SOP PENANGANAN DAN TINDAK LANJUT PENGADUAN MASYARAKAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SOP PENANGANAN DAN TINDAK LANJUT PENGADUAN MASYARAKAT"

Transkripsi

1 KEGIATAN BELAJAR 2 SOP PENANGANAN DAN TINDAK LANJUT PENGADUAN MASYARAKAT Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu : 1. Menjelaskan SOP penanganan pengaduan masyarakat; 2. Menjelaskan tindak lanjut pengaduan masyarakat. 2.1 Uraian dan Contoh Pada kegiatan belajar kedua ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan SOP penanganan pengaduan masyarakat dan tindak lanjut pengaduan masyarakat. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik telah mengatur secara umum tentang pengelolaan pengaduan yang mana setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang merupakan institusi penyelenggara negara berkewajiban untuk menyediakan sarana pengaduan. Sarana pengaduan sebagaimana diwajibkan oleh undangundang tersebut telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana telah diuraikan dalam Kegiatan Belajar Pertama. 18 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

2 Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat Materi pengelolaan pengaduan sebagaimana diatur dalam Undangundang pelayanan publik salah satunya meliputi Identitas pengadu yang mana pengaduan disampaikan secara tertulis memuat : a. Nama dan alamat lengkap; b. Uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian kerugian materiil atau immateriil yang diderita; c. Permintaan penyelesaian yang diajukan; dan d. Tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan Pencantuman nama dan alamat lengkap dalam penyampaian aduan dapat menyebabkan kerahasiaan pengadu tidak terjaga sehingga keamanan pengadu dapat terancam. Untuk itu, sebagai paradigma baru dalam pengelolaan pengaduan masyarakat dan prinsip dalam pengelolaan pengaduan masyarakat di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, identitas pengadu tidak wajib untuk dicantumkan. Hal ini sebagai wujud perlindungan bagi pengadu dan pelaksanaan prinsip kerahasiaan yang diterapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam pengelolaan pengaduan masyarakat. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai lebih menekankan pada materi aduan yang secara materiil dapat memberikan perbaikan organisasi. A. SOP Penanganan Pengaduan Masyarakat Eksistensi pengaduan masyarakat memiliki peran penting bagi perkembangan organisasi menuju arah yang lebih baik. Namun apabila pengaduan masyarakat tidak dikelola/ditangani dengan baik, maka peran tersebut menjadi kurang maksimal. Fungsi pengelolaan masyarakat tersebut memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengelolaan organisasi. Fungsi tersebut antara lain monitoring dan evaluasi atas tindak lanjut pengaduan masyarakat. Monitoring atas tindak lanjut pengaduan masyarakat dimaksudkan untuk selalu mengetahui perkembangan atas kegiatan tindak lanjut pengaduan masyarakat, yaitu tingkat keberhasilan, efektifitas, dan efisiensi tindak lanjut pengaduan masyarakat tersebut. Sedangkan evaluasi dimaksudkan untuk melakukan kajian ulang atas hasil monitoring tindak lanjut pengaduan masyarakat yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil langkah-langkah perbaikan secara menyeluruh. Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 19

3 Guna mewujudkan dan memaksimalkan pengelolaan pengaduan masyarakat, perlu dibuat tata laksana penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat. Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa saluran pengaduan masyarakat adalah melalui surat, faksimili, SMS, kotak pengaduan, , telepon, meja pengaduan (helpdesk), dan web site atau aplikasi yang dibuat secara khusus untuk menampung aduan masyarakat secara online, yaitu SIPUMA (Sistem Aplikasi Pengaduan Masyarakat). Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah mengakomodir SIPUMA dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-154/BC/2012 tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tersebut dinyatakan bahwa unit yang bertugas menerima, mengelola dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat adalah unit Kepatuhan Internal. Pengertian SIPUMA sebagaimana tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai diaksud adalah suatu sistem aplikasi yang dipergunakan oleh unit Kepatuhan Internal dalam mengelola penanganan pengaduan masyarakat di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang terintegrasi dengan Wiseblowing System (WISE) yang dipergunakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. WISE dalam Keputusan Direktur jenderal sebagaimana tersebut diatas diartikan sebagai aplikasi yang disediakan oleh Kemenerian Keuangan bagi peaat/pegawai maupun masyarakat luas yang memiliki informasi dan ingin melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelangaran dan/atau ketidakpuasan pelayanan yang diberikan yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Tata cara penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat sebagaimana telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Nomor KEP-154/BC/2012 adalah sebagai berikut : A. PENERIMAAN PENGADUAN 1. Penerimaan Pengaduan Melalui Aplikasi a. Pengaduan masyarakat dapat disampaikan oleh pengadu melalui aplikasi secara langsung, yaitu dengan mengakses: 20 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

4 Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat 1) Situs resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan alamat atau 2) Portal Pengguna Jasa. b. SIPUMA akan secara otomatis memberikan nomor tiket kepada pengadu, dan pengadu dapat mencetak data pengaduannya atau cukup mencatat/mengingat nomor tiket yang diberikan SIPUMA. c. nomor tiket hanya dapat diketahui oleh pengadu, dan pengadu secara mandiri dapat memantau tindak lanjut penanganan atas pengaduannya sesuai nomor tiket yang diberikan. d. Apabila pengadu mencantumkan alamat dan/atau nomor telepon genggam (handphone) yang valid, maka SIPUMA akan mengirim nomor tiket kepada pengadu melalui dan/atau SMS. 2. Penerimaan Pengaduan Secara Manual a. Pengaduan masyarakat dapat disampaikan oleh pengadu secara manual, yaitu melalui saluran pengaduan resmi yang berupa: 1) Petugas Penerima Pengaduan (helpdesk) untuk pengaduan yang disampaikan melalui Meja Pengaduan (datang langsung); 2) Telepon; 3) Surat; 4) Kotak Pengaduan; 5) Faksimili; 6) Layanan SMS Pengaduan; 7) Surat Elektronik ( ); atau 8) Saluran pengaduan resmi lainnya. b. Penerima pengaduan wajib merekam data pengaduan yang disampaikan secara manual ke dalam SIPUMA. c. SIPUMA akan secara otomatis memberikan nomor register kepada penerima pengaduan setelah data pengaduan masyarakat dimasukkan ke dalam SIPUMA. d. Penerima pengaduan wajib memberitahukan nomor register kepada pengadu sepanjang terdapat jalur komunikasi dengan pengadu. Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 21

5 e. Nomor register akan menjadi identitas pengaduan masyarakat pada saat petugas unit Kepatuhan Internal berkomunikasi dengan penerima pengaduan, khususnya dalam hal pengadu ingin mengetahui perkembangan tindak lanjut penanganan pengaduannya. f. Dalam hal pengadu ingin melakukan pemantauan atas tindak lanjut penanganan pengaduannya secara mandiri, pengadu harus memberikan alamat atau nomor telepon genggam (handphone) yang valid kepada petugas penerima pengaduan untuk dimasukkan ke dalam SIPUMA dan SIPUMA akan mengirimkan nomor tiket kepada pengadu. g. Nomor tiket hanya dapat diketahui oleh pengadu dan pengadu secara mandiri dapat memantau tindak lanjut penanganan atas pengaduannya sesuai nomor tiket yang diberikan. h. Pejabat dan/atau pegawai pada UKI wajib menjaga kerahasiaan identitas pengadu kecuali pengadu menginginkan sebaliknya atau dalam keadaan tertentu untuk mempermudah penyelidikan. B. VERIFIKASI 1. Setiap pengaduan masyarakat yang masuk melalui SIPUMA akan dilakukan verifikasi oleh verifikator. 2. Verifikator melakukan telaah terhadap materi aduan yang meliputi: a. Apa materi aduannya (what); b. Siapa nama pejabat dan/atau pegawai yang diadukan (who); c. Kapan materi aduan tersebut terjadi (when); d. Di mana materi aduan tersebut terjadi (where); dan e. Bagaimana materi aduan tersebut terjadi (how). 3. Apabila materi pengaduan masyarakat terkait dengan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai maka pengaduan masyarakat tersebut diteruskan kepada Pejabat yang Berwenang (PYB). 22 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

6 Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat 4. Apabila materi pengaduan masyarakat tidak terkait dengan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai maka pengaduan masyarakat tersebut diteruskan ke pengkaji pada unit terkait. 5. Verifikator dapat meminta data tambahan kepada pengadu dalam hal materi pengaduan yang diterima dianggap kurang jelas atau kurang memadai untuk ditindaklanjuti. 6. Apabila materi pengaduan tidak jelas dan tidak dapat diperjelas dan/atau data tambahan atau hasil konfirmasi yang disampaikan pengadu kepada verifikator dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak permintaan data tambahan oleh verifikator dan/atau pejabat dan/atau pegawai yang diadukan tidak jelas, telah pensiun atau telah meninggal dunia, maka pengaduan masyarakat tersebut diputuskan sebagai pengaduan yang tidak dapat ditindaklanjuti. C. DISTRIBUSI 1. Pejabat Yang Berwenang melakukan disposisi terhadap pengaduan masyarakat yang diterima dari verifikator kepada pengkaji pada Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai, pengkaji pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau pengkaji pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 2. Pejabat Yang Berwenang meneruskan pengaduan masyarakat yang diterima dari verifikator kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan melalui aplikasi WISE apabila pengaduan masyarakat tersebut tidak terkait dengan tugas dan fungsi di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 3. Berdasarkan pertimbangan tertentu, Pejabat Yang Berwenang dapat memutuskan suatu pengaduan masyarakat yang telah selesai diverifikasi tidak dapat ditindaklanjuti. Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 23

7 D. PENGKAJIAN 1. Pada Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai dan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai a. Pengkaji menerima pengaduan masyarakat yang berasal dari: 1) distribusi dari verifikator atas pengaduan masyarakat yang tidak terkait dengan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai; dan 2) distribusi dari Pejabat Yang Berwenang. b. Pengkaji melakukan analisis atas pengaduan masyarakat yang diterima untuk menentukan langkah-langkah penyelesaian pengaduan masyarakat tersebut dan menunjuk pengentry data untuk melakukan entry data proses tindak lanjut penanganan pengaduan yang dilakukan. c. Setelah proses entry data selesai, pengkaji melakukan pengkajian mengenai hasil tindak lanjut untuk membuat laporan penanganan pengaduan masyarakat dan menyampaikannya kepada Pejabat Yang Berwenang. 2. Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai a. Pengkaji pada menerima pengaduan masyarakat yang berasal dari: 1) distribusi dari verifikator atas pengaduan masyarakat yang tidak terkait dengan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai; dan 2) distribusi dari Pejabat Yang Berwenang. b. Pengkaji melakukan analisis atas pengaduan masyarakat yang diterima. c. Apabila materi pengaduan masyarakat tersebut dipandang dapat diselesaikan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai, atau Balai Pengujian dan Identifikasi Barang yang berada di bawah wilayah kerjanya, maka pengkaji pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjuk pengkaji pada Kantor Pengawasan dan 24 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

8 Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat Pelayanan Bea dan Cukai/Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai/Balai Pengujian dan Identifikasi Barang untuk melakukan tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat tersebut. d. Apabila materi pengaduan masyarakat dipandang lebih tepat jika ditindak lanjuti secara langsung oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka pengkaji menentukan langkahlangkah untuk menyelesaikan pengaduan masyarakat tersebut dan menunjuk pengentry data pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan entry data proses tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat. e. Setelah proses entry data selesai, maka pengkaji melakukan pengkajian mengenai hasil tindak lanjut untuk membuat laporan penanganan pengaduan masyarakat dan menyampaikannya kepada Pejabat Yang Berwenang. f. Untuk pengaduan masyarakat yang ditindaklanjuti oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai, atau Balai Pengujian dan Identifikasi Barang, pengkaji melakukan penilaian atas laporan penanganan pengaduan masyarakat dari pengkaji di bawahnya dan memutuskan: 1) Meneruskan kepada Pejabat Yang Berwenang apabila setuju dengan laporan penanganan pengaduan masyarakat yang disampaikan; 2) Mengembalikan kepada pengkaji sebelumnya apabila laporan penanganan pengaduan masyarakat belum memadai dan perlu dilengkapi; 3) Memberikan disposisi kepada pengentry data apabila pengaduan masyarakat tersebut akan diambilalih oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan 4) Memberikan disposisi kepada pengkaji lainnya pada kantor yang masih di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang sama apabila pengaduan masyarakat tersebut masih perlu untuk ditindaklanjuti oleh kantor lainnya. Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 25

9 3. Pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai, serta Balai Pengujian dan Identifikasi Barang a. Pengkaji menerima pengaduan yang berasal dari: 1) distribusi dari verifikator atas pengaduan masyarakat yang tidak terkait dengan pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai; dan 2) distribusi pengkaji pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di atasnya. b. Pengkaji melakukan analisis atas pengaduan masyarakat yang diterima untuk menentukan langkah-langkah penyelesaian pengaduan masyarakat tersebut dan menunjuk pengentry data untuk melakukan entry data proses tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat yang dilakukan. c. Setelah proses entry data selesai, pengkaji untuk melakukan pengkajian mengenai hasil tindak lanjut dan membuat laporan penanganan pengaduan masyarakat dan menyampaikannya kepada pengkaji Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. E. ENTRY DATA 1. Pengentry data melakukan entry data terkait proses tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat. 2. Pengentry data melakukan entry data sesuai dengan bukti, bahan, dan keterangan dari pihak-pihak terkait yang diperoleh, serta dokumendokumen yang dibuat/diterbitkan dalam rangka tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat. F. PENYELESAIAN Terhadap pengaduan masyarakat yang sudah selesai diproses oleh pengkaji, Pejabat Yang Berwenang melakukan proses sebagai berikut: 26 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

10 Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat 1. Jika proses pengaduan masyarakat sudah memiliki dasar yang memadai untuk dinyatakan selesai, maka pengaduan diputuskan selesai ditindak lanjuti; 2. Jika proses pengaduan masyarakat belum dapat dinyatakan selesai, maka pengaduan masyarakat dapat diserahkan kembali kepada pengkaji sebelumnya atau pengkaji pada unit Kepatuhan Internal lainnya untuk diproses lebih lanjut; dan 3. Jika berdasarkan hasil pengkajian yang disampaikan ternyata pengaduan masyarakat tersebut tidak terkait dengan tugas dan fungsi di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka pengaduan tersebut diteruskan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan melalui aplikasi WISE. Dari uraian atas SOP penanganan pengaduan masyarakat sebagaimana tersebut di atas, terdapat istilah verifikator, pejabat yang berwenang (PYB), dan pengkaji. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-154/BC/2012 telah memberikan pengertian istilah dimaksud sebagai berikut : 1. Verifikator adalah pejabat di lingkungan Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai yang ditugaskan untuk melakukan verifikasi atas pengaduan masyarakat yang diterima. 2. Pejabat Yang Berwenang (PYB) adalah pejabat di Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai yang berwenang untuk memberikan disposisi atas pengaduan masyarakat yang terkait pelanggaran kode etik dan/atau peraturan disiplin pegawai dan menyatakan bahwa suatu pengaduan masyarakat selesai ditindaklanjuti. 3. Pengkaji adalah pejabat dan/atau pegawai di lingkungan unit Kepatuhan Internal yang bertugas untuk melakukan analisis atas pengaduan masyarakat yang didisposisi kepadanya dan membuat laporan hasil penanganan pengaduan masyarakat. Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 27

11 Terdapat prinsip-prinsip yang harus dilakukan secara konsisten guna menjaga profesionalitas dalam penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat, yaitu : 1. Rahasia, yaitu setiap pengaduan masyarakat yang diterima hanya diketahui oleh pejabat yang berwenang dan/atau pegawai yang menangani pengaduan; 2. Segera, yaitu setiap pengaduan masyarakat harus memperoleh respon secara cepat; 3. Fair, yaitu setiap pengaduan masyarakat harus disikapi secara positif dan ditangani secara optimal; 4. Proporsional, yaitu setiap pengaduan masyarakat harus ditangani sesuai dengan cakupan/ruang lingkup masalah yang diadukan; 5. Obyektif, yaitu setiap pengaduan masyarakat harus ditangani dengan semestinya tanpa dipengaruhi faktor-faktor yang dapat menyebabkan proses penanganan menjadi tidak semestinya (misalnya, jenjang jabatan, pertemanan, kepentingan dan/atau keberpihakan pribadi/golongan, dan lain-lain); 6. Selektif, yaitu setiap pengaduan masyarakat harus dianalisa guna menentukan untuk dilakukannya proses investigasi atau tidak; 7. Kerahasiaan bagi pengadu, yaitu kerahasiaan identitas pengadu harus dijamin untuk rasa keamanan yang bersangkutan; 8. Keterbukaan/transparansi, yaitu setiap pihak yang ingin mendapatkan penyelesaian masalah harus diberikan informasi selengkap-lengkapnya secara transparan. Proses dan hasil penyelesaian pengaduan harus disampaikan kepada pihak terkait/yang berkepentingan. B. Tindak Lanjut Penanganan Pengaduan Masyarakat Salah satu proses penting dalam pengaduan masyarakat adalah tindak lanjut atas pengaduan masyarakat tersebut. Istilah lain yang dipergunakan dalam tindak lanjut pengaduan masarakat adalah investigasi. Istilah investigasi lebih lazim dikenal dalam terminologi jurnalistik, namun dalam perkembangannya istilah investigasi lebih diperluas pengertiannya. Dalam hal ini investigasi diartikan sebagai upaya penelitian, penyelidikan, 28 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

12 Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat pengusutan, pecarian, pemeriksaan dan pengumpulan data, informasi, dan temuan lainnya untuk mengetahui atau membuktikan kebenaran atau kesalahan sebuah fakta yang kemudian menyajikan simpulan atau rangkaian temuan dan susunan kejadian. Dalam konteks pelanggaran disiplin pegawai, investigasi merupakan upaya tindak lanjut yang dilakukan dalam rangka mengungkap fakta yang berkaitan erat dengan indikasi adanya pelanggaran. Investigasi dapat juga diartikan sebagai upaya pengecekan terhadap petunjuk atau informasi awal yang telah diperoleh. Untuk itu tujuan investigasi adalah menemukan unsur-unsur atau faktor-faktor atau bukti-bukti adanya pelanggaran. Tahapan dalam pra-investigasi sebagai berikut : 1. Penelaahan Sebagai tahapan awal sebelum dilakukannya investigasi, perlu dilakukan penelaahan atas petunjuk atau informasi awal yang diperoleh. Penelahaan dapat diartikan sebagai suatu rangkaian kegiatan pra investigasi untuk menyaring, mengelompokkan, menganalisis, dan melakukan evaluasi data awal tentang dugaan terjadinya pelanggaran guna menentukan layak tidaknya dilakukan investigasi serta merumuskan hipotesis (dugaan) tentang konstruksi pelanggaran/penyimpangan. Secara umum penelaahan dilakukan dengan metode yang disebut dengan pisau analisa. Pisau analisa yang digunakan terdiri dari 5W + 1H (+ 1H), yaitu : a. What : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya apa, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan bentuk pelanggaran/penyimpangan yang teradi; b. Who : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya siapa, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan pelaku pelanggaran/penyimpangan dan pihak-pihak yang terlibat serta pihakpihak yang mengetahui atau dapat diminta keterangannya; c. Where : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya dimana, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan tempat terjadinya pelanggaran/penyimpangan; Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 29

13 d. When : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya kapan, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan waktu terjadinya pelanggaran/penyimpangan; e. Why : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya mengapa, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan motif atau latar belakang dilakukannya pelanggaran/penyimpangan; f. How : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya bagaimana, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan cara atau proses terjadinyaatau modus pelanggaran/penyimpangan; g. How Much : dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata tanya berapa, yang merupakan pertanyaan untuk menanyakan jumlah biaya/uang yang timbul dalam pelanggaran/penyimpangan Dari 7 bentuk kata tanya di atas, hanya terdapat 3 bentuk kata tanya yang harus diidentifikasi pada saat melakukan penelaahan, yaitu what (apa), where (dimana), dan when (kapan). Apabila salah satu dari 3 bentuk kata tanya di atas tidak terjawab, tindak lanjut pengaduan masyarakat akan sulit untuk dilakukan investigasi. Pisau analisa sebagaimana tersebut di atas merupakan sarana untuk membentuk hipotesa atau dugaan dari investigator yang berfungsi sebagai bekal atau bahan untuk dilakukan pengecekan kebenaran. Dugaan tersebut sangat diperlukan agar ruang lingkup investigasi terarah atau fokus. Kefokusan terhadap ruang lingkup pelanggaran/penyimpangan sangat penting agar penanganan masalah atas pelanggaran/penyimpangan tidak bias atau kabur atau beralih, yang dapat mengakibatkan penanganan atau penyelesaian atas masalah inti kurang maksimal. 2. Identifikasi Tahap kedua setelah dilakukan analisa atas informasi atau bukti awal tentang dugaan terjadinya pelanggaran/penyimpangan adalah dengan melakukan identifikasi terhadap : a. Bentuk pelanggaran : identifikasi bentuk pelanggaran diperlukan untuk membatasi ruang lingkup masalah dan bahan yang diperlukan 30 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

14 Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat serta strategi yang digunakan dalam melakukan investigasi. Bahan yang diperlukan bergantung dari temuan investigator pada saat melakukan investigasi atau dalam hal permintaan data; b. Sumber informasi : pengidentifikasian sumber informasi sangat penting. Tujuan pengidentifikasian sumber informasi adalah agar investigasi yang dilakukan tepat sasaran, yaitu dalam rangka memperoleh informasi tambahan atau kesaksian terkait dugaan terjadinya pelanggaran/penyimpangan. Selain itu, hal tesebut juga mempengaruhi efektifitas dan efisiensi dalam melakukan investigasi; c. Bukti yang dapat diperoleh : pengidentifikasian terhadap bukti yang diperoleh diperlukan dalam investigasi. Tidak semua bukti yang dapat diperoleh memiliki keterkaitan dengan pelanggaran/penyimpangan yang terjadi dan tidak semua bukti memiliki tingkat kesulitan yang sama dalam memperolehnya. Pengidentifikasian bukti menentukan strategi dalam memperoleh bukti tersebut, yaitu bagaimana cara memperoleh setiap bukti yang diperlukan; d. Bukti yang ada : bukti yang ada perlu diidentifikasi untuk melakukan telaah atau analisa awal atas dugaan terjadinya pelanggaran/penyimpangan dan untuk menemukan keterkaitan antar bukti dan bukti yang diperlukan selanjutnya; e. Tempat kejadian : identifikasi tempat kejadian bertujuan untuk mempersiapkan pemetaan terhadap tingkat kesulitan geografis dan tempat lingkungan sosial serta biaya dimana akan dilakukan investigasi; f. Langkah yang dapat ditempuh : indentifikasi terhadap langkah yang dapat ditempuh adalah sebagai bahan awal dalam rangka kegiatan investigasi terkait dengan strategi pelaksanaan investigasi dan terkait dengan perencanaan agar investigasi efektif, efisien, berdaya guna, dan berhasil guna. Selain itu, hal tersebut juga dapat meminimalkan risiko atau mencegah risiko yang mungkin timbul sebagai akibat pelaksanaan investigasi; g. Risiko yang mungkin timbul : identifikasi atas risiko yang mungkin timbul sangat penting. Salah satu ukuran keberhasilan investigator adalah dapat melakukan pengkondisian agar risiko dapat diminimalisir Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 31

15 atau bahkan tidak terjadi sehingga investigasi yang dilakukan tidak menimbulkan kekacauan baru yang berakibat pada timbulnya masalah baru yang sebenarnya tidak perlu terjadi dan dapat mengganggu proses pelaksanaan investigasi dan bahkan hasil dari investigasi tersebut tidak optimal. Apabila risiko sudah teridentifikasi, maka investigator dapat melakukan tindakan-tindakan pengkondisian sebelumnya untuk mencegah risiko dan melakukan perencanaan langkah-langkah investigasi lebih lanjut. 3. Sumber Informasi Sumber informasi dapat diperoleh dari eksternal maupun internal, yang mana sumber informasi dapat berasal dari orang maupun dokumen. Sumber informasi eksternal dapat berasal dari : a. Pemerintahan; b. Publik; c. Swasta; d. Orang perorangan/pribadi; dan e. Dokumen. Sumber informasi dari internal dapat berasal dari : a. Atasan langsung/pimpinan unit; b. Rekan sejawat; dan c. Dokumen. Terhadap 2 bentuk sumber informasi di atas, hal yang peru diperhatikan adalah sumber informasi orang. Sumber informasi orang perlu diperhatikan secara seksama karena orang sebagai sumber informasi dapat memberikan informasi yang berbeda atau bias dari yang investigator harapkan. Hal ini mewajibkan investigator untuk waspada terhadap sumber informasi orang. Orang dapat memberikan informasi yang tidak dapat kita kendalikan, begantung dari laar belakang orang tersebut. Untuk itu, Hal-hal yang perlu diperhatikan terhadap sumber informasi orang adalah : 32 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

16 Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat a. Motivasi : investigator harus melakukan analisa terkait dengan motivasi atas orang yang memberikan informasi. Hal ini diperlukan agar investigator tidak diperalat oleh sumber informasi tersebut. Contoh motivasi sumber informasi adalah uang, balas dendam, melindungi, dan lain-lain; b. Tingkat kepercayaan : hal ini merupakan keyakinan investigator dalam mempercayai sumber informasi terkait dengan informasi yang diberikan. Untuk itu investigator harus mengidentifikasi keterkaitan sumber informasi dengan pelaku pelanggaran/penyimpangan dan kedudukan/keberadaan sumber informasi pada saat terjadinya pelanggaran/penyimpangan; c. Kestabilan jiwa : karaker dasar dan tingkat emosional sumber informasi harus diidentifikasi pula. Hal ini mempengaruhi informasi yang diberikan, yaitu apakah informasi diberikan apa adanya sesuai dengan fakta atau dilebih-lebihkan dan/atau dikurangi. Terkait dengan sumber informasi yang berasal dari orang, investigator harus secara obyektif dan selektif menerima informasi tersebut. Investigator yang mengendalikan sumber informasi, bukan sebaliknya, sumber informasi yang mengendalikan investigator. Untuk itu investigator harus seseorang yang berkepribadian kuat. 4. Hipotesis Hipotesis berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Hypotithenai, yang berarti menduga/menyangka/mengira. Secara umum hipotesis dapat diartikan sebagai penjelasan yang bersifat menduga-duga terhadap fenomena/keadaan atau dugaan yang layak terhadap korelasi antar sejumlah fenomena. Tujuan hipotesis adalah untuk memberikan batasan dan mempersempit ruang lingkup investigasi. Selain itu hipotesis juga bertujuan untuk menyiagakan investigator terhadap semua fakta dan hubungan antar fakta yang teridentifikasi. Selain itu hipotesis juga berfungsi sebagai alat dalam membangun fakta-fakta yang tercerai-berai tanpa terkoordinasi ke dalam satu kesatuan dan menyeluruh. Hipotesis dapat dipergunakan sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian fakta dan antar fakta. Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 33

17 Dalam pelaksanaan investigasi, investigator harus memiliki prinsip. Prinsip tersebut diperlukan agar investigasi yang dilakukan sesuai dengan tujuan investigasi itu sendiri. Prinsip investigasi tersebut adalah : a. Pengujian mendalam untuk mencari kebenaran; b. Memanfaatkan bukti untuk mendukung fakta; c. Semakin cepat merespon semakin besar kemungkinan terungkap; d. Keyakinan yang kuat bahwa pelanggaran telah terjadi; e. Mengumpulkan fakta-fakta sedemikian rupa hingga bukti-bukti memberikan simpulan sendiri; f. Bukti fisik merupakan bukti yang nyata, sampai kapanpun mengungkapkan hal yang sama; g. Tenaga ahli bukan pengganti dari kegiatan investigasi; h. Informasi wawancara sangat dipengaruhi kelemahan manusia. Investigator harus mengkonfirmasi pertanyaan yang cukup sehingga mendapat jawaban yang sebenarnya. Setelah melakukan telaah dan indentifikasi atas informasi dugaan terjadinya pelanggaran/penyimpangan, tahap selanjutnya adalah melakukan perencanaan investigasi. Perencanaan investigasi diperlukan agar investigasi yang dilakukan efektif, efisien, berhasil guna dan berdaya guna. Salah satu metode dalam perencanaan investigasi adalah dengan mempergunakan metode The SMEAC System, yang merupakan singkatan dari situation, mission, execution, administration dan logistic, dan communication. a. Situation (situasi), yaitu merupakan gambaran tentang keadaan yang terjadi yang dilakukan dengan cara pengungkapan fakta-fakta yang ada. Dalam hal ini investigator tidak diperbolehkan menambahkan asumsi apapun dalam gambaran keadaan tersebut. Gambaran keadaan/situasi tersebut diperoleh dari hasil telaahan; b. Mission (misi), yaitu harapan yang hendak dicapai. Setiap individu yang terlibat dalam investigasi harus memahami misi yang hendak dicapai dan mengetahui peran masing-masing. Misi diambil dari hipotesis yang telah disusun/ditelaah; 34 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

18 Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat c. Execution (eksekusi), yaitu rencana tentang bagaimana misi dapat dicapai. Dalam hal ini setiap individu berperan dan bertanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Eksekusi merupakan langkah-langkah yang direncanakan untuk membuktikan kebenaran hipotesis; d. Administration & Logistics (administrasi & logistik), yaitu identitas terinci yang tertuang dalam surat perintah atau surat tugas atas investigator yang terlibat dalam investigasi. Surat perintah atau surat tugas harus menguraikan secara jelas tugas dan tujuan serta waktu yang tersedia dalam melakukan investigasi. Selain itu perlu dipersiapkan peralatan investigasi guna menunjang kelancaran pelaksanaan investigasi. Administrasi dan logistik juga diperlukan untuk mencegah timbulnya permasalahan yang dapat diidentifikasi akan muncul; e. Communication (komunikasi), yaitu menyampaikan secara rinci hasil investigasi. Dalam hal ini harus ditetapkan pimpinan investigasi yang menerima laporan dari anggota investigator. Dalam penyampaian laporan, harus ditentukan secara jelas kepada siapa informasi dan atau hasil investigasi dilaporkan dan kepada siapa laporan harus diserahkan. Hal tersebut guna mencegah tersebarnya informasi sebagai hasil investigasi. Di sisi lain pimpinan investigasi dapat melihat secara utuh dan menyeluruh hasil investigasi yang untuk kemudian dapat diambil simpulan atau keputusan lebih lanjut. Hal prinsip lain yang harus ada pada seorang investigator adalah bahwa investigator harus memiliki sudut pandang dan wawasan yang luas. Untuk itu investigator harus memperoleh informasi sebanyak-banyaknya. Dalam menangani masalah, investigator dapat mempergunakan metode helicopter view dalam melihat masalah. Investigator tidak hanya mempertimbangkan atau melihat secara sempit pada masalah yang ditanganinya saja, namun investigator harus melihat secara menyeluruh atas masalah yang ditangani. Dengan demikian investigator dapat dengan cepat dan bijak dalam mengambil keputusan. Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 35

19 2.2 Latihan Setelah mempelajari kegiatan belajar ini, Saudara diminta untuk me-review kembali pemahaman Saudara dengan cara menjawab dan mensimulasikan soalsoal latihan berikut. 1. Apa produk hukum DJBC dalam penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat? 2. Jelaskan secara singkat SOP penanganan pengaduan masyarakat melalui SIPUMA! 3. Jelaskan secara singkat SOP penanganan pengaduan masyarakat secara manual! 4. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip dalam penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat! 5. Jelaskan tahapan pada pra-investigasi internal! 6. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip investigasi! 7. Jelaskan metode yang dipergunakan dalam perencanaan investigasi! 2.3 Rangkuman Sebagai summary dari kegiatan belajar, penulis akan memberikan rangkuman mengenai poin-poin penting yang semestinya mendapat perhatian Saudara. a. Penerimaan pengaduan terdiri dari penerimaan pengaduan melalui aplikasi dan secara manual. b. Prinsip-prinsip dalam penanganan/pengelolaan pengaduan adalah rahasia, segera, fair, proporsional, obyektif, selektif, kerahasiaan bagi pengadu, keterbukaan/transparansi. c. Tahapan dalam pra-investigasi adalah penelaahan, identifikasi, sumber informasi, hipotesis. d. Agar investigasi yang dilakukan sesuai dengan tujuan investigasi, investigator harus mematuhi prinsip-prinsip investigasi. e. Metode dalam perencanaan investigasi adalah The SMEAC System. f. Investigator harus mempergunakan sudut pandang helicopter view dalam menelaah suatu permasalahan. 36 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

20 Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat 2.4 Tes Formatif Pilihlah salah satu jawaban atau pernyataan yang paling tepat! 1. Tujuan dilakukan monitoring atas tindak lanjut pengaduan masyarakat adalah a. Efektifitas b. Efisiensi c. Kajian ulang d. Tingkat keberhasilan 2. Produk hukum Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan DBC adalah a. KEP-154/BC/2012 b. KEP-154/BC/2011 c. PER-154/BC/2012 d. PER-154/BC/ Tahapan dalam proses investigasi, kecuali a. Identifikasi b. Hipotesis c. Penelaahan d. Perencanaan investigasi 4. Berikut ini adalah bukan merupakan prinsip-prinsip investigasi, kecuali a. Keyakinan yang kuat bahwa pelanggaran telah terjadi b. Kelengkapan administrasi dan logistik c. Sumber informasi d. Pelaksanaan investigasi yang baik sehingga misi dapat tercapai 5. Berikut ini adalah bukan prinsip-prinsip dalam menjaga profesionalitas dalam penanganan/pengelolaan pengaduan masyarakat, kecuali a. Fair b. Selektif c. Efektif d. obyektif Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 37

21 2.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut Untuk mengukur pemahaman Saudara terhadap kegiatan belajar 1, disarankan agar Saudara mencocokkan jawaban tes formatif yang Saudara buat dengan kunci jawaban yang kami sediakan. Hitunglah persentase tingkat pemahaman (TP) Saudara, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : TP Jumlah Jawaban Yang Benar Jumlah Keseluruhan Soal x 100% Apabila Saudara hanya dapat menjawab pertanyaan tersebut kurang atau sama dengan 80 %, maka sebaiknya Saudara mengulang kembali materi kegiatan belajar 1 ini. Selanjutnya, apabila jawaban Saudara telah memenuhi standar kualifikasi yang diminta (lebih dari 80%) maka Saudara dapat melanjutkan pada kegiatan belajar 2. Skala pengukuran tingkat pemahaman belajar sesuai dengan tabel berikut : Tingkat Pemahaman Skala Nilai 90 < TP 100% Amat Baik 80 < TP 90% Baik 70 < TP 80% Cukup 60 TP 70% Kurang TP < 60 Kurang Sekali 38 Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal

22 Modul Penanganan Pengaduan Masyarakat Penanganan Pengaduan Masyarakat DTSS Kepatuhan Internal 39

PENGERTIAN DAN BENTUK PENGADUAN MASYARAKAT

PENGERTIAN DAN BENTUK PENGADUAN MASYARAKAT KEGIATAN BELAJAR 1 PENGERTIAN DAN BENTUK PENGADUAN MASYARAKAT Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu : 1. menjelaskan pengertian pengaduan masyarakat. 2. menjelaskan

Lebih terperinci

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.248, 2016 BPKP. Pengaduan. Penanganan. Mekanisme. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG MEKANISME

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Jalan Jenderal A. Yani Telp. (021) 4897511 Jakarta 13230 Faks. (021) 4897512 Kotak Pos 108 Jakarta 10002 Website www.beacukai.go.id

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi. No.95, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t No. 110, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPAR. Pengaduan Internal. Penanganan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PENGADUAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS UNIT KEPATUHAN INTERNAL DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 20/BC/2017 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS UNIT KEPATUHAN INTERNAL DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PENGADUAN INTERNAL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012

Lebih terperinci

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam No.578, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Whistleblowing System. Tindak Pidana Korupsi. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 103/PMK.09/2010 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DAN TINDAK LANJUT PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1189, 2014 LPSK. Dugaan Pelanggaran. System Whistleblowing. PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG WHISTLEBLOWING SYSTEM ATAS DUGAAN

Lebih terperinci

MEKANISNE PELAPORAN ATAS DUGAAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS

MEKANISNE PELAPORAN ATAS DUGAAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS MEKANISNE PELAPORAN ATAS DUGAAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS JAKARTA 2017 MEKANISNE PELAPORAN ATAS DUGAAN PELANGGARAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENANGANAN PENGADUAN (WHISTLEBLOWER SYSTEM) TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL No.28,2016 Inspektorat Kabupaten Bantul. PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN. Pedoman Umum. Sistem Penanganan. Pengaduan. Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul. BUPATI BANTUL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN WHISTLEBLOWER DAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1846, 2014 BSN. Pelanggaran. Sistem Pelaporan. Pedoman PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM PELAPORAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PRT/M/2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELAPORAN DUGAAN PELANGGARAN MELALUI WHISTLEBLOWING SYSTEM DI KEMENTERIAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL, PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1657, 2014 KEMENDIKBUD. Pengaduan. Penanganan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan whistleblower.kkp.go.id.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan whistleblower.kkp.go.id. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mendorong peran serta pejabat/pegawai di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

Lebih terperinci

MAKSUD, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

MAKSUD, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP KATA PENGANTAR Good Corporate Governance (GCG) merupakan prinsipprinsip yang mengarahkan dan mengendalikan Perusahaan dalam memberikan pertanggung-jawabannya kepada stakeholders. Prinsip-prinsip tersebut

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.233, 2015 BSN. Pengaduan Masyarakat. Penanganan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 11/BC/2008 TENTANG STANDAR AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SINAR MAS AGRO RESOURCES & TECHNOLOGY Tbk.

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SINAR MAS AGRO RESOURCES & TECHNOLOGY Tbk. PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SINAR MAS AGRO RESOURCES & TECHNOLOGY Tbk. 1 BAB I DASAR DAN TUJUAN PEMBENTUKAN 1.1. Dasar Pembentukan 1.1.1 PT Sinar Mas Agro Resources & Technology Tbk,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

Lampiran 5 SK No /HK.01.01/02/ReINDO/12/2012 Tanggal 26 Desember 2012 PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN

Lampiran 5 SK No /HK.01.01/02/ReINDO/12/2012 Tanggal 26 Desember 2012 PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN Lampiran 5 SK No. 00228/HK.01.01/02/ReINDO/12/2012 Tanggal 26 Desember 2012 PEDOMAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 Pernyataan Komitmen... 2 I. TUJUAN DAN MANFAAT... 3 II. PENGERTIAN

Lebih terperinci

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.70, 2015 KEMENLU. Pelaporan. Tindak Lanjut. Pengelolaan. Pelanggaran. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng No.1036, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA OMBUDSMAN. Sistem Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Internal. Pencabutan. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PELAPORAN

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N No.87,2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengaduan Publik. Pengelolaan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PUBLIK DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.584, 2015 OMBUDSMAN. Whistleblowing System. Pelanggaran. Penanganan. Pelaporan. Sistem. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PELAPORAN

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT JENDERAL INSPEKTORAT BIDANG INVESTIGASI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT JENDERAL INSPEKTORAT BIDANG INVESTIGASI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT JENDERAL INSPEKTORAT BIDANG INVESTIGASI SOP/IJ.9/45 Standard Operating Procedures SOP Penanganan Pengaduan Melalui Datang Langsung Tanggal Penetapan:

Lebih terperinci

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Tujuan Peraturan ini dibuat dengan tujuan menjalankan fungsi pengendalian internal terhadap kegiatan perusahaan dengan sasaran utama keandalan

Lebih terperinci

2017, No Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 tentang Kementerian Penday

2017, No Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 tentang Kementerian Penday BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.404, 2017 KEMENPAN-RB. Kode Etik. Kode Perilaku Pegawai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN

Lebih terperinci

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pe

2016, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pe No.1384, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPUSNAS. Pelanggaran Dugaan Tindak Pidana. Penanganan. Tata Cara. PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG TATA

Lebih terperinci

Alir Pengaduan Masyarakat

Alir Pengaduan Masyarakat Ruang Lingkup Dokumen ini digunakan untuk kegiatan penanganan pengaduan masyarakat di Inspektorat Investigasi, Inspektorat Jenderal Kemendikbud yang disampaikan melalui media tulis, elektronik, hadir di

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia \ Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA PELAKSANAAN KEMITRAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1255, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA ADMINISTRASI INFORMASI PUBLIK. Pengelolaan. Pelayanan. Pedoman. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014 SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN TINDAK LANJUT PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT JENDERAL INSPEKTORAT BIDANG INVESTIGASI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT JENDERAL INSPEKTORAT BIDANG INVESTIGASI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT JENDERAL INSPEKTORAT BIDANG INVESTIGASI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT JENDERAL INSPEKTORAT BIDANG INVESTIGASI Standard Operating

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENANGANAN LAPORAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1913, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BEKRAF. Pengaduan Masyarakat. PERATURAN BADAN EKONOMI KREATIF NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN EKONOMI

Lebih terperinci

Fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Perusahaan atau Unit Syari

Fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Perusahaan atau Unit Syari Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; 2. Direksi Perusahan Asuransi Syariah; 3. Direksi Perusahaan Reasuransi; dan 4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa pelayanan publik merupakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PT PERUSAHAAN PERDAGANGAN INDONESIA (PERSERO)

KEBIJAKAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PT PERUSAHAAN PERDAGANGAN INDONESIA (PERSERO) KEBIJAKAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PT PERUSAHAAN PERDAGANGAN INDONESIA (PERSERO) KEBIJAKAN SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) PT PERUSAHAAN PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PENGADUAN DI LINGKUNGAN BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1507, 2017 KEMENKUMHAM. Kode Etik. Kode Perilaku Pegawai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG KODE

Lebih terperinci

Panduan Membuka Dan Mengelola Pos Pengaduan Pelayanan Publik

Panduan Membuka Dan Mengelola Pos Pengaduan Pelayanan Publik Panduan Membuka Dan Mengelola Pos Pengaduan Pelayanan Publik 1 2 MEMBUKA DAN MENGELOLA POS PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK Panduan Membuka Dan Mengelola Pos Pengaduan Pelayanan Publik Tim Penyusun Edy H Gurning

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.258, 2015 LIPI. Whistleblowing System. Pengaduan. Pengelolaan. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN WHISTLEBLOWING

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang No.1494, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Pengawasan Internal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN INTERNAL PADA KEMENTERIAN AGAMA

Lebih terperinci

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin No.1951. 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pemeriksaan. Bulat Permukaan. Tindak Pidana Perpajakan. Pencabutan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239 /PMK.03/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1198, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Pengaduan Masyarakayt. Penanganan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 50

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 50 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1298, 2015 LAN. Informasi Publik. Pengaduan Dan Pelayanan. Pengelolaan. Petunjuk Teknis. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ( BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.300, 2018 KEMEN-LHK. Pengelolaan Pengaduan atas Dugaan Pelanggaran oleh ASN. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.4/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN Peraturan Peraturan Menteri Keuangan - 239/PMK.03/2014, 22 Des 2014 PencarianPeraturan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN

Lebih terperinci

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK 2016 PT ELNUSA TBK PIAGAM AUDIT INTERNAL (Internal Audit Charter) Internal Audit 2016 Daftar Isi Bab I PENDAHULUAN Halaman A. Pengertian 1 B. Visi,Misi, dan Strategi 1 C. Maksud dan Tujuan 3 Bab II ORGANISASI

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PELAYANAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR BAB I

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PELAYANAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR BAB I WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR Menimbang : a. bahwa membangun

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1269,2014 KEMENHUT. Pengaduan. Penyalahgunaan Wewenang. Korupsi. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.63/MENHUT-II/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1091, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Pelaporan. Pelanggaran. Whistleblowing. Sistem. MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PIAGAM KOMITE AUDIT. (Audit Committee Charter) PENDAHULUAN

PIAGAM KOMITE AUDIT. (Audit Committee Charter) PENDAHULUAN PIAGAM KOMITE AUDIT (Audit Committee Charter) PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Sesuai dengan anggaran dasar Perseroan, Dewan Komisaris ( Dewan ) melakukan pengawasan atas kebijaksanaan pengurusan, jalannya pengurusan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1382, 2016 PERPUSNAS. Pengaduan Masyarakat. Penanganan. Pedoman. PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN

Lebih terperinci

SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) SK DIREKSI NO KEP/216/072014

SISTEM PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) SK DIREKSI NO KEP/216/072014 SISTEM PELAPORAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) SK DIREKSI NO KEP/216/072014 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang VISI BPJS KETENAGAKERJAAN KOMITMEN MANAJEMEN TERHADAP IMPLEMENTASI TATA KELOLA YG BAIK BUDAYA KETERBUKAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT. Bahan Serahan. Modul Coaching PPM untuk Fasilitator 18

PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT. Bahan Serahan. Modul Coaching PPM untuk Fasilitator 18 Bahan Serahan Modul Coaching PPM untuk Fasilitator 18 Apa itu PPM? PPM adalah singkatan dari Pengelolaan Pengaduan Masyarakat, adalah suatu kegiatan menampung dan menindaklanjuti aduan dari masyarakat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 7/BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 7/BC/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 7/BC/2012 TENTANG STANDAR AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2009 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2009 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DIREKTUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL

MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL MANUAL PROSEDUR AUDIT MUTU AKADEMIK INTERNAL POLITEKNIK LP3I JAKARTA TAHUN 2016 ii iii DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv Bab I Penjelasan Umum... 2 A. Definisi dan

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA PELAKSANAAN KEMITRAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF BAGI TENAGA KESEHATAN, PENYELENGGARA FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN, PENYELENGGARA SATUAN

Lebih terperinci

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemenuhan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1787, 2017 KKI. Dokter dan Dokter Gigi. Penanganan Pengaduan Disiplin. Pencabutan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK.

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. I. Landasan Hukum Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 56/POJK.04/2015 tanggal 23 Desember

Lebih terperinci

PENGADUAN PELAYANAN SALAH SATU BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAYANAN PUBLIK

PENGADUAN PELAYANAN SALAH SATU BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAYANAN PUBLIK PENGADUAN PELAYANAN SALAH SATU BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAYANAN PUBLIK Oleh : RINI F. JAMRAH, S.Pd, MM WIDYAISWARA MUDA BADAN DIKLAT PROVINSI SUMBAR ABSTRAK Perbaikan kinerja pelayanan publik

Lebih terperinci

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG HUKUM DAN PENYELESAIAN SANGGAH NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR WHISTLEBLOWING SYSTEM DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DEPUTI

Lebih terperinci

PER - 47/PJ/2009 PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG DIDUGA

PER - 47/PJ/2009 PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG DIDUGA PER - 47/PJ/2009 PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TERHADAP WAJIB PAJAK YANG DIDUGA Contributed by Administrator Tuesday, 01 September 2009 Last Updated Wednesday, 09 September 2009 Pusat

Lebih terperinci

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN WHISTLEBLOWER SYSTEM DI KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAN PENGESAHAN KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI

KATA PENGANTAR DAN PENGESAHAN KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI KATA PENGANTAR DAN PENGESAHAN KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI Menunjuk Surat Keputusan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan Cukai nomor KEP-46/PP.5/2012 tanggal 23 April 2012

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF BAGI TENAGA KESEHATAN DAN PENYELENGGARA FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DALAM TINDAKAN

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

2015, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1842, 2015 KEMEN-ESDM. Pengaduan Masyarakat. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan. No.16, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN REPUBLIK INDONESIA KEBUDAYAAN NOMOR 126 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci