BAB I PENDAHULUAN. Isu mutakhir dalam pembelajaran matematika saat ini adalah
|
|
- Sudomo Setiawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Isu mutakhir dalam pembelajaran matematika saat ini adalah mengembangkan High-Order Thinking Skills (HOTS) dan menjadikannya sebagai tujuan utama dalam pembelajaran matematika. Pernyataan ini antara lain didukung oleh The National Education Association Research Division (Ghokhale, 1997: 1): Student Acquisition of high-order thinking skills is now a nation goal. Sejalan dengan hal itu, salah satu harapan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah dimilikinya kemampuan berpikir matematis, khususnya berpikir matematis tingkat tinggi. Kemampuan ini sangat diperlukan siswa, terkait dengan kebutuhan siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, kemampuan berpikir matematis terutama yang menyangkut doing math (aktivitas matematika) perlu mendapatkan perhatian khusus dalam proses pembelajaran matematika. High-order thinking bersifat non algoritmik, kompleks, melibatkan kemandirian dalam proses berpikir, sering melibatkan suatu ketidakpastian sehingga membutuhkan pertimbangan dan interpretasi, melibatkan kriteria yang beragam yang kadang menimbulkan konflik dan menghasilkan solusi yang bisa beragam, serta membutuhkan suatu usaha yang sungguh-sungguh dalam melakukannya (Resnick, 1987; Arends, 2004). Menurut Schoenfeld (Henningsen
2 2 dan Stein, 1997), kegiatan berpikir matematis tingkat tinggi itu meliputi: mencari dan mengeksplorasi pola, memahami struktur dan hubungan matematis, menggunakan data, merumuskan dan menyelesaikan masalah, bernalar analogis, mengestimasi, menyusun alasan rasional, menggeneralisasi, mengkomunikasikan ide-ide matematis, dan memeriksa kebenaran jawaban. Saat ini, pembelajaran matematika pada umumnya menekankan pendekatan yang berorientasi pada perubahan dan mengenalkan pentingnya melibatkan siswa dalam memanfaatkan matematika melalui suatu proses. Sebagaimana didukung oleh penganut perubahan dalam pergerakan pendidikan matematika di seluruh dunia, pembelajaran matematika seharusnya tidak lagi berfokus pada pencapaian keahlian rutin tetapi lebih membantu pada pengembangan keahlian yang bersifat adaptip (Kilpatrick et al., 2001; Verschaffel et al., 2007). Keahlian rutin adalah kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas matematika sekolah dengan cepat dan teliti menggunakan strategi standar yang diajarkan di sekolah tanpa pengertian. Sedangkan keahlian adaptip mengacu pada kemampuan untuk memecahkan tugas-tugas matematis secara efisien, kreatif, dan fleksibel dengan strategi pemecahan yang berbeda dan bermakna ( Baroody & Dowker, 2003). Sebagai contoh, dalam standar National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) dikatakan bahwa pembelajaran matematika memuat proses termasuk di dalamnya adalah siswa memecahkan masalah dunia nyata dalam konteks yang bermakna, mengkomunikasikan ide-idenya dengan bahasa dan simbol matematis, membuat konjektur dan menetapkan kebenaran solusi yang
3 3 diperolehnya. Selain itu siswa diharapkan dapat mengkoneksikan apa yang dilakukan di dalam kelas dengan kehidupan mereka sehari-hari, dan merepresentasikan konsep-konsep matematis sehingga mereka dapat memandang matematika sebagai suatu yang terintegrasi, bukan sebagai rangkaian ide-ide yang kelihatannya tidak berkaitan. Menurut Anderson dan Bobis (2005), dalam silabus matematika untuk siswa sekolah dasar New South Wales yang terdapat dalam the Board of Studies in New South Wales (BOS, NSW) tahun Dikatakan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses Working Mathematically yang menyertakan lima proses yang saling berhubungan yaitu questioning, applying strategies, communicating, reasoning and reflecting. Demikian pula dalam Peraturan Mendiknas No 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan siswa, disebutkan bahwa untuk pelajaran matematika di SMP standar yang diharapkan adalah siswa menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai potensi yang dimilikinya, dan menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Standar kelulusan siswa di atas, digunakan dalam mengukur kemampuan yang diperoleh siswa setelah belajar matematika. Menurut Sumarmo (2006), pembelajaran matematika diarahkan untuk mengembangkan (1) kemampuan berfikir matematis yang meliputi: pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koneksi matematis; (2) kemampuan berfikir kritis, serta sikap
4 4 yang terbuka dan obyektif, serta (3) disposisi matematis atau kebiasaan, dan sikap belajar berkualitas yang tinggi. Dalam belajar matematika siswa seringkali menemukan soal yang tidak dengan segera dapat dicari solusinya, sementara siswa diharapkan dapat menyelesaikan soal tersebut. Untuk itu dia perlu berpikir atau bernalar, menduga atau memprediksi, mencari rumusan yang sederhana, baru kemudian membuktikan kebenarannya. Karena itu siswa perlu memiliki ketrampilan berpikir, sehingga dapat menemukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Proses berpikir yang dijalani siswa untuk menyelesaikan masalah matematika berkaitan dengan kemampuan mengingat, mengenali hubungan antar konsep, menyadari adanya hubungan sebab akibat, analogi atau perbedaan. Hal ini yang kemudian memungkinkan siswa memunculkan gagasan-gagasan yang bersifat original, lancar dan luwes dalam mengambil kesimpulan serta memikirkan kemungkinan penyelesaian lainnya. Proses berpikir di atas termuat dalam kegiatan berpikir, khususnya berpikir kritis, kreatif, dan reflektif. Berpikir kritis merupakan suatu proses yang bermuara pada pembuatan kesimpulan atau keputusan yang logis tentang apa yang harus diyakini dan tindakan apa yang harus dilakukan. Berpikir kritis bukan untuk mencari jawaban semata, tetapi yang lebih utama adalah menanyakan kebenaran jawaban, fakta, atau informasi yang ada. Dengan demikian bisa ditemukan alternatif atau solusi terbaiknya. Berpikir kreatif merupakan suatu proses memikirkan berbagai gagasan dalam menghadapi suatu persoalan atau masalah,
5 5 bermain dengan gagasan-gagasan atau unsur-unsur dalam pikiran dan dapat dipandang sebagai produk dari hasil pemikiran atau perilaku manusia. Berpikir reflektif merupakan suatu proses yang membutuhkan ketrampilan-ketrampilan yang secara mental memberi pengalaman dalam memecahkan masalah, mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, memodifikasi pemahaman dalam rangka memecahkan masalah, dan menerapkan hasil yang diperoleh pada situasisituasi yang lain. Kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan reflektif sangat dibutuhkan siswa dalam menyelesaikan masalah. Karena untuk menyelesaikan masalah siswa harus mampu mengeksplorasi masalah dengan beberapa interpretasi, menangkap masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi, dan mengemukakan pendapat dirinya sendiri. Selanjutnya siswa perlu merencanakan strategi penyelesaian masalah dari berbagai sumber, mencetuskan banyak gagasan, membandingkan strategi solusi dengan pengalaman atau teori terdahulu. Ketika strategi sudah dipilih oleh siswa, maka siswa perlu mengkonstruksi gagasan dan membuat kesimpulan. Dalam mengembangkan suatu gagasan siswa dapat menambah atau memerinci secara detil suatu obyek, gagasan, atau situasi. Setelah solusi diperoleh, siswa juga perlu memeriksa kembali solusi yang telah dikerjakan, termasuk mengembangkan strategi alternatif. Hal ini membutuhkan kemampuan untuk menghasilkan gagasan yang bervariasi, melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda, termasuk mengubah cara pendekatan. Sebagai contoh, setelah siswa kelas VIII mendapat pembelajaran tentang beberapa metode penyelesaian sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV),
6 6 para siswa diberi tugas untuk menentukan metode SPLDV yang paling tepat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dan mengapa mereka memilih metode itu. Para siswa harus merefleksi pemahaman mereka terdahulu dengan pengetahuan mereka yang baru sehingga dapat digunakan untuk situasi itu dan pada akhirnya mereka mengembangkan suatu strategi untuk memperoleh solusi pada isu tersebut. Dengan demikian, kemampuan berpikir K2R matematis amat penting untuk dikembangkan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka memecahkan masalah matematis, Kemampuan pemecahan masalah matematis amat penting karena pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika bahkan menurut Branca (dalam Sumarmo, 1993), pemecahan masalah merupakan jantungnya matematika. Kemampuan matematis siswa secara umum dapat digambarkan oleh kemampuannya dalam memecahkan masalah matematis. Kemampuan pemecahan masalah matematis dalam kerangka kurikulum matematika Singapura digambarkan sebagai sebuah segilima beraturan dengan masing-masing sisi menggambarkan komponen yang mendukungnya, yakni: (1) Konsep, (2) Pemrosesan (termasuk di dalammya adalah keterampilan berpikir dan heuristik), (3) Metakognisi (termasuk di dalamnya adalah kemandirian belajar), (4) Sikap, dan (5) Keterampilan. Apabila kelima komponen ini dikuasai dengan baik maka kemampuan pemecahan masalah matematis dapat dicapai. Namun kenyataan menunjukkan bahwa kemampuan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam memecahkan masalah matematis masih belum memuaskan. Hal ini antara lain dapat dilihat pada hasil studi Trends in
7 7 International Mathematics and Science Study (TIMSS) serta dalam Program for International Students Assessment (PISA). Secara internasional dua studi ini merupakan indikator hasil belajar matematika. Pada kompetisi TIMSS, peserta dari Indonesia masih lemah dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin yang berkaitan dengan menetapkan kebenaran atau pembuktian, pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematis, menemukan generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara datadata atau fakta yang diberikan. Namun relatif lebih baik dalam menyelesaikan soal-soal tentang fakta dan prosedur. Akibatnya, pada studi TIMSS 2007 posisi prestasi belajar anak-anak Indonesia berada pada urutan 36 dari 48 Negara peserta (Martin et al, 2008). Bila hal ini dikaitkan dengan komponen pemecahan masalah yang terdiri atas lima komponen di atas, maka siswa Indonesia menunjukkan kelemahan pada komponen pemrosesan tetapi cukup baik dalam komponen konsep dan keterampilan. Pada studi PISA 2006 untuk siswa kelas VIII, Indonesia berada pada peringkat 52 dari 57 negara (PISA, 2006). Soal-soal yang diajukan kepada siswa pada studi ini memang tidak terkait langsung dengan topik-topik pada kurikulum sekolah, tetapi lebih difokuskan pada mathematics literacy yang ditunjukkan oleh kemampuan siswa dalam menggunakan matematika yang mereka pelajari untuk menyelesaikan persoalan dalam kehidupan sehari-hari yang membutuhkan kemampuan penalaran dan komunikasi. Hal ini pun menunjukkan siswa Indonesia lemah dalam komponen pemrosesan.
8 8 Untuk komponen sikap, berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap siswa SMP di Indonesia secara umum adalah positif. Di Propinsi Jawa Barat, hasil studi menunjukkan bahwa sikap, minat dan motivasi dalam pelajaran matematika adalah positif (Bagus, 2006; Ibrahim, 2006; Ulya, 2007). Demikian pula halnya dengan hasil penelitian terhadap siswa SMP di luar pulau Jawa juga menunjukkan bahwa sikap siswa dalam pembelajaran matematika sangat positif (Putri, 2006; Noer, 2007). Dengan demikian lemahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP di Indonesia diduga terletak pada komponen pemrosesan yang termasuk di dalammya adalah keterampilan berpikir dan heuristik dan pada komponen metakognisi yang termasuk di dalamnya adalah kemandirian belajar. Oleh karena itu dalam penelitian ini kemampuan berpikir K2R matematis siswa dan kemandirian belajar siswa perlu ditingkatkan. Lemahnya kemampuan K2R matematis siswa SMP khususnya di kota Bandar Lampung diperoleh dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, yang menunjukkan bahwa umumnya kemampuan berpikir K2R matematis siswa masih rendah. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: (1) kemampuan berpikir kritis rata-rata sebesar 42 dengan nilai minimum 16 dan nilai maksimum 63, (2) kemampuan berpikir kreatif rata-rata sebesar 33,13 dengan nilai minimum 11 dan nilai maksimum 63, (3) kemampuan berpikir reflektif rata-rata sebesar 31,43 dengan nilai minimum 16 dan nilai maksimum 52. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan K2R matematis siswa umumnya masih dibawah 70 persen dari skor ideal.
9 9 Melihat kondisi seperti ini, perlu dilakukan upaya-upaya untuk terus memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran matematika. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh tenaga pendidik adalah melakukan inovasi dalam pembelajaran. Ausubel (dalam Ruseffendi, 1992) juga menyarankan sebaiknya dalam pembelajaran digunakan pendekatan yang mengunakan metode pemecahan masalah, inquiri, dan metode belajar yang dapat menumbuhkan berpikir kreatif dan kritis. Dengan adanya inovasi, terutama dalam perbaikan metode dan cara menyajikan materi pelajaran, diharapkan kemampuan berpikir K2R matematis siswa dapat ditingkatkan. Perbaikan dalam metode dan cara menyajikan pelajaran perlu dilakukan karena masih banyak ditemukan dalam pembelajaran matematika guru matematika yang menganut paradigma transfer of knowledge. Dalam hal ini interaksi dalam pembelajaran hanya terjadi satu arah yaitu dari guru sebagai sumber informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Siswa tidak diberikan banyak kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan belajarmengajar (KBM) di kelas, dengan kata lain pembelajaran lebih berpusat pada guru, bukan pada siswa. Pembelajaran matematika yang dilaksanakan dewasa ini orientasinya lebih kepada hasil dan bukan kepada proses. Menurut Noer (2009), hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru matematika SMP di Bandar Lampung menunjukkan bahwa pada umumnya model pembelajaran yang digunakan oleh guru masih bersifat konvensional. Hal ini dilakukan dengan alasan cara mengajar seperti itu yang paling tepat digunakan untuk mengejar target kurikulum dan mengingat pada ujian akhir siswa akan
10 10 dievaluasi dengan soal berbentuk pilihan berganda. Sehingga metode yang tepat adalah dengan melatih siswa mengerjakan soal-soal rutin. Selain itu hasil wawancara kepada siswa menunjukkan bahwa sebagian besar guru mengajar dengan urutan langkah menjelaskan materi, memberi contoh, dan memberi latihan soal. Hasil penelitian Sumarmo, dkk (dalam Hulukati, 2005) menunjukkan gambaran bahwa pembelajaran matematika dewasa ini antara lain memiliki karakteristik sebagai berikut: Pembelajaran berpusat pada guru, pendekatan yang digunakan lebih bersifat ekspositori, guru lebih mendominasi proses aktivitas kelas, latihan-latihan yang diberikan lebih banyak yang bersifat rutin. Sementara itu, kurikulum yang disepakati untuk digunakan sebagai pedoman pembelajaran menuntut sebuah proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, mengembangkan kreativitas siswa, menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang, mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai, menyediakan pengalaman belajar yang beragam dan belajar melalui berbuat. Karena itu harus ada upaya keras dari semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan untuk bersama-sama berusaha memperbaiki proses KBM yang terjadi pada saat ini. Dalam pembelajaran matematika Self-Regulated Learning (SRL) atau sering disebut dengan istilah kemandirian belajar merupakan bagian penting dalam pembelajaran matematika. Karena saat ini konsep tentang belajar matematika telah berubah dari pemberian suatu konsep dan prosedur secara pasif dan tidak kontekstual menjadi pembentukan makna secara aktif sebagai hasil mengaitkan ide-ide baru pada pemahaman terdahulu. Fokus dalam pendidikan
11 11 matematika telah berubah dari muatan matematika menjadi bagaimana siswa belajar matematika secara efektif. Hal ini menyiratkan bahwa siswa harus menjadi siswa yang mandiri dan mendorong program matematika sekolah dalam menciptakan siswa yang memiliki kemandirian dalam belajar. Siswa membangun pemahaman yang mendalam dalam belajar matematika ketika mereka dapat mengontrol belajarnya, dengan cara menentukan tujuan belajar, memonitor kemajuannya, menilai dan merefleksi proses berpikirnya, percaya diri terhadap kemampuannya, dan berkeinginan dan tekun dalam menghadapi kesulitan. Menyikapi masalah-masalah yang timbul dalam pendidikan matematika, dan harapan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika, maka diperlukan upaya yang inovatif untuk menanggulanginya. Siswa perlu dibiasakan untuk mampu mengkonstruksi pengetahuannya dan mampu mentranformasikan pengetahuannya dalam situasi lain yang lebih kompleks sehingga pengetahuan tersebut akan menjadi milik siswa itu sendiri. Proses mengkonstruksi pengetahuan dapat dilakukan sendiri oleh siswa berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya, dan juga dapat berupa hasil penemuan yang melibatkan lingkungan sebagai faktor dalam proses perolehan pengetahuannya. Strategi pembelajaran menurut faham konstruktivisme pada umumnya memiliki ciri antara lain penggunaan waktu yang lebih banyak untuk mengembangkan pemahaman yang akan meningkatkan kemampuan siswa untuk mentransfer pengetahuan, melibatkan siswa dalam proses belajar sehingga konsep menjadi lebih konkrit, penerapan kelompok kecil, pemberian masalah non rutin
12 12 dapat mendorong siswa untuk memberdayakan pengetahuan yang dimilikinya dan memicu rasa ingintahunya. Salah satu pendekatan pembelajaran yang didasari oleh faham konstruktivisme adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Pembelajaran ini memberikan suatu lingkungan pembelajaran dengan masalah yang menjadi basisnya, artinya pembelajaran dimulai dengan masalah kontekstual yang harus dipecahkan. Masalah dimunculkan sedemikian hingga siswa perlu menginterpretasi masalah, mengumpulkan informasi yang diperlukan, mengevaluasi alternatif solusi, dan mempresentasikan solusinya. Ketika siswa mengembangkan suatu metode untuk menyusun suatu prosedur, mereka mengintegrasikan pengetahuan konsep dengan keterampilan yang dimilikinya. Dengan demikian secara keseluruhan siswa yang membangun pengetahuan mereka, dengan bantuan pengajar selaku fasilitator. Lingkungan belajar dengan PBM memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan matematis mereka, untuk menggali, mencoba, mengadaptasi, dan merubah prosedur penyelesaian, termasuk memverifikasi solusi, yang sesuai dengan situasi yang baru diperoleh. Sementara dalam kelas konvensional siswa selalu dihadapkan dengan teori, contoh, dan latihan yang terbatas implementasinya dalam situasi yang tidak dikenal. Untuk menunjang penerapan pembelajaran berbasis masalah, perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa. Diantaranya adalah peringkat sekolah, pengetahuan awal matematika siswa, perbedaan gender siswa. Faktor-faktor ini diprediksi akan memberi
13 13 pengaruh terhadap hasil penerapan pembelajaran berbasis masalah dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir K2R matematis siswa. Secara normal, tiap individu memiliki potensi dasar mental yang berkembang dan dapat dikembangkan. Potensi dasar itu berupa minat, dorongan ingin tahu, dorongan ingin membuktikan kenyataan, dorongan ingin menyelidiki, dan dorongan ingin menemukan sendiri. Kenyataan ini menunjukkan bahwa setiap orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda-beda. Dengan demikian setiap anak akan memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam memahami matematika. Dalam suatu kelompok siswa yang dipilih secara khusus akan dijumpai siswa yang berkemampuan baik, cukup dan kurang. Kemampuan siswa yang heterogen itu bukanlah bawaan sejak lahir tetapi dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu lingkungan pembelajaran perlu dikondisikan sehingga setiap siswa memperoleh kesempatan untuk berkembang secara optimal sesuai kemampuan yang dimilikinya. Bagaimanapun penerapan pembelajaran berbasis masalah pada sekolah dengan peringkat yang berbeda, diprediksi bahwa pencapaian siswa akan berbeda. Pada umumnya siswa dengan kemampuan yang lebih tinggi akan masuk pada sekolah dengan kualifikasi tinggi sedangkan siswa yang memiliki kemampuan lebih rendah akan masuk pada sekolah yang memiliki kualifikasi lebih rendah. Bagi siswa pandai, model pembelajaran yang diterapkan bukan menjadi faktor utama dalam mengembangkan kemampuannya, sehingga diprediksi bahwa peningkatan kemampuan berpikir K2R matematis siswa relatif kurang signifikan.
14 14 Sedangkan untuk siswa yang memiliki kemampuan lebih rendah (sedang) diprediksi bahwa dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah kemampuan berpikir K2R matematisnya akan lebih berkembang. Namun demikian, penerapan pembelajaran berbasis masalah berpeluang lebih besar untuk berhasil pada siswa pandai bila dibandingkan pada siswa yang berkemampuan sedang dan kurang. Demikian pula halnya pada siswa yang memiliki kualifikasi tinggi berpeluang lebih berhasil bila dibandingkan pada siswa berkualifikasi sedang. Oleh karena itu untuk penelitian ini tidak melibatkan sekolah peringkat rendah. Perbedaan gender masih merupakan kajian yang pantas untuk diteliti. Mengingat saat ini banyak yang mengatakan bahwa siswa perempuan secara kelompok lebih baik daripada laki-laki khususnya dalam pembelajaran matematika. Akan tetapi pada tahun-tahun terakhir, bukti dari perbedaan gender dalam kinerja menjadi lebih samar-samar, dengan perempuan sering dilaporkan sama dengan kinerja laki-laki. Pada beberapa riset terakhir menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi yang signifikan antara siswa laki-laki dan perempuan. Bila dilihat dari segi usia anak SMP sebagian besar siswa memang masih berada pada tahap berpikir operasi konkrit, akan tetapi siswa kelas III SMP sudah mulai beranjak pada tahap operasi formal. Sebab itu tahap berfikir formal aman bila dikenakan pada murid SLTP kelas III ke atas. Anak-anak pada tahap operasi formal antara lain telah dapat mempertimbangkan banyak pandangan sekaligus, misalnya ia dapat memandang perbuatannya secara objektif dan merefleksikan proses berpikirnya, dalam diskusi ia dapat membedakan argumentasi dan fakta.
15 15 Masa ini merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dan pada masa ini mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang tidak tergantung pada orang tuanya (Agustiani, 2006: 29). Ini berarti siswa pada masa ini merupakan awal penentuan arah kemana mereka nantinya, sebab sudah mulai berusaha mengembangkan sifat kemandiriannya. Memperhatikan ciri-ciri tersebut, maka sangat memungkinkan bagi kita untuk menerapkan PBM yang menuntut kemandirian dalam belajar pada siswa kelas III SMP. Kemandirian belajar siswa merupakan hal yang turut menentukan keberhasilan penerapan pembelajaran berbasis masalah dan turut menentukan pencapaian hasil belajar siswa. Hal ini cukup beralasan karena pembelajaran yang melibatkan proses pemecahan masalah sangat memerlukan kemandirian siswa dalam belajar. Siswa dari sekolah peringkat tinggi pada umumnya memiliki kemandirian belajar yang tinggi bila dibandingkan siswa dari sekolah yang berasal dari sekolah peringkat sedang apalagi yang berasal dari sekolah peringkat rendah. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa pada umumnya siswa dari sekolah peringkat tinggi lebih mampu mengelola belajarnya baik dari segi waktu, strategi, dan dalam proses berpikir. Dari uraian di atas, dipilihlah suatu penelitian dengan judul: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif dan Reflektif (K2R) Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Pembelajaran Berbasis Masalah yang diambil diperkirakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir K2R matematis siswa. Demikian pula, analisis keterkaitan
16 16 kemandirian belajar siswa serta latar belakang mereka (dalam hal ini tingkat pengetahuan awal, perbedaan gender dan peringkat sekolah) dengan kemampuan berpikir K2R matematis siswa. 1.2 Rumusan Masalah Mengacu pada latar belakang di atas, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah kualitas peningkatan kemampuan berpikir K2R matematis dan kemandirian belajar siswa yang mengkuti PBM dan siswa yang belajar secara konvensional ditinjau dari peringkat sekolah (tinggi, sedang), pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah), dan perbedaan gender (laki-laki, perempuan)? Dari rumusan masalah di atas, dapat dijabarkan pertanyaan penelitian secara rinci sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah bila dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional pada: (a) keseluruhan siswa; (b) peringkat sekolah (tinggi, sedang), (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah), dan (d) perbedaan gender (laki-laki, perempuan)? 2. Bagaimanakah kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah bila dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional pada: (a) keseluruhan siswa; (b) peringkat sekolah (tinggi, sedang), (c) pengetahuan
17 17 awal matematika (tinggi, sedang, rendah), dan (d) perbedaan gender (laki-laki, perempuan)? 3. Bagaimanakah kualitas peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah bila dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional pada: (a) keseluruhan siswa; (b) peringkat sekolah (tinggi, sedang), (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah), dan (d) perbedaan gender (laki-laki, perempuan)? 4. Bagaimanakah kualitas kemandirian belajar siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah bila dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional pada: (a) keseluruhan siswa; (b) peringkat sekolah (tinggi, sedang), (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah), dan (d) perbedaan gender (laki-laki, perempuan)? 5. Apakah terdapat interaksi antara peringkat sekolah dan pendekatan pembelajaran pada kemampuan berpikir K2R matematis dan kemandirian belajar siswa? 6. Apakah terdapat interaksi antara PAM dan pendekatan pembelajaran pada kemampuan berpikir K2R matematis dan kemandirian belajar siswa? 7. Apakah terdapat interaksi antara perbedaan gender dan pendekatan pembelajaran pada kemampuan berpikir K2R matematis dan kemandirian belajar siswa?
18 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara komprehensif tentang kualitas peningkatan kemampuan berpikir K2R matematis serta kemandirian belajar siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah bila dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional pada: (a) keseluruhan siswa; (b) peringkat sekolah (tinggi, sedang), (c) pengetahuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah), dan (d) perbedaan gender (laki-laki, perempuan). 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, dalam penelitian ini diharapkan akan dihasilkan suatu model pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir K2R matematis siswa SMP. Dengan demikian hal ini merupakan sumbangan berharga bagi upaya peningkatan kualitas pendidikan matematika khususnya, dan kualitas SDM umumnya dalam menjawab tuntutan masa depan. 1.5 Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap apa yang akan diteliti, maka berikut ini dituliskan definisi operasional dalam penelitian ini. (1) Pembelajaran matematika berbasis masalah adalah pembelajaran yang diawali dengan menyajikan masalah matematika untuk memperoleh pemahaman
19 19 konsep, relasi antar konsep, menerapkan konsep, mengkomunikasikan konsep, dan memecahkan masalah. (2) Berpikir kritis matematis adalah kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang meliputi mengeksplorasi, mengidentifikasi dan menetapkan kebenaran konsep, menggeneralisasi, mengklarifikasi dan resolusi. a. Mengeksplorasi adalah kemampuan menelaah suatu masalah dari berbagai sudut pandang, membangun makna, dan menyelidiki ide matematis. b. Mengidentifikasi dan menetapkan kebenaran konsep adalah kemampuan membandingkan dan mengaitkan suatu konsep dengan konsep lain serta memberi alasan terhadap penggunaan konsep. c. Menggeneralisasi adalah kemampuan untuk melengkapi data atau informasi yang mendukung, dan menentukan aturan umum berdasarkan data yang diamati. d. Mengklarifikasi dan resolusi adalah kemampuan mengevaluasi dan memeriksa suatu algoritma dan mengklarifikasi dasar konsep yang digunakan serta mengembangkan strategi alternatif dalam pemecahan masalah. (3) Berpikir kreatif matematis adalah kemampuan berpikir yang meliputi kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keterperician (elaboration), kepekaaan (sensitivity) dan keaslian (Originality). Uraian mengenai aspek kemampuan berpikir kreatif ini adalah sebagai berikut: a. Kelancaran (fluency) adalah kemampuan mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan.
20 20 b. Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda, mencari banyak alternatif yang berbeda, dan mampu mengubah cara pendekatan. c. Keterperincian (elaboration) adalah kemampuan mengembangkan suatu gagasan, menambah atau memerinci secara detil suatu obyek, gagasan, atau situasi. d. Kepekaan (sensitivity) adalah kemampuan menangkap dan menghasilkan masalah-masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi. e. Keaslian (Originality) adalah kemampuan mengemukakan pendapat sendiri sebagai tanggapan terhadap suatu situasi yang dihadapi. (4) Kemampuan berpikir reflektif matematis adalah kemampuan mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam situasi-situasi yang lain, memodifikasi pemahaman berdasarkan informasi dan pengalaman-pengalaman baru yang meliputi 3 fase yaitu:1) Reacting, 2) Comparing, dan 3) Contemplating. Adapun uraian mengenai fase ini adalah sebagai berikut: a. Reacting (Berpikir reflektif untuk aksi): bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap peristiwa/situasi/masalah matematis, dengan berfokus pada sifat alami situasi. b. Comparing (Berpikir reflektif untuk evaluasi): Berpusat pada analisis dan klarifikasi pengalaman individual, makna, dan asumsi-asumsi untuk mengevaluasi tindakan-tindakan dan apa yang diyakini dengan cara
21 21 membandingkan reaksi dengan pengalaman yang lain, seperti mengacu pada suatu prinsip umum, suatu teori. c. Contemplating (Berpikir Reflektif untuk inkuiri kritis): mengutamakan pengertian pribadi yang mendalam yang bersifat membangun terhadap permasalahan matematis atau berbagai kesulitan. Dalam hal ini memfokuskan pada suatu tingkatan pribadi dalam proses-proses seperti seperti menguraikan, menginformasikan, mempertentangkan, dan merekonstruksi situasi-situasi. (5) Kemandirian belajar adalah perilaku dalam belajar yang memiliki ciri: 1) menganalisis kebutuhan belajar matematika dan merancang program belajar, 2) memilih dan menerapkan strategi belajar, 3) memantau dan mengevaluasi apakah strategi telah dilaksanakan dengan benar, memeriksa hasil, dan merefleksi untuk memperoleh umpan balik. 1.6 Hipotesis Penelitian Sejalan dengan masalah penelitian yang diuraikan di atas, hipotesis penelitian ini adalah: 1. Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) peringkat sekolah (1. tinggi, 2. sedang), (c) pengetahuan awal matematika (1. tinggi, 2. sedang, 3. rendah), dan (d) perbedaan gender (1. laki-laki, 2. perempuan).
22 22 2. Terdapat interaksi antara peringkat sekolah dan pendekatan pembelajaran pada kemampuan berpikir kritis matematis siswa. 3. Terdapat interaksi antara pengetahuan awal matematika dan pendekatan pembelajaran pada kemampuan berpikir kritis matematis. 4. Terdapat interaksi antara perbedaan gender dan pendekatan pembelajaran pada kemampuan berpikir kritis matematis siswa. 5. Kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) peringkat sekolah (1. tinggi, 2. sedang), (c) pengetahuan awal matematika (1. tinggi, 2. sedang, 3. rendah), dan (d) perbedaan gender (1. laki-laki, 2. perempuan). 6. Terdapat interaksi antara peringkat sekolah dan pendekatan pembelajaran pada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. 7. Terdapat interaksi antara pengetahuan awal matematika dan pendekatan pembelajaran pada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. 8. Terdapat interaksi antara perbedaan gender dan pendekatan pembelajaran pada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. 9. Kualitas peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) peringkat sekolah (1. tinggi, 2. sedang), (c) pengetahuan awal
23 23 matematika (1. tinggi, 2. sedang, 3. rendah), dan (d) perbedaan gender (1. laki-laki, 2. perempuan). 10. Terdapat interaksi antara peringkat sekolah dan pendekatan pembelajaran pada kemampuan berpikir reflektif matematis siswa. 11. Terdapat interaksi antara pengetahuan awal matematika dan pendekatan pembelajaran pada kemampuan berpikir reflektif matematis siswa. 12. Terdapat interaksi antara perbedaan gender dan pendekatan pembelajaran pada kemampuan berpikir reflektif matematis siswa. 13. Kualitas kemandirian belajar siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari: (a) keseluruhan siswa; (b) peringkat sekolah (1. tinggi, 2. sedang), (c) pengetahuan awal matematika (1. tinggi, 2. sedang, 3. rendah), dan (d) perbedaan gender (1. laki-laki, 2. perempuan). 14. Terdapat interaksi antara peringkat sekolah dan pendekatan pembelajaran pada kemandirian belajar siswa. 15. Terdapat interaksi antara pengetahuan awal matematika dan pendekatan pembelajaran pada kemandirian belajar siswa. 16. Terdapat interaksi antara perbedaan gender dan pendekatan pembelajaran pada kemandirian belajar siswa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia akan mampu mengembangkan potensi diri sehingga akan mampu mempertahankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, setiap orang dapat dengan mudah mengakses dan mendapatkan bermacam-macam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal di Indonesia yang sederajat dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Perbedaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita rasakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya peningkatan sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses pembentukan kepribadian dan pola pikir siswa. Salah satu pembelajaran yang mampu membentuk kepribadian dan pola pikir siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari siswa di sekolah. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar apabila dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengambilan keputusan terhadap masalah yang dihadapi oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari tentu tidak terlepas dari aspek-aspek yang mempengaruhinya. Keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sangat membantu mempermudah kegiatan dan keperluan kehidupan manusia. Namun manusia tidak bisa menipu diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika berkedudukan sebagai ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu pengetahuan yang dipelajari sejak zaman dahulu hingga kini. Mata pelajaran wajib di sekolah dalam tingkatan apapun. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika, telah banyak upaya dilakukan untuk memperbaiki aspek-aspek yang berkaitan dengan kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin cepat dewasa ini, menuntut manusia terus mengembangkan wawasan dan kemampuan di berbagai
Lebih terperinciP - 63 KEMANDIRIAN BELAJAR DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
P - 63 KEMANDIRIAN BELAJAR DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA Risnanosanti Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMB Email : rnosanti@yahoo.com Abstrak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Becker dan Shimada (1997: 1) mengungkapkan bahwa we propose to call problem
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Open-ended Problem Becker dan Shimada (1997: 1) mengungkapkan bahwa we propose to call problem that are formulated to have multiple correct answer incomplete
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan penyelenggaraan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika, idealnya siswa dibiasakan memperoleh pemahaman melalui pengalaman dan pengetahuan yang dikembangkan oleh siswa sesuai perkembangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan dunia pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan untuk berargumentasi, memberi kontribusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan mata pelajaran pokok mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, baik di sekolah yang berbasis agama maupun berbasis umum. Matematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Masalah dapat muncul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal kemerdekaan hingga sekarang, Indonesia telah memberlakukan enam kurikulum sebagai landasan pelaksanaan pendidikan secara nasional. Diantaranya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat siswa untuk mendapatkan ilmu mencetak sumber daya manusia yang handal, memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu matematika dipelajari pada semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa dari siswa tingkat sekolah dasar, menengah hingga mahasiswa perguruan tinggi. Pada tiap tahapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas. Pendidikan juga di pandang sebagai sarana untuk menjadikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan seseorang yang berkualitas. Pendidikan juga di pandang sebagai sarana untuk menjadikan seseorang cerdas,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat. Manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang cukup penting dalam kehidupan manusia karena pendidikan memiliki peranan penting dalam menciptakan manusia yang berkualitas. Tardif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dari berbagai studi, baik yang berskala internasional maupun nasional
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari berbagai studi, baik yang berskala internasional maupun nasional menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran (Ruseffendi, 1988), membutuhkan siasat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan disiplin ilmu yang sifatnya terstruktur dan terorganisasi dengan baik, mulai dari konsep atau ide yang tidak terdefinisi sampai dengan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika sudah ada semenjak zaman sebelum masehi. Banyak ilmuwan-ilmuwan zaman dahulu yang memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu matematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam pengertian pengajaran di sekolah adalah suatu usaha yang bersifat sadar, sistematis dan terarah agar peserta didik secara aktif mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan adanya peningkatan sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Globalisasi dapat mengakibatkan restrukturisasi dunia. Proses ini disertai banjirnya informasi yang melanda dunia dan berdampak terhadap kehidupan nyata.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki peranan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki peranan penting dalam menentukan masa depan. Hal ini terbukti dengan diberikannya matematika di jenjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, dan matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak permasalahan dan kegiatan dalam hidup yang harus diselesaikan dengan menggunakan ilmu matematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dapat dirasakan melalui inovasi-inovasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensi yang dimiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih
Lebih terperinciPEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP
PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP Mardiana Abstraksi Pembelajaran kooperatif Co-op Co-op. Model pembelajaran ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan dasar dan memberikan andil yang sangat besar dalam kemajuan bangsa. Pernyataan ini juga didukung oleh Kline (Suherman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika di sekolah harus dapat menyiapkan siswa untuk memiliki kemampuan komunikasi matematik dan pemecahan masalah sebagai bekal untuk menghadapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia yang unggul merupakan potensi yang sangat penting untuk dikembangkan dalam rangka membangun Indonesia. Dengan sumber daya manusia yang unggul kita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidup dan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, teknologi dan budaya masyarakat. Pendidikan dari masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Matematika diajarkan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun
BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pendidikan merupakan faktor yang berperan mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dihasilkan dari sistem pendidikan yang baik dan tepat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) adalah dengan meningkatkan pendidikan. Bangsa yang maju
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat saat ini, banyak pula masalah dan kendala yang dihadapi oleh masyarakat baik individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Irvan Noortsani, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) memegang peranan penting dalam perkembangan suatu bangsa. Untuk menciptakan SDM yang berkualitas, sektor pendidikan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah. membawa berbagai perubahan hampir di setiap aspek kehidupan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah membawa berbagai perubahan hampir di setiap aspek kehidupan. Berbagai aplikasi ilmu pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan-persaingan ketat dalam segala bidang kehidupan saat ini, menuntut setiap bangsa untuk mampu menghasilkan Sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi dari setiap individu, karena dengan pendidikan potensi-potensi individu tersebut dapat dikembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia agar mempunyai dan memiliki kemampuan nyata dalam perilaku kognitif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada pandangan umum yang mengatakan bahwa mata pelajaran matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), matematika merupakan mata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan cepat dan pesat sering kali terjadi dalam berbagai bidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan cepat dan pesat sering kali terjadi dalam berbagai bidang seperti pendidikan, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Hal ini memungkinkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan kemampuan: (1) komunikasi matematis, (2) penalaran matematis, (3) pemecahan masalah matematis, (4) koneksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat. Dampak dari perkembangan ini menuntut adanya individu-individu yang berkualitas, yaitu
Lebih terperinci2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Matematika mempunyai andil dalam mengembangkan bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia saat ini tidak bisa terlepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental bagi kemajuan suatu bangsa sehingga menjadi kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia menjadi perhatian saat memasuki abad ke-21.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia menjadi perhatian saat memasuki abad ke-21. Perhatian yang terjadi bukan karena mutu pendidikan yang semakin hebat, melainkan karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini sangatlah pesat. Segala aspek kehidupan menjadi mudah dengan adanya teknologi. Arus informasi antar negara di dunia pun berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, memanfaatkan
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN KOLEKTIF MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIK MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN METAKOGNITIF
LAPORAN PENELITIAN KOLEKTIF MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIK MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN METAKOGNITIF PENELITI Ketua Abdul Muin, S.Si., M.Pd. Anggota Lia Kurniawati, M.Pd.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam dunia yang terus berubah dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat, manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi belajar mengajar yang baik adalah guru sebagai pengajar tidak mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat cepat mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat dengan mudah menerima
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya yang berkualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembangnya bangsa dan negara indonesia sepanjang zaman. menyiratkan bahwa dalam pembelajaran matematika proses Working
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Risa Aisyah, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat dibutuhkan oleh setiap individu. Melalui pendidikan seseorang dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan lebih terarah, karena dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang sangat berperan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu matematika dipelajari pada semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi tantangan masa depan dalam era globalisasi dan canggihnya teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai keterampilan
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu tujuan pembelajaran matematika pada sekolah menengah atas adalah siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam menghadapi perkembangan zaman, siswa dituntut menjadi individu yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan zaman, siswa dituntut menjadi individu yang mampu mengembangkan diri dan memiliki kreativitas yang tinggi. Siswa yang memiliki kreativitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini menyebabkan kita harus selalu tanggap menghadapi hal tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan Sumber Daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika yaitu: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan
Lebih terperinci2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang
Lebih terperinci