BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris insurance, dengan akar kata insure

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris insurance, dengan akar kata insure"

Transkripsi

1 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuransi Kesehatan di Indonesia Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris insurance, dengan akar kata insure yang berarti memastikan (Thabrany, 2001). Asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti (Ilyas, 2005). Menurut Ilyas (2003) asuransi kesehatan adalah suatu sistem pembiayaan kesehatan yang berjalan berdasarkan konsep resiko. Asuransi kesehatan mencakup berbagai pengeluaran biaya termasuk biaya obat, pendukung atau penunjang diagnostik, perawatan rumah sakit dan tindakan bedah. Fungsi asuransi kesehatan adalah mentransfer resiko dari satu individu ke suatu kelompok dan membagi bersama jumlah kerugian dengan proporsi yang adil oleh seluruh anggota kelompok. Asuransi kesehatan bertujuan untuk meringankan beban biaya yang disebabkan oleh gangguan kesehatan akibat sakit atau kecelakaan (Thabrany, 2005). Secara prinsip dalam asuransi kesehatan akan memastikan seseorang yang menderita sakit akan mendapatkan pelayanan yang dibutuhkannya tanpa harus mempertimbangkan keadaan ekonominya. Ada pihak yang menjamin atau menanggung biaya pengobatan atau perawatannya. Pihak yang menjamin ini dalam bahasa Inggris disebut insurer atau disebut asuradur (Salim, 1998).

2 10 Asuransi kesehatan dapat menjadi bagian dari program asuransi sosial yang disponsori pemerintah, atau dari perusahaan asuransi swasta. Asuransi kesehatan dapat juga dibeli secara kelompok (misalnya oleh perusahaan untuk perlindungan karyawannya) atau dibeli oleh seorang individu yang dilaksanakan dengan memperkirakan biaya keseluruhan risiko kesehatan dan dibiayai dari premi bulanan atau pajak tahunan. Untuk negara-negara yang tergabung dalam OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), model pembiayaan dan pemberian pelayanan kesehatan terbagi menjadi (Drechsler, 2005): 1. The public-integrated model yaitu mengkombinasikan atas pembiayaan anggaran penyediaan perawatan kesehatan dengan rumah sakit yang merupakan bagian dari sektor pemerintah. 2. Public-contract model yaitu public payer membuat kontrak dengan penyedia perawatan kesehatan swasta. Pembayar ini bisa agen pemerintah atau sebuah lembaga penjamin dana sosial. Sistem single payer kedudukan akan lebih kuat dan cenderung memiliki biaya administrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan sistem multiple payer. 3. Private insurance/ provider model yaitu menggunakan asuransi swasta dikombinasikan dengan penyedia swasta. Asuransi dapat diwajibkan seperti di Switzerland atau sukarela seperti di Amerika Serikat. Metode pembayaran secara tradisional berdasarkan atas aktivitas, dan sistem memberikan tingkatan tinggi dari pilihan dan tingkat responsif atas kebutuhan pasien, tapi kontrol biaya lemah. Dalam sistem ini, penjamin asuransi lebih selektif dalam kontrak

3 11 dengan penyedia yang kompetitif dan membatasi pilihan pasien atas penyedia dan pelayan. Dalam pembayaran premi menurut sifat kepesertaannya, kita dapat membagi asuransi menjadi dua golongan besar yaitu pembayaran premi yang bersifat wajib dan bersifat sukarela (Thabrany, 2005). Dalam asuransi kesehatan sosial sifat kepesertaannya biasanya bersifat wajib sedangkan dalam asuransi komersial tidak ada kewajiban seseorang untuk ikut atau membeli asuransi. 1. Asuransi kesehatan sosial. Dalam UU No. 2 tahun 92 tentang asuransi disebutkan bahwa program asuransi sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu UU, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat. Dalam UU ini disebutkan bahwa program asuransi sosial hanya dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (Thabrany, 2005). Jadi asuransi kesehatan sosial adalah suatu sistem manajemen resiko sosial berupa munculnya biaya kebutuhan medis karena sakit yang risiko itu dipadukan (pooled) atau dipindahkan dari individu ke kelompok dengan kepesertaan yang bersifat wajib, dimana kontribusi diatur oleh peraturan tanpa memperhatikan tingkat risiko individu, dan kontribusi terkait pendapatan (biasanya dalam bentuk persentase pendapatan), berorientasi not for profit untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, dikelola secara profesional dan surplus dikembalikan lagi ke masyarakat untuk memberikan pelayanan yang lebih baik. Mekanisme pendanaan pelayanan kesehatan melalui system asuransi kesehatan sosial semakin banyak digunakan

4 12 di seluruh dunia karena kehandalan sistem ini dalam menjamin kebutuhan kesehatan rakyat suatu negara. Keunggulan sistem ini adalah (Mukti, 2001): a. Tidak terjadi seleksi bias. Seleksi bias khususnya adverse selection merupakan keadaan yang paling merugikan pihak asuradur (perusahaan asuransi). Dalam asuransi sosial dimana seluruh anggota masyarakat diwajibkan untuk ikut serta, kemungkinan terjadinya adverse selection dapat dihindari. Hal ini memungkinkan sebaran risiko yang baik sehingga perkiraan klaim/biaya dapat dihitung dengan lebih akurat. b. Redistribusi/subsidi silang yang luas (equity egaliter). Karena semua kelompok masyarakat wajib ikut serta, maka asuransi sosial memungkinkan terjadinya subsidi yang luas. c. Pool besar. Semua kelompok wajib ikut serta sehingga memungkinkan terbentuknya suatu risk pool yang besar atau bahkan sangat besar, akibatnya prediksi yang diberikan terhadap suatu kejadian makin akurat, termasuk prediksi biaya dapat dilakukan lebih akurat dan kemungkinan untuk bangkrut lebih diperkecil. d. Menyumbang pertumbuhan ekonomi dengan menempatkan dana premi dan dana cadangan pada portofolio investasi. e. Administrasi yang sederhana, karena biasanya asuransi sosial menyediakan produk tunggal yaitu sama untuk semua peserta. f. Biaya administrasi murah. Hal ini karena asuransi sosial tidak membutuhkan rancangan paket terus-menerus, biaya pengumpulan dan analisis data yang

5 13 mahal, dan biaya pemasaran yang bisa menyerap 50% premi di tahun pertama. g. Memungkinkan pengenaan tarif pelayanan kesehatan yang seragam. Tarif yang seragam memungkinkan juga penerapan standar mutu tertentu yang menguntungkan pasien. h. Memungkinkan peningkatan dan pemerataan pendapatan dokter/fasilitas kesehatan. Apabila sebaran asuransi kesehatan sosial sudah mencapai 60% penduduk maka sebaran fasilitas kesehatanpun dapat lebih merata tanpa pemerintah harus wajib memerintahkan dokter bekerja di daerah-daerah. i. Memungkinkan semua penduduk tercakup, karena kepesertaannya yang bersifat wajib. Hal ini memungkinkan terselenggaranya solidaritas sosial maksimum atau memungkinkan terselenggaranya keadilan sosial. Selain memiliki berbagai keunggulan asuransi kesehatan sosial juga memiliki beberapa kelemahan yaitu: a. Pilihan terbatas. Keterbatasan ini terjadi karena asuransi sosial idealnya memiliki pengelola yang merupakan badan pemerintah atau kuasi pemerintah, maka peserta tidak memiliki pilihan asuradur. Kenyataan ini tidak dianggap penting oleh para ahli karena meskipun terbatas pada pilihan asuradur justru asuransi sosial menyediakan pilihan fasilitas kesehatan yang lebih luas. b. Manajemen kurang kreatif/responsif. Kelemahan ini muncul karena produk asuransi yang umumnya tunggal/seragam dan tidak banyak berubah.

6 14 c. Pelayanan seragam. Kelemahan ini terutama dirasakan oleh kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas. Kelompok ini biasanya menginginkan pelayanan yang berbeda dari kebanyakan masyarakat. Masalah ini dapat diatasi dengan memberikan kebebasan bagi mereka untuk membeli asuransi suplemen pada asuransi kesehatan komersial. d. Banyak fasilitas kesehatan yang tidak begitu suka, khususnya profesional dokter yang seringkali merasa kurang bebas dengan sistem asuransi kesehatan sosial yang membayar mereka dengan tarif seragam atau dengan model pembayaran lain yang kurang memaksimalkan keuntungan dirinya. 2. Asuransi Kesehatan Komersial Asuransi kesehatan komersial adalah asuransi kesehatan yang basis kepesertaannya bersifat sukarela. Asuransi ini merespons demand atau permintaan pasar terhadap pelayanan kesehatan sedangkan asuransi sosial merespon needs atau kebutuhan masyarakat. Akibat respon tersebut asuransi kesehatan komersial harus merancang berbagai produk yang sesuai dengan permintaan pasar/masyarakat. Asuransi komersial memfasilitasi equity liberter (you get what you pay), mereka yang miskin pasti tidak mampu membeli paket yang luas, karena harga yang tidak terjangkau. Jadi jika si miskin memaksakan diri untuk membeli paket jaminan dasar atau tidak lengkap maka ketika ia sakit berat seperti gagal ginjal dan memerlukan biaya besar maka justru asuransi tidak menanggungnya, karena sesuai kontrak, si miskin hanya menerima jaminan yang tidak luas akibat premi yang tidak besar.

7 15 Beberapa kondisi diatas merupakan alasan mengapa kemudian asuransi komersial bukanlah pilihan yang tepat untuk mencapai universal coverage. 2.2 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ditetapkan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun Secara umum paket jaminan dalam ranah asuransi kesehatan sosial dibagi menjadi 3 kelompok yaitu pertama paket jaminan yang hanya menjamin layanan rawat inap dan layanan yang mempengaruhi keberlangsungan hidup seseorang, kedua paket jaminan yang mencakup pelayanan komprehensif dengan tanpa urun biaya dan ketiga adalah paket jaminan yang memberikan pelayanan komprehensif dengan urun biaya pada jenis pelayanan tertentu (Thabrany, 2005). Paket jaminan yang diatur dalam UU SJSN pasal 22 adalah bersifat komprehensif, artinya paket jaminan harus mencakup pelayanan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Sedangkan untuk pelayanan yang potensial menimbulkan penyalahgunaan pelayanan UU SJSN mengatur adanya kewajiban urun biaya oleh peserta (Thabrany, 2005). Beberapa jenis jaminan sosial yang terkait dengan penyelengaraan SJSN tersebut adalah (Bastian, 2008): 1. Jaminan kesehatan, diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

8 16 2. Jaminan kecelakaan kerja, diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial untuk menjamin manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai, apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja. Peserta jaminan kecelakaan kerja adalah seseorang yang telah membayar iuran. 3. Jaminan hari tua, diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib dengan tujuan menjamin penerimaan uang tunai, apablia peserta memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Peserta jaminan hari tua adalah yang telah membayar iuran. 4. Jaminan pensiun, diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak, pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya akibat memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Peserta jaminan pensiun adalah pekerja yang telah membayar iuran. 5. Jaminan kematian, diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, yang tujuannya adalah untuk memberikan santunan kematian kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia. Peserta jaminan kematian adalah setiap orang yang telah membayar iuran. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 terbuka kepesertaan program jaminan sosial dari masyarakat penerima bantuan iuran, yaitu peserta dari kalangan masyarakat miskin dan tidak mampu, yang iurannya dibayar oleh pemerintah. Program ini, pada dasarnya adalah program bantuan

9 17 sosial, yang dititipkan penyelenggaraannya pada penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jaminan Kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Jaminan kesehatan ini diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan. Selain itu, setiap peserta juga dapat mengikutsertakan anggota keluarga lain yang menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran. Manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan perseorangan dapat berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. 2.3 Sistem Pembayaran Pada Jaminan Kesehatan Beberapa sistem pembayaran kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dalam sistem pemeliharaan kesehatan oleh Murti dan Bhisma (2000) antara lain: 1. Anggaran global Pada sistem ini, PPK menerima pembayaran di muka, alokasi dana yang harus mampu memenuhi kebutuhan semua pengeluaran yang dihadapi untuk suatu periode waktu tertentu misalnya satu tahun. Biasanya jasa dokter tidak termasuk dalam anggaran global ini. Berdasarkan anggaran, PPK membuat perencanaan keuangan untuk dapat digunakan oleh manajemen untuk mengoperasikan

10 18 pelayanan. Kelemahannya adalah apabila terjadi peristiwa tak terduga seperti epidemi dalam satu periode, ada kemungkinan dana akan membengkak dan PPK akan mengajukan dana cadangan. Sistem ini digunakan oleh National Health Service (NHS) di Inggris dan di Canada. 2. Fee for service (tarif per tindakan) Dalam sistem ini, setiap tindakan medis dari PPK mendapat imbalan tertentu, yang ditetapkan oleh PPK sendiri atau menurut suatu daftar tarif yang ditetapkan. Sistem ini dapat memacu pelayanan yang bermutu, namun karena imbalan berdasarkan atas setiap tindakan dapat menimbulkan kecenderungan untuk memperbesar jumlah tindakan untuk menambah pendapatan PPK. Selain itu, terdapat juga kecenderungan untuk memberikan pelayanan yang mahal dan canggih. Kecenderungan ini dapat meningkatkan biaya kesehatan secara keseluruhan dan biasanya tidak berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan peserta yang dilayani. Sistem ini digunakan di negara Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Norwegia dan juga Indonesia. 3. Salary (gaji) Sistem pembayaran gaji memberikan imbalan yang tetap setiap bulan sesuai dengan suatu skala tertentu dan tidak tergantung pada banyaknya tindakan atau jasa yang diberikan. Sistem ini umumnya tidak memacu apa-apa, malah cenderung menurunkan mutu karena baik atau tidaknya pelayanan yang diberikan tidak akan berpengaruh terhadap gaji yang diterima. Mutu pelayanan tergantung pada rasa etik dari PPK. Sistem ini banyak terdapat di Indonesia dan negara lain seperti Finlandia, Swedia, Spanyol, Portugal, India dan Turki.

11 19 4. Cost sharing (iuran biaya) Sistem cost sharing adalah suatu konsep pembelian imbalan jasa pada PPK, dimana sebagian biaya pelayanan kesehatan dibayarkan oleh pengguna jasa pelayanan kesehatan (user fee). Sistem iuran bayar dapat berbentuk deductible yaitu pasien diwajibkan membayar jasa pelayanan kesehatan sampai jumlah tertentu atau copayment, apabila pasien membayar sebagian pada setiap jasa pelayanan kesehatan yang diberikan kepadanya. Besar kecilnya biaya yang dibebankan pada pengguna jasa pelayanan kesehatan ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan, baik jenis pelayanan, aspek sosial serta (bahkan) politis. 5. Diagnostic Related Group (DRG) Sistem pembayaran kepada PPK yang ditetapkan berdasarkan pengelompokkan diagnosa, tanpa memperhatikan jumlah tindakan atau pelayanan yang diberikan. Tujuan penerapan sistem ini untuk upaya pengendalian biaya dan menjaga mutu pelayanan. 6. Kapitasi Membayar PPK dengan sistem kapitasi berarti PPK dibayar di muka (praupaya) atas dasar per kapita per bulan. PPK mendapat imbalan yang sama untuk setiap peserta setiap bulan, tidak tergantung pada jumlah pelayanan yang diberikan PPK kepada peserta dan juga tidak tergantung pada harga dari pelayanan.

12 Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) Tujuan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) yang dilaksanakan secara serentak di seluruh kabupaten/ kota yang ada di Bali (kecuali Kabupaten Jembrana) mulai tahun 2010, dengan tujuan meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat Bali agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Secara lebih khusus tujuan penyelengaraan JKBM adalah (Pemprop Bali, 2010): 1. Meningkatkan cakupan masyarakat Bali yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di rumah sakit. 2. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Bali. 3. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparant dan akuntabel Sasaran Sasaran program adalah penduduk Bali yang sudah terdaftar dan memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Bali dan anggota keluarganya, memiliki kartu keluarga dan Surat Keterangan belum memiliki Jaminan Kesehatan atau yang sudah memiliki kartu JKBM (E-JKBM) Kebijakan operasional 1. Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) adalah program Jaminan Kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Provinsi Bali yang belum memiliki Jaminan Kesehatan.

13 21 2. Pada hakekatnya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat Bali merupakan tanggungjawab bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 3. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Bali Mandara mengacu pada prinsipprinsip : a. Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan semata-mata untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat Bali. b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost effective dan rasional c. Pelayanan terstruktur berjenjang dengan portabilitas serta ekuitas. d. Transparan dan akuntabel Tata laksana kepesertaan Ketentuan umum 1. Peserta JKBM adalah setiap penduduk yang sudah terdaftar dan memiliki KTP Bali dan anggota keluarganya, memiliki Kartu Keluarga (KK) dan surat keterangan belum memiliki jaminan kesehatan atau dengan identitas kartu JKBM (E-JKBM). 2. Berdasarkan pendataan di masing-masing Banjar pada kabupaten/kota, Bupati/Walikota menetapkan jumlah peserta JKBM. Jumlah peserta Jaminan Kesehatan Bali Mandara tahun 2010 melalui SK Bupati/Walikota. 3. Terhadap SK Bupati/Walikota tentang penetapan peserta JKBM perlu dilakukan updating data secara berkala terkait dengan terjadinya mutasi peserta yang meninggal, lahir, pindah alamat, perubahan status dan lain-lain.

14 22 4. Pemberlakuan mutasi tersebut menjadi sah setelah adanya addendum Surat Keputusan Bupati/Walikota tentang perubahan kepesertaan JKBM untuk dijadikan data base kepesertaan JKBM tahun 2010 dan untuk tahun selanjutnya akan digunakan juga sebagai dasar penerbitan kartu JKBM. 5. Bagi Kabupaten/Kota yang telah menetapkan peserta JKBM lengkap dengan nama dan alamat agar segera mengirim daftar tersebut dalam dokumen elektronik (soft copy) dan hard copy setiap tahun pada awal triwulan IV. 6. Pada masa transisi selama 3 (tiga) bulan (Januari, Pebruari dan Maret 2009) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang telah menetapkan jumlah nama peserta JKBM namun belum memiliki KTP Bali maka identitas peserta dengan menggunakan surat keterangan sebagai penduduk Bali dan tidak memiliki Jaminan Kesehatan dari Kepala Desa/Lurah. 7. Pencetakan dan penggandaan blanko kartu peserta menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Bali, sedangkan penerbitan dan pendistribusian kartu JKBM menjadi tanggungjawab Pemerintah kabupaten/kota. 8. Bayi yang dilahirkan dari keluarga peserta JKBM langsung menjadi peserta baru dengan pembuatan kartu diusulkan setelah dilaporkan melalui mekanisme pendataan diatas. Sebaliknya bagi peserta yang meninggal dunia langsung hilang haknya sebagai peserta JKBM. 9. Bila terjadi kehilangan kartu JKBM peserta tetap dapat memperoleh pelayanan kesehatan dilakukan dengan menunjukkan KTP Bali dan pengecekan data base kepesertaan.

15 Bagi peserta yang pindah domisili minimal antar kab/kota, hak kepesertaannya masih dimiliki dengan melaporkan kepesertaannya kepada Tim Pengelola kab/kota daerah asal dan daerah yang dituju Tata laksana pelayanan kesehatan Ketentuan umum 1. Setiap peserta Jaminan Kesehatan Bali Mandara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama (RJTP) dan rawat inap Tingkat Pertama (RITP), pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjut (RJTL), rawat inap tingkat lanjut (RITL) dan pelayanan gawat darurat. 2. Manfaat yang diberikan kepada peserta JKBM adalah pelayanan kesehatan yang menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medik sesuai dengan standar pelayanan medik. 3. Pelayanan kesehatan dalam program ini menerapkan pelayanan berjenjang berdasarkan mekanisme rujukan. 4. Pelayanan kesehatan dasar (rawat jalan tingkat pertama dan rawat inap tingkat pertama) diberikan di Puskesmas dan jaringannya. Khusus untuk persalinan normal dapat juga dilayani oleh tenaga kesehatan yang berkompeten (Bidan Swasta) dan biayanya diklaim ke Puskesmas asal pasien. 5. Pelayanan tingkat lanjutan (rawat jalan dan rawat inap) berdasarkan rujukan diberikan di rumah sakit kabupaten/kota, RS Jiwa dan RS Indera dan sebagai

16 24 pusat rujukan di provinsi adalah di RS sanglah Denpasar. Pelayanan rawat inap diberikan diruang rawat inap kelas III. 6. RS yang melaksanakan pelayanan rujukan lintas wilayah antara Kabupaten/Kota di Provinsi Bali dari RS tipe C, sebelum dirujuk ke RS Pusat rujukan Provinsi sebaiknya dirujuk ke RS Tipe B (RS Sanjiwani/ RS Singaraja/ Badan RS Tabanan/RS Wangaya). 7. Pemerintah provinsi Bali (Gubernur Bali) membuat Perjanjian Kerjasama dalam bentuk Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan Rumah Sakit Daerah kabupaten/kota dan Puskesmas sebagai penerima Hibah yang meliputi berbagai aspek pengaturan sesuai dengan Pergub tentang Pedoman Penyelenggaraan JKBM. 8. Pada kasus gawat darurat, semua Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang berada dalam wilayah Propinsi Bali wajib memberikan pelayanan walaupun tidak (belum) memiliki perjanjian kerjasama. 9. Untuk mendapat pelayanan, status kepesertaan harus ditetapkan sejak awal dengan menunjukkan KTP Bali di cocokkan dengan data base peserta (masyarakat yang terdaftar sebagai peserta JKBM dalam SK Bupati/ Walikota). 10. Pemberian pelayanan kesehatan kepada peserta oleh PPK harus dilakukan secara efisien dengan menerapkan prinsip kendali biaya dan kendali mutu. 11. Ketentuan pelayanan obat di Puskesmas beserta jaringannya dan di Rumah Sakit sebagai berikut :

17 25 b. Untuk memenuhi kebutuhan obat di Puskesmas dan Jaringannya disediakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. c. Untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan habis pakai di rumah sakit dan Instalasi Farmasi, rumah sakit bertanggungjawab menyediakan semua obat dan bahan habis pakai untuk pelayanan kesehatan masyarakat yang diperlukan mengacu pada formularium obat. d. Apabila terjadi kekurangan atau ketiadaan obat sebagaimana butir b maka rumah sakit berkewajiban memenuhi obat tersebut melalui koordinasi dengan pihak-pihak terkait. e. Pemberian obat untuk RJTP dan RJTL diberikan selama 3 (tiga) hari kecuali untuk penyakit kronis tertentu dapat diberikan lebih dari 3 (tiga) hari sesuai dengan kebutuhan medis. f. Apabila terjadi peresepan diluar ketentuan sebagaimana butir b diatas maka pihak rumah sakit menanggung selisih harga obat dimaksud. g. Pemberian obat di RS menerapkan prinsip one day dose dispensing. h. Instalasi Farmasi/Apotik Rumah Sakit dapat mengganti obat sebagaimana butir b diatas dengan obat-obat yang jenis dan harganya sepadan dengan sepengetahuan dokter penulis resep. 12. Pelayanan kesehatan RJTL di rumah sakit serta pelayanan rawat inap di rumah sakit yang mencakup tindakan, pelayanan obat, penunjang diagnostik, pelayanan darah serta pelayanan lainnya dilakukan secara terpadu sehingga biaya pelayanan kesehatan diklaimkan dan diperhitungkan menjadi satu kesatuan menurut jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan peserta JKBM,

18 26 sehingga dokter berkewajiban melakukan penegakan diagnosa sebagai dasar pengajuan klaim. 13. Apabila dalam proses pelayanan memerlukan pelayanan khusus dengan diagnosa penyakit/prosedur yang belum tercantum dalam paket tarif sebagaimana butir 12, maka direktur rumah sakit memberi keputusan tertulis untuk sahnya penggunaan pelayanan tersebut setelah mendengarkan pertimbangan dan saran dari Komite Medik RS yang tarifnya sesuai dengan Jenis Paket dan tarif Pelayanan Kesehatan Peserta JKBM. 14. Pada kasus-kasus dengan diagnosa sederhana, dokter yang memeriksa harus mencantumkan nama jelas. 15. Pada kasus-kasus dengan diagnosa yang kompleks harus dicantumkan nama dokter yang memeriksa dengan diketahui oleh Komite Medik Rumah Sakit. 16. Untuk pemeriksaan/pelayanan dengan menggunakan alat canggih dokter yang menangani harus mencantumkan namanya dengan jelas dan menandatangani lembar pemeriksaan/ pelayanan serta mendapat persetujuan dari komite medik. 17. Verifikasi pelayanan di Puskesmas (RJTP, RITP, persalinan dan pengiriman spesimen, transportasi dan lainnya) dilaksanakan oleh Verifikator Independen yang ditempatkan di Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan ditetapkan oleh Gubernur. 18. Verifikasi pelayanan di rumah sakit dilakukan oleh pelaksana verifikasi independen yang tempatkan di rumah sakit dan ditetapkan oleh Gubernur.

19 Sepanjang pelayanan sesuai dengan paket jaminan JKBM tidak kena iur biaya, apabila semenjak awal menginginkan diatas kelas III maka segala pembiayaan pelayanan kesehatan tidak dijamin dalam program ini Prosedur pelayanan Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Bali Mandara, sebagai berikut: 1. Pelayanan Kesehatan Dasar a. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar (non emergency) wajib berkunjung ke Puskesmas dan jaringannya. Dan apabila terjadi pada hari libur atau diluar jam dinas ternyata Puskesmas sudah tutup maka pelayanan kesehatan dasar dapat dilakukan di Puskesmas Perawatan atau Poliklinik umum RSUD asal pasien dan diklaimkan pada Puskesmas Perawatan atau RS asal pasien. b. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta harus menunjukkan KTP. 2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjut a. Apabila peserta JKBM memerlukan pelayanan kesehatan Tingkat Lanjut (RJTL dan RITL), dirujuk dari Puskesmas dan jaringannya ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut dengan disertai surat rujukan dan identitas kepesertaan JKBM yang ditunjukkan sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, kecuali dalam keadaan emergency. b. Pelayanan Tingkat Lanjut yang dimaksud dalam point 2.a. meliputi: 1) Pelayanan rawat jalan spesialistik di rumah sakit.

20 28 2) Pelayanan rawat inap kelas III di rumah sakit dan tidak diperkenankan pindah kelas atas permintaannya. 3) Pelayanan obat-obatan 4) Pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostik lainnya. c. Identitas kepesertaan JKBM tersebut diatas dan surat rujukan dari Puskesmas dibawa ke loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakt (PPATRS) untuk diverifikasi kebenaran dan kelengkapannya untuk selanjutnya dikeluarkan keabsahannya sebagai peserta JKBM untuk selanjutnya peserta mendapatkan pelayanan kesehatan. d. Bila peserta tidak dapat menunjukkan Kartu Identitas peserta JKBM sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, maka yang bersangkutan diberikan waktu maksimal 2 x 24 jam hari kerja untuk menunjukkan kartu tersebut atau dapat menunjukkan KTP Bali. Apabila terjadi penempatan pasien JKBM diluar kelas III oleh karena kelas III penuh, klaim akan tetap dibayarkan sesuai dengan kelas III. e. Bayi-bayi yang terlahir dari peserta JKBM secara otomatis menjadi peserta JKBM dengan menunjukkan KTP orang tuanya. Bila bayi memerlukan pelayanan dapat langsung diberikan dengan menggunakan identitas kepesertaan orang tuanya dan dilampirkan surat kenal lahir atau Kartu Keluarga orang tuanya. f. Untuk kasus khronis tertentu yang memerlukan perawatan berkelanjutan dalam waktu lama, surat rujukan dapat berlaku selama 1 bulan (seperti Diabetes Millitus). Untuk kasus khronis khusus seperti kasus gangguan

21 29 jiwa dan kasus pengobatan paru, surat rujukan dapat berlaku sampai dengan 3 bulan. g. Rujukan pasien antar RS termasuk rujukan antar daerah dilengkapi surat rujukan dari RS yang merujuk, copy identitas peserta JKBM. Pada kasuskasus rujukan antar daerah, petugas yang memverifikasi kepesertaan pada RS rujukan dapat melakukan konfirmasi ke data base kepesertaan tempat asal pasien. Agar pelayanan berjalan dengan lancar, RS bertanggungjawab untuk menjamin ketersediaan alat medis habis pakai, obat dan darah. Pada kasus-kasus gawat darurat, bila peserta belum mampu menunjukkan identitas kepesertaannya diberikan kesempatan selama 2 x 24 jam hari kerja untuk melengkapi identitas kepesertaannya atau dengan merujuk data base kepesertaan yang ada. Selama tenggang waktu tersebut pasien boleh dibebankan biaya panjar sampai status kepesertaannya jelas dan diberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan medisnya. Bagi sarana pelayanan kesehatan penerima rujukan, wajib memberikan jawaban atas pelayanan rujukan (rujukan balik) ke sarana pelayanan kesehatan yang merujuk disertai tindak lanjut yang harus dilakukan. Adapun alur tata laksana pelayanan kesehatan JKBM adalah seperti skema berikut.

22 30 TATALAKSANA PELAYANAN KESEHATAN JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA PESERTA JKBM (KARTU JKBM) EMERGENCY Kartu JKBM 2 kali 24 jam PPK I PUSKESMAS & JARINGAN KARTU JKBM Srt Rujukan PPK II RS KAB/KOTA RS Indera RS Jiwa KARTU JKBM Srt Rujukan PPK III RS Kab/Kota (RANAP Kelas III KARTU JKBM Srt Rujukan PPK III (PST RUJUKAN) -RS Sanglah -RS Jiwa -RS Indera RJTL PULANG RJTL PULANG RJTL PULANG RJTL PULANG Bagan 2.1 Tata Laksana Pelayanan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (Sumber:Pedoman Pelaksanaan JKBM 2010) Manfaat Yang Diperoleh Peserta JKBM Pada dasarnya manfaat yang disediakan untuk masyarakat bersifat komprehensif sesuai dengan indikasi medis, kecuali beberapa hal yang dibatasi dan tidak dijamin. Pelayanan kesehatan komprehensif tersebut meliputi : 1. Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan jaringannya a. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada Puskesmas dan jaringannya baik dalam maupun luar gedung meliputi pelayanan: 1). Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan 2). Laboratorium sederhana (darah, urine, dan feses rutin) 3). Tindakan medis kecil 4). Pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut/tambal

23 31 5). Pemeriksaan ibu hamil/nifas/menyusui, bayi dan balita 6). Pelayanan KB dan penangan efek samping ( IUD, Pil dan Kondom disediakan oleh BKKBN). 7). Pemberian obat. b. Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada Puskesmas Perawatan, meliputi pelayanan: 1). Akomodasi rawat inap 2). Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan 3). Laboratorium sederhana (darah, urine, dan feses rutin) 4). Tindakan medis kecil 5). Pemberian obat. 6). Persalinan normal dan dengan penyulit c. Persalinan normal yang dilakukan di Puskesmas non perawatan/ bidan di desa/ polindes/di rumah pasien/praktek bidan swasta. d. Pelayanan gawat darurat (emergency). 2. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit a. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), dilaksanakan pada Puskesmas yang menyediakan pelayanan spesialistik, poliklinik spesialistik rumah sakit Pemerintah yang merupakan jejaring JKBM, meliputi : 1) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis/umum 2) Rehabilitasi medik 3) Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik.

24 32 4) Tindakan medis kecil dan sedang 5) Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan 6) Pelayanan KB termasuk kontap efektif, kontap pasca persalinan/ keguguran, penyembuhan efek samping dan komplikasinya (alat kontrasepsi disediakan oleh BKKBN) 7) Pemberian obat yang mengacu pada formularium obat program Jamkesmas tahun ) Pelayanan darah 9) Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan penyulit. b. Rawat Inap Tingkat lanjutan (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III Rumah Sakit Pemerintah, meliputi: 1) Akomodasi rawat inap pada kelas III 2) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kes. 3) Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik 4) Tindakan medis 5) Operasi sedang dan besar 6) Pelayanan rehabilitasi medis 7) Perawatan intensif 8) Pemberian obat mengacu pada formularium obat program Jamkesmas tahun ) Pelayanan darah 10) Bahan dan alat kesehatan habis pakai 11) Persalinan dengan risiko tinggi dan penyulit (PONEK)

25 33 c. Pelayanan gawat darurat (emergency) Pelayanan yang dibatasi (limitation) 1. Kacamata diberikan pada kasus gangguan refraksi dengan lensa koreksi minimal +1/-1 dengan nilai maksimal Rp berdasarkan resep dokter. 2. Intra Ocular Lens (IOL) diberi penggantian sesuai resep dari dokter spesialis mata, dengan nilai maksimal Rp ,- untuk operasi katarak, maksimal Rp ,- untuk operasi katarak dengan metode Phaeco dan bola mata palsu penggantian maksimal Rp ,-. 3. Pelayanan penunjang doagnostik canggih. Pelayanan ini diberikan hanya pada kasus-kasus life-saving dan kebutuhan penegakan diagnosa yang sangat diperlukan melalui pengkajian dan pengendalian oleh komite medik. 4. Terapi hemodialisa diberikan maksimal sebanyak 6 kali untuk kasus baru Pelayanan yang tidak dijamin (exclusion) 1. Pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan 2. Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika 3. General check up 4. Prothesis gigi tiruan 5. Operasi jantung 6. Pengobatan alternatif (antara lain akupuntur, pengobatan tradisional) dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah 7. Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapatkan keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi. 8. Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam

26 34 9. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial. 10. Pelayanan kesehatan canggih (kedokteran nuklir, transplantasi organ) 11. Pembersihan karang gigi dan usaha meratakan gigi 12. Ketergantungan obat-obatan 13. Obat di luar formularum obat program Jamkesmas tahun Sirkumsisi 15. Anti Retro Viral (ARV) 16. Cacat bawaan 17. Biaya transportasi 18. Biaya autopsi atau biaya visum 19. Chemoterapi 20. Kecelakaan lalu lintas 21. Percobaan bunuh diri. 2.5 Kebutuhan Pelayanan Kesehatan Kebutuhan pelayanan kesehatan bersifat mendasar yang sesuai dengan keadaan riil masyarakat. Sedangkan minat terhadap kesehatan terkait unsur preferensi yang dapat dipengaruhi oleh sosial budaya. Idealnya kebutuhan dan permintaan adalah sama atau berupa suatu keadaan yang identik. Permintaan akan tampak kalau masyarakat sakit dan mencari pengobatan atau informasi dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Kebutuhan untuk menggunakan pelayanan kesehatan mencerminkan kombinasi normatif dan kebutuhan yang dirasakan, karena untuk keputusan konsumsi dalam sektor

27 35 kesehatan konsumen tergantung pada informasi yang disediakan oleh pemasok termasuk preferensinya (Iphigenia, 2003) Cara masyarakat memenuhi kebutuhannya tidak selalu sesuai dengan langkah memenuhi kebutuhannya. Masyarakat menempatkan pengobatan anak waktu sakit pada tingkat prioritas tinggi atau sangat dibutuhkan, tetapi mutu gizi, sanitasi lingkungan dan imunisasi yang justru dapat menjamin kesehatan anak tidak dianggap sebagai felt needs utama. Faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam hal minat terhadap kesehatan tergantung pada pengetahuan apa yang ditawarkan dalam pelayanan, bagaimana, kapan, oleh siapa dan dengan biaya berapa pelayanan kesehatan dapat diperoleh. Jadi pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh permintaan, sikap dan pengalaman mereka. Secara teori pemanfaatan pelayanan kesehatan sangat terkait dengan motivasi seseorang. Dengan demikian beberapa teori motivasi sering dijadikan pedoman dalam menganalisa prilaku hidup manusia itu sendiri (Ardiansyah, 2007) Teori Kebutuhan Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis. Oleh karena itu menurut teori ini, apabila seseorang bermaksud memberikan motivasi kepada orang lain, ia harus berusaha mengetahui terlebih dahulu apa kebutuhan-kebutuhan orang yang akan dimotivasinya. Teori kebutuhan yang yang sering dipakai menganalisa adalah Teori Abraham Maslow. Sebagai seorang pakar psikologi, Maslow mengemukakan adanya lima tingkatan

28 36 kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkatan kebutuhan pokok inilah yang kemudian dijadikan pengertian kunci dalam mempelajari motivasi manusia yaitu: 1. Kebutuhan fisiologis merupakan merupakan kebutuhan dasar, yang bersifat primer dan vital yang menyangkut fungsi-fungsi biologis dasar dari organisme manusia seperti kebutuhan akan pangan, sandang, papan, kesehatan fisik, kebutuhan seks dan sebagainya. 2. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (safety and security) seperti terjamin keamanannya, terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil dan sebagainya. 3. Kebutuhan sosial (social needs) yang meliputi kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok dan rasa setia kawan. 4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs), seperti kebutuhan dihargai karena prestasi, kemampuan, kedudukan atau setatus, pangkat, dan sebagainya. 5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization), seperti kebutuhan mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki, pengembangan diri secara maksimum, kreatifitas dan ekspresi diri. Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengamati bahwa kebutuhan manusia itu berbeda-beda. Kebutuhan tersebutlah menjadi dasar seseorang melakukan permintaan akan sesuatu yang diinginkannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan permintaan pemenuhan kebutuhan itu antara lain latar belakang pendidikan, tinggi rendahnya kedudukan, pengalaman masa

29 37 lampau, pandangan atau falsafah hidup, cita-cita dan harapan masa depan, dari tiap individu (Ardiansyah, 2007). Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga tergantung pada predisposisi keluarga meliputi variabel demografi, variabel struktur sosial (pendidikan, pekerjaan, suku) serta kepercayaan dan sikap terhadap perawatan medis, dokter, dan penyakit,termasuk stres serta kecemasan yang ada kaitannya dengan kesehatan serta didukung oleh faktor pemungkin seperti pengalamam atas pelayanan yang pernah dinikmati sebelumnya (Muzaham, 1995). Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan kesehatan akan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pelanggan yang puas akan membuka peluang hubungan yang harmonis antara pemberi jasa dan konsumen, memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang, loyalitas pelanggan dan membentuk rekomendasi promosi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan pemberi jasa (Pritchard, 1986). Ada beberapa model yang sering dijadikan acuan dalam menentukan prilaku individu atau kelompok dalam hal permintaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan Healt Believe Model (HBM) Teori yang disempurnakan oleh Kircht dan Becker (1974), menjelaskan tentang beberapa pertimbangan yang menentukan perubahan perilaku kesehatan seperti (Kandera, 2004):

30 38 a. Perceived susceptibility yang berarti anggapan akan adanya ancaman penyakit yang bisa menimpa seseorang. Ini berarti bahwa seseorang baru akan bertindak jika telah dirasakan adanya ancaman suatu penyakit terhadap dirinya b. Perceived severity yaitu pertimbangan terhadap tingkat keseriusan suatu ancaman. Makin serius suatu ancaman penyakit makin kuat dorongan seseorang bertindak untuk menghindarinya. c. Perceived benefits yaitu pertimbangan keuntungan yang menjadi salah satu pertimbangan utama dalam mengambil suatu tindakan. Jika tindakan yang dianjurkan dipandang menguntungkan maka seseorang cenderung akan bertindak. Keuntungan ini bisa berupa pertimbangan bahwa tindakan yang diambil akan efektif atau efisien dalam mengobati atau menghindari suatu ancaman penyakit. d. Perceived barriers merupakan pertimbangan hambatan yang mungkin akan dihadapi dalam mengambil suatu tindakan atau perubahan perilaku. Hambatan tersebut bisa berupa pertimbangan biaya yang mahal, mengandung bahaya, tidak menyenangkan atau memakan waktu yang lama. e. Others variable yaitu variabel-variabel yang dapat mempengaruhi tindakan/ perubahan seperti faktor umur, pendidikan, psikologi dan faktor-faktor social lainya Model Lawrence Green Menurut konsep ini prilaku dalam pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan individu maupun masyarakat yang berujung pada minat terhadap kesehatan, akan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu perilaku itu sendiri dan

31 39 faktor diluar perilaku tersebut, yang secara detail terdiri atas 3 faktor sebagai berikut: a. Faktor predisposisi (predisposing faktor)seperti:tingkat pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai. b. Faktor pemungkin (enabling faktor) meliputi: lingkungan fisik, tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan. c. Faktor pendorong (reinforcing faktor) meliputi sikap dan prilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Secara skematis perubahan perilaku menurut Lawrence Green adalah: Faktor predisposisi - Pengetahuan - Sikap - Persepsi - Kepercayaan - Nilai Faktor pemungkin Faktor pendorong - Ketersedian fasilitas/ sarana prasarana kesehatan - Sikap petugas kesehatan - perilaku petugas kesehatan - Perilaku toma perilaku Non perilaku Derajat kesehatan individu /masyarakat Bagan 2.2. Model L. Green (Sumber : Notoatmodjo, 2005)

32 Model Anderson Pola penggunaan pelayanan kesehatan berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut yaitu: perbedaan angka kesakitan, karakteristik demografi penduduk dan faktor sosial dan budaya (Sambas, 2002). Seorang pakar lainnya, Anderson (1974), mengembangkan model kepercayaan kesehatan (healt beliefe model) sebagai dasar seseorang memilih pelayanan kesehatan tertentu. Dalam model ini terdapat tiga kategori utama yang mempengaruhi dalam pemilihan pelayanan kesehatan yaitu: a. Komponen predisposisi. Komponen ini menggambarkan kecenderungan individu yang berbedabeda dalam menggunakan pelayan kesehatan. Komponen ini menjadi dasar atau motivasi bagi seseorang untuk berperilaku dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan (Usman, 2000). Anderson membagi komponen predisposisi ini berdasarkan karakteristik pasien menjadi tiga faktor utama yaitu: faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, besar keluarga dan lain-lain), faktor struktur sosial (suku bangsa, pendidikan dan pekerjaan) dan faktor keyakinan/ kepercayaan. Ketiga faktor tersebut menjadi dasar atau motivasi bagi seseorang untuk berperilaku dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan (Usman, 2000). Orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi akan mempunyai tingkat pengetahuan dan informasi kesehatan yang lebih baik dan pada akhirnya akan mempengaruhi status kesehatan seseorang. Seseorang

33 41 dengan pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menerima dan memahami tentang arti penting kesehatan bagi diri dan lingkungannya dan akan mendorong kebutuhan akan pelayanan kesehatan (Ilyas, 2005). Tingkat pendidikan masyarakat menurut UU Sisdiknas dibedakan menjadi tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah yang berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan yang berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi Mangitung, 2009). Faktor pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menentukan permintaan akan pelayanan kesehatan. Secara umum pekerjaan dikatagorikan menjadi pekerjaan formal dan informal. Pekerjaan formal adalah pekerjaan dengan penghasilan tetap pada sebuah usaha atau lembaga yang berbadan hukum atau bekerja dengan status permanen atas pekerjaan tersebut sedangkan pekerjaan informal adalah pekerjaan dengan penghasilan tidak tetap atau bekerja pada sebuah usaha

34 42 yang tidak berbadan hukum (Nofita, 2010). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kesibukan pada pekerjaan akan mempengaruhi seseorang dalam membuat keputusan mencari pengobatan. Hal ini didasarkan pada bagaimana individu menghargai dan menilai produktivitas waktunya. Robinson (1971) dalam studi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan keluarga pada saat adanya gejala-gejala penyakit, ditemukan bahwa individu cenderung lebih takut terhadap ancaman kehilangan pekerjaannya daripada ancaman penyakit dan bahkan pada pekerja non formal tampak lebih mengabaikan upaya kesehatan daripada usahanya untuk memperoleh pekerjaan (Hediyati, 2001). b. Komponen enabling (pemungkin) Komponen enabling (pemungkin) menunjukkan kemampuan individual untuk menggunakan pelayanan kesehatan seperti: sumber daya keluarga (penghasilan/pendapatan, keikutsertaan dalam asuransi kesehatan, informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan) dan sumber daya masyarakat (lokasi pusat pelayanan, jarak). Faktor penghasilan atau pendapatan seseorang sangat mempengaruhi dalam pemilihan pelayanan kesehatan. Seseorang yang tidak memiliki pendapatan dan biaya yang cukup akan sulit mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut. Akibatnya adalah tidak akan terwujud kesesuaian antara kebutuhan dan permintaan (demand) terhadap pelayanan kesehatan (Usman, 2000). Semakin besar pendapatan seseorang semakin besar pula sumber pembiayaan hidupnya sehingga akan meningkatkan anggaran yang diperuntukan untuk pembiayaan kesehatannya.

35 43 c. Komponen need (kebutuhan) Komponen ini merupakan faktor yang mendasari dan merupakan stimulus langsung bagi individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan apabila faktor-faktor predisposisi dan enabling itu ada seperti: hal-hal yang dirasakan/ persepsi (kondisi kesehatan, gejala sakit, ketidak mampuan bekerja) dan hal-hal yang dinilai (tingkat keparahan penyakit dan gejala penyakit). Secara skematis model Anderson diatas dapat digambarkan sebagai berikut: Predisposing Enabling Need Healt Service Demografic (age, sex) Social structure (Etnichity, education, occupation of head family) Healt Belief Family resources Iincome, health insurance) Community resources (Healthy facilities and personal) Perceive (symton, diagnose) Evaluated (symton, diagnose) Bagan 2.3 Model Anderson (Sumber : Ronald Anderson, Joanna Kravits, Odin W.Anderson) Keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan merupakan kombinasi dari kebutuhan normatif dengan kebutuhan yang dirasakan, karena untuk konsumsi pelayanan kesehatan, konsumen sering tergantung kepada

36 44 informasi yang disediakan oleh institusi pelayanan kesehatan ditambah dengan preferensinya Kesanggupan Membayar (willingness to pay) Pelayanan Kesehatan Menurut Bappenas (dalam Indriasih, 2010) sampai saat ini masih rendah persentase kepesertaan asuransi kesehatan, sebagaimana gambaran yang terjadi di berbagai negara berkembang lainnya. Pembiayaan kesehatan di Indonesia masih didominasi dengan system pembayaran langsung (out-of-pocket) yaitu hampir sebesar 76% (Indriasih, 2010). Hal tersebut tentunya dipengaruhi oleh berbagai fakor. Secara umum kesanggupan untuk membayar (willingness to pay) atas pelayanan kesehatan yang dibutuhkan berkaitan erat dengan tingkat pendapatan/ penghasilan seseorang. Menurut Budijanto B. dan Astutti (2008) kesanggupan untuk membayar (willingness to pay) dipengaruhi oleh karakteristik keluarga/ masyarakat, seperti pendapatan, pendidikan dan pekerjaan kepala keluarga. Di beberapa negara Eropa pembiayaan asuransi kesehatan sudah bersumber dari masing-masing keluarga tetapi masih juga ada bersumber dari pemerintah dan donasi pihak ketiga (Carrin. et al, 2005). Kesanggupan membayar (willingness to pay) masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang ditawarkan kepada calon peserta akan mempengaruhi besaran premi. Harga premi yang terlalu mahal dengan kesanggupan membayar (willingness to pay) yang kurang baik akan mempersulit upaya pemasaran (Ilyas, 2005). Pada asuransi sosial dimana tarif premi ditentukan dengan campur tangan pemerintah dan memungkinkan ditetapkannya sumber pembiayaan yang juga berasal dari subsidi pengukuran kesanggupan membayar (willingness to pay) menjadi cukup penting.

37 45 Besaran premi pada tahap ini perlu disesuaikan lagi terhadap kenaikan tarif pelayanan kesehatan dan juga mempertimbangkan faktor inflasi. Inovasiinovasi penentuan besaran premi perlu dikembangkan. Selama ini penetapan premi berdasarkan community rating dan experience based pada utilisasi pelayanan dan besarannya dihitung menggunakan sistem kapitasi. Teknik penetapan premi berdasarkan tingkat penghasilan atau kekayaan perlu diujicobakan dalam tahap ini. Akan tetapi teknik ini membutuhkan ketepatan dalam penilaian tingkat penghasilan atau kekayaan seseorang. Teknik ini secara nilai keadilan atau equity lebih progresif dibanding teknik kapitasi atau community rating (Aji dan Wahyuningsih, 2006). 2.7 Persepsi Mutu Pelayanan Kesehatan Pengalamam seseorang dalam mendapatkan pelayanan kesehatan sesungguhnya adalah salah satu media promosi pelayanan kesehatan yang kepada pengguna jasa lainnya. Baik buruknya pengalaman tersebut tergantung dari mutu layanan yang diberikan. Pasien mempersepsikan mutu pelayanan kesehatan secara subyektif. Apa yang diterima dan dirasakan pasien akan mempengaruhi persepsi pasien dalam memberikan penilaian. Apabila yang dirasakan sesuai dengan pelayanan yang diharapkan, pasien akan merasakan mutu pelayanan sudah baik. Pasien melihat mutu pelayanan dari sikap petugas, kemampuan petugas, serta fasilitas fisik dan penampilan seseorang (Elemita dan Hasanbasri, 2006). Mutu pelayanan kesehatan bagi seorang pasien tidak lepas dari rasa puas bagi seseorang pasien terhadap pelayanan yang diterima, dimana mutu yang baik dikaitkan dengan kesembuhan dari penyakit, peningkatan derajat kesehatan,

PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA Oleh : Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali

PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA Oleh : Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA 2010 Oleh : Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali IDENTITAS PESERTA JKBM Masa transisi (Januari Maret 2010) KTP Bali Kartu KK untuk peserta umur dibawah

Lebih terperinci

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG KONTRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG KONTRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN Menimbang Mengingat : : BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG KONTRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN SUMATERA SELATAN SEMESTA DI RUMAH SAKIT Dr. SOBIRIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN BAGI PENDUDUK KABUPATEN TAPIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN BAGI PENDUDUK KABUPATEN TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN BAGI PENDUDUK KABUPATEN TAPIN Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN BAGI PENDUDUK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 6 Tahun 2009

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI JAMBI GUBERNUR JAMBI,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI JAMBI GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI JAMBI GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 19 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 6 TAHUN 2009

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 61 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 61 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 61 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM ASURANSI KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI KULON PROGO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI KABUPATEN SUMEDANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI KABUPATEN SUMEDANG SALINAN Menimbang PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN KOTA BAGI MASYARAKAT KOTA DUMAI TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL PELAYANAN KESEHATAN BAGI PASIEN DENGAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAERAH DI RUMAH

Lebih terperinci

PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAERAH KOTA JAMBI MELALUI SURAT KETERANGAN TIDAK MAMPU PADA RUMAH

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN BERAU

- 1 - PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN BERAU - 1 - SALINAN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PEMBIAYAAN DI RSU NEGARA DALAM JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAERAH KOTA JAMBI MELALUI SURAT KETERANGAN TIDAK MAMPU

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAERAH (JAMKESMASDA) KABUPATEN SITUBONDO PROGRAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PEMBIAYAAN DI RSU NEGARA DAN RSUP SANGLAH DALAM JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2013

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2013 BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAERAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA JAMBI TAHUN 2009 NOMOR 48 PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 48 TAHUN 2009

BERITA DAERAH KOTA JAMBI TAHUN 2009 NOMOR 48 PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 48 TAHUN 2009 BERITA DAERAH KOTA JAMBI TAHUN 2009 NOMOR 48 SALINAN PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT NASIONAL DAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 32 TAHUN : 2011 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA (JKBM)

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA (JKBM) GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA (JKBM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 Pasal 28 H dan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012 WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT, JAMINAN PERSALINAN, DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI PUSKESMAS DAN JAJARANNYA

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM PELAYANAN KARAWANG SEHAT TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM PELAYANAN KARAWANG SEHAT TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM PELAYANAN KARAWANG SEHAT TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa pengembangan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 61 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 61 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 61 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH

Lebih terperinci

NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PROGRAM MULTIGUNA BIDANG KESEHATAN KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG,

NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PROGRAM MULTIGUNA BIDANG KESEHATAN KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG, =========================================================== PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PROGRAM MULTIGUNA BIDANG KESEHATAN KOTA TANGERANG WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT TIDAK MAMPU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

: 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)

: 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH DAN PELAYANAN KESEHATAN MELALUI MEKANISME SURAT PERNYATAAN MISKIN

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN SALINAN BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN 2016 016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) KABUPATEN BINTAN TAHUN 2017 DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA DENGAN

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN BAGI PENDUDUK KOTA BANJARMASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 5.A TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 5.A TAHUN 2012 TENTANG SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 5.A TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN DAERAH KOTA TEGAL TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGGUNAAN DANA BANTUAN SOSIAL PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) PELAYANAN

Lebih terperinci

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, 06 JANUARI 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 11 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 11 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALUYO JATI KRAKSAAN

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 1.A 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 01. A TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KABUPATEN BARITO

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 17 2013 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 51.A TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN SUMATERA SELATAN SEMESTA (JAMSOSKES SUMSEL SEMESTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 12.1 TAHUN 2010 TENTANG PEMBIAYAAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 12.1 TAHUN 2010 TENTANG PEMBIAYAAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 12.1 TAHUN 2010 TENTANG PEMBIAYAAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS ADMINISTRASI KLAIM DAN VERIFIKASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT 2008 PADA PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN

PETUNJUK TEKNIS ADMINISTRASI KLAIM DAN VERIFIKASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT 2008 PADA PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN PETUNJUK TEKNIS ADMINISTRASI KLAIM DAN VERIFIKASI PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT 2008 PADA PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Jaminan Pelayanan Kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 47 TAHUN 2012 TENT ANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 47 TAHUN 2012 TENT ANG WALIKOTA MOJOKERTO PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 47 TAHUN 2012 TENT ANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DI RUMAH SAKIT DR. SOETOMO, RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA, DAN BALAI KESEHATAN

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBEBASAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DASAR DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT BAGI PENDUDUK KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG BESARAN BIAYA DAN PROSEDUR PELAYANAN KESEHATAN PESERTA JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA DI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemauan Masyarakat Mengikuti Perubahan Kemauan adalah dorongan kehendak yang terarah pada tujuan-tujuan hidup tertentu, dan dikendalikan oleh pertimbangan akal budi. Paada kemauan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANAA DINAS KESEHATAN. Alamat : Jln. Surapati No.1 lantai III, Telp (0365) Ext.3330 NEGARA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANAA DINAS KESEHATAN. Alamat : Jln. Surapati No.1 lantai III, Telp (0365) Ext.3330 NEGARA PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANAA DINAS KESEHATAN Alamat : Jln. Surapati No.1 lantai III, Telp (0365) 41210 Ext.3330 NEGARA Negara, 16 Januari 2014 Nomor : 400/222/Diskes/2014 Kepada Lampiran : - Yth. 1.

Lebih terperinci

BAB 3 KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENINGKATKAN AKSES KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN (MASKIN)

BAB 3 KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENINGKATKAN AKSES KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN (MASKIN) BAB 3 KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENINGKATKAN AKSES KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN (MASKIN) 3.1 Pelayanan Kesehatan Untuk Maskin di Indonesia Pelayanan publik yang disediakan oleh negara mencakup

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 029 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 416/MENKES/PER/II/2011 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan dan peningkatan jasa pelayanan kesehatan dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan dan peningkatan jasa pelayanan kesehatan dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan peningkatan jasa pelayanan kesehatan dalam sebuah rumah sakit sangat diperlukan oleh masyarakat, oleh karena itu diperlukan upaya kesehatan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA DINAS KESEHATAN. Alamat : Jln. Surapati No.1 lantai III, Telp (0365) Ext NEGARA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA DINAS KESEHATAN. Alamat : Jln. Surapati No.1 lantai III, Telp (0365) Ext NEGARA PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA DINAS KESEHATAN Alamat : Jln. Surapati No.1 lantai III, Telp (0365) 41210 Ext..3330 NEGARA Negara, 16 Januari 2014 Nomor : 400/222/Diskes/2014 Lampiran : - Perihal : Sosialisasi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 69 2014 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 69 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN DI LUAR JAMINAN KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN BANTUAN OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL PELAYANAN KESEHATAN BAGI PASIEN TIDAK MAMPU DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 9 Tahun : 2011 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat. Kesehatan bagi seseorang merupakan sebuah investasi dan hak asasi

Lebih terperinci

Untuk menjamin akses penduduk Kabupaten Sinjai terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka

Untuk menjamin akses penduduk Kabupaten Sinjai terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH (PROGRAM SARASWATI) KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT =========================================================== PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT WALIKOTA TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008 WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2008 WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN PELAYANAN KESEHATAN PASIEN MISKIN/TIDAK MAMPU DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2007 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2007 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2007 WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DAN PEMANFAATAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DI PUSKESMAS,

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER ABDOER RAHEM KABUPATEN SITUBONDO

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 59 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN BAGI PENDUDUK MISKIN DAERAH (JAMKESKINDA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN PENGGUNAAN DANA PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM JAMKESMAS PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IDI DAN RUMAH SAKIT REHABILITASI MEDIK PEUREULAK SERTA

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 89 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 89 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 89 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL PELAYANAN KESEHATAN BAGI PASIEN TIDAK MAMPU DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SOEDOMO TRENGGALEK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN PENERIMAAN JASA PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN DI PUSAT KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekayaan suatu bangsa terletak dalam kesehatan rakyatnya. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT DI KOTA JAMBI

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT DI KOTA JAMBI WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT DI KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2014 No.39,2014 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul; Petunjuk pelaksanaan, Peraturan Daerah,Kabupaten Bantul, sistem, jaminan kesehatan,daerah BUPATI BANTUL PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Kata manfaat diartikan sebagai guna; faedah; untung, sedangkan pemanfaatan adalah proses; cara; perbuatan memanfaatkan. Dan pelayanan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin. Untuk itu Negara bertanggung jawab mengatur agar

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DASAR PENDUDUK KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 26 TAHUN 2013

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 26 TAHUN 2013 PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS T E N T A N G PEMBEBASAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN PADA PUSKESMAS DAN KELAS III DI RUMAH SAKIT BAGI PENDUDUK KABUPATEN KUDUS

BUPATI KUDUS T E N T A N G PEMBEBASAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN PADA PUSKESMAS DAN KELAS III DI RUMAH SAKIT BAGI PENDUDUK KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBEBASAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN PADA PUSKESMAS DAN KELAS III DI RUMAH SAKIT BAGI PENDUDUK KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG POLA TARIF PELAYANAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BALI MANDARA (JKBM) PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN BADUNG TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 03 TH PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 03 TH PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 03 TH. 2010 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK, Menimban :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA ASKES PADA PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang. Semua orang ingin dilayani dan mendapatkan kedudukan yang sama dalam pelayanan kesehatan. Dalam

Lebih terperinci

12. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran

12. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran GUBERNUR GORONTALO Menimbang Mengingat PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN SEMESTA PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan antara lain oleh ketersediaan biaya kesehatan. Biaya kesehatan ditinjau dari sisi pemakai jasa pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN YANG DIBIAYAI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 87 TAHUN : 2008 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 87 TAHUN : 2008 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 87 TAHUN : 2008 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN TARIF PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN PENGGUNAAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN DI PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KESEHATAN SUMATERA SELATAN SEMESTA (JAMSOSKES SUMSEL SEMESTA) DI KABUPATEN OGAN ILIR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

NOMOR : 10 TAHUN 2009

NOMOR : 10 TAHUN 2009 BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 17 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR : 10 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci