Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan"

Transkripsi

1

2

3 Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung RI

4 Judul: Penulis: Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung RI ISBN: Tebal: vi halaman Diterbitkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia bekerja sama dengan Australia Indonesia Partnership for Justice Desain sampul dan tata letak: Rizky Banyualam Permana Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang Cetakan Pertama, 2017

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah dan rahmat-nya, Mahkamah Agung Republik Indonesia dapat menyelesaikan pembuatan Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (selanjutnya disebut PERMA No. 1/2016) ini adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung tentang mediasi di pengadilan untuk menggantikan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif, dan dapat membuka akses yang lebih luas kepada para pihak untuk memperoleh penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan. Sejak 2003, Mahkamah Agung telah mengintegrasikan mediasi dalam proses berperkara dalam bidang perdata melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2003, kemudian Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun Prosedur Mediasi di Pengadilan yang menjadi bagian hukum acara perdata dapat memperkuat dan mengoptimalkan fungsi lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa. Namun demikian, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan masih belum optimal memenuhi kebutuhan pelaksanaan mediasi yang lebih berdayaguna dan mampu meningkatkan keberhasilan mediasi di pengadilan. Penyusunan PERMA No. 1/2016 ini merupakan penyempurnaan dari PERMA sebelumnya. Beberapa hal baru yang diatur dalam PERMA ini adalah pengaturan tentang iktikad baik dalam proses mediasi, pengaturan tentang kesepakatan perdamaian sebagian, pengaturan mediasi di tahap pemeriksaan perkara, upaya hukum dan prosedur pendaftaran akta perdamaian di luar pengadilan, pengaturan tentang ruang lingkup pembahasan dalam pertemuan mediasi yang tidak hanya mencakup hal-hal yang tertuang dalam posita dan petitum gugatan, perubahan lama waktu mediasi, dan pengaturan-pengaturan lainnya yang dapat mendorong para pihak untuk mencapai perdamaian dalam proses mediasi. iii

6 Buku tanya jawab yang sedang anda baca ini tidak dimaksudkan untuk memberikan suatu pendapat hukum atau dijadikan sebagai dasar hukum suatu perkara, melainkan sebagai bahan bacaan untuk membantu anda memahami prosedur mediasi di pengadilan. Pada kesempatan ini saya menyampaikan penghargaan kepada seluruh anggota Tim Kerja Harian Kelompok Kerja (Pokja) Alternatif Penyelesaian Sengketa yang telah menyusun buku ini. Saya juga menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung Pokja dalam penyusunan buku ini, yaitu Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ). Semoga buku ini dapat membantu pencari keadilan untuk memperoleh akses penyelesaian perkara di pengadilan secara damai yang tepat dan efektif. Ketua Kamar Pembinaan / Ketua Tim Kerja Harian Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung RI Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH, LLM. iv

7 KATA SAMBUTAN Perluasan mediasi sebagai bentuk alternatif penyelesaian sengketa telah menjadi prioritas kerjasama antara Australia dan Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Donor lain seperti UN, Uni Eropa dan AS juga telah memberikan dukungan yang signifikan. Mediasi meningkatkan akses terhadap keadilan bagi masyarakat miskin, meningkatkan efisiensi pengadilan dan meningkatkan keharmonisan di masyarakat, sebagai pihak yang menerima manfaat yang dicapai melalui mediasi. Setelah menjadi fokus kerja selama empat tahun terakhir, Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung telah menjadi tim pelopor (champion team) dari pengadilan dan masyarakat untuk memperbaiki praktik mediasi, baik di pengadilan maupun di masyarakat. Mediasi di masyarakat telah menjadi bagian dari budaya Indonesia selama berabad-abad. Kelompok Kerja dan mitra AIPJ telah berusaha untuk memastikan bahwa perlindungan konstitusi untuk semua warga disediakan dalam praktek mediasi. Pemerintah daerah mulai dapat melihat nilai mediasi dalam mendukung bisnis dan menyelesaikan sengketa masyarakat. Beberapa pemerintah, daerah seperti di NTB dan Aceh, kini mendanai pusat mediasi masyarakat. Merupakan hal yang sangat bagus melihat Pengadilan mendukung mediasi di masyarakat dan siap untuk mengakui kesepakatan mediasi yang dicapai melalui mediasi masyarakat. Semangat pelopor mediasi Indonesia sangat jelas dan inspiratif,mereka berbagi pengetahuan secara langsung melalui pelatihan, website www. mediasi.mahkamahagung.go.id dan media sosial lainnya. Pada saat ini kita sudah dapat melihat para pencari keadilan menerima manfaat dari mediasi, Pengadilan dan pusat-pusat mediasi masyarakat sudah menghasilkan momentum dan AIPJ dapat merefleksikan apa yang sedang dipelajari, serta melihat masyarakat dapat memperoleh manfaat dari penerapan mediasi. Pimpinan Proyek Kemitraan Australia Indonesia untuk Keadilan (Australia Indonesia Partnership for Justice) Craig Ewers v

8 Daftar Isi KATA PENGANTAR... iii KATA SAMBUTAN... v Daftar Isi... vi Bagian I: Umum... 1 Bagian II : Pengertian dan Prinsip Umum Mediasi di Pengadilan... 2 Pengertian Mediasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Lainnya... 2 Sekilas PERMA No. 1/2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan...4 Bagian III: Pihak-pihak yang Terkait Dalam Proses Mediasi Mediator...10 Non Pengadilan Para Pihak Kuasa Hukum Ahli atau Tokoh Agama, Masyarakat atau Adat...17 Pengadilan...17 Ketua Pengadilan...19 Panitera Pengganti...20 Pegawai Pengadilan Lainnya...20 Bagian IV: Iktikad Baik dalam Mediasi...22 Pengertian Iktikad Baik...22 Ruang Lingkup Iktikad Baik dalam Mediasi...25 Tata Cara Penetapan Iktikad Tidak Baik Dalam Mediasi...27 Bentuk Sanksi Bagi Penggugat Tidak Beriktikad Baik, Tergugat Tidak Beriktikad Baik, Penggugat Dan Tergugat Tidak Beriktikad Baik...29 vi

9 Bagian V: Prosedur dan Tata Cara Mediasi...31 Mediasi Wajib...31 Tempat Penyelenggaraan Mediasi...31 Sertifikasi Mediator dan Akreditasi Lembaga...31 Tahapan Tugas Mediator...32 Tahapan Pramediasi...33 Kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara...33 Kewajiban Kuasa Hukum...34 Hak Para Pihak Memilih Mediator...35 Batas Waktu Pemilihan Mediator...36 Pemanggilan Para Pihak pada Tahap Pramediasi...36 Pemanggilan Para Pihak pada untuk Mediasi...37 Tahapan Proses Mediasi...38 Jangka Waktu Proses Mediasi...38 Ruang Lingkup Materi Mediasi...38 Keterlibatan Ahli dan Tokoh Masyarakat...39 Mediasi Sukarela...39 Mediasi Sukarela pada Tahap Pemeriksaan Perkara...39 Mediasi Sukarela pada Tahap Upaya Hukum...40 Mediasi di Luar Pengadilan...41 Bagian VI: Hasil Mediasi dan Tindak Lanjutnya...43 Umum...43 Mediasi Berhasil Seluruhnya Dan Sebagian...44 Mediasi Tidak Berhasil...48 Mediasi Tidak Dapat Dilaksanakan...48 Lampiran...50 vii

10

11 Bagian I: Umum Apakah dasar hukum mediasi? Mediasi di luar pengadilan diatur dalam Pasal 6 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Mediasi di pengadilan diatur dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg yang mengatur mengenai lembaga perdamaian. Hakim wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum perkaranya diperiksa. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan - selanjutnya ditulis PERMA No. 1/2016 (yang menggantikan PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan). Mengapa perlu mediasi di pengadilan? Mediasi diperlukan di pengadilan karena mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif, dan dapat membuka akses yang lebih luas kepada para pihak untuk memperoleh penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan. Apakah keuntungan mediasi? Mediasi di pengadilan juga memiliki keuntungan sebagai berikut: Memberi kesempatan untuk tercapainya penyelesaian berdasarkan kesepakatan yang dapat diterima oleh para pihak, sehingga para pihak tidak perlu menempuh upaya banding dan kasasi. Memberdayakan para pihak yang bersengketa dalam proses penyelesaian sengketa. Bersifat tertutup/rahasia. Tingginya tingkat kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan sehingga hubungan para pihak yang bersengketa di masa depan dapat tetap terjalin dengan baik. 1

12 Bagian II : Pengertian dan Prinsip Umum Mediasi di Pengadilan Pengertian Mediasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Lainnya Apakah yang dimaksud dengan mediasi? Menurut Pasal 1 huruf (a) PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Perbedaan antara mediasi dengan alternatif penyelesaian sengketa lainnya? Berikut ini adalah perbedaan beberapa alternatif penyelesaian sengketa dilihat dari sifatnya (sukarela atau tidak), siapa pemutusnya, bagaimana keputusan penyelesaian sengketa memiliki kekuatan mengikat, keterlibatan pihak ketiga, aturan pembuktiannya, proses, hasil dan pelaksanaannya. 2

13 Karakteristik Litigasi Arbitrase Mediasi Negosiasi Pengertian Pendekatan ini melibatkan pihak ketiga yang secara secara institusional diakui memilki kekuasaan dalam sengketa. Proses ini menggerakan proses dari yang bersifat pribadi menjadi publik. Dalam proses ini biasanya para pihak menggunakan jasa pengacara Cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator (Pasal 1 huruf a PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dengan pihak lainnya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia) untuk bertindak sebagai penasehat dan masalah diperdebatkan di hadapan pihak ketiga, yaitu Hakim, yang akan memberikan penilaian melalui keputusannya. Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pengadilan) Sifat Tidak Sukarela Sukarela Sukarela Sukarela Pemutus Hakim Arbiter Para Pihak Para Pihak Mengikat dan Mengikat Mengikat dan ada dapat diuji apabila terjadi Mengikat kemungkinan untuk hal yang kesepakatan banding sangat terbatas sebagai kontrak Mengikat apabila terjadi kesepakatan sebagai kontrak 3

14 Karakteristik Litigasi Arbitrase Mediasi Negosiasi Pihak Ketiga Ditetapkan Dipilih oleh Dipilih sebagai Tidak ada danumumnya tidak memiliki keahlian pada objek persengketaan para pihak dan biasanya memiliki keahlian pada objek persengketaan mediator Aturan Teknis Informal Tidak ada Tidak ada Pembuktian Proses Masing-masing menyampaikan bukti argumen Masing-masing menyampaikan bukti argumen Presentasi permasalahan dan kepentingan Presentasi permasalahan dan kepentingan Hasil Menang-Kalah Menang-Kalah Menang- Menang Menang- Menang Pelaksanaan Terbuka Tertutup Tertutup Tertutup Sekilas PERMA No. 1/2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Perbedaan apakah yang diatur dalam PERMA No. 1/2016 dibandingkan dengan PERMA No. 1 Tahun 2008? 1. PERMA No. 1/2016 membuka peluang bagi pegawai pengadilan di luar Hakim untuk bertindak selaku mediator. Pegawai pengadilan dimaksud adalah Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, Jurusita, Jurusita Pengganti, calon Hakim dan pegawai lainnya. Kedudukannya disamakan dengan mediator non hakim yang harus memiliki sertifikat untuk dapat menjalankan fungsi mediator. 2. Pengaturan lebih rinci mengenai perkara-perkara yang tidak wajib di mediasi. 3. Pengaturan tentang alasan-alasan yang sah tidak menghadiri mediasi untuk kemudian dapat diwakilkan kepada Kuasa Hukum. Alasanalasan tersebut adalah kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan mediasi berdasarkan surat keterangan dokter, 4

15 di bawah pengampuan, mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri, dan menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan. 4. Pengaturan tentang iktikad baik dalam mediasi, meliputi kriteria tidak beriktikad baik, bentuk sanksi jika Penggugat tidak beriktikad baik, bentuk sanksi jika Tergugat tidak beriktikad baik, bentuk sanksi jika Penggugat dan Tergugat tidak beriktikad baik, mekanisme penetapan pihak atau para pihak yang tidak beriktikad baik dan mekanisme pelaksanaan sanksi. 5. Menambah kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara untuk menjelaskan tentang prosedur mediasi dan penandatanganan formulir terkait penjelasan mediasi serta kesiapan untuk beriktikad baik dalam menempuh mediasi. Meskipun dalam PERMA sebelumnya pengaturan ini telah dibuat, namun cakupan penjelasan dan penandatanganan formulir tidak diatur. 6. Pengaturan tentang kewajiban kuasa hukum terhadap prinsipal yang akan menempuh mediasi serta keharusan adanya surat kuasa yang menyatakan kewenangan untuk mengambil keputusan apabila prinsipal tidak dapat menghadiri mediasi dengan alasan yang sah. 7. Pengaturan tentang ruang lingkup pembahasan dalam pertemuan mediasi yang tidak hanya mencakup hal-hal yang tertuang dalam posita dan petitum gugatan serta tata cara yang harus ditempuh oleh Para Pihak apabila mediasi menghasilkan kesepakatan di luar konteks posita dan petitum gugatan. 8. Perubahan lama waktu mediasi wajib dilaksanakan dari sebelumnya diatur selama 40 (empat puluh) hari menjadi 30 (tiga puluh) hari. Perubahan juga dilakukan terhadap lama waktu perpanjangan mediasi dari sebelumnya hanya 14 (empat belas) hari menjadi 30 (tiga puluh) hari. 9. Perubahan nomenklatur hasil mediasi yang dikerucutkan menjadi tiga, yakni mediasi berhasil, mediasi tidak berhasil dan mediasi tidak dapat dilaksanakan. Dalam PERMA sebelumnya terdapat empat istilah hasil mediasi, yakni mediasi berhasil, mediasi tidak berhasil, mediasi gagal, dan mediasi tidak layak. Dua istilah yang terakhir digabungkan dan diubah menggunakan istilah baru yakni mediasi tidak dapat dilaksanakan. 5

16 10. Pengaturan kewenangan Hakim Pemeriksa Perkara terhadap kesepakatan perdamaian yang hendak dikuatkan menjadi akta perdamaian. Selain memiliki kewenangan untuk menelaah, Hakim Pemeriksa Perkara juga berwenang memberikan saran perbaikan atas suatu kesepakatan perdamaian. Pengaturan kewenangan ini tidak hanya berlaku pada mediasi yang dilaksanakan di pengadilan, tetapi juga mediasi di luar pengadilan yang kesepakatan perdamaiannya akan dimohonkan untuk dikuatkan di pengadilan dengan akta perdamaian. 11. Diperkenalkannya kesepakatan sebagian (partial settlement) sebagai hasil mediasi dan masuk dalam kategori mediasi yang berhasil serta tata cara menyelesaikan sebagian lainnya yang belum disepakati melalui mediasi. Kesepakatan sebagian ini dapat berupa kesepakatan sebagian pihak (subyek) dan kesepakatan sebagian permasalahan (obyek). 12. Perubahan pengaturan tentang mediasi pada tahap upaya hukum. Jika dalam PERMA sebelumnya, keterlibatan pengadilan dalam proses mediasi dimulai semenjak para pihak menyatakan keinginannya untuk menempuh perdamaian hingga penunjukan mediator dan pelaksanaan mediasi, maka dalam PERMA yang baru tidak lagi diatur mengenai proses tersebut. Dalam PERMA baru ini hanya diatur apabila para pihak mencapai kesepakatan selama proses upaya hukum (banding, kasasi, dan peninjauan kembali). Apakah mediasi berdasarkan PERMA No. 1/2016 tentang Mediasi di Pengadilan dapat diterapkan di semua lingkungan peradilan? Tidak, ketentuan mengenai prosedur mediasi dalam PERMA tersebut berlaku dalam proses berperkara di pengadilan hanya dalam lingkungan Peradilan Umum maupun Peradilan Agama. Apakah setiap perkara wajib dilakukan mediasi? Ya. Pada dasarnya semua perkara wajib dilakukan mediasi. Menurut Pasal 4 ayat (1) semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui mediasi, kecuali perkara-perkara 6

17 yang oleh PERMA No. 1/2016 dikecualikan dari mediasi. Dasar Hukum: Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 PERMA No. 1/2016. Perkara-perkara apa sajakah yang menurut PERMA No. 1/2016 dikecualikan untuk mediasi? a. Sengketa yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya meliputi antara lain: 1. sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga; 2. sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan Industrial; 3. keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha; 4. keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen; 5. permohonan pembatalan putusan arbitrase; 6. keberatan atas putusan Komisi Informasi; 7. penyelesaian perselisihan partai politik; 8. sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana; dan 9. sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat yang telah dipanggil secara patut; c. Gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara (intervensi); d. Sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan; e. Sengketa yang diajukan ke pengadilan setelah diupayakan penyelesaian di luar pengadilan melalui mediasi dengan bantuan mediator bersertifikat yang terdaftar di pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator bersertifikat. Dasar Hukum: Pasal 4 ayat (2) PERMA No. 1/

18 Bagaimana sifat proses mediasi? Proses mediasi bersifat tertutup dan rahasia, kecuali para pihak menghendaki lain. Namun demikian, Kesepakatan Perdamaian yang dikuatkan dengan akta perdamaian tunduk pada keterbukaan informasi di pengadilan (Dasar Hukum: Pasal 5 ayat (1) PERMA No. 1/2016). Kapankah dimulainya proses mediasi? Mediasi wajib dilakukan di awal persidangan sebelum gugatan dibacakan. Namun, mediasi juga dapat dilakukan meskipun sudah dalam tahap pemeriksaan perkara, ataupun dalam tahap upaya hukum. Mediasi ini disebut mediasi sukarela. Artinya jika para pihak berkeinginan untuk damai namun perkaranya sudah masuk dalam pemeriksaan ataupun upaya hukum, maka tetap dapat dilakukan mediasi. Apakah para pihak boleh didampingi oleh kuasa hukum? Boleh, namun para pihak tetap harus menghadiri langsung proses mediasi. Bolehkah kehadiran para pihak diwakilkan dalam proses mediasi? Tidak Boleh. Para pihak wajib menghadiri proses mediasi secara langsung. Kehadiran melalui sarana komunikasi audio visual jarak jauh dianggap sebagai kehadiran langsung. Para pihak dapat tidak menghadiri proses mediasi hanya dengan alasan yang sah. Mengapa para pihak dapat tidak menghadiri proses mediasi? Beberapa alasan sah tidak menghadiri proses mediasi adalah: 1. Sakit, berdasarkan surat keterangan dokter 2. Di bawah pengampuan 3. Tempat tinggal atau berkedudukan di luar negeri 4. Tugas negara, tugas profesi atau tuntutan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan 8

19 Siapakah yang membayar biaya mediasi? Biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi dibebankan kepada Penggugat terlebih dahulu melalui panjar biaya perkara. Apabila mediasi berhasil, biaya pemanggilan ditanggung bersama atau berdasarkan kesepakatan para pihak. Namun, apabila mediasi tidak berhasil atau tidak dapat dilaksanakan, biaya pemanggilan dibebankan kepada pihak yang kalah. Apa saja komponen biaya mediasi? Biaya mediasi adalah biaya yang (telah) timbul dalam proses mediasi sebagai bagian dari biaya perkara, yang diantaranya meliputi biaya pemanggilan para pihak, biaya perjalanan berdasarkan pengeluaran nyata, biaya pertemuan, dan biaya ahli. Siapa yang membayar jasa mediator? Bila para pihak menggunakan mediator Hakim atau aparatur pengadilan dalam proses mediasi, maka para pihak tidak perlu membayar biaya jasa mediator. Bila para pihak menggunakan jasa mediator non Hakim yang tersedia di pengadilan, maka biaya jasa mediator non Hakim ditanggung bersama atau berdasarkan kesepakatan para pihak. Apakah mediasi boleh dilakukan di luar Pengadilan? Boleh, mediasi diselenggarakan di ruang mediasi pengadilan atau di tempat lain di luar pengadilan yang disepakati oleh para pihak. Namun bila mediator berasal dari Hakim atau Pegawai Pengadilan maka mediasi dilakukan di dalam pengadilan, karena Hakim dan Pegawai Pengadilan dilarang menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan. Begitu juga jika mediator non Hakim dan bukan pegawai pengadilan yang dipilih atau ditunjuk bersamasama dengan Mediator Hakim atau Pegawai Pengadilan dalam satu perkara wajib menyelenggarakan mediasi bertempat di pengadilan. 9

