HUBUNGAN ANTARA SANITASI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN QURBAN DENGAN CEMARAN MIKROBA PADA DAGING KAMBING DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR UMI PURWANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA SANITASI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN QURBAN DENGAN CEMARAN MIKROBA PADA DAGING KAMBING DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR UMI PURWANTI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA SANITASI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN QURBAN DENGAN CEMARAN MIKROBA PADA DAGING KAMBING DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR UMI PURWANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Hubungan antara Sanitasi Tempat Pemotongan Hewan Qurban dengan Cemaran Mikroba pada Daging Kambing di Kotamadya Jakarta Timur adalah karya saya sendiri dengan bimbingan para Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pusaka pada bagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2006 Umi Purwanti NRP B

3 ABSTRAK UMI PURWANTI Hubungan antara Sanitasi Tempat Pemotongan Hewan Qurban dengan Cemaran Mikroba pada Daging Kambing Di Kotamadya Jakarta Timur. Dibimbing oleh AGATHA WINNY SANJAYA dan ABDUL ZAHID ILYAS. Pada hari Raya Idul Adha dilaksanakan kegiatan pemotongan hewan qurban oleh masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam. Kegiatan dilakukan tidak dirumah pemotongan hewan, melainkan di mesjid/mushola, lapangan perkantoran dan di pemukiman penduduk. Daging merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi, mengandung vitamin B dan mineral khususnya besi. Daging dikategorikan sebagai bahan pangan yang mudah rusak (perishable food) dan sebagai pangan yang berpotensi mengandung bahaya (potentially hazardous food/phf), karena memiliki aktifitas air (a w ) diatas 0.85 dan mempunyai ph mendekati netral yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Cemaran mikroba yang diamati adalah mikroba aerob (TPC), koliform, Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Salmonella spp yang dianalisa terhadap tingkat sanitasi sebelum, saat dan setelah pemotongan. Hasil penelitian menunjukkan adanya cemaran koliform, Escherichia coli dan Staphylococcus. aureus dan tidak ditemukan cemaran Salmonella. Sedangkan kategori sanitasi baik diperoleh sebelum pemotongan (81.3%), saat pemotongan (21.3%) dan setelah pemotongan (37.5%). Persentase cemaran mikroba melebihi standar SNI adalah untuk jumlah cemaran mikroba (TPC) 73.8% (5.5 x 10 6 cfu/g), koliform 73.8% (1.1 x 10 3 MPN/g), E. coli 41.3% (4.1 x 10 2 MPN/g) dan S. aureus 37.5% (2.7 x 10 3 cfu/g). Memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara faktor sanitasi baik sebelum, saat dan setelah pemotongan terhadap cemaran koliform dan S. aureus (P>0.05). Sedangkan terhadap cemaran E. coli ada hubungan beda nyata pada kegiatan setelah pemotongan (P<0.05) serta pada pembagian daging dan jeroan antara di pisah dan di campur, demikian juga cara pengemasan ada hubungan beda nyata. Secara umum memperlihatkan cara penanganan daging setelah pemotongan tidak memperhatikan sanitasi sehingga memungkinkan terjadi cemaran E. coli.

4 ABSTRACT UMI PRWANTI Correlation between Sanitation of Animal Qurban with Microbes Contamination on Goat Meat in East Jakarta. Under direction of AGATHA WINNY SANJAYA and ABDUL ZAHID ILYAS. At Idul Adha, moslem people slaughtering their animals not only in the slaughterhouse but also around mosque, office yard, fields nearby the houses. Meat is categorized as a pottentially hazardous food, because its high water activity (a w > 0.85), ph neutral, vitamin B and mineral aspecially Ferrous, also as main source of protein which is advantageous for microbes growth and categorized meat as a perishable food. Measuring total amount of aerobic microbes (TPC), Coliform, Escherichia coli, Staphylococcus aureus and Salmonella were observed to evaluate the sanitation of animal qurban in East Jakarta. Result obtained that Salmonella was not detected in all meat samples. Good sanitation was observed before slaughtering (81.3%), during slaughtering (21.3%) and after slaughtering (37.5%). Percentage of microbes contamination above Standard SNI of microbes are TPC 73.8% (5.5 x 10 6 cfu/g), coliform 73.8% (1.1 x 10 3 MPN/g), E. coli 41.3% (4.1 x 10 2 MPN/g) and S. aureus 37.5% (2.7 x 10 3 cfu/g). Relation between doing sanitation before, during and after slaughtering didn t show a significant relation with coliform and Staphylococcus aureus (P>0.05). There is a significant relation after slaughtering between Eschechia coli and sanitation (P < 0.05) and doing separation meat with viscera, and packing meat together with viscera. Keyword: Microbes contamination, Sanitation, Slaughtering, Hazardous food,perishable food.

5 HUBUNGAN ANTARA SANITASI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN QURBAN DENGAN CEMARAN MIKROBA PADA DAGING KAMBING DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR UMI PURWANTI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

6

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Februari 1954 sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara, dari keluarga almarhum Prawoto Mangkusoediro dan almarhumah Umi Rochjati. Tamat pendidikan Sekolah Dasar Negeri Slamet Riyadi di Jakarta dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri II di Yogyakarta. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri I Yogyakarta tahun 1972, penulis melanjutkan ke Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada dan meraih gelar dokter hewan pada bulan Desember Sejak memperoleh gelar dokter hewan penulis pernah bekerja di Dinas Peternakan Pemerintah Daerah Irian Jaya (Papua) dan DKI Jakarta. Penulis saat ini bekerja di Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan di Jakarta, sebagai pejabat fungsional Medik Veteriner.

8 PRAKATA Puji syukur kami panjatkan ke hadlirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Januari 2005 sampai Maret 2005, dengan judul hubungan antara sanitasi tempat pemotongan hewan qurban dengan cemaran mikroba pada daging kambing di Kotamadya Jakarta Timur. Terima kasih kepada Bapak Dr. Drh. Denny W. Lukman, M.Si sebagai Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ibu Dr.Drh. Agatha Winny Sanjaya, MS sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Drh. Abdul Zahid Ilyas, M.Si sebagai anggota Komisi Pembimbing serta para Staf Pengajar dan Staf Penunjang Program Studi Kesehatan Mayarakat Veteriner Institut Pertanian Bogor. Tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Ir. Etih Sudarnika, M.Si yang dengan sabar dan teliti membantu kami dalam pengolahan data penelitian. Ungkapan yang sama disampaikan kepada jajaran Pemerintah DKI Jakarta terutama kepada Kepala dan Staf Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Kotamadya Jakarta Timur yang telah memberikan kesempatan dan membantu pada pelaksanaan di lapangan serta Staf Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner yang telah membantu dalam pengujian di laboratorium. Ungkapan terima kasih juga di sampaikan kepada keluarga besar yang telah memberikan do a dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada teman-teman seangkatan terutama Agung Suganda dan Ratina Yuswari yang telah memberikan semangat dan dukungannya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam melaksanakan penelitian, pembimbingan dan penulisan tesis. Atas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-nya. Amin. Semoga penelitian ini bermanfaat. Bogor, Februari 2006 Umi Purwanti

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN... x xi xii PENDAHULUAN 1 TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi 4 KualitasDaging. 5 Pemeriksaan Antemortem dan Postmortem. 6 Mikroba Pencemar Daging.. 8 Jumlah Mikroba 8 Koliform 9 Escherichia coli. 10 Staphylococcus aureus.. 11 Salmonella. 11 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian.. 13 Bahan dan Alat. 13 Metode Penelitian. 14 Pengumpulan Data 14 Metode Sampling. 14 Metode Pengujian Mikrobiologi.. 15 Metode Analisa 20 Definisi Operasional 22 viii

10 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Mikrobiologi Sanitasi pada Tempat Pemotongan Hewan Qurban Cemaran Mikroba pada Daging Kambing Pengaruh Sanitasi Terhadap Jumlah Mikroba (TPC) Pengaruh Sanitasi Terhadap Jumlah Koliform Pengaruh Sanitasi Terhadap Jumlah Staphylococcus aureus 34 Pengaruh Sanitasi Terhadap Jumlah Escherichia coli SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 40 Saran.. 40 DAFTAR PUSTAKA 41 LAMPIRAN.. 44 ix

11 DAFTAR TABEL Halaman 1 Sifat-sifat bakteri koliform dengan uji IMVIC Jumlah cemaran mikroba pada sample daging kambing Sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur 27 4 Cemaran mikroba pada daging kambing (%) Cemaran mikroba di atas batas maksimum SNI pada daging kambing qurban Tingkat cemaran mikroba (TPC) berdasarkan kategori sanitasi 31 7 Tingkat cemaran koliform berdasarkan kategori sanitasi Tingkat cemaran S. aureus berdasarkan kategori sanitasi Tingkat cemaran E. coli berdasarkan kategori sanitasi Nilai Chi-square dan V-Cramer dengan hubungan faktor sanitasi dan cemaran mikroba Cemaran E.coli di tempat pembagian daging Hubungan antara tempat pembagian daging dan jeroan dengan E.coli Hubungan antara pengemasan daging dan jeroan dengan cemaran E.coli 39 x

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Bakteri Koliform Bakteri Eshcherichi. coli Bakteri Staphylococcus. aureus Bakteri Salmonella Skema pengujian bakteri koliform dan E. coli Skema isolasi dan identifikasi Salmonella dari bahan pangan 19 7 Skema sedeerhana uji kuantitatif dan biokimiawi Staphylococcus aureus Sanitasi tempat pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur Tingkat cemaran mikroba pada daging kambing Tingkat cemaran mikroba (TPC) berdasarkan kategori Sanitasi Tingkat cemaran koliform berdasarkan kategori sanitasi Tingkat cemaran Staphylococcus aureus berdasarkan kategori sanitasi Tingkat cemaran Escherichia coli berdasarkan kategori sanitasi xi

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Data pemotongan hewan qurban di DKI Jakarta Tahun Data pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur Tahun Batas maksimum cemaran mikroba pada daging menurut SNI Kuesioner pemotongan hewan qurban 48 5 Lokasi pengambilan sampel berdasarkan metoda sampling Pengelompokan dan pembobotan factor-faktor yang mempengaruhi sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban Skoring /penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban 53 8 Pengolahan data dengan perhitungan statistik 55 9 Surat ijin penelitian di Kotamadya Jakarta Timur Foto-Foto kegiatan pemotongan hewan qurban xii

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemotongan hewan qurban dilaksanakan setiap tahun pada hari Raya Idul Adha. Syarat hewan yang diqurbankan harus sehat, tidak cacat serta umur mencukupi yaitu untuk kambing/domba lebih dari satu tahun dan sapi/kerbau lebih dari 2 (dua) tahun. Tata cara pemotongan juga harus sesuai dengan syariat Islam dan penanganan daging harus dilakukan sesuai dengan kaidah kesehatan masyarakat sehingga diperoleh daging yang sehat, aman, halal dan toyib (Dinas PEKANLA 2003b). Bahan makanan khususnya yang berasal dari daging mempunyai sifat mudah rusak. Kerusakan tersebut dapat diakibatkan oleh adanya perubahan pada bahan itu sendiri maupun adanya kontaminasi dari luar. Untuk menghindari hal tersebut diperlukan langkah-langkah pengamanan terhadap bahan makanan sehingga dihasilkan bahan makanan yang sehat dan layak konsumsi (Pitona 2004). Daging mempunyai potensi sebagai pembawa penyakit antara lain sebagai zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan dari hewan kepada manusia) dan dapat menimbulkan hal-hal seperti food borne disease (penyakit yang ditularkan akibat mengkonsumsi pangan hewani termasuk daging), food poisoning (penyakit akibat racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme pada daging) dan food infection (penyakit yang diakibatkan oleh perkembang biakan mikroorganisme dalam tubuh setelah mengkonsumsi daging) (Moerad 2004). Daging dikategorikan sebagai bahan pangan yang mudah rusak (perishable food) dan berpotensi mengandung bahaya (potentially hazardous food/phf). Pangan asal hewan ini memiliki faktor-faktor pendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, karena kandungan gizi yang baik (terutama kandungan protein yang relatif tinggi), memiliki ph yang mendekati netral dan memiliki aktifitas air (a w ) diatas 0.85 (Lukman 2004). Jakarta sebagai ibukota negara merupakan pusat pemerintahan dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 10 juta jiwa, mempunyai keragaman adat istiadat, budaya dan agama. Jumlah penduduk yang besar menyebabkan tuntutan

15 2 masyarakat terhadap penyediaan bahan pangan hasil ternak tidak hanya pada peningkatan volume/kuantitas tetapi juga peningkatan kesehatan bahan asal ternak, kualitas/mutu serta kehalalan dari produk/hasil ternak terutama daging. Salah satu tugas pemerintah dalam bidang peternakan adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan melakukan pengawasan di bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner antara lain melalui pengawasan peredaran bahan makanan asal ternak meliputi pemeriksaan kesehatan hewan/ternak, pemeriksaan kesehatan daging agar masyarakat yang mengkonsumsi tidak tertular penyakit asal hewan atau bahan asal hewan. Tugas yang dilaksanakan meliputi pemeriksaan hewan sebelum dipotong dan pemeriksaan kesehatan daging setelah hewan dipotong (Dinas PEKANLA 2003a). Biasanya pemotongan hewan qurban dilakukan tidak di rumah pemotongan hewan (RPH) tetapi dimasjid/musholla, lapangan perkantoran swasta/pemerintah dan umumnya berada ditengah pemukiman penduduk. Namun kegiatan tersebut harus dibawah pengawasan dokter hewan atau petugas kesehatan yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang. Dalam melaksanakan pemotongan hewan qurban petugas pengawas hanya bertanggung jawab dalam hal kesehatan hewan qurban sehingga diharapkan daging yang dihasilkan bebas dari penyakit hewan menular (zoonosis). Sedangkan pada saat penanganan daging peranan petugas sangat kecil, mengingat relatif banyak panitia yang terlibat dalam pemotongan dan penanganan daging qurban. Terbatasnya sarana serta prasarana, pengetahuan aspek sanitasi dan higiene dari panitia memungkinkan terjadi pencemaran mikroba daging melebihi SNI BMCM tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BSN 2000). Pencemaran mikroba pada daging dapat menyebabkan kerusakan pada daging baik berupa perubahan fisik maupun kimiawi, sehingga daging tersebut dianggap tidak layak dikonsumsi. Selain kerusakan pada daging, cemaran mikroba juga berpotensi dapat menimbulkan penyakit bagi manusia yang mengkonsumsinya. Tempat pemotongan hewan qurban di DKI Jakarta tersebar dalam 5 (lima) wilayah pada tahun 2004 yang tercatat sebanyak 2201 buah dengan jumlah ternak yang dipotong ekor (Lampiran 1). Tempat pemotongan hewan qurban

16 3 yang terbesar adalah Kotamadya Jakarta Timur. Jumlah tersebut diperkirakan lebih banyak lagi karena masih ada beberapa lokasi yang tidak terpantau (Dinas PEKANLA 2004). Berdasarkan laporan hasil kegiatan monitoring dan pengawasan hewan qurban, Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Kotamadya Jakarta Timur tahun 2004 memiliki tempat pemotongan hewan qurban sebanyak 837 buah. Sedangkan jenis dan jumlah hewan qurban yang dipotong adalah ekor sapi,12 ekor kerbau, ekor kambing dan ekor domba dapat dilihat pada Lampiran 2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah membuktikan hubungan antara sanitasi tempat pemotongan hewan qurban terhadap cemaran mikroba dengan mengukur tingkat cemaran dan pembanding batas maksimum cemaran mikroba SNI Manfaat Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada pemerintah pusat maupun pemerintah DKI Jakarta, khususnya Kotamadya Jakarta Timur dalam menangani daging hewan qurban dengan baik; memacu kesadaran panitia pelaksana pemotongan hewan qurban akan pentingnya sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban, sehingga memberi rasa aman bagi masyarakat penerima dan masyarakat yang melaksanakan ibadah Idul Qurban. Hipotesa H0 : Cemaran mikroba pada daging kambing hewan qurban tidak dipengaruhi oleh sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban. H1 : Cemaran mikroba pada daging kambing hewan qurban dipengaruhi oleh sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban.

17 4 TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi Higiene berasal dari bahasa Yunani yang artinya sehat atau baik untuk kesehatan. Tujuan higiene adalah untuk menjamin agar daging tetap aman dan layak dikonsumsi untuk manusia, tanpa menimbulkan gangguan kesehatan. Pengertian daging adalah semua bagian dari hewan sembelih yang aman (safe) dan layak (suitable) untuk konsumsi manusia. Arti aman dalam bahan makanan adalah tidak mengandung bahan berbahaya (biologis, kimia dan fisik) yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Pengertian layak dalam bahan makanan dapat diterima oleh manusia misalnya tidak berbau, penampilan tidak menyimpang, etis dan halal. Higiene daging didefinisikan sebagai semua kondisi dan tindakan untuk menjamin keamanan dan kelayakan daging pada semua tahap dalam rantai makanan (Lukman 2004). Kepentingan penerapan higiene dalam rantai makanan adalah (a) melindungi dan menjaga kesehatan manusia, (b) melindungi dan menjaga kesehatan hewan dan lingkungan, (c) menjamin kebersihan, (d) menghindari kerugian ekonomis, (e) menjaga kesegaran dan keutuhan makanan, serta (f) menghindari ketidak puasan konsumen. Secara umum higiene perlu juga diterapkan pada bangunan, proses/ produksi dan karyawan (Lukman 2004). Salah satu persyaratan higiene dan sanitasi juga terletak pada higiene karyawan (higiene personal). Tujuan higiene personal adalah untuk menjamin bahwa orang yang berhubungan langsung atau tidak langsung melalui tubuhnya tidak mencemari bahan makanan, berperilaku dan bekerja sesuai aturan serta diharapkan pekerja yang sakit atau diduga sakit tidak ikut melakukan penanganan daging qurban (Lukman 2004). Sanitasi adalah suatu upaya dalam menjaga kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kesehatan. Tujuan sanitasi tempat pemotongan hewan adalah mencegah pencemaran lingkungan agar diperoleh daging higienis dan sehat (Sudarwanto 2004). Dalam Undang-Undang Pangan Nomor 7 tahun 1997 yang disebut pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

18 5 tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Bakteri indikator adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan menunjukkan bahwa air atau makanan tersebut pernah tercemar oleh kotoran manusia dan atau hewan. Bakteri indikator pada umumnya adalah bakteri yang lazim terdapat didalam usus mahluk hidup. Jadi adanya bakteri tersebut pada air atau makanan menunjukkan bahwa dalam tahap pengolahan air atau makanan pernah dicemari dengan kotoran yang berasal dari usus manusia dan atau hewan oleh karenanya kemungkinan juga dapat ditemukan bakteri patogen. Sampai saat ini ada tiga jenis bakteri indikator yang dapat dipergunakan untuk menunjukkan adanya masalah sanitasi, yaitu Escherichia coli, kelompok Streptococcus (Enterococcus) fecal dan Clostridium perfringens (Dewanti 2003). Kualitas Daging Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging dapat menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang mengkonsumsinya karena kandungan gizinya yang lengkap sehingga keseimbangan gizi dapat terpenuhi. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya termasuk organ-organ seperti hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pancreas dan jaringan otot (Soepardi dan Soekamto1999). Daging terdiri dari tiga komponen utama yaitu jaringan otot (muscle tissue), jaringan lemak (adipose tissue) dan jaringan ikat (connective tissue). Daging merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi, mengandung vitamin B dan mineral khususnya besi. Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri dari air dan bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan-bahan yang mengandung nitrogen, mineral, garam dan abu. Lebih kurang 20 % dari semua bahan padat dalam daging adalah protein (Muchtadi dan Sugiono 1989).

19 6 Menurut Sudarisman dan Elvina (1996), daging merupakan produk hewani yang sangat digemari, karena rasa yang lezat dan mengandung nilai gizi yang tinggi. Dibandingkan dengan sumber protein nabati, daging merupakan sumber protein yang lebih baik bagi tubuh karena mengandung asam amino esensial yang lengkap dan seimbang serta mudah dicerna. Daging juga merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan kuman (mikroorganisme) sehingga daging dikategorikan sebagai bahan makanan yang mudah rusak dan juga sebagai bahan makanan yang berpotensi berbahaya. Ada 2 (dua) kelompok kuman yang dapat dijumpai pada daging yaitu a) kuman patogen dan b) kuman pembusuk. Kuman patogen merupakan kuman yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pertumbuhan kuman ini pada daging tidak akan memperlihatkan perubahan fisik pada daging (misalnya bau dan warna tidak berubah), sehingga tidak dapat diketahui atau dideteksi secara kasat mata, tetapi harus menggunakan pengujian laboratorium. Kuman pembusuk adalah kuman yang menyebabkan perubahan pada fisik daging misalnya timbul bau, perubahan warna dan terdapat lendir pada daging (Lukman 2004). Daging kambing adalah daging yang diperoleh dari kambing yang telah dipotong/disembelih. Pemeriksaan Antemortem dan Postmortem. Pemeriksaan antemortem dilakukan sebelum hewan dipotong dan bertujuan.untuk menentukan hewan qurban benar-benar sehat sebelum disembelih sehingga konsumen mendapat jaminan keamanan dari daging qurban yang akan dikonsumsi. Pemeriksaan postmortem dilakukan segera setelah hewan dipotong dengan tujuan antara lain (a) mengenali kelainan atau abnormalitas pada daging, isi dada dan isi perut sehingga hanya daging sehat dan baik yang akan dikonsumsi, (b) menjamin bahwa proses pemotongan dilaksanakan dengan benar, (c) menjamin kualitas dan keamanan daging, (d) meneguhkan diagnosa pameriksaan antemortem (Dinas PEKANLA 2003b). Lima tahap yang harus dilalui dalam memperoleh karkas yaitu pemeriksaan antemortem, penyembelihan, penuntasan darah, dressing dan pemeriksaan post mortem. Prinsip penyembelihan adalah pemotongan pembuluh darah besar (vena

20 7 Jugularis), arteri carotis, saluran nafas dan sekaligus saluran makanan. Pada saat penyembelihan, hewan harus dalam keadaan tenang, dianjurkan pelaksanaan sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Kebersihan selama proses penyembelihan bertujuan untuk mengurangi kontaminasi oleh mikroba. Penuntasan darah harus sempurna karena bakteri dari usus dan darah yang tertinggal merupakan media untuk pertumbuhan mikroba. Dressing adalah pemisahan bagian kepala, kulit dan jeroan dari tubuh ternak (Muchtadi dan Sugiono 1989). Berdasarkan laporan FKH IPB 2004 pada kegiatan pemotongan hewan qurban di DKI Jakarta, lebih dari separuh tempat pemotongan hewan menyediakan alat penggantung untuk pengerjaan karkas setelah pengeluaran darah (59.0%) selebihnya pengerjaan karkas dilaksanakan diatas alas plastik (25.2%), diatas tanah/rumput atau tanpa alas (15.8%). Sebagian besar tempat pemotongan melakukan pemisahan tulang (deboning) sebelum daging dibagikan. Secara umum penanganan jeroan dan organ lain masih kurang baik, karena kebanyakan tempat pemotongan membuang jeroan (lambung dan usus) langsung ke parit/selokan/sungai (43.6%). Beberapa tempat pemotongan membuang jeroan tersebut ke dalam lubang yang digali (40.1%) dan yang lainnya membuang ketempat lain misalnya tempat sampah (16.3%). Pembagian atau pemotongan daging pada umumnya dilaksanakan diatas alas plastik (50.9%). Pada tempat lainnya, pemotongan /pembagian daging dan penyimpanan dilaksanakan diatas lantai beralaskan plastik (26.9%), diatas papan/kayu (13.7%) dan diatas meja (8.5%). Hal ini sudah baik, karena daging tidak berkontak langsung dengan tanah. Umumnya penyimpanan daging dan jeroan dipisah (69.4%), namun masih ada tempat pemotongan yang mencampurkan daging dan jeroan (30.6%). Pengemasan potongan daging dan jeroan sebagian dilakukan secara terpisah (50.0%), dan sebagian lainnya menyatukan keduanya (50.0%). Sebaiknya daging dipisahkan dengan jeroan mengingat jeroan relatif banyak mengandung kotoran dan mikroorganisme, sehingga akan mencemari daging.

21 8 Mikroba Pencemar Daging Mikroba yang merusak daging dapat berasal dari hewan yang terinfeksi pada saat masih hidup serta kontaminasi daging pasca penyembelihan. Kontaminasi permukaan daging dapat terjadi sejak saat penyembelihan hewan hingga daging dikonsumsi (Soeparno 1998). Di Rumah Potong Hewan, sumber kontaminasi dapat berasal dari tanah, kulit, isi saluran pencernaan, air, alat-alat yang dipergunakan selama proses mempersiapkan daging (misalnya pisau, gergaji, katrol dan pengait, serta peralatan untuk jeroan), kotoran, udara dan pekerja (Hansson 2001). Mikroba yang berasal dari isi saluran pencernaan dapat mencapai 10 3 sampai cfu/gram (Lukman 2001). Kontaminasi feses terhadap karkas dapat beresiko terhadap penyebaran bakteri patogen seperti Salmonella, Campylobacter, Yersinia dan E. Coli (Hansson 2001). Bakteri patogen juga dapat mencemari daging karena pengaruh stress dan terkontaminasi pada saat pencucian dan apabila berkembang sejalan dengan pertumbuhannya dapat menjadikan daging sebagai makanan yang beresiko (Samelis et al. 2002). Jumlah Mikroba Perhitungan jumlah mikroba aerob biasa dilakukan sebagai indikator adanya pencemaran terhadap daging. Mikroba aerob yang biasa dijumpai pada daging berkisar antara 10 3 sampai 10 5 per cm 2 (Hayes 1996). Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba telah ditetapkan maksimum jumlah mikroba pada daging adalah 10 4 cfu/g (BSN 2000). Mikroba pada daging dapat meningkat karena beberapa faktor seperti kontaminasi lingkungan, adanya perkembangan mikroba secara normal di dalam daging, sanitasi yang buruk dan adanya kontaminasi selama proses penanganan oleh pekerja (Hansson 2001; Hayes 1996).

22 9 Koliform Koliform merupakan mikroorganisme yang sering ditemukan mencemari daging. Koliform termasuk golongan bakteri gram negatif, sifat anaerob fakultatif, berbentuk batang non spora dan terdiri dari beberapa jenis mikroorganisme yang termasuk kedalam famili Enterobacteriaceae yaitu Citrobacter, Enterobacter, Escherichia dan Klebsiella (Jay 1997). Kehadiran Koliform maupun Escherichia coli pada daging mengindikasikan daging tersebut telah terkontaminasi oleh feses dan dapat dipakai sebagai bakteri indikator terhadap kehadiran bakteri patogen lain seperti Salmonella (Hansson 2001). Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba telah ditetapkan maksimum jumlah Koliform pada daging adalah 10 2 cfu/g (BSN 2000). Koliform ditemukan pada kulit, kuku serta rambut. Begitu hewan dipotong, bakteri yang berasal dari usus dapat mengkontaminasi daging selama proses eviscerasi. Grup Koliform dapat menetap di dalam air, tanah atau pada makanan dalam waktu yang lama. Kehadiran koliform menunjukkan pencemaran makanan oleh feses yang mungkin berasal dari manusia, hewan atau dari tanah, peralatan, atau oleh teknik pasteurisasi yang tidak benar, atau rekontaminasi setelah pasteurisasi atau pemasakan (Banwart 1989). Gambar 1 Bakteri Koliform

23 10 Escherichia coli Escherichia coli diklasifikasikan ke dalam famili Enterobacteriaceae, dan termasuk salah satu anggota koliform (Jay 1997). Menurut Doyle (1989) E. Coli sering ditemukan dalam jumlah banyak di dalam usus besar hewan dan merupakan bakteri komensal dalam saluran pencernaan. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba telah ditetapkan maksimum jumlah Escherichia coli pada daging adalah 50 cfu/g (BSN 2000). Serotipe E. coli didasarkan pada antigen somatik (O), flagela (H), dan antigen kapsul (K). Antigen O merupakan lipopolisakarida outer membrane cell yang spesifik (Doyle 1989; Brown 1982). Antigen O merupakan dasar dari klasifikasi E. Coli menjadi serogrup. Ada lebih dari 170 serogrup berdasarkan antigen O dan 56 dari antigen H. Tiap serogrup mempunyai respon terhadap inangnya. Menurut Brown (1982) galur E. coli yang dapat menimbulkan sindroma patogen dibagi menjadi empat kategori yaitu : (a) Enteropathogenic E. coli (EPEC), (b) Enteroinvasive E. coli (EHEC), (c) Enterotoxigenic E. coli (ETEC), dan (d) Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) atau biasa dikenal dengan E. coli O157:H7. Semua tipe tersebut berasosiasi dengan foodborne disease. E. coli O157:H7 menjadi perhatian para ahli mikrobiologi dan telah menimbulkan wabah di berbagai negara karena mencemari makanan cepat saji. Gambar 2 Bakteri Esherichia coli (Dennis Kunkel 2004).

24 11 Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus paling sering ditemukan pada tangan dan wajah manusia. Pekerja dapat mencemari bahan makanan atau daging sebesar 10 3 sampai 10 4 per menit oleh tangan, pakaian maupun alat-alat yang dipergunakan. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba telah ditetapkan maksimum jumlah Staphylococcus aureus pada daging adalah 10 2 cfu/g (BSN 2000). Staphylococcus aureus hidup optimal dan dapat memproduksi enterotoksin pada temperatur o C, tetapi beberapa spesies dapat tumbuh pada kisaran o C dengan ph optimalnya Keracunan makanan terjadi apabila kandungan Staphylococcus aureus berada dalam jumlah besar yaitu diatas 2,0 x 10 8 cfu/gram dapat membentuk toksin (Doyle 1989). Gambar 3 Bakteri Staphylococcus aureus ( Heritage 2003). teach/dental/tutorial/ classification/g pcexplain.htm. Salmonella Salmonella merupakan salah satu agen yang mempunyai prevalensi tertinggi sebagai foodborne disease. Di beberapa negara Salmonella juga merupakan salah satu mikroba patogen yang sering ditemukan keberadaannya pada daging atau pada makanan. Salmonella paling sering diisolasi dari daging pada daerah yang berdekatan dengan kulit dan daerah anus (Dickson dan Anderson 1992). Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba telah ditetapkan keberadaan Salmonella pada daging haruslah negatif per gram daging (BSN 2000).

25 12 Genus Salmonella terdiri dari lebih 2600 serovar (Portillo 2000). Klasifikasi dan deteksi bakteri ini didasarkan atas uji serologik (Jay 1997). Suhu pertumbuhan Salmonella adalah pada temperatur o C, tetapi pada kenyataannya Salmonella dapat ditemukan pada kisaran suhu o C. Sedangkan ph optimum pertumbuhannya adalah dengan selang pertumbuhan ph (Doyle 1989). Gambar 4 Bakteri Salmonella

26 13 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan mengambil data berdasarkan wawancara dan pengisian kuesioner serta pengambilan sampel daging kambing di tempat pemotongan hewan qurban yang terpilh di Wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Pemeriksaan mikrobiologis sampel daging kambing dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta Bambu Apus, mulai Januari sampai dengan Maret Bahan dan Alat Bahan penelitian yang digunakan adalah sampel daging kambing yang berasal dari tempat pemotongan hewan qurban di Wilayah yang terpilih di Kotamadya Jakarta Timur. Media yang digunakan adalah Buffer Pepton Water (BPW) 0.1% (Oxoid M.0509), Plate Count Agar (PCA) Oxoid CM.0325, Lauryl Sulphate Tryptone Broth (LST) Oxoid CM 0451, Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB) 2% Oxoid 0031, Violet Red Bile Agar (VRBA) Oxoid CM.107, Nutrient Agar Oxoid CM 0003, Escherichia coli Broth (ECB) Oxoid CM.853, Hektoen Enteric Agar (HEA) Oxoid CM.419, Brilliant Green Agar (BGA) Oxoid CM. 0263, Tetrathyonat Brilliant Green Broth Oxoid CM.671, Baird Parker Agar (BPA) Oxoid CM.0275, Brain Heart Infusion Broth (Oxoid CM.225), plasma kelinci (Bio Merieux Ref.55182), Indole/Tryptone Oxoid L.42, Methyl Red Baker R , Methyl Red-Voges Proskauer (MR-VP) medium Oxoid CM.43, Simon Citrate Agar Oxoid 155, Triple Sugar Iron Agar (TSIA) Oxoid CM.277, Urea Agar Oxoid CM.53, Lysin Decarboxylase Agar Oxoid CM.0308, Salmonella Polyvalent O Difco , Salmonella Polyvalent H Difco , NaCl fisiologis, alkohol, akuades. Alat yang digunakan adalah pinset, gunting, pisau, plastik steril, gelas piala, erlenmeyer steril, tabung reaksi beserta raknya, tabung Durham, ose, cawan petri steril, pipet steril (1 ml, 10 ml), Quebec colony counter, inkubator C C, water bath C, Laminar flow cabinet, pembakar bunsen, refrigerator, freezer, stomacher, timbangan, stearofoam, cooler box, spidol, kertas label.

27 14 Metode Penelitian Pengumpulan Data Untuk menjaring data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap para penanggung jawab/panitia penyembelihan hewan kurban di tiap-tiap lokasi pemotongan hewan qurban yang terpilih di Wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Selain wawancara, pengisian kuesioner juga dilakukan melalui pengamatan. Pengisian kuesioner dilakukan oleh enumerator yang sebelum melaksanakan tugasnya telah diberikan pengarahan terlebih dahulu. Kuesioner yang dipergunakan dapat dilihat pada Lampiran 4. Metode Sampling Populasi target adalah daging kambing yang berasal dari tempat pemotongan hewan qurban di Wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Jumlah sampel adalah 80 sampel dari 80 lokasi tempat pemotongan hewan qurban. Pemilihan lokasi tempat pemotongan hewan qurban dengan metoda penarikan contoh acak bertingkat (multistage random sampling), yaitu : Wilayah terpilih 1 (satu) Kotamadya di DKI Jakarta yaitu Kotamadya Jakarta Timur yang terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan. Penentuan kelurahan dari masing-masing kecamatan dilakukan dengan menggunakan metoda acak sederhana. Setiap kelipatan 3 (tiga) kelurahan akan ditentukan secara acak 1 (satu) kelurahan terpilih. Dari tiap kelurahan terpilih ditentukan jumlah lokasi tempat pengambilan sampel yang diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah lokasi penyembelihan di kelurahan terpilih tahun 2004 dikalikan dengan 10%. Penentuan lokasi terpilih dengan menggunakan metoda acak sederhana. Lokasi tempat penyembelihan hewan qurban terpilih dapat dilihat dalam Lampiran 5. Pengambilan sampel daging kambing dilakukan secara random, dan diambil pada saat kumpulan daging akan dimasukkan dalam kantong plastik sebelum dibagikan. Pengambilan sampel dilakukan seaseptik mungkin, berat kira-kira 100 gram. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik steril yang telah diberi label berisi kode sampel, tanggal pengambilan, jam pengambilan dan lokasi

28 15 tempat pemotongan hewan qurban. Sampel dimasukan ke dalam stearofoam/cooler box yang telah diisi dengan es balok kemudian dibawa ke Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner DKI Jakarta. Setelah sampai di Laboratorium, dilakukan uji fisik, meliputi pemeriksaan bau, warna dan penampakan, kemudian sampel disimpan di freezer sampai dilakukan pemeriksaan laboratorium. Metode Pengujian Mikrobiologi Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. Metode yang dipergunakan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner DKI Jakarta adalah berdasarkan pada SNI tentang Cara Uji Cemaran Mikroba (BSN 1992). Ditimbang 25 gram daging kemudian dihancurkan dengan stomacher dan ditambahkan 225 ml buffer pepton water (BPW) 0.1%, kemudian dimasukkan ke dalam stomacher untuk homogenisasi (pengenceran 10-1 ). Pemeriksaan Jumlah Mikroba Aerob dengan Pengujian Total Plate Count (TPC) Diambil 1 ml ekstrak dari pengenceran 10-1 masukkan ke dalam 9 ml BPW 0.1% (pengenceran 10-1 ), demikian seterusnya sampai pengenceran Dari masing-masing pengeceran diambil 1 ml dan dipupuk dalam media Plate Count Agar (PCA) dengan sistim tuang ke dalam setiap cawan petri, kemudian diinkubasi pada 37.0 o C selama 24 jam. Koloni yang tumbuh dihitung dengan menggunakan Quebec colony counter.

29 16 Pemeriksaan Koliform 1). Uji Sangkaan : Sebanyak 1 ml dari pengenceran 10-1 dimasukkan kedalam seri 3 tabung Lauryl Sulphate Tryptone Broth (LST) yang dilengkapi tabung Durham. Dilakukan hal yang sama untuk pengenceran 10-2 dan 10-3 pada seri 3 tabung. Setiap tahap pengenceran menggunakan pipet yang baru dan steril. Kemudian disimpan ke dalam lemari pengeram (inkubator) suhu 37.0 o C selama 24 jam. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung tabung yang membentuk gas dan media broth LST menunjukkan warna kekeruhan. 2). Uji Penegasan : Dipindahkan sebanyak 1 ose (sengkelit) dari tabung yang membentuk gas dari media LST ke dalam tabung yang berisi 10 ml Brilliant Green Lactose Bile Broth 2% (BGLBB 2%). Semua tabung diinkubasi/eramkan pada suhu 37.0 o C selama 24 jam, adanya gas atau perubahan warna media menjadi kuning pada tabung BGLBB memperkuat adanya bakteri Koliform dalam sampel. Pemeriksaan Escherichia coli Satu ose biakan positif dari LST broth dimasukan ke dalam tabung yang berisi Escherichia coli Broth dilengkapi tabung Durham. Diinkubasi kedalam penangas air 44.0 o C selama 24 jam. Tabung yang membentuk gas dianggap positif E. coli. Penetapan E. coli dilakukan dengan menginokulasikan media tabung yang membentuk gas ke media Violet Red Bile Agar (VRBA). Media VRBA positif ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan koloni warna merah. Koloni yang tumbuh pada media VRBA diinokulasi ke media Nutrient Agar miring dan dieramkan pada suhu 35.0 o C selama 24 jam. Dilakukan pengujian IMVIC (Indol, Merah metil, Voges Proskauer dan Citrat) dari biakan Nutrient Agar tersebut. Secara skematis pengujian bakteri koliform dan Escerichia coli dapat dilihat pada Gambar 5.

30 17 Pemeriksaan Koliform Pemeriksaan E. coli Sampel daging Pengenceran 1 : ml contoh ml BPW 0.1% LST Broth ( C, jam) Diinokulasikan pada E.coli Broth BGLBB ( C, jam) Inokulasi pada VRBA ( C, jam) Ada gas Positif koliform Inokulasi pada NA miring ( C, jam) IMVIC Gambar 5 Skema pengujian bakteri koliform dan E.coli. Sumber: SNI Untuk mengetahui sifat-sifat bakteri koliform dengan uji IMVIC dapat dilihat pada Tabel1. Tabel 1 Sifat-sifat bakteri koliform dengan uji IMVIC Indole Methyl Red Voges Citrat Type Proskauer + _ Typical E. coli Atypical E. coli Typical Intermediate Atypical Intermediate Typical E.aerogenes Atypical E.aerogenes Yang termasuk E.coli adalah Typical E.coli ( ) dan Atypical E.coli (-+ - -)

31 18 Pemeriksaan Salmonella 1). Pra-pengkayaan: 25 gram Sampel daging kambing dalam 225 ml BPW 0.1% yang telah dihomogenisasi dipindahkan secara aseptik kedalam botol steril kemudian diinkubasikan pada 36±1 o C selama jam. 2). Pengkayaan: Dari biakan pra-pengkayaan dipipet masing-masing 10 ml dan dimasukkan dalam 90 ml Tetrathyonat Brilliant Green Broth, dan 90 ml Selenite Cystine Broth kemudian diinkubasikan pada temperatur 43.0 o C selama 24 jam. 3). Penanaman: Biakan pengkayaan dipupuk pada media HEA (Hektoen Enteric Agar) dan Brilliant Green Agar (BGA), diinkubasikan pada temperatur 37.0 o C selama 24 jam. Koloni yang tumbuh pada media HEA dan BGA ditanam pada TSI Agar, Urea Agar, Lysin Decarboxylase Agar dan VP medium. Reaksi yang positif pada TSI Agar positif memperlihatkan adanya gas H 2 S dan warna media agar menjadi hitam.dilanjutkan dengan uji serologi menggunakan antisera H dan O, bila terjadi penggumpalan menunjukkan reaksi positif. Skema pengujian Salmonella dapat dilihat pada Gambar 6.

32 19 Pra pengkayaan 25 gram sampel daging+ 225 ml BPW 0.1% inkubasi 36.0 o C, jam Pengkayaan 10 ml pra pengkayaan + 10 ml prapengkayaan+ 90 ml Selenite Cystine Broth 90 ml Tetrathionate Brilliant Green Broth Inkubasi 43.0 o C selama 24 jam Seleksi Brilliant Green Agar Hektoen Enteric Agar Identifikasi dengan uji penduga: Agar TSI, Urea Agar, Lysine Decarboxylase Agar,VP medium, Indol medium. Uji Serologi Gambar 6 Skema Isolasi dan identifikasi Salmonella dari bahan pangan Sumber : SNI Pemeriksaan Staphylococcus aureus Dari pengenceran 10-1 diambil 0.1 ml dan dimasukkan ke dalam 10 ml media Baird Parker Agar, disebarkan merata dengan menggunakan spreader, kemudian diinkubasikan 24 jam pada temperatur 37.0 o C. Koloni Staphylococcus aureus berwarna hitam mengkilat dengan zona cerah sekitarnya. Pengujian dilanjutkan dengan uji koagulase. Diambil satu koloni dan dimasukkan ke dalam 5.0 ml Brain Heart Infusion Broth (BHIB), diinkubasikan selama 24 jam. Apabila

33 20 terbentuk kekeruhan diambil 0.1 ml, biakan BHI Broth dimasukkan dalam tabung steril, kemudian dimasukkan 0.3 ml plasma kelinci, dan diinkubasikan pada temperatur 37.0 o C selama 6 jam. Pembentukan reaksi koagulase terjadi setelah 6 jam inkubasi. Apabila belum terjadi koagulase maka masa inkubasi biakan diperpanjang sampai 24 jam. Reaksi koagulase positif dinyatakan bila terjadi gumpalan seperti awan putih dan bila tidak ditemukan reaksi positif maka koagulase dinyatakan negatif terhadap S. aureus. Skema pengujian Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 7. Uji Kuantitatif Sampel daging Uji Biokimiawi Uji koagulase Pengenceran 1:10 25 ml contoh+225 ml PW 0.1% Koloni hitam diinkubasikan Pada BHIB ( C,24 jam) Pemupukan pada Baird Parker Agar ( C,48 jam) Hitung koloni spesifik 0.5 kultur ml plasma kelinci ( C, 6-24 jam) Koagulase Pembacaan : Uji koagulase Positif Negatif Gumpalan putih seperti awan tidak ada gumpalan putih Gambar 7 Skema sederhana uji kuantitatif dan biokimiawi S.aureus Sumber: SNI

34 21 Metode Analisa Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik histogram, analisa hasil pengujian cemaran mikroba menghitung rataan jumlah cemaran mikroba, mengetahui hubungan adanya cemaran mikroba pada daging kambing melebihi ketentuan SNI BMCM tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dengan faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi di tempat penyembelihan hewan qurban dianalisa dengan menggunakan Chi-square dan pengujian statistik untuk mencari pendugaan tingkat cemaran mikroba dengan menggunakan pendugaan selang. Analisa statistik menurut Walpole (1995) dengan persamaan sebagai berikut: 1. Rataan jumlah cemaran mikroba: u Dimana: u u 1 = u 1 + u u n n = rataan = sampel ke-1 u 2 = sampel ke- 2 u n = sampel ke- n n = jumlah sampel. 2. Uji Chi-square/Khi Kuadrat : n? 2 = S (o e) 2 i=1 e Dimana:? 2 = nilai Khi Kuadrat o e = nilai obserevasi ke i = nilai harapan ke- i 3. Pendugaan Tingkat Cemaran Mikroba: P + Za/ 2 P (1- P ) n Dimana: a = 0.05 P Za/ 2 n : Proporsi (persentase) : Nilai peubah acak normal : Jumlah sampel

35 22 Definisi Operasional Untuk memberikan pengertian yang jelas dan tidak menimbulkan keraguan, maka perlu dirumuskan definisi operasional dari kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini. Kuesioner yang digunakan terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pertama kuesioner berisi data umum, bagian kedua berisi data khusus 1 sebagai pendukung keadaan lapangan dan bagian ketiga berisi data khusus 2 pendukung sanitasi pemotongan. Penjelasan dari masing-masing bagian tersebut adalah : 1. Data Umum: merupakan data yang menjelaskan tentang lokasi, kelurahan dan kecamatan tempat pemotongan hewan qurban. Data ini diperoleh dari wawancara oleh enumerator. Data dibutuhkan agar lokasi tempat pemotongan hewan qurban yang akan diteliti dan diambil sampelnya sesuai dengan lokasi tempat pemotongan hewan qurban terpilih yang telah ditetapkan berdasarkan metoda sampling. 2. Data Khusus 1: merupakan data yang menjelaskan tentang nama, pendidikan, dan pengetahuan sanitasi penanggung jawab/panitia pemotongan hewan qurban serta jumlah ternak yang akan dipotong. Data ini diperoleh melalui wawancara yang dilakukan oleh enumerator dan dapat digunakan sebagai data pendukung dalam pembahasan. 3. Data khusus 2: merupakan data yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi aspek sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban. Faktor-faktor tersebut dibagi kedalam tiga kelompok, dan dilakukan pembobotan. Pembobotan dari faktor-faktor tersebut didasarkan pada pengaruh terhadap terjadinya pencemaran daging oleh mikroba. Pemberian bobot dilakukan dengan memberikan nilai 1, 2, dan 3. Bobot dengan nilai 1 (satu) menunjukkan paling sedikit memberikan pengaruh terhadap terjadinya pencemaran daging oleh mikroba, bobot dengan nilai 2 (dua) memberikan pengaruh yang sedang terhadap terjadinya pencemaran oleh mikroba, sedangkan bobot dengan nilai 3 (tiga) menunjukkan paling banyak memberikan pengaruh terhadap terjadinya pencemaran daging oleh mikroba. Faktor-faktor tersebut adalah :

36 Sebelum pemotongan, yaitu : Tempat penampungan ternak: merupakan tempat yang digunakan untuk menampung ternak qurban sebelum di sembelih. Jika tidak ada tempat penampungan diberikan nilai 1, dan jika ada maka diberikan nilai Pemisahan penyembelihan ternak besar dan kecil: menyatakan lokasi penyembelihan ternak besar dan kecil apakah dilakukan pemisahan atau tidak. Jika tidak terpisah penyembelihannya diberikan nilai 1, dan jika terpisah diberikan nilai Sumber air: merupakan sumber dari air yang digunakan dalam proses pemotongan hewan qurban. Jika bersumber dari danau/sungai mendapat nilai 1, sumber air dari sumur mendapat nilai 2 dan dari PAM mendapat nilai Ketersediaan air untuk mencuci tangan: merupakan fasilitas yang disediakan untuk panitia yang melakukan penanganan daging hewan qurban. Jika tidak ada tempat mencuci tangan mendapat nilai 1 dan jika disediakan mendapat nilai Saat pemotongan, yaitu : Lantai tempat penyembelihan: merupakan lantai tempat dimana hewan qurban disembelih. Jika disembelih di atas tanah/rumput mendapat nilai 1, dan jika disembelih di atas ubin/keramik mendapatkan nilai Penampungan pembuangan darah: merupakan tempat untuk menampung darah dari hewan qurban yang disembelih. Jika darah langsung dibuang ke selokan atau sungai mendapat nilai 1, jika dibuang langsung ke tanah/rumput mendapat nilai 2, ditampung di wadah atau bak mendapat nilai 3, dan jika dibuang dalam lubang yang digali di tanah mendapat nilai 4.

37 Pengerjaan karkas: merupakan proses dilakukannya pengulitan hewan qurban yang telah disembelih. Jika pengulitan dilakukan di atas tanah/rumput mendapat nilai 1, jika dilakukan diatas lantai semen atau beralas plastik mendapat nilai Proses pengeluaran jeroan: merupakan perlakuan pada saat proses pengeluaran isi perutan. Jika tidak dilakukan pengikatan (debolling) pada pangkal oesophagus dan pangkal anus mendapat nilai 1, dan jika melakukan pengikatan (debolling) mendapatkan nilai Setelah pemotongan, yaitu: Pembuangan jeroan: menyatakan kemana jeroan hewan qurban akan dibuang. Jika dibuang di tempat sampah mendapat nilai1, dibuang ke selokan/sungai mendapat nilai 2, ditampung dengan plastik/wadah mendapat nilai 3, dibuang dalam lubang yang digali di tanah mendapat nilai Tempat pembagian daging: merupakan tempat dimana daging dari hewan qurban mulai dipotong-potong sesuai dengan jumlah yang akan dibagikan. Pemotongan daging dilakukan di atas meja/papan kayu mendapat nilai 1, dan jika diatas plastik mendapat nilai Tempat pembagian daging dan jeroan: merupakan tempat menyimpan daging dan jeroan yang telah dibagibagi dan siap untuk dikemas. Jika daging dan jeroan tidak dipisah (dicampur) mendapat nilai 1, sedangkan jika dipisah mendapat nilai Pengemasan daging dan jeroan: merupakan proses pengemasan daging dan jeroan yang dimasukkan ke dalam kantong plastik. Jika tidak dipisah dan disatukan dalam kemasan (dicampur) mendapat nilai 1, sedangkan jika dipisah mendapat nilai 2.

38 25 Pengelompokan dan pembobotan faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi dan higiene dapat dilihat pada Lampiran 6. Skoring/penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi dapat dilihat pada Lampiran Penentuan kategori untuk tiap kelompok (sebelum, saat dan sesudah pemotongan): setelah dilakukan penilaian (skoring) dan pengelompokan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi dan higiene ke dalam 3 kelompok, yaitu sebelum, saat dan setelah pemotongan, untuk mempermudah dalam analisa data, kemudian dibuat kategori untuk masing-masing kelompok tersebut. Kategori tersebut didasarkan pada total hasil perkalian antara bobot dan nilai dari masing-masing faktor dari tiap kelompok. Kategori tersebut adalah : 4.1. Sebelum pemotongan : Jelek: Jika total bobot dikalikan nilai, lebih kecil atau sama dengan Sedang: Jika total bobot dikalikan nilai adalah lebih besar dari 11 sampai Baik: Jika total bobot dikalikan nilai, lebih besar dari Saat pemotongan : Jelek: Jika total bobot dikalikan nilai, lebih kecil atau sama dengan Sedang: Jika total bobot dikalikan nilai adalah lebih besar dari 12 sampai Baik: Jika total bobot dikalikan nilai lebih besar dari Setelah pemotongan : Jelek: Jika total bobot dikalikan nilai, lebih kecil atau sama dengan Sedang: Jika total bobot dikalikan nilai adalah lebih besar dari 14 sampai Baik : Jika total bobot dikalikan nilai lebih besar dari 19

39 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Mikrobiologi Pemeriksaan awal terhadap 80 sampel daging kambing dilakukan dengan uji fisik yaitu terhadap warna, bau dan penampakan. Hasil yang diperoleh adalah tidak ada perubahan warna merah muda, bau aromatis dan penampakan kering. Seperti diketahui bahwa warna daging kambing adalah merah muda sedangkan bau adalah aromatis khas daging kambing. Pemeriksaan terhadap rataan jumlah cemaran mikroba, maksimum, minimum dan simpangan baku dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah cemaran mikroba pada sampel daging kambing Jenis Jumlah cemaran Mikroba Rataan Maksimum Minimum Standar Satuan Deviasi TPC 5.5 x x x x 10 6 cfu/g Koliform 1.1 x x x 10 3 MPN/g S.aureus 2.7 x x x 10 2 cfu/g E.coli 4.1 x x x 10 2 MPN/g Salmonella negatif Negatif Negatif Negatif Dengan hasil tersebut apabila dibandingkan dengan Batas maksimum cemaran mikroba pada daging menurut SNI rataan yang dihasilkan dalam penelitian berada diatas batas maksimum SNI, yakni menurut SNI batas maksimum cemaran mikroba adalah jumlah mikroba (TPC) 1 x 10 4 cfu/g; Koliform 1 x 10 2 MPN/g; Escherichia coli 50 MPN/g; Staphylococcus aureus 100 cfu/g dan Salmonella negatif. Cemaran mikroba dalam daging dapat berasal dari berbagai sumber antara lain kontaminasi in vivo terhadap daging, penetrasi mikroba pada saat kematian hewan dan kontaminasi saat penanganan karkas (Soejoedono 2005).

40 27 qurban Sanitasi pada Tempat Pemotongan Hewan Qurban Analisa kuesioner yang diambil pada 80 lokasi tempat pemotongan hewan terpilih yaitu Kotamadya Jakarta Timur, tentang sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur (%) Faktor Sanitasi (%) Kategori Sebelum Pemotongan Saat pemotongan Setelah Pemotongan Jelek Sedang Baik Secara umum faktor yang mempengaruhi sanitasi telah dilakukan sebelum pelaksanaan pemotongan hewan qurban, hal ini dapat dilihat dari persentase kategori baik mencapai nilai 81.3 %. Nilai ini diperoleh di tempat pemotongan hewan qurban karena menggunakan sumber air berasal dari PAM dan sumur. Selain itu di tempat pemotongan hewan qurban telah dilengkapi dengan ketersediaan air untuk mencuci tangan bagi petugas/panitia hewan qurban. Penerapan sanitasi dilaksanakan setelah pemotongan mencapai nilai 37.5%, hal ini disebabkan adanya pemisahan tempat pembagian daging dan jeroan serta pengemasan. Kategori baik saat pemotongan sangat rendah yaitu 21.3%. hal ini dapat disebabkan karena masih jarangnya dilakukan pengikatan pada pangkal oesophagus dan pangkal ekor (debolling) saat pengeluaran jeroan. Selain itu masih banyak yang melaksanakan penyembelihan hewan qurban di atas tanah/rumput yaitu sebanyak 62.50% tempat pemotongan hewan qurban, sehingga terjadi cemaran kotoran/tanah pada kulit dan karkas. Cemaran Mikroba pada Daging Kambing Tingkat cemaran mikroba pada daging kambing qurban dari 80 lokasi tempat pemotongan qurban di Kotamadya Jakarta Timur dapat dilihat pada Tabel 4 dengan membandingkan jumlah mikroba pada sampel dengan standar batas

41 28 maksimum cemaran mikroba (SNI ), sehingga diperoleh nilai persentase cemaran di atas dan di bawah standar SNI Tabel 4 Cemaran mikroba pada daging kambing (%) Batas maks cemaran mikroba Jenis Mikroba TPC Koliform E.coli S. aureus Salmonella (%) (%) (%) (%) (%) Dibawah SNI Diatas SNI Persentase jumlah mikroba pada daging kambing (metoda TPC) dari 80 lokasi dengan hasil diatas standar SNI yaitu 73.8%. Hal ini menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi sanitasi pada tempat pemotongan hewan qurban belum diterapkan secara benar, terutama pada saat dan setelah pemotongan sebagaimana terlihat pada Gambar 8. Tabel 4 menyatakan bahwa tidak ditemukannya Salmonella pada sampel daging kambing dapat disebabkan karena terbatasnya jumlah sampel yang diamati dan sampel yang diambil berasal dari bagian karkas yang beragam. Penelitian yang dilakukan oleh Amin dan Borah (2002) di Kota Guwahati mengatakan bahwa dari 40 sampel daging kambing yang berasal dari rumah potong hewan tidak ditemukan bakteri Salmonella. Menurut Riemann dan Bryan (1979) Salmonella spp terutama ditemukan pada daerah disekitar anus. Mengingat Salmonella spp merupakan salah satu mikroba yang dapat menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan, diharapkan masyarakat tetap harus waspada dengan melakukan pemasakan daging secara benar. Persentase cemaran mikroba tertinggi adalah koliform 73.8% dan jumlah mikroba (TPC) 73.8% berada di atas ketentuan SNI (Tabel 4). Menurut Supardi dan Sukamto (1999) serta Hanson (2001) adanya mikroba koliform pada bahan pangan menyatakan bahwa bahan pangan tersebut telah terkontaminasi oleh kotoran/feses. Kontaminasi feses dapat terjadi secara langsung di saat pemotongan, proses pengeluaran jeroan tanpa melakukan proses debolling. Faktor lain penyebab tingginya cemaran koliform adalah tanah/rumput

42 29 sebagai tempat pemotongan hewan qurban adalah 62.50%. Gambar 8 menunjukkan bahwa penanganan sanitasi saat pemotongan memiliki kategori baik sangat rendah yaitu 21.3%. Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa E. coli melebihi batas maksimum ketentuan SNI adalah 41.3%. Menurut Dewanti (2003) E.coli merupakan salah satu indikator sanitasi dan termasuk golongan koliform. Koliform umumnya ditemukan dalam usus manusia dan hewan hidup juga dalam air yang tercemar. Tingginya persentase cemaran E. coli pada daging kambing adalah 41.3% dapat disebabkan oleh adanya pencemaran melalui air. Persentase cemaran S. aureus diatas batas maksimum SNI adalah 37.5%, dapat berasal dari saat proses penanganan daging antara lain dari peralatan, wadah dan tangan serta pakaian para pekerja. Pada Gambar 8 memperlihatkan sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur. % , , ,5 21, ,5 37,5 Jelek Sedang Baik ,8 Sebelum Saat Setelah Pemotongan Gambar 8 Sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur Presentase cemaran mikroba pada daging kambing di tempat pemotongan hewan qurban melebihi batas maksimum ketentuan SNI berdasarkan penghitungan dengan pendugaan selang adalah jumlah cemaran mikroba 73.8%

43 30 ( %), koliform 73.8% ( %), E.coli 41.3% ( %) dan S. aureus 37.5% ( %). Hal tersebut menunjukkan pencemaran mikroba yang terjadi di tempat hewan qurban Kotamadya Jakarta Timur masih berada diatas batas maksimum SNI , sehingga pada pelaksanaan pemotongan hewan qurban harus lebih memperhatikan aspek sanitasi. Cemaran mikroba dengan penghitungan pendugaan selang dapat dilihat pada Tabel 5 dan tingkat cemaran mikroba pada Gambar 9. Tabel 5 Jenis mikroba diatas batas maksimum dari SNI pada daging kambing qurban Jenis mikroba Diatas batas maks SNI (%) Selang kepercayaan 95% (%) Jumlah mikroba (TPC) Koliform E. coli S. aureus ,8 73,8 Persen (%) ,7 41,3 62,5 37,5 Dibawah batas maks SNI ,2 26,2 Diatas batas maks SNI 10 0 TPC Koliform E. coli S. aureus Salmonella Jenis mikroba 0 Gambar 9 Tingkat cemaran mikroba pada daging kambing.

44 31 Pengaruh Faktor Sanitasi terhadap Jumlah Cemaran Mikroba (TPC) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi dengan tingkat cemaran mikroba pada daging kambing qurban, maka dilakukan pengelompokan dalam 3 (tiga) kategori yaitu sebelum, saat dan setelah pemotongan, sedangkan tingkat cemaran mikroba dibagi dalam 2 (dua) kategori yaitu dibawah batas maksimum dan diatas batas maksimum SNI Untuk mengetahui tingkat cemaran mikroba dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Tingkat cemaran mikroba (TPC) berdasarkan kategori sanitasi TPC (%) Kelompok Faktor Kategori Dibawah batas maks SNI Diatas batas maks SNI Total sampel Sebelum pemotongan Jelek 0 (0%) 3 (100%) 3 Sedang 4 (33.3%) 8 (66.7%) 12 Baik 17 (26.1%) 48 (73.9%) 65 Saat pemotongan Jelek 7 (31.8%) 15 (68.2%) 22 Sedang 8 (19.5% 33 (80.5%) 41 Baik 6 (35.3%) 11 (64.7%) 17 Setelah pemotongan Jelek 9 (28.1%) 23 (71.9%) 32 Sedang 3 (20.0%) 15 ( 80.0 %) 18 Baik 9 (30.0%) 21 (70.0%) 28 Perlakuan sanitasi kelompok faktor sebelum pemotongan terhadap jumlah cemaran mikroba (TPC) berada diatas batas maksimum standar ketentuan SNI yaitu kategori jelek (100%), sedang (66.7%) dan baik (73.1%). Kelompok faktor saat pemotongan lebih besar di atas batas maksimum SNI yaitu kategori jelek (68.2%), sedang (80.5%) dan baik (64.7%). Demikian juga pada kelompok setelah pemotongan, kategori jelek (71.90%), sedang (80.0%) dan baik (70.0%) berada di atas batas maksimum standar SNI Pada Tabel 6 memperlihatkan bahwa ketiga kelompok faktor sebelum, saat dan setelah pemotongan, jumlah cemaran mikroba (TPC) berada diatas batas maksimum standar SNI lebih besar dibandingkan dengan cemaran mikroba dibawah batas maksimum standar SNI. Hal ini terjadi karena pelaksanaan pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur tidak memperhatikan penerapan sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban. Untuk melihat gambaran jumlah cemaran mikroba berdasarkan kategori sanitasi dapat dilihat pada Gambar 10.

45 ,7 73,1 68,2 80,5 73,1 71, Persen (%) ,3 26,1 31,8 19,5 26,1 28, Dibawah Batas Maks SNI Diatas Batas maks SNI 0 Jelek Sedang Baik Jelek Sedang Baik Jelek Sedang Baik Sebelum Saat Setelah Pemotongan Gambar 10 Jumlah cemaran mikroba (TPC) berdasarkan kategori sanitasi Pengaruh Sanitasi terhadap Jumlah Koliform Pengaruh sanitasi terhadap tingkat cemaran koliform pada sampel daging kambing qurban memperlihatkan bahwa pada ketiga kelompok faktor sebelum, saat dan setelah pemotongan berada di atas batas maksimum standar SNI pada semua kategori jelek, sedang dan baik. Tabel 7 memperlihatkan pada kelompok faktor sebelum pemotongan memiliki kategori jelek 100%, sedang 75% dan baik 72.3%. Kelompok faktor saat pemotongan tingkat cemaran koliform berada di atas batas standar SNI lebih besar yaitu pada kategori jelek 72.7%, sedang 73.2% dan baik 76.5%. Demikian juga pada kelompok setelah pemotongan semua kategori berada di atas batas maksimum standar SNI yaitu kategori jelek 78.1%, sedang 77.8% dan baik 66.7%. Hal ini menunjukkan bahwa di tempat pemotongan hewan qurban telah terjadi cemaran koliform baik sebelum pemotongan, saat pemotongan maupun setelah pemotongan.

46 33 Tabel 7 Tingkat cemaran koliform berdasarkan kategori sanitasi Koliform (%) Kelompok Faktor Kategori Dibawah batas maks SNI Diatas batas maks SNI Total Sampel Sebelum pemotongan Jelek 0 (0%) 3 (100%) 3 Sedang 3 (25%) 9 (75%) 12 Baik 18 (27.7%) 47 (72.3%) 65 Saat pemotongan Jelek 6 (27.3%) 16 (72.7%) 22 Sedang 11 (26.8%) 30 (73.2%) 41 Baik 4 (23.5%) 15 (76.5%) 19 Setelah pemotongan Jelek 7 (21.9%) 25 (78.1%) 32 Sedang 4 (22.2%) 14 (77.8%) 18 Baik 10 (33.3%) 20 (66.7%) 30 Tingkat cemaran koliform terhadap sanitasi digambarkan pada Gambar 11, yang memperlihatkan bahwa nilai diatas batas maksimum cemaran mikroba lebih besar dibandingkan dibawah batas maksimum SNI Cemaran yang berasal dari kelompok koliform lebih dominan berkembang, sedangkan cemaran mikroba lainnya belum terlihat ,3 72,7 73,2 76,5 78,1 77,8 66,7 Persen (%) Jelek 25 Sedang 27,7 Baik 27,3 Jelek 26,8 Sedang 23,5 Baik 21,9 Jelek 22,2 Sedang 33,3 Baik Dibawah Batas Maks SNI Diatas Batas maks SNI Sebelum Saat Setelah Pemotongan Gambar 11 Tingkat cemaran koliform berdasarkan kategori sanitasi

47 34 Pengaruh Sanitasi terhadap Jumlah Staphylococcus aureus Tabel 8 memperlihatkan perlakuan sanitasi kelompok faktor sebelum, saat dan setelah pemotongan terhadap tingkat cemaran S. aureus cenderung berada di bawah batas maksimum standar SNI Untuk kelompok sebelum pemotongan kategori jelek sebesar 100%, sedang 58.3% dan baik 61.5%. Kelompok saat pemotongan kategori jelek 63.6%, sedang 58.5% dan baik 70.0%. Demikian juga pada kelompok faktor setelah pemotongan terlihat kategori jelek 59.4%, sedang 61.1% dan baik 66.7%. Berdasarkan hasil pemeriksaan tingkat cemaran S. aureus terhadap sanitasi tempat pemotongan hewan qurban dengan nilai persentase dibawah batas maksimum standar SNI lebih besar, maka dapat dikatakan cemaran S. aureus mempunyai pengaruh kecil terhadap sanitasi tempat pemotongan hewan qurban. Tabel 8 Tingkat cemaran S. aureus berdasarkan kategori sanitasi S. aureus (%) Kelompok Faktor Kategori Dibawah batas maks SNI Diatas batas maks SNI Total Sampel Sebelum pemotongan Jelek 3 (100%) 0 (0.0%) 3 Sedang 7 (58.3%) 5 (41.7%) 12 Baik 40 (61.5%) 25 (38.5%) 65 Saat pemotongan Jelek 14 (63.6%) 8 (36.3%) 22 Sedang 24 (58.5%) 17 (41.5%) 41 Baik 12 (70.6%) 5 (29.4%) 22 Setelah pemotongan Jelek 19 (59.4%) 13 (40.6%) 32 Sedang 11 (61.1%) 7 (38.9%) 18 Baik 20 (66.7%) 10 (33.3%) 30 Untuk mempertegas gambaran tingkat cemaran S.aureus berdasarkan sanitasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

48 Persen (%) Jelek 0 61, ,7 38,5 Sedang Baik 70,6 63,6 58,5 41,5 36,6 29,4 Jelek Sedang Baik 66,7 59,4 61,1 40,6 38,9 33,3 Jelek Sedang Baik Dibawah Batas Maks SNI Diatas Batas maks SNI Sebelum Saat Setelah Pemotongan Gambar 12 Tingkat cemaran Staphylococcus aureus berdasarkan kategori sanitasi. Pengaruh Sanitasi terhadap Jumlah Escherichia coli Pengaruh sanitasi terhadap cemaran E. coli pada sampel daging kambing qurban dengan batas maksimum SNI dapat dilihat pada Tabel 9. Pengamatan pada kelompok sebelum pemotongan memiliki tingkat cemaran E.coli dengan kategori jelek 33.3% berada dibawah batas maksimum standar SNI, sedangkan pada kategori sedang 58.3% dan baik 60.0% dibawah batas maksimum standar SNI.Kelompok faktor saat pemotongan hewan qurban pada kategori jelek 63.6% dan sedang 61.0% berada dibawah batas maksimum SNI , lebih besar jika dibandingkan dengan persentase diatas batas maksimum SNI. Sedangkan pada kategori baik persentase cemaran E.coli dibawah batas SNI terdapat lebih kecil (47.1%). Sedangkan pada kelompok faktor setelah pemotongan kategori jelek 43.8%, sedang 44.4% dan baik 16.7% berada di bawah batas maksimum standar SNI. Berdasarkan hasil pemeriksaan tingkat cemaran E.coli lebih besar pada kelompok setelah pemotongan hewan qurban.

49 36 Tabel 9 Tingkat cemaran Escherichia coli berdasarkan sanitasi E. coli (%) Kelompok Faktor Kategori Dibawah batas Diatas batas Total maks SNI maks SNI Sebelum pemotongan Jelek 1 (33.3%) 2 (66.7%) 3 Sedang 7 (58.3%) 5 (41.7%) 12 Baik 39 (60.0%) 26 (40.0%) 65 Saat pemotongan Jelek 14 (63.6%) 8 (36.4%) 22 Sedang 25 (61.0%) 16 (39.0%) 41 Baik 8 (47.1%) 9 (52.9%) 17 Setelah pemotongan Jelek 14 (43.8%) 18 (56.2%) 32 Sedang 8 (44.4%) 10 (55.6%) 18 Baik 5 (16.7%) 25 (83.3%) 30 Untuk melihat tingkat cemaran E.coli berdasarkan sanitasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini: 90 83,3 80 Persen (%) , ,7 58, , ,6 63, ,9 47, ,2 43,8 44,4 55,6 16,7 Dibawah Batas Maks SNI Diatas Batas maks SNI 0 Jelek Sedang Baik Jelek Sedang Baik Jelek Sedang Baik Sebelum Saat Setelah Pemotongan Gambar 13 Tingkat cemaran Escherichia coli berdasarkan kategori sanitasi.

50 37 Untuk mengetahui hubungan antara kelompok faktor yang mempengaruhi sanitasi terhadap cemaran mikroba dilakukan dengan pengujian statistik dengan Chi-square dan nilai V-cramer dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Nilai? 2 dan V-cramer hubungan antara faktor sanitasi dengan cemaran mikroba Kelompok factor Sebelum pemotongan? 2 dan V Cramer? 2 V Cema ran mikroba TPC Koliform S. aureus E. coli Saat pemotongan? 2 V Setelah pemotongan? 2 V * * Berbeda nyata pada a = 0.05 Pada Tabel 10 memperlihatkan bahwa cemaran E. coli memiliki hubungan nyata dengan sanitasi tempat pemotongan hewan qurban pada kegiatan setelah pemotongan. Setelah pemotongan hewan qurban dilakukan pembagian daging karkas dikumpulkan di suatu tempat untuk dipotong-potong. Sebagai alas tempat pembagian daging dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu di atas lantai beralaskan plastik atau di atas meja/kayu. Hasil pemeriksaan setelah pemotongan hewan qurban di tempat pembagian daging terhadap cemaran E. colimenunjukkan bahwa yang dilakukan di atas lantai beralas plastik berada dibawah batas maksimum standar SNI 57.1%, sedangkan di atas meja/papan kayu 59.0%. Hasil ini mengindikasikan bahwa pembagian daging yang dilakukan di atas meja/papan kayu relative lebih baik. Pembagian daging yang dilakukan di atas lantai beralas plastik sangat mudah terinjak oleh petugas pembagian daging, sehingga menyebabkan timbulnya cemaran mikroba antara lain oleh E. coli. Sebagai gambaran cemaran E. coli di tempat pembagian daging dapat dilihat pada Tabel 11.

51 38 Tabel 11 Cemaran Escherichia coli di tempat pembagian daging. Tempat pembagian daging Di atas lantai beralas plastik Dibawah batas maks SNI Escherichia coli (%) Diatas batas maks SNI Total sampel 4(57.1%) 3 (42.9%) 7 Di atas meja/ Papan kayu 43 (59%) 30 (41%) 73 Untuk membuktikan bahwa cemaran E. coli. terjadi di tempat pemotongan hewan qurban maka dilakukan pengujian terhadap penanganan jeroan dengan sanitasi di tempat pambagian daging dengan jeroan serta pengemasan. Tempat pembagian daging dan jeroan dilakukan dengan cara tempat yang terpisah atau dilakukan ditempat yang sama (dicampur), demikian juga untuk pengemasan yang diberikan kepada masyarakat. Tabel 12 Hubungan antara tempat pembagian daging dan jeroan dengan cemaran Escherichia coli Pembagian daging dan jeroan Dicampur Dipisah Dibawah batas maks SNI 15 (44.1%) 32 (69.6%) Escherichia coli (%) Diatas batas Total? 2 dan V- Cramer maks SNI Sample 19 (55.9%) 34? 2 : 5.224* V : (30.4%) 46 * Berbeda nyata pada a =0.05 Tabel 12 memperlihatkan terdapat hubungan nyata antara sanitasi tempat pembagian daging dan jeroan dengan cemaran E. coli, dan pada pembagian daging yang dipisah antara daging dan jeroan persentase cemaran E. coli yang berada dibawah batas maksimum ketentuan SNI sebesar 69.9% lebih baik dibandingkan dengan yang dicampur 44.1%.

52 39 Tabel 13 Hubungan antara pengemasan daging dan jeroan dengan cemaran Escherichia coli. Pengemasan daging dan jeroan Dibawah batas maks SNI Escherichia coli (%) Diatas batas maks SNI Total Sampel? 2 dan V- Cramer Dicampur 17 (41.5%) 24 (58.5%) 41? 2 : * V: Dipisah 30 (77%) 9 (23%) 39 * Berbeda nyata pada a= 0.05 Pada kelompok pengemasan yang dilakukan dicampur dan dipisah terdapat hubungan nyata dengan cemaran E. coli, dan pada kelompok dicampur persentase cemaran E. coli diatas batas standar maksimum ketentuan SNI sebesar 58.5%, lebih tinggi dibandingkan tingkat cemaran E. coli pada kelompok dipisah (23.0%). Menurut Sudarwanto (2004), Riemann dan Bryan (1979) bahwa E.coli tumbuh dan berkembang biak pada usus manusia dan hewan. Hal ini menunjukkan bahwa E. coli telah ada pada usus kambing dan menimbulkan cemaran di saat pembagian dan pengemasan daging dengan jeroan.

53 40 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian membuktikan faktor sanitasi mempengaruhi timbulnya cemaran mikroba di tempat pemotongan hewan qurban Kotamadya Jakarta Timur pada 80 lokasi dengan memperlihatkan bahwa tingkat cemaran mikroba aerob (TPC) dan cemaran koliform cenderung berada diatas batas maksimum standar SNI. Diperoleh rataan cemaran mikroba diatas batas maksimum standar SNI berturut-turut adalah jumlah mikroba (TPC) 5.5 x 10 6 cfu/g dengan standar deviasi 6.5 x 10 5 cfu/g; rataan koliform 1.1 x 10 3 MPN/g dengan standar deviasi 1.0 x 10 3 MPN/g; rataan Staphylococcus aureus 2.7 x 10 2 cfu/g dengan standar deviasi 7.7 x10 2 cfu/g; dan rataan Escherichia coli 4.1 x 10 2 MPN/g dengan standar deviasi 7.9 x 10 2 MPN/g, tidak ditemukan adanya cemaran Salmonella pada sampel daging kambing qurban yang diteliti. Membuktikan bahwa peranan sanitasi mempengaruhi terjadinya cemaran mikroba di tempat pemotongan hewan qurban, mikroba Escherichia coli terjadi setelah pemotongan yaitu saat pembagian dan pengemasan daging dan jeroan. Saran Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai pedoman pada kegiatan pemotongan hewan qurban yang baik dengan memperhatikan sarana dan prasarana antara lain pemotongan dan pembagian daging dilakukan di atas meja kayu, lantai tempat pembagian daging dengan alas plastik tidak diperbolehkan untuk diinjak oleh petugas. Lantai pemotongan hewan sebaiknya di atas lantai semen dan mudah dibersihkan. Untuk kepentingan masyarakat agar pemerintah pusat maupun daerah dapat membuat percontohan tempat pemotongan hewan qurban di setiap kelurahan di Kotamadya Jakarta Timur.

54 41 DAFTAR PUSTAKA Amin A, Borah P Bacteriological Quality of Goat Meat Marketed in Guwahati City, Indian Vet. J. Volume 79, Anonimus Salmonella, Brown MH Meat Microbiology, London: Applied Science Publishers. Banwart GJ Basic Food Microbiology, New York: Chapman and Hall. [BSN] Badan Standarisasi Nasional Standard Nasional Indonesia SNI Cara Uji Cemaran Mikroba, Jakarta. [BSN] Badan Standarisasi Nasional Standard Nasional Indonesia SNI Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan makanan Asal Hewan, Jakarta. Dennis Kunkel Escherichia coli, Doyle MP Foodborne Bacterial Pathogens. Food Research Institute University of Wisconsin-Madison. New York: Marcel Dekker, Inc. Dickson JS, Anderson ME Microbiological Decontamination of Food Animal Carcasses by Washing and Sanitazing System: A review. J. Food Protect. 55: [Dinas PEKANLA] Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. 2003a. Laporan Kegiatan Pelayanan Kesehatan Hewan Qurban di DKI Jakarta. [Dinas PEKANLA] Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. 2003b. Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Hewan dan Daging saat Idul Adha. [Dinas PEKANLA] Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta Laporan Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Hewan Qurban Tahun 1424 H/2004 M Dewanti Bakteri Indikator Keamanan Air Minum. [FKH IPB] Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Laporan Kegiatan Pemeriksaan Hewan Qurban 1424 H di DKI Jakarta.

55 42 Hayes PR Food Microbiology and Hygiene. Ed.2. London: Chapman and Hall. Hansson IB Microbiological Meat Quality in High and Low Capacity Slaughterhouse in Sweden. J. Food Protect. 64: Heritage Staphylococcus aureus, teach/dental/tutorial/ classification/g pcexplain.htm. Jay JM Modern Food Microbiology. Ed.5. New York: Chapman and Hall. Kevin Yam Coliform, http :// Lawrie RA Ilmu Daging. Edisi Kelima. Penerjemah: A Prakkasi. Jakarta: UI Press. Lukman DW Mikrobiologi Pangan Asal Hewan. Bahan Kuliah dan Praktikum. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Lukman DW Meat Hygiene. Bahan Kuliah. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Muchtadi TR dan Sugiono Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Moerad B Sistem Pengawasan Keamanan Daging Asal Luar Negeri, disampaikan pada Seminar Keamanan Pangan Masalah Daging Impor di Jakarta 11 Mei Natasasmita S, Priyanto R, Tauchid DM Pengantar Evaluasi Daging. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Portillo FG Molecular and Cellular Biology of Salmonellosis Pathogenesis. Didalam: Cary JW, Linz JE, Bhatnager D. Microbial Disease Mechanism of Pathogenesis and Toxin Synthesis. Lancester: Technonic Publishing Inc. Phillips D, Sumner J, Alexander JF, Dutton KM Microbiological Quality Of Australian Beef. J. Food Protect. 64: Pitona T Program Monitoring dan Survey Cemaran Mikroba pada Komoditi ternak di Wilayah Kerja BPPV Regional VII Maros,disampaikan pada Pertemuan Koordinasi Pemberantasan Penyakit Hewan Menular dan Laboratorium Kesehatan Hewan se Wilayah Kerja Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional VII Maros Tahun 2004 di Palu.

56 43 Riemann H, Bryan FL Food Borne Infection and Intoxications, Academic Press, Inc. San Diego, California Sudarisman T, Elvina Petunjuk Memilih Produk Ikan dan Daging. Jakarta: Penebar Swadaya. Soeparno Ilmu dan Tehnologi Daging. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Supardi dan Sukamto Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Bandung: Penerbit Alumni. Samelis J, Sofos JN, Kendall PA, Smith GC Effect of Acid Adaptation on Survival of Escherichia coli O 157:H7 in Meat Decontamination Washing Fluids and Potential Effect of Organic Acid Interventions on The Microbial Ecology of The Meat Plant Environment. J. Food Protect. 65: Sudarwanto M Kesehatan Lingkungan. Bahan Kuliah. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Kotamadya Jakarta Timur Laporan Hasil Kegiatan Monitoring dan Pengawasan Hewan Qurban Tahun Anggaran Soejoedono R Mikrobiologi Pangan Asal Hewan. Bahan Kuliah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

57 LAMPIRAN 44

58 45 Lampiran 1 Data pemotongan hewan qurban di DKI Jakarta Tahun 2004 Jumlah pemotongan hewan qurban di DKI Jakarta Tahun 2004 No Wilayah Jumlah lokasi penyembelihan Jenis hewan qurban (Ekor) Sapi Kerbau Kambing Domba Total 1. Jkt Pusat Jkt Utara Jkt Timur Jkt Selatan Jkt Barat RPH Cakung Jumlah Sumber: Laporan Pemotongan Hewan Qurban, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta (2004)

59 46 Lampiran 2 Data pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur Tahun 2004 No. Jumlah pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur Tahun 2004 Kecamatan Jumlah lokasi Jumlah hewan yang dipotong (ekor) penyembelihan Sapi Kerbau Kambing Domba Jumlah pekerja (orang) 1 Matraman Jatinegara D. Sawit Pulogadung Makasar Cakung Kr. Jati Ciracas Cipayung Ps. Rebo Jumlah Sumber: Laporan Pemotongan Hewan Qurban, Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Kotamadya Jakarta Timur (2004)

60 47 Lampiran 3 Batas maksimum cemaran mikroba pada daging menurut SNI Jenis Cemaran Mikroba 1. Jumlah total mikroba aerob (total plate count) 2. Koliform 3. Escherichia coli 4. Enterococci 5. Staphylococcus aureus 6. Clostridium sp. 7. Salmonella sp. 8. Campylobacter sp. 9. Listeria sp. Daging segar/beku (cfu/gr) 1 X X X X X Negatif 0 0 Daging tanpa tulang (cfu/gr) 1 X X X X X Negatif 0 0

61 48 Lampiran 4 Kuesioner pemotongan hewan qurban. A. Data Umum Lokasi penyembelihan: Kelurahan : Kecamatan : B. Data Khusus 1. (Diisi dengan melakukan wawancara dengan penanggung jawab / panitia penyembelihan hewan qurban) 1. Nama penanggung jawab 2. Pendidikan penanggung jawab SD SLTP SLTA 3. Pengetahuan higiene dan sanitasi Tahu 4. Jumlah ternak di potong 4.1. Ternak besar Sapi Kerbau 4.2. Ternak kecil Kambing Domba S0 (Diploma) S1 (Sarjana) Tidak Tahu ekor ekor ekor ekor

62 49 C. Data Khusus 2. (Diisi dengan melakukan pengamatan) 1. Tempat penampungan ternak Ada Tidak 2. Penyembelihan ternak besar dan kecil Terpisah Tidak terpisah 3. Lantai tempat penyembelihan Lantai bersemen/ubin/keramik Tanah/Rumput 4. Penampungan pembuangan darah Lubang yang digali di tanah Langsung dibuang ke selokan/sungai Langsung ditanah/rumput Ditampung dibak/wadah/kantung plastik 5. Pengerjaan karkas Diatas lantai beralas plastic Diatas tanah/rumput 6. Pengeluaran jeroan Dilakukan pengikatan pada pangkal oesophagus dan pangkal anus /debolling Tidak dilakukan pengikatan pada pangkal oesophagus dan pangkal anus (debolling) 7. Pembuangan jeroan Langsung dibuang ke selokan/sungai (feses/lambung/usus) Lubang yang digali di tanah Dibuang ke tempat sampah Ditampung dengan kantung plastik/wadah 8. Tempat pembagian daging Diatas lantai beralas plastik 9. Tempat pembagian daging dan jeroan Dipisah Diatas meja/papan kayu Dicampur 10. Pengemasan daging dan jeroan Dipisah Dicampur 11. Sumber air PAM Sumur Sungai/Danau 12. Jarak sumber air dengan proses penyembelihan... meter 13. Tersedia air untuk mencuci tangan Ya Tidak Nama : Tanda tangan : Enumerator Penanggung jawab

63 50 Lampiran 5 Lokasi pengambilan sampel berdasarkan metoda sampling Lokasi Jumlah sampel 1. Kecamatan Jatinegara a. Kelurahan Bidaracina : 5 b. Kelurahan Cip. Besar Selatan : 3 c. Kelurahan Cip. Cempedak : 7 Total : Kecamatan Duren Sawit a. Kelurahan Duren Sawit : 2 b. Kelurahan Pondok Kelapa : 5 Total : 7 3. Kecamatan Ciracas a. Kelurahan Cibubur : 1 b. Kelapa II Wetan : 3 Total : 4 4. Kecamatan Cipayung a. Kelurahan Ceger : 3 b. Kelurahan Lubang Buaya : 1 c. Kelurahan Bambu Apus : 2 d. Kelurahan Cilangkap : 2 Total : 8 5. Kecamatan Matraman a. Kelurahan Kebon Manggis : 3 b. Kelurahan Utan Kayu Selatan : 5 Total : 8 6. Kecamatan Cakung a. Kelurahan Cakung : 1 b. Kelurahan Penggilingan : 3 c. Kelurahan Pulo Gebang : 5 d. Kelurahan Ujung Menteng : 3 Total : Kecamatan Makasar a. Kelurahan Pinang Ranti : 3 b. Kelurahan Cipinang Melayu : 2 Total : 5

64 51 Lokasi Jumlah sampel 8. Kecamatan Pulogadung a. Kelurahan Pisangan Timur : 3 b. Kelurahan Pulo Gadung : 3 c. Kelurahan Cipinang : 3 Total : 9 9. Kecamatan Pasar Rebo a. Kelurahan Pasar Rebo : 1 b. Kelurahan Cijantung : 3 c. Kelurahan Gedong : 2 Total : Kecamatan Kramat Jati a. Kelurahan Keramat Jati : 2 b. Kelurahan Batu Ampar : 3 c. Kelurahan Dukuh : 1 Total : 6 Jumlah total sampel : 80

65 52 Lampiran 6 Pengelompokan dan pembobotan faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban Pengelompokan dan Pembobotan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sanitasi Di Tempat Pemotongan Hewan Qurban I. Sebelum Pemotongan No Faktor yang mempengaruhi Bobot 1 Tempat penampungan ternak 1 2 Pemisahan penyembelihan ternak besar dan kecil 1 3 Sumber air 3 4 Ketersediaan air untuk mencuci tangan 3 II. Saat Pemotongan No Faktor yang mempengaruhi Bobot 1 Lantai tempat penyembelihan 2 2 Penampungan pembuangan darah 1 3 Pengerjaan karkas (proses pengulitan) 3 4 Proses pengeluaran isi perutan (jeroan) 3 III. Setelah Pemotongan No Faktor yang mempengaruhi Bobot 1 Pembuangan isi perutan 1 2 Tempat pembagian daging 3 3 Tempat pembagian daging dan jeroan 3 4 Pengemasan daging dan jeroan 3 Keterangan bobot : 1. Paling sedikit memberikan pengaruh terhadap terjadinya pencemaran daging oleh mikroba. 2. Memberikan pengaruh terhadap terjadinya pencemaran daging oleh mikroba. 3. Paling banyak memberikan pengaruh terhadap terjadinya pencemaran daging oleh mikroba.

66 53 Lampiran 7 Skoring/penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban Skoring (Penilaian) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sanitasi Di Tempat Pemotongan Hewan Kurban No Faktor yang mempengaruhi Nilai I Sebelum pemotongan 1 Tempat penampungan ternak Ada 2 Tidak ada 1 2 Pemisahan penyembelihan ternak besar Terpisah 2 dan kecil Tidak terpisah 1 3 Sumber air PAM 3 Sumur 2 Danau/sungai 1 4 Ketersediaan air untuk mencuci tangan Ada 2 Tidak ada 1 II Saat pemotongan 1 Lantai tempat penyembelihan Lantai bersemen/ 2 ubin/keramik Tanah/rumput 1 2 Penampungan pembuangan darah Lubang digali 4 ditanah Ditampung 3 dibak/wadah Langsung ditanah/rumput 2 Langsung dibuang 1 keselokan/sungai 3 Pengerjaan karkas (proses pengulitan) Diatas lantai beralas 2 plastik/semen Diatas tanah/rumput 1 4 Proses pengeluaran jeroan Dilakukan 2 pengikatan (debolling) Tidak dilakukan pengikatan 1

67 54 No Faktor yang mempengaruhi Nilai III Setelah pemotongan 1 Pembuangan jeroan Lubang yang digali 4 ditanah Ditampung dengan 3 plastik/wadah Dibuang ke selokan/sungai 2 Dibuang ke tempat 1 sampah 2 Tempat pembagian daging Diatas lantai beralas 2 plastik Diatas meja/papan 1 kayu 3 Tempat pembagian daging dan jeroan Dipisah 2 Dicampur 1 4 Pengemasan daging dan jeroan Dipisah 2 Dicampur 1 Keterangan Penilaian : 1) Jika ada 2 kondisi : Nilai 1 : Banyak menimbulkan kontaminasi mikroba pada daging. Nilai 2 : Sedikit dapat menimbulkan kontaminasi mikroba pada daging. 2) Jika ada 3 kondisi : Nilai 1 : Paling banyak menimbulkan kontaminasi mikroba pada daging. Nilai 2 : Agak banyak menimbulkan kontaminasi mikroba pada daging. Nilai 3 : Sedikit menimbulkan kontaminasi mikroba pada daging. 3) Jika ada 4 kondisi : Nilai 1 : Paling banyak menimbulkan kontaminasi mikroba pada daging. Nilai 2 : Agak banyak menimbulkan kontaminasi mikroba pada daging. Nilai 3 : Sedikit menimbulkan kontaminasi mikroba pada daging. Nilai 4 : Paling sedikit menimbulkan kontaminasi mikroba pada daging.

68 55 Lampiran 8 Pengolahan data dengan penghitungan statistik Frequencies Frequency Table Sanitasi sebelum pemotongan Valid Buruk Sedang Baik Total Valid Cumulativ Frequency Percent Percent e Percent Valid Buruk Sedang Baik Total Sanitasi saat pemotongan Valid Cumulativ Frequency Percent Percent e Percent Valid Buruk Sedang Baik Total Sanitasi pasca potong Frequency Percent Valid Percent Cumulativ e Percent

69 56 Valid Di bawah standar Di atas standar Total TPC Valid Cumulativ Frequency Percent Percent e Percent Valid Di bawah standar Di atas standar Total AUREUS Valid Cumulativ Frequency Percent Percent e Percent Valid Di bawah standar Di atas standar Total COLI Valid Cumulativ Frequency Percent Percent e Percent

70 57 Pendugaan selang : P^ ± Z /2 P^(1-P^) Ket : : 0.05 n 1). Pendugaan TPC dengan selang kepercayaan 95% Di atas batas maksimum SNI : 73.8 % P = P = ± 1.96 ((0.738) (0.262))/ ± => (64.2 % %) 2). Pendugaan Koliform dengan selang kepercayaan 95% Di atas batas maksimum SNI : 73.8 % P = P = ± 1.96 ((0.738) (0.262)/ ± => (64.2% %) 3). Pendugaan S. aureus dengan selang kepercayaan 95% Diatas batas maksimum SNI: 37.5% P = P = ± 1.96 ((0.375) (0.625))/ ± ± => (26.9 % %) 4). Pendugaan E. coli dengan selang kepercayaan 95% Di atas batas maksimum SNI : 41.3% P = P = ± 1.96 ((0.413) (0.587))/ ± ± => (30.5 % %)

71 58 Crosstabs Sanitasi sebelum pemotongan * TPC Crosstab Count Sanitasi sebelum pemotongan Total Buruk Sedang Baik TPC Di bawah Di atas standar standar Total Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided) a a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is.79. Nominal by Nominal N of Valid Cases Symmetric Measures Phi Cramer's V a. Not assuming the null hypothesis. Approx. Value Sig b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. 80

72 59 Sanitasi sebelum pemotongan * Koliform Crosstab Count Sanitasi sebelum pemotongan Total Buruk Sedang Baik COLIFORM Di bawah Dia atas standar standar Total Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided) a a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is.79. Nominal by Nominal N of Valid Cases Symmetric Measures Phi Cramer's V a. Not assuming the null hypothesis. Approx. Value Sig b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. 80

73 60 Sanitasi sebelum pemotongan * S. aureus Crosstab Count Sanitasi sebelum pemotongan Total Buruk Sedang Baik AUREUS Di bawah Di atas standar standar Total Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided) a a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Nominal by Nominal N of Valid Cases Symmetric Measures Phi Cramer's V a. Not assuming the null hypothesis. Approx. Value Sig b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. 80

74 61 Sanitasi sebelum pemotongan * E. coli Crosstab Count Sanitasi sebelum pemotongan Total Buruk Sedang Baik COLI Di bawah Di atas standar standar Total Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided).842 a a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Nominal by Nominal N of Valid Cases Symmetric Measures Phi Cramer's V a. Not assuming the null hypothesis. Approx. Value Sig b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. 80

75 62 Sanitasi saat pemotongan * TPC Crosstab Count Sanitasi saat pemotongan Total Buruk Sedang Baik TPC Di bawah Di atas standar standar Total Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided) a a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Nominal by Nominal N of Valid Cases Symmetric Measures Phi Cramer's V a. Not assuming the null hypothesis. Approx. Value Sig b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. 80

76 63 Sanitasi saat pemotongan * Koliform Crosstab Count Sanitasi saat pemotongan Total Buruk Sedang Baik COLIFORM Di bawah Dia atas standar standar Total Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided).084 a a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Nominal by Nominal N of Valid Cases Symmetric Measures Phi Cramer's V a. Not assuming the null hypothesis. Approx. Value Sig b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. 80

77 64 Sanitasi saat pemotongan * S. aureus Crosstab Count Sanitasi saat pemotongan Total Buruk Sedang Baik AUREUS Di bawah Di atas standar standar Total Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided).761 a a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Nominal by Nominal N of Valid Cases Symmetric Measures Phi Cramer's V a. Not assuming the null hypothesis. Approx. Value Sig b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. 80 Sanitasi saat pemotongan.* E. coli Crosstab Count Sanitasi saat pemotongan Total Buruk Sedang Baik COLI Di bawah Di atas standar standar Total

78 65 Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided) a a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Nominal by Nominal N of Valid Cases Symmetric Measures Phi Cramer's V a. Not assuming the null hypothesis. Approx. Value Sig b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. 80

79 66 Sanitasi pasca potong * TPC Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided) a a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Nominal by Nominal N of Valid Cases Symmetric Measures Phi Cramer's V a. Not assuming the null hypothesis. Approx. Value Sig b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. 80 Sanitasi pasca potong * Koliform Crosstab Count Sanitasi pasca potong Total Buruk Sedang Baik COLIFORM Di bawah Dia atas standar standar Total Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided) a a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.72.

80 67 Nominal by Nominal N of Valid Cases Symmetric Measures Phi Cramer's V a. Not assuming the null hypothesis. Approx. Value Sig b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. Sanitasi pasca potong * S. aureus 80 Crosstab Count Sanitasi pasca potong Total Buruk Sedang Baik AUREUS Di bawah Di atas standar standar Total Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided).370 a a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Sanitasi pasca potong * E. coli Crosstab Count Sanitasi pasca potong Total Buruk Sedang Baik COLI Di bawah Di atas standar standar Total

81 68 Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided) a a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Nominal by Nominal N of Valid Cases Symmetric Measures Phi Cramer's V a. Not assuming the null hypothesis. Approx. Value Sig b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. 80

82 69 Crosstabs Pembuangan isi perutan * E. coli Crosstab Count Pembuangan isi perutan Total Dibuang ke tempat sampah Dibuang ke selokan/sungai Ditampung dengan kantung Lubang digali di tanah COLI Di bawah Di atas standar standar Total Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Asymp. Sig. Value df (2-sided) a a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Nominal by Nominal N of Valid Cases Symmetric Measures Phi Cramer's V a. Not assuming the null hypothesis. Approx. Value Sig b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. 80

83 70 Tempat pembagian daging * E. coli Crosstab Count tempat pembagian daging Total Di atas lantai beralas plastik Di atas meja/papan kayu COLI Di bawah Di atas standar standar Total Pearson Chi-Square Continuity Correction a Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Chi-Square Tests Asymp. Sig. Value df (2-sided).008 b a. Computed only for a 2x2 table Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Nominal by Nominal N of Valid Cases Symmetric Measures Phi Cramer's V a. Not assuming the null hypothesis. Approx. Value Sig b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. 80

84 71 Tempat pembagian daging dan jeroan * E. coli Crosstab Count Tempat pembagian daging dan jeroan Total Dicampur Dipisah COLI Di bawah Di atas standar standar Total Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction a Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Asymp. Sig. Value df (2-sided) b a. Computed only for a 2x2 table Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Nominal by Nominal N of Valid Cases Symmetric Measures Phi Cramer's V a. Not assuming the null hypothesis. Approx. Value Sig b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. 80

85 72 Pengemasan daging dan jeroan * E. coli Crosstab Count Pengemasan daging dan jeroan Total Dicampur Dipisah COLI Di bawah Di atas standar standar Total Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction a Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Asymp. Sig. Value df (2-sided) b a. Computed only for a 2x2 table Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Nominal by Nominal N of Valid Cases Symmetric Measures Phi Cramer's V a. Not assuming the null hypothesis. Approx. Value Sig b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. 80

86 73 Lampiran 9 Surat ijin penelitian di Kotamadya Jakarta Timur

87 74

88 75

89 76

90 77

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan mengambil data berdasarkan wawancara dan pengisian kuesioner serta pengambilan sampel daging kambing di tempat pemotongan hewan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi

TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi 4 TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi Higiene berasal dari bahasa Yunani yang artinya sehat atau baik untuk kesehatan. Tujuan higiene adalah untuk menjamin agar daging tetap aman dan layak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Susu Bubuk Skim Impor

MATERI DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Susu Bubuk Skim Impor MATERI DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di Laboratorium Teknologi Pascapanen dan Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tampan pada bulan Maret sampai

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tampan pada bulan Maret sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tampan pada bulan Maret sampai April 2015. Analisis aspek mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Makanan dan Minuman Dinas

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. observasi kandungan mikroorganisme Coliform dan angka kuman total pada susu

BAB III METODE PENELITIAN. observasi kandungan mikroorganisme Coliform dan angka kuman total pada susu BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian deskripsi dengan metode observasi. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi kandungan

Lebih terperinci

BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN BAB II MATERI DAN METODE PENELITIAN 2.1. Materi Penelitian 2.1.1. Lokasi Sampling dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini sampel diambil dari lokasi-lokasi sebagai berikut: 1. Rumah Pemotongan Hewan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di

BAHAN DAN METODE. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012 di Balai Laboratorium Kesehatan Medan. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah garam buffer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan September Oktober Tempat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan September Oktober Tempat 21 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September Oktober 2014. Tempat penelitian yaitu pasar tradisional di Bandar Lampung dan di Laboratorium Kesmavet

Lebih terperinci

Analisa Mikroorganisme

Analisa Mikroorganisme 19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging

Lebih terperinci

TINGKAT KEAMANAN SUSU BUBUK SKIM IMPOR DITINJAU DARI KUALITAS MIKROBIOLOGI UTI RATNASARI HERDIANA

TINGKAT KEAMANAN SUSU BUBUK SKIM IMPOR DITINJAU DARI KUALITAS MIKROBIOLOGI UTI RATNASARI HERDIANA TINGKAT KEAMANAN SUSU BUBUK SKIM IMPOR DITINJAU DARI KUALITAS MIKROBIOLOGI UTI RATNASARI HERDIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2012 di Bagian Mikrobiologi Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera utara.

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan untuk mengetahui kondisi sanitasi fasilitas mesin peralatan, antara lain media Plate Count Agar (PCA), media Acidified Potato Dextrose

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada April 2014 di Tempat Pemotongan Hewan di Bandar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada April 2014 di Tempat Pemotongan Hewan di Bandar III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada April 2014 di Tempat Pemotongan Hewan di Bandar Lampung, Laboratorium Penguji Balai Veteriner Lampung, dan Laboratorium Nutrisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1. Metode Pengumpulan Data 2.1.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel nasi bungkus diambil dari penjual nasi bungkus di wilayah sekitar kampus Universitas Udayana Bukit Jimbaran.

Lebih terperinci

Mutu karkas dan daging ayam

Mutu karkas dan daging ayam Standar Nasional Indonesia Mutu karkas dan daging ayam ICS 67.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini sampel air sumur diambil di rumah-rumah penduduk

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini sampel air sumur diambil di rumah-rumah penduduk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pada penelitian ini sampel air sumur diambil di rumah-rumah penduduk sekitar Kecamatan Semampir Surabaya dari 5 kelurahan diantaranya Ujung, Ampel,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 media violet red bile agar (VRB). Sebanyak 1 ml contoh dipindahkan dari pengenceran 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA Siti Fatimah1, Yuliana Prasetyaningsih2, Meditamaya Fitriani Intan Sari 3 1,2,3 Prodi D3 Analis Kesehatan STIKes Guna Bangsa

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi merupakan hewan berdarah panas yang berasal dari famili Bovidae. Sapi banyak dipelihara sebagai hewan ternak. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas ternak

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif. B. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium mikrobiologi, Universitas Muhammadiyah Semarang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB pada bulan Desember 2009 hingga Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis/Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian penjelasan atau Explanatory Research karena ingin mengetahui variabel-variabel

Lebih terperinci

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Pendahuluan Dan makanlah makanan yang Halal lagi Baik dari apa yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo kemudian diteruskan dengan pemeriksaan bakteri Salmonella sp. di

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo kemudian diteruskan dengan pemeriksaan bakteri Salmonella sp. di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian dilakukan pada warung-warung minuman yang menjual Susu Telur Madu Jahe (STMJ) di taman kota Damay kecamatan Kota Selatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan  Metode Penelitian Sampel 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April Penelitian ini

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April Penelitian ini BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 26. Penelitian ini dilakukan di Pasar Tradisional di Kabupaten Semarang yaitu Pasar Projo Ambarawa, Pasar Sumowono, Pasar Babadan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan yaitu dari bulan Oktober 2011 sampai Mei 2012. Lokasi penelitian di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Terpadu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode deskriptif. B. Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sampai Desember Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan

BAB III METODE PENELITIAN. sampai Desember Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ± 3 bulan dimulai bulan Oktober sampai Desember 2013. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara semi terstruktur (semi-structured interview) disertai dengan

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara semi terstruktur (semi-structured interview) disertai dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini diawali dengan mengkaji tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan baku jamu gendong dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel air diambil dari air sumur gali yang berada di Kelurahan Nunbaun Sabu Kecamatan Alak Kota Kupang yang selanjutnya sampel air dianalisa di

Lebih terperinci

KEAMANAN MENGKONSUMSI SATE KAMBING DITINJAU DARI ASPEK PEMANASAN DAN TINGKAT CEMARAN MIKROBA DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR CHAIDIR TAUFIK

KEAMANAN MENGKONSUMSI SATE KAMBING DITINJAU DARI ASPEK PEMANASAN DAN TINGKAT CEMARAN MIKROBA DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR CHAIDIR TAUFIK KEAMANAN MENGKONSUMSI SATE KAMBING DITINJAU DARI ASPEK PEMANASAN DAN TINGKAT CEMARAN MIKROBA DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR CHAIDIR TAUFIK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 2 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2013 dengan tahapan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2013 dengan tahapan 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Desember 2013 dengan tahapan kegiatan, yaitu pengambilan sampel, isolasi dan identifikasi bakteri

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi

METODE Lokasi dan Waktu Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Laboratorium mikrobiologi, SEAFAST CENTER, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persyaratan Biologis Untuk Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu berasal dari 5 kabupaten yaitu Bogor, Bandung, Cianjur, Sumedang dan Tasikmalaya. Lima sampel kandang diambil dari setiap kabupaten sehingga jumlah keseluruhan sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perhitungan bakteri coliform ikan bandeng (Chanos chanos) yaitu : Hasil Tabung Reaksi Setelah Uji Pendugaan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perhitungan bakteri coliform ikan bandeng (Chanos chanos) yaitu : Hasil Tabung Reaksi Setelah Uji Pendugaan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Pengujian ini memperoleh hasil dalam uji pendugaan, uji penegasan serta perhitungan bakteri coliform ikan bandeng (Chanos chanos) yaitu : 1.1.1 Hasil Tabung Reaksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan Kunak, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Sampel diuji di laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen

Lebih terperinci

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang mempunyai daya pengawet alamiah yang paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisis terhadap infeksi mikroba. Mekanisme

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN. Pemeriksaan bakteri Coliform pada air limbah dilakukan Balai Riset dan

BAB III METODE PENGUJIAN. Pemeriksaan bakteri Coliform pada air limbah dilakukan Balai Riset dan BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pemeriksaan bakteri Coliform pada air limbah dilakukan Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan Jalan Sisingamangaraja No 24, Medan yang dilakukan pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. selesai. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium FIKKES Universitas. Muhammadyah Semarang, Jl. Wonodri Sendang No. 2A Semarang.

METODE PENELITIAN. selesai. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium FIKKES Universitas. Muhammadyah Semarang, Jl. Wonodri Sendang No. 2A Semarang. 7 METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. A. Waktu Dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan mulai bulan April 2007 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika dan ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Parameter Fisika dan Kimia Air Sumur Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika

Lebih terperinci

HIGIENE DAN SANITASI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DI WILAYAH DKI JAKARTA THERESIA AURENSIA AURORA

HIGIENE DAN SANITASI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DI WILAYAH DKI JAKARTA THERESIA AURENSIA AURORA HIGIENE DAN SANITASI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN KURBAN DI WILAYAH DKI JAKARTA THERESIA AURENSIA AURORA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Higienis dan Sanitasi Higienis adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan

I. PENDAHULUAN. Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang banyak dijumpai dan penyebab signifikan menurunnya produktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif. B. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di laboraturium Mikrobiologi Universitas Muhammadiyah Semarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Daging merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi, kerbau, kuda, domba, kambing,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal)

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal) TINJAUAN PUSTAKA Karkas Ayam Pedaging Ayam dibagi menjadi 2 tipe yaitu ayam petelur dan ayam pedaging. Ayam petelur adalah ayam yang dimanfaatkan untuk diambil telurnya sedangkan ayam pedaging adalah ayam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Salmonella spp. dengan Metode SNI Lima puluh contoh kotak pengangkutan DOC yang diuji dengan metode SNI menunjukkan hasil: empat contoh positif S. Enteritidis (8%).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian pada penelitian ini adalah Deskriptif Laboratorik.

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian pada penelitian ini adalah Deskriptif Laboratorik. III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian pada penelitian ini adalah Deskriptif Laboratorik. 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - April 2013.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diuji di Laboratorium Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo. Waktu penelitian yaitu pada tanggal 4-23 Desember tahun 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. diuji di Laboratorium Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo. Waktu penelitian yaitu pada tanggal 4-23 Desember tahun 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada penjual daging sapi di tempat pemotongan hewan di Kota Gorontalo dan selanjutnya diambil sampel

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Susu UHT Impor Bahan Media dan Reagen Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Susu UHT Impor Bahan Media dan Reagen Alat 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus sampai dengan September tahun 2008. Tempat penelitian di Laboratorium Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET) Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif, yaitu penelitian yang menjajaki sesuatu informasi sementara atau kasus yang belum dikenal atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB III TEKNIK PELAKSANAAN. Tempat Pelaksanaan Pengujian ini dilaksanakan di. Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP), Kelurahan

BAB III TEKNIK PELAKSANAAN. Tempat Pelaksanaan Pengujian ini dilaksanakan di. Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP), Kelurahan BAB III TEKNIK PELAKSANAAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Tempat Pelaksanaan Pengujian ini dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP), Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni laboratorium in vitro. B. Subjek Penelitian 1. Bakteri Uji: bakteri yang diuji pada penelitian ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. xvii

TINJAUAN PUSTAKA. xvii xvii TINJAUAN PUSTAKA Daging Ayam Karkas ayam adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong dikurangi kepala, kaki, darah, bulu serta organ dalam. Persentase bagian yang dipisahkan sebelum menjadi karkas adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda pada pollard terhadap kandungan total bakteri, Gram positif/negatif dan bakteri asam laktat telah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui pertumbuhan mikroorganisme pengganti Air Susu Ibu di Unit Perinatologi Rumah Sakit

Lebih terperinci

KONDISI SANITASI PERALATAN DAN TEMPAT PEMOTONGAN SERTA TINGKAT KONTAMINASI MIKROB DALAM DAGING KURBAN DI DKI JAKARTA RIMADINAR AZWARINI

KONDISI SANITASI PERALATAN DAN TEMPAT PEMOTONGAN SERTA TINGKAT KONTAMINASI MIKROB DALAM DAGING KURBAN DI DKI JAKARTA RIMADINAR AZWARINI KONDISI SANITASI PERALATAN DAN TEMPAT PEMOTONGAN SERTA TINGKAT KONTAMINASI MIKROB DALAM DAGING KURBAN DI DKI JAKARTA RIMADINAR AZWARINI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coliform Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob atau fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan dapat memfermentasi laktosa untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah menjadi pelengkap kebutuhan pangan manusia yang mempunyai banyak variasi rasa, warna, dan serat yang bermanfaat untuk kesehatan. Selain dikonsumsi secara langsung

Lebih terperinci

PERSIAPAN MEDIA DAN LARUTAN PENGENCER\

PERSIAPAN MEDIA DAN LARUTAN PENGENCER\ PERSIAPAN MEDIA DAN LARUTAN PENGENCER\ Tujuan: 1. Mengetahui media kultur dan larutan pengencer yang digunakan dalam pekerjaan-pekerjaan mikrobiologi serta dapat membuatnya secara aseptik. 2. Untuk mensucihamakan

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Bagian IPT Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan Februari 2008 sampai

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang total koloni bakteri, nilai ph dan kadar air daging sapi di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang total koloni bakteri, nilai ph dan kadar air daging sapi di BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang total koloni bakteri, nilai ph dan kadar air daging sapi di berbagai grade pasar di Kabupaten Semarang dilakukan pada bulan Maret 26 Mei 26 di 9 pasar tradisional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air merupakan bagian terpenting bagi kehidupan manusia. Pada zaman dahulu beberapa orang senantiasa mencari tempat tinggal dekat dengan air, dikarenakan agar mudah mengambil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011 bertempat di Laboratorium Ilmu Ternak Perah Sapi Perah, Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA mulut. 6) Bandeng presto merupakan makanan yan cukup populer sehingga dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bandeng Presto Jenis olahan bandeng presto adalah salah satu diversifikasi pengolahan hasil perikanan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coliform 1. Pengertian Coliform Coliform merupakan golongan bakteri intestinal yang hidup dalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

Lebih terperinci

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL ) DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL ) Diterbitkan : Bidang Keswan dan Kesmavet Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Grobogan Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 215 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya PENGUJIAN KUALITAS ASPEK

Lebih terperinci

Deteksi Salmonella sp pada Daging Sapi dan Ayam

Deteksi Salmonella sp pada Daging Sapi dan Ayam Deteksi Salmonella sp pada Daging Sapi dan Ayam (Detection of Salmonella sp in Beef and Chicken Meats) Iif Syarifah 1, Novarieta E 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelahan daging ayam untuk mengeluarkan jeroan, dan proses pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. pembelahan daging ayam untuk mengeluarkan jeroan, dan proses pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber kontaminasi bakteri pada daging ayam dapat berasal dari lingkungan sekitar pemotongan (rumah potong hewan), proses pemotongan daging ayam (perendaman

Lebih terperinci

ANALISIS BAKTERI PADA DAGING DAN JEROAN KERBAU YANG DIJUAL DI PASAR

ANALISIS BAKTERI PADA DAGING DAN JEROAN KERBAU YANG DIJUAL DI PASAR ANALISIS BAKTERI PADA DAGING DAN JEROAN KERBAU YANG DIJUAL DI PASAR (Analysis of Number and Species of Bacteria in Buffalo Meat and Bowel in the Market) HARSOJO Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya ANALISIS CEMARAN MIKROBA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintah, 2004). Sumber pangan yang berasal dari sumber nabati ataupun

TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintah, 2004). Sumber pangan yang berasal dari sumber nabati ataupun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Asal Hewan Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan guna mencegah pangan dari cemaran biologi, kimia dan benda lainnya yang dapat mengganggu, merugikan

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB III METODA PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium mikrobiologi program

Lebih terperinci

EVALUASI JUMLAH BAKTERI KELOMPOK KOLIFORM PADA SUSU SAPI PERAH DI TPS CIMANGGUNG TANDANGSARI

EVALUASI JUMLAH BAKTERI KELOMPOK KOLIFORM PADA SUSU SAPI PERAH DI TPS CIMANGGUNG TANDANGSARI EVALUASI JUMLAH BAKTERI KELOMPOK KOLIFORM PADA SUSU SAPI PERAH DI TPS CIMANGGUNG TANDANGSARI EULIS TANTI MARLINA, ELLIN HARLIA dan YULI ASTUTI H Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

Jamu beras kencur 250 ml. Sampel yang telah homogen

Jamu beras kencur 250 ml. Sampel yang telah homogen Lampiran 1. Bagan alur homogenisasi sampel Jamu beras kencur 250 ml Sampel yang telah homogen Dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer Ditambahkan 90 ml Buffered Peptone Water Dihomogenkan Lampiran

Lebih terperinci