan dari metode ini maka dilakukanlah analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas merupakan suatu alat dalam menganalisis pengaruhpengaruh risiko yang ditanggung dan ketidakpastian dalam analisa proyek (Gittinger 1986). Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana hasil dari suatu kegiatan ekonomi apabila terjadi perubahan-perubahan terhadap faktorfaktor dalam perhitungan biaya atau benefit. Menurut Kadariah (1988), analisis sensitivitas dilakukan dengan cara mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, masing terpisah atau dalam kombinasi dengan suatu persentase dan menentukan seberapa besar kepekaan hasil perhitungan terhadap perubahanperubahan tersebut, dan menentukan dengan berapa suatu unsur harus berubah sampai hasil perhitungan yang membuat proyek tidak dapat diterima. Pada bidang pertanian, kegiatan ekonomi atau proyek-proyek biasanya sensitif akibat empat masalah utama, yaitu harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya, dan hasil (Gittinger 1986). Analisis sensitivitas membantu dalam menentukan unsur-unsur sensitif yang berperan dalam menentukan hasil dan proyek. Menurut Yusran (2006), Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu unsur atau kombinasi unsur kemudian menentukan pengaruh dari perubahan tersebut terhadap hasil analisis. Kelemahan analisis sensitivitas adalah : 1) Analisis sensitivitas tidak digunakan untuk pemilihan proyek, karena merupakan analisis parsial yang hanya mengubah satu parameter pada suatu saat tertentu. 63

49 2) Analisis sensitivitas hanya mencatatkan apa yang terjadi jika variabel berubah-ubah dan bukan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu proyek Kerangka Pemikiran Operasional Mengacu pada permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis bagaimana pengaruh teknologi terhadap keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif jeruk siam di Kabupaten Garut, serta menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing pengusahaan jeruk siam di Kabupaten Garut. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah menganalisis bagaimana daya saing pada komoditas jeruk siam di Kabupaten Garut. Analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis daya saing adalah Policy Analysis Matrix (PAM). Melalui hasil PAM tersebut dapat diketahui keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas jeruk siam. Keunggulan kompetitif tercermin dari nilai keuntungan privat (PCR) dan rasio biaya privat sedangkan keunggulan komparatif tercermin dari keuntungan sosial dan rasio biaya sumberdaya domestik (DRC). Kemudian tahap selanjutnya adalah menaganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas jeruk siam di Kabupaten Garut. Pendekatan yang dilakukan juga melalui Matriks Kebijakan pemerintah (PAM). Pada analisis tersebut akan diketahui kebijakan yang berkaitan dengan input antara lain Transfer Input (TI), Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI), dan Transfer Faktor (TF). Kebijakan output ditunjukkan oleh nilai Transfer Output (OT) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO). Kebijakan gabungan antara input dan output ditunjukkan oleh nilai Transfer Bersih (TB), Keofisien Proteksi Efektif (EPC), Koefisien Keuntungan (PC), dan Rasio Subsisi Produsen (SRP). Tahap terakhir yang dapat dilakukan adalah melakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena metode PAM hanya memberlakukan satu harga sedangkan harga yang terjadi sebenarnya sangat bervariasi. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat konsistensi kelayakan dari suatu kegiatan ekonomi secara sistematis atau untuk melihat apa yang akan 64

50 terjadi pada hasil suatu kegiatan ekonomi apabila terdapat perubahan pada variabel-variabel biaya atau benefit. Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara mengubah variabel input output yang berdasarkan asumsi kondisi yang mungkin terjadi di tempat penelitian dan dengan mengubah besaran masing-masing variabel dengan besaran persentase perubahan yang sama. Adapun penetapan skenario yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Pelemahan nilai mata uang rupiah (depresiasi) dan penguatan nilai mata uang rupiah (apresiasi) sebesar lima persen. Depresiasi dan apresiasi sebesar lima persen ditetapkan berdasarkan kondisi fluktuasi kurs mata uang rupiah terhadap mata uang Dollar Amerika pada tahun ) Kenaikan dan penurunan harga jeruk siam sebesar sepuluh persen. Fluktuasi harga jeruk siam ditetapkan berdasarkan kondisi fluktuasi harga yang terjadi di tempat penelitian pada tahun ) Kenaikan harga pupuk bersubsidi ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 32/Permentan/SR.130/4/2010 mengenai kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi, dimana kenaikan harga pupuk urea sebesar 33 persen, pupuk SP-36 sebesar 29 persen dan pupuk ZA sebesar 33 persen. Skema kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. 65

51 1. Persaingan dengan jeruk siam impor dan peluang ekspor 2. Potensi Kabupaten Garut sebagai sentra produksi Jeruk Siam 3. Peran Pemerintah dalam mengembangkan Jeruk Siam di Kabupaten Garut Teknologi Modern (Bibit Penangkaran) Teknologi Tradisional (Bibit Batang Bawah Sendiri) Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Usahatani Buah Jeruk Siam di Kecamatan Samarang PAM (Policy Analysis Matrix) Analisis Daya Saing Jeruk Siam Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Analisis Keunggulan Kompetitif (PP, PCR) Analisis Keunggulan Komparatif (SP, DRC) Analisis Kebijakan Input (TI,TF,NPCI) Analisis Kebijakan Output (TO,NPCO) Analaisis Kebijakan Input- Output (TB,EPC,PC,SRP) Daya Saing Jeruk Siam dan Dampak Kebijakan Pemerintah Analisis Sensitivitas Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional i

52 IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Samarang. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Garut merupakan sentra produksi jeruk dan juga sentra produksi jeruk siam di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah produksi jeruk keprok/siam sebesar ,1 Ton dari total produksi jeruk keprok/siam Jawa Barat sebesar Ton. Selanjutnya dipilihnya Kecamatan Samarang sebagai lokasi penelitian karena lokasi tersebut merupakan sentra utama jeruk siam di Kabupaten Garut. Berdasarkan data realisasi luas tanam (sisa tanaman akhir) dan produksi jeruk siam di Kabupaten Garut pada tahun 2010, Kecamatan Samarang merupakan sentra utama jeruk siam terbesar dengan jumlah pohon atau 22,48 persen dari luas tanam total di Kabupaten Garut. Selain itu jumlah produksi jeruk siam di Kecamatan Samarang pada tahun 2010 mencapai 3314 Ton atau meliputi 36,09 persen dari total produksijeruk siam di Kabupaten Garut. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Mei Metode Penentuan Sampel Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan pada kelompok tani, petani, pedagang perantara/pengumpul, serta pedagang input-input pertanian. Pengambilan sampel terhadap kelompok tani dilakukan dengan menggunakan metode purposive yaitu metode pengambilan sampel secara sengaja. Metode ini digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan responden petani jeruk siam dengan umur tanaman yang diinginkan. Pada Kecamatan Samarang dipilih dua kelompok tani yang masing-masing mewakili desa pengembangan jeruk siam di wilayah yang bersangkutan, yakni kelompok Karya Tani (Desa Cintaasih) dan kelompok Gemar Maju (Desa Sukarasa). Pengambilan sampel terhadap petani juga dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling terhadap anggota kelompok tani yang sudah terpilih sebelumnya dalam kelompok tani. Jumlah

53 petani yang yang dibutuhkan untuk menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 49 orang. Penentuan jumlah tersebut dilakukan untuk memenuhi syarat minimal data statistik yaitu 30 ditambah dengan 10 untuk mengantisipasi adanya error data. Tabel 6 menyajikan sebaran petani sampel di Kecamatan Samarang. Tabel 6. Sebaran Petani Sampel di Kecamatan Samarang Desa Jumlah Petani Sampel Cintaasih 26 Sukarasa 23 Total 49 Penentuan jumlah sampel dan teknik pengambilan data dalam penelitian ini berdasarkan pada Pearson et al. (2004), bahwa data yang diambil untuk PAM bisa dari contoh yang tidak terlampau besar, baik dari segi petani, pedagang, pelaku usaha, maupun pengolahan, karena data yang dimasukkan dalam PAM merupakan modus, bukan parameter yang diestimasi melalui model dengan jumlah contoh yang valid secara statistik. Sehingga penelitian ini dirangsang untuk mengumpulkan lebih banyak informasi baik dari segi aspek maupun kedalaman, dibanding jumlah petani yang diwawancara Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, baik data yang bersifat kualitatif maupun data yang bersifat kuantitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara, pengisisan kuesioner serta pengamatan langsung di lapangan. Wawancara dilakukan kepada petani jeruk siam serta beberapa narasumber yang terkait dengan bidang ini. Data sekunder dikumpulkan dari literatur-literatur yang relevan seperti buku, internet, Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Departemen Perdagangan, situs resmi departemen terkait, perpustakaan IPB, serta instansi lainnya yang dapat mendukung dan membantu untuk ketersediaan data.