20 Bagian III: Pihak-pihak yang Terkait Dalam Proses Mediasi Mediator Bagaimana cara memilih mediator? Setelah Majelis Hakim memberikan penjelasan tentang kewajiban mediasi dan para pihak telah menandatangani formulir penjelasan mediasi, para Pihak dapat memilih seorang atau lebih mediator yang tercatat dalam Daftar Mediator di pengadilan. Para pihak pada hari itu juga dapat menyepakati untuk memilih mediator atau paling lama 2 hari berikutnya. Setelah para pihak menyepakati mediatornya, lalu mereka menyampaikan pilihan mediator ke Hakim Pemeriksa Perkara. Bagaimana tahapan tugas seorang mediator? Berdasarkan PERMA No. 1/2016 tugas mediator adalah sebagai berikut. 1. memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk saling memperkenalkan diri; 2. menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi kepada para pihak; 3. menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan; 4. membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama para pihak; 5. menjelaskan bahwa mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus); 6. menyusun jadwal mediasi bersama para pihak ; 7. mengisi formulir jadwal mediasi. 10

21 8. memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian; 9. menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala prioritas; 10. memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk: a. menelusuri dan menggali kepentingan para pihak ; b. mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak; dan c. bekerja sama mencapai penyelesaian; 11. membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan Kesepakatan Perdamaian; 12. menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak dapat dilaksanakannya mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara; 13. menyatakan salah satu atau para pihak tidak beriktikad baik dan menyampaikan kepada Hakim Pemeriksa Perkara; 14. tugas lain dalam menjalankan fungsinya. Bagaimana apabila mediator melanggar Pedoman Perilaku Mediator? Apabila mediator melanggar Pedoman Perilaku Mediator, Ketua Pengadilan berwenang menjatuhkan sanksi terhadap mediator tersebut. Sanksi dapat berupa teguran lisan, atau teguran tertulis atau pencoretan nama seseorang mediator dari Daftar Mediator. Teguran lisan dijatuhkan apabila seorang mediator terbukti melanggar Pedoman Perilaku Mediator. Ketika seorang mediator telah mendapat dua kali teguran lisan, maka Ketua Pengadilan menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis. Ketika seorang mediator telah dikenakan sanksi tertulis dua kali, maka Ketua Pengadilan mencoret namanya dari Daftar Mediator di pengadilan tersebut. Setiap penjatuhan sanksi kepada seorang mediator yang terbukti melanggar Pedoman Perilaku Mediator, dicatat dalam register mediator pada Pengadilan Tingkat Pertama di tempat mediator tersebut terdaftar. 11

22 Bolehkah seorang mediator yang telah dicoret dari Daftar Mediator di suatu pengadilan mendaftar lagi untuk menjadi mediator di pengadilan lain? Tidak boleh. Ia tidak lagi memenuhi kualifikasi menjadi mediator di pengadilan di seluruh Indonesia. Bagaimana syarat dan mekanisme pendaftaran mediator non hakim bukan pegawai pengadilan di pengadilan? Mediator non Hakim bukan pegawai pengadilan bersertifikat harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan agar namanya ditempatkan ke dalam Daftar Mediator pada pengadilan bersangkutan, dengan melampirkan: 1) Salinan sah Sertifikat Mediator / fotokopi yang telah dilegalisir yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi mediator terakreditasi, 2) salinan sah ijazah pendidikan terakhir / fotokopi yang telah di legalisir, 3) pas photo berwarna terbaru; dan 4) daftar riwayat hidup yang sekurang-kurangnya memuat latar belakang pendidikan, keahlian dan/ atau pengalaman. Setelah menyampaikan permohonan tersebut kepada Ketua Pengadilan, pemohon akan mendapatkan tanggapan dari Ketua Pengadilan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonannya diterima. Apabila semua dokumen persyaratan tersebut di atas telah dipenuhi, Ketua Pengadilan kemudian menerbitkan surat keputusan penempatan mediator non Hakim bersertifikat ke dalam daftar Daftar Mediator. Sebaliknya, apabila semua persyaratan tersebut tidak terpenuhi, Ketua Pengadilan menyampaikan surat penolakan secara tertulis kepada pemohon dalam rentang waktu 30 (tiga puluh) hari. Dalam surat penolakan tersebut, harus disebutkan alasan-alasannya. Bolehkah mediator menjadi saksi pada perkara yang tengah di mediasi? Tidak boleh. Apabila seorang mediator tengah memediasi suatu perkara, maka ia tidak boleh menjadi saksi pada perkara tersebut. 12

23 Bolehkah mediator dikenai pertanggungjawaban secara pidana dan perdata atas isi kesepakatan perdamaian? Tidak. Mediator tidak dapat dikenai pertanggungjawaban secara pidana dan/ atau perdata atas isi kesepakatan perdamaian yang dibuat oleh para pihak yang bersengketa. Ini karena mediator hanya sebagai fasilitator saja dalam proses mediasi. Semua pertanggungjawaban dari isi kesepakatan perdamaian menjadi tanggung jawab para pihak yang membuat kesepakatan perdamaian. Bolehkah hakim yang tidak memiliki sertifikat mediator menjadi mediator? Boleh. Hakim yang tidak memiliki sertifikat mediator dapat menjadi mediator. Ketua pengadilan mengeluarkan surat keputusan yang menetapkan Hakim yang tidak memiliki sertifikat mediator dapat menjalankan fungsi sebagai mediator. Surat keputusan tersebut diterbitkan jika tidak ada Hakim yang bersertifikat mediator atau jumlah mediator sangat terbatas untuk melaksanakan mediasi secara maksimal. Bila mediator merasa ada benturan kepentingan dengan perkara yang tengah di mediasi, apa yang harus ia lakukan? Ketika mediator melihat adanya benturan kepentingan dengan perkara yang dimediasi, maka ia harus mengundurkan diri dari mediator perkara tersebut. Bagaimana bentuk-bentuk benturan kepentingan mediator dalam menangani sengketa? PERMA No. 1/2016 tidak mengatur tentang ini, tetapi Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia mengatur tentang hal ini dan dapat menjadi referensi dalam menentukan adanya benturan kepentingan mediator. Berikut bentuk-bentuk benturan kepentingan mediator dalam menangani sengketa berdasarkan Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia No. 7/LAPSPI-PER/2015: a. Mediator menjadi salah satu pihak yang berperkara; b. Mediator telah terlibat sebelumnya dalam perkara; c. Mediator pernah memberikan jasa konsultasi/nasehat/pendapat ahli kepada salah satu pihak/afiliasinya mengenai perkara; 13

24 d. Mediator sedang menjadi konsultan/penasehat/ahli dari salah satu pihak; e. Mediator sedang menjadi manajer, direktur atau anggota komisaris, atau orang yang berpengaruh dalam suatu perusahaan salah satu pihak/ afiliasinya; f. Mediator sedang menjadi manajer, direktur atau anggota komisaris, atau orang yang memiliki kekuasaan untuk mengontrol afiliasi salah satu pihak, jika afiliasi tersebut terkait langsung dengan perkara; g. Mediator memiliki hubungan keluarga dengan salah satu Pihak; h. Mediator mempunyai kepentingan finansial dengan salah satu Pihak; i. Mediator mempunyai kepentingan finansial terhadap Kesepakatan Perdamaian yang mungkin dicapai; j. Mediator/kantornya secara periodik memberikan jasa konsultasi/ nasehat/pendapat ahli kepada salah satu Pihak/afiliasinya, dan mediator/ kantornya mendapatkan imbalan finansial dari pemberian jasa tersebut; k. Kantor mediator sedang menangani perkara atau memberikan konsultasi/ nasehat/pendapat ahli dalam perkara untuk salah satu pihak, walaupun tanpa melibatkan mediator. l. Mediator adalah pemegang saham, baik langsung maupun tidak langsung, dari salah satu Pihak/afiliasinya dengan mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi salah satu Pihak; m. Mediator memiliki hubungan keluarga dengan kuasa hukum salah satu pihak; n. Mediator telah mengumumkan bahwa dirinya berada dalam suatu posisi tertentu yang memiliki benturan kepentingan dan/atau tidak akan mampu bersikap imparsial terkait dengan perkara, baik melalui pernyataan terbuka ataupun lainnya. Bolehkah mediator sekaligus menjadi negosiator bagi para pihak yang bersengketa? Tidak boleh. Mediator hanya sebagai fasilitator saja. Para pihaklah yang menjadi negosiator bagi tercapainya kesepakatan antara mereka. 14

25 Non Pengadilan Para Pihak Bolehkah pihak Penggugat atau Tergugat menolak untuk mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi? Boleh, selama disampaikan dalam proses mediasi disertai dengan alasanalasannya. Apakah para pihak dikenakan biaya jasa mediator? Bila mediator berasal dari Hakim dan pegawai pengadilan, para pihak tidak dikenakan biaya mediasi. Akan tetapi bila mediator non hakim dan bukan pegawai pengadilan, maka jasa mediator ditanggung secara bersama-sama oleh para pihak berdasarkan kesepakatan. Bagaimana jika majelis hakim tidak memerintahkan para pihak untuk mengikuti proses mediasi? Bila Majelis Hakim tidak memerintahkan para pihak untuk mediasi sehingga para pihak tidak melakukan mediasi, maka ini merupakan suatu pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mediasi di pengadilan. Apabila perkaranya diajukan upaya hukum, maka Pengadilan Tingkat Banding atau Mahkamah Agung harus memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama untuk melakukan mediasi. Perintah tersebut dibuat dalam putusan sela. Apa saja yang terjadi pada sidang pertama ketika Penggugat dan Tergugat hadir? Pada persidangan hari pertama, majelis hakim akan mengupayakan perdamaian antara para pihak. Apabila tidak berhasil, lalu majelis hakim memerintahkan para pihak untuk mengikuti proses mediasi. Majelis hakim juga harus menjelaskan tentang prosedur mediasi kepada para pihak. Penjelasan tersebut meliputi: a) pengertian dan manfaat mediasi, b) kewajiban Para Pihak untuk menghadiri langsung pertemuan mediasi berikut akibat hukum atas perilaku tidak beriktikad baik 15

26 dalam proses mediasi, c) biaya yang mungkin timbul akibat penggunaan mediator non Hakim dan bukan pegawai pengadilan, d) pilihan menindaklanjuti Kesepakatan Perdamaian melalui Akta Perdamaian atau pencabutan gugatan; dan e) kewajiban Para Pihak untuk menandatangani formulir penjelasan mediasi. Para pihak lalu menandatangani formulir penjelasan mediasi yang diberikan oleh majelis hakim. Formulir tersebut memuat pernyataan bahwa Para Pihak telah: a) memperoleh penjelasan prosedur mediasi secara lengkap dari Hakim Pemeriksa Perkara, b) memahami dengan baik prosedur mediasi; dan, c) bersedia menempuh mediasi dengan iktikad baik. Bagaimana jika para pihak dalam dua hari yang diberikan majelis hakim tidak dapat bersepakat memilih mediator? Apabila dalam dua hari yang telah diberikan Majelis Hakim para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator, Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara segera menunjuk mediator Hakim atau pegawai pengadilan sesuai daftar mediator di pengadilan. Kuasa Hukum Apa sajakah kewajiban kuasa hukum dalam proses mediasi? Kuasa hukum wajib membantu para pihak melaksanakan hak dan kewajibannya dalam proses mediasi. Beberapa kewajiban lain kuasa hukum antara lain: a) kuasa hukum juga wajib menyampaikan penjelasan Hakim Pemeriksa Perkara tentang mediasi kepada para pihak; b) kuasa hukum juga wajib mendorong para pihak berperan langsung secara aktif dalam proses mediasi; c) membantu para pihak mengidentifikasi kebutuhan, kepentingan dan usulan penyelesaian sengketa selama proses mediasi; 16

27 d) membantu para pihak merumuskan rencana dan usulan Kesepakatan Perdamaian dalam hal para pihak mencapai kesepakatan; e) menjelaskan kepada para pihak terkait kewajiban kuasa hukum. Bolehkah kuasa hukum mewakili para pihak yang berhalangan hadir dalam pertemuan mediasi? Boleh. Ketika para pihak berhalangan hadir dalam pertemuan media berdasarkan alasan yang sah, ia dapat diwakili oleh kuasa hukumnya. Kuasa hukum tersebut menunjukkan surat kuasa khusus kepada mediator. Surat kuasa khusus tersebut memuat memuat kewenangan kuasa hukum untuk mengambil keputusan. Ahli atau Tokoh Agama, Masyarakat atau Adat Bolehkah proses mediasi menghadirkan ahli, tokoh agama, tokoh masyarakat atau tokoh adat? Boleh. Para pihak boleh menghadirkan ahli, tokoh agama, tokoh masyarakat atau tokoh adat dalam proses mediasi. Bagaimanakah kekuatan keterangan ahli dalam proses mediasi? Kekuatan keterangan ahli bisa mengikat atau tidak mengikat. Ini tergantung pada kesepakatan awal dari para pihak. Karenanya sebelum ahli memberikan keterangan, harus ada kesepakatan para pihak terlebih dahulu soal kekuatan keterangan ahli tersebut. Pengadilan Siapa sajakah pejabat pengadilan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur mediasi di pengadilan? 1. Ketua Pengadilan Ketua Pengadilan sebagai pimpinan tertinggi di pengadilan memiliki tanggung jawab yang besar untuk memastikan proses mediasi di pengadilan berjalan dengan baik. Dari sisi sarana dan prasarana mediasi, Ketua Pengadilan 17

28 berkewajiban menyediakan ruangan yang representatif dan nyaman untuk aktivitas mediasi. Ketua Pengadilan harus menunjuk Hakim Pengawas yang bertugas mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan mediasi. Ketua Pengadilan memperhatikan hasil evaluasi dari Hakim Pengawas tersebut dalam melakukan pemantauan pelaksanaan mediasi di pengadilan. Ketua Pengadilan juga menerbitkan surat keputusan pendaftaran mediator non Hakim bersertifikat dan penunjukkan mediator Hakim. Seluruh nama mediator non hakim dan Hakim dipampang dalam Daftar Mediator yang memungkinkan para pihak memilih mediator yang mereka inginkan. Apabila di suatu pengadilan ada pegawai non hakim yang telah memiliki sertifikat mediator, ketua pengadilan harus memberdayakan mereka menjadi mediator di pengadilan itu. Dalam rencana kerja tahunan satuan kerja, ketua harus memasukkan mediasi sebagai program kerja yang dievaluasi setiap tahunnya. Untuk memastikan aktivitas mediasi terekam dengan baik, penggunaan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) harus dilakukan. Sejak awal proses mediasi dimulai pada setiap perkara, penginputan informasi business process mediasi direkam menggunakan SIPP. Informasi mediasi yang terekam dalam SIPP tersebut kemudian dilaporkan kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Tingkat Banding secara berkala.. 2. Wakil Ketua, Hakim Pengawas, Hakim dan Hakim Mediator Selain ketua, pejabat pengadilan lain yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan court annexed mediation adalah Wakil Ketua Pengadilan, Hakim Pengawas, Hakim dan Hakim Mediator. Mereka memastikan pelaksanaan proses mediasi sesuai dengan PERMA No. 1/2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan juga Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 108/KMA/SK/ VI/2016 Tentang Tata Kelola Mediasi di Pengadilan. 3. Panitera, Sekretaris, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Juru Sita Pejabat pengadilan lainnya yang juga memiliki tanggung jawab terhadap proses mediasi adalah Panitera, Sekretaris, Panitera Muda, Panitera Pengganti dan Juru Sita/Juru Sita Pengganti, petugas pengelola administrasi mediasi, petugas meja informasi dan pegawai pengadilan lainnya. Pejabat tersebut wajib mendukung dan melaksanakan kebijakan, program, perintah dan 18

29 penetapan pimpinan serta Hakim pada pengadilan yang bersangkutan dalam rangka penyediaan sarana prasarana, pengelolaan administrasi, sosialisasi/ diseminasi informasi dan implementasi mediasi di pengadilan (Dasar hukum: Pasal 2 dan 3 SK KMA 108). Ketua Pengadilan Bagaimanakah pengawasan dan evaluasi proses mediasi di pengadilan? Pengawasan dan evaluasi proses mediasi di pengadilan dilakukan oleh Ketua Pengadilan. Ketua Pengadilan berwenang menjatuhkan sanksi terhadap mediator apabila terbukti melakukan pelanggaran Pedoman Perilaku Mediator. Ketua Pengadilan memanggil mediator yang dilaporkan oleh salah satu pihak atau para pihak yang bersengketa atau pihak lainnya tentang ada pelanggaran Pedoman Perilaku Mediator. Ketua Pengadilan memberikan kesempatan kepada mediator untuk memberikan klarifikasi atau pembelaan diri. Ketua Pengadilan dapat membentuk tim untuk memeriksa kebenaran laporan tentang pelanggaran Pedoman Perilaku Mediator. Tim terdiri dari tiga orang mediator yang berasal dari Pengadilan Tingkat Pertama. Bagaimana cara melaporkan hasil mediasi? Bagaimana pelaporan mediasi dilakukan? Dalam SK Ketua Mahkamah Agung Nomor 108/KMA/SK/VI/2016 Tentang Tata Kelola Mediasi di Pengadilan, pelaporan mediasi dibuat bulanan. Laporan ini mencakup informasi tentang sisa mediasi bulan lalu, perkara yang dimediasi, jumlah perkara yang dimediasi, jumlah perkara yang berhasil dimediasi, jumlah perkara yang tidak berhasil dimediasi, jumlah perkara yang tidak dapat dilaksanakan mediasinya, dan jumlah perkara yang proses mediasinya sedang berjalan. Laporan bulanan ini ditandatangani oleh Panitera dan Ketua Pengadilan. Laporan tersebut dikirimkan ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Tingkat Banding. Untuk membuat pelaporan proses mediasi yang akurat dimulai dengan memasukkan semua data proses mediasi ke dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara Mahkamah Agung RI. 19

30 Panitera Pengganti Apakah Panitera Pengganti boleh ikut dalam pertemuan mediasi? Panitera Pengganti tidak boleh hadir dalam pertemuan mediasi. Ini karena proses mediasi bersifat tertutup sesuai dengan Pasal 5 PERMA No. 1/2016. Akan tetapi Panitera Pengganti wajib untuk selalu berkoordinasi dengan mediator terkait penentuan jadwal dan tahapan mediasi. Pegawai Pengadilan Lainnya Bagaimana agar masyarakat mendapatkan informasi dengan baik tentang mediasi ketika mereka datang ke pengadilan? Agar masyarakat mendapatkan informasi dengan baik tentang mediasi, pengadilan harus memaksimalkan layanan informasi. Brosur-brosur tentang pentingnya dan manfaat mediasi harus disediakan di meja informasi. Bila pengguna pengadilan membutuhkan informasi lebih rinci tentang mediasi, petugas meja informasi dapat menjelaskannya. Selain petugas meja informasi, Panitera Muda Perdata pada Pengadilan Negeri dan Panitera Muda Gugatan pada Pengadilan Agama juga wajib memberikan informasi kepada pencari keadilan pada saat mendaftarkan gugatan mereka. Apa sajakah prasarana dan sarana mediasi yang harus tersedia di pengadilan? Proses mediasi sangat memerlukan prasarana dan sarana yang representatif. Ruang mediasi dibangun sebagai bagian dari gedung utama pengadilan yang tata letaknya terlihat oleh umum. Ruang mediasi diupayakan terdiri dari ruangan untuk pertemuan bersama, ruangan untuk pertemuan sepihak atau kaukus dan ruang tunggu. Dalam sebuah ruangan mediasi, diupayakan harus memiliki sarana sebagai berikut. 1) Pada ruangan yang digunakan untuk pertemuan bersama harus memiliki satu set meja dan kursi berbentuk oval ukuran besar. 2) Pada ruangan yang digunakan untuk pertemuan sepihak atau kaukus harus memiliki satu set meja dan kursi berbentuk oval ukuran sedang. 3) Pada ruang tunggu harus memiliki satu set meja dan kursi berbentuk bulat kecil. 20

31 4) Pada ruangan mediasi harus ada dua unit daftar mediator. 5) Harus ada papan penunjuk yang bertuliskan Ruang Tunggu, Ruang Mediasi, Ruang Kaukus. 6) Harus ada papan alur mediasi pada setiap ruangan mediasi. 7) Pada ruangan mediasi harus ada satu unit komputer dan printer, lemari dan rak buku, buku register dan satu unit pendingin ruangan jika diperlukan. 8) Selain itu, juga diperlukan alat untuk pertemuan jarak jauh (teleconference) jika diperlukan. 21

32 Bagian IV: Iktikad Baik dalam Mediasi Pengertian Iktikad Baik Apa alasan perlunya pengaturan iktikad baik dalam mediasi? 1. menghindari risiko berlangsungnya proses mediasi yang bersifat pro forma belaka, yakni sekedar untuk mengikuti perintah mediasi agar perkaranya dapat diperiksa melalui proses litigasi. Hampir semua peraturan mediasi di pengadilan mempersyaratkan para pihak untuk menempuh mediasi terlebih dahulu dan baru dapat dilanjutkan pada tahap litigasi jika mediasi dinyatakan tidak berhasil; 2. menghindari proses mediasi dilaksanakan seperti proses litigasi yang sifatnya berlawanan (adversarial), dimana para pihak saling berargumen secara baik secara verbal maupun tertulis dan mengajukan pembuktian satu sama lain; 3. para pihak cenderung menghindari dan menunjukkan sikap penolakan terhadap proses mediasi, akibatnya mereka bermediasi ala kadarnya tanpa memperhatikan kualitas partisipasi dan negosiasi. Dengan adanya pengaturan tentang iktikad baik akan mendorong terwujudnya proses mediasi yang sungguh-sungguh dan berkualitas; 4. proses mediasi pada dasarnya adalah proses kerjasama para pihak dengan mediator secara timbal balik untuk mencapai terjadinya kesepakatan penyelesaian perkara. Tujuan mediasi yang baik dan mulia akan sia-sia jika pihak-pihak yang terlibat dalam mediasi tidak menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik dan mulia pula. Dengan pengaturan tentang iktikad baik diharapkan proses mediasi akan berlangsung efektif dengan dukungan dan partisipasi konstruktif dari para pihak. 22

33 Mengapa PERMA No. 1/2016 tidak memberikan pengertian tentang iktikad baik dalam mediasi? PERMA No. 1/2016 tidak memberikan pengertian tentang iktikad baik untuk menghindari penafsiran yang subyektif jika diuraikan batas pengertiannya. Peraturan-peraturan mediasi di berbagai negara umumnya juga tidak mengajukan pengertian khusus tentang iktikad baik. Peraturan-peraturan yang ada umumnya menyebutkan hal-hal apa sajakah yang termasuk perbuatan yang tidak beriktikad baik. Meskipun dari perbuatan tidak beriktikad baik tersebut dapat ditarik pemahamannya secara positif, namun tidak digeneralisasi memberikan batasan pengertian tentang iktikad baik. Bagaimana bentuk perbuatan tidak beriktikad baik dan makna beriktikad baik? Dalam artikel berjudul Good Faith as the Absence of Bad Faith: The Excluder Theory in Mediation, Nadja Alexander, meskipun tidak seluruhnya relevan dalam konteks PERMA no. 1 Tahun 2016, memberikan bentuk dengan contoh sebagai berikut: Bentuk Perbuatan Tidak Beriktikad Baik Menolak untuk berpartisipasi dalam proses ADR yang telah disepakati dalam kontrak Tidak menghadiri proses ADR yang diperintahkan oleh Pengadilan Menolak tanpa alasan untuk terlibat dalam proses ADR Sikap mengganggu untuk menyempitkan isu Maknanya terhadap Iktikad Baik Melaksanakan kontrak yang telah disepakati Menerima untuk berpartisipasi dalam proses ADR yang telah disepakati dalam kontrak. Kesediaan untuk bekerjasama Menghadiri proses ADR yang diperintahkan oleh Pengadilan Melakukan upaya yang wajar dan sungguhsungguh untuk menghindari proses litigasi Menolak dengan alasan yang sah untuk terlibat dalam proses ADR Bertindak sesuai dengan keadilan procedural Sikap tenang dan menghormati pihak lain dalam menyampaikan permasalahannya. 23

34 Bentuk Perbuatan Tidak Beriktikad Baik Tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan Tidak mengijinkan mediator untuk menjelaskan tawaran dari pihak lawan Tidak melakukan dialog dengan mediator dan pihak lawan untuk menyampaikan kekurangan yang dilihat dalam proses mediasi Menolak untuk mempertimbangkan pilihan-pilihan penyelesaian yang wajar Tidak mengajukan tawaran pilihan-pilihan penyelesaian yang wajar Tidak responsif selama proses mediasi Mengakhiri atau menarik diri dari proses mediasi tanpa alasan yang jelas Masuk ke dalam penyelesaian tanpa alasan yang disadari atau mengingkari penyelesaian yang telah disepakati tanpa alasan Maknanya terhadap Iktikad Baik Kesiapan untuk mengambil keputusan Memberikan ruang kepada mediator untuk membingkai ulang atau menerjemahkan penawaran Mengijinkan mediator untuk menjelaskan tawaran dari pihak lawan Mempersiapkan diri untuk menegosiasikan proses dan substansi Melakukan dialog dengan mediator dan pihak lawan untuk menyampaikan kekurangan yang dilihat dalam proses mediasi Menahan diri dari penyalahgunaan kekuatan dalam negosiasi Meperhatikan dan mempertimbangkan pilihanpilihan penyelesaian yang wajar Berpartisipasi secara bermakna dalam tahapan negosiasi Mengajukan tawaran pilihan-pilihan penyelesaian yang wajar Bertindak secara kooperatif dan responsif Bertindak dengan penuh kejujuran dan mengikuti proses mediasi sampai selesai. Bertindak dengan integritas dan niat jujur terkait penyelesaian yang telah disepakati. Adakah hubungan pengaturan iktikad baik dengan keberhasilan proses mediasi mencapai kesepakatan perdamaian? Tidak ada, pengaturan tentang iktikad baik lebih dimaksudkan untuk 24

35 menjamin terciptanya proses / berlangsungnya mediasi yang berkualitas, bukan mengharuskan para pihak berhasil mencapai kesepakatan perdamaian. Proses mediasi yang berkualitas dapat mendorong potensi keberhasilan mencapai kesepakatan perdamaian. Bagaimana hubungan pengaturan iktikad tidak baik dengan asas kesukarelaan mediasi? Asas kesukarelaan tidak bertentangan dengan iktikad baik. Keduanya tidak saling menghalangi untuk mengambil keputusan dalam menyelesaikan perkaranya dan tidak menghalangi mengungkapkan materi perundingan dalam proses mediasi. Iktikad baik merupakan salah satu etika yang mengatur perilaku hal-hal yang dapat diamati secara obyektif, seperti kehadiran, penyerahan resume perkara dan penandatanganan kesepakatan yang sudah dicapai dalam proses mediasi. Ruang Lingkup Iktikad Baik dalam Mediasi Bagaimana ruang lingkup pengaturan iktikad baik dalam peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016? Pengaturan iktikad baik dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 mencakup: a. Pasal 7 ayat (2): Kriteria perbuatan tidak beriktikad baik. b. Pasal 22 ayat (1) dan (2): Bentuk sanksi apabila Penggugat tidak beriktikad baik. c. Pasal 23 ayat (1): Bentuk sanksi apabila Tergugat tidak beriktikad baik. d. Pasal 23 ayat (8): Bentuk sanksi apabila Penggugat dan Tergugat samasama tidak beriktikad baik. e. Pasal 22 ayat (3) dan (4) serta Pasal 23 ayat (3) dan (4): Mekanisme penetapan pihak atau para pihak tidak beriktikad baik. f. Pasal 22 ayat (5) dan Pasal 23 ayat (7): Mekanisme pelaksanaan sanksi. 25

36 Siapa sajakah yang menjadi obyek pengaturan tentang iktikad baik menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016? Pihak berperkara, baik prinsipal maupun kuasa hukum yang mewakili para pihak dalam proses mediasi. Meskipun yang dinyatakan tidak beriktikad baik adalah kuasa hukum, namun pada hakekatnya adalah para prinsipal, sebagai konsekuensi dari surat kuasa khusus untuk mediasi yang telah diberikan kepada kuasa hukum Parameter/Indikator Iktikad Baik dalam Mediasi Apa sajakah yang termasuk perbuatan tidak beriktikad baik dalam mediasi? Perbuatan tidak beriktikad baik dalam mediasi, sebagaimana diuraikan dalam Pasal 7 ayat (2) adalah sebagai berikut. a. Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan mediasi tanpa alasan sah; b. Menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah; c. Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah; d. Menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi resume perkara pihak lain, dan/atau e. Tidak / menolak menandatangani konsep kesepakatan perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah; Apakah pihak yang tidak menghadiri sidang pertama dan kedua setelah dipanggil secara patut dapat dinyatakan tidak beriktikad baik? Tidak, karena pemberlakuan iktikad tidak baik dalam mediasi hanya berlaku kepada para pihak yang telah diperintahkan untuk menempuh proses mediasi oleh Hakim Pemeriksa Perkara. Artinya Penggugat dan Tergugat pernah hadir bersama-sama dan diperintahkan untuk menempuh mediasi. Ketidakhadiran dua kali berturut-turut dalam persidangan memiliki konsekuensi tersendiri yang telah diatur dalam hukum acara perdata. 26

37 Tata Cara Penetapan Iktikad Tidak Baik Dalam Mediasi Bagaimana mekanisme penetapan Penggugat tidak beriktikad baik dan putusan tidak diterima terhadap gugatannya? Perilaku tidak beriktikad baik bagi penggugat dalam mediasi dilaporkan oleh mediator bersamaan dengan laporan mediator kepada Hakim Pemeriksa Perkara dengan menggunakan format lampiran I-18 Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 108/KMA/SK/VI/2016 tentang Tata Kelola Mediasi di Pengadilan. Berdasarkan laporan mediator tersebut, Hakim Pemeriksa Perkara menjatuhkan putusan yang isinya menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima disertai penghukuman untuk membayar biaya mediasi sebagai sanksi atas perbuatan tidak beriktikad baik dan untuk membayar biaya perkara, sebagaimana bunyi lampiran I-19 Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 108/ KMA/SK/VI/2016 tentang Tata Kelola Mediasi di Pengadilan. Bagaimana tata cara menarik biaya mediasi sebagai sanksi bagi Penggugat yang tidak beriktikad baik? Oleh karena dengan putusan tidak diterima tersebut perkaranya sudah selesai, maka biaya mediasi diambil oleh Panitera dari sisa panjar biaya perkara. Jika sisa panjar biaya perkara sudah habis, maka Panitera meminta Penggugat untuk membayarnya langsung. Selanjutnya biaya tersebut diserahkan kepada Tergugat yang hadir dalam proses mediasi. Apabila Penggugat lebih dari satu orang dan hanya satu orang yang tidak beriktikad baik, siapakah yang harus dinyatakan tidak beriktikad baik dan berapakah besaran biaya mediasi yang dibebankan? Jika Penggugat lebih dari satu orang dan salah seorang tidak beriktikad baik, maka yang bersangkutan saja yang dinyatakan tidak beriktikad baik oleh mediator dan dikenakan membayar biaya mediasi sebesar biaya pemanggilan Tergugat yang hadir dalam proses mediasi dan pengeluaran nyata Tergugat untuk menghadiri proses mediasi. Jika terjadi kondisi sebagaimana pertanyaan di atas, apakah gugatannya juga harus dinyatakan tidak diterima (Niet Onvankelijke Verklaard)? Oleh karena ada Penggugat lain yang beriktikad baik, maka gugatan Penggugat 27

38 tidak dapat dinyatakan tidak diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard) Bagaimana keterkaitan antara ketentuan dalam Pasal 23 ayat (4) dengan ketentuan Pasal 9 ayat (4) PERMA No. 1 Tahun 2016 mengenai pembebanan biaya mediasi? Pasal 9 ayat (4) yang menyatakan bahwa Dalam hal mediasi tidak dapat dilaksanakan atau tidak berhasil, biaya pemanggilan para pihak dibebankan kepada pihak yang kalah, kecuali perkara perceraian di lingkungan Peradilan Agama berlaku apabila dalam proses mediasi tidak ada pihak yang dinyatakan tidak beriktikad baik atau gugatan Penggugat dikabulkan dan Tergugat dinyatakan sebagai pihak yang tidak beriktikad baik. Sedangkan Pasal 23 ayat (4) berlaku dalam hal Tergugat tidak beriktikad baik meskipun gugatan Penggugat ditolak, sehingga secara normatif pihak Tergugat menjadi pihak yang dimenangkan. Jika pihak Tergugat dinyatakan tidak beriktikad baik, maka ia dibebankan untuk membayar biaya mediasi, terlepas dari gugatan Penggugat dikabulkan atau ditolak. Jika gugatan Penggugat ditolak dan Tergugat dinyatakan tidak beriktikad baik, maka dalam amar putusan akhir dinyatakan bahwa biaya perkara dibebankan kepada Penggugat sebagai pihak yang dikalahkan dan biaya mediasi dibebankan kepada Tergugat sebagai pihak yang tidak beriktikad baik. Untuk permasalahan ini dapat berpedoman pada lampiran I-21 Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 108/KMA/SK/VI/2016 tentang Tata Kelola Mediasi di Pengadilan. Apabila dalam suatu perkara Tergugat lebih dari satu orang dan salah satunya dinyatakan tidak beriktikad baik, apakah besaran sanksi biaya mediasi juga memperhitungkan biaya yang dikeluarkan Tergugat lain yang hadir dalam proses mediasi? Tidak, tetapi cukup memperhitungkan biaya panggilan dan pengeluaran nyata Penggugat sebagai pihak lawan. Bagaimana tata cara menarik biaya mediasi sebagai sanksi terhadap Tergugat yang tidak beriktikad baik? Penarikan biaya mediasi dari Tergugat mengikuti pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Maksudnya, setelah putusan berkekuatan 28

39 hukum tetap dan gugatan ditolak atau dikabulkan tetapi tidak ada eksekusi pembayaran sejumlah uang, maka Panitera harus meminta kepada Tergugat untuk membayar biaya mediasi. Apabila gugatan dikabulkan dan terdapat eksekusi membayar sejumlah uang, maka sisa setelah dilaksanakan eksekusi lelang ditarik oleh Panitera sejumlah biaya mediasi untuk diberikan kepada Penggugat. Apakah penetapan Penggugat dan atau Tergugat tidak beriktikad baik tersebut berikut penghukumannya merupakan pilihan atau kewajiban bagi Hakim Pemeriksa Perkara? Hakim Pemeriksa Perkara mengeluarkan penetapan pihak beriktikad baik dan penghukumannya berdasarkan laporan dari mediator merupakan sesuatu yang bersifat imperatif dan bukan sesuatu yang bersifat fakultatif antara boleh dilakukan atau boleh tidak dilakukan. Apakah terhadap penetapan Hakim Pemeriksa Perkara tentang pihak atau para pihak yang tidak beriktikad baik dapat dilakukan upaya hukum? Tidak dapat dilakukan upaya hukum untuk menghindari lahirnya perkara turunan (satellite litigation) dari perkara pokok. Bentuk Sanksi Bagi Penggugat Tidak Beriktikad Baik, Tergugat Tidak Beriktikad Baik, Penggugat Dan Tergugat Tidak Beriktikad Baik Apa sanksi bila dalam proses mediasi Penggugat tidak beriktikad baik? Apabila Penggugat tidak beriktikad baik dalam proses mediasi, maka Penggugat diberikan sanksi berupa gugatannya dinyatakan tidak diterima (Niet Onvankelijke Verklaard) dan dihukum membayar biaya mediasi berupa sejumlah biaya panggilan untuk Tergugat dan pengeluaran nyata Tergugat dalam menghadiri proses mediasi. Apa sanksi bagi Tergugat yang tidak beriktikad baik dalam proses mediasi? Apabila dalam proses mediasi Tergugat tidak beriktikad baik, maka Tergugat dikenakan sanksi dengan membayar biaya mediasi berupa biaya pemanggilan untuk Penggugat dan biaya perjalanan nyata yang dikeluarkan oleh Penggugat 29

40 menghadiri proses mediasi. Sesuai dengan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada Penggugat atau Pemohon. Bagaimana apabila dalam proses mediasi ternyata Tergugat atau Termohon dinyatakan tidak beriktikad baik? Oleh karena Tergugat atau Termohon dinyatakan tidak beriktikad baik, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) PERMA No. 1/2016, Tergugat dikenakan sanksi membayar biaya mediasi dan Penggugat atau Pemohon tetap berkewajiban untuk membayar biaya perkara sesuai dengan ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Apa yang harus dilakukan oleh Hakim Pemeriksa Perkara apabila dalam proses mediasi ternyata pihak Penggugat dan Tergugat sama-sama dinyatakan tidak beriktikad baik oleh mediator? Hakim Pemeriksa Perkara menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Otvankelijke Verklaard), tetapi tidak ada yang dikenakan sanksi membayar biaya perkara. Dengan demikian biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi kembali kepada siapa yang dihukum untuk membayar biaya perkara. 30

41 Bagian V: Prosedur dan Tata Cara Mediasi Mediasi Wajib Tempat Penyelenggaraan Mediasi Dimanakah mediasi diselenggarakan? Mediasi dilaksanakan di ruang mediasi yang ada di pengadilan atau boleh diselenggarakan di tempat lain di luar pengadilan dengan syarat kedua belah pihak sepakat. Bolehkah mediator hakim dan pegawai pengadilan melaksanakan mediasi di luar pengadilan? Mediator yang berasal dari pengadilan, baik itu Hakim atau pejabat/pegawai pengadilan lainnya dilarang menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan. Bagaimana jika hakim mediator atau pegawai pengadilan dipilih atau ditunjuk bersama-sama dengan mediator non hakim dan bukan pegawai pengadilan dalam satu perkara? Apakah mediasi boleh dilaksanakan di luar pengadilan? Dalam hal demikian, mediasi tetap wajib dilaksanakan di ruang mediasi pengadilan, tidak boleh di luar pengadilan. Apakah penggunaan ruangan mediasi di pengadilan dikenakan biaya? Penggunaan ruangan mediasi di pengadilan tidak dikenakan biaya. Sertifikasi Mediator dan Akreditasi Lembaga Apakah setiap mediator wajib memiliki sertifikat mediator? Ya, setiap mediator harus memiliki sertifikat mediator. 31

42 Darimana sertifikat mediator diperoleh? Sertifikat mediator diperoleh dari Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung. Bagaimana dengan hakim, apakah mereka juga harus memiliki sertifikat mediator? Pada prinsipnya, semua mediator harus memiliki sertifikat mediator, termasuk Hakim. Akan tetapi, Hakim tidak bersertifikat mediator, berdasarkan SK Ketua Pengadilan, dapat juga menjalankan mediasi jika dalam satu pengadilan tidak ada atau terdapat keterbatasan jumlah mediator bersertifikat. Tahapan Tugas Mediator Apa saja tahapan tugas dari mediator? Ada sejumlah tahapan tugas yang harus dilakukan mediator dalam memediasi para pihak yang bersengketa. Tahapan tugas tersebut adalah: a. Memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk saling memperkenalkan diri; b. Menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi kepada para pihak; c. Menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan; d. Membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama para pihak; e. Menjelaskan bahwa mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu pihak tanpa dihadiri pihak lainnya, yang disebut juga dengan kaukus Selain itu, apa lagi tugas mediator dalam menjalankan mediasi? Beberapa tugas mediator selanjutnya adalah: a. Menyusun jadwal mediasi; b. Mengisi formulir mediasi; c. Memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian; 32

43 d. Menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala prioritas; e. Memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan masing-masing, mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik, dan bekerja sama dalam mencapai kesepakatan. Dalam tahap akhir mediasi, apa saja tugas mediator? Menjelang tahap akhir mediasi, beberapa tugas yang perlu dan harus dilakukan mediator adalah membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan kesepakatan perdamaian yang berhasil dicapai para pihak. Kemudian, setelah mediasi berakhir, mediator wajib menyampaikan laporan kepada Hakim Pemeriksa Perkara tentang keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak dapat dilaksanakannya mediasi. Tahapan Pramediasi Kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara Ada berapa tahap dalam mediasi? Berdasarkan ketentuan yang ada dalam PERMA No. 1/2016, dapat dikatakan ada tiga tahap dalam mediasi, yakni Tahap Pramediasi, Tahap Proses Mediasi, dan Tahap Paska Mediasi. Apa saja yang termasuk dalam tahapan pramediasi seperti yang diatur dalam PERMA No. 1/2016? Beberapa kegiatan dan ketentuan yang termasuk dalam tahapan pramediasi adalah mengenai kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara, kewajiban kuasa hukum, hak para pihak dalam memilih mediator, batas waktu pemilihan mediator, dan hal-hal yang berkaitan dengan pemanggilan para pihak. Apa yang menjadi kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara? Pada hari sidang yang telah ditentukan dan dihadiri oleh para pihak, kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara adalah memerintahkan para pihak untuk menempuh mediasi. 33

44 Setelah mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi, tindakan apa yang selanjutnya wajib dilakukan Hakim Pemeriksa Perkara? Kewajiban selanjutnya yang harus dilakukan Hakim Pemeriksa Perkara setelah memerintahkan para pihak untuk mediasi adalah menjelaskan secara gamblang mengenai prosedur mediasi kepada para pihak yang isinya meliputi: a. Pengertian dan manfaat mediasi; b. Kewajiban para pihak untuk menghadiri langsung pertemuan mediasi dan akibat hukum atas perilaku tidak beriktikad baik dalam mediasi; c. Kemungkinan biaya yang timbul akibat penggunaan mediator non Hakim dan bukan pegawai pengadilan; d. Pilihan atas tindak lanjut kesepakatan perdamaian baik melalui akta perdamaian ataupun pencabutan gugatan; dan e. Kewajiban para pihak untuk menandatangani formulir penjelasan mediasi. Langkah apa yang selanjutnya harus dilakukan Hakim Pemeriksa Perkara setelah menjelaskan prosedur mediasi kepada para pihak? Setelah menjelaskan prosedur mediasi, Hakim Pemeriksa Perkara selanjutnya menyerahkan formulir penjelasan mediasi kepada para pihak untuk ditandatangani. Formulir tersebut berisi pernyataan bahwa para pihak: a. Memperoleh penjelasan prosedur mediasi secara lengkap dari Hakim Pemeriksa Perkara; b. Memahami dengan baik prosedur mediasi; dan c. Bersedia menempuh mediasi dengan iktikad baik. Kewajiban Kuasa Hukum Apakah kuasa hukum dapat mewakili para pihak dalam melakukan mediasi? Kuasa hukum dapat mewakili para pihak untuk melakukan mediasi dengan menunjukkan surat kuasa khusus yang memuat wewenang kuasa hukum untuk mengambil keputusan. 34

45 Apa saja kewajiban kuasa hukum dalam proses mediasi? Kuasa hukum wajib membantu para pihak melaksanakan hak dan kewajibannya dalam proses mediasi. Kuasa hukum yang bertindak mewakili para pihak dalam proses mediasi, wajib ikut serta dalam proses mediasi dengan iktikad baik dan dengan cara yang tidak berlawanan dengan pihak lain atau kuasa hukumnya. Kewajiban kuasa hukum tersebut meliputi: a. Menyampaikan penjelasan Hakim Pemeriksa Perkara tentang prosedur mediasi; b. Mendorong para pihak berperan langsung secara aktif dalam proses mediasi; c. Membantu para pihak mengidentifikasi kebutuhan, kepentingan dan usulan penyelesaian sengketa selama proses mediasi; d. Membantu para pihak merumuskan rencana dan usulan kesepakatan perdamaian dalam hal para pihak mencapai kesepakatan; e. Menjelaskan kepada para pihak terkait kewajiban kuasa hukum. Hak Para Pihak Memilih Mediator Siapa yang memilih mediator dalam proses mediasi di pengadilan? Para pihak berhak memilih mediator yang tercatat dalam daftar mediator di pengadilan. Jika para pihak tidak sepakat, maka Hakim Pemeriksa Perkara akan menunjuk mediator. Bolehkah memilih lebih dari satu mediator untuk memediasi perkara? Boleh. Para pihak berhak memilih seorang atau lebih mediator. Jika mediatornya lebih dari satu, bagaimana pembagian tugas antar mediator tersebut? Pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator tersebut. 35

46 Batas Waktu Pemilihan Mediator Adakah batas waktu pemilihan mediator oleh para pihak? Ya, ada. Setelah diberikan penjelasan mengenai prosedur mediasi oleh Hakim Pemeriksa Perkara, para pihak diberikan kesempatan untuk berunding memilih mediator pada hari itu juga atau paling lama 2 hari berikutnya. Bagaimana jika para pihak tidak mencapai kata sepakat untuk memilih mediator? Dalam kondisi tersebut, maka Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara akan menunjuk mediator Hakim atau pegawai pengadilan untuk memediasi perkara para pihak. Bagaimana jika di satu pengadilan tersebut tidak terdapat hakim mediator hakim dan pegawai pengadilan yang bersertifikat? Jika keadaannya seperti itu, maka Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara menunjuk salah satu Hakim Pemeriksa Perkara untuk menjalankan fungsi mediator dengan mengutamakan Hakim yang bersertifikat mediator. Jika mediator sudah dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim pemeriksa perkara, langkah apa yang selanjutnya dilakukan? Selanjutnya Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara akan menerbitkan penetapan yang memuat perintah untuk melakukan mediasi dan menunjuk mediator; Penetapan penunjukkan mediator itu kemudian diberitahukan kepada mediator melalui panitera pengganti; dan Proses pemeriksaan wajib ditunda untuk memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menempuh mediasi Pemanggilan Para Pihak pada Tahap Pramediasi Kapan para pihak diwajibkan untuk menempuh mediasi? Pada hari sidang pertama yang dihadiri para pihak berperkara yang hadir berdasarkan panggilan yang sah dan patut. 36

47 Bagaimana jika salah satu pihak tidak hadir pada sidang pertama tersebut? Pihak yang tidak hadir pada sidang pertama dapat dilakukan pemanggilan satu kali lagi sesuai dengan praktik hukum acara. Bagaimana jika jumlah para pihak lebih dari satu dan sebagian pihak tidak hadir setelah dipanggil secara sah dan patut? Dalam hal para pihak lebih dari satu, mediasi tetap dijalankan apabila pemanggilan sudah dilakukan secara sah dan patut tetapi yang dipanggil tidak hadir. Jadi, meskipun tidak seluruh pihak hadir, mediasi dapat dijalankan asalkan panggilannya sudah sah dan patut. Bagaimana dengan kehadiran/ketidakhadiran pihak turut tergugat? Ketidakhadiran pihak turut tergugat yang kepentingannya tidak signifikan tidak menghalangi pelaksanaan mediasi. Pemanggilan Para Pihak pada untuk Mediasi Apa yang dilakukan seorang mediator setelah ditunjuk sebagai mediator melalui penetapan ketua majelis hakim pemeriksa perkara? Mediator segera menentukan hari dan tanggal pertemuan mediasi. Bagaimana teknis pemanggilan para pihak untuk menghadiri mediasi? Jika mediasi dilakukan di gedung pengadilan, mediator atas kuasa Hakim Pemeriksa Perkara melalui panitera melakukan pemanggilan para pihak dengan bantuan juru sita atau juru sita pengganti untuk menghadiri pertemuan mediasi. Bolehkah juru sita/juru sita pengganti menolak melakukan panggilan? Tidak. Juru sita/juru sita pengganti wajib melaksanakan perintah mediator Hakim maupun non Hakim untuk melakukan panggilan. 37

48 Tahapan Proses Mediasi Jangka Waktu Proses Mediasi Berapa lama batas waktu penyelenggaraan mediasi? Proses mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara mengeluarkan penetapan perintah melakukan mediasi. Jika dirasa perlu, jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari berikutnya terhitung sejak berakhirnya waktu 30 hari yang pertama. Perpanjangan waktu mediasi ini harus berdasarkan atas kesepakatan para pihak. Bagaimana mekanisme perpanjangan waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut? Mediator atas permintaan para pihak mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu mediasi tersebut kepada Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara disertai dengan alasannya. Apakah jangka waktu mediasi termasuk dalam rangkaian jangka waktu penyelesaian perkara? Tidak. Jangka waktu proses mediasi TIDAK termasuk dalam jangka waktu penyelesaian perkara sebagaimana diatur dalam kebijakan Mahkamah Agung tentang batas penyelesaian perkara di pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding pada empat lingkungan peradilan. Ruang Lingkup Materi Mediasi Apakah materi mediasi hanya terbatas pada apa yang tercantum dalam surat gugatan Penggugat? Tidak. Materi perundingan dalam mediasi tidak terbatas pada posita dan petitum gugatan. Materi mediasi dapat mencakup hal-hal yang belum/tidak tercantum dalam surat gugatan. 38

49 Bagaimana jika para pihak mencapai kesepakatan dalam mediasi terhadap persoalan-persoalan yang tidak tercantum dalam surat gugatan tersebut? Jika para pihak mencapai kesepakatan atas permasalahan yang tidak tercantum dalam surat gugatan, maka nanti Penggugat harus mengubah gugatannya dengan memasukkan kesepakatan tersebut di dalam surat gugatan. Keterlibatan Ahli dan Tokoh Masyarakat Apakah dalam proses mediasi, pihak luar dapat dilibatkan untuk membantu para pihak dalam mencapai kesepakatan? Keterlibatan pihak luar dalam proses mediasi dibolehkan jika para pihak menyetujuinya. Pihak luar tersebut terbatas pada orang-orang yang dapat dikategorikan sebagai ahli, tokoh masyarakat, tokoh agama, atau tokoh adat. Bagaimana peran dan kekuatan dari penilaian ahli dan/atau tokoh masyarakat yang dilibatkan dalam mediasi tersebut? Tergantung para pihak. Maksudnya, para pihak harus terlebih dahulu menyepakati tentang kekuatan mengikat atau tidak mengikat dari penjelasan dan/atau penilaian ahli dan/atau tokoh masyarakat tersebut. Mediasi Sukarela Mediasi Sukarela pada Tahap Pemeriksaan Perkara Apakah mediasi dengan bantuan mediator hanya dapat dilakukan sebelum pemeriksaan pokok perkara/gugatan? Tidak. Mediasi dengan bantuan mediator dapat dilakukan juga ketika perkara sudah masuk dalam tahap pemeriksaan oleh majelis Hakim. Bagaimana caranya? Jika para pihak sepakat untuk melakukan perdamaian dalam tahap pemeriksaan perkara, maka para pihak mengajukan permohonan kepada Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara untuk melakukan perdamaian. 39

50 Bagaimana proses selanjutnya dan siapa mediatornya? Untuk perdamaian dalam tahap pemeriksaan perkara, mediatornya berasal dari salah seorang Hakim Pemeriksa Perkara. Jadi, setelah menerima permohonan para pihak untuk melakukan perdamaian, Ketua Majelis Hakim akan mengeluarkan penetapan yang menunjuk salah satu anggotanya, diutamakan yang sudah bersertifikat mediator, untuk menjalankan fungsi mediator. Berapa lama batas waktu mediasi dalam tahap pemeriksaan perkara ini? Jangka waktunya paling lama adalah 14 (empat belas) hari. Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara wajib menunda sidang paling lama untuk jangka waktu 14 hari tersebut setelah dikeluarkan penetapan mediator. Mediasi Sukarela pada Tahap Upaya Hukum Apakah mediasi masih dapat dilakukan jika perkara kita sudah dalam tahap pemeriksaan di tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali? Ya. Berdasarkan kesepakatan para pihak, perkara yang belum diputus pada tingkat upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali, masih dapat ditempuh upaya perdamaian. Bagaimana mekanisme perdamaian/mediasi pada tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali tersebut? Prosedurnya adalah sebagai berikut: Para pihak melalui Ketua Pengadilan tingkat pertama mengajukan kesepakatan perdamaian secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara tingkat banding, kasasi, atau peninjauan kembali untuk diputus dengan akta perdamaian. Kesepakatan perdamaian tersebut wajib memuat ketentuan yang mengesampingkan putusan yang telah ada. Majelis Hakim Pemeriksa Perkara tingkat banding, kasasi, atau PK akan menandatangani akta perdamaian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan perdamaian. 40

51 Bagaimana jika terjadi kesepakatan perdamaian antara para pihak tetapi berkas perkara banding, kasasi atau PK belum dikirimkan/masih di pengadilan pengaju (tingkat pertama)? Berkas perkara dan kesepakatan perdamaian tersebut dikirimkan bersamasama ke pengadilan tingkat banding atau Mahkamah Agung. Mediasi di Luar Pengadilan Apakah boleh apabila para pihak bersengketa berhasil menyelesaikan sengketanya di luar pengadilan dan kemudian mereka ingin menguatkan kesepakatan tersebut melalui putusan pengadilan? Ya, dibolehkan. PERMA No. 1/2016 mengatur bahwa para pihak dengan atau tanpa bantuan mediator bersertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketanya di luar pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan kesepakatan perdamaian tersebut kepada pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian. Bagaimana prosedur memperoleh akta perdamaian atas kesepakatan perdamaian yang dihasilkan di luar pengadilan tersebut? Caranya adalah dengan mengajukan gugatan. Pengajuan gugatan itu harus dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen sebagai alat bukti yang menunjukkan hubungan hukum para pihak dengan objek sengketa. Apakah kesepakatan perdamaian tersebut secara otomatis akan dikuatkan oleh majelis hakim? Ya, dengan syarat kesepakatan perdamaian tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (2) PERMA No. 1/2016. Hal ini sesuai dengan asas yang berlaku, semua jenis kesepakatan perdamaian dapat dikuatkan menjadi akta perdamaian. Bagaimana jika kesepakatan perdamaian tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 27 ayat (2) PERMA No. 1/2016? Dalam kondisi tersebut, Hakim Pemeriksa Perkara wajib memberikan petunjuk kepada para pihak tentang hal yang harus diperbaiki. Karena terbatasnya 41

52 waktu penyelesaian pengajuan akta perdamaian ini, maka para pihak wajib segera memperbaiki dan menyampaikan kembali hasil kesepakatan perdamaian yang telah diperbaiki kepada majelis Hakim Pemeriksa Perkara dengan tetap memperhatikan tenggang waktu penyelesaian pengajuan akta perdamaian yaitu, 14 (empat belas hari). Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh akta perdamaian dari kesepakatan perdamaian yang dihasilkan di luar pengadilan? Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan, akta perdamaian atas gugatan untuk menguatkan kesepakatan perdamaian harus diucapkan oleh Hakim Pemeriksa Perkara dalam sidang terbuka untuk umum. Kapan akta perdamaian tersebut dapat diterima oleh para pihak? Salinan akta perdamaian wajib disampaikan kepada para pihak pada hari yang sama dengan pengucapan akta perdamaian. 42

53 Bagian VI: Hasil Mediasi dan Tindak Lanjutnya Umum Bagaimana penyebutan (nomenklatur) hasil-hasil mediasi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016? Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 terdapat 4 penyebutan (nomenklatur) untuk hasil-hasil mediasi, yakni: a. Mediasi berhasil seluruhnya; b. Mediasi berhasil sebagian; c. Mediasi tidak berhasil; dan d. Mediasi tidak dapat dilaksanakan Bagaimana penjelasan masing-masing penyebutan (nomenklatur) tersebut di atas? Berikut penjelasan masing-masing penyebutan tersebut: Nomenklatur Hasil Mediasi Mediasi berhasil seluruhnya Mediasi berhasil sebagian Mediasi tidak berhasil Penjelasan Para pihak telah hadir dalam pertemuan mediasi dan bernegosiasi dengan bantuan mediator serta mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa mereka Para pihak telah hadir dalam pertemuan mediasi dan bernegosiasi dengan bantuan mediator, namun kesepakatan yang mereka capai tidak meliputi seluruh permasalahan yang mereka sengketakan atau dalam hal para pihaknya lebih dari satu orang, kesepakatan yang dicapai tidak meliputi semua pihak yang bersengketa Para pihak telah hadir dalam pertemuan mediasi dan bernegosiasi dengan bantuan mediator, namun tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa mereka 43

54 Nomenklatur Hasil Mediasi Mediasi tidak dapat dilaksanakan Penjelasan Salah satu pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturutturut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut atau proses mediasi telah berjalan, tetapi ternyata diketahui sengketa yang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam gugatan, atau disebutkan dalam gugatan, tetapi tidak hadir dalam proses mediasi sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi atau karena materi perkaranya melibatkan kewenangan kementerian/lembaga/instansi di tingkat pusat/ daerah dan atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang tidak menjadi pihak berperkara. Mediasi Berhasil Seluruhnya Dan Sebagian Apabila Para Pihak mencapai kesepakatan dalam proses mediasi, apa yang harus dilakukan oleh mediator? Mediator membantu para pihak merumuskan kesepakatan yang dicapai untuk dituangkan dalam kesepakatan perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Membantu dalam hal ini diutamakan jika para pihak tidak didampingi oleh advokat/pengacara. Jika para pihak telah didampingi advokat, maka mediator memeriksa hasil kesepakatan yang dituangkan dalam kesepakatan perdamaian. Adakah persyaratan yang harus dipenuhi dalam merumuskan kesepakatan perdamaian? Ada. Kesepakatan perdamaian tidak boleh memuat ketentuan yang: a. Bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan; b. Merugikan pihak ketiga; c. Tidak dapat dilaksanakan; 44

55 Jika para pihak telah menuangkan kesepakatannya dalam kesepakatan perdamaian, apa yang dapat dilakukan selanjutnya? Para pihak dapat menyepakati apakah akan menindak lanjuti kesepakatan perdamaian tersebut dalam bentuk akta perdamaian atau mencabut perkaranya Adakah perbedaan konsekuensi dari pilihan-pilihan tersebut diatas? Ada. Jika para pihak mencabut perkaranya, berarti kesepakatan tersebut akan dilaksanakan secara sukarela berdasarkan kesepakatan bersama. Jika para pihak memilih untuk menguatkannya dengan akta perdamaian, maka apabila ada yang tidak mau melaksanakannya secara sukarela dapat diajukan permohonan eksekusi ke pengadilan. Ini berarti jika kesepakatan perdamaian dikuatkan dengan akta perdamaian akan melekat padanya kekuatan eksekutorial. Langkah apa yang harus dilakukan mediator dalam hal proses mediasi berhasil mencapai kesepakatan? Mediator wajib melaporkannya secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara dengan melampirkan kesepakatan perdamaian tersebut. Langkah apa yang harus dilakukan oleh Hakim Pemeriksa Perkara jika menerima laporan mediasi berhasil yang disertai dengan permohonan menguatkan kesepakatan perdamaian dengan akta perdamaian? Selambat-lambatnya selama dua hari kerja Hakim Pemeriksa Perkara menelaah kesepakatan perdamaian tersebut dengan mengacu kepada ketentuan Pasal 27 ayat (2) PERMA No. 1/2016 tentang syarat-syarat kesepakatan perdamaian. Apabila persyaratan tersebut telah terpenuhi, maka Hakim Pemeriksa Perkara memanggil para pihak untuk menghadiri persidangan guna pembacaan akta perdamaian. Namun, apabila kesepakatan perdamaian tersebut belum memenuhi persyaratan, maka Hakim Pemeriksa Perkara mengembalikan kesepakatan perdamaian tersebut kepada mediator dan para pihak disertai dengan petunjuk-petunjuk perbaikan. Apabila sudah diperbaiki dan telah memenuhi persyaratan barulah kesepakatan perdamaian tersebut dapat dikuatkan dengan akta perdamaian. 45

56 Adakah perbedaan antara kesepakatan perdamaian sebagian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dengan Pasal 30 PERMA No. 1/2016? Kesepakatan perdamaian sebagian dalam Pasal 29 PERMA No. 1/2016 berkaitan dengan kesepakatan perdamaian sebagian pihak-pihak yang berperkara, sedangkan dalam Pasal 30 berkaitan dengan kesepakatan perdamaian atas sebagian permasalahan yang disengketakan. Adakah persyaratan yang harus dipenuhi apabila sebagian dari para pihak mencapai kesepakatan? Ada. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut. a. Memenuhi syarat-syarat kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) PERMA No. 1/2016; b. Tidak berkaitan dengan aset, harta/kekayaan dan kepentingan pihak lain yang tidak mencapai kesepakatan; c. Apabila dikehendaki untuk dikuatkan dengan akta perdamaian, maka Penggugat mengubah gugatan dengan tidak lagi memuat pihak yang tidak mencapai kesepakatan sebagai pihak lawan; d. Hanya bisa dimungkinkan dalam mediasi wajib (mandatory mediation) yakni mediasi yang dilakukan sebelum perkaranya diperiksa oleh Hakim Pemeriksa Perkara. Bagaimana menyelesaikan masalah hukum dengan pihak yang tidak mencapai kesepakatan? Digugat lagi dengan mengajukan perkara baru dengan nomor perkara yang berbeda. Jika para pihak mencapai kesepakatan atas sebagian permasalahan yang disengketakan, apa yang harus dilakukan oleh mediator? a. Membantu para pihak merumuskan hal-hal yang telah disepakati dan menuangkannya dalam kesepakatan perdamaian; b. Melaporkannya kepada Hakim Pemeriksa Perkara dengan melampirkan kesepakatan perdamaian tersebut; 46

57 c. Menyerahkan kepada Hakim Pemeriksa Perkara untuk menyelesaikan hal-hal yang belum disepakati secara litigasi. Langkah apa yang harus dilakukan oleh Hakim Pemeriksa Perkara terhadap kesepakatan sebagian Permasalahan (objek sengketa)? a. Menyelesaikan masalah-masalah yang belum mencapai kesepakatan dalam proses mediasi secara litigasi; b. Memasukkan kesepakatan perdamaian dalam pertimbangan dan amar putusan sebagai penguatan dari Hakim Pemeriksa Perkara. Bolehkah Hakim Pemeriksa Perkara memeriksa ulang hal-hal yang sudah disepakati penyelesaiannya oleh Para Pihak? Oleh karena sudah selesai dalam proses mediasi, maka hal-hal yang sudah disepakati tersebut tidak perlu diperiksa kembali, kecuali terdapat isi kesepakatan yang: a. bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan; b. merugikan pihak ketiga; c. tidak dapat dilaksanakan; Bagaimana contoh kesepakatan sebagian dalam perkara di lingkungan Pengadilan Agama? Salah satu contohnya adalah gugatan perceraian yang dikumulasi dengan gugatan nafkah iddah, madhiyah, mut ah, hak asuh anak dan harta bersama. Perceraiannya tidak berhasil dimediasi, tetapi akibat perceraiannya seperti gugatan nafkah iddah, madhiyah, mut ah, hak asuh anak dan harta bersama dapat dimediasi. Adakah batasan keberlakuan kesepakatan terhadap akibat-akibat perceraian sebagaimana disebutkan diatas? Ada. Yakni hanya berlaku apabila Hakim Pemeriksa Perkara mengabulkan gugatan perceraian atau permohonan talak yang diajukan oleh Penggugat/ Pemohon. Apabila Hakim Pemeriksa Perkara ternyata menolak gugatan perceraian/permohonan talak atau para pihak mencabut gugatan perceraian/ 47

58 permohonan talak, maka dengan sendirinya kesepakatan tersebut tidak berlaku. Apabila Hakim Pemeriksa Perkara mengabulkan gugatan perceraian/ permohonan talak Penggugat/Pemohon, bila mana kemudian kesepakatan perdamaian itu dapat dilaksanakan? Kesepakatan perdamaian tersebut dapat dilaksanakan setelah berkekuatan hukum tetap untuk menghindari kemungkinan apabila diajukan upaya hukum Hakim Pemeriksa Perkara memutuskan berbeda dengan Hakim Pemeriksa Perkara di tingkat pertama. Mediasi Tidak Berhasil Dalam kondisi-kondisi bagaimanakah sebuah proses mediasi dapat dinyatakan tidak berhasil oleh mediator? Mediator menyatakan mediasi tidak berhasil dalam hal: a. Para pihak tidak menghasilkan kesepakatan sampai batas waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari berikut perpanjangan waktu mediasi selama 30 (tiga puluh) hari perpanjangan; b. Para pihak dinyatakan tidak beriktikad baik karena tidak mengajukan resume perkara dan atau tidak menanggapi resume perkara pihak lain atau tidak menandatangani kesepakatan perdamaian yang telah dicapai dalam proses mediasi. Mediasi Tidak Dapat Dilaksanakan Dalam kondisi bagaimanakah sebuah proses mediasi dapat dinyatakan tidak dapat dilaksanakan oleh mediator? Mediator menyatakan mediasi tidak dapat dilaksanakan dalam hal a. Perkara yang dimediasinya melibatkan aset, harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang: - Tidak diikutsertakan dalam surat gugatan sehingga tidak dapat menjadi pihak dalam proses mediasi; 48

59 - Diikutkan sebagai pihak dalam gugatan, tetapi tidak hadir di persidangan, atau - Diikutkan sebagai pihak dalam gugatan, tetapi tidak menghadiri proses mediasi. b. Perkara yang dimediasinya melibatkan wewenang kementerian/ lembaga/instansi di tingkat pusat/daerah dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang tidak menjadi pihak berperkara; c. Para pihak dinyatakan tidak beriktikad baik karena tidak hadir dalam proses mediasi atau hadir dalam mediasi pertama tetapi tidak hadir dalam mediasi berikutnya atau berturut-turut tidak hadir sehingga mengganggu jalannya proses mediasi. Apa yang harus dilakukan oleh Hakim Pemeriksa Perkara setelah menerima laporan mediasi tidak berhasil atau mediasi tidak dapat dilaksanakan? Segera menerbitkan penetapan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 49

60 Lampiran

61 PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif, dan dapat membuka akses yang lebih luas kepada Para Pihak untuk memperoleh penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan; b. bahwa dalam rangka reformasi birokrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berorientasi pada visi terwujudnya badan peradilan indonesia yang agung, salah satu elemen pendukung adalah Mediasi sebagai instrumen untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap keadilan sekaligus implementasi asas penyelenggaraan peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan; c. bahwa ketentuan hukum acara perdata yang berlaku, Pasal 154 Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java En Madura, Staatsblad 1927:227) dan Pasal 130 Reglemen Indonesia

62 - 2 - yang diperbaharui (Het Herziene Inlandsch Reglement, Staatsblad 1941:44) mendorong Para Pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat didayagunakan melalui Mediasi dengan mengintegrasikannya ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan; d. bahwa Prosedur Mediasi di Pengadilan menjadi bagian hukum acara perdata dapat memperkuat dan mengoptimalkan fungsi lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa; e. bahwa Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan belum optimal memenuhi kebutuhan pelaksanaan Mediasi yang lebih berdayaguna dan mampu meningkatkan keberhasilan Mediasi di Pengadilan; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e, perlu menyempurnakan Peraturan Mahkamah Agung tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Mengingat : 1. Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java En Madura, Staatsblad 1927:227); 2. Reglemen Indonesia yang diperbaharui (Het Herziene Inlandsch Reglement, Staatsblad 1941:44); 3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4958); 4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);

63 - 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MAHKAMAH AGUNG TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Mahkamah Agung ini yang dimaksud dengan: 1. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator. 2. Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. 3. Sertifikat Mediator adalah dokumen yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti dan lulus pelatihan sertifikasi Mediasi. 4. Daftar Mediator adalah catatan yang memuat nama Mediator yang ditunjuk berdasarkan surat keputusan Ketua Pengadilan yang diletakkan pada tempat yang mudah dilihat oleh khalayak umum. 5. Para Pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke Pengadilan untuk memperoleh penyelesaian. 6. Biaya Mediasi adalah biaya yang timbul dalam proses Mediasi sebagai bagian dari biaya perkara, yang di antaranya meliputi biaya pemanggilan Para Pihak, biaya perjalanan salah satu pihak berdasarkan pengeluaran

64 - 4 - nyata, biaya pertemuan, biaya ahli, dan/atau biaya lain yang diperlukan dalam proses Mediasi. 7. Resume Perkara adalah dokumen yang dibuat oleh Para Pihak yang memuat duduk perkara dan usulan perdamaian. 8. Kesepakatan Perdamaian adalah kesepakatan hasil Mediasi dalam bentuk dokumen yang memuat ketentuan penyelesaian sengketa yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator. 9. Kesepakatan Perdamaian Sebagian adalah kesepakatan antara pihak penggugat dengan sebagian atau seluruh pihak tergugat dan kesepakatan Para Pihak terhadap sebagian dari seluruh objek perkara dan/atau permasalahan hukum yang disengketakan dalam proses Mediasi. 10. Akta Perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah perdamaian dan putusan Hakim yang menguatkan Kesepakatan Perdamaian. 11. Hakim adalah hakim pada Pengadilan tingkat pertama dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama. 12. Hakim Pemeriksa Perkara adalah majelis hakim yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan untuk memeriksa dan mengadili perkara. 13. Pegawai Pengadilan adalah panitera, sekretaris, panitera pengganti, juru sita, juru sita pengganti, calon hakim dan pegawai lainnya. 14. Pengadilan adalah Pengadilan tingkat pertama dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama. 15. Pengadilan Tinggi adalah pengadilan tingkat banding dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama. 16. Hari adalah hari kerja BAB II PEDOMAN MEDIASI DI PENGADILAN Bagian Kesatu Ruang Lingkup

65 - 5 - Pasal 2 (1) Ketentuan mengenai Prosedur Mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung ini berlaku dalam proses berperkara di Pengadilan baik dalam lingkungan peradilan umum maupun peradilan agama. (2) Pengadilan di luar lingkungan peradilan umum dan peradilan agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menerapkan Mediasi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini sepanjang dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 3 (1) Setiap Hakim, Mediator, Para Pihak dan/atau kuasa hukum wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui Mediasi. (2) Hakim Pemeriksa Perkara dalam pertimbangan putusan wajib menyebutkan bahwa perkara telah diupayakan perdamaian melalui Mediasi dengan menyebutkan nama Mediator. (3) Hakim Pemeriksa Perkara yang tidak memerintahkan Para Pihak untuk menempuh Mediasi sehingga Para Pihak tidak melakukan Mediasi telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Mediasi di Pengadilan. (4) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), apabila diajukan upaya hukum maka Pengadilan Tingkat Banding atau Mahkamah Agung dengan putusan sela memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama untuk melakukan proses Mediasi. (5) Ketua Pengadilan menunjuk Mediator Hakim yang bukan Hakim Pemeriksa Perkara yang memutus. (6) Proses Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan sela Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung.

66 - 6 - (7) Ketua Pengadilan menyampaikan laporan hasil Mediasi berikut berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ke Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung. (8) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Hakim Pemeriksa Perkara pada Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung menjatuhkan putusan. Bagian Kedua Jenis Perkara Wajib Menempuh Mediasi Pasal 4 (1) Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui Mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini. (2) Sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. sengketa yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya meliputi antara lain: 1. sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga; 2. sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan Industrial; 3. keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha; 4. keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen; 5. permohonan pembatalan putusan arbitrase; 6. keberatan atas putusan Komisi Informasi; 7. penyelesaian perselisihan partai politik;

67 sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana; dan 9. sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; b. sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat yang telah dipanggil secara patut; c. gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara (intervensi); d. sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan; e. sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan penyelesaian di luar Pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan Mediator bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator bersertifikat. (3) Pernyataan ketidakberhasilan Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dan salinan sah Sertifikat Mediator dilampirkan dalam surat gugatan. (4) Berdasarkan kesepakatan Para Pihak, sengketa yang dikecualikan kewajiban Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf c, dan huruf e tetap dapat diselesaikan melalui Mediasi sukarela pada tahap pemeriksaan perkara dan tingkat upaya hukum. Bagian Ketiga Sifat Proses Mediasi Pasal 5 (1) Proses Mediasi pada dasarnya bersifat tertutup kecuali Para Pihak menghendaki lain. (2) Penyampaian laporan Mediator mengenai pihak yang tidak beriktikad baik dan ketidakberhasilan proses

68 - 8 - Mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara bukan merupakan pelanggaran terhadap sifat tertutup Mediasi. (3) Pertemuan Mediasi dapat dilakukan melalui media komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinkan semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan. Bagian Keempat Kewajiban Menghadiri Mediasi Pasal 6 (1) Para Pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum. (2) Kehadiran Para Pihak melalui komunikasi audio visual jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dianggap sebagai kehadiran langsung. (3) Ketidakhadiran Para Pihak secara langsung dalam proses Mediasi hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan sah. (4) Alasan sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi antara lain: a. kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan Mediasi berdasarkan surat keterangan dokter; b. di bawah pengampuan; c. mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri; atau d. menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan. Bagian Kelima Iktikad Baik Menempuh Mediasi Pasal 7 (1) Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya wajib menempuh Mediasi dengan iktikad baik.

69 - 9 - (2) Salah satu pihak atau Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak beriktikad baik oleh Mediator dalam hal yang bersangkutan: a. tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan Mediasi tanpa alasan sah; b. menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturutturut tanpa alasan sah; c. ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan sah; d. menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume Perkara pihak lain; dan/atau e. tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah. Bagian Keenam Biaya Mediasi Paragraf 1 Biaya Jasa Mediator Pasal 8 (1) Jasa Mediator Hakim dan Pegawai Pengadilan tidak dikenakan biaya. (2) Biaya jasa Mediator nonhakim dan bukan Pegawai Pengadilan ditanggung bersama atau berdasarkan kesepakatan Para Pihak. Paragraf 2 Biaya Pemanggilan Para Pihak Pasal 9 (1) Biaya pemanggilan Para Pihak untuk menghadiri proses Mediasi dibebankan terlebih dahulu kepada pihak penggugat melalui panjar biaya perkara.

70 (2) Biaya pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan pada perhitungan biaya pemanggilan Para Pihak untuk menghadiri sidang. (3) Dalam hal Para Pihak berhasil mencapai Kesepakatan Perdamaian, biaya pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung bersama atau sesuai kesepakatan Para Pihak. (4) Dalam hal Mediasi tidak dapat dilaksanakan atau tidak berhasil mencapai kesepakatan, biaya pemanggilan Para Pihak dibebankan kepada pihak yang kalah, kecuali perkara perceraian di lingkungan peradilan agama.. Pasal 10 Biaya lain-lain di luar biaya jasa Mediator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan biaya pemanggilan Para Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dibebankan kepada Para Pihak berdasarkan kesepakatan. Bagian Ketujuh Tempat Penyelenggaraan Mediasi Pasal 11 (1) Mediasi diselenggarakan di ruang Mediasi Pengadilan atau di tempat lain di luar Pengadilan yang disepakati oleh Para Pihak. (2) Mediator Hakim dan Pegawai Pengadilan dilarang menyelenggarakan Mediasi di luar Pengadilan. (3) Mediator non hakim dan bukan Pegawai Pengadilan yang dipilih atau ditunjuk bersama-sama dengan Mediator Hakim atau Pegawai Pengadilan dalam satu perkara wajib menyelenggarakan Mediasi bertempat di Pengadilan. (4) Penggunaan ruang Mediasi Pengadilan untuk Mediasi tidak dikenakan biaya.

71 Bagian Kedelapan Tata Kelola Mediasi di Pengadilan Pasal 12 (1) Untuk mendukung pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, Mahkamah Agung menetapkan tata kelola yang di antaranya meliputi: a. perencanaan kebijakan, pengkajian dan penelitian Mediasi di Pengadilan; b. pembinaan, pemantauan dan pengawasan pelaksanaan Mediasi di Pengadilan; c. pemberian akreditasi dan evaluasi lembaga sertifikasi Mediasi terakreditasi; d. penyebarluasan informasi Mediasi; dan e. pengembangan kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang Mediasi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung. BAB III MEDIATOR Bagian Kesatu Sertifikasi Mediator dan Akreditasi Lembaga Pasal 13 (1) Setiap Mediator wajib memiliki Sertifikat Mediator yang diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikasi Mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung. (2) Berdasarkan surat keputusan ketua Pengadilan, Hakim tidak bersertifikat dapat menjalankan fungsi Mediator

72 dalam hal tidak ada atau terdapat keterbatasan jumlah Mediator bersertifikat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara sertifikasi Mediator dan pemberian akreditasi lembaga sertifikasi Mediator ditetapkan dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung. Bagian Kedua Tahapan Tugas Mediator Pasal 14 Dalam menjalankan fungsinya, Mediator bertugas: a. memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada Para Pihak untuk saling memperkenalkan diri; b. menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat Mediasi kepada Para Pihak; c. menjelaskan kedudukan dan peran Mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan; d. membuat aturan pelaksanaan Mediasi bersama Para Pihak; e. menjelaskan bahwa Mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus); f. menyusun jadwal Mediasi bersama Para Pihak; g. mengisi formulir jadwal mediasi. h. memberikan kesempatan kepada Para Pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian; i. menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala proritas; j. memfasilitasi dan mendorong Para Pihak untuk: 1. menelusuri dan menggali kepentingan Para Pihak; 2. mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi Para Pihak; dan 3. bekerja sama mencapai penyelesaian; k. membantu Para Pihak dalam membuat dan merumuskan Kesepakatan Perdamaian;

73 l. menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara; m. menyatakan salah satu atau Para Pihak tidak beriktikad baik dan menyampaikan kepada Hakim Pemeriksa Perkara; n. tugas lain dalam menjalankan fungsinya Bagian Ketiga Pedoman Perilaku Mediator Pasal 15 (1) Mahkamah Agung menetapkan Pedoman Perilaku Mediator. (2) Setiap Mediator dalam menjalankan fungsinya wajib mentaati Pedoman Perilaku Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 16 Ketua Pengadilan wajib menyampaikan laporan kinerja Hakim atau Pegawai Pengadilan yang berhasil menyelesaikan perkara melalui Mediasi kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. BAB IV TAHAPAN PRAMEDIASI Bagian Kesatu Kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara Pasal 17 (1) Pada hari sidang yang telah ditentukan dan dihadiri oleh Para Pihak, Hakim Pemeriksa Perkara mewajibkan Para Pihak untuk menempuh Mediasi. (2) Kehadiran Para Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan panggilan yang sah dan patut.

74 (3) Pemanggilan pihak yang tidak hadir pada sidang pertama dapat dilakukan pemanggilan satu kali lagi sesuai dengan praktik hukum acara. (4) Dalam hal para pihak lebih dari satu, Mediasi tetap diselenggarakan setelah pemanggilan dilakukan secara sah dan patut walaupun tidak seluruh pihak hadir. (5) Ketidakhadiran pihak turut tergugat yang kepentingannya tidak signifikan tidak menghalangi pelaksanaan Mediasi. (6) Hakim Pemeriksa Perkara wajib menjelaskan Prosedur Mediasi kepada Para Pihak. (7) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) meliputi: a. pengertian dan manfaat Mediasi; b. kewajiban Para Pihak untuk menghadiri langsung pertemuan Mediasi berikut akibat hukum atas perilaku tidak beriktikad baik dalam proses Mediasi; c. biaya yang mungkin timbul akibat penggunaan Mediator nonhakim dan bukan Pegawai Pengadilan; d. pilihan menindaklanjuti Kesepakatan Perdamaian melalui Akta Perdamaian atau pencabutan gugatan; dan e. kewajiban Para Pihak untuk menandatangani formulir penjelasan Mediasi. (8) Hakim Pemeriksa Perkara menyerahkan formulir penjelasan Mediasi kepada Para Pihak yang memuat pernyataan bahwa Para Pihak: a. memperoleh penjelasan prosedur Mediasi secara lengkap dari Hakim Pemeriksa Perkara; b. memahami dengan baik prosedur Mediasi; dan c. bersedia menempuh Mediasi dengan iktikad baik. (9) Formulir penjelasan Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditandatangani oleh Para Pihak dan/atau kuasa hukum segera setelah memperoleh penjelasan dari Hakim Pemeriksa Perkara dan merupakan satu kesatuan yang menjadi bagian tidak terpisahkan dengan berkas perkara.

75 (10) Keterangan mengenai penjelasan oleh Hakim Pemeriksa Perkara dan penandatanganan formulir penjelasan Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) wajib dimuat dalam berita acara sidang. Bagian Kedua Kewajiban Kuasa Hukum Pasal 18 (1) Kuasa hukum wajib membantu Para Pihak melaksanakan hak dan kewajibannya dalam proses Mediasi. (2) Kewajiban kuasa hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di antaranya meliputi: a. menyampaikan penjelasan Hakim Pemeriksa Perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (7) kepada Para Pihak; b. mendorong Para Pihak berperan langsung secara aktif dalam proses Mediasi; c. membantu Para Pihak mengidentifikasi kebutuhan, kepentingan dan usulan penyelesaian sengketa selama proses Mediasi; d. membantu Para Pihak merumuskan rencana dan usulan Kesepakatan Perdamaian dalam hal Para Pihak mencapai kesepakatan; e. menjelaskan kepada Para Pihak terkait kewajiban kuasa hukum. (3) Dalam hal Para Pihak berhalangan hadir berdasarkan alasan sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), kuasa hukum dapat mewakili Para Pihak untuk melakukan Mediasi dengan menunjukkan surat kuasa khusus yang memuat kewenangan kuasa hukum untuk mengambil keputusan. (4) Kuasa hukum yang bertindak mewakili Para Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib berpartisipasi dalam proses Mediasi dengan iktikad baik dan dengan

76 cara yang tidak berlawanan dengan pihak lain atau kuasa hukumnya. Bagian Ketiga Hak Para Pihak Memilih Mediator Pasal 19 (1) Para Pihak berhak memilih seorang atau lebih Mediator yang tercatat dalam Daftar Mediator di Pengadilan. (2) Jika dalam proses Mediasi terdapat lebih dari satu orang Mediator, pembagian tugas Mediator ditentukan dan disepakati oleh para Mediator. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang Daftar Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung. Bagian Keempat Batas Waktu Pemilihan Mediator Pasal 20 (1) Setelah memberikan penjelasan mengenai kewajiban melakukan Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (7), Hakim Pemeriksa Perkara mewajibkan Para Pihak pada hari itu juga, atau paling lama 2 (dua) hari berikutnya untuk berunding guna memilih Mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan Mediator nonhakim dan bukan Pegawai Pengadilan. (2) Para Pihak segera menyampaikan Mediator pilihan mereka kepada Hakim Pemeriksa Perkara. (3) Apabila Para Pihak tidak dapat bersepakat memilih Mediator dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketua majelis Hakim Pemeriksa Perkara segera menunjuk Mediator Hakim atau Pegawai Pengadilan. (4) Jika pada Pengadilan yang sama tidak terdapat Hakim bukan pemeriksa perkara dan Pegawai Pengadilan yang

77 bersertifikat, ketua majelis Hakim Pemeriksa Perkara menunjuk salah satu Hakim Pemeriksa Perkara untuk menjalankan fungsi Mediator dengan mengutamakan Hakim yang bersertifikat. (5) Jika Para Pihak telah memilih Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ketua majelis Hakim Pemeriksa Perkara menunjuk Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), ketua majelis Hakim Pemeriksa Perkara menerbitkan penetapan yang memuat perintah untuk melakukan Mediasi dan menunjuk Mediator. (6) Hakim Pemeriksa Perkara memberitahukan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Mediator melalui panitera pengganti. (7) Hakim Pemeriksa Perkara wajib menunda proses persidangan untuk memberikan kesempatan kepada Para Pihak menempuh Mediasi. Bagian Kelima Pemanggilan Para Pihak Pasal 21 (1) Mediator menentukan hari dan tanggal pertemuan Mediasi, setelah menerima penetapan penunjukan sebagai Mediator. (2) Dalam hal Mediasi dilakukan di gedung Pengadilan, Mediator atas kuasa Hakim Pemeriksa Perkara melalui Panitera melakukan pemanggilan Para Pihak dengan bantuan juru sita atau juru sita pengganti untuk menghadiri pertemuan Mediasi. (3) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah demi hukum tanpa perlu dibuat surat kuasa, sehingga tanpa ada instrumen tersendiri dari Hakim Pemeriksa Perkara, juru sita atau juru sita pengganti wajib melaksanakan perintah Mediator Hakim maupun nonhakim untuk melakukan panggilan.

78 Bagian Keenam Akibat Hukum Pihak Tidak Beriktikad Baik Pasal 22 (1) Apabila penggugat dinyatakan tidak beriktikad baik dalam proses Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara. (2) Penggugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai pula kewajiban pembayaran Biaya Mediasi. (3) Mediator menyampaikan laporan penggugat tidak beriktikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai rekomendasi pengenaan Biaya Mediasi dan perhitungan besarannya dalam laporan ketidakberhasilan atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi. (4) Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Hakim Pemeriksa Perkara mengeluarkan putusan yang merupakan putusan akhir yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima disertai penghukuman pembayaran Biaya Mediasi dan biaya perkara. (5) Biaya Mediasi sebagai penghukuman kepada penggugat dapat diambil dari panjar biaya perkara atau pembayaran tersendiri oleh penggugat dan diserahkan kepada tergugat melalui kepaniteraan Pengadilan. Pasal 23 (1) Tergugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), dikenai kewajiban pembayaran Biaya Mediasi. (2) Mediator menyampaikan laporan tergugat tidak beriktikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai rekomendasi pengenaan Biaya Mediasi dan perhitungan besarannya dalam laporan ketidakberhasilan atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi.

79 (3) Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebelum melanjutkan pemeriksaan, Hakim Pemeriksa Perkara dalam persidangan yang ditetapkan berikutnya wajib mengeluarkan penetapan yang menyatakan tergugat tidak beriktikad baik dan menghukum tergugat untuk membayar Biaya Mediasi. (4) Biaya Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian dari biaya perkara yang wajib disebutkan dalam amar putusan akhir. (5) Dalam hal tergugat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimenangkan dalam putusan, amar putusan menyatakan Biaya Mediasi dibebankan kepada tergugat, sedangkan biaya perkara tetap dibebankan kepada penggugat sebagai pihak yang kalah. (6) Dalam perkara perceraian di lingkungan peradilan agama, tergugat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihukum membayar Biaya Mediasi, sedangkan biaya perkara dibebankan kepada penggugat. (7) Pembayaran Biaya Mediasi oleh tergugat yang akan diserahkan kepada penggugat melalui kepaniteraan Pengadilan mengikuti pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. (8) Dalam hal Para Pihak secara bersama-sama dinyatakan tidak beriktikad baik oleh Mediator, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara tanpa penghukuman Biaya Mediasi. BAB V TAHAPAN PROSES MEDIASI Bagian Kesatu Penyerahan Resume Perkara dan Jangka Waktu Proses Mediasi Pasal 24 (1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat

80 (5), Para Pihak dapat menyerahkan Resume Perkara kepada pihak lain dan Mediator. (2) Proses Mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan Mediasi. (3) Atas dasar kesepakatan Para Pihak, jangka waktu Mediasi dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhir jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Mediator atas permintaan Para Pihak mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai dengan alasannya. Bagian Kedua Ruang Lingkup Materi Pertemuan Mediasi Pasal 25 (1) Materi perundingan dalam Mediasi tidak terbatas pada posita dan petitum gugatan. (2) Dalam hal Mediasi mencapai kesepakatan atas permasalahan di luar sebagaimana diuraikan pada ayat (1), penggugat mengubah gugatan dengan memasukkan kesepakatan tersebut di dalam gugatan. Bagian Ketiga Keterlibatan Ahli dan Tokoh Masyarakat Pasal 26 (1) Atas persetujuan Para Pihak dan/atau kuasa hukum, Mediator dapat menghadirkan seorang atau lebih ahli, tokoh masyarakat, tokoh agama, atau tokoh adat. (2) Para Pihak harus terlebih dahulu mencapai kesepakatan tentang kekuatan mengikat atau tidak mengikat dari penjelasan dan/atau penilaian ahli dan/atau tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

81 Bagian Keempat Mediasi Mencapai Kesepakatan Pasal 27 (1) Jika Mediasi berhasil mencapai kesepakatan, Para Pihak dengan bantuan Mediator wajib merumuskan kesepakatan secara tertulis dalam Kesepakatan Perdamaian yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator. (2) Dalam membantu merumuskan Kesepakatan Perdamaian, Mediator wajib memastikan Kesepakatan Perdamaian tidak memuat ketentuan yang: a. bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan; b. merugikan pihak ketiga; atau c. tidak dapat dilaksanakan. (3) Dalam proses Mediasi yang diwakili oleh kuasa hukum, penandatanganan Kesepakatan Perdamaian hanya dapat dilakukan apabila terdapat pernyataan Para Pihak secara tertulis yang memuat persetujuan atas kesepakatan yang dicapai. (4) Para Pihak melalui Mediator dapat mengajukan Kesepakatan Perdamaian kepada Hakim Pemeriksa Perkara agar dikuatkan dalam Akta Perdamaian. (5) Jika Para Pihak tidak menghendaki Kesepakatan Perdamaian dikuatkan dalam Akta Perdamaian, Kesepakatan Perdamaian wajib memuat pencabutan gugatan. (6) Mediator wajib melaporkan secara tertulis keberhasilan Mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara dengan melampirkan Kesepakatan Perdamaian. Pasal 28 (1) Setelah menerima Kesepakatan Perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (6), Hakim Pemeriksa Perkara segera mempelajari dan menelitinya dalam waktu paling lama 2 (dua) hari.

82 (2) Dalam hal Kesepakatan Perdamaian diminta dikuatkan dalam Akta Perdamaian belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), Hakim Pemeriksa Perkara wajib mengembalikan Kesepakatan Perdamaian kepada Mediator dan Para Pihak disertai petunjuk tentang hal yang harus diperbaiki. (3) Setelah mengadakan pertemuan dengan Para Pihak, Mediator wajib mengajukan kembali Kesepakatan Perdamaian yang telah diperbaiki kepada Hakim Pemeriksa Perkara paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan petunjuk perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima Kesepakatan Perdamaian yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), Hakim Pemeriksa Perkara menerbitkan penetapan hari sidang untuk membacakan Akta Perdamaian. (5) Kesepakatan Perdamaian yang dikuatkan dengan Akta Perdamaian tunduk pada ketentuan keterbukaan informasi di Pengadilan. Bagian Kelima Kesepakatan Perdamaian Sebagian Pasal 29 (1) Dalam hal proses Mediasi mencapai kesepakatan antara penggugat dan sebagian pihak tergugat, penggugat mengubah gugatan dengan tidak lagi mengajukan pihak tergugat yang tidak mencapai kesepakatan sebagai pihak lawan. (2) Kesepakatan Perdamaian Sebagian antara pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dan ditandatangani oleh penggugat dengan sebagian pihak tergugat yang mencapai kesepakatan dan Mediator. (3) Kesepakatan Perdamaian Sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikuatkan dengan Akta Perdamaian sepanjang tidak menyangkut aset, harta

83 kekayaan dan/atau kepentingan pihak yang tidak mencapai kesepakatan dan memenuhi ketentuan Pasal 27 ayat (2). (4) Penggugat dapat mengajukan kembali gugatan terhadap pihak yang tidak mencapai Kesepakatan Perdamaian Sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Dalam hal penggugat lebih dari satu pihak dan sebagian penggugat mencapai kesepakatan dengan sebagian atau seluruh pihak tergugat, tetapi sebagian penggugat yang tidak mencapai kesepakatan tidak bersedia mengubah gugatan, Mediasi dinyatakan tidak berhasil. (6) Kesepakatan Perdamaian Sebagian antara pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan pada perdamaian sukarela tahap pemeriksaan perkara dan tingkat upaya hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali. Pasal 30 (1) Dalam hal Para Pihak mencapai kesepakatan atas sebagian dari seluruh objek perkara atau tuntutan hukum, Mediator menyampaikan Kesepakatan Perdamaian Sebagian tersebut dengan memperhatikan ketentuan Pasal 27 ayat (2) kepada Hakim Pemeriksa Perkara sebagai lampiran laporan Mediator. (2) Hakim Pemeriksa Perkara melanjutkan pemeriksaan terhadap objek perkara atau tuntutan hukum yang belum berhasil disepakati oleh Para Pihak. (3) Dalam hal Mediasi mencapai kesepakatan sebagian atas objek perkara atau tuntutan hukum, Hakim Pemeriksa Perkara wajib memuat Kesepakatan Perdamaian Sebagian tersebut dalam pertimbangan dan amar putusan. (4) Kesepakatan Perdamaian Sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) berlaku pada perdamaian sukarela tahap pemeriksaan perkara dan tingkat upaya hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali.

84 Pasal 31 (1) Untuk Mediasi perkara perceraian dalam lingkungan peradilan agama yang tuntutan perceraian dikumulasikan dengan tuntutan lainnya, jika Para Pihak tidak mencapai kesepakatan untuk hidup rukun kembali, Mediasi dilanjutkan dengan tuntutan lainnya. (2) Dalam hal Para Pihak mencapai kesepakatan atas tuntutan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kesepakatan dituangkan dalam Kesepakatan Perdamaian Sebagian dengan memuat klausula keterkaitannya dengan perkara perceraian. (3) Kesepakatan Perdamaian Sebagian atas tuntutan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilaksanakan jika putusan Hakim Pemeriksa Perkara yang mengabulkan gugatan perceraian telah berkekuatan hukum tetap. (4) Kesepakatan Perdamaian Sebagian atas tuntutan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku jika Hakim Pemeriksa Perkara menolak gugatan atau Para Pihak bersedia rukun kembali selama proses pemeriksaan perkara. Bagian Keenam Mediasi Tidak Berhasil atau Tidak dapat Dilaksanakan Pasal 32 (1) Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak berhasil mencapai kesepakatan dan memberitahukannya secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara, dalam hal: a. Para Pihak tidak menghasilkan kesepakatan sampai batas waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari berikut perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3); atau b. Para Pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d dan huruf e.

85 (2) Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak dapat dilaksanakan dan memberitahukannya secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara, dalam hal: a. melibatkan aset, harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang: 1. tidak diikutsertakan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak menjadi salah satu pihak dalam proses Mediasi; 2. diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan dalam hal pihak berperkara lebih dari satu subjek hukum, tetapi tidak hadir di persidangan sehingga tidak menjadi pihak dalam proses Mediasi; atau 3. diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan dalam hal pihak berperkara lebih dari satu subjek hukum dan hadir di persidangan, tetapi tidak pernah hadir dalam proses Mediasi. b. melibatkan wewenang kementerian/lembaga/instansi di tingkat pusat/daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang tidak menjadi pihak berperkara, kecuali pihak berperkara yang terkait dengan pihakpihak tersebut telah memperoleh persetujuan tertulis dari kementerian/lembaga/instansi dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah untuk mengambil keputusan dalam proses Mediasi. c. Para Pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c. (3) Setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Hakim Pemeriksa Perkara segera menerbitkan penetapan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.

86 BAB VI PERDAMAIAN SUKARELA Bagian Kesatu Perdamaian Sukarela pada Tahap Pemeriksaan Perkara Pasal 33 (1) Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, Hakim Pemeriksa Perkara tetap berupaya mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan. (2) Para Pihak atas dasar kesepakatan dapat mengajukan permohonan kepada Hakim Pemeriksa Perkara untuk melakukan perdamaian pada tahap pemeriksaan perkara. (3) Setelah menerima permohonan Para Pihak untuk melakukan perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ketua majelis Hakim Pemeriksa Perkara dengan penetapan segera menunjuk salah seorang Hakim Pemeriksa Perkara untuk menjalankan fungsi Mediator dengan mengutamakan Hakim yang bersertifikat. (4) Hakim Pemeriksa Perkara wajib menunda persidangan paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Bagian Kedua Perdamaian Sukarela pada Tingkat Upaya Hukum Banding, Kasasi, atau Peninjauan Kembali Pasal 34 (1) Sepanjang perkara belum diputus pada tingkat upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali, Para Pihak atas dasar kesepakatan dapat menempuh upaya perdamaian: (2) Jika dikehendaki, Para Pihak melalui ketua Pengadilan mengajukan Kesepakatan Perdamaian secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara tingkat banding,

87 kasasi, atau peninjauan kembali untuk diputus dengan Akta Perdamaian sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 27 ayat (2). (3) Kesepakatan Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memuat ketentuan yang mengesampingkan putusan yang telah ada. (4) Akta Perdamaian ditandatangani oleh Hakim Pemeriksa Perkara tingkat banding, kasasi, atau peninjauan kembali dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya Kesepakatan Perdamaian. (5) Apabila berkas perkara banding, kasasi, atau peninjauan kembali belum dikirimkan, berkas perkara dan Kesepakatan Perdamaian dikirimkan bersama-sama ke Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung. BAB VII KETERPISAHAN MEDIASI DARI LITIGASI Pasal 35 (1) Terhitung sejak penetapan perintah melakukan Mediasi dan penunjukan Mediator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5), jangka waktu proses Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 33 ayat (4) tidak termasuk jangka waktu penyelesaian perkara sebagaimana ditentukan dalam kebijakan Mahkamah Agung mengenai penyelesaian perkara di Pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding pada 4 (empat) lingkungan peradilan. (2) Terhadap Putusan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dan Pasal 23 ayat (8) serta penetapan penghukuman Biaya Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) tidak dapat dilakukan upaya hukum. (3) Jika Para Pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan Para Pihak dalam proses Mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara.

88 (4) Catatan Mediator wajib dimusnahkan dengan berakhirnya proses Mediasi. (5) Mediator tidak dapat menjadi saksi dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan. (6) Mediator tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana maupun perdata atas isi Kesepakatan Perdamaian hasil Mediasi. BAB VIII PERDAMAIAN DI LUAR PENGADILAN Pasal 36 (1) Para Pihak dengan atau tanpa bantuan Mediator bersertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar Pengadilan dengan Kesepakatan Perdamaian dapat mengajukan Kesepakatan Perdamaian kepada Pengadilan yang berwenang untuk memperoleh Akta Perdamaian dengan cara mengajukan gugatan. (2) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan Kesepakatan Perdamaian dan dokumen sebagai alat bukti yang menunjukkan hubungan hukum Para Pihak dengan objek sengketa. (3) Hakim Pemeriksa Perkara di hadapan Para Pihak hanya akan menguatkan Kesepakatan Perdamaian menjadi Akta Perdamaian, jika Kesepakatan Perdamaian sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (2). (4) Akta Perdamaian atas gugatan untuk menguatkan Kesepakatan Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diucapkan oleh Hakim Pemeriksa Perkara dalam sidang yang terbuka untuk umum paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan. (5) Salinan Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib disampaikan kepada Para Pihak pada hari yang sama dengan pengucapan Akta Perdamaian.

89 Pasal 37 (1) Dalam hal Kesepakatan Perdamaian diajukan untuk dikuatkan dalam bentuk Akta Perdamaian tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), Hakim Pemeriksa Perkara wajib memberikan petunjuk kepada Para Pihak tentang hal yang harus diperbaiki. (2) Dengan tetap memperhatikan tenggang waktu penyelesaian pengajuan Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4), Para Pihak wajib segera memperbaiki dan menyampaikan kembali Kesepakatan Perdamaian yang telah diperbaiki kepada Hakim Pemeriksa Perkara. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 38 Pada saat Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 39 Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

90 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Mahkamah Agung ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 03 Februari 2016 KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ttd MUHAMMAD HATTA ALI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 04 Februari 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 175

91 SUPREME COURT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA REGULATION NUMBER 1 YEAR 2016 CONCERNING MEDIATION PROCEDURE IN COURT WITH THE GRACE OF GOD ALMIGHTY THE CHIEF JUSTICE OF THE REPUBLIC INDONESIA, Considering : a. that Mediation is a peaceful dispute resolution method that is appropriate, effective, and can open a wider access for the Parties to obtain a resolution that is satisfying and fair; b. that in light of the bureaucratic reform of the Supreme Court of the Republic of Indonesia that is oriented to the vision of achieving a supreme Indonesian justice institution, one of its supporting elements is Mediation, as an instrument to improve people s access to justice and to implement the delivery of justice in a simple, fast, and cheap way; c. that the prevailing civil procedural code provisions, Article 154 of Procedural Law Regulation for Outside of Java and Madura (Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java En Madura, Staatsblad 1927:227) and Article 130 of the amended Regulation

92 - 2 - (Het Herziene Inlandsch Reglement, Staatsblad 1941:44) encourage the Parties to undergo a reconciliation process through Mediation, by integrating it into the litigation procedure in Court; d. that Mediation Procedure in Court becomes a part of civil procedural code that strengthens and optimizes the function of justice institution in resolving disputes; e. that the Supreme Court of the Republic of Indonesia Regulation Number 1 Year 2008 concerning Mediation Procedure in Court have not been optimized to fulfill the needs of a Mediation that is efficient and able to increase the success of Mediation in Court; f. that based on considerations intended in point a, point b, point c, point d, and point e, it is necessary to refine the Supreme Court Regulation concerning Mediation Procedure in Court. In view of: 1. Procedural Law Regulation for Outside of Java and Madura (Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java En Madura, Staatsblad 1927:227); 2. The amended Indonesian Regulation (Het Herziene Inlandsch Reglement, Staatsblad 1941:44); 3. Law Number 3 Year 2009 on the Second Amendment to Law Number 14 Year 1985 concerning Supreme Court (State Gazette of the Republic of Indonesia Year 2009 Number 3, Supplement to State Gazette Number 4958); 4. Law Number 48 Year 2009 concerning Judiciary Powers (State Gazette of the Republic of Indonesia Year 2009 Number 157, Supplement to State Gazette of the Republic of Indonesia Number 5076);

93 - 3 - To stipulate DECIDES: : SUPREME COURT REGULATION CONCERNING MEDIATION PROCEDURE IN COURT. CHAPTER I GENERAL PROVISIONS Article 1 In this Supreme Court Regulation, the following definitions shall apply: 1. Mediation is a dispute resolution method through negotiation process to obtain an agreement from the Parties, assisted by a Mediator. 2. Mediator is a Judge or other parties with a Mediator Certificate as the neutral party assisting the Parties in the negotiation process in order to seek various possibilities to resolve dispute without using a decisive or enforcing a resolution. 3. Mediator Certificate is a document issued by the Supreme Court or an institution that has obtain accreditation from the Supreme Court, stating that one has participated in and graduated from Mediation certification training. 4. Mediator List is a note containing names of Mediator appointed based on the Chief Judge Decree, which is placed in a place that is easily accessible for the public. 5. The Parties are two or more disputing legal subjects and who have brought their dispute to Court to obtain resolution. 6. Mediation Cost if the cost arising in the Mediation process as a part of the case cost, including the cost to summon the Parties, the travel cost of a party based on actual expense, meeting cost, expert cost, and/or other costs needed in the Mediation process.

94 Case Resume is a document made by the Parties, containing the disputed case and proposed reconciliation. 8. Reconciliation Agreement is the agreement that resulted from Mediation in the form of a document containing provisions of dispute resolution, signed by the Parties and Mediator. 9. Partial Reconciliation Agreement is the agreement between the plaintiff and some or all defendants and the agreement of the Parties to some of the whole case object and/or legal dispute in the Mediation process. 10. Deed of Reconciliation is a deed containing the reconciliation script and Judge s decision strengthening the Reconciliation Agreement. 11. Judge is a judge on the first instance Court within the general court and religious court. 12. Judge Examining the Case is the panel of judges appointed by the Chief Judge to examine and preside over the case. 13. Court Staff are registrars, secretaries, acting registrars, bailiffs, acting bailiffs, judge candidates and other staff. 14. Court is the first instance Court within the general court and religious court. 15. High Court is the appellate level court within the general court and religious court. 16. Days are working days. CHAPTER II GUIDELINE FOR MEDIATION IN COURT Part One Scope

95 - 5 - Article 2 (1) Provisions on Mediation Procedure in this Supreme Court Regulation shall apply in the litigation process in Court, both within the general court and religious court. (2) The Court outside of the general court and religious court as intended in paragraph (1) may apply Mediation according to this Supreme Court Regulation as long as it is made possible by prevailing rules and regulations. Article 3 (1) Each Judge, Mediator, the Parties, and/or attorney shall follow the dispute resolution procedure through Mediation. (2) The Judge Examining the Case in their decision s consideration shall mention that the case has undergone a reconciliation effort through Mediation by stating the name of the Mediator. (3) The Judge Examining the Case who does not order the Parties to undergo Mediation, therefore making the Parties not undergoing Mediation, has violated provisions of prevailing rules and regulations providing Mediation in Court. (4) In the case of violation on provision as intended in paragraph (3), if a legal avenue is proposed, the Appellate Court or Supreme Court with interlocutory injunction orders the First Instance Court to conduct Mediation. (5) The Chief Judge appoints a Judge Mediator who is not the Judge Examining the Case. (6) The Mediation process as intended in paragraph (4) is conducted at most 30 (thirty) days since the interlocutory injunction notification from the High Court or Supreme Court is received.

96 - 6 - (7) The Chief Judge submits the mediation report and the case files as intended in paragraph (6) to the High Court of Supreme Court. (8) Base on the report as intended in paragraph (7), the Judge Examining the Case in the High Court or Supreme Court delivers the verdict. Part Two Types of Cases that shall go through Mediation Article 4 (1) All civil disputes submitted to Court, including opposition case (verzet) against verstek decision and opposition of the litigant (partij verzet) and third party (derden verzet) against the implementation of a legally binding decision, shall be attempted to be resolved through Mediation, unless decided otherwise based on this Supreme Court Regulation. (2) Disputes exempted from the obligation to resolve through Mediation as intended in paragraph (1) include: a. disputes in which the examination in court has a pre-determined resolution deadline, including: 1. disputes resolved through the procedure of Commercial Court; 2. disputes resolved through the procedure of Industrial Relations Court; 3. objection against the decision of Business Competition Supervisory Commission; 4. objection against the decision of Consumer Dispute Resolution Agency; 5. request to cancel an arbitration decision; 6. objection against the decision of Informational Commission; 7. dispute resolution in a political party;

97 disputes resolved through simple claims procedure; and 9. other disputes in which the examination in court has a pre-determined resolution deadline in the provision of laws and regulations; b. disputes in which the examination is conducted without the presence of plaintiff and defendant, who have been appropriately summoned; c. reconvention and intervention; d. disputes on the prevention, refusal, annulment, and legalization of marriage; e. disputes submitted to Court after an attempt of outside of Court resolution through Mediation with the assistance from a certified Mediator registered in the local Court but was stated to be unsuccessful based on the statement signed by the Parties and the certified Mediator. (3) The unsuccessful Mediation statement as intended in paragraph (2) point e and the copy of the valid Mediator Certificate are attached in the lawsuit. (4) Based on the agreement between Parties, disputes exempted from the obligation for Mediation as intended in paragraph (2) point a, point c, and point e may still be resolved through voluntary Mediation at the case examination and legal avenue stages. Part Three Characteristics of Mediation Process Article 5 (1) Mediation Process is essentially closed in nature, unless otherwise decided by the Parties. (2) The submission of Mediator report concerning a party without good intention and the failure of Mediation process to the Judge Examining the Case is not a violation against the closed nature of Mediation.

98 - 8 - (3) Mediation meeting can be conducted through remote audio visual communication media that enables all parties to see and hear each other directly and participate in the meeting. Part Four Obligation to Attend Mediation Article 6 (1) The Parties shall directly attend the Mediation meeting with or without being accompanied by their attorneys. (2) The attendance of Parties through remote audio visual communication as intended in Article 5 paragraph (3) is considered as directly attending. (3) The absence of Parties in attending the Mediation process directly may only be done based on a valid reason. (4) Valid reason as intended in paragraph (3) includes: a. health condition that makes it impossible to attend the Mediation meeting based on a doctor s letter; b. under guardianship; c. has domicile, residence, or position that is out of the country; or d. is conducting a duty of the state, has a profession demand, or has work that cannot be abandoned. Part Five Good Intention in Undergoing Mediation Article 7 (1) The Parties and/or their attorneys shall undergo Mediation with good intention.

99 - 9 - (2) One of the parties or the Parties and/or their attorneys may be declared not having good intention by the Mediator in case of the following: a. absent after being appropriately summoned 2 (two) times in a row in a Mediation meeting without a valid reason; b. having attended the first Mediation meeting, but never attended subsequent meetings despite having been appropriately summoned 2 (two) times in a row without a valid reason; c. repeated absence that disturbs the schedule of Mediation meeting without a valid reason; d. having attended the Mediation meeting, but have not submitted and/or responded to the Case Resume of the other party; and/or e. not signing the agreed concept of Reconciliation Agreement without a valid reason. Part Six Mediation Cost Paragraph 1 Mediator Service Fee Article 8 (1) The service of Judge and Court Staff Mediator is free of charge. (2) The service fee of Non-Judge and Non-Court Staff Mediator shall be jointly covered or based on the agreement of The Parties. Paragraph 2 Cost to Summon the Parties Article 9 (1) The cost to summon the Parties to attend Mediation process is firstly burdened to the plaintiff through the advance case fees.

100 (2) The summoning cost as intended in paragraph (1) is added to the calculation of the cost to summon the Parties to attend the hearing. (3) In the case that the Parties have successfully reached Reconciliation Agreement, the summoning cost as intended in paragraph (1) shall be jointly covered, or according to the agreement of the Parties. (4) In the case that Mediation cannot be conducted or is insuccessful in reaching an agreement, the cost to summon the Parties shall be burdened to the losing party, except for divorce cases within religious courts. Article 10 Other fees outside of the Mediator service fee as intended in Article 8 and the cost to summon the Parties as intended in Article 9 shall be burdened to the Parties based on agreement. Part Seven Location of Mediation Article 11 (1) Mediation is conducted in the Court Mediation room or in another venue outside of the Court agreed by the Parties. (2) Judge and Court Staff Mediator shall not conduct Mediation outside of the Court. (3) Non-Judge and Non-Court Staff Mediator selected or appointed along with Judge or Court Staff Mediator in one case shall conduct Mediation in Court. (4) The use of Court Mediation room for Mediation is free of charge.

101 Part Eight Mediation Governance in Court Article 12 (1) To support the implementation of Mediation in Court, the Supreme Court has established a governance, including: a. policy planning, conducting assessment and research on Mediation in Court; b. mentoring, monitoring, and supervision of the implementation of Mediation in Court; c. granting accreditation and evaluating accredited Mediation certification institutions; d. disseminating Mediation information; and e. developing cooperation with organizations, institutions, or other parties at the national, regional, and international level in the field of Mediation. (2) Further provisions on the governance as intended in paragraph (1) shall be stipulated by the Decision of the Chief Justice. CHAPTER III MEDIATOR Part One Mediator Certification and Institution Accrediation Article 13 (1) Each Mediator shall have a Mediator Certificate obtained after participating and is declared to have passed the Mediator certification training held by the Supreme Court of an institution that has received accreditation from the Supreme Court. (2) Based on the Decree of the Chief Judge, uncertified Judges may not execute the function of Mediator in the case that there is no or there is a limited number of certified Mediator.

102 (3) Further provisions on the requirements and procedure of Mediator certification and the granting of accreditation for Mediator certification institution shall be stipulated by the Decision of the Chief Justice. Part Two Stages of Mediator Duties Article 14 In carrying out his/her function, the Mediator has the following duties: a. introduce him/herself and give opportunity to the Parties to introduce themselves; b. explain the goal, purpose, and nature of Mediation to the Parties; c. explain the position and role of Mediator, who is neutral and does not make decisions; d. make the rules of the implementation of Mediation with the Parties; e. explain that Mediator may hold a meeting with one party without the presence of the other party (caucus); f. prepare Mediation schedule with the Parties; g. complete the mediation schedule form; h. provide opportunity for the Parties to convey their problems and reconciliation proposal; i. list issues and make an agenda to discuss issues based on scale of priorities; j. facilitate and encourage the Parties to: 1. track and explore the interests of the Parties; 2. seek various best resolution options for the Parties; and 3. cooperate to achieve resolution; k. assist the Parties in making and formulating the Reconciliation Agreement;

103 l. submit report on the success, failure, and/or the inability to conduct Mediation to the Judge Examining the Case; m. declare one party or the Parties have no good intention and convey this to the Judge Examining the Case; n. conduct other duties in carrying out his/her function Part Three Mediator Behavioral Guideline Article 15 (1) The Supreme Court establishes the Mediator Behavioral Guideline. (2) Each Mediator, in carrying out his/her duties, shall comply with the Mediator Behavioral Guideline as intended in paragraph (1). Article 16 The Chief Judge shall submit the performance report of a Judge or Court Staff who successfully resolves a case through Mediation to the High Court Chief Judge and the Chief Justice. CHAPTER IV PREMEDIATION STAGE Part One The Obligation of The Judge Examining the Case Article 17 (1) On the hearing date that has been established and attended by the Parties, the Judge Examining the Case obliges the Parties to undergo Mediation. (2) The attendance of the Parties as intended in paragraph (1) is based on a legal and appropriate summons.

104 (3) Parties who are not present in the first hearing may be summoned one more time according to the practices of procedural law. (4) In the case that the parties are more than one, Mediation shall still be conducted after the summons has been validly and appropriately conducted, even though not all of the parties are present. (5) The absence of defendant whose interest is not significant does not hinder the implementation of Mediation. (6) The Judge Examining the Case shall explain the Mediation Procedure to the Parties. (7) The explanation as intended in paragraph (6) includes: a. definition and benefit of Mediation; b. obligation of the Parties to directly attend subsequent Mediation meeting due to not having good intention in the Mediation process; c. cost that may arise as a result of using Non-Judge and Non-Court Staff Mediator; d. option to follow up Reconciliation Agreement through Deed of Reconciliation or revocation of claim; and e. obligation of the Parties to sign the Mediation explanation form. (8) The Judge Examining the Case submits the Mediation explanation form to the Parties, which includes the statement that the Parties: a. has obtained a complete explanation on the Mediation procedure from the Judge Examining the Case; b. fully understand the Mediation procedure; and c. are willing to undergo Mediation with good intention. (9) Mediation explanation form as intended in paragraph (8) shall be signed by the Parties and/or their attorneys upon receiving explanation from the Judge Examining the Case, and becomes one and an inseparable part of the case file.

105 (10) Information on the explanation by the Judge Examining the Case and the signing of Mediation explanation form as intended in paragraph (9) shall be included in the hearing minutation. Part Two Obligation of Attorney Article 18 (1) Attorney shall assist the Parties in implementing their right and obligation in the Mediation process. (2) Obligation of attorney as intended in paragraph (1) includes: a. convey the explanation of the Judge Examining the Case as intended in Article 17 paragraph (7) to the Parties; b. encourage the Parties to actively play a role in the Mediation process; c. assist the Parties in identifying their needs, interest, and dispute resolution proposal during the Mediation process; d. assist the Parties in formulating plan and proposal of Reconciliation Agreement in the case that the Parties are seeking an agreement; e. explain to the Parties related to the obligation of attorney. (3) In the case that the Parties are unable to be present based on a valid reason as intended in Article 6 paragraph (4), the attorney may represent the Parties to conduct Mediation by showing a special power of attorney that includes the authority of the attorney to make decisions. (4) Attorneys representing the Parties as intended in paragraph (3) shall participate in the Mediation process with good intention and in a way that does not contradict the other parties or their attorneys.

106 Part Three Right of the Parties to Choose Mediator Article 19 (1) The Parties reserve the right to choose one or more Mediator recorded in the List of Mediators in Court. (2) If in the Mediation process there are more than one Mediator, the job division of the Mediator shall be decided and agreed on by the Mediators. (3) Further provisions on the List of Mediators as intended in paragraph (1) shall be provided in the Decision of the Chief Justice. Part Four Deadline for Choosing Mediator Article 20 (1) After providing explanation on the obligation to conduct Mediation as intended in Article 17 paragraph (7), the Judge Examining the Case obliges the Parties, on the same day, or at the most 2 (two) days after, to negotiate in choosing Mediator, including the cost that may arise resulting from the use of Non-Judge and Non-Court Staff Mediator. (2) The Parties immediately convey their chosen Meditor to the Judge Examining the Case. (3) If the Parties cannot come to an agreement in choosing Mediator within the time as intended in paragraph (1), the Head of the Panel of Judges Examining the Case immediately appoints a Judge or Court Staff Mediator. (4) If in the ame Court, there are no certified Judge who is not examining the case and Court Staff,

107 the Head of the Panel of Judges Examining the Case appoints one Judge Examining the Case to carry out the function of Mediator, prioritizing certified Judge. (5) If the Parties have chosen Mediator as intended in paragraph (1) or the Head of the Panel of Judges appoints Mediator as intended in paragraph (3) or paragraph (4), the Head of the Panel of Judges Examining the Case issues a court order containing the order to conduct Mediation and appoint Mediator. (6) The Judge Examining the Case notifies the order as intended in paragraph (5) to the Mediator through the Acting Registrar. (7) The Judge Examining the Case shall postpone the hearing process to provide an opportunity for the Parties to undergo Mediation. Part Five Summoning the Parties Article 21 (1) Mediator decides the day and date of the Mediation meeting, after receiving the appointment order as a Mediator. (2) In the case that the Mediation is conducted in the Court building, Mediator, given the power by the Judge Examining the Case through Registrar, summons the Parties with the assistance of the bailiff or acting bailiff to attend the Mediation meeting. (3) The power as intended in paragraph (2) is for the sake of law without having to make a power of attorney, therefore without a separate instrument from the Judge Examining the Case, bailiff or acting bailiff shall execute the order of Judge or Non-Judge Mediator to conduct summoning.

108 Part Six Legal Consequence of Parties without Good Intention Article 22 (1) If the plaintiff is declared not to have good intention in the Mediation process as intended in Article 7 paragraph (2), the claim is declared unacceptable by the Judge Examining the Case. (2) Plaintiff that is declared not to have good intention as intended in paragraph (1) shall also be burdened with obligation to pay the Mediation Cost. (3) Mediator submits the report on plaintiff having no good intention to the Judge Examining the Case, along with the recommendation of burdening the Mediation Cost and calculation of the amount in the failure report or report of the inability for Mediation to be conducted. (4) Based on Mediator report as intended in paragraph (3), the Judge Examining the Case issues a decision that serves as the final decision that states that the claim is unacceptable, along with the punishment of paying the Mediation Cost and case fees. (5) Mediation Cost as a punishment to the plaintiff may be taken from the case fee advance or a separate payment by the plaintiff and given to the defendant through the Registrar s Office of the Court. Article 23 (1) Defendant declared not to have good intention as intended in Article 7 paragraph (2), shall be burdened with the obligation to pay Mediation Cost. (2) Mediator submits the report on defendant having no good intention to the Judge Examining the Case, along with the recommendation of burdening the Mediation Cost and calculation of the amount in the failure report or report of the inability for Mediation to be conducted.

109 (3) Based on Mediator report as intended in paragraph (2), prior to continuing the examination, the Judge Examining the Case in the subsequently set hearing shall issue an order declaring that the defendant has no good intention and punishes the defendant to pay Mediation Cost. (4) Mediation Cost as intended in paragraph (3) is a part of case fee that shall be stated in the injunction of the final decision. (5) In the case that the defendant as intended in paragraph (1) is won in the decision, the injunction shall state that Mediation Cost is burdened to the defendant, while the the case fee remains burdened to the plaintiff as the losing party. (6) In a divorce case within the religious court, the defendant as intended in paragraph (1) is punished to pay Mediation Cost, while the case fee is burdened to the plaintiff. (7) The Payment for Mediation Cost by the defendant to the plaintiff shall be submitted through the Registrar s Office in Court pursuant to the implementation of the legally binding decision. (8) In the case that the Parties are jointly declared not to have good intention by the Mediator, the claim is declared to be unacceptable by the Judge Examining the Case without the punishment to pay Mediation Cost. CHAPTER V STAGES OF MEDIATION PROCESS Part One Submission of Case Resume and Duration of Mediation Process Article 24 (1) Within at most 5 (five) days since the order as intended in Article 20 paragraph (5), the Parties may submit the Case Resume to other parties and the Mediator.

110 (2) Mediation process shall occur for at the most 30 (thirty) days since the stipulated order to conduct Mediation. (3) Based on the agreement of the Parties, Mediation duration may be extended for at most 30 (thirty) days since the end of the duration as intended in paragraph (2). (4) Mediator as requested by the Parties, submits the request to extend Mediation duration as intended in paragraph (3) to the Judge Examining the Case along with the reason. Part Two Scope of Material for Mediation Meeting Article 25 (1) The negotiation material in Mediation is not limited to the principle (posita) and demand (petitum) of the claim. (2) In the case that Mediation reaches an agreement over issues outside those explained in paragraph (1), the plaintiff changes the claim by including such agreement in the claim. Part Three Involvement of Experts and Community Figures Article 26 (1) If agreed by the Parties and/or their attorneys, Mediator may bring in one or more experts, community figures, religious figures, or indigenous figures. (2) The Parties must first reach an agreement on the binding or not binding force of the explanation and/or assessment of experts and/or community figures as intended in paragraph (1).

111 Part Four Mediation Reaching an Agreement Article 27 (1) If Mediation successfully reaches an agreement, the Parties with the assistance of Mediator, shall formulate the agreement in writing in the Reconciliation Agreement, signed by the Parties and Mediator. (2) In assisting to formulate the Reconciliation Agreement, Mediator shall ensure the Reconciliation Agreement does not include provisions that: a. in contradiction with the law, public order, and/or decency; b. is detrimental to the third party; or c. is unable to be implemented. (3) In the Mediation process represented by attorneys, the signing of Reconciliation Agreement may only be conducted if there is a written statement from the Parties containing the approval over the achieved agreement. (4) The Parties through Mediator may propose the Reconciliation Agreement to the Judge Examining the Case so that it is reinforced in a Deed of Reconciliation. (5) If the Parties do not wish for the Reconciliation Agreement to be reinforced in a Deed of Reconciliation, the Reconciliation Agreement shall include the revocation of the claim. (6) Mediator shall report in writing the success of Mediation to the Judge Examining the Case by attaching the Reconciliation Agreement. Article 28 (1) After receiving the Reconciliation Agreement as intended in Article 27 paragraph (6), the Judge Examining the Case immediately studies and researches it within at most 2 (two) days.

112 (2) In the case that the Reconciliation Agreement requested to be reinforced in the Deed of Reconciliation has not fulfilled provisions as intended in Article 27 paragraph (2), the Judge Examining the Case shall return the Reconciliation Agreement to Mediator and the Parties, along with instructions on issues that need to be revised. (3) After holding a meeting with the Parties, Mediator shall resubmit the revised Reconciliation Agreement to the Judge Examining the Case at the most 7 (seven) days since the date the revision instruction as intended in paragraph (2) is received. (4) At most 3 (three) days after receiving the Reconciliation Agreement that has already fulfilled provisions as intended in Article 27 paragraph (2), the Judge Examining the Case issues the stipulation for the hearing date to read the Deed of Reconciliation. (5) The Reconcilation Agreement reinforced by the Deed of Reconciliation complies with provisions of information transparency in Court. Part Five Partial Reconciliation Agreement Article 29 (1) In the case that the Mediation process reaches an agreement between the plaintiff and some of the defendants, the plaintiff changes the claim by no longer including the defendants who have not reached an agreement as adversaries. (2) Partial Reconciliation Agreement between parties as intended in paragraph (1) is made and signed by the plaintiff and some of the defendants who have reached an agreement and Mediator. (3) Partial Reconciliation Agreement as intended in paragraph (2) may be reinforced with a Deed of Reconciliation as long as it does not related to asset, wealth, and/or interests of parties who have not reached an agreement and does fulfill the provisions in Article 27 paragraph (2).

113 (4) The plaintiff may resubmit the claim against parties who have not reached an agreement of Partial Reconciliation Agreement as intended in paragraph (1). (5) In the case that the plaintiffs are more than one party and some of the plaintiffs have reached an agreement with some or all defendants, but some plaintiffs who have not reached an agreement are not willing to change the claim, Mediation is declared to be unsuccessful. (6) Partial Reconciliation Agreement between parties as intended in paragraph (1) may not be applied on a voluntary reconciliation at the case examination stage and appeal, cassation, or judicial review legal avenue stage. Article 30 (1) In the case that the Parties have reached an agreement over some of the whole case object or legal demands, Mediator conveys such Partial Reconciliation Agreement by considering the provisions of Article 27 paragraph (2) to the Judge Examining the Case as the annex of the Mediator report. (2) The Judge Examining the Case continues the examination on the case object or legal demands that have not been agreed upon by the Parties. (3) In the case that Mediation reaches partial agreement over the case object or legal demands, the Judge Examining the Case shall include such Partial Reconciliation Agreement in his/her considerations and injunction. (4) Partial Reconciliation Agreement as intended in paragraph (1), paragraph (2), and paragraph (3) applies on voluntary reconciliation at the case examination stage and appeal, cassation, or judicial review legal avenue stage.

114 Article 31 (1) For Mediation of divorce cases within religious court in which the demand of the divorce is accumulated with other demands, if the Parties do not reach an agreement to live together in harmony again, Mediation shall be continued for the other demands. (2) In the case that the Parties reach an agreement over the other demands as intended in paragraph (1), the agreement is enshrined in Partial Reconciliation Agreement by including a clause of its linkage with the divorce case. (3) Partial Reconciliation Agreement over the other demands as intended in paragraph (2) may only be implemented if the decision from the Judge Examining the Case who grants the divorce claim has obtained a legally binding status. (4) Partial Reconciliation Agreement over the other demands as intended in paragraph (2) is not valid if the Judge Examining the Case rejects the claim or the Parties are willing to live together in harmony again during the case examination process. Part Six Mediation Unsuccessful or is Unable to be Conducted Article 32 (1) Mediator shall declare the Mediation is unsuccessful in reaching an agreement and notifies it in writing to the Judge Examining the Case, in the case of: a. The Parties have not reached an agreement until the time of at most 30 (thirty) days including its extension as intended in Article 24 paragraph (2) and paragraph (3); or b. The Parties are declared not to have good intention as intended in Article 7 paragraph (2) point d and point e.

115 (2) Mediator shall declare that Mediation is unable to be conducted and notifies it in writing to the Judge Examining the Case, in the case of: a. involving asset, wealth, or interest that clearly relates with other parties that: 1. are not included in the lawsuit, making another relevant party not included in one of the parties in the Mediation process; 2. are included as parties in the lawsuit in the case that the litigants are more than one legal subject, but are not present in the hearing, therefore not becoming one of the parties in the Mediation process; or 3. are included as parties in the lawsuit in the case that the litigants are more than one legal subject and are present in the hearing, but are never present in the Mediation process. b. involving the authority of the ministry/agency/institution at the national/local level and/or State/Locally Owned Corporation that are not the litigants, except the litigants related to such parties have obtained a written consent from the ministry/agency/institution and or State/Locally Owned Corporation to make decisions in the Mediation process. c. The Parties are declared not to have good intention as intended in Article 7 paragraph (2) point a, point b, and point c. (3) After receiving notification as intended in paragraph (1) and paragraph (2), the Judge Examining the Case immediately issues an order to continue case examination pursuant to prevailing procedural law provisions.

116 VOLUNTARY CHAPTER VI RECONCILIATION Part One Voluntary Reconciliation at the Case Examination Stage Article 33 (1) At each of the case examination stage, the Judge Examining the Case still attempts to encourage or promote reconciliation until he/she reads the decision. (2) The Parties based on agreement may submit request to the Judge Examining the Case to conduct reconciliation at the case examination stage. (3) After receiving the request from the Parties to conduct reconciliation as intended in paragraph (2), the Head of the Panel of Judges Examining the Case shall issue an order to appoint one of the Judges Examining the Case to carry out the function of Mediator, prioritizing a certified Judge. (4) Judge Examining the Case shall postpone the hearing for at most 14 (fourteen) days since the order as intended in paragraph (3). Part Kedua Voluntary Reconciliation at the Legal Avenue Level of Appeal, Cassation, or Judicial Review Article 34 (1) As long as the case has not been decided at the legal avenue level of appeal, cassation, or judicial review, the Parties based on agreement may undergo reconciliation efforts: (2) If they may desire, the Parties through the Chief Judge submits the Reconciliation Agreement in writing to the Judge Examining the Case at the appellate level, cassation level, or judicial review level to be decided with a Deed of Reconciliation, as long as it fulfills the provisions of Article 27 paragraph (2).

117 (3) Reconciliation Agreement as intended in paragraph (2) shall include provisions that overrule existing decision. (4) Deed of Reconciliation is signed by the Judge Examining the Case at the appellate, cassation, or judicial review level within at most 30 (thirty) days since the Reconciliation Agreement is received. (5) If the case file of the appeal, cassation, or judicial review has not been submitted, the case file and Reconciliation Agreement shall be jointly submitted to the High Court or Supreme Court. CHAPTER VII SEPARABILITY OF MEDIATION FROM LITIGATION Article 35 (1) Since the stipulation of the order to conduct Mediation and appoint Mediator as intended in Article 20 paragraph (5), the duration for Mediation process as intended in Article 24 paragraph (2) and paragraph (3), and Article 33 paragraph (4), does not include the duration for case resolution as established in the Supreme Court policy concerning case resolution at the First Instance Court and Appelate Court within 4 (four) Courts. (2) Against the Decision declaring that the claim is unacceptable as intended in Article 22 paragraph (4) and Article 23 paragraph (8) and the punishment to burden the Mediation Cost as intended in Article 23 paragraph (3), legal avenue may not be conducted. (3) If the Parties are unsuccessful in reaching an agreement, the statement and acknowledgement of the Parties in the Mediation process may not be used as evidence in the hearing process.

118 (4) Mediator s Record shall be destroyed as the Mediation process ends. (5) Mediator is unable to become a witness in the relevant case hearing process. (6) Mediator shall not be held accountable both in a criminal and civil manner on the content of the Reconciliation Agreement resulting from Mediation. CHAPTER VIII RECONCILIATION OUTSIDE OF THE COURT Article 36 (1) The Parties with or without the assistance of a certified Mediator who has successfully resolve the dispute outside of the Court with the Reconciliation Agreement may submit the Reconciliation Agreement to the Court authorized to obtain the Deed of Reconciliation by submitting a claim. (2) The submission of the claim as intended in paragraph (1) must be attached with the Reconciliation Agreement and document as evidence showing the legal relatiohsip between the Parties and the Object of the Dispute. (3) The Judge Examining the Case in front of the Parties shall only reinforce the Reconciliation Agreement into a Deed of Reconciliation if the Reconciliation Agreement is according to the provisions of Article 27 paragraph (2). (4) The Deed of Reconciliation against the claim to reinforce the Reconciliation Agreement as intended in paragraph (1) shall be articulated by the Judge Examining the Case in a hearing that is open for public at most 14 (fourteen) days since the claim is registered. (5) The Copy of the Deed of Reconciliation as intended in paragraph (4) shall be delivered to the Parties in the same day as the articulation of the Deed of Reconciliation.

119 Article 37 (1) In the case that the Reconciliation Agreement submitted to be reinforced in the form of a Deed of Reconciliation does not fulfill the provisions as intended in Article 27 paragraph (2), the Judge Examining the Case shall provide instruction to the Parties on which part must be revised. (2) By still considering the deadline of the Deed of Reconciliation submission resolution as intended in Article 36 paragraph (4), the Parties shall immediately revise and resubmit the Reconciliation Agreement that has been revised to the Judge Examining the Case. CHAPTER IX CLOSING PROVISIONS Article 38 When this Supreme Court Regulation is in effect, the Supreme Court Regulation Number 1 Year 2008 concerning Mediation Procedure in Court is revoked and deemed invalid. Article 39 This Supreme Court Regulation takes effect on the date of the promulgation.

120 In order for the public to know, it is ordered that the enactment of this Supreme Court Regulation be placed in the State News of the Republic of Indonesia. Stipulated in Jakarta on 03 February 2016 CHIEF JUSTICE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA Duly signed MUHAMMAD HATTA ALI Enacted in Jakarta on 04 February 2016 DIRECTOR GENERAL OF LAWS AND REGULATIONS OF THE MINISTRY OF LAW AND HUMAN RIGHTS OF THE REPUBLIC OF INDONESIA, duly signed WIDODO EKATJAHJANA STATE NEWS OF THE REPUBLIC OF INDONESIA YEAR 2016 NUMBER 175

121

122

123

124

125

126

127

128

129

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN 1. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : ----- TAHUN ---------- TENTANG

Lebih terperinci

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan MEDIASI Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Dasar Hukum : Pasal 130 HIR Pasal 154 RBg PERMA No. 1 tahun 2016 tentang Prosedur

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN Oleh: Mashuri, S.Ag., M.H.

MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN Oleh: Mashuri, S.Ag., M.H. MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 Oleh: Mashuri, S.Ag., M.H. I. PENDAHULUAN Pengadilan merupakan lembaga yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA I. PENDAHULUAN Bahwa dalam beracara di Pengadilan Agama tidak mesti berakhir dengan putusan perceraian karena ada beberapa jenis

Lebih terperinci

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3). MAKALAH : JUDUL DISAMPAIKAN PADA : MEDIASI DAN GUGAT REKONPENSI : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH PADA HARI/ TANGGAL : SELASA, 7 FEBRUARI 2012 O L E H : Dra. MASDARWIATY, MA A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG

BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG A. Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Pandeglang Berdasarkan hasil wawancara dengan Nuning selaku Panitera di Pengadilan Agama Pandeglang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia \ Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA PELAKSANAAN KEMITRAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian

Lebih terperinci

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman dalam lingkup khusus. 1 Kekhususan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA PELAKSANAAN KEMITRAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS.

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS. PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS. FILOSOFI : Asas Musyawarah Mufakat (Pembukaan UUD 1945). Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan (UU). FAKTA/KENYATAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm Page 1 of 38 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA Terintegrasinya mediasi dalam proses acara pengadilan adalah untuk memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu

Lebih terperinci

Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF disampaikan oleh : Irawan Harahap, S.H., S.E., M.Kn., CLA Advokat Mediator Bersertifikat Advokat Auditor Hukum, Konsultan HKI Advokat, NIA Peradi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILIHAN DAN SENGKETA PELANGGARAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengintegrasian

Lebih terperinci

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap pencari keadilan dimanapun. Undang-Undang Nomor 48 Tahun

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN. No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut. MEDIASI Pengertian Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Pendahuluan Lahirnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK

KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI INFORMASI Menimbang:

Lebih terperinci

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BADAN PERADILAN UMUM

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BADAN PERADILAN UMUM Lampiran: Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor : 353/DJU/SK/HM02.3/3/2015 Tanggal : 24 Maret 2015 PROSEDUR PENGGUNAAN DAN SUPERVISI APLIKASI SISTEM INFORMASI PENELUSURAN PERKARA

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 09/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG No.588, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI INFORMASI. Penyelesaian Sengketa. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 2) PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

PERATURAN KOMIS I INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMIS I INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMIS I INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI INFORMASI Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2015 MA. Penyalahgunaan Wewenang. Penilaian Unsur. Pedoman Beracara. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa perbedaan pendapat

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Ta

2 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1435, 2014 KEMENAKERTRANS. Mediator. Mediasi. Pengangkatan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 14-1970::UU 35-1999 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2004 HUKUM. KEHAKIMAN. Lembaga Peradilan. Badan-badan Peradilan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.985, 2012 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA. Mediasi Penyelenggaraan. Pedoman. Draft terbarmperaturan KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 59 A/KOMNAS HAM/X/2008

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN NOMOR: 13/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI PENGURUS BADAN MEDIASI DANAPENSIUN

SURAT KEPUTUSAN NOMOR: 13/BMDP/IX/2015 TENTANG PERATURAN DAN ACARA MEDIASI PENGURUS BADAN MEDIASI DANAPENSIUN B M D P BADAN MEDIASI DANA PENSIUN Gedung Arthaloka Lantai 16, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 2, Jakarta Pusat 10220 Indonesia Telp. (021) 251 4050, 251 4052 Fax. (021) 251 4051 Website : www.bmdp.or.id Email

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI WARGA MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No. Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER I. KETENTUAN UMUM A. Tujuan 1. Meningkatkan kualitas pelayanan pengadilan bagi prajurit TNI dan masyarakat pencari keadilan. 2. Meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

07/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PERBANKAN INDONESIA

07/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PERBANKAN INDONESIA PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA NOMOR: 07/LAPSPI- PER/2015 TENTANG PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan Mediasi sebagai pilihan penyelesaian sengketa yang telah berkembang pesat

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER I. KETENTUAN UMUM A. Tujuan 1. Meningkatkan kualitas pelayanan pengadilan bagi prajurit TNI dan masyarakat pencari keadilan. 2. Meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BUPATI PEMALANG PERATURAN BUPATI PEMALANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PEMALANG PERATURAN BUPATI PEMALANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PEMALANG PERATURAN BUPATI PEMALANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN INFORMASI DAN DOKUMENTASI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 04/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa persengketaan di antara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG Menimbang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci