BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan intelektual yang sering

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan proses sains merupakan keterampilan intelektual yang sering digunakan para ilmuwan dan dapat dilatihkan pada siswa ketika belajar sains, sehingga siswa dapat menyelidiki alam dan menyusun gagasan. Keterampilan proses merupakan suatu pendekatan yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar yang melibatkan siswa dalam tingkah laku para ilmuwan. Keterampilan tersebut dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual siswa, sehingga siswa memiliki kemampuan dalam memahami dan menghasilkan produk-produk sains (Dahar, 1996: 98). Pada Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) 2006 dikatakan bahwa pembelajaran Biologi di tingkat SMA memerlukan kegiatan penyelidikan atau eksperimen sebagai bagian dari kerja ilmiah yang melibatkan keterampilan proses yang dilandasi sikap ilmiah. Salah satu dari keterampilan proses tersebut adalah keterampilan berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi merupakan kemampuan yang sangat penting dimiliki siswa karena dengan memiliki kemampuan tersebut, siswa dapat mengomunikasikan hasil belajar berupa informasi baik secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat luas. Berbicara, menulis, menggambar ataupun memberi isyarat adalah bentuk-bentuk komunikasi (Mulyadiana, 2000: 22). 1

2 2 Sebagai suatu proses usaha, dalam belajar tentu harus ada yang diproses yaitu masukan (input) dan hasil dari pemrosesan (output). Dalam proses belajar mengajar yang menjadi masukan mentah atau raw input adalah siswa. Siswa dibedakan menjadi siswa laki-laki dan siswa perempuan yang tentunya masingmasing memiliki karakteristik berbeda, baik secara fisiologis maupun psikologis (Purwanto, 1996: 111). Secara fisiologis, perbedaan itu terkait dengan kondisi fisik, pancaindera dan sebagainya. Secara psikologis, perbedaan itu berkaitan dengan minat, tingkat kecerdasan, bakat, motivasi, kemampuan kognitif dan sebagainya. Semua ini dapat memengaruhi proses dan hasil belajarnya (Purwanto, 1996: 112). Penelitian tentang gender telah banyak dilakukan dalam berbagai bidang ilmu terutama bidang ilmu pendidikan. Konsep gender mulai mencuat pada beberapa dekade yang lalu, sedangkan para ahli pendidikan mulai menaruh perhatian yang besar terhadap masalah gender sekitar 30 tahun yang lalu (Haryanto, 1999: 2). Salah satu alasan mengapa penelitian gender perlu dilakukan yaitu karena selama ini masalah gender hampir terabaikan seperti dikemukakan oleh Ihromi (Juwita, 2007: 3) yaitu: 1. Banyak penelitian yang bersifat androsentris. Maksudnya, penelitian hanya dilihat dari sudut pandang laki-laki, sedangkan perempuan dianggap sebagai objek yang pasif. 2. Generalisasi hasil penelitian yang berlebihan sehingga hasil penelitian yang dilakukan terhadap laki-laki dianggap berlaku pula untuk perempuan.

3 3 3. Sikap yang tidak peka gender menyebabkan pengabaian jenis kelamin sebagai suatu variabel sosial yang penting. Kjaemsli dan Molander di PISA tahun 2000 (Rachmawati, 2008: 16) menyimpulkan bahwa siswa perempuan lebih menguasai biologi terutama bila menyangkut masalah kesehatan dan lingkungan, sedangkan siswa laki-laki dengan kecakapan spasialnya lebih unggul dalam matematika, fisika dan kimia. Menurut Wiliam et al. (Kleinfeld, 1998: 5) anak laki-laki melebihi anak perempuan dalam kemampuan matematika dan sains, geopolitik, olahraga, dan komputer. Hal ini terjadi karena kemampuan menulis, membaca, dan berbicara pada laki-laki lebih rendah dibandingkan perempuan. Penelitian yang berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin atau gender telah cukup banyak dilakukan, diantaranya yaitu penelitian oleh Rachmawati (2008: 35) yang menganalisis tentang kemampuan merencanakan percobaan dengan hasil bahwa siswa laki-laki memiliki kemampuan merencanakan percobaan lebih baik dibandingkan dengan siswa perempuan. Juwita (2007: 40) melakukan penelitian tentang kemampuan interpretasi dengan hasil bahwa laki-laki memiliki kemampuan interpretasi yang lebih unggul dibandingkan siswa perempuan. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan gender lebih menitikberatkan pada perbedaan hasil belajar (Azmi, 2006: 46) dan perbedaan prestasi belajar (Syafril 2000: 42). Kajian mengenai keterampilan berkomunikasi pun cukup banyak dilakukan diantaranya yaitu Hendrayani (2005: 6) yang mengkaji tentang kemampuan berkomunikasi siswa melalui model pembelajaran analogi, Puspitasari (2006: 39)

4 4 yang mengkaji tentang kemampuan berkomunikasi sebagai dampak implementasi lesson study dan Rohimah (2006: 35) yang mengkaji kemampuan berkomunikasi lisan siswa SMA berdasarkan gender. Namun dari sekian banyak penelitian, belum ada penelitian yang mengkaji tentang kemampuan berkomunikasi dalam bentuk tulisan yang dilihat berdasarkan gender. Oleh karena itu penulis menjadi termotivasi untuk mengetahui perbedaan kemampuan berkomunikasi siswa lakilaki dan perempuan. Subkonsep pencemaran air merupakan salah satu materi yang diajarkan untuk siswa SMA kelas X. Penulis memilih subkonsep tersebut sebagai kajian dalam penelitian ini karena materi tentang pencemaran erat kaitannya dengan kondisi lingkungan pada saat ini, sehingga siswa tidak akan merasa asing dengan materi yang dipilih penulis. Selain itu, pada subkonsep pencemaran air dapat ditemukan data dalam bentuk empirik sehingga lebih mudah untuk mengetahui kemampuan berkomunikasi siswa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang diteliti dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah profil kemampuan berkomunikasi siswa berdasarkan gender pada subkonsep Pencemaran Air? Untuk memudahkan penelitian, maka permasalahan di atas dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kemampuan siswa laki-laki dan perempuan dalam membaca informasi yang terdapat pada gambar?

5 5 2. Bagaimanakah kemampuan siswa laki-laki dan perempuan dalam membaca data berbentuk tabel? 3. Bagaimanakah kemampuan siswa laki-laki dan perempuan dalam menyusun data berbentuk tabel? 4. Bagaimanakah kemampuan siswa laki-laki dan perempuan dalam membaca data berbentuk grafik? 5. Bagaimanakah kemampuan siswa laki-laki dan perempuan dalam menyusun data berbentuk grafik? C. Batasan Masalah Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, penulis membatasi masalah yang diteliti sebagai berikut: 1. Penelitian dilakukan pada siswa laki-laki dan perempuan kelas X-A pada SMA Labschool UPI Bandung, semester genap tahun ajaran 2008/ Konsep pencemaran air yang dikaji hanya menyangkut pencemaran air yang disebabkan oleh limbah industri, limbah pertanian, dan limbah rumah tangga. 3. Kemampuan berkomunikasi yang diukur dalam penelitian ini meliputi kemampuan siswa untuk membaca informasi yang terdapat dalam gambar, membaca data dalam bentuk tabel dan grafik, serta menyusun data dalam bentuk tabel dan grafik.

6 6 D. Tujuan Penelitian Setiap kegiatan yang dilakukan tentunya memiliki tujuan. Penelitian ini memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. 1. Tujuan Umum Memeroleh gambaran tentang kemampuan berkomunikasi siswa laki-laki dan perempuan pada subkonsep pencemaran air. 2. Tujuan Khusus Memeroleh gambaran tentang kemampuan berkomunikasi siswa laki-laki dan perempuan dalam hal: a. membaca informasi yang terdapat pada gambar b. membaca data berbentuk tabel c. menyusun data berbentuk tabel d. membaca data berbentuk grafik e. menyusun data berbentuk grafik. E. Manfaat Hasil Penelitian Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: 1. Bagi siswa, sebagai bahan kajian untuk lebih memotivasi diri dalam meningkatkan keterampilan proses sains terutama keterampilan berkomunikasi. 2. Bagi guru, memberikan informasi tentang kemampuan berkomunikasi siswa sehingga guru dapat lebih mengembangkan keterampilan proses sains siswa

7 7 dalam proses pembelajaran terutama keterampilan berkomunikasi dan memperhatikan aspek jenis kelamin dalam meningkatkan keterampilan proses sains. 3. Bagi peneliti lain, sebagai masukan dan bahan perbandingan untuk melakukan penelitian lanjutan yang mengkaji keterampilan proses, khususnya keterampilan proses berkomunikasi.