BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) UUD 1945 yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum maka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) UUD 1945 yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum maka"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum hal itu di buktikan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum maka dari itu diperlukan aparat untuk menegakan hukum di indonesia untuk mewujudkan konsep negara hukum indonesia seperti yang tercantum dalam UUD Salah satunya adalah polisi. Polisi merupakan aparat negara yang mempunyai tugas utama menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Di Indonesia, keberadaan kepolisian secara kontitusi diatur dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945, Di sana dinyatakan: Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum. Adapun tugas dan wewenang kepolisian Indonesia yang diatur dalam UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal1 ayat(3) adalah : Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan 1

2 c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 1 Pada pasal tersebut salah satu tugas utama polisi adalah memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, ini berarti polisi bertugas untuk kepentingan masyarakat luas dan menegakan hukum untuk kepentingan masyarakat dengan menjunjung tinggi rasa keadilan untuk melaksanakannya ketegasan,kejujuran, dan pemahaman polisi terhadap hukum sangat di butuhkan. jika polisi sebagi penegak hukum namun tidak mengerti hukum maka akan terjadi kesewenang-wenangan di dalam prakteknya. Polisi menjaga dan menegakkan hukum dalam segala aspek kehidupan dalam negara indonesia. Salah satunya adalah polisi lalu lintas atau polantas, polisi lalu lintas merupakan unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Dalam Pasal 1 angka (20) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor disebutkan bahwa, Satuan Lalu Lintas yang selanjutnya disingkat Satlantas adalah unsur pelaksana tugas pokok fungsi lalu lintas pada tingkat Polres yang berada di bawah Kapolres. 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia 2

3 Satlantas bertugas melaksanakan Turjawali lalu lintas. Turjawali merupakan unit pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli, pendidikan masyarakat lalu lintas (Dikmaslantas), pelayanan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum di bidang lalu lintas. Satlantas sesuai dengan Pasal 59 ayat (3) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Polres menyelenggarakan fungsi, yaitu: 2 a. pembinaan lalu lintas kepolisian; b. pembinaan partisipasi masyarakat melalui kerja sama lintas sektoral, Dikmaslantas, dan pengkajian masalah di bidang lalu lintas; c. pelaksanaan operasi kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka penegakan hukum dan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas); d. pelayanan administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta pengemudi e. pelaksanaan patroli jalan raya dan penindakan pelanggaran serta penanganan kecelakaan lalu lintas dalam rangka penegakan hukum, serta menjamin Kamseltibcarlantas di jalan raya; f. pengamanan dan penyelamatan masyarakat pengguna jalan; dan g. perawatan dan pemeliharaan peralatan dan kendaraan. Kemampuan Gakkum dan penyidikan Lantas 2 Hartono Widodo Penanggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor, PT Bina Aksara, Jakarta, 2006, hal 17. 3

4 Unit Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli (Unit Turjawali) dipimpin oleh kepala unit pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli disingkat Kanit Turjawali yang bertanggung jawab kepada Kasat Lantas dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari pada lalu lintas. Kanit Turjawali bertugas melaksanakan kegiatan Turjawali dan penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas dalam rangka penegakan hukum. a. Pelaksanaan Gakkum melalui Turjawali. 1. Prosentase jumlah kegiatan patroli dibandingkan dengan prosentase jumlah penindakan pelanggaran lantas. 2. Prosentase jumlah kegiatan pengawalan dibandingkan dengan prosentase jumlah penindakan pelanggaran lantas. 3. Prosentase jumlah kegiatan pengamanan dibandingkan dengan prosentase jumlah penindakan pelanggaran lantas. b. Penindakan Pelanggaran lantas (Tilang/Non Tilang). 1. Prosentase pelanggaran lantas yang diajukan sidang dibandingkan dengan prosentase jumlah penindakannya. 2. Prosentase jumlah pelanggaran lantas yang telah divonnis dibandingkan dengan prosentase jumlah pelanggaran lantas yang diajukan sidang. c. Pendidikan perkasa laka lantas. 1. Prosentase jumlah BP laka lantas yang diserahkan PU dibandingkan dengan prosentase perkara laka lantas yang ditangani. 4

5 2. Prosentase jumlah BP laka lantas yang diserahkan PU dibandingkan dengan prosentase jumlah perkara laka lantas. 3 Dalam melaksanakan kewenangannya banyak polisi lalulintas yang tidak melakukan sesuai undang-undang dan bahkan terkesan mencari keuntungan pribadi memanfaatkan jabatanya sebagai polisi. Salah satu contohnya adalah dalam melakukan penertiban kendaraan bermotor banyak polisi lalulintas yang tidak mengindahkan kode etik atau peraturan yang telah di buat oleh lembaga yang berwenang bahkan melanggar peraturan yang ada seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan, 4 Dalam Pasal 2 disebutkan, pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan dapat dilakukan oleh Polisi Negara Republik Indonesia (Polri) dan Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kualifikasi tertentu di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan Dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, juga mensyaratkan semua petugas yang melakukan razia wajib menggunakan pakaian seragam dan atribut yang jelas. Seperti tanda- tanda khusus sebagai petugas pemeriksa dan perlengkapan pemeriksaan. Untuk razia yang dilakukan oleh Polisi, maka petugas harus menggunakan seragam dan atribut yang ditetapkan.kemudian, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) sampai ayat (3), disebutkan bahwa pada tempat pemeriksaan wajib dilengkapi dengan tanda yang menunjukkan adanya pemeriksaan kendaraan bermotor. Tanda 3 Daan Sabadan, Analisis Data Personil dan Dimensi Permasalahannya dalam Rangka Menunjang Operasional Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 2004, Hal Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan 5

6 yang dimaksud harus ditempatkan pada jarak sekurang-kurangnya 100 meter sebelum tempat pemeriksaan. Tetapi dalam prakteknya polantas tidak melakukan itu dan bahkan banyak dari mereka yang melakukan razia tidak dengan surat tugas dan malah memaksa pengendara yang terkena razia untuk membayar denda tanpa melakukan proses persidangan atau lebih dikenal dengan bayar di tempatdan dalam beberapa kasus polisi melakukan penyitaan kendaraan bermotor dengan alasan yang terkesan di buat-buat dan dipaksakan masuk dalam sebuah pelanggaran terhadap undang undang. Di Salatiga hal tersebut juga terjadi yaitu kasus penilangan beserta penyitaan mobil di jalan lingkar salatiga dengan pengemudi kendaraan mobil bernama Suharno. Dalam kasus itu Suharno di tilang oleh polisi dengan alasan bahwa STNK Mobil Grandmax warna hitam Nopol H-8412-VC, atas nama Endra Susilo tersebut ternyata sudah tidak dibayar atau terlambat membayar pajak sejak tahun 2011, pada Pasal 74 ayat (2) UU LLAJ jo Pasal 1 angka (17) Peraturan Kapolri No. 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor Penghapusan Regident Ranmor adalah bentuk sanksi administratif bagi pemilik Ranmor yang tidak melakukan registrasi ulang atau memperpanjang masa berlaku STNK sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sejak masa berlaku STNK habis berdasarkan data Regident Ranmor pada Polri. Penjelasan dari pasal ini adalah registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor ini dapat dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi kendaraan jika pemilik kendaraan bermotor tidak melakukan registrasi ulang atau memperpanjang masa berlaku STNK sekurangkurangnya 2 (dua) tahun sejak masa berlaku STNK habis, oleh sebab itu STNK jadi ilegal atau tidak tercatat bila sudah lebih 2 tahun sejak masaberlaku STNK 6

7 habis, sedangkan masa berlaku STNK adalah 5 tahun dan menurut Pasal STNK ini berlaku selama 5 (lima) tahun dan setiap tahunnya harus dimintakan pengesahan Pasal 70 ayat (2) UU LLAJ). sebelum habis masa berlaku dari STNK tersebut, seharusnya wajib diajukan permohonan perpanjangan (Pasal 70 ayat (3) UU LLAJ). hal tersebut dapat dilakukan bila habis masa berlaku di tambah 2 tahun yaitu 7 tahun. Pada Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara pemeriksaan kendaraan bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu lintas dan Angkutan JalanPasal 32 ayat (6) menyatakan bahwa: 5 a. Kendaraan Bermotor tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan yang sah pada waktu dilakukan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan; b. Pengemudi tidak memiliki Surat Izin Mengemudi; c. Terjadi pelanggaran atas persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan Kendaraan Bermotor; d. Kendaraan Bermotor diduga berasal dari hasil tindak pidana atau digunakan untuk melakukan tindak pidana; atau e. Kendaraan Bermotor terlibat kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggalnya orang atau luka berat. 6 Praperadilan merupakan salah satu lembaga baru yang diperkenalkan didalam KUHAP di dalam kehidupan penegak hukum. Ditinjau dari peradilan sendiri, Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri Bukan pula sebagai 5 Putranto, Leksmono Suryo Rekayasa Lalu Lintas. PT Macanan Jaya Cemerlang: Jakarta. 6 Lihat Peraturan Pemerintah Pasal 32 No.80Tahun 2012Tentang Tata Cara pemeriksaan kendaraan bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu lintas dan Angkutan Jalan. 7

8 instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang memberi putusan akhir atas suatu kasus peristiwa pidana. Praperadilan pada hakekatnya adalah suatu lembaga yang bermaksud dan bertujuan memberi perlindungan kepada orang yang disangka melakukan tindak pidana atau pihak lain yang berkepentingan disatu pihak dan dilain pihak merupakan kontrol terhadap tindakan penyidik dan atau penuntut umum dalam usaha menjalankan tugas dan wewenangnya, yaitu penyidikan dan atau penuntutan, 7 Sedangkan pengertian Prapradilan menurut KUHAP Pasal 1 butir (10) adalah wewenang Pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus: a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan. b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. c. Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. (Pasal 1 butir 10 jo Pasal 77 KUHAP). d. Sah atau tidaknya penyitaan barang bukti (Pasal 82 ayat 1 huruf b KUHAP). Adapun Proses pemeriksaan Pra pradilan, yaitu: a. Pra peradilan dipimpin oleh Hakim Tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang Panitera (Pasal 78 ayat (2) KUHAP). 1. Pada penetapan hari sidang, sekaligus memuat pemanggilan pihak pemohon dan termohon pra peradilan. 7 Herdiana Dyah, Jurnal Ilmiah Progresif. Vol. 8, No.8, 23 Agustus Banyuwangi: UNTAG. 8

9 2. Dalam waktu 7 (tujuh) hari terhitung permohonan praperadilan diperiksa, permohonan tersebut harus diputus. 3. Pemohon dapat mencabut permohonannya sebelum Pengadilan Negeri menjatuhkan putusan apabila disetujui oleh termohon. Jika termohon menyetujui usul pencabutan permohonan tersebut, Pengadilan Negeri membuat penetapan tentang pencabutan tersebut. 4. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan sedangkan pemeriksaan pra peradilan belum selesai maka permohonan tersebut gugur, Hal tersebut dituangkan dalam bentuk penetapan. Dalam pelaksanaan persidangan praperadilan diatur dalam pasal 77 UU No. 8 Tahun 1981 mengenai KUH pidana yang memberikan pengertian praperadilan yang berbunyi sebagai berikut. Pengadilan negeri berwenang untuk memerikasa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ini, mengenai : (1) Sah atau tidaknya penangkappan, penahanan, penghentian, penyidikan atau penghentian penuntutan. (2) Ganti kerugian atau rehabilitasi terhadap seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Menurut ketentuan di atas bahwa media praperadilan adalah media untuk menguji mengenai sah tidaknya tindakan aparatur negara bidang penegakan hukum terutama penyidik Polri dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) apabila melakukan tindakan hukum yang berupa 9

10 penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan. 1. Upaya hukum dalam putusan Pra pradilan, yaitu: a. Putusan pra peradilan tidak dapat dimintakan banding (Pasal 83 ayat (1), kecuali terhadap putusan yang menyatakan "tidak sahnya" penghentian penyidikan dan penuntutan (Pasal 83 ayat (2) KUHAP). b. Dalam hal ada permohonan banding terhadap putusan pra peradilan sebagaimana dimaksud Pasal 83 ayat (1) KUHAP, maka permohonan tersebut harus dinyatakan tidak diterima. c. Pengadilan Tinggi memutus permintaan banding tentang tidak sahnya penghentian penyidikan dan penuntutan dalam tingkat akhir. d. Terhadap Putusan pra peradilan tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi 8 Menurut Pasal 1 angka (16) KUHAP definisi Penyitaan, adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang melakukan penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan yang diduga berhubungan dengan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tata cara penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan dilakukan menurut ketentuan Kitab 8 Pedoman Tekhnis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, hlm

11 Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Pasal 270 UU No 22 Tahun 2009). 9 Oleh karena Penyitaan termasuk dalam salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang dapat melanggar Hak Asasi Manusia, maka sesuai ketentuan Pasal 38 KUHAP, Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, namun dalam keadaan mendesak, Penyitaan tersebut dapat dilakukan penyidik lebih dahulu dan kemudian setelah itu wajib segera dilaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri, untuk memperoleh persetujuan. Menurut Pasal 39 KUHAP, benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah 1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagai diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagian hasil dari tindak pidana; 2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; 3. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana; 4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; 5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan

12 Penindakan merupakan suatu proses, perbuatan, cara menindak (mengambil tindakan). 11 Tindak dimana penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan didasarkan atas : 1. Temuan dalam proses pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan, 2. Laporan, dan 3. Rekaman peralatan elektronik, hingga dilakukan penyitaan terhadap barang bukti. Dari pengertian perihal penindakan dan penyitaan di atas, bahwa permasalahan tentang kualifikasi jenis penyitaan dan penindakan sering kali terjadi perbedaan pendapat. Sebagai contoh permasalahn yang terkait tentang kualifikasi penyitaan yang terdapat dalam Putusan No. 07/Pra.Pid/2014/PN.Sal antara Advokat Lembaga Bantuan Hukum Solidaritas sebagi pemohon dan Pemerintah Negara Republik Indonesia Cq. Kepolisian Republik Indonesia Cq. Kepolisian Daerah Jawa Tengah Cq. Kepolisian Resort Kota Salatiga Cq. Kesatuan Lalu Lintas Resort Salatiga sebagai Termohon. Dalam pokok perkara inianggota Satlantas Polres Salatiga dalam melakukan penyitaan terhadap 1 (satu) unit armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC tersebut, didasarkan atas pelanggaran yang dilakukan pengemudi terhadap Undang-Undang RI No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang mana saat dimintai surat-surat kendaraan, SIM yang dimiliki oleh Suharno

13 sudah mati sejak Tahun 2013 sedangkan STNK mobil yang dikendarainya tersebut juga terlambat untuk pembayaran pajaknya sejak tahun Berdasarkan keterangan saksi-saksi Pemohon, pada pokoknya menerangkan, benar SIM (bukti T-3) maupun STNK (bukti T-2) yang ditunjukkan saat diperiksa, sudah mati dan terlambat pembayaran pajaknya namun saat itu saksi tidak mau untuk menandatangani surat tilang yang diberikan oleh petugas oleh karena saat itu mobil yang dikendarai saksi yang akan disita, sehingga saksi berpendapat bahwa penyitaan terhadap mobil yang dikendarai saksi tersebut tidak sesuai dengan prosedur hukum. Berdasarkan Pasal 106 ayat (5) jo Pasal 265 UULLAJ, SIM dan STNK memang merupakan hal yang diperiksa oleh petugas polisi lalu lintas dalam hal pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan STNK dan SIM memiliki fungsi yang berbeda. STNK berfungsi sebagai tanda bahwa kendaraan bermotor telah diregistrasi ( lihat Pasal 65 UU LLAJ), sedangkan SIM berfungsi sebagai tanda bukti legitimasi kompetensi, alat kotrol, dan data forensik kepolisian bagi seseorang yang telah lulus uji pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan untuk mengemudikan kendaraan bermotor di jalan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan berdasarkan UULLAJ (Pasal1 angka 4 Perkapolri No. 9 Tahun 2012 tentang Surat Ijin mengemudi). Hakim menilai bahwa yang dilakukan oleh anggota Satlantas Polres Salatiga yang bernama Iptu. Harjan Widodo dalam melakukan penyitaan terhadap 1 (satu) unit armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC tersebut, didasarkan atas pelanggaran terhadap Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009 Lalu Lintas dan 13

14 Angkutan Jalan, yang mana terhadap Undang-Undang tersebut bersifat khusus dalam arti apabila terjadi suatu pelanggaran terhadap salah satu pasalnya, penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan tersebut dilakukan berdasarkan tata cara pemeriksaan cepat maka Anggota Satlantas dapat langsung melakukan penyitaan terhadap barang bukti dan diberikan surat bukti pelanggaran kepada si pelanggar untuk kemudian mengikuti persidangan di Pengadilan. Mengenai penyitaan kendaraan bermotor oleh petugas polisi lalu lintas, hal ini juga terkait dengan kewenangan polisi lalu lintas yang diatur dalam Pasal 260 ayat 1 huruf (d) Undang-Undang lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu melakukan penyitaan terhadap Surat Ijin mengemudi, kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan, Surat Tanda Coba kendaraan Bermotor,dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti, serta diperkuat juga pada Pasal 32 ayat (6) Peraturan Pemerintah No. Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Lebih khusus lagi didalam Lampiran angka 10, Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M14-PW Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dijelaskan bahwa Penyitaan benda dalam keadaan tertangkap tangan, tidak perlu mendapat izin dari Ketua Pengadilan negeri, akan tetapi setelah penyitaan dilakukan wajib melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, sesuai dengan ketentuan Pasal 38 ayat (2) karena keadaan tertangkap tangan disamakan pengertiannya dengan keadaan yang sangat perlu dan mendesak. Jika penyitaan tersebut dilakukan dalam suatu razia, tidak diperlukan izin dari Ketua Pengadilan. Hal tersebut didasarkan alasan bahwa tindakan Polisi dalam mengadakan razia itu 14

15 adalam merupakan tindakan preventif yang berada diluar jangkauan KUHP, KUHP hanya mengatur keadaan setelah tindak pidana terjadi (represif). 12 Hakim berpendapat bahwa tindakan dari anggota Satlantas Polres Salatiga Iptu. Harjan Widodo, yang melakukan penyitaan terhadap1 (satu) unit armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC tersebut, telah sesuai dengan aturan hukum khususnya Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Republik Indonesia Nomor: M.14-PW Tahun 1983 tentang Tambahan Perdoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, sehingga Hakim berkesimpulan bahwa permohonan dari Pemohon tersebut tidak beralasan hukum dan oleh karena itu haruslah ditolak.oleh karena tuntutan pokok Pemohon ditolak, maka tuntutan terhadap ganti kerugian secara moril dan materiel sebagaimana yang diajukan oleh Pemohon, harus pada dinyatakan ditolak sehingga permohonan pra peradilan Pemohon tersebut haruslah ditolak untuk seluruhnya. 13 Sebagai salah satu pilar untuk menegakkan hukum dan keadilan, Hakim mempunyai peranan menentukan sehingga kedudukannya dijamin Undang- Undang. Dengan demikian, diharapkan tidak adanya direktiva/campur tangan dari pihak maupun terhadap para Hakim ketika sedang menangani perkara. Sebaliknya, didalam sisi begitu pula untuk para Hakim dalam penanganan perkara hendaknya dapat bertindak arif dan bijaksana, ketangguhan mentalitas, menjunjung tinggi nilai keadilan dan kebenaran materiil, bersifat aktif dan 12 Budiman, Arief Perkembangan Hukum Pidana Indonesia, PT. RajaGrafindo: Jakarta. 13 Putusan No.01/Pra.Pid/2014/PN.Sal 15

16 dinamis, berlandaskan kepada perangkat hukum positif, melakukan penalaran logis sesuai dan selaras dengan teori dan praktik, sehingga kesemuanya itu bermuara kepada putusan yang akan dijatuhkannya harus dapat dipertanggungjawabkan dari aspek ilmu hukum itu sendiri, hak asasi terdakwa, masyarakat dan negara, diri sendiri serta Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Konkretnya, dalam menerapkan hukum acara dan hukum materiel hendaknya hakim tidak memihak dan bertindak adil sesuai pandangan dari sisi yang objektif guna menjatuhkan putusan secara konkret. 14 Dalam memutuskan kesalahan terdakwa, kedudukan dan fungsi Keyakinan Hakim ternyata lebih signifikan dan lebih dominan, karena dalam praktek peradilan meskipun dimuka sidang pengadilan penuntut umum telah mengajukan puluhan alat bukti yang sah dalam berbagai bentuk, yaitu saksi, orang ahli, surat dan lain-lain, namun kalau hal tersebut tidak berhasil menimbulkan keyakinan hakim maka hakim tidak akan memutuskan bahwa terdakwa bersalah dan oleh karena itu hakim juga tidak mengajukan pidana terhadap dakwaan. 15 Sebagaimana diketahui dengan diundangkannya UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP pada tanggal 31 desember Tahun 1981 (Lembar Negara RI Tahun 1981 No. 3209) terhadap hukum acara pidana telah memberikan semangat baru dalam system penegakan hukum di Indonesia. Hal ini Nampak dengan adanya beberapa hal yang baru bersifat fundamental apabila dibandingkan dengan hukum acara pidana yang lama diantaranya adalah tercantumnya : 1. Hak-hak tersangka dan terdakwa ; 14 Lilik Mulyadi,S.H.,M.H, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoretis, Praktik Dan Permasalahannya, P.T. Alumni, Bandung, 2007, Hal HMA Kaffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Malang, 2005, Hal

17 2. Bantuan hukum pada semua tingkat pemeriksaan ; 3. Penggabungan perkara perdata pada perkara pidana dalam hal ganti rugi ; 4. Pengawasan pelaksanaan putusan hakim ; 5. Wewenang Hakim pada pemeriksaan pendahuluan, yaitu pra peradilan. Sehubungan dengan itu perlu adanya keserasian juga kesetaraan dalam pelaksanaan aturan-aturan KUHAP yang berisikan dengan upaya paksa dengan dijunjung tinggi HAM. Karena dengan adanya upaya paksa seperti penangkapan, penyitaan, penggeledahan baik barang atau maupun badan. Berdasarkan pengertian dari penyidikan dan penyitaan yang dijelaskan diatas, maka penyitaan adalah proses hukum dimana, penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan didasarkan atas temuan dalam proses kendaraan bermotor di jalan, laporan dan/atau, dan rekaman peralatan elektronik sehingga dilakukan penyitaan terhadap barang buki. Adapun Putusan Hakim dalam PUTUSAN No. 01 / Pra.Pid / 2014 / PN.Sal PRA PRADILAN TERHADAP PENYITAAN KENDARAAN BERMOTOR KARENA KETERLAMBATAN PEMBAYARAN PAJAK STNK : MENGADILI 1. Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya : 2. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara yang hingga kini ditaksir sebesar : NIHIL : Berdasarkan pada kasus penilangan beserta penyitaan diatas, Pertimbangan Hakim haruslah tepat dengan menggunakan asas-asas keadilan. Oleh karena itu, berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan ke dalam skripsi dengan judul 17

18 PERTIMBANGAN HAKIM PRA PRADILAN TERHADAP PENYITAAN KENDARAAN BERMOTOR DALAM PELANGGARAN LALU LINTAS (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 01/Pra.Pid/2014/PN.Sal) B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Pertimbangan Hakim dalam Putusan No. 01 / Pra.Pid 2014 PN.Sal? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini, yaitu: Untuk mengetahui pertimbangan Hakim dalam Putusan No. 01 / Pra.Pid 2014 PN.Sal Pra Pradilan terhadap penyitaan kendaraan bermotor karena keterlambatan pembayaran pajak STNK. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini, yaitu : 1. Manfaat Teoristis Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memberi pengetahuan mengenai pertimbangan Hakim dalam Putusan No. 01 / Pra.Pid / 2014 / PN.Sal Pra Pradilan terhadap penyitaan kendaraan bermotor karena keterlambatan pembayaran pajak STNK. 2. Manfaat Praktis Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran yuridis yang berkaitan dengan pelaksanaan pertimbangan Hakim dalam Putusan 18

19 No.01/ Pra.Pid/2014/PN.Sal Pra Pradilan terhadap penyitaan kendaraan bermotor karena keterlambatan pembayaran pajak STNK. E. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu : 1. Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif karena yang diteliti ialah pertimbangan hakim. Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah putusan hakim dikaitkan dengan perundangundangan yang berkaitan dengan masalah hukum yang sedang penulis amati Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian deskriktif, karena penelitian ini merupakan penelitian awal yang mengarah pada analisis Putusan. 3. Jenis dan Teknik Pengambilan Data berupa: Jenis data yang dipakai dalam penjatuhan putusan yaitu, data sekunder, a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, seperti norma-norma, peraturan dasar, dan peraturan perundang-undangan yaitu yang terdiri dari, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, KUHP, KUHAP, Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan, Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan 16 Peter Mahmud M, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2011, Hlm

20 Jalan, Peraturan Pemerintah Pasal 32 No.80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara, pemeriksaan kendaraan bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu lintas dan Angkutan Jalan. b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti rancangan undang-undang hasil penelitian, Putusan No 01/Pra.Pid/2014/PN.Sal, karya dari kalangan hukum, dan sebagainya. F. Unit Amatan dan Unit Analisis. Unit Amatan dari penelitian ini, yaitu: a. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan. b. KUHAP c. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. d. Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. e. Lampiran angka 10, Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.14-PW Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan Kitan Undang-Undang Hukum Acara Pidana. f. Putusan No. 01/Pra.Pid/2014/PN.Sal. Sedangkan yang menjadi Unit Analisis peneliti, yaitu Pertimbangan Hakim tentang Penyitaan Kendaraan Bermotor Karena keterlambatan 20

21 Pembayaran Pajak STNK dan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang sudah mati, pada Perkara Nomor: 01/Pra.Pid/2014/PN.SAL. 21

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering mendapat sorotan masyarakat, karena lalu lintas mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mendukung

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS

BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS A. Kerangka Teori 1. TUGAS DAN WEWENANG POLRI MENURUT UU NO 2 TAHUN 2002 Ketentuan-ketentuan tentang pelanggaran lalu lintas secara tegas diatur dalam

Lebih terperinci

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra 90 V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini terlihat dari banyaknya perubahan yang terjadi, terutama dalam bidang teknologi transportasi.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan

Lebih terperinci

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5346 TRANSPORTASI. Kendaraan Bermotor. Pelanggaran. Pemeriksaan. Tata Cara. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 187) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.187, 2012 TRANSPORTASI. Kendaraan Bermotor. Pelanggaran. Pemeriksaan. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5346) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 1 Ayat 3. Sebagai Negara hukum

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 1 Ayat 3. Sebagai Negara hukum BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana tercantum dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 1 Ayat 3. Sebagai Negara hukum Indonesia mempunyai kewajiban

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimang : a. b. bahwa dalam upaya penegakan Peraturan Daerah

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR

SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAWAHLUNTO, Menimbang : a. bahwa guna mengurangi berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara 1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana 2. PRAPERADILAN ADALAH (Ps 1 (10)) wewenang pengadilan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2003 NOMOR : 68 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013 LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.

Lebih terperinci

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan hukum di

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, terutama di kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Selain itu sistem

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan tugas sehari-hari dikehidupan masyarakat, aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) tidak terlepas dari kemungkinan melakukan perbuatan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TIMUR STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG PENANGANAN KECELAKAAN LALU LINTAS LINTAS Selong, Januari 2015 BIDANG LAKA LANTAS

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 3 2013 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 SERI E =============================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan I. PEMOHON 1. Damian Agatha Yuvens 2. Rangga Sujud Widigda 3. Anbar Jayadi 4. Luthfi Sahputra 5. Ryand, selanjutnya disebut Para Pemohon.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan ketertiban umum khususnya

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu keberhasilan dalam penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam peradilan pidana. Salah satu pembuka

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam BAB V ANALISIS A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam Perkara No. 97/PID.PRAP/PN.JKT.SEL Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, maka penetapan

Lebih terperinci

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

Pemeriksaan Sebelum Persidangan Pemeriksaan Sebelum Persidangan Proses dalam hukum acara pidana: 1. Opsporing (penyidikan) 2. Vervolging (penuntutan) 3. Rechtspraak (pemeriksaan pengadilan) 4. Executie (pelaksanaan putusan) 5. Pengawasan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 7 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 20 TAHUN 2007 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 7 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 7 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 7 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL ( PPNS ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 I. PENDAHULUAN Sebagai akibat aktivitas perekonomian dunia, akhir-akhir ini pemanfaatan hutan menunjukkan kecenderungan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI B.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI B.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI B.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan Undang-undang Dasar 1945 membawa perubahan yang sangat mendasar ke dalam kehidupan negara hukum Indonesia, di antaranya adanya pengakuan hak asasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum diserahkan kepada aparat penegak hukum yang meliputi: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di dalamnya diatur oleh hukum. Tujuan dibuatnya hukum ini adalah untuk menciptakan suatu masyarakat yang

Lebih terperinci

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI SALINAN BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR : 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing: TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D 101 10 308 Pembimbing: 1. Dr. Abdul Wahid, SH., MH 2. Kamal., SH.,MH ABSTRAK Karya ilmiah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan 78 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan tuntutan ganti kerugian akibat tidak sahnya penangkapan dan penahanan melalui proses praperadilan, maka dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N 4 Nopember 2010 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N SERI E NOMOR 3 Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT Menimbang : a. Mengingat : 1. BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG No. 19, 2001 Seri B No. 3 LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 SERI B NOMOR 3 PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 T E N T A N G PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992

Lebih terperinci

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan atas

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau dilanggar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fakta hukum dalam suatu perkara tindak pidana adalah bagian proses penegakan hukum pidana yang tidak dapat diketegorikan mudah dan sederhana. Para penegak hukum

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016 PENANGKAPAN DAN PENAHANAN SEBAGAI UPAYA PAKSA DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA 1 Oleh : Hartati S. Nusi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana alasan penangkapan

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK S A L I N A N NOMOR 6/E, 2006 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM DALAM TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral bangsa dan merugikan seluruh lapisan masyarakat, sehingga harus dilakukan penyidikan sampai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA PERIKANAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN http://images.hukumonline.com/ I. PENDAHULUAN Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan

Lebih terperinci

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN LAMONGAN SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

ALUR PERADILAN PIDANA

ALUR PERADILAN PIDANA ALUR PERADILAN PIDANA Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan. Suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, misalnya seorang wanita yang

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci