BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem hukum Indonesia lembaga kepailitan bukan merupakan hal
|
|
- Susanto Santoso
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem hukum Indonesia lembaga kepailitan bukan merupakan hal yang baru, karena pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia telah diwariskan pada zaman Hindia Belanda yang diatur dalam Verordening op het Faillissement ende Surseance van Betaling de Europeanen in Nederlands Indie (Staatsblad 1905 Nomor 217 jo. Staatsblad 1906 Nomor 348). 1 Krisis ekonomi di sebagian besar negara Asia termasuk di Indonesia 2, kredit macet dan hutang membengkak menjadi permasalahan utama pada saat itu menjadi lata belakang Pemerintah Indonesia untuk mengundangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Kepailitan pada tanggal 22 April , kemudian Peraturan Pemerintah tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang perubahan 1 M. Hadi Shubhan, 2008, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, & Praktik di Peradilan, Kencana, Jakarta, hlm Tata Wijayanta, 2014, Kajian Tentang Pengaturan Syarat Kepailitan Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, Mimbar Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Volume 26, Nomor 1, Februari, hlm. 2 3 Vide, Bagian Menimbang Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang- Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang, Jakarta, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 135, Huruf B: bahwa krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah memberi pengaruh tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional, sehingga menimbulkan kesulitan besar terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan utang piutang untuk meneruskan kegiatannya, dan menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat.
2 2 atas Undang-Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang (UUK) pada tanggal 9 September Pengaturan yang diperbaharui masalah kepailitan ini juga memicu terbentuknya suatu pengadilan khusus yang dibentuk dalam lingkungan peradilan umum, dalam hal ini yang dimaksud ialah pengadilan niaga. 5 Mekanisme Kepailitan berdasarkan UUK disempurnakan dengan adanya pengadilan khusus yang mempunyai kewenangan absolut untuk menangani perkara-perkara kepailitan yaitu pengadilan niaga yang bertempat di Jakarta Pusat, Medan, Semarang, Surabaya, dan Ujung Pandang. 6 Perkembangan perekonomian dan pengaruh globalisasi seiring dengan perkembangan hukum, membuat pemerintah merasa UUK perlu diganti dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK PKPU). Perbedaan yang disoroti penulis antara UUK dengan UUK PKPU yaitu mengenai jangka waktu penyelesaian perkara, pada UUK menyatakan putusan atas permohonan pernyataan pailit harus ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak permohonan pernyataan pailit didaftarkan 7 jangka waktu tersebut dianggap terlalu cepat padahal sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit dapat diselenggarakan paling lama 25 hari sejak tanggal permohonan 4 Adrian Sutedi, 2009, Hukum Kepailitan, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 3 5 Zainal Asikin, 2001, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm Vide, Pasal 6 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang- Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang, Jakarta, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 135
3 3 didaftarkan. 8 UUK PKPU merasa perlu menambah jangka waktu penyelesaian perkara menjadi 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan tahun berlalu setelah ditetapkannya UUK PKPU, nampaknya perkembangan di bidang perdagangan yang begitu pesat membuat kompleksitas dalam hal terdapat ketidak mampuan membayar hutang menemui kendala dalam menerapkan UUK PKPU. Berbagai pasal dalam UUK PKPU juga telah diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk ditinjau berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), salah satunya yang dikabulkan MK adalah Pasal 6 Ayat 3 UUK PKPU mengenai panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit jika tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, sehingga Pasal 6 Ayat (3) dan Pasal yang berhubungan dengan Pasal 6 Ayat (3) dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 10 Terdapat beberapa kelemahan dalam penerapan UUK PKPU yang diungkapkan oleh Jamaslin James Purba Ketua Umum Asosiasi Kurator Indonesia dengan alasan undang-undang ini dibuat untuk 8 Vide, Pasal 4 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang- Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang, Jakarta, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Vide, Pasal 8 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Jakarta, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Riki, et. all., 2014, Himpunan Perubahan Undang-Undang Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, hlm. 23
4 4 menanggulangi krisis, sedangkan sekarang sudah tidak krisis sehingga UUK PKPU kini perlu direvisi. 11 Pengadilan memiliki kesan menakutkan bagi masyarakat, bahwa yang sampai di pengadilan ialah orang yang bersengketa yang tidak bisa menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan. Pengadilan memang tempat mencari keadilan, tetapi ibarat menang jadi abu dan kalah jadi abu seperti itulah pepatah yang kerap kali digunakan bagi pihak-pihak yang berperkara di pengadilan. Menghabiskan waktu, tenaga, harta dan lain-lain. Berbicara dalam konteks penyelesaian perkara perdata, tata cara dan banyak formalitas lainnya membutuhkan waktu yang tidak sebentar hingga keluarnya putusan, ditambah lagi jika terdapat upaya hukum. Banyaknya perkara yang masuk ke Mahkamah Agung (MA) menjadi salah satu faktor penyebab penyelesaian perkara tidak dapat secepat yang diharapkan. Data dari situs resmi Kepaniteraan MA mencatat pada tahun 2014 terdapat perkara yang masuk ke MA, yang mana perkara merupakan perkara perdata dan 904 diantaranya merupakan perdata khusus. 12 Hal diatas belum termasuk semua perkara yang diperiksa pada tingkat pertama. Berbagai kasus baik besar maupun kecil ingin segera perkara yang berjalan dapat diselesaikan. Dalam pemberitaan di media, para pihak memohon agar perkara yang dijalani segera dapat diselesaikan, salah satunya yang dikutip melalui media elektronik Pikiran Rakyat, pada kasus antara Cipaganti Group melawan Paguyuban Mitra Koperasi 11 Fitri N Hariani, Enam Kesalahan Undang-Undang Kepailitan, Hukum Online, diakses 27 Juni Mahkamah Agung, Keadaan Perkara Tahun 2014, diakses 1 Juni 2016.
5 5 Cipaganti alasan permohonan yang diajukan kepada majelis hakim yaitu bila berlarut-larut akan menambah penderitaan panjang bagi mitra usaha yang sudah terkuras habis tenaga, pikiran dan hartanya. 13 Asas peradilan cepat merupakan asas yang digunakan untuk mengantisipasi terjadi hal-hal merugikan mengenai lamanya waktu penyelesaian perkara. Kata cepat menunjuk pada jalannya peradilan di persidangan maupun formalitas lainnya seperti pada penyelesaian berita acara hingga keluarnya putusan pengadilan. 14 Dalam menerapkan asas peradilan cepat, hakim tetap harus memperhatikan penyelesaian perkara setelah adanya bukti-bukti yang akurat dari para pihak. 15 MA terus meningkatkan efektifitas peradilan, salah satu upaya yang dilakukan melalui aturan kewajiban menjalani mediasi khusunya pada perkara perdata. Bahwa dalam rangka reformasi birokrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berorientasi pada visi terwujudnya badan peradilan indonesia yang agung, salah satu elemen pendukung adalah Mediasi sebagai instrumen untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap keadilan sekaligus implementasi asas penyelenggaraan peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan. 16 Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau dalam bahasa Inggris yang sering disebutkan dengan Alternative Dispute Resolution (ADR) relatif baru dikenal, tetapi sebenarnya penyelesaian-penyelesaian sengketa dengan 13 Yedi Supriadi, Mitra Cipaganti Minta Persidangan Dipercepat, dakses 1 Juni Sudikno Mertokusumo, 2009, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, hlm Sarwono, 2011, Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, hlm Vide, Bagian Menimbang Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jakarta, Tujuan dari mediasi.
6 6 kesepakatan sudah lama dilakukan oleh masyarakat, pada intinya menekankan upaya musyawarah mufakat, kekelurgaan, perdamaian, dan sebagainya. Namun APS mempunyai daya tarik khusus di Indonesia karena keserasiannya dengan sistem sosial budaya tradisional berdsarkan musyawarah mufakat. 17 Alasan lain yang menjadi dasar dari dilakukannya perdamaian dengan cara APS, yaitu sesuai dengan dasar negara Indonesia yaitu Pancasila, dimana dalam filosofinya tersirat bahwa asas penyelesaian sengketa adalah musyawarah mufakat, sebagaimana juga tersirat dalam UUD Dalam perkembangannya pada kasus dibidang usaha, para pihak kerap kali menggunakan APS berbentuk arbitrase. Namun pengadilan niaga khususnya dalam perkara kepailitan tidak terikat dengan klausul arbitrase 19 yang ditentukan para pihak, sehingga lebih tepat dilakukannya APS lain yang melekat dalam lingkup pengadilan yaitu mediasi. Relevansi antara ketentuan mengenai mediasi dengan ketentuan kepailitan dapat ditarik berdasarkan Pasal 1 Angka 7 UUK PKPU menyatakan penyelesaian perkara kepailitan menjadi kewenangan pengadilan niaga secara khusus yang merupakan bagian dari peradilan umum. 20 Dihubungkan dengan ketentuan dalam pasal 130 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dan pasal 154 Rechtreglement voor de Buitengewesten (RBg) bahwa pengadilan negeri memberi kesempatan kepada para pihak yang berpekara pada permulaan pemeriksaan 17 Sophar Maru H, 2014, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta, hlm Nurnaningsih Amriani, 2011, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Raja Grafindo, Jakarta, hlm Vide, Pasal 303 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Jakarta, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Rahayu Hartini, 2009, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia, Kencana, Jakarta, hlm. 115
7 7 perkaranya untuk mencapai perdamaian di muka sidang pengadilan. Secara khusus Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 (PERMA Mediasi) mengatur wajib dilakukannya mediasi dalam perkara perdata sebelum diproses lebih lanjut ke persidangan selanjutnya. Dalam Pasal 4 Ayat (2) PERMA Mediasi menyatakan beberapa perkara termasuk pemeriksaan kepailitan di pengadilan niaga yang dikecualikan dari kewajiban melakukan proses mediasi terlebih dahulu. Berdasarkan ketentuan tersebut dalam perkara kepailitan masih memungkinkan diadakannya mediasi meskipun bukan merupakan kewajiban, menjadi menarik ketika jangka waktu mediasi dapat dilakukan hingga 30 hari dan dapat dilakukan perpanjangan yang dimungkinkan selama 30 hari 21, sedangkan perkara kepailitan juga dibatasi waktu 60 hari sejak didaftarkannya perkara pailit ke pengadilan. 22 Hal tersebut seakan dua mata pisau, jika mediasi berhasil perkara berarti berjalan lebih mudah, sederhana dan biaya ringan, sedangkan jika mediasi gagal berarti sebaliknya, perkara akan lebih lama bahkan melewati batas waktu yang telah ditentukan. Dalam praktek yang terjadi, terdapat beberapa putusan yang dalam perkara tersebut melakukan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Mengambil contoh dilakukannya mediasi pada Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor 12/Pailit/2009/PN.Niaga menimbulkan sengketa lain dalam menerapkan hukum yang ada. Pada putusan kasasi yang dikeluarkan oleh MA Nomor 239K/Pdt.Sus-Pailit/2013, permohonan kasasi 21 Vide, Pasal 24 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016, Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jakarta 22 Vide, Pasal 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Jakarta, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 131
8 8 terhadap perkara Nomor 12/Pailit/2009/PN.Niaga mengajukan pemohonan mempermasalahkan dilakukannya mediasi pada peradilan tingkat pertama. Mediasi ini juga berdampak terhadap waktu penyelesaian perkara kepailitan yang seharusnya 60 hari terabaikan, yakni dimulai tanggal 10 September 2012 sampai dengan Putusan dikeluarkan tanggal 7 Februari Kepastian hukum dan keadilan yang selalu dinjung di negeri ini terkendala oleh adagium yang menyatakan hukum memang selalu tertinggal dari fakta, diharapkan dengan penelitian ini dapat mendorong hukum agar tetap maju kedepan mengejar perkembangan-perkembangan yang terjadi di masyarakat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan Uraian di atas, penulis melihat adanya urgensi untuk membahas beberapa hal terkait dengan pelaksanaan mediasi dalam perkara kepailitan. Adapun permasalahan yang diangkat penulis untuk dibahas adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Pengaturan Mediasi dalam Hukum Positif di Indonesia pada Perkara Kepailitan? 2. Bagaimana Penerapan Hukum Mengenai Mediasi dalam Gugatan Pembayaran Biaya Kepailitan dan Imbalan Jasa Kurator (Studi Kasus Putusan Gugatan Pembayaran Biaya Kepailitan dan Imbalan Jasa Kurator No. 12/ Pailit/2009/PN.Niaga)
9 9 C. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Subyektif Penelitian ini disusun untuk memperoleh data yang berguna, berhubungan dengan obyek yang diteliti dalam rangka penyusunan penulisan hukum sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 2. Tujuan Obyektif Melalui penelitian ini diharapkan mampu membawa manfaat yang diharapkan, antara lain sebagai berikut: a. Untuk mengetahui, menelaah, dan menganalisis pengaturan mediasi dalam hukum positif di Indonesia pada perkara kepailitan. b. Untuk mengetahui, menelaah, dan menganalisis penerapan hukum mengenai mediasi dalam Gugatan Pembayaran Biaya Kepailitan dan Imbalan Jasa Kurator berdasarkan studi kasus yang diambil dari Studi Kasus Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang No. 12/ Pailit/2009/PN.Niaga.
10 10 D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penlus menemukan terdapat penulisan hukum dengan judul yang mengandung unsur-unsur mediasi dan pailit dalam praktik maupun teori yaitu: 1. Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Melalui Mediasi oleh Mediator Disnakertrans Daerah Istimewa Yogykarta pada Perusahaan Pailit Merupakan laporan tugas akhir pada Kantor Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi D.I.Y. yang ditulis oleh Nurul Hidayah Basuki, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Permasalahan utama laporan tugas akhir tersebut ialah pelaksanaan mediasi dalam perselisihan pemutusan hubungan kerja yang dilaksanakan oleh mediator dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi D.I..Y dalam hal terjadi kepailitan pada perusahaan. Hal pembeda dari penulisan hukum ini dengan penulisan yang telah dilaksanakan diatas adalah penulisan diatas lebih menekankan mediasi yang dilakukan oleh mediator Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mana perkara tersebut merupakan jalur perkara Hubungan Industrial meskipu dilakukan dalam hal terjadi kepailitan pada perusahaan, sedangkan dalam penulisan hukum ini Penulis mengambil fokus pembahasan pada pelaksanaan mediasi pada perkara kepailitan dengan menggunakan sumber-sumber aturan kepailitan.
11 11 2. Kompetensi Pengadilan Niaga Mengadili Permohonan Pailit yang Memilih Arbitrase di Indonesia Merupakan Tesis yaitu Tugas Akhir Srata 2 (S-2) yang ditulis oleh I Gusti Agung Sumanatha, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Pokok pembahasan Tesis tersebut ialah kewenangan absolut pengadilan niaga dalam mengadili permohonan pailit yang memuat klausul arbitrase di Indonesia. Hal pembeda penulisan hukum ini dengan penulisan yang telah dilaksanakan diatas adalah penulisan diatas lebih menekankan pelaksanaan APS dengan cara arbitrase kemudian dilihat apakah pengadilan niaga masih memiliki kewenangan absolut untuk memeriksa perkara tersebut, sedangkan dalam penulisan ini Penulis mengambil fokus pembahasan APS berupa mediasi yang dilakukan dalam perkara kepailitan dan implikasinya terhadap pembatasan waktu yang telah ditetapkan dalam perkara pailit. Dengan demikian penulisan hukum ini dilakukan dengan dasar iktikad baik dan telah memiliki sifat keaslian, apabila terdapat penelitian yang serupa diluar pengetahuan penulis, hal tersebut bukan merupakan suatu kesengajaan, namun penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dari penelitian yang telah ada sebelumnya sehingga dapat memperkaya pengetahuan serta penulisan hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
12 12 E. Manfaat Penelitian sebagai berikut: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan 1. Manfaat Teoritis. Hasil penelitian yang akan dituangkan dalam penulisan hukum diharapkan dapat memberi masukan dan banyak memperoleh kajian dari aspek ilmu hukum secara teori dan praktek yang bermanfaat mengenai mediasi dalam perkara kepailitan. 2. Manfaat Praktis. Penelitian yang akan dituangkan dalam penulisan hukum secara langsung bermanfaat untuk menjadi pembelajaran bagi penulis dalam menganalisa serta mencari pemecahan masalah atas suatu keadaan, khususnya dalam hal menangani perkara kepailitan. Memberi masukan bagi mahasiswa, akademisi, dan praktisi hukum dalam menangani masalah seputar perkara kepailitan yang melibatkan mediasi sebagai upaya penyelesaian sengketa.
BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupan sehari-hari saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal balik, bukan tidak
Lebih terperinciKOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI
KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh : SHAFIRA HIJRIYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Hukum Kepailitan di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir seluruh negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah Penelitian Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini. Sengketa merupakan sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kredit macet merupakan masalah yang sangat penting dalam sejarah perbankan Indonesia terutama pada tahun 1999-2004. Banyaknya bank yang dilikuidasi sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut akan menimbulkan masalah-masalah berantai, yang apabila tidak. adanya perangkat hukum yang mendukungnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang melanda negara Asia termasuk Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan kesulitan yang besar terhadap perekonomian dan perdagangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perselisihan atau pertengkaran (sengketa) merupakan suatu keadaan yang lazimnya tidak dikehendaki oleh setiap orang, namun pada dasarnya perselisihan dalam masyarakat diselesaikan
Lebih terperinciBAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang
BAB IV ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KEDIRI NOMOR : 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. OLEH PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA NOMOR : 375/Pdt. G/2011/PTA. Sby. TENTANG GUGATAN WARIS A. Analisis
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Van Koophandel (WvK), buku Ketiga yang berjudul Van de Voordieningen in Geval
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaturan kepailitan di Indonesia sebelum tahun 1945, diatur dalam Wetboek Van Koophandel (WvK), buku Ketiga yang berjudul Van de Voordieningen in Geval van
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perjalanan hidup setiap manusia di dunia ini dipastikan tidak akan berjalan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perjalanan hidup setiap manusia di dunia ini dipastikan tidak akan berjalan dengan baik dan sempurna. Manusia sebagai makhluk sosial tentu akan selalu berinteraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sebagai makhluk sosial manusia harus hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini tidak lepas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Arbitrase sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengeketa di Luar Pengadilan sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sudah berjalan dua dekade lebih. Hal ini ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat
Lebih terperinciMahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman dalam lingkup khusus. 1 Kekhususan
Lebih terperinciB. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN
3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perjanjian utang piutang, para pihak yang terkait adalah debitor dan kreditor. Gatot Supramono menjelaskan bahwa pihak yang berpiutang atau memberi pinjaman
Lebih terperinciBAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada
BAB IV ANALISA TERHADAP PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN DITINJAU DARI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir ini memberi pengaruh yang tidak menguntungkan terbadap kehidupan ekonomi,
Lebih terperincidengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).
MAKALAH : JUDUL DISAMPAIKAN PADA : MEDIASI DAN GUGAT REKONPENSI : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH PADA HARI/ TANGGAL : SELASA, 7 FEBRUARI 2012 O L E H : Dra. MASDARWIATY, MA A. PENDAHULUAN
Lebih terperinciHeri Hartanto - FH UNS
1 Kekuasaan Kehakiman Psl 13 UU 14/1970 Jo. UU 4/2004 ttg Kekuasaan Kehakiman : memungkinkan di bentuk peradilan khusus di dalam peradilan Umum. Psl 8 UU 2/1986 Jo. UU 8/2004 ttg Peradilan Umum : Di dlm
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari bahasa Belanda yaitu Faiyit yang mempunyai arti ganda
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kepailitan 1. Pengertian Pailit dan Kepailitan Kepailitan secara etimologi berasal dari kata pailit. Istilah pailit berasal dari kata Belanda yaitu failliet yang mempunyai
Lebih terperinci2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d
No.2059, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Ekonomi Syariah. Penyelesaian Perkara. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN PERKARA EKONOMI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengintegrasian mediasi dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrument efektif mengatasi kemungkinan meningkatnya akumulasi perkara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu
Lebih terperinciBAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR
BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR 3.1. Upaya Hukum dalam Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Dalam penyelesaian permasalahan utang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia saling berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa interaksi dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain. Hanya dalam kehidupan bersamalah manusia dapat
Lebih terperinciPEMBAHARUAN SISTEM HUKUM ACARA PERDATA Oleh: Dwi Agustine * Naskah diterima: 11 Juni 2017; disetujui: 15 Juni 2017
PEMBAHARUAN SISTEM HUKUM ACARA PERDATA Oleh: Dwi Agustine * Naskah diterima: 11 Juni 2017; disetujui: 15 Juni 2017 Hukum acara perdata atau yang sering juga disebut hukum perdata formal adalah sekumpulan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum (Pasal 1 ayat (3). Ketentuan tersebut merupakan landasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga peradilan merupakan salah satu lembaga penyelesaian sengketa yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diri manusia itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya benturan-benturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan seorang manusia tidak akan bisa lepas dari manusia yang lainnya, karena selain karakteristik manusia sebagai makhluk sosial, manusia pada dasarnya tidak akan
Lebih terperinciPENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014
PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN Ada dua bentuk penyelesaian sengketa perdagangan yakni melalui jalur litigasi (lembaga peradilan) dan jalur non litigasi (di luar lembaga peradilan) Penyelesaian sengketa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Setiap perbuatan dan tindakan yang dilakukan oleh warga negara haruslah didasarkan pada hukum. Penegakan hukum berada diatas
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:
EFEKTIFITAS PERJANJIAN DAMAI DALAM PENGADILAN (AKTA VAN DADING) TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI DALAM PENEGAKAN HUKUM PERDATA (STUDI PADA PENGADILAN NEGERI MEDAN) SKRIPSI Diajukan Untuk
Lebih terperinciDitulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47
Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia filsafat, para filosof, khususnya Aristoteles menjuluki manusia dengan zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya selalu mempunyai keinginan
Lebih terperinciBAB II UPAYA HUKUM DALAM PERKARA KEPAILITAN
29 BAB II UPAYA HUKUM DALAM PERKARA KEPAILITAN Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pada tanggal 22 April 1998 telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan usaha dalam perdagangan barang dan jasa pada zaman modern ini sudah tidak dapat dihindarkan. Persaingan usaha bukan merupakan hal yang dilarang, tetapi
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Yati Nurhayati ABSTRAK Permasalahan perburuhan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha atau antara para pekerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial yang dialami, setiap manusia memiliki kepentingankepentingan tertentu yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginannya untuk mempertahankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan melalui 2 (dua) jalur, yaitu melalui jalur litigasi dan jalur non litigasi. Jalur litigasi merupakan mekanisme
Lebih terperinciDisusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H
Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H A. PENGANTAR Disaat pertama kali kita mendengar Pailit, maka yang pertama kali ada di dalam bentak kita adalah bangkrut. Bangkrut, diidentikkan dengan keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa
Lebih terperinciBAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA
BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA A. Kewenangan Pengadilan Agama Indonesia 1. Kewenangan Relatif Kewenangan relatif (relative competentie) adalah kekuasaan dan wewenang yang diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dari sifat manusia inilah maka akan timbul suatu interaksi antara manusia
Lebih terperinciPengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.
Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum ketenagakerjaan bukan hanya mengatur hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam pelaksanaan hubungan kerja tetapi juga termasuk seorang yang akan mencari
Lebih terperinciPANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?
PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap
Lebih terperinciMEDIASI DI PENGADILAN DAN ASAS PERADILAN
MEDIASI DI PENGADILAN DAN ASAS PERADILAN SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN Oleh Drs. Siddiki Dengan ditetapkannya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Perma) Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan
Lebih terperinci1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak
UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciHUKUM DAGANG. Panji Susilo ( ) 03 HUKMD 417 KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
HUKUM DAGANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Panji Susilo (2012020338) 03 HUKMD 417 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG TANGERANG SELATAN 2013 Kata pengantar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman maka semakin tinggi tingkat problematika sosial yang terjadi. Di zaman yang yang semakin berkembang bukan hanya masalah hukum yang menjadi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem hukum Islam mediasi dikenal dengan Musyawarah, yang dimaksudkan musyawarah disini adalah urusan peperangan dan hal-hal yang bersifat duniawiyah, seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 membuat perekonomian Indonesia belum seutuhnya stabil bahkan sampai saat ini. Banyak dunia usaha yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu Bouman, mengungkapkan bahwa manusia baru menjadi manusia. adanya suatu kepentingan (Nurnaningsih Amriani, 2012: 11).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial ( zoon politicon) yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. seseorang adalah hal penting yang kadang lebih utama dalam proses
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai metode penyelesaian sengketa secara damai, mediasi mempunyai peluang yang besar untuk berkembang di Indonesia. Dengan adat ketimuran yang masih mengakar,
Lebih terperinci2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene
No.1172, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Gugatan Sederhana. Penyelesaian. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA DENGAN
Lebih terperinciMEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS
MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa Disusun Oleh: Raden Zulfikar Soepinarko Putra 2011 200 206 UNIVERSITAS
Lebih terperinciChristian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI
Peranan Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyelesaian Hubungan Industrial Di Kota Pematangsiantar Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Beragam permasalahan melatarbelakangi konflik Hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dialami oleh para pelaku hubungan industrial di belahan dunia mana pun. Pekerja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perselisihan hubungan industrial merupakan hal yang umumnya dapat dialami oleh para pelaku hubungan industrial di belahan dunia mana pun. Pekerja atau buruh sering kali
Lebih terperinciDalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.
MEDIASI Pengertian Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia. kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksanaan kehakiman yang berperan sebagai katup penekan atas segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika sosial yang terjadi dewasa ini terus berkembang demikian pesat sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala aspek
Lebih terperinciBAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR
BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Pada awal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah membawa dampak yang sangat besar terhadap kondisi perekonomian Indonesia, khususnya terhadap perkembangan
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh para pengusaha pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi
13 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN A. Pengertian Kumulasi Gugatan Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi adalah pengumpulan; penimbunan; penghimpunan. 1 Kumulasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap
Lebih terperinciA. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi
BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai
Lebih terperinciII. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 68/PUU-XIII/2015 Implikasi Interpretasi Frasa Anjuran Mediator dan Konsiliator pada Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Muhammad Hafidz
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan badan yang menyelesaikan sengketa konsumen melalui cara di luar pengadilan. BPSK memiliki tujuan sebagai
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010
1 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DALAM PERKARA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. melalui mediasi dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : penyelesaian sengketa di pengadilan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Upaya Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam menyelesaikan sengketa melalui mediasi dilakukan dengan berbagai cara,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi perlindungan bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. Pada awal kemerdekaan Indonesia, koperasi diatur
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.09-HT TAHUN 1998 TENTANG PEDOMAN BESARNYA IMBALAN JASA BAGI KURATOR DAN PENGURUS
KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.09-HT.05.10 TAHUN 1998 TENTANG PEDOMAN BESARNYA IMBALAN JASA BAGI KURATOR DAN PENGURUS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib
BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004
29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk
Lebih terperinciKEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. Oleh : Linda Firdawaty * Abstraksi
A. Pendahuluan KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Oleh : Linda Firdawaty * Abstraksi Pengadilan niaga merupakan salah satu alternative penyelesaian
Lebih terperinciBAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1
54 BAB IV KEKUATAN YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PURWOREJO NO. 0272/Pdt.G/2011/PA.Pwr. DENGAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SEMARANG NO. 224/ Pdt.G/2011/PTA.Smg. TENTANG CERAI TALAK A. Kekuatan Yuridis
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Joko Handoyo, S.H.,.. Pemohon I 2. Wahyudi, S.E,. Pemohon II 3. Rusdi Hartono, S.H.,. Pemohon III 4. Suherman,.....
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepailitan merupakan kondisi dimana debitor yang telah dinyatakan pailit tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan
BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan mempunyai utang. Perusahaan yang mempunyai utang bukanlah merupakan suatu hal yang buruk, asalkan perusahaan
Lebih terperinci