HUBUNGAN TINGKAT SELF CARE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN TINGKAT SELF CARE"

Transkripsi

1 HUBUNGAN TINGKAT SELF CARE DAN KEPATUHAN TERHADAP OUTCOME TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA FEBRUARI-MARET 2017 Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Oleh: ULFA KUMALASARI K PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

2 i

3 ii

4 iii

5 HUBUNGAN TINGKAT SELF CARE DAN KEPATUHAN TERHADAP OUTCOME TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA FEBRUARI-MARET 2017 Abstrak Diabetes melitus (DM) mempengaruhi kualitas sumber daya manusia dan memiliki resiko terjadinya komplikasi apabila tidak segera diberikan pengontrolan yang tepat. Hal tersebut dapat diatasi apabila pasien memiliki kepatuhan, pengetahuan, dan kemampuan melakukan self care. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat self care dan kepatuhan terhadap outcome terapi pasien Diabetes Melitus tipe 2 rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan pendekatan cross sectional dan dianalisa secara analitik kategorik. Analisis data dilakukan secara bivariat menggunakan uji chi-square. Pengambilan sampel sebanyak 97 pasien dengan metode purposive sampling. Alat yang digunakan adalah kuesioner DSMQ (Diabetes Self- Management Questionnaire) dan MMAS-8 (Modified Morisky Adherence Scale-8). Kriteria inklusi yang digunakan adalah pasien rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi yang terdiagnosis DM tipe 2 sedangkan kriteria eksklusinya pasien DM tipe 2 dengan kehamilan dan gangguan jiwa. Hasil penelitian didapatkan tingkat self care kategori baik (91,75%) dan kategori buruk (8,24%). Pada tingkat kepatuhan pasien kategori tinggi (31,95%), kategori sedang (39,17%), dan kategori buruk (28,86%). Analisis chi-square antara tingkat self care dan keberhasilan terapi menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan, nilai p 0,133 (p>0,05). Pada analisis hubungan tingkat kepatuhan dengan keberhasilan terapi juga menunjukkan tidak ada hubungan signifikan, nilai p 0,665 (p>0,05). Kata Kunci : diabetes melitus tipe 2, self care, kepatuhan, outcome terapi Abstract Diabetes mellitus (DM) will affect the quality of human resources and have an increased risk of occurrence of complications if not immediately given the proper control. It can be overcome if the patient has a compliance, knowledge, and good ability to do self care. The purpose of this research is to know the level of self care and adherence to outcomes of therapy of type 2 Diabetes mellitus patients outpatient in the RSUD Dr. Moewardi Surakarta. This research is a non-experimental research with cross sectional approach and analyzed in analytical categorical. Data analysis is carried out using test bivariat chisquare. Sampling as much as 97 patients with the method of purposive sampling. The instrument used was a questionnaire DSMQ (Diabetes Self-Management Questionnaire) and MMAS-8 (Modified Morisky Adherence Scale-8). The inclusion criteria used were outpatients in RSUD Dr. Moewardi who diagnosed type 2 diabetes while the exclusion criteria of patients with type 2 diabetes with pregnancy and mental disorders. The results of the study obtained good self care category (91.75%) and bad category (8.24%. At high patient compliance level (31.95%), moderate category (39.17%), and bad category (28.86%). Analysis of chi-square between self care level and treatment success showed no significant relationship, p value (P <0.05). In the analysis of the relationship of 1

6 adherence level to the success of therapy also showed no significant relationship, p value (<0.05). Keywords : diabetes mellitus type 2, self care, compliance, outcomes of therapy 1. PENDAHULUAN Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar di Indonesia. Menurut Badan Kesehatan Dunia, jumlah penderita diabetes melitus di dunia mencapai 194 juta dan pada tahun 2025 diprediksikan meningkat menjadi 333 juta jiwa dimana setengahnya terjadi di negara berkembang yaitu Indonesia (WHO, 2008). Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 di Indonesia sebesar 5,7 % jumlah penduduk dan 1,1 % diantaranya meninggal dunia akibat diabetes melitus tipe 2 (Depkes, 2011). Penyakit diabetes melitus ini juga akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia dan memiliki peningkatan resiko terjadinya komplikasi apabila tidak diberikan penanganan dan pengontrolan yang tepat. Hal tersebut dapat diatasi apabila pasien memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik untuk melakukan self care (perawatan mandiri) terhadap penyakitnya (Sulistria, 2013). Pada pasien DM untuk menjaga kadar gula darah tetap dalam keadaan normal dan mencegah terjadinya komplikasi maka diperlukan beberapa parameter sebagai target keberhasilan terapi DM. Sedangkan ketidakpatuhan pengelolaan pasien DM dapat dipengaruhi oleh: rencana terapi yang kompleks, pemahaman terapi pengobatan yang kurang, rendahnya aspek sosioekonomi, perhatian dan keyakinan dalam menjalani terapi pengobatan (Neto et al, 2011). Ketidakpatuhan tersebut dapat diatasi apabila pasien memiliki kemampuan self care dalam pengelolaan terapi hipoglikemi (Stanley et al, 2005). Kemampuan self care ini diantaranya dalam mengelola diet, menentukan aktifitas fisik yang sesuai, monitoring kadar gula darah mandiri dan patuh menjalankan terapi farmakologi DM (Collins et al, 2009). Pada suatu penelitian hasil tingkat self care pasien rawat jalan diabetes melitus tipe 2 pada aktivitas pengaturan pola makan, olahraga dan terapi (minum obat) sudah baik. Namun dalam aktivitas pengukuran kadar gula darah dan perawatan kaki self care pasien masih kurang (Sulistria, 2013). 2. METODE Penelitian ini termasuk dalam penelitian jenis non-eksperimental dimana pengambilan data dilakukan dengan pendekatan cross sectional dan dianalisa secara analitik kategorik. Kriteria inklusi yang digunakan: a. Pasien yang terdiagnosis diabetes mellitus tipe 2. b. Pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi 2

7 c. Pasien yang sebelumnya telah mendapatkan obat antidiabetes oral dan atau insulin minimal 3 bulan. d. Pasien memiliki data hasil laboratorium GDP untuk melihat keberhasilan terapinya. e. Sehat secara psikis dan mampu membaca dan menulis. f. Bersedia menjadi responden penelitian dan mengisi kuesioner dan melakukan wawancara. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah: a. Pasien DM tipe 2 dengan kehamilan b. Pasien yang mengalami gangguan jiwa Alat yang digunakan adalah kuesioner DMSQ (Diabetes Self-Management Questionnaire) untuk mengukur tingkat self care dan kuesioner MMAS-8 (Modified Morisky Adherence Scale-8) untuk mengukur tingkat kepatuhan pasien DM tipe 2 sedangkan bahan yang digunakan adalah jawaban kuesioner dari responden. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode analitik kategorik dalam bentuk skor tingkat self care yang terbagi menjadi tiga kategori ( baik skor 31-48, cukup skor 16-31, dan buruk skor 0-16) (Schmit A et al, 2013) dan tingkat kepatuhan yang terdiri dari 3 kategori ( rendah skor total <6, sedang skor total 6 -<8, tinggi skor total 8) (Puspitasari, 2012). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Februari- Maret sebanyak ± 500 pasien dan didapatkan 97 pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi. 3.1 Karakteristik Sosio-demografi Responden Tabel.1 Karakteristik sosio-demografi responden Karakteristik Sosio-demografi responden Karakteristik (tahun) Jumlah (N=97) Prsentase (%) Usia <45 9 9, , ,05 > ,95 Jenis Kelamin Wanita 64 65,97 Pria 33 34,02 Pemilihan kriteria usia berdasarkan pada pertimbangan munculnya penyakit DM yang pada umumnya berusia >40 tahun, dimana pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa (Depkes RI, 2005). Hasil karakteristik sosio-demografi responden berdasarkan usia didapatkan hasil sebanyak 34 responden (35,05%), berusia tahun, dan 31 responden (31,95%) berusia lebih dari 60 tahun (Tabel 1). Selain itu, juga diakibatkan karena resiko berkembangnya penyakit DM tipe 2 akan meningkat seiring dengan pertambahan usia (PERKENI, 2011). 3

8 Berdasarkan patogenesis DM, proses pertambahan usia tersebut juga beresiko terhadap terjadinya DM atau disebut dengan prediabetes, yaitu kondisi gula darah puasa pasien mg/dl atau gangguan toleransi glukosa darah ( mg/dl). Apabila kadar gula darah mencapai 200 mg/dl maka pasien termasuk dalam golongan diabetes melitus (DM). Pada pasien lanjut usia gangguan metabolisme karbohidrat seperti resistensi insulin dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu penurunan massa otot dan peningkatan jaringan lemak, penurunan aktivitas fisik sehingga reseptor insulin yang berikatan dengan insulin berkurang, pola makan pasien yang lebih banyak makan karbohidrat akibat jumlah gigi yang berkurang, dan perubahan neurohormonal IGF-1 (insulin-like growth factor-1) dan DHEAS (dehidroepiandesteron) yang menyebabkan penurunan ambilan glukosa. Selain itu adanya gangguan metabolisme lipid juga dapat meningkatkan berat badan hingga obesitas dan hipertensi (Kurniawan, 2010). Berdasarkan jenis kelamin, hasil menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu wanita 64 orang (64,94%), sedangkan pria 33 orang (34,02%) (Tabel 1). Hal tersebut dikarenakan wanita lebih beresiko terkena DM karena qanita memiliki sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), serta pasca menopouse yang membuat terakumulasinya distribusi lemak tubuh (Irawan, 2010). Berdasarkan penelitian Haryati (2004), jumlah lemak pada pria berkisar antara 15%-20% berat badan total dan pada wanita sekitar 20%-25%, sehingga peningkatan kadar lipid dalam darah pada wanita lebih tinggi dibanding pria sehingga menyebabkan wanita menjadi 3-7 kali lebih rentan mengalami DM dibandingkan pria. Akan tetapi belum ditemukan bukti yang jelas terkait penyebab genetik pada kasus diabetes melitus tipe 2 (Tripllit, 2008). Pada penelitian sebelumnya oleh Handayani (2012), juga didapatkan prevalensi kejadian DM lebih tinggi pada pasien dengan usia >45 tahun sebanyak 61, 97% dibandingkan dengan pasien dengan usia <45 tahun, dan jenis kelamin wanita sebanyak 52, 11% lebih tinggi dibandingkan dengan pasien pria. Hasil penelitian menunjukkan lamanya menderita penyakit DM, didapatkan hasil paling tinggi sebanyak 33 pasien (34,02%) menderita diabetes selama 6-10 tahun (Tabel 2). Tabel 2. Lama Pasien Rawat Jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menderita Diabetes Melitus Tipe 2 Lama penyakit DM Jumlah (N=97) Presentase (%) < 1 tahun 11 11, tahun 29 29, tahun 33 34,02 > 10 tahun 24 24,74 Lamanya pasien menderita penyakit DM tipe 2 akan memberikan efek negatif terhadap kepatuhan pasien, dimana semakin lama pasien mengidap penyakit, maka semakin kecil pasien patuh terhadap pengobatannya (Asti,2006). Menurut hasil analisis penelitian Handayani (2012), diketahui lama 4

9 pasien menderita penyakit memiliki p value >0,05, dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh lamanya pasien menderita penyakit terhadap kepatuhan pengobatan. 3.2 Karakteristik pasien berdasarkan diagnosis diabetes melitus tipe 2 dengan atau tanpa penyakit penyerta. Tabel 3. Karakteristik pasien berdasarkan diagnosis diabetes melitus tipe 2 dengan atau tanpa penyakit penyerta Diagnosa Jumlah (n= 97) Presentase (%) DM tipe , 73 DM tipe 2 + Hipertensi 16 16, 46 DM tipe 2 + Jantung 14 14,43 DM tipe 2 + Gastrointestinal 3 3,09 DM tipe 2 + Hiperlipidemia 2 2,06 DM tipe 2 + Hipertensi + Jantung 1 1,03 DM tipe 2 + Hipertensi + Uresemia 1 1,03 DM tipe 2 + Osteoarthritis 1 1,03 DM tipe 2 + Hipertiroid 1 1,03 DM tipe 2 + Asma 1 1,03 DM tipe 2 + Hepatitis 1 1,03 DM tipe 2 + Syaraf 1 1,03 Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah terbesar pada pasien dengan diagnosa DM tipe 2 tanpa penyakit penyerta yaitu 56 (57,73 %) pasien. Akan tetapi sebagian pasien DM tipe 2 sebesar 16 pasien (16,46%) didapatkan dengan penyakit penyerta yaitu hipertensi (Tabel 3). Penyakit penyerta pada pasien DM dapat terjadi karena pada pasien dengan gangguan toleransi glukosa atau hiperglikemia sudah terjadi kelainan komplikasi vaskuler sebelum terjadi DM. Gangguan toleransi glukosa tersebut berhubungan dengan kelainan pada disfungsi endotel yang merupakan pencetus terjadinya komplikasi mikroangiopati maupun makroangiopati (Permana, 2016). Menurut penelitian Jiang and Associate (2003), sebagian besar pasien DM berasal dari komplikasi kardiovaskuler (90%), komplikasi penyakit ginjal (23%), dan komplikasi pada ekstremitas bagian bawah (40%). Pada pasien DM dengan hipertensi dapat disebabkan oleh peningkatan insulin yang dapat meningkatkan retensi sodium ginjal dan memperbesar syaraf simpatik sehingga menyebabkan hipertensi (Triplitt et al., 2008). Selain itu, tingginya kadar glukosa darah yang tidak terkendali akan menyebabkan penyempitan dan penurunan elastisitas, dan pengerasan arteri yang mengakibatkan terjadi aterosklerosis. Aterosklerosis yang tidak diatasi dapat memicu terjadinya hipertensi, kerusakan jantung, dan gagal ginjal (Keban, 2016). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pasien DM dengan penyakit jantung sebesar 14 pasien (14,43%) (Tabel 3). Menurut American Diabetes Association tahun 2012, bahwa 65% penderita DM meninggal akibat penyakit jantung atau stroke, selain itu pasien dewasa yang menderita DM juga memiliki resiko 2-4x lebih besar terkena penyakit jantung dibanding pasien yang tidak menderita DM. 5

10 3.3 Outcome Terapi Peningkatan kualitas hidup pasien dan terhindar dari adanya penyakit komplikasi menunjukkan suatu keberhasilan terapi atau terapi pada pasien diabetes melitus tipe 2. Tabel 4. Outcome Terapi kombinasi insulin dan obat antidiabetik oral (OHO) Kategori Keberhasilan Jumlah Presentase (%) *Tercapai 41 42,26 *Tidak Tercapai 56 57,73 Total *Keterangan : Tercapai : GDP mg/dl Tidak tercapai : GDP <80 mg/dl atau > 130 mg/dl (ADA, 2015) Kategori keberhasilan terapi diukur melalui pemeriksaan gula darah puasa (GDP) pasien selama 3 bulan berturut-turut. Berdasarkan ketercapaiannya yaitu dikatakan tercapai apabila nilai GDP berkisar antara mg/dl dan dikatakan tidak tercapai apabila nilai GDP <80 dan >130 mg/dl (ADA, 2015). Pada penelitian ini dengan 97 pasien, terdapat 41 pasien (42,26%) dengan keberhasilan tercapai sedangkan sisanya sebanyak 56 pasien (57,73%) dinyatakan terapinya tidak tercapai yaitu sebanyak 54 pasien dengan nilai GDP >130 mg/dl dan 2 pasien memiliki nilai GDP <80 mg/dl (Tabel 8). Pada penelitian ini sebagian besar pasien cenderung outcome terapinya tidak tercapai ditandai dengan tidak terkontrolnya glukosa darah yaitu nilai GDP >130 mg/dl sebanyak 54 pasien dan nilai GDP <80 mg/dl sebanyak 2 pasien. Ketidaktercapaian terapi dalam jangka panjang juga dapat disebabkan beberapa hal diantaranya adalah penggunaan dosis yang tidak tepat, ketidakpatuhan pasien, dan cara penggunaan obat yang salah (Pladeval, 2004). 3.4 Tingkat self-care pasien rawat jalan DM tipe II Tabel 5. Kategori self-care pasien rawat jalan DM tipe II Kategori Jumlah pasien (N=97) Presentase (%) *Baik 89 91,75 *Buruk 8 8,24 Skor Total Keterangan : Baik : skor total Buruk : skor total 0-1 Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa 91,75% pasien diabetes berada dalam kategori baik, dan 8,24% pasien dalam kategori buruk. Hasil tersebut menggambarkan perilaku pasien diabetes melitus rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi memiliki tingkat self care yang baik yaitu 91,75% pasien. Tingkat self care ini dapat dipengaruhi dari pengetahuan pasien tentang perawatan terhadap dirinya sendiri dan kebiasaan dalam melakukan self care tersebut (Orem, 2001). 6

11 Berdasarkan subdomain, kuesioner DSMQ dibagi menjadi beberapa subdomain yang dapat menggambarkan secara spesifik mengenai perilaku self-care pasien. Hasil penelitian menunjukkan skor tertinggi dengan skor maksimal 10, terletak pada health care use (9,23) kemudian diikuti physically activity (8,91), glucose management (7,23), dietary control (6,57), dan terendah pada self care review (5,94) (Tabel 6). Tabel 6. Subdomain dari DSMQ pasien rawat jalan Subdomain Skor Health care use 9,23 Physically activity 8,91 Glucose management 7,34 Dietary control 6,57 Self care review 5,94 Keterangan : Skor maksimal = 10 Dalam penelitian ini dapat dikatakan pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sangat patuh dalam mengikuti saran dokter untuk rutin kontrol dan melakukan aktivitas fisik untuk mencapai kadar gula darah yang optimal dilihat dari hasil subdomain health care use (9,23). Akan tetapi dalam mengatur pola makan atau pada subdomain dietary control (6,57) diketahui masih rendah (Tabel 10). Hal ini dapat dikarenakan pasien sering mengalami kesulitan dalam menerapkan diet walaupun pasien mengetahui jenis makanan apa saja yang boleh dimakan. Selain itu, banyaknya makanan yang dikonsumsi didasarkan pada keinginan pasien bukan sesuai dengan anjuran (Emaliyawati, 2011). Hasil penelitian ini juga sebanding dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Keban (2016), dimana dalam melakukan perawatan kesehatan (health care use) menunjukkan hasilsudah baik. 3.5 Tingkat kepatuhan pasien Diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Pada penelitian ini, tingkat kepatuhan pasien dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu tinggi dengan total skor 8, sedang dengan total skor 6-7, dan rendah dengan total skor <6 (Puspitasari, 2012). Tabel 7. Tingkat kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Kategori Jumlah Pasien (N=97) Presentase *Tinggi 31 31,95 % *Sedang 38 39,17% *Rendah 28 28,86 % *Keterangan : Tinggi : total skor 8 Sedang : total skor 6-7 Rendah : total skor <6 7

12 Berdasarkan tabel 7 diatas, dapat dilihat tingkat kepatuhan pasien diabetes tipe 2 rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta memiliki tingkat kepatuhan yang sedang yaitu 38 pasien (39,17%). Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Handayani (2012), tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan, yaitu adanya faktor sistem kesehatan yaitu dalam pelayanan dan informasi terkait penyakit dan pengobatan pasien, faktor terapi yaitu kompleksitas regimen pengobatan dimana semakin kompleks maka semakin kecil pula kemungkinan pasien untuk mematuhinya, sikap pasien untuk runtin kontrol dalam pengobatan juga berpengaruh terhadap kepatuhan, dimana faktor ini merupakan faktor yang paling dominan dibanding faktor terapi dan faktor sistem kesehatan. Tabel 8 Profil Pengobatan yang diresepkan Pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2 rawat Jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta 1 bulan terakhir. Nama Obat Frekuensi (N=97) Persentase (%) Peresepan tunggal Insulin 39 40,20 Metformin 4 4,12 Glimepiride 1 1,03 Acarbose 1 1,03 Glikuidon 1 1,03 Glikazid 1 1,03 Total 47 48,45 Peresepan Kombinasi Kombinasi 2 OHO Metformin + Glimepiride 7 7,21 Metformin + Glikazid 6 6,18 Metformin + Acarbose 4 4,12 Metformin + Glikuidon 2 2,06 Acarbose + Glikuidon 2 2,06 Acarbose + Glikazid 1 1,03 Total 22 22,68 Kombinasi 3 OHO Metformin + Acarbose + Glikazid 6 6,18 Metformin + Acarbose + Glikuidon 6 6,18 Metformin + Acarbose + Glimepiride 3 3,09 Acarbose + Glimepiride + Glikazid 2 2,06 Total 17 17,52 Kombinasi OHO + Insulin Insulin + metformin 3 3,09 Insulin + Glikazid 2 2,06 Insulin + Glimepiride 2 2,06 Insulin + Acarbose 1 1,03 Total 8 8,24 Kombinasi 2 OHO + Insulin Insulin + Acarbose + Glikazid 2 2,06 Insulin + Metformin + Acarbose 1 1,03 Total 3 3,09 Pemberian resep kombinasi banyak didapatkan pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi, diantaranya yang paling tinggi adalah pemberian resep kombinasi obat dua golongan sulfonilurea dan biguanid (Metformin + Glimepiride 7,21%), (Metformin+ Glikazid 6,18%). Selain itu, kombinasi obat tiga golongan juga banyak diberikan pada pasien seperti golongan sulfonilurea, biguanid, dan inhibitor α-glukosidase sebesar 6,18% (Tabel 8). Pasien DM yang diberikan obat 8

13 antidiabetik dengan 2 atau 3 obat ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencapai kadar gula darah yang diinginkan (Hapsari, 2014). Menurut alogaritma penyakit DM tipe 2, pemberian 2 atau 3 obat pada terapi diberikan apabila nilai kadar gula dalam darah yaitu GDP/GDPP tidak terpenuhi setelah 3 bulan pemberian monoterapi obat hipoglikemik oral (OHO) (Triplitt, 2008). 3.6 Hubungan antara kemampuan self-care terhadap outcome terapi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Tabel 9. Hasil analsis Chi-square tingkat self care dengan outcome terapi Outcome Terapi Total Total P Tidak Tercapai Persentase (%) Tercapai Persentase (%) (N =97) (%) Tingkat Buruk 7 87,5 1 12, ,133 Self care Baik 49 55, , Total 56 57, , Dari hasil uji chi-square tersebut dapat dilihat bahwa ada sebanyak 49 (55,1%) dari 56 pasien dengan keberhasilan terapi yang tidak tercapai memiliki tingkat self care baik. Sedangkan diantara pasien dengan keberhasilan terapi yang tercapai terdapat 40 (41,23%) dari 41 pasien memiliki tingkat self care yang baik (Tabel 9). Pada penelitian ini nilai p = 0,133 (p >0,05) sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat self care pasien dan keberhasilan terapi obat.berdasarkan tujuan dari self care itu sendiri adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan tindakan pengendalian DM yaitu mengupayakan tingkat kadar gula darah mendekati atau normal yang dapat mencegah kemungkinan berkembangnya komplikasi dalam jangka panjang (Kusniyah, 2010). 3.8 Hubungan antara tingkat kepatuhan terhadap outcome terapi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Tabel 10. Hasil analsisi Chi-square tingkat kepatuhan dengan outcome terapi Outcome Terapi Total Total Tidak Persentase Tercapai Persentase (N=97) (%) Tercapai (%) (%) Tingkat Tidak Kepatuhan Patuh 37 56, , Patuh 19 61, , Total 56 57, , P 0,665 Dari hasil uji chi-square tersebut dapat diintepretasikan bahwa ada sebanyak 19 dari 56 (57,7%) pasien dengan keberhasilan terapi yang tidak tercapai memiliki kategori patuh terhadap pengobatannya. Sedangkan diantara pasien dengan keberhasilan terapi yang tercapai terdapat 12 pasien dari 41 (42,3%) memiliki kategori patuh terhadap pengobatannya, hal ini dapat menunjukkan 9

14 bahwa tingginya tingkat kepatuhan pasien tidak diikuti dengan adanya keberhasilan terapi. Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p 0,665 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan signifikan antara tingkat kepatuhan dengan keberhasilan terapi pasien (Tabel 10). Hasil uji chi-square pada penelitian ini dikatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara keberhasilan terapi dan kepatuhan terapi obat dengan nilai p 0,665 (p>0,05) (Tabel 10). Akan tetapi, pada penelitian sebelumnya sudah terdapat hasil yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara keberhasilan terapi dan kepatuhan terapi obat. Dimana pasien dengan kontrol glukosa yang baik akan lebih patuh dalam mengkonsumsi obat-obatan dan tidak memiliki kebiasaan merokok (Mulyani, 2016). Hal ini dapat dikarenakan pada penelitian ini sebagian besar responden tidak mencapai keberhasilan terapinya dan tingkat kepatuhan terapi obat yang masih kurang baik. 4. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian hubungan tingkat self care dan kepatuhan terhadap outcome pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dapat disimpulkan bahwa tingkat self care didapatkan sebanyak 91,75% pasien berada dalam kategori baik, dan 8,24% pasien dalam kategori buruk. Pada tingkat kepatuhan pasien didapatkan hasil sebesar 31 pasien (31,95%) dalam kategori tinggi, 38 pasien (39,17%) dalam kategori sedang, dan 28 pasien (28,86%) dalam kategori buruk. Analisis antara tingkat self care dan keberhasilan terapi menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan, nilai p 0,133 (p >0,0,5 ). Pada analisis hubungan tingkat kepatuhan dengan keberhasilan terapi juga menunjukkan tidak ada hubungan signifikan, nilai p 0,665 ( >0,05). PERSANTUNAN Terimakasih diucapkan kepada Ibu AmbarYunita Nugraheni, M.Sc., Apt selaku pembimbing skripsi dan Direktur serta Staf Rumah Sakit terkait yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan artikel ilmiah ini. DAFTAR PUSTAKA American Diabetes Association., Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus.Diabetes Care volume 35 Supplement 1 : American Diabetes Association., Standards of Medical Care in Diabetes.Diabetes Care.ADA : Amerika Asti, 2006, Kepatuhan Pasien : Faktor Penting Dalam Keberhasilan Terapi, Info POM, Volume 7, Nomor 5, Badan POM RI, Jakarta. 10

15 Badan POM RI Kepatuhan Pasien : Faktor Penting dalamkeberhasilan Terapi. Volume 7. Info POM : BADAN POM RI :Jakarta. Collins, Margareth M., Colin P. Bradley., Tony O Sullivan, Ivan J. Perry. (2009). Self-care Coping Strategies in People with Diabetes: a Qualitative Exploratory study. Biomed Central / Departemen Kesehatan R.I., Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta: Depkes RI Departemen Kesehatan., PrevalensiPenyakit Diabetes Melitus di Provinsi Jawa Tengah, dalam ditjen (diakses pada tanggal 20 September 2016) Emaliyawati E., Nursiswati, Junianty S., Hubungan Self care Dengan Kejadian Komplikasi Pada DM Tipe 2 Di Ruang Rawat Inap RSUD. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan Universiras Padjajaran, Bandung, Jawa Barat. Handayani Budi I., Evaluasi Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD X, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta Hapsari Nur P., Hubungan Antara Kepatuhan Penggunaan Obat dan Keberhasilan Terapi pada Pasien Diabetes Melitus Instalasi Rawat Jalan di RS X Surakarta., Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta Haryati, E., Hubungan Faktor Resiko Umur, Jenis kelamin, Kegemukan, dan Hipertensi Dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas. Jelantik IGMG. Gramedia Pustaka: Jakarta Irawan, Dedi Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). ThesisUniversitas Indonesia. Jiang, HJ, et al Mustiple hospitalizations for patients with diabetes. America. Diabetes Care. 26: Keban,S., Ramdhani A., Hubungan Rasionalitas Pengobatan Self-care dengan Pengendalian Glukosa Darah pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Bina Husada Cibinong. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Volume 14, No.1, hlm ISSN : Jakarta Kurniawan, I., Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 60, Nomor: 12, Bangka Belitung Kusniyah, Y., Nursiswati, Rahayu U., 2010.Hubungan Tingkat Self care Dengan Tingkat HbA1c Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Klinik Endokrin RSUP DR. Hasan Sadikin.Tesis.Bandung. Mulyani R., Hubungan Kepatuhan Dengan Keberhasilan Terapi Berbasis Kombinasi Insulin Dan Obat Antidiabetik Oral Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin. Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-issn : Banjarmasin Orem, Dorothea E Nursing Concept of Practice. Sixth Edition. ST. Louis. Mosby A Harcout Health Science Company. 11

16 PERKENI Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2011.Perkumpulan Endokrinologi Indonesia : Jakarta. Permana, H., Komplikasi Kronik dan Penyakit Penyerta Pada Diabetesi. Artikel ilmiah. Division of Endocrinology and Metabolism Department of Internal Medicine Padjadjaran University Medical School. Hasan Sadikin Hospital. Bandung Pladevall, M., Williams, L.K., Potts, L.A.,Divine, G., Xi, H., Lafata, J.E., 2004, Clinical Outcome and Adherence to Medications Measured by Claims Data in Patients with Diabetes, Diabetes Care; 12(27): Puspitasari W., 2012, Analisis Efektivitas Pemberian Booklet Obat Terhadap Tingkat Kepatuhan Ditinjau dari Kadar Hemoglobin Terglikasi (HbA1c) dan Morisky Medication Adherence Scale (MMAS)-8 pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Bakti Jaya Kota Depok, Thesis, Universitas Indonesia Jakarta. Stanley, Mickey., Kathryn A. Blair., Patricia Gauntlett Beare., (2005). Gerontological Nursing : Promoting Successful Aging with Older Adult. (3rded). Philadelphia: F.A Davis Company. Sukardi., Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Sulistria,Y.M., Tingkat self care pada pasien rawat jalan Diabetes Melitus di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No. 2. (Diakses pada 15 Agustus 2016) Triplitt, C.L., Charles, A.R., & William, L.I., 2008, Diabetes Mellitus, dalam Dipiro,J.T., Robert, L.T, Gary, C.Y., Barbara, G.W., L. Michael Posey, Pharmacotherapy APhatophysiologic Aproach, 7, Newyork, McGraw Hill World Health Organization, 2008.Step : A frame work for survailance, the WHO STEP (Use Approach to Surveilance of Noncommunicable Disease) Geneva dalam (diakes pada tanggal 20 September 2016) 12

ULFA KUMALASARI K

ULFA KUMALASARI K HUBUNGAN TINGKAT SELF CARE DAN KEPATUHAN TERHADAP OUTCOME TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA FEBRUARI-MARET 2017 SKRIPSI Oleh: ULFA KUMALASARI K100130115

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian jenis non-eksperimental dimana pengambilan data dilakukan dengan pendekatan cross sectional dan dianalisa secara analitik

Lebih terperinci

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya Yessy Mardianti Sulistria Farmasi /Universitas Surabaya yessy.mardianti@yahoo.co.id Abstrak Diabetes mellitus

Lebih terperinci

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak

Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi Farmasi Nasional Surakarta Abstrak EVALUASI KESESUAIAN DOSIS DAN KESESUAIAN PEMILIHAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 Truly Dian Anggraini, Ervin Awanda I Akademi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS TEMINDUNG SAMARINDA

KAJIAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS TEMINDUNG SAMARINDA KAJIAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS TEMINDUNG SAMARINDA Adam M. Ramadhan, Laode Rijai, Jeny Maryani Liu Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Penyakit ini lebih dikenal sebagai silent

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA DOKTER KELUARGA

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA DOKTER KELUARGA Jurnal ISSN Farmasetis : Cetak 2252-9721 Volume 2 No 1, Hal 13-18, Mei 2013 HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA DOKTER KELUARGA Itsna Diah Kusumaningrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis gangguan metabolisme yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia), sebagai akibat dari

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program terapi efektif untuk diabetes mellitus membutuhkan latihan komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis, dan regimen farmakologis

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIDIABETES PADA RESEP PASIEN DI APOTEK RAHMAT BANJARMASIN

IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIDIABETES PADA RESEP PASIEN DI APOTEK RAHMAT BANJARMASIN INTISARI IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIDIABETES PADA RESEP PASIEN DI APOTEK RAHMAT BANJARMASIN Salah satu penyakit degeneratif terbesar adalah Diabetes Mellitus. Diabetes Meliitus yang tidak

Lebih terperinci

POLA PERESEPAN DAN RASIONALITAS PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK

POLA PERESEPAN DAN RASIONALITAS PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK 1 POLA PERESEPAN DAN RASIONALITAS PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK Robiyanto*, Nur Afifah, Eka Kartika Untari Prodi Farmasi, Fakultas Kedokteran,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan dengan Penyakit Gula karena memang jumlah atau konsentrasi glukosa atau gula di dalam darah melebihi

Lebih terperinci

KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI JUNI 2013 SKRIPSI

KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI JUNI 2013 SKRIPSI KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI JUNI 2013 SKRIPSI Oleh : NADEEYA BAKA K 100100112 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asuhan kefarmasian atau disebut pharmaceutical care merupakan suatu kebutuhan yang penting dalam aspek pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Asuhan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013, didapatkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Fitri Maulidia 1 ; Yugo Susanto 2 ; Roseyana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM sudah banyak dicapai dalam kemajuan

Lebih terperinci

INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN

INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN INTISARI GAMBARAN KUALITAS HIDUP DAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN Herlyanie 1, Riza Alfian 1, Luluk Purwatini 2 Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Indonesia setiap tahun meningkat. World Health Organization (WHO) besar pada tahun-tahun mendatang (Gustaviani, 2007).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Indonesia setiap tahun meningkat. World Health Organization (WHO) besar pada tahun-tahun mendatang (Gustaviani, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat penanganan yang seksama. Jumlah penderita diabetes di Indonesia setiap tahun meningkat. World

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Oleh: RATNA DEWI ISNAINI K

NASKAH PUBLIKASI. Oleh: RATNA DEWI ISNAINI K EVALUASI KEPATUHAN DAN RASIONALITAS PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI ORAL INSULIN (TKOI) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KONTROL GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN RSUD X TAHUN 0 NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya tiap tahun semakin meningkat. Di Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat kedua dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT DAN KEBERHASILAN TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS INSTALASI RAWAT JALAN DI RS X SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT DAN KEBERHASILAN TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS INSTALASI RAWAT JALAN DI RS X SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT DAN KEBERHASILAN TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS INSTALASI RAWAT JALAN DI RS X SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Oleh: PUSPITA NUR HAPSARI K 72 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. oral yang digunakan pada pasien Prolanis di Puskesmas Karangpandan Kabupaten

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. oral yang digunakan pada pasien Prolanis di Puskesmas Karangpandan Kabupaten BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan pendekatan deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai obat antidiabetik oral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. irritabilitas, poliuria, polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer & Bare,

BAB I PENDAHULUAN. irritabilitas, poliuria, polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer & Bare, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit serius yang harus diatasi terutama di negara berkembang. Perubahan gaya hidup berdampak terhadap perubahan pola penyakit yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan insulin yang tidak efektif.

Lebih terperinci

AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN (Jl. Flamboyan 3 No.

AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN (Jl. Flamboyan 3 No. PENGARUH LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN DIABETES MELITUS RAWAT JALAN DI RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN PERIODE 10 APRIL 30 MEI 2015 Halisah 1, Riza Alfian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes adalah penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN HIPERTENSI TENTANG OBAT GOLONGAN ACE INHIBITOR DENGAN KEPATUHAN PASIEN DALAM PELAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI DI RSUP PROF DR

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN HIPERTENSI TENTANG OBAT GOLONGAN ACE INHIBITOR DENGAN KEPATUHAN PASIEN DALAM PELAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI DI RSUP PROF DR HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN HIPERTENSI TENTANG OBAT GOLONGAN ACE INHIBITOR DENGAN KEPATUHAN PASIEN DALAM PELAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI DI RSUP PROF DR. R. D. KANDOU MANADO Yosprinto T. Sarampang 1), Heedy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 2011 jumlah penyandang diabetes melitus di dunia 200 juta jiwa, Indonesia menempati urutan keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak

Lebih terperinci

AZIMA AMINA BINTI AYOB

AZIMA AMINA BINTI AYOB Kejadian Anemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Rawat Jalan dan Ruang Rawat Inap Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan Pada Tahun 2011-2012 AZIMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kurangnya aktivitas fisik (Wild et al., 2004).Di negara berkembang, diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kurangnya aktivitas fisik (Wild et al., 2004).Di negara berkembang, diabetes BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penyandang diabetes meningkat disebabkan karena pertumbuhan penduduk, penuaan, urbanisasi, dan meningkatnya prevalensi obesitas dan kurangnya aktivitas fisik

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah suatu kondisi kronis yang terjadi ketika tubuh tidak bisa menghasilkan cukup insulin atau tidak dapat secara efektif menggunakan insulin

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELITUS TENTANG PENANGANANNYA DI RUMAH SAKIT PAHLAWAN MEDICAL CENTER KANDANGAN, KAB

GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELITUS TENTANG PENANGANANNYA DI RUMAH SAKIT PAHLAWAN MEDICAL CENTER KANDANGAN, KAB ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELITUS TENTANG PENANGANANNYA DI RUMAH SAKIT PAHLAWAN MEDICAL CENTER KANDANGAN, KAB. HULU SUNGAI SELATAN, KALIMANTAN SELATAN Raymond Sebastian Tengguno, 2016

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

PENGARUH PENGETAHUAN TERHADAP KUALITAS HIDUP DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT SEBAGAI VARIABEL ANTARA PADA PASIEN DM

PENGARUH PENGETAHUAN TERHADAP KUALITAS HIDUP DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT SEBAGAI VARIABEL ANTARA PADA PASIEN DM p-issn: 2088-8139 e-issn: 2443-2946 Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi PENGARUH PENGETAHUAN TERHADAP KUALITAS HIDUP DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT SEBAGAI VARIABEL ANTARA PADA PASIEN DM THE INFLUENCE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3 patofisiologi dasar : sekresi insulin yang terganggu, resistensi

Lebih terperinci

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI)

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI) DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI) Dyah Surya Kusumawati (Prodi S1 Keperawatan) Stikes Bhakti

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEPATUHAN KONSUMSI OBAT PASEIN DM TIPE 2 SETELAH PEMBERIAN LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT DI PUSKESMAS MELATI KABUPATEN KAPUAS

PERUBAHAN KEPATUHAN KONSUMSI OBAT PASEIN DM TIPE 2 SETELAH PEMBERIAN LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT DI PUSKESMAS MELATI KABUPATEN KAPUAS INTISARI PERUBAHAN KEPATUHAN KONSUMSI OBAT PASEIN DM TIPE 2 SETELAH PEMBERIAN LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT DI PUSKESMAS MELATI KABUPATEN KAPUAS Rinidha Riana 1 ; Yugo Susanto 2 ; Ibna Rusmana 3 Diabetes

Lebih terperinci

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan Naskah Publikasi, November 008 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Hubungan Antara Sikap, Perilaku dan Partisipasi Keluarga Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe di RS PKU

Lebih terperinci

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 I Made Mertha I Made Widastra I Gusti Ayu Ketut Purnamawati Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar Email: mertha_69@yahoo.co.id Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif kronis yang semakin meningkat prevalensinya (Setiawati, 2004). DM mempunyai karakteristik seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lama diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. lama diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus merupakan salah satu jenis penyakit kronis yang akan menimbulkan perubahan yang permanen pada kehidupan setiap individu (Stuart & Sundeen, 2005). Diabetes

Lebih terperinci

EVALUASI KETEPATAN TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE JANUARI - JUNI

EVALUASI KETEPATAN TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE JANUARI - JUNI EVALUASI KETEPATAN TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE JANUARI - JUNI 2015 SKRIPSI Oleh: NURUL DINI SEPMAWATI K100120052 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah, yang diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISKTIK PASIEN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN DALAM MENJALANI TERAPI DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS TEMBUKU 1 KABUPATEN BANGLI BALI 2015

HUBUNGAN KARAKTERISKTIK PASIEN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN DALAM MENJALANI TERAPI DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS TEMBUKU 1 KABUPATEN BANGLI BALI 2015 HUBUNGAN KARAKTERISKTIK PASIEN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN DALAM MENJALANI TERAPI DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS TEMBUKU 1 KABUPATEN BANGLI BALI 2015 I Putu Angga Pradana Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan kesehatan yang merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah (glukosa) akibat kekurangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai masyarakat dunia berkomitmen untuk ikut merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan perolehan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN OBAT GLIBENKLAMID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE-2 DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN OBAT GLIBENKLAMID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE-2 DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN OBAT GLIBENKLAMID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE-2 DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN Muhammad Yusuf¹; Aditya Maulana Perdana Putra² ; Maria Ulfah³

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN... viii SUMMARY...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) tipe 2 yang dahulu dikenal dengan nama non insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan penyakit gangguan metabolik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan pengetahuan keluarga yang baik dapat menurunkan angka prevalensi

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan pengetahuan keluarga yang baik dapat menurunkan angka prevalensi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat diharapkan mengetahui risiko dan pencegahan dari penyakit DM, pengetahuan keluarga tentang risiko DM yang baik contohnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara berkembang, hipertensi telah menggeser penyakit menular sebagai penyebab terbesar mortalitas dan morbiditas. Hal ini dibuktikan hasil Riset Kesehatan Dasar

Lebih terperinci

KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETES PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS KALIJUDAN WILAYAH SURABAYA TIMUR ALEXANDER HALIM

KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETES PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS KALIJUDAN WILAYAH SURABAYA TIMUR ALEXANDER HALIM KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT ANTIDIABETES PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS KALIJUDAN WILAYAH SURABAYA TIMUR ALEXANDER HALIM 2443011006 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. II di berbagai penjuru dunia dan menurut WHO (World Health atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada MDGs

BAB I PENDAHULUAN. II di berbagai penjuru dunia dan menurut WHO (World Health atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada MDGs 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinik termasuk heterogen diakibatkan karena hilangnya toleransi karbohidrat (Price, 2006). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan disebabkan oleh defisiensi absolut atau relatif dari sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang. Efek

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang. Efek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan suatu penyakit kronis yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang. Efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 menyatakan bahwa terdapat 3,2 juta penduduk dunia meninggal karena penyakit diabetes mellitus (DM) setiap tahunnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multietiologi yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah disertai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan terapi, paradigma pelayanan kefarmasian di Indonesia telah bergeser dari pelayanan yang berorientasi pada obat (drug

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang ditandai dengan adanya kenaikan kadar gula darah atau hiperglikemia. Penyakit DM dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes melitus didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keberhasilan pembangunan diberbagai bidang terutama bidang kesehatan menyebabkan peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat adalah meningkatnya usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin banyak penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, terapi, serta adanya perubahan paradigma kefarmasian, yaitu Pharmaceutical Care, dimana kegiatan pelayanan semula hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik adanya peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh orang di seluruh dunia. DM didefinisikan sebagai kumpulan penyakit metabolik kronis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat meningkatkan dengan cepat prevalensi komplikasi kronis pada lansia. Hal ini disebabkan kondisi hiperglikemia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan oleh adanya penyempitan pembuluh darah koroner.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup berdampak terhadap perubahan pola penyakit yang terjadi di masyarakat. Masalah kesehatan yang berhubungan dengan gaya hidup dan merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab timbulnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

DIABETES MELITUS GESTASIONAL

DIABETES MELITUS GESTASIONAL DIABETES MELITUS GESTASIONAL Farid Kurniawan Division of Endocrinology and Metabolism Department of Internal Medicine Faculty of Medicine Universitas Indonesia/Cipto Mangunkusumo General Hospital 1 dari

Lebih terperinci

kepatuhan dan menjalankan self care individu lanjut usia dengan Diabetes Melitus selama menjalani terapi hipoglikemi oral dan insulin?.

kepatuhan dan menjalankan self care individu lanjut usia dengan Diabetes Melitus selama menjalani terapi hipoglikemi oral dan insulin?. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa dan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin dari sel beta pankres

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN PESERTA BPJS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN PESERTA BPJS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN PESERTA BPJS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI Oleh : ALISA PRIHARSI K 100110045

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus adalah kondisi kronis yang disebabkan oleh kurangnya atau tidak tersedianya insulin dalam tubuh. Karakteristik dari gejala klinis intoleransi glukosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data statistik organisasi WHO tahun 2011 menyebutkan Indonesia menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak setelah Amerika Serikat, China, India.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005;

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005; I. PENDAHULUAN Diabetes melitus tipe II merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia dimana penyakit ini dapat menimbulkan gangguan ke organ-organ tubuh lainnya karena terjadi defisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman mengakibatkan adanya pergeseran jenis penyakit. Penyakit menular sudah digantikan oleh penyakit yang tidak menular seperti penyakit degeneratif, metabolik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak

I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak diketahui (hipertensi esensial, idiopatik, atau primer) maupun yang berhubungan dengan penyakit

Lebih terperinci