BAB 1 INTRODUKSI. riset, problem riset, pertanyaan riset, motivasi riset, tujuan riset, kontribusi riset,
|
|
- Shinta Santoso
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB 1 INTRODUKSI Bab 1 di dalam riset ini berisi tentang latar belakang pemilihan judul, konteks riset, problem riset, pertanyaan riset, motivasi riset, tujuan riset, kontribusi riset, proses riset dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Penghitungan kerugian keuangan negara merupakan suatu upaya untuk menentukan jumlah uang pengganti/tuntutan ganti rugi, sebagai salah satu patokan jaksa untuk melakukan penuntutan mengenai berat/ringannya hukuman dan sebagai bahan gugatan/penuntutan sesuai yang berlaku dalam kasus perdata (Soepardi, 2009). Adapun penentuan kerugian keuangan negara dalam proses Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) didasari pada beberapa pemahaman. Pasal 6 ayat 2 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan, Tidak Seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab, dan telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. Pemahaman alat bukti yang sah merujuk pada siapa atau instansi mana yang berwenang untuk menghitung dan menyimpulkan kepastian nilai kerugian keuangan negara. Undang-undang Dasar 1945 pada Pasal 23E ayat 1 menjelaskan bahwa audit atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kewenangan BPK kemudian diperjelas 1
2 2 pada pasal 10 angka 1 Undang-undang Nomor 15 tahun Pasal tersebut menjelaskan bahwa BPK memiliki kewenangan untuk menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. Selain BPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangun (BPKP) juga memiliki wewenang untuk menghitung kerugian keuangan negara. Kewenangan BPKP diatur melalui pasal 27 Peraturan Presiden Nomor 192 tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Pasal tersebut menjelaskan bahwa BPKP juga memiliki kewenangan untuk menghitung kerugian keuangan negara. Pembuktian suatu tindak pidana korupsi diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:31/PUU-X/2012 pada tanggal 23 Oktober Pada pertimbangan hukum poin [3.14] disebutkan bahwa, KPK bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana korupsi, melainkan juga dapat berkoordinasi dengan instansi lain, bahkan bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan BPK, misalnya dengan mengundang ahli atau dengan meminta bahan dari inspektorat jenderal atau badan yang mempunyai fungsi yang sama dengan itu dari masing-masing instansi pemerintah, bahkan dari pihak-pihak lain (termasuk dari perusahaan), yang dapat menunjukkan kebenaran materiil dalam penghitungan kerugian keuangan negara dan/atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganinya.
3 3 Salah satu permasalahan dalam penanganan tindak pidana korupsi di pengadilan ialah penentuan jumlah kerugian keuangan negara. Permasalahan terjadi jika terdapat perbedaan penghitungan antar ahli ataupun berbagai instansi yang berwenang. Perbedaan penghitungan kerugian keuangan negara sering terjadi dalam berbagi kasus di pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Seperti halnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), perbedaan penghitungan kerugian keuangan sering terjadi pada beberapa kasus yang ditangani di Pengadilan Tipikor Yogyakarta. Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun mencatat bahwa Pengadilan Tipikor Yogyakarta memproses tiga kasus korupsi yang mengalami perbedaan dalam penentuan besaran kerugian keuangan negara. Perbedaan terjadi pada penghitungan yang dilakukan oleh beberapa instansi yang diminta secara khusus oleh jaksa penuntut umum untuk melakukan penghitungan. Putusan Mahkamah Agung No.30/Pid.Sus/2013/P.Tpkor.Yk, pada tahun 2013 mengungkapkan adanya Kasus Korupsi Biaya Operasional Kendaraan (BOK) Bus Trans Jogja oleh PT Jogja Tugu Trans yang menyebabkan kerugian keuangan negara. BPKP Perwakilan DIY telah melakukan penghitungan kerugian pada kasus tersebut namun belum menemukan indikasi kerugian keuangan negara. Disisi lain, BPK memberikan hasil penghitungan yang berbeda. Berdasarkan laporan No.07A/LHP/XVIII.YOG/06/2013 dalam Putusan Mahkamah Agung No.30/Pid.Sus/2013/P.Tpkor.Yk dijelaskan bahwa terdapat kerugian negara sebesar Rp ,00. Hakim Pengadilan Tipikor Yogyakarta menggunakan
4 4 hasil penghitungan yang dilakukan oleh BPK sebagai pertimbangan untuk memberikan hukuman kepada terdakwa. Perbedaan penghitungan terulang kembali pada tahun 2014, kasus bantuan pengadaaan tiga belas alat kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Yogyakarta menyebabkan kerugian keuangan negara (Putusan Mahkamah Agung No.14/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Yyk). Menurut penghitungan ahli oleh BPKP Perwakilan DIY, tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) Nomor SR-335/PW12/5/2014 dalam Putusan Mahkamah Agung No.14/Pid.Sus- TPK/2014/PN.Yyk, terjadi kerugian keuangan negara akibat pengadaan alat kesehatan sebesar Rp ,00. Jaksa penuntut umum memiliki hasil penghitungan yang berbeda dengan BPKP. Setelah melakukan penghitungan ulang kerugian keuangan negara seperti yang tertuang dalam surat tuntutan Registrasi Perkara Nomor PDS-03/YOGYA/Ft.1/ dalam Putusan Mahkamah Agung No.14/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Yyk, jaksa menemukan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp ,00. Namun, Hakim Pengadilan Tipikor Yogyakarta tidak sependapat dengan hasil penghitungan baik yang dilakukan oleh BPKP Perwakilan DIY maupun penghitungan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum. Hakim berpendapat bahwa kerugian keungan negara hanya sebesar Rp ,00. Kasus selanjutnya pada tahun 2015, menurut Putusan Mahkamah Agung No.4/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Yyk, penggunaan dana hibah yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Bantul kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang kemudian diberikan kepada Persiba Bantul dalam pengelolaannya
5 5 menyebabkan kerugian keuangan negara. Menurut Inspektorat Kabupaten Bantul, sesuai dengan LHP Nomor: X.900/175/2013 dalam Putusan Mahkamah Agung No.4/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Yyk, terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp ,00. Namun, menurut penghitungan ahli yang dilakukan oleh BPKP Perwakilan DIY, tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan Nomor: SR- 362/PW-12/5/2014 dalam Putusan Mahkamah Agung No.4/Pid.Sus- TPK/2015/PN.Yyk, terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp ,00 dalam pengelolaan dan hibah. Hakim Pengadilan Tipikor Yogyakarta tidak sependapat dengan hasil penghitungan BPKP Perwakilan DIY maupun penghitungan yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Bantul. Hakim berpendapat bahwa kerugian keungan negara sebesar Rp ,00. Perbedaan penghitungan pada tiga kasus yang dijelaskan di atas, mengindikasikan bahwa terdapat penggunaan metode yang berbeda dalam penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh instansi yang berwenang ataupun instansi yang diminta secara khusus, terutama Inspektorat Kabupaten Bantul dan BPKP Perwakilan DIY sebagai auditor internal pemerintah. Penggunaaan prinsip-prinsip auditing pada proses penghitungan dapat memengaruhi hasil yang ditentukan oleh ahli. Penentuan kerugian yang tepat memiliki manfaat bagi pengembalian jumlah uang pengganti yang harus dikembalikan oleh pelaku korupsi. Namun, belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya perbedaan penghitungan yang dilakukan oleh para ahli.
6 6 Oleh karena itu, riset ini mencoba untuk mengidentifikasi dan menganalisis penggunaan metode penghitungan kerugian yang dilakukan oleh beberapa instansi yang berwenang serta penyebab terjadinya perbedaan penghitungan antar instansi tersebut. Pemahaman akan dilakukan pada kasus yang terjadi pada tahun 2015, yakni kasus bantuan dana hibah Persiba Bantul. Pemilihan kasus tersebut didasarkan karena potensi kerugian dari kasus tersebut paling besar dan melibatkan inspektorat sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Riset ini kemudian akan membandingkan penghitungan yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Bantul, BPKP Perwakilan DIY, dan Hakim Pengadilan Tipikor Yogyakarta. Diharapkan riset ini mampu memberikan gambaran yang utuh terkait perbedaan penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh instansi yang berwenang. 1.2 Problem Riset Permasalahan yang menjadi fokus dalam riset ini ialah perbedaan penghitungan kerugian keuangan negara pada Kasus Korupsi Dana Hibah Persiba Bantul yang dilakukan oleh instansi berwenang. Permasalahan tersebut dijabarkan sebagai berikut. a. Instansi berwenang yaitu Inspektorat Kabupaten Bantul, BPKP Perwakilan DIY, dan Hakim Pengadilan Tipikor Yogyakarta yang melakukan penghitungan kerugian negera memperoleh hasil yang berbeda dalam menentukan kerugian keuangan negara. Menurut Putusan Mahkamah Agung No.4/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Yyk, penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh ahli, yakni (1) Audit oleh
7 7 Inspektorat Kabupaten Bantul telah terjadi kerugian negera Cq. Pemerintah Kabupaten Bantul sebesar Rp ,00, (2) Penghitungan BPKP Menunjukkan telah tejadi kelebihan pembayaran sebesar Rp ,00, dan (3) Hakim menunjukkan bahwa negara Cq. Pemerintah Kabupaten Bantul menderita kerugian sejumlah Rp ,00. b. Hakim tidak menggunakan hasil penghitungan kerugian keuangan negara dari BPKP Perwakilan DIY ataupun dari Inspektorat Kabupaten Bantul tetapi menghitung sendiri jumlah kerugian sebesar Rp ,00. Perbedaan penghitungan inilah yang mempengaruhi putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa. 1.3 Pertanyaan Riset Berdasarkan problem riset yang dijelaskan di atas, maka pertanyaan riset yang diajukan sebagai sebagai berikut. a. Bagaimana metode penghitungan kerugian keuangan negara yang digunakan oleh BPKP Perwakilan DIY, Inspektorat Kabupaten Bantul, dan Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Yogyakarta? b. Mengapa terjadi perbedaan penghitungan kerugian keuangan negara untuk Kasus Korupsi Dana Hibah Persiba Bantul yang dihitung oleh BPKP Perwakilan DIY, Inspektorat Kabupaten Bantul, dan Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Yogyakarta?
8 8 1.4 Motivasi Riset Riset ini dimotivasi dengan fakta bahwa pada tahun terjadi perbedaaan penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh instansi berwenang/ahli pada kasus yang ditangani di Pengadilan Tipikor Yogyakarta. Riset ini ingin mengidentifikasi permasalahan apa yang terjadi saat penghitungan dan memberikan solusi untuk memecahkannya. Solusi ini dapat dijadikan landasan ketika melakukan penghitungan kerugian keuangan negara pada kasus korupsi yang ditangani di Pengadilan Tipikor Yogyakarta. 1.5 Tujuan Riset Riset ini bertujuan untuk: a. Mengidentifikasi, menganalisis dan membandingkan metode penghitungan kerugian keuangan negara yang digunakan oleh Auditor Investigatif BPKP Perwakilan DIY, Inspektorat Kabupaten Bantul, dan Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Yogyakarta b. Mengidentifikasi dan menganalisis penyebab terjadinya perbedaan penghitungan kerugian keuangan negara untuk kasus dana hibah Persiba Bantul yang dihitung oleh BPKP Perwakilan DIY, Inspektorat Kabupaten Bantul, dan Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Yogyakarta.
9 9 1.6 Kontribusi Riset Kontribusi yang di harapkan dari riset ini antara lain. a. Kontribusi Praktis, yakni memberikan kontribusi bagi instansi berwenang atau pun instansi lain yang diminta secara khusus untuk menghitung kerugian negara sehingga dapat memberikan keyakinan kepada hakim untuk menjatuhkan hukuman dalam perkara tindak pidana korupsi. b. Kontribusi Teoritis, memberikan tambahan bukti empiris bagi audit sektor publik maupun audit investigatif terkait penghitungan kerugian keuangan negara. Riset ini juga memperkuat penyebab terjadinya perbedaan hasil penghitungan kerugian negara oleh instansi yang berwenang. 1.7 Proses Riset Riset ini merupakan riset studi kasus yang mengambil objek pada tiga instansi, yaitu BPKP Perwakilan DIY, Inspektorat Kabupaten Bantul, dan Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negari Yogyakarta. Proses riset secara singkat dilakukan sebagai berikut sebagai berikut. a. Menemukan permasalahan riset, menentukan pertanyaan riset, tujuan, dan pondasi teoritikal riset studi kasus mengenai kerugian keuangan negara. b. Menentukan metoda riset. c. Melakukan riset dengan pengumpulan data melalui proses analisis data terkait dan wawancara. d. Mengevaluasi hasil temuan dan analisis. e. Memberikan kesimpulan dan rekomendasi.
10 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam riset ini disajikan dalam lima bab sebagai berikut. BAB 1: Introduksi Bagian ini menguraikan tentang latar belakang, konteks riset, rumusan masalah, pertanyaan riset, tujuan riset, kontribusi riset, proses riset, dan sistematika penulisan. BAB 2: Kajian Pustaka Bagian ini membahas teori yang melandasi riset ini dan riset terdahulu yang telah dilakukan. BAB 3: Disain Riset Bagian ini menguraikan mengenai gambaran umum objek yang diteliti dan disain riset yang digunakan. BAB 4: Analisis dan Diskusi Bagian ini menguraikan mengenai analisis data dan diskusi hasil temuan riset studi kasus. BAB 5 : Konklusi dan Rekomendasi Bagian ini memaparkan mengenai konklusi dan rekomendasi riset.
BAB I PENDAHULUAN. tindak pidana korupsi sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang No. 31
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu unsur yang harus dipenuhi dalam mengungkap terjadinya tindak pidana korupsi sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang
Lebih terperinciBAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa
BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Simpulan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan penjelasan mengenai penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
Lebih terperinciSub Bagian Hukum dan Humas BPK RI Perwakilan Provinsi Bali
Sumber Berita : Harian Nusa Bali, Sidang Perdana PK Winasa Berlangsung 5 Menit, Rabu 18 Juni 2014. Sub Bagian Hukum dan Humas BPK RI Perwakilan Provinsi Bali 1 Sumber Berita: Harian Bali Post, Singkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dasar hukumnya adalah Pasal 23E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 INTRODUKSI. 1.1 Latar Belakang. Tanggal 15 Januari 2014, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
BAB 1 INTRODUKSI 1.1 Latar Belakang Tanggal 15 Januari 2014, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut dengan UU Desa) disahkan oleh Presiden Republik Indonesia. UU Desa dibentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatannya didasarkan pada prinsip efisien dan produktivitas seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan layanan Umum (BLU) dibentuk dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan telah menjadi kebutuhan secara global. Salah satu upaya yang dilakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia saat ini terus menerus berupaya memerangi tindak pidana korupsi dan telah menjadi kebutuhan secara global. Salah satu upaya yang dilakukan adalah konvensi internasional
Lebih terperinciFraud yang terjadi pada kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah
BAB 1 INTRODUKSI 1.1 Latar Belakang Fraud yang terjadi pada kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah menjadi pekerjaan yang tidak pernah terselesaikan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal tersebut
Lebih terperinciPKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
POLICY BRIEF PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Penguatan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Pasca UU Administrasi Pemerintahan LATAR BELAKANG Disahkannya UU No.
Lebih terperinciTri Atmojo Sejati. Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara Deputi Bidang Kajian Kebijakan Lembaga Administrasi Negara
Tri Atmojo Sejati Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara Deputi Bidang Kajian Kebijakan Lembaga Administrasi Negara ADA 2 REGULASI PENTING DALAM REFORMASI BIROKRASI, YAKNI UU NO. 5 TAHUN 2014
Lebih terperinciKEWENANGAN PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA
KEWENANGAN PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh: Nila Amania Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syari ah dan Hukum UNSIQ Email: Nila.amania@ymail.com
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK I. PEMOHON Ir. Eddie Widiono Sowondho,M.Sc., selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: Dr.
Lebih terperinciBAB 1 INTRODUKSI. perintah Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945, khususnya pasal 23E yang
BAB 1 INTRODUKSI Bab introduksi berisi tentang latar belakang masalah, konteks riset, problem riset, pertanyaan riset, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi riset, dan sistematika penulisan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena beberapa
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK I. PEMOHON Ir. Eddie Widiono Sowondho,M.Sc., selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: Dr. Maqdir Ismail,
Lebih terperinciPERTEMUAN 15: PENYELESAIAN HUKUM. B. URAIAN MATERI Tujuan Pembelajaran 15: Menjelaskan upaya hukum untuk penyelesaian investigasi
PERTEMUAN 15: PENYELESAIAN HUKUM A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penyelesaian hukum.melalui makalah ini, anda harus mampu: 15.1 Memahami upaya hukum untuk penyelesaian investigasi
Lebih terperinciKESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01/KB/I-VIII.
KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01/KB/I-VIII.3/07/2007 NOMOR: KEP- 071/A/JA/07/2007 TENTANG TINDAK LANJUT PENEGAKAN HUKUM TERHADAP
Lebih terperinciPerkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa
Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa balinewsnetwork.com Mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya
Lebih terperinciWEWENANG BADAN PENGAWAS KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP) MENGHITUNG KERUGIAN KEUANGAN NEGARA
WEWENANG BADAN PENGAWAS KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP) MENGHITUNG KERUGIAN KEUANGAN NEGARA THE AUTHORITY OF FINANCIAL AND DEVELOPMENT MONITORING AGENCY IN AUDITING THE STATE FINANCIAL LOSSES TRI CAHYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap pasar global, tetapi juga merugikan negara serta dalam jangka panjang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam berbagai diskusi ilmiah, korupsi diakui sebagai musuh bersama bagi masyarakat Indonesia, karena dampak nyata kegiatan korupsi bukan hanya menimbulkan high cost
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, disebutkan bahwa negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, disebutkan bahwa negara Indonesia ialah negara kesatuan. Selanjutnya, UUD 1945 juga menggariskan bahwa pemerintah daerah harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terdapat tuntutan sektor publik khususnya pemerintah yaitu terlaksananya akuntabilitas pengelolaan keuangan sebagai bentuk terwujudnya praktik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistematika penulisan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan penulisan laporan
BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini diuraikan perihal mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Latar belakang
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEKRETARIAT JENDERAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciKasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar
Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar www.kompas.com Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin didakwa menyalahgunakan wewenangnya dalam proses kerja sama rehabilitasi,
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010
Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1 Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1.1 Pemeriksaan oleh PPATK Pemeriksaan adalah proses identifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perekonomian suatu bangsa menuntut penyelenggara negara untuk lebih profesional dalam memfasilitasi dan melayani warga negaranya. Birokrasi yang berbelit
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA
MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/Per/M.KUKM/IX/2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.737, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pengawasan. Pelaksanaan. Tata Cara Tetap. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 91 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA TETAP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun. politik dan kekuasaan pemerintah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah terjadi perubahan yang mendasar salah satunya Pasal 23 ayat (5) yang mengatur kedudukan
Lebih terperinciNOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR NO. POL. NOMOR : KEP-109/A/JA/09/2007 : B / 2718 /IX/2007
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, serta untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi guna mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, serta untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menemukan temuan yang memuat permasalahan, yang meliputi
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2015, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya potensi kehilangan keuangan Negara/Daerah Rp.33,46
Lebih terperinciMANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.
MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN www.kompasiana.com Mantan Kepala Divisi Konstruksi VII PT Adhi Karya Wilayah Bali, NTB, NTT, dan Maluku, Imam Wijaya Santosa, kembali mendapat pengurangan
Lebih terperinciNama : ALEXANDER MARWATA
Nama : ALEXANDER MARWATA 1. Pengadilan adalah tempat seseorang mencari keadilan. Pengadilan bukan tempat untuk menjatuhkan hukuman. Meskipun seorang Terdakwa dijatuhi hukuman penjara hal itu dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan jabatan di sektor publik untuk kepentingan pribadi (Tuanakotta). Korupsi berasal dari bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran auditor investigatif dalam mengungkap tindak pidana khususnya kasus korupsi di Indonesia cukup signifikan. Beberapa kasus korupsi besar seperti kasus korupsi simulator
Lebih terperinciRILIS MEDIA A. Dakwaan B. Tuntutan
RILIS MEDIA Hasil Eksaminasi Publik Kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah Provinsi Jambi Tahun 2009 Putusan Pengadilan Tipikor Nomor: 08/PID.B/TPK/2012/PN.JBI (Terdakwa: Drs. A. Mawardy Sabran, MM, Ketua STIE-ASM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masing-masing auditor berbeda. Auditor pemerintah dibedakan menjadi dua yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Auditor adalah seseorang yang profesional dan memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu organisasi, perusahaan, atau
Lebih terperinciASPEK HUKUM DALAM TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN BPK
ASPEK HUKUM DALAM TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN BPK http://www.bpk.go.id I. PENDAHULUAN Pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciTugas dan Wewenang BPK dalam Peraturan Perundang-Undangan dan Implementasinya
Tugas dan Wewenang BPK dalam Peraturan Perundang-Undangan dan Implementasinya Diajukan sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Hukum Tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, SH., LL. M. Disusun Oleh:
Lebih terperinci2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
No.1494, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Pengawasan Internal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN INTERNAL PADA KEMENTERIAN AGAMA
Lebih terperinciPERTEMUAN 1: AUDIT DAN STANDAR AUDIT
PERTEMUAN 1: AUDIT DAN STANDAR AUDIT A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai audit, pelaku audit, standar audit umum dan standar audit tujuan tertentu/ investigasi. Melalui pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. transparan dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP disebutkan bahwa dalam rangka mencapai
Lebih terperinciNOMOR : 15 TAHUN 2010
1 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 15 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PEMERIKSAAN INSPEKTORAT KABUPATEN MAJALENGKA Menimbang : DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPEDOMAN PENGAWASAN BAB I U M U M. Pasal 1
LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1983 TANGGAL 4 Oktober 1983 PEDOMAN PENGAWASAN BAB I U M U M Pasal 1 (1) Pengawasan bertujuan mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan
BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah yang kemudian dikerucutkan menjadi pertanyaan penelitian, dan tujuan penelitian. Selain itu juga akan dijelaskan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. isu yang strategis untuk dibahas. Salah satu topiknya adalah menyangkut Tindak
BAB 1 PENDAHULUAN Permasalahan kecurangan dalam pengelolaan keuangan negara merupakan isu yang strategis untuk dibahas. Salah satu topiknya adalah menyangkut Tindak Pidana Korupsi (TPK) dan penyimpangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini wajar, karena beberapa penelitian
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA,
SALINAN BUPATI PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PADANG LAWAS UTARA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH OLEH INSPEKTORAT KABUPATEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. mengamanatkan bahwa setiap kepala daerah wajib menyampaikan laporan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa setiap kepala daerah wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang penting dalam
1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan dapat diketahui apakah suatu instansi pemerintah telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan perbaikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan bersifat membantu agar sasaran yang ditetapkan organisasi dapat tercapai, dan secara dini menghindari terjadinya penyimpangan pelaksanaan, penyalahgunaan
Lebih terperinciTENTANG KERJASAMA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN : 02/KPK-BPKP/V/2008 : KEP - 610/K /D6/2008 TENTANG KERJASAMA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik, atau biasa disebut good governance. Untuk mencapainya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fokus utama pemerintahan saat ini adalah terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik, atau biasa disebut good governance. Untuk mencapainya diperlukan upaya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. organisasi atau perusahaan yang dipimpinnya. Pada tingkatan yang dominan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kinerja instansi pemerintah/bumd mendapat sorotan yang negatif dari masyarakat. Mereka menilai kinerja instansi pemerintah sangat jauh dari kata
Lebih terperinciKAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH
KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH I. Pendahuluan. Misi yang diemban dalam rangka reformasi hukum adalah
Lebih terperinciWALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG
WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENANGANAN PENGADUAN (WHISTLEBLOWER SYSTEM) TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA
Lebih terperinciBAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak
BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuntabilitas merupakan suatu bentuk kewajiban pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah dalam melaksanakan
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT FIT AND PROPER TEST KOMISI III DPR RI TERHADAP CALON PIMPINAN KPK ------------------------------------- (BIDANG HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang :
Lebih terperinciDIBERI WAKTU 60 HARI UNTUK MENGEMBALIKAN KERUGIAN NEGARA, TEMUAN BPK TAK BISA LANGSUNG DIUSUT JAKSA
DIBERI WAKTU 60 HARI UNTUK MENGEMBALIKAN KERUGIAN NEGARA, TEMUAN BPK TAK BISA LANGSUNG DIUSUT JAKSA lensaindonesia.com Kendati berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditemukan kerugian
Lebih terperinci-2- pembangunan nasional di pusat maupun di daerah sebagaimana penjabaran dari Nawa Cita demi mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepr
No.1831, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN. T4P. Mekanisme Kerja Teknis. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER - 014/A/JA/11/2016 TENTANG MEKANISME KERJA TEKNIS DAN ADMINISTRASI
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN
Lebih terperinci5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
S A L I N A N BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN BUPATI NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN SISTEM PENANGANAN PENGADUAN (WHISTLEBLOWER SYSTEM) TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN
Lebih terperinciWALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT
WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN/PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN APARAT PENGAWAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatasi masalah tersebut melalui berbagai cara, salah satunya dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindakan kecurangan di pemerintah Indonesia sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan. Berbagai usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN
Lebih terperinciANALISIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS MURNI OLEH JUDEX JURIST
ANALISIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS MURNI OLEH JUDEX JURIST (HAKIM MAHKAMAH AGUNG) DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan Mahkamah Agung No. No. 1481K/PID.SUS/2008) (Skripsi) RAHMADIN BAGUS RAFLE JALEWANGAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN. : 42/KPK-BPKP/IV/2007 : Kep-501/K/D6/2007
KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR NOMOR : 42/KPK-BPKP/IV/2007 : Kep-501/K/D6/2007 TENTANG KERJASAMA DALAM PEMBERANTASAN TINDAK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 7 TAHUN 2014
PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PENGAWASAN INSPEKTORAT KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. b. c. bahwa untuk
Lebih terperincipermasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan
A. Latar Belakang Korupsi merupakan permasalahan yang dapat dikatakan sebagai sumber utama dari permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada pertengahan April 2016, Gubernur Daerah Khusus Istimewa (DKI)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada pertengahan April 2016, Gubernur Daerah Khusus Istimewa (DKI) Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) secara terang-terangan menyudutkan Badan Pemeriksa
Lebih terperinci1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M
No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.134, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN. Keterangan Ahli. Pembiayaan. Prosedur. PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyajikan laporan hasil audit. Agar pemerintah puas dengan pekerjaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas audit merupakan bagian yang sangat penting dalam menyajikan laporan hasil audit. Agar pemerintah puas dengan pekerjaan seorang auditor maka diperlukan sikap-sikap
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id
Lebih terperinciKUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 54/PUU-XII/2014 Penetapan Tersangka dan Kewenangan Pegawai Internal BPK Sebagai Ahli Dalam Persidangan Atas Hasil Audit Laporan Internal Badan Pemeriksa
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Polemik terkait kewenangan perhitungan kerugian keuangan negara dalam penanganan kasus korupsi masih terus bergulir, meskipun telah diterbitkannya Putusan Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk menjamin kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan kebijakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingginya kehidupan demokrasi, menuntut pemerintah sebagai perumus kebijakan berkewajiban untuk transparan dan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pemerintahan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciPENGAWASAN TAHUN 2015
No PENGAWASAN TAHUN 2015 A. Menurunnya Temuan Pemeriksaan Kasus Berindikasi Tindak Pidana Korupsi Selama tahun 2015 telah terjadi penurunan kasus berindikasi tindak pidana korupsi yaitu dengan realisasi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41 / HUK / 2010 TENTANG
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41 / HUK / 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinci-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN Negara. Hak Keuangan. Fasilitas. Hakim Agung. Hakim Konstitusi. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 259). PENJELASAN ATAS
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditetapkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang. Undang Nomor 20 Tahun 2001 selanjutnya disebut dengan UUPTPK.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi di Indonesia telah menjadi wabah yang berkembang dengan sangat subur dan tentunya berdampak pada kerugian keuangan Negara. Maraknya korupsi telah mendorong
Lebih terperinci2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.751, 2017 KEJAKSAAN. Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Sita Eksekusi. Pelelangan atau Penjualan Langsung. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:
Lebih terperinciPemaparan dimulai dengan ketentuan Pengadaan Barang
25 Tindak Pidana Korupsi Prof. Dr. Surya Jaya, S.H., M.Hum. KETENTUAN TENTANG PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH DAN MATERI TENTANG BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 13 TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 13 TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PEMERIKSAAN INSPEKTORAT KABUPATEN MAJALENGKA Menimbang : DENGAN
Lebih terperinci2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1269,2014 KEMENHUT. Pengaduan. Penyalahgunaan Wewenang. Korupsi. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.63/MENHUT-II/2014 TENTANG
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia telah melakukan reformasi keuangan negara yang ditandai dengan hadirnya tiga undang-undang di bidang keuangan negara yaitu Undang-Undang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 25 auditor forensik atau auditor investigasi yang bekerja di Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciLIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA.
LIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA http://www.forbumn.com Sejumlah kalangan meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judicial review i atas kewenangan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap
Lebih terperinci