PERBEDAAN KEMANDIRIAN PADA REMAJA YANG BERSTATUS SEBAGAI ANAK TUNGGAL DITINJAU DARI PERSEPSI POLA ASUH ORANGTUA SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBEDAAN KEMANDIRIAN PADA REMAJA YANG BERSTATUS SEBAGAI ANAK TUNGGAL DITINJAU DARI PERSEPSI POLA ASUH ORANGTUA SKRIPSI"

Transkripsi

1 PERBEDAAN KEMANDIRIAN PADA REMAJA YANG BERSTATUS SEBAGAI ANAK TUNGGAL DITINJAU DARI PERSEPSI POLA ASUH ORANGTUA SKRIPSI Disusun oleh: KAMELIA DEWI PURBASARI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016

2 i PERBEDAAN KEMANDIRIAN PADA REMAJA YANG BERSTATUS SEBAGAI ANAK TUNGGAL DITINJAU DARI PERSEPSI POLA ASUH ORANGTUA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Disusun Oleh : KAMELIA DEWI PURBASARI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016

3 ii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa apa yang tertulis dalam skripsi ini adalah benar adanya dan merupakan hasil karya sendiri. Segala kutipan karya pihak lain telah saya tulis dengan menyebutkan sumbernya. Apabila dikemudian hari ditemukan adanya plagiasi, maka saya rela gelar kesarjanaan saya dicabut. Surabaya, 16 Mei 2016 Penulis Kamelia Dewi Purbasari NIM HALAMAN PERSETUJUAN

4 iii Skripsi ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing Penulisan Skripsi 2016 Dr. Nur Ainy Fardana N., M.Si., Psikolog NIP

5 iv HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan dewan penguji pada hari Kamis, 26 Mei 2016 dengan susunan Dewan Penguji Ketua, Dra. Prihastuti, SU., Psikolog NIP Sekretaris, Anggota, Rudi Cahyono, M.Psi., Psikolog Dr. Nur Ainy Fardana N., M.Si., Psikolog NIP NIP

6 v HALAMAN MOTTO Jangan mencari ketakutanmu melainkan carilah harapan dan mimpimu. Jangan berpikir tentang frustasimu, tetapi tentang potensi yang belum terpenuhi. Perhatikan dirimu bukan dengan apa yang telah kamu coba dan gagal, tetapi dengan apa yang masih mungkin kamu lakukan (Paus Yohanes XXIII)

7 vi HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini kupersembahkan untuk kedua orangtua, kakak, adik, dan sahabatyang tak pernah lelah mendoakan dan menyemangati perjalanan hidupku hingga saat ini. Untuk para anak tunggal yang telah menginspirasi karya ini.

8 vii KATA PENGANTAR Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan berkat-nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perbedaan Kemandirian pada Remaja yang Berstatus sebagai Anak Tunggal ditinjau dari Persepsi terhadap Pola Asuh Orangtua. Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas Program Sarjana (S1) Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Nurul Hartini, M.Kes., Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi UniversitasAirlangga beserta tim Wakil Dekan. 2. Dr. Nur Ainy Fardana N., M.Si., Psikolog, selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing penulis dan membantu penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi. 3. Prof. Dr. Cholichul Hadi, Psikolog, selaku dosen wali yang telah membimbing penulis. 4. Dr. Dewi Retno Suminar, M.Si., Psikolog, Dr. Wiwin Hendriani,Primatia Yogi Wulandari, S.Psi., M.Si., Psikolog dan Prof. Dr. M.A.W. Tairas yang telah bersedia menjadi professional jugdment terhadap alat ukut skripsi saya.

9 viii 5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi atas segala ilmu yang bermanfaat dan pengalaman berharga yang diberikan selama masa perkuliahan. 6. Seluruh Karyawan Fakultas Psikologi Universitas Aiirlangga atas kesediannya membantu dalam proses penulisan skirpsi. 7. Dra. Rr. Florentina Sri Suhartini dan Vincensius Suhari, S.sos, selaku kedua orangtua penulis yang doa, dukungan, dan restunya tidak pernah putus mengiringi penulis agar selalu berusaha melakukan yang terbaik. Terima kasih telah menjadi orangtua yang selalu mendukung dan memaafkan. 8. Agato Girindra Wardana., S.S dan Ignatius Tri Putra Karunia selaku kakak dan adik penulis yang memberikan semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan caranya masing-masing, yang sabar menemani, dan menghibur ketika penulis lelah. Terima kasih atas pertengkaran dan keceriaan, tangisan dan senyuman, teriakan dan bisikannya. 9. Para sahabatku dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga angkatan 2010 yaitu Vita, Ayu, Mila dan Hana yang selalu mendukung, memberi motivasi dan menjadi tempat bertukar pikiran bagi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi. Sahabatku Rani yang tidak pernah lupa memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi. Terima kasih untuk semuanya dan semoga kita semua tetap menjaga persahabatan ini. 10. Para sahabatku dari SMA Negeri 2 Surabaya lulusan 2010 yaitu Kakak, Nezya, Najong, Rani, Febi, dan Chiquita yang mendukung, mendoakan dan mendorong

10 ix penulis untuk segera menyelesaikan skripsi. Terima kasih telah menjadi sahabat setia dari masa SMA hingga sekarang. 11. Teman-teman angkatan 2010 serta seluruh teman-teman Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Terima kasih atas pengalaman-pengalaman berharga bersama-sama selama masa studi dan dalam berbagai kesempatan mengikuti kepanitian. 12. Teman-teman yang telah membantu penulis dalam menemukan anak tunggal sebagai subjek penelitian. 13. Para partisipan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang bersedia untuk menjadi subjek dalam penulisan ini. 14. Romo Sigit dan Romo Rinto yang dengan sabar dan bijaksana telah mendengarkan keluh kesah penulis sekaligus memberikan kekuatan ketika sedang dalam masa sulit penyelesaian skripsi. 15. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Penulis sangat berterima kasih atas setiap bantuan meski sekecil apapun. Surabaya, 26 Mei 2016 Penulis

11 x DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i SURAT PERNYATAAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv HALAMAN MOTTO... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv ABSTRAK... xvi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Identifikasi Masalah Batasan Masalah Kemandirian Pola Asuh Anak Tunggal Remaja Rumusan Masalah Tujuan penelitian Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Manfaat Praktis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anak Tunggal Remaja Pengertian Remaja Pengertian Anak Tunggal Latar Belakang Anak Tunggal Karakteristik Anak Tunggal Kemandirian Pengertian Kemandirian Dimensi Kemandirian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Persepsi Pola Asuh Pengertian Persepsi... 23

12 xi Pengertian Pola Asuh Tipe Pola Asuh Hubungan Antara Kemandirian Remaja yang Berstatus sebagai Anak Tunggal dengan Persepsi Pola Asuh Orangtua Kerangka Konseptual Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN Tipe Penelitian Identifikasi Variabel Penelitian Definisi Operasional Variabel Persepsi Pola Asuh Kemandirian Subjek Penelitian Populasi Sampel Teknik Pengumpulan Data Skala Kemandirian Skala Persepsi Pola Asuh Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Validitas Alat Ukur Reliabilitas Alat Ukur Reliabilitas Skala Persepsi Pola Asuh Reliabilitas Skala Kemandirian Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Subjek Penelitian Pelaksanaan Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan Instrumental Pengambilan Data Hambatan dalam Penelitian Hasil Penelitian Analisis Statistik DeskriptifPersepsi Pola Asuh Analisis Statistik Deskriptif Kemandirian Kategorisasi Variabel Terikat Berdasarkan Model Distribusi Normal Kategorisasi Kemandirian Uji Asumsi Uji Normalitas Uji Homogenitas... 64

13 xii Hasil Analisis Data Pembahasan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi Orangtua Bagi Remaja yang Berstatus sebagai Anak Tunggal DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 73

14 xiii DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Skoring Skala Favorable Kemandirian Tabel 3.2. Skoring Skala Unfavorable Kemandirian Tabel 3.3. Blueprint Skala Kemandirian (Sebelum Uji Coba) Tabel 3.4. Skoring Skala FavorablePersepsi Pola Asuh Tabel 3.5. Skoring Skala UnfavorablePersepsi Pola Asuh Tabel 3.6. Blueprint Skala Persepsi Pola Asuh (Sebelum Uji Coba) Tabel 3.7. Professional Judgement Tabel 3.8. Reliabilitas Skala Persepsi Pola Asuh Tabel 3.9. Blueprint Skala Persepsi Pola Asuh Tabel Reliabilitas Skala Kemandirian Tabel Blueprint Skala Kemandirian Tabel 4.1. Jumlah Subjek Berdasarkan Usia Tabel 4.2. Jumlah Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.3. Analisis Desktiptif Statistik Persepsi Pola Asuh Tabel 4.4. Deskripsi Persepsi Pola Asuh Berdasarkan Usia Tabel 4.5. Deskripsi Persepsi Pola Asuh Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.6. Analisis Desktiptif Statistik Kemandirian Tabel 4.7. Deskripsi Kemandirian Berdasarkan Usia Tabel 4.8. Deskripsi Kemandirian Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.9.Deskripsi Kemandirian Berdasarkan Persepsi Pola Asuh Tabel Norma Kategorisasi Kemandirian Tabel Norma Kemandirian Tabel Kategorisasi Kemandirian pada Remaja yang Berstatus sebagai Anak Tunggal Tabel Hasil Uji Normalitas Data Tabel Hasil Uji HomogenitasPersepsi Pola Asuh dan Kemandirian Tabel Hasil Uji Perbedaan PersepsiPola Asuh dengan Kemandirian... 66

15 xiv DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Gambar 3.1. Identifikasi Variabel Penelitian... 32

16 xv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.Form Rater untuk Profesional Judgement Lampiran 2.Surat Pernyataan Profesional Judgement Lampiran 3.Format Kuisioner Lampiran 4.Data Skor Kasar Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter dan Permisif Lampiran 5. Data Skor Kasar Skala Persepsi Pola Asuh Demokratis Lampiran 6.Data Skor Kasar Skala Kemandirian Lampiran 7. Hasil Uji Reliabilitas Lampiran 8. Skor Skala Kemandirian (Setelah Uji Reliabilitas) Lampiran 9. Skor Skala Persepsi Pola ASuh (Setelah Uji Reliabilitas) Lampiran 10. Data Z-score Persepsi Pola Asuh Lampiran 11. Statistik Deskriptif Lampiran 12.Analisis Deskriptif Berdasarkan Usia Lampiran 13. Analisis Deskriptif Berdasarkan Jenis Kelamin Lampiran 14. Analisis Deskriptif Kemandirian berdasarkan Persepsi Pola Asuh Orangtua Lampiran 15. Normalitas Lampiran 16. Uji Homogenitas Lampiran 17. Uji Beda Lampiran 18. Surat Ijin

17 xvi ABSTRAK Kamelia Dewi Purbasari, ,Perbedaan Kemandirian pada Remaja yang Berstatus sebagai Anak Tunggal ditinjau dari Persepsi Pola Asuh Orangtua, Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, xvii + 72 halaman, 18 lampiran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pada kemandirian pada remaja yang berstatus sebagai anak tunggal ditinjau dari pola asuh orangtua. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia tahun dan berstatus sebagai anak tunggal. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah subjek sebanyak 62 orang. Alat ukur yang digunakan berupa kuisioner pola asuh yang terdiri dari 19 aitem valid dengan reliabilitas sebesar 0,918 berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Baumrind (1966) dengan tiga tipe pola asuhyaitu: otoriter, permisif, dan demokratis. Sedangkan alat ukur kemandirian terdiri dari 26 aitem valid dengan reliabilitas sebesar 0,810 berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Steinberg (2002). Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik uji bedaone-way Between Group ANOVA dengan bantuan program SPSS versi for Windows.Hasil analisis data menunjukkan nilai F sebesar 1,942 dengan taraf siginifikansi sebesar 0,152 yang artinya tidak ada perbedaankemandirian pada remaja yang berstatus sebagai anak tunggal ditinjau dari persepsi pola asuh orangtua. Kata kunci: remaja, anak Tunggal, pola asuh, kemandirian Daftar Pustaka, 36( ).

18 xvii ABSTRACT Kamelia Dewi Purbasari, , The Difference of Independence in Adolescents Whose Status as an Only Child in Terms of The Perception of Parents Parenting, Undergraduate Thesis, Faculty of Psychology in Airlangga University, xvii + 72 pages, 18 appendixes. This research aims to determine whether there are differences in adolescent independence status as an only child in terms of parents parenting. The population in this research were adolescents aged of years old and the status as an only child. The sampling technique used is purposive sampling with the number of the subjects were 62 people..measuring instrument used is a questionnaire of parenting there are 19 valid items with reliability of for the parenting variable based on the theory put forward by Baumrind (1966) with three types, namely parenting: authoritarian, permissive and democratic. Whilst the independence of the measuring instrument there are 26 valid items with reliability of for an independent variable based on the theory advanced by Steinberg (2002). The data analysis was done by using different test One-Way Between Group ANOVA with assistance of SPSS version for Windows. The results of the data analysis showed a significance level of at F value of 1.942, which means there is no diffference in independence of the adolescent as the only child in term of the perception of parents parenting. Keywords: adolescent, only child, parenting, autonomy. References, 36 ( ).

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup bersama dalam satu rumah dan memilki hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Individu dalam keluarga saling berinteraksi dan memiliki peran berbeda serta mempertahankan suatu budaya yang dimilikinya (Bailon & Maglaya, 1978 dalam Riadi, 2012). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung satu dengan yang lain (Departemen Kesehatan RI, 1988 dalam Riadi, 2012). Keluarga dikatakan sebagai keluarga yang memiliki anak tunggal apabila di dalam keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan satu orang anak (Landis, 1997; Gunarsa, 2003). Anak tunggal adalah anak yang tidak memiliki saudara laki-laki maupun perempuan, dimana ibu mereka hanya melahirkan satu kali dan merupakan anak satu-satunya di dalam sebuah keluarga (Laybourn, 1990 dalam Laybourn, 1994). Oleh karena itu, anak tunggal cenderung memiliki orang tua yang selalu memberikan kasih sayang dan menjadikannya sebagai pusat perhatian sepanjang hidupnya (Falbo & Polit dalam Papalia, 2008). Berdasarkan hasil amatan dalam kehidupan sehari-hari, anak tunggal merupakan anak yang mendapatkan perhatian 1

20 2 penuh dan cenderung dimanja oleh kedua orang tuanya karena tidak berbagi kasih sayang dan perhatian dengan saudara. Mereka tidak memiliki kesulitan dalam berinteraksi dengan kedua orangtua dan mendapatkan kasih sayang secara intensif sepanjang hidupnya (Gunarsa, 2003). Kozlowski (dalam penerbitan) dan Laybourn (1994) juga menyatakan bahwa anak tunggal terbiasa mendapatkan perhatian dan cinta tak terbagi dari orang tua sepanjang hidupnya. Banyak anggapan negatif mengenai anak tunggal yang muncul dari masyarakat umum. Mereka beranggapan bahwa anak tunggal bersifat manja, agresif, bossy dan sulit menyesuaikan diri (Anna, 2010). Pandangan negatif terhadap anak tunggal lainnya adalah anak tunggal biasa menuntut dan diberikan orangtua perhatian yang berlebih sehingga memiliki keterbatasan dalam menghadapi lingkungan sosial dan menyesuaikan diri (Hall dalam Polit, dkk., 1980:99). Penelitian yang dilakukan oleh Ara mengenai perbandingan kemandirian remaja anak tunggal dengan tidak tunggal menunjukkan adanya perbedaan pada kemandirian antara reaja anak tunggal dengan remaja tidak tunggal (Ara, 1998). Kasih sayang orangtua pada anak tunggalnya tidak jarang diwujudkan dengan memberikan bantuan secara total kepada anaknya setiap anak mendapatkan kesulitan. Hal tersebut dapat berdampak kurang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak karena dapat tumbuh menjadi orang yang tidak mandiri dan kurang bertanggung jawab (Graciana, 2004). Perhatian dan kasih sayang secara berlebihan dan intensif dari orangtua juga dapat berakibat buruk bagi anak yaitu menyebabkan anak menjadi egosentris, manja, dan egois serta mengakibatkan anak tumbuh menjadi individu yang tidak mandiri (Falbo & Polit dalam Papalia,

21 3 2008). Hal ini juga ditunjukkan oleh penelitian mengenai kemandirian anak tunggal yang dilakukan oleh Tyas menunjukkan bahwa satu dari tiga partisipan tidak mencapai kemandirian (Tyas, 2008). Terdapat salah satu contoh kasus dalam kehidupan sehari-hari mengenai permasalahan kemandirian pada anak tunggal yaitu seorang anak tunggal berusia 22 tahun yang menurut cerita ibunya ia tidak mau melanjutkan kuliahnya di luar kota, ibunya mengatakan bahwa anak tersebut terlalu kekanak-kanakan dan tidak mau kuliah di luar kota karena merasa tidak tenang berada jauh dari ibunya (Rustika, 2004). Namun, penelitian yang dilakukan Laybourn berkata lain yaitu bahwa anak tunggal memiliki tingkat kemandirian yang sama dengan anak yang memiliki saudara. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bawah anak tunggal tidak kurang atau lebih baik dibandingkan dengan anak yang memiliki saudara di dalam tes kepemimpinan, kewarganegaraan, kedewasaan, kooperatif, dogmatisme, kemandirian, locus of control, kontrol diri, kecemasan, stabilitas emosi, kepuasan dan partisipasi sosial (Laybourn, 1994). Sebuah penelitian yang dilakukan di China menyatakan bahwa anak tunggal di China memiliki performa yang lebih baik dalam prestasi akademik dan perkembangan kognitif (Falbo & Poston, 1993). Laybourn menemukan bahwa anak tunggal memiliki tingkat kemandirian yang sama seperti anak lainnya (Laybourn, 1994). Pendapat serupa juga ditunjukkan oleh Lorna (2002), bahwa ketidakberadaan saudara dalam kehidupan anak tunggal membuat anak tunggal berelasi dengan orang lain dengan intensitas yang tinggi. Intensitas tersebut memunculkan keinginan untuk menjadi mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain.

22 4 Kemandirian menurut Steinberg (2002) adalah kemampuan remaja dalam berpikir, merasakan dan membuat keputusan secara pribadi berdasarkan diri sendiri dibandingkan mengikuti apa yang orang lain percayai. Kurangnya kemandirian pada anak tunggal akan menjadi masalah saat anak tersebut memasuki masa remaja. Hal ini dikarenakan masa remaja adalah sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat (Hurlock,1999). Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa anak-anak dan dewasa yang ditandai dengan perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun (Santrock, 2003; Monks, 2006). Masa remaja merupakan masa peralihan karena remaja belum mencapai status sebagai orang dewasa namun juga tidak lagi memiliki status sebagai anakanak. Masalah-masalah yang dialami remaja adalah masalah terkait perubahan fisik dan psikis karena usaha dalam menemukan identitas diri. Freud berpendapat bahwa perubahan fisik pada remaja mengakibatkan munculnya perubahan emosi remaja tersebut di rumah (Holmbeck, 1996 dalam Steinberg, 2002:289). Salah satu tugas perkembangan remaja menurut Havighurst yaitu mencari kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1999; Ali, dkk., 2010). Pada masa remaja inilah dikatakan sebagai periode penting bagi individu selama proses perkembangan kemandirian (Steinberg, 2002). Remaja diharapkan dapat membebaskan diri dari sifat kekanak-kanakan yang menggantungkan diri dengan orangtua. Remaja juga seharusnya mampu melakukan sesuatu dan

23 5 mengambil keputusan secara mandiri. Selain itu, remaja juga merasa ingin bebas dan keadaan inilah yang menjadikan remaja sering memberontak pada orangtua (Ali, dkk., 2010). Remaja merasa ingin mandiri, namun juga membutuhkan rasa aman dengan bergantung secara emosi kepada orangtua mereka. Remaja ingin mandiri namun di sisi lain mereka tidak ingin melepaskan diri dari orangtuanya. Hal serupa juga terjadi dari pihak orangtua, mereka menginginkan anak untuk menjadi mandiri namun masih membatasi pilihan dan keputusan anaknya (Hurlock, 1980). Kemandirian merupakan salah satu proses perkembangan yang penting bagi remaja (Soesens, dkk, 2007). Seiring dengan berjalannya waktu maka anak diharapkan akan mampu melepaskan diri dari orangtuanya dan belajar menjadi mandiri. Seorang anak tunggal memiliki beban yang lebih besar daripada anak yang memiliki saudara. Harapan orangtua pada anak hanya dibebankan pada anak mereka satu-satunya sehingga anak diharapkan akan menjadi individu yang mandiri dan tegas (Soesens, dkk, 2007). Banyak anak tunggal yang mendapatkan tekanan untuk menjadi sukses di masa depan (Kozwolski, dalam penerbitan). Dampak negatif apabila remaja tidak mandiri adalah mereka cenderung tidak mampu menentukan keputusannya karena semua telah ditentukan oleh orangtua mereka. Hal ini dapat dipahami karena biasanya remaja yang tidak mandiri akan berkonsultasi terlebih dahulu pada orangtua sebelum mengambil sebuah keputusan (Hartono, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah gen yaitu sifat yang diturunkan dari orangtua mereka secara genetik. Orangtua yang memiliki sifat

24 6 kemandirian akan menurunkan sifat kemandirian pada anak mereka. Namun hal ini masih dipertanyakan kebenarannya (Ali, dkk., 2010). Selain itu, adapula pola asuh yaitu cara pengasuhan orangtua terhadap anak yang mempengaruhi kemandirian anaknya (Ali, dkk., 2010). Pendidikan di sekolah juga menjadi faktor yang mempengaruhi kemandirian remaja. Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengangkat sistem demokrasi tetapi cenderung mendoktrin siswanya akan mempengaruhi perkembangan kemandirian remaja (Ali, dkk., 2010). Faktor lainnya adalah kehidupan masyarakat yang tidak memberikan wadah bagi potensi remaja dalam kegiatan yang produktif. Hal tersebut dapat menghambat perkembangan kemandirian remaja (Ali, dkk., 2010). Menurut hasil penelitian Kartadinata (1988) dalam Ali, dkk. (2002) mengenai hal yang dapat menghambat kemandirian remaja adalah adanya ketergantungan pada kontrol luar dan bukan dari dirinya sendiri, sikap remaja yang tidak peduli pada lingkungan dan sikap remaja yang konformistik. Faktor yang mempengaruhi kemandirian yang diangkat dalam penelitian ini adalah pola asuh orangtua. Pola asuh dari orangtua yang memiliki anak tunggal cenderung mengontrol anak mereka sepanjang hidup mereka (Eccles, dkk., 1991). Pola asuh tersebut dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan intelektual anak yang pada akhirnya mempengaruhi kemandirian anak mereka apabila anak tidak mampu melepaskan diri dari kekuatan otoritas (Eccles, dkk., 1991; Hartono, 2006). Ketergantungan disiplin pada kontrol luar dan bukan pada niat sendiri ini merupakan salah satu gejala negatif yang dapat mempengaruhi kemandirian (Kartadinata, 1988 dalam Ali, dkk., 2010).

25 7 Untuk dapat memiliki kemandirian maka seseorang membutuhkan kesempatan dan dukungan. Di dalam hubungan keluarga, orangtua yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan mengarahkan anak untuk mandiri (Steinberg, 2002). Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan kesempatan remaja untuk mengembangkan kemampuan diri dalam bidang akademik maupun lainnya. Kepribadian dan perilaku remaja akan terbentuk berdasarkan apa yang ditanamkan orangtua melalui pola asuh. Oleh karena itu, pola asuh yang diberikan orangtua menjadi faktor yang penting dalam membentuk kemandirian remaja baik secara emosional, perilaku maupun nilai (Steinberg, 2002). Permasalahan yang telah dijelaskan di atas mengenai kemandirian anak tunggal dan pola asuh orangtua membuat penulis mempertanyakan mengenai kemandirian anak tunggal yang telah remaja ditinjau dari perspektif mereka terhadap pola asuh karena remaja merupakan waktu paling kompleks dan memiliki banyak persoalan dalam rentang kehidupan manusia. Pertanyaan penulis tersebut kemudian menjadi bahan penelitian mengenai kemandirian pada remaja yang berstatus sebagai anak tunggal ditinjau dari persepsi terhadap pola asuh orangtua Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat diketahui bahwa kemandirian merupakan salah satu proses yang penting dalam perkembangan bagi remaja. Salah satu tugas perkembangan remaja yang dikemukakan oleh Havighurst juga mengungkapkan mengenai pentingnya kemandirian bagi remaja

26 8 yaitu mencari kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1999). Kemandirian adalah membebaskan sifat kekanak-kanakan yang menggantungkan diri dengan orangtua atau orang dewasa lainnya sehingga remaja seharusnya mampu melakukan sesuatu dan mengambil keputusan secara mandiri dan merasa ingin bebas (Hurlock, 1999). Seiring dengan berlalunya waktu maka anak akan diharapkan memiliki kemampuan untuk melepaskan diri dari orangtua dan belajar untuk menjadi mandiri (Soesens, dkk., 2007). Remaja yang mandiri adalah remaja yang berani mengambil keputusan dilandasi oleh rasa tanggung jawab dan pemahaman akan segala konsekuensi dari tindakannya (Ali, dkk., 2010). Pentingnya kemandirian pada remaja yang telah diungkapkan oleh beberapa tokoh diatas kemudian menjadi pertanyaan bagi penulis mengenai kemandirian pada remaja yang berstatus anak tunggal. Anak tunggal cenderung mendapatkan kasih sayang dari orangtua sepanjang hidup mereka karena mereka tidak memiliki saudara. Mereka cenderung dimanja dan mendapatkan cinta yang tak terbagi dari orangtuanya (Falbo & Polit dalam Papalia, 2008; Gunarsa, 2003). Kasih sayang berlebih yang diberikan orangtua pada anak tunggalnya dapat berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan anak karena dapat menjadi tidak mandiri dan kurang bertanggung jawab (Graciana, 2004). Orangtua yang memiliki anak tunggal juga cenderung mengontrol anaknya sepanjang hidup mereka. Apabila anak kemudian tidak mampu untuk melepaskan diri dari kontrol orangtua atau pihak otoritas maka anak akan menjadi tidak mandiri (Eccles, dkk., 1991). Di dalam hubungan keluarga, orangtua yang

27 9 berperan dalam mengasuh, membimbing dan mengarahkan anak untuk mandiri (Steinberg, 2002). Kepribadian dan perilaku remaja akan terbentuk berdasarkan apa yang ditanamkan orangtua melalui pola asuh. Oleh karena itu, pola asuh yang diberikan orangtua menjadi faktor yang penting dalam membentuk kemandirian remaja baik secara emosional, perilaku maupun nilai (Steinberg, 2002). Tipe pola asuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe pola asuh menurut Baumrind yaitu otoriter, permisif dan demokratis Batasan Masalah Sesuai dengan identifikasi masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah pada penelitian ini dibatasi hanya pada: Kemandirian Pengertian kemandirian yang dimaksud penulis di sini mengacu pada kemandirian menurut Steinberg yaitu kemampuan remaja dalam berpikir, merasakan dan membuat keputusan secara pribadi berdasarkan diri sendiri dibandingkan mengikuti apa yang orang lain percayai Persepsi terhadap Pola Asuh Pengertian pola asuh yang dimaksud oleh penulis di sini adalah bagaimana remaja menilai pola asuh yang diberikan oleh orangtua mereka. Karena pola asuh ini yang nantinya mempengaruhi kemandirian remaja. Tipe pola asuh ada tiga yaitu otoriter, permisif, dan demokratis.

28 Anak Tunggal Remaja Remaja yang akan menjadi subjek penelitian ini adalah remaja yang berstatus sebagai anak tunggal yaitu anak yang tidak memiliki saudara kandung, kakak atau adik dalam satu keluarga dan berusia tahun, perempuan maupun laki-laki Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan peneliti sebelumnya maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada perbedaan kemandirian pada remaja yang berstatus sebagai anak tunggal ditinjau dari persepsi terhadap pola asuh orangtua? 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan dari rumusan masalah penelitian yang dituliskan peneliti maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah ada perbedaan kemandirian pada remaja yang berstatus sebagai anak tunggal ditinjau dari persepsi terhadap pola asuh orangtua Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis 1. Memperkaya pengetahuan mengenai kemandirian dalam bidang ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan.

29 11 2. Menambah literatur keilmuan dan referensi mengenai kemandirian pada remaja yang berstatus anak tunggal ditinjau dari persepsi terhadap pola asuh. 3. Menambah sumber referensi bagi penelitian selanjutnya yang ingin memperdalam masalah kemandirian pada remaja yang berstatus anak tunggal Manfaat Praktis Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memiliki manfaat praktis yaitu sebagai berikut: 1. Bagi remaja yang merupakan anak tunggal. Memberikan informasi mengenai perbedaan kemandirian ditinjau dari persepsi mereka terhadap pola asuh, menjadi acuan bagi remaja untuk meningkatkan kemandirian dan menyesuaikan diri dengan statusnya sebagai anak tunggal. 2. Bagi peneliti selanjutnya. Memberikan referensi pengetahuan mengenai persepsi terhadap pola asuh pada anak tunggal dan kaitannya dengan kemandirian, memberikan kontribusi bagi peneliti lain supaya penelitian ini dapat menjadi pedoman untuk penelitian yang sejenis. 3. Bagi orangtua yang memiliki anak tunggal. Memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam pengasuhan yang tepat supaya anak tunggal dapat berkembang menjadi pribadi yang mandiri.

30 BAB II TINJUAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Tunggal Remaja Pengertian Remaja Remaja atau yang disebut dengan adolescence berasal dari bahasa latin adolescere yang memiliki arti tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Masa remaja dianggap sebagai masa transisi yaitu menghubungkan masa kanakkanak dan dewasa (Ali, dkk., 2010). Monks, dkk. (2006) juga menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa anak-anak dan dewasa yang ditandai dengan perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Hal serupa juga diungkapkan oleh Papalia (2008) yaitu masa remaja merupakan transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mengandung perubahan fisik, koginitif dan psikososial. Masa remaja menurut Monks berlangsung dari usia tahun yang dibagi menjadi: masa remaja awal yaitu usia tahun, masa remaja pertengahan yaitu usia tahun, dan masa remaja akhir yaitu usia tahun (Monks, 2006). Selain itu, G. Stanley Hall ( ) dalam Santrock (2003) menyebutkan bahwa masa remaja merupakan masa badai dan stress (storm and stress) karena tahap ini ditandai dengan adanya konflik dan perubahan suasana hati sehingga mereka memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasibnya sendiri. Hall percaya bahwa hereditas berinteraksi dengan pengaruh lingkungan 12

31 13 yang akan mempengaruhi perkembangan individu. Pandangan lain yaitu dari Piaget (dalam Hurlock, 1999) yang membahas remaja secara psikologis, yaitu dimana suatu usia individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, dan dimana individu merasa sama atau sederajat dengan tingkat orang yang lebih tua. Berdasarkan pengertian mengenai remaja yang dikemukakan beberapa tokoh di atas maka dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak menjadi dewasa yang terjadi pada usia tahun dan disertai dengan berbagai perubahan yaitu dalam hal biologis, kognitif dan sosio emosional Pengertian Anak Tunggal Secara umum, anak tunggal diartikan sebagai anak yang tidak memiliki saudara kandung, kakak atau adik dalam satu keluarga (Gunarsa, 2003). Hal serupa juga dipaparkan oleh Hadibroto, dkk (2002) yang menyatakan bahwa anak tunggal merupakan keturunan satu-satunya yaitu anak tanpa saudara kandung yang lain seperti kakak atau adik. Anak tunggal menjadi cepat matang dibandingkan dengan anak-anak sebayanya karena anak tunggal tumbuh menjadi lebih percaya diri, tegas dan nampak menonjol dikarenakan mendapatkan perhatian yang penuh dari orangtuanya. Anak tunggal tumbuh menjadi seorang yang menginginkan segala hal menjadi sempurna. Adler (1920) dalam Hadibroto (2002) pernah menyatakan mengenai pengaruh kelahiran pada pembentukan sifat dasar seseorang yang akan menentukan nasib mereka di masa datang. Adler berpendapat bahwa anak tunggal

32 14 memiliki kesulitan untuk melakukan setiap aktivitas secara bebas yang berhubungan dengan orang lain Latar Belakang Anak Tunggal Terbentuknya kondisi anak tunggal dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Gunarsa (2003) menyatakan beberapa kemungkinan latar belakang terjadinya status anak tunggal, yaitu sebagai berikut: a. Kondisi anak tunggal karena direncanakan Ditemukan berbagai macam situasi dalam kondisi ini yaitu sebagai berikut: 1. Suami istri yang baru menikah memandang bahwa keluarga yang harmonis adalah dengan memiliki seorang anak saja. 2. Suami istri yang baru menikah ketika usia lanjut. 3. Suami istri yang baru menikah namun masih mengikuti pendidikan tertentu dan mengejar karir atau pekerjaan. Dalam kondisi-kondisi di atas maka dapat diartikan bahwa kehadiran anak tunggal memiliki derajat yang sama dengan anak-anak lainnya. Orangtua dalam kondisi ini tidak memiliki pengalaman traumatik mengenai kehadiran anak karena kehadiran anak tunggal bagi mereka telah direncanakan terlebih dahulu dan atas keinginan mereka secara pribadi. Sehingga diharapkan orangtua dapat bertindak secara realistis dan mengendalikan sikap yang tidak tepat bagi anaknya. b. Kondisi anak tunggal karena tidak direncanakan Ditemukan beberapa macam situasi dalam kondisi ini yaitu sebagai berikut:

33 15 1. Suami istri yang merencanakan memiliki anak lebih dari satu namun karena kondisi fisik istri lemah sehingga hal tersebut tidak memungkinkan. 2. Terjadi suatu peristiwa traumatik yang dialami yaitu kehilangan nyawa anaknya sehingga saudaranya terpaksa berstatus menjadi anak tunggal. Bagi orangtua yang merencanakan memiliki anak lebih dari satu namun tidak memungkinkan maka dapat membuat orangtua menjadi bertindak kurang bijaksana. Orangtua lebih memerhatikan kelemahan-kelemahan dibandingkan kebutuhan-kebutuhan anaknya. Orangtua cenderung memiliki target yang tinggi terhadap anak mereka dalam mencapai prestasi Karakteristik Anak Tunggal Berikut merupakan ciri-ciri kepribadian anak tunggal menurut Hurlock (dalam Gunarsa, 2003): a. Anak tunggal yang manja, egosentris, antisosial dan karena hal tersebut menjadi tidak popular. b. Anak tunggal yang menutup diri mereka, peka dan mudah cemas, menarik diri dari hubungan sosial dan terlau menggantungkan diri pada orangtua mereka. Berikut merupakan ciri-ciri anak tunggal menurut Hadibroto, dkk (2002): a. Sebagai teman: emosional dan perhatian. b. Sebagai pendengar ketika berkomunikasi: mengartikan perkataan orang lain dengan menggunakan pemahamannya sendiri. c. Frustasi

34 16 d. Merinduan kebebasan e. Memiliki pola pikir yang terorganisir. f. Memiliki pertimbangan keadilan yang cenderung memperlakukan orang lain secara sama/adil. g. Ketika anak-anak memiliki perilaku yang emosional namun penurut. h. Sumber dan pemicu kemarahannya adalah ketika orang lain ikut campur dalam kegiatannya. i. Kontribusi sosial dengan membantu orang lain dalam organisasi sosial. j. Memiliki spiritualitas sesuai dengan norma yang berlaku. k. Memiliki kelemahan yaitu mengacu pada pendapat orang lain yang membicarakan mengenai dirinya. Gunarsa (2003) mengungkapkan bahwa anak tunggal akan memperlihatkan beberapa sifat yaitu sebagai berikut: a. Anak menjadi manja, mungkin juga penurut (tidak ingin mengecewakan orangtua). b. Anak menjadi takut, menyendiri, dan kurang mampu berhubungan dengan teman sebayanya (peer group). c. Anak mencoba menarik perhatian dengan cara kekanak-kanakan. d. Anak kurang disenangi teman sebaya karena tidak biasa bergaul dan tidak tahu bagaimana bertingkah laku. Berdasarkan karakteristik-karakteristik anak tunggal yang telah diungkapkan oleh beberapa tokoh di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak tunggal memiliki karakteristik yang kurang mandiri karena manja dan terlalu

35 17 bergantung pada orangtua, penurut karena tidak ingin mengecewakan orangtuanya dan menarik diri dari teman sebaya Kemandirian Pengertian Kemandirian Sebelum menjelaskan yang dimaksud dengan kemandirian pada anak tunggal, maka perlu dijelaskan pengertian dari kemandirian itu sendiri terlebih dahulu. Kemandirian menurut Steinberg (2002) adalah kemampuan remaja dalam berpikir, merasakan dan membuat keputusan secara pribadi berdasarkan diri sendiri dibandingkan mengikuti apa yang orang lain percayai. Istilah autonomy dalam kajian mengenai kemandirian seringkali disejajarkan dengan kata independence meskipun sebenarnya ada perbedaan yang sangat tipis diantara kedua kata tersebut (Steinberg, 2002). Secara umum, independence menunjuk pada kemampuan individu dalam menjalankan sendiri aktivitas hidup yang terlepas dari pengaruh kontrol orang lain (Steinberg, 2002). Individu yang independence akan mampu menjalankan sendiri aktifitas hidup terlepas dari pengaruh kontrol orang lain terutama orangtua. Sedangkan istilah autonomy mempunyai komponen emotional dan cognitive yang sama baiknya seperti komponen behavioral (Steinberg, 2002). Steinberg (2002) menggunakan istilah autonomy untuk mengonsepkan kemandirian sebagai self governing person yaitu kemampuan menguasai diri sendiri. Apabila konsep-konsep di atas dicermati, maka kemandirian adalah kemampuan untuk mengelola diri sendiri, tidak bergantung secara emosional

36 18 terhadap orang lain terutama pada orangtua, kemampuan mengambil keputusan secara mandiri dan kemampuan menggunakan prinsip-prinsip mengenai benar dan salah serta penting dan tidak penting (Steinberg, 2002). Kemandirian pada remaja dapat dilihat dari aspek-aspek kemandirian secara psikososial yaitu dilihat dari kemandirian emosi, kemandirian perilaku dan kemandirian nilai (Steinberg, 2002) Dimensi Kemandirian Menurut Steinberg (2002), ada tiga macam kemandirian yaitu: a. Emotional autonomy Emotional autonomy atau kemandirian emosional adalah dimensi yang berhubungan dengan perubahan keterikatan hubungan emosional remaja dengan orang lain. Kemandirian emosional didefinisikan sebagai kemampuan remaja untuk tidak bergantung terhadap dukungan emosional dari orangtua. Para remaja mengalami pergeseran dari tergantung pada orangtua untuk mendapatkan dukungan emosional sekarang berubah mendapat dukungan dari orang lain seperti dari teman-temannya. Perkembangan kemandirian emosional dimulai pada awal masa remaja dan ketergantungan emosional remaja terhadap orangtua akan menjadi berkurang pada masa remaja akhir. Munculnya kemandirian emosional bukan berarti munculnya pemberontakan remaja terhadap orangtua (Collins, 1990; Hill & Holmbeck, 1986; Steinberg, 1990 dalam Steinberg, 2002).

37 19 Silverberg & Steinberg (dalam Steinberg, 2002) mengungkapkan bahwa terdapat empat aspek kemandirian emosional yaitu sejauh mana remaja mampu untuk tidak memandang orangtua sebagai sosok yang ideal (deidealized), sejauh mana remaja mampu memandang orangtua sebagai orang dewasa pada umunya (parents as people), sejauh mana remaja bergantung pada kemampuannya sendiri tanpa mengharapkan bantuan dari orang lain (non dependency) dan sejauh mana remaja mampu melakukan individuasi dalam hubungannya dengan orangtua (Silverberg & Steinberg, dalam Steinberg, 2002). b. Behavioral autonomy Kemandirian perilaku (behavioral autonomy) adalah kemampuan dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan secara mandiri. Kemandirian perilaku mencakup kemampuan untuk meminta pendapat orang lain jika diperlukan sebagai dasar pengembangan alternatif pilihan, menimbang berbagai pilihan yang ada dan pada akhirnya mampu mengambil kesimpulan untuk suatu keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Melalui pertimbangan diri sendiri dan pedapat dari orang lain kemudian remaja mengambil keputusan secara mandiri bagaimana untuk bertindak (Hill & Holmbeck, 1986 dalam Steinberg, 2002). Terdapat tiga aspek kemandirian perilaku pada remaja. Pertama, memiliki kemampuan mengambil keputusan yang ditandai dengan menyadari adanya resiko dari tingkah lakunya, memilih alternatif pemecahan masalah yang didasarkan atas pertimbangan sendiri dan orang lain, bertanggung jawab

38 20 terhadap konsekuensi dari keputusan yang diambilnya. Kedua, individu yang memiliki kemandirian perilaku akan memiliki kekuatan terhadap pengaruh orang lain yang ditandai dengan tidak mudahnya terpengaruh dalam situasi yang menuntut konformitas, tidak mudah terpengaruh tekanan teman sebaya dan orangtua dalam mengambil keputusan, memasuki kelompok sosial tanpa tekanan. Ketiga, merasa percaya diri (self reliance) yang ditandai dengan merasa mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari di rumah dan di sekolah, merasa mampu memenuhi tanggung jawab di rumah dan di sekolah, merasa mampu mengatasi masalahnya sendiri, berani dalam mengemukakan ide dan gagasan. c. Value autonomy Rest (dalam Steinberg, 2002) mengungkapkan bahwa kemandirian nilai berkembang selama masa remaja akhir. Kemandirian nilai adalah kemampuan memiliki sikap independen dan keyakinan tentang spiritualitas, politik, dan moral. Kemampuan remaja untuk berpikir secara abstrak membantu mereka melihat perbedaan antara situasi umum dan khusus, serta membuat penilaian menggunakan higher order thinking. Pada value autonomy ini remaja mengambil waktu untuk mempertimbangkan sistem nilai pribadi mereka. Dengan cara ini, remaja membuat kesimpulan secara mandiri tentang nilai mereka, bukan hanya menerima dan mengikuti nilai-nilai dari orangtua atau figur otoritas. Steinberg (2002) mengungkapkan tiga aspek dalam kemandirian nilai yaitu sebagai berikut:

39 21 1. Kemampuan dalam berpikir abstrak dalam memandang suatu masalah (abstract belief). Perilaku yang dapat dilihat adalah remaja mampu menimbang berbagai kemungkinan dalam bidang nilai. 2. Memiliki keyakinan yang berakar pada prinsip-prinsip umum yang memiliki dasar ideologi (principled belief). Perilaku yang dapat dilihat adalah remaja berpikir dan bertindak sesuai dengan prinsip yang dapat dipertanggungjawabkan dalam bidang nilai. 3. Memiliki keyakinan mengenai nilai-nilainya sendiri, bukan hanya karena sistem nilai yang disampaikan oleh orangtua atau figur otoritas lainnya (independent belief). Perilaku yang dapat dilihat adalah remaja mengevaluasi kembali keyakinan akan nilainya sendiri, berpikir sesuai dengan keyakinan dan nilainya sendiri, dan bertingkah laku sesuai dengan keyakinan dan nilainya sendiri Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Kemandirian yang dimiliki oleh seseorang, tidak semata-mata merupakan bawaan sejak lahir namun merupakan hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kemandirian, yaitu sebagai berikut (Steinberg, 2002): a. Gen Sifat kemandirian dari orangtua dapat diturunkan pada anak tetapi hal ini masih menjadi perdebatan karena sebenarnya bukan diuturunkan melainkan didapat dari polah asuh orangtua.

40 22 b. Sistem pendidikan di sekolah Pendidikan yang cenderung mengembangkan demokrasi dan menekankan penghargaan terhadap potensi anak didik maka akan menstimulasi perkembangan kemandirian anak. Lain hal dengan pendidikan yang menekankan pemberian hukuman maka akan menghambat perkembangan kemandirian anak. c. Sistem kehidupan di masyarakat Lingkungan masyarakat yang menghargai potensi dan tidak begitu menekankan hirarki struktur sosial akan mendorong perkembangan kemandirian remaja. d. Pola asuh orangtua Pilihan cara pengasuhan dari orangtua pada anak mempengaruhi kemandirian anak. Apabila orangtua memberikan suasana keluarga yang nyaman dan aman dalam berinteraksi maka perkembangan kemandirian anak akan lancar. Namun, pola asuh dari orangtua yang memiliki anak tunggal cenderung mengontrol anak mereka sepanjang hidup mereka (Eccles, dkk., 1991). Pola asuh tersebut dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan intelektual anak yang pada akhirnya mempengaruhi kemandirian anak mereka apabila anak tidak mampu melepaskan diri dari kekuatan otoritas (Eccles, dkk., 1991; Hartono, 2006). Ketidakmampuan anak melepaskan diri dari kekuatan otoritas atau tunduknya anak pada kekuatan otoritas adalah salah satu indikator kepatuhan.

41 Persepsi Pola Asuh Persepsi Persepsi adalah interpretasi tentang apa yang diindrakan atau dirasakan. Kemampuan mengaitkan dan mengintegrasikan informasi atas dua atau lebihh pengalaman sensoris (Santrock, 2008). Persepsi adalah pengalaman mengenai objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah pemberian makna pada stimuli inderawi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori (Desideranto, 1976 dalam Rakhmat, 2003) Pengertian Pola Asuh Baumrind (1991, dalam Uredi, 2008) mengartikan pola asuh sebagai aktivitas kompleks yang termasuk banyak perilaku tertentu yang secara individu maupun bersama kemudian mempengaruhi perkembangan anak. Baumrind (1971, 1991, dalam Papalia, 2008; Santrock, 2002) mengidentifikasikan tiga bentuk gaya pengasuhan yaitu otoriter, permisif, dan demokratis Tipe Pola Asuh Baumrind (1971, dalam Santrock, 2002) menekankan tiga tipe pola asuh yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam perilaku sosial anak yaitu otoriter, permisif, dan demokratis. Kemudian para ahli psikologi perkembangan berpendapat bahwa pengasuhan anak yang permisif terjadi dalam dua bentuk yaitu

42 24 permissive-indulgent dan permissive-indifferent (Santrock, 2002). Namun dalam laporan yang dibuat oleh Baumrind hanya disebutkan tiga bentuk pengasuhan yaitu sebagai berikut (Papalia, 2008): a. Otoriter Gaya pengasuhan yang membatasi, menghukum dan menuntut anak untuk mengikuti perintah orangtua, atau cenderung menggunakan disiplin yang keras. Orangtua dengan pengasuhan ini cenderung lebih mengendalikan, membentuk, mengontrol dan mengevaluasi sikap dan perilaku anak apakah sesuai dengan standar yang diberikan oleh orangtua atau tidak (Baumrind, 1966). Mereka tidak memberikan kesempatan anaknya untuk berdiskusi tentang aturan yang diberikan, melainkan sudah menjadi sebuah standar dan tidak dapat ditentang. Akibatnya remaja yang terbentuk menjadi memiliki sikap pemberontak, agresif dan bergantung pada orangtuanya (Baumrind, 1971, 1991, dalam Kopko, 2007). b. Permisif Gaya pengasuhan yang sering dinamakan serba boleh, orangtua jarang memberikan larangan atas keinginan anak dan orangtua memberikan kebebasan kepada anaknya. Mereka memanjakan dan cenderung pasif dalam hal mengasuh anak. Selain itu, orangtua juga jarang menuntut dan menghukum anak, kurang menanamkan sikap disiplin pada anak, terlalu membebaskan anak untuk menentukan keinginan dan keputusan apa yang akan dipilih dan dilakukan sehingga orangtua terlihat tidak aktif dalam membantu pembentukan remajanya. Akibatnya adalah anak hanya mengenal

43 25 sedikit batasan dan aturan, sulit mengontrol dirinya dan memiliki kecenderungan menjadi egosentris yang mungkin akan mengganggu perkembangannya yang berhubungan dengan teman sebaya (Baumrind, 1971, 1991, dalam Kopko, 2007). c. Demokratis Gaya pengasuhan yang mengarahkan kegiatan anak, mendorong anak agar dapat ma ndiri namun masih menetapkan batasan dan pengendalian atas tindakan mereka serta mendidik untuk dapat menjadi pendengar dan bersedia mempertimbangkan apa yang dipikirkan remaja, sehingga anak diberikan kesempatan untuk dapat berdiskusi. Akibatnya anak akan cenderung lebih mandiri, bertanggung jawab dan kompeten dalam hal sosial (Baumrind, 1971, 1991, dalam Kopko, 2007) Hubungan Antara Kemandirian Remaja yang Berstatus sebagai Anak Tunggal dengan Persepsi Pola Asuh Orangtua Banyak anggapan negatif mengenai anak tunggal yang muncul dari masyarakat umum. Mereka beranggapan bahwa anak tunggal bersifat manja, agresif, bossy dan sulit menyesuaikan diri (Anna, 2010). Selain itu juga ada yang beranggapan bahwa anak tunggal merupakan anak yang mudah iri, egois, egosentris, bergantung, agresif, mendominasi, dan argumentatif. Anak tunggal kurang baik juga dalam bekerja sama, mengembangkan perasaan dan minat sosial, memiliki harapan untuk dimanjakan dan dilindungi oleh orang lain (Anna, 2010).

44 26 Contoh kasus dalam kehidupan sehari-hari juga menunjukkan bahwa anak tunggal kesulitan untuk mampu hidup secara mandiri dan lepas dari orangtua. Seorang ibu secara pribadi berkonsultasi kepada salah satu psikolog mengenai anak tunggalnya yang berusia 22 tahun namun memilih untuk berhenti kuliah di luar kota karena merasa tidak mampu untuk hidup secara terpisah dengan ibunya serta menurut ibunya, anak tersebut masih kekakanak-kanakan (Rustika, 2004). Seperti yang diungkapkan Adler (1920) dalam Hadibroto (2002) yaitu bahwa anak tunggal memiliki kesulitan untuk melakukan setiap aktivitas secara bebas yang berhubungan dengan orang lain karena memiliki harapan dimanjakan dan dilindungi oleh orang lain. Anak tunggal cenderung mendapatkan kasih sayang dan dijadikan pusat perhatian sepanjang hidup mereka oleh orangtua (Falbo & Polit dalam Papalia, 2008). Perhatian dan kasih sayang yang berlebihan dan intensif dari orangtua juga dapat berakibat buruk bagi anak yaitu menyebabkan anak menjadi egosentris, manja, egosi dan tumbuh menjadi individu yang tidak mandiri (Falbo & Polit dalam Papalia, 2008). Kurangnya kemandirian pada anak tunggal akan menjadi masalah ketika anak tersebut memasuki masa remaja. Masa remaja adalah masa mencari identitas diri (Hurlock, 1999). Salah satu tugas remaja adalah mencari kemandirian enosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya. Remaja kemudian diharapkan dapat melepaskan diri dari sifat kekanak-kanakannya dan mampu melakukan sesuatu serta mengambil keputussan sendiri (Havighurst dalam Hurlock, 1999; Ali, dkk., 2010). Salah satu aspek dari kemandirian adalah kemandirian tingkah laku yaitu kemampuan individu dalam mengambil keputusannya secara bebas namun apabila

45 27 individu memiliki kepatuhan terhadap figur otoritas maka individu tersebut tidak dapat mengambil keputusannya secara bebas (Hartono, 2006). Pilihan cara pengasuhan dari orangtua pada anak juga mempengaruhi kemandirian anak. Apabila orangtua memberikan suasana keluarga yang nyaman dan aman dalam berinteraksi maka perkembangan kemandirian anak akan lancar (Steinberg, 2002). Namun apabila orangtua menjadi figur otoritas yang mengatur setiap perilaku anak mereka maka anak akan berkembang menjadi individu yang tidak mandiri. Dalam penelitian yang dilakukan oleh seorang psikolog bernama C. Kagitcibasi (1984) dalam Sarwono (2007) yang meneliti orangtua dari seluruh dunia menunjukkan bawa ibu dari suku Jawa (88%) dan Sunda (81%) mengharapkan anak mereka untuk menuruti orangtuanya. Ayah dari suku Jawa (85%) dan Sunda (76%) juga memiliki harapan yang sama pada anak mereka. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Eccless, dkk. (1991) yang mengatakan bahwa pola asuh orangtua yang memiliki anak tunggal cenderung mengontrol dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan intelektual anak yang pada akhirnya mempengaruhi kemandirian anak apabila anak tidak mampu melepaskan diri dari orangtua. orangtua yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan mengarahkan anak untuk mandiri (Steinberg, 2002). Kepribadian dan perilaku remaja akan terbentuk berdasarkan apa yang ditanamkan orangtua melalui pola asuh. Oleh karena itu, pola asuh yang diberikan orangtua menjadi faktor yang penting dalam membentuk kemandirian remaja baik secara emosional, perilaku maupun nilai (Steinberg, 2002).

46 Kerangka Konseptual Pola Asuh Orangtua Status Remaja sebagai Anak Tunggal Otoriter Permisif Otoritatif Kemandirian Emotional autonomy (kemandirian emosional Behavioural autonomy (kemandirian perilaku) Value autonomy (kemandirian nilai) Keterangan: Hubungan Variabel yang diuji Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

47 Hipotesis Ada perbedaan kemandirian pada remaja yang berstatus sebagai anak tunggal ditinjau dari persepsi pola asuh orangtua.

48 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian dengan menggunakan data kuantitatif. Penelitian kuantitatif menekankan analisisnya pada data yang berupa angka dan diolah dengan menggunakan metode statistika (Neuman, 2007; Azwar, 2011). Menurut tujuannya, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian explanatory yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan perbedaan pada variabel tergantung yaitu kemandirian remaja yang berstatus sebagai anak tunggal jiika ditinjau dari persepsinya terhadap pola asuh (Goodwin, 2010). Teknik pengumpumpulan data pada penelitian kuantitatif terdiri dari eksperimen, survey dan content analysis (Neuman, 2007). Berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan, penelitian ini merupakan penelitian survey yaitu mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok dari responden penelitian mengenai keyakinan, perilaku, opini dan karakteristik yang dimiliki (Singarimbun & Effendi, 1992; Neuman, 2007). Berdasarkan tempatnya maka penelitian ini merupakan penelitian lapangan. 30

49 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu sifat yang dapat memiliki macam-macam nilai, atau seringkali diartikan dengan variabel yang memiliki bilangan atau nilai (Kerlinger, 2000). Variabel merupakan ide pusat dalam penelitian kuantitatif dan variabel merupakan variasi dari konsep (Neuman, 2007). Variabel penelitian juga seringkali dikatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa yang diteliti. Variabel penelitian ditentukan oleh tujuan penelitian, landasan teori dan hipotesis. Terdapat dua macam variabel yang diungkapkan oleh Neuman (2007) yaitu variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat). Penelitian ini memiliki variabel bebas dan variabel terikat yang diukur, yaitu sebagai berikut: a. Variabel Bebas (X) Variabel bebas atau independen adalah variabel yang menjadi penyebab muncul atau berubahnya variabel terikat (Sugiyono, 2010). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah persepsi terhadap pola asuh. b. Variabel Terikat (Y) Variabel terikat atau dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat dari adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemandirian. Hubungan antar variabel dapat digambarkan sebagai berikut:

50 32 Variabel Bebas (X) Pola suh Otoriter Permisif Variabel Terikat ( Y) Kemandirian Demokratis Gambar 3.1. Identifikasi Variabel Penelitian 3.3. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional secara umum merupakan petunjuk pelaksanaan yaitu bagaimana cara mengukur suatu variabel (Singarimbun & Effendi, 1992). Definisi operasional merupakan arti yang melekat pada suatu konstruk atau variabel dengan cara menetapkan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau variabel tersebut (Kerlinger, 2000). Fungsi dari definisi operasional adalah membatasi arti pada suatu variabel dengan menunjukkan cara mengukur variabel tersebut (Kerlinger, 2000). Defini operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Persepsi Pola asuh Pola asuh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana remaja dapat menilai sikap yang diberikan oleh orangtua dalam proses pengasuhan yang diberikan. Pola asuh yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan klasifikasi menurut Baumrind (1991) yaitu sebagai berikut:

51 33 1. Otoriter Digunakan untuk mengukur gaya pengasuhan yang cenderung memerintah, membatasi dan memberikan hukuman apabila anak tidak mengikuti perintah orangtua, memiliki kontrol yang kuat, sikap yang kaku antara orangtua dan anak. Indikator dalam dimensi ini yaitu: a. Bersikap emosional dan cenderung menggunakan hukuman b. Memiliki kontrol yang tinggi dan bersikap kaku c. Bersikap mengomando atau memerintah anak 2. Permisif Digunakan untuk mengukur gaya pengasuhan yang cenderung melepaskan anak untuk mengambil keputusan ataupun tindakan sendiri, tidak terlalu banyak larangan dari orangtua, dan jarang memberikan hukuman atau tuntutan kepada anak. Indikator dalam dimensi ini adalah sebagai berikut: a. Memiliki kontrol yang rendah terhadap anak b. Memiliki bimbingan yang rendah terhadap anak c. Kurang menekankan tanggung jawab kepada anak 3. Demokratis Digunakan untuk mengukur gaya pengasuhan yang cenderung mendorong anak untuk lebih mandiri namun bertanggung jawab, ada kerjasama antara anak dan orangtua, ada rasa saling enerima satu sama lain, penerapan disiplin, tidak ada tuntutan dari orangtua, dan adanya komunikasi yang terjalin dengan baik. Indikator dari dimensi ini adalah sebagai berikut: a. Adanya penerimaan terhadap anak

52 34 b. Bersikap responsif terhadap anak c. Adanya hubungan yang harmonis antara anak dan orangtua Skor persepsi terhadap pola asuh memiliki rentang jawaban yang berkisar dari satu hingga lima. Semakin tinggi skor persepsi terhadap pola asuh tertentu yang diperoleh menunjukkan bahwa individu memiliki persepsi terhadap gaya pengasuhan tersebut terhadap orangtuanya Kemandirian Definisi kemandirian secara operasional adalah kemampuan individu dalam berpikir, berperilaku dan menentukan tindakan sesuai dengan kemampuannya sendiri tanpa mengandalkan orang lain. Kemandirian pada remaja yang berstatus sebagai anak tunggal akan diungkap dengan menggunakan skala kemandirian yang disusun berdasarkan aspek-aspek kemandirian yang dikemukakan oleh Steinberg (2002) yaitu sebagai berikut: 1. Kemandirian emosional digunakan untuk mengukur kemampuan individu dalam memandang orangtua sebagai orang dewasa pada umunya (parents as people), tidak memandang orangtua sebagai sosok yang ideal (de-idealized), bergantung pada kemampuannya sendiri tanpa mengharapkan bantuan dari orang lain (non dependency) dan melakukan individuasi dalam hubungannya dengan orangtua. Skor yang tinggi pada aspek ini menunjukkan semakin tinggi kemampuan individu melakukan de-idealized terhadap orangtua, kemampuan memandang orangtua sebagai orang dewasa pada umunya (parents as people), kemampuan bergantung pada kemampuannya sendiri

53 35 tanpa mengharapkan bantuan dari orang lain (non dependency) dan kemampuan dalam melakukan individuasi dalam hubungannya dengan orangtua. 2. Kemandirian Perilaku digunakan untuk mengukur kemampuan individu dalam mengambil keputusan secara mandiri, memiliki kekuatan terhadap pengaruh orang lain, merasa percaya diri (self reliance). Skor yang tinggi pada aspek ini menunjukkan semakin mampu individu dalam mengambil keputusan secara mandiri, memiliki kekuatan terhadap pengaruh orang lain dan semakin percaya diri. 3. Kemandirian Nilai digunakan untuk kemampuan remaja untuk berpikir abstrak dalam memandang suatu masalah (abstract belief), memiliki keyakinan yang berakar pada prinsip-prinsip umum yang memiliki dasar ideologi (principled belief), memiliki keyakinan mengenai nilai-nilainya sendiri, bukan hanya karena sistem nilai yang disampaikan oleh orangtua atau figur otoritas lainnya (independent belief). Skor yang tinggi dalam aspek ini menunjukkan bahwa individu dalam berpikir abstrak untuk memandang suatu masalah, semakin memiliki keyakinan yang berakar pada prinsip umum yang memiliki dasar ideologi dan semakin tidak terpengaruh mengenai nilai dari figur otoritas namun memiliki nilainya sendiri. Skala kemandirian memiliki rentang skor yang berkisar dari satu hingga lima. Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan bahwa individu semakin mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain. Namun sebaliknya, semakin

54 36 rendah skor yang diperoleh menunjukkan bahwa individu semakin tidak mandiri dan bergantung pada orang lain Subjek Peneltian Populasi Populasi adalah keseluruhan penduduk yang dimaksudkan untuk kemudian diselidiki (Hadi, 2004). Menurut Sugiyono (2010) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini maka peneliti memutuskan beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi populasi dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Remaja yang berusia antara tahun 2. Remaja yang berstatus sebagai anak tunggal Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang merupakan subjek penelitian yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan populasi (Hadi, 2004). Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel dengan teknik non-probability sampling, yaitu teknik yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama besar bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Penggunaan teknik ini didasarkan atas jumlah populasi belum diketahui secara

55 37 pasti dan penulis tidak memiliki data pasti mengenai ukuran populasi dan informasi yang lengkap tentang setiap elemen populasi (Neuman, 2007). Dalam penelitian ini, metode yang pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu (Hadi, 2004). Penulis menggunakan teknik purposive sampling karena subjek yang diteliti merupakan populasi khusus yaitu remaja akhir yang berstatus sebagai anak tunggal. Berdasarkan hal di atas maka penulis telah menentukan karakteristikkarakterisktik sampel yang harus dipenuhi untuk menjadi sampel dalam penelitian ini Teknik Pengumpulan Data Setelah menentukan subjek penelitian maka peneliti harus melakukan pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah teknik survey dengan menggunakan kuisioner yaitu dengan memberikan beberapa pertanyaan maupun pernyataan tertulis pada subjek penelitian (Sugiyono, 2010). Penulis memilih teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner karena teknik ini dinilai tepat digunakan untuk jumlah subjek penelitian yang besar dan tersebar di wilayah yang cukup luas (Sugiyono, 2010). Kuisioner nantinnya akan diisi oleh subjek penelitian dan setelah dikembalikan kepada penulis maka akan dilakukan proses selanjutnya yaitu mengolah data untuk kemudian dianalisis. Analisis data kuantitatif dilandaskan

56 38 pada hasil kuisioner yang diterjemahkan dalam bentuk angka, tabel, analisa statistik, uraian dan kesimpulan hasil penelitian. Penelitian ini menggunakan dua skala dalam bentuk kuisioner, yaitu skala untuk mengukur persepsi terhadap poal asuh dan skala untuk mengukur kemandirian Skala Kemandirian Alat ukur yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur kemandirian adalah skala yang disusun dan dikembangkan sendiri oleh peneliti yang disusun berdasarkan aspek-aspek kemandirian yang dikemukakan oleh Steinberg (2002). Berikut merupakan dimensi kemandirian yang dikemukakan oleh Steinberg (2002): 1. Emotional autonomy (kemandirian emosional) 2. Behaviour autonomy (kemandirian perilaku) 3. Value autonomy (kemandirian nilai) Dimensi kemandirian tersebut kemudian dinyatakan dalam bentuk skala likert. Penskalaan model Likert merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar, 2011). Dalam melakukan penskalaan dengan metode ini, sejumlah pernyataan sikap telah ditulis berdasarkan kaidah penulisan pernyataan dan didasarkan pada rancangan skala yang telah ditetapkan. Responden akan diminta untuk menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap isi pernyataan dalam lima macam kategori jawaban (Azwar, 2011). Nilai skala pada setiap

57 39 pernyataan ditentukan oleh distribusi respons yang bergerak dari Sangat Tidak setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Netral (N), Setuju (S), hingga Sangat Setuju (SS). Prosedur penskalaan dengan metode rating yang dijumlahkan didasari oleh dua asumsi, yaitu: 1. Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai pernyataan yang favorable (aitem yang mendukung konstruk yang akan diukur) atau pernyataan yang unfavorable (aitem yang tidak mendukung konstruk yang akam diukur). 2. Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap negatif. Sehingga dengan demikian skoring yang akan digunakan untuk skala ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Skoring Skala Favorable Kemandirian Favorable STS TS N S SS Penilaian/Skoring Tabel 3.2. Skoring Skala Unfavorable Kemandirian Unfavorable STS TS N S SS Penilaian/Skoring jelasnya: Berikut merupakan blueprint penyusunan skala kemandirian untuk lebih

58 40 Tabel 3.3. Blueprint Skala Kemandirian (Sebelum Uji Coba) No. Dimensi Kemandirian 1 Emotional autonomy (kemandirian emosi) 2 Behaviour autonomy (kemandirian perilaku) 3 Value autonomy (kemandirian nilai) Indikator Nomor Aitem Total F UF a. Kemampuan remaja untuk 1, 2 17, 11 4 tidak memandang orangtua sebagai sosok yang ideal (de-ideazlized) b. Kemampuan remaja 3, 12 4, 13 4 memandang orangtua sebagaimana orang lain pada umumnya (parents as people) c. Percaya pada 5, 6, 7, 14 5 kemampuannya sendiri 18 dibandingkan harus meminta bantuan dari oranglain (nondependency) d. Memiliki derajat 8, 9, 10, 16 5 individuasi dalam 15 hubungan dengan orangtua (individuated) a. Kemampuan dalam 19, 30 4 pengambilan keputusan 20, 26 b. Memiliki kekuatan 21, 27 22, 28 4 terhadap pengaruh pihak lain c. Memiliki rasa percaya diri 23, 24 25, 29 4 (self reliance) a. Kemampuan berpikir abstrak dalam memandang masalah (abstract belief) b. Keyakinan berakar pada prinsip umum yang memiliki dasar ideologi (principled belief) c. Individu yakin terhadap nilainya sendiri, bukan karena sistem nilai dari orangtua atau figur otoritas (independent belief) 31, 41 32, , 34, 44 37, 38, 40 35, 36, 45 39, 43, 46 TOTAL

59 Skala Persepsi Pola Asuh Alat ukur yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur persepsi terhadap pola asuh adalah skala yang disusun dan dikembangkan sendiri oleh peneliti yang disusun berdasarkan teori yang dimiliki oleh Baumrind (1971, dalam Santrock, 2002). Berikut merupakan dimensi pola asuh yang dikemukakan: 1. Otoriter 2. Permisif 3. Otoritatif Aspek-aspek persepsi terhadap pola asuh tersebut kemudian dinyatakan dalam bentuk skala likert. Penskalaan model Likert merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar, 2011). Dalam melakukan penskalaan dengan metode ini, sejumlah pernyataan sikap telah ditulis berdasarkan kaidah penulisan pernyataan dan didasarkan pada rancangan skala yang telah ditetapkan. Responden akan diminta untuk menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap isi pernyataan dalam lima macam kategori jawaban (Azwar, 2011). Nilai skala pada setiap pernyataan ditentukan oleh distribusi respons yang bergerak dari Sangat Tidak setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Netral (N), Setuju (S), hingga Sangat Setuju (SS). Prosedur penskalaan dengan metode rating yang dijumlahkan didasari oleh dua asumsi, yaitu: 1. Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai pernyataan yang favorable (aitem yang mendukung konstruk yang akan diukur) atau

60 42 pernyataan yang unfavorable (aitem yang tidak mendukung konstruk yang akam diukur). 2. Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap negatif. Sehingga dengan demikian skoring yang akan digunakan untuk skala ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.4. Skoring Skala Favorable Persepsi Pola asuh Favorable STS TS N S SS Penilaian/Skoring Tabel 3.5. Skoring Skala Unfavorable Persepsi Pola asuh Unfavorable STS TS N S SS Penilaian/Skoring jelasnya Berikut merupakan blueprint penyusunan skala pola asuh untuk lebih Tabel 3.6. Blueprint Skala Persepsi Pola Asuh (Sebelum Uji Coba) No. Dimensi Indikator Nomor Aitem Total Pola Asuh F UF 1 Otoriter a. Bersikap emosional dan 1, 37, 2, 23 5 cenderung menggunakan 46 hukuman b. Memiliki kontrol yang tinggi dan bersikap kaku 3, 24 4, 25, 26 5 c. Bersikap mengomando atau memerintah anak 2 Permisif a. Memiliki kontrol yang rendah terhadap anak b. Memiliki bimbingan yang rendah terhadap anak 5, 6, 27 7, , 28 9, 10, 29 11, 30 12, 39,

61 43 No. Dimensi Pola Asuh Indikator Nomor Aitem Total F UF c. Kurang menekankan 13, 41, 14, 31 5 tanggung jawab kepada anak 42 3 Otoritatif a. Adanya penerimaan terhadap anak b. Bersikap responsif terhadap anak c. Adanya hubungan yang harmonis antara anak dengan orangtua 15, 32, 43 17, 34, 44 20, 21, 35, 45 16, , , 36 6 TOTAL Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Akurasi atau keakuratan data hasil penelitian sangatlah penting untuk memberikan informasi ilmiah, maka instrumen harus diuji terlebih dahulu. Data hasil uji coba instrumen perlu dilakukan analisis kevalidan butir (item) atau uji validitas. Data hasil uji coba yang itemnya sahih (valid) diuji kembali dengan uji realibilitas instrumen Validitas Alat Ukur Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur tersebut dapat mengukur apa yang ingin diukur (Singarimbun & Effendi, 1992; Azwar, 2011). Pengujian terhadap validitas kemudian bertujuan untuk mengetahui apakah suatu skala dapat menghasilkan data yang tepat dan sesuai dengan tujuan pengukurannya (Azwar, 2011). Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity), yaitu validitas yang digunakan untuk melihat relevansi aitem dengan indikator dan tujuan pengukuran. Validitas isi juga digunakan untuk

62 44 melihat kesesuaian aitem dengan kaidah-kaidah penulisan skala yang baik dan benar (Azwar, 2011). Validitas isi adalah validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan cara analisis rasional atau melalui professional judgement (Azwar, 2011). Professional judgement yang dilakukan penulis menggunakan bantuan dari dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya yang dianggap peneliti memiliki pemahaman mengenai konsep dalam penelitian ini. Saran dan masukan yang diberikan oleh professional judgement selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan terhadap aitem yang dinilai kurang sesuai serta siap untuk dilakukan uji terpakai serta dianalisis. Berikut ringkasan dari saran dan kritik yang diberikan professional judgement: Professional Judgement Prof. Dr. M. Tairas, MA Dr. Dewi Retno S, M.Psi, psikolog Dr. Wiwin Hendriani Dr. Primatia Yogi Wulandari, M.Psi Tabel 3.7. Professional Judgement Kritik dan Saran 1. Perhatikan susuan kalimat untuk penegasan yang dimaksud 2. Untuk jumlah pertamyaan tiap dimensi tidak terlalu beda jumlah aitem 3. Pertanyaan-pertanyaan perlu kalimat aktif sesuai dengan apa yang diharapkan/ diprediksi peneliti 1. Aitem yang ada sesuaikan dengan subyeknya karena beberapa aitem tertulis mahasiswa, organisasi, panitia. Karena tidak semua menjadi panitia/mahasiswa 2. Tolong ditinjau lagi untuk kuisioner pola asuh. Karena tentunya indikator tidak bisa diturunkan dari definisi pola asuhnya. 1. Untuk skala kemandirian perbaiki aitem-aitem yang diberi tanda tanya, karena belum sesuai dengan definisi indikator yang akan diukur 2. Untuk skala pola asuh, tepatkah menyusun aitem berdasarkan tipe? Jika memang demikian bagaimana skoringnya? 1. Ada beberapa aitem yang sama dan kalimatnya tidak baku

63 45 Setelah mendapatkan kritik dan saran dari professional judgement, peneliti kemudian melakukan revisi terhadap alat ukur sesuai dengan saran maupun kritik yang diberikan. Setelah alat ukur direvisi, peneliti kemudian melakukan uji coba. Uji coba yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji coba terpakai yaitu hasil uji coba langsung digunakan untuk menguji hipotesis penelitian dan data dari aitem yang valid digunakan untuk analisis data (Hadi, 2004). Penelit menggunakan uji coba terpakai karena subjek penelitian merupakan populasi khusus dengan jumlah yang terbatas. Peneliti khawatir apabila melakukan uji coa terlebih dahulu maka peneliti akan kesulitan menemukan subjek penelitian yang sebenarnya. Uji terpakai memiliki kekurangan maupun kelebihan. Kekurangan dari menggunakan uji terpakai adalah banyaknya aitem-aitem yang gugur dan terlalu sedikit aitm yang bertahan maka peneliti tidak lagi memiliki kesempatan untuk melakukan revisi terhadap instrumen atau kuisionernya. Kelebihan dari menggunakan uji terpakai adalah peneliti tidak perlu membuang waktu, tenaga, dan biaya untuk keperluan uji coba (Hadi, 2004) Reliabilitas Alat Ukur Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran tersebut diulangi dua kali atau lebih (Singarimbun & Effendi, 1992). Hal senada juga diungkapkan oleh Azwar (2011) yang menyatakan bahwa reliabiitas merupakan keajegan atau konsistensi yang dapat menunjukkan sejauh mana pengukuran dapat dipercaya.

64 46 Hal ini dapat ditunjukkan dengan taraf konsistensi yang didapat dari subjek yang diukur dengan alat ukur yang sama. Dikatakan relatif sama berarti tetap ada toleransi terhadap perubahan kecil diantara hasil pengukuran. Namun apabila perbedaan tersebut sudah cukup besar, maka suatu pengukuran tidak dapat lagi dikatakan reliabel. (Azwar, 2011). Tinggi rendahnya nilai reliabilitas dapat dilihat dari angka koefisien reliabilitas. Suatu alat ukur dapat dikatakan reliabel apabila koefisien reliabilitas 0,5 dan jika nilai < 0,5 maka artinya alat ukur tersebut tidak reliabel. Reliabilitas dalam penelitian ini dinyatakan dalam bentuk koefisien reliabilitas (r xy ) dengan rentang koefisiennya berkisar mulai dari 0 hingga 1. Semakin mendekati angka 1 maka semakin tinggi reliabilitas dan semakin mendekati angka 0 maka semakin rendah reliabilitas (Azwar, 2011). Sebagai kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem-total maka digunakan koefisien korelasi aitem-total (r ix ) sebesar 0,23 sebagai patokan. Apabila suatu aitem memiliki nilai r ix kurang dari 0,23 maka dapat dikatakan aitem tersebut memiliki daya diskriminasi yang rendah. Koefisien reliabilitas penelitian ini dihitung dengan menggunakan statistik konsistemsi internal dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Statistik ini digunakan untuk mengukur skor penyimpangan yang terjadi dengan bantuan program statistik SPSS 16.0 for Windows Reliabilitas Skala Persepsi Pola asuh Hasil uji reliabilitas skala pola asuh saat diberikan kepada 62 subjek adalah sebagai berikut:

65 47 Tabel 3.8. Reliabilitas Persepsi Pola Asuh Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha N of Items Based on Standardized Items Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa koefisien Cronbach s Alpha adalah 0,918. Skor ini didapatkan setelah dilakukan dua kali pengurangan aitem dikarenakan terdapat nilai negatif dan dibawah 0,23. Aitem awal adalah sebanyak 46 aitem namun setelah dilakukan uji reliabilitas maka hanya tersisa 19 aitem dan 27 aitem lainnya harus digugurkan. Berikut ini adalah blueprint skala pola asuh setelah dilakukan uji coba dan seleksi aitem berdasarkan nilai korelasi antar aitem: Tabel 3.9. Blueprint Akhir Skala Persepsi Pola Asuh No. Dimensi Indikator Nomor Aitem Total Pola Asuh F UF 1 Otoriter a. Bersikap emosional dan 0 1, 7 2 cenderung menggunakan hukuman b. Memiliki kontrol yang tinggi dan bersikap kaku 0 8,9 2 c. Bersikap mengomando atau memerintah anak 2 Permisif a. Memiliki kontrol yang rendah terhadap anak b. Memiliki bimbingan yang rendah terhadap anak c. Kurang menekankan tanggung jawab kepada anak , Otoritatif a. Adanya penerimaan terhadap anak 3, 11,

66 48 No. Dimensi Pola Asuh Indikator Nomor Aitem Total F UF b. Bersikap responsif terhadap 4, 12, 0 3 anak 18 c. Adanya hubungan yang 5, 6, 0 4 harmonis antara anak dengan 13, 19 orangtua TOTAL Reliabilitas Skala Kemandirian Hasil uji reliabilitas skala kemandirian adalah sebagai berikut: Tabel Reliabilitas Skala Kemandirian Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha N of Items Based on Standardized Items Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa koefisien Cronbach s Alpha adalah 0,810. Skor ini didapatkan setelah dilakukan dua kali pengurangan aitem dikarenakan terdapat aitem yang nilainya dibawah 0.23 dan negatif. Aitem awal adalah sebanyak 46 aitem namun setelah dilakukan uji reliabilitas maka tersisa 26 aitem dan 20 aitem yang harus digugurkan. Berikut ini adalah blueprint skala kemandirian setelah dilakukan uji coba yaitu sebagai berikut: No. Dimensi Kemandirian 1 Emotional autonomy (kemandirian emosi) Tabel Blueprint Skala Akhir Kemandirian Indikator Nomor Aitem Total F UF a. Kemampuan remaja untuk tidak memandang orangtua sebagai sosok yang ideal (de-ideazlized)

67 49 No. Dimensi Kemandirian 2 Behaviour autonomy (kemandirian perilaku) 3 Value autonomy (kemandirian nilai) Indikator Nomor Aitem Total F UF b. Kemampuan remaja memandang orangtua sebagaimana orang lain pada umumnya (parents as people) c. Percaya pada 2, kemampuannya sendiri dibandingkan harus meminta bantuan dari oranglain (nondependency) d. Memiliki derajat individuasi dalam hubungan dengan orangtua (individuated) a. Kemampuan dalam pengambilan keputusan b. Memiliki kekuatan terhadap pengaruh pihak lain c. Memiliki rasa percaya diri (self reliance) a. Kemampuan berpikir abstrak dalam memandang masalah (abstract belief) , , 14 9, , 11 12, , 24 19, 25 4 b. Keyakinan berakar pada 20 21, 26 3 prinsip umum yang memiliki dasar ideologi (principled belief) c. Individu yakin terhadap 22, nilainya sendiri, bukan karena sistem nilai dari orangtua atau figur otoritas (independent belief) TOTAL Analisis Data Pada saat semua data telah terkumpul, kemudian dilakukan analisis terhadap data. Analisis data penelitian ini menggunakan statistik yaitu kumpulan metode yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan dari suatu data. Analisis data

68 50 merupakan hal yang penting untuk menjawab pertanyaan penelitian ilmiah (Silalahi, 2003). Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini merupakan statistik parametrik berupa uji perbedaan One-Way Between Group ANOVA. Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini data yang digunakan lolos uji asumsi normalitas dan homogenitas. Teknik analisa tersebut digunakan karena sampel diperoleh secara purposive sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel secara non probability sampling. Penulis menggunakan program statistik SPSS for Windows untuk membantu perhitungan analisis data. Teknik analisis ini ditujukan untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian ditolak atau diterima, maka perlu dilakukan perbandingan nilai taraf signifikansi. Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria sebagai berikut: 1. Jika taraf signifikansi > 0,05 maka H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antar variabel yang diteliti. 2. Jika taraf signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antar variabel yang diteliti.

69 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah remaja yang berstatus sebagai anak tunggal. Berikut merupakan gambaran dari subjek penelitian: a. Remaja dengan rentang usia tahun b. Berstatus sebagai anak tunggal Sebagai gambaran subjek terkait dengan letak pengambilan data penelitian, subjek adalah remaja yang besrtatus sebagai anak tunggal yang tersebar di Surabaya dan Malang. Penulis dapat mengumpulkan 62 subjek penelitian yang bersedia mengisi kuisioner. Berikut adalah gambaran subjek penelitian yang dianalisis secara lebih terperinci: Tabel 4.1. Jumlah Subjek Berdasarkan Usia Kategori Usia (dalam tahun) Jumlah Subjek Persentase (%) , , , Jumlah Total Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kategori usia maka subjek penelitian didominasi oleh remaja dengan usia 21 tahun yaitu sejumlah 31 remaja atau 50% dari total subjek penelitian. Kemudian disusul oleh 51

70 52 remaja dengan usia 19 tahun yaitu sejumlah 12 remaja atau 19,35%. Remaja dengan usia 20 tahun yang bersedia menjadi subjek penelitian ini sebanyak 10 remaja atau 16,13%. Sedangkan jumlah subjek terendah terdapat pada subjek dengan usia 18 tahun yang hanya diwakili oleh 9 remaja atau sejumlah 14,52%. Sedangkan untuk deskripsi jumlah subjek berdasarkan jenis kelaminnya, penulis tampilkan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.2. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Subjek Persentase (%) Laki-laki 22 35,48 Perempuan 40 64,52 Jumlah Total Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa total remaja yang berstatus sebagai anak tunggal yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 62 remaja, dengan rincian 22 remaja laki-laki (35,48%) dan 40 remaja perempuan (64,52%). Hal ini menunjukkan bahwa subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini apabila ditinjau dari jenis kelaminnya lebih banyak subjek perempuan daripada laki-laki dengan selisih yang agak jauh Pelaksanaan Penelitian Persiapan Penelitian Dalam melakukan sebuah penelitian, penulis melakukan beberapa proses yang akan dilakukan sebelum melakukan pengambilan data di lapangan, diantaranya adalah sebagai berikut:

71 53 1. Penulis menentukan topik penelitian dengan membaca beberapa referensi terkait dengan bidang peminatan yang telah diambil untuk membuat proposal penelitian. 2. Penulis mengajukan proposal penelitian sebagai langkah awal yang harus dilakukan untuk mendapatkan dosen pembimbing. 3. Penulis mencari informasi lebih dalam mengenai topik yang telah diajukan dengan melakukan studi literatur melalui buku, jurnal, artikel, dan media massa untuk lebih memantapkan permasalahan yang akan dibahas pada topik penelitian yang telah diajukan. 4. Setelah penulis mendapatkan dosen pembimbing, kemudian penulis menemui untuk melakukan bimbingan sebagai usaha untuk memperoleh saran, kritik, masukan, serta informasi tambahan mengenai topik penelitian yang telah dipilih. 5. Penulis menentukan metode penelitian yang didasarkan atas kesesuaian antara tujuan penelitian yang telah ditentukan dengan metode penelitian yang akan digunakan. 6. Penulis menentukan subjek beserta teknik pengambilan sample. 7. Penulis kemudian menentukan teknik analisis yang disesuaikan atas pertimbangan variabel-variabel yang digunakan. 8. Penulis kemudian menyusun instrumen penelitian yang akan digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian. 9. Penulis melakukan uji validitas instrumen terhadap professional judgement.

72 Penulis membuat surat izin penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga kepada beberapa Universitas dan Perguruan Tinggi di Surabaya. 11. Penulis melaksanakan penelitian dengan menggunakan uji coba terpakai terhadap instrumen penelitian. 12. Setelah semua data terkumpul kemudian tahap terakhir adalah melakukan analisis data dan menyelesaikan laporan penelitian Persiapan Instrumental Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan terdiri dari dua macam kuisioner. Berikut merupakan proses yang dilakukan dalam mempersiapkan alat ukur: 1. Membaca beberapa literatur mengenai pola asuh dan kemandirian. 2. Mengoperasionalkan definisi pola asuh dan kemandirian berdasarkan teori yang telah dipilih untuk dijadikan dasar pembuatan skala alat ukur yaitu teori mengenai pola asuh yang dikemukakan oleh Baumrind dan teori kemandirian yang dikemukakan oleh Steinberg. 3. Membuat indikator yang diturunkan dari definisi operasional. 4. Menyusun blueprint yang dijadikan sebagai acuan dalam menyusun aitem. 5. Membuat aitem sesuai dengan indikator yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti. 6. Menyusun aitem-aitem sesusai dengan indikator dan blueprint. 7. Melakukan uji validitas isi dengan cara memberikan blueprint lengkap beserta isi aitem kepada profesional judgement. Profesional judgement terdiri dari

73 55 dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga dan pihak lain yang dianggap kompeten. 8. Mengoreksi skala sebelumnya sesuai dengan saran yang telah diberikan oleh profesional judgement. 9. Menyusun skala akhir yang nantinya akan diberikan kepada subjek penelitian Pengambilan Data Proses pengambilan data dilakukan pada tanggal 1 April 2016 sampai dengan 24 April 2016 melalui kuisioner yang disebar peneliti. Setelah dirasa subjek yang bersedia menjadi responden sudah cukup maka peneliti memulai skoring data. Melalui pengambilan data yang dilakukan peneliti maka diperoleh 62 subjek yang sesuai dengan kriteria dan bersedia mengisi kuisioner Hambatan dalam Penelitian Selama penelitian berlangsung, penulis mengalami beberapa hambatan diantaranya seperti berikut ini: 1. Sulitnya mencari subjek dengan kriteria yang ditentukan penulis sehingga pengambilan data memakan waktu yang cukup lama. 2. Sulitnya mendapat ijin penelitian dari beberapa sekolah untuk mengambil data hanya kepada siswa yang berkriteria sebagai anak tunggal. 3. Terbatasnya jurnal penelitian yang meneliti mengenai anak tunggal di Indonesia.

74 Hasil Penelitian Analisis Statistik Deskriptif Persepsi Pola Asuh Statistik deskriptif adalah statistik yang memiliki fungsi untuk menggambarkan atau mendeskripsikan gambaran objek yang diteliti melalui data sampel sebagaimana adanya (Sugiyono, 2010). Penelitian ini memiliki satu kategori variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pola asuh. Analisis deskriptif dilakukan pada variabel dengan bantuan program SPSS 16.0 for Windows dengan hasil seperti dibawah ini. Berikut adalah analisis deskriptif variabel bebas yaitu pola asuh: Tabel 4.3. Analisis Deskriptif Statistik Persepsi Pola Asuh Deskripsi Otoriter Permisif Demokratis Jumlah Data (N) Rentang Nilai (Range) Nilai Minimal (Minimum) Nilai Maksimal (Maximum) Rata-rata (Mean) 21,35 18,33 36,09 Standar Deviasi 2,54 1,32 6,19 Berikut merupakan penjelasan dari tabel di atas: 1. Jumlah data adalah banyaknya data yang diolah secara keseluruhan, pada penelitian ini terdapat 62 subjek yang diproses dan tidak ada data yang hilang.subjek dengan pola asuh otoriter berjumlah 20, permisif sebanyak 21 dan demokratis sebanyak 21 subjek. 2. Rentang nilai adalah jarak dari nilai tertinggi hingga terendah, rentangan jarak nilai pada pola asuh otoriter adalah 8, pola asuh permisif adalah 4, dan pola asuh demokratis adalah 20.

75 57 3. Nilai minimal merupakan skor terendah pada seluruh data dalam suatu variabel, pola asuh otoriter memiliki nilai minimum 17, pola asuh permisif 16, dan pola asuh demokratis memiliki nilai minimum Nilai maksimal merupakan skor tertinggi pada seluruh data dalam suatu variabel, pola asuh otoriter memiliki nilai maksimum 25, pola asuh permisiif 20, dan pola asuh demokratis Rata-rata merupakan nilai total dari seluruh data pada masing-masing variabel kemudian dibagi dengan jumlah subjek. Nilai rata-rata pada pola asuh otoriter adalah 21,35, pola asuh permisif adalah 18,33 dan pola asuh demokratis adalah 36, Standar deviasi adalah ukuran persebaran dari suatu data yang dilihat dari ratarata kelompok. Standar deviasi dari pola asuh otoriter adalah 2,54, standar deviasi dari pola asuh permisif adalah 1,32, dan standar deviasi dari pola asuh demokratis adalah 6,19. Besarnya standar deviasi ini menunjukkan bahwa semakin luas pula rentangan data dari rata-rata kelompok. Selain itu berikut ini akan ditampilkan analisis deskriptif pola asuh yang ditinjau dari usia. Hasil mean tersebut dapat dilihat berdasarkan tabel berikut: Tabel 4.4. Deskripsi Persepsi Pola Asuh Berdasarkan Usia Usia Otoriter Permisif Demokratis N Mean N Mean N Mean , , , , , , , , , , , ,50 Total

76 58 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kelompok usia 18 tahun memiliki nilai mean yang paling tinggi pada pola asuh demokratis yaitu dengan mean 29,50 kemudian disusul pola asuh otoriter yaitu dengan mean 22,50 dan paling rendah adalah pada pola asuh permisif yaitu dengan mean 19,40. Kemudian kelompok usia 19 tahun juga memiliki mean tertinggi pada pola asuh demokratis yaitu dengan nilai mean 34,00 disusul dengan pola asuh otoriter yaitu dengan mean 21,25 dan yang paling rendah yaitu pola asuh permisif dengan mean 18,17. Pada usia 20 tahun, nilai tertinggi juga pada pola asuh demokratis dengan mean 33,80, disusul oleh pola asuh otoriter dengan mean 22,00 dan yang paling rendah adalah pola asuh permisif dengan mean 19,00. Serupa dengan subjek usia 18, 19, dan 20, subjek dengan usia 21 tahun juga memiliki skor tertinggi pada pola asuh demokratis yaitu dengan mean 38,50 kemudian disusul oleh pola asuh otoriter dengan mean 21,00 dan yang paling rendah adalah pola asuh permisif dengan mean 17,62. Selanjutnya yaitu analisis deskriptif pola asuh yang ditinjau dari jenis kelamin seperti di bawah ini: Tabel 4.5. Deskripsi Persepsi Pola Asuh Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Otoriter Permisif Demokratis N Mean N Mean N Mean Laki-laki 10 20, , ,00 Perempuan 10 22, , ,28 Total Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa subjek laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki nilai tertinggi pada pola asuh demokratis yaitu 41,00 untuk laki-laki dan 35,28 untuk perempuan. Kemudian sama-sama disusul dengan pola asuh otoriter yaitu 20,20 untuk laki-laki dan 22,50 untuk perempuan. Subjek laki-

77 59 laki dan perempuan juga sama-sama memiliki nilai terendah pada pola asuh permisif yaitu 18,33 untuk subjek laki-laki dan perempuan. Subjek perempuan memiliki nilai yang lebih tinggi pada pola asuh otoriter dibandingkan dengan subjek laki-laki. Sedangkan subjek laki-laki memiliki nilai yang lebih tinggi pada pola asuh demokratis dibandingkan subjek perempuan Analisis Statistik Deskriptif Kemandirian Statistik deskriptif adalah statistik yang memiliki fungsi untuk menggambarkan atau mendeskripsikan gambaran objek yang diteliti melalui data sampel sebagaimana adanya (Sugiyono, 2010). Penelitian ini memiliki tiga kategori variabel terikat. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemandirian. Analisis deskriptif dilakukan pada variabel dengan bantuan program SPSS 16.0 for Windows dengan hasil seperti dibawah ini. Berikut adalah analisis deskriptif variabel terikat yaitu kemandirian: Tabel 4.6. Analisis Deskriptif Statistik Kemandirian Deskripsi Kemandirian Jumlah Data (N) 62 Rentang Nilai (Range) 42 Nilai Minimal (Minimum) 78 Nilai Maksimal (Maximum) 120 Rata-rata (Mean) Standar Deviasi 9.71 Berikut merupakan penjelasan dari tabel di atas: 1. Jumlah data adalah banyaknya data yang diolah secara keseluruhan, pada penelitian ini terdapat 62 subjek yang diproses dan tidak ada data yang hilang.

78 60 2. Rentang nilai adalah jarak dari nilai tertinggi hingga terendah, rentangan jarak nilai pada kemandirian adalah Nilai minimal merupakan skor terendah pada seluruh data dalam suatu variable. Nilai minimum pada variabel kemandirian adalah Nilai maksimal merupakan skor tertinggi pada seluruh data dalam suatu variabel. Nilai maksimal pada variabel kemandirian adalah Rata-rata merupakan nilai total dari seluruh data pada masing-masing variabel kemudian dibagi dengan jumlah subjek. Nilai rata-rata pada kemandirian adalah 97, Standar deviasi adalah ukuran persebaran dari suatu data yang dilihat dari ratarata kelompok. Standar deviasi dari kemandirian adalah 9,71. Besarnya standar deviasi ini menunjukkan bahwa semakin luas pula rentangan data dari rata-rata kelompok. Selain itu berikut ini akan ditampilkan analisis deskriptif kemandirian yang ditinjau dari usia. Hasil mean tersebut dapat dilihat berdasarkan tabel berikut: Tabel 4.7. Deskripsi Kemandirian Berdasarkan Usia Usia Kemandirian N Mean , , , ,94 Total 62 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kelompok usia 21 tahun memiliki nilai mean yang paling tinggi dalam kemandirian yaitu dengan mean 98,94 kemudian disusul oleh subjek dengan usia 20 tahun yaitu dengan mean

79 61 98,60 dan subjek dengan usia 19 tahun dengan mean 94,67 dan paling rendah dalam kemandirian yaitu dengan mean 93,56. Selanjutnya yaitu analisis deskriptif kemandirian yang ditinjau dari jenis kelamin seperti di bawah ini: Tabel 4.8. Deskripsi Kemandirian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Kemandirian N Mean Laki-laki Perempuan Total 62 Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai kemandirian pada subjek laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan subjek perempuan yaitu dengan nilai mean 99,18 untuk laki-laki dan 96,24 untuk perempuan. Selanjutnya yaitu analisis deskriptif kemandirian yang ditinjau dari tipe pola asuh seperti di bawah ini: Tabel 4.9. Deskripsi Kemandirian Berdasarkan Persepsi Pola Asuh Pola Asuh Kemandirian N Mean Otoriter ,70 Permisif 21 96,09 Demokratis 21 95,19 Total 62 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa subjek dengan pola asuh otoriter memiliki nilai mean yang paling tinggi dalam kemandirian yaitu dengan mean 107,00 kemudian disusul oleh subjek dengan pola asuh permisif yaitu dengan mean 96,09 dan dan paling rendah dalam kemandirian yaitu pola asuh demokratis dengan mean 95,19.

80 Kategorisasi Variabel Terikat Berdasarkan Model Distribusi Normal Kategorisasi Kemandirian Kategorisasi skor variabel terikat atau kemandirian ini dilakukan untuk melihat gambaran secara keseluruhan apakah subjek memiliki kemandrian yang tinggi, sedang atau rendah. Penentuan norma berdasarkan distribusi normal dilakukan beberapa tahap anatar lain yaitu (Azwar, 2011): 1. Menghitung skor minimal (78), skor maksimal (120), dan rentang nilai dari skor kemandirian ( = 42). 2. Menghitung satuan deviasi skala (σ) dengan cara membagi rentangan skor skala (range) dengan jumlah kelompok dalam distribusi normal (42 / 6 = 7) 3. Menghitung rata-rata teoritis (µ) dengan rumusan jumlah aitem pada kuesioner (26) dikali dengan banyak kategori yang diinginkan (3) jadi 26 x 3 = Kemudian setelah (σ) dan (µ) diketahui, dimasukkan dalam rumus: Tabel Norma Kategorisasi Kemandirian Norma Kategorisasi Kategori X < (µ - 1,0 σ) Rendah (µ - 1,0 σ) X < (µ + 1,0 σ) Sedang (µ + 1,0 σ) X Tinggi Berikut merupakan penormaan untuk kemandirian yang didapatkan berdasarkan langkah-langkah diatas: Tabel Norma Kemandirian Norma Kategori X < 71 Rendah 71 X < 85 Sedang 85 X Tinggi Berdasarkan data skor kemandirian subjek, maka dapat diketahui bahwa:

81 63 Tabel Kategorisasi Kemandirian pada Remaja yang Berstatus sebagai Anak Tunggal Kategori Jumlah Subjek Persentase (%) Rendah 0 0 Sedang 9 14, 52 Tinggi 53 85, 48 Total Kesimpulan dari tabel diatas adalah sebanyak 85,48% atau 53 subjek memiliki kemandirian yang tinggi dan kategori ini memiliki subjek yang paling banyak dibandingkan dua kategori lainnya. Sedangkan untuk subjek yang memiliki kemandirian yang sedang diwakilkan oleh 9 subjek atau sebesar 14,52% dan tidak ada subjek yang memiliki kemandirian yang rendah Uji Asumsi Uji Normalitas Dalam mengetahui distribusi data pada penelitian ini dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah distribusi datanya normal atau tidak normal. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan teknik Kolmogrov-smirnov menggunakan SPSS for windows. Teknik Kolmogrov-smrinov digunakan dengan alasan jumlah subjek adalah 62 orang. Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas ini adalah sebagai berikut: a. Jika taraf signifikansi > 0,05 maka distribusi data normal, dan H 0 diterima b. Jika taraf signifikansi < 0,05 maka distribusi data tidak normal, dan H 0 ditolak Berikut merupakan hasil uji normalitas yang telah dilakukan:

82 64 Tabel Hasil Uji Normalitas Data Kolmogorov-Smirnov a Statistic df Sig. Kemandirian * Pola asuh Variabel kemandirian menunjukkan distribusi data yang juga normal, hal ini terlihat dari taraf signifikansinya yang sebesar 0,200 yang berarti > 0,05. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa untuk variabel pola asuh dan kemandirian memiliki data berdistribusi normal, sehingga uji asumsi ini menunjukkan bahwa penelitian ini harus menggunakan teknik analisis parametrik Uji Homogenitas Dalam menentukan variasi data homogen atau tidak homogen secara signifikan dibutuhkan uji homogenitas. Uji homogenitas ini dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS for windows. Dasar pengambilan keputusan dalam uji homogenitas ini adalah sebagai berikut: a. Jika taraf signifikansi < 0,05 maka data tidak homogen b. Jika taraf signifikansi > 0,05 maka data homogen Berikut merupakan hasil uji homogenitas antara pola asuh dengan kemandirian: Tabel Hasil Uji Homogenitas Persepsi Pola Asuh dan Kemandirian Levene's Test for Equality of Variances F Sig. DATA Equal variances assumed

83 65 Equal variances not assumed Berdasarkan hasil uji homogenitas pada variabel pola asuh dan kemandirian diketahui bahwa signifikansinya sebesar 0,123 sehingga dapat dikatakan bahwa variabel pola asuh dan kemandirian memiliki data yang homogen karena hasil angka signifikansi > 0,05. Berdasarkan uji asumsi terhadap normalitas dan homogenitas maka dapat disimpulkan bahwa syarat untuk menggunakan metode statistik parametrik terpenuhi karena terdapat data yang normal dan homogen. Oleh karena itu metode statistik yang digunakan adalah menggunakan statistik parametrik yaitu dengan metode analisis One-Way Between Group ANOVA Hasil Analisis Data Berdasarkan hasil dari uji normalitas dan homogenitas terhadap variabel penelitian maka penulis harus menggunakan teknik analisis parametrik dengan alasan karena memenuhi kedua uji asumsi. Uji perbedaan yang digunakan adalah dengan One-Way Between Group ANOVA. Teknik ini digunakan untuk uji perbedaan antara dua variabel dalam statistik parametrik. Dasar pengambilan keputusan dalam uji perbedaan ini adalah sebagai berikut: a. Jika taraf signifikansi > 0,05 maka H 0 diterima (tidak ada perbedaan) b. Jika taraf signifikansi < 0,05 maka H 0 ditolak (ada perbedaan) Berikut merupakan hasil penghitungan statistik uji perbedaan menngunakan teknik statistik parametrik One-Way Between Group ANOVA antara variabel pola asuh dan kemandirian dengan bantuan SPSS 16 for Windows:

84 66 Tabel Hasil Uji Perbedaan Persepsi Pola Asuh dengan Kemandirian Kemandirian Sum of df Mean F Sig. Squares Square Between Groups Within Groups Total Berdasarkan tabel di atas, data yang penulis dapatkkan dengan tahap pengujian perbedaan menunjukkan taraf signifikansi sebesar 0,152 dengan nilai F sebesar 1,942. Sehingga dapat diartikan tidak ada perbedaan. Suatu taraf signifikansi dapat dikatakan memiliki perbedaan apabila memiliki nilai yang lebih kecil dari 0,05. Maka berdasarkan perhitungan di atas, dapat dikatakan bahwa Ha ditolak dan Ho diterima yaitu tidak ada perbedaan kemandirian pada remaja yang berstatus sebagai anak tunggal ditinjau dari persepsi terhadap pola asuh orangtua Pembahaan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pada kemandirian remaja yang berstatus sebagai anak tunggal ditinjau dari pola asuh orangtua. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan penulis, hasil yang didapat menunjukkan tidak ada perbedaan kemandirian ditinjau dari pola asuh. Uji asumsi yang sebelumnya telah dilakukan menunjukkan bahwa data dari variabel pola asuh dan kemandirian memenuhi uji asumsi normalitas dan homogenitas sehingga penulis menggunakan uji analisis parametrik One-Way Between Group ANOVA.

85 67 Hasil analisa dari penelitian ini menghasilkan nilai F sebesar 1,942 dengan taraf signifikansi sebesar 0,152. Hal ini menunjukkan bahwa hasil uji analisis tidak signifikan karena memiliki taraf signifikansi yang lebih besar dai 0,05 sehingga hipotesis ditolak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemandirian pada remaja yang berstatus sebagai anak tunggal ditinjau dari persepsi pola asuh orangtua. Terdapat asumsi lain terkait dengan hasil yang tidak signifikan dalam uji hipotesis. Pertama, subjek penelitian yang digunakan oleh penulis adalah remaja akhir yaitu remaja dengan usia mulai dari 18 tahun hingga 21 tahun. Menurut Steinberg (2002), perkembangan kemandirian emosional dimulai pada awal masa remaja dan ketergantungan remaja terhadap orangtua akan berkurang pada remaja akhir. Selain itu, kemandirian nilai juga berkembang selama masa remaja akhir. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Steinberg (2002), maka kemandirian subjek yang peneliti gunakan yaitu remaja akhir cenderung tinggi. Hal ini dapat dilihat pada kategorisasi kemandirian yaitu sebanyak 53 atau 85,40% subjek memiliki kemandirian yang tinggi. Kedua, sesuai dengan tugas perkembangan remaja yang dikemukakan oleh Havighurst dalam Hurlock (1999) dan Ali, dkk. (2010) yaitu mencari kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya. Melihat bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kemandirian sebagian besar subjek adalah tinggi maka subjek berhasil melewati tugas perkembangan remaja mereka. Ketiga, selain pola asuh, kemandirian juga memiliki faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi, diantaranya kehidupan di sekolah dan kehidupan di

86 68 masyarakat (Ali, dkk., 2010). Tetapi dalam penelitian ini penulis tidak mengukur bagaimana kehidupan sekolah dan masyarakat seperti teman sebayanya memperngaruhi kemandirian subjek, sehingga tidak ada cukup bukti untuk memperkut argumen tersebut. Selain itu, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa remaja yang berstatus sebagai anak tunggal dan remaja pada umumnya tidak memiliki perbedaan dalam hal kemandirian. Hal ini juga dikemukakan dalam hasil penelitian Laybourn (1994) yaitu bahwa anak tunggal tidak kurang atau lebih baik dibandikan anak yang memiliki saudara dalam tes kepemimpinan, kewaarganegaraan, kedewasaan, kooperatif, dogmatisme, kemandirian, locus of control, kontrol diri, kecemasan, stabilitas emosi, kepuasaan, dan partisipasi sosial. Laybourn mengatakan bahwa anak tunggal memiliki tingkat kemandirian yang sama seperti anak lainnya. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Lorna (2002), bahwa ketidakberadaan saudara dalam kehidupan anak tunggal membuat anak tunggal berelasi dengan orang lain dengan intensitas yang tinggi. Intensitas tersebut memunculkan keinginan untuk menjadi mandiri dan tidak bergatung dengan orang lain.

87 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dalam penelitian ini, diperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Berikut merupakan kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini: 1. Tidak ada perbedaan pada kemandirian remaja yang berstatus sebagai anak tunggal ditinjau dari pola asuh orangtua. 2. Kemandirian remaja yang berstatus sebagai anak tunggal cenderung sedang dan tinggi. 5.2 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya a. Penulis mengharapkan pada peneliti selanjutnya dengan topik penelitian yang serupa dapat mencari jurnal penelitian yang relevan dan terbaru. b. Penulis mengharapkan pada peneliti selanjutnya untuk dapat menindaklanjuti penelitian ini dengan melihat faktor-faktor lainnya yang juga dapat mempengaruhi perbedaan kemandirian dan pola asuh. Penulis mengharapkan dengan hal tersebut maka hasil penelitian yang didapatkan akan lebih akurat. 69

88 Bagi Orangtua Penulis mengharapkan orangtua yang memiliki anak tunggal untuk dapat membantu anak remaja mereka dalam meningkatkan kemandiriannya. Misalnya dengan membantu anak untuk mengurangi ketergantungan terhadap orangtua dan memberikan kesempatan terhadap anak untuk mengambil keputusannya sendiri Bagi Remaja yang Berstatus sebagai Anak Tunggal Remaja yang berstatus anak tunggal dalam penelitian ini memiliki kemandirian sedang dan tinggi dengan jumlah yang tidak terlalu jauh. Akan lebih baik apabila kemandirian sedang tersebut ditingkatkan lagi. Penulis mengharapkan remaja yang berstatus sebagai anak tunggal lebih percaya diri terhadap kemampuan yang dimilikinya sendiri, mampu membuat keputusan sendiri tanpa pengaruh dari orang lain dan mengurangi ketergantungan yang berlebihan terhadap orangtua.

89 DAFTAR PUSTAKA Ali, M dan Asrori, M. (2010). Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta: Bumi Aksara. Anna, L.K. (2010, 18 Agustus). Anak tunggal sulit bergaul?. Kompas [on-line]. Diakses pada tanggal 4 April 2013 dari ergaul Ara, Z. M. (1998). Perbandingan kemandirian antara anak remaja tunggal dengan anak remaja tidak tunggal: Studi siswa SMU yang ibunya bekerja dan tidak bekerja (S2535). Jakarta: Perpustakaan Universitas Indonesia. Azwar, S. (2011). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2011). Dasar-dasar psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2011). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Eccles, J.S., Buchanan, C.M., Flanagan, C., Fuligni, A., Midgley, C., & Yee, D. (1991). Control versus autonomy during early adolescence. Journal of Social Issues, 4, Goodwin, C.J. (2010). Research in psychology methods and design. USA: John Wiley & Sons, Inc. Graciana, J. (2004). Mengasuh anak tunggal. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Gunarsa, S.D. (2003). Psikologi perkembangan anak & remaja. Jakarta: Gunung Mulia. Hadi, S. (2004). Statistik jilid 2. Yogyakarta: Andi. Hadibroto, I. (2002). Misteri perilaku anak sulung, tengah, bungsu dan tunggal. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hartono. (2006). Kepatuhan dan kemandirian santri. Jurnal Studi Islam dan Budaya, 4, Hurlock, E. (1999). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga. Kerlinger, F.N. (2000). Asas-asas penelitian behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Kopko, K. (2007). Parenting style and adolescents. United State: Cornell Cooperative Extension. Kozlowski, J.F. (dalam penerbitan). Adult implications of being an only child. General Psychology. Landis, P.H. (1997). Essy on moral development: The psychology of moral development. New York: Haper & Row Publisher, inc. Laybourn, A. (1994). The only child: Myths and reality. H.M. Stationery Office Monks, F.J., A.M.P., Knoers, dan Haditono, S.R. (2006). Psikologi perkembangan, pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 71

90 72 Neuman, W.L. (2007). Basic of social research: Qualitative amd quantitative aproaches (2nd ed.). Boston: Allyn and Bacon. Papalia, D.E. (2008). Human development (10 th ed). New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Pollit, D. F., Nuttall, R.L., & Nuttall, E.V. (1980). The only child grows up: A Look at some characteristics of adult only children. Family Relations, 29, Rakhmat, J. (2003). Psikologi komunikasi (rev.ed). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Riadi, M. (2012, 21 November). Definisi, fungsi dan bentuk keluarga. KajianPustaka [on-line]. Diakses pada tanggal 4 September 2014 dari Rustika, I.M. (2004, 4 Januari). Anak tunggal yang terlalu lekat pada ibunya. BaliPost [on-line]. Diakses pada tanggal 16 Oktober 2014 dari Santrock, J.W. (2002). Life-Span development: Perkembangan masa hidup. Edisi 5, Jilid I. Jakarta: Erlangga. Santrock, J.W. (2003). Adolescence: Perkembangan remaja (6th ed). Jakarta: Erlangga. Sarwono, S.W. (2007). Psikologi remaja (rev.ed). Jakarta: Rajawali. Silalahi, G. A. (2003). Metodologi penelitian dan studi kasus. Sidoarjo: Citra Media. Singarimbun, M. & Effendi, S. (1992). Metode penelitian survey (rev.ed). Jakarta: LP3ES. Soesens, B., Vansteenkiste, M., Lens, W., Luyckx, K., Goossens, L., Beyers, W., & Ryan, R.M. (2007). Conceptualizing parental autonomy support: Adolescent perceptions of promotion of independence versus promotion of volitional functioning. Developmental Psychology, 43 (3), Steinberg, L. (2002). Adolescence. New York: Mc.Graw Hill Companies, Inc. Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan r & d. Bandung: Alfabeta. Tyas, M. P. (2008). Gambaran kemandirian anak tunggal dewasa muda. Jakarta: Perpustakaan Universitas Indonesia. Uredi, M. E. (2008). The effect of perceived parenting style on sel regulated learning strategies and motivational beliefs. International Journal about Parents in Education, Vol 2, No 1,

91 73 LAMPIRAN 1 Form Rater untuk Profesional Judgement

92 74 FORM RATER Bapak/Ibu yang saya hormati, Saya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Airlangga yang sedang nenyusun skripsi dengan judul Kemandirian pada Remaja yang Berstatus sebagai Anak Tunggal ditinjau dari Pola asuh Orangtua, memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi professional judgement. Sehubungan dengan hal ini, saya lampirkan teori mengenai Pola Asuh dan Kemandirian. Saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk mengkritisi dan memberikan saran pada aitem-aitem yang ada dalam alat ukur yang saya buat. Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Hormat saya, Kamelia Dewi P. NIM

93 Pengertian Kemandirian Kemandirian menurut Steinberg (2002) adalah kemampuan remaja dalam berpikir, merasakan dan membuat keputusan secara pribadi berdasarkan diri sendiri dibandingkan mengikuti apa yang orang lain percayai. Istilah autonomy dalam kajian mengenai kemandirian seringkali disejajarkan dengan kata independence meskipun sebenarnya ada perbedaan yang sangat tipis diantara kedua kata tersebut (Steinberg, 2002). Secara umum, independence menunjuk pada kemampuan individu dalam menjalankan sendiri aktivitas hidup yang terlepas dari pengaruh kontrol orang lain (Steinberg, 2002). Individu yang independence akan mampu menjalankan sendiri aktifitas hidup terlepas dari pengaruh kontrol orang lain terutama orangtua. Sedangkan istilah autonomy mempunyai komponen emotional dan cognitive yang sama baiknya seperti komponen behavioral (Steinberg, 2002). Steinberg (2002) menngunakan istilah autonomy untuk mengkonsepkan kemandirian sebagai self governing person yaitu kemampuan menguasai diri sendiri. Apabila konsep-konsep di atas dicermati, maka kemandirian adalah adalah kemampuan untuk mengelola diri sendiri, tidak bergantung secara emosional terhadap orang lain terutama pada orangtua, kemampuan mengambil keputusan secara mandiri dan kemampuan menggunakan prinsip-prinsip mengenai benar dan salah serta penting dan tidak penting (Steinberg, 2002). Kemandirian pada remaja dapat dilihat dari aspek-aspek kemandirian secara psikososial yaitu dilihat dari kemandirian emosi, kemandirian perilaku dan kemandirian nilai (Steinberg, 2002).

94 Dimensi Kemandirian Menurut Steinberg (2002), ada tiga macam kemandirian yaitu: d. Emotional autonomy Emotional autonomy atau kemandirian emosional adalah dimensi kemandirian yang berhubungan dengan perubahan keterikatan hubungan emosional remaja dengan orang lain terutama dengan orangtua. Kemandirian emosional didefinisikan sebagai kemampuan remaja untuk tidak bergantung terhadap dukungan emosional dari orangtua. Para remaja mengalami pergeseran dari tergantung padaorangtua untuk mendapatkan dukungan emosional sekarang berubah mendapat dukungan dari orang lain seperti dari teman-temannya. Perkembangan kemandirian emosional dimulai pada awal masa remaja dan ketergantungan emosional remaja terhadap orangtua akan menjadi berkurang pada masa remaja akhir (Steinberg, 2002). Munculnya kemandirian emosional bukan berarti munculnya pemberontakan remaja terhadap orangtua (Collins, 1990; Hill & Holmbeck, 1986; Steinberg, 1990 dalam Steinberg, 2002). Silverberg & Steinberg (dalam Steinberg, 2002) mengungkapkan bahwa terdapat empat aspek kemandirian emosional yaitu sebagai berikut: 1. De-idealized yaitu sejauh mana remaja mampu untuk tidak memandang orangtua sebagai sosok yang ideal. Perilaku yang dapat dilihat adalah remaja tidak lagi menganggap orangtua sebagai orang yang paling tahu, benar dan berkuasa, sehingga

95 77 ketika menentukan sesuatu maka mereka tidak lagi bergantung pada dukungan emosional dari orangtuanya. 2. Parents as people yaitu sejauh mana remaja memandang orangtua sebagai sebagai orang dewasa pada umunya. Perilaku yang dapat dilihat adalah remaja melihat orangtua sebagai individu selain sebagai orangtuanya dan dapat berinteraksi dengan orangtuanya tidak hanya dalam hubungan orangtua dan anak tetapi juga berinteraksi dalam hubungan antar individu. Contoh perilaku yang dapat dilihat adalah remaja mampu memandang perbedaan sikap orangtuanya terhadap anak dan terhadap teman-temannya. 3. Non dependency yaitu sejauh mana remaja bergantung pada kemampuannya sendiri tanpa mengharapkan bantuan dari orang lain. Perilaku yang muncul adalah remaja mampu menunda keinginan untuk menunjukkan perasaannya terhadap orangtua sesegera mungkin, mampu menunda keinginan untuk meminta dukungan emosional kepada orangtuanya. 4. Individuated yaitu remaja mampu memiliki derajat individuasi dalam hubungannya dengan orangtua. Individuasi berarti remaja mampu untuk berperilaku yang lebih bertanggung jawab. Perilaku yang dapat dilihat adalah remaja mampu melihat perbedaan antara pandangan orangtua dengan pandangannya pribadi dan menujukkan perilaku yang lebih bertanggung jawab.

96 78 e. Behavioral autonomy Kemandirian perilaku (behavioral autonomy) adalah kemampuan dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan secara mandiri. Kemandirian perilaku mencakup kemampuan untuk meminta pendapat orang lain jika diperlukan sebagai dasar pengembangan alternatif pilihan, menimbang berbagai pilihan yang ada dan pada akhirnya mampu mengambil kesimpulan untuk suatu keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan. Melalui pertimbangan diri sendiri dan pendapat dari orang lain kemudian remaja mengambil keputusan secara mandiri bagaiamana untuk bertindak (Hill & Holmbeck, 1986 dalam Steinberg, 2002). Terdapat tiga aspek kemandirian perilaku pada remaja yaitu sebagai berikut: 1. Remaja memiliki kemampuan mengambil keputusan yang ditandai dengan menyadari adanya resiko dari tingkah lakunya, memilih alternatif pemecahan masalah yang didasarkan atas pertimbangan sendiri dan orang lain, bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari keputusan yang diambilnya (Steinberg, 2002). 2. Remaja memiliki kekuatan terhadap pengaruh orang lain yang ditandai dengan tidak mudahnya terpengaruh dalam situasi yang menuntut konformitas, tidak mudah terpengaruh tekanan teman sebaya dan orangtua dalam mengambil keputusan, memasuki kelompok sosial tanpa tekanan (Steinberg, 2002).

97 79 3. Self reliance yaitu remaja merasa percaya diri yang ditandai dengan merasa mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari di rumah dan di kuliah, merasa mampu memenuhi tanggung jawab di rumah dan di kuliah, merasa mampu mengatasi masalahnya sendiri, berani dalam mengemukakan ide dan gagasan (Steinberg, 2002). f. Value autonomy Rest (dalam Steinberg, 2002) mengungkapkan bahwa kemandirian nilai berkembang selama masa remaja akhir. Kemandirian nilai adalah kemampuan memiliki sikap independen dan keyakinan tentang spiritualitas, politik, dan moral. Kemampuan remaja untuk berpikir secara abstrak membantu mereka melihat perbedaan antara situasi umum dan khusus, serta membuat penilaian menggunakan higher order thinking. Pada value autonomy ini remaja mengambil waktu untuk mempertimbangkan sistem nilai pribadi mereka. Dengan cara ini, remaja membuat kesimpulan secara mandiri tentang nilai mereka, bukan hanya menerima dan mengikuti nilainilai dari orangtua atau figur otoritas. Steinberg (2002) mengungkapkan tiga aspek dalam kemandirian nilai yaitu sebagai berikut: 1. Kemampuan dalam berpikir abstrak dalam memandang suatu masalah (abstract belief). Perilaku yang dapat dilihat adalah remaja mampu menimbang berbagai kemungkinan dalam bidang nilai. 2. Memiliki keyakinan yang berakar pada prinsip-prinsip umum yang memiliki dasar ideologi (principled belief). Perilaku yang dapat dilihat

98 80 adalah remaja berpikir dan bertindak sesuai dengan prinsip yang dapat dipertanggungjawabkan dalam bidang nilai. 3. Memiliki keyakinan mengenai nilai-nilainya sendiri, bukan hanya karena sistem nilai yang disampaikan oleh orangtua atau figur otoritas lainnya (independent belief). Perilaku yang dapat dilihat adalah remaja mengevaluasi kembali keyakinan akan nilainya sendiri, berpikir sesuai dengan keyakinan dan nilainya sendiri, dan bertingkah laku sesuai dengan keyakinan dan nilainya sendiri.

99 81 Dimensi Indikator F/UF Item Saran Kemandirian Emosional De-idealized (remaja tidak memandang orangtua sebagai sosok yang ideal) Parents as people (remaja memandang orangtua sebagaimana orang lain pada umumnya) F UF F Orangtua saya terkadang juga melakukan kesalahan Saya merasa orangtua saya tidak selalu benar Saya memiliki pendapat saya sendiri, tidak selalu pendapat orangtua yang saya lakukan Orangtua saya bukanlah sosok yang mengetahui segala hal Saya merasa orangtua saya tidak pernah membuat kesalahan Pendapat orangtua akan selalu saya lakukan Saya ingin menjadi seperti orangtua saya Saya merasa orangtua saya tidak selalu benar Sikap orangtua kepada saya berbeda dengan sikap orangtua terhadap temantemannya Saya berinteraksi dengan orangtua tidak hanya dalam hubungan orangtua-anak tetapi seperti dengan individu pada umumnya

100 82 Nondependency (remaja percaya pada kemampuannya sendiri dibandingkan harus meminta bantuan dari orangtua) UF F UF Saya memandang orangtua saya sebagaimana orang dewasa pada umunya Sikap orangtua terhadap saya sama dengan sikap orangtua terhadap temantemannya Saya tidak dapat berinteraksi dengan orangtua seperti berinteraksi dengan orang dewasa pada umumnya Ketika saya melakukan kesalahan, saya tidak selalu bergantung pada orangtua untuk menyelesaikan masalah saya Ketika gugup, saya memiliki cara sendiri untuk mengatasinya Mudah bagi saya untuk mengatasi ketakutan tanpa bantuan dari orangtua Penting bagi saya untuk tidak menunjukkan perasaan bersedih saya di depan orangtua saya Saya membutuhkan dukungan dari orangtua ketika saya gugup

101 83 Saya akan meminta bantuan orangtua ketika saya memiliki masalah dengan teman Saya akan curhat pada orangtua ketika bersedih Orang yang paling saya butuhkan ketika bersedih adalah orangtua Saya dapat melihat adanya perbedaan pendapat antara saya dan orangtua saya Saya menabung uang jajan Individuated (remaja memiliki derajat individuasi dalam hubungannya dengan orangtua) F UF saya tanpa sepengetahuan orangtua Saya akan bertanggung jawab terhadap setiap kesalahan yang saya lakukan Saya merasa saya dan orangtua memiliki pandangan yang sama dalam beberapa hal Saya akan meminta uang pada orangtua ketika membutuhkan daripada mengambil tabungan saya Kemandirian Remaja Saya memilih alternatif Perilaku memiliki F pemecahan masalah kemampuan berdasarkan pertimbangan

102 84 mengambil keputusan sendiri Memiliki kekuatan terhadap pengaruh orang lain UF F saya dan orang lain Saya menyadari setiap resiko dari perilaku saya Saya akan bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari keputusan yang saya ambil Saya mengandalkan orangtua untuk memutuskan cara pemecahan masalah yang saya hadapi Terkadang saya tidak menyadari akan konsekuensi dari setiap perilaku saya Sulit bagi saya untuk bertanggungjawab sendiri terhadap konsekuensi dari keputusan yang saya ambil Ketika ujian sudah dekat saya akan terus belajar meskipun orang lain mengajak saya pergi Saya memilih universitas pilihan saya meskipun orangtua memilih berbeda dengan saya Penting bagi saya untuk memilih organisasi sesuai dengan keinginan saya

103 85 sendiri Penting bagi saya untuk mengikuti apa yang dilakukan teman-teman saya Saya memilih universitas UF pilihan orangtua saya Saya akan ikut teman-teman untuk pergi meskipun ujian sudah dekat Saya dapat mencari makan sendiri ketika tidak ada makanan di rumah/ di kos Penting bagi saya untuk menyiapkan perlengkapan F kuliah saya sendiri Saya dapat mengatasi masalah saya seorang diri Mudah bagi saya untuk Self reliance mengemukakan pendapat (remaja merasa saya kepada orang lain percaya diri) Saya merasa belum memenuhi tanggung jawab saya di rumah Saya merasa malu untuk UF mengemukakan pendapat dalam sebuah diskusi Saya cenderung diingatkan untuk menata buku ataupun perlengkapan untuk kuliah Kemandirian Remaja F Saya memilih mengikuti

104 86 Nilai memiliki demonstrasi demi keadilan kemampuan di masyarakat berpikir yang Saya memiliki keinginan abstrak dalam untuk menjadi aktivis cara mereka pembela HAM memandang Ketika saya mendengar suatu masalah gosip, saya akan mencari tahu kebenarannya sebelum mempercayai Penting bagi saya unuk menyusun rencana terlebih dahulu sebelum menyelesaikan masalah Demonstrasi untuk membela keadilan adalah sia-sia menurut saya Kasus HAM adalah kasus yang sulit untuk UF diperjuangkan Saya akan percaya terhadap gosip-gosip yang saya dengar Saya tidak pernah menyusun rencana dalam penyelesaian masalah Keyakinan Saya akan meminta uang remaja berakar kepada orangtua dengan pada prinsip- F jumlah yang sesuai dengan prinsip umum buku yang akan saya beli, yang memiliki tidak kurang tidak lebih

105 87 dasar ideologi Remaja memiliki keyakinan mengenai nilai- F UF Penting bagi saya untuk mengingatkan teman supaya tidak melakukan kecurangan dalam anggaran dana kepanitiaan Penting bagi saya untuk menulis tugas tanpa plagiasi karya oranglain Saya tidak segan-segan menegur teman saya yang akan menyontek tugas saya Saya melakukan kecurangan dalam anggaran dana kepanitiaan Saya akan meminta uang lebih kepada orangtua untuk pembelian buku dan kepentingan kuliah Saya lebih memilih copypaste tugas kakak kelas atau teman saya yang sudah mengambil mata kuliah yang sama Saya dan teman-teman biasa untuk saling bekerja sama ketika ujian tiba Saya memiliki keyakinan sendiri terhadap apa yang benar dan salah bukan karena orangtua saya

106 88 nilainya sendiri, bukan hanya karena sistem nilai yang disampaikan oleh orangtua atau figur otoritas lainnya UF memberitahukan mengenai hal tersebut Penting bagi saya untuk tidak terlambat masuk kuliah meskipun banyak temn-teman yang masih sering terlambat Saya tahu bahwa menyontek adalah hal yang tidak baik bukan karena orangtua yang menasehati Saya tidak akan menegur orangtua saya apabila mereka membuat kesalahan Saya mengetahui hal yang benar dan salah dari orangtua saya Saya sering keluar ketika jam pelajaran yang membosankan meskipun saya tahu hal tersebut tidak patut dilakukan Penting bagi saya untuk memendam perbedaan pendapat saya dengan orangtua saya

107 Pengertian Pola Asuh Baumrind (1991, dalam Uredi, 2008) mengartikan pola asuh sebagai aktivitas kompleks, termasuk banyak perilaku tertentu secara individu maupun bersama yang kemudian mempengaruhi perkembangan anak. Baumrind (1971, 1991, dalam Kopko, 2007) mengidentifikasikan empat bentuk gaya pengasuhan berdasarkan dua aspek perilaku pengasuhan yaitu kontrol dan kehangatan. Kontrol pengasuhan adalah bagaimana orangtua mampu mnegatur perilaku anak, sedangkan kehangatan pengasuhan adalah orangtua mampu menerima dan merespon perilaku anak berlawanan dengan menolak atau tidak responsif terhadap anak. Selanjutnya hanya tiga bentuk gaya pengasuhan yang dijelaskan oleh Baumrind (Agustiani, 2006). Ketiga bentuk tersebut adalah otoriter, permisif, dan otoritatif Tipe Pola Asuh Baumrind (1971, dalam Santrock, 2002) menekankan tiga tipe pola asuh yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam perilaku sosial anak yaitu otoriter, otoritatif, dan permisif. Dalam laporan yang dibuat oleh Baumrind (1966) dalam Prototypical Descriptions of 3 Prenting Styles hanya disebutkan tiga bentuk pengasuhan yaitu sebagai berikut: a. Otoriter Gaya pengasuhan yang membatasi, menghukum dan menuntut anak untuk mengikuti perintah orangtua, atau cenderung menggunakan disiplin yang keras. Orangtua dengan pengasuhan ini cenderung lebih mengendalikan, membentuk, mengontrol dan mengevaluasi

108 90 sikap dan perilaku anak apakah sesuai dengan standart yang diberikan oleh orangtua atau tidak (Baumrind, 1966). Mereka tidak memberikan kesempatan anaknya untuk berdiskusi tentang aturan yang diberikan, melainkan sudah menjadi sebuah standar dan tidak dapatt ditentang. Akibatnya remaja yang terbentuk menjadi memiliki sikap pemberontak, agresif dan bergantung pada orangtuanya (Baumrind, 1971, 1991, dalam Kopko, 2007). b. Permisif Gaya pengasuhan yang sering dinamakan serba boleh dimana orangtua jarang memberikan larangan atas keinginan anak dan orangtua memberikan kebebasan kepada anaknya. Mereka memanjakan dan cenderung pasif dalam hal mengasuh anak. Selain itu, orangtua juga jarang menuntut dan menghukum anak, kurang menanamkan sikap disiplin pada anak, terlalu membebaskan anak untuk menentukan keinginan dan keputusan apa yang akan dipilih dan dilakukan sehingga orangtua terlihat tidak aktif dalam membantu pembentukan remajanya. Akibatnya adalah anak hanya mengenal sedikit batasan dan aturan, sulit mengontrol dirinya dan memiliki kecenderungan menjadi egosentris yang mungkin akan mengganggu perkembangannya yang berhubungan dengan teman sebaya (Baumrind, 1971, 1991, dalam Kopko, 2007). c. Demokratis/Otoritatif

109 91 Gaya pengasuhan yang mengarahkan kegiatan anak, mendorong anak agar dapat mandiri namun masih menetapkan batasan dan pengendalian atas tindakan mereka serta mendidik untuk dapat menjadi pendengar dan bersedia mempertimbangkan apa yang dipikirkan remaja, sehingga anak diberikan kesempatan untuk dapat berdiskusi. Akibatnya anak akan cenderung lebih mandiri, bertanggung jawab dan kompeten dalam hal sosial (Baumrind, 1971, 1991, dalam Kopko, 2007).

110 93 Tipe Indikator F/UF Item Saran Otoriter Bersikap Saya akan dimarahi orangtua emosional dan bila terlambat pulang cenderung sekolah/kuliah menggunakan Saya akan dihukum bila tidak hukuman melakukan tugas yang F diberikan orangtua Saya akan diberi hukuman bila melanggar peraturan yang diterapkan di rumah Saya akan dibentak bila melakukan kesalahan Orangtua mengingatkan secara baik-baik mengenai tugas yang harus saya UF laksanakan di rumah Orangtua akan menanyai saya dengan baik-baik alasan saya terlambat pulang sekolah/kuliah Memiliki Orangtua akan menanyakan kontrol yang mengenai jadwal pulang tinggi dan sekolah/kuliah saya bersikap kaku Semua kegiatan saya di F sekolah/kampus sudah diatur oleh orangtua Orangtua akan bertanya mengenai alasan saya pulang lebih awal dari jam sekolah/kuliah biasanya

111 94 Bersikap mengomando atau memerintah anak UF F Aturan yang telah dibuat oleh orangtua tidak dapat diganggu gugat Orangtua melarang saya untuk beraktivitas di luar sekolah/kampus Saya dibatasi dalam hal pertemanan oleh orangtua Orangtua yang menentukan di sekolah/universitas mana saya akan didaftarkan Orangtua enggan turut campur dalam permasalahan yang saya hadapi Saya bebas berteman dengan siapa saja tanpa harus meminta ijin terlebih dahulu Saya diberi kesempatan untuk beraktivitas dengan leluasa Saya dapat mengikuti kegiatan disekolah/kampus sesuai dengan keinginan saya Apa saja yang diperintahkan oleh orangtua harus saya lakukan Saya harus mengikuti bimbimngan belajar yang telah ditentukan orangtua Saya diminta untuk menjauhi

112 95 Permisif Memiliki kontrol yang rendah terhadap anak UF F UF teman yang memiliki perilaku buruk Saya harus melaksanakan setiap keputusan di rumah yang telah ditetapkan oleh orangua Saya diturut sertakan dalam pengambilan keputusan tentang pembagian tugas di rumah Saya dapat saja menghiraukan perintah yang diberikan orangtua tanpa dikenai hukuman Saya dibebaskan untuk beraktivitas apa saja di luar rumah Saya diperbolehkan berteman dengan siapa saja Saya diberikan kebebasan untuk mengikuti kegiatan di luar sekolah/kampus Orangtua tidak menentukan dan mengatur kegiatan yang saya jalani Ada jam malam atau jam pulang yang ditentukan di rumah Orangtua menyarankan saya untuk tidak mengikuti

113 96 Memiliki bimbingan yang rendah terhadap anak F UF banyak kegiatan di sekolah/kampus Orangtua saya sangat tegas melarang saya berhubungan dengan teman yang berlawanan jenis/berpacaran Setiap kegiatan yang saya lakukan di luar sekolah/kampus perlu diketahui oleh orangtua Orangtua turut menentukan dengan siapa saya boleh berteman Saya tidak diberi nasihat mengenai cara mencapai masa depan yang direncanakan Saya tidak diberi nasihat universitas mana yang baik untuk saya Orangtua tidak memberikan tanggapan saat saya mencoba berdiskusi dengannya Orangtua membebaskan saya ingin mengikuti bimbingan belajar dimana Keputusan yang saya ambil tidak pernah dikomentari oleh orangtua Orangtua memberikan nasihat

114 97 Otoratif Kurang menekankan tanggung jawab kepada anak Adanya penerimaan terhadap anak F UF F tentang masa depan yang akan saya capai. Orangtua memberikan nasihat mengenai hal yang baik dan buruk kepada saya Orangtua menegur saya apabila melakukan kesalahan. Tidak ada peraturan tentang pelaksanaan tugas di rumah (misal: cuci piring/menyapu). Orangtua membebaskan saya menonton TV meskipun tahu esok hari saya akan melaksanakan ujian Orangtua membebaskan saya tidak belajar, kecuali pada saat ujian Saya dimarahi jika tidak melaksanakan tugas di rumah Saya akan ditegur orangtua apabila tahu saya tidak belajar Orangtua sangat menyayangi saya Orangtua saya mendengarkan alasan dari setiap keputusan yang saya ambil Saya diikutkan dalam pengambilan keputusan saat terdapat aturan baru di rumah

115 98 Bersikap responsif terhadap anak UF F Orangtua memuji saya di depan teman-temannya maupun teman-teman saya Orangtua saya menerima saya apa adanya Saya tidak diberikan kesempatan untuk ikut dalam pengambilan keputusan di rumah Saya merasa apa yang saya lakukan selalu kurang di mata orangtua saya Saya merasa tidak dianggap di rumah Orangtua mampu meluangkan waktunya untuk dapat berdiskusi dengan anak-anak Orangtua saya merasakan apabila saya sedang dalam masalah Orangtua saya datang ke acara sekolah/kampus saya Ketika ada permasalahan yang saya alami, orangtua dengan senang hati membantu Apabila saya mengalami kesulitan, orangtua akan membantu untuk

116 99 Adanya hubungan yang harmonis antara anak dengan orangtua UF F UF menyelesaikannya Saya merasa tidak diperdulikan di rumah. Tidak banyak waktu yang diluangkan orangtua untuk mendengarkan keluh kesah saya Orangtua saya tidak menyadari ketika saya sedang ada masalah Orangtua tidak peduli dengan apa yang sedang terjadi pada saya. Saya dan orangtua rutin untuk berdiskusi tentang hal-hal yang ramai diperbincangkan Saya merasa nyaman berada di rumah Saya dan orangtua sering bercanda bersama Saya dan orangtua memiliki pendapat yang sama terhadap banyak hal Saya senang berbagi cerita dengan orangtua karena beliau mau mendengarkan Apabila orangtua salah, saya merasa canggung untuk menegurnya Saya dan orangtua sering

117 100 berbeda pendapat Saya tidak terbiasa untuk bercerita pada orangtua karena beliau bersikap acuh

118 101 LAMPIRAN 2 Surat Pernyataan Profesional Judgement

119 102

120 103

121 104

122 105

123 106 LAMPIRAN 3 Format Kuisioner

124 107 Responden yang terhormat, Saya adalah mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya yang sedang mengadakan penelitian untuk tugas akhir, memohon kerjasama Anda untuk mengisi kuisioner berikut. Hal yang perlu diperhatikan adalah setiap orang dapat mempunyai jawaban yang berbeda-beda, tidak ada penilaian benar ataupun salah, baik maupun buruk, oleh karena itu pilihlah jawaban yang paling menggambarkan diri anda. Segala keterangan dan jawaban yang anda berikan dijamin kerahasiaannya dan akan menjadi tanggung jawab saya selaku peneliti. Saya harap Anda dapat memberikan jawaban secara jujur, terbuka, dan apa adanya. Petunjuk Pengisian Berikut ini terdapat sejumlah pernyataan tentang diri anda. Bacalah tiap pernyataan tersebut dengan seksama, kemudian anda diminta untuk mengemukakan pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri anda, yaitu dengan cara memberikan tanda centang ( ) pada salah satu jawaban diantara 5 (lima) alternatif jawaban yang tersedia, yaitu: STS : Sangat Tidak Sesuai TS : Tidak Sesuai N : Netral S : Sesuai SS : Sangat Sesuai Hormat Saya, Kamelia Dewi P. Sebagai kelengkapan data, saya memohon kesediaan Anda untuk mengisi formulir data diri dibawah ini: Nama : (L/P) *coret yang tidak perlu Usia : No. Telp: Status : Anak Tunggal / Bukan Anak Tunggal*

125 108 SKALA A No Pernyataan STS TS N S SS 1. Orangtua saya terkadang juga melakukan kesalahan 2. Orangtua saya bukanlah sosok yang mengetahui segala hal 3. Sikap orangtua kepada saya berbeda dengan sikap orangtua terhadap teman-temannya 4. Saya tidak dapat berinteraksi dengan orangtua seperti berinteraksi dengan orang dewasa pada umumnya 5. Ketika melakukan kesalahan, saya tidak bergantung pada orangtua untuk menyelesaikannya 6. Mudah bagi saya untuk mengatasi ketakutan tanpa bantuan dari orangtua 7. Saya akan curhat pada orangtua ketika bersedih 8. Saya dapat melihat adanya perbedaan pendapat antara saya dan orangtua saya 9. Saya akan bertanggung jawab terhadap setiap kesalahan yang saya lakukan 10. Ketika membutuhkan uang, saya akan meminta kepada orangtua daripada mengambil tabungan saya 11. Saya merasa orangtua saya tidak pernah membuat kesalahan 12. Saya berinteraksi dengan orangtua tidak hanya dalam hubungan orangtua-

126 109 anak tetapi seperti dengan individu pada umumnya 13. Sikap orangtua terhadap saya sama dengan sikap orangtua terhadap teman-temannya 14. Orang yang paling saya butuhkan ketika bersedih adalah orangtua 15. Saya menabung uang jajan saya tanpa sepengetahuan orangtua 16. Saya merasa saya dan orangtua memiliki pandangan yang sama dalam beberapa hal 17. Saya merasa orangtua saya selalu benar 18. Ketika bersedih, saya tidak menunjukkannya di depan orangtua 19. Saya memilih alternatif pemecahan masalah berdasarkan pertimbangan saya dan orangtua 20. Saya akan bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari keputusan yang saya ambil 21. Menurut saya, penting untuk memilih organisasi sesuai dengan keinginan saya sendiri 22. Saya memilih universitas pilihan orangtua saya 23. Saya yakin dapat memenuhi kebutuhan saya sendiri di rumah/di kos 24. Mudah bagi saya untuk mengemukakan pendapat saya kepada

127 110 orang lain 25. Saya merasa tidak mampu memenuhi kebutuhan saya sendiri di rumah/di kos 26. Saya menyadari setiap resiko dari perilaku saya 27. Saya memilih universitas pilihan saya meskipun orangtua memilih berbeda 28. Penting bagi saya untuk mengikuti apa yang dilakukan teman-teman saya 29. Saya merasa malu untuk mengemukakan pendapat dalam sebuah diskusi 30. Sulit bagi saya untuk bertanggungjawab sendiri terhadap konsekuensi dari keputusan yang saya ambil 31. Ketika saya mendengar gosip, saya akan mencari tahu kebenarannya sebelum mempercayai 32. Saya tidak pernah menyusun rencana dalam penyelesaian masalah 33. Saya meminta uang kepada orangtua dengan jumlah yang sesuai dengan keperluan yang akan saya beli, tidak kurang tidak lebih 34. Penting bagi saya untuk menulis tugas tanpa plagiasi karya oranglain 35. Saya melakukan kecurangan dalam anggaran dana kepanitiaan 36. Saya dan teman-teman biasa untuk

128 111 saling bekerja sama ketika ujian 37. Saya memiliki keyakinan sendiri terhadap apa yang benar dan salah bukan karena orangtua saya memberitahukan mengenai hal tersebut 38. Saya tahu bahwa menyontek adalah hal yang tidak baik bukan karena orangtua yang menasehati 39. Saya mengetahui hal yang benar dan salah dari orangtua saya 40. Menurut saya, penting untuk tidak terlambat masuk sekolah/kuliah meskipun banyak teman yang terlambat 41. Saya menyusun rencana terlebih dahulu sebelum menyelesaikan masalah 42. Saya percaya pada gosip-gosip yang saya dengar 43. Saya sering keluar ketika jam pelajaran yang membosankan meskipun saya tahu hal tersebut tidak patut dilakukan 44. Saya tidak segan-segan menegur teman saya yang menyontek tugas saya 45. Saya lebih memilih copy-paste tugas kakak kelas atau teman saya yang sudah mengambil mata kuliah yang sama 46. Orangtua saya melarang saya untuk menyontek sehingga saya tidak

129 112 menyontek SKALA B No Pernyataan STS TS N S SS 1. Saya akan diberi hukuman bila melanggar peraturan yang diterapkan di rumah 2. Orangtua akan menanyai saya dengan baik-baik alasan saya terlambat pulang sekolah/kuliah 3. Semua kegiatan saya di sekolah/kampus sudah diatur oleh orangtua 4. Orangtua enggan turut campur dalam permasalahan yang saya hadapi 5. Saya harus mengikuti bimbingan belajar yang telah ditentukan orangtua 6. Saya harus melaksanakan setiap keputusan di rumah yang telah ditetapkan oleh 7. Saya dapat menghiraukan perintah yang diberikan orangtua tanpa dikenai hukuman 8. Saya diperbolehkan berteman dengan siapa saja 9. Ada jam malam atau jam pulang yang ditentukan di rumah 10. Orangtua menyarankan saya untuk tidak mengikuti banyak kegiatan di sekolah/kampus

130 Saya tidak diberi nasihat universitas mana yang baik untuk saya 12. Orangtua menegur saya apabila melakukan kesalahan. 13. Orangtua membebaskan saya menonton TV meskipun tahu esok hari saya akan melaksanakan ujian 14. Saya dimarahi jika tidak melaksanakan tugas di rumah 15. Orangtua saya mendengarkan alasan dari setiap keputusan yang saya ambil 16. Saya merasa apa yang saya lakukan selalu kurang di mata orangtua saya 17. Orangtua saya bisa merasakan apabila saya sedang dalam masalah 18. Saya merasa tidak diperdulikan di rumah 19. Tidak banyak waktu yang diluangkan orangtua untuk mendengarkan keluh kesah saya 20. Saya dan orangtua rutin untuk berdiskusi tentang hal-hal yang ramai diperbincangkan 21. Saya senang berbagi cerita dengan orangtua karena beliau mau mendengarkan 22. Apabila orangtua salah, saya merasa canggung untuk menegurnya 23. Orangtua mengingatkan secara baikbaik mengenai tugas yang harus saya laksanakan di rumah

131 Aturan yang telah dibuat oleh orangtua tidak dapat diganggu gugat 25. Saya diberi kesempatan untuk beraktivitas dengan leluasa 26. Saya dapat mengikuti kegiatan disekolah/kampus sesuai dengan keinginan saya 27. Saya diminta untuk menjauhi teman yang memiliki perilaku buruk 28. Orangtua tidak menentukan dan mengatur kegiatan yang saya jalani 29. Setiap kegiatan yang saya lakukan di luar sekolah/kampus perlu diketahui oleh orangtua 30. Orangtua tidak pernah mengomentari keputusan yang saya ambil 31. Saya akan ditegur orangtua apabila tahu saya tidak belajar 32. Orangtua memuji saya di depan teman-temannya maupun teman-teman saya 33. Saya tidak diberikan kesempatan untuk ikut dalam pengambilan keputusan di rumah 34. Apabila saya mengalami kesulitan, orangtua akan membantu untuk menyelesaikannya 35. Saya merasa nyaman berada di rumah 36. Saya tidak terbiasa untuk bercerita pada orangtua karena beliau bersikap acuh

132 Saya akan dibentak bila melakukan kesalahan 38. Saya diturut sertakan dalam pengambilan keputusan tentang pembagian tugas di rumah 39. Orangtua memberikan nasihat tentang masa depan yang akan saya capai 40. Orangtua memberikan nasihat mengenai hal yang baik dan buruk kepada saya 41. Tidak ada peraturan tentang pelaksanaan tugas di rumah (misal: cuci piring/menyapu) 42. Orangtua membebaskan saya tidak belajar, kecuali pada saat ujian 43. Orangtua saya menerima saya apa adanya 44. Ketika ada permasalahan yang saya alami, orangtua dengan senang hati membantu 45. Saya dan orangtua sering bercanda bersama 46. Saya akan dimarahi orangtua bila terlambat pulang sekolah/kuliah

133 116 LAMPIRAN 4 Data Skor Kasar Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter dan Permisif

134 117 OTORITER PERMISIF

135

136

137 120 LAMPIRAN 5 Data Skor Kasar Skala Persepsi Pola Asuh Demokratis

138 121 DEMOKRATIS

139

140 123 LAMPIRAN 6 Data Skor Kasar Skala Kemandirian

141

142

143

144 127 BAGIAN TOTAL

145

146 129 LAMPIRAN 7 Hasil Uji Reliabilitas

147 POLA ASUH Case Processing Summary N % Cases Valid Exclude d a 0.0 Total a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach' s Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items Summary Item Statistics Maximum / Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items Item Means Item-Total Statistics Corrected Squared Cronbach's Scale Mean if Scale Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted VAR VAR VAR VAR VAR VAR

148 131 VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR

149 132 VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR PUTARAN 1 Case Processing Summary N % Cases Valid Excluded a 0.0 Total a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items Summary Item Statistics Maximum / Mean Minimum Maximum Range Minimum Variance N of Items Item Means Item-Total Statistics Corrected Squared Cronbach's Scale Mean if Scale Variance Item-Total Multiple Alpha if Item Item Deleted if Item Deleted Correlation Correlation Deleted

150 133 VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR PUTARAN 2 Case Processing Summary N % Cases Valid Excluded a 0.0 Total

151 134 Case Processing Summary N % Cases Valid Excluded a 0.0 Total a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items Summary Item Statistics Mean Minimum Maximum Range Maximum / Minimum Variance N of Items Item Means Item-Total Statistics Scale Mean Scale Corrected Squared Cronbach's if Item Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR

152 135 VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR KEMANDIRIAN Case Processing Summary N % Cases Valid Excluded a 0.0 Total a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items Summary Item Statistics Mean Minimum Maximum Range Maximum / Minimum Variance N of Items

153 136 Summary Item Statistics Mean Minimum Maximum Range Maximum / Minimum Variance N of Items Item Means Item-Total Statistics Scale Mean Scale Corrected Squared Cronbach's if Item Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR

154 137 VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR PUTARAN 1 Case Processing Summary N % Cases Valid Excluded a 0.0 Total a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

155 138 Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items Summary Item Statistics Mean Minimum Maximum Range Maximum / Minimum Variance N of Items Item Means Item-Total Statistics Scale Mean Scale Corrected Squared Cronbach's if Item Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR

156 139 VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR PUTARAN 2 Case Processing Summary N % Cases Valid Excluded a 0.0 Total a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items

157 140 Summary Item Statistics Mean Minimum Maximum Range Maximum / Minimum Variance N of Items Item Means Item-Total Statistics Scale Mean Scale Corrected Squared Cronbach's if Item Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR VAR

158 141 VAR VAR VAR

159 142 LAMPIRAN 8 Data Skor Kasar Data Skor Kemandirian (Setelah Uji Reliabilitas)

160 TOTAL

161

162

163 146 LAMPIRAN 9 Data Skor Skala Persepsi Pola Asuh (Setelah Uji Reliabilitas)

164 147 OTORITER PERMISIF DEMOKRATIS TOT

165

166 149 LAMPIRAN 10 Data Z-score Persepsi Pola Asuh

167 150 OTORITER PERMISIF DEMOKRATIS TOT1 (X-MEAN) Z-SCORE TOT2 (X-MEAN) Z-SCORE TOT3 (X-MEAN) Z-SCORE 20 0, , , , , , , , , , ,6774-1, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,15531

168 151 LAMPIRAN 11 Statistik Deskriptif

169 Pola Asuh Descriptive Statistics N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation OTORITER PERMISIF DEMOKRATIS Valid N (listwise) Kemandirian Descriptive Statistics N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation KEMANDIRIAN Valid N (listwise) 62

170 153 LAMPIRAN 12 Analisis Deskriptif Berdasarkan Usia 71

171 Pola Asuh a. 18 Descriptive Statistics N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation OTORITER PERMISIF DEMOKRATIS Valid N (listwise) 2 b. 19 Descriptive Statistics N Mean OTORITER PERMISIF DEMOKRATIS Valid N (listwise) 2 c. 20 Descriptive Statistics N Mean OTORITER PERMISIF DEMOKRATIS Valid N (listwise) 2 d. 21 Descriptive Statistics N Mean OTORITER PERMISIF DEMOKRATIS Valid N (listwise) 8

172 Kemandirian Descriptive Statistics N Mean USIA_ USIA_ USIA_ USIA_ Valid N (listwise) 9

173 156 LAMPIRAN 13 Analisis Deskriptif Bedasarkan Jenis Kelamin

174 Pola Asuh a. Laki-laki Descriptive Statistics N Mean OTORITER PERMISIF DEMOKRATIS Valid N (listwise) 3 b. Perempuan Descriptive Statistics N Mean OTORITER PERMISIF DEMOKRATIS Valid N (listwise) Kemandirian Descriptive Statistics N Mean LAKI_LAKI PEREMPUAN Valid N (listwise) 22

175 158 LAMPIRAN 14 Analisis Deskriptif Kemandirian Berdasarkan Persepsi Pola Asuh Orangtaua

176 159 Descriptive Statistics N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation OTORITER E PERMISIF DEMOKRATIS Valid N (listwise) 20

177 160 LAMPIRAN 15 Uji Normalitas

178 161 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. KEMANDIRIAN * POLA_ASUH a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. 1. Pola Asuh

179 Kemandirian

Perbedaan Kemandirian pada Remaja yang Berstatus Sebagai Anak Tunggal Ditinjau dari Persepsi Pola Asuh Orangtua

Perbedaan Kemandirian pada Remaja yang Berstatus Sebagai Anak Tunggal Ditinjau dari Persepsi Pola Asuh Orangtua Perbedaan Kemandirian pada Remaja yang Berstatus Sebagai Anak Tunggal Ditinjau dari Persepsi Pola Asuh Orangtua Kamelia Dewi Purbasari Nur Ainy Fardana Nawangsari Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

Magister Profesi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya 2016

Magister Profesi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya 2016 ADLN ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL SISWA TAMAN KANAK-KANAK Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Profesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kemandirian..., Maya Puspaning Tyas, FPSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kemandirian..., Maya Puspaning Tyas, FPSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang yang menikah biasanya berencana untuk memiliki anak. Anak dipandang sebagai penerus garis keturunan dan sebagai perpanjangan diri orang tuanya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Kemandirian merupakan isu psikososial yang muncul secara terus menerus dalam seluruh siklus kehidupan individu (Steinberg, 2002). Isu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Individu akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya dan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan yang terjadi semakin ketat, individu dituntut untuk memiliki tingkat pendidikan yang memadai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menarik untuk dikaji, karena pada masa remaja terjadi banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan, baik bagi remaja itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PADA ANAK TENGAH DARI LATAR BELAKANG BUDAYA YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI HALAMAN SAMPUL DEPAN

KEMANDIRIAN PADA ANAK TENGAH DARI LATAR BELAKANG BUDAYA YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI HALAMAN SAMPUL DEPAN KEMANDIRIAN PADA ANAK TENGAH DARI LATAR BELAKANG BUDAYA YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI HALAMAN SAMPUL DEPAN Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era kompetitif ini, Indonesia adalah salah satu negara yang sedang mengalami perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan begitu banyak perguruan tinggi seperti

Lebih terperinci

PERBEDAAN KESADARAN MULTIKULTURAL ANTARA SISWA

PERBEDAAN KESADARAN MULTIKULTURAL ANTARA SISWA PERBEDAAN KESADARAN MULTIKULTURAL ANTARA SISWA KELAS X SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 3 SUKOHARJO DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS ASSALAAM SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2013/2014 SKRIPSI Oleh: HESTI OKTAVIA NIM. K6410031

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Panti sosial asuhan anak menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2004:4) adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN ASERTIVITAS DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ISTRI YANG TINGGAL DENGAN MERTUA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN ASERTIVITAS DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ISTRI YANG TINGGAL DENGAN MERTUA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN ASERTIVITAS DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ISTRI YANG TINGGAL DENGAN MERTUA Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang berarti pertumbuhan menuju kedewasaan. Dalam kehidupan seseorang, masa remaja merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAJI DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAJI DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP GAJI DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

PERBEDAAN AGGRESSIVE DRIVING DITINJAU DARI ALTRUISME DAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA DI KOTA SURAKARTA

PERBEDAAN AGGRESSIVE DRIVING DITINJAU DARI ALTRUISME DAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA DI KOTA SURAKARTA PERBEDAAN AGGRESSIVE DRIVING DITINJAU DARI ALTRUISME DAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA DI KOTA SURAKARTA Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

PERAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA SMP DI DENPASAR

PERAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA SMP DI DENPASAR PERAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA SMP DI DENPASAR SKRIPSI Diajukan Kepada program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN ANTAR ETNIS JAWA DAN SUMATERA DI SOLO

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN ANTAR ETNIS JAWA DAN SUMATERA DI SOLO PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN ANTAR ETNIS JAWA DAN SUMATERA DI SOLO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : Retno Mahening F 100

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu keluarga kehadiran anak adalah kebahagiaan tersendiri bagi orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah amanah, titipan

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN REMAJA AKHIR PUTERI PASCA KEMATIAN AYAH

KEMANDIRIAN REMAJA AKHIR PUTERI PASCA KEMATIAN AYAH KEMANDIRIAN REMAJA AKHIR PUTERI PASCA KEMATIAN AYAH RIA SULASTRIANI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam gambaran kemandirian remaja

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: SIANNE WIBAWA

SKRIPSI. Oleh: SIANNE WIBAWA KECEMASAN AKADEMIK DITINJAU DARI SELF-EFFICACY SKRIPSI Oleh: SIANNE WIBAWA 07.40.0106 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2013 KECEMASAN AKADEMIK DITINJAU DARI SELF-EFFICACY

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECERDASAN SOSIAL DENGAN KEPUASAN KERJA SAMA KELOMPOK DALAM SMALL GROUP DISCUSSION

HUBUNGAN KECERDASAN SOSIAL DENGAN KEPUASAN KERJA SAMA KELOMPOK DALAM SMALL GROUP DISCUSSION HUBUNGAN KECERDASAN SOSIAL DENGAN KEPUASAN KERJA SAMA KELOMPOK DALAM SMALL GROUP DISCUSSION PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA SKRIPSI Diajukan Kepada

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH REMAJA YANG MENGONSUMSI KONTEN PORNO DENGAN KEMATANGAN EMOSI SEBAGAI MEDIATOR

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH REMAJA YANG MENGONSUMSI KONTEN PORNO DENGAN KEMATANGAN EMOSI SEBAGAI MEDIATOR HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH REMAJA YANG MENGONSUMSI KONTEN PORNO DENGAN KEMATANGAN EMOSI SEBAGAI MEDIATOR Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi mendefinisikan perkembangan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup

Lebih terperinci

PERAN DUDA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN KELUARGA

PERAN DUDA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN KELUARGA PERAN DUDA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN KELUARGA (Studi Deskriptif Pada Duda Yang Ditinggal Istri Akibat Kematian Di Desa Mangaran Kecamatan Ajung Kabupaten Jember) WIDOWER ROLE IN MEETING THE NEEDS OF FAMILIES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA YANG KOST DAN YANG TINGGAL DENGAN ORANGTUA DITINJAU DARI KONTROL DIRI

PERBEDAAN PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA YANG KOST DAN YANG TINGGAL DENGAN ORANGTUA DITINJAU DARI KONTROL DIRI PERBEDAAN PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA YANG KOST DAN YANG TINGGAL DENGAN ORANGTUA DITINJAU DARI KONTROL DIRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Lebih terperinci

Tingkat Stres Kerja Ditinjau dari Beban Kerja. pada Air Traffic Controller (ATC)

Tingkat Stres Kerja Ditinjau dari Beban Kerja. pada Air Traffic Controller (ATC) Tingkat Stres Kerja Ditinjau dari Beban Kerja pada Air Traffic Controller (ATC) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh : JUNIKA MINDA PRATIWI 101301038 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M. GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA 12-15 TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.PSI 1 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN ABSTRAK Kemandirian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

KEBUTUHAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PENYANDANG TUNANETRA YANG BERSEKOLAH DI SEKOLAH UMUM DITINJAU DARI KEMATANGAN EMOSI DAN SELF DISCLOSURE

KEBUTUHAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PENYANDANG TUNANETRA YANG BERSEKOLAH DI SEKOLAH UMUM DITINJAU DARI KEMATANGAN EMOSI DAN SELF DISCLOSURE KEBUTUHAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PENYANDANG TUNANETRA YANG BERSEKOLAH DI SEKOLAH UMUM DITINJAU DARI KEMATANGAN EMOSI DAN SELF DISCLOSURE SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA JAMAAH PENGAJIAN HAQQUL AMIN DI SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA JAMAAH PENGAJIAN HAQQUL AMIN DI SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA JAMAAH PENGAJIAN HAQQUL AMIN DI SURAKARTA SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

PROFIL KEPRIBADIAN 16 PF PADA SISWA PELAKU BULLYING

PROFIL KEPRIBADIAN 16 PF PADA SISWA PELAKU BULLYING PROFIL KEPRIBADIAN 16 PF PADA SISWA PELAKU BULLYING SKRIPSI Diajukan Oleh : Indrastiti RatnaWardhani F 100 070 105 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011 PROFIL KEPRIBADIAN 16 PF PADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak awal biasanya dikenal dengan masa prasekolah. Pada usia ini, anak mulai belajar memisahkan diri dari keluarga dan orangtuanya untuk masuk dalam lingkungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN KERJA DENGAN KUALITAS PELAYANAN PADA KARYAWAN BAGIAN TATA USAHA DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN KERJA DENGAN KUALITAS PELAYANAN PADA KARYAWAN BAGIAN TATA USAHA DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN KERJA DENGAN KUALITAS PELAYANAN PADA KARYAWAN BAGIAN TATA USAHA DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN PERKAWINAN BEDA USIA (SUAMI LEBIH MUDA DARI ISTRI)

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN PERKAWINAN BEDA USIA (SUAMI LEBIH MUDA DARI ISTRI) PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN PERKAWINAN BEDA USIA (SUAMI LEBIH MUDA DARI ISTRI) SKRIPSI HENRETHA LEONTI LUMINGAS 11.40.0031 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2016 i

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RESILIENSI DENGAN STRES DALAM MENYUSUN SKRIPSI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

HUBUNGAN ANTARA RESILIENSI DENGAN STRES DALAM MENYUSUN SKRIPSI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET HUBUNGAN ANTARA RESILIENSI DENGAN STRES DALAM MENYUSUN SKRIPSI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN MEMBACA CEPAT TERHADAP PEMAHAMAN BACAAN

PENGARUH PELATIHAN MEMBACA CEPAT TERHADAP PEMAHAMAN BACAAN PENGARUH PELATIHAN MEMBACA CEPAT TERHADAP PEMAHAMAN BACAAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh YESSY LIANA PUTRI 051301035 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

SELF REGULATION DAN PERILAKU MAKAN SEHAT MAHASISWA YANG MENGALAMI DYSPEPSIA UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA SKRIPSI

SELF REGULATION DAN PERILAKU MAKAN SEHAT MAHASISWA YANG MENGALAMI DYSPEPSIA UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA SKRIPSI SELF REGULATION DAN PERILAKU MAKAN SEHAT MAHASISWA YANG MENGALAMI DYSPEPSIA UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Lebih terperinci

PERBEDAAN KECENDERUNGAN KECANDUAN INTERNET DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN INTROVERT- EKSTROVERT DAN JENIS KELAMIN

PERBEDAAN KECENDERUNGAN KECANDUAN INTERNET DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN INTROVERT- EKSTROVERT DAN JENIS KELAMIN PERBEDAAN KECENDERUNGAN KECANDUAN INTERNET DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN INTROVERT- EKSTROVERT DAN JENIS KELAMIN SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TRUST DENGAN KONFLIK INTERPERSONAL PADA DEWASA AWAL YANG MENJALANI HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH

HUBUNGAN ANTARA TRUST DENGAN KONFLIK INTERPERSONAL PADA DEWASA AWAL YANG MENJALANI HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH HUBUNGAN ANTARA TRUST DENGAN KONFLIK INTERPERSONAL PADA DEWASA AWAL YANG MENJALANI HUBUNGAN PACARAN JARAK JAUH SKRIPSI Diajukan Kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

Lebih terperinci

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang nyaman dan bahagia, yaitu hidup dengan perlindungan dan kasih sayang dari kedua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA ANAK DENGAN PENGENDALIAN DORONGAN SEKSUAL SEBELUM MENIKAH PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA ANAK DENGAN PENGENDALIAN DORONGAN SEKSUAL SEBELUM MENIKAH PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA ANAK DENGAN PENGENDALIAN DORONGAN SEKSUAL SEBELUM MENIKAH PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Gelar

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA PENGASUHAN ORANGTUA DENGAN PERILAKU BERMASALAH PADA ANAK TK X DAN TK Y SKRIPSI. OLEH: Amadhea Septining Tyas NRP.

HUBUNGAN ANTARA GAYA PENGASUHAN ORANGTUA DENGAN PERILAKU BERMASALAH PADA ANAK TK X DAN TK Y SKRIPSI. OLEH: Amadhea Septining Tyas NRP. HUBUNGAN ANTARA GAYA PENGASUHAN ORANGTUA DENGAN PERILAKU BERMASALAH PADA ANAK TK X DAN TK Y SKRIPSI OLEH: Amadhea Septining Tyas NRP. 7103013073 Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ANGGOTA KOMUNITAS ORANG MUDA KATOLIK (OMK) KEVIKEPAN SURABAYA BARAT SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ANGGOTA KOMUNITAS ORANG MUDA KATOLIK (OMK) KEVIKEPAN SURABAYA BARAT SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ANGGOTA KOMUNITAS ORANG MUDA KATOLIK (OMK) KEVIKEPAN SURABAYA BARAT SKRIPSI Oleh: Kevin Jonathan Susilo NRP: 7103013025 Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

HUBUNGAN LOCUS OF CONTROL INTERNAL DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI AKADEMIK MAHASISWA SKRIPSI

HUBUNGAN LOCUS OF CONTROL INTERNAL DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI AKADEMIK MAHASISWA SKRIPSI HUBUNGAN LOCUS OF CONTROL INTERNAL DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI AKADEMIK MAHASISWA SKRIPSI Oleh: FULGENSIA E. LAY CORBAFO 09.40.0064 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015 HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu periode perkembangan yang harus dilalui oleh seorang individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja (Yusuf, 2006). Masa remaja

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA PANTI ASUHAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA PANTI ASUHAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA PANTI ASUHAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI SKRIPSI Diajukan Kepada program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas

Lebih terperinci

RATNA PRATIWI F

RATNA PRATIWI F HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN INTERNET DALAM PROSES PEMBELAJARAN DENGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara psikologis perubahan merupakan situasi yang paling sulit untuk diatasi oleh seseorang, dan ini merupakan ciri khas yang menandai awal masa remaja. Dalam perubahannya,

Lebih terperinci

BAYU PUTRI ALDILA SAKTI NIM F

BAYU PUTRI ALDILA SAKTI NIM F HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PENDIDIKAN BERBASIS INTERNASIONAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI DALAM PEMBELAJARAN PADA SISWA SMA NEGERI 1 BOYOLALI SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

Oleh : Danny Adam Kurniawan D SKRIPSI

Oleh : Danny Adam Kurniawan D SKRIPSI PENCARIAN INFORMASI DAN PARTISIPASI POLITIK (Hubungan Sumber Informasi Tentang Pilkada Serentak 2015 dan Jenis Kelamin dengan Partisipasi Politik Di Kalangan Mahasiswa FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL PADA SUAMI DI FASE DEWASA AWAL DENGAN DEWASA MADYA DI DESA KEDONDONG KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS

PERBEDAAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL PADA SUAMI DI FASE DEWASA AWAL DENGAN DEWASA MADYA DI DESA KEDONDONG KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS PERBEDAAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL PADA SUAMI DI FASE DEWASA AWAL DENGAN DEWASA MADYA DI DESA KEDONDONG KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU SKRIPSI HASTANIA HERAYUNINGSIH NIM : 01.40.0079 Alamat : Jl. Udan Riris No. 31 Telogosari Semarang No. Telp : (024) 6730190

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KENAKALAN REMAJA MADYA DENGAN KECEMASAN IBU SKRIPSI HASTANIA HERAYUNINGSIH NIM : 01.40.0079 Alamat : Jl. Udan Riris No. 31 Telogosari Semarang No. Telp : (024) 6730190

Lebih terperinci

KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM DITINJAU DARI SELF-EFFICACY MAHASISWA BARU UKWMS SKRIPSI. OLEH: Melisa Futri NRP

KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM DITINJAU DARI SELF-EFFICACY MAHASISWA BARU UKWMS SKRIPSI. OLEH: Melisa Futri NRP KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM DITINJAU DARI SELF-EFFICACY MAHASISWA BARU UKWMS SKRIPSI OLEH: Melisa Futri NRP 7103012041 Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya 2016 ii KECEMASAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF REGULATED LEARNING DAN KELEKATAN REMAJA AWAL TERHADAP IBU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP N 6 DENPASAR

HUBUNGAN ANTARA SELF REGULATED LEARNING DAN KELEKATAN REMAJA AWAL TERHADAP IBU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP N 6 DENPASAR HUBUNGAN ANTARA SELF REGULATED LEARNING DAN KELEKATAN REMAJA AWAL TERHADAP IBU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP N 6 DENPASAR SKRIPSI Diajukan Kepada program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERILAKU BULLYING DI TINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI. Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

PERBEDAAN PERILAKU BULLYING DI TINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI. Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi i PERBEDAAN PERILAKU BULLYING DI TINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh: LILI FATMAWATI

Lebih terperinci

PENGARUH MUSIK TRADISIONAL BATAK TOBA TERHADAP MOOD SKRIPSI MARIA SIAGIAN

PENGARUH MUSIK TRADISIONAL BATAK TOBA TERHADAP MOOD SKRIPSI MARIA SIAGIAN PENGARUH MUSIK TRADISIONAL BATAK TOBA TERHADAP MOOD SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh MARIA SIAGIAN 101301049 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA GANJIL,

Lebih terperinci

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI UNTUK

BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI UNTUK BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI UNTUK MENGURANGI PELANGGARAN TATA TERTIB SEKOLAH (PENELITIAN PADA SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2013/2014) SKRIPSI Oleh : ZAFIRAH FARIS

Lebih terperinci

ANALISIS PROPERTI PSIKOMETRI ALAT TES TRAIT EMOTIONAL INTELLIGENCE QUESTIONNAIRE- ADOLESCENT SHORT FORM (TEIQue-ASF) VERSI BAHASA INDONESIA SKRIPSI

ANALISIS PROPERTI PSIKOMETRI ALAT TES TRAIT EMOTIONAL INTELLIGENCE QUESTIONNAIRE- ADOLESCENT SHORT FORM (TEIQue-ASF) VERSI BAHASA INDONESIA SKRIPSI ANALISIS PROPERTI PSIKOMETRI ALAT TES TRAIT EMOTIONAL INTELLIGENCE QUESTIONNAIRE- ADOLESCENT SHORT FORM (TEIQue-ASF) VERSI BAHASA INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik. Pada masa ini remaja tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikis, perubahan terhadap pola perilaku dan juga

Lebih terperinci

GAMBARAN MOTIVASI BELAJAR BAHASA MANDARIN SISWA SMA METHODIST 2 MEDAN SKRIPSI MENTARI MANIK

GAMBARAN MOTIVASI BELAJAR BAHASA MANDARIN SISWA SMA METHODIST 2 MEDAN SKRIPSI MENTARI MANIK GAMBARAN MOTIVASI BELAJAR BAHASA MANDARIN SISWA SMA METHODIST 2 MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh MENTARI MANIK 101301098 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

INTENSI MELAKUKAN PREMARITAL SEKSUAL DAN KOMUNIKASI ORANGTUA KEPADA ANAK MENGENAI PENDIDIKAN SEKSUALITAS SKRIPSI

INTENSI MELAKUKAN PREMARITAL SEKSUAL DAN KOMUNIKASI ORANGTUA KEPADA ANAK MENGENAI PENDIDIKAN SEKSUALITAS SKRIPSI INTENSI MELAKUKAN PREMARITAL SEKSUAL DAN KOMUNIKASI ORANGTUA KEPADA ANAK MENGENAI PENDIDIKAN SEKSUALITAS SKRIPSI OLEH: Stephany Tansania 7103005077 Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala

Lebih terperinci

PENGARUH PERSEPSI IKLIM SEKOLAH TERHADAP STUDENT ENGAGEMENT PADA SISWA SMA SULTAN ISKANDAR MUDA MEDAN SKRIPSI MUHAMMAD ANGGY FAJAR PURBA

PENGARUH PERSEPSI IKLIM SEKOLAH TERHADAP STUDENT ENGAGEMENT PADA SISWA SMA SULTAN ISKANDAR MUDA MEDAN SKRIPSI MUHAMMAD ANGGY FAJAR PURBA PENGARUH PERSEPSI IKLIM SEKOLAH TERHADAP STUDENT ENGAGEMENT PADA SISWA SMA SULTAN ISKANDAR MUDA MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: MUHAMMAD ANGGY FAJAR PURBA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian, BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan ini berisi latar belakang masalah penelitian, batasan masalah, dan rumusan masalah. Selanjutnya, dipaparkan pula tujuan dan manfaat penelitian. Pada bagian berikutnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK Emilia Roza (Eroza82@yahoo.com) 1 Muswardi Rosra 2 Ranni Rahmayanthi Z 3 ABSTRACT The objective of this research was

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terperinci serta dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. terperinci serta dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat melanjutkan cita-cita bangsa serta membawa bangsa kearah perkembangan yang lebih baik. Mahasiswa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL

HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL Shabrina Khairunnisa 16511716 3PA01 LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia

Lebih terperinci

SKRIPSI. Sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi

SKRIPSI. Sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DAN SELF-ENHANCEMENT DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA ANGGOTA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA SKRIPSI Sebagai salah satu

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM INFORMASI AKUNTANSI, GAYA KEPEMIMPINAN, KOMPLEKSITAS TUGAS DAN LOCUS OF CONTROL TERHADAP KINERJA KARYAWAN

PENGARUH SISTEM INFORMASI AKUNTANSI, GAYA KEPEMIMPINAN, KOMPLEKSITAS TUGAS DAN LOCUS OF CONTROL TERHADAP KINERJA KARYAWAN PENGARUH SISTEM INFORMASI AKUNTANSI, GAYA KEPEMIMPINAN, KOMPLEKSITAS TUGAS DAN LOCUS OF CONTROL TERHADAP KINERJA KARYAWAN (Studi pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Kabupaten Kudus) Skripsi ini diajukan

Lebih terperinci

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG NURUL ILMI FAJRIN_11410126 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Lebih terperinci