BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK JALANAN DAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK JALANAN DAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK JALANAN DAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Bab ini berisi tinjauan pustaka. Uraian pertama akan menyangkut teori keadilan bermartabat. Selanjutnya akan dikemukakan pula teori tentang perlindungan hukum. Serta tidak lupa membahas mengenai teori tentang anak. Bab ini juga berisi hasil penelitian dan analisis perlindungan hukum terhadap anak. Uraian pertama akan menyangkut hasil penelitian yang berhubungan dengan kasus terdakwa Dodot Siswo Suwondo Bin Wowok Suwongko mengenai tindak pidana secara bersamasama mengeksploitasi ekonomi anak dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Pada bagian berikutnya dibahas mengenai analisis dalam Putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 118/Pid.B/2012/PN.Kdr., dimana perlindungan hukum terhadap anak menjadi roh putusan tersebut. 2.1.Teori Keadilan Bermartabat Pada hakikatnya pengertian teori keadilan bermartabat itu dapat diketahui dengan jalan memahami bahwa teori keadilan bermartabat itu adalah suatu nama dari teori hukum. Teori keadilan bermartabat adalah suatu ilmu, dalam hal ini ilmu hukum. Sebagai suatu ilmu hukum, cakupan dari teori keadilan bermartabat dapat dilihat dari susunan atau lapisan dalam ilmu hukum. 1 Teori keadilan bermartabat sebagi ilmu hukum memiliki suatu cakupan, yang antara lain dapat dilihat dari susunan atau lapisan ilmu hukum, yang meliputi filsafat hukum di tempat pertama. Pada lapisan kedua terdapat teori hukum. Sementara itu dogmatik hukum 1 Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat Perspektif Teori Hukum, Nusa Media, Bandung, 2015, hlm., 1-2.

2 atau ilmu hukum positif berada di tempat ketiga.hukum dan praktik hukum berada pada susunan atau lapisan ilmu hukum yang keempat. 2 Sekalipun terlihat bahwa lapisan ilmu dalam teori keadilan bermartabat itu adalah lapisan yang saling terpisah antara satu dengan lapisan lainnya, namun pada prinsipnya lapisan-lapisan ilmu hukum itu merupakan satu kesatuan sistemik, mengendap, hidup dalam satu sistem. Saling berkaitan antara satu dengan lainnya, bahu-membahu, gotong-royong sebagai suatu sistem. Teori keadilan bermartabat berangkat dari postulat sistem, bekerja mencapai tujuan, yaitu keadilan yang bermartabat. Keadilan yang memanusiakan manusia. 3 Teori keadilan bermartabat menganut suatu prinsip bahwa sekalipun ilmu hukum itu tersusun sebagaimana dapat dilihat dalam ilustrasi berbentuk susunan atau lapisan, namun keempat komponen atau lapisan-lapisan dalam teori keadilan bermartabat sebagai suatu ilmu hukum tersebut merupakan suatu sistem atau satu kesatuan yang terdiri dari beberapa bagian, namun saling kait-mengkait. Lapisan-lapisan ilmu hukum dalam perspektif teori keadilan bermartabat itu bekerja atau berfungsi sebagai sumber, atau tempat dimana hukum itu ditemukan. Memahami ilmu hukum secara utuh berarti memahami lapisan-lapisan hukum tersebut secara kait-mengait. 4 Lapisan yang di atas mendikte, atau menerangi, atau memberi pengayaan terhadap ilmu hukum di bawahnya. Begitu pula seterusnya. 2.2.Teori Perlindungan Hukum Perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak dicederai oleh aparat penegak hukum dan juga bisa berarti 2 Susunan atau bagan dimaksud merupakan modifikasi dari bagan lapisan ilmu hukum sebelumnya, terdapat dalam Teguh Prasetyo dan Abdul Hakim Barkatullah, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum, Studi Pemikiran Ahli Hukum Sepanjang Zaman, Cet., Keempat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011, hlm., Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat Perspektif Teori Hukum, Loc. Cit. 4 Teguh Prasetyo dan Abdul Hakim Barkatullah, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum, Studi Pemikiran Ahli Hukum Sepanjang Zaman, Loc. Cit.

3 perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu. Perlindungan hukum juga dapat menimbulkan pertanyaan yang kemudian meragukan keberadaan hukum. Hukum sejatinya harus memberikan perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan status hukumnya karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Setiap aparat penegak hukum jelas wajib menegakkan hukum dan dengan berfungsinya aturan hukum, maka secara tidak langsung pula hukum akan memberikan perlindungan terhadap setiap hubungan hukum atau segala aspek dalam kehidupan masyarakat yang diatur oleh hukum itu sendiri. 5 Menurut Fitzgerald, teori perlindungan hukum Salmond mengatakan bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. 6 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. 7 Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat. Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. 8 5 Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000) hlm., Ibid. 7 Ibid., hlm., Ibid., hlm., 54.

4 Menurut Pjillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan respresif. 9 Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan yang represif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan. 10 Menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga predektif dan antisipatif. 11 Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun dalam bentuk yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum. Hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat banyak macam perlindungan hukum. Selama ini pengaturan perlindungan korban belum menampakkan pola yang jelas, dalam hukum pidana positif yang berlaku pada saat ini perlindungan korban lebih banyak merupakan perlindungan abstrak atau perlindungan tidak langsung. Artinya berbagai rumusan tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan selama ini pada hakekatnya 9 Pjillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987) hlm., Maria Alfons, Implentasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-Produk Masyarakat Lokal Dalam Prespektif Hak Kekayaan Intelektual(Malang: Universitas Brawijaya, 2010) hlm., Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja Rusdakarya, 1993) hlm., 118.

5 telah ada perlindungan in abstracto secara langsung terhadap kepentingan hukum dan hak asasi korban. 12 Perlindungan secara tidak langsung dalam peraturan hukum positif tersebut belum mampu memberikan perlindungan secara maksimal. Karena realitas di Indonesia menunjukkan bahwa hukum yang berlaku secara pasti belum mampu menjamin kepastian dan rasa keadilan Teori Tentang Anak Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan negara, setiap anak perlu mendapat perlindungan dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, maupun sosial. Untuk itu, perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa adanya perlakuan diskriminatif. Dalam hal menjamin seorang anak agar kehidupannya bisa berjalan dengan normal, maka negara telah memberikan payung hukum yakni Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 13 Namun seiring berjalannya waktu, pada kenyataannya undang-undang tersebut dirasa belum dapat berjalan secara efektif karena masih adanya tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan sektoral terkait dengan definisi anak, di sisi lain maraknya kejahatan terhadap anak di tengah-tengah masyarakat, salah satunya adalah kejahatan seksual yang saat ini banyak dilakukan oleh orang-orang dekat sang anak, serta belum terakomodirnya perlindungan hukum terhadap anak penyandang disabilitas. Sehingga, berdasarkan paradigma tersebut maka Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang saat ini sudah berlaku ± 12 Barda Nawawi Arief, Perlindungan Korban Kejahatan Dalam Proses Peradilan Pidana, (Jurnal Hukum Pidana Dan Kriminologi, Vol. I/No.I/1998), hlm Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Cet. Ke.3 PT. Buana Ilmu Populer, Jakarta, 1984.

6 (kurang lebih) 12 (dua belas) tahun akhirnya diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang mempertegas tentang perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak terutama kepada kejahatan seksual yang bertujuan untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah konkrit untuk memulihkan kembali fisik, psikis, dan sosial anak. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengantisipasi anak (korban kejahatan) di kemudian hari tidak menjadi pelaku kejahatan yang sama. Karena berdasarkan fakta yang terungkap pada saat pelaku kejahatan terhadap anak (terutama pelaku kejahatan seksual) diperiksa di persidangan, ternyata sang pelaku dulunya juga pernah mengalami (pelecehan seksual) sewaktu sang pelaku masih berusia anak, sehingga sang pelaku terobsesi untuk melakukan hal yang sama sebagaimana yang pernah dialami. 14 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang mulai efektif berlaku pertanggal 18 Oktober 2014 banyak mengalami perubahan "paradigma hukum", diantaranya memberikan tanggung jawab dan kewajiban kepada negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali dalam hal penyelenggaran perlindungan anak, serta dinaikkannya ketentuan pidana minimal bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, serta diperkenalkannya sistem hukum baru yakni adanya hak restitusi. Dalam tulisan ini Penulis akan membahas secara singkat beberapa ketentuan dalam undang-undang tersebut yang dianggap "paradigma baru". 15 Anak yang berhadapan dengan hukum adalah seorang anak yang sedang terlibat dengan masalah hukum atau sebagai pelaku tindak pidana, sementara anak tersebut belum dianggap mampu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, mengingat usianya yang belum dewasa dan sedang bertumbuh berkembang, sehingga berhak untuk dilindungi sesuai dengan undang-undang. Menurut hal ini adalah anak yang telah mencapai umur 8 tahun dan 14 Muliyawan, Paradigma Baru Hukum Perlindungan Anak Pasca Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak, Hakim Pengadilan Negeri Palopo, artikel sama pernah dimuat di surat kabar harian Palopo Pos. 15 Bismar Siregar, Hukum dan Hak-Hak Anak, Cet. 1. Rajawali, Jakarta, 1986.

7 belum mencapai 18 tahun atau belum menikah. Faktor penyebab anak berhadapan dengan hukum dikelompokkan menjadi 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal, yang pertama faktor internal anak berhadapan dengan hukum mencakup: keterbatasan ekonomi keluarga; keluarga tidak harmonis (Broken Home); tidak ada perhatian dari orang tua, baik karena orang tua sibuk bekerja ataupun bekerja di luar negeri sebagai TKI; lemahnya iman dan takwa pada anak maupun orang tua. Sedangkan untuk faktor eksternal ialah kemajuan globalisasi dan kemajuan tekhnologi tanpa diimbangi kesiapan mental oleh anak; lingkungan pergaulan anak dengan teman-temanya yang kurang baik; tidak adanya lembaga atau forum curhat untuk konseling tempat anak menuangkan isi hatinya; kurangnya fasilitas bermain anak mengakibatkan anak tidak bisa menyalurkan kreativitasnya dan kemudian mengarahkan kegiatannya untuk melanggar hukum. 16 Mengenai tanggung jawab negara, pemerintah dan pemerintah daerah dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 diatur dalam beberapa pasal yang diantaranya mewajibkan dan memberikan tanggung jawab untuk menghormati pemenuhan hak anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental, serta melindungi, dan menghormati hak anak dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan perlindungan anak. Kemudian dalam undang-undang ini pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggungjawab untuk melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraan perlindungan anak di daerah yang dapat diwujudkan melalui upaya daerah membangun kabupaten/kota layak anak, serta memberikan dukungan sarana, prasarana, dan ketersediaan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan perlindungan anak Ismi Dwi A. Nurhaeni, Siany I. Listyasari, Diana T. Cahyaningsih, Atik C. Budiati, Eva Agustinawati, 2010, Kajian Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Provinsi Jawa Tengah. 17 Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, Cet. Ke. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.

8 Selain kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana di atas negara, pemerintah, dan pemerintah daerah juga menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggungjawab terhadap anak, mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak, menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak, serta kewajiban dan tanggung jawab yang paling penting adalah menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan serta memberikan biaya pendidikan atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang tinggal di daerah terpencil. Semoga amanah besar yang diberikan oleh undang-undang ini dapat dilaksanakan oleh negara, pemerintah dan pemerintah daerah demi mewujudkan tanggungjawab dan kewajibannya terhadap anak yang merupakan generasi bangsa. 18 Selain tanggung jawab negara, pemerintah dan pemerintah daerah, undang-undang ini pun memberikan amanah, tanggung jawab dan kewajiban kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak boleh lagi berpangku tangan dan bermasa bodoh dalam hal perlindungan kepada anak, diantara kewajiban dan tanggungjawab masyarakat, di antaranya adalah melakukan kegiatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak yang dilaksanakan dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan, akademisi, dan pemerhati anak. Sehingga dalam hal ini organisasi masyarakat, akademisi dan pemerhati anak sudah seharusnya turun langsung ke lapangan melakukan pencegahan dengan jalan banyak melakukan edukasi dalam hal perlindungan kepada anak, sehingga kasus-kasus kejahatan 18 Ibid.

9 terhadap anak (terutama kejahatan seksual) yang akhir-akhir ini banyak menghantui kita bisa diminimalisir. 19 Selain undang-undang ini memberikan kewajiban dan tanggung jawab kepada negara, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, undang-undang ini juga memberikan kewajiban dan tanggung jawab kepada orang tua dalam hal perlindungan kepada anak, mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak, menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya, mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak yang masih relatif dini, dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak. Karena pada kenyataannya orang tualah yang paling dekat dengan sang anak dalam kesehariannya yang secara langsung memantau pertumbuhan fisik dan psikis sang anak dan memantau pergaulan keseharian sang anak. 20 Salah satu kejahatan terhadap anak yang menjadi perhatian publik adalah kejahatan seksual yang akhir-akhir ini banyak terjadi di sekeliling kita, bahkan terkadang dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan sang anak yang selama ini kita tidak pernah sangkasangka, seperti kejahatan seksual yang dilakukan oleh seorang ayah kepada anaknya (baik ayah kandung maupun ayah angkat), bahkan pada tahun 2014 ada kasus yang menggemparkan dunia pendidikan yakni adanya kejahatan seksual yang terjadi disalah satu sekolah yang konon kabarnya "bertaraf internasional" yang "diduga" dilakukan oleh oknum pendidik, serta masih banyak kasus kejahatan seksual lainnya yang terjadi diberbagai pelosok nusantara. 21 Dahulu, kejahatan seksual terhadap anak dianggap tabu dan menjadi aib yang luar biasa, namun seiring berjalannya waktu dan kemajuan teknologi, kejahatan seksual terhadap anak sudah dianggap sesuatu hal yang tidak tabu lagi. Bahkan pelaku kejahatan seksual terhadap anak, adalah pelaku-pelaku yang mempunyai trauma masa lalu, tentu masih segar 19 Bismar Siregar, Loc. Cit. 20 Darwan Prinst, Loc. Cit. 21 Ibid.

10 dalam ingatan kita pelaku kejahatan seksual pada tahun 1996 yang terjadi di Jakarta yang dilakukan oleh Robot Gedek yang menyodomi 8 (delapan) orang anak dan selanjutnya membunuh anak-anak tersebut dan dari pengakuannya Robot Gedek mengaku puas dan merasa tak bersalah dan tidak takut masuk penjara apalagi dosa. Semua itu dilakukan demi kepuasaan seksnya dan ia mengaku pusing kepala apabila dalam sebulan tidak melakukan perbuatan tersebut. 22 Dalam kasus lain yang tidak kalah hebohnya terjadi pada tahun 2014 dimana jumlah korban pedofilia dengan pelaku Andri Sobari alias Emon, 24 tahun, telah mencapai 110 anak, 23 ternyata baik Robot Gedek dan Emon mempunyai trauma masa lalu dalam hal pelecehan seksual. Maraknya kasus-kasus kejahatan seksual tersebut menjadi perhatian publik, sehingga publik pun mendesak supaya hukuman bagi pelaku kejahatan seksual lebih diperberat dan ketentuan minimalnya dinaikkan. Dalam undang-undang perlindungan anak yang lama ancaman pelaku kejahatan seksual hanya diancam dengan pidana maksimal 15 (lima belas) tahun, minimal 3 (tiga) tahun dan denda maksimal Rp ,- (tiga ratus juta rupiah) dan minimal Rp ,- (enam puluh juta rupiah), sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 diubah dengan ancaman pidana maksimal 15 (lima belas) tahun, minimal 5 (lima) tahun dan denda maksimal sebanyak Rp ,- (lima milyar rupiah). Yang lebih khusus dalam undang undang ini adalah jika pelaku pemerkosaan atau pencabulan dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga pendidik maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga). 24 Dalam undang-undang ini juga sudah mengakomodir perlindungan hukum kepada anak-anak penyandang "disabilitas". Istilah "disabilitas" mungkin masih awam kita dengar apa yang dimaksud dengan "disabilitas". Istilah ini mulai dikenal dalam Convention on The Rights of Persons With Disabilities (CRPD). Dalam CRPD tersebut, penyandang disabilitas tempo.com. 24 Ibid.

11 diartikan sebagai mereka yang memiliki kerusakan fisik, mental, intelektual, atau sensorik jangka panjang yang dalam interaksinya dengan berbagai hambatan dapat merintangi partisipasi mereka dalam masyarakat secara penuh dan efektif. Sedangkan dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 lebih spesifik kepada pengertian anak penyandang disabilitas yaitu anak yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak. 25 Sehingga, dengan berlakuknya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, diharapkan sudah memberikan perlindungan hukum, persamaan derajat anak penyandang disabilitas dengan anak-anak yang normal, dan tidak ada lagi diskriminasi kepada anak penyandang disabilitas. Dan hal tersebut merupakan tanggung jawab negara, pemerintah dan pemerintah daerah dalam memberikan fasilitas kepada anak-anak penyandang disabilitas, karena hal tersebut merupakan hak asasi anak-anak penyandang disabilitas. Hal yang sangat baru dalam sistem pemidanaan kita di Indonesia adalah adanya hak restitusi dalam undang-undang ini. Mendengar istilah restitusi mungkin kita belum mengerti apa yang dimaksud dengan "restitusi" walaupun mengenai restitusi ini sudah diatur dalam hukum positif kita di Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia restitusi dapat berarti ganti kerugian, pembayaran kembali, pegawai berhak memperoleh pengobatan, penyerahan bagian pembayaran yang masih bersisa, sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, dapat berupa 25 Loc. Cit.

12 pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu. 26 Berdasarkan gambaran tersebut di atas tentu kita sudah paham bahwa yang dimaksud dengan restitusi adalah adanya ganti rugi kepada korban. Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 masalah restitusi hanya diatur dalam satu pasal yakni pada Pasal 71 D yang menyebutkan bahwa: (1) Setiap anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf i, dan huruf j berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi yang menjadi tanggungjawab pelaku kejahatan; (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam penjelasan pasal tersebut di atas yang dimaksud dengan "restitusi" adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau imateriil yang diderita korban atau ahli warisnya. Khusus untuk anak yang berhadapan dengan hukum yang berhak mendapatkan restitusi adalah anak korban. Berdasarkan Pasal 66 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan eksploitasi adalah: Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi ekonomi atau seksual terhadap anak. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud dengan eksploitasi adalah: 26 Ibid. 1. pengusahaan; pendayagunaan; 2. pemanfaatan untuk keuntungan sendiri; pengisapan; pemerasan tenaga orang. 27

13 Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa eksploitasi anak adalah pemanfaatan untuk keuntungan sendiri melalui anak dibawah umur yang belum berusia 18 tahun. Oleh sebab itu anak jalanan digunakan sebagai media untuk mencari uang. Pengertian eksploitasi terhadap anak jika dilihat secara umum adalah mempekerjakan seorang anak dengan tujuan ingin meraih keuntungan yang sebesar besarnya. Hal ini sangat berbahaya bagi pertumbuhan mental maupun sosial anak, khususnya anak jalanan. Pasal 64 dan 65 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan bahwa: Pasal 64: Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial dan mental spiritualnya. Pasal 65 Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Dilihat dari penjelasan di atas, seorang anak mempunyai jaminan perlindungan hukum dari kegiatan eksploitasi ekonomi, hal ini dikarenakan seorang anak belum bisa menjaga dirinya sendiri dan bisa berdampak buruk untuk kesehatan fisik maupun moralnya. Maka dari itu, seorang anak berhak mendapatkan perlindungan dari orang tua atau pihak lain yang bertanggungjawab, seperti yang tercantum dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa: Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:a. diskriminasi; b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. penelantaran; d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. ketidakadilan; dan f. perlakuan salah lainnya. Berdasarkan pasal tersebut di atas, maka orang tua atau pihak lain yang bertanggung jawab atas anak tersebut wajib memberikan perlindungan dari tindakan-tindakan yang dapat 27 Anne Ahira, Anak Bukan Objek Eksploitasi, AnneAhira.com, Diakses pada 4 Januari 2016, Pukul WIB.

14 menghilangkan hak-hak seorang anak dan masa depan seorang anak. Tindak kekerasan dapat diartikan juga sebagai: Semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional, pelecehan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain yang mengakibatkan cidera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan. 28 Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa tindak kekerasan terhadap seorang anak harus dihindari oleh berbagai pihak karena dapat berakibat buruk bagi kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak, oleh sebab itu seorang anak harus mendapatkan perlindungan khusus baik oleh orang tua ataupun oleh hukum, hal ini dikarenakan seorang anak jalanan sangat rentan terhadap eksploitasi dan tindak kekerasan. Teori-teori yang berusaha menerangkan bagaimana kekerasan ini terjadi, salah satu di antaranya teori yang berhubungan dengan stress dalam keluarga (family stress). Stres dalam keluarga tersebut bisa berasal dari anak, orang tua, atau situasi tertentu, yang meliputi: Stres berasal dari anak, misalnya anak dengan kondisi fisik, mental, dan perilaku yang terlihat berbeda dengan anak pada umumnya. Bayi dan usia balita, serta anak dengan penyakit kronis yang berlangsung bertahun-tahun juga merupakan salah satu penyebab stress; 2. Stres yang berasal dari orang tua, misalnya orang tua dengan gangguan jiwa (psikosis atau neurosa), orang tua sebagai korban kekerasan di masa lalu, orang tua ingin anaknya sempurna dengan harapan pada anak terlampau tinggi. Orang tua tersebut adalah orang tua yang terbiasa dengan sikap disiplin; 3. Stres berasal dari situasi tertentu, misalnya terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) yang dialami oleh orang tua, pindah lingkungan, dan keluarga sering bertengkar. Dengan adanya stres dalam keluarga dan faktor sosial budaya yang kental dengan 28 Mellysa Adelia, Pengertian Kekerasan Terhadap Anak, Diakses pada 4 Januari 2016, Pukul WIB. 29 Ibid.

15 ketidaksetaraan dalam hak dan kesempatan, sikap permisif terhadap hukuman badan sebagai bagian dari mendidik anak, maka para pelaku tindak kekerasan semakin merasa membenarkan atas tindakannya untuk mendera anak. Dengan sedikit faktor pemicu, biasanya berkaitan dengan tangisan tanpa henti dan ketidakpatuhan pada orang tua, maka terjadilah penganiayaan pada anak yang tidak jarang membawa malapetaka bagi anak dan keluarganya. 30 Berdasarkan macam-macam bentuk stres tersebut bisa dipahami bahwa terjadinya tindak kekerasan bisa diakibatkan oleh stres yang berlebihan dari berbagi pihak dalam lingkup keluarga. Berdasarkan tindak kekerasan tersebut, dapat diambil macam-macam tindak kekerasan terhadap anak jalanan, tindak kekerasan dapat digolongkan menjadi 4 bagian, yaitu: 1. Penyiksaan Fisik (Physical Abuse) Segala bentuk penyiksaan fisik, dapat berupa cubitan, pukulan, tendangan, dan tindakan-tindakan lain yang dapat membahayakan anak. 2. Penyiksaan Emosi (Psychological/Emotional Abuse) Penyiksaan emosi adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan anak, selanjutnya konsep diri anak terganggu, anak merasa tidak berharga untuk dicintai dan dikasihi. 3. Pelecehan Seksual (Sexual Abuse) Pelecehan seksual pada anak adalah kondisi dimana anak terlibat dalam aktivitas seksual, anak sama sekali tidak menyadari, dan tidak mampu mengkomunikasikannya, atau bahkan tidak tahu arti tindakan yang diterimanya. 4. Pengabaian (child neglect) 30 Irma SetiaWati Sumitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak Jalanan, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hlm., 19.

16 Pengabaian terhadap anak termasuk penyiksaan secara psikis, yaitu segala ketiadaan perhatian yang memadai, baik fisik, emosi maupun sosial. 31 Berdasarkan macam-macam tindak kekerasan yang dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seorang anak sangat rentan akan tindak kekerasan yang sangat merugikan bagi pertumbukan anak tersebut dan bisa mengganggu pertumbuhan mental seorang anak. Selain tindak kekerasan yang sangat membahayakan pertumbuhan anak, pengabaian terhadap seorang anak juga sangat membahayakan bagi pertumbuhan anak. Jenis-jenis pengabaian terhadap anak: 1. Pengabaian fisik Misalnya keterlambatan mencari bantuan medis, pengawasan yang kurang memadai, serta tidak tersedianya kebutuhan akan rasa aman dalam keluarga. 2. Pengabaian pendidikan Orang tua sering kali tidak memberikan fasilitas pendidikan yang sesuai dengan bakat dan kemampuan anak. 3. Pengabaian secara emosi Ketidaksadaran orang tua akan kehadiran anaknya ketika sedang bertengkar. Pembedaan perlakuan dan kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya. 4. Pengabaian fasilitas medis Orang tua tidak menyediakan layanan medis untuk anak meskipun secara finansial memadai. 5. Mempekerjakan anak dibawah umur Hal ini melanggar hak asasi anak untuk memperoleh pendidikan, dapat membahayakan kesehatan, serta melanggar hak anak sebagai manusia Abdul Hakim Garuda Nusantara, Prospek Perlindungan Anak, Makalah, Jakarta, Seminar Perlindungan Hak- Hak Anak, 1986, hlm., Rika Saraswati S.H., CN., M.Hum. Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hlm., 16.

17 Eksploitasi dan tindak kekerasan terhadap anak memang sangat membahayakan bagi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, maka dari itu peran serta masyarakat sangatlah penting. Pasal 100 dan 101 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, mengatur pula mengenai peran serta masyarakat dalam rangka penegakan hak asasi manusia dalam masyarakat, yang isinya adalah: Pasal 100 Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia. Pasal 101 Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak menyampaikan laporan atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia pada komnas HAM atau lembaga lainnya yang berwenang dalam rangka perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia. Berdasarkan pasal yang diuraikan di atas, maka jelas kiranya bahwa peranan masyarakat sangatlah penting, bahkan masyarakat berhak melaporkan atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia, dalam hal ini pelanggaran hak asasi manusia sebagai seorang anak. Partisipasi dari masyarakat ini bisa sangat membantu untuk memberi perlindungan bagi anak jalanan dari eksploitasi ekonomi dan tindakan-tindakan kekerasan yang bisa dilakukan oleh berbagai pihak termasuk oleh orang tuanya sendiri. Oleh sebab itu peran serta pemerintah, lembaga masyarakat, masyarakat, dan orang tua asuh sangatlah penting untuk menghindari jumlah anak jalanan di Indonesia yang tereksploitasi dan korban tindak kekerasan. Anak jalanan merupakan suatu komunitas anak yang paling rentan terhadap eksploitasi dan tindakan kekerasan yang terjadi pada diri anak jalanan. Semua tindak kekerasan yang terjadi pada anak jalanan tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam lingkup keluarga maupun dalam lingkup lingkungan sosial anak tersebut. Masalah

18 anak terutama anak jalanan, semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal ini akibat krisis ekonomi berkepanjangan yang dialami oleh Indonesia sejak pertengahan tahun Anak adalah amanah dan juga karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 33 Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Pengertian dari kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi, serta berhak atas perlindungan dari eksploitasi dan tindak kekerasan serta hak sipil dan kebebasan. Sebelum berbicara anak jalanan, Penulis akan menjelaskan tentang definisi anak. Konsep anak didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan pemahaman yang beragam. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak adalah: Seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang dimaksud anak adalah: Seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Berdasarkan Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan bahwa: Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. 33 Sri Widoyati Soekito, Anak dan Wanita dalam Hukum, Diadit Media, Jakarta, 2002, hlm., 76.

19 Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak adalah seorang anak yang masih dalam kandungan sampai anak yang berusia 18 tahun dan belum menikah. Pemahaman tentang anak jalanan adalah seorang anak yang belum sampai berusia 18 tahun yang melakukan kegiatan dan kesehariannya di jalanan yang dapat mengganggu ketenteraman dan keselamatan orang lain serta membahayakan dirinya sendiri. 34 Direktorat Bina Sosial DKI menyebutkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berkeliaran di jalan raya sambil bekerja mengemis atau menganggur saja. Berdasarkan Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak terlantar yaitu: Anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, sepiritual, maupun sosial. Hal tersebut menjelaskan bahwa seorang anak terlantar atau anak jalanan yang masih belum dewasa atau belum berumur 18 tahun harus dilindungi oleh berbagai pihak, baik oleh pihak orang tua, masyarakat maupun oleh negara, seperti yang tercantum dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang isinya adalah: (1). Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara; (2). Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. Pasal tersebut menjelaskan bahwa pentingnya perlindungan kepada seorang anak bahkan seorang anak yang masih dalam kandungan. Maka dari itu, turut serta masyarakat sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup seorang anak yang sejahtera, baik secara mental maupun sosial dan terhindar dari eksploitasi dan tindak kekerasan terhadap anak jalanan. Menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, anak jalanan dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu: 34 H. Ahmad Kamil, H.M. Fauzan, Hukum Perlindungan Anak Jalanan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1999, hlm., 22.

20 1. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya (children of the street). Anak-anak yang tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Kelompok anak ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan perceraian orang tua. Umumnya anak tersebut tidak mau kembali ke rumah, kehidupan jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka. 2. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the street). Anak sering kali diidentikkan sebagai pekerja migrant kota, yang pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi sampai sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek, penyapu mobil dan kuli panggul. Tempat tinggal anak jalanan di lingkungan kumuh bersama dengan saudara atau teman-teman senasibnya. 3. Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Seorang anak yang masih tinggal dengan orang tuanya, seorang anak yang dalam posisi tersebut berada di jalanan sebelum atau sesudah sekolah. Motivasi anak dalam posisi tersebut turun ke jalan karena terbawa teman, belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua. Aktivitas usaha anak jalanan yang paling menyolok adalah berjualan koran. 4. Anak-anak jalanan yang berusia di atas 16 tahun. Seorang anak berada di jalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan. Umumnya anak tersebut telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Anak jalanan biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa (orang tua ataupun saudaranya) ke kota. Pekerjaan anak jalanan biasanya mencuci bus menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli panggul), pengasong, pengamen, pengemis, dan pemulung. Berdasarkan pengelompokan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peran serta orang tua sangat mempengaruhi bagi seorang anak yang turun ke jalan. Hal ini disebabkan

21 faktor-faktor sosial psikologis keluarga yang tidak harmonis. Akibatnya eksploitasi ekonomi dan tindak kekerasan terhadap seorang anak akan terjadi Tujuan Hukum Dari sekian banyak pendapat yang ada mengenai tujuan hukum, apabila hendak diinventarisasi hanyalah terdapat 2 teori, yaitu teori etis dan teori utilitas. Kedua teori ini merupakan landasan dari teori atau pendapat lainnya, dan terori lainnya itu merupakan varian atau kombinasi dari teori etis dan/atau teori utilitas Teori Etis Filsuf Aristoteles memperkenalkan teori etis dalam bukunya yang berjudul Rhetorica dan Ethica Nicomachea. Teori ini berpendapat bahwa tujuan hukum itu semata-mata untuk mewujudkan keadilan. Keadilan disini adalah ius suum cuique tribuere (slogan lengkapnya iustitia est constans et perpetua voluntas ius suumcuique tribuere) yang dapat diartikan memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi bagian atau haknya. Selanjutnya, Aristoteles membagi keadilan menjadi 2, yaitu keadilan komutatif (keadilan yang memberikan kepada tiap orang menurut jasanya), dan keadilan distributif (keadilan yang memberikan jatah kepada setiap orang sama banyaknya tanpa harus mengingat jasa-jasa perseorangan). 36 Disebut dengan toeri etis karena isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai mana yang adil dan mana yang tidak adil. Teori ini oleh L.J.Van Apeldoorn dianggap berat sebelah karena terlalu mengagungkan keadilan yang pada akhirnya 35 Disarikan dari Dudu Duswara Machmudin, 2010, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa, RefikaAditama, Bandung, hlm., Ibid.,hlm Dalam buku ini disebutkan bahwa selain keadilan distributif dan komutatif, pakar hukum lain juga membedakan keadilan menjadi beberapa jenis, antara lain keadilan vindikatif, keadilan kreatif, keadilan protektif, dan keadilan legalis.

22 tidak akan mampu membuat peraturan umum. Sedangkan peraturan umum itu merupakan sarana untuk kepastian dan tertib hukum Teori Utilitas Jeremy Bentham, seorang pakar hukum asal Inggris, mengemukakan bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan apa yang berfaedah atau yang sesuai dengan daya guna (efektif). Adapun yang terkenal adalah the greatest happiness for the greatest number (kebahagiaan terbesar untuk jumlah yang terbanyak). Teori ini sangat mengagung-agungkan kepastian hukum dan memerlukan adanya peraturan yang berlaku umum, maka muncullah semboyan yuridis terkenal yang dikumandangkan oleh Ulpianus dalam Digesta lex dura sed tament scripta atau lex dura sed ita scripta yang kalau diterjemahkan artinya undang-undang itu keras, akan tetapi memang sudah ditentukan demikian bunyinya. 38 Kedua teori di atas, mengandung kelemahan yang sama, yaitu tidak seimbang atau berat sebelah. Akibat mengagungkan keadilan, maka teori etis mengabaikan kepastian hukum. Apabila kepastian hukum terabaikan, maka ketertiban akan terganggu. Padahal justru dengan ketertiban, keadilan dapat terwujud dengan baik. Sebaliknya, karena terlalu mengagungkan kegunaan, teori utilitas mengabaikan keadilan. Justru hukum dapat berfaedah, apabila sebanyak mungkin menegakkan keadilan. 39 Berdasar dari kelemahan-kelemahan kedua teori tersebut, muncul banyak teori-teori turunan atau gabungan dari kedua teori tersebut, yang tidak terlalu menonjolkan keadilan atau menonjolkan kemanfaatan. Sampai hari ini pun, perkembangan teori tujuan hukum masih tetap berlangsung. Beberapa contoh dari perkembangan teori tujuan hukum yang dapat dipakai untuk mendalami makna sebenarnya dari tujuan hukum antara lain: 37 Ibid.,hlm Baca.juga L.J. Van Apeldoorn, 1996, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta,hlm Ibid., hlm Ibid., hlm. 27.

23 1. Betapa pun, tujuan hukum adalah untuk menciptakan damai sejahtera dalam hidup bermasyarakat. Oleh karena itulah perlu dirujuk pandangan Ulpianus yang menyatakan: iuris praecepta sunt haec: honeste vivere, alterumnon-ladere, suum cuique tribuere yang kalau diterjemahkan secara bebas artinya: perintah hukum adalah: hidup jujur, tidak merugikan sesama manusia, dan setiap orang mendapatkan bagiannya Dalam perbincangan mengenai tujuan hukum ini, perlu juga dikemukakan pendapat Bellefroid yang menyatakan: het recht beoogt de geestelijke, zedelijke en stoffelijkebehoeften der gemenschaap op passende wijze te bevredigen of ook: de persoonlijkheid der mensen in het gemeenschapsleven te volmaken, d.w.z. de gemeenschap zo teordenen, dat de persoon zijn geestelijke, zedelijke, en lichamelijke vermogens daarin ontplooien en tot hun hoogste ontwikkeling brengen Inilah maksud dan tujuan hukum yang sebenar-benarnya. Hukum menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan hidup bersama. Hukum itu mengisi kehidupan yang jujur dan damai dalam seluruh lapisan masyarakat Perundang-undangan tertua yang diketahui dari studi hukum ialah perundangan Hammourabi, Raja Babylonia (± 2000 tahun SM). Maksud tujuan hukum dalam perundangundangan itu, berintikan ketentuan yang menyatakan janganlah hendaknya yang kuat merugikan yang lemah Tujuan hukum versi teori pengayoman (pengayoman sebagai lambang keadilan yang disimbolkan dengan Pohon Beringin. Ditemukan oleh Menteri Kehakiman Sahardjo untuk menggantikan simbol keadilan negara barat yang dirupakan oleh Dewi Themis (puteri 40 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, hlm Ibid.,(terjemahan bebas: hukum berusaha untuk memenuhi kebutuhan jasmani, kejiwaan, dan rohani masyarakatnya, atau juga meningkatkan kepribadian individu-individu dalam hidup bermasyarakat. Dengan demikian, apabila dikatakan bahwa masyarakat dalam keadaan tertib, berarti setiap orang di dalam masyarakat tersebut dapat mengembangkan keadaannya baik secara jasmani, pikiran, maupun rohaninya). 42 Soedjono Dirdjosisworo, 2010, Pengantar Ilmu Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm Ibid.

24 Ouranos dan Gala). Menurut teori pengayoman, tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik secara aktif maupun pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar. Sedangkan yang dimaksud dengan secara pasif, adalah mengupayakan pencegahan atas tindakan yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak. Usaha mewujudkan pengayoman tersebut termasuk di dalamnya adalah: a). Mewujudkan ketertiban dan keteraturan, b). Mewujudkan kedamaian sejati, c). Mewujudkan keadilan, dan d). Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial Fakta Putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 118/Pid.B/2012/PN.Kdr. Contoh kasus (yang masih menggunakan pengaturan dalam UU Perlindungan Anak) dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 118/Pid.B/2012/PN.Kdr. Fakta yang muncul dari putusan tersebut adalah bahwa Terdakwa diminta mencari calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) untuk dipekerjakan di Malaysia oleh saksi. Walaupun terdakwa tidak dapat mencarikan, namun terdakwa telah menampung saksi korban di rumahnya, kemudian terdakwa menyuruh seseorang untuk mengantarkan saksi korban itu ke bandara. Usia korban yang dipekerjakan masih tergolong anak-anak. Akibat perbuatan terdakwa tersebut, para saksi mengalami eksploitasi ekonomi karena dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga tanpa mendapatkan upah. Terdakwa juga mengakui telah mendapat keuntungan karena melakukan perbuatan itu. Atas perbuatannya itu, hakim menyatakan perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 88 UU Perlindungan Anak, dan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan 44 Dudu Duswara Machmudin, op.cit., hlm. 28. Secara khusus mengenai kisah Pohon Beringin yang menggantikan Dewi Themis dan biodata singkat Dr. Sahardjo, SH. dapat dibaca dalam artikel berjudul Dr. Saharjo, Menolak Dewi Keadilan Demi Pohon Beringin yang dapat diakses pada situs

25 tindak pidana secara bersama-sama melakukan eksploitasi ekonomi terhadap seorang anak. Jika ditilik dari fakta dalam putusan tersebut di atas, menurut Teguh Prasetyo, 45 hukum itu sejatinya adalah moral. Maka, dalam perspektif teori keadilan bermartabat, moralitas hukum itu sejatinya adalah hukum itu sendiri. Hanya saja, manakala suatu sistem hukum itu harus di-break down atau dianalisis, maka moralitas hukum itu haruslah dibuat pengkualifikasian. Fuller mengemukakan adanya delapan persyaratan bagi pengkualifikasian terhadap suatu sistem hukum yang mencerminkan moralitas hukum. Dengan moralitas yang demikian itu, maka suatu sistem hukum dapat dinilai baik atau tidak baik. Dengan demikian, maka kegagalan untuk menciptakan sistem yang mengandung kedelapan moralitas menurut Fuller dimaksud tidak hanya melahirkan sistem hukum yang tidak baik (jelek), 46 melainkan sesuatu yang tidak dapat disebut sebagai sistem hukum sama sekali. 47 Sebagaimana umum diketahui, Lon Fuller adalah seorang ahli hukum Amerika ( ). Orang ini dikenal dalam kepustakaan filsafat hukum sebagai penggagas suatu pendekatan hukum alam yang sekuler (a secular natural law approach). 48 Menurut Fuller, suatu sistem hukum mempunyai suatu inner morality, 49 moral yang ada dan sengaja dibangun dan dimasukkan ke dalam sistem hukum itu. Dengan moralitas yang ada di dalam sistem hukum itu, maka menurut Fuller, suatu sistem hukum mempunyai tujuan tertentu. Tujuan yang tertentu adalah menundukkan perilaku orang dalam sistem hukum itu untuk diperintah oleh kaidah-kaidah dan asas-asas hukum di dalam sistem hukum itu. 45 Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat Perspektif Teori Hukum, Op. Cit., hlm., Teguh Prasetyo, Hukum dan Sistem Hukum Berdasarkan Pancasila, Cet., Pertama, Media Perkasa, Yogyakarta, 2013, hlm., Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cet., Keenam, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2006, hlm. 52. Dikutip pula dalam Teguh Prasetyo, Hukum dan Sistem Hukum Berdasarkan Pancasila, Ibid. 48 Raymond Wacks, Philosophy of Law, A Very Short Introduction, Oxford University Press, Oxford, 2006, hlm., 12. Dikutip pula dalam Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat Perspektif Teori Hukum, Op. Cit., hlm., Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat Perspektif Teori Hukum, Ibid.

26 Teguh Prasetyo mengibaratkannya dalam perumpamaan Fuller yang menggunakan contoh seorang raja khayalan yang bernama King Rex, sedangkan Penulis menggunakan contoh nyata, yaitu apa yang terrekam dalam putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 118/Pid.B/2012/PN.Kdr, tersebut di atas, yang mana perbuatan terdakwa tersebut para saksi mengalami eksploitasi ekonomi karena dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga tanpa mendapatkan upah. Terdakwa juga mengakui telah mendapat keuntungan karena melakukan perbuatan itu Hasil Penelitian Dakwaan Penuntut Umum Pada persidangan tanggal 12 Juni 2012 juga dibacakan permohonan yang diajukan oleh INDARTI, alamat Jl. Dahlia No. 10 RT. 002 RW. 003 Desa Mojongapit, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang tertanggal : 03 Mei 2012 perihal pinjam pakai barang bukti berupa 1 (satu) unit kendaraan Toyota Avanza Type G, WARNA Black Mica tahun 2011, No.pol S-822-WH beserta STNK-nya, dan atas hal tersebut Penuntut Umum menanggapi dengan menyatakan tidak keberatan atas adanya permohonan pinjam pakai barang bukti tersebut. Kemudian Majelis Hakim mengeluarkan Penetapan No: 118/Pen.Pid./2012/PN. Kdr tertanggal 12 Juni 2012 tentang pinjam pakai barang bukti. Timbul pertanyaan, bahwa apakah dengan fakta-fakta yuridis tersebut di atas, terdakwa sudah dapat dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sesuai dengan pasal-pasal tindak pidana yang didakwakan kepadanya, tentunya harus dipertimbangkan dakwaan Penuntut Umum sebagaimana tersebut di bawah ini: Terdakwa, oleh Penuntut Umum telah didakwa dengan dakwaan alternatif sebagai berikut: Pertama, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007

iustitia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuere) yang dapat diartikan

iustitia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuere) yang dapat diartikan BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 5 TUJUAN DAN FUNGSI HUKUM Pembicaraan mengenai tujuan dan fungsi hukum tidak akan pernah ada selesainya, setiap orang memiliki pendapatnya masing-masing mengena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG EKSPLOITASI DAN KEKERASAN TERHADAP ANAK JALAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG EKSPLOITASI DAN KEKERASAN TERHADAP ANAK JALAN BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG EKSPLOITASI DAN KEKERASAN TERHADAP ANAK JALAN A. Pengertian dan Ruang Lingkup Eksploitasi dan Tindak Kekerasan Terhadap Anak Jalanan Anak jalanan merupakan suatu komunitas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN FILSAFAT HUKUM MATCH DAY 14 HUKUM UNTUK SIAPA?

MATERI PERKULIAHAN FILSAFAT HUKUM MATCH DAY 14 HUKUM UNTUK SIAPA? MATERI PERKULIAHAN FILSAFAT HUKUM MATCH DAY 14 HUKUM UNTUK SIAPA? Dimulai dengan sebuah pertanyaan sederhana, hukum itu untuk siapa?, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan pertanyaan hukum untuk manusia

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan

Lebih terperinci

Wawancara bersama penyidik Unit Pelayanan Perempuan Dan Anak

Wawancara bersama penyidik Unit Pelayanan Perempuan Dan Anak LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. IPDA Yospin Ngii 2. AIPDA Yan Aswati 3. BRIPTU Eva Ratna Sari 4. BRIPDA Luci Armala Wardani 5. BRIPDA Ida Ayu Sri Dian Lestari 6. BRIPDA Widya Windiarti 7. BRIPDA Oktaviana Siburian

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.297, 2014 SOSIAL. Perlindungan Anak. Kewajiban. Tanggung Jawab. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pencarian kenikmatan seksual orang dewasa yang berakibat merusak fisik dan

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap orang tua yang harus dijaga, dilindungi dan diberi kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK ANAK

PERLINDUNGAN HAK ANAK PERLINDUNGAN HAK ANAK oleh Elfina Lebrine Sahetapy, SH., LLM Penulis adalah dosen di Fakultas Hukum Universitas Surabaya Sebelum kita membahas lebih lanjut permasalahan tentang perlindungan anak, maka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa anak yang merupakan tunas dan generasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFIKING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3)

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3) Perlindungan Anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dari penelantaran, diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi dan/atau seksual, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, perlakuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, Menimbang : Mengingat a. bahwa anak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR 20 BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR 2.1 Pekerja Anak 2.1.1 Pengertian anak Pengertian anak secara umum dipahami masyarakat adalah keturunan kedua setelah ayah dan ibu.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a. bahwa Kota Blitar memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda,

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 1. Pertanyaan : Negara Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan kepada anak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak 7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pembahasan mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah sekaligus cermin

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

MEKANISME PERLINDUNGAN DAN PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP ANAK. Grasia Kurniati, S.H, M.H, Wulansari, S.H, M.H. Tim Abdimas Pusat Studi Gender

MEKANISME PERLINDUNGAN DAN PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP ANAK. Grasia Kurniati, S.H, M.H, Wulansari, S.H, M.H. Tim Abdimas Pusat Studi Gender MEKANISME PERLINDUNGAN DAN PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP ANAK Grasia Kurniati, S.H, M.H, Wulansari, S.H, M.H Tim Abdimas Pusat Studi Gender UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG Abstrak Anak adalah generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK UMUM Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK

BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK 1.1 Peranan Undang-Undang Perlindungan Anak Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Anak Yang Menjadi

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Gambaran Umum Undang-undang perlindungan anak dibentuk dalam rangka melindungi hakhak dan kewajiban anak,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pelanggaran terhadap hak-hak anak terjadi sepanjang abad kehidupan manusia. Hal tersebut tercermin dari masih adanya anak-anak yang mengalami abuse,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang 21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak Terdapat beberapa perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini yang mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang masih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) Hubungan antara Undang-Undang Pengadilan Anak sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum tentang Anak secara Umum 1. Pengertian Anak Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA 1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi 6 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi? Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, SALINAN BUPATI DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk selanjutnya disebut UUP memberikan definisi perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di kenal dengan istilah strafbar feit dan dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanggung jawab yang telah diembankan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

I. PENDAHULUAN. tanggung jawab yang telah diembankan oleh Tuhan Yang Maha Esa. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak pada hakekatnya adalah sebuah anugerah dan juga sebuah amanah. Sebagai sebuah anugerah, anak adalah karunia terindah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci