Bab 1 PENDAHULUAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 1 PENDAHULUAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 1"

Transkripsi

1

2 Bab 1 PENDAHULUAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 1

3 2 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

4 Bab 1 PENDAHULUAN Berbagai dampak sosial, politik dan budaya telah mencuat sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang terjadi pada akhir tahun Secara kuantitas dampak sosial yang terjadi dapat ditunjukkan dengan meningkatnya tiga kali lebih banyak penduduk miskin. Dari data yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik Agustus 1998, diketahui jumlah penduduk miskin sebanyak 79,4 juta orang (39,1 %), sedangkan pada tahun 1996 diperkirakan 22,6 juta orang atau 11,3 persen dari jumlah penduduk. Disamping itu kondisi ekonomi makro mengalami penurunan sebesar 13,68 persen dan nilai inflasi sekitar 77,68 persen. Bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat krisis ekonomi, menunjukkan bahwa semakin meningkatnya ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti untuk makan, pakaian, pendidikan dan pelayanan kesehatan. Kondisi ini yang mengakibatkan semakin meningkatnya permasalahan sosial, karena kemiskinan yang bersumber dari ketidakberdayaan secara ekonomi akibat krisis, FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 3

5 masih merupakan penyebab utama munculnya permasalahan sosial lainnya seperti anak jalanan. Fenomena sosial anak jalanan yang merupakan akibat langsung dari krisis, benar-benar terasa terutama di kota-kota besar. Berdasarkan kegiatan pemetaan dan survei anak jalanan tahun 1999 yang dilakukan oleh Departemen Sosial dan Lembaga Penelitian Universitas Atmajaya Jakarta, jumlah populasi anak jalanan di 12 kota besar dilaporkan sebanyak anak. Sekitar 48,0 persen diantaranya adalah anakanak yang baru turun ke jalanan sejak tahun 1998 atau pada awal masa krisis. Berdasarkan survei tersebut juga terungkap bahwa alasan utama dari sebagaian besar anak-anak bekerja di jalan setelah terjadinya krisis adalah karena membantu orang tua (35,0 %) dan menambah biaya sekolah (27,0 %). Hal ini menunjukkan bahwa alasan ekonomi keluarga merupakan pendorong utama semakin banyaknya anak-anak bekerja di jalan setelah terjadinya krisis. Selain itu dilaporkan bahwa hampir separuh (44,0 %) anak-anak jalanan masih sekolah dan sebagian besar (83,0 %) masih tinggal bersama dengan orang tua. Selain itu dampak krisis telah mengakibatkan keluarga miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, termasuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Akibat krisis ini sejumlah 13,0 persen anak-anak jalanan mengalami putus sekolah. Anak jalanan dengan mudah dapat ditemui terutama di kota-kota besar termasuk Pekanbaru. Mereka melakukan aktivitasnya di perempatan lampu merah, terminal, plaza, pasar dan tempat-tempat umum lainnya. Aktivitas yang dilakukan mereka cukup bervariasi seperti misalnya pengamen, pengasong, penyemir sepatu, ojek payung, kernet, pengemis, membantu berjualan atau berkeliaran tak menentu. Anak-anak jalanan juga mengalami kerawanan atas hak-haknya yang tidak terpenuhi, karena mereka sangat 4 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

6 rentan dieksploitasi, diperlakukan salah, diterlantarkan, diperlakukan diskriminatif dan berada dalam situasi yang buruk untuk kelangsungan hidup dan tumbuh-kembangnya. Dalam kondisi yang sudah parah, anak jalanan cenderung melakukan tindak kriminal dan mendorong terjadinya instabilitas sosial, karena sering berada dalam lingkungan preman dan pelaku kejahatan di kota-kota besar. Konvensi hak-hak anak menyatakan bahwa anak-anak mempunyai hak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi, tanpa pembedaan dalam bentuk apapun, seperti perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa agama. asal usul sosial, harta kekayaan, dan lain-lain. Khusus pasal 32, secara jelas di akui hak anak untuk beristirahat, bermain, dan turut serta dalam kegiatan-kegiatan rekreasi yang sesuai dengan usia anak (Storer, 1994). Namun pada kenyataannya tidaklah demikian yang dialami oleh anakanak dari keluarga yang tidak mampu. Mereka seringkali mengalami ketidak adilan dalam memperoleh hak-hak mereka sebagai anak. Kondisi tersebut lebih disebabkan oleh kondisi struktural, karena mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu (masyarakat kelas bawah). Jumlah anak yang terabaikan hak-haknya sebagai anak cenderung bertambah. Asumsi ini didasarkan pada data yang menunjukan dari hari ke hari semakin besar jumlah pekerja anak yang tinggal di kota, dari 4,7 persen pada tahun 1986 proporsinya meningkat menjadi 14,0 persen pada tahun 1997 (Johnson, Wynandin, Arum, 1998). Berbagai macam krisis yang melanda Indonesia, yang diawali dengan krisis sosial, TKI, El-Nino, politik, hutan terbakar, moneter dan ekonomi yang menimpa masyarakat Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan berbagai macam dampak sosial, antara lain meningkatnya jumlah pengangguran (Soemardjan dalah Raharjo ed, 1998). Hal ini berarti semakin bertambahnya keluarga yang tidak FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 5

7 mampu dan semakin banyak jumlah anak yang dapat dikategorikan dari kelas bawah yang kehilangan kesempatannya dalam mendapatkan pendidikan yang memadai dan harapan hidup yang lebih baik. Data survey sosial ekonomi 1997 menunjukkan sekitar 4,44 juta anak berusia antara 7-15 tahun tidak bersekolah lagi dan kebanyakan dari mereka bekerja untuk membantu ekonomi keluaarga (Jonhson Cs, 1998) atau dikenal dengan istilah pekerja anak. Sebagai pekerja anak, jenis pekerjaan mereka sangat beragam, dari membantu orang tua (pekerja keluarga), pembantu rumah tangga, bekerja di pabrik, sampai bekerja di jalanan (penjual koran, penjaja makanan, semir sepatu, pemulung, dan lain-lain) atau seringkali disebut dengan istilah anak jalanan. Studi yang dilakukan Cristina di lima negara menunjukkan bahwa bekerja sebagai buruh atau di jalanan lebih berisiko dari pada bekerja di rumah (membantu orangtua atau keluarga). Mereka dihadapkan pada bahaya fisik maupun eksploitasi. Para ibu yang memiliki anak-anak yang bekerja di jalan umumnya merasa khawatir saat anak-anak mereka mulai berkelana di jalan, sehingga berbagai upaya dilakukan agar anaknya tidak turun ke jalan (Blanc, 1994). Sikap para orangtua yang demikian dapat dimaklumi mengingat beragamnya risiko yang dihadapi pekerja anak (lihat tabel 1.1.). Risiko-risiko yang dihadapi pekerja anak tersebut bervariasi, sesuai dengan kondisi kerja mereka. Jika melihat pada berbagai risiko yang dihadapi para pekerja anak, memperlihatkan bahwa kehidupan yang dialami mereka cukup berat. Kondisi lingkungan kerja mereka akan membuat mereka merasa lelah, baik jasmani maupun rohani. Pada saat yang demikianlah seseorang membutuhkan suasana santai, lepas dari segala kelelahan yang dirasakannya, namun suasana tersebut jarang mereka rasakan. 6 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

8 Tabel 1.1. Risiko yang dihadapi Pekerja Anak Risiko Fisik Risiko Psikososial Risiko tempat kerja makanan yang tidak mencukupi dan tidak teratur, usaha-usaha berat, kelelahan fisik, kurang tidur, lingkungan yang tidak sehat Ketidakcukupan kasih sayang dan perhatian orang tua, interaksi dengan kawan sebaya, waktu luang, variasi dalam aktivitas kerja, kepuasan dari tempat kerja Bahaya penyalahgunaan: seperti eksploitasi seksual, dll Perbudakan (pada kasus di pelacuran, pekerja pabrik, pekerja rumah tangga, penjaga toko dan pengasuh anak) Menurut studi yang dilakukan Christina, salah satu risiko yang dihadapi pekerja anak adalah kurangnya waktu luang, baik di tempat bekerja maupun setelah selesai bekerja. Pendapatan yang tidak seberapa, memaksa mereka untuk bekerja dengan jam kerja yang panjang (ILO, 1994). Selain itu mereka juga berisiko menhalami berbagai bentuk penyalahgunaan (eksploitasi, dll) oleh majikan mereka akibat status yang tidak jelas dari pekerja anak. Pengalaman yang dirasakan seorang anak ketika ia mencuri waktu luang pada saat bekerja, berakhir dengan hukuman dari majikannya (Blanc, 1994). Bagi pekerja anak yang bekerja di sektor informal yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan cenderung terikat oleh kultur jalanan yang bebas dan tanpa aturan (YKAI, 1994). Kelonggaran yang dialami justeru memunculkan risiko masuk dalam aktivitas waktu luang yang secara normative dianggap janggal/ganjil atau masuk kategori sub-kultur tertentu (Heasman, 1973), misalnya minum sampai kecanduan minuman keras, ngelem, minum obat (pil BK), dan perilaku seks bebas (YKAI, 1994 & Irwanto, Laurike & Diao Ai Lin, 1995). Mengingat hal di atas dalam rangka otonomi daerah, peranan pemerintah daerah/kota dalam penanganan anak FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 7

9 jalanan menjadi sangat penting. Jika tidak ditangani secara serius masalah anak jalanan cenderung semakin berat dipandang dari segi waktu, tenaga dan sumber daya. Pemerintah Kota Pekanbaru selaku institusi yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan ketertiban dan keindahan kota merasa perlu melakukan upaya penanggulangan anak jalanan ini. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dasar dan pemetaan terhadap anak jalanan yang berada di Kota Pekanbaru guna mendapatkan gambaran dasar (profil) bagi langkah awal pembuatan kebijakan ke arah itu. Studi ini akan mencakup aspek-aspek dari pemetaan anak jalanan. Beberapa faktor penting yang akan dikaji dalam studi ini adalah: a. Karakteristik Pribadi yang mencakup jenis kelamin, usia, suku, agama, pendidikan, latar belakang rumah tangga/ keluaraga. Pola pemukiman (tempat tinggal), status dan kondisi tempat tinggal. b. Aktivitas Sosial Ekonomi yang mencakup alasan menjadi anak jalanan. Lokasi kerja, lama menjadi anak jalanan, waktu yang dihabiskan di jalanan, pekerjaan dan penghasilan, dan tingkat kesehatan. c. Relasi Sosial yang mencakup pengalaman kekerasan yang pernah dialami, penertiban, organisasi/perkumpulan anak jalanan. d. Pola Migrasi yang mencakup daerah asal, mobilitas intrawilayah, rencana menetap. e. Harapan anak jalanan yang mencakup aspirasi tentang masa depan, bantuan-bantuan yang dinginkan dan program-program yang diharapkan bagi pemberdayaan hidup mereka. Tujuan umum studi ini adalah mencari alternatif kebijakan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan 8 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

10 anak jalanan. Secara khusus studi ini bertujuan: a. Untuk mengetahui penyebab utama meningkatnya populasi anak jalanan di Kota Pekanbaru b. Mengidentifikasikan faktor pendorong dan alasan utama anak-anak melakukan kegiatan di jalanan Kegunaan studi ini adalah diperolehnya masukan bagi Pemerintah Kota Pekanbaru dalam mengambil kebijakan bagi upaya pemberdayaan anak jalanan terutama dalam hal: a. Peningkatan efektivitas dan efisiensi pelayanan sosial bagi anak jalanan. b. Mendapatkan sumber atau potensi yang dapat ditingkatkan, khususnya dana, SDM, sarana dan prasarana pelayanan bagi anak jalanan. c. Informasi untuk membuat perencanaan pengembangan program dan pengambilan keputusan terhadap anak jalanan, terutama dalam kaitannya dengan otonomi daerah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, di mana dari keseluruhan populasi obyek penelitian yang akan diteliti, akan diambil sampel yang dapat mempresentasikan kelompok anak jalanan. Sampel akan ditarik secara accidental, yaitu siapa saja calon responden yang memenuhi syarat akan dijadikan responden. Dari kegiatan sampling ini ditetapkan sebanyak 115 anak jalanan dari berbagai jenis kegiatannya menjadi responden. Persebaran anak jalanan di Kota Pekanbaru lebih terkonsentrasi pada simpang-simpang jalan utama seperti Simpang Jalan Harapan Raya-Sudirman, Simpang Jalan Gajah Mada-Sudirman, Simpang Jalan Tuanku Tambusai- Sudirman dan juga pusat-pusat pertokoan dan pasar seperti Plaza Sukaramai, Plaza Senapelan, Mal Matahari, Terminal Mayang Sari dan beberapa tempat hiburan lainnya. Lokasi FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 9

11 kosentrasi anak jalanan di atas akan menjadi sasaran studi ini. Pengumpulan data menggunakan instrumen sesuai kodenya dilakukan secara wawancara berstruktur, wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD), dan studi dokumentasi. Data yang diperoleh selanjutnya diolah, yang meliputi kegiatan pengolahan manual dan atau pra dan pasca komputer (coding, editing, tabulating), penyajian tabel-tabel, penyajian grafik, bagan alir, seleksi foto, seleksi jawaban informan yang memiliki makna subyektif. 10 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

12 Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11

13 12 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

14 Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN Dalam ketentuan umum pasal 1 ayat 1 UU RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sebagai seorang anak sudah selayaknya semua kebutuhannya terpenuhi secara wajar, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Seorang anak yang tidak memperoleh hak dasarnya terpaksa harus berada di jalanan unuk mencari nafkah. Defenisi Anak jalanan adalah anak laki laki atau perempuan berusia kurang dari 18 tahun yang melewatkan, menghabiskan, atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari hari di jalanan. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri psikis dan fisik menurut Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (BKSN 2000: 6)adalah sebagai berikut: 1. Ciri ciri fisik: - warna kulit kusam, - rambut bewarna kemerah merahan, - kebanyakan berbadan kurus, FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 13

15 - pakaian tidak terurus. 2. Ciri ciri psikis: - mobilitas tinggi, - bersikap acuh tak acuh, - penuh curiga, - sangat sensitif, - berwatak keras, - kreatif, - memiliki - semangat hidup tinggi, - berani menanggung resiko, - mandiri, Lebih lanjut Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak membuat kategorisasi anak jalanan adalah sebagai berikut: a. Anak jalanan yang hidup di jalanan, dengan ciri adalah: a) Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya minimal setahun yang lalu. b) Berada di jalanan seharian untuk bekerja dan menggelandang. c) Bertempat tinggal di jalanan dan tidur di sembarang tempat seperti emper toko, kolong jembatan, taman, terminal, stasiun. d) Tidak bersekolah lagi. b. Anak jalanan yang bekerja di jalanan cirinya adalah: a) Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, yakni pulang secara periodik misalnya seminggu sekali, sebulan sekali, dan tidak tentu. Mereka umumnya berasal dari luar kota yang bekerja di jalanan. 14 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

16 b) Berada di jalanan sekitar 8 sampai dengan 12 jam untuk bekerja, sebagian mencapai 16 jam. c) Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri atau bersama teman, dengan orang tua atau saudaranya atau di tempat kerjanya di jalan. d) Tidak bersekolah lagi. c. Anak yang rentan menjadi anak jalanan: a) Setiap hari bertemu dengan orang tuanya (teratur). b) Berada di jalanan sekitar 4 sampai dengan 6 jam untuk bekerja. c) Tinggal dan tidur bersama orang tua atau wali. d) Masih bersekolah. Haryadi dan Indrasari (1995:7) menjelaskan bahwa Tenaga kerja anak-anak merupakan fenomena yang nyata terjadi di sekitar kita. Pekerjaan yang mereka lakukan pada umumnya dibagi menjadi 2 kelompok besar yakni : a) Pekerjaan reproduktif adalah kegiatan-kegiatan kerja yang tidak mempunyai implikasi langsung terhadap penghasilan, pada dasarnya adalah pekerjaan yang menyangkut rumah tangga seperti membersihkan rumah, memasak, mengasuh anak kecil. b) Pekerjaan produktif adalah pekerjaan yang berimplikasi langsung pada penghasilan, yaitu bermacam-macam pekerjaan yang bila dilakukan pelakunya akan memperoleh imbalan berupa uang (upah). Untuk itu maka pelaksanaan konvensi hak anak, pemahaman tentang kehadiran anak itu perlu dan sangat relevan untuk dipahami, sebab pemahaman itu dapat ber- FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 15

17 macam macam yang dapat mempengaruhi seseorang atau suatu masyarakat dalam memberi makna pada kehadiran anak dan terhadap pelaksaaan konvensi. Sebagai contoh, dalam agama Islam keberadaan anak dipahami sebagai amanah, kewenangan dan titipan Tuhan kepada orang tua atau walinya. Anak merupakan ciptaan Tuhan yang lemah tetapi berkedudukan mulia. Semua anak dilahirkan suci sebelum akil balik, yang dimiliki anak adalah hanya hak, tidak mempunyai kewajiban. Hak hak itu antara lain hak untuk mendapatkan perlindungan ketika anak dalam kandungan, hak untuk disusui selama dua tahun, hak untuk diberi pendidikan dan ajaran. Di sebagian besar masyarakat anak dianggap investasi keluarga, sebagai jaminan tempat bergantung dihari tua. Sedangkan bagi masyarakat atau keluarga yang kurang mampu, anak bernilai ekonomi; anak adalah tenaga kerja dalam rumah tangga, dari menyapu, mengambil air, mengumpulkan kayu bakar bahkan sampai putus sekolah karena harus bekerja untuk mencari nafkah membantu orang tua memenuhi kebutuhan rumah tangga. Konvensi hak anak merupakan bagian integral dari konvensi Hak Asasi Manusia, dengan sifat dan kondisi anak yang belum cukup matang, masih tergantung, rentan, dan rawan terhadap berbagai keadaan. Disamping anak merupakan aset penting masa depan suatu bangsa, maka anak harus diberi perhatian dan perlakuan khusus dan menempat-kan isu anak pada tatanan politik tertinggi di masing masing negara yang membuat komitmen. Dari segi hokum pada dasarnya konvensi tersebut berisi penegasan hak hak anak, perlindungan anak oleh negara yang ikut meratifikasi dan peran serta berbagai pihak dalam menjamin hak hak anak. Pada dasarnya hak-hak anak tersebut dapat diklasifkasikan kedalam empat macam: a) Hak kelangsungan hidup dan hak untuk memperoleh tertinggi yang bias dijangkau dan hak untuk mendapatkan 16 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

18 pelayanan kesehatan dan pengobatan, khususnya perawatan kesehatan primer. b) Hak mendapat perlindungan dari diskriminasi; hak mendapat perlindungan dari kekerasan, penyalahgunaan sampai pada penelantaran; hak mendapat perlindungan bagi anak anak tanpa keluarga, hak mendapat perlindungan bagi anak anak pengungsi. c) Hak untuk tumbuh kembang, termasuk hak untuk mendapatkan segala bentuk pendidikan, hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak yang cukup bagi perkembangan fisik, mental dan kepribadiannya. d) Hak untuk berpartisipasi dalam mengungkapkan apa yang menjadi pandangnya, kepeduliannya, dan perhatiannya, terutama menyangkut hal hal yang akan mempengaruhi kehidupannya. UU RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menegaskan bahwa pertanggung jawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. Berdasar UU RI NO 23 Tahun 2002 pasal 3 Perlindungan anak bertujuan untk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 17

19 perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, UU ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas -asas sebagai berikut: a) Non diskriminasi b) Kepentingan yang terbaik bagi anak c) Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan d) Penghargaan terhadap pendapat anak. Perlindungan khusus pada anak juga tertuang dalam UU RI NO 23 Tahun 2002 pasal 59 yaitu Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Dalam melakukan pembinaan, pengembangan, dan perlindungan anak peran masyarakat juga diperlukan baik melalui lembaga pendidikan, perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, dan media massa. Mengingat bahwa perlunya perluasan pelayanan khusus bagi anak telah dinyatakan dalam deklarasi Hak hak anak yang disetujui Majelis Umum PBB pada tahun 1959 dan diakui dalam Deklarasi hak hak asasi manusia sedunia, dalam 18 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

20 perjanjian Internasional tentang hak-hak sipil dan politik (khususnya pasal 23 dan 24) dalam perjanjian Internasional tentang hak -hak ekonomi, sosial, dan budaya (khususnya pasal 10). Ketentuan-ketentuan dan instrument- instrumen terkait dari badan khusus dan organisasi organisasi internasional yang berkepentingan dengan kesejahteraan anak. Sebagaimana dinyatakan dalam deklarasi hak hak anak, anak karena ketidak matangan jasmani dan mentalnya, memerlukan pengamanan dan pemeliharaan khusus termasuk perlindungan hukum yang layak sebelum dan sesudah kelahiran. FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 19

21 20 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

22 Bab 3 KONDISI SOSIAL EKONOMI FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 21

23 22 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

24 Bab 3 KONDISI SOSIAL EKONOMI Kota Pekanbaru merupakan ibukota dari Provinsi Riau yang mempunyai wilayah seluas 632,26 Km 2 yang pada tahun 2002 mempunyai 8 wilayah Pemerintahan Kecamatan. Penduduk kota pekanbaru sampai tahun 2002 adalah sebanyak jiwa, sehingga tingkat kepadatan kota pekanbaru 989 jiwa dalam setiap Km. Oleh karena itu tingkat kepadatan penduduk tergolong tinggi. Sebagai Ibukota Propinsi yang kaya akan hasil sumber daya alamnya, kota ini menjadi salah satu daerah tujuan migran, oleh karena itu pertumbuhan penduduk kota Pekanbaru tergolong cukup tinggi. Hal ini telah menimbulkan berbagai persoalan sosial yang salah satu bentuknya adalah masalah kemiskinan. Produk dari masalah kemiskinan itu adalah memunculkan anak jalanan. Tingginya angka pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan penyediaan lapangan kerja, data menunjukkan penduduk yang sedang mencari kerja jiwa, FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 23

25 sedangkan yang sudah bekerja sebanyak jiwa. Berarti terdapat pengangguran sebanyak 17,21 persen. Gambaran umum Kota Pekanbaru di atas akan diuraikan lebih rinci menurut kecamatan yang ada menyangkut gambaran demografi, keadaan sosial ekonomi dan sosial budaya yang menyangkut persoalan tingkat pendidikan, jumlah panti, anak terlantar Demografi Jumlah Penduduk Sampai dengan bulan Desember 2002 penduduk Kota Pekanbaru berjumlah jiwa yang terdiri dari berjenis kelamin laki-laki, adalah wanita, dan jumlah rumah tangga Penduduk adalah KK yang berarti setiap Rumah Tangga mempunyai rerata anggota adalah 4,4 jiwa. Selanjutnya kalau dilihat pula luas Kota Pekanbaru adalah 632,26 Km 2 yang berarti kepadatan kota Pekanbaru 989 jiwa/ Km 2. Untuk jelasnya jumlah penduduk, rumah tangga, luas wilayah dan rerata anggota rumah tangga dan kepadatan menurut kecamatan dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 3.1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kota Pekanbaru Tahun 2002 No Kecamatan Laki-laki Sumber: Pekanbaru Dalam Angka Jenis Kelamin Perempuan Jumlah 1 Tampan Bukit Raya Lima Puluh Sail Pekanbaru Kota Sukajadi Senapelan Rumbai Jumlah FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

26 Tabel 3.2. Jumlah Rumah Tangga, Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Menurut Kecamatan di Kota Pekanbaru Tahun 2002 No Kecamatan Jml RT Luas Km 2 Jumlah Penduduk Sumber: Pekanbaru Dalam Angka Kepadatan Per Rmh Tg Km 2 1 Tampan , ,9 1376,7 2 Bukit Raya , ,8 647,2 3 Lima Puluh , , ,2 4 Sail , ,5 6636,8 5 Pekanbaru Kota , , ,3 6 Sukajadi , , ,3 7 Senapelan , ,8 5299,4 8 Rumbai , ,3 450,6 Jumlah , ,4 989,0 Tabel di atas menjelaskan jumlah penduduk, Rumah Tangga, Luas Wilayah, Kepadatan dan Rerata Anggota Rumah Tangga Kecamatan Yang ada di Kota Pekanbaru. Melihat tabel di atas terlihat bahwa penduduk Pekanbaru berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. Hal ini menandakan bahwa Pekanbaru merupakan salah satu kota tujuan migran sedangkan yang banyak dilakukan adalah wanita. Karena penduduk pendatang menjadi penyebab utama pertumbuhan penduduk Pekanbaru. Dari 8 kecamatan yang paling banyak jumlah penduduknya adalah Kecamatan Bukit Raya, yaitu jiwa (31,0 %) dan yang paling sedikit adalah Kecamatan Sail, yaitu sebanyak atau 3,5 persen dari penduduk Pekanbaru. Selanjutnya kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Bukit Raya dan yang terkecil adalah Kecamatan Pekanbaru Kota. Namun yang terpadat justru adalah Kecamatan Pekanbaru kota, sedangkan yang terjarang adalah Kecamatan Rumbai. FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 25

27 Umur Penduduk Kalau dikelompokkan umur penduduk dengan jarak 4 tahun maka jumlah kelompok umur yang terbanyak adalah kelompok umur 20 hanya 24 tahun. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 3.3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2002 No Kelompok Umur Jumlah Presentase , , , , , , , , , , , , ,18 Jumlah Sumber: Pekanbaru Dalam Angka 2001 Melihat tabel di atas terlihat kelompok usia terbanyak adalah yang berusia tahun yang berjumlah 13,0 persen dari keseluruhan penduduk, sedangkan penduduk yang berpotensi untuk menjadi anak jalanan atau yang berusia 5 hingga 14 tahun dijumpai sebanyak 18,86 persen. 26 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

28 Perkembangan Penduduk Melihat perkembangan penduduk untuk tahun 2001 adalah sebanyak 2,0 persen. Kalau dilihat perkembangan penduduk 10 tahun terakhir secara rerata sebesar 4,3 persen pertahun. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.4. Perkembangan Penduduk Pekanbaru e No Tahun Jumlah Penduduk Pertumbuhan , , , , , , , , , ,57 Sumber: Pekanbaru dalam Angka 2002 Tabel di atas menjelaskan perkembangan penduduk Pekanbaru yang tertinggi adalah pada tahun 1996, yaitu sebanyak 11,64 persen dan yang terendah adalah pada tahun Sosial Ekonomi Pendapatan Penduduk Hasil perhitungan dari BPS bahwa Produk Domestik Regional Bruto Kota Pekanbaru mengalami kenaikan. Perhitungan atas harga yang berlaku pada tahun 1999 adalah sebesar Rp juta tahun 2000 menjadi Rp FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 27

29 juta atau naik sebesar 46,35 persen. Sedangkan pendapatan perkapita penduduk pekanbaru juga mengalami kanaikan. Perhitungan atas dasar harga yang berlaku tahun 1999 pendapatan perkapita penduduk adalah sebesar Rp naik menjadi Rp pada tahun 2000 atau naik sebesar 49,24 persen. Adanya kenaikan pendapatan perkapita Pekanbaru dalam kenyataannya tidak dialami secara merata oleh seluruh penduduk karena itu banyak diantara penduduk kota Pekanbaru yang masih hidup dibawah garis kemiskinan, bahkan masih dijumpai Rumah Tangga fakir miskin Jumlah Keluarga Fakir Miskin Di Kota Pekanbaru pada tahun 2002 terdapat Rumah Tangga fakir miskin yang berarti ada 3,14 persen Rumah Tangga yang tergolong fakir miskin. Kondisi ini menggambarkan belum meratanya hasil pembangunan di daerah ini. Untuk jelasnya pada masing-masing kecamatan dapat dilihat tabel berikut: Tabel 3.5. Jumlah Keluarga Fakir Miskin dikota Pekanbaru Tahun 2002 No Kecamatan Jumlah Persentase 1 Tampan ,4 2 Bukit Raya ,4 3 Lima Puluh 392 8,8 4 Sail 219 4,9 5 Pekanbaru Kota 342 7,7 6 Sukajadi 186 4,2 7 Senapelan 344 7,8 8 Rumbai ,8 Jumlah ,0 28 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

30 Tabel di atas menjelaskan jumlah Keluarga Fakir Miskin pada tahun 2002 di masing-masing kecamatan dalam kota Pekanbaru di mana yang paling banyak dijumpai di kecamatan Bukit Raya dan yang paling sedikit adalah di Kecamatan Sukajadi. Sementara itu jumlah penduduk yang tergolong miskin sampai akhir tahun 2003 di kota Pekanbaru berjumlah KK atau sekitar 12,0 persen dari jumlah penduduk kota ini (Riau Pos, Jum at, 2 Januari 2004). Melihat jumlah keluarga yang tergolong miskin pada tahun 2001 berjumlah KK, tahun 2002 berjumlah KK dan tahun 2003 berjumlah KK yang berarti setiap tahunnya terjadi peningkatan dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Meskipun di lihat dari pertumbuhan ekonomi pada tahun 2001 terjadi peningkatan pendapatan perkapita sebesar 16,14 persen. Seharusnya jumlah fakir miskin tentu akan semakin berkurang, namun kenyataannya tidak demikian. Kondisi ini menimbulkan prasangka bahwa di kota Pekanbaru terjadi kesenjangan yang semakin tinggi Jumlah Penduduk Pencari Kerja Dari jiwa penduduk Pekanbaru di tahun 2002, yang sudah bekerja sebanyak yang berarti rasio beban tanggungan adalah 3,0. Kondisi ini menggambarkan persoalan lapangan kerja yang tidak dapat menyerap Tenaga kerja yang ada. Jumlah penduduk usia kerja di Pekanbaru sebesar jiwa, berarti dari jumlah tenaga kerja tersebut yang terserap hanya sebesar 82,8 persen Sosial Budaya Pendidikan Salah satu faktor penting yang menjadi mekanisme perubahan sosial adalah pendidikan. Oleh karena itu, banyak FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 29

31 ahli mengatakan bahwa rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh suatu masyarakat akan menjadi penghambat bagi perkembangan masyarakat. Pekanbaru dengan jumlah penduduk jiwa, dijumpai jiwa yang berusia di bawah 10 tahun. Sedangkan yang berusia 10 tahun ke atas adalah sebanyak jiwa. Penduduk yang berusia 10 tahun ke atas ini kalau dibagi tingkat pendidikannya, maka sebagian besar masih berpendidikan rendah. Hal ini dapat dilihat komposisinya pada tabel berikut. Tabel 3.6. Jumlah Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2002 No Tingkat Pendidikan Frekuensi Peresentase 1 Belum Sekolah ,25 2 Tidak tamat SD ,35 3 Tamat SD ,50 4 Tamat SLTP ,82 5 Tamat SLTA ,74 6 Akademi ,52 7 Universitas ,85 Jumlah ,00 Sumber: Pekanbaru Dalam Angka Tabel di atas menunjukkan tingkat pendidikan penduduk Pekanbaru yang berusia 10 tahun ke atas, di mana kelompok tingkat pendidikan SLTA merupakan kelompok yang terbanyak yaitu sebanyak 38,74 persen. Untuk kelompok tingkat pendidikan wajib belajar yaitu sekolah dasar hingga SLTP dijumpai sebanyak 40,32 persen. Penduduk yang berumur 10 tahun ke atas yang belum mengenyam pendidikan sebanyak jiwa (0,25 %) dari penduduk berumur 10 tahun ke atas dan kelompok ini menjadi embrio masalah sosial dalam masyarakat. 30 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

32 Jumlah Anak Terlantar Pekanbaru sebagai Ibukota Provinsi Riau yang mempunyai jumlah penduduk jiwa masih mempunyai 497 jiwa anak yang terlantar. Anak terlantar ini akan menjadi salah satu sumber dari anak jalanan. Dari 497 anak terlantar ini paling banyak dijumpai di Kecamatan Tampan untuk jumlah anak terlantar menurut kecamatan dapat diuraikan dalam tabel berikut. Tabel 3.7. Jumlah Anak Terlantar Menurut Kecamatan di Kota Pekanbaru Tahun 2002 No Kecamatan Laki-Laki Jenis Kelamin Perempuan Jumlah Peresen tase 1 Tampan ,10 2 Bukit Raya ,69 3 Lima Puluh ,05 4 Sail ,65 5 Pekanbaru Kota ,67 6 Sukajadi ,06 7 Senapelan ,06 8 Rumbai ,71 Jumlah ,00 Tabel di atas menggambarkan jumlah anak terlantar menurut kecamatan, di mana jumlah anak terlantar yang terbanyak berada di kecamatan Tampan sebesar 18,10 persen, dari jumlah yang terdapat di kota Pekanbaru dan yang paling sedikit berada di Kecamatan Sail sebanyak 8,65 persen. Berdasarkan jenis kelamin, anak terlantar berjenis kelamin lakilaki lebih banyak dari perempuan dengan sek rasio sebesar 1, Panti Asuhan Salah satu lembaga sosial yang dasar dan penting dalam kehidupan manusia adalah lembaga keluarga. Namun dalam FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 31

33 kenyataannya tidak semua anak dapat memiliki lembaga tadi. Salah satu pengganti lembaga keluarga adalah panti asuhan yang di Pekanbaru dijumpai sebanyak 7 buah panti asuhan dengan jumlah anak asuh sebanyak 480 orang, dengan rincian menurut masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut : Tabel 3.8. Jumlah Panti Asuhan Anak Asuh Menurut Kecamatan di Pekanbaru Tahun 2002 No Kecamatan Jumlah Panti Asuhan Jumlah Anak Asuh Keterangan 1 Tampan ,54 2 Bukit Raya ,42 3 Sail ,34 4 Sukajadi ,70 Jumlah ,00 Dari delapan kecamatan yang ada hanya empat kecamatan yang terdapat panti asuhan di wilayahnya. Kecamatan Bukit Raya memiliki panti asuhan yang terbanyak, yaitu tiga buah dengan jumlah anak asuhnya sebanyak 242 orang, yang diikuti oleh Kecamatan Sukajadi sebanyak dua buah dengan anak asuh 133 orang. Dua kecamatan lainnya seperti Kecamatan Tampan dan Sail masing-masing terdapat satu buah panti asuhan di wilayah tersebut. 32 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

34 Bab 4 PROFIL ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 33

35 34 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

36 Bab 4 PROFIL ANAK JALANAN Persoalan yang ingin dibahas pada bagian profil anak jalanan ini Siapa anak jalanan di Kota Pekanbaru dan dari keluarga yang bagaimana mungkin mereka itu berasal. Persoalan pertama menyangkut karakteristik individu dari anak jalanan yang menyangkut umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, daerah asal, tempat tinggal dan status rumah yang mereka tempati. Sedangkan persoalan kedua menyangkut status perkawinan keluarga, pekerjaan orang tua, jumlah saudara, pendidikan dan tempat tinggal orang tua. Kedua persoalan itu akan diketengahkan pada bagian berikut Karakteristik Anak Jalanan Umur Anak Jalanan Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Berkerja tentu bukan dunia anak, terutama sektor-sektor yang berbahaya khususnya untuk perkembangan fisik dan jiwanya.anak-anak yang yang masih berada di bawah 18 tahun semestinya belum FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 35

37 dibolehkan untuk bekerja. Tetapi kondisi ekonomi berbicara lain dan memaksa anak bekerja. Salah satu dampak krisis banyak dirasakan keluarga pada lapisan bawah, yang terpaksa mendayagunakan anak-anak untuk membantu menopang ekonomi keluarga. Dampak krisis moneter\ekonomi oleh banyak pihak dilihat sebagai penyebab semakin banyaknya anak jalanan. Bahkan menurut penjelasan resmi Mensos Justika S. Baharsjah, jumlah anak jalanan di berbagai kota besar di Tanah Air kini mencapai sekitar jiwa lebih. Kemiskinan memang bukanlah satu-satunya faktor penyebab anak berkeliaran di jalanan. Tetapi daerah kemiskinan merupakan faktor signifikan sebagai penyebab semakin banyaknya anak jalanan termasuk di Kota Surabaya. Dampak krisis akan semakin menekan kelompok masyarakat terutama golongan bawah, khususnya yang berada di perkotaan. Pada saat krisis berlangsung daya beli masyarakat, terutama golongan bawah biasanya akan semakin merosot dikarenakan harga-harga kebutuhan pokok semakin melambung. Sementara penghasilan yang diperoleh relatif tetap atau bahkan tak menentu. Memang alasan ekonomi bukan satu-satunya faktor penyebab anak terjun di jalanan. Tetapi data dari survei ini menunjukkan bahwa sejak tahun 1998 anak yang mulai terjun kejalanan jumlahnya paling besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Anak-anak yang mulai terjun kejalanan dimulai tahun 1998 jumlahnya mencapai 275 jiwa (30,9 %), sementara tahun 1999 sebesar 12,0 persen. Jika dilihat setelah krisis jumlah anak yang mulai terjun kejalanan mencapai sebesar 42,9 persen. Untuk memahami konsep tentang umur anak jalanan di Kota Pekanbaru dilakukan agar dapat mempermudah penanganan hidup dan masa depan mereka diperlukan suatu kesamaan konsep. Selama ini pergantian umur seseorang disebut anak jalanan masih mempunyai pengertian yang 36 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

38 bervariasi. Dalam Konvensi Hak Anak (KHA) yang dikeluarkan tahun 1990, batasan usia anak adalah yang berusia di bawah 18 tahun. Sedangkan dalam Undang-undang Kesejahteraan Anak No. 4 Tahun Sedangkan yang disebut sebagai anak adalah seseorang yang berusia sampai dengan 21 tahun. Untuk studi ini batasan umur anak jalanan yang dijaring adalah anak yang berumur 18 tahun ke bawah sesuai dengan batasan yang diberikan oleh Konvensi Hak Anak. Hasil studi ini menemukan usia anak jalanan di Kota Pekanbaru adalah kelompok usia tahun yaitu 49,52 persen. Kemudian yang berusia 9-11 tahun 23,81 persen, yang berusia 15 hingga 16 tahun 22,86 persen dan yang berusia tahun sebanyak 9,52 persen. Untuk jelasnya dapat dilihat rincian tabel berikut. Tabel 4.1. Komposisi Usia Anak Jalanan di Kota Pekanbaru No Kelompok Usia (Tahun) Frekuensi Persentase 1 < 5 1 0, , , , , > 10 8,70 Jumlah ,00 Sumber: Hasil Survei Lapangan Tahun 2003 Dengan demikian hampir separo anak jalanan di Kota Pekanbaru tergolong berusia tahun yang tergolong usia yang sangat penting untuk dunia pendidikan, yang ternyata sebagian besar dari mereka sudah tidak lagi bersekolah lagi. FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 37

39 Jenis Kelamin Anak jalanan yang menghabiskan waktu mereka di jalanan yang seharusnya mereka gunakan untuk bermain dan belajar, namun karena desakan kehidupan, mereka harus bekerja, sebagian besar mereka berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2. Jenis Kelamin Anak Jalanan di Kota Pekanbaru No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase 1 Laki-Laki ,17 2 Perempuan 9 7,83 Jumlah ,00 Sumber: Hasil Survei Lapangan Tahun 2003 Tabel di atas menjelaskan jenis kelamin anak jalanan di mana 92,17 persen adalah anak laki-laki dan 7,83 persen adalah 38 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

40 anak perempuan. Hasil studi ini menunjukkkan kenyataan yang sama dengan jenis kelamin anak terlantar di Kota Pekanbaru didominasi anak laki-laki lebih banyak dari pada anak perempuan. Banyaknya anak laki-laki di jalanan adalah sesuatu yang lumrah karena secara budaya anak laki-laki lebih cenderung untuk keluar rumah mengikuti para ayah. Sebaliknya anak wanita cenderung berperan dalam rumah dan kalau normanorma sosial menyamakan peran laki-laki dan perempuan maka sudah barang tentu anak wanita juga akan dijumpai jumlah yang sama dengan anak laki-laki untuk jadi anak jalanan. Keterangan : Anak perempuan sebagai pemulung Pendidikan Pembangunan di sektor pendidikan khususnya di tingkat dasar dan menengah telah ditempuh, misalnya melalui Program Wajib Belajar 6 tahun. Melalui program ini, anak-anak minimal memiliki pendidikan sekolah dasar atau sederajat. Kemudian dilanjutkan dengan program serupa dengan tingkatan lebih tinggi, yaitu Wajib Belajar 9 tahun. Melalui program ini anak- FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 39

41 anak diharapkan memiliki tingkatan pendidikan minimal SLTP atau sederajat. Untuk mempercepat keberhasilan penanganan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah telah mengumumkan keputusan pemerintah untuk menghapus uang SPP bagi murit SD, SLTP dan SMU\SMK Negeri pada tahun ajaran 1998\1999 di seluruh tanah air (Surya, 18 Juni 1998). Dalam surat edaran Dirjen Dikdasmen No. 3974/C/KU/98 tanggal 5 Mei 1998 secara lebih rinci juga diumumkan bahwa pemerintah telah membebaskan uang pendaftaran termasuk uang gedung dalam penerimaan siswa baru tahun ajaran 1998/ 1999 dan membebaskan SPP serta iuran BP3 bagi siswa SD dan SLTP. Hasil studi tentang pendidikan anak jalanan dijumpai 30,43 persen yang masih duduk di bangku sekolah. Hal ini dapat dilihat status pendidikan dari anak jalanan sebagai berikut: Tabel 4.3. Status Pendidikan Anak Jalanan di Kota Pekanbaru No Status Pendidikan Frekuensi Persentase 1 Masih Bersekolah 35 30,43 2 Tidak Bersekolah 80 69,57 Jumlah ,00 Sumber: Hasil Survei Lapangan Tahun 2003 Tabel di atas menjelaskan 30,42 persen anak jalanan di Pekanbaru masih merupakan anak sekolah, sedangkan pendidikan anak jalanan yang masih sekolah itu dapat dilihat pada tabel berikut. 40 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

42 Tabel 4.4. Jumlah dan Tingkat Pendidikan Anak Jalanan di Kota Pekanbaru yang Masih Sekolah No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase 1 SD 26 74,26 2 SLTP 9 25,74 Jumlah ,00% Sumber: Hasil Survei Lapangan Tahun 2003 Dengan demikian sebagian besar anak jalanan yang masih sekolah merupakan anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar dimana mereka masih panjang hari yang mereka gunakan untuk menempuh pendidikan, sementara peluang untuk berhenti sekolah terbuka lebar sebab dari seluruh responden 69,57 persen dari anak-anak tersebut sudah tidak lagi di sekolah. Selanjutnya kalau diperhatikan pula tingkat pendidikan yang pernah dan sedang ditempuh oleh anak jalanan dapat digambarkan pada tabel berikut: Tabel 4.5. Tingkat Pendidikan Anak Jalanan di Kota Pekanbaru No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase 1 Tidak Pernah Sekolah 4 3,48 2 SD Tidak/ Belum Tamat 50 43,48 3 Tamat SD 38 33,04 4 Tidak Tamat SLTP 18 15,65 5 Tamat SLTP 5 4,35 Jumlah ,00 Sumber: Hasil Survei Lapangan Tahun 2003 Gambaran tingkat pendidikan anak-anak jalanan dikota Pekanbaru yanng masih bersekolah sebanyak 30,43 persen dan yang tidak bersekolah sebanyak 69,57 persen. Dari anak yang FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 41

43 tidak bersekolah dijumpai 3,48 anak yang tidak pernah sekolah dan kalau dikaitkan dengan umur anak-anak yang berumur 5 tahun hanya satu (1) orang. Karena itu masih dijumpai 3 (3,48 %) anak yang tergolong tergolong sekolah tapi tidak pernah duduk dibangku sekolah. Sedangkan untuk keselluruhan responden baik yang masih sekolah maupun yang tidak bersekolah lagi 43,48 persen tidak tamat sekolah dasar, 33,04 persen tamat SD, 15,65 persen tidak tamat SLTP dan 4,35 persen yang tamat SLTP. Bagi anak jalanan yang tamat SLTP yang berjumlah 5 anak (4,35 %). Sedangkan anak yang berusia 17 tahun keatas yang merupakan usia tamat SLTP yang berjumlah 10 anak (8,70 %) tentu dijumpai 5 anak yang sudah tergolong drop out untuk tingkat SLTP Agama Hasil survey ditemukan tiga jenis agama yang dianut oleh anak jalanan, yaitu Islam, Kristen Protestan, dan Kristen Katolik yang jumlahnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.6. Jumlah dan Jenis Agama Anak Jalanan di Kota Pekanbaru No Agama Frekuensi Persentase 1 Islam ,30 2 Kristen Protestan 9 7,83 3 Kristen Katolik 1 0,87 Jumlah ,00 Sumber: Hasil Survei Lapangan Tahun 2003 Tabel diatas menjelaskan 91,30 persen agama anak jalanan adalah agama Islam, 7,83 persen Kristen Protestan, dan 0,87 persen Kristen Katolik. Oleh karena itu, sebagian besar agama yang dianut oleh anak jalanan adalah agama Islam. 42 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

44 Sebagai penganut agama Islam yang pada usia mereka yang harus belajar. Ajaran agama agar mereka memahami tata aturan kehidupan ternyata sebagian besar dari mereka tidak lagi belajar (mengaji) bahkan banyak diantaranya yang tidak dapat membaca al-qur'an. Kondisi yang demikian tentu akan menjadi potensi untuk melakukan tindakan-tindakan di luar agama. Demikian juga anak yang beragama Kristen Protestan dan Katolik, dari 10 anak ternyata 3 orang menyatakan tidak pernah ke gereja Tempat Tinggal Anak Jalanan Untuk menangani persoalan anak jalanan di Kota Pekanbaru tidak dapat dilepaskan dari masyarakat di sekitarnya. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadi anak-anak turun dan menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan adalah faktor lingkungan dimana anak itu berada. Karena itu melakukan penanganan anak jalanan tidak dapat hanya tertuju kepada anak itu sendiri. Tetapi juga ditujukan pada faktorfaktor lain yang berpengaruh terhadap anak, termasuk di dalamnya orang tua sendiri atau saudara. Penanganan masalah anak jalanan terutama di Kota Pekanbaru tidak dapat dilepaskan dari keberadaan orang tuanya. Data di lapangan menunjukan bahwa sebagian besar (75,7 %) anak jalanan di Kota Pekanbaru ini tinggal dengan orang tuanya. Karena itu berhasil-tidaknya intervensi yang dilakukan terhadap anak jalanan tergantung pula pada pendekatan kepada orang tua dan dukungan yang diberikannya. Tampa dukungan dari orang tua penanganan masalah anak jalanan akan menemui kendala. Dari segi kewenangan untuk memberikan sesuatu kepada anak, orang tua lebih berwenang dari siapapun. Salah satu aspek yang sangat penting dalam penanganan anak jalanan adalah diperlukan untuk memahami tempat FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 43

45 tinggal anak jalanan. Persoalan yang akan dipahami adalah dengan siapa anak jalanan itu tinggal. Kondisi sosial tempat tinggal anak akan sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Hasil studi menunjukkan tidak semua anak jalanan ini tinggal di rumah orang tua mereka, bahkan ada diantaranya yang tidak mempunyai tempat tinggal. Hal itu dapat dilihat pada tabel berikut yang akan menggambarkan dengan siapa anak tinggal. Tabel 4.7. Tempat Tinggal Anak Jalanan di Kota Pekanbaru No Tempat Tinggal Frekuensi Persentase 1 Ikut Orang Tua 80 69,57 2 Ikut Famili 27 23,48 3 Ikut Orang Lain 7 6,09 4 Tidak Punya Tempat Tinggal 1 0,87 Jumlah ,0 Sumber: Hasil Survei Lapangan Tahun 2003 Tabel di atas menggambarkan 69,57 persen responden tinggal dengan orang tua, yang kehidupan orang tua responden akan digambarkan dalam profil keluarga. Selanjutnya responden yang ikut enggan famili (kerabat) sebanyak 23,48 persen, yang ikut dengan orang lain yang tidak ada hubungan kerabat sebanyak 6,09 persen. Sedangkan 0,87 persen anak jalanan menyatakan tidak mempunyai tempat tinggal dan tidur di sembarang tempat Status Rumah Tempat Tinggal Sebagian besar rumah yang ditempati baik oleh orang tua maupun kerabat responden sebagian besar merupakan rumah kontrakan. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut: 44 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

46 Tabel 4.8. Jumlah Responden Menurut Status Rumah Tempat Tinggal No Status Rumah Tempat Tinggal Frekuensi Persentase 1 Milik Sendiri Disewa/ Dikontrak Menumpang Jumlah Sumber: Survei Lapangan Tahun 2003 Data tabel di atas dapat dijelaskan status rumah tempat tinggal responden 20,18 persen adalah rumah milik sendiri, 71,93 persen rumah yang disewa dan 7,89 persen adalah rumah yang menumpang. Sedangkan rumah orang tua dari 80 orang 72 (90,0 %) merupkan rumah yang disewa, oleh karena itu responden yang tinggal bukan dengan orang tua rumah yang ditempati merupakan milik sendiri. Keterangan : Kondisi rumah anak jalanan FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 45

47 4.2. Profil Keluarga Untuk mendukung pemahaman kehidupan anak jalanan d kota Pekanbaru, berikut ini akna digambarkan latar belakang kehidupan keluarga anak jalanan tersebut sebagai berikut: Perkawinan Orang Tua Hasil studi menemukan 72 orang responden atau 62,61 masih utuh dalam kehidupan perkawinan. Sedangkan untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.9. Status Perkawinan Orang Tua Anak Jalanan di Kota Pekanbaru No Status Perkawinan Frekuensi Persentase 1 Lengkap 72 62,61 2 Cerai Mati 15 13,04 3 Cerai Hidup 28 24,35 Jumlah ,00 Sumber: Survei Lapangan 2003 Melihat tabel di atas, maka persen orang tua responden, perkawinan mereka masih utuh. 24,35 persen bercerai. Karena itu kedua orang tua yang masih hidup baik sudah bercerai merupakan yang masih uutuh adalah sebanyak 100 orang atau sebanyak 86,96 persen. Sedangkan yang ayah sudah meninggal sebanyak 49 (3,48 %) ibu yang sudah meninggal sebanyak 7 orang (6,09 %) dan yang sudah meninggal keduanya adalah sebanyak 4 orang atau 3,48 persen. Selanjutnya dari 48 orang tua yang tidak lengkap (cerai hidup mati) 22 orang sudah menikah lagi. 46 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

48 Suku Bangsa Orang Tua Yang dimaksud dengan suku bangsa orang tua ada dua pengertian yaitu suku bangsa ayah dan suku bangsa ibu. berdasarkan hasil survei ada asal suku bangsa orang tua lakilaki, yaitu Batak, Jawa, Melayu, dan Minangkabau. Dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Jumlah dan Suku Bangsa Orang Tua Laki-Laki Responden No Suku Bangsa Frekuensi Persentase 1 Melayu 10 8,70 2 Minangkabau 81 70,43 3 Jawa 4 3,48 4 Batak 19 16,52 5 Nias 1 0,87 Jumlah ,00 Sumber: Survei Lapangan 2003 Tabel di atas menjelaskan asal suku bangsa orang tua lakilaki responden di mana yang berasal dari etnik Melayu sebanyak 8,70 persen, Minangkabau 70,43 persen, Jawa 3,48 persen, Batak 16,25 persen, dan Nias sebanyak 0,87 persen. Dengan demikian etnik orang tua laki-laki responden terbanyak berasal dari etnik Minangkabau. Sementara untuk orang tua perempuan responden terlihat dalam tabel berikut: Tabel Jumlah dan Suku Bangsa Orang Tua Perempuan Responden No Suku Bangsa Jumlah Persentase 1 Melayu 8 6,96 2 Minangkabau 88 76,52 3 Jawa 4 3,48 4 Batak 14 12,17 5 Nias 1 0,87 Jumlah ,00 Sumber: Survei Lapangan 2003 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 47

49 Dengan melihat tabel yang mangambarkan etnik ibu responden, sebagian besar berasal dari etnik Minangkabau, yaitu sebanyak 76,52 persen dan Batak 12,17 persen. Kalau dilihat hubungan tabel yang menjelaskan etnik ibu dan etnik ayah, maka angka-angka tersebut menggambarkan juga bahwa ayah dan ibu responden ada berasal dari etnik yang tidak sama yang berarti sudah ada perkawinan antar suku Status Pekerjaan Pekerjaan orang tua responden yang paling banyak dijumpai adalah sebagai pedagang. Pedagang kecil 34 orang, sementara itu dijumpai pula 8 orang yang tidak bekerja. Dari 107 responden yang ayahnya masih hidup dijumpai rincian pekerjaan pada tabel berikut: Tabel Jumlah dan Jenis Pekerjaan Orang Tua Responden No Jenis Pekerjaan Orang Tua Frekuensi Persentase 1 Petani 15 14,02 2 Pedagang 34 31,78 3 Buruh 28 26,17 4 Penjahit 7 6,54 5 Sopir 5 4,67 6 Tukang Ojek 5 4,67 7 Nelayan 1 0,93 8 Pengemis 3 2,80 9 Bengkel 1 0,93 10 Tidak Bekerja 8 7,48 Jumlah ,00 Sumber: Survei Lapangan FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN

Bab 1 PENDAHULUAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 1

Bab 1 PENDAHULUAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 1 Bab 1 PENDAHULUAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 1 2 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN Bab 1 PENDAHULUAN Berbagai dampak sosial, politik dan budaya telah mencuat sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang

Lebih terperinci

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11 Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11 Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN Dalam ketentuan umum pasal 1 ayat 1 UU RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan anak adalah seseorang

Lebih terperinci

KONDISI SOSIAL EKONOMI

KONDISI SOSIAL EKONOMI Bab 3 KONDISI SOSIAL EKONOMI FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 21 Bab 3 KONDISI SOSIAL EKONOMI Kota Pekanbaru merupakan ibukota dari Provinsi Riau yang mempunyai wilayah seluas 632,26 Km 2 yang pada tahun 2002

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK ANAK

PERLINDUNGAN HAK ANAK PERLINDUNGAN HAK ANAK oleh Elfina Lebrine Sahetapy, SH., LLM Penulis adalah dosen di Fakultas Hukum Universitas Surabaya Sebelum kita membahas lebih lanjut permasalahan tentang perlindungan anak, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk di kota besar di Indonesia saat ini cukup besar, sehingga terdapat berbagai masalah yang cukup besar pula. Di antaranya: masalah sosial,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi

FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi PENDAHULUAN enomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi anak

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peran strategis dan ciri serta sifat-sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi masa depan

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK UMUM Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba ngunan dalam segala bidang. Hal ini bertujuan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik demi

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan di Indonesia 1. Undang-Undang 2.1 Undang-Undang nomor 20 tahun 1999 Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa guna menjamin

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA,

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK I. UMUM Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterlibatan ibu rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat. Kompleksnya kebutuhan

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM 1 RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan atas Eksploitasi dan Tindak Kekerasan Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan selama ini oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan selama ini oleh pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi yang telah dilakukan selama ini oleh pemerintah Indonesia telah menghasilkan kemajuan di beberapa sektor-sektor ekonomi namun selain itu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa anak adalah amanah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Anak Jalanan Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Anak Jalanan Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Anak jalanan merupakan fenomena kota besar dimana saja. Perkembangan sebuah kota akan mempengaruhi jumlah anak jalanan. Semakin berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset masa depan dalam kehidupan berbangsa. Anak

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset masa depan dalam kehidupan berbangsa. Anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset masa depan dalam kehidupan berbangsa. Anak merupakan modal utama bagi suatu negara dalam mempersiapkan kondisi negara yang kuat, aman dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak jarang terlihat dalam keluarga kelas bawah untuk menambah pendapatan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Tidak jarang terlihat dalam keluarga kelas bawah untuk menambah pendapatan seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman pembangunan sekarang ini dalam memenuhi kebutuhan hidup dalam rumah tangga, keterlibatan seluruh keluarga sangat dibutuhkan di segala lapangan kerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, yang sekaligus merupakan tunas, potensi dan generasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Akibat terjadinya bencana alam kekeringan serta krisis ekonomi yang berkepanjangan pada akhir tahun 1997 permasalahan anak jalanan makin mencuat kepermukaan. Hasil penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk akan selalu diiringi oleh bertambahnya kebutuhan. Pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk akan selalu diiringi oleh bertambahnya kebutuhan. Pertumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk akan selalu diiringi oleh bertambahnya kebutuhan. Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya pertambahan kebutuhan yang multiaspek,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia saat ini mudah dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia saat ini mudah dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia saat ini mudah dijumpai di sudut-sudut kota besar, selalu saja ada anak-anak yang mengerumuni mobil di persimpangan lampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hakhak sebagai

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.320, 2017 KEMENPP-PA. Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Partisipasi Masyarakat. PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkembang seperti Indonesia, secara berkelanjutan melakukan pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Perilaku 1.1. Pengertian Perilaku Perilaku menurut Oktaviawan (2003) adalah orientasi yang dipelajari terhadapat objek, atau predi posisi untuk bertindak dengan satu cara terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KHA definisi anak secara umum adalah manusia yang umurnya belum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KHA definisi anak secara umum adalah manusia yang umurnya belum 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Dalam beberapa ketentuan hukum, manusia disebut sebagai anak dengan pengukuran/batasan usia. Kondisi ini tercermin dari perbedaan batasan usia, menurut Konvensi Hak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR 20 BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR 2.1 Pekerja Anak 2.1.1 Pengertian anak Pengertian anak secara umum dipahami masyarakat adalah keturunan kedua setelah ayah dan ibu.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika

Lebih terperinci

Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA)

Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA) Tugas Makalah Masalah Sosial Anak Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA) Disusun Oleh : Muhammad Alhada Fuadilah Habib (NIM. 071114030) DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Disampaikan pada acara Pembahasan Indikator KLA, 18 April 2015 INDIKATOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberadaan pekerja anak telah memberikan kontribusi dalam perekonomian.

I. PENDAHULUAN. keberadaan pekerja anak telah memberikan kontribusi dalam perekonomian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja anak merupakan salah satu fenomena tersendiri yang terjadi di Indonesia dalam hal ketenagakerjaan. Secara langsung maupun tidak langsung keberadaan pekerja

Lebih terperinci

-2- bertanggung jawab atas Pengasuhan Anak, demi terwujudnya perlindungan dan kesejahteraan Anak. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya se

-2- bertanggung jawab atas Pengasuhan Anak, demi terwujudnya perlindungan dan kesejahteraan Anak. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya se TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I SOSIAL. Pengasuhan Anak. Pelaksanaan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 220). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak 7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 I. LATAR BELAKANG Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan betul hak-haknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan betul hak-haknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya posisi anak sebagai penerus bangsa sudah seharusnya diperhatikan betul hak-haknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Adanya undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Gambaran Umum Undang-undang perlindungan anak dibentuk dalam rangka melindungi hakhak dan kewajiban anak,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan pekerja rumah tangga atau yang lebih dikenal sebagai pembantu

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan pekerja rumah tangga atau yang lebih dikenal sebagai pembantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan pekerja rumah tangga atau yang lebih dikenal sebagai pembantu rumah tangga sudah tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia baik di kota-kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum. Pengaturan ini termuat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum. Pengaturan ini termuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara Hukum. Pengaturan ini termuat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peran-peran strategis

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a. bahwa Kota Blitar memiliki

Lebih terperinci

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN 1 HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN Saya akan mengawali bab pertama buku ini dengan mengetengahkan hak pekerja yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak-anak dalam dunia ketenagakerjaan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan menjadi bagian dari sistem hukum kekeluargaan, karena menyangkut kepentingan orang-perorang dalam keluarga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif bagi pihak-pihak tertentu. adalah Yayasan Lembaga Pengkajian Sosial (YLPS) Humana Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif bagi pihak-pihak tertentu. adalah Yayasan Lembaga Pengkajian Sosial (YLPS) Humana Yogyakarta. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan suatu wadah yang dibentuk dan digunakan oleh masyarakat untuk menyampaikan suatu aspirasi ataupun gagasan di dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DI KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DI KABUPATEN BONDOWOSO BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang :

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 I. LATAR BELAKANG Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan hasil survei oleh Badan Pusat Statistik (bps.go.id:

Lebih terperinci

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 1. Pertanyaan : Negara Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan kepada anak yang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang

II TINJAUAN PUSTAKA. Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang 13 II TINJAUAN PUSTAKA A. Sekolah Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senan

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senan tiasa harus kita jaga Karena dalam dirinya melekat harkat, martabat,dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Wahyu Ernaningsih Abstrak: Kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak menimpa perempuan, meskipun tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang umum di Indonesia adalah masalah perekonomian yang tidak merata. Terutama semenjak terjadinya Krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang tua. Seorang anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang tua. Seorang anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan sebuah anugerah yang tidak ternilai bagi setiap orang tua. Kelahiran seorang anak menjadi hal yang paling ditunggu dalam sebuah keluarga. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak dan perlindungannya tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak dan perlindungannya tidak akan pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara mengenai anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, Menimbang : Mengingat a. bahwa anak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2006 NOMOR 6 SERI E NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2006 NOMOR 6 SERI E NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2006 NOMOR 6 SERI E NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

Call Center : 129 : tesa.bali Blog : tesabali.wordpress.com Twiter TESA 129 BALI 2

Call Center : 129 : tesa.bali   Blog : tesabali.wordpress.com Twiter TESA 129 BALI 2 1 Call Center : 129 FB : tesa.bali Email : tesabali129@gmail.com Blog : tesabali.wordpress.com Twiter : @tesabali 2 Pd th 2010 kasus hukum yg melibatkan anak2 di Polda Bali : 148 kasus, diantaranya 56

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR 1.5 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah daratan (tidak memiliki wilayah laut) yang berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci