Pemberian air pada lahan dengan sistem surjan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pemberian air pada lahan dengan sistem surjan"

Transkripsi

1 Konstruksi dan Bangunan Pemberian air pada lahan dengan sistem surjan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH

2 Prakata Pedoman teknik pemberian air pada lahan dengan sistem surjan ini masuk dalam Gugus Kerja Irigasi, Sabo, Rawa dan Pantai, Danau dan Sungai yang termasuk pada Sub Panitia Teknik Bidang Sumber Daya Air, yang berada di bawah Panitia Teknik Konstruksi dan Bangunan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Penulisan pedoman ini mengacu kepada Pedoman BSN No.8 Tahun 2000 dan telah mendapat masukkan dan koreksi dari ahli bahasa. Perumusan pedoman ini dilakukan melalui proses pembahasan pada Gugus Kerja, Prakonsensus dan Konsensus pada tanggal 29 Juli 2003 Pusat Litbang Sumber Daya Air Bandung serta proses penetapan pada Panitia Teknik yang melibatkan para narasumber dan pakar dari berbagai instansi terkait. Pedoman ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penerapan teknik pengaturan pemberian air dengan menata lahan cara surjan dalam suatu wilayah pengelolaan dan dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasi sistem irigasi di lapangan. i

3 Daftar isi Prakata... i Daftar isi... ii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup Acuan normatif Istilah dan definisi Perencanaan Persiapan Perencanaan rinci Pelaksanaan pembuatan surjan Alat pengerjaan tanah Pekerjaan tanah Pembuatan bedengan dan tabukan Operasi dan pemeliharaan Pemberian air Pemeliharaan Lampiran A Gambar Gambar A.1 Kecepatan aliran air dalam tanah Gambar A.2 Gerakan air kapiler dalam tanah Gambar A.3 Ketersediaan air dalam tanah Gambar A.4 Pengaruh muka air tanah terhadap pertumbuhan tanaman Gambar A.5 Surjan sempit Gambar A.6 Surjan lebar Gambar A.7 Surjan tanah gambut Gambar A.8 Saluran kemalir Gambar A.8a Saluran kemalir (lanjutan) Gambar A.9 Skema pemberian air irigasi Gambar A.10 Skema jaringan irigasi air banjir Gambar A.11 Foto surjan sempit Gambar A.12 Foto surjan lebar Lampiran B Tabel Tabel B.1 Permeabilitas tanah Tabel B.2 Hubungan antara tekstur tanah dan perkolasi ii

4 Tabel B.3 Kandungan air dalam tanah Tabel B.4 Toleransi ph terhadap tanaman Tabel B.5 Kategori lahan berdasar iklim Tabel B.6 Tipe genangan berdasarkan iklim Tabel B.7 Tipe lahan berdasarkan luapan air pasang Tabel B.8 Kemiringan talud maksimum Tabel B.9 Klas tekstur tanah Tabel B.10 Penyelidikan lapangan Tabel B.11 Sistem penataan dan pengelolaan air Tabel B.12 Ukuran surjan di dataran banjir, daerah cekungan Tabel B.13 Ukuran surjan di daerah banjir dataran rendah lahan potensial, sulfat masam, dan gambut dangkal Tabel B.14 Jarak tanam beberapa jenis tanaman sayuran Tabel B.15 Kedalaman perakaran beberapa jenis tanaman Lampiran C Daftar nama dan lembaga Bibliografi iii

5 Pendahuluan Di Indonesia banyak dijumpai daerah dataran rendah atau cekungan dan daerah banjir yang berpotensi untuk budi daya tanaman. Untuk itu, perlu dilakukan penataan lahan dengan sistem surjan. Penataan lahan tersebut diharapkan dapat memberikan nilai tambah dan akhirnya meningkatkan pendapatan petani. Areal yang ditata dengan sistem surjan dan teknik pemberian air yang sesuai, memungkinkan intensitas tanam lebih banyak, kemungkinan diversifikasi lebih besar sehingga produksi dapat meningkat. Teknik pemberian air pada lahan yang ditata dengan sistem surjan juga dapat dikembangkan di daerah irigasi dengan dukungan sumber daya air yang mencukupi terutama untuk komoditi tanaman yang mempunyai nilai jual tinggi Penataan lahan dengan cara pemberian airnya tidak memerlukan teknik yang tinggi dan dapat dilakukan masyarakat desa atau Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) setempat. Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan adanya pedoman teknik pemberian air pada lahan dengan sistem surjan. Pedoman ini membahas perencanaan, pelaksanaan lapangan, serta operasi dan pemeliharaannya. iv

6 Pemberian air pada lahan dengan sistem surjan Pd T A 1 Ruang lingkup Pedoman ini membahas prosedur tata cara atau teknik menata lahan dan mengatur pemberian air dengan sistem surjan pada suatu areal yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan lapangan serta operasi dan pemeliharaan. 2 Acuan normatif Belum ada 3 Istilah dan definisi 3.1 Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi di bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. 3.2 Surjan adalah pakaian tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya yang umumnya menggunakan kain bercorak garis-garis dengan motif besar. Corak garis-garis ini yang mendasari nama suatu sistem pemanfaatan atau pengelolaan lahan yang dikenal dengan nama sistem surjan. Lahan surjan adalah lahan yang ditata dengan cara menggali sebagian lahan untuk meninggikan bagian lahan lainnya. Sistem surjan adalah sebidang tanah yang diatur permukaan tanahnya sedemikian rupa sehingga ada bagian-bagian yang lebih tinggi dan ada bagian-bagian yang lebih rendah. Bagian tanah yang lebih tinggi dibuat sejajar dengan bagian tanah yang lebih rendah. Biasanya bagian tanah yang lebih tinggi ditanami palawija dan/atau sayuran atau tanaman keras, sedangkan bagian tanah yang lebih rendah ditanami padi sawah dan/atau ikan atau berupa parit saluran genangan air. Dapat disebut pula sistem surjan adalah sejenis sistem bedengan atau guludan yang diterapkan pada daerah cukup air. 3.3 Tabukan adalah bagian tanah yang diperdalam pada sistem surjan lebar. 3.4 Parit adalah bagian tanah yang diperdalam pada sistem surjan sempit. 3.5 Tumpang sari adalah penanaman dua atau lebih jenis tanaman dalam barisan yang teratur pada suatu hamparan dan waktu yang sama. 3.6 Pola tanam adalah pengaturan pertanaman pada satu petak lahan dalam siklus satu tahun. 3.7 Tipologi lahan adalah klasifikasi lahan untuk sistem surjan berdasarkan tingkat kendala agrofisiknya. 3.8 Tipe luapan air adalah klasifikasi genangan air pada lahan berdasarkan pengaruh air pasang. 3.9 Kategori genangan air adalah klasifikasi genangan air pada lahan berdasarkan pengaruh iklim Tipe genangan air adalah klasifikasi genangan air pada lahan berdasar lamanya genangan oleh pengaruh iklim. 1 dari 43

7 3.11 Saluran cacing (kemalir) adalah saluran yang dibuat di petak lahan untuk memperlancar drainase atau irigasi. 4 Perencanaan 4.1 Persiapan Survei lokasi Lakukan studi lapangan dengan survei lokasi yang akan dibangun sistem surjan. Sistem ini dapat dilaksanakan di daerah irigasi maupun di daerah banjir baik di daerah cekungan maupun dataran rendah Areal genangan banjir Areal genngan banjir adalah lokasi di lahan pertanian yang setiap tahun di musim penghujan selalu tergenang air banjir. Ini dapat terjadi pada dataran banjir daerah cekungan, atau lahan dataran rendah berupa rawa. Pada suatu kondisi genangan banjir yang sesuai, dapat dibangun sistem surjan, dengan pola tanam menurut kebiasaan daerah setempat Areal irigasi Areal irigasi adalah daerah irigasi baik teknik, semiteknik maupun sederhana. Pada kondisi cukup banyak tersedia air dapat dibangun sistem surjan baik di musim penghujan maupun kemarau dengan pola tanam sesuai kebiasaan daerah setempat. Di suatu areal nonirigasi dan di daerah tadah hujan, dengan suatu rekayasa, dapat dibangun sistem surjan yang hanya dapat dilakukan sekali setahun pada musim penghujan Penyelidikan lapangan Dalam perencanaan sistem ini diperlukan penyelidikan lapangan yaitu yang berkaitan dengan sifat tanah dan air tanah serta studi lahan dan tata air yang sesuai untuk pembangunan sistem surjan ( lihat Tabel B.10 ) Sifat tanah dan air tanah Beberapa sifat fisik tanah penting dalam hubungannya dengan air dalam tanah, di antaranya tekstur tanah, porositas tanah, air infiltrasi, perkolasi, air kapiler, kandungann air dalam tanah, dan ketinggian muka air tanah. 1) Tekstur tanah Tekstur tanah merupakan satu-satunya sifat fisik tanah yang tak berubah atau lama mengalami perubahan oleh karena pengaruh luar seperti iklim, sedangkan struktur tanah dapat mengalami perubahan oleh karena pengaruh luar. (lihat Tabel B.9) Tekstur tanah menunjukkan sifat berat atau ringan tanah diolah. Tanah berpasir misalnya bersifat porus atau tanah ringan sedangkan tekstur tanah liat disebut tanah berat dan mudah dibuat lumpur untuk persawahan yang bersifat kedap air untuk tanaman padi. Untuk tanaman nonpadi diperlukan tanah gembur, untuk itu dikenal porositas. Porositas adalah pori-pori tanah dan dapat dibedakan pori-pori tanah mikro dan makro yang dapat terisi udara atau air dalam tanah dinyatakan dalam persen terhadap keseluruhan contoh tanah asli. Tanah dengan porositas kecil tidak menguntungkan bagi tanaman karena tanah ini mampat. Untuk itu, diperlukan kondisi gembur, utamanya untuk tanaman nonpadi dengan cara mengolah atau mencangkul tanah dan sebagainya. Pada tanah mampat besarnya porositas berkisar 35 persen, sedangkan pada tanah gembur yang cocok bagi tanaman berkisar 65 persen. 2 dari 43

8 2) Infiltrasi dan perkolasi Proses air mengalir masuk ke dalam tanah disebut infiltrasi. Air yang meresap masuk ke dalam tanah akan diabsorbsi sehingga kelembaban air meningkat sampai batas kemampuan tanah mengabsorbsi dan selebihnya akan terus bergerak ke bawah sebagai air perkolasi. Kecepatan air infiltrasi berubah ubah sesuai dengan besarnya curah hujan atau pemberian air irigasi dan disebut sebagai kapasitas infiltrasi (a) Infiltrasi Beberapa hal yang mempengaruhi kapasitas infiltrasi antara lain adalah kondisi permukaan tanah, apakah ada tumbuh-tumbuhan, bahan-bahan seperti seresah atau bahan organik di permukaan tanah, kemiringan lahan, tekstur dan struktur tanah, kelembaban tanah, dan kemampatan tanah karena pengaruh luar, misalnya sering dilalui kendaraan. Air di saluran atau di petak lahan akan bergerak ke segala arah, masuk ke dalam tanah bergerak merembes arah vertikal maupun horizontal dan keluar sebagai air yang hilang (seepage). Besarnya air yang lulus dan hilang merembes sangat beragam tergantung dari beberapa hal antara lain; tekstur dan struktur tanah, kemampuan infiltrasi tanah permukaan, adanya lapisan kedap air, sistem perakaran tanaman, daya hantar air atau kemampuan meluluskan air (permeabilitas) secara ke seluruhan lapisan tanah. (lihat Tabel B.1 Permeabilitas tanah) (b) Aliran jenuh di dalam tanah Air yang ditambahkan pada suatu tanah, akan menembus permukaan tanah, mendesak udara pori makro, kemudian pori mikro. Penambahan air akan mengakibatkan gerakan ke bawah dalam proses yang disebut aliran jenuh dalam tanah yang disebabkan oleh gaya gravitasi maupun gaya kapiler. Gerakan semacam ini akan berlangsung terus dan sesuai dengan macam tekstur tanahnya. Perambatan gerakan air pada tanah pasir lebih besar dibanding dengan tanah lempung atau lempung liat. Tinggi perambatan aliran air dalam tanah dapat dilihat pada Gambar A.1. Hal demikian tidak terjadi pada lahan dengan kondisi muka air tanah dangkal atau dekat di permukaan tanah. (c) Perkolasi Air perkolasi adalah kondisi apabila air yang mengalami infiltrasi pada suatu saat tertentu telah melampaui batas tanah dalam menahan air karena pori-pori tanah telah terisi air, kemudian kelebihan air akan terus bergerak ke bawah tanah. Gaya yang mempengaruhi aliran air perkolasi ini adalah gaya gravitasi. Untuk lapisan tanah yang selalu dalam keadaan jenuh air, maka perkolasi merupakan air hilang yang diperhitungkan. Besarnya perkolasi pada lahan dengan tebal lapisan lumpur menurut tekstur tanahnya dapat ditunjukkan seperti pada Tabel B.2. 3) Air kapiler (a) Gerakan air kapiler Gerakan air kapiler merupakan aliran air tidak jenuh dalam tanah yang mengalir dari bawah ke atas atau dengan kata lain gerakan air kapiler adalah pengisian lengas tanah yang berasal dari tanah di bawahnya. Gerakan air kapiler ini dapat berasal langsung dari air tanah atau dari bagian bawah tanah ke bagian tanah yang lebih atas. Peristiwa ini karena adanya tekanan sebab penguapan, absorbsi air oleh tanaman, dan apabila tidak ada penambahan air oleh air hujan atau irigasi sehingga kandungan air tanah bagian atas lebih kecil dibanding tanah di bawahnya. Gerakan aliran air kapiler ini dari lapisan dengan tekanan lebih kecil menuju lapisan tanah dengan tekanan lebih besar yaitu air tersedia diantara kapasitas lapang dan titik layu. 3 dari 43

9 (b) Tinggi air kapiler Tingginya air kapiler tergantung dari tekstur dan struktur tanah, yang berbanding terbalik dengan diameter pipa kapiler. Semakin halus tekstur tanah, akan semakin tinggi kenaikan air kapiler. Sebaliknya, gerakan kecepatan air kapiler, semakin kecil butir tanah, semakin lambat kecepatan air kapilernya. Dari sifat-sifat ini terdapat tekstur lempung yang lebih sesuai, yaitu dapat mengisap air cukup tinggi juga kecepatan lebih besar, yang ditunjukkan dalam Gambar A.2. Dengan demikian, kebutuhan air di daerah perakaran dapat dipenuhi oleh air dalam tanah dengan adanya gerakan air kapiler ini. 4) Kandungan air tanah Beberapa kondisi kandungan air dalam tanah adalah air lebih atau jenuh, kapasitas lapang, titik layu, dan air higroskopis (lihat Tabel B.3). Air dalam tanah jenuh adalah air yang melebihi kapasitas lapang, kelebihan air bergerak secara gravitasi, tekanan 1/1000 atmosfer. Kapasitas lapangan adalah kemampuan tanah menahan air maksimum yang dapat disediakan untuk tanaman setelah tanah mengalami perkolasi dengan tekanan 1/3 atmosfer. Air dalam tanah dalam kondisi titik layu adalah keadaan akar tanaman yang tidak dapat lagi menyerap air dari dalam tanah dan tanaman mulai layu, tekanan 15 atmosfer.layu sementara atau permulaan layu adalah keadaan tanaman yang akan pulih kembali apabila mendapat tambahan air.layu permanen adalah keadaan tanaman yang tidak dapat pulih kembali meskipun mendapat tambahan air dan kemudian tanaman akan mati. Air higroskopis yaitu air lapisan tipis yang melekat kuat pada butir tanah padat, dengan tekanan 31 atmosfer. Hubungan antara jenis tanah dan ketersediaan air tanah tampak dalam Gambar A.3. 5) Ketinggian muka air tanah Informasi ketinggian muka air tanah penting untuk diketahui karena berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Permukaan air tanah yang dangkal di daerah perakaran akan mengganggu pertumbuhan perakaran dan berakibat pada pertumbuhan tanaman yang kurang baik. Dengan cara drainase muka air tanah dapat diturunkan lebih dalam sehingga terletak di bawah daerah perakaran. Dengan demikian, ruang daerah perakaran tanaman lebih efektif, tanaman menjadi tumbuh dengan baik, lihat Gambar A Studi lahan dan tata air Tipe lahan perlu diketahui agar dalam pengelolaannya dapat dilakukan secara tepat dan berhasil guna. Untuk suatu rancangan, perlu dibedakan antara lahan yang potensial dan lahan-lahan bermasalah dengan segala macam tingkat kendala agrofisik sehingga diperlukan data pengamatan yang teliti. Lahan tanah juga dapat dibedakan berdasarkan tata air permukaan berupa genangan air banjir, akibat pengaruh alam berupa curah hujan, lamanya air menggenang maupun air pasang. Dengan studi ini akan dapat diketahui penataan lahan dan pengelolaan air yang sesuai untuk sistem surjan (lihat Tabel B.11). 1) Tipologi lahan Umumnya lahan potensial untuk sistem surjan adalah tanah dengan tekstur liat, lempung liat atau liat berlempung. Tanah semacam ini cukup stabil bila dibuat lumpur untuk tabukan cukup kedap air, sesuai untuk tanaman padi, dan bila untuk guludan dapat dibuat gembur sebagai lahan kering dan menahan air dengan baik. 4 dari 43

10 5 dari 43 Pd T A Ada pula lahan dengan kendala agrofisik yaitu karena rendahnya kesuburan tanah, ph rendah, adanya lapisan pirit, gambut, adanya pengaruh air asin, genangan air yang berlebihan, dan lainnya. Dari kendala ini lahan dapat dibedakan lahan sulfat masam dan gambut. (a) Lahan sulfat masam Lahan sulfat masam adalah lahan dengan sifat reaksi tanah asam, yang ditunjukkan oleh nilai ph yang rendah. Suatu larutan tanah dengan air sebagai pelarut, dapat terjadi reaksi asam, netral, atau basa. Apabila ion H melebihi ion OH, akan disebut larutan tanah asam. Apabila sebalikya, disebut tanah basa dan apabila ion H sama dengan ion OH disebut tanah netral. Tanah disebut asam apabila ph < 7, disebut basa apabila ph > 7 dan tanah netral apabila ph = 7. Pengaruh ph dapat secara langsung atau tidak langsung yaitu pada tersedianya unsur hara dan zat racun. Misal pada tanah asam dengan ph < 5, beberapa unsur seperti aluminium, besi dan mangan akan dapat larut dan merupakan racun bagi tanaman, lihat Tabel B.4. (b) Tanah gambut Berdasarkan kandungan bahan organik, tanah mineral mengandung bahan organik sekitar 15 % atau sampai 20 %. Tanah gambut mengandung 80 % sampai dengan 90 % bahan organik. Gambut terdiri dari sisa-sisa tumbuhan atau tanaman yang telah mati dan lama mengalami pelapukan. Ketebalan tanah gambut ada yang dangkal beberapa centimeter dan ada yang dalam bahkan sampai tiga meter. 2) Tata air Lahan dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe tata air permukaan yang berupa genangan banjir. Pembuatan klasifikasi dimaksudkan untuk dapat memahami sekaligus menguasai air ini agar dapat dimanfaatkan antara lain untuk kepentingan irigasi, mencuci zat-zat beracun bagi tanaman, mengatur ketinggian genangan air untuk persawahan, atau mengatur ketinggian muka air tanah untuk pertanaman lahan kering 4.2 Perencanaan rinci Beberapa persyaratan Pembuatan lajur surjan dilakukan dengan cara menggali sebagian lahan tanah untuk meninggikan bagian lainnya. Bagian tanah yang tinggi sebagai lahan kering digunakan untuk tanaman palawija, sayuran atau tanaman keras, sedangkan bagian tanah yang rendah sebagai lahan basah untuk padi dan atau perikanan atau sebagai parit surjan. Untuk itu perlu dirancang dengan beberapa ketentuan teknik secara umum sebagai berikut. 1) Surjan dibangun pada areal lahan dengan ketersediaan air yang cukup, muka air tanah yang dangkal, dan umumnya pada lahan datar atau dataran rendah. Slope lahan datar < 1,5 %, air tanah dangkal < 15 cm atau < 50 cm. 2) Lebar lajur tanah tinggi ditentukan berdasarkan kebutuhan peruntukannya, kemudahan operasi dan pemeliharannya sebagai surjan sempit atau surjan lebar, yang dipengaruhi oleh sifat fisik tanah dan air tanah. Pada surjan sempit lebar 0,8 sampai dengan 1,8 m, pada surjan lebar lebih lebar lagi, beberapa meter, 3 sampai dengan 6 meter. 3) Tinggi guludan ditentukan berdasarkan elevasi tanah galian dan elevasi timbunan dengan pertimbangan cukup nyaman untuk pertumbuhan tanaman, dari tinggi sekitar 20 cm, 30 cm, 50 cm, 60 cm, 70 cm, 80 cm, atau sedalam perakaran tanaman budi daya. Tinggi maksimum satu meter dengan asumsi tidak ada lagi pengaruh air kapiler dan kemudahan operasi dan pemeliharaan. 4) Besarnya kemiringan lereng guludan tergantung tekstur dan stabilitas tanah. 5) Lebar dasar lajur tanah rendah ditentukan sesuai dengan peruntukannya, kemudahan operasi, dan pemeliharaannya sebagai surjan sempit atau surjan lebar yang dipengaruhi

11 sifat fisik tanah dan air tanah. Pada surjan sempit, lebar sekitar 30 cm, 40 cm, 50 cm atau selebar orang berjalan, dan pada surjan lebar lebih lebar lagi, beberapa meter, 3 meter, 5 sampai dengan 15 meter, 12 sampai dengan 14 meter atau 10 sampai dengan 20 meter. 6) Panjang surjan sempit maupun lebar disesuaikan keadaan lapangan dan kemudahan dalam operasi dan pemeliharaannya, panjang surjan sempit sekitar 20 m, 50 m, atau lebih, dan panjang surjan lebar antara 90 sampai dengan 300 meter atau sekitar 100 meter. 7) Secara umum bentuk dan ukuran surjan sangat beragam disesuaikan dengan kondisi fisik lapangan dan kemudahan dalam operasi dan pemeliharaan Rencana pembuatan surjan Macam lahan Kegiatan studi lahan di wilayah perencanaan perlu mendapat perhatian. Studi lahan tanah berkaitan dengan aspek air, tanaman dan iklim. Oleh karena itu, perencanaan dan implementasinya perlu dilakukan secara efektif dan efisien sesuai dengan karakteristiknya. Berikut ini beberapa macam lahan untuk merancang sistem surjan. 1) Lahan di daerah irigasi Lahan tanah yang layak untuk irigasi umumnya digunakan untuk penanaman padi dengan tekstur tanah liat, lempung liat sampai sangat liat, dengan kedalaman solum yang memadai. Lahan ini cocok untuk tanah persawahan maupun sistem surjan. Pola tanam dilakukan sesuai dengan kebiasaan dan ketersediaan air irigasi Untuk lahan tanah nonirigasi atau lahan kering, irigasi berdasarkan tadah hujan, air tanah umumnya dalam, tekstur tanah lempung atau liat, dengan suatu rekayasa lahan ini dapat dibangun sistem surjan yang hanya dilakukan pada musim penghujan. 2) Lahan daerah banjir Di daerah cekungan atau dataran banjir, dapat dijumpai tanah lempung liat atau liat, adanya lapisan keras atau tanah alluvial, dan kondisi genangan banjir tertentu yang dapat dimanfaatkan sebagai sawah atau dapat dikelola dengan sistem surjan. 3) Lahan dataran rendah Dataran rendah berupa rawa di dalam pengelolaannya perlu dilakukan dengan cermat sesuai dengan prinsip pengelolaan yang tepat karena kondisi lahan yang memiliki berbagai kendala agrofisik. Genangan air di lahan dataran rendah dapat dibedakan yang dipengaruhi oleh air pasang dan yang hanya dipengaruhi oleh curah hujan. Macam-macam lahan dapat dibedakan sebagai berikut. (a) Lahan potensial Umumnya tanah alluvial mempunyai bermacam tekstur tanah dari tanah lempung, tekstur lempung liat berpasir halus, sampai tekstur liat berdebu. Dengan tanah ini dapat direncanakan pembangunan sistem surjan dengan memperhatikan tipe genangan banjir daerah setempat. (b) Lahan sulfat masam Tanah sulfat masam merupakan tanah alluvial, tetapi mempunyai lapisan yang mengandung bahan racun pirit atau lapisan sulfidik, ph rendah, kesuburan rendah, yang biasa dijumpai di lahan pertanian rawa. Untuk menata lahan dan air untuk sawah atau sistem surjan, diperlukan kajian yang teliti yaitu tipe genangan atau peluapan air setempat, khususnya untuk pelindian. 6 dari 43

12 (c) Lahan gambut dangkal Lahan gambut dangkal dengan ketebalan lebih kecil dari 70 cm banyak dijumpai di lahan pertanian rawa, atau rawa yang dipengaruhi air pasang, yang dapat ditata atau dibuat sistem surjan dengan memperhatikan kondisi fisik lapangan, ukuran maupun teknik pengolahannya. Lapisan gambut yang tipis misalnya dapat diaduk dengan tanah mineral di bawahnya. Cara ini dapat memperbaiki sifat tanah yang berguna untuk persawahan maupun sistem surjan, dan untuk pengelolaannya perlu mempelajari tipe genangan atau peluapan air daerah setempat Klasifikasi tata air lahan Klasifikasi tata air lahan adalah klasifikasi lahan untuk pertanian berdasarkan kondisi tata air genangan atau kategori lahan oleh pengaruh iklim. 1) Kategori genangan air Kategori genangan air adalah klasifikasi lahan oleh pengaruh kondisi iklim, terdiri dari musim hujan dan kemarau, lihat Tabel 8.: Kategori I adalah lahan genangan air banjir sepanjang tahun, terjadi baik musim hujan (MH) maupun musim kemarau (MK). Sesuai kedalaman air genangan banjir, lahan ini cocok untuk persawahan. Tidak cocok untuk sistem surjan. Kategori II adalah merupakan lahan genangan air banjir yang terjadi pada musim hujan (MH), sedangkan musim kemarau (MK) tidak terjadi genangan. Lahan ini dapat terjadi di daerah irigasi, daerah cekungan, dataran rendah rawa. Lahan tanah ini cocok untuk tanah sawah maupun untuk sistem surjan. Kategori III adalah lahan yang tidak terjadi genangan air banjir baik musim hujan (MH) maupun kemarau (MK), dengan muka air tanah dangkal lebih kecil dari 50 cm. Lahan ini dapat terjadi di daerah irigasi, daerah cekungan, dataran rendah rawa, dan dapat diterapkan sistem sawah atau surjan. Kategori IV adalah lahan tidak ada genangan air banjir, baik musim hujan (MH) maupun musim kemarau (MK), dengan muka air tanah dalam lebih besar dari 50 cm, dapat terjadi di daerah nonirigasi, dataran cekungan, dataran rendah rawa. Lahan ini cocok sebagai tanah tegalan atau tanah untuk perkebunan dan tidak cocok untuk sistem surjan. 2) Tipe genangan air Ketersediaan air genangan banjir pada suatu lahan untuk kepentingan irigasi dan lama waktu tergenangnya air akan membentuk pola atau tipe genangan air, kapan bertanam, dan jenis tanaman yang akan dibudidayakan. Untuk itu, disusun pola atau tipe genangan banjir, lihat Tabel 9. Tipe genangan A adalah yaitu lahan dengan ketersediaan air genangan banjir 9 bulan sampai dengan 12 bulan, periode kering lamanya 0 bulan sampai dengan 3 bulan dalam satu tahun. Tipe genangan B adalah lahan dengan ketersediaan air genangan banjir sekitar 6 bulan sampai dengan 9 bulan, periode kering sekitar 3 bulan sampai dengan 6 bulan. Tipe genangan C adalah lahan dengan ketersediaan air genangan banjir sekitar 3 sampai dengan 6 bulan, periode kering sekitar 6 sampai dengan 9 bulan. Tipe genangan D adalah lahan dengan ketersediaan air genangan air banjir sekitar 0 bulan sampai dengan 3 bulan, periode kering sekitar 9 bulan sampai dengan 12 bulan. 7 dari 43

13 Adapun klasifikasi ketinggian air genangan dapat dibedakan menjadi tiga yang berikut. a) genangan dangkal : 0 50 cm Genangan dangkal dapat dibedakan : - genangan dangkal pola I dengan ketinggian 0-25 cm - genangan dangkal pola II dengan ketinggian cm b) genangan sedang : cm c) genangan dalam : > 100 cm Pola genangan lama adalah pola genangan dengan ketersediaan air banjir lebih kurang sembilan bulan atau genangan sepanjang tahun yang umumnya merupakan genangan dalam dengan ketinggian 100 cm atau lebih, tidak cocok untuk budi daya tanaman khususnya padi, lebih sesuai untuk perikanan Pola genangan sedang adalah pola genangan dengan ketersediaan air banjir 3 bulan sampai dengan 9 bulan, periode kering 3 bulan sampai dengan 9 bulan, umumnya merupakan genangan sedang dengan ketinggian 51 cm cm atau genangan dangkal dengan ketinggian 0 cm - 50 cm Pola genangan sementara adalah pola genangan dengan ketersediaan air banjir selama beberapa hari hingga mencapai 3 bulan, periode kering 9 bulan atau satu tahun, umumnya merupakan genangan dangkal 0-50 cm atau genangan sedang cm 3) Tipe luapan Di daerah dataran rendah rawa yang dipengaruhi oleh air pasang dikenal tipe luapan air, yaitu klasifikasi genangan air pada lahan berdasarkan pengaruh air pasang. Untuk itu, dipakai istilah tipe A, tipe B, tipe C, dan tipe D lihat (Tabel 10). Tipe A adalah daerah yang selalu terluapi pada waktu pasang besar maupun pasang kecil. Tipe B adalah daerah yang hanya terluapi pada waktu pasang besar saja. Tipe C adalah daerah yang tidak terluapi air pada saat terjadi pasang, dengan muka air tanah dangkal lebih kecil dari 50 cm. Tipe D adalah yang tidak terluapi air pada saat pasang dengan muka air tanah dalam lebih besar dari 50 cm Dimensi surjan Pada hakikatnya sistem surjan mempunyai dimensi (bentuk dan ukuran) yang sangat beragam. Untuk itu, diperlukan beberapa penjelasan, yaitu macam konstruksi, bentuk dan bermacam ukuran surjan. 1) Macam konstruksi Terdapat dua macam konstruksi surjan yaitu surjan lebar dan sempit, yang terdiri dari konstruksi bagian bawah dan bagian atas. Bagian bawah atau bagian yang digali berupa parit atau berupa lahan datar yang disebut tabukan, dapat dimanfaatkan untuk menanam padi dan / atau perikanan, sekaligus sebagai lahan retensi banjir atau drainase Bagian atas adalah bagian yang ditinggikan atau disebut bedengan atau guludan sebagai lahan kering dan dimanfaatkan untuk tanaman palawija, sayuran, atau ditanami tanaman keras Pengertian surjan sempit adalah bagian yang digali memang sempit, berupa parit atau saluran surjan, selebar orang untuk pemberian air, memelihara lahan dan tanaman. Surjan lebar adalah bagian yang digali memang lebar, berupa tabukan sebagai sawah untuk tanaman padi 8 dari 43

14 2) Bentuk surjan Surjan berbentuk lajur-lajur tanah tinggi sebagai bedengan atau guludan, yang berselang seling dengan tanah rendah, sebagai tabukan atau parit saluran. Penampang melintang berbentuk trapesium atau empat pesegi panjang, tergantung macam tanah yang membentuknya, dan dinyatakan dalam kemiringan atau kelerengan talud guludan atau saluran, lihat Tabel B.8 (a) Surjan sempit. Bagian lajur bedengan dengan ukuran lebar sehingga petani dapat dengan mudah memelihara lahan dan tanaman, umumnya lahan bagian atas ini ditanami palawija atau sayuran. Lajur bagian bawah berupa parit saluran sempit dengan ukuran selebar orang berjalan, sedangkan panjang saluran sesuai dengan keadaan lapangan. (lihat Gambar A.5) Penentuan jarak antarparit surjan Ada dua macam cara untuk menentukan jarak antarparit surjan, cara pertama surjan dipandang sebagai lahan dengan irigasi parit (furrow irrigation) dan cara kedua guludan surjan sebagai lahan budi daya tanaman dikelola secara intensif dengan dukungan kecukupan air sepanjang hari. Cara pertama Jarak antarparit dicari dengan menggunakan rumus atau grafik yang telah disusun berdasarkan macam tanah dan kedalaman perakaran tanaman. (lihat Tabel B.15). Pengaruh kedalaman perakaran adalah semakin dalam akar tanaman maka semakin lebar jarak antar parit, sebaliknya semakin dangkal akar maka jarak antar parit semakin pendek. Macam tanah dibedakan empat macam yaitu tanah abu vulkanis, lempung liat, lempung, dan pasir Slope lahan kurang dari 15 o atau < 26.8 % Untuk tanaman atau pohon buah-buahan Dengan rumus B = (2 H + b )... (1) dengan : B adalah jarak parit dalam cm H adalah jarak horisontal tanah jenuh air dalam cm V adalah kedalaman vertikal daerah perakaran kondisi jenuh dalam cm b adalah lebar parit dalam cm H dicari dengan rumus H = α V β atau dengan melihat grafik sesuai dengan macam tanahnya 9 dari 43

15 Sumber : OTCA, Field Irrigation,1973 Gambar 1 Grafik hubungan antara kedalaman akar dan jarak basah horizontal 10 dari 43

16 Sumber : OTCA, Field Irrigation,1973 Pd T A Gambar 2 Grafik hubungan antara kedalaman perakaran dan jarak antar saluran Tabel 1 Macam tanah dan nilai α dan β No Macam tanah α β Abu vulkanis Lempung liat Lempung Pasir 1,1 1,2 1,4 1,4 0,93 0,86 0,71 0,62 Misal, apabila diketahui b = 18 cm, kedalaman akar V = 40 cm, tanah lempung liat, maka ; H = 1.2 x cm = 27.5 cm, lihat grafik. B = (2 x ) = 73 cm (maksimum), lihat grafik. Cara kedua Penentuan jarak antar parit atau lebar bedengan adalah sesuai dengan kemudahan dan kemampuan orang memelihara lahan dan tanaman yaitu lebar bedengan sekitar 0,8 sampai dengan 1,8 meter dan lebar parit selebar orang berjalan sekitar 30 cm, 40 cm, atau 50 cm. (b) Surjan lebar Sesuai dengan keadaan lapangan, surjan bagian bawah atau tabukan mempunyai ukuran lebih lebar dari parit surjan sempit, dari beberapa meter, 3 meter, 5 meter sampai dengan 15 meter, 12 meter sampai dengan 14 meter atau 10 meter sampai dengan 20 meter yang ditanami padi sawah. Bagian atas dengan ukuran beberapa meter, 3 meter sampai dengan 6 meter, tinggi guludan 0,6 meter yang ditanami palawija seperti tanaman kacang tanah, kedele, jagung, atau tanaman sayuran, lihat Gambar A.6. Apabila ditanam pepohonan atau tanaman keras khususnya, sebaiknya arah lajur membentang timur - barat agar areal lahan mendapat sinar matahari penuh sepanjang hari. Ukuran lebar tabukan pada tanah gambut adalah 8 meter, lebar guludan 6 meter dan tinggi guludan 0,7 meter, lihat Gambar A.7. Pada tabukan dataran rendah dianjurkan untuk membuat saluran cacing atau kemalir, yaitu saluran sedalam 20 cm yang dibuat di sekeliling petakan sawah atau tabukan dengan interval 6 meter sampai dengan 9 meter, yang berguna untuk mencuci senyawa beracun yang mengganggu tanaman terutama tanaman padi. Lihat Gambar A.8 dan Gambar A.8.a (khususnya daerah rawa pasang surut) 3) Bermacam ukuran surjan Beberapa ukuran surjan pada lahan bekas sawah, tegalan, variasi ukuran dan contoh surjan lebar dan sempit dapat dilihat berikut ini. (a) Surjan sempit pada lahan bekas sawah. Buat galian parit sedalam 50 cm atau lebih untuk meninggikan bagian bedengan. Ukuran bedengan dengan lebar 1,20 m sampai dengan 1,80 m, sedangkan lebar parit saluran dengan ukuran 50 cm. Tanah diatas bedengan diolah dengan dicangkul sedalam 20 cm sampai gembur. (b) Surjan pada lahan kering Tanah dicangkul atau dibajak sedalam 20 cm sampai gembur. Buat bedengan dengan lebar 1,20 m dan tinggi 25 cm. 11 dari 43

17 (c) Beberapa variasi Lebar bedengan 80 cm sampai dengan 100 cm. Tinggi bedengan 20 cm sampai dengan 30 cm atau 30 cm sampai dengan 50 cm. Lebar parit 30 cm sampai dengan 40 cm. Panjang sesuaikan dengan keadaan lapangan Keterangan : Lebar bedengan sempit sekitar 80 cm dimaksudkan agar air irigasi dapat meresap sampai ke tengah bedengan secara sempurna. Apabila bedengan terlalu lebar menyulitkan penyiangan, pemeliharaan tanaman, dan tidak dapat mengairi bedengan secara sempurna. Apabila menggunakan ebor/emrat, bedengan dapat lebih lebar lagi Apabila musim penghujan, lebar parit dapat mencapai 60 cm, dalam 60 cm atau 70 cm atau lebih dalam lagi agar air kelebihan dapat dibuang. (d) Contoh surjan lebar Surjan lebar di dataran banjir cekungan dan dataran rendah daerah rawa menggunakan dimensi yang berikut. 1) Surjan lebar di dataran rendah rawa Tabukan Lebar rata-rata : 14 m Panjang : Sesuai keadaan lapangan Bedengan / guludan Lebar rata-rata : 6 m Tinggi : 60 cm Panjang : Sesuai keadaan lapangan 2) Surjan lebar di dataran banjir cekungan Tabukan Lebar rata-rata : 3 m Panjang : Sesuai keadaan lapangan Bedengan / guludan Lebar rata-rata : 3 m Tinggi : 60 cm Panjang : Sesuai keadaan lapangan (e) Contoh surjan sempit Rancangan surjan sempit pada lahan bekas sawah dan cukup banyak air, yang terdiri dari parit dan bedengan atau guludan, dibuat sejajar dengan contoh dimensi sebagai berikut. Parit / saluran Berbentuk trapesium, ukuran: Lebar atas : 70 cm Lebar bawah : 40 cm Rata-rata : 55 cm Kedalaman : 70 cm Panjang : Sesuai keadaan lapangan 12 dari 43

18 Bedengan / guludan Berbentuk trapesium, ukuran: Lebar atas : 150 cm Lebar bawah : 180 cm Ketinggian : 70 cm Panjang : Sesuai keadaan lapangan Sudut kelerengan (α) = ) Pemilihan surjan Berdasarkan studi lapangan dan evaluasi akan dipilih pembuatan surjan sempit atau lebar seperti tersebut pada Tabel 2 dan Tabel 3. Pada Tabel B.12 dan Tabel B.13 tercantum macam-macam ukuran surjan. Gambar A.12 adalah contoh foto surjan sempit dan Gambar A.13 contoh foto surjan lebar 13 dari 43

19 Tabel 2 Spesifikasi surjan sempit Spesifikasi Uraian I. Tanaman Lokasi Areal Tenaga kerja Palawija atau sayuran dan buah-buahan Mempunyai nilai jual tinggi misal cabe, bawang putih, bawang merah, melon dsb Daerah irigasi - Dataran banjir Areal relatif sempit ( < 0,3 ha) Jumlah tenaga relatif sedikit II. Sifat tanah dan air tanah Umumnya tanah liat, lempung liat, lempung liat berdebu atau berpasir, liat berdebu, liat berpasir Bersifat kedap sampai agak kedap air. ph sedang III. Bentuk dan ukuran Bentuk Lebar parit Kedalaman parit/ Tinggi guludan Penampang melintang guludan dan parit berbentuk trapesium Selebar orang berjalan 30 cm, 40 cm, atau 50 cm (lebar dasar) Sedalam perakaran tanaman Maksimum 1 m cm atau cm pada tanah tegalan 50 cm, 60 cm, atau 70 cm tanah bekas sawah Lebar guludan/bedengan Panjang surjan Sesuai kemudahan operasi dan pemeliharaan 80 cm sampai dengan 120 cm untuk tanah tegalan 120 cm sampai dengan 180 cm untuk tanah bekas sawah. Sesuai keadaan lapangan 20 m, 50 m, atau lebih 14 dari 43

20 Tabel 3 Spesifikasi surjan lebar Spesifikasi Uraian I. Tanaman Guludan : palawija, sayuran dan atau buah-buahan Tabukan : padi Lokasi Areal Tenaga kerja Dataran banjir cekungan Dataran rendah Areal beragam, sempit atau luas Jumlah beragam, umumnya perlu banyak tenaga. II. Sifat tanah dan air tanah III. Bentuk dan ukuran Bentuk Lebar tabukan Kedalaman parit/ Tinggi guludan Lebar guludan/bedengan Panjang surjan Umumnya tanah liat, lempung liat, liat berdebu, bersifat kedap air, ph sedang Tanah bertekstur lempung liat berpasir sampai lempung berpasir halus bersifat agak porus sampai porus, terutama pada lahan sulfat masam, dan tanah gambut daerah rawa dengan ph rendah Penampang melintang guludan dan tabukan berbentuk trapesium. Bentuk empat pesegi panjang untuk tanah gambut Sesuai kemudahan operasi dan pemeliharaan Lebih lebar dari parit surjan sempit ; 3 meter atau sesuai keadaan lapangan 5 cm sampai dengan 15 m atau 12 m sampai dengan 14 m atau 10 m sampai dengan 20 m 14 m pada tanah potensial, sulfat masam 8 m pada tanah gambut Sedalam perakaran tanaman Maksimum 1 m 60 cm atau 70 cm 60 cm sampai dengan 80 cm Sesuai kemudahan operasi dan pemeliharaan 3 m atau sesuai keadaan lapangan 3 m atau sampai dengan 6 m Sesuai keadaan lapangan Sekitar 90 m sampai dengan 300 m 100 m atau lebih 15 dari 43

21 4.2.3 Rencana pemberian air Pemberian air sistem surjan merupakan kegiatan di tingkat tersier atau tingkat usaha tani. Teknik pemberian air yang spesifik sesuai lokasi dan kondisi fisik alam bersangkutan, dibedakan menjadi dua yang berikut. 1) Teknik pemberian air pada lahan surjan daerah irigasi 2) Teknik pemberian air pada lahan surjan daerah banjir Daerah banjir dapat terjadi dimana saja, yang umumnya dibedakan atas tiga macam. (a) Dataran banjir, daerah cekungan (b) Dataran rendah rawa, yang dapat dibedakan atas - rawa pasang surut dan - rawa nonpasang surut Di sini hanya akan dijelaskan pemberian air dataran rendah rawa yang dipengaruhi curah hujan, yang sama dengan dataran banjir cekungan. (c) Dataran banjir juga dapat terjadi di hilir suatu daerah irigasi, yang pada musim hujan terjadi peluapan air dari sungai terdekat atau pengaruh dari pasang air laut Daerah irigasi 1) Petak surjan Areal yang akan diairi dibatasi oleh pematang yang mengelilingi petak surjan sehingga air dapat ditampung menggenang di parit surjan atau tabukan. Usaha mengalirkan air ke petak merupakan suatu kesatuan proses sejak dari pengambilan air dari pintu tersier atau sumbernya, penyalurannya dan pembagiannya ke petak usaha tani serta pembuangannya untuk air yang berlebihan, lihat Gambar A.9. Untuk itu, petak tersier dibagi ke dalam unit-unit operasional bertingkat dari pintu air - blok subtersier - blok kuarter - jalur petak. Jalur petak terdiri dari beberapa petakan sehingga air dapat diatur mengallir dari petak ke petak dan kelebihan air dapat dibuang ke saluran pembuangan 2) Persiapan Persiapan dimaksudkan agar pemberian air ke petak lahan dapat dilaksanakan sesuai rencana sebelumnya. Beberapa hal berikut agar diperhatikan dalam persiapan. (a) Jaringan yang terdiri dari bangunan dan saluran dipastikan berfungsi dengan baik dengan pemeliharaan dan perbaikan seperlunya. (b) Apabila jumlah air sedikit, pemberian air dilakukan secara giliran atau rotasi. (c) Untuk musim penghujan khususnya, saluran pembuang harus benar-benar berfungsi dengan baik, dengan pemeliharaan dan perbaikan, serta kelebihan air hujan dapat dibuang. (d) Kesiapan kegiatan operasi dan pemeliharaan yang dilkelola oleh organisasi P3A, sesuai dengan kebutuhan dan pola tanam. 3) Tingkat teknis pemberian air Rencana pemberian air di petak surjan dan tahapan pemeliharaan yang sesuai dengan tingkatan teknis pembagian dan pemberian air, dapat dibedakan atas tiga macam yang berikut. (a) Jaringan sederhana atau belum teknis, belum ada bangunan tersier, saluran pembawa dan pembuang belum terpisah, setiap sawah dapat mengambil air langsung dari saluran tersier, air dapat dialirkan ke petak, dan kelebihan air dapat dibuang. 16 dari 43

22 (b) Jaringan semiteknis, bangunan tersier sudah ada, saluran pembawa dan pembuang sudah terpisah, sekelompok sawah mempunyai satu tempat pengambilan di saluran tersier, air dapat diatur namun belum dapat diukur. (c) Jaringan teknis, bangunan tersier sudah ada, saluran pembawa dan pembuang sudah terpisah, dapat untuk rotasi baik antar sub tersier atau antar petak kuarter, air dapat diatur dan diukur. 4) Pola tanam Perlu disusun pola pertanaman pada satu petak lahan dalam siklus satu tahun dan pelaksanaan masa tanam musim penghujan atau kemarau ditetapkan dengan jadwal tanam sesuai dengan program jaringan utama. Sistem surjan berkembang di daerah irigasi di tempat-tempat tertentu sesuai dengan kondisi setempat yang mendukung, misalnya di Brebes dengan penanaman bawang merah, dengan irigasi sederhana, semiteknis maupun teknis Tanaman bawang merah banyak diproduksi di daerah ini sebagai produk andalan, dibudidayakan dengan pola tanam sayuran atau palawija di musim kemarau dengan sistem surjan sempit, sedangkan penanaman padi dilaksanakan di musim penghujan. 5) Kebutuhan air di petak surjan Banyaknya pemberian air yang dialirkan pada petak surjan yaitu di areal pertanaman, secara kuantitatif dapat diperkirakan atau dihitung dengan beberapa perumusan sebagai berikut. (a) Air yang digunakan tanaman atau consumptive use (CU) adalah terdiri dari transpirasi dan evaporasi atau disebut evapotranspirasi (ET). (b) Kebutuhan air adalah air yang digunakan tanaman ditambah dengan perkolasi (ET + P) (c) Kebutuhan air irigasi terdiri dari kebutuhan air dikurangi curah hujan efektif (ET + P) - Re (d) Kebutuhan air untuk areal pertanaman adalah sama dengan kebutuhan air irigasi ditambah air hilang yang tidak diperlukan dari areal pertanaman (ET + P Re + S) (e) Kebutuhan air yang diperlukan dari sumber (yang dihitung dari kebutuhan air untuk areal pertanaman) harus ditambah air yang hilang dalam saluran pembawa Bermacam faktor tersebut di atas dapat diukur secara langsung di lapangan sebagai data primer, atau dapat menggunakan data sekunder dengan beberapa asumsi. Misalnya diketahui ET = 5 mm/hari, tabukan diolah menjadi lapisan lumpur sebagai sawah untuk tanaman padi, perkolasi = 2 mm/hari, seepage = 6 x 10-6 cm/s atau sama dengan 5,18 mm/hari, curah hujan efektif Re = dari 43

23 E T E T Re S Lapisan lumpur S P S P Q 1 S S Q 2 S Gambar 3 Skema kebutuhan air Kebutuhan air = Q1 Q2 Q1-Q2 = ET + P - Re + S = ,18 = 12,18 mm per hari, atau sama dengan 1,40 l/s/ha 6) Penanaman Rencana diversifikasi tanaman pada surjan lebar dengan cara tumpang sari di areal lahan tabukan tanaman padi, di guludan ditanam palawija dan / atau sayuran. Pada surjan sempit dengan program tanam palawija dan atau sayuran di guludan dapat ditanam dengan intensitas tanam sesuai dengan kebiasaan dan kondisi setempat. Pada guludan dapat pula ditanam tanaman industri seperti kopi, jahe yang ditumpang sarikan dengan palawija atau sayuran. (a) Jenis tanaman Beberapa contoh jenis tanaman padi unggul antara lain varietas Kapuas, Cisanggarung, Cisadane, IR-64, Lematang, Sei Lilin. Beberapa jenis tanaman palawija dapat ditanaman seperti jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau. Jenis tanaman hortikultura khususnya sayuran dan buah-buahan seperti cabe, kacang panjang, tomat, terong, kubis, bawang merah, semangka, pisang, nenas. 18 dari 43

24 (b) Jarak tanam Jarak tanam berpengaruh langsung pada kepadatan tanaman, semakin rapat jarak tanam maka semakin padat tanaman, tetapi semakin padat tanaman belum tentu dapat menghasilkan produk tinggi. Untuk itu, jarak tanam untuk tanaman yang dipelihara secara intensif khususnya perlu diatur sesuai dengan jenis tanaman (lihat Tabel B.14) Daerah banjir 1) Petak surjan Petak surjan di areal banjir berupa tampungan di atas permukaan tanah, lahan datar daerah cekungan atau dataran rendah, yang dapat menampung genangan air yang akan dimanfaatkan sebagai irigasi alami, dibatasi oleh pematang mengelilingi petak sehingga air dapat ditampung menggenang di parit surjan atau tabukan. Sistem surjan cocok di areal dengan dengan ketinggian air genangan sedang atau dangkal sehingga tanaman dimungkinkan dapat tumbuh, baik daerah cekungan maupun dataran rendah, sebagai areal potensiil untuk tanaman budidaya. Air genangan dapat berasal dari berbagai sumber yaitu seperti peluapan air sungai, curah hujan setempat, limpasan air hujan (run off ) dari areal sekitarnya, rembesan air dari petak sawah yang ada didekatnya. Air dapat diatur mengalir ke petakan dan kelebihan air dapat dibuang. 2) Ketinggian genangan air Dari hal di atas dapat dirumuskan air genangan banjir untuk irigasi yang terdiri dari beberapa faktor berikut. G = genangan air banjir P = peluapan air sungai H = curah hujan L = limpasan air run off R = rembesan air dari galengan Penggunaan air untuk pertumbuhan tanaman atau evapotranspirasi (ET) terdiri dari evaporasi dan transpirasi atau consumptive use dan drainase Ketinggian =G ET D... (2) Dengan : ET adalah evapotranspirasi D adalah drainase 3) Pola irigasi alami Pemberian air irigasi alami genangan banjir dapat dijelaskan bahwa, banjir adalah air yang melimpah, menggenangi suatu areal tanah pada suatu areal tampungan daerah cekungan atau dataran rendah. (lihat Gambar A.10) Melimpahnya air berlangsung setiap tahun secara rutin dan terjadinya mengikuti pola siklus hidrologi. Dari siklus hidrologi dapat dijumpai genangan air banjir pada suatu areal tampungan yang kejadiannya mengkuti pola aliran sungai, sesuai dengan pola curah hujan dari suatu musim 19 dari 43

25 Pada daerah banjir tampungan dangkal atau sedang dari suatu areal potensial, curah hujan dan air sungai adalah masukan di musim penghujan, sebagai irigasi genangan air. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada musim penghujan air sungai akan melimpah, terjadi peluapan air sungai yang dapat menggenangi areal sekitarnya. Sebaliknya pada musim kemarau debit air sungai akan kecil, tidak ada peluapan air sungai, tak ada genangan air banjir, dan pada puncak musim kemarau yang ada hanya aliran dasar sungai atau base flow. 4) Pola tanam Di daerah dataran banjir pola tanam dapat dilakukan pada tanaman palawija di guludan di musim kemarau dan padi di tabukan menjelang musim penghujan, atau sesuai ketersediaan air dengan kondisi setempat, untuk itu diperlukan jadwal tanam yang tepat. 5 Pelaksanaan pembuatan surjan 5.1 Alat pengerjaan tanah Pemakaian alat untuk pekerjaan tanah dimaksudkan agar untuk : a) mempercepat pekerjaan; b) mengurangi biaya pengolahan tanah; c) mencapai hasil kerja yang baik. Untuk maksud di atas maka diperlukan peralatan pengerjaan tanah. Beberapa peralatan tradisional yang masih umum digunakan adalah antara lain sabit, parang, cangkul, garpu, sekop, penggaruk tanah, garu kecil, dan alat pembantu lainnya seperti antara lain benang, patok kayu, palu, dan pipa plastik untuk penyipat datar. 5.2 Pekerjaan tanah Pekerjaan tanah terdiri atas pekerjaan pembersihan lapangan dan pengolahan tanah Pembersihan lapangan Pembersihan lapangan antara lain meliputi pembersihan sisa-sisa jerami dan rumputrumputan yang ada, pembersihan pohon-pohon besar, semak belukar dengan cara memotong atau memangkas menggunakan sabit atau parang dan sejenisnya. Tanah juga perlu dibersihkan dari batu-batu besar atau tanggul-tanggul yang masih tertinggal, dengan menggunakan cangkul Pengolahan tanah Perlu dibedakan pengolahan tanah kondisi kering dan basah. 1) Pengolahan tanah pada kondisi kering, Beberapa macam pekerjaan pengolahan tanah pada kondisi kering, berupa mencangkul atau membajak, menyisir, dan membuat bedengan atau guludan. 2) Mencangkul atau membajak Apabila petakan tanah sempit, tanah diolah cukup dengan mencangkul saja, tetapi apabila petakan luas, pengerjaannya dapat dikerjakan dengan cara membajak dengan maksud untuk mempercepat selesainya pekerjaan. Tujuan mencangkul atau membajak adalah untuk memecah dan membalik tanah, serta memcampur tanah lapisan atas yang baik dengan lapisan di bawahnya. Cara ini dapat menambah bahan organis untuk memperkaya zat hara yang sangat dibutuhkan bagi kehipupan tanaman. 20 dari 43

26 3) Menyisir atau menggaru Pekerjaan menyisir tanah dimaksudkan adalah untuk lebih menghancurkan dan menggemburkan tanah agar akar-akar tanaman dapat tumbuh lebih mudah masuk kedalam tanah. 4) Pengolahan tanah kondisi basah Untuk menghasilkan tanah yang baik bagi tanaman padi, tanah perlu dikelola dengan sebaik-baiknya, ditandai dengan tanah yang melumpur sempurna, dengan kedalaman sedalam 15 cm sampai dengan 25 cm, dengan menggunakan cangkul, bajak atau traktor. Keuntungan lain pengolahan tanah secara sempurna seperti tersebut di atas adalah dapat mengurangi atau memperlambat kehilangan air permukaan akibat rembesan atau infiltrasi sehingga genangan air permukaan dapat dipertahankan lebih lama. Caranya sama dengan pada mengerjakan pengolahan tanah secara kering Membuat bedengan dan tabukan Bedengan dan parit atau tabukan dibuat bersamaan, yaitu menggali pada bagian tanah untuk bagian rendah, ditimbunkan ke bagian tanah yang ditinggikan, berupa guludan atau bedengan. 1) Surjan sempit Membuat bedengan atau parit saluran sempit dapat dilakukan sebelum atau sesudah pengolahan tanah, tergantung dari kondisi fisik tanah bersangkutan. Membuat lajur bedengan dan parit saluran maksudnya adalah : (a) bedengan atau guludan dipersiapkan untuk tumbuhnya tanaman secara intensif, sedangkan parit sebagai pembuangan air kelebihan terutama kalau musim penghujan. (b) agar air dalam parit saluran dapat meresap masuk ke bedengan tanah; (c) memudahkan pemeliharaan karena pekerja dapat berjalan melalui jarak antarbedengan. Ini juga berarti menghindari terinjak-injaknya tanah bedengan sehingga tidak menjadi padat. 2) Panjang bedengan dan saluran Pembuatan lajur bedengan dan parit saluran dengan panjang sesuai dengan keadaan lapangan, mudah untuk operasi dan pemeliharaannya. Bedengan yang terlalu panjang akan dapat mengganggu atau menyulitkan pembuangan air terutama di musim penghujan, sedangkan apabila terlalu pendek berakibat memperkecil kepadatan tanaman. Untuk itu, disesuaikan dengan kondisi lapangan seperti 20 m, 50 m atau lebih. 3) Pembuatan lebar bedengan Bedengan yang dibuat terlalu sempit berarti memperbanyak jalan parit antarbedengan dan akan mengurangi luasnya tanaman. Sebaliknya bedengan yang dibuat terlalu lebar akan menyulitkan pemeliharaan lahan dan tanaman sehingga kemungkinan sekali akan menginjak injak bedengan sewaktu pemeliharaan lahan dan tanaman. Untuk itu disesuaikan dengan kemampuan orang dengan panjang tangannya untuk pemeliharaan lahan dan tanaman, dengan perkiraan lebar bedengan sekitar 0,8 meter sampai dengan 1,8 meter. 4) Tinggi bedengan Tinggi bedengan atau dalamnya parit saluran tergantung dari kondisi fisik tanah dan air yang dipengaruhi oleh iklim setempat. Tinggi bedengan pada waktu musim penghujan lebih tinggi, sedangkan pada musim kemarau lebih rendah. Semakin tinggi bedengan atau semakin dalam saluran, maka maka proses drainase lebih mudah dan sebaliknya. 21 dari 43

27 Tinggi bedengan juga tergantung pada jenis tanaman yang akan ditanam, yang mempunyai kedalaman perakaran berbeda, tanaman palawija atau sayuran berbeda dengan tanaman keras. 5) Surjan lebar Cara pembuatan surjan lebar pada prinsipnya sama dengan pembuatan surjan sempit, yaitu dengan menggali sebagian lahan tanah untuk meninggikan bagian lahan yang lain. Bedanya pada bagian bawah yang berupa tabukan mempunyai ukuran lebih lebar, ukuran bagian guludan juga lebih lebar. Ukuran lebar bedengan atau tabukan dengan mempertimbangkan kemudahan budidaya bertani dan pemeliharaannya, jenis tanaman yang ditanam, serta macam tanahnya. Demikian pula panjangnya, apabila terlalu panjang, bedengan akan dapat mengganggu atau menyulitkan pembuangan air terutama di musim penghujan, sedangkan apabila terlalu pendek, berakibat memperkecil kepadatan tanaman. Sebagai perkiraan untuk lahan datar dengan slope lebih kecil dari 1,5 %, panjang saluran dapat mencapai sekitar 90 m sampai dengan 300 m. Untuk tanah yang erosif maka panjang saluran lebih kecil dari 90 m. Karena ukurannya yang lebih besar, pembuatan guludan ini juga memerlukan waktu lebih lama untuk suatu jalur guludan dan tabukan, atau memerlukan tenaga kerja yang banyak. Untuk itu, pembuatan surjan tidak dilakukan sekaligus, melainkan dapat dilakukan secara bertahap. 6) Surjan bertahap Pembuatan surjan di lahan pertanian dapat dilakukan secara bertahap. Ini dilaksanakan khususnya pada lahan dataran rendah dengan kondisi sulfat masam dan muka air tanah dangkal < 15 cm, untuk tanah gambut dangkal dengan kondisi muka air tanah < 30 cm. Cara pembuatan dilakukan dari musim ke musim. Cara ini akan lebih meringankan, yaitu setiap setelah panen sedikit demi sedikit tanah diangkat sehingga akhirnya terbentuk surjan yang mantap. 6 Operasi dan pemeliharaan Tahapan operasi adalah tahap pemberian air irigasi di petak lahan dan pemeliharaan sistem surjan adalah pemeliharaan lahan agar dimensi tetap dalam kondisi baik dan berfungsi, air dapat selalu tersedia dan diatur untuk pertumbuhan tanaman. 6.1 Pemberian air Beberapa teknik pemberian air yang spesial yaitu di daerah irigasi, dataran banjir cekungan dan di dataran rendah rawa, dengan maksud yang sama yaitu memberikan air di lahan bagian rendah sebagai parit atau tabukan untuk retensi banjir, sebagai sawah untuk tanaman padi, dan di guludan sebagai lahan kering untuk nonpadi. Di daerah irigasi, ketinggian air di petak diatur dengan mengatur air masuk dan air keluar sesuai debit tersedia, di daerah genangan banjir ketinggian air di petak sangat tergantung dari iklim musim penghujan maupun kemarau. Untuk areal dataran rendah rawa selain dipengaruhi hujan juga dipengaruhi oleh air pasang. 1) Pemberian air di daerah irigasi Cara pemberian air pada sistem surjan pada prinsipnya sama dengan pemberian air pada persawahan, yaitu pemberian air irigasi secara terus menerus pada suatu petak lahan usaha tani. 22 dari 43

28 Pemberian air dilakukan dengan cara menggenangi air di atas permukaan tanah, disebut pula sebagai irigasi cara gravitasi (gravity irrigation) yaitu air mengalir menggenangi areal tanah secara gravitasi. Cara penggenangan dapat dibedakan menjadi : (a) penggenangan air secara terus-menerus dengan kondisi air bergerak (continous flooding, flowing); (b) penggenangan air secara terus menerus dengan kondisi air diam (continous flooding, static). 2) Penggenangan dengan kondisi air bergerak Untuk dapat mendistribusikan air secara sistematis di bagian petak tersier, petak tersier dibagi ke dalam unit-unit operasional. Unit-unit tersebut masing-masing memperoleh air dari suatu sumber (pintu air). Di sini terdapat tiga tingkatan unit tersebut, yaitu blok subtersier, blok kuarter, dan jalur petakan. Luas garapan petak sawah umumnya sempit rata-rata 0,3 ha. Beberapa petak (jalur petak ) mendapat air dari satu oncoran yang sama, air irigasi diberikan pada jalur tersebut dengan cara dari petak ke petak. Petak tertinggi bagian hulu mendapat keuntungan karena mendapat air lebih dulu dan membiarkan kelebihan air untuk mengalir ke petakan di bawahnya. Cara pemberian air dapat diberikan secara kontinyu (24 jam sehari), dan kelebihan air di ujung petak terbuang ke saluran pembuangan. Cara pengoperasian ini paling sederhana dan mudah, tetapi efisiensi rendah, karena banyak air terbuang di saluran drainase. 3) Penggenangan dengan kondisi air diam Pemberian air dilakukan pada petak lahan, setelah terjadi genangan air di petak lahan dengan ketinggian yang diinginkan, pemberian air dihentikan, disebut pemberian air irigasi secara terputus (intermittent). Sering pula disebut pemberian air irigasi secara berkala. Ketinggian air di petak lahan lama-kelamaan akan turun karena evapotranspirasi, perkolasi, maupun rembesan air hilang ke samping, kemudian diberikan air lagi. Lama waktu berhenti tidak diberi air atau selang (interval) pemberian air irigasi maksimum adalah beda tinggi genangan dibagi evapotranspirasi + perkolasi. Int = d / (ET + P)... (3) dengan : Int adalah interval pemberian air d adalah beda tinggi genangan maksimum dan minimum ET adalah evapotranspirasi P adalah perkolasi 4) Pembasahan tanah Pemberian air pada tanaman nonpadi dengan cara pembasahan tanah dilakukan terutama pada surjan sempit. Pembasahan dilakukan dengan cara mengatur ketinggian air di parit. Apabila guludan tidak terlalu lebar, pembasahan tanah dapat sempurna sampai ke tengahtengah guludan, tetapi apabila terlalu lebar, bagian tengah guludan akan kering. Untuk itu, penyiraman perlu dibantu dengan memakai emrat secara manual. Tinggi muka air tanah yang dangkal sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman di guludan sebagai lahan kering. Keberadaan muka air tanah di daerah perakaran akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Usahakan posisi muka air tanah tidak menyentuh akar atau sekitar sepuluh sentimeter lebih dalam dari kedalaman daerah perakaran. 23 dari 43

29 24 dari 43 Pd T A 5) Pemberian air daerah genangan banjir Kebanyakan banjir terjadi pada dataran banjir yang berdekatan dengan sungai dan aliran lainnya yang disebabkan oleh kejadian alam seperti hujan yang berlebihan. Cara pemberian air irigasi genangan air banjir, berlangsung secara alami yaitu terjadi di musim penghujan, air banjir menggenangi dataran sawah dan lahan surjan (lihat Gambar A.7). Oleh karena itu, petani perlu jeli membaca alam kapan hujan tiba dan banjir akan terjadi, dengan pengamatannya dan berdasarkan pengalaman sebelumnya. Tergantung dari keadaan air masa persiapan lahan dan tanam dikerjakan sebelum musim hujan tiba sehingga saat terjadi banjir tanaman padi di sawah sudah cukup tinggi, lebih tinggi dari ketinggian genangan air banjir dan bagian guludan tidak tenggelam. Untuk beberapa lama, tanaman padi tenggelam masih tetap hidup, demikian pula tanaman di guludan. Drainase terjadi juga secara alami, berlangsung ketika hujan berhenti turun, air sungai atau alur terdekat mulai surut, secara berangsur berlangsung proses drainase. Untuk mempertahankan genangan air di tabukan atau sawah, diperlukan pematang keliling yang kokoh, bocoran tanggul atau patahan tanah diperiksa dan diperbaiki sehingga air tidak hilang. 6.2 Pemeliharaan Tahap pemeliharaan lahan adalah pemeliharaan bedengan, saluran, tabukan, tanaman dan yang terkait yaitu galengan dan saluran dalam satu musim tanam. Pemeliharaan pada surjan di daerah irigasi, dataran banjir daerah cekungan maupun dataran rendah pada prinsipnya sama, yaitu mengadakan pemeriksaan, pengamatan, dan mengatasi permasalahan yang terjadi atau melakukan perbaikan sekaligus. 1) Daerah irigasi dan daerah banjir Tergantung dari pola tanam dan kebiasaan petani, terdapat beberapa pola atau cara pemeliharaan lahan dengan beberapa pemeriksaan, dan pemantauan terhadap kondisi fisik lapangan yang dapat dilakukan secara berkala atau sesering mungkin. Pemeriksaan pematang dan saluran dapat dilakukan sesering mungkin karena sewaktuwaktu terjadi kebocoran yang dapat disebabkan adanya retakan tanah (soil crack) atau lubang-lubang sisa akar tanaman pada galengan, atau karena dilubangi oleh hewan perusak seperti tikus, kepiting atau belut untuk sarangnya. Kerusakan-kerusakan atau konstruksi yang tidak berfungsi dapat langsung segera diperbaiki. Bedengan atau guludan dijaga agar tetap kokoh, tidak mudah longsor. Hal itu dapat dilakukan dengan melapisi talud guludan dengan lumpur, khususnya pada surjan sempit di daerah irigasi maupun dataran banjir, demikian pula untuk surjan lebar. Talud harus bebas dari gulma agar tidak menjadi sarang hama penyakit. Pemeliharaan lahan berarti juga mempertahankan air genangan dalam petak pertanaman agar lebih lama pada tanaman padi. Di sini diperlukan usaha penambahan air, dapat berupa air irigasi, air hujan, atau air run off misal dari daerah hutan di bagian hulu. Usaha ini perlu terutama pada kondisi tanah porus, karena banyak kehilangan air yang merembes atau infiltrasi keluar areal petak pertanaman 2) Daerah irigasi Sesuai dengan kebiasaan petani setempat dan pola tanam dari suatu daerah irigasi, terdapat cara lain dalam pemeliharaan lahan. Cara ini diterapkan pada daerah irigasi dengan ketersediaan air cukup sepanjang tahun, yang dapat dilakukan tiga kali tanam dalam setahun. Masa tanam pertama di awal musim kemarau pada bulan Juni melaksanakan sistem surjan dengan menanam bawang merah sampai Agustus. Masa tanam kedua masih dengan sistem

30 surjan menanam cabe di bedengan dan padi di saluran sampai bulan Nopember. Dalam dua masa tanam berturut-turut menggunakan sistem surjan dengan pemeliharaan lahan sesuai dengan prinsip-prinsip pemeliharaan. Pada masa tanam ketiga di musim hujan, seluruh surjan diratakan menjadi sawah untuk tanam padi. 25 dari 43

31 Lampiran A Gambar Sumber : Harry O. Buckman Gambar A.1 Tinggi perambatan aliran air di dalam tanah Sumber : Harry O. Buckman Gambar A.2 Gerakan air kapiler dalam tanah 26 dari 43

32 Gambar A.3 Ketersediaan air dalam tanah Tanaman non padi Muka air tanah Muka air tanah Gambar A.4 Pengaruh muka air tanah terhadap pertumbuhan tanaman 27 dari 43

33 Bentuk surjan sempit Penampang melintang Keterangan ; Lebar guludan Tinggi guludan Lebar parit Talud / kelerengan Panjang L = 0,8 m sampai dengan 1,8 m D = 0,2 m sampai dengan 0,7 m B = 0,3 m sampai dengan 0,5 m T = 0,5 : 1 sampai dengan 2 : 1 (horizontal : vertikal) P = sesuai kondisi lapangan Gambar A.5 Surjan sempit Bentuk surjan lebar Penampang melintang Keterangan ; Lebar guludan Tinggi guludan Lebar tabukan Talud / kelerengan Panjang L = 3 m sampai dengan 6 m D = 0,6 m sampai dengan 0,8 m B = 3 m sampai dengan 20 m T = 0,5 : 1 sampai dengan 2 : 1 (horizontal : vertikal) P = sesuai kondisi lapangan Gambar A.6 Surjan lebar 28 dari 43

34 Bentuk surjan Penampang melintang Penampang melintang Keterangan ; Lebar guludan Tinggi guludan Lebar tabukan Talud / kelerengan Panjang L = 6 m D = 0,70 m B = 8 m T = vertikal P = sesuai kondisi lapangan Gambar A.7 Surjan tanah gambut Bentuk saluran kemalir Penampang melintang Gambar A.8 Saluran kemalir 29 dari 43

35 Gambar A.8.a Saluran kemalir Gambar A.9 Skema pemberian air irigasi Gambar A.10 Skema jaringan irigasi air banjir 30 dari 43

36 Persiapan lahan sistem surjan Sistem surjan dengan tanaman tumpang sari Gambar A.11 Foto surjan sempit 31 dari 43

37 Sistem surjan dengan tanaman padi dan palawija Sistem surjan dengan tanaman padi dan palawija Gambar A.12 Foto surjan lebar 32 dari 43

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN A. DEFINISI Adalah pengolahan lahan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

PENYIAPAN LAHAN. Oleh : Juwariyah BP3K Garum

PENYIAPAN LAHAN. Oleh : Juwariyah BP3K Garum PENYIAPAN LAHAN Oleh : Juwariyah BP3K Garum Indikator Keberhasilan : Setelah selesai berlatih peserta diharapkan mampu : a. Menjelaskan kembali tentang pembersihan lahan tanaman bawang merah dengan baik

Lebih terperinci

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Penyusun IPG Widjaja-Adhi NP Sri Ratmini I Wayan Swastika Penyunting Sunihardi Setting & Ilustrasi Dadang

Lebih terperinci

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHAN PASANG SURUT UNTUK PERTANIAN PENDEKATAN FISIKA DAN HIDROLOGI Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Penyusun IPG Widjaja-Adhi NP. Sri Ratmini I Wayan Swastika Penyunting Sunihardi Setting & Ilustrasi Dadang Suhendar Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN REKLAMASI RAWA PASANG SURUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM

Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pundu Learning Centre - 2012 DEFINISI Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pundu Learning Centre - 2012 DEFINISI Areal Pasang Surut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air 4 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan sistem penanaman dengan membuat kondisi tanah di bawah perakaran tanaman selalu jenuh air dan pengairan untuk membuat kondisi tanah jenuh

Lebih terperinci

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Penyusun I Wayan Suastika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012 Nama : Yudhistira Wharta Wahyudi NIM : 105040204111013 Kelas : J, Jumat 09:15 Dosen : Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1)

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph) KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami sifat kimia tanah. 2. Memahami vegetasi tanah. 3. Memahami

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut : 1.Penyiapan lahan 2.Penggunaan konsumtif 3.Perkolasi dan rembesan 4.Pergantian lapisan air 5.Curah hujan efektif

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2 Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1 Pertemuan 2 1 Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan : 2 Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air sawah untuk padi ditentukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian 2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menjadi panduan untuk petani dalam pengelolaan air hujan dan aliran permukaan di kebun pala untuk menekan penurunan hasil akibat kekurangan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun ,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun , HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun 1990 1996, perubahan penggunaan lahan menjadi salah satu penyebab yang meningkatkan debit puncak dari 280 m 3 /det menjadi 383

Lebih terperinci

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI RC14-1361 MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI SISTEM PENGAMBILAN AIR Irigasi mempergunakan air yang diambil dari sumber yang berupa asal air irigasi dengan menggunakan cara pengangkutan yang paling memungkinkan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si PERMASALAHAN AIR TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR Dalam pengelolaan tata air makro pada lahan rawa lebak menggunakan SISTEM POLDER. Pada sistem polder diperlukan bangunan air,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang dimiliki oleh manusia. Tanah merupakan media utama dimana manusia bisa mendapatkan bahan pangan, sandang, papan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya RAWA adalah sumber air berupa genangan air terus menerus atau musiman yang terbentuk secara alamiah merupakan satu kesatuan jaringan sumber air dan mempunyai ciri-ciri khusus secara phisik, kimiawi dan

Lebih terperinci

3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah. 4. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Sifat Dan Bentuk Tanah

3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah. 4. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Sifat Dan Bentuk Tanah 1. List Program Untuk Menu Utama MPenjelasan_Menu_Utama.Show 1 2. List Program Untuk Penjelasan Menu Utama MPenjelasan_Tanah.Show 1 3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah MSifat_Bentuk2.Show

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

BAB I UMUM. A. Pendahuluan

BAB I UMUM. A. Pendahuluan LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 11/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 April 2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN REKLAMASI RAWA PASANG SURUT BAB I UMUM A. Pendahuluan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan-lahan sub optimal pada masa yang datang merupakan pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk. 1992 dan Suryana. 2004). Hal ini terkait dengan masih berlangsungnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian hidrosfer dan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LAHAN BAWANG PUTIH

PENGOLAHAN LAHAN BAWANG PUTIH PENGOLAHAN LAHAN BAWANG PUTIH Tujuan Sanitasi Membersihkan lahan dari hal-hal yang mengganggu Pertumbuhan tanaman diperoleh lahan yang siap diolah dan terbebas dari gangguan fisik (batu2batuan maupun biologis(gulma

Lebih terperinci

BEBERAPA PRINSIP DASAR DALAM PEMILIHAN SISTEM PENGAIRAN

BEBERAPA PRINSIP DASAR DALAM PEMILIHAN SISTEM PENGAIRAN BEBERAPA PRINSIP DASAR DALAM PEMILIHAN SISTEM PENGAIRAN Penerapan sistem pengairan sangat tergantung pada perencanaan rancangan jaringan pengairan yang dibuat. Hambatan/kendala dlm perancangan Keadaan

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK

PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 08/PRT/M/2013 TANGGAL : 28 Agustus 2013 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air.

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Tetes Irigasi tetes adalah suatu metode irigasi baru yang menjadi semakin disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air. Irigasi tetes merupakan metode

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH Air lebih: Bahan pembenah tanah ( soil conditioner Bangunan terjunan: Bedengan: Berat isi tanah: Budidaya lorong ( alley cropping

DAFTAR ISTILAH Air lebih: Bahan pembenah tanah ( soil conditioner Bangunan terjunan: Bedengan: Berat isi tanah: Budidaya lorong ( alley cropping DAFTAR ISTILAH Air lebih: Air yang tidak dapat dipegang atau ditahan oleh butir-butir tanah dan memenuhi atau menjenuhi pori-pori tanah Bahan pembenah tanah (soil conditioner): Bahan-bahan yang mampu memperbaiki

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Rajiman A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan memiliki tujuan utama untuk produksi biomassa. Pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana sering menimbulkan kerusakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Survei Tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi 102 PEMBAHASAN UMUM Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi dengan pembuatan saluran irigasi dan drainase agar air dapat diatur. Bila lahan tersebut dimanfaatkan untuk bertanam

Lebih terperinci

DRAINASE LAHAN PERTANIAN

DRAINASE LAHAN PERTANIAN DRAINASE LAHAN PERTANIAN ASEP SAPEI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN IPB (Asep Sapei, 2017) 1 PENDAHULUAN DEFINISI DRAINASE: TINDAKAN MEMBUANG AIR LEBIH (DI PERMUKAAN TANAH ATAU DI DALAM TANAH/DAERAH

Lebih terperinci

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PENGOLAHAN TANAH Tujuan Berlatih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 5 2013, No.1041 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penanaman palawija, khususnya kedelai, di lahan sawah biasanya dilakukan

I. PENDAHULUAN. Penanaman palawija, khususnya kedelai, di lahan sawah biasanya dilakukan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanaman palawija, khususnya kedelai, di lahan sawah biasanya dilakukan dengan pola tanam padi-padi-palawija. Penanaman kedelai setelah penanaman padi di lahan sawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dengan pasang surut air. Kegunaan pintu air otomatis ini adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. daerah dengan pasang surut air. Kegunaan pintu air otomatis ini adalah sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pintu klep otomatis adalah salah satu pintu air yang pengoperasiannya dilakukan secara otomatis dengan membuka dan menutupnya pintu pada setiap perubahan muka air baik

Lebih terperinci

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH.

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH. MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH-AIR-TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2013) Lab. Fisika Tanah FPUB TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan. VI = = = 11 m

BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan. VI = = = 11 m BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan 3.1 Hasil Percobaan Tugas Praktikum : 1. Tentukan jumlah teras yang dapat dibuat pada suatu lahan apabila diketahui data sebagai berikut : panjang lereng 200 m, kemiringan

Lebih terperinci

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN Sub Kompetensi Mengerti komponen-komponen dasar drainase, meliputi : Pengantar drainase perkotaan Konsep dasar drainase Klasifikasi sistem drainase Sistem drainase

Lebih terperinci

KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh. Ferdy Ardiansyah

KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh. Ferdy Ardiansyah KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh Ferdy Ardiansyah 1314151022 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Dokuchnev

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Deli Serdang memiliki iklim tropis yang kondisi iklimnya hampir sama dengan kabupaten Serdang Bedagai. Pengamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk. Sementara itu areal pertanian produktif di daerah padat penduduk terutama di Jawa terus menyusut akibat

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI 1) Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air disawah untuk tanaman padi ditentukan oleh beberapa faktor antara lain a. Penyiapan lahan b. Penggunaan konsumtif c. Perkolasi dan rembesan

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI MELALUI PEMBANGUNAN LONG STORAGE

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI MELALUI PEMBANGUNAN LONG STORAGE PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI MELALUI PEMBANGUNAN LONG STORAGE Abner Doloksaribu, Dina Pasa Lolo abner_doloksaribu@yahoo.com, rdyn_qyuthabiez@yahoo.com Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

Tata at Ai a r Rawa (Makr

Tata at Ai a r Rawa (Makr SISTEM TATA AIR RAWA PASANG SURUT Tata Air Rawa (Makro) 1 PEDOMAN TEKNIS Tata Air Makro adalah : Penguasaan air ditingkat kawasan/areal reklamasi yang bertujuan mengelola berfungsinya jaringan drainase

Lebih terperinci

Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut

Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut Penyusun E. Sutisna Noor Penyunting Arif Musaddad Ilustrasi T. Nizam Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi

TINJAUAN PUSTAKA. rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi TINJAUAN PUSTAKA Sistem Irigasi Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu 3 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tebu (Sacharum officinarum L.) termasuk ke dalam golongan rumputrumputan (graminea) yang batangnya memiliki kandungan sukrosa yang tinggi sehinga dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya PENGETAHUAN RAWA RAWA adalah sumber air berupa genangan air terus menerus atau musiman yang terbentuk secara alamiah merupakan satu kesatuan jaringan sumber air dan mempunyai ciri-ciri khusus secara phisik,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian evaluasi kesesuaian lahan ini dilakukan di lahan pasir pantai Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1. Analisis Curah Hujan 4.1.1. Ketersediaan Data Curah Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kuantitas dan kualitas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN Terbentuknya gambut pada umumnya terjadi dibawah kondisi dimana tanaman yang telah mati tergenang air secara terus menerus, misalnya pada cekungan atau depresi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2010. Penanaman kedelai dilakukan pada bulan Mei 2010. Pada bulan tersebut salinitas belum mempengaruhi pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan

Lebih terperinci