Masa transisi menuju masa dewasa merupakan masa kritis dalam perkembangan manusia (Call, dkk., 2002). Pada masa dewasa individu memiliki tugas untuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Masa transisi menuju masa dewasa merupakan masa kritis dalam perkembangan manusia (Call, dkk., 2002). Pada masa dewasa individu memiliki tugas untuk"

Transkripsi

1 1 Masa transisi menuju masa dewasa merupakan masa kritis dalam perkembangan manusia (Call, dkk., 2002). Pada masa dewasa individu memiliki tugas untuk mencapai kemandirian ekonomi dan pengambilan keputusan (Santrock, 2002). Oleh karena itu pada masa remaja akhir dan masa dewasa awal, individu perlu mempersiapkan diri untuk dapat memenuhi peran masa dewasa. Pada masa remaja akhir, individu memiliki tugas untuk membangun identitas, menjalin hubungan interpersonal, dan menentukan minat. Selanjutnya pada masa dewasa awal individu memiliki beberapa tugas perkembangan, yakni membangun kemandirian ekonomi, kemandirian dalam mengambil keputusan, dan memiliki pasangan (Santrock, 2002). Sebagian manusia mengalami masa transisi tersebut dengan sukses tetapi sebagian yang lain mengalami hambatan. Penyebab seseorang kesulitan memenuhi tugas perkembangan yakni masalah fisik, psikologis, dan perilaku. Masalah tersebut menghambat pemenuhan tugas perkembangan tahapan yang sedang dilalui maupun tugas perkembangan selanjutnya (Metzler, dkk., 2007). Gangguan psikotik merupakan gangguan psikologis yang memiliki dampak besar pada kehidupan individu maupun keluarganya (Corcoran, 2007). Gangguan psikotik adalah kondisi mental abnormal yang membuat kognisi seseorang terganggu sehingga tidak mampu menerima realitas dalam perilaku yang wajar, memiliki halusinasi atau delusi dan disertai gangguan afek (Matsumoto, 2009). American Psychiatric Association (2013) mendefinisikan gangguan psikotik sebagai abnormalitas dalam satu atau lebih dari lima domain berikut, yakni delusi, halusinasi, pemikiran dan pembicaraan yang tidak terorganisasi, perilaku yang sangat abnormal atau tidak terorganisasi, dan gejala negatif. Gejala negatif meliputi pendataran afek, avolisi, dan alogia (APA, 2013). Gangguan psikotik sangat berpengaruh terhadap tugas perkembangan untuk mengembangkan minat dan keterampilan hidup (Puig, dkk., 2012; Lee & Schepp, 2009), serta kemandirian ekonomi (Lee & Schepp, 2009). Gangguan psikotik mempengaruhi fungsi kognitif remaja sehingga berdampak pada menurunnya prestasi akademik pada pelajar atau mahasiswa yang mengalami gangguan psikotik (Puig, dkk., 2012). Individu dengan gangguan psikotik juga mengalami hambatan

2 2 dalam kehidupan sosial, yakni mengalami kesulitan dalam interaksi sosial terutama untuk membangun hubungan yang intim (Lee & Schepp, 2009). Bagi keluarga, dampak yang dialami berupa berkurangnya waktu untuk melakukan aktivitas sosial, meningkatnya konflik dalam keluarga, depresi, munculnya rasa malu, dan kesulitan ekonomi (Awad & Voruganti, 2008). Gejala gangguan psikotik pada umumnya mulai muncul pada usia remaja akhir hingga dewasa awal (Davey, 2008). Puncak ekspresi gen yang merupakan window of vulnerability gangguan psikotik terjadi pada usia 15 sampai 25 tahun (Harris, dkk., 2009). Hal tersebut sesuai dengan kondisi di Yogyakarta. Yogyakarta merupakan provinsi dengan prevalensi gangguan psikotik tertinggi di Indonesia yakni 2,7 per mil sementara prevalensi gangguan psikotik nasional adalah 1,7 per mil (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Good dan Subandi (2002 dalam Marchira, 2013) menemukan bahwa 66,4% gangguan psikotik fase awal di Yogyakarta dialami oleh orang berusia muda yakni antara tahun. Padahal rentang usia tersebut merupakan periode kritis perkembangan manusia (Call, dkk., 2002). Gejala gangguan psikotik berkembang melalui tiga urutan tahapan yang terdefinisi, yakni tahap prodromal, tahap aktif, dan tahap residual (Davey, 2008). Pada tiap tahapan perlu dilakukan intervensi dini pada gangguan psikotik yang meliputi tiga elemen yakni, deteksi dini, penanganan akut dan segera setelah krisis, dan perawatan lanjutan (Hughes, 2008). Intervensi yang dilakukan pada gangguan psikotik awal ditemukan memiliki beberapa dampak positif yakni dapat mereduksi gejala, menurunkan tingkat kekambuhan, meningkatkan kepatuhan medikasi dan fungsi sosial (Malla, Norman, & Joober, 2005; Marchira, 2012) Tahap prodromal yakni tahapan ketika secara perlahan terjadi penarikan diri dari kehidupan normal dan interaksi sosial, serta mulai berkembangnya pemikiran delusional dan disfungsional (Davey, 2008). Intervensi pada tahap prodromal dimungkinkan apabila telah dilakukan deteksi dini. Deteksi dini tersebut dapat menjadi dasar untuk memberikan intervensi sebelum tahap psikotik aktif terjadi (Hughes, dkk., 2014). Instrumen untuk melakukan deteksi dini sudah dikembangkan,

3 3 yakni Comprehensive Assessment of At-Risk Mental States (CAARMS) (Yung, dkk., 2006). Tahap aktif merupakan tahapan ketika individu mulai menunjukkan gejala psikotik yang tidak ambigu dan terjadi beberapa ledakan gejala. Mulai masa prodromal sampai tahap aktif terjadi perubahan yang dramatis pada individu. Perubahan yang terjadi pada episode ini membuat keluarga kebingungan (Corcoran, dkk., 2003). Keluarga kemudian mencari bantuan dari berbagai pihak seperti keluarga besar, tokoh agama, dan jaringan sosial yang lain. Berbagai pihak yang dimintai bantuan tersebut memberikan saran untuk mencari bantuan dari layanan kesehatan mental. Ketika gejala semakin parah, barulah keluarga memutuskan membawa individu dengan gangguan psikotik ke layanan kesehatan mental sebagai alternatif terakhir (Corcoran, dkk., 2007). Pada tahap ini perlu dilakukan perawatan akut dan segera setelah krisis yakni dengan medikasi (Hughes, dkk., 2014). Medikasi yang diutamakan adalah obat antipsikotik atipikal yang memiliki efikasi yang lebih baik dan efek samping yang lebih sedikit (Edwards & McGorry, 2002). Setelah melalui episode pertama psikotik aktif, individu masuk dalam tahapan residual. Tahapan ini ditandai dengan menghilangnya gejala positif tetapi kemungkinan masih terdapat gejala negatif (Davey, 2008). Intervensi yang dilakukan pada tahap residual yakni perawatan lanjutan. Perawatan lanjutan berfokus pada pemulihan disertai dengan intervensi multimodal untuk menjaga atau mengembalikan kehidupan sosial, akademik, maupun karir individu yang mengalami gangguan psikotik selama dua sampai lima tahun pertama setelah onsetnya gangguan psikotik (Hughes, dkk., 2014). Proses pemulihan gangguan psikotik meliputi berbagai aspek, yakni pemulihan klinis, pemulihan sosial, dan pemulihan psikologis (May, 2004). Setelah mendapatkan medikasi, individu mengalami pemulihan klinis. Pemulihan klinis didefinisikan sebagai proses berkurang hingga hilangnya gejala (May, 2004). Pada pemulihan klinis, individu melalui tahapan residual, yakni tahapan yang ditandai dengan menghilangnya gejala positif tetapi kemungkinan masih terdapat gejala negatif (Davey, 2008). Pemulihan sosial yakni berkembangnya hubungan dan peran sosial, aktivitas vokasional, dan akses ke perumahan yang layak. Pemulihan

4 4 psikologis adalah proses pengembangan cara untuk mengatasi dan mengelola gejala gangguan psikotik, serta menumbuhkan kembali struktur kehidupan individu yang mengalaminya. Medikasi, terutama ketika di rawat di rumah sakit memiliki efek samping pada aspek psikologis seseorang. Laithwaite dan Gumley (2007) menemukan bahwa ketika seseorang dirawat di rumah sakit muncul perasaan negatif yakni perasaan diri yang memburuk, rendahnya rasa percaya diri, dan munculnya perasaan tidak berharga. Pada masa pemulihan, individu memiliki kecenderungan untuk mengalami masalah psikologis seperti depresi, penurunan kualitas hidup (Law, dkk., 2005), serta meningkatnya risiko post traumatic stress disorders (Sin, dkk., 2010). Proses pemulihan psikologis pada individu yang mengalami gangguan psikotik meliputi beberapa fase. Andresen, Oades, & Caputi (2011) menjelaskan terdapat lima fase pemulihan ganguan psikotik. Fase pertama yakni fase moratorium. Pada fase ini individu merasakan hilangnya harapan, tidak berdaya, kehilangan makna diri, dan kehilangan tujuan hidup. Jika individu terus berada dalam kondisi kehilangan harapan, maka tidak akan terjadi pemulihan psikologis. Fase kedua yakni kesadaran, fase ini merupakan titik balik dalam pemulihan, yang ditandai dengan munculnya harapan, kebutuhan untuk melakukan kontrol, memisahkan identitas diri dari gangguan, dan membutuhkan tujuan hidup. Munculnya harapan pada tahap tersebut merupakan kunci bagi proses pemulihan selanjutnya, yang meliputi fase persiapan, membangun kembali, dan pertumbuhan. Harapan memiliki peran penting sebagai katalis proses pemulihan. Jika individu terus menerus kehilangan harapan maka ia akan terus berada pada fase moratorium dan pemulihan psikologis menjadi sulit untuk dicapai. Harapan membuat individu berusaha melakukan pemulihan dan terus berusaha mengatasi hambatan selama proses pemulihan (Andresen, dkk., 2011). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia berusaha meningkatkan kepedulian masyarakat mengenai pentingnya penanganan dini yang tepat bagi orang yang mengalami gangguan skizofrenia agar dapat kembali aktif dan produktif. Lighting the Hope for Schizophrenia merupakan tema yang diusung oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada peringatan hari kesehatan mental

5 5 pada 10 Oktober 2014 (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Harapan memiliki peran penting dalam pemulihan gangguan psikotik (Andresen, dkk., 2011; Cabeza, Ducajú, Chapela, & de Chávez, 2011; Perry, Taylor, & Shaw, 2007). Harapan tentang masa depan adalah kunci bagi suksesnya proses pemulihan serta merupakan alasan bagi individu dan keluarganya untuk berusaha melakukan upaya pemulihan pasca episode gangguan psikotik (Corcoran, dkk., 2003). Harapan merupakan alasan yang memicu dan mempertahankan proses pemulihan psikologis individu. Harapan membuat seseorang siap untuk berjuang selama proses pemulihan (Andresen, dkk., 2011). Usaha untuk melakukan pemulihan merupakan perilaku aktif untuk mencapai fungsi yang optimal (Andresen, dkk., 2011). McClelland (1987) menjelaskan bahwa dorongan untuk melakukan suatu perilaku ditentukan oleh tiga faktor yakni motif, ekspektansi, dan nilai insentif. Motif merupakan tendensi seseorang untuk memenuhi kebutuhan, ekspektansi atau harapan merupakan persepsi mengenai peluang untuk mencapai keberhasilan, dan nilai insentif merupakan nilai dari dampak yang dialami seseorang jika melakukan suatu perilaku. Ketiga faktor tersebut berinteraksi mendorong seseorang untuk melakukan perilaku (McClelland, 1987). Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Riyono (2011) menemukan bahwa strategi meningkatkan dorongan berperilaku akan lebih efektif jika berfokus pada peningkatan harapan (Riyono, 2011). Snyder (2000) menjelaskan harapan sebagai persepsi kemampuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan mendorong seseorang untuk menggunakan suatu alur pikir untuk mencapai tujuan tersebut. Harapan memiliki dua unsur, yaitu alur pikir untuk mencapai tujuan dan pemikiran agen. Tujuan merupakan hal yang vital dalam membangkitkan harapan karena tujuan adalah sebuah titik akhir dari serangkaian proses mental. Alur pikir adalah rencana untuk mencapai tujuan, sedangkan pemikiran agen adalah kemampuan yang diyakini dalam menghasilkan alur yang masuk akal untuk mencapai tujuan (Snyder, 2000). Harapan pada ranah psikiatri merupakan ekspektasi yang berorientasi masa depan dalam pencapaian suatu tujuan yang secara personal bernilai, yang dapat mengembalikan makna bagi pengalaman individu (Schrank, dkk., 2008 dalam Rudnick, 2012). Schrank, dkk. (2010) mendefinisikan harapan sebagai persepsi

6 6 subjektif mengenai kemungkinan tercapainya hasil atau tujuan yang diharapkan, baik dalam kondisi titik awal positif maupun negatif. Rudnick (2012) menjelaskan bahwa harapan mendukung pemulihan pada pasien dengan gangguan psikotik dengan membangun makna serta memunculkan dan menjaga motivasi. Tujuan dalam konsep harapan bukanlah tujuan yang mutlak. Seiring usaha untuk mencapai tujuan, tujuan dapat berubah sesuai dengan pencapaian individu. Harapan bersifat fleksibel karena melingkupi kemungkinan untuk mengalami kekecewaan (Rudnick, 2012). Berbagai konsep mengenai harapan yang telah dipaparkan menunjukkan bahwa harapan merupakan persepsi mengenai kemungkinan tercapainya suatu tujuan. Penelitian ini menggunakan konsep harapan dari Schrank, dkk. (2010) yang menyatakan harapan sebagai persepsi subjektif mengenai kemungkinan tercapainya hasil atau tujuan yang diharapkan. Aspek harapan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi orientasi terhadap masa depan, kepercayaan dan keyakinan diri dalam mencapai tujuan yang diinginkan, serta penilaian diri individu dalam relasi sosial (Schrank, dkk., 2010). Beberapa penelitian mengungkapkan faktor yang mempengaruhi harapan pada individu dengan gangguan psikotik. Faktor tersebut yakni, cara memaknai pengalaman psikotik (Perry, dkk., 2007; Subandi, 2012) relasi sosial, aktivitas positif, serta peran petugas dalam memberikan informasi dan melakukan komunikasi terapiutik (Berry & Greenwood, 2015; Perry, dkk., 2007). Pemaknaan religius menimbulkan keyakinan bahwa Tuhan akan memberi petunjuk (Perry, dkk., 2007). Penelitian Subandi (2012) menyebutkan bahwa masyarakat Jawa menggunakan pemaknaan religius ketika seseorang mengalami gangguan psikotik fase awal. Pemaknaan bahwa episode gangguan psikotik merupakan takdir yang harus dijalani menumbuhkan keyakinan bahwa usaha keluarga maupun individu akan berbuah kesembuhan. Relasi sosial menyediakan dukungan dari berbagai pihak seperti keluarga, teman, petugas, maupun relasi sosial lain bagi individu yang mengalami gangguan psikotik (Perry, dkk., 2007; Windell & Norman, 2012). Individu dengan gangguan psikotik fase awal merasakan kebingungan dan kehilangan harapan (Perry, dkk., 2007). Hilangnya harapan terjadi ketika individu

7 7 dengan gangguan psikotik merasa tujuan hidupnya telah terenggut. Mereka mempersepsi bahwa gangguan dan konsekuensinya berada di luar kontrol dirinya, keyakinan dirinya hilang, dan tidak memiliki kepercayaan terhadap peluang keberhasilan dalam mengatasi gangguan yang dialami (Andresen, dkk., 2011). Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya harapan yaitu perasaan terpenjara dan sendirian, tidak dihargai, tidak memiliki kontrol, tidak mendapatkan informasi (Perry, dkk., 2007), kecemasan (Lysaker & Salyers, 2007), stigma, penyalahgunaan obat, dan efek samping medikasi (Windell & Norman, 2012). Stigma membuat usaha individu untuk pulih menurun. Penyalahgunaan obat dan efek samping medikasi sering kali bertentangan dengan aspek pemulihan yang lain terutama pemulihan sosial dan sense of self (Windell & Norman, 2012). Penelitian yang dilakukan Sarwono dan Subandi (2013) menemukan bahwa stigma merupakan isu yang dominan pada gangguan psikotik fase awal di Jawa. Stigma berasal dari lingkungan dan adapula yang berasal dari diri individu. Pada sebagian individu stigma berpengaruh negatif. Akan tetapi sebagian individu mampu melakukan reframing terhadap stigma dari lingkungan sehingga mampu melakukan integrasi sosial dengan baik. Dominasi perasaan positif dan dukungan sosial juga menjadi kunci reintegrasi individu dengan gangguan psikotik fase awal dengan masyarakat. Subandi (2008) mengungkapkan bahwa sumber dukungan sosial pada masyarakat Jawa yang utama adalah keluarga inti, keluarga inti cenderung memberikan dukungan yang tinggi sementara dukungan dari keluarga besar dan masyarakat sekitar beragam. Peneliti melakukan studi pendahuluan pada seorang remaja laki-laki yang mengalami episode pertama gangguan psikotik pada usia 17 tahun. Peneliti melakukan studi dokumentasi dengan menelusuri status facebook subjek selama tiga tahun, yakni sebelum episode gangguan psikotik terjadi dan dua tahun setelahnya. Studi ini menemukan bahwa pasca episode gangguan psikotik subjek memiliki banyak evaluasi negatif tentang dirinya. Subjek menilai dirinya sebagai sosok yang rapuh, gagal, tidak berguna, lemah, dan payah. Subjek memaknai episode gangguan psikotiknya sebagai hal bodoh yang mempermalukan keluarganya. Subjek juga menilai bahwa dirinya telah kehilangan harapan. Ketika

8 8 bersama teman sebayanya subjek merasakan kembali adanya harapan. Harapan membuat partisipan berusaha untuk bangkit dari pengalaman buruknya yakni harapan dirinya bisa berguna, bisa menjadi orang yang fleksibel, bergerak maju, dan mencoba hal baru. Paparan tersebut menggambarkan self stigma dan hilangnya harapan pada remaja yang mengalami gangguan psikotik. Harapan subjek muncul kembali ketika ada dukungan sosial yang membantu subjek memaknai pengalaman gangguan psikotik sebagai babak baru dalam kehidupannya. Munculnya harapan dapat terjadi dari berbagai sumber. Sumber tersebut berasal dari dalam diri individu, penguatan dari orang terdekat terutama keluarga, dan inspirasi oleh teman sebaya atau seorang role model (Andresen, dkk., 2011). Pemaknaan terhadap pengalaman merupakan salah satu faktor penting dalam membangun keyakinan diri tentang harapan. Setelah mengalami gangguan psikotik, individu perlu membangun kembali pandangan mereka terhadap dunia dengan menggunakan perspektif baru (Perry, 2007). Penelitian Perry, dkk. (2007) menekankan perlunya dukungan bagi individu dengan gangguan psikotik dalam mengeksplorasi makna dari pengalaman gangguan psikotik mereka. Dukungan tersebut bisa berasal dari keluarga, teman sebaya, petugas, dan relasi sosial lainnya. Petugas kesehatan mental memiliki peran strategis dalam membangkitkan harapan individu yakni menguatkan individu untuk mengenali dan menyadari potensinya (Perry, dkk., 2007). Berbagai intervensi dapat dilakukan untuk meningkatkan harapan individu dan keluarganya selama dalam masa pemulihan. Intervensi tersebut yakni, psikoedukasi untuk individu dan keluarganya (Windell & Norman, 2012; Perry, dkk., 2007), Terapi Kelompok (Cabezza, dkk., 2011; Tranulis, Park, Delano, & Good, 2009), dan Terapi Naratif (Vaskinn, Sele, Larskin, & Dal, 2011). Terapi Seni digunakan pada individu yang mengalami gangguan psikotik karena memiliki karakteristik yang dapat mengakomodasi individu yang mengalami psikotik (Crawford, dkk., 2010; Gajić, 2013; Hanevik, dkk., 2013; Lee, Jang, Lee, & Hwang, 2015; Montag, dkk., 2014). Terapi Seni menyediakan sarana komunikasi nonverbal; memberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, dan

9 9 pandangan terhadap dunia; serta menyediakan kesempatan untuk mengeksplorasi masalah, kekuatan, dan kemungkinan untuk mengubahnya (Malchiodi, 2003). Terapi Seni pada gangguan psikotik bermanfaat untuk mengurangi gejala negatif, menurunkan skor depresi, kecemasan, dan kemarahan, serta meningkatkan kontrol kemarahan (Lee, dkk., 2015). Terapi Seni juga membantu mengeksplorasi pengalaman psikotik sehingga meningkatkan kemampuan menguasai gangguan (Hanevik, dkk., 2013). Gajić (2013) mengemukakan bahwa Terapi Seni dapat menstimulasi kemampuan kreatif, meningkatkan kepercayaan diri, dan mengurangi stigma pada individu yang mengalami gangguan psikotik. Terapi Seni memiliki kelebihan yakni dapat dilakukan meskipun pada individu yang resisten terhadap terapi yakni individu yang menolak berbicara mengenai diri dan masalahnya (Malchiodi, 2003). Terapi Seni dapat digunakan dalam berbagai pendekatan yakni, Psikoanalisis, Humanistik, Kognitif Perilakuan, Pendekatan Berfokus Solusi, dan Pendekatan Naratif (Malchiodi, 2003; Rubin, 2005). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yakni Pendekatan Naratif, yang merupakan pendekatan kontemporer dalam psikoterapi. Ekspresi seni dalam Pendekatan Naratif digunakan sebagai cara untuk membantu klien melihat pandangan terhadap dunia dan menggunakan ekspresi kreatif untuk membayangkan perubahan positif melalui jumlah sesi yang terbatas. Ekspresi kreatif dilakukan melalui seni visual baik dengan gambar, tulisan, dan membuat bentuk (Malchiodi, 2003). Pendekatan Naratif mendorong kombinasi narasi yang lebih kaya yang dikembangkan dari deskripsi pengalaman yang berbeda (Payne, 2006). Praktik terapi dengan Pendekatan Naratif memiliki tiga inti, yakni narasi seseorang, pengaruh yang membentuk narasi tersebut, dan hak untuk memaknai narasi tersebut dari perspektif yang berbeda (Madigan, 2011). May (2003) menyatakan bahwa penting bagi individu yang mengalami gangguan psikotik untuk melawan dominasi gangguan dalam identitas dirinya. Melawan pandangan diri sebagai gangguan mental dengan saturasi cerita hidup dapat membuka akses kepada cerita alternatif yang positif tentang identitasnya (May, 2003).

10 10 Terapi dengan Pendekatan Naratif dapat membantu seseorang membangun cerita hidup yang positif sehingga pembentukan identitas menjadi lebih positif (Vlaicu & Voicu, 2013). Penggunaan Pendekatan Naratif untuk intervensi pada individu dengan psikotik juga telah diteliti sebelumnya. Studi kasus yang dilakukan Vaskinn, Sele, Larsen, dan Dal (2011) meneliti penggunaan terapi dengan Pendekatan Naratif pada seorang pasien Rumah Sakit Jiwa yang sering melakukan perilaku kekerasan. Berdasarkan narasi pasien tersebut, diketahui bahwa perilaku kekerasan yang ia lakukan disebabkan oleh pergumulannya dengan gejala psikotik dan kekerasan ia gunakan untuk mengatasi emosi negatif yang dialami. Klien kemudian membuat narasi baru tentang kehidupannya, narasi yang dibuat yaitu ia memiliki kekuatan untuk meraih kesuksesan saat keluar dari rumah sakit, tidak akan memukul orang, dan dapat melakukan pekerjaan paruh waktu dengan baik. Narasi baru tersebut membuat klien merasa lebih bertanggung jawab terhadap dirinya. Klien merasa memiliki kontrol atas dirinya sehingga membangkitkan harapan. Tiga setengah bulan setelah terapi dimulai ia dapat keluar dari rumah sakit jiwa dan setelah 16 bulan ia mampu mengembangkan kemampuan untuk menjalani hidup di luar rumah sakit (Vaskinn, dkk., 2011). Pengembangan Pendekatan Naratif untuk intervensi pada individu dengan psikotik telah dilakukan oleh beberapa peneliti (Bargenquast & Robert, 2014; Prasko, dkk., 2013; Yanos, Roe, & Lysaker, 2011). Pengembangan terapi dengan Pendekatan Naratif dilakukan karena beberapa kondisi yang membuat individu dengan gangguan psikotik kesulitan untuk membuat suatu narasi yang utuh karena memori yang terputus-putus (Prasko, dkk., 2013). Ekspresi seni dapat membantu menghubungkan memori mengenai kejadian penuh tekanan dengan memfasilitasi pembuatan narasi yang dapat mengeksplorasi memori (Malchiodi, 2003). Malchiodi (2003) menjelaskan penggunaan ekspresi seni memiliki nilai teraputik tambahan, yakni membuat klien melihat secara nyata gambaran masalahnya dan memikirkan masalah sebagai suatu hal yang terpisah dari dirinya. Oleh karena itu Terapi Seni yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan Pendekatan Naratif. Sesi yang dilakukan berdasar pada tahapan terapi dengan Pendekatan Naratif yang disusun oleh White (2005).

11 11 Berdasarkan berbagai referensi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa individu dengan gangguan psikotik mengalami distres dan hambatan dalam melakukan tugas perkembangan (Lee & Schepp, 2009; Puig, dkk., 2012). Pada masa krisis tersebut harapan merupakan faktor yang menjadi alasan utama untuk melakukan usaha pemulihan (Andresen, dkk., 2012; Cabeza, dkk., 2011; Perry, dkk., 2007). Pemaknaan terhadap pengalaman dan dukungan sosial merupakan faktor penting dalam menumbuhkan harapan (Perry, dkk., 2007; Subandi, 2012). Individu dengan psikotik membutuhkan dukungan untuk memaknai pengalamannya secara lebih positif sehingga dapat meningkatkan harapan yang ia miliki (Perry, dkk., 2007; Windell & Norman, 2007). Terapi Seni dengan Pendekatan Naratif menyediakan sarana komunikasi nonverbal; memberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, dan pandangan terhadap dunia; serta menyediakan kesempatan untuk mengeksplorasi masalah, kekuatan, dan kemungkinan untuk mengubahnya (Malchiodi, 2003). Pendekatan Naratif mendorong narasi yang lebih kaya untuk membuat cerita alternatif yang lebih positif (Payne, 2006). Melalui cerita alternatif tersebut individu dapat memaknai pengalaman hidup secara lebih positif dan membentuk identitas diri yang lebih positif (Vlaicu & Voicu, 2013). Individu merasakan bahwa dirinya sendiri adalah orang yang bertanggung jawab atas kehidupannya dan berdasarkan pengalaman di masa lalunya ia memiliki peluang untuk mencapai kesuksesan (Snyder, 2000). Hal inilah yang menguatkan keyakinan bahwa individu dapat mencapai tujuan atau hasil yang diharapkan di masa depan (Snyder, 2000). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Terapi Seni dengan Pendekatan Naratif dalam meningkatkan harapan pada individu dengan gangguan psikotik. Hipotesis penelitian ini yakni Terapi Seni dengan Pendekatan Naratif dapat meningkatkan harapan pada individu dengan gangguan psikotik. Kerangka konseptual dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.

12 12 Individu Gangguan psikotik Karakteristik: Memori terputus-putus - Merasa tujuan hidup hilang - Kehilangan kontrol diri - Kecemasan - Merasa sendiri - Stigma - Efek samping medikasi Harapan rendah: Persepsi terhadap diri dan masa depan negatif Terapi Seni dengan Pendekatan Naratif Membantu individu menyusun narasi baru mengenai pengalaman hidup Keterangan : dampak : mempengaruhi : output Cerita alternatif yang positif mengenai pengalaman hidup Harapan Meningkat persepsi bahwa individu mampu mencapai tujuan yang diharapkan Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan suatu sindrom penyakit klinis yang paling membingungkan dan melumpuhkan. Gangguan psikologis ini adalah salah satu jenis gangguan yang

Lebih terperinci

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan,

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Gangguan jiwa dapat menyerang semua usia. Sifat serangan penyakit biasanya akut tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan

Lebih terperinci

Modul ke: Pedologi. Skizofrenia. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

Modul ke: Pedologi. Skizofrenia. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi. Modul ke: Pedologi Skizofrenia Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id SCHIZOPHRENIA Apakah Skizofrenia Itu? SCHIZOS + PHREN Gangguan jiwa dimana penderita

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham),

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham), BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Skizofrenia adalah suatu kumpulan gangguan kepribadian yang terbelah dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Stres adalah satu dari konsep-konsep sentral psikiatri, walaupun istilah ini

BAB 1. PENDAHULUAN. Stres adalah satu dari konsep-konsep sentral psikiatri, walaupun istilah ini BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Stres adalah satu dari konsep-konsep sentral psikiatri, walaupun istilah ini mempunyai sumber pada fisiologi dan keahlian. Karena pasien-pasien senang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan jiwa,dan memiliki sikap positif untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya manusia memerlukan hubungan interpersonal yang positif baik dengan individu lainnya

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DAN WAWANCARA KLINIS

KOMUNIKASI DAN WAWANCARA KLINIS TUJUAN KOMUNIKASI DAN WAWANCARA KLINIS R. NETY RUSTIKAYANTI, M.KEP 2017 Mengidentifikasi faktor individu dan lingkungan yang mempengaruhi komunikasi Mendiskusikan perbedaan komunikasi verbal dan non verbal,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting dan harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari seluruh jajaran lintas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa berat yang menimbulkan beban bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa berat yang menimbulkan beban bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa berat yang menimbulkan beban bagi pemerintah, keluarga serta masyarakat. Dalam beberapa penelitian menemukan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Waham merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita

Lebih terperinci

Kesehatan Mental di Tempat Kerja

Kesehatan Mental di Tempat Kerja Kesehatan Mental di Tempat Kerja Oleh: Bahril Hidayat, M.Psi., Psikolog Dosen Fakultas Agama Islam, Prodi Pendidikan Islam Anak Usia Dini Universitas Islam Riau Konsep Naskah Dialog yang disampaikan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah orang dengan gangguan skizofrenia dewasa ini semakin. terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah orang dengan gangguan skizofrenia dewasa ini semakin. terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah orang dengan gangguan skizofrenia dewasa ini semakin mengalami peningkatan dan menjadi masalah kesehatan masyarakat utama, terutama di negara-negara yang

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Skizofrenia Skizofrenia didefinisikan sebagai abnormalitas pada satu atau lebih dari lima domain berikut: waham, halusinasi, pikiran yang kacau (berbicara), perilaku yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan individu manusia, karena dengan sehat jiwa seseorang mampu berkembang secara fisik, mental dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia salah satu bentuk gangguan jiwa berat, dulu sering dianggap akibat kerasukan roh halus atau ilmu gaib. Akibatnya, pasien sering dikucilkan bahkan dipasung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah masyarakat yang sehat mandiri dan berkeadilan. Visi tersebut menggambarkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorder, 4th edition) adalah perilaku atau sindrom psikologis klinis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sehat jiwa adalah keadaan mental yang sejahtera ketika seseorang mampu merealisasikan potensi yang dimiliki, memiliki koping yang baik terhadap stressor, produktif

Lebih terperinci

Psikoedukasi keluarga pada pasien skizofrenia

Psikoedukasi keluarga pada pasien skizofrenia Psikoedukasi keluarga pada pasien skizofrenia Posted by Lahargo Kembaren ABSTRAK Skizofrenia merupakan gangguan kronik yang sering menimbulkan relaps. Kejadian relaps yang terjadi pada pasien skizofrenia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut UU No.36 tahun 2009 adalah "Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan, dalam pengendalian diri serta

Lebih terperinci

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia? Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penderita gangguan mental saat ini mengalami peningkatan, terkait dengan berbagai macam permasalahan yang dialami seperti kondisi perekonomian yang memburuk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masing-masing dari kita mungkin pernah menyaksikan di jalan-jalan, orang yang berpakaian compang-camping bahkan terkadang telanjang sama sekali, berkulit dekil, rambut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan kesehatan mental psikiatri sebagai efek negatif modernisasi atau akibat krisis multidimensional dapat timbul dalam bentuk tekanan dan kesulitan pada seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan psikosis adalah gangguan kejiwaan berupa. hilang kontak dengan kenyataan yaitu penderita

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan psikosis adalah gangguan kejiwaan berupa. hilang kontak dengan kenyataan yaitu penderita BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Gangguan psikosis adalah gangguan kejiwaan berupa hilang kontak dengan kenyataan yaitu penderita kesulitan membedakan hal nyata dengan yang tidak, umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, Dadang yang awalnya ingin melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara serentak batal menikah, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa peneliti melaporkan kasus gangguan jiwa terbesar adalah skizofrenia. Menurut capai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang mengganggu fungsi mental sehingga menempatkan seseorang dalam kategori tidak sejahtera. Gangguan jiwa adalah respon maladaptif

Lebih terperinci

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG - 121001419 LATAR BELAKANG Skizoafektif Rancu, adanya gabungan gejala antara Skizofrenia dan gangguan afektif National Comorbidity Study 66 orang Skizofrenia didapati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan jiwa di Indonesia saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua terutama bagi kita yang berkecimpung di bidang kejiwaan seperti psikiater,

Lebih terperinci

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ESTI PERDANA PUSPITASARI F 100 050 253 FAKULTAS

Lebih terperinci

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. membantu mereka melewati fase-fase perkembangan. Dukungan sosial akan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. membantu mereka melewati fase-fase perkembangan. Dukungan sosial akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum remaja membutuhkan keluarga yang utuh untuk membantu mereka melewati fase-fase perkembangan. Dukungan sosial akan sangat penting bagi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi, dan sosial, yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan unsur terpenting dalam kesejahteraan perorangan, kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar hidup seperti

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SKIZOFRENIA Skizofrenia adalah suatu gangguan psikotik dengan penyebab yang belum diketahui yang dikarakteristikkan dengan gangguan dalam pikiran, mood dan perilaku. 10 Skizofrenia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pertamakali ditemukan di propinsi Bali, Indonesia pada tahun 1987 (Pusat Data dan Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (WHO, 2001). Hal ini berarti seseorang dikatakan sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan proses interaksi yang kompleks antara faktor genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural. Telah terbukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang individu mulai menghadapi konflik sejak ia lahir dalam dunia. Setiap orang mempunyai cara bermacam-macam untuk menghadapi konflik yang mereka hadapi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia merupakan salah satu bentuk psikosa fungsional terdapat di seluruh dunia. Menurut The American Psychiatric Association (APA) tahun 2007 dilaporkan angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Strauss et al (2006) skizofrenia merupakan gangguan mental yang berat, gangguan ini ditandai dengan gejala gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian ( WHO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan ketidakmampuan bagi pasien dan secara signifikan menimbulkan beban yang berat bagi dirinya sendiri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial, sehingga individu tersebut menyadari kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun 2012(RUU KESWA,2012) adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental, dan spiritual

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. utama dari penyakit degeneratif, kanker dan kecelakaan (Ruswati, 2010). Salah

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. utama dari penyakit degeneratif, kanker dan kecelakaan (Ruswati, 2010). Salah BAB I Pendahuluan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu masalah kesehatan utama dari penyakit degeneratif, kanker dan kecelakaan (Ruswati, 2010). Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejala negatif merupakan suatu gambaran defisit dari pikiran, perasaan atau perilaku normal yang berkurang akibat adanya gangguan otak dan gangguan mental (Kring et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil HIV dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko tinggi yang memiliki angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan hidup yang semakin tinggi dan tidak tepatanya pemberian koping pada stresor mengakibatkan peningkatan kasus gangguan jiwa. Menurut WHO (2009) memperkirakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gangguan kejiwaan atau skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas seperti

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang perjalanan

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang perjalanan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang perjalanan penyakitnya berlangsung kronis 1, umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun. Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kejiwaan berat dan menunjukkan adanya disorganisasi (kemunduran) fungsi kepribadian, sehingga menyebabkan disability (ketidakmampuan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menjadi unit terkecil dalam lingkup masyarakat yang memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap suatu kondisi. Dalam ruang lingkup keluarga terdapat

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 menyatakan kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari seseorang dengan kualitas hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyalahguna narkoba saat ini sudah mencapai 3.256.000 jiwa dengan estimasi 1,5 % penduduk Indonesia adalah penyalahguna narkoba. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan. yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan. yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia termasuk jenis psikosis yang menempati urutan atas dari seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia banyak penduduknya yang mengalami gangguan jiwa, salah satu gangguan jiwa yang paling

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia banyak penduduknya yang mengalami gangguan jiwa, salah satu gangguan jiwa yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia banyak penduduknya yang mengalami gangguan jiwa, salah satu gangguan jiwa yang paling banyak adalah Skizofrenia, Skizofrenia adalah gangguan jiwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan manifestasi klinis dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distrosi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh Gelar S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini banyak permasalahan sosial yang muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial budaya serta krisis

Lebih terperinci

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas 1 /BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara - negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang

Lebih terperinci

PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH. Kata Kunci : harga diri rendah, pengelolaan asuhan keperawatan jiwa

PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH. Kata Kunci : harga diri rendah, pengelolaan asuhan keperawatan jiwa PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH Sri Wahyuni Dosen PSIK Universitas Riau Jl Pattimura No.9 Pekanbaru Riau Hp +62837882/+6287893390999 uyun_wahyuni2@yahoo.com ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. perjalanan kronik dan berulang. Skizofrenia biasanya memiliki onset pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. perjalanan kronik dan berulang. Skizofrenia biasanya memiliki onset pada masa digilib.uns.ac.id 14 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat dengan tanda dan gejala yang beraneka ragam, baik dalam derajat maupun jenisnya dan seringkali ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini depresi menjadi jenis gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh masyarakat (Lubis, 2009). Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme berdasarkan eksplorasi terhadap sikap hidup orang-orang yang memandang diri mereka sebagai tidak materialistis.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia saat ini, banyak mengalami keprihatinan dengan kesehatan, salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari perhatian. Orang sengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkonstribusi pada fungsi yang terintegrasi. Pasien

Lebih terperinci

Modul intervensi merupakan tindak lanjut dari hasil assesment. Modul intervensi seyogyanya tailor made, rasional dan mampu laksana

Modul intervensi merupakan tindak lanjut dari hasil assesment. Modul intervensi seyogyanya tailor made, rasional dan mampu laksana MODUL KONSELING DAN TERAPI PERILAKU BAGI PELAKU KDRT PENGANTAR: Modul intervensi merupakan tindak lanjut dari hasil assesment Modul intervensi seyogyanya tailor made, rasional dan mampu laksana Modul intervensi

Lebih terperinci