Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran) Nomor 456/Pid.B/2013/PN.KIS
|
|
- Siska Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran) Nomor 456/Pid.B/2013/PN.KIS Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H. Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UNA, Kisaran Sumatera Utara Abstrak : PENERAPAN TINDAK PIDANA RINGAN KASUS (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.KIS) dengan rumusan masalah yaitu 1. Bagaimana Gambaran Umum Tindak Pidana Ringan? 2. Bagaiamana Penerapan Tindak Pidana Ringan Kasus Perusakan Barang (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.KIS)? Oleh karena itu pendekatan yang digunakan terhadap masalah ini tidak dapat terlepas dari pendekatan yang beroriaentasi pada kebijakan.pendekatan kebijakan mencakup pengertian pendekatan yang berorientasi pada tujuan, pendekatan rasional, pendekatan ekonomis dan pragmatis serta pendekatan yang berorientasi pada nilai. Hakim berpatokan kepada pasal 406 KUHP Perusakan barang. Sehingga dalam halini pihak Pengadu merasa keberatan dengan putusan hakim kepada Dani Hendrawan Panjaitan yang tidak memberikan keadilan bagi pihak pengadu. Sehingga pihak pengadu mengajukan Banding serta kasasi namun tetap memakai dan memperkuat Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/PID.B/2013/PN.KIS. Kata Kunci : Penerapan, Tindak Pidana Ringan, Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran) Nomor 456/Pid.B/2013/PN.KIS 1
2 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakikat hukum pidana telah dikenal bersamaan dengan manusia mulai mengenal hukum; walaupun pada saat itu belum dikenal pembagian bidangbidang hukum dan sifatnya juga masih tidak tertulis. Adanya peraturan-peraturan, adanya perbuatan-perbuatan seperti itu, dan adanya tindakan dari masyarakat terhadap pelaku dari perbuatan-perbuatan sedemikian, merupakan awal lahirnya hukum pidana dalam masyarakat yang bersangkutan. Hukum pidana yang berlaku sekarang ini ialah hukum tertulis yang telah dikodifikasikan. Peraturan-peraturan hukum pidana ini tersebar dimana-mana sebab tiap-tiap badan legislatif dan tiap-tiap orang yang diserahi tugas untuk menjalankan undang-undang, berhak membuat peraturan pidana, yaitu peraturanperaturan yang mengandung ancaman-ancaman hukuman berupa penderitaan terhadap oknum yang melanggar. Sementara itu selain pidana penjara ada juga pidana denda yang didalam KUHP pidana denda juga merupakan pidana pokok. Akan tetapi, pidana denda sepertinya kurang diminati para hakim di Indonesia. Kenyataannya pidana denda dalam putusan pidana sudah jarang sekali diterapkan di Pengadilan Kisaran dan mungkin di pengadilan-pengadilan lain di Indonesia. Apalagi pidana penjara, masih menjadi primadona bagi penegak hukum yang bertujuan untuk menimbulkan efek jera pada pelaku. Paradigma menghukum itu juga berlaku bagi pembentuk undang-undang. Dalam Pasal 205 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sendiri diatur tindak pidana yang diperiksa dengan pemeriksaan pidana ringan adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda Rp Penurunan nilai mata uang itu mengakibatkan penegak hukum enggan menuntut dan menjatuhkan pidana denda. Pemberlakuan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Rigan dan Jumlah Denda dalam 1M.Karjadi & R. Soesilo.1997Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Bogor, Politea, Pasal
3 KUHP, pada dasarnya harus dilihat dalam lingkungan Mahkamah Agung ini. Dalam hal ini haruslah dilihat, PERMA Nomor 2 Tahun 2012 haruslah memberikan rasa keadilan pada masyarakat dan tentunya untuk menjawab hal ini, maka waktulah yang akan membuktikan Penerapan berlakunya PERMA Nomor 2 Tahun 2012 ini. Hal ini dikarenakan selain adanya sikap yang pro terhadap kelahiran Perma ini, juga muncul kelompok yang kontra akan kehadiran Perma ini dalam lingkungan penegakan hukum di negeri ini. Pandangan yang kontra akan kelahiran Perma ini dasarnya berasal dari pemahaman akan menjamurnya tindak pidana yang nilai kerugiannya di bawah Rp Begitu pula dengan pengkategorian suatu tindak pidana, para ahli hukum pidana mungkin hanya berbicara sekitar pembagiannya, penerapan sanksinya, dan pelaksanaanya. Hal ini sangatlah berbeda dengan materi yang selalu dibicarakan para ahli hukum dalam filsafat pemidanaan yang selalu mengkaji tentang ide ide dasar pemidanaan yang menjernihkan pemahaman tentang hakikat pemidanaan sebagai tanggungjawab subjek hukum terhadap perbuatan pidana dan otoritas publik kepada negara berdasarkan atas hukum untuk melakukan pemidanaan Metode Penelitian Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka tipe penelitian adalah deskriptif analitis, yaitu mendeskripsikan, menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara analitis permasalahan yang dikemukakan. Penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan. Materi Penelitian diperoleh melalui pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan, baik hukum primer maupun hukum sekunder atau pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundangundangan yang berlaku,literature,karya ilmiah dan pendapat para ahli dan lain sebagainya. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap 3
4 sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. 2 HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1. Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran) Nomor 456/Pid.B/2013/PN.KIS Melihat tahapan-tahapan dalam memutuskan seseorang telah melakukan tindak pidana sudah sangat jelas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan adanya penggolongan/jenis acara pemeriksaan yang berbeda-beda disesuaikan dengan jenis tindak pidana yang disangkakan oleh para pelaku tindak pidana. Tahapan yang dimulai dari dari Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Hakim Pengadilan Negeri, dan yang terakhir adalah Mahkamah Agung. Dalam sebuah perkara pidana ada yang dinamakan pemeriksaan cepat dan pemeriksaan biasa. Seperti tindak pidana pengerusakan sangat jelas pasal 406 KUHP bukan tindak pidana ringan dengan demikian acara yang digunakan oleh para penegak hukum adalah acara pemeriksaan biasa, sedangkan pasal 407 merupakan tindak pidana ringan yang ancaman hukumannya adalah 3 bulan penjara dengan demikian harus diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat. Dalam setiap perkara pidana pengerusakan ini barang bukti yang menjadi dasar Jaksa mendakwa dan menuntut Terdakwa adalah 1 (satu) buah palang yang dinyatakan telah rusak dalam artian tidak dapat dipergunakan lagi, hal mana barang bukti tersebut telah diperiksa terlebih dahulu oleh aparat kepolisian selaku penyelidik dan penyidik, oleh Jaksa maka dinyatakan oleh surat dakwaan berdasarkan pasal dari apa yang diterima dari penyidik. Setelah itu barulah berkas tersebut dilimpahkan ke Pengadilan dan oleh Pengadilan menentukan perkara tersebut untuk disidangkan sesuai dengan acara pemeriksaan sesuai dengan pasal yang didakwakan Jaksa. Namun dalam perkara pengerusakan ini alat bukti yang palang yang telah dinyatakan dalam surat dakwaan Jaksa ternyata terbukti belum dapat dinyatakan 2 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, ( Jakarta : Rajawali Press, 1995), hlm. 13 4
5 rusak/tidak dapat dipergunakan lagi dengan demikian maka nilai kerugian yang dinyatakan Jaksa didalam surat dakwaanya yaitu Rp ,-(tiga juta rupiah) secara otomatis dinyatakan kabur, sementara Jaksa hanya mendakwa terdakwa dengan pasal tunggal yaitu 406 dengan demikian menjadikan hakim yang memeriksa perkara ini menjadi sulit dalam hal manjatuhkan putusan. Dalam peritimbangan hakim jelas disebutkan bahwa palang tersebut terbukti masih dapat dipergunakan lagi, disebabkan bahwa dalam perkara ini terdakwa dinyatakan melakukan pengerusakan tersebut dengan cara menabrak palang besi tersebut dengan mempergunakan 1 (satu) unit mobil dengan cara mundur sehingga pipa besi tersebut patah. Hal tersebut membuat penasihat hukum terdakwa menjadi sedikit curiga dengan isi dakwaan tersebut sehingga mencoba untuk memastikan kebenaran barang bukti tersebut dengan sebuah foto dan terbuktilah bahwa palang yang dikatakan patah tersebut tidak terbukti akan tetapi palang tersebut hanya bengkok saja dan masih dapat diperbaiki lagi hal tersebut disampaikan dalam eksepsinya. Namum Hakim tidak menanggapi eksepsi tersebut dimana Penasehat Hukum Terdakwa meminta Hakim untuk melakukan putusan sela atas perkara ini untuk menolak/tidak menerima dakwaan Jaksa. Setelah Hakim melanjutkan agenda persidangan ketahapan berikutnya walaupun terkesan dipaksakan namun sungguh hal yang harus sangat dimengerti melihat tindakan hakim dalam hal ini, walaupun sebenarnya sudah terjadi kesalahan dalam proses acara pemeriksaan yang sebaiknya putusan sela merupakan langkah yang tepat, namun kalau kita perhatikan tidak mungkin dalam memeriksa dan memutus suatu perkara itu hanya dibebankan kepada lembaga peradilan semata, karena tidak mungkin Hakim berdasarkan perintah dari ketua Pengadilan yang awalnya memeriksa perkara ini dengan acara pemeriksaan biasa berubah menjadi acara pemeriksaan cepat sungguh sangat mencoreng sistem peradilan pidana di Indonesia. Kemudian menyangkut dengan putusan dalam pertimbangannya Hakim menyadari bahwa PERMA Nomor 2 Tahun 2012 yang pada pledoi dan juga sebelumnya dalam eksepsi sudah dinyatakan oleh Penasehat Hukum Terdakwa 5
6 bahwa pemeriksaan dalam perkara ini haruslah menggunakan acara pemeriksaan cepat yang diatur dalam pasal KUHAP. Bewijskracht dapat diartikan sebagai kekuatan pembuktian masing-masing alat bukti dalam rangkain penilaian terbuktinya suatu dakawaan.penilaian tersebut merupakan otoritas hakim. Hakimlah yang menilai dan menentukan kesesuaian alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain. Kekuatan pembuktian juga terletak pada bukti yang diajukan, apakah bukti tersebut relevan atau tidak dengan perkara yang sedang disidangkan.jika bukti tersebut relevan, kekuatan pembuktian selanjutnya mengarah pada apakah bukti tersebut dapat diterima atau tidak. 3 Yang menarik adalah mungkin menjadi hal pembenaran atau bahkan pembelaan dari Majelis Hakim buat lembaga pengadilan yang dalam peritimbangannya menyatakan kebenaran PERMA Nomor 2 Tahun 2012 ayat 1 yang menyebutkan pasal-pasal yang harus dilihat nilai kerugian/barang yang menjadi objek perkara dimana Ketua Pengadilan wajib memperhatikannya. Namun dalam pasal 2 ayat 1 hal itu haruslah terlebih dahulu diperhatikan oleh Penuntut Umum (Kejaksaan) karena suatu perkara itu adalah hasil dari pelimpahan dari Penuntut Umum. Jadi dalam hal ini Majelis Hakim semata-mata menolak letak kesalahan dalam menetapkan proses acara pemeriksaan sepenuhnya diemban oleh Pengadilan dalam hal ini adalah tugas dari Ketua Pengadilan. Penulis dapat memaklumi hal tersebut mengingat tugas-tugas dari para Hakim yang begitu banyak dan melihat tahapan-tahapan pelimpahan suatu perkara itu sendiri diamana seharusnya mulai dari Kepolisian dan Kejaksaan haruslah bekerja sama guna menyaring pidana sehingga memudahkan Hakim untuk memutuskan suatu perkara pidana maupun perkara lainnya. Dalam perkara pidana, pembuktian selalu penting dan krusial.terkadang dalam menangani suatu kasus, saksi-saksi, para korban dan pelaku diam dalam pengertian tidak mau memberikan keterangan sehingga membuat pembuktian menjadi hal yang penting.pembuktian memberikan landasan dan argument yang kuat kepada Penuntut Umum untuk mengajukan tuntutan.pembuktian dipandang 3 Ibid, h, 25. 6
7 sebagai suatu yang tidak memihak, objektif, dan memberikan informasi kepada hakim untuk mengambil kesimpulan suatu kasus yang sedang disidangkan.terlebih dalam perkara pidana, pembuktian sangatlah sesnsial karena yang dicari dalam perkara pidana adalah kebenaran materiil. 4 Banyaknya perkara-perkara tersebut yang masuk ke Pengadilan juga telah membebani Pengadilan, baik dari segi anggaran maupun dari segi persepsi publik terhadap pengadilan. Umumnya masyarakat tidak memahami bagaimana proses jalannya perkara pidana samapi bisa masuk ke Pengadilan, pihak-pihak mana saja yang memiliki kewenangan dalam setiap tahapan, dan mayarakat pun umumnya hanya mengetahui ada tidaknya suatu perkara pidana hanya pada saat perkara tersebut disidangkan di Pengadilan. Dan oleh karena sudah sampai tahap persidangan di Pengadilan sorotan masyarakat kemudian hanya tertuju ke Pengadilan dan menuntut agar pengadilan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.hal ini sungguh harus menjadi perhatian bagi pemerintah guna menciptakan Efisiensi dan pemerataan fungsi dari setiap lembaga penegakan hukum. Peranan Hakim tidak kalah dibanding dengan Jaksa Penuntut Umum, bahkan dapat dikatakan bahwa peranan Hakim justru lebih penting dan sangat berat sebab Hakimlah yang senantiasa mengatur tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam proses persidangan, termasuk didalamnya mangatur kelancaran dan ketertiban sidang. Dengan kata lain keseluruhan dari tahapan proses adalah di bawah tanggungjawab dan kepemimpinan Hakim, termasuk diantaranya melahirkan apa yang disebut dengan putusan yang kemudian kita sebut sebagai out put Pengadilan. 5 Dari semua pertimbangan Hakim tersebut maka Majelis Hakim memutuskan perkara tersebut dengan mempidana Terdakwa dengan 2 bulan kurungan yang mana dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum memohon kepada Hakim untuk mempidana 4 bulan kurungan. Akan tetapi Penulis dalam hal ini kurang sepakat dengan isi putusan dalam perkara ini, walaupun pada pasal 6 dalam Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Ibid, h, Rusli Muhammad. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, UII Press, Yogyakarta 2011, h, 7
8 Batasan Tindak Pidana Ringang Dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan Keadilan Restoratif disebutkan tentang pemidanaan bagi pelaku tindak pidana ringan dapat dijatuhi pidana penjara atau denda dan pidana denda yang dimaksud dapat diganti dengan pidana kurungan 6 dengan kata lain walaupun dengan adanya nota kesepakatan ini yang masih memberikan pilihan kepada para hakim untuk memutus suatu perkara dalam tindak pidana ringan. Akan tetapi seharusnya Hakim harus mengingat bahwa dalam hukuman/pidana pokok yang tertulis dalam KUHP pasal 10, selain hukuman kurungan masih ada lagi hukuman-hukuman yang mungkin sangat layak dan pantas diterima Terdakwa yaitu hukuman denda dan dengan berdasarkan pasal 41 KUHP yang sangat bisa menambah keyakinan Hakim untuk memutus perkara ini dengan hukuman denda berdasarkan fakta persidangan bahwa barang bukti yang menjadi objek perkara ini adalah palang yang awalnya didalam dakwaan Jaksa menyatakan bahwa palang tersebut telah rusak dalam arti (tidak bisa dipergunakan lagi) namun kenyataannya setelah memasuki proses pembuktian di persidangan palang tersebut hanya bengkok dan masih dapat diperbaiki lagi, dan setelah itu barang tersebut dikembalikan lagi kepada PTPN III Huta Padang. Sehingga dari kenyataan di persidangan tersebut nyatalah bahwa kerugian yang diakibatkan karena perbuatan terdakwa tidak sebegitu besar dan fatal sehingga lebih tepat apabila terdakwa dari awal sudah harus diperiksa dengan proses acara pemeriksaan cepat mulai Kepolisian (penyidik), Kejaksaan (penuntut) sudah harus terlebih dahulu menyadari akan hal itu berdasarkan PERMA Nomor 2 Tahun Apabila Majelis Hakim memutuskan perkara ini dengan hukuman denda mungkin akan lebih baik bila dihubungkan dengan pertimbangan Hakim itu sendiri dan mengingat tujuan dari PERMA Nomor 2 Tahun 2012 yaitu untuk mengefektifkan pidana denda. PENUTUP 3.1 Kesimpulan 6 Nota Kesepatakan bersama, Tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumblah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan Keadilan Restoratif, Pasal 6 Ayat 1 dan 2. 8
9 1. Gambaran umum tindak pidana ringan yang telah diatur Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 atau disebut dengan Peraturan Hukum Pidana. Serta terkodifikasi menjadi Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diberlakukan bagi seluruh Warga Negara Indonesia sebagai aturan hukum positif. Tindak pidana ringan diatur didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 205 Ayat 1 KUHP dikatakan bahwa yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp Penerapan Tindak Pidana Ringan Kasus Perusakan Barang (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.KIS) yang dilakukan proses hukumnya pada Pengadilan Negeri Kisaran Atas Nama Dani Hendrawan Panjaitan dalam kasus perusakan barang. Dani Hendrawan Panjaitan terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perusakan berdasarkan amar putusan hakim. Dani Hendrawan Panjaitan divonis hukum 3 bulan penjara dan tidak perlu ditahan. Serta hakim dalam memberikan pertimbangannya tidak memakai alternative PERMA No. 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batas Tindak Pidana Ringan terhadap Dani Hendrawan Panjaitan sebagai ganti kerugian atas perusakan barang yang dilakukan oleh Dani Hendrawan Panjaitan. Hakim berpatokan kepada pasal 406 KUHP Perusakan barang. Sehingga dalam halini pihak Pengadu merasa keberatan dengan putusan hakim kepada Dani Hendrawan Panjaitan yang tidak memberikan keadilan bagi pihak pengadu. Sehingga pihak pengadu mengajukan Banding serta kasasi namun tetap memakai dan memperkuat Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/PID.B/2013/PN.KIS. 3.2 Saran 1. Bahwa gambaran umum ketentuan Tindak Pidana Ringan yang diatur dalam KUHP hingga saat ini tidaklah sesuai lagi dengan Hukum Positif di Indonesia. Perlu adanya pengaturan lebih jelas lagi tentang Tindak Pidana Ringan. Perma No. 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batas Tindak 9
10 Pidana Ringan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung sebagai tindak lanjut untuk mengatasi Proses Peradilan cepat dalam lingkungan peradilan umum tidaklah dijalankan sebagai mana mestinya. Perlu adanya Undang- Undang Khusus yang dibuat oleh Pemerintah untuk mengatur tentang Tindak Pidana Ringan. 2. Bahwa Penerapan Tindak Pidana Ringan Kasus Perusakan Barang (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.KIS belum memberikan rasa keadilan bagi Pihak yang dirugikan dengan memberikan keuntungan kepada pihak lain. Hal ini tidak sesuai dengan rasa keadilan yang terjadi pada Kasus Perusakan barangyang di Putus di Pengadilan Negeri Kisaran. Hakim sebagai memutus suatu perkara harus dapat memandang, mengingat dan menimbang secara matang dan adil dalam memutuskan suatu perkara. 10
11 A. BUKU DAFTAR PUSTAKA Karjadi M & Soesilo R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan Penjelasan Resmi Dan Komentar Serta Peraturan Pemerintah R.I No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaannya, (Bogor: POLITEIA) 1 M.Karjadi & R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Bogor, Politea, 1997, Pasal Soekanto Soerjono & Purbacaraka Purnadi, Sendi-Sendi Ilmu Hukum Tata Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993) 2 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, ( Jakarta : Rajawali Press, 1995), hlm Ibid, h, Ibid, h, Rusli Muhammad. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, UII Press, Yogyakarta 2011, h, Nota Kesepatakan bersama, Tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumblah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan Keadilan Restoratif, Pasal 6 Ayat 1 dan 2. B. Peraturan Perundang-undangan Peraturan Mahkamah Agung No.2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang No.16 Tahun 1960 Tentang Beberapa Perubahan atas Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. RUU KUHP 2010 (Revisi Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) Tahun 1945 Berita Republik Indonesia (BRI) Tahun II (Tahun 1946) No.7. Undang-Undang No.1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana, Berita Republik Indonesia (BRI) Tahun II (Tahun 1946) No.9. 11
12 Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Undang- Undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan L. N. No. 82 Tahun Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Indonesia, L. N. No. 76 Tahun
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu hangat untuk diperbincangkan dari masa ke masa, hal ini disebabkan karakteristik dan formulasinya terus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga. Menurut Penjelasan Umum Undang- Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di
Lebih terperinciKETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR :02 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
Lebih terperinciPENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016
PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016 Syapri Chan, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Medan E-mail : syapri.lawyer@gmail.com Abstrak Korporasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penahanan Tersangka Penahanan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk
Lebih terperinciBAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti
BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA 1. Wewenang Jaksa menurut KUHAP Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diatur secara eksplisit atau implisit
Lebih terperinciTUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM
TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM DISUSUN OLEH : NAMA / (NPM) : M. RAJA JUNJUNGAN S. (1141173300129) AKMAL KARSAL (1141173300134) WAHYUDIN (1141173300164) FAKULTAS :
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017
PENAHANAN TERDAKWA OLEH HAKIM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Brando Longkutoy 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah
Lebih terperinciHukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual
Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta
Lebih terperinciPENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak
PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama pemeriksaan suatu perkara pidana dalam proses peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di
I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di dunia menghadapi masalah ini. Disparitas pidana yang disebut sebagai the disturbing disparity
Lebih terperincidengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan yang mendesak yang mana kebutuhan tersebut bertujuan untuk memenuhi segala keperluan hidupnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang
Lebih terperinciINDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013
LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Lebih terperinciMANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.
MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN www.kompasiana.com Mantan Kepala Divisi Konstruksi VII PT Adhi Karya Wilayah Bali, NTB, NTT, dan Maluku, Imam Wijaya Santosa, kembali mendapat pengurangan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu masyarakat tertentu atau dalam Negara tertentu saja, tetapi merupakan permasalahan
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan wawancara terhadap sejumlah responden yang akan memberikan gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas
Lebih terperinciPOLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta
POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Sesuai dengan semangat dan ketegasan pembukaan Undang
Lebih terperinciPOLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta
POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Sesuai dengan semangat dan ketegasan pembukaan Undang
Lebih terperinciRancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergaulan bebas sebagai pengaruh efek global telah mempengaruhi perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi. Pergaulan bebas
Lebih terperinciANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK. Sulasmin Hudji. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH
1 ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK (studi kasus Pengadilan Negeri Gorontalo dengan putusan perkara nomor 226/pid.b/2011/PN.grtlo dan putusan perkara nomor 11/pid.b/2013/PN.grtlo)
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana 1. Hakim dan Kewajibannya Hakim dapat diartikan sebagai orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau mahkamah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun
Lebih terperinciSKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum
Lebih terperinciHUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA
HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA Ditha Wiradiputra Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008 Agenda Pendahuluan Dasar Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.
Lebih terperinciSTANDART OPERASIONAL KEPANITERAAN
KEPANITERAAN PIDANA: STANDART OPERASIONAL KEPANITERAAN PELAKSANAAN TUGAS DAN ADMINISTRASI 1. Perkara Biasa: Meja Pertama: - Kepaniteraan pidana ada meja 1 (pertama) yang bertugas menerima pelimpahan berkas
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciKEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA
KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA Yusup Khairun Nisa 1 Johny Krisnan 2 Abstrak Pembuktian merupakan hal terpenting dalam proses peradilan, proses ini
Lebih terperinciFUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA
FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA Disusun Dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh aktivitas kehidupan hukum yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum dan evaluasi hukum.
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA
NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hampir pada setiap masyarakat termasuk Indonesia hal ini terutama disebabkan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan merupakan masalah yang rumit dimana persoalan dapat dijumpai hampir pada setiap masyarakat termasuk Indonesia hal ini terutama disebabkan oleh karena pada
Lebih terperinciANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2
ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2 ABSTRAK Pemidanaan terhadap orang yang belum dewasa atau yang belum cukup umur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan
Lebih terperinciALUR PERADILAN PIDANA
ALUR PERADILAN PIDANA Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan. Suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, misalnya seorang wanita yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,
Lebih terperinciBAGAN ALUR PROSEDUR PERKARA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA
BAGAN ALUR PROSEDUR PERKARA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA Jaksa Ketua PN Para Pihak Melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui Panitera Pidana Menunjuk Majelis Hakim dalam jangka
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.
PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A. Supit 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hukum pidana yang tergolong sebagai hukum publik berfungsi untuk melindungi kepentingan orang banyak dan menjaga ketertiban umum dari tindakan tindakan warga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia terdapat ketentuan yang menegaskan bahwa Setiap orang berhak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pendapat Ta adi, Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan
Lebih terperinciMakalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada
Lebih terperinciAbstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:
Abstrak Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian alasan terpidana pelaku tindak pidana penipuan dalam mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali dengan dasar adanya suatu kehilafaan hakim
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana 1. Penegakan hukum Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara
Lebih terperinciMatriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK
Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan
Lebih terperinciNOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa
Lebih terperinciKata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2
AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap
Lebih terperinciNOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG
PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA
Lebih terperinciDirektori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG
P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 223/Pid.B/2014/PN.BKN
P U T U S A N Nomor : 223/Pid.B/2014/PN.BKN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Bangkinang yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa
Lebih terperinciBAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,
BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hukum Acara Pidana Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering, menurut Simons hukum acara pidana mengatur tentang bagaimana negara melalui
Lebih terperinci