V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUMBER EMISI GRK Gas rumah kaca (GRK) merupakan suatu gas yang paling dominan di atmosfer bumi yang berkontribusi dalam pemanasan global dan perubahan iklim. Tiga gas utama dalam gas rumah kaca terdiri atas karbon dioksida (CO 2 ), metan (CH 4 ), dan dinitrogen oksida (N 2 O) yang diproduksi dari aktivitas antropogenik, produksi dan pembakaran bahan bakar fosil, kegiatan industri, aktivitas pertanian, penanganan dan pengolahan limbah, dan perubahan penggunaan lahan (Wei et al. 2008). Menurut IPCC (Intergovernmental on Panel Climate Change) menyatakan jika laju emisi gas rumah kaca ini dibiarkan terus tanpa dilakukan tindakan untuk menguranginya, maka suhu global rata-rata akan meningkat dengan laju 0,3 ºC setiap 10 tahun. Trismidianto et al. (2008) menyatakan untuk Indonesia kenaikan suhu hanya sekitar 0 sampa 1 derajat. Sementara skenario lain dengan menggunakan model GCM untuk wilayah Indonesia dihasilkan adanya peningkatan suhu sekitar 0,1 ºC - 0,5 ºC pada tahun 2010 dan tahun 2070 sekitar 0,4 ºC - 3,0 ºC. PG Subang sebagai salah satu industri yang berkontribusi dalam pengeluaran emisi gas rumah kaca (GRK) merupakan industri yang bergerak di bidang pengolahan gula kristal putih. Kapasitas giling PG Subang mencapai TCD (Ton Cane Day). Sumber emisi GRK PG Subang berasal dari pembakaran bahan bakar boiler, penggunaan LPG, penggunaan solar untuk mekanisasi dan pabrikasi, dan pengolahan limbah padat. PG Subang merupakan industri gula yang menggunakan hasil samping berupa bagas sebagai bahan bakar boiler. Bagas dihasilkan dari penggilingan tebu yang jumlahnya makin lama makin meningkat. Menurut rumus Pritzelwitz (Hugot 1986) tiap kilogram ampas dengan kandungan gula sekitar 2,5 % akan memiliki kalor sebesar kkal. Nilai bakar tersebut akan meningkat dengan menurunnya kadar air dan gula dalam ampas. Penerapan teknologi pengeringan ampas yang memanfaatkan energi panas dari gas buang cerobong ketel, menjadikan kadar air ampas turun 40 % akan dapat meningkatkan nilai bakar per kg ampas hingga kkal. Pada realisasinya, bagas yang digunakan sebagai bahan bakar boiler PG Subang memiliki nilai kalor sebesar kkal. Selain bagas, PG Subang juga menggunakan bahan bakar tambahan Industrial Diesel Oil (IDO) untuk memenuhi ketercapaian energi. Konsumsi bahan bakar boiler dalam musim giling (DMG) 2011 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Pemakaian bahan bakar boiler DMG 2011 Bulan Ampas Tebu (ton) IDO (Liter) Mei 8.578, Juni , Juli ,00 0 Agustus , September ,00 0 Oktober 2.396,50 0 Total ,

2 Kebutuhan energi yang besar menyebabkan kebutuhan bahan bakar boiler yang besar. Pembakaran bahan bakar ampas dilakukan untuk menghasilkan sejumlah uap yang akan digunakan untuk menggerakkan turbin alternator sebagai pembangkit listrik untuk PG Subang. Jika energi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar tebu tidak mencukupi, maka pihak PG Subang menggunakan bahan bakar tambahan berupa IDO yang memiliki nilai kalor sebesar kkal/l. Total bagas yang digunakan dalam musim giling 2011 adalah sebesar ,90 ton dan total bahan bakar IDO yang digunakan sebesar liter untuk menghasilkan uap sebesar ,80 ton untuk menghasilkan listrik yang dibutuhkan selama proses produksi gula. Mesin dan peralatan yang digunakan pada PG Subang merupakan mesin yang bekerja secara semi otomatis karena dioperasikan oleh kendali dari pekerja. Mesin dan peralatan yang terdapat pada PG Subang beroperasi dengan sumber tenaga yang berasal dari turbin alternator. Dalam masa giling, seluruh kebutuhan listrik pabrik dan kantor dipenuhi dari listrik yang dihasilkan turbin alternator. Turbin digerakkan oleh tenaga uap yang dihasilkan boiler. Bahan bakar boiler berupa bagas merupakan limbah padat hasil proses penggilingan tebu. Tabel 10. Kebutuhan listrik PG Subang DMG 2011 Kebutuhan Unit/Area kwatt Mesin dan Peralatan Produksi ,70 Alat Operasional ,89 Penggunaan Lampu 10 63,00 Total kebutuhan listrik 5.816,59 Tabel 10 menunjukkan bahwa kebutuhan listrik PG Subang sebesar 5.816,59 kwatt dengan rincinan kebutuhan untuk mesin dan peralatan produksi sebesar 5.662,70 kwatt (Lampiran 4a), kebutuhan untuk alat operasional tambahan sebesar kwatt (Lampiran 4b), dan kebutuhan penggunaan lampu ± 63 kwatt (Lampiran 4c). Gambar 19. Konsumsi listrik PG Subang DMG 2011 Konsumsi listrik yang digunakan oleh PG Subang dalam musim giling tahun 2011 (Gambar 19) menunjukkan terjadinya fluktuasi penggunaan listrik selama bulan Juni-September Penggunaan listrik yang rendah pada awal musim giling tahun 2011, yaitu bulan Mei 2011 dikarenakan hanya 15 hari kerja dalam proses produksi dan penggunaan listrik yang rendah pada akhir musim giling disebabkan pada bulan Oktober hanya 3 hari kerja untuk proses produksi gula. Penyebab lain terjadinya fluktuasi bisa disebabkan oleh jam berenti giling yang berbeda setiap bulannya 36

3 sehingga penggunaan listrik berbeda pula. Penggunaan listrik tertinggi berasal dari mesin dan alat produksi. Jika terjadi jam berhenti giling, mesin dan peralatan produksi ikut berhenti itulah salah satu penyebab adanya fluktuasi penggunaan listrik selama musim giling Total kebutuhan listrik PG Subang selama proses produksi adalah 5,82 MWatt dengan rata-rata konsumsi listrik sebesar 1.084,67 MWh per bulan. Konsumsi listrik berbanding lurus dengan emisi GRK yang dihasilkan dari konsumsi listrik dalam musim giling Sumber energi lain yang digunakan PG Subang selama proses produksi adalah bahan bakar solar. Penggunaan solar di PG Subang dibagi atas dua bagian, yaitu solar untuk bagian mekanisasi dan solar untuk pabrikasi. Solar mekanisasi digunakan sebagai bahan bakar untuk pompa air, traktor pengolahan dan pemeliharaan tanaman, traktor angkut giling, traktor tarikan, dan alat berat yang terus beroperasi selama proses produksi gula berlangsung. Total penggunaan solar mekanisasi sebesar ± liter selama musim giling Solar bagian pabrikasi digunakan untuk mesin-mesin atau peralatan yang memakai bahan bakar solar seperti motor-motor penggerak. Total penggunaan solar pabrikasi sebesar ± liter. Akumulasi penggunaan solar PG Subang dalam musim giling tahun 2011 adalah sebesar ± liter. Tabel 11 menunjukkan konsumsi solar untuk mekanisasi dan pabrikasi dalam musim giling (DMG) Tabel 11. Konsumsi solar PG Subang DMG 2011 Bulan Solar Mekanisasi (L) Solar Pabrikasi (L) Mei Juni Juli Agustus September Oktober Total Penggunaan LPG pada industri juga dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK). PG Subang menggunakan bahan bakar LPG pada proses produksinya. Selama musim giling 2011 penggunaan LPG adalah 800 Kg untuk keperluan bengkel. LPG tidak diikutsertakan dalam proses produksi, maka dari itu pemakaian bahan bakar ini lebih sedikit dari bahan bakar lainnya. LPG yang digunakan pada PG Subang adalah LPG berukuran 50 Kg. Konsumsi LPG PG Subang pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Konsumsi LPG PG Subang DMG 2011 Bulan LPG (Kg) Mei 150 Juni 100 Juli 100 Agustus 350 September 50 Oktober 50 Total

4 Konsumsi energi PG Subang dalam musim giling 2011 berdasarkan sumbernya ditunjukkan pada Gambar 20. Dapat dilihat adanya perbandingan antara konsumsi listrik, LPG, solar pabrikasi dan solar mekanisasi yang berbeda-beda setiap bulannya tergantung pada kebutuhan. Gambar 20. Konsumsi energi PG Subang DMG 2011 Emisi GRK yang dikeluarkan PG Subang tidak hanya berasal dari penggunaan energi listrik, solar mekanisasi, solar pabrikasi, dan LPG tetapi juga berasal dari pengolahan limbah padat. Limbah padat berupa blotong yang dihasilkan PG subang menghasilkan emisi GRK berupa gas dinitrogen oksida (N 2 O) dari kandungan nitrogen di dalamnya. Perbandingan antara gas CO 2 dan N 2 O dimana nilai GWP (Global Warming Potential) atau indeks pemanasan global N 2 O lebih besar dibandingkan dengan CO 2 namun nilai emisinya masih jauh lebih kecil dibanding CO 2. GWP N 2 O adalah 293 artinya 1 N 2 O memantulkan panas dari bumi sama dengan 293 kali CO 2. Limbah padat yang dihasilkan dari proses produksi gula terdiri atas ampas tebu (bagasse), blotong (filter cake) dan abu ketel. Bagas yang berjumlah % per tebu giling berasal dari hasil pemerahan nira pada stasiun gilingan. Blotong merupakan hasil pemisahan kotoran nira dengan cara penyaringan di Rotary Vacum Filter (RVF) pada stasiun pemurnian. Jumlah blotong yang dihasilkan adalah sebesar 3 % tebu giling. Limbah padat yang terahir adalah abu ketel. Abu ketel (2 % ampas digiling) berasal dari sisa pembakaran pada boiler. Bagas yang dibakar pada ruang pembakaran menghasilkan gas karbon yang dikeluarkan ke udara dan abu yang dibuang ke tempat penampungan abu. Jumlah limbah padat yang dihasilkan PG Subang dalam musim giling 2011 ditunjukkan pada Tabel 13. Bulan Tabel 13. Limbah padat PG Subang DMG 2011 Ampas (Kwintal) Blotong (Kwintal) Abu ketel (Kwintal) Mei , , ,54 Juni , , ,08 Juli , , ,75 Agustus , , ,79 September , , ,54 Oktober , , ,22 Total , , ,91 38

5 Limbah padat blotong yang dihasilkan oleh PG Subang makin hari makin menumpuk jumlahnya. Pembuangan blotong dilakukan dengan cara open dumping. Pembuangan ke lahan terbuka ini menyebabkan komponen yang terdapat pada blotong akan terurai dan mencemari udara di lingkungan salah satunya komponen nitrogen. Gas dinitrogen oksida yang dihasilkan oleh proses penguraian nitrogen pada blotong perlu dihitung untuk kemudian dilakukan pengendalian sehingga gas tersebut dapat mengurangi dampak pemanasan global yang dapat ditimbulkan. Menurut Singh et al. (2007) press mud cake atau blotong merupakan sumber nitrogen dan fospor yang bermanfaat untuk digunakan sebagai pupuk untuk pengolahan tanah. Pembuangan blotong secara tidak terkontrol dapat menghasilkan sejumlah material didalamnya menjadi terurai ke udara luar. B. EMISI GAS RUMAH KACA PG SUBANG PG Subang merupakan salah satu industri gula di Indonesia yang ikut serta dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca dari proses produksinya. Emisi GRK yang dikeluarkan PG Subang berasal dari penggunaan bahan bakar pada boiler, penggunaan solar mekanisasi, solar pabrikasi, penggunaan LPG, dan pengolahan limbah padat. Perhitungan emisi GRK dapat dilakukan dengan menghitung konsumsi dari setiap penggunaan energi dan pengolahan limbah yang dilakukan. 1. Emisi GRK dari Penggunaan Energi Kebutuhan energi di pabrik gula dapat dipenuhi oleh sebagian bagas dari gilingan akhir. Sebagai bahan bakar boiler jumlah bagas dari stasiun gilingan adalah sekitar 33 % berat tebu giling dengan kadar air sekitar 50 %. Energi yang digunakan PG Subang adalah energi uap yang berasal dari pemanasan air dengan pembakaran bagas pada ruang bakar boiler sebagai pemanasnya. Gambar 21 menunjukkan perkiraan emisi GRK yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar boiler yang berupa bagas dan Industrial Diesel Oil (IDO). Perhitungan Emisi untuk penggunaan bahan bakar boiler dapat dilihat pada Lampiran 5. Gambar 21. Emisi GRK dari penggunaan bahan bakar boiler DMG 2011 PG Subang memanfaatkan hasil samping bagas untuk digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap. Bagas yang dibakar akan menghasilkan sejumlah energi untuk 39

6 memanaskan air sehingga menghasilkan sejumlah uap. Uap ini kemudian didistribusikan untuk menggerakkan turbin alternator yang merupakan pembangkit listrik PG Subang. Dalam musim giling 2011 kebutuhan energi untuk menghasilkan uap sebesar ton adalah 181,62 x 10 9 kkal namun dari hasil pembakaran bagas hanya 180 x 10 9 kkal yang terpenuhi, maka PG subang menggunakan bahan bakar tambahan berupa IDO untuk memenuhi energi sebesar 1,62 x 10 9 kkal. Total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar boiler pada tahun 2011 adalah sebesar ,57 tco 2. Jumlah emisi yang besar disebabkan oleh besarnya konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah uap yang digunakan sebagai pembangkit listrik maupun proses produksi gula. Sebagai perbandingan jika perhitungan emisi CO 2 dianalisis dengan menggunakan rumus kimia pembakaran karbon maka terlebih dahulu perlu diketahui komponen kimia dari bagas untuk menentukan rumus empiris bagas. Komponen kimia bagas dapat dilihat pada Tabel 14. Komponen Jumlah (%) Tabel 14. Komponen kimia bagas Jumlah (gr) Basis : 100 gr Bobot molekul Mol Perbandingan Karbon (C) 47,9 47,9 12 3,99 7 Hidrogen (H) 6,7 6,7 1 6,70 12 Oksigen (O) 45,4 45,4 16 2,84 5 Sumber : Hugot (1986) Dari perhitungan pada Tabel 14 maka diperoleh hasil rumus empiris untuk bagas adalah C 7 H Rumus empiris bagas akan menentukan persamaan reaksi yang terjadi apabila bagas dibakar dengan penambahan oksigen yang menghasilkan CO 2 dan H 2 O sebagai produk. Persamaan reaksi yang terjadi : C 7 H 12 O 5 + 7,5 O 2 7CO 2 + 6H 2 O Persamaan reaksi pembakaran bagas (C 7 H ) membentuk enam persamaan kimia ekuivalen yang dapat digunakan sebagai faktor konversi dalam perhitungan. Persamaan ekuivalen dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Persamaan ekuivalen dari reaksi pembakaran bagas (C 7 H 12 O 5 ) 1 mol C 7 H = 7,5 mol O 2 1 mol C 7 H = 7 mol CO 2 1 mol C 7 H = 6 mol H 2 O 7,5 mol O 2 = 7 mol CO 2 7,5 mol O 2 = 6 mol H 2 O 7 mol CO 2 = 6 mol H 2 O Jumlah bagas (C 7 H 12 O 5 ) yang dibakar pada proses produksi gula dalam musim giling 2011 sebesar ,90 ton dengan bobot molekul bagas sebesar 176 maka diperoleh ton mol bagas sebesar 575,42 ton. Dari persamaan ekuivalen diperoleh hasil bahwa 1 mol C 7 H 12 O 5 setara dengan 7 mol CO 2. Maka diperoleh 4.027,94 ton mol CO 2 dari pembakaran bagas. Jika dikonversi menjadi ton CO 2 yang dihasilkan maka jumlah ton mol CO 2 dikalikan dengan bobot molekul CO 2 sebesar 44. Perhitungan dengan menggunakan reaksi pembakaran bagas diperoleh hasil ,34 ton CO 2. Nilai 40

7 tersebut tidak terlalu jauh jika dibandingkan dengan perhitungan emisi dengan menggunakan faktor emisi bagas sebesar 0,485 ton CO 2 /MWh. Nilai yang lebih besar dari perhitungan reaksi pembakaran dapat diakibatkan karena semua karbon yang terkandung diasumsikan terkonversi menjadi gas yang terbuang ke udara, namun pada kenyataannya terdapat abu dari pembakarang yang masih mengandung sejumlah karbon yang tidak terbuang langsung ke udara. Dari asumsi tersebut, maka jumlah emisi yang digunakan dalam perhitungan jumlah emisi pabrik keseluruhan menggunakan jumlah emisi yang berasal dari perkalian faktor emisi. Gambar 22 Emisi GRK dari penggunaan bahan bakar LPG dan solar DMG 2011 Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 22 adalah grafik perkiraan emisi GRK yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar LPG dan solar PG Subang dalam musim giling Emisi yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar LPG adalah sebesar 2,51 tco 2. Emisi ini terhitung kecil karena LPG hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk pengelasan dan pemotongan alat bila terdapat alat yang harus diperbaiki. Pada proses produksi gula tidak digunakan bahan bakar gas LPG karena energi yang digunakan berasal dari uap dan listrik. Selain LPG, bahan bakar yang berpotensi mengeluarkan emisi GRK pada PG Subang adalah penggunaan bahan bakar solar. Solar digunakan oleh dua bagian pada PG Subang, yaitu bagian mekanisasi dan bagian pabrikasi. Penggunaan bahan bakar solar mekanisasi menghasilkan emisi GRK sebesar 2.612,06 tco 2 selama musim giling Penggunaan bahan bakar solar pabrikasi menghasilkan emisi GRK yang lebih kecil yaitu 243,39 tco 2. Penggunaan bahan bakar solar yang tinggi disebabkan oleh konsumsi solar yang banyak pada bagianbagian tertentu. Penggunaan solar yang tinggi berasal dari sektor transportasi angkut tebu, transportasi pemeliharaan tanaman dan bahan bakar untuk pompa kebun. Maka diketahui penggunaan bahan bakar lain selain bagas dan IDO yang menghasilkan emisi tertinggi adalah solar mekanisasi. Dari keseluruhan penggunaan solar dan emisi yang dihasilkan maka diperoleh emisi sebesar 2,87 tco 2 /1000 liter solar. Perhitungan Emisi untuk LPG dan solar dapat dilihat pada Lampiran 6a dan 6b. Emisi GRK yang dihasilkan dari penggunaan energi berupa bagas dan IDO (bahan bakar boiler), LPG, solar mekanisasi dan solar pabrikasi akan dijumlahkan untuk mengetahui jumlah emisi setara dengan CO 2 yang dihasilkan oleh PG Subang dalam musim giling Gambar 23 menunjukkan jumlah keseluruhan emisi GRK yang digunakan dari penggunaan bahan bakar. Perhitungan total emisi GRK yang dihasilkan PG Subang dalam musim giling 2011 dapat dilihat pada Lampiran 7. Besarnya total emisi GRK yang dihasilkan PG Subang dari sektor penggunaan energi dipengaruhi oleh besarnya emisi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar pada boiler yaitu sebesar ,93 tco 2 per bulan. Hal ini disebabkan oleh besarnya nilai faktor emisi untuk bahan 41

8 bakar ampas yaitu sebesar 0,485 tco 2 /MWh sehingga pembakaran menghasilkan emisi yang besar. Total emisi GRK yang berasal dari penggunaan energi sebesar ,52 tco 2 setara. Selain itu, kebutuhan bahan bakar pabrik gula dengan kapasitas giling ton tebu per hari untuk menghasilkan sejumlah uap yang dipakai pada proses produksi gula pun terhitung besar sehingga emisi yang dihasilkan sebanding dengan besarnya energi yang digunakan. Gambar 23. Total emisi GRK PG Subang DMG 2011 dari penggunaan energi 2. Emisi GRK dari Pengolahan Limbah Padat Sumber emisi GRK yang dihasilkan dari PG Subang tidak hanya berasal dari konsumsi energi, emisi dapat berasal dari pengolahan limbah padat. Emisi yang dihasilkan dari pengolahan limbah padat berupa gas dinitrogen oksida (N 2 O). Gas dinitrogen oksida memiliki nilai panas 293 kali gas karbon dioksida. Perhitungan emisi GRK yang dihasilkan dari pengolahan limbah padat dapat dilihat pada Lampiran 8a. Emisi gas dinitrogen oksida (N 2 O) yang dihasilkan oleh PG Subang berasal dari pengolahan limbah padat berupa blotong yang tidak terkendali. Blotong merupakan padatan atau kotoran yang terlarut pada nira. Blotong dihasilkan dari proses pemurnian nira dimana nira yang mengandung sejumlah padatan terlarut akan diberikan koagulan untuk memudahkan proses pengendapan. Kotoran yang mengendap tersebut di proses di Rotary Vacum Filter (RVF) kemudian dibuang sebagai hasil samping yang dinamakan blotong. Blotong merupakan limbah padat organik yang masih mengandung sejumlah gula dan bahan lainnya termasuk nitrogen. Limbah blotong yang dihasilkan oleh PG Subang mempunyai volume yang cukup besar tiap harinya sekitar 3 % tebu giling. Selama ini pabrik membuang limbah blotong dengan cara penumpukan pada lahan tanah terbuka (open dumping). Penumpukan tersebut berpotensi menjadikan kandungan yang terdapat dalam blotong akan terurai secara aerob maupun anaerob. Emisi N2O dari tanah merupakan hasil dari proses nitrifikasi dan denitrifikasi yang melibatkan bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter. Nitrifikasi terjadi dalam kondisi aerob sedangkan denitrifikasi berlangsung pada kondisi anaerob. Oleh karena itu, N2O dapat terbentuk pada kondisi aerob maupun anaerob. Menurut Mosier et al. (2004) kandungan nitrogen yang terdapat pada blotong berpengaruh pada timbulnya emisi N 2 O yang dihasilkan. Dalam proses nitrifikasi, ammonium (NH 4 + ) akan dioksidasi menjadi nitrit oleh Nitrosomonas, kemudian nitrit dioksidasi menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter. Melalui denitrifikasi, nitrit kemudian direduksi menjadi N 2. Baik dalam proses nitrifikasi maupun denitrifikasi, dihasilkan N 2 O sebagai produk antara yang keluar ke udara. 42

9 Penumpukan ini yang menyebabkan dihasilkannya emisi N 2 O. Perhitungan emisi N 2 O menggunakan jumlah blotong yang dihasilkan selama musim giling 2011 dikalikan dengan faktor emisi 0,01 kg N 2 O-N/Kg N yang telah ditetapkan oleh IPCC (2006) sebagai faktor emisi untuk limbah padat organik pada lahan. Jumlah blotong yang dihasilkan oleh PG Subang pada tahun 2011 sebesar ,52 ton dengan kandungan nitrogen sebesar 0,76 %. Emisi N 2 O yang dihasilkan dari pengolahan limbah padat sebesar kg N 2 O dengan rata-rata emisi N 2 O sebesar 229,67 per bulan. Total emisi N 2 O yang dihasilkan setara dengan 403,62 ton CO 2 setara. Jika dilihat dari jumlah blotong yang dihasilkan maka diperoleh hasil emisi sebesar 0,12 kg N 2 O/ton blotong. Dimana dalam 1 ton blotong menghasilkan emisi N 2 O sebanyak 0,12 kg. Gambar 24. Perbandingan emisi N 2 O dan CO 2 setara dari pengolahan limbah padat C. TOTAL EMISI GRK PG SUBANG PT PG Rajawali II Unit PG Subang dalam pelaksanaan memproduksi ,675 ton SHS selama musim giling Rendemen yang terkandung pada tebu bernilai 7 dan memiliki kapasitas kualitas produk SHS IA. Hasil samping proses produksi tebu berupa tetes tebu (molases) sekitar 5 % tebu, blotong 3 % tebu, dan ampas sekitar % tebu. PG Subang memiliki kapasitas giling sekitar ton tebu per hari. Total emisi GRK keseluruhan sebesar ,14 tco 2 setara. Jika dilihat dari total emisi dan jumlah produk yang dihasilkan maka diperoleh nilai emisi sebesar 4,54 tco 2 /ton produk dengan kata lain setiap memproduksi 1 ton gula SHS emisi GRK yang dihasilkan sebesar 4,54 tco 2 setara. Rincian perhitungan total emisi GRK PG Subang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Total emisi GRK PG Subang DMG 2011 Jenis Sumber Jumlah Emisi (tco 2 ) Bahan Bakar Boiler ,57 Solar 2.855,45 LPG 2,51 Limbah Padat 403,62 Total CO 2 e (ton) ,15 Total gula SHS (ton) ,68 Total tebu digiling (ton) ,90 Emisi CO 2 /Produk (tco 2 /ton produk) 4,54 Emisi CO 2 /tebu digiling (tco 2 /ton tebu) 0,31 43

10 Sektor industri merupakan sektor paling besar dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca yang kini sedang marak diperbincangkan akibat perubahan iklim dan pemanasan global yang terjadi. Menurut Putt del pino dan Bhatia (2002) sektor industri berpotensi menyumbang emisi GRK sebesar 29,3 % disusul dengan transportasi sebesar 26,8 %, sektor perumahan atau tempat tinggal 19,4 %, sektor komersil 15,6 % dan sektor pertanian 8 %. Menurut Maraseni et al. (2010) industri kain katun di Australia menghasilkan emisi sebesar 2,67 tco 2 setara/ ton produk. Jika dibandingkan dengan emisi yang dihasilkan PG Subang sebesar 4,54 tco 2 setara/ ton gula maka nilai emisi yang dihasilkan tidak terlalu berbeda secara signifikan dari sektor emisi yang dihasilkan oleh suatu industri. Menurut Zen (2007) bahwa pabrik kelapa sawit dengan kapasitas olah 45 ton TBS dan mengolah ton TBS per tahun diperkirakan menghasilkan tco 2 setara per tahun, maka diperoleh hasil emisi sebesar 0,10 tco 2 /ton TBS. Jika dihitung berdasarkan jumlah ton tebu yang digiling selama musim giling 2011 maka PG Subang menghasilkan emisi sebesar 0,31 tco 2 /ton tebu. Konversi total emisi N 2 O selama musim giling 2011 adalah sebesar 403,62 tco 2 setara dari pengolahan limbah padat. Gambar 25 yang menunjukkan grafik perbandingan total emisi yang dihasilkan oleh PG Subang selama musim giling 2011 dari penggunaan energi dan pengolahan limbah industri dengan nilai keseluruhan setara CO 2. Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa emisi yang paling besar adalah emisi dari penggunaan energi terutama dari penggunaan bahan bakar boiler. Gambar 25. Perbandingan emisi GRK yang dihasilkan dari penggunaan energi dan pengolahan limbah. Pada penelitian ini diketahui bahwa emisi yang paling banyak dihasilkan dari emisi tidak bergerak yang berasal dari cerobong asap pabrik dan pengolahan limbah padat yaitu 93 % dari total keseluruhan emisi yang dihasilkan PG Subang. Sementara emisi bergerak yang berasal dari emisi transportasi, lebih kecil dengan presentase hanya 3 %. Data tersebut disajikan pada diagram berikut (Gambar 26). Gambar 26. Persentase emisi GRK PG Subang DMG

11 Pabrik gula Subang merupakan perusahaan yang terintegrasi antara pabrik, kantor, dan lahan tanam tebu karena masih dalam satu lingkup besar. Emisi yang dikeluarkan oleh pabrik sebagai hasil samping dari proses produksi akan diserap kembali oleh tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis selama tanaman tebu tumbuh. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan jumlah karbon yang diserap oleh tanaman. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah biomasa yang terdapat pada tebu selama masa pertumbuhan sampai akhir panen. Data berat tebu selama musim giling 2011 dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Data berat tebu DMG 2011 Komponen Jumlah Bibit (ton/ha) 11,00 Luas areal lahan (ha) 5.016,47 Total jumlah bibit (ton) ,17 Total tebu dihasilkan (ton) ,32 Jumlah Biomassa tebu ,15 Berat tebu yang meningkat dalam masa pertumbuhan dinyatakan sebagai penyerapan beberapa komponen dari lingkungan tempat tebu tumbuh yang nantinya akan terbentuk menjadi komposisi yang terkandung dalam tebu. Komposisi terbesar dalam tebu yang mengandung karbon adalah sukrosa dan serat. Serat dapat disetarakan dengan ampas tebu yang dihasilkan. Komposisi kandungan tebu dapat dilihat pada Tabel 18. Table 18. Komposisi kandungan tebu Komponen Komposisi (%) Sukrosa Gula pereduksi 0,5-1,5 Senyawa organik 0,15-0,5 Asam organik 0,15 Serat Zat warna 6-9 Air (H 2 O) Sumber: Soemarno (1977). Penyerapan karbon dari tanaman tebu dapat dihitung dari jumlah komposisi tebu yang mengandung karbon. Jumlah biomassa tebu sampai akhir panen sebesar ,15 ton dengan kandungan sukrosa sebanyak 19 % dan serat 19 %. Dari persentase tersebut dapat diketahui bahwa kandungan sukrosa tebu sebesar ,01 ton dan serat sebesar ,01 ton. Menurut Hugot (1986) bahwa sukrosa memiliki rumus kimia C 12 H 22 O 11 dan serat C 14 H 24 O 10. Komponen karbon pada rumus kimia sukrosa adalah sebesar 12 dan komponen karbon bagas pada rumus kimia serat 14. Maka diperoleh hasil bahwa karbon yang terkandung sebagai sukrosa adalah sebesar ,55 ton C dan yang terkandung dalam serat sebesar ,01 ton C. Keseluruhan karbon yang terserap oleh tanaman tebu yang terdapat pada sukrosa dan serat selama pertumbuhan adalah sebesar ,56 ton C yang berasal dari CO 2 di lingkungan. 45

12 D. PELUANG PENURUNAN EMISI GRK PG SUBANG Industri gula memiliki beberapa peluang untuk melakukan penurunan emisi GRK yang dihasilkan. Opsi yang dapat diberikan sebagai upaya dalam menurunkan emisi gas rumah kaca PG Subang dapat berupa pengurangan penggunaan bahan bakar IDO dan pemanfaatan limbah padat blotong sebagai pupuk kompos. 1. Pengurangan Bahan Bakar Industrial Diesel Oil (IDO) Secara umum industri merupakan sektor yang akan menghasilkan emisi gas CO 2 terbesar. Hal ini disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang besar untuk kebutuhan energi di industri. Emisi gas rumah kaca yang semakin meningkat menyebabkan pemanasan global. Untuk itu perlu dilakukan upaya penurunan emisi gas rumah kaca. Penurunan emisi gas rumah kaca dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain penghematan energi dan diversifikasi energi. Diversifikasi energi atau penggantian bahan bakar dengan jenis energi lain, bertujuan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar yang mempunyai kandungan karbon tinggi dengan jenis energi yang mempunyai kandungan karbon rendah atau tanpa kandungan karbon. Subtitusi energi adalah upaya untuk mengganti energi yang ada dengan jenis energi lain yang lebih murah, mudah secara teknis dan tanpa mengurangi kinerja alat. Salah satunya adalah penggunaan bahan bakar dari biomassa. Bahan bakar biomassa walaupun mempunyai kandungan karbon yang cukup tinggi, tetapi CO 2 yang dihasilkan dianggap dihisap kembali oleh tanaman yang sedang tumbuh sehingga emisinya dianggap 0 atau tanpa emisi. Hal ini disebabkan pohon dianggap merupakan zink atau penyerap CO 2 hanya pada masa pertumbuhan (0 sampai 12 tahun). Pemanfaatan teknologi rendah karbon sebagai pengganti bahan bakar fosil secara drastis akan mengurangi pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer (Boedoyo 2008). Limbah bagas merupakan salah satu biomassa yang dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan energi dari limbah biomassa yang saat ini sedang dikembangkan sangat diperlukan oleh industri-industri yang suplai energinya bergantung pada bahan bakar minyak (BBM). Pemanfaatan limbah bagas sebagai bahan bakar dilaksanakan oleh keseluruhan pabrik gula di Indonesia. Mengingat begitu banyak limbah bagas yang dihasilkan, maka ampas tebu akan memberikan nilai tambah tersendiri bagi pabrik gula karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembangkit bakar ketel uap. Kebutuhan limbah bagas ini digunakan sebagai bahan bakar boiler penghasil uap air (steam) untuk proses penggilingan gula dan pembangkit listrik untuk kebutuhan pabrik. Beberapa tanaman berpotensi menghasilkan limbah biomassa yang dapat dimanfaaatkan sebagai bahan bakar alternatif (Tabel 19). Tabel 19. Jenis tanaman dan limbah biomassa Jenis Tanaman Jenis Limbah Biomassa Kelapa sawit Tandan kosong, cangkang, dan fibre Tebu Ampas tebu/bagas Karet Kulit batang Kelapa Tempurung, sabut Kayu Kulit kayu, serbuk kayu Padi Sekam padi Ketela pohon Batang, daun, ranting, kulit umbi Jagung Tongkol jagung, daun, batang Sumber : Bahrin et al. (2011) 46

13 PG Subang menggunakan ampas sebagai bahan bakar boiler yang merupakan biomassa dari hasil penggilingan. Pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak negatif baik pencemaran udara akibat partikulat yang berterbangan maupun emisi yang dihasilkan. Pada tahun 2011 PG Subang memiliki target ampas sebesar ,00 ton namun pada realisasinya hanya ,90 ton ampas yang dihasilkan. Energi yang diperlukan untuk proses produksi gula PG Subang tahun 2011 adalah 181,62 x 10 9 kkal namun realisasi energi yang dihasilkan oleh pembakaran ampas hanya 180 x 10 9 kkal. PG Subang kekurangan 1,62 x 10 9 kkal untuk memproduksi gula. Ketidaktercapaian tersebut menyebabkan PG Subang memerlukan bahan bakar tambahan berupa IDO untuk memenuhi energi yang dibutuhkan. Jumlah IDO yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Data PG Subang DMG 2011 Uraian Satuan Target Realisasi Tebu giling ton , ,88 Ampas tebu ton , ,90 Uap/tebu % 45,00 58,94 Uap dihasilkan ton , ,80 Uap digunakan ton , ,70 IDO L ,00 IDO merupakan bahan bakar minyak yang digunakan untuk jenis mesin diesel putaran sedang atau lambat dengan kecepatan ( rpm), atau dapat juga digunakan sebagai bahan bakar pada pembakaran langsung di dalam dapur (furnace) boiler. IDO yang digunakan pada sektor industri hampir setara dengan solar yang digunakan untuk motor-motor diesel, maka dari itu potensi sebagai penghasil emisi CO 2 terhitung besar. Tahun 2011 PG Subang menggunakan bahan bakar IDO untuk memenuhi kebutuhan energi sebanyak liter. Jika dikonversi menjadi CO 2, maka dihasilkan 500 ton CO 2. Pengurangan penggunaan bahan bakar IDO akan menurunkan emisi CO 2 dari penggunaan bahan bakar boiler. Bila diasumsikan penurunan penggunaan IDO sebesar 50 % dapat digantikan dengan penggunaan bagas, maka emisi yang turun adalah sebesar 250 ton CO 2 dari emisi bahan bakar fosil yang akan digantikan dengan bahan bakar biomassa. Energi yang dihasilkan dari penggunaan IDO akan diganti dengan energi yang berasal dari bahan bakar bagas sehingga emisi yang dihasilkan lebih ramah lingkungan. Emisi keseluruhan yang berkurang jika peluang ini digunakan adalah 0,02 tco 2 / ton produk. Upaya penurunan ini dapat dilakukan dengan pengendalian dan optimalisasi penggilingan tebu pada stasiun gilingan. Proses penggilingan yang optimum dapat menghasilkan ampas tebu (bagas) yang memiliki kadar air yang rendah sehingga bagas yang dihasilkan tidak basah. Bagas kering lebih mudah terbakar dibandingkan bagas yang basah dengan nilai kalor yang lebih tinggi. Selain itu upaya pengendalian dapat dilakukan dari penambahan air imbibisi. Air imbibisi yang ditambahkan pada saat proses penggilingan akan tergabung bersama nira untuk kemudian didistribusikan ke stasiun berikutnya. Penambahan air imbibisi yang berlebihan akan memberatkan beban kerja pada stasiun penguapan dimana air tersebut harus dihilangkan untuk menaikkan kadar brix nira. Untuk menguapkan air banyak terkandung dalam nira dibutuhkan uap dalam jumlah yang besar. Hal ini berdampak pula pada kerja boiler sebagai mesin penghasil uap. Kebutuhan uap yang besar menjadikan boiler membutuhkan konsumsi bahan bakar yang besar pula. Maka dari itu efisiensi penggunaan uap berpotensi pada pengurangan bahan bakar boiler yaitu bagas dan IDO. Jumlah bagas 47

14 yang dibutuhkan untuk menggantikan bahan bakar tambahan IDO sebesar 466,03 ton. Penghematan biaya produksi yang didapatkan dari penghilangan pemakaian IDO untuk bahan bakar boiler adalah sebesar Rp per tahun dengan harga IDO untuk PG Subang sebesar Rp per liter. Emisi gas CO 2 dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara merupakan parameter terbesar yang bertanggung jawab terhadap terjadinya pemanasan global. Sehingga perlu upaya yang nyata bagaimana mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca (CO 2 ) salah satunya adalah menggunakan bahan bakar alternatif seperti biomassa ampas tebu. Menurut Bahrin et al. (2011) potensi energi terbarukan yang cukup besar dan belum banyak dimanfaatkan adalah biomassa. Biomassa adalah bahan organik yang berasal dari tumbuhan atau hewan. Sebagian besar biomassa berasal dari tumbuhan yang mengandung energi tersimpan dari matahari yang diserap pada waktu tanaman tumbuh dalam proses yang disebut fotosintesis. 2. Pemanfaatan Limbah Padat sebagai Pupuk Kompos Limbah padat blotong merupakan hasil endapan (limbah pemurnian gula) sebelum dikristalkan menjadi gula pasir. Bentuknya seperti tanah berpasir berwarna hitam, memiliki bau tak sedap jika dalam kondisi basah. Bila tidak segera dikeringkan akan menimbulkan sejumlah panas dan bau yang menyengat (Hamawi 2005). Limbah padat yang dihasilkan pabrik gula mempunyai volume yang cukup besar tiap harinya berupa blotong yang dihasilkan sejumlah 3 % tebu. Selama ini pabrik membuang limbahnya dengan cara penumpukan di lahan terbuka (open dumping). Pembuangan secara penumpukan tanpa pengelolaan lebih lanjut dapat menyebabkan gangguan lingkungan dan bau tidak sedap. PG Subang menyediakan sejumlah lahan kosong sebagai tempat pembuangan limbah padat blotong. Oleh masyarakat sekitar limbah blotong yang dibuang diambil secara cuma-cuma digunakan untuk keperluan lain. Jumlah blotong yang tertumpuk makin hari makin meluas sehingga berpotensi sebagai penghasil emisi N 2 O yang berdampak pada pemanasan global. Maka dilakukan alternatif lain untuk menangani limbah padat yaitu dengan pengomposan blotong. Firmansyah (2010) menyatakan bahwa pengomposan adalah proses pelapukan (dekomposisi) sisa-sisa bahan organik secara biologi yang terkontrol menjadi bahan-bahan yang terhumuskan. Proses pengomposan membutuhkan beberapa kondisi terkontrol, salah satunya adalah C/N rasio. Nilai C/N rasio yang ideal untuk pembuatan kompos adalah sebesar : 1 (nilai C sebesar dan N sebesar 1). Blotong merupakan salah satu bahan yang dapat dibuat kompos dengan nilai kandungan nitrogen sebesar 0,76 %. Komposisi kimia blotong dapat dilihat pada Tabel 21. Tablel 21. Komposisi kimia blotong Kandungan ( %) Kadar Air 47,33 Carbon (C) 10,68 Nitrogen (N) 0,76 N-NO 3 6,14 N-NO 2 0,49 Rasio C/N 0,08 Sumber : Agastirani (2011) Jumlah blotong yang dihasilkan PG Subang (Tabel 19) dari proses pemurnian terhitung banyak, namun pihak PG Subang belum memanfaatkan blotong tersebut dengan baik. Jumlah limbah 48

15 yang tidak diolah lama kelamaan jumlahnya akan semakin meningkat dan berpotensi mencemari lingkungan sekitar. Jumlah limbah padat dalam musim giling 2011 dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Jumlah limbah padat blotong PG Subang DMG 2011 Bulan Blotong (Kwintal) Mei ,45 Juni ,47 Juli ,52 Agustus ,92 September ,97 Oktober 2.007,85 Total ,18 Pemanfaatan blotong sebagai kompos sejalan dengan pemanfaatan limbah pabrik gula yang dihasilkan dari pengolahan tebu dan dibuang begitu saja. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Volume blotong yang dihasilkan dapat menyusut menjadi 1/3 bagian dari volume awal. Hal tersebut menyebabkan penyusutan pula pada material yang dikandung di dalamnya, termasuk kandungan nitrogen pada blotong. Secara rinci, Isroi (2008) menjelaskan bahwa proses pengomposan sederhana terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Pada awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Hal yang sama terjadi pada perubahan ph kompos yang semakin meningkat. Suhu akan meningkat hingga di atas ºC. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu dan mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Setelah sebagian besar bahan organik terurai, suhu akan mengalami penurunan secara bertahap. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai % dari volume/bobot awal bahan (Isroi 2008). Hasil samping padat pabrik gula yang memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber bahan organik yaitu blotong. Blotong sangat berguna dalam usaha memperbaiki sifat fisik tanah, sehingga daya menahan airnya meningkat. Jumlah blotong berkisar antara 4-5 % berat tebu dan untuk tiap ton blotong berkadar air 70 % mengandung hara setara dengan 28 kg ZA, 22 kg TSP, dan 1 kg KCl (Suhadi et al. 1988). Hasil penelitian Mulyadi (2000) menyatakan bahwa pemberian blotong nyata meningkatkan tinggi tebu, diameter tebu, diameter batang, jumlah tanaman per rumpun, dan bobot kering tebu bagian atas berumur 4 bulan dengan dosis efektif 40 ton/ha. Parinduri (2005) menyatakan pemberian dosis 20 ton/ha blotong saja dapat meningkatkan jumlah anakan, luas daun, bobot kering tajuk, dan bobot kering tanaman tebu terhadap control pada umur 3,5 bulan berturut-turut 11,02 %, 20,43 %, 8,43 %, dan 5,33 %. Fathir (2007) menambahkan bahwa penggunaan kompos blotong belum nyata meningkatkan serapan hara pada tanaman. Namun, pemberian kompos blotong dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara. Pemberian kompos blotong tidak nyata meningkatkan sifat kimia tanah tetapi meningkatkan unsur N dalam tanah dan basa Ca dibandingkan tanpa kompos blotong. Dosis 7,5 ton/ha sampai 10 ton/ha kompos blotong menghasilkan sifat kimia tanah optimum bagi ketersediaan hara dalam tanah. Apabila merujuk pada kajian-kajian tersebut dan ketersediaannya, blotong memiliki potensi yang besar sebagai sumber bahan organik tanah. 49

16 Jumlah blotong yang dihasilkan PG Subang selama 2011 sebesar ,52 ton dengan asumsi massa jenis blotong 1,50 ton/m 3 maka diperoleh volume blotong sebesar 7.689,68 m 3. Penyusutan volume setelah pengomposan adalah sebesar 3.844,85 ton. Emisi N 2 O yang hilang akibat pengomposan adalah sebesar 459,18 kg N 2 O atau setara dengan 134,54 ton CO 2 setara. Emisi N 2 O yang tersisa karena pengolahan blotong menjadi kompos sebesar 269,08 ton CO 2 setara. Jika peluang ini digunakan oleh perusahaan maka emisi yang dihasilkan akan berkurang menjadi 4.52 tco 2 setara/ton gula. Pengurangan emisi keseluruhan yang dihasilkan sebesar 0,02 tco 2 setara/ton gula. 50

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. PELAKSANAAN PENELITIAN 1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di PT PG Rajawali II Unit PG Subang, Kecamatan Purwadadi, Subang, Jawa Barat. Tempat penelitian merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di Indonesia dengan komoditas utama yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO). Minyak sawit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Perkembangan kebutuhan energi dunia yang dinamis di tengah semakin terbatasnya cadangan energi fosil serta kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia dengan jumlah produksi pada tahun 2013 yaitu sebesar 27.746.125 ton dengan luas lahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu demi waktu kini industri baik industri rumahan maupun pabrik semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri meskipun letaknya dekat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat untuk mengatasi masalah energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (inframerah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi sehingga tidak dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1964 perusahaan NV My Handle Kian Gwan diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang bernama PT. Perusahaan Perkembangan Ekonomi Nasional (PPEN)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Januari 2010, Halaman 43 54 ISSN: 2085 1227 Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang sangat potensial dan berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia telah menyumbang

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan sampah yang diolah tidak seimbang. Sampah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian di Indonesia berpeluang besar dalam peningkatan perekonomian rakyat dan pembangunan perekonomian nasional.adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengangkutan Pengangkutan adalah kegiatan memindahkan padi setelah panen dari sawah atau rumah ke Pabrik Penggilingan Padi (PPP). Tingkat kehilangan hasil dalam tahapan pengangkutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Selama ini Indonesia menggunakan BBM (Bahan Bakar Minyak) sebagai sumber daya energi primer secara dominan dalam perekonomian nasional.pada saat ini bahan bakar minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan bakar adalah suatu materi yang dapat dikonversi menjadi energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan transportasi, industri pabrik, industri

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IDENTIFIKASI SIKLUS HIDUP GULA Siklus hidup gula terjadi pada proses produksi gula di pabrik, yaitu mulai dari tebu digiling hingga menjadi produk gula yang siap untuk dipasarkan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. Provinsi Lampung pada tahun 2013 memiliki luas panen untuk komoditi singkong sekitar 318.107 hektar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta sekarang ini sudah menjadi penarik tersendiri bagi penduduk luar Kota Yogyakarta dengan adanya segala perkembangan di dalamnya. Keadaan tersebut memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pada mulanya diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan kegiatan yang melebihi kemampuannya. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI Yunus Zarkati Kurdiawan / 2310100083 Makayasa Erlangga / 2310100140 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Kegiatan industri gula terdiri dari kegiatan proses produksi dan kegiatan unit-unit operasi. Kegiatan proses produksi berlangsung pada proses penggilingan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan terhadap energi terus meningkat untuk menopang kebutuhan hidup penduduk yang jumlahnya terus meningkat secara eksponensial. Minyak bumi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perkebunan tahun 2008 di Indonesia terdapat seluas 7.125.331 hektar perkebunan kelapa sawit, lebih dari separuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Millenium yang ketiga ini manusia tidak pernah jauh dari bangunan yang terbuat dari Beton. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya jumlah kendaraan bermotor merupakan konsumsi terbesar pemakaian bahan bakar dan penghasil polusi udara terbesar saat ini. Pada 2005, jumlah kendaraan bermotor

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Pemanasan global yang semakin meningkat menuntut industri peternakan untuk ikut serta dalam upaya penurunan emisi gas. Penurunan emisi gas dengan metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi secara global sekarang disebabkan oleh ketimpangan antara konsumsi dan sumber energi yang tersedia. Sumber energi fosil yang semakin langka

Lebih terperinci

Potensi Pencemaran Lingkungan dari Pengolahan Sampah di Rumah Kompos Kota Surabaya Bagian Barat dan Pusat

Potensi Pencemaran Lingkungan dari Pengolahan Sampah di Rumah Kompos Kota Surabaya Bagian Barat dan Pusat Potensi Pencemaran Lingkungan dari Pengolahan Sampah di Rumah Kompos Kota Surabaya Bagian Barat dan Pusat Oleh: Thia Zakiyah Oktiviarni (3308100026) Dosen Pembimbing IDAA Warmadewanthi, ST., MT., PhD Latar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Serat buah kelapa sawit (mesocarp), seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1 yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan diindonesia oleh pemerintah kolonial belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada 4 batang bibit kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis-Jenis Proses Proses pembuatan pulp adalah pemisahan lignin untuk memperoleh serat (selulosa) dari bahan berserat. Oleh karena itu selulosa harus bersih dari lignin supaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Metana CH 4 dan dinitrogen oksida (N 2 O) adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer (WMO 1995). Konsentrasi CH 4 dan N 2 O

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PEMANASAN GLOBAL

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PEMANASAN GLOBAL II. TINJAUAN PUSTAKA A. PEMANASAN GLOBAL Pemanasan global (Global Warming) adalah kejadian meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan dataran bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG

RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG RANCANG BANGUN TUNGKU PIROLISA UNTUK MEMBUAT KARBON AKTIF DENGAN BAHAN BAKU CANGKANG KELAPA SAWIT KAPASITAS 10 KG Idrus Abdullah Masyhur 1, Setiyono 2 1 Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasila,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Penyediaan energi listrik secara komersial yang telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Energi fosil khususnya minyak bumi merupakan sumber energi utama dan sumber devisa negara bagi Indonesia. Kenyataan menunjukan bahwa cadangan energi

Lebih terperinci

TEBU. (Saccharum officinarum L).

TEBU. (Saccharum officinarum L). TEBU (Saccharum officinarum L). Pada awal abad ke-20 Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor gula nomor dua terbesar di dunia setelah Kuba, namun pada awal abad ke-21 berubah menjadi negara pengimpor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar mata pencarian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar mata pencarian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar mata pencarian penduduk adalah petani. Keberlangsungan pada sektor pertanian dipengaruhi oleh sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Pendirian Pabrik Sejarah Perkembangan Pabrik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Pendirian Pabrik Sejarah Perkembangan Pabrik BAB I PENDAHULUAN PT. PG Candi Baru adalah salah satu pabrik gula di Indonesia yang menghasilkan gula kristal putih (GKP) jenis Superior Hooft Suiker IA (SHS IA) sebagai produk utamanya. Hasil samping

Lebih terperinci

KLOROFIL XII - 1 : 25 29, Juni 2017 ISSN

KLOROFIL XII - 1 : 25 29, Juni 2017 ISSN RESPON PERTUMBUHAN STEK TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP JENIS DAN TAKARAN PUPUK ORGANIK Lendri Yogi, Gusmiatun, Erni Hawayanti Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan mesin pada awalnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

Karakteristik Pembakaran Briket Arang Tongkol Jagung

Karakteristik Pembakaran Briket Arang Tongkol Jagung Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 1, No. 1, November 2009 15 Karakteristik Pembakaran Briket Arang Tongkol Jagung Danang Dwi Saputro Jurusan Teknik Mesin, Universitas Negeri Semarang Abstrak : Potensi biomass

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin menipisnya sumber daya alam yang berasal dari sisa fosil berupa minyak bumi diakibatkan karena kebutuhan manusia yang semakin meningkat dalam penggunaan energi.

Lebih terperinci

Ilmu Tanah dan Tanaman

Ilmu Tanah dan Tanaman Ilmu Tanah dan Tanaman Pupuk dan Kesuburan Pendahuluan Pupuk adalah semua bahan yang ditambahkan kepada tanah dengan tujuan memperbaiki sifat fisis, sifat kimia, dan sifat biologi tanah. Sifat fisis tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui (non renewable ). Jumlah konsumsi bahan bakar fosil baik

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui (non renewable ). Jumlah konsumsi bahan bakar fosil baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Bahan bakar fosil adalah termasuk bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui (non renewable ). Jumlah konsumsi bahan bakar fosil baik minyak bumi, gas alam, ataupun

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP CO-GENERATION DALAM PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PENERAPAN KONSEP CO-GENERATION DALAM PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PENERAPAN KONSEP CO-GENERATION DALAM PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Benny Nafariza Program Studi Energy Security Universitas Pertahanan Indonesia email: bennynafariza@gmail.com

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan sektor yang berperan dalam meningkatkan pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun demikian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Joko Triyanto, Subroto, Marwan Effendy Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahan bakar minyak dan gas semakin penting dalam berbagai kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Oleh karena nya, kebutuhan dan konsumsi bahan bakar minyak dan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Pengembangan Teknologi Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sampah Organik Menggunakan Media Pemurnian Batu Kapur, Arang Batok Kelapa, Batu Zeolite Dengan Satu Tabung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat menyebabkan permintaan energi semakin meningkat pula. Sektor energi memiliki peran penting dalam rangka mendukung kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik menjadi kebutuhan utama manusia baik sektor rumah tangga, industri, perkantoran, dan lainnya. Kebutuhan energi terus meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat

Lebih terperinci

Karakteristik Limbah Padat

Karakteristik Limbah Padat Karakteristik Limbah Padat Nur Hidayat http://lsihub.lecture.ub.ac.id Tek. dan Pengelolaan Limbah Karakteristik Limbah Padat Sifat fisik limbah Sifat kimia limbah Sifat biologi limbah 1 Sifat-sifat Fisik

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sementara produksi energi khususnya bahan bakar minyak yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Sementara produksi energi khususnya bahan bakar minyak yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk, kemajuan teknologi, dan peningkatan perekonomian menyebabkan peningkatan konsumsi energi di Indonesia. Sementara produksi energi khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti

Lebih terperinci

Arang Tempurung Kelapa

Arang Tempurung Kelapa Arang Tempurung Kelapa Mengapa harus arang tempurung? Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama minyak tanah, membuat masyarakat mencari alternatif lain untuk keperluan memasak. Salah satu yang

Lebih terperinci