V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Evaluasi Lahan TPA Galuga dan Kawasan Sekitarnya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Evaluasi Lahan TPA Galuga dan Kawasan Sekitarnya"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Evaluasi Lahan TPA Galuga dan Kawasan Sekitarnya Menilai suatu lahan/lokasi sesuai atau tidak dijadikan sebagai lahan untuk TPA memerlukan kaidah-kaidah ilmiah baik dari aspek fisik, lingkungan, dan sosial-ekonomi. Kajian ilmiah yang dijadikan sebagai indikator pembangunan dan penempatan suatu TPA di suatu tempat tidak terlepas dari peran semua pihak terutama pemerintah sebagai instansi tertinggi. Selain harus memenuhi persyaratan lingkungan, pengelola tempat pembuangan akhir sampah juga harus memperhatikan upaya-upaya alternatif terkait dengan pengelolaan sampah terencana dari hulu ke hilir. Evaluasi lahan untuk TPA Galuga dan kawasan sekitarnya berpedoman kepada kriteria yang ditentukan dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), dan Widiatmaka et al. (2004). Parameter utama seperti kesesuaian lahan untuk lokasi tempat pembuangan akhir sampah berbasis daya dukung lahan dan lingkungan provinsi DKI (Lampiran 12-17) meliputi: geologi, topografi/fisiografi, jenis tanah, tekstur tanah, drainase, dan penggunaan lahan, kriteria atau parameter lainnya juga harus diperhatikan. Kriteria kesesuaian lahan untuk tempat pembuangan sampah secara terbuka (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007) diantaranya adalah: ancaman banjir, kedalaman sampai hamparan batuan, kedalaman sampai padas keras, permeabilitas, muka air tanah meliputi apparent dan perched, kemiringan lereng, serta longsor menjadi kriteria lahan lainnya yang menjadi kajian. Kriteria ini dinilai sangat penting untuk dijadikan referensi pembangunan suatu TPA. Berdasarkan parameter tersebut, penilaian lahan atau evaluasi lahan di TPA Galuga dan kawasan sekitarnya dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, yaitu: lokasi/lahan yang sangat memenuhi syarat (S1), lokasi/lahan yang cukup memenuhi syarat (S2), lokasi/lahan yang memenuhi syarat secara marginal (S3), dan di luar lokasi-lokasi yang tidak memenuhi syarat (N). Secara umum, pemberian harkat kelas kesesuaian lahan untuk kawasan TPA Galuga dan kawasan sekitarnya disajikan pada Tabel

2 5.1.1 Evaluasi Lahan TPA Galuga dan Kawasan Sekitarnya Berdasarkan Geologi/Bahan Induk Bahan induk banyak mempengaruhi sifat tanah dengan tingkat yang bervariasi. Secara umum, semakin muda tanah semakin besar pengaruh bahan induk. Pada tanah muda pengaruh bahan induk tampak jelas terhadap tekstur. Namun, hal ini tidak berlaku pada tanah-tanah yang sudah berkembang lanjut. Kriteria berdasarkan geologi/bahan induk dinilai penting dijadikan sebagai kriteria lahan untuk tempat pembuangan akhir sampah karena lahan tersebut relatif harus kedap air untuk mencegah terjadinya kontaminasi air bawah tanah. Kawasan TPA Galuga dan sekitarnya memiliki bahan induk tuf andesit. Bahan induk tuf andesit merupakan bahan induk yang berasal dari tuf volkan intermedier yang bersifat andesit. Tanah dengan bahan induk ini relatif memiliki struktur yang kuat dan tekstur yang cenderung halus. Berdasarkan Widiatmaka et al. (2004) lahan dengan bahan induk tuf andesit dikelaskan pada lahan kelas S1 (sangat sesuai) untuk dijadikan sebagai TPA (Lampiran 12). Berdasarkan hal itu, lahan TPA Galuga dan kawasan sekitarnya dinilai sangat sesuai (S1), karena bahan induk tuf andesit cukup mampu menahan hasil dekomposisi sampah Evaluasi Lahan TPA Galuga dan Kawasan Sekitarnya Berdasarkan Topografi/Fisiografi Kesesuaian topografi/fisiografi didasarkan pada kondisi fisik wilayah baik faktor ketinggian maupun kemiringan lereng. Topografi/fisiografi perlu diperhatikan dalam penentuan pembangunan suatu lokasi TPA. Bentuk wilayah akan mempengaruhi tingginya gunungan sampah atau timbunan sampah. Fisiografi datar sangat sesuai dijadikan sebagai lokasi TPA karena pertimbangan lingkungan dan aksesibilitas. Sebaliknya, jika topografi wilayah curam atau terjal maka akan rawan terjadinya longsor baik longsor dari gunungan sampah maupun longsor dari lahan. Lokasi TPA sebaiknya tidak berada pada daerah cekungan, karena wilayah dengan karakteristik topografi seperti ini apabila terjadinya 54

3 genangan dari air limbah sampah maka akan mudah menimbulkan pencemaran di lingkungan sekitar. Kawasan TPA Galuga berada pada ketinggian mdpl (Gambar 11) dengan tingkat kemiringan lereng <15% (Gambar 12). Artinya, kawasan TPA Galuga berada pada fisiografi agak miring/bergelombang. Analisis terhadap kondisi eksisting lahan dilakukan di 3 (tiga) titik pengamatan di sekitar TPA Galuga. Titik-titik tersebut dinilai cukup mewakili dari lokasi areal TPA Galuga secara keseluruhan. Titik tersebut yaitu T2IPS, T3IPS, dan T4IPS (Gambar 17). Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis peta ketinggian dan peta lereng Desa Galuga, titik-titik tersebut berada pada ketinggian mdpl dengan tingkat kemiringan lereng 8-15%, dan >15 % (Tabel 12). Gambar 17. Peta Tiga Titik Pengamatan dalam Evaluasi Lahan TPA Galuga 55

4 Nama Tabel 12. Ketinggian dan Kemiringan Lereng Pada Tiga Titik Pengamatan E Koordinat S Ketinggian (mdpl) Kemiringan Lereng (%) Bentuk Wilayah T2IPS '39,9'' '02,2'' Agak miring/ bergelombang T3IPS '28,6'' '03,9'' 246 >15 Miring/berbukit T4IPS '30,7'' '55,4'' Agak miring/ Bergelombang Pada tiga titik pengamatan, daerah sekitar TPA Galuga berada di wilayah topografi/fisiografi agak miring/bergelombang sampai miring/berbukit. Berdasarkan peta lereng Desa Galuga, areal buangan TPA Galuga berada pada wilayah dengan kemiringan lereng <15% (datar-bergelombang). Berdasarkan Widiatmaka et al. (2004), lahan dengan fisiografi datar sampai bergelombang dikelaskan pada lahan kelas S2 (cukup sesuai) untuk dijadikan sebagai TPA (Lampiran 13). Berdasarkan hal ini, dengan kriteria modifikasi TPA Galuga dan kawasan sekitarnya dikelaskan kepada kategori kelas S3 (sesuai marginal). Artinya, upaya atau alternatif lain yang baik dan terencana terkait manajemen pengelolaan sampah harus dilakukan apabila proses pengelolaan sampah di TPA ini terus akan berlangsung. Sebagai contoh pengelolaan lahan dengan cara mendatarkan bentuk wilayah yang bergelombang atau dengan cara mengoptimalkan sistem buangan air limbah karena hal ini akan dapat meminimalkan ataupun mencegah dampak terhadap pencemaran lingkungan sekitar Evaluasi Lahan TPA Galuga dan Kawasan Sekitarnya Berdasarkan Jenis Tanah Menurut Peta Tanah Bogor (PPT, 1992), TPA Galuga berada pada kawasan dengan jenis tanah latosol cokelat kemerahan (Gambar 13). Berdasarkan Widiatmaka et al. (2004), lahan dengan jenis tanah latosol cokelat kemerahan dikelaskan pada kelas S3 (sesuai marginal) untuk dijadikan sebagai lokasi TPA (Lampiran 14). Namun, berdasarkan jenis tanah ini dilakukan dengan kriteria modifikasi, sehingga evaluasi lahan TPA Galuga dan kawasan sekitarnya dikelaskan pada kelas S1 (sangat sesuai) untuk TPA. Penilaian sampai pada kelas 56

5 S1dilihat dari karakteristik tanah meliputi sifat fisika dan kimia tanah dan sifatsifat tanah lainnya, diantaranya: kedalaman solum tanah, tanah yang bukan jenuh air, serta tanah yang cukup berkembang Evaluasi Lahan TPA Galuga dan Kawasan Sekitarnya Berdasarkan Sifat-Sifat Tanah Sifat Kimia Tanah TPA Galuga dan Kawasan Sekitarnya Tanah latosol cokelat kemerahan di TPA Galuga merupakan tanah yang telah mengalami perkembangan lanjut atau tanah tua. Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah ini relatif masam dengan kisaran ph 4-5. Tingkat kesuburan tanah ini kurang baik dimana reaksi tanah secara umum rendah yang ditemukan di seluruh lapisan dengan C-organik dan N-total rendah dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Nilai C-organik tanah di lapisan atas sebesar 3% dan semakin ke lapisan bawah semakin rendah. Hal serupa juga berlaku terhadap N-total di lapisan atas sebesar 0,26% dan semakin ke lapisan bawah semakin rendah. Hal ini juga terlihat dari nilai KTK dan KB yang cukup rendah. KTK merupakan jumlah total kation yang dapat dipertukarkan (cation exchangable) pada permukaan koloid yang bermuatan negatif. Kation diserap oleh koloid tanah karena adanya muatan listrik. Nilai KTK tanah latosol cokelat kemerahan berada pada kisaran me/100g. Nilai ini menunjukkan nilai KTK yang baik apabila tanah dengan nilai KTK tersebut dijadikan sebagai TPA. Artinya, kemampuan tanah latosol cokelat kemerahan dalam menjerap kation yang beracun hasil dari tumpukan sampah cukup bagus sehingga pencemaran lingkungan sekitar relatif berkurang. Hal serupa juga ditunjukkan oleh nilai KB tanah. Nilai KB tanah yang rendah menyebabkan jumlah kation yang beracun bisa dijerap dalam jumlah yang relatif lebih banyak. Berdasarkan tingkat kesuburannya yang rendah, tanah latosol cokelat kemerahan dinilai kurang produktif untuk pertanian. Ini menunjukkan bahwa lahan kawasan TPA Galuga dinilai sudah baik dijadikan sebagai lokasi untuk TPA. Hal ini juga sesuai menurut SNI T , dimana salah satu kriteria pemilihan lokasi TPA sampah adalah kondisi tanah meliputi produktivitas tanah. 57

6 Semakin tidak produktif, tanah tersebut dinilai semakin baik untuk dijadikan sebagai TPA. Secara umum beberapa sifat kimia tanah latosol cokelat kemerahan kawasan Desa Galuga disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Analisis Sifat Kimia Tanah Latososl Cokelat Kemerahan (Desa Galuga) Simbol Kedalaman ph Basa-Basa (me/100g) Jumlah KTK C- N- horison Basa-basa Tanah KB(%) organik total (cm) (baru) H 2 O KCl K Na Ca Mg (me/100g) (me/100g) (%) (%) Ap ,7 0,05 0,12 6,29 1,77 8,24 20,47 40,23 3,05 0,26 E ,8 4,5 0,04 0,18 4,71 0,90 5,83 21,02 27,72 1,32 0,12 AB ,1 4,5 0,02 0,25 4,43 0,80 5,50 15,03 36,61 1,73 0,10 B ,8 4,2 0,02 0,18 2,99 0,64 3,82 18,37 20,79 0,72 0,07 C/R >156 4,3 4,2 0,02 0,15 1,81 0,82 2,80 18,05 15,53 0,47 0,12 Pengamatan dan identifikasi yang dilakukan di 3 (tiga) titik menunjukkan bahwa sifat kimia tanah pada masing-masing titik tidak berbeda jauh karena titik tersebut masih berada di satu lahan dengan jenis tanah latosol cokelat kemerahan. Topsoil atau permukaan tanah pada ketiga titik rata-rata berada pada ph (H 2 O) 4,2-4,7 dan ph (KCl) 3,9-4,2. Kandungan C-organik yang ada di ketiga titik juga tidak terlalu jauh berbeda kecuali di titik T2IPS. Perbedaan di titik ini lebih disebabkan oleh penggunaan lahan diatasnya yang berupa lahan terbuka, sedangkan dua titik lainnya berupa rerumputan dan kebun campuran karena bahan organik mempengaruhi nilai C-organik. Sifat kimia tanah pada 3 (tiga) titik pengamatan disajikan pada Tabel 14. Nama Tabel 14. Analisis Sifat Kimia Tanah pada Tiga Titik Pengamatan ph (1:5) Basa-Basa (me/100g) Jumlah Basabasa 2 O KCl K Na Ca Mg H (me/100g) KTK Tanah (me/100g) KB(%) C- organik (%) N- total (%) T2IPS 4,2 3,9 0,03 0,26 2,76 1,02 4,07 26,25 15,51 4,26 0,49 T3IPS 4,7 4,0 0,02 0,24 1,75 0,98 2,99 25,72 11,64 0,84 0,06 T4IPS 4,2 4,2 0,04 0,27 2,76 0,93 3,99 21,08 18,93 3,69 0, Evaluasi Sifat Fisika Tanah TPA Galuga dan Kawasan Sekitarnya Sifat fisik tanah merupakan faktor dasar penting dalam penentuan lahan untuk lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Kedalaman solum, tekstur tanah, permeabilitas, dan drainase merupakan beberapa sifat fisik tanah yang dijadikan 58

7 kajian. Penilaian atau evaluasi pada masing-masing karakteristik fisik tanah diperlukan untuk penentuan evaluasi dari kondisi tanah secara keseluruhan. a) Solum Tanah Ketebalan tanah atau solum tanah menunjukkan berapa tebal tanah diukur dari permukaan tanah sampai ke batuan induk. Kedalaman solum suatu tanah dapat dilihat dari penampang vertikal tanah yang biasa disebut sebagai profil tanah. Profil tanah latosol cokelat kemerahan yang ada di kawasan TPA Galuga disajikan pada Lampiran 6. Tanah latosol cokelat kemerahan di kawasan TPA Galuga dan sekitarnya merupakan tanah dengan perkembangan yang cukup matang dan sudah berkembang lanjut. Solum tanah yang cukup dalam terlihat dari perkembangan horizonnya.warna tanah dapat digunakan sebagai petunjuk tentang sifat-sifat tanah antara lain: kandungan bahan organik tanah, keadaan drainase dan aerasi tanah. Dengan jenis tanah latosol cokelat kemerahan, warna tanah di setiap horizon tampak sangat mewakili yaitu hue 7,5 YR (cokelat) dan 5 YR (cokelat kemerahan), value berkisar 3 dan 4 dengan chroma berkisar 4 dan 6 (Tabel 15). Tabel 15. Perkembangan Horizon Tanah Latosol Cokelat Kemerahan Horizon Kedalaman ph Warna (cm) H 2 O KCl Ap ,5 YR 3/4 5,0 4,7 E YR 4/6 4,8 4,5 AB YR 3/4 5,1 4,5 B YR 4/6 4,8 4,2 C/R >156 5 YR 4/6 4,3 4,2 Perkembangan horizon tanah ltosol cokelat kemerahan menunjukkan beberapa parameter kriteria kesesuaian lahan untuk tempat pembuangan sampah secara terbuka yang ditulis dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) meliputi kedalaman sampai hamparan batuan dan sampai padas keras. Kedalaman sampai hamparan batuan dan kedalaman sampai padas keras yang ditunjukkan oleh horizon (C/R) baru terlihat pada kedalaman >150 cm, tepatnya pada kedalaman 59

8 156 cm. Berdasarkan kriteria tersebut, lahan di TPA Galuga dan kawasan sekitarnya dinilai baik atau sangat sesuai (S1) dijadikan sebagai lahan untuk TPA. b) Tekstur Tanah Tekstur tanah merupakan parameter fisik tanah lainnya yang harus diperhatikan sebagai lokasi untuk TPA. Jika tekstur tanah terlalu kasar maka akan berakibat terhadap pencemaran lingkungan. Diakibatkan pori-pori yang cukup besar, aliran air buangan sampah atau yang biasa dikenal dengan air lindi akan mudah masuk ke daerah air bawah tanah sehingga bisa mencemari lingkungan sekitar. Hasil analisis laboratorium dengan menggunakan metode pipet (3 fraksi) menunjukkan bahwa kawasan TPA Galuga dan sekitarnya tepatnya di 3 (tiga) titik yang diamati dengan mengacu kepada segitiga tekstur, kandungan liat yang cukup tinggi yakni 71-89%, tanah di kawasan ini termasuk ke dalam kelas tekstur liat (Gambar 18). Tekstur liat merupakan tekstur dengan pori-pori yang kecil dimana ukuran pori-pori tanah mencapai <2 mikrometer. Tekstur liat juga menyebabkan terbentuknya pori-pori mikro. Hal ini mengakibatkan daya pegang air cukup kuat dan penyerapan air cukup bagus dan banyak. Rembesan air limbah sampah akan bisa diserap dengan optimal sehingga pencemaran lingkungan baik dari air limbah maupun hasil dekomposisi sampah bisa berkurang. Berdasarkan Widiatmaka et al. (2004), lahan dengan kelas tekstur liat dikelaskan pada kelas lahan S1 (sangat sesuai) untuk dijadikan sebagai lokasi TPA (Lampiran 15). Ini menandakan bahwa lahan TPA Galuga dan kawasan sekitarnya dinilai sangat sesuai (S1) bila dijadikan sebagai lokasi TPA. 60

9 100 Persentase (%) T2IPS T3IPS T4IPS Pasir Debu Liat Titik Pengamatan Gambar 18. Perbandingan Tekstur Tiga Fraksi pada Tiga Titik Pengamatan c) Permeabilitas Tanah Penentuan apakah suatu tanah jenuh air atau tidak bisa dilihat dari nilai permeabilitas tanah. Permeabilitas secara kuantitatif diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media berpori dalam keadaan jenuh. Secara lebih sederhana permeabilitas tanah merupakan cepat lambatnya air meresap ke dalam tanah melalui pori-pori tanah baik ke arah horizontal maupun ke arah vertikal. Cepat atau lambatnya perembesan air ini sangat ditentukan oleh tekstur tanah. Semakin kasar tekstur tanah semakin cepat perembesan air. Ketiga titik analisis yaitu T2IPS, T3IPS, dan T4IPS, nilai permeabilitasnya tidak jauh berbeda. Nilai permeabilitas tanah berada pada nilai <5 cm/jam (Gambar 19), dengan kelas permeabilitas agak lambat sampai sedang. Ini menandakan bahwa tanah ini relatif tidak jenuh air. Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk tempat pembuangan sampah secara terbuka dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), lahan kawasan TPA Galuga dengan nilai permeabilitas <5 cm/jam dinyatakan baik atau sangat sesuai (S1) untuk dijadikan sebagai lokasi TPA. 61

10 Nilai Permeabilitas (cm/jam) T2IPS T3IPS T4IPS Titik Pengamatan Kedalaman (30-60) cm Kedalaman (0-30) cm Gambar 19. Perbandingan Nilai Permeabilitas pada Tiga Titik Pengamatan d) Muka Air Tanah Muka air tanah merupakan kedalaman air yang berada di dalam tanah baik berada di lapisan atas maupun di lapisan bawah. Hal yang perlu dilihat sebagai kriteria tanah lainnya untuk dijadikan sebagai lokasi TPA yaitu muka air tanah (apparent dan perched). Apparent merupakan air tanah yang langsung terlihat di lapisan bagian atas, sedangkan perched merupakan air bawah tanah (ground water). Dari tiga titik pengamatan didapatkan kedalaman muka air tanah baik apparent maupun perched berturut-turut berada pada kedalaman >150 cm dan >90 cm (Tabel 16). Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk tempat pembuangan sampah secara terbuka dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), dengan kedalaman tersebut menandakan bahwa muka air tanah lahan kawasan TPA Galuga ini dinilai baik atau sangat sesuai (S1) untuk dijadikan sebagai lokasi TPA. Tabel 16. Kedalaman Muka Air Tanah Pada Tiga Titik Pengamatan No Titik Pengamatan Apparent (cm) Perched (cm) 1 T2IPS >150 >90 2 T3IPS >150 >90 3 T4IPS >150 >90 62

11 e) Drainase Tanah Drainase dapat diartikan sebagai kemampuan tanah melalukan air atau aliran air keluar dari tanah. Kelas drainase perlu menjadi kajian terkait dengan lokasi atau lahan untuk tempat pembuangan akhir sampah. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) dalam Widiatmaka et al. (2004), kelas drainase merupakan resultan dari drainase permukaan penampang tanah dan permeabilitas tanah. Penilaian kelas drainase didasarkan pada tekstur dan struktur tanah. Apabila kelas drainase tanah tersebut buruk, maka akan terjadi penghambatan pada proses dekomposisi sampah. Kelas drainase di wilayah kawasan TPA Galuga dan sekitarnya berada pada kelas drainase sedang/agak baik. Drainase sedang/baik menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) dalam Widiatmaka et al. (2004), dinyatakan sebagai air ditahan massa tanah, penampang terlihat basah untuk sementara waktu. Karatan di horizon B bagian bawah antara kedalaman cm dari permukaan dengan daerah dataran atau lereng bagian bawah. Kelas drainase sedang/agak baik yang ada di kawasan TPA Galuga ini juga dapat dilihat dari nilai permeabilitas yang lambat-sedang dengan tekstur halus/liat. Sehingga aliran air tanah menjadi cukup baik atau tidak tergenang karena tanah memiliki peredaran udara yang cukup baik. Berdasarkan Widiatmaka et al. (2004), lahan dengan drainase sedang/agak baik dikelaskan pada lahan kelas S2 (cukup sesuai) untuk dijadikan sebagai TPA (Lampiran 16), sehingga penilaian drainase lahan TPA Galuga dan kawasan sekitarnya dikategorikan pada kelas S2 (cukup sesuai) untuk dijadikan sebagai TPA. Penilaian pada kelas S2 ini memiliki sejumlah pembatas diantaranya sistem drainase buangan dari pengelolaan TPA. Secara hidrologi TPA Galuga kurang baik dalam sistem drainase pada saat pengolahan untuk menampung air limpasan. Kondisi ini diperburuk dengan kurang optimalnya instalasi pengeluaran leachate (air lindi). Setelah peristiwa longsoran sampah di sebelah utara TPA yang terjadi pada bulan Februari 2010 (Nusantaraku, 2010). Kondisi ini rentan terutama pada saat curah hujan yang cukup tinggi dapat mencemari lingkungan sekitar terutama kawasan persawahan yang berada di sebelah utara TPA. Tingkat kesesuaian S2 63

12 dari segi drainase tanah ini akan lebih terlihat jika didukung dengan sistem drainase pengolahan sampah yang baik Evaluasi Lahan TPA Galuga dan Kawasan Sekitarnya Berdasarkan Penggunaan Lahan Tempat pembuangan akhir sampah bukanlah tempat yang dipenuhi dengan kegiatan dan keramaian penduduk atau daerah yang padat di kawasan pemukiman. Selain itu, lokasi TPA bukanlah tempat yang berada disekitar kawasan degan nilai ekonomis yang tinggi atau lahan yang dimanfaatkan oleh penduduk untuk industri dan pemanfaatan ekonomi lainnya. Lokasi TPA juga bukan tempat yang berada di kawasan persawahan atau pemanfaatan lahan untuk kebutuhan pangan lainnya karena dapat mempengaruhi produktivitas tanaman pertanian yang ditanama serta mencemari lingkungan. Data penggunaan lahan diambil dari data Citra Quickbird tahun 2010 yang mencakup kawasan TPA Galuga dan sekitarnya meliputi areal wilayah Desa Galuga (Gambar 12). Terlihat bahwa penggunaan lahan di wilayah Desa Galuga didominasi oleh vegetasi dan kawasan TPA Galuga berada dekat dengan persawahan. Areal persawahan yang relatif dekat di sebelah utara bagian barat dari TPA Galuga menyebabkan kawasan TPA Galuga dikelaskan ke dalam kelas S3 (sesuai marginal) menurut penggunan lahan. Hal ini berlainan seperti yang ada dalam Widiatmaka et al. (2004), dimana lahan dengan penggunaan lahan berupa sawah dan vegetasi dikelaskan pada kelas S1 (sangat sesuai) untuk dijadikan TPA di DKI Jakarta (Lampiran 17). Berdasarkan hal ini, penilaian sampai pada kelas S3 dilakukan dengan kriteria modifikasi yang didasarkan dengan kondisi eksisting lahan TPA Galuga saat ini. Jarak sawah terdekat dengan TPA Galuga berdasarkan eksisting lahan adalah 35 m. Jarak ini dinilai terlalu dekat dengan TPA sehingga dipastikan TPA Galuga memiliki beberapa pembatas terkait operasionalnya. Kondisi ini ditunjukkan dengan kondisi lapang dimana akibat peristiwa longsoran sampah, tumpukan sampah dan air lindi juga sudah berada di sebagian areal persawahan dekat TPA yang notebene saat ini sudah tidak lagi berfungsi. Lahan ini akhirnya dibebaskan sehingga kegiatan pertanian tidak ada lagi kecuali di bagian utara. 64

13 Artinya areal persawahan yang cukup luas di sebelah utara dari TPA yang masih digunakan oleh penduduk sekitar TPA merupakan pembatas operasional TPA. Disamping itu, pembatas lain diantaranya IPAL (Instalasi pengolahan Air Limbah) juga merupakan pembatas yang harus diterapkan di TPA Galuga seperti sistem IPAL yang tidak mencemari areal persawahan yang masih berfungsi dan lingkungan sekitar Evaluasi Lahan TPA Galuga dan Kawasan Sekitarnya Berdasarkan Potensi Bencana (Ancaman Banjir dan Longsor) Bencana alam meliputi ancaman banjir dan longsor menjadi salah satu kriteria kesesuaian lahan untuk tempat pembuangan akhir sampah secara terbuka yang ada dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007). Bencana alam merupakan salah satu faktor penentu dalam menetapkan lokasi TPA. Daerah yang rawan dengan bencana alam sangat sulit untuk dijadikan sebagai lokasi TPA. Lokasi TPA Galuga berada pada bentuk wilayah yang bergelombang. Sifat fisik tanah yang cukup baik menyerap air hujan menyebabkan potensi bencana berupa ancaman longsor dari lahan dan banjir tidak pernah terjadi di kawasan ini. Berdasarkan kondisi tersebut, daerah kawasan TPA Galuga saat ini dinilai baik atau sangat sesuai (S1) untuk dijadikan sebagai lokasi TPA. Evaluasi terhadap beberapa parameter utama (kondisi lahan) meliputi geologi, topografi/fisiografi, jenis tanah (sifat fisika dan kimia tanah), penggunaan lahan, serta potensi bencana (banjir dan longsor) kawasan TPA Galuga saat ini dinilai cukup baik (sesuai) untuk dijadikan sebagai lokasi untuk TPA. Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk tempat pembuangan akhir sampah secara terbuka (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007) dan Widiatmaka et al. (2004), TPA Galuga dan kawasan sekitarnya dikelaskan ke dalam kelas S3 (sesuai marginal) untuk dijadikan sebagai tempat pembuangan akhir sampah. Penilaian sampai pada kelas S3 ini memiliki sejumlah pembatas yang dominan, yaitu topografi meliputi ketinggian dan kemiringan lereng, serta penggunaan lahan. Hal ini menunjukkan bahwa operasional TPA Galuga saat ini harus tetap memperhatikan dan melakukan upaya-upaya penanganan terhadap permasalahan TPA, pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar, serta alternatif 65

14 terbaru terkait dengan manajemen pengelolaan dan operasioanl di TPA agar keberlangsungan TPA Galuga tidak mencemari lingkungan sekitar. Tabel 17. Harkat Evaluasi Lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Galuga dan Kawasan Sekitarnya Kelas Kesesuaian Lahan untuk TPA Galuga Hardjowigeno dan No. Parameter Widiatmaka (2007), Widiatmaka Widiatmaka et al. et al. (2004) (2004), dan Modifikasi 1 Geologi/Bahan Induk S1 S1 2 Lereng (%) S2 S3 3 Jenis Tanah S3 S1 4 Sifat Tanah - Kedalaman sampai hamparan batuan - Kedalaman sampai padas keras - Tekstur - Permeabilitas - Muka air tanah Apparent Perched - Drainase S2 6 Penggunaan Lahan S2 S3 7 Ancaman Banjir S1 S1 8 Longsor S1 S1 S1 Evaluasi Lahan TPA Galuga dan Kawasan Sekitarnya : S1 S1 S1 S1 S1 S1 S2 S3 5.2 Rekomendasi Lokasi Areal Perluasan TPA Galuga TPA Galuga merupakan salah satu TPA terbaik yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bogor dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Terkait dengan minimnya lahan dan sulitnya mencari lahan yang baru serta volume produksi sampah yang ditimbulkan perhari semakin meningkat, Pemerintah Kota Bogor sebagai pihak pengelola diprediksi akan memperpanjang pengoperasian TPA Galuga. Kondisi operasional TPA Galuga yang semula direncanakan menggunakan sistem controlled landfill semakin lama berubah menjadi sistem open dumping. Berkurangnya fasilitas penunjang, sistem pengelolaan sampah baik dari sumber 66

15 sampai ke pengolahan (TPA) yang kurang baik, serta minimnya sumber daya manusia (SDM) dan pendananaan menjadi faktor utama perubahan sistem pembuangan di TPA ini. Terlihat, dari gunungan sampah di TPA Galuga yang saat ini telah lebih 10 m dan diperkirakan akan semakin meningkat. Berdasarkan standar pengelolaan TPA secara nasional, gunungan sampah hanya diperbolehkan sampai pada ketinggian 5 m. Apabila gunungan sampah semakin tinggi maka akan rawan terhadap ledakan gas metan (CH 4 ) yang dihasilkan dari tumpukan sampah. Hal ini tentu akan mengancam keselamatan dan keamanan penduduk sekitar. Luas areal buangan TPA Galuga yang saat ini mencapai 5 ha. Areal buangan ini dinilai tidak akan mampu lagi untuk menampung sampah baik dari Kota Bogor maupun Kabupaten Bogor dengan daya angkut sampah ke TPA Galuga sebanyak m 3 /hari. Salah satu bentuk alternatif yang bisa dijalankan adalah perluasan areal TPA terutama pada areal buangan sampah. Selain upaya peningkatan dalam hal pengelolaan sampah secara keseluruhan baik dari tahap pengangkutan sampai ke pengolahan, upaya ini akan bisa mengurangi dampak terhadap pencemaran lingkungan sekitar. Dalam penentuan lokasi-lokasi yang bisa dijadikan sebagai areal perluasan kawasan TPA Galuga yang difokuskan di kawasan sekitar TPA dengan memperhatikan daya dukung lahan dan lingkungan serta tidak mengenyampingkan aspek sosial kehidupan warga setempat khususnya penduduk Desa Galuga. Analisis dan identifikasi dilakukan di 8 (delapan) titik pengamatan dari kondisi eksisting lahan di Desa Galuga (Gambar 20). Kedelapan titik tersebut diantaranya 4 titik berada di kawasan sekitar TPA Galuga yang berjarak sekitar 40 m. Sedangkan 4 titik lainnya berada relatif jauh dengan rata-rata jarak pengamatan 500 m dari TPA Galuga. Jarak ini cukup mewakili areal wilayah Desa Galuga secara keseluruhan. Lokasi yang terpilih untuk perluasan TPA merupakan lokasi yang memenuhi syarat ditinjau dari aspek geologi, tanah meliputi sifat tanah, topografi/fisiografi, penggunaan lahan, serta potensi bencana (banjir dan longsor). Berdasarkan hasil evaluasi lahan, TPA Galuga dan kawasan sekitarnya dikategorikan kepada kelas S3 (sesuai marginal) untuk dijadikan sebagai lokasi 67

16 TPA. Hal ini mengindikasikan bahwa perluasan TPA bisa dilakukan di kawasan sekitar dengan mempertimbangkan beberapa aspek lain. Daerah atau areal yang bisa dijadikan sebagai areal perluasan TPA Galuga saat ini yang terletak di kawasan sekitar TPA disajikan pada Gambar 21. Gambar 20. Peta Titik Pengamatan dalam Rekomendasi Perluasan TPA Galuga Perluasan TPA Galuga berjarak 500 m dari seluruh sisi TPA Galuga yang meliputi seluruh wilayah Desa Galuga. Beberapa aspek yang menjadi kajian utama yang diperhatikan dalam upaya penentuan areal perluasan TPA ini meliputi jenis tanah, kemiringan lereng, jaringan jalan, dan penggunaan lahan (persawahan). Salah satu jenis tanah yang ada di sebelah barat Desa Galuga yaitu kompleks aluvial cokelat dan aluvial cokelat kekelabuan (Gambar 11). Tanah ini dinilai sangat tidak sesuai untuk dijadikan sebagai areal perluasan TPA. Sifat dan karakteristik tanah yang tidak bagus karena kemampuan tanah ini untuk mendekomposisi bahan sampah sangat rendah. Solum tanah yang pendek yang terlihat dari horizonnya serta daya serap tanah terhadap air buangan sampah tidak baik sehingga dapat mencemari lingkungan sekitar. 68

17 Gambar 21. Peta Rekomendasi Perluasan Areal TPA Galuga Pengamatan lapang terhadap karakteristik tanah ini dilakukan pada 2 (titik) pengamatan yaitu T7IPS dan T8IPS dengan jarak antara kedua titik 800 m. Karakteristik tanah kompleks aluvial cokelat dan aluvial cokelat kekelabuan baik sifat kimia maupun sifat fisika tanah disajikan pada Tabel 18 dan Tabel 19, sedangkan profil tanah disajikan pada Lampiran 7. Ketidaksesuaian jenis tanah kompleks aluvial dan aluvial cokelat kekelabuan untuk dijadikan sebagai areal perluasan TPA menyebabkan dilakukannya buffering (area batas) dengan batas jarak 50 m dari kompleks tanah tersebut. Tabel 18. Sifat Fisika Tanah Kompleks Aluvial Cokelat dan Aluvial Cokelat Kekelabuan Desa Galuga Pedon Simbol Tekstur (%) Kedalaman Warna Pewakil horizon Pasir Debu Liat Kompleks aluvial cokelat dan aluvial cokelat kekelabuan II Ap ,05 15,97 53,98 10 YR 3/3 C/R >20 31,57 7,67 60,76 10 YR 4/6 69

18 No Tabel 19. Sifat Kimia Tanah Kompleks Aluvial Cokelat dan Aluvial Cokelat Kekelabuan Kawasan Desa Galuga Nama ph (1:5) Basa-Basa (me/100g) Jumlah Basa-basa H2O KCl K Na Ca Mg (me/100g) KTK Tanah (me/100g) KB(%) C- organik (%) 1 T7IPS 5,0 4,6 0,10 0,32 6,39 3,17 9,98 25,34 39,38 2,66 0,24 2 T8IPS 4,6 4,3 0,04 0,27 3,93 1,87 6,12 21,41 28,58 2,36 0,24 N- total (%) Areal perluasan juga dilakukan dengan mempertimbangkan faktor topografi meliputi kemiringan lereng. Penentuan areal perluasan hanya dilakukan di wilayah dengan kemiringan <15 % meliputi kemiringan lereng <8% dan 8-15%. Kemiringan lereng >15% dinilai tidak sesuai untuk dijadikan areal perluasan dikarenakan fisiografi areal yang cukup terjal dan rentan terhadap (potensi) bencana sehingga wilayah dengan kemiringan lereng tersebut langsung dieliminasi. Penentuan areal perluasan juga mempertimbangkan aspek jalan meliputi jalan kabupaten yang lebarnya sekitar 7 m dan jalan desa. Pembangunan jalan kabupaten yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang berada di sebelah selatan dari TPA Galuga menyebabkan juga dilakukannya buffering dengan jarak 100 m dari jalan tersebut, sedangkan untuk jalan desa yang berada di sebelah barat TPA dilakukan buffering dengan jarak 5 m. Buffering juga dilakukan pada aspek penggunaan lahan berupa persawahan. Kawasan persawahan dinilai tidak sesuai untuk areal perluasan karena sifat atau karakteristik tanah yang sudah berubah sehingga tidak bagus untuk lokasi TPA. Dari kondisi eksisting berdasarkan data Citra Quickbird 2010, jarak sawah terdekat dengan TPA Galuga berjarak sekitar 35 m. Berdasarkan hal ini, maka secara keseluruhan buffering dengan areal persawahan dilakukan dengan jarak 35 m. Lokasi areal perluasan TPA Galuga yang bisa direkomendasikan meliputi kawasan sebelah utara TPA Galuga yang berjarak sekitar 500 m ke arah Desa Cijujung, sebelah tenggara dari TPA Galuga sekitar 400 m ke arah Desa Dukuh. Luas areal TPA Galuga menjadi 21,620 ha. Melalui perluasan ini, luas areal buangan TPA meningkat 16,689 ha dari 4,931 ha areal buangan TPA yang lama. Perluasan sebesar 16,689 ha ini mempengaruhi luasan penggunaan lahan lainnya yang ada di kawasan tersebut, diantaranya: kebun campuran sebesar 0,311 ha, 70

19 lahan terbuka sebesar 0,629 ha, kawasan pemukiman sebesar 1,153 ha, vegetasi (pepohonan dan rerumputan) sebesar 15,058 ha, dan lahan yang telah diusahakan/industri rumah tangga setempat sebesar 0,105 ha. Penentuan lokasi untuk areal perluasan ini dipastikan akan merugikan beberapa pihak seperti pada kawasan pemukiman, lahan yang telah diusahakan/industri rumah tangga, dan kebun campuran. Apabila perluasan ini dilakukan, maka harus dilakukan upaya-upaya untuk meminimalisasi dampak kerugian tersebut seperti biaya pembebasan lahan dengan memberikan uang ganti rugi atau biaya retribusi kerugian, penambahan sarana dan prasarana umum seperti pengalokasian pemukiman baru, dan upaya-upaya alternatif lain juga perlu dilakukan terhadap penduduk sekitar yang mengalami kerugian. Disamping itu, yang paling penting adalah upaya pendekatan dan kerja sama pihak pengelola dengan masyarakat sekitar agar dampak dari perluasan areal TPA Galuga tidak berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan sekitar dan kehidupan sosial masyarakat setempat secara keseluruhan. 5.3 Identifikasi Isu Prioritas Keberadaan TPA Galuga Prioritas keberadaan TPA Galuga di Desa Galuga diketahui melalui nilai (skor) yang didapatkan melalui Analytic Hierarchy Process (AHP). Semakin tinggi nilai yang diperoleh menandakan bahwa variabel atau faktor tersebut lebih prioritas dibandingkan dengan faktor lain yang memiliki nilai lebih rendah. Sesuai persepsi masing-masing stakeholders, bobot nilai setiap faktor juga berbeda-beda. Stakeholders dikelompokkan atas pengelola TPA, pekerja TPA, dan masyarakat/penduduk sekitar TPA. Persepsi Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang diwakili oleh UPTD TPA Kota Bogor merupakan cerminan keterwakilan persepsi pihak pengelola TPA. Pemerintah Kota Bogor sebagai pengelola TPA dinilai lebih mengerti tentang semua tahap pengelolaan dan operasional TPA serta mengerti terhadap permasalahan dan kondisi yang terjadi di TPA. Sedangkan persepsi para pekerja TPA merupakan cerminan dari pihak yang memanfaatkan adanya suatu TPA. Para pekerja TPA dalam hal ini diantaranya supir truk sampah, kernet truk sampah, dan petugas lapang TPA lainnya. 71

20 Masyarakat atau penduduk merupakan pihak yang mendapatkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari aktivitas di sekitar TPA Perbandingan Persepsi Pengelola TPA Galuga, Pekerja TPA Galuga, dan Penduduk Sekitar TPA Galuga Masing-masing stakeholders meliputi pengelola TPA, pekerja TPA, dan penduduk sekitar TPA Galuga memiliki pandangan tersendiri terhadap pembangunan dan operasional TPA Galuga. Hirarki pertama mencakup 3 aspek, diantaranya aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial. Ketiga aspek ini menggambarkan latar belakang pembangunan dan operasional TPA Galuga. Gambar 22 menunjukkan hasil analisis dengan metode AHP pada hirarki 1 dari persepsi masing-masing stakeholders. Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa pekerja TPA Galuga dan penduduk sekitar TPA Galuga memprioritaskan aspek ekonomi untuk menilai kepentingan keberadaan TPA Galuga. Hal ini terlihat dimana skor terhadap aspek ekonomi bagi para pekerja sebesar 0,429 atau 43% dan penduduk sekitar dengan skor 0,420 atau 42% (Lampiran 4). Bagi kedua stakeholders, aspek ini dinilai sangat penting karena dengan adanya TPA Galuga bisa mendapatkan penghasilan (pendapatan) yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terlebih, banyak penduduk sekitar yang memanfaatkan keberadaan TPA Galuga dengan menjadi pemulung, pengepul, dan lapak untuk menambah penghasilan sehari-hari. Bahkan, bagi sebagian penduduk pekerjaan tersebut sudah menjadi pekerjaan tetap. Berbeda dengan kedua stakeholders (pekerja TPA dan penduduk sekitar TPA), pihak pengelola lebih memprioritaskan aspek lingkungan sebagai faktor yang paling mempengaruhi keberadaan TPA Galuga dengan skor 0,375 atau 38%. Pihak pengelola memandang bahwa keberadaan TPA Galuga di Desa Galuga merupakan prioritas utama dari aspek lingkungan. Pemerintah Kota Bogor yang tidak memiliki TPA dikarenakan lahan dan lingkungan yang tidak memadai di tengah kota akhirnya memilih alternatif dengan mengambil alih kepemilikan TPA Galuga dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Perhatian terhadap aspek 72

21 lingkungan di tengah kota mendorong pihak pengelola mengambil alih kepemilikan TPA Galuga dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Aspek selanjutnya yaitu aspek sosial menjadi aspek prioritas kedua sebagai unsur penting untuk menilai keberadaan TPA Galuga bagi masing-masing stakeholders. Pihak pengelola dan pekerja TPA Galuga memandang perhatian terhadap aspek sosial masing-masing memiliki prioritas yang sama yakni dengan skor 0,333 atau 33%. Hal ini juga berlaku bagi penduduk sekitar dimana perhatian terhadap aspek sosial menjadi aspek kedua dengan skor 0,323 atau 32%. Skor ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan pihak pengelola dan pekerja. Kurangnya perhatian para pekerja dan penduduk sekitar terhadap lingkungan sekitar terlihat dari skor yang diperoleh menurut kedua kelompok responden tersebut yaitu sebesar 0,238 atau 24% dan 0,258 atau 26%. Aspek lingkungan ini menjadi aspek dengan prioritas terendah bagi pekerja TPA dan penduduk sekitar TPA. Rendahnya persepsi ini karena banyak dari para pekerja tersebut tidak berasal atau bertempat tinggal di kawasan sekitar TPA atau Desa Galuga. Sebaliknya, pihak pengelola memandang bahwa aspek ekonomi menjadi aspek dengan prioritas terendah dengan nilai sebesar 0,292 atau 29%. Secara umum, berdasarkan hirarki pertama, keberadaan TPA Galuga di Desa Galuga relatif dapat diterima oleh pekerja dan penduduk sekitar. Walaupun keberadaan TPA Galuga menjadi isu dan kontroversi, namun hal ini tidak menyurutkan kemauan masyarakat sekitar dan pekerja TPA untuk mencari penghasilan. Prioritas terhadap aspek sosial ternyata lebih rendah dibandingkan dengan prioritas terhadap aspek ekonomi. Aspek lingkungan yang semula diperkirakan menjadi halangan terbesar ternyata tidak menjadi pertimbangan penting bagi penduduk untuk menilai keberadaan TPA Galuga. Aspek lingkungan merupakan aspek penting yang dipertimbangkan pihak pengelola guna menjamin keberlangsungan operasional TPA Galuga dan mencegah dampak negatif terhadap penurunan kualitas lingkungan yang baru akan dirasakan dalam jangka panjang. 73

22 Pengelola Pekerja Penduduk ekonomi lingkungan sosial Gambar 22. Perbandingan Hasil AHP Hirarki 1 dalam Persepsi Prioritas Keberadaan TPA Galuga Menurut Masing-Masing Stakeholders TPA Galuga Hirarki 2 menunjukkan beberapa kondisi yang ditimbulkan akibat adanya aspek-aspek pada hirarki 1. Kondisi ini disebut sebagai sub-kriteria dari ketiga aspek tersebut. Terlihat, masing-masing stakeholders lebih mementingkan aspek ekonomi dari adanya keberadaan TPA Galuga sampai saat ini. Aspek ekonomi memiliki 2 komponen (sub-kriteria) yaitu kesempatan kerja dan pendapatan (Gambar 23). Kepentingan ekonomi seperti permintaan akan kebutuhan seharihari yang semakin meningkat semakin meyakinkan masing-masing stakeholders bahwa adanya kesempatan kerja dan pendapatan merupakan prioritas utama. Pekerja TPA dan penduduk sekitar TPA misalnya lebih memprioritaskan sub-kriteria pendapatan dibandingkan kesempatan kerja dengan skor berturut-turut 0,254 atau 25% dan 0,229 atau 23. Perhatian terhadap kesempatan kerja oleh para pekerja TPA lebih besar dibandingkan dengan penduduk sekitar TPA yakni dengan skor berturut-turut sebesar 18% dan 19%. Sebaliknya, pihak pengelola lebih memprioritaskan sub-kriteria kesempatan kerja dengan skor 0,150. Subkriteria kesempatan kerja menurut pihak pengelola bersifat tetap, sedangkan pendapatan sifatnya lebih relatif. Sub-kriteria pendapatan dan resiko bencana menjadi sub-kriteria yang sekunder dengan skor yang sama yaitu 0,142. Adanya faktor keamanan/kenyamanan dalam melakukan aktifitas seharihari merupakan sub-kriteria ketiga (tersier) bagi para pekerja TPA dan penduduk sekitar TPA dengan masing-masing skor 0,123 dan 0,115. Adanya kepastian penghasilan setiap hari, serta kegiatan dalam melakukan pekerjaan yang relatif aman membuat kedua stakeholders memprioritaskan sub-kriteria ini. Hal ini menepis anggapan bahwa isu dan kontroversi operasional TPA Galuga yang ada 74

23 selama ini tidak terlalu mendapat tanggapan berarti bagi kedua pemangku kepentingan. Selanjutnya, perhatian pihak pengelola TPA terhadap kehidupan sosial masyarakat dan pekerja TPA terlihat dimana sub-kriteria gangguan kesehatan menjadi prioritas tersier setelah kesempatan kerja, pendapatan dan resiko bencana dengan skor 0,126 (Lampiran 5). Secara umum, adanya kepentingan akan mendapatkan penghasilan dan kesempatan kerja menandakan bahwa kontroversi TPA Galuga yang terjadi selama beberapa tahun terakhir ini lambat laun bisa diterima warga setempat terkait dengan makin besarnya kebutuhan sehari-hari sehingga memanfaatkan keberadaan TPA Galuga menjadi pilihan penting. Hal ini didukung dengan rasa aman yang dirasakan oleh oleh masyarakat dan pekerja TPA dimana perhatian pihak pengelola TPA terhadap kondisi kesehatan masyarakat sekitar dinilai cukup besar seperti adanya pengobatan gratis setiap bulan, pemberian air bersih. Hal ini juga dirasakan oleh para pekerja seperti adanya fasilitas pengobatan gratis serta uang kesehatan yang diberikan oleh pihak pengelola. Keamanan/Kenyamanan Komponen Aspek ekonomi Lingkungan Sosial Sarana dan Prasarana Gangguan Kesehatan Resiko Bencana Produkivitas Lahan Pertanian Polusi Pendapatan Kesempatan Kerja penduduk pekerja pengelola Bobot Skor (Nilai) AHP Gambar 23. Perbandingan Hasil AHP Hirarki 2 dalam Persepsi Prioritas Keberadaan TPA Galuga Menurut Masing-Masing Stakeholders TPA Galuga 75

24 5.3.2 Persepsi Seluruh Stakeholders TPA Galuga Persepsi seluruh stakeholders dianalisis dari persepsi gabungan seluruh stakeholders. Baik pengelola TPA, pekerja TPA, maupun penduduk sekitar menyatakan bahwa keberadaan TPA Galuga cukup diterima dan diakui operasionalnya. Hal ini tidak lebih dari masalah kepentingan ekonomi. Semakin meningkatnya kebutuhan hidup sehari-hari, permintaan akan penghasilan dirasa cukup tinggi sehingga keberadaan TPA Galuga relatif lebih dimanfaatkan secara positif. Pada hirarki 2, seluruh stakeholders menyatakan bahwa aspek ekonomi lebih dipentingkan dengan skor 0,380 dibandingkan aspek-aspek lainnya, dengan sub-kriteria pendapatan dengan nilai 0,206 dan kesempatan kerja dengan nilai 0,174. Aspek sosial menjadi prioritas kedua setelah ekonomi dengan nilai yang tidak jauh berbeda yaitu sebesar 0,330 atau 33% dengan sub-kriteria kemanan/kenyamanan dengan nilai 12%, kemudian gangguan kesehatan dengan nilai 11%, dan sarana dan prasarana umum dengan nilai 10%. Aspek lingkungan yang menjadi kajian atau perhatian utama terkait keberadaan suatu TPA di suatu daerah selama ini ternyata menjadi aspek atau kriteria yang kurang diperhatikan dengan nilai 0,290. Beberapa sub-kriteria utama yaitu resiko bencana dan polusi memiliki prioritas yang sama dengan nilai 0,098 kemudian produktivitas lahan pertanian menjadi prioritas terendah dengan nilai 0,095 dari keseluruhan subkriteria yang ada. Secara umum, hirarki 2 menunjukkan seluruh stakeholders menilai keberadaan TPA Galuga diterima karena kepentingan atau prioritas terhadap pendapatan (penghasilan) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan hal lainnya, dengan persentase kepentingan sebesar 21%. Sedangkan kesempatan kerja dan faktor keamanan/kenyamanan untuk beraktivitas menjadi prioritas selanjutnya dengan persentase masing-masing sebesar 17% dan 12%. Hasil lengkap analisis AHP Hirarki 1 dan 2 untuk prioritas keberadaan TPA Galuga dari persepsi seluruh stakeholders TPA Galuga disajikan pada Gambar 24. Kondisi ini tentu menjadi tugas yang sangat berat bagi pemerintah baik Kota Bogor maupun Kabupaten Bogor. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap aspek sosial dan lingkungan yang seharusnya merupakan perhatian dan kajian 76

25 utama dari pembangunan dan operasional suatu TPA mengindikasikan perlunya upaya penyadaran tentang pentingnya aspek baik tersebut. Upaya-upaya terkait dengan masalah ini sangat perlu dilakukan. Hal ini juga semakin menguatkan agar pencemaran lingkungan akibat keberadaan dan operasional TPA Galuga bisa berkurang terutama bagi kehidupan sosial dan lingkungan sekitar. Gambar 24. Hasil Lengkap AHP pada Hiraraki 1 dan 2 dalam Persepsi Prioritas Keberadaan TPA Galuga Menurut Seluruh Stakeholders TPA Galuga 77

26 5.3.3 Perbandingan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pernyataan Setuju Terhadap Keberadaan TPA Galuga oleh Seluruh Stakeholders TPA Galuga Menurut Analisis Hayashi 2 Perbandingan analisis Hayashi 2 dimaksudkan untuk melihat pengaruh pemahaman tentang beberapa aspek terkait TPA Galuga dengan tingkat persetujuan terhadap keberadaan TPA Galuga. Dalam analisis Hayashi 2 digunakan 12 variabel penjelas yaitu: latar belakang pembangunan TPA, sistem pembuangan TPA, bentuk semuberdaya lahan sekitar TPA, adanya peluang/kesempatan kerja, bentuk pendapatan/penghasilan, bentuk kesejahteraan, adanya polusi, pengaruh terhadap produktivitas lahan pertanian, adanya gangguan kesehatan, ketersediaan sarana dan prasarana umum, keamanan/ kenyamanan, serta kelompok responden. Hasil analisis Hayashi 2 diperoleh bahwa nilai eta square (correlation ratio) sebesar Berdasarkan kalkulasi nilai t dengan tingkat kepercayaan 90% (α=0,10) didapat nilai r sebesar 0,306. Variabel penjelas yang memiliki nilai korelasi parsial diatas nilai r menyatakan variabel yang cukup signifikan (berpengaruh nyata) mempengaruhi variabel tujuan. Berdasarkan nilai r tersebut dengan tingkat kepercayaan 90%, didapatkan bahwa variabel penjelas sistem pembuangan TPA, sumberdaya lahan sekitar TPA, bentuk kesejahteraan sekitar TPA, pengaruh produktivitas lahan pertanian, gangguan kesehatan, bentuk keamanan/kenyamanan, serta jenis/kelompok responden merupakan variabel penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap persetujuan akan keberadaan TPA Galuga. Jika pada kategori variabel penjelas didapatkan nilai skor kategori positif maka kategori variabel tersebut meningkatkan (berbanding lurus) pencapaian variabel tujuan tidak setuju terhadap keberadaan TPA Galuga. Sebaliknya apabila skor kategori variabel penjelas negatif pada maka kategori variabel tersebut meningkatkan (berbanding lurus) terhadap pencapaian variabel tujuan setuju terhadap keberadaan TPA Galuga. Beberapa arah kategori yang positif, sebagai contoh ketidaktahuan stakeholders terhadap latar belakang pembangunan TPA, sistem pembuangan di TPA, sumberdaya lahan sekitar TPA, adanya polusi, 78

27 kesejahteraan di lingkungan sekitar yang baik, kemampuan untuk mendapatkan penghasilan/pendapatan baik, dan keamanan yang baik merupakan variabel penjelas yang mempengaruhi pernyataan setuju terhadap keberadaan TPA Galuga, begitupula sebaliknya untuk arah kategori variabel penjelas yang memiliki skor kategori negatif. Hasil analisis Hayashi 2 lengkap disajikan pada Lampiran 16. Ringkasan arah pengaruh setiap kategori variabel penjelas terhadap tingkat persetujuan keberadaan TPA disajikan pada Tabel 20. Stakeholders yang setuju dengan keberadaan TPA Galuga di Desa Galuga sebanyak 24 orang dari seluruh total responden (80%), dan yang tidak setuju sebanyak 6 orang (20%). Pernyataan yang tidak setuju dinyatakan oleh stakeholders yang relatif tidak memanfaatkan TPA. Sebaliknya, pernyataan setuju dinyatakan oleh stakeholders yang lebih memanfaatkan keberadaan TPA terutama pencapaian ekonomi. Tabel 20. Hasil Analisis Kuantifikasi Hayashi 2 Menurut Seluruh Stakeholders TPA Galuga Variabel Tujuan Kategori Frekuensi Skor Pernyataan Setuju Terhadap Keberadaan TPA Galuga Variabel Penjelas Latar Belakang dan Pembangunan TPA Galuga Sistem Pembuangan Sampah TPA Galuga Sumberdaya Lahan Sekitar TPA Galuga Kesempatan Kerja di Sekitar TPA Galuga Kesejahteraan di Sekitar TPA Galuga Pendapatan di Sekitar TPA Galuga Adanya Polusi Pengaruh Produktivitas Lahan di Sekitar TPA Galuga Gangguan Kesehatan Ketersediaan Sarana dan Prasarana Umum Keamanan dan Kenyamanan Jenis Responden 1 : Setuju 2 : Tidak Setuju 1 : Tidak Tahu 2 : Tahu 1 : Tidak Tahu 2 : Tidak Baik 3 : Sedang/Cukup Baik 4 : Baik 1 : Tidak Tahu 2 : Tahu 1 : Sedikit 2 : Banyak 1 : Tidak Baik 2 : Sedang/Cukup Baik 3 : Baik 1 : Sedang 2 : Baik 1 : Tidak Tahu 2 : Ada 1 : Tidak Tahu 2 : Tidak Baik 3 : Sedang/Cukup Baik 1 : Tidak Tahu 2 : Ada 1 : Sedikit 2 : Cukup 3 : Banyak 1 : Sedang 2 : Baik 1 : Penduduk 2 : Pekerja 3 : Pengelola Kategori -0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,24446 Korelasi Parsial 0, , , , , , , , , , , ,

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Galuga dan sekitarnya, Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis Desa Galuga merupakan salah satu desa yang secara administratif berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Galuga

Lebih terperinci

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah 1. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994, membagi kriteria pemilhan loasi TPA sampah menjadi tiga, yaitu: a. Kelayakan regional Kriteria yang digunakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet 57 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet Sektor pekebunan dan pertanian menjadi salah satu pilihan mata pencarian masyarakat yang bermukim

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 12 desa dengan luas ± 161,64 km2 dengan kemiringan kurang dari 15% di setiap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG Rossi Prabowo 1*,Renan Subantoro 1 1 Jurusan Agrobisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Deskripsi Lingkungan Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Berdasarkan Penilaian Responden 6.1.1 Penilaian Responden terhadap Kebersihan Desa Galuga Lingkungan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Lampiran 1. Deskripsi Profil Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1 Koordinat : 03 0 03 36,4 LU dan 98 0 33 24,3 BT Kemiringan : 5 % Fisiografi :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terletak di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terletak di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Luas, dan Batas Kecamatan Wuryantoro merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Wonogiri,

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inventarisasi Tahap inventarisasi merupakan tahap yang dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang mendukung dan dibutuhkan pada perencanaan jalur hijau jalan ini. Berdasarkan

Lebih terperinci

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan 3 Nilai Tanah : a. Ricardian Rent (mencakup sifat kualitas dr tanah) b. Locational Rent (mencakup lokasi relatif dr tanah) c. Environmental Rent (mencakup sifat

Lebih terperinci

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG

KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG KAJIAN KORELASI KARAKTERISTIK AGROEKOLOGI TERHADAP PRODUKSI KELAPA SAWIT DAN KARET DI PROVINSI LAMPUNG Andarias Makka Murni Soraya Amrizal Nazar KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

Pemetaan Tanah.

Pemetaan Tanah. Pemetaan Tanah nasih@ugm.ac.id Peta Geologi dan Fisiografi Daerah Istimewa Yogyakarta Peta : alat pemberita visual suatu wilayah Peta ilmu bumi (geografi) Peta topografi Peta geologi dan sebagainya Peta

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa.

Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa. LAMPIRAN 113 114 115 Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa. Titik Pengamatan ke-1 (L1) No Kedalaman (cm)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR PETA... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecamatan Cipanas berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, Puncak, Cianjur). Berdasarkan

Lebih terperinci

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Rajiman A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan memiliki tujuan utama untuk produksi biomassa. Pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana sering menimbulkan kerusakan

Lebih terperinci

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah 2013 BAB I PENDAHULUAN

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah 2013 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Profil Daerah 1. Letak Geografis Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Karanganyar ± 77.378,64 ha terletak antara

Lebih terperinci

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di 4 (empat) desa di Kecamatan Windusari yaitu Desa Balesari, Desa Kembangkunig, Desa Windusari dan Desa Genito. Analisis terhadap

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal LAMPIRAN 45 46 Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal No Sifat Kimia Tanah Nilai Keterangan 1 ph (H 2 O) 4,59 Masam 2 Bahan Organik C-Organik (%) 1,22 Rendah

Lebih terperinci

KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI. Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono

KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI. Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono ABSTRAK Erupsi Gunung Merapi telah menghasilkan sekitar

Lebih terperinci

1.5. Lingkup Daerah Penelitian Lokasi, Letak, Luas dan Kesampaian Daerah Penelitian Lokasi dan Letak Daerah Penelitian...

1.5. Lingkup Daerah Penelitian Lokasi, Letak, Luas dan Kesampaian Daerah Penelitian Lokasi dan Letak Daerah Penelitian... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR PETA... xii INTISARI...

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. penelitian dengan baik dan benar, metode penelitian juga merupakan suatu cara

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. penelitian dengan baik dan benar, metode penelitian juga merupakan suatu cara 36 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode penelitian Metode penelitian merupakan sebuah pedoman untuk merancang penelitian dengan baik dan benar, metode penelitian juga merupakan suatu cara untuk mendapatkan

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Geofisik Wilayah. genetik tanaman juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang berupa nutrisi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Geofisik Wilayah. genetik tanaman juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang berupa nutrisi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Geofisik Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain dari faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT

LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT LAMPIRAN II HASIL ANALISA SWOT Lampiran II. ANALISA SWOT Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Material Vulkanik Merapi Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, sehingga dalam pengelolaannya harus dilakukan dengan hatihati dan

Lebih terperinci

Klasifikasi Kemampuan Lahan

Klasifikasi Kemampuan Lahan Survei Tanah dan Evaluasi Lahan M10 KLASIFIKASI KEMAMPUAN LAHAN Widianto, 2010 Klasifikasi Kemampuan Lahan TUJUAN PEMBELAJARAN : 1. Mampu menjelaskan arti kemampuan lahan dan klasifikasi kemampuan lahan

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas manusia dan lingkungan yang sudah tidak diinginkan lagi keberadaannya. Sampah sudah semestinya dikumpulkan dalam suatu tempat

Lebih terperinci

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS Puji Setiyowati* dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Survei Tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Tanah Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil berbahan induk batuliat disajikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian akan dilaksanakan pada Desember 2015 - Februari 2016. Dilaksanakan pada : 1) Lahan pertanian di sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai akibat dari perkembangan penduduk, wilayah pemukiman, dan fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi pustaka dari hasil-hasil survei dan pemetaan tanah LREPP II yang tersedia di arsip data base Balai Besar Litbang Sumberdaya

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian dan Letak Geografis Lokasi penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII. PT. Perkebunan Nusantara VIII, Perkebunan Cikasungka bagian Cimulang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

PEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI

PEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI Lampiran IV Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : Tanggal : 2014 PEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI I. PEMANTAUAN Pemantauan menjadi kewajiban bagi pelaku usaha dan atau kegiatan untuk mengetahui

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada saat musim hujan. Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun permasalahan ini sampai saat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PERECANAAN. 7044`55011`` sampai 8026`35045`` Lintang Selatan. 3.2 Lokasi

BAB III METODE PERECANAAN. 7044`55011`` sampai 8026`35045`` Lintang Selatan. 3.2 Lokasi BAB III METDE PEREANAAN 3.1 Umum TPA Randuagung terletak disebelah Utara Kabupaten Malang. Secara administratif berada di Desa Randuagung, Kecamatan Singosari. Secara geografis Kabupaten Malang terletak

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SIMO KABUATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH. Skripsi S-1 Program Studi Geografi

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SIMO KABUATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH. Skripsi S-1 Program Studi Geografi 1 KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SIMO KABUATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH Skripsi S-1 Program Studi Geografi Oleh : WIWIK CAHYANINGRUM NIRM:.5.16.91.5.117 Kepada FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Februari hingga Mei 2017 di Kecamatan Playen yang terletak di Kabupaten Gunungkidul serta Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN 1. PENDAHULUAN TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat di Indonesia, permasalahan drainase perkotaan semakin meningkat pula. Pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih sempit, desain penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahanpertanaman ubi kayu yang telah ditanami selama 35 tahun dan kebun campuran di Desa Adi Jaya, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci

Gambar 3 Peta lokasi penelitian terhadap Sub-DAS Cisangkuy

Gambar 3 Peta lokasi penelitian terhadap Sub-DAS Cisangkuy 19 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Lokasi penelitian berada di wilayah Desa Mangun Jaya Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Desa ini terletak kurang lebih 20 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci