BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Novelet a. Pengertian Novelet Kata novelet diturunkan dari kata novel ditambah dengan suffiks ette yang berarti kecil. Dengan singkat novelet adalah novel kecil (Tarigan, 1993: 174). Jika dilihat dari pengertian di atas, novelet dapat dianggap sebagi novel. Secara keseluruhan, tidak ada perbedaan yang mencolok antara novel dengan novelet. Pada umumnya unsur-unsur novelet sama saja dengan unsur-unsur novel. Khusus dalam sastra Indonesia, apa yang disebut novel dalam bahasa Inggris dan Amerika biasa disebut roman; sedangkan yang disebut novelet dalam sastra Inggris dan Amerika biasa disebut dengan istilah novel. Novelet jika ditinjau dari segi jumlah katanya berkisar antara kata, atau berkisar antara halaman. Jadi novelet ini merupakan penengah antara cerita pendek dan novel. Memang secara tegas sulit untuk menentukan batas antara cerita pendek dengan novelet dan antara novelet dengan novel. Hal ini menyebabkan banyak orang cenderung lebih menyederhanakan lagi pembagian jenis fiksi dari segi bentuk atau dari segi panjang-pendeknya itu atas cerita pendek dan novel saja. Ini dapat dilihat dalam uraian-uraian yang begitu singkat mengenai novelet, sedangkan uraian mengenai novel dan cerita pendek biasanya relatif lebih panjang. Dalam penelitian ini, pembahasan tentang novelet lebih ke arah novel dan berbagai unsur pendukungnya. Istilah novel sendiri berasal dari bahasa Latin novellas yang kemudian diturunkan menjadi novies, yang berarti baru. Kata ini kemudian diadaptasikan dalam bahasa Inggris menjadikan istilah novel. Perkataan baru ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi (fiction) yang muncul belakangan dibandingkan dengan cerita pendek (short story) dan roman (Waluyo, 2011: 36). Jadi dapat dikatakan bahwa novel ini merupakan hal baru yang berbeda commit to user dengan karya sastra sebelumnya. Kebaruan ini bisa terlihat dari salah satu ciri-ciri 8

2 novel yaitu bahwa pelaku utamanya mengalami perubahan nasib hidup. Hal ini berbeda dengan cerita pendek yang tidak menunjukkan perubahan nasib hidup pelakunya. Novel merupakan karya fiksi yang mengungkap aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus. Aspek kemanusiaan yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa kehidupan yang diungkapkan dalam novel dapat memberikan gambaran tersendiri bagi masyarakat pembaca. Tarigan (2003: 164) dalam The American Colege Dictionary mengatakan bahwa novel merupakan prosa fiksi dengan panjang tertentu, yang isinya antara lain: melukiskan para tokoh, gerak serta adegan peristiwa kehidupan nyata representatif dengan suatu alur atau suatu keadaan yang kompleks. Berdasarkan pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi yang muncul paling akhir jika dibandingkan dengan cerita fiksi yang lain. Novel mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih mendalam dan halus. Selain tokoh-tokoh, serangkaian peristiwa dan latar ditampilkan secara tersusun hingga bentuknya lebih panjang dibandingkan dengan prosa rekaan yang lain. Novel memiliki fungsi dasar yaitu untuk menghibur pembaca. Novel pada hakikatnya adalah cerita dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan hiburan kepada pembaca. Sebagaimana yang dikatakan Wellek dan Warren (dalam Nurgiyantoro, 2005: 3) membaca sebuah karya fiksi adalah menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Novel yang merupakan ungkapan serta gambaran kehidupan manusia pada suatu zaman yang dihadapkan pada berbagai permasalahan hidup ini dimanfaatkan oleh pengarang untuk menyampaikan aspek-aspek kehidupan. Dari permasalahan hidup manusia yang kompleks dapat melahirkan suatu konflik dan pertikaian. Berawal dari itulah kemudian muncul upaya-upaya dalam menghadapi permasalahan hidup. Novel dapat berfungsi untuk mempelajari tentang kehidupan manusia pada suatu zaman tertentu. commit to user 9

3 b. Unsur Pembangun Novelet Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain. (Nurgiyantoro, 2005: 4). Unsur-unsur pembangun novelet sama dengan unsur-unsur novel. Unsur tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. 1) Unsur Intrinsik Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang turut serta membangun cerita. Sebuah novel akan terwujud dengan baik jika antarunsur intrinsik saling terkait dan terpadu. Unsur-unsur tersebut adalah: a) Tema Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2003: 1029) tema adalah pokok pikiran atau dasar cerita yang dipercakapkan dan dipakai sebagai dasar mengarang. Tema menurut Stanton dan Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2005: 67) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Pada hakikatnya ada banyak makna yang dikandung di dalam cerita, maka dari itu pembaca diharapkan mampu menemukan makna khusus yang dapat dinyatakan sebagai tema. Tema merupakan hal penting dalam sebuah novel, karena melalui tema dapat dilihat ide, gagasan yang disampaikan oleh pengarang. Nurgiyantoro (2005: 70) mengatakan bahwa tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel. Pengarang sebelumnya telah menentukan gagasan dasar umum ini lalu mengembangkan ceritanya. Cerita akan mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga peristiwa-konflik dan unsur intrinsik lainnya diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum tersebut. Namun, terkadang pengarang tak jarang untuk mengembangkan cerita sesuai dengan ide-ide kreatif yang dimilikinya, sehingga pengembangan cerita itu tidak sejalan dengan kerangka pikiran semula. Hal di atas menunjukkan bahwa dasar utama cerita sekaligus berarti tujuan utama cerita. Jika pengembangan cerita sesuai dengan dasar cerita, maka tujuan dari pengarang untuk mengemukakan sesuatu yang commit diinginkannya to user dapat diterima oleh pembaca. 10

4 Menurut Waluyo (2011:8) tema adalah gagasan pokok dalam cerita fiksi. Tema cerita dapat diketahui oleh pembaca melalui judul atau petunjuk setelah judul, tetapi yang banyak ialah melalui proses pembacaan karya sastra tersebut secara menyeluruh dan bahkan harus berulang kali. Tema dapat berupa persoalan agama, moral, etika, sosial budaya, teknologi, tradisi yang berhubungan erat dengan kehidupan manusia. Biasanya pengarang merumuskan tema sebelum menulis cerita karya sastra karena gagasan yang sudah dibuat pengarang akan dikembalikan dan cerita yang dibuat tidak keluar dari tema. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas, dan abstrak. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah ide atau gagasan penting yang digunakan sebagai dasar mengarang dalam suatu karya sastra. Tema dalam sebuah novel berhubungan erat dengan permasalahan dalam kehidupan manusia. Stanton (dalam Nurgiyantoro: 2005:86-88) mengemukakan bahwa dalam usaha menemukan dan menafsirkan tema sebuah novel, ada kriteria yang dipertimbangkan, antara lain: 1) mempertimbangkan tiap detil cerita yang menonjol, hal tersebut dikarenakan pengarang akan mengungkapkan sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca di detil cerita tersebut. 2) penafsiran tema hendaknya tidak bersifat bertentangan dengan tiap detil cerita. 3) penafsiran tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung maupun tak langsung dalam novel yang bersangkutan. 4) penafsiran haruslah mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara langsung ada dan atau yang disarankan dalam cerita. Penunjukan tema harus dibuktikan dengan data atau detil cerita dalam sebuah novel. b) Alur Cerita (Plot) Plot atau alur dapat diartikan sebagai kejelasan cerita, kesederhanaan alur berarti kemudahan cerita untuk dimengerti. Sebaliknya, alur sebuah karya sastra yang kompleks, ruwet, dan sulit dikenali hubungan kausalitas antar peristiwanya, menyebabkan cerita menjadi sulit dipahami. Novel yang tergolong aluran akan commit to user 11

5 sangat memperhatikan struktur plot atau alur sebagai salah satu kekuatan novel untuk mencapai efek estetis. Plot menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2005: 113) adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Plot tidak hanya sekadar peristiwa demi peristiwa yang didasarkan pada urutan waktu saja, tetapi peristiwa-peristiwa tersebut harus diolah dengan kreativitas yang tinggi sehingga hasilnya akan terwujud plot yang indah dan menarik. Hal serupa juga diungkapkan Waluyo (2011: 11) bahwa alur atau plot adalah jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan sebab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar pembaca menebaknebak peristiwa yang akan datang. Pengertian plot didefinisikan sebagai cerita yang berisi urutan kejadian, tetapi setiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain. Plot atau alur terbagi atas beberapa macam. Nurgiyantoro (2005: ) mengungkapkan bahwa alur berdasarkan kriteria urutan waktu, yaitu: (a) alur maju atau progresif dalam sebuah novel terjadi jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, secara runtut cerita dimulai dari tahap awal, tengah, dan akhir terjadinya peristiwa; (b) alur mundur, regresif atau flash back. Alur ini terjadi jika dalam cerita tersebut tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir cerita, kemudian menuju ke awal cerita; dan (c) alur campuran yaitu gabungan antara alur maju dan alur mundur. Untuk mengetahui alur campuran maka harus meneliti secara sintagmatik dan paradigmatik semua peristiwa untuk mengetahui kadar progresif dan regresifnya. c) Penokohan dan Perwatakan Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Jones (dalam Nurgiyantoro, 2005: 165) berpendapat bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang disampaikan dalam sebuah cerita. Adapun perwatakan menunjuk pada commit sifat to user dan sikap para tokoh seperti yang 12

6 ditafsirkan pembaca, lebih tertuju pada kualitas pribadi seorang tokoh. Waluyo (2011: 164) juga berpendapat bahwa perwatakan berhubungan dengan karakteristik atau bagaimana watak tokoh-tokoh itu, sedangkan penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih tokoh-tokohnya serta memberi nama tokoh itu. Abrams (dalam Nurgiyantoro. 2005: 165) tokoh cerita (karakter) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Di antara tokoh dan kualitas pribadinya berkaitan erat dengan penerimaan pembaca. Perbedaan antara tokoh yang satu dengan tokoh lainnya lebih ditentukan oleh kualitas pribadi daripada dilihat secara fisik. Sebagai karya fiksi, novel merupakan suatu bentuk karya kreatif, maka pengarang dapat mewujudkan dan mengembangkan tokoh-tokoh ceritanya pun tidak terlepas dari kebebasan kreativitasnya. Secara garis besar, tokoh yang menyebabkan konflik disebut tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Hal tersebut diungkapkan oleh Waluyo (2011: 24). Lebih lanjut, tokoh protagonis merupakan tokoh yang mendukung jalannya cerita sebagai tokoh yang mendatangkan simpati atau tokoh baik. Berkebalikan dengan itu, tokoh antagonis merupakan tokoh yang menentang arus cerita atau yang menimbulkan perasaan antipati atau benci pada diri pembaca. Kedua jenis tokoh ini dapat digolongkan sebagai tokoh sentral yang berarti tokoh-tokoh yang dipentingkan atau menjadi pusat penceritaan karena kedua jenis tokoh tersebut mendominasi keseluruhan cerita. Altendebernd dan Lewis (dalam Nurgiyantoro: 2005: 178) berpendapat bahwa tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh ini menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan harapan pembaca. Segala yang dirasakan, dipikirkan, dan dilakukan tokoh itu sekaligus mewakili pembaca. Dalam karya fiksi, tokoh protagonis harus memiliki konflik atau ketegangan. Tokoh antagonis merupakan commit to penyebab user konflik tersebut, tetapi konflik 13

7 yang dialami oleh tokoh protagonis tidak harus hanya yang disebabkan oleh tokoh antagonis seseorang (beberapa orang) individu yang ditunjuk dengan jelas. Konflik dapat disebabkan oleh hal-hal lain di luar individualitas seseorang, bisa berupa bencana alam, kecelakaan, lingkungan alam dan sosial, nilai-nilai moral dan yang lainnya. Konflik bahkan mungkin disebabkan oleh diri sendiri, sebagai contoh seseorang yang akan memutuskan sesuatu yang penting yang masingmasing menuntut konsekuensi sehingga terjadi pertentangan dalam dirinya sendiri. d) Sudut Pandang Waluyo (2011: 31) menyatakan bahwa point of view dinyatakan sebagai sudut pandang, yaitu teknik yang digunakan oleh pengarang untuk berperan dalam cerita itu. Pengarang bisa berarti orang pertama (juru cerita) ataukah sebagai orang ketiga (menyebut pelaku sebagai dia). Abrams (dalam Nurgiyantoro: 2005:248) juga berpendapat bahwa sudut pandang adalah cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagi sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Lebih lanjut, Nurgiyantoro (2005: ) membedakan sudut pandang menjadi tiga, yaitu : (1) Sudut pandang persona ketiga: dia, yaitu pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya dia. Sudut pandang ini dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu dia maha tahu dan dia terbatas ( dia pengamat). Posisi narator, dalam hal ini berada di luar cerita. Dalam menampilkan tokoh-tokoh ceritanya, yaitu dengan menyebut nama, atau kata gantinya. (2) Sudut pandang persona pertama: aku, yaitu pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama, gaya aku. Posisi narator adalah ikut terlibat dalam cerita, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan tindakan yang diketahui, didengar, dan dirasakan, serta sikapnya terhadap tokoh lain kepada pembaca. commit to user 14

8 (3) Sudut pandang campuran, yaitu penggunaan sudut pandang lebih dari satu teknik. Pengarang dapat berganti-ganti dari teknik yang satu ke teknik yang lain untuk sebuah cerita yang dituliskannya. e) Latar (setting) Hudson (dalam Waluyo, 2011: 30) berpendapat bahwa setting dikaitkan dengan keseluruhan lingkungan cerita yang meliputi adat istiadat, kebiasaan, dan pandangan hidup tokoh. Latar/ setting dalam novel tidak hanya berfungsi untuk menunjukkan tempat kejadian dan waktu terjadinya peristiwa. Latar juga berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh yang menciptakan berbagai suasana dan menjadi gambaran keadaan dalam diri tokoh yang bersangkutan. Namun, tidak selamanya latar itu sesuai dengan peristiwa yang dilatari. Selain itu suasana dalam cerita dapat berganti atau berkembang. Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 216) mengatakan bahwa latar atau setting yang disebut juga landas tumpu menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar dapat memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas, untuk memberikan kesan realitas kepada pembaca, menciptakan suasana seolaholah sungguh-sungguh terjadi. Dengan demikian, pembaca dapat dengan mudah mengoperasikan daya imajinasinya dan memungkinkan dapat berperan serta secara kritis dengan pengetahuan mengenai latar. Lebih lanjut Nurgiyantoro membagi latar dalam tiga unsur pokok yaitu: tempat, waktu, dan sosial. (1) Latar tempat, yakni menjelaskan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, misalnya tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu. (2) Latar waktu, berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur waktu yang digunakan pengarang dalam cerita ini misalnya berupa waktu faktual, waktu yang ada kaitannya dengan peristiwa sejarah; dan commit to user 15

9 (3) Latar sosial, yakni menjelaskan hal-hal yang ada kaitannya dengan karya fiksi misalnya kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap dan lain-lain yang tergolong latar spiritual. f) Amanat Sebuah karya sastra tentulah menyiratkan amanat bagi pembacanya. Amanat adalah ajaran moral yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya. Amanat ini bisa berupa pesan moral, ajakan (persuasi), atau yang lainnya. Wujud amanat dapat berupa jalan keluar yang diajukan pengarang terhadap permasalahan dalam cerita. Amanat diartikan pula sebagai pesan, berupa ide, gagasan, ajaran moral, dan nilai-nilai kemanusiaan yang ingin disampaikan pengarang lewat cerita baik eksplisit maupun implisit. Amanat secara umum dapat dikatakan sebagai bentuk penyampaian nilai dalam fiksi yang mungkin bersifat langsung atau tidak langsung (Nurgiyantoro, 2005). Dalam penyampaian amanat ini, pengarang tidak melakukannya dengan serta merta, tetapi biasanya melalui pesan tersirat dan terserah pembaca dalam menafsirkan amanat yang terkandung dalam karya tersebut. Amanat dalam novel adalah bagian dari dialog dan tindakan tokoh dalam menghadapi suatu permasalahan yang mungkin berbeda antarmasing-masing individu tokoh. Di sinilah amanat tersebut mulai terlihat, bagaimana amanat tersebut sampai di hati pembaca melalui kepiawaian pengarang dalam mengemasnya. 2) Unsur-unsur Ekstrinsik Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang ada di luar karya sastra yang secara tidak langsung memengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih khusus unsur ekstrinsik dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang memengaruhi bangunan cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Unsur ekstrinsik tersebut ikut berpengaruh terhadap totalitas sebuah karya sastra. Wellek dan Warren (dalam Waluyo, 2011: 61) menyebutkan ada empat faktor ekstrinsik yang saling berkaitan commit dalam to user karya sastra yakni: 16

10 a) Biografi pengarang: bahwa karya seorang pengarang tidak akan lepas dari pengarangnya. Karya-karya tersebut dapat ditelusuri melalui biografinya. b) Psikologis (proses kreatif): adalah aktivitas psikologis pengarang pada waktu menciptakan karyanya terutama dalam penciptaan tokoh dan wataknya. c) Sosiologis (kemasyarakatan) sosial budaya masyarakat diasumsikan bahwa cerita rekaan adalah potret atau cermin kehidupan masyarakat. Yang dimaksud dengan kehidupan sosial adalah profesi atau institusi, problem hubungan sosial, adat istiadat antarhubungan manusia satu dengan lainnya, dan sebagainya. d) Filosofis: bahwa pengarang menganut aliran filsafat aliran tertentu dalam berkarya seni. Dengan aliran filsafat yang dianut oleh pengarang itu, pembaca akan lebih mudah menangkap makna karya sastra tersebut. Faktor biografi, psikologis, sosiologis, dan filosofis itu tidak dapat dianalisis secara terpisah, tetapi dibutuhkan kepaduan antara satu dengan yang lain. Keempat faktor tersebut mungkin dapat juga dikaitkan dengan faktor religius karena biasanya religiusitas yang tinggi mampu memengaruhi pembaca yang berkaitan erat dengan kepercayaan yang mereka anut. 2. Hakikat Psikologi Sastra a. Pengertian Psikologi Sastra Secara etimologi, kata psikologi berasal dari psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi, psikologi dapat diartikan sebagai ilmu jiwa atau ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa. Psikologi menurut Worth dan Margius (dalam Walgito, 1997: 8) merupakan ilmu tentang tingkah laku. Tugas psikologi adalah menganalisis kesadaran kejiwaan manusia yang terdiri dari unsur-unsur struktural yang sangat erat hubungannya dengan prosesproses panca indera. Secara umum, psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang membicarakan persoalan-persoalan manusia dari aspek kejiwaan. Seiring berjalannya waktu, psikologi ini terus berkembang sehingga memunculkan cabang-cabang psikologi. commit to Hubungan user antara psikologi dan sastra 17

11 berdampak positif pada kedua cabang ilmu tersebut. Psikologi mendapat manfaat memahami manusia secara lebih mendalam, lebih jujur, tidak hanya sebatas khayalan belaka, tetapi juga berusaha memuliakan dan membahagiakan manusia. Pendekatan psikologi dalam penelitian terhadap karya sastra dapat berpijak pada psikologi kepribadian yang dikembangkan oleh Sigmund Freud ataupun teoriteori psikologi lainnya bergantung pada karya sastra yang diteliti. Karya sastra baik novel, drama dan puisi di zaman modern ini sarat dengan unsur-unsur psikologis sebagai manifestasi: kejiwaan pengarang, para tokoh fiksional dalam kisahan dan pembaca. Dengan demikian, akhir-akhir ini telaah sastra melalui pendekatan psikologi mendapat tempat di hati para peneliti, mahasiswa dan para dosen sastra. Karya fiksi psikologis merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu novel yang bergumul dengan spiritual, emosional dan mental para tokoh dengan cara lebih banyak mengkaji perwatakan (Minderop, 2011: 53). Psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra (Endraswara dalam Minderop, 2011: 59). Lebih lanjut dikatakan bahwa mempelajari psikologi sastra sebenarnya sama halnya dengan mempelajari manusia dari sisi dalam. Aspek dalam ini yang acapkali bersifat subjektif, yang membuat para pemerhati sastra menganggapnya berat. Sesungguhnya belajar psikologi sastra amat indah, karena kita dapat memahami sisi kedalaman jiwa manusia, jelas amat luas dan amat dalam. Makna interpretatif terbuka lebar. Daya tarik psikologi sastra ialah pada masalah manusia yang melukiskan potret jiwa. Tidak hanya jiwa sendiri yang muncul dalam sastra, tetapi juga bisa mewakili jiwa orang lain. Setiap pengarang kerap menambahkan pengalaman sendiri dalam karyanya dan pengalaman pengarang itu sering pula dialami oleh orang lain. Quthub (dalam Sangidu, 2004:30) berpendapat bahwa pendekatan psikologi terhadap sastra adalah suatu pendekatan yang menggambarkan perasaan dan emosi pengarang. Untuk menganalisis teks sastra yang mengandung perasaan dan emosi pengarang diperlukan bantuan ilmu psikologi. Sementara itu, Wellek dan Werren (1990: 41) mengemukakan bahwa karakter dalam cerita novel-novel, lingkungan serta plot yang terbentuk commit sesuai to user dengan kebenaran dalam psikologi, 18

12 sebab kadang-kadang ilmu jiwa dipakai oleh pengarang untuk melukiskan tokohtokoh serta lingkungannya. Menurut Semi (dalam Sangidu, 2004:30) psikologi sastra adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh tokohtokoh imajiner yang ada di dalamnya atau mungkin juga diperankan oleh tokohtokoh faktual. Hal ini merangsang untuk melakukan penjelajahan ke dalam batin atau kejiwaan untuk mengetahui lebih jauh tentang seluk-beluk manusia yang beraneka ragam. Dengan perkataan lain, psikologi sastra adalah suatu disiplin yang menganggap bahwa sastra memuat unsur-unsur psikologis. Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya psikologis, hal penting yang perlu dipahami adalah sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan. Psikologi sastra dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, karya sastra merupakan kreasi dari suatu proses kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berbeda pada situasi setengah sadar (subconscious) yang selanjutnya dituangkan ke dalam bentuk conscious (Endraswara dalam Minderop, 2011: 55). Freud announced that mental processes are themselves unconscious and that of all mental life it is only certain individual acts and portions that are conscious. (dikutip dari Yang, 2010). Freud menyatakan bahwa proses mental itu sendiri adalah sadar dan bahwa dari semua kehidupan mental itu hanya tindakan individu tertentu dan bagian-bagian yang sadar. Dapat dikatakan bahwa ada keadaan tak sadar (setengah sadar) dalam memproses sebuah karya sastra. Freud's use of the term unconscious referred to the passive side that is, to things occurring without active knowledge. It was the concept of the unconscious that lent itself most readily to literary interpretation, and writers eagerly incorporated this concept into their work. (dikutip dari Yang, 2010). Lebih lanjut, Freud menjelaskan dalam kutipan tersebut bahwa ketidaksadaran merupakan sisi pasif, yaitu untuk hal-hal yang terjadi tanpa sepengetahuan aktif. Hal tersebut adalah konsep alam bawah sadar dalam proses interpretasi sastra. Pengarang menggunakan konsep ini dalam penulisan commit to karya user sastra yang dibuatnya. 19

13 Kedua, telaah psikologi sastra adalah kajian yang menelaah cerminan psikologis dalam diri para tokoh yang disajikan sedemikian rupa oleh pengarang sehingga pembaca merasa terbuai oleh problema psikologis kisahan yang kadang kala merasakan dirinya terlibat dalam cerita. Karya-karya sastra memungkinkan ditelaah melalui pendekatan psikologi karena karya sastra menampilkan watak para tokoh, walaupun imajinatif, dapat menampilkan berbagai problem psikologis. Selain itu, langkah pemahaman teori psikologi sastra dapat dilakukan melalui tiga cara, pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian dilakukan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk digunakan. Ketiga, secara simultan menemukan teori dan objek penelitian (Endraswara dalam Minderop, 2011: 59). Selanjutnya, memperlihatkan bahwa teks yang ditampilkan melalui suatu teknik dalam teori sastra ternyata dapat mencerminkan suatu konsep dari psikologi yang diusung oleh tokoh fiksional. Psikologi sastra yaitu sebuah kajian yang memandang bahwa karya sastra banyak menyajikan tentang peristiwa kehidupan manusia yang selalu memperlihatkan perilaku beragam melalui tokoh-tokohnya dan mempertimbangkan segi penokohan untuk mengetahui makna totalitas suatu karya sastra. Secara tidak langsung psikologi dan sastra mempelajari kehidupan manusia, sedangkan secara fungsional psikologi dan sastra mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut nyata, sedangkan sastra bersifat imajinatif. Jadi, arah pendekatan psikologi sastra diperlukan untuk membahas peristiwa kehidupan manusia dengan berbagai fenomena-fenomena kejiwaan yang tampak melalui perilaku tokoh-tokoh dalam karya satra. Secara definitif, tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung di dalam suatu karya. Melalui pemahaman terhadap para tokoh, misalnya masyarakat dapat memahami perubahan, kontradiksi dan penyimpangan-penyimpangan lain yang terjadi di masyarakat, khususnya yang terkait dengan psike. Ratna (dalam Minderop, 2011: 54) berpendapat, ada tiga cara yang dilakukan untuk memahami commit hubungan to user antara psikologi dengan sastra, 20

14 yaitu a) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, b) memahami unsur-unsur kejiwaan para tokoh fiksional dalam karya sastra, dan c) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. Pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah kejiwaan para tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra. Sejalan dengan pendapat tersebut, Scoot (dalam Sangidu, 2004: 30) menyampaikan metodenya yang yang dapat dimanfaatkan untuk menganalisis suatu karya sastra. Pertama, menguraikan hubungan ketidaksengajaan antara pengarang dan pembaca. Kedua, menguraikan kehidupan pengarang untuk memahami karyanya. Ketiga, menguraikan karakter para tokoh yang ada dalam karya yang diteliti Ketiga metode di atas dapat diterapkan semuanya dalam analisis suatu karya sastra ataupun hanya dimanfaatkan salah satu saja tergantung pada objek material (karya sastra) yang diteliti. b. Teori Psikoanalisis Sigmund Freud Sigmund Freud dianggap sebagai pencetus psikologi sastra, ia menciptakan teori psikoanalisis yang membuka wacana penelitian psikologi sastra. Pendekatan psikoanalisis sangat substil dalam hal menemukan berbagai hubungan antar penanda tekstual (Endraswara, 2003: 199). Psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud. Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia. Ilmu ini merupakan bagian dari psikologi yang memberikan kontribusi besar dan dibuat untuk psikologi manusia selama ini. The psychoanalytic focus on the structure of the personality and the operation of its characteristic defenses as well as its insistence on the uniqueness of the individual. (dikutip dari Lunbeck, 2006). Dalam konsep Freud pada kutipan di atas dijelaskan bahwa, fokus psikoanalisis adalah pada struktur kepribadian dan operasi pertahanan karakteristik serta desakan pada keunikan individu. Psikoanalisis yang diciptakan Freud terbagi atas beberapa bagian, yaitu : struktur kepribadian, aspek dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian. Struktur kepribadian merupakan uraian sistem-sistem psikologi dalam diri manusia. Dinamika kepribadian merupakan commit to user cara kerja dan saling pengaruh antara 21

15 ketiga sistem dalam struktur kepribadian untuk mengurai ketegangan. Sedangkan perkembangan kepribadian secara sederhana dapat dimengerti sebagai aplikasi ketiga sistem tersebut dan perananya dalam hidup manusia. 1) Struktur Kepribadian Menurut Freud kepribadian memiliki tiga unsur penting, yaitu id, ego, dan superego. a) Id Id (terletak di bagian tak sadar) yang merupakan reservoir pulsi dan menjadi sumber energi psikis. Id merupakan energi psikis dan naluri yang menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasarnya. Id berada di alam bawah sadar, tidak ada kontak dengan realitas. Cara kerja id berhubungan dengan prinsip kesenangan, yakni selalu mencari kenikmatan dan selalu menghindari ketidaknyamanan ( Freud dalam Minderop, 2011: 21). Freud (dalam Koswara, 1991:32) menyampaikan bahwa id adalah sistem kepribadian yang paling primitif/dasar yang sudah beroperasi sebelum bayi berhubungan dengan dunia luar. Id adalah sistem kepribadian yang di dalamnya terdapat faktor faktor bawaan. Faktor bawaan ini adalah insting atau naluri yang dibawa sejak lahir. Lebih lanjut disampiakan bahwa naluri yang terdapat dalam diri manuasia dibedakan menjadi dua, yaitu naluri kehidupan (life instincts) dan naluri kematian (death insticts). Yang dimaksud naluri kehidupan oleh Freud adalah naluri yang ditujukan pada pemeliharaan ego (the conservation of the individual) dan pemeliharaan kelangsungan jenis (the conservation of the species). Dengan kata lain, naluri kehidupan adalah naluri yang ditujukan kepada pemeliharaan manusia sebagai individu maupun spesies. Adapun naluri kematian adalah naluri yang ditujukan kepada penghancuran atau pengrusakan yang telah ada. b) Ego Ego (terletak di antara alam sadar dan tak sadar) yang bertugas sebagai penengah yang mendamaikan tuntutan pulsi dan larangan superego. Ego terperangkap di antara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga serta patuh pada prinsip realitas dengan mencoba commit to memenuhi user kesenangan individu yang 22

16 dibatasi oleh realitas. Ego menolong manusia untuk mempertimbangkan apakah ia dapat memuaskan diri tanpa mengakibatkan kesulitan atau penderitaan bagi dirinya sendiri. Ego berada di antara alam sadar dan alam bawah sadar. Tugas ego memberikan tempat pada fungsi mental utama, misalnya: penalaran, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan. Dengan alasan ini, ego merupakan pimpinan utama dalam kepribadian (Freud dalam Minderop, 2011: 21-22). Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan pribadi untuk berhubungan dengan dunia nyata (Freud, dalam Suryabrata, 2007:147). Seperti orang yang lapar harus berusaha mencari makanan untuk menghilangkan tegangan (rasa lapar) dalam dirinya. Hal ini berarti seseorang harus dapat membedakan antara khayalan tentang makanan dan kenyataannya. Hal inilah yang membedakan antara id dan ego. Dikatakan aspek psikologis karena dalam memainkan peranannya ini, ego melibatkan fungsi psikologis yang tinggi, yaitu fungsi konektif atau intelektual (Freud, dalam Koswara, 1991:33-34). Ego selain sebagai pengarah juga berfungsi sebagai penyeimbang antara dorongan naluri id dengan keadaan lingkungan yang ada. Menurut Freud, ego dalam perjalanan fungsinya tidak ditujukan untuk menghambat pemuas kebutuhan atau naluri yang berasal dari id, melainkan bertindak sebagai perantara dari tuntunan tuntunan naluriah organisme di satu pihak dengan keadaan lingkungan di pihak lain. Yang dihambat oleh ego adalah pengungkapan naluri naluri yang tidak layak atau yang tidak bisa diterima oleh lingkungan (dalam Koswara, 1991:34). c) Superego Superego (terletak sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di bagian tak sadar) bertugas mengawasi dan menghalangi pemuasaan sempurna pulsi-pulsi tersebut yang merupakan hasil pendidikan dan identifikasi pada orang tua. Superego mengacu pada moralitas dalam kepribadian. Superego sama halnya dengan hati nurani yang mengenali nilai baik dan buruk (Freud dalam Minderop, 2011: 22). commit to user 23

17 Superego merupakan aspek-aspek yang berkaitan dengan latar belakang sosial dari kepribadian. Superego adalah suara hati atau bagian moral dari kepribadian. Dalam hal ini, superego bersifat sebagai kontrol terhadap adanya dorongan-dorongan dari id dan ego pada diri manusia yang mengalami konflik. Superego dapat juga dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk. Aktivitas superego menyatakan diri dalam konflik ego yang dirasakan dalam emosi-emosi, seperti rasa bersalah, menyesal dan sikap observasi diri dan kritik diri (Suryabrata, 2007: ). 2) Dinamika Kepribadian Freud berpendapat bahwa energi manusia dapat dibedakan dari penggunaannya, yaitu aktivitas fisik disebut energi fisik dan aktivitas psikis disebut energi psikis. Berdasarkan teori ini, Freud mengatakan, energi fisik dapat diubah menjadi energi psikis. Id dengan naluri-nalurinya merupaan media atau jembatan dari energi fisik dengan kepribadian. Menurut Freud, kekuatan id mengungkapkan tujuan hakiki kehidupan organisme individu. Hal ini tercakup dalam pemenuhan kepuasan. Id tidak mampu mewujudnyatakan tujuan mempertahankan kehidupan atau melindungi kondisi dari bahaya. Ini menjadi tugas ego, termasuk mencari cara memenuhi kebutuhan dan kepuasan, superego mengendalikan keinginan-keinginan tersebut. Menurut konsep Freud, naluri merupakan representasi psikologis bawaan dari eksitasi (keadaan tegang dan terangsang) akibat muncul suatu kebutuhan tubuh. Freud percaya bahwa kecemasan sebagai hasil dari konflik bawah sadar merupakan akibat dari konflik antara pulsi id dan pertahanan dari ego dan superego. Kebanyakan dari pulsi tersebut mengancam individu yang disebabkan oleh pertentangan nilai-nilai personal atau berseberangan dengan nilai-nilai dalam suatu masyarakat. Freud mengemukakan bahwa manusia mempunyai daya pendorong untuk melakukan berbagai hal dengan menggunakan energi. Energi ada dua yaitu energi fisik dan energi psikis. Energi fisik adalah energi yang dipakai untuk kekuatan fisik, sedangkan energi psikis adalah energi yang digunakan untuk kekuatan psikologis. commit to user 24

18 Dalam konsep Freud, naluri adalah reprensentasi psikologis bawaan dari eksitasi (keadaan tegang dan terangsang) pada tubuh yang diakibatkan oleh munculnya suatu kebutuhan tubuh (dalam Koswara, 1991:36). Dalam dinamika kepribadian, Freud menjelaskan tentang adanya tenaga pendorong (cathexis) dan tenaga penekanan (anti cathexis). Kateksis adalah pemakaian energi psikis yang dilakukan oleh id untuk suatu objek tertentu untuk memuaskan suatu naluri, sedangkan anti-kataeksis adalah penggunaan energi psikis (yang berasal dari id) untuk menekan atau mencegah agar id tidak memunculkan naluri naluri yang tidak bijaksana dan destruktif. Id hanya memiliki kateksis, sedangkan ego dan superego memiliki anti-kateksis, namun ego dan superego juga bisa membentuk kateksis-objek yang baru sebagai pengalihan pemuasan kebutuhan secara tidak langsung, masih berkaitan dengan asosiasi asosiasi objek pemuasan kebutuhan yang diinginkan oleh id. Pengerahan dan pengalihan energi psikis dari satu objek ke objek lain ini merupakan gambaran dari dinamika kepribadian dalam teori Freud (dalam Koswara, 1991:37). Lingkungan tempat orang hidup kadang kala bisa mengancam dan membahayakan. Dalam menghadapi ancaman biasanya orang merasa takut, karena kewalahan menghadapi stimulasi berlebihan yang tidak berhasil dikendalikan oleh ego, maka ego diliputi kecemasan. Kecemasan adalah suatu konsep terpenting dalam psikoanalisis dan juga memainkan peranan yang penting, baik dalam perkembangan kepribadian maupun dinamika kepribadian (dalam Koswara, 1991:39). 3) Perkembangan Kepribadian Kepribadian selalu berubah dan berkembang, perkembangan kepribadian adalah suatu proses untuk mengatasi ketegangan jiwa. Perkembangan kepribadian memilki empat sumber ketegangan pokok, yaitu : proses pertumbuhan fisiologis, frustasi, konflik, dan ancaman (Hall & Lindzey, 2000:82). Setiap individu mempelajari cara-cara baru untuk mereduksi ketegangan yang disebabkan oleh keempat sumber ketegangan tersebut. proses belajar ini yang dimaksudkan sebagai perkembangan kepribadian. commit to user 25

19 3 Hakikat Nilai Didik dalam Karya Sastra a. Pengertian Nilai Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu akan bernilai apabila berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Sastra dan tata nilai merupakan dua fenomena sosial yang saling melengkapi dalam hakikat mereka sebagai sesuatu yang eksistensial. Sastra sebagai produk kehidupan, mengandung nilai-nilai sosial, falsafah, religi, dan sebagainya, baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang merupakan penyodoran konsep baru (Suyitno, 1986: 3). Oleh karena itu, sastra tidak hanya memasuki ruang serta nilai-nilai kehidupan personal, tetapi juga nilai kehidupan manusia dalam arti yang menyeluruh. Hamalik (2011:75) berpendapat bahwa nilai adalah ukuran umum yang dipandang baik oleh masyarakat dan menjadi pedoman dari tingkah laku manusia tentang cara hidup yang sebaik-baiknya. Sementara itu, menilai oleh Setiadi (2006: 110) dikatakan sebagai kegiatan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain sehingga diperoleh menjadi suatu keputusan yang menyatakan sesuatu itu berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik, atau buruk, manusiawi atau tidak manusiawi, religius atau tidak religius, berdasarkan jenis tersebutlah nilai ada. Driyarkara (dalam Mardiatmadja, 1986: 54) menyatakan bahwa nilai adalah hakikat suatu hal, yang menyebabkan hal itu pantas dikejar oleh manusia demi peningkatan kualitas manusia, atau yang berguna untuk suatu tujuan. Nilai dalam hal ini mengacu pada sikap orang terhadap sesuatu hal yang baik. Nilai mengandung harapan atau sesuatu yang diinginkan oleh manusia. Oleh karena itu, nilai bersifat normatif yang merupakan keharusan untuk diwujudkan dalam tingkah laku manusia yang selalu ingin dihargai, dijunjung tinggi serta selalu sejajar dengan manusia yang lain dalam memperoleh kebahagiaan hidup. Apabila nilai itu dihayati seseorang, akan sangat berpengaruh terhadap cara berfikir, cara bersikap, maupun cara bertindak dalam mencapai tujuan hidupnya. commit to user 26

20 b. Pengertian Pendidikan Secara etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani Paedogogike, yang terdiri atas kata Pais yang berarti Anak dan kata ago yang berarti Aku membimbing (Hadi, 2003: 17), jadi dapat disimpulkan bahwa paedogogike berarti aku membimbing anak. Tilaar (2002: 435) mengatakan hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia. Dikatakan pula bahwa memanusiakan manusia atau proses humanisasi adalah melihat manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam eksistensinya. Eksistensi ini merupakan penempatan manusia pada tempatnya yang terhormat dan bermartabat. Kehormatan itu tidak terlepas dari nilai-nilai luhur yang selalu dipegang oleh manusia. Pendidikan pada hakikatnya juga berarti mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari pernyataan tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam pendidikan, yaitu: a) cerdas, berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan nyata. Cerdas bermakna kreatif, inovatif dan siap mengaplikasikan ilmunya; b) hidup, memiliki filosofi untuk menghargai kehidupan dan melakukan hal-hal yang terbaik untuk kehidupan itu sendiri. Hidup itu berarti merenungi bahwa suatu hari kita akan mati, dan segala amalan kita akan dipertanggungjawabkan kepada-nya. Filosofi hidup ini sangat syarat akan makna individualisme yang artinya mengangkat kehidupan seseorang, memanusiakan manusia, memberikan makanan kehidupan berupa semangat, nilai moral, dan tujuan hidup; c) bangsa, berarti manusia selain sebagai makhluk individu juga merupakan makhluk sosial yang membutuhkan keberadaan orang lain. Setiap individu berkewajiban menyumbangkan pengetahuannya untuk masyarakat meningkatkan derajat kemuliaan masyarakat sekitar dengan ilmu, sesuai dengan yang diajarkan agama dan pendidikan. Indikator terpenting kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan dan pengajaran (Ratna, 2005: 449). Ciri khas manusia adalah kemampuannya dalam mendidik dan dididik melalui aktivitas pendidikan. Dalam masyarakat, unsur pendidikan dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak bisa terpisahkan dan saling berkaitan. Pendidikan menjadi suatu instrument untuk mentransmisikan keabudayaan pada masyrakat dan generasi baru. Selain commit itu, to pendidikan user juga bersifat mengawetkan 27

21 kebudayaan, sehingga dapat membuat anak-anak menjadi manusia yang berbudaya (Hamalik, 2011: 88). c. Nilai Didik dalam Sastra Secara etimologis, sastra juga berarti alat untuk mendidik. Lebih jauh, dikaitkan dengan pesan dan muatannya, hampir secara keseluruhan karya sastra merupakan sarana-sarana estetika. (Ratna, 2005: 447). Lebih lanjut, relevansi pendidikan terhadap sastra adalah terselenggaranya keseluruhan dimensi aktivitas kreatif di sekolah-sekolah. Pada gilirannya masyarakat memperoleh banyak manfaat, seperti aspek etis estetis dan berbagai pesan yang terkandung di dalamnya. Pendidikan meningkatkan kualitas sumber daya, baik terhadap terhadap seniman sebagai pencipta, maupun pembaca sebagai penikmat (Ratna, 2005: ). Pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya membantu peserta didik untuk menyadari nilai-nilai yang dimilikinya dan berupaya memfasilitasi mereka agar terbuka wawasan dan perasaannya untuk memiliki dan meyakini nilai yang lebih hakiki, lebih tahan lama, dan merupakan kebenaran yang dihormati dan diyakini secara sahih sebagai manusia yang beradab (Setiadi, 2006: 114). Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan berbudaya. Nilai-nilai pendidikan menyiratkan berbagai hal dapat mengembangkan masyarakat dengan berbagai dimensinya dan nilai-nilai tersebut mutlak dihayati dan diresapi manusia sebab ia mengarah pada kebaikan dalam berpikir dan bertindak sehingga dapat memajukan budi pekerti serta pikiran/ intelegensinya. Nilai-nilai pendidikan dapat diperoleh manusia melalui berbagai hal diantaranya melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Sastra khususnya humaniora sangat berperan penting sebagai media dalam pentransformasian sebuah nilai termasuk halnya nilai pendidikan. Secara etimologis, sastra juga berarti alat untuk mendidik (Ratna, 2009: 447). Lebih lanjut menurutnya, nilai-nilai pendidikan commit to dikaitkan user dengan pesan dan muatannya, 28

22 hampir secara keseluruhan karya sastra merupakan sarana-sarana etika. Jadinya antara pendidikan dan karya sastra adalah dua hal yang saling berkaitan. Sastra sebagai hasil kehidupan mengandung nilai-nilai sosial, filosofi, religi dan sebagainya. Baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang merupakan ciptaan terbaru semuanya dirumuskan secara tersurat dan tersirat. Sastra tidak saja lahir karena kejadian, tetapi juga dari kesadaran penciptaannya bahwa sastra sebagai sesuatu yang imajinatif, fiktif, dll, juga harus melayani misimisi yang dapat dipertanggungjawabkan serta bertendensi. Sastrawan pada waktu menciptakan karyanya tidak saja didorong oleh hasrat untuk menciptakan keindahan, tetapi juga berkehendak untuk menyampaikan pikiran-pikirannya, pendapat-pendapatnya, dan kesan-kesan perasaannya terhadap sesuatu. Karya sastra mengandung nilai-nilai pendidikan yang harus dikembangkan. Karya sastra harus bisa dijadikan sebagai wahana untuk meneruskan dan mewariskan tradisi budaya bangsa dari generasi ke generasi berikutnya, yang berupa gagasan, pemikiran, bahasa, pengalaman, sejarah, nilai moral, dan budaya. Mencari nilai luhur dari karya sastra adalah menentukan kreativitas terhadap hubungan kehidupannya. Dalam karya sastra akan tersimpan nilai atau pesan yang berisi amanat atau nasihat. Melalui karyanya, pencipta karya sastra berusaha untuk memengaruhi pola pikir pembaca dan ikut mengkaji tentang baik dan buruk, benar mengambil pelajaran, teladan yang patut ditiru dan sebagainya. Karya sastra diciptakan bukan sekadar untuk dinikmati, akan tetapi untuk dipahami dan diambil manfaatnya. Karya sastra tidak sekadar benda mati yang tidak berarti, tetapi di dalamnya termuat suatu ajaran berupa nilai-nilai hidup dan pesan-pesan luhur yang mampu menambah wawasan manusia dalam memahami kehidupan. Dalam karya sastra, berbagai nilai hidup dihadirkan karena hal ini merupakan hal positif yang mampu mendidik manusia, sehingga manusia mencapai hidup yang lebih baik sebagai makhluk yang dikaruniai oleh akal, pikiran, dan perasaan. d. Macam-macam Nilai Didik dalam Karya Sastra Manusia dalam kehidupan dunia ini tidak pernah terlepas dari tata nilai yang melingkupinya. Pendidikan commit dalam to pengertian user proses belajar seseorang 29

23 tentang hidup dan kehidupan ini, menjadikan nilai sebagai faktor penting yang harus ada pada setiap kegiatannya. Nilai pendidikan dapat diperoleh dari membaca karya-karya sastra sebab sastra merupakan pencerminan hidup manusia di dalam kehidupan. Sastra dan pendidikan memiliki hubungan yang erat dan tidak terpisahkan. Suyitno (1986: 3) mengatakan bahwa berbicara mengenai nilai pendidikan atau nilai didik dalam karya sastra tidak akan terlepas dari karya sastra itu sendiri. Karya sastra sebagai hasil olahan sastrawan yang mengambil bahan dari segala permasalahan dalam kehidupan dapat memberikan pengetahuan yang tidak dimiliki oleh pengetahuan lain. Hal ini merupakan kelebihan karya sastra. Kelebihan lain dari karya sastra ialah bahwa karya sastra dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap cara berpikir mengenai hidup baik, buruk, benar, salah, mengenai hidupnya sendiri ataupun bangsanya. Sastra sebagai produk kehidupan mengandung nilai-nilai sosial, falsafah, religi, dan sebagainya. Bertolak pada pendapat Suyitno di atas, terdapat hubungan yang erat antara sastra dengan pendidikan. Hubungan ini disebabkan oleh kandungan nilai didik di dalam karya sastra. Nilai pendidikan di dalam karya sastra tidak selalu berupa petuah bagi pembaca, tetapi dapat pula berupa kritikan bagi seseorang, sekelompok orang, atau sebuah struktur sosial yang tidak sesuai dengan harapan pengarang di dalam kehidupan nyata. Terlepas dari bagaimana nilai-nilai pendidikan tersebut dibentuk pengarangnya di dalam karyanya, secara garis besar terdapat 4 (empat) nilai pendidikan dalam karya sastra, yakni sebagai berikut : 1) Nilai Pendidikan Sosial Karya sastra merupakan karya imajinatif, artinya lahir dari hasil proses imajinasi pengarangnya. Meskipun demikian, sifat imajinasi di dalam karya sastra tidak jarang berangkat dari realitas yang terdapat di sekitar pengarang. Kesusastraan bisa lahir dari situasi sosial yang ada di sekitar pengarang, yang dengan seluruh kesadaran ditangkap pengarang dan kemudian dituangkannya dalam sebuah karya yang menarik, utuh, dan tentu saja tidak terlepas dari pendapat pengarang pribadi sebagai commit penciptanya. to user 30

24 Nilai sosial mengacu pada hubungan individu dengan individu yang lain dalam sebuah masyarakat. Bagaimana seseorang harus bersikap, dan bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, dan menghadapi situasi tertentu juga termasuk nilai sosial. Di dalam masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam coraknya, pengendalian diri adalah sesuatu yang sangat penting untuk menjaga kesinambungan masyarakat. Dorongan sosial berkenaan dengan pembentukan dan pemeliharaan jenis-jenis tingkah laku, hubungan antar individu, dan hubungan antar individu dengan masyarakat. Dorongan sosial pada akhirnya akan mendorong penciptaan sastra yang mau tidak mau akan memperjuangkan berbagai bentuk aktifitas sosial tersebut (Semi, 1993: 22). Karya sastra merupakan salah satu hasil cipta, rasa, dan karsa manusia, yang tentunya hidup dan memiliki kehidupan di tengah masyarakat. Kenyataan tersebut membawa karya sastra, seperti diungkap Sumardjo (1986: 120), bersumber dari kenyataan-kenyataan yang hidup di tengah masyarakat. Sastra adalah produk masyarakat dan berada di tengah masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa kesusastraan berkaitan erat dengan nilai-nilai yang terdapat dalam wilayah sosial. Perkembangan sosial memberi dorongan manusia untuk masuk pada lingkungan masyarakat, individu ingin keluar dari lingkungan keluarga dan memasuki lingkungan sosial di tengah-tengah masyarakat. Mujiyanto (1988: 8) menyatakan bahwa dengan menekuni karya-karya sastra yang ada, manusia dapat membina kepekaan sosialnya. Membaca karya sastra adalah membaca realitas sosial yang ada di lingkungan sekitar kita. Memahami makna dan hakikat karya sastra sama artinya dengan memahami polapola kehidupan sosial di tengah masyarakat. Dengan demikian, pendapat di atas menyatakan bahwa aktivitas membaca dan memahami karya-karya sastra adalah aktivitas membina kepekaan sosial, kepekaan terhadap sesama manusia, kepekaan terhadap masalah-masalah kemasyarakatan, dan kepekaan terhadap kesadaran bagi dirinya untuk bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya. Bertolak dari beberapa pengertian tentang nilai pendidikan sosial di dalam karya sastra di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan sosial dalam commit to user 31

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2008:725) Konsep merupakan (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu karya yang lahir dari hasil perenungan pengarang terhadap realitas yang ada di masyarakat. Karya sastra dibentuk

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. 7 BAB II LANDASAN TEORI E. Pengertian Psikologi Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. Psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang melalui daya imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra sebagai hasil karya seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Penokohan Penokohan merupakan satu bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Aji Budi Santosa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata BAB II LANDASAN TEORI Seperti yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa sastra adalah suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata lain, kegiatan sastra itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti mengungkapkan mengenai: (a) latar belakang masalah, (b) rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, dan (d) manfaat penelitian. A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif manusia dalam kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra seni kreatif menggunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai titik tolak, dalam melakukan

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sejenis Penelitian lain yang membahas tentang Citra Perempuan adalah penelitian yang pertama dilakukan oleh Fitri Yuliastuti (2005) dalam penelitian yang berjudul

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan suatu keadaan yang mendorong atau merangsang seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan akan menentukan kelangsungan hidup manusia. Seorang manusia tidak cukup dengan tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak makna dan banyak aspek didalamnya yang dapat kita gali. Karya sastra lahir karena ada daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang berkaitan dengan memperjuangkan kepentingan hidup manusia. Sastra merupakan media bagi manusia untuk berkekspresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra memberikan pelajaran penting bagi kehidupan manusia. Dalam karya terdapat pesan-pesan sosial, moral, dan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra memberikan pelajaran penting bagi kehidupan manusia. Dalam karya terdapat pesan-pesan sosial, moral, dan spiritual BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra memberikan pelajaran penting bagi kehidupan manusia. Dalam karya terdapat pesan-pesan sosial, moral, dan spiritual dapat dijadikan pedoman hidup. Karya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, suatu metode analisis dengan penguraian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat

Lebih terperinci

ANALISIS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA NOVEL TEATRIKAL HATI KARYA RANTAU ANGGUN DAN BINTA ALMAMBA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

ANALISIS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA NOVEL TEATRIKAL HATI KARYA RANTAU ANGGUN DAN BINTA ALMAMBA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA ANALISIS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA NOVEL TEATRIKAL HATI KARYA RANTAU ANGGUN DAN BINTA ALMAMBA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Enik Kuswanti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk institusi sosial dan hasil pekerjaan seni kreatif dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hubungan antara sastra, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari daya imajinasi pengarang yang dituangkan dalam sebuah wadah. Sastra sendiri adalah bentuk rekaman dari bahasa yang akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai seni kreatif

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini melibatkan beberapa konsep seperti berikut ini.

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini melibatkan beberapa konsep seperti berikut ini. BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dalam penelitian ini melibatkan beberapa konsep seperti berikut ini. 2.1.1 Novel Novel adalah jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nurgiyantoro (2012:70) dalam penciptaan sebuah karya sastra, pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada hakekatnya pengarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah ungkapan jiwa.sastra merupakan wakil jiwa melalui bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi kehidupan manusia. Ia tidak

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran mental dari objek atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran mental dari objek atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah rancangan atau buram surat; ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