54 4.4. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis Policy Analysis Matrix (PAM) dengan pertimbangan bahwa dengan metode ini dapat menjawab tujuan yang ingin dicapai, yaitu dapat diketahui keunggulan kompetitif dan keunggulan komperatif serta dampak kebijakan pemerintah terhadap input dan output pengusahaan jeruk siam di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excell. Diperlukan beberapa langkah pendekatan dalam melakukan analisis daya saing. Adapun tahapan yang dilakukan dalam penyusunan PAM ini antara lain : 1) Penentuan komponen fisik baik faktor input maupun faktor output secara lengkap dari aktivitas ekonomi komoditas jeruk siam selama enam tahun. Data jumlah komponen fisik untuk faktor input dan output merupakan rata-rata dari jumlah sampel yamg diperoleh. 2) Mengklasifikasikan seluruh biaya ke dalam komponen domestik yaitu input yang dihasilkan di pasar domestik dan tidak diperdagangkan secara internasional dan komponen asing, yaitu input yang dapat diperdagangkan di pasar internasional, baik diekspor maupun diimpor. 3) Penentuan harga privat dan penafsiran harga bayangan (sosial) atas inputoutput. 4) Penyusunan budget privat dan budget sosial yang kemudian dipisahkan ke dalam biaya input asing privat, biaya input asing sosial, biaya input domestik privat dan biaya input domestik sosial. 5) Proses pendiskontoan (discounting) untuk menentukan Net Present Value (NPV) dari masing-masing bagian tersebut, karena menurut Pearson et al. (2004), perhitungan untuk komoditas dengan rentang waktu yang panjang, seperti komoditas jeruk siam memerlukan tabel PAM untuk setiap periode, kemudian menghitung Net Present Value (NPV) seluruh periode tersebut. Proses diskonto (discounting) diperlukan dalam kasus ini karena nilai penerimaan dan biaya yang akan diterima atau dikeluarkan pada masa yang akan datang akan lebih kecil nilainya dibanding nilai pada saat ini. Rumus untuk menghitung NPV penerimaan atau biaya menurut Pearson et al. (2004) adalah sebagai berikut :

55 NPV = Dimana i adalah tingkat suku bunga, Rt adalah penerimaan atau biaya pada tahun ke-t, t adalah period eke- dan x adalah jumlah periode. 6) Kemudian langkah terakhir adalah tabulasi dan analisis indikator-indikator yang dihasilkan tabel PAM. Selain itu beberapa asumsi yang mendasari penyusunan tabel PAM dalam penelitian ini antara lain : 1) Perhitungan didasarkan pada hasil produksi jeruk siam pada tahun 2010 dengan membedakan penggunaan teknologi pada bibit, yakni teknologi modern (bibit penangkaran) dan teknologi tradisional (bibit batang bawah sendiri). 2) Harga yang terjadi dalam usahatani jeruk siam merupakan harga rata-rata pada tingkat petani. 3) Tingkat kematian tanaman jeruk siam nol persen. 4) Nilai tukar resmi adalah nilai tukar rata-rata yang berlaku pada tahun 2010 yakni sebesar Rp 9.062,12 per US Dollar. 5) Tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga deposito yang berlaku di Bank BRI Cabang Samarang pada tahun 2010, yakni sebesar enam persen per tahun. Seperti yang diutarakan pada bagian kerangka pemikiran bahwa sifat PAM yang kaku, maka untuk mengatasinya yakni dengan melakukan analisis sensitivitas. Analisis ini dilakuakan untuk mengatasi kelemahan PAM yang dalam analisisnya hanya memberlakukan satu tingkat harga padahal dalam keadaan sebenarnya harga tersebut sangat variatif. Selain itu, analisis ini juga digunakan untuk melihat pengaruh kebijakan pemerintah terhadap kondisi daya saing komoditas jeruk siam di Kabupaten Garut.

56 4.5. Metode Pengalokasian Komponen Biaya Domestik (Non Tradable) dan Komponen Biaya Asing (Tradable) Terdapat dua metode pendekatan dalam pengalokasian biaya ke dalam komponen asing dan domestik, yaitu metode pendekatan langsung (Direct Approach) dan pendekatan total (Total Approach). Metode pendekatan langsung mengasumsikan bahwa seluruh biaya input yang dapat diperdagangkan baik impor maupun produksi dalam negeri dinilai sebagai komponen biaya asing dan dapat diperdagangkan apabila tambahan permintaan input tradable tersebut dapat dipenuhi dari perdagangan internasional. Input non tradable yang berasal dari pasar domestik ditetapkan sebagai komponen biaya domestik dan input asing yang dipergunakan dalam proses produksi dihitung sebagai komponen biaya asing (Monke dan Pearson, 1989). Sedangkan pendekatan total mengasumsikan setiap biaya input tradable dibagi ke dalam komponen biaya domestik dan asing, dan penambahan input tradable dapat dipenuhi dari produksi domestik jika input tersebut memiliki kemungkinan untuk diproduksi di dalam negeri. Pendekatan ini lebih tepat digunakan apabila produsen lokal dilindungi sehingga tambahan input didatangkan dari produsen lokal atau pasar domestik (Monke dan Pearson, 1989). Sehingga pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan total karena dianggap tepat untuk digunakan dalam menganalisis dampak kebijakan dan memperkirakan biaya ekonomi (biaya sosial) dalam analisis keunggulan komparatif Alokasi Biaya Produksi Biaya produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan secara tunai maupun secara diperhitungkan untuk menghasilkan suatu produk akhir yang siap dipasarkan maupun dikonsumsi. Penentuan alokasi biaya produksi kedalam komponen domestik dan asing berdasarkan atas jenis input, penilaian biaya input asing dan domestik dalam biaya total input. Alokasi biaya produksi atas komponen domestik dan asing dapat dilihat pada Tabel 7.

57 Tabel 7. Alokasi Biaya Produksi ke dalam Komponen Domestik dan Asing pada Sistem Komoditas Jeruk Siam di Lokasi Penelitian, Tahun 2010 No. Jenis Biaya Domestik (%) Asing (%) 1 Bibit Jeruk Siam 100,00 0,00 2 Pupuk Urea* 95,00 5,00 3 Pupuk SP-36* 95,00 5,00 4 Pupuk KCL* 95,00 5,00 5 Pupuk ZK* 95,00 5,00 6 Pupuk ZA* 95,00 5,00 7 Pupuk Organik 100,00 0,00 8 Pestisida** 0,00 100,00 9 Tenaga Kerja 100,00 0,00 10 Penyusutan Peralatan 100,00 0,00 11 Bunga Modal 100,00 0,00 12 Sewa Lahan 100,00 0,00 13 PBB 100,00 0,00 Keterangan : * Tabel Input-Output (BPS) dalam Nuryanti (2010) ** Tabel Input-Output (BPS) dalam Novianti (2003) Data pada Tabel 7, menunjukkan bahwa input produksi yang tidak mengandung komponen asing dalam usahatani jeruk siam dalam penelitian ini adalah bibit, pupuk organik, pestisida, tenaga kerja, penyusutan peralatan, bunga modal, sewa lahan dan PBB. Sedangkan input produksi yang mengandung komponen asing (tradable) yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk anorganik dan pestisida Penentuan Harga Bayangan Input dan Output Menurut Gittinger (1986), penggunaan harga pasar dalam melakukan analisis ekonomi seringkali tidak menggambarkan opportunity cost-nya. Oleh karena itu, setiap input dan output yang digunakan dalam analisis ekonomi harus disesuaikan terlebih dahulu dengan tingkat harga sosial. Harga sosial atau harga bayangan adalah harga yang terjadi dalam suatu perekonomian apabila pasar berada dalam kondisi persaingan sempurna dan dalam kondisi keseimbangan.

58 Namun dalam kenyataanya sulit untuk menemukan kondisi pasar dalam kondisi pasar persaingan sempurna. Adapun alasan penggunaan harga bayangan dalam menganalisis ekonomi adalah : a. Harga yang berlaku di masyarakat tidak mencerminkan harga yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan suatu aktivitas. b. Harga pasar yang berlaku tidak mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan jika seandainya terdapat sejumlah pilihan sumberdaya yang digunakan dalam aktivitas, namun tidak digunakan pada aktivitas lain yang masih memungkinkan bagi masyarakat Harga Bayangan Output Harga bayangan output adalah harga output yang terjadi di pasar dunia apabila diberlakukan pasar bebas, dimana pada penelitian ini perhitungannya menggunakan harga paritas ekspor. Harga bayangan output untuk komoditas ekspor atau berpotensi ekspor digunakan harga perbatasan yaitu harga FOB (free on board). Sedangkan harga bayangan output untuk komoditas impor digunakan sebagai harga perbatasan yaitu harga CIF (cost insurance freight). Penelitian ini dalam menghitung harga bayangan jeruk menggunakan harga CIF karena posisi Indonesia terehadap output yang dianalisis jeruk berada dalam posisi dimana volume impor jeruk lebih tinggi dibandingkan volume ekspornya. Harga CIF ini akan dikonversi dengan SER dikurangi biaya tataniaga (transportasi dan penanganan) dari pelabuhan ke tempat penelitian. Penggunaan harga CIF ini didasarkan pada perimbangan bahwa komoditas jeruk merupakan komoditas yang berorientasi pada kegiatan impor. Penentuan harga CIF dapat dihitung dari harga FOB jeruk di negara asal ditambah dengan biaya asuransi dan pengapalan (Insurance and Freight). Berdasarkan informasi harga yang diperoleh dari Xiamen East Phenix Import & Export Co., Ltd., diketahui bahwa harga FOB jeruk siam di pasar internasional China adalah sebesar 620 US Dollar per Ton 1. Biaya asuransi dan pengapalan (Insurance and Freight) jeruk siam dari China ke Indonesia ditentukan dari besarnya pajak yang 1 Fuzhou Zheng Guang Trade Co., Ltd. Mandarin Citrus Fruit.

59 harus dikeluarkan berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Pajak, yakni 10 persen dari harga FOB untuk komoditas yang berasal dari Asia Non-Asean 2, adalah sebesar 62 US Dollar per Ton. Sehingga harga CIF jeruk siam di Indonesia adalah sebesar 682 US Dollar per Ton. Nilai tersebut kemudian dikonversikan dengan nilai tukar bayangan (SER) sebesar Rp 9.062,12 per US Dollar untuk tahun Hasil tersebut kemudian dikurangi dengan biaya transportasi dan handling sehingga didapatkan harga paritas ekspor tingkat pedagang besar sebesar Rp 6.080,36 per Kilogram. Terakhir hasil tersebut dikurangi dengan biaya distribusi ke tingkat petani sebesar Rp 700,00 per Kilogram jeruk siam, sehingga didapat harga paritas impor tingkat petani untuk jeruk siam adalah sebesar Rp 5.380,36 per Kilogram Harga Bayangan Input Perhitungan harga bayangan sarana produksi pertanian dan peralatan yang tradeable sama dengan perhitungan harga bayangan output, yaitu dengan menggunakan harga perbatasan (border price), yaitu untuk komoditas ekspor digunakan harga FOB (free on board) dan untuk komoditas impor digunakan sebagai harga perbatasan yaitu harga CIF (cost insurance freight). Sedangkan perhitungan harga bayangan saprotan dan peralatan yang non tradeable digunakan harga domestik setelah mengeluarkan beberapa faktor domestik. a. Harga Bayangan Bibit Jeruk Siam Penggunaan bibit dalam penelitian ini dibedakan menjadi bibit yang berasal dari penangkaran yang berada di Kecamatan Karangpawitan dan bibit yang menggunakan batang bawah sendiri. Berdasarkan hal tersebut, penentuan harga bayangan untuk bibit jeruk siam didasarkan pada harga yang ada di pasar 2 Duniacyber Freebies Article. Contoh Perhitungan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor dan Impor Sementara. [Diakses pada tanggal 17 Juli 2011]

60 tempat penelitian. Dilain pihak hal ini juga disebabkan dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur produksi bibit tanaman tersebut secara langsung. b. Harga Bayangan Pupuk Anorganik Pupuk anorganik yang digunakan dalam usahatani jeruk siam di lokasi penelitian terdiri dari beberapa jenis pupuk, diantaranya adalah pupuk urea, TSP/SP-36, KCL, ZA, dan ZK. Penentuan harga bayangan pupuk anorganik didasarkan pada pendekatan harga internasional. Hal ini dikarenakan masingmasing pupuk tersebut mengandung subsidi dari pemerintah, sedangkan besarnya subsidi tersebut tidak diketahui. i. Pupuk Urea Perhitungan harga bayangan Pupuk Urea pada penelitian ini menggunakan harga paritas ekspor. Hal ini disebabkan indonesia telah mampu mengekspor Urea ke negara lain. Pupuk Urea merupakan pupuk yang mendapat subsidi dari pemerintah, dengan bentuk subsidi berdasarkan harga gas, dimana besarnya subsidi adalah harga gas yang sesuai dengan kontrak dikurangi harga gas yang menjadi beban produsen pupuk, kemudian dikalikan dengan volume pemanfaatan gas 3. Namun sulitnya mencari informasi mengenai besarnya subsidi yang diberikan menyebabkan penentuan harga bayangan pupuk urea berdasarkan harga FOB urea rata-rata di Black Sea pada tahun 2010, yakni sebesar 288,60 US Dollar per Ton 4. Nilai yang didapat kemudian ditambahkan dengan biaya pengapalan dan asuransi sebesar 15% dari harga FOB, sehingga didapatkan nilai CIF Indonesia sebesar 331,89 US Dollar. Selanjutnya nilai ini dikalikan dengan nilai tukar bayangan pada tahun 2010 sebesar Rp 9.062,12 per US Dollar dan dikurangi dengan biaya tranportasi dan handling dari pelabuhan hingga ke desa. Sehingga 3 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 356/KMK.06/2003. Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Pupuk. [Diakses pada tanggal 17 Juli 2011] 4 World Bank, Commodity Price (2010). Hal 2.

61 berdasarkan perhitungan tersebut didapat harga bayangan pupuk urea di tingkat petani adalah sebesar Rp 2.742,25 per kilogram. ii. Pupuk SP-36 Berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tahun 2003 mengenai Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Pupuk, besaran subsidi pupuk non urea dihitung berdasarkan Harga Pembelian Pemerintah dikurangi Harga Eceran Tertinggi dikalikan Volume Penyaluran Pupuk. Namun, informasi mengenai besarnya subsidi harga tersebut sulit diperoleh, sehingga penentuan harga bayangan pupuk SP-36 dalam penelitian ini didasarkan pada harga FOB rata-rata TSP pada tahun 2010 di Tunisia, yakni sebesar 381,9 US Dollar per Ton 5. Nilai tersebut kemudian ditambah dengan biaya pengapalan dan asuransi, sehingga harga CIF di Indonesia didapatkan sebesar 439,19 US Dollar per Ton. Kemudian nilai tersebut dikalikan dengan SER tahun 2010 sebesar Rp 9.062,12 per US Dollar dan ditambah dengan biaya penanganan dari tingkat provinsi hingga ke tingkat desa. Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan harga bayangan pupuk SP-36 di tingkat petani adalah sebesar Rp 4.214,32 per kilogram. iii. Pupuk KCL Sejak tahun 2003 pemerintah menerapkan subsidi untuk pupuk non urea seperti KCL, namun informasi mengenai subsidi harga tersebut juga sulit diperoleh sehingga penentuan harga bayangan untuk pupuk KCL berdasarkan pada harga FOB rata-rata Potassium Chloride di Vancouver pada tahun 2010, yakni sebesar 331,9 US Dollar per Ton 6. Nilai tersebut kemudian ditambah dengan biaya pengapalan dan asuransi sehingga didapatkan harga CIF di Indonesia sebesar 381,69 US Dollar per Ton. Selanjutnya nilai tersebut dikalikan dengan nilai SER pada tahun 2010, yakni sebesar Rp 9.062,12 per US Dollar dan ditambah dengan biaya penanganan dan transportasi dari provinsi hingga ke tingkat desa. Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan harga bayangan pupuk KCL di tingkat petani adalah sebesar Rp 3.682,30 per kilogram. 5 World Bank. op.cit. Hal 2. 6 World Bank. op.cit. Hal 2.

62 iv. Pupuk ZA Penentuan harga bayangan pupuk ZA didasarkan pada harga FOB Ammonium Sulphate di China, yakni sebesar 180 US Dollar per Ton 7. Nilai tersebut kemudian ditambah dengan biaya pengapalan dan asuransi, sehingga didapatkan harga CIF di Indonesia sebesar 198,00 US Dollar per Ton. Selanjutnya nilai tersebut dikalikan dengan SER pada tahun 2010 yakni sebesar Rp 9.062,12 per US Dollar. Nilai tersebut selanjutnya ditambah dengan biaya penanganan dan transportasi dari tingkat provinsi hingga tingkat desa. Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan harga bayangan pupuk ZA di tingkat petani adalah sebesar Rp 1.989,17 per kilogram. v. Pupuk ZK Penentuan harga bayangan pupuk ZK didasarkan pada harga FOB Potassium Sulphate di Lousiana, yakni sebesar 510 US Dollar per Ton 8. Nilai tersebut kemudian ditambah dengan biaya pengapalan dan asuransi, sehingga didapatkan harga CIF di Indonesia sebesar 586,50 US Dollar per Ton. Selanjutnya nilai tersebut dikalikan dengan SER pada tahun 2010 yakni sebesar Rp 9.062,12 per US Dollar. Nilai tersebut selanjutnya ditambah dengan biaya penanganan dan transportasi dari tingkat provinsi hingga tingkat desa. Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan harga bayangan pupuk ZK di tingkat petani adalah sebesar Rp 5.538,36 per kilogram. c. Harga Bayangan Pupuk Organik Pupuk organik yang biasa digunakan dalam usahatani jeruk siam di lokasi penelitian adalah pupuk kandang. Harga bayangan pupuk organik ditentukan berdasarkan harga pasar dengan pertimbangan bahwa tidak adanya intervensi 7 Jiaocheng Sanxi Chemical Co., Ltd.. Ammonium Sulphate. [Diakses pada tanggal 17 Juli 2011]. 8 ForFarmers. Potassium Sulphate Potassic Lousiana. [Diakses pada tanggal 17 Juli 2011].

63 pemerintah terhadap pupuk tersebut secara langsung. Harga banyangan pupuk organik di lokasi penelitian sama dengan harga aktualnya, untuk Desa Sukarasa sebesar Rp 129,13 per kilogram, sedangkan Desa Cintaasih sebesar Rp 123,60 per kilogram. d. Harga Bayangan Pestisida Penentuan harga bayangan pestisida dalam penelitian ini didasarkan pada rata-rata harga yang ada di pasar tempat penelitian. Hal ini didasarkan pada perdagangan pestisida yang telah diserahkan ke pasar atau tidak adanya intervensi pemerintah dalam hal ini subsidi untuk pestisida telah dicabut, dilain pihak data mengenai harga pada tingkat internasional sulit didapat. e. Harga Bayangan Peralatan Peralatan kebun yang digunakan dalam budidaya jeruk siam di lokasi terdiri dari power sprayer, hand sprayer, cangkul, parang, garpu tanah, arit, gunting stek, golok, linggis, pagar pengaman, serta bahan bakar. Harga bayangan untuk peralatan didasarkan pada harga pasar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengatur secara langsung, sehingga distorsi pasar yang terjadi amat kecil atau pasar mendekati persaingan sempurna. f. Harga Bayangan Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan dalam budidaya jeruk siam di lokasi penelitian umumnya adalah tenaga kerja pria dan wanita tidak terdidik. Bila pasar tenaga kerja bersaing sempurna, maka tingkat upah yang berlaku mencerminkan nilai produk marginalnya (Gittinger, 1986) hal ini tidak berlaku untuk sektor pertanian karena tingkat upah di pedesaan cenderung lebih tinggi sehingga tidak mencerminkan nilai produk marginalnya. Pada penelitian ini penentuan harga bayangan tenaga kerja mengacu pada penilitian Septiyorni (2009) yang menyatakan bahwa jika terdapat pengangguran disuatu tempat maka harga bayngan tenaga kerjanya sama dengan nol. Hal ini dikarenakan opportunity cost untuk tenaga kerja yang menganggur atau pengangguran tidak kentara adalah nol.

64 Penentuan upah bayangan tenaga kerja yang dilakukan oleh Septiyorni (2009) secara umum didasarkan pada formulasi sebagai berikut : HB Upah TK = (100%-%Pengangguran) x HA Upah TK Dimana, HB HA = Harga Bayangan = Harga Aktual Berdasarkan data yang diperoleh jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tempat penelitian (Kabupaten Garut) mencapai 9,15 persen, sehingga harga bayangan upah tenaga kerja tidak terdidik di lokasi penelitian sebesar 90,85 persen dari upah finansialnya 9. g. Harga Bayangan Lahan Lahan merupakan faktor produksi utama yang termasuk ke dalam input faktor domestic. Menurut Gittinger (1986), bahwa menentukan harga sosial/bayangan lahan adalah dengan memakai nilai sewa yang diperhitungkan setiap musim, sedangkan menurut Monke and Pearson (1989), menentukan harga sosial/bayangan lahan berdasarkan pendapatan dari tanah untuk tanaman alternatif terbaik. Dalam penelitian ini, penelitian harga sosial/bayangan lahan mengacu pada Gittinger (1986), yaitu dengan memakai nilai sewa yang diperhitungkan setiap musim di masing-masing tempat penelitian. Besarnya nilai sewa lahan di lokasi berdasarkan pada lokasi lahan dan ada tidaknya akses infrastruktur. Besarnya biaya sewa lahan per hektar di lokasi penelitian rat-rata sebesar Rp ,00 per tahun. h. Harga Bayangan Modal Analisis PAM mengklasifikasikan biaya modal kedalam dua kategori, yaitu modal kerja dan modal investasi. Modal investasi merupakan pengeluaran atas aset yang memberikan kegunaan dan manfaat (benefit) dalam periode yang panjang atau lebih dari satu tahun. Sedangkan modal kerja adalah biaya tunai yang harus dibayar petani seperti upah tenaga kerja, pembelian input dalam kurun dari-angkatan-kerja%E2%80%9D/ [diakses pada tanggal 15 juni 2011]

65 waktu satu tahun. Tingkat suku bunga modal diperlukan dalam menghitung biaya tunai yang dikeluarkan pada proses usahatani mulai tanam sampai pra panen (Pearson et al. 2004). Hasil pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa seluruh modal yang digunakan dalam kegiatan usahatani jeruk siam berasal dari modal pribadi. Sehingga, penentuan tingkat suku modal privat dalam penelitian ini berdasarkan tingkat suku bunga deposito di bank yang terletak di lokasi penelitian, dalam hal ini adalah Bank BRI dimana memiliki tingkat suku bunga deposito sebesar enam persen per tahun. i. Harga Bayangan Nilai Tukar Menetapkan nilai tukar Rupiah dilakukan dengan berdasarkan atas perkembangan nilai tukar mata uang asing acuan yakni US Dollar pada tahun Gittinger (1986) berdasarkan Squire Van de Tak merumuskan formula dalam menentukan harga bayangan nilai tukar mata uang, yakni : Keterangan : SER OER SCF : Nilai Tukar Bayangan (Rp/US$) : Nilai Tukar Resmi (Rp/US$) : Faktor Konversi Standar Nilai faktor konversi standar menurut Rosegrant (1987), diacu dalam Nuryanti (2010) merupakan rasio dari nilai impor dan ekspor ditambah pajaknya dapat ditentukan sebagai berikut : Keterangan : SCFt Xt Mt Txt Tmt : Faktor Konversi Standar untuk tahun ke-t : Nilai Ekspor Indonesia untuk tahun ke-t (Rp) : Nilai Impor Indonesia untuk tahun ke-t (Rp) : Penerimaan Pemerintah dari pajak ekspor untuk tahun ke-t (Rp) : Penerimaan Pemerintah dari pajak impor untuk tahun ke-t (Rp) Nilai ekspor Indonesia untuk tahun 2010 (Xt) adalah sebesar Rp ,00, nilai impor Indonesia untuk tahun 2010 (Mt) sebesar Rp ,00, penerimaan pemerintah dari pajak ekspor (Txt)

66 untuk tahun 2010 sebesar Rp ,00 10,dan penerimaan pemerintah dari pajak impor (Tmt) untuk tahun 2010 adalah sebesar Rp ,00 11 Nilai tukar resmi rata-rata mata uang Rupiah terhadap US Dollar pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 9.022,14. Berdasarkan data tersebut dan perhitungan dengan menggunakan metode Squire Van de Tak dapat diketahui nilai tukar bayangan mata uang Rupiah terhadap US Dollar (SER) adalah sebesar Rp 9.062, Policy Analysis Matrix (PAM) Matrix PAM terdiri dari tiga baris dan empat kolom. Baris pertama mengestimasi keuntungan privat yaitu perhitungan penerimaan danbiaya berdasarkan harga yang berlaku, yang mencerminkan nilai-niai yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Baris kedua mengestimasi keunggulan ekonomi dan daya saing, yaitu perhitungan penerimaan dan ibaya berdasarkan harga sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya terjadi di psar tanpa adanya kebijakan pemerintah. Sedangkan baris ketiga merupakan selisih antara baris pertama dan kedua yang menggambarkan divergensi. Tabel matrix PAM dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Matriks Analisis Kebijakan (PAM) Uraian Penerimaan Biaya Input Output Tradable Non Tradable Keuntungan Harga Privat A B C D Harga Sosial E F G H Dampak Kebijakan I J K L Sumber : Monke and Pearson, detikfinance. Dalam 3 Bulan, Target penerimaan Bea Keluar Terlewati. [Diakses Pada Tanggal 13 Juli 2011] 11 detikfinance. Bea Cukai Sumbang 21,6% dari Total Penerimaan Negara. [Diakses Pada Tanggal 13 Juli 2011]

67 Keterangan : A : Penerimaan Privat B : Biaya Input Tradable Privat C : Biaya Input Non Tradable Privat D : Keuntungan Privat E : Penerimaan Sosial F : Biaya Input Tradable Sosial G : Biaya Input Non Tradable Sosial H : Keuntungan Sosial I : Transfer Output J : Transfer Input Tradable K : Transfer Faktor L : Transfer Bersih Matriks PAM juga memiliki empat kolom. Kolom pertama matriks PAM merupakan kolom penerimaan, kolom kedua merupakan kolom biaya input asing (tradable). Kolom ketiga merupakan kolom biaya input domestik (non tradable) dan kolom keempat merupakan kolom keuntungan (selisih antara penerimaan dengan biaya) Daya Saing Komoditas Jeruk Siam 3) Keunggulan Kompetitif a) Keuntungan Privat (PP) PP = D = A - B - C Secara finansial kegiatan usahatani akan layak untuk diteruskan, jika keuntungan privat lebih besar atau sama dengan nol, sebaliknya bila kurang dari nol maka usahatani tersebut rugi. b) Rasio Biaya Privat (PCR) PCR Jika PCR memiliki nilai lebih kecil dari satu, maka suatu komoditas akan memiliki keunggulan kompetitif, yang berarti untuk meningkatkan nilai tambah sebesar satu satuan diperlukan tambahan biaya faktor domestik yang dikeluarkan lebih kecil dari satu satuan. 4) Keunggulan Komparatif a) Keuntungan Sosial (PS) PS = H = E - F - G Secara ekonomi pengusahaan suatu komoditas layak untuk diteruskan, jika nilai keuntungan sosial lebih dari satu atau sama dengan nol dan jika nilainya

68 kurang dari nol maka kegiatan usahatani tersebut tidak layak untuk diteruskan karena dapat menimbulkan kerugian. b) Keunggulan Komparatif (DRC) DRC Jika DRC memiliki nilai lebih kecil dari satu, maka suatu pengusahaan komoditas tertentu akan memiliki keunggulan komparatif, yang berarti pengusahaan komoditas tersebut memiliki efisiensi secara ekonomi Dampak Kebijakan Pemerintah 1) Kebijakan Output c) Transfer Output (TO) TO = I = A - E Transfer Output menunjukkan kebijakan pemerintah yang diterapkan pada output yang menyebabkan harga output privat dan sosial berbeda. Nilai Transfer Output menunjukkan besarnya intensif masyarakat terhadap produsen. Nilai transfer Output yang positif berarti masyarakat harus membeli dengan harga yang lebih mahal dari harga yang seharusnya dibayarkan dan produsen menerima harga yang lebih besar dari harga yang seharusnya diterima. d) Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) NPCO Koefisien Proteksi Output Nominal digunakan untuk mengukur dampak kebijakan pemerintah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai output yang diukur dengan harga privat dan sosial. Apabila nilai NPCO lebih kecil dari satu maka menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang menghambat ekspor output yang berupa pajak.

69 2) Kebijakan Input d) Transfer Input (TI) TI = J = B - F Nilai Transfer Input yang positif menunjukkan kebijakan pemerintah pada input tradable menyebabkan keuntungan yang diterima lebih besar dibandingkan tanpa adanya kebijakan. Nilai TI negative menunjukkan kebijakan pemerintah keuntungan yang diterima secara finansial lebih kecil dibandingkan tanpa adanya kebijakan. e) Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) NPCI = Nilai Koefisien Proteksi Input Nominal lebih dari satu menunjukkan adanya proteksi terhadap produsen input, sementara sector yang menggunakan input tersebut akan dirugikan dengan tingginya biaya produksi. Jika nilai NPCI lebih kecil dari satu menunjukkan adanya hambatan ekspor input, sehingga produksi menggunakan input lokal. f) Transfer Faktor (TF) TF = K = C - G Nilai Transfer Faktor menunjukkan besarnya subsidi terhadap input non tradable, dimana jika nilai TF positif maka terdapat subsidi negative atau pajak pada input non tradable, sedangkan jika TF memiliki nilai negative maka terdapat subsidi positif pada input non tradable. 3) Kebijakan Input Output 5) Koefisien Proteksi Efektif (EPC) EPC =

70 Nilai Koefisien Proteksi Efektif menunjukkan arah kebijakan pemerintah apakah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif. Nilai EPC lebih beasr dari satu menunjukkan tingginya proteksi pemerintah dalam system produksi suatu komoditas, sedangkan jika nilai EPC kurang dari satu menunjukkan proteksi pemerintah terhadap system produksi sangat rendah. 6) Transfer Bersih (TB) TB = L = D H Nilai transfer bersih menunjukkan ketidakefisienan dalam system produksi. Jika TB memiliki nilai lebih besar dari nol maka nilai tersebut menunjukkan tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang dilakukan pada input dan output. Nilai TB yang lebih kecil dari nol akan menunjukkan keadaan yang sebaliknya. 7) Koefisien Keuntungan (PC) PC = Nilai koefisien keuntungan menunjukkan dampak kebijakan pemerintah terhadap keuntungan yang diterima oleh produsen. Jika nilai PC kurang dari satu menunjukkan kebijakan pemerintah yang mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen lebih kecil dari pada tanpa adanya kebijakan. Sebaliknya, jika nilai PC lebih dari satu berarti ebijakan pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima oleh produsen lebih besar. 8) Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) SRP = Nilai SRP kurang dari nol menunjukkan kebijakan pemerintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih kecil dari biaya imbangan untuk berproduksi. Namun jika nilai SRP lebih dari nol menunjukkan

71 kebijakan pemerintah yang berlaku selam ini menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produsen lebih besar dari biaya imbangan untuk berproduksi Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari kenaikan harga pupuk, harga jeruk siam, dan kurs mata uang rupiah terhadap dayasaing komoditas jeruk siam di Kabupaten Garut. Simulasi kebijakan dilakukan berdasarkan perubahan harga-harga input, harga output maupun faktor lainnya yang berpengaruh terhadap dayasaing jeruk siam di Kabupaten Garut. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mensubstitusi kelemahan metode Policy Analysis Matrix yang hanya memberlakukan satu tingkat harga padahal dalam keadaan sebenarnya harga tersebut sangat variatif. Analisis sensitivitas pada penelitian ini dilakukan dengan mengubah besarnya nilai kurs rupiah, harga jeruk siam, dan harga pupuk bersubsidi. Penetapan besarnya perubahan-perubahan tersebut didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut : 1) Menguat dan melemahnya nilai rupiah ditetapkan sebesar lima persen berdasarkan data fluktuasi rata-rata kurs mata uang rupiah terhadap dollar Amerika pada tahun 2010 (Bank Indonesia 2010). 2) Fluktuasi harga jeruk siam sebesar sepuluh persen ditetapkan berdasarkan kondisi fluktuasi harga yang terjadi di tempat penelitian. 3) Kenaikan harga pupuk bersubsidi ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 32/Permentan/SR.130/4/2010 mengenai kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi, dimana kenaikan harga pupuk urea sebesar 33 persen, pupuk SP-36 sebesar 29 persen dan pupuk ZA sebesar 33 persen Definisi Operasional 1) Istilah teknologi dalam penelitian ini merujuk pada perbedaan dalam penggunaan bibit yang dibedakan menjadi teknologi modern yakni bibit yang berasal dari penangkaran dan teknologi tradisional yakni bibit yang menggunakan batang bawah sendiri.

72 V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kabupaten Garut Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur. Kabupaten Garut memiliki luas wilayah administratif sebesar Ha (3.065,19 km²) dengan batas sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur. Keadaan topografi Kabupaten Garut sebelah Utara terdiri dari dataran tinggi dan pegunungan, sedangkan bagian Selatan sebagian besar permukaannya memiliki tingkat kecuraman yang terjal. Kabupaten Garut mempunyai ketinggian tempat yang bervariasi antara wilayah yang paling rendah yang sejajar dengan permukaan laut hingga wilayah tertinggi di puncak gunung. Wilayah yang berada pada ketinggian m dpl terdapat di kecamatan Pakenjeng dan Pamulihan dan wilayah yang berada pada ketinggian m dpl terdapat di kecamatan Cikajang, Pakenjeng-Pamulihan, Cisurupan dan Cisewu. Wilayah yang terletak pada ketinggian m dpl terdapat di kecamatan Cibalong, Cisompet, Cisewu, Cikelet dan Bungbulang serta wilayah yang terletak di daratan rendah pada ketinggian kurang dari 100 m dpl terdapat di kecamatan Cibalong dan Pameungpeuk. Bedasarkan jenis tanah dan medan topografi di Kabupaten Garut, penggunaan lahan secara umum di Garut Utara digunakan untuk persawahan dan Garut Selatan didominasi oleh perkebunan dan hutan. Daftar penggunaan lahan Kabupaten Garut secara umum disajikan dalam Tabel 9.

73 Tabel 9. Daftar Penggunaan Lahan Kabupaten Garut No Uraian Luas (Ha) Proporsi (%) 1. Sawah ,13 2. Darat Hutan , Kebun Dan Kebun Campuran , Tanah Kering Semusim/Tegalan , Perkebunan , Pemukiman/ Perkampungan , Padang Semak , Pertambangan 200 0, Industri 41 0,01 3. Perairan Darat Kolam , Situ/Danau 157 0, Lainnya 55 0,02 4. Penggunaan Tanah Lainnya ,95 Jumlah ,00 Sumber: BPN Kabupaten Garut, Keadaan Tahun 2007 Dalam perkembangannya, Kabupaten Garut tumbuh dan mengalami perubahan yang cukup signifikan. Untuk menanggulangi perubahan dan pertumbuhan tersebut pada awal tahun 2004 dilaksanakan pemekaran wilayah kecamatan sebanyak 2 kecamatan sehingga seluruh wilayah kecamatan menjadi sebanyak 42 kecamatan, 19 kelurahan dan 400 desa dengan luas wilayah Ha. Hingga tahun 2009 Kabupaten Garut memiliki 42 Kecamatan, 21 Kelurahan dan 403 Desa. Kecamatan Cibalong merupakan kecamatan yang mempunyai wilayah terluas mencapai 6,97% wilayah Kabupaten Garut atau seluas Ha, sedangkan kecamatan Kersamanah merupakan wilayah terkecil dengan luas Ha atau 0,54%.

74 5.2. Kecamatan Samarang Kecamatan Samarang mempunyai luas wilayah sekitar Ha, dengan memiliki ketinggian antara meter dari permukaan air laut serta memiliki batas-batas wilayah yakni, sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Leles, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tarogong Kidul dan Tarigong Kaler, sebelah Selatan berbatasan dengankecamatan Pasirwangi dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung. Jumlah penduduk Kecamatan Samarang pada tahun 2009 sebanyak jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak jiwa. Dengan luas wilayah sekitar Ha, Kecamatan Samarang memiliki kepadatan penduduk sebanyak 1.125,86 jiwa per km 2 dan jiwa per desa. Proporsi wilayah menurut penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut : Tabel 10. Proporsi Wilayah Menurut Penggunaan Lahan No. Penggunaan Proporsi (%) 1. Perkampungan 20,00 2. Industri 0,00 3. Pertambangan 0,00 4. Pesawahan 30,00 5. Tegalan/Kering Semusim 11,00 6. Kebun Campuran 18,00 7. Perkebunan 0,00 8. Padang Semak 0,00 9. Hutan 18, Perairan Darat 1, Lain-lain 2,00 Sumber : Kecamatan Samarang dalam Angka (2009 a ) Pada struktur perekonomian Kabupaten Garut, sektor pertanian merupakan sektor yang sangat dominan, termasuk Kecamatan Samarang. Hal ini dapat dilihat dari proporsi penggunaan lahan. Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa pesawahan

75 menggunakan proporsi lahan yang paling besar yakni sebesar 30 persen, diikuti perkampungan yakni sebesar 20 persen, kemudian kebun dan hutan sebesar 18 persen Desa Sukarasa Desa Sukarasa merupakan salah satu sentra produksi jeruk siam di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Desa ini berjarak 1 km dari pusat pemerintahan Kecamatan Samarang dan 13 km dari Ibukota Kabupaten/Kota Garut. Luas wilayah Desa Sukarasa adalah 183,5 Ha, yang terdiri dari jalan, sawah dan ladang, empang, pemukiman/perumahan,pekuburan dan lain-lain, dengan luas masing-masing sebesar 0,5 Ha, 83,58 Ha, 3 Ha, 73,08 Ha, 5 Ha, dan 2 Ha. Batas-batas wilayah Desa Sukarasa yakni, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sukakarya, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sirnasari, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukalaksana dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Samarang. Kondisi geografis di Desa Sukarasa digambarkan dengan ketinggian tanah dari permukaan laut kurang lebih sebesar 650 m, yang termasuk kedalam jenis topografi dataran tinggi. Curah hujan di Desa Sukarasa memiliki kiasaran 1500 mm/th, dengan suhu udara rata-rata Celcius. Jumlah penduduk Desa Sukarasa pada tahun 2010 sebanyak 8034 orang. Sebanyak 2070 orang atau 25,76 persen penduduk di Desa Sukarasa bermata pencaharian utama sebagai petani. Sebaran penduduk Desa Sukarasa berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 11. Selain itu, berdasarkan tingkat pendidikan, terdapat 829 orang yang menamatkan pendidikan sekolah dasarnya, kemudian sebanyak 400 dan 600 orang yang menamatkan pendidikan SMP dan SMA, 55 orang tamat akademi/d1-d3, serta 30 orang tamat Perguruan Tinggi.

76 Tabel 11. Jumlah Penduduk Desa Sukarasa menurut Mata Pencaharian Tahun 2010 No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Orang) 1. Karyawan Wiraswasta/Pedagang Tani Pertukangan Buruh Tani Pensiunan Nelayan - 8. Pemulung - 9. Jasa - Sumber : Potensi/Profil Desa Sukarasa (2010) Desa Cintaasih Desa Cintaasih salah satu Desa di Kecamatan Samarang di kabupaten Garut yang terdiri dari 5 Rukun Warga (RW) dan 20 Rukun Tetangga (RT). Kondisi umum Desa Cintaasih memiliki batas wilayah administratif yakni, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Samarang, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cintakarya, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sirnasari dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cintakarya. Desa Cintaasih merupakan Desa yang berada di daerah dataran tinggi dengan ketinggian antara m dpl (diatas permukaan laut). Sebagian besar wilayah Desa Cintaasih adalah merupakan daerah yang cocok untuk pertanian. Di sebelah Selatan ada Sungai Cikamiri yang sekaligus menjadi Batas dengan Desa Cintakarya dan Cintarakyat Desa Samarang dan Desa Sirnasari. Pada umumnya lahan yang terdapat di Desa Cintaasih digunakan secara produktif untuk lahan pertanian sayuran, dan hanya sedikit saja yang tidak dipergunakan. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan Desa Cintaasih memiliki sumber daya alam yang memadai dan siap untuk diolah. Luas lahan berupa perkampungan 20,6 ha, sawah 83,5 ha, kebun/ladang 17,3 ha, kolam 6,5 ha, perkuburan 5,1 ha, sarana umum 2,1 ha.

77 Penduduk Desa Cintaasih berdasarkan data terakhir hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 tercatat sebanyak jiwa, Tahun 2009 sebanyak Jiwa, mengalami kenaikan setiap tahunnnya rata-rata sebesar 0,85 %. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2010 sebanyak = 238 orang. Jumlah pencari kerja yang dapat tersalurkan dan ditempatkan di perusahaan-perusahaan maupun jenis pekerjaan lainnya sebanyak = orang, sedangkan sisanya sebesar = 537 orang belum mendapatkan perkerjaan. Kemudian dari segi pendidikan, lulusan SD menempati urutan tertinggi dari jumlah persentase pencari kerja yang berhasil ditempatkan terhadap total pencari kerja, yaitu menurut tingkat pendidikan mencapai angka 86 % Karakteristik Petani Responden Lokasi penelitian di Kabupaten Garut yaitu di Kecamatan Samarang, merupakan kecamatan penghasil jeruk siam terbesar di Kabupaten Garut. Penelitian di Kecamatan Samarang ini dilakukan di dua desa dimana merupakan sentra budidaya jeruk siam di Kecamatan Samarang. Identitas responden dalam penelitian ini meliputi beberapa aspek yang dilihat dari usia responden, tingkat pendidikan, dan luas lahan. Karakteristik tersebut dianggap penting karena mempengaruhi pelaksanaan usahatani jeruk siam di lokasi penelitian. Sebagian besar petani jeruk siam di kedua desa tersebut menjadikan usahatani jeruk siam sebagai mata pencaharian utama dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Sumber modal berasal dari petani responden sendiri itu sendir, seringkali dari hasil keuntungan pengusahaan jeruk siam yang disishkan, begitu juga dengan status kepemilikan lahan, dimana semua petani responden di kedua desa memiliki status kepemilikan lahan sebagai pemilik. 1) Aspek Usia Faktor usia terkadang mempengaruhi produktivitas dan semangat dalam bekerja. Usia muda seringkali memiliki semangat dan tingkat produktivitas yang tinggi. Hal ini disebabkan karena fisik yang masih sehat dan kuat. Berdasarkan data di lapangan diketahui bahwa sebagian besar petani resonden dalam penelitian ini berusia antara 54 hingga 65 tahun (32,65 persen). Kemudian sebanyak 30,61

78 dan 22,45 persen petani responden usia dan tahun. Selain itu, sebanyak 14,29 persen petani responden usia tahun dan sebanyak 0 persen petani berusia tahun. Hal ini dapat dilihat bahwa generasi muda di lokasi penelitian kurang tertarik dengan usahatani jeruk siam. Berikut data sebaran responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Sebaran Responden berdasarkan Usia di Desa Cintaasih dan Desa Sukarasa No. Usia Desa Cintaasih Jumlah % Petani Desa Sukarasa Jumlah % Petani Total Responden (n=49) Jumlah % Petani ,00 0 0,00 0 0, , , , , , , , , , , , ,45 Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa usia petani responden yang paling dominan di Desa Cintaasih adalah tahun dengan proporsi sebesar 42,31 persen. Kemudian usia petani responden yang paling dominan di Desa Sukarasa adalah usia 32,65 dengan proporsi sebesar 32,65 persen. 2) Tingkat Pendidikan Faktor pendidikan akan berpengaruh terhadap penyerapan teknologi baru yang ada. Berdasarkan data di lapangan petani responden di lokasi penelitian pernah mengikuti pendidikan formal, namun sebagian besar tingkat pendidikan petani responden masih tergolong rendah. Tabel 13 menunjukkan sebagian besar tingkat pendidikan petani responden di lokasi penelitian merupakan lulusan Sekolah Dasar dengan proporsi sebesar 87,76 persen dari total responden. Sebanyak 6,12 persen merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertama, 4,08 persen merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas dan 2,04 persen merupakan

79 lulusan Diploma atau Sarjana. Berikut data mengenai sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ditampilkan pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cintaasih dan Desa Sukarasa No. Tingkat Pendidikan Desa Cintaasih Jumlah Petani % Desa Sukarasa Jumlah Petani % Total Responden Jumlah Petani (n=49) 1 SD 23 88, , ,76 2 SMP 0 0, ,04 3 6,12 3 SMA 2 7,69 0 0,00 2 4,08 4 D1-D3/S1 1 3,85 0 0,00 1 2,04 % Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan yang paling dominan pada petani responden di Desa Cintaasih adalah Sekolah Dasar, dengan tingkat proporsi sebesar 88,46 persen, begitu juga di Desa Sukarasa tingkat pendidikan yang dominan adalah lulusan Sekolah Dasar, dengan proporsi sebesar 86,96 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa baik di Desa Cintaasaih maupun di Desa Sukarasa tingkat pendidikan petani responden masih tergolong rendah. Oleh sebab itu diduga petani responden masih kurang mampu dalam menyerap dan mengaplikasikan baik teknologi ataupun ilmu pengetahuan baru yang mereka dapat. 3) Luas Lahan Petani responden di lokasi penelitian sebagian besar memiliki luasan lahan sebesar 0,1-0,3 hektar, dengan proporsi sebesar 67,35 persen. Sebanyak 20,41 persen petani yang memiliki luasan lahan sebesar kurang dari 0,1 hektar, kemudian 8,14 persen petani yang memiliki luasan lahan seluas 0,3-0,5 hektar dan 4,08 persen untuk petani yang memiliki luasan lahan lebih dari 0,5 hektar. Berdasarkan data pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani responden baik di Desa Cintaasih maupun di Desa Sukarasa memiliki luasan

80 lahan sebesar 0,1-0,3 hektar, dengan proporsi masing-masing sebesar 73,07 persen dan 60,87 persen. Data tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar pengusahaan jeruk siam di kedua desa dilakukan pada skala yang sama besar. Data sebaran responden berdasarkan luasan lahan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Sebaran Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa Cintaasih dan Desa Sukarasa No. Luas Lahan (Ha) Desa Cintaasih Jumlah Petani % Desa Sukarasa Jumlah Petani % Total Responden Jumlah Petani (n=49) 1 <0,1 6 23, , ,41 2 0,1-0, , , ,35 3 0,3-0,5 0 0, ,39 4 8,16 4 >0,5 1 3,85 1 4,35 2 4,08 % 5.4. Gambaran Umum Usahatani Jeruk Siam di Lokasi Penelitian Sebelum menganalisis lebih jauh mengenai biaya yang dikeluarkan dalam pengusahaan jeruk siam di lokasi penelitian, sangat penting untuk mengkaji aktivitas usahatani jeruk siam di lokasi penelitian sebagai alasan bagaimana biayabiaya tertentu muncul. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada bulan April hingga Mei 2011, aktivitas budidaya jeruk siam di lokasi penelitian adalah sebagai berikut : 1) Jenis Bibit dan Penyediaan Bibit Pada lokasi penelitian tanaman jeruk secara komersial biasanya diperbanyak dengan cara penempelan atau okulasi, karena memiliki beberapa keuntungan seperti dapat menghasilkan bibit yang memiliki sifat yang sama dengan induknya, cepat menghasilkan atau cepat berbuah, dan prosesnya yang mudah, sehingga cepat untuk menghasilkan bibit dalam jumlah banyak. Bibit yang siap ditanam adalah bibit yang berumur 3 sampai dengan 6 bulan dari

81 penempelan (okulasi) atau mencapai ukuran kurang lebih 50 cm dari penempelan (okulasi). Secara umum penggunaan bibit di lokasi penelitian terdapat dua perbedaan, yakni bibit penangkaran dan bibit batang bawah sendiri. Adapun definisi bibit penangkaran adalah bibit yang memang berasal dari penangkaran, mulai dari asal batang bawah hingga proses penempelan (okulasi) diproses dalam penangkaran. Bibit penangkaran telah diperlakukan sedemikian rupa sesuai dengan standar-standar yang telah diberlakukan oleh pemerintah. Sehingga bibit penangkaran diasumsikan sebagai teknologi modern. Penangkaran bibit jeruk siam terletak di Kecamatan Karangpawitan. Sedangkan definisi bibit batang bawah sendiri adalah bibit yang batang bawahnya berasal dari hasil pemangkasan tanaman jeruk siam yang memang sudah tua dan tidak berproduksi lagi, kemudian batang bawah tersebut dikirim ke penangkaran bibit untuk dilakukan proses penempelan (okulasi). Bibit batang bawah sendiri dipilih oleh sebagian petani responden jeruk siam selain karena harganya yang lebih murah dibanding bibit penangkaran, juga disebabkan adanya tradisi yang diturunkan secara turun menurun. Oleh karena itu, bibit batang bawah sendiri diasumsikan sebagai teknologi tradisional. Petani responden di Desa Cintaasih menggunakan bibit penangkaran, sedangkan petani responden di Desa Sukarasa sebagian besar menggunakan bibit batang bawah sendiri. Gambar 5 menunjukkan bibit jeruk siam yang siap untuk ditanam. Gambar 5. Bibit Tanaman Jeruk Siam

82 2) Pengolahan Lahan dan Penanaman Bibit Kegiatan pengolahan lahan merupakan tahap awal dalam pengusahaan jeruk siam di lokasi penelitian. Pengolahan lahan disini terdiri dari beberapa kegiatan, seperti pemasangan pagar di sekitar lahan, pembuatan parit, dan pembuatan jumplukan. Proses pengolahan di lokasi penelitian ini biasanya petani responden mengupah buruh kerja untuk bekerja dalam mengolah lahannya sebelum penanaman. Definisi dari pemasangan pagar disini adalah pekerjaan memasang pagar (biasanya terbuat dari rotan) mengelilingi lahan tempat pengusahaan jeruk siam tersebut sesuai dengan luasan lahan. Pemasangan pagar ini dilakukan dengan alasan agar terjaminnya keamanan akan tanaman jeruk siam dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pengolahan lahan selanjutnya adalah membersihkan tanah lahan dari tumbuhan pengganggu atau gulma. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan parit, dimana definisi dari pembuatan parit adalah pembuatan suatu saluran untuk mengalirkan air yang berasal dari curahan air hujan atau dari sungai. Sebelum proses penanaman bibit, dilakukan pembuatan jumplukan atau gundukan sebagai tempat untuk menanam bibit jeruk siam. Definisi pembuatan jumplukan adalah kegiatan membuat gundukan tanah yang biasanya dibuat dengan ukuran 1m x 1m x 50cm. Pembuatan jumplukan bertujuan untuk menciptakan media tumbuh yang baik, sehingga dengan jumplukan diharapkan struktur tanah menjadi mantap sebagai tempat perkembangan akar tanaman. Jumplukan yang telah jadi tidak boleh ditanami dengan bibit dahulu, melainkan dengan memberikan pengapuran dan pemupukan terlebih dahulu. Penanaman bibit jeruk siam di lokasi penelitian sebagian besar dilakukan pada awal musim hujan, yakni sekitar bulan September sampai dengan bulan November. Hal ini disebabkan agar bibit mendapat asupan air yang cukup pada awal pertumbuhannya. Penanaman bibit bisa saja dilakukan pada akhir musim hujan, namun harus benar-benar rutin dalam menyiram bibit tersebut. Pada saat penanaman, batas sambungan okulasi atau penempelan berada di atas permukaan tanah. Pada lokasi penelitian bibit yang baru ditanam biasanya ditopang dengan ajir atau sejenis batang yang berfungsi sebagai penopang agar posisi akar tidak berubah, serta tanaman tidak jatuh tertiup angin.

83 3) Penyiangan Pada loksi penelitian kegiatan penyiangan mutlak diperlukan terutama didaerah sekitar perakaran tanaman untuk menghindari kompetisi dalam penyerapan unsur hara tanah dan air. Definisi penyiangan adalah kegiatan membuang gulma atau rumput yang terdapat disekitar tanaman agar tidak terjadi persaingan dengan tanaman jeruk siam yang dibudidayakan. Penyiangan yang dilakukan oleh petani responden di lokasi penelitian masih dilakukan dengan cara manual, yakni menggunakan parang atau dicabut dengan tangan. Interval penyiangan tergantung dari kondisi gulma yang terdapat disekitar tanaman. Penggunaan tenaga kerja penyiangan pada pengusahaan jeruk siam modern ratarata sebesar 194,13 HOK/Ha/Tahun, sedangkan pada pengusahaan jeruk siam tradisional penggunaan tenaga kerja rata-rata sebesar 142,52 HOK/Ha/Tahun. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran petani responden dalam kegiatan penyiangan pada pengusahaan jeruk siam modern lebih tinggi daripada pada pengusahaan jeruk siam tradisional. 4) Pemupukan Secara umum pemupukan di lokasi penelitian masih dilakukan dengan cara manual, yakni dengan menggunakan cangkul ataupun dengan garpu tanah. Pada umumnya pemupukan tanaman jeruk siam di lokasi penelitian menggunakan dua jenis pupuk, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik berupa pupuk kandang, sedangkan pupuk anorganik terdiri dari Urea, ZA, ZK, SP-36, dan KCL. Pupuk organik dibutuhkan untuk meningkatkan kadar humus di dalam tanah, sehingga tanah yang padat dapat diubah menjadi gembur. Sedangkan pupuk anorganik diperlukan untuk menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Pada umumnya pemberian pupuk dilakukan sebanyak dua sampai dengan empat kali per tahun, tergantung dari usia tanaman tersebut. Pupuk kandang pada umumnya diberikan sebanyak dua kali dalam satu tahun, biasanya diberikan pada awal musim hujan atau 1 bulan setelah panen berakhir. Untuk tanaman yang belum berbuah, pemupukan pupuk anorganik dilakukan dua kali setahun pada awal dan akhir musim hujan. Sedangkan untuk tanaman yang sudah berbuah pemupukan dilakukan tiga hingga empat kali dalam setahun. Pemupukan pertama

84 dilakukan sebelum bunga muncul, pemupukan kedua dilakukan ketika mulai berbuah dan pemasakan buah, pemupukan ketiga jika perlu pemupukan keempat dilakukan ketika pemasakan buah dan beberapa saat setelah panen. Penggunaan tenaga kerja pemupukan pada pengusahaan jeruk siam modern rata-rata sebesar 105,13 HOK/Ha/Tahun, sedangkan pada pengusahaan jeruk siam tradisional penggunaan tenaga kerja rata-rata sebesar 67,36 HOK/Ha/Tahun. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran petani responden akan pentingnya kegiatan pemupukan pada pengusahaan jeruk siam modern lebih tinggi daripada pada pengusahaan jeruk siam tradisional. 5) Pemangkasan Ranting dan Penjarangan Buah Pada lokasi penelitian pemangkasan ranting bertujuan untuk mengatur bentuk tanaman dan mengurangi kerimbunan, sehingga tanaman jeruk siam tidak menjadi sarang hama dan penyakit, selain itu juga bertujuan untuk meratakan distribusi cahaya matahari yang diperlukan untuk menjaga mutu buah. Definisi pemangkasan ranting adalah kegiatan memangkas atau memotong ranting tanaman yang sekiranya kering atau lapuk, maupun ranting yang terlalu rimbun. Pemangkasan ranting dilakukan secara berkala dan pada umumnya dilakukan secara manual, yakni dengan menggunakan gunting stek. Pemangkasan dilakukan sejak tanaman masih kecil. Penggunaan tenaga kerja pemangkasan ranting pada pengusahaan jeruk siam modern rata-rata sebesar 82,02 HOK/Ha/Tahun, sedangkan pada pengusahaan jeruk siam tradisional penggunaan tenaga kerja ratarata sebesar 86,83 HOK/Ha/Tahun. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran petani responden akan pemangkasan ranting pada pengusahaan jeruk siam tradisional lebih tinggi daripada pada pengusahaan jeruk siam tradisional. Definisi penjarangan buah adalah proses membuang buah yang berlebih atau yang terlalu lebat. Tujuanya adalah untuk memperbaiki mutu buah, sehingga diperoleh ukuran buah yang seragam serta memiliki penampakan yang baik. Pada umumnya tanaman jeruk siam di lokasi penelitian mulai berbuah ketika berumur dua hingga tiga tahun. Buah pertama tersebut dibuang dengan maksud untuk mempersiapkan pohon agar benar-benar kuat pada musim berkutnya. Tanaman muda yang dibiarkan berbuah terlalu lebat akan menjadi lemah sehingga mudah

85 terserang hama dan penyakit dan tanaman tidak akan berumur panjang. Penjarangan buah dilakukan terhadap kumpulan buah yang terlalu lebat. Buah yang terlalu lebat akan membuat buah menjadi kecil dan dapat mematahkan dahan. Penjarangan dilakukan ketika buah masing pentil. Buah yang dipertahankan adalah buah terluar, memiliki bentuk yang sempurna dan sehat, serta tidak berdempetan. Banyaknya buah yang dipertahankan kurang lebih 50-60%. Awal penjarangan yang baik pada saat buah masih kecil, kira-kira memiliki diameter 2 cm dan dilakukan secara bertahap dengan memelihara buah yang benar-benar baik. Penggunaan tenaga kerja dalam penjarangan buah pada pengusahaan jeruk siam modern rata-rata sebesar 91,85 HOK/Ha/Tahun, sedangkan pada pengusahaan jeruk siam tradisional penggunaan tenaga kerja ratarata sebesar 56,37 HOK/Ha/Tahun. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran petani responden dalam kegiatan penjarangan buah pada pengusahaan jeruk siam modern lebih tinggi daripada pada pengusahaan jeruk siam tradisional. 6) Pengairan dan Penyiraman Pada lokasi penelitian tanaman jeruk siam pada umumnya banyak membutuhkan air, namun bukan air yang menggenang. Penyiraman air dilakukan sejak tanaman jeruk siam masih muda. Kekurangan air pada waktu pembentukan bunga akan mengakibatkan prosentase pembentukan buah menjadi sedikit. Frekuensi pemberian air pada lokasi penelitian disesuaikan dengan kondisi kelembaban tanah. Secara umum kondisi iklim di lokasi penelitian mengalami musim penghujan sepanjang tahun 2010, sehingga sebagian besar petani responden jeruk siam pada lokasi penelitian tidak melakukan penyiraman terhadap tanaman jeruk siam. Penggunaan tenaga kerja pengairan dan penyiraman pada pengusahaan jeruk siam modern rata-rata sebesar 35,55 HOK/Ha/Tahun, sedangkan pada pengusahaan jeruk siam tradisional penggunaan tenaga kerja ratarata sebesar 4,57 HOK/Ha/Tahun. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran petani responden dalam kegiatan pengairan dan penyiraman pada pengusahaan jeruk siam modern lebih tinggi daripada pada pengusahaan jeruk siam tradisional.

86 7) Pengendalian Hama dan Penyakit Kegiatan pemberantasan hama dan penyakit pada lokasi penelitian dilakukan dengan cara menyemprotkan insektisida atau dengan pengendalian hama terpadu. Beberapa jenis insektisida yang digunkan di lokasi penelitian adalah Marshal dan Pemulus. Beberapa jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman jeruk siam di lokasi penelitian adalah seperti lalat jeruk, kutu buah, bereng, atau tungau. Sedangkan penyakit yang biasa menghinggapi tanaman adalah seperti penyakit akar dengan gejala daun mengecil, lalu menguning dan akhirnya gugur, kemudian penyakit busuk buah dimana kulit buah berbercak coklat kemerahan, lalu berubah menjadi kehitam-hitaman, pengendalian yang dilakukan adalah dengan memetik buah yang terserang lalu dihancurkan, dan selanjutnya adalah penyakit jamur upas dengan gejala tampak pada batang, dahan, dan ranting tanaman berupa bercak berwarna putih yang mengakibatkan bagian tersebut menjadi kering, pengendalian dari penyakit ini yakni dengan cara memetik atau memangkas bagian yang terkena penyakit. Penggunaan tenaga kerja pengendalian hama dan penyakit pada pengusahaan jeruk siam modern rata-rata sebesar 356,76 HOK/Ha/Tahun, sedangkan pada pengusahaan jeruk siam tradisional penggunaan tenaga kerja ratarata sebesar 200,02 HOK/Ha/Tahun. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran petani responden akan pentingnya kegiatan pengendalian hama dan penyakit pada pengusahaan jeruk siam modern lebih tinggi daripada pada pengusahaan jeruk siam tradisional. Gambar 6 menunjukkan tanaman jeruk siam yang terkena hama dan penyakit. Gambar 6. Tanaman Jeruk Siam yang Terkena Serangan Penyakit Busuk Buah (kiri), Penyakit Jeruk Upas (tengah), dan Hama Tungau (kanan) 8) Pemanenan dan Pascapanen

87 Sebagian besar petani responden di lokasi penelitian menyerahkan kegiatan pemanenan dan pascapanen kepada para tengkulak. Biasanya tengkulak sudah membeli tanaman jeruk petani jauh sebelum panen, sehingga urusan pemanenan dan pascapanen dikerjakan oleh tenaga kerja dari pihak tengkulak. Berdasarkan hal tersebut dapat diindikasikan bahwa panen tidak didasarkan pada buah jeruk yang sudah siap panen, tetapi ditentukan oleh tingkat harga. Oleh karena itu sering terjadi hasil panen yang terlalu muda atau terlalu tua, sehingga tidak dapat menjamin mutu produksi. Pemetikan buah jeruk di lokasi penelitian secara umum masih menggunakan cara manual, yakni dengan menggunakan gunting stek. Waktu pemetikan buah dilakukan dimulai pada saat pagi hari ketika matahari telah bersinar dan tidak ada sisa embun, kira-kira pukul 8 pagi hingga sore hari. Setelah proses pemetikan, jeruk siam dikumpulkan dalam keranjang plastik besar, hal ini agar memudahkan untuk memindahkan dari kebun hingga ke tempat pengumpul. Biasanya sebelum dipasarkan buah jeruk mendapat perlakuan sortasi. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan kualitas dan mengelompokkan jeruk siam ke kelas tertentu. Setelah mendapat perlakuan sortasi dan grading, buah jeruk siam didistribusikan ke pedagang besar atau langsung ke pengecer. Gambar 7 menunjukkan hasil pemanenan jeruk siam yang siap untuk didistribusikan. Gambar 7. Buah Jeruk Siam yang Telah Dipanen Dimasukkan dalam Keranjang Bambu dan Keranjang Besar Petani responden di lokasi penelitian, sebagian besar menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul, karena dengan begitu biaya pemanenan sampai sortasi ditanggung oleh para pedagang pengumpul. Petani responden yang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk Studi mengenai jeruk telah dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya oleh Sinuhaji (2001) yang melakukan penelitian mengenai Pengembangan Usahatani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS

ANALISIS SENSITIVITAS VII ANALISIS SENSITIVITAS 7.1. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari perubahan kurs mata uang rupiah, harga jeruk siam dan harga pupuk bersubsidi

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan jeruk

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena analisis dalam metode

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan lokasi sampel penelitian, di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun

DAFTAR TABEL. 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun 2012... 5 2. Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2010-2012... 6 3. Luas panen, produktivitas, dan produksi manggis

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 email: mardianto.anto69@gmail.com ABSTRAK 9 Penelitian tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP PURWATI RATNA W, RIBUT SANTOSA, DIDIK WAHYUDI Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FANNYTA YUDHISTIRA A

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FANNYTA YUDHISTIRA A !. KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI KAKAO (Kasus di Perkebunan Rajamandala, P1P X1~ Kabupaten 8andung, Jawa Barat) FANNYTA YUDHISTIRA A 29.1599 JURUSAN ILMU-ILMU

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR 350 PARTNER, TAHUN 21 NOMOR 2, HALAMAN 350-358 ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR Krisna Setiawan Program Studi Manajemen Agribisnis Politeknik Pertanian Negeri Kupang Jalan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cilembu (Kecamatan Tanjungsari) dan Desa Nagarawangi (Kecamatan Rancakalong) Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 58 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF KAIN TENUN SUTERA PRODUKSI KABUPATEN GARUT Dewi Gustiani 1 dan Parulian Hutagaol 2 1 Alumni Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen - IPB

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini diperoleh beberapa simpulan, implikasi kebijakan dan saran-saran seperti berikut. 7.1 Simpulan 1. Dari

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAMBU BIJI (Studi Kasus: Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat) FITRIA ASTRIANA

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAMBU BIJI (Studi Kasus: Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat) FITRIA ASTRIANA ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAMBU BIJI (Studi Kasus: Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat) FITRIA ASTRIANA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010 Volume 12, Nomor 1, Hal. 55-62 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2010 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING DAN EFISIENSI SERTA KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN KOMPARATIF USAHA TERNAK SAPI RAKYAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Samarang. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 141 147 EFISIENSI EKONOMI DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA PENANGKAPAN LEMURU DI MUNCAR, JAWA TIMUR Mira Balai Besar Riset

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo)

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) Novi Itsna Hidayati 1), Teguh Sarwo Aji 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan ABSTRAK Apel yang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sukaresmi dan Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purpossive

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 45 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan daerah tersebut dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian mempunyai peranan penting pada negara berkembang seperti di Indonesia. Kontribusi sektor pertanian saat ini sangat berpengaruh untuk pembangunan negara. Hal

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA ( Studi Kasus : Desa Bahal Batu III, Kecamatan Siborong-Borong) SKRIPSI

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA ( Studi Kasus : Desa Bahal Batu III, Kecamatan Siborong-Borong) SKRIPSI ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA ( Studi Kasus : Desa Bahal Batu III, Kecamatan Siborong-Borong) SKRIPSI Oleh : AYUNDA PRATIWI 090304107 AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI OLEH SUCI NOLA ASHARI A14302009 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode deskriptif analitis. Menurut Nazir (2014) Metode deskriptif adalah suatu metode dalam

Lebih terperinci

ANALYSIS ON COMPETITIVENESS OF ARABICA COFFEE IN NORTH TAPANULI (Case Study: Bahal Batu III Village, Siborong-borong Subdistrict)

ANALYSIS ON COMPETITIVENESS OF ARABICA COFFEE IN NORTH TAPANULI (Case Study: Bahal Batu III Village, Siborong-borong Subdistrict) ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA ( Studi Kasus : Desa Bahal Batu III, Kecamatan Siborong-Borong) ANALYSIS ON COMPETITIVENESS OF ARABICA COFFEE IN NORTH TAPANULI (Case

Lebih terperinci

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini, RINGKASAN Kendati Jambu Mete tergolong dalam komoditas unggulan, namun dalam kenyataannya tidak bisa dihindari dan kerapkali mengalami guncangan pasar, yang akhirnya pelaku (masyarakat) yang terlibat dalam

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 51 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga tempat di Provinsi Bangka Belitung yaitu Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 Uraian Jumlah (Rp) Total Ekspor (Xt) 1,211,049,484,895,820.00 Total Impor (Mt) 1,006,479,967,445,610.00 Penerimaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN 5.1 Komoditas Perkebunan Komoditi perkebunan merupakan salah satu dari tanaman pertanian yang menyumbang besar pada pendapatan nasional karena nilai ekspor yang tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI GULA PADA PABRIK GULA DJATIROTO SKRIPSI

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI GULA PADA PABRIK GULA DJATIROTO SKRIPSI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI GULA PADA PABRIK GULA DJATIROTO SKRIPSI Oleh Farina Fauzi NIM. 021510201206 JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008) 1 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PENGUSAHAAN KOMODITI JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN A. Faroby Falatehan 1 dan Arif Wibowo 2 1 Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA

PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM ( Studi Kasus : Perusahaan Deddy Fish Farm) BELUM PERNAH

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING SERTA DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR (Kasus : Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup) Oleh: MERIKA SONDANG SINAGA A14304029 PROGRAM

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usaha Sapi Potong di Kabupaten Indrgiri Hulu 5.1.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Sapi Potong Usaha peternakan sapi

Lebih terperinci

SKRIPSI ARDIANSYAH H

SKRIPSI ARDIANSYAH H FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI KEBUN PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan) SKRIPSI ARDIANSYAH H34066019

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, dimana sektor pertanian dalam tatanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, dimana sektor pertanian dalam tatanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, dimana sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting dalam menyediakan pangan bagi seluruh

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kelompok Tani Harum IV Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi) SKRIPSI OCTIASARI H34070084 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

DAYA SAING DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING KOMODITI KAKAO DI SULAWESI TENGAH

DAYA SAING DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING KOMODITI KAKAO DI SULAWESI TENGAH DAYA SAING DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING KOMODITI KAKAO DI SULAWESI TENGAH Competitiveness and the Role of Government to Increase Competitiveness of Cocoa in Central Sulawesi Siti

Lebih terperinci

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Krisna Setiawan* Haryati M. Sengadji* Program Studi Manajemen Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO COMPETITIVENESS ANALYSIS OF SHALLOTS AGRIBUSINESS IN PROBOLINGGO REGENCY Competitiveness analysis of shallot business in Probolinggo

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR Syahrul Ganda Sukmaya 1), Dwi Rachmina 2), dan Saptana 3) 1) Program

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN 7.1. Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output Perubahan-perubahan dalam faktor eksternal maupun kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kabupaten Indragiri Hulu terdiri

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING USAHATANI KOPI ROBUSTA (COFFEA CANEPHORA) DI KABUPATEN REJANG LEBONG

ANALISIS DAYA SAING USAHATANI KOPI ROBUSTA (COFFEA CANEPHORA) DI KABUPATEN REJANG LEBONG ANALISIS DAYA SAING USAHATANI KOPI ROBUSTA (COFFEA CANEPHORA) DI KABUPATEN REJANG LEBONG The Competitiveness of Robusta Coffee Farming in Rejang Lebong District Fery Murtiningrum, Putri Suci Asriani, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II. binatang

Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II. binatang 131 Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II No Jenis Uji Satuan 1 Cemaran Binatang 2 Warna 3 Kadar Benda Asing (b/b) 4 Kadar Biji Enteng (b/b) 5 Kadar Cemaran Kapang 6 Kadar Warna Kehitam-hitaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan. Sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Peningkatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih 1.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA Kustiawati Ningsih Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Madura, Kompleks Ponpes Miftahul Ulum Bettet, Pamekasan,

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR Dede Haryono 1, Soetriono 2, Rudi Hartadi 2, Joni Murti Mulyo Aji 2 1 Program Studi Agribisnis Program Magister

Lebih terperinci

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI Pendahuluan Sebelum melakukan analisis, data yang dipakai harus dikelompokkan dahulu : 1. Data Parametrik : data yang terukur dan dapat dibagi, contoh; analisis menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan pertanian, dalam pemenuhan kebutuhan hidup sektor ini merupakan tumpuan sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Serta Proyeksinya 5.1.1.1 Produksi Produksi rata - rata ubi kayu di sampai dengan tahun 2009 mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

Vol. 1, No. 2, September 2011

Vol. 1, No. 2, September 2011 ISSN 2252-5491 Vol. 1, No. 2, September 2011 Forum Agribisnis Agribusiness Forum Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi dan Pengembalian Kredit Usaha Rakyat Anna Maria Lubis dan Dwi Rachmina Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 93 VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 7.1. Justifikasi Harga Bayangan Penelitian ini, untuk setiap input dan output ditetapkan dua tingkat harga, yaitu harga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi

I. PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki banyak peran di Provinsi Bali, salah satunya adalah sebagai sektor pembentuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON MELALUI PROGRAM PRIMATANI (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) SKRIPSI TEGUH PURWADI H34050065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci