BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemandirian 1. Pengertian Kemandirian Kata kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapakan awalan ke dan akhiran an yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar dri pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai perkembangan diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self (Ali, 2014) karena diri itu merupakan inti dari kemandirian. Kemandirian menurut Havighurst ( Mu tadin, 2002) kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Kemandirian bukanlah hasil dari proses internalisasi aturan otoritas, melainkan suatu proses perkembangan diri sesuai dengan hakikat eksistensi manusian (Ali, 2014) Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam mengatasi suatu masalah yang terjadi 12

2 13 di berbagai situasi di lingkungan sekitar yang ditujukan untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan umum. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian remaja ( Ali dan Asrori, 2014) : a. Gen atau keturunan orang tua Orangtua memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orangtua itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya. b. Pola asuh orang tua Cara orangtua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemndirian anak remajanya. Orangtua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata jangan kepada anak tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak, Sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan anak. Demikian juga orangtua yang cenderung sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lainnya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap kemandirian remaja.

3 14 c. Sistem pendidikan di sekolah Proses pendidikan disekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinisasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja. Demikian juga, proses pendidikan yang banyak menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman (punishment) juga dapat menghambat perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi remaja, pemberian reward, dan penciptaan kompetitif positif akan memperlancar perkembangan kemandirian remaja. d. Sistem kehidupan di masyarakat Sistem kehidupan di masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja, sebaiknya lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspersi potensi remaja dalam bentuk berbagai kegiatan, dan tidak berlaku hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian remaja. Berdasarkan uraian faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian remaja diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kemandirian remaja yaitu gen atau keturunan orang tua, pola asuh orang tua, sistem pendidikan di sekolah dan sistem kehidupan di masyarakat.

4 15 3. Aspek-aspek Kemandirian Douvan (Yusuf, 2000) juga menjelaskan mengenai aspek kemandirian. Kemandirian (emotional autonomy) merupakan salah satu dari tiga aspek dari perkembangan kemandirian remaja, yaitu : a. Kemandirian Emosi Yang ditandai oleh kemampuan memecahkan ketergantungannya (sifat kekanak-kanakannya) dari orangtua dan mereka dapat memuaskan kebutuhan kasih sayang dan keakraban di luar rumahnya 1) Hakikat Tugas Tujuan dari tugas perkembangan ini adalah : a) Membebaskan diri dari sikap dan perilaku yang kekanak-kanakan atau bergantung pada orang tua b) Mengembangkan afeksi (cinta kasih) kepada orangtua, tanpa bergantung (terikat) kepadanya, dan c) Mengembangkan sikap respek terhadap orang dewasa lainnya tanpa bergantung kepadanya 2) Dasar Biologis Secara biologis, remaja sudah dapat mencapai tugas perkembangan ini, karena mereka telah memperoleh kematangan seksualnya. Karena remaja tidak mendapatkan informasi secara memadai tentang seksual dalam keluarga, maka mereka mencarinya diluar keluarga dan mengembangkan simpul-simpul emosional

5 16 kepada orang lain yang sebaya. Melalui peristiwa ini, remaja mampu membebaskan ketergantungan emosionalnya kepada orangtua. 3) Dasar Psikologis Dalam masyarakat, baik remaja maupun orangtua merasa takut, cemas dan bingung untuk mengatasi tugas ini. Secara psikologis mereka mengalami ambivalensi (sikap mendua). Di satu sisi, remaja ingin berkembang secara independen (mandiri), namun disisi lain dengan melihat dunia dewasa yang asing dan rumit mereka masih ingin mendapatkan kenyamanan hidupnya dibawah perlindungan atau kasih sayang orangtua. Sama halnya dengan orangtua, di satu pihak mereka menginginkan anaknya berkembang mandiri, namun dipihak lain mereka merasa khawatir untuk melepasnya, karena melihat anaknya belum tahu apa apa dan kurang berpengalaman. Dalam situasi yang membingungkan ini, remaja sering memberontak apabila orangtuanya memaksakan pengaruh (otoritasnya) atau kehendaknya. Sikap remaja yang memberontak ini, kadang-kadang dialihkan kepada guru disekolah. Dalam arti, para guru sering dijadikan sasaran pengganti dari sikap permusuhan kepada orangtuanya. Sikap memberontak kepada guru ini, pada umumnya dilakukan oleh remaja yang orangtuanya bersikap sangat keras atau otoriter, sehingga mereka menggunakan sekoalah sebagai tempat untuk menunjukkan independensinya yang tidak mereka tunjukkan dirumahnya. Conger

6 17 (Yusuf, 2000) mengemukakan bahwa remaja yang mengalami kesulitan dalam kehidupan sekolah, hubungan sosial, dan masyarakat pada umumnya mereka yang berasal dari lingkungan keluarga yang orangtuanya bersikap memusuhi (hostility), menolak (rejection), mengabaikan atau kurang memberikan perhatian (neglect). b. Kemandirian Berperilaku Yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan tentang tingkah laku pribadinya, seperti dalam memilih pakaian, sekolah/pendidikan, dan pekerjaan. Kemandirian berperilaku juga diartikan sebagai kapasitas individu dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan tanpa ada campur tangan dari oranglain. Tapi bukan berarti mereka akan menggunakan masukan tersebut sebagai referensi baginya dalam mengambil keputusan. Menurut Steinberg (1993) ada tiga domain kemandirian berperilaku yang berkembang pada masa remaja yaitu : 1) Pertama, mereka memiliki kemampuan mengambil keputusan yang ditandai oleh : a) Menyadari adanya resiko dari tingkah lakunya b) Memilih altenatif pemecahan masalah didasarkan atas pertimbangan sendiri dan oranglain. c) Bertanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan yang diambilnya

7 18 2) Kedua, mereka memiliki kekuatan terhadap pengaruh pihak lain yang ditandai oleh : a) Tidak mudah terpengaruh dalam situasi yang menuntut konformitas b) Tidak mudah terpengaruh tekanan teman sebaya dan orangtua dalam mengambil keputusan c) Memasuki kelompok sosial tanpa tekanan 3) Ketiga, mereka memiliki rasa percaya diri yang ditandai oleh : a) Merasa mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari dirumah dan di sekolah b) Merasa mampu memenuhi tanggung jawab dirumah dan di sekolah c) Merasa mampu mengatasi sendiri masalahnya d) Berani mengemukakan ide atau gagasan c. Kemandirian dalam nilai Yaitu pada saat remaja telah memiliki seperangkat nilai-nilai yang dikonstruksi sendiri, menyangkut baik-buruk, benar-salah, atau komitmennya terhadap nilai-nilai agama. Menurut Rest (Steinberg, 1995) kemandirian nilai berkembang selama masa remaja khususnya tahun remaja akhir. Perkembangannya didukung oleh kemandirian emosi dan kemandirian berperilaku yang memadai. Menurut Steinberg (1993), dalam perkembangan

8 19 kemandirian nilai, terdapat iga perubahan yang teramati pada masa remaja. 1) Pertama, keyakinan akan nilai-nilai semakin abstrak. Perilaku yang dapat dilihat ialah remaja mampu menimbang berbagai kemungkinan dalam bidang nilai. Misalnya, remaja mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada saat mengambil keputusan yang bernilai moral. 2) Kedua, keyakinan akan nilai-nilai semakin mengarah kepada yang bersifat prinsip. Perilaku yang dapat dilihat ialah : a) Berpikir b) Bertindak sesuai dengan prinsip yang dapat dipertanggungjawabkan dalam bidang nilai 3) Ketiga, keyakinan akan nilai-nilai semakin terbentuk dalam diri remaja sendiri dan bukan hanya dalam sistem nilai yang dibeirkan oleh orangtuanya atau orang dewasa lainnya. Perilaku yang dapat dilihat ialah : a) Remaja mulai mengevaluasi kembali keyakinan dan nilai-nilai yang diterimanya dari oranglain b) Berpikir sesuai dengan keyakinan dan nilainya sendiri c) Bertingkah laku sesuai dengan keyakinan dan nilainya Berdasarkan uraian aspek kemandirian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek kemandirian adalah kemandirian emosi, kemandirian berperilaku dan kemandirian dalam nilai.

9 20 B. Remaja 1. Pengertian Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere) (kata bedanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa Bangsa primitif demikian pula orang-orang zaman purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak bebeda dengan periode-periode lain dalam rentng kehidupan; anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (Hurlock, 1980) dengan mengatakan Secara Psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dala hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini. Batasan usia remaja diperkirakan antara 12 sampai 21 tahun untuk anak gadis yang lebih cepat matang daripada anak laki-laki dan antara 13

10 21 sampai 22 tahun untuk anak laki-laki (Chaplin, 2001). Monks (2002) membagi usia remaja menjadi 3 tahapan, yaitu: a. Masa remaja awal berlangsung antara usia tahun b. Masa remaja pertengahan berlangsung antara usia tahun c. Masa remaja akhir berlangsung antara usia tahun Menurut Mappiare (Ali dan Asrori, 2014) remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa dimana seseorang dalam taraf kematangan mental, emosional, sosial dan fisik yaitu dengan rentang usia 12-22tahun. 2. Ciri-ciri Masa Remaja Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut akan diterangkan secara singkat ( Hurlock, 1980), yaitu: a. Masa remaja sebagai periode yang penting Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental

11 22 dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru. Akibat fisik dan akibat psikologis pada periode remaja baik akibat langsung maupun karena akibat jangka panjang semuanya dianggap penting b. Masa remaja sebagai periode peralihan Masa remaja merupakan peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Perubahan fisik yang trejadi selama tahun awal masa remaja mempengaruhi tingkat perilaku individu dan mengakibatkan diadakannya penilaian kembali penyesuaian nilai-nilai yang telah bergeser. Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. c. Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama masa awal remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlansung pesat. d. Masa remaja sebagai usia bermasalah Salah satu cara untuk mencoba mengangkat diri sendiri sebgai individu adalah dengan menggunakan simbol status. Dengan cara ini, remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan agar dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebayanya.

12 23 e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas Salah satu cara untuk mencoba mengangkat diri sendiri sebgai individu adalah dengan menggunakan simbol status. Dengan cara ini, remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan agar dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebayanya. f. Masa remaja sebagai usia yang menimulkan ketakutan Salah satu cara untuk mencoba mengangkat diri sendiri sebgai individu adalah dengan menggunakan simbol status. Dengan cara ini, remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan agar dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebayanya. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja melihat kehidupan melalui dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan. Dengan bertambahnya pengalaman pribadi dan pengalaman sosial serta meningkatnya kemampuan untuk berfikir rasional remaja mulai memandang diri sendiri, keluarga dan teman-teman secara realistik. h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.

13 24 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang ada pada masa remaja adalah masa remaja sebagai periode yang penting, masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja sebagai masa perubahan, asa remaja sebagai masa mencari identitas, masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, asa remaja sebagai masa yang tidak realistik, dan masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Remaja tunanetra yang berada di SLB Kuncup Mas Banyumas memiliki gambaran tidak mandiri dalam melakukan ativitas disekolah, kurangnya percaya diri. 3. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meningalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (Ali dan Asrori, 2014) adalah berusaha : a. Mampu menerima keadaan fisiknya b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis d. Mencapai kemandirian emosional e. Mencapai kemandirian ekonomi f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat

14 25 g. Memahami dan menginternalisasi nilai-nilai orang dewasa dengan orang tua h. Mengambangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab keidupan keluarga Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja tunanetra adalah remaja yang memiliki kespesialan yang berbeda diantara remaja normal lainnya. Untuk mencapai tugas perkembangan, remaja tunanetra tugas perkembangan, remaja tunanetra dibantu oleh guru kelas maupun guru pendamping disekolah, dan juga peran orangtua sangat dibutuhkan oleh remaja tunenatra dalam pencapaian tugas perkembangannya. 4. Karakteristik Umum Perkembangan Remaja Bischof (Ali, 2014) masa remaja seringkali dikenal dengan masa encari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identitiy). Ini terjadi karena masa remaja merupakan peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Ditinjau dari segi fisiknya, mereka sudah bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum dapat menunjukkan sikap dewasa. Oleh karena itu, ada sejumlah skap yang sering kali ditunjukkan oleh remaja adalah sebagai berikut :

15 26 a. Kegelisahan Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idealisme angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun, sesungguhnya remaja belum memiliki banyak kemampuan yang memadai untuk mewujudkan semua itu. Seringkali angan-angan dan keinginannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuannya. Selain itu di satu pihak mereka ingin mendapat pengalaman sebanyak-banyaknya untuk menambah pengetahuan, tetapi dipihak lain mereka merasa belum mampu melakukan berbagai hal dengan baik sehingga tidak berani mengambil tindakan mencari pengalaman langsung dari sumbernya. Tarik-menarik antara angan-angan yang tinggi dengan kemampuannya yang masih belum memadai mengakibatkan mereka diliputi oleh perasaan gelisah. b. Pertentangan Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orangtua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu, pada umunya remaja sering mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dengan orangtua. Pertentangan yang sering terjadi itu menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa aman. Remaja sesungguhnya belum begitu berani mengambil risiko dari

16 27 tindakan meniggalkan lingkungan keluarganya yang jelas aman bagi dirinya. Tambahan pula keinginan melepaskan diri itu belum disertai dengan kesanggupan untuk berdiri sendiri tanpa bantuan orangtua dalam soal keuangan. Akibatnya, pertentangan yang sering terjadi itu akan menimbulkan kebingungan dalam diri remaja itu sendiri maupun pada orang lain. c. Mengkhayal Keinginan untuk menjelajah dan berpetualang tidak semuanya tidak semuanya tersalurkkan. Biasanya hambatannya dari segi keuangan atau biaya. Sebab, menjelajah lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang banyak, padahal kebanyakan remaja hanya memperoleh uang dari pemberian orangtuamya. Akibatnya, mereka lalu mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan khayalan melalui dunia fantasi. Khayalan remaja putra biasany berkisar pada soal prestasi dan jenjang karier, sedang remaja putri lebih mengkhayalkan romantika hidup. Khayalan ini tidak selamanya bersifat negatif. Sebab khayalan ini kadang-kdang menghasilkan sesuatu yang bersifat konstruktif, misalnya timbul ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan. d. Aktivitas Berkelompok Berbagai macam keinginan para remaja seringkali tidak dapat terpenuhi karena bermacam-macam kendala, dan yang sering terjadi adalah tidak tersedianya biaya. Adanya bermacam-macam larangan dari

17 28 orangtua seringkali melemahkan atau bahkan mematahkan semangat para remaja. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama. Mereka melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama menurut Singgih (Ali dan Asrori, 2014) e. Keinginan Mencoba Segala Sesuatu Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity). Karena didorong oelh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin bertualang, menjelajah segala sesuatu dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya. Selain itu, didorong juga oleh keinginan seperti orang dewasa menyebabkan remaja ingin mencoba melakukan apa yang sering dilakukan oleh orang dewasa. Akibatnya, tidak jarang secara sembunyi-sembunyi, remaja pria mencoba merokok karena sering melihat orang dewasa melakukannya. Seolah-oleh dalam hati kecilnya berkata bahwa remaja ingin membuktikan kalau sebenarnya dirinya mampu berbuat seperti yang dilakukan oleh orang dewasa. Remaja putri seringkali mencoba memakai kosmetik baru, meskipun sekolah melarangnya. Berdasarkan uraian karakteristik umum perkembangan pada remaja dapat disimpulkan bahwa karakteristik umum perkembangan remaja meliputi kegelisahan, pertentangan, mengkhayal, aktivitas berkelompok, dan keinginan mencoba segala sesuatu.

18 29 C. Tunanetra 1. Pengertian Tunanetra Secara harfiah tunanetra berasal dari dua kata, yaitu : Tuna (tuno : Jawa) yang berarti rugi yang kemudian diidentikan dengan rusak, hilang, terhambat, terganggu, tidak memiliki, dan Netra (netro : Jawa) yang berarti mata. Namun demikian kata tunanetra adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang berarti adanya kerugian yang disebabkan oleh kerusakan atau terganggunya organ mata. Pengertian tunanetra dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai rusak matanya atau luka matanya atau tidak memiliki mata yang berarti buta atau kurang dalam penglihatan. Schulz (Hadi, 2005) menyatakan banyak orang berasumsi bahwa orang buta tidak memiliki penglihatan dan hidup di dunia dalam kegelapan. Mereka beranggapan bahwa buta itu tidak dapat merespon seberapa rangsang penglihatan, misalnya : cahaya dan gelap, bayangan, gerak suatu benda, dan benar-benar mengalami kegelapan. Geraldine (Hadi, 2005) menyatakan definisi kerusakan atau kecacatan penglihatan harus dilihat dari jenis ketunanetraannya, kerusakan yang terjadi, hambatan yang dialami tunanetra berkaitan dengan kerusakan matanya, dan kebutuhan akan layanan khusus dari ketunanetraannya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan suatu keadaan dimana seseorang memiliki kerusakan atau kecacatan pada penglihatannya.

19 30 2. Klasifikasi Ketunanetraan Faye ( Hadi, 2005) mengklasifikasikan tunanetra atas dasar fuungsi penglihatan ke dalam lima kategori yaitu kelompok yang memiliki penglihatan agak normal tetapi membutuhkan koreksi lensa dan alat bantuu membaca, kelompok yang ketajaman penglihatannya kurang atau sedang yang memerlukan pencahayaan dan alat bantu penlihatan khusus, kelompok yang memiliki penglhatan pusat rendah, lantang penglihatan sedang, kelompok yang memiliki fungsi penglihatan buruk, kemampuan lantang pandang rendah, penglihatan pusat buruk, dan perlu untuk membaca yang kuat, kelompok yang tergolong buta total Menurut kemampuan melihat, tunanetra (visual impairment) dapat dikelompokkan pada : a. Buta (blind), ketunanetraan jenis ini terdiri dari : 1) Buta total (totally blind) adalah mereka yang tidak dapat melihat sama sekali baik gelap maupun terang 2) Memiliki sisa penglihatan (residual vision) adalah mereka yang masih bisa membedakan antara terang dan gelap b. Kurang penglihatan (low vision), jenis-jenis tunanetra kurang lihat adalah 1) Light perception, apabila hanya dapat membedakan terang dan gelap 2) Light projection, tunanetra ini dapat mengetahui perubahan cahaya dan dapat menentukan arah sumber cahaya

20 31 3) Tunnel vision atau penglihatan pusat, penglihatan tunanetra adalah berpusat (20) sehingga apabila melihat obyek hanya terlihat bagian tengahnya saja 4) Periferal vision atau penglihatan samping, sehingga pengamatan terhadap benda hanya terlihat bagian tepi 5) Penglihatan bercak, pengamatan terhadap obyek ada bagian-bagian tertentu yang tidak terlihat Kriteria pengklasifikasian ketunanetraan dapat juga dikelompokkan berdasar kemampuannya terhadap persepsi cahaya yaitu : a. Tidak ada persepsi cahaya (no light perception) ini adalah buta total b. Memiliki persepsi cahaya (light perception) pada kasus ini biasanya mereka masih bisa melihat bentuk tetapi tidak dapat membedakan, misalnya tidak dapat membedakan manusia pria dan wanita c. Mampu memproyeksi cahaya (light projection) adalah mereka yang dapat mengetahui dan bisa menunjuk asal cahaya dan bisa melihat jari tangan yang digerakkan Pengelompokkan yang lain adalah dengan cara melihat tingkat ketajaman penglihatan (visus), misalnya dengan melalui Snellen Test : a. Tingkat ketajaman 2020 feet 20/50 feet (6/6 m 6/16 m) Pada tingkat ketajaman penglihatan ini masih digolongkan tunanetra taraf ringan dan masih dapat mempergunakan mata relatif secara normal. Kemampuan pengamatan visual masih cukup baik dan dapat mempergunakan alat bantu pendidikan secara normal

21 32 b. Tingkat ketajaman 20/70 feet 20/200 feet (6/20 m 6/60 m) Istilah tunanetra kurang lihat (low vision) ada pada tingkat ketajaman ini. Dengan memodifikasi obyek atau benda yang dilihat atau menggunakan alat bantu penglihatan tunanetra masih terkoreksi dengan baik, disebut juga tunanetra ringan (partially sight) c. Tingkat ketajaman 20/200 feet atau lebih (6/60 m atau lebih) Ketunanetraan sudah digolongkan tingkat berat dan mempunyai taraf ketajaman penglihatan : 1) Tunanetra masih dapat menghitung jumlah jari tangan pada jarak 6 meter 2) Tunanetra mampu melihat gerakan tangan dari instruktur 3) Tunanetra hanya dapat membedakan terang dan gelap 4) Tingkat ketajaman penglihatan 0 (visus 0), adalah mereka yang buta total yang sama sekali tidak memiliki rangsangan cahaya bahkan tidak bisa membedakan terang dan gelap Penggolongan ketunanetraan juga dapat dikelompokkan berdasarkan saat terjadinya ketunanetraan : a. Tunanetra sejak dalam kandungan (prenatal) Hal ini terjadi pada kasus ibu hamil yang menderita penyakit menular ke janin, saat hamil terjatuh, terjadi keracunan makanan atau obat-obatan ketika sedang mengandung, karena serangan virus misalnya taxoplasma, atau orang tua yang menurunkan kelainan (herediter)

22 33 b. Tunanetra terjadi pada saat proses kelahiran (natal) Kelainan tunanetra yang mungkin disebabkan oleh kesalahan saat proses kelahiran misalnya : anak sungsang, proses kelahiran yang lama sehingga bayi terjepit atau kurang oksigen atau karena bantuan alat kelahiran berupa penyedotan atau penjepitan c. Tunanetra terjadi setelah kelahiran (postnatal) dari bayi hingga dewasa, hal ini disebabkan oleh misalnya kecelakaan benturan, trauma (listrik, kimia, suhu atau sinar yang tajam) keracunan, penyakit akut yang diderita Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi ketunanetraan dapat dikelompokkan menjadi beberapa klasifikasi yaitu kemampuan melihat, kemampuan terhadap persepsi cahaya, ketajaman penglihatan, dan terjadinya ketunanetraan. 3. Karakteristik Ketunanetraan a. Karakteristik Fisik Ciri khas ketunanetraan dapar dilihat langsung dari keadaan organon mata secara anatomi maupun fisiologi maupun keadan posture tubuhnya. Griffin (Hadi, 2005) dalam studinya menyatakan bahwa kekurangan penglihatan dari sejak lahir mempunyai dampak yang mengganggu perkembangan motorik, lambat da kasar pada ketrampilan motorik awal. Bayi dan anak-anak muda yang mengalami ketunanetraan sering menunjukkan perkembangan kontrol otot yang buruk pada kepala, leher, dan otot-otot tubuh.

23 34 a) Ciri khas fisik tunanetra buta Mereka tergolog buta bila dilihat dari organ matanya biasanya tudak memiliki kemampuan normal, misalnya bola mata kurang atau tidak pernah bergerak, kelopak mata kurang atau tidak pernah berkedip, tidak bereaksi terhadap cahaya. Seseorang tunanetra buta yang tidak terlatih Orientasi dan Mobilitas biasanya tidak memiliki konsep tubuh atau body image, sehingga sikap tubuhnya menjadi jelek misalnya : kepala tunduk atau bahkan tengadah, tangan menggantung layu atau kaku, badan berbentuk sceilosis, berdiri tidak tegak b) Ciri khas fisik tunanetra kurang penglihatan Tunanetra kurang lihat karena masih adanya sisa penglihatan biasanya berusaha mencari atau upaya rangsang. Dalam upaya mencari rangsang ini kadang berperilaku yang tidak terkontrol misalnya : tangan selalu terayun, mengerjab-kerjabkan mata, mengarahkan mata ke cahaya, melihat ke suatu objek dengan cara sangat dekat, melihat obyek dengan memicingkan atau membelalakkan mata. b. Karakteristik Psikis Dennison (Hadi, 2005) mengemukakan seseorang dengan albino atau glaucoma sering menunjukkan tingkah laku ekstrim. Mereka kelihatan gembira, kacau, dan ceria dalam aksinya dan verbalistis, kompulsif, dan cenderung perfeksionis.

24 35 Ketidakmampuan yang berbeda antara tunanetra buta dengan tunanetra kurang lihat juga berpengaruh pada karakter psikisnya. Secara umum tunanetra sering menunjukkan kepribadian yang kaku (rigidity), yang disebabkan oleh : 1) Kurangnya ekspresi dan gerak-gerik muka sehingga memberikan kesan kebekuan muka atau kekakuan wajah 2) Kekakuan dalam gerak tubuh dan tigkah laku yang merupakan akibat dari terhambatnya kemampuan orientasi dan mobilitas, juga sering ditemukannya tingkah laku adatan atau (blindsm) a) Ciri khas psikis tunanetra buta Tunanetra buta tidak memiliki kemampuan menguasai lingkungan jarak jauh dan bersifat meluas pada waktu yang singkat. Ketidakmampuan ini mengakibatkan rasa khawatir, ketakutan dan kecemasan berhadapan dengan lingkungan. Akhirnya tunanetra buta mempunyai sikap dan perilaku yang bersifat kesulitan percaya diri, rasa curiga pada lingkunganm tidak mandiri atau kebergantungan pada orang lain, pemarah atau uda tersinggung atau sensitive, penyendiri, pasif, mudah putus asa, sulit menyesuaikan diri b) Ciri khas psikis tunanetra kurang lihat Tunanetra kurang lihat seolah-oleh berdiri dalam dua dunia, yaitu antara tunanetra dengan awas. Hal ini menimbulkan dampak

25 36 psikologis bagi penyandangnya. Apabila tunanetra kurang lihat berada di kelompok tunanetra buta, dia akan mendominasi karena memiliki kemampuan lebih. Namun bila berada diantara orang awas maka tunanetra kurang lihat sering timbul perasaan rendah diri karena sisa penglihatannya tidak mampu diperlihatkan sebagaimana anak awas. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik ketunanetraan dibagi menjadi 2 yaitu karakteristik fisik dan karakteristik psikis. Karakteristik fisik meliputi ciri khas fisik tunanetra buta dan ciri khas fisik tunanetra kurang penglihatan sedangkat karakteristik psikis meliputi ciri khas psikis tunanetra buta dan ciri khas psikis tunanetra kurang lihat. D. Remaja Tunanetra di SLB Kuncup Mas Banyumas Remaja tunanetra di SLB Kuncup Mas Banyumas berjumlah 5 remaja tunanetra yaitu terdiri dari 3 remaja putri dan 2 remaja putra tunanetra. Remaja tunanetra yang bersekolah di SLB Kuncup Mas ini usianya dimulai dari 12 tahun sampai 18 tahun yaitu pada taap remaja awal. Pendidikan yang sedang ditempuh 5 remaja tunanetra ini beragam yaitu 2 remaja tunanetra yang sedang duduk dibangku kelas II, 1 remaja tunanetra yang duduk dibangku kelas IV, 1 remaja tunanetra yang duduk di bangku kelas V, dan yang terakhir 1 remaja tunanetra yang duduk dibangku kelas VI.

26 37 Meskipun remaja tunanetra ini masih duduk di kelas II,IV,V,dan VI ini rentang usia mereka sudah memasuki remaja. Latar belakang kehidupan remaja tunanetra yang bersekolah di SLB Kuncup Mas Banyumas ini berasal dari keluarga yang mampu, terbukti rumah tempat tinggal mereka paling dekat adalah Sokaraja dan rumah terjauh dari remaja tunanetra ini ada di Jatilawang. Dalam tugas perkembangannya remaja tunanetra yang bersekolah di SLB Kuncup Mas Banyumas ini dilatih agar mandiri dalam menjalani aktivitas kesehariaanya dan pelatihan yang biasa dierikan untuk remaja tunanetra yang bersekolah di SLB Kuncup Mas Banyumas ini iberikan pelatihan Orientasi dan Mobilitas sebagai modal awal agar remaja tunanetra dapat berkembang dan dapat menyelesaikan masalahnya dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan atau pelatihan orientasi dan mobilitas ini meliputi kegiatan yang memicu kemampuan remaja tunanetra untuk dapat menghadapi dan menyelesaikan masalah. Pelatihan ini biasanya menggunakan latihan gerak sehingga remaja tunanetra dapat terbiasa dan dapat bergabung dengan remaja lain di SLB Kuncup Mas Banyumas maupun di lingkungan tempat tinggalnya, hal ini penting dalam membentuk kemandirian remaja tunanetra.

27 38 E. Kerangka Berpikir Hasil penelitian tetang Kemandirian Remaja Tunanetra di SLB Yaketunis menunjukkan bahwa peran SLB A Yaketunis dalam membentuk kemandirian siswa dalam aktivitas sehari-hari seperti Orientasi Mobilitas (mengenal gambaran konsep tubuh, keterampilan motorik, konsep dasar orientasi dan mobilitas, keterampillan teknik pra tongkat, keterampilan teknik tongkat). Sedangkan penelitian terhadap kemampuan siswa terhadap kemampan dalam membentuk kemandirian siswa tersebut bahwa siswa mampu untuk hidup mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan bisa dilihat dengan tinggal di asrama dan pulan pergi sendiri tanpa bantuan orang lain. Remaja Tunanetra memiliki keterbatasan dalam melakukan segala aktivitas yang dilakukannya setiap harinya. Semua remaja termasuk remaja tunanetra juga mengalami suatu masalah termasuk dalam kemandiriannya. Peneltian ini berfokus pada kemandirian emosi, kemandirian berperilaku dan kemandirian dalam nilai yang seharusnya dimiliki oleh remaja tunanetra. Kemandirian Remaja Tunanetra SLB ABCD Kuncup Mas Banyumas berusia tahun Fokus Kemandirian : 1. Kemandirian Emosi 2. Kemandirian Berperilaku 3. Kemandirian Nilai Gambar 1. Kerangka Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Pendidikan tidak hanya bertindak sebagai alat yang dapat meningkatkan kapasitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Syaodih. 2009.: 161) mengatakan bahwa: Definisi tugas perkembangan adalah suatu tugas yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEMANDIRIAN. dapat menjadi otonom dalam masa remaja. Steinberg (dalam Patriana, 2007:20)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEMANDIRIAN. dapat menjadi otonom dalam masa remaja. Steinberg (dalam Patriana, 2007:20) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEMANDIRIAN 1. Pengertian Kemandirian Kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bertingkah laku sesuai keinginannya. Perkembangan kemandirian merupakan bagian penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, ia membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Pada masa bayi ketika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI

TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI TUNANETRA Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci

perkawinan yang buruk dimana apabila antara suami istri tidak mampu lagi mencari jalan penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak (Hu

perkawinan yang buruk dimana apabila antara suami istri tidak mampu lagi mencari jalan penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak (Hu KEMANDIRIAN REMAJA YANG MEMILIKI ORANGTUA YANG BERCERAI STARLINA AULIA UNIVERSITAS GUNADARMA ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat kemandirian remaja yang memiliki orangtua yang bercerai,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesadaran Diri 1. Pengertian Kesadaran Diri Menurut Goleman (1999) kesadaran diri yaitu perhatian terus menerus terhadap keadaan batin seseorang. Dalam keadaan refleksi diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa 125120307111012 Pendahuluan Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap individu dan anak. Karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perkembangan Remaja 1. Pengertian Remaja

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perkembangan Remaja 1. Pengertian Remaja BAB II KAJIAN TEORI A. Perkembangan Remaja 1. Pengertian Remaja Masa remaja, menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun dampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

MASA KANAK-KANAK AKHIR. Rita Eka Izzaty

MASA KANAK-KANAK AKHIR. Rita Eka Izzaty MASA KANAK-KANAK AKHIR Rita Eka Izzaty Masa Kanak-Kanak Akhir : Disebut juga: 6-11/12 Th Masa sekolah : perubahan sikap, nilai, dan perilaku Masa sulit : pengaruh teman Imitasi sosial, masa berkelompok,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian keluarga Menurut Friedmen (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Individu akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya dan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk menunjukkan pertumbuhan, perkembangan, dan eksistensi kepribadiannya. Obyek sosial ataupun persepsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Remaja. Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa Latin adolescere yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Remaja. Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa Latin adolescere yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa Latin adolescere yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa (Desmita,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepribadian siswa, yakni saat remaja menguasai pola-pola perilaku yang khas

BAB 1 PENDAHULUAN. kepribadian siswa, yakni saat remaja menguasai pola-pola perilaku yang khas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah bukanlah sekedar tempat untuk meraih keterampilan kognitif dan sikap saja, sekolah juga merupakan tempat berlangsungnya perkembangan kepribadian siswa,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

Setelah akhir dari perkuliahan ini, mahasiswa mampu mengembangkan lingkungan pendidikan yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi peserta

Setelah akhir dari perkuliahan ini, mahasiswa mampu mengembangkan lingkungan pendidikan yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi peserta Setelah akhir dari perkuliahan ini, mahasiswa mampu mengembangkan lingkungan pendidikan yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi peserta didik atas dasar pemahaman yang baik dan benar terhadap

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan manusia terbagi menjadi beberapa fase selama rentang kehidupan. Beberapa fase tersebut diantaranya fase bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyandang tuna netra tidak bisa dipandang sebelah mata, individu tersebut memiliki kemampuan istimewa dibanding individu yang awas. Penyandang tuna netra lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menarik untuk dikaji, karena pada masa remaja terjadi banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan, baik bagi remaja itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA

BAB IV GAMBARAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA BAB IV GAMBARAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA Perilaku pada masa remaja sangatlah bermacam-macam. Oleh karena itu pada bab ini penulis akan menjabarkan mengenai perilaku seks pranikah di kalangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sangat tergantung pada bantuan orang-orang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari masa pranatal, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan masa tua. Masing-masing fase memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode, lokasi dan sampel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. kematangan mental, emosional dan sosial. remaja, diantaranya mengenai ciri-ciri masa remaja.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. kematangan mental, emosional dan sosial. remaja, diantaranya mengenai ciri-ciri masa remaja. BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Masa Remaja Istilah remaja (adolescence) berasal dari kata adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Saat ini istilah remaja mempunyai arti yang lebih luas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS S k r i p s i Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan yang terjadi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan baik itu secara biologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orang Tua 1. Pengertian pola asuh Orang tua mempunyai peran dan fungsi yang bermacam-macam, salah satunya adalah mendidik anak. Menurut (Edwards, 2006), menyatakan

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sekolah menengah umumnya berusia antara 12 sampai 18/19 tahun, yang dilihat dari periode perkembangannya sedang mengalami masa remaja. Salzman (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja a. Pengertian Kepercayaan Diri Salah satu aspek kepribadian yang menunjukkan sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang berarti pertumbuhan menuju kedewasaan. Dalam kehidupan seseorang, masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. REMAJA. Pengertian Remaja adalah menurut Papalia (dalam Amie, 2011) masa remaja

BAB II LANDASAN TEORI A. REMAJA. Pengertian Remaja adalah menurut Papalia (dalam Amie, 2011) masa remaja 9 BAB II LANDASAN TEORI A. REMAJA 1.Pengertian Pengertian Remaja adalah menurut Papalia (dalam Amie, 2011) masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa transisi perkembangan antara masa anak-anak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Citra Diri tentang Ciri-ciri Perkembangan Seksual Sekunder

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Citra Diri tentang Ciri-ciri Perkembangan Seksual Sekunder 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Citra Diri tentang Ciri-ciri Perkembangan Seksual Sekunder 1. Citra Diri a. Pengertian Penilaian tentang fisik atau tubuh sendiri oleh beberapa ahli dinamakan citra diri (Tilaar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja berasal dari kata Latin adolensence (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin adolescence yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes KESEHATAN REPRODUKSI Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes Introduction Kespro keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd Pertumbuhan : Perubahan fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berjalan normal pada anak yang sehat dalam perjalanan

Lebih terperinci

2014 EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA

2014 EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia terdapat berbagai macam jenis pendidikan, salahsatunya pendidikan di pondok pesantren. Secara legalitas dalam pendidikan Nasional, pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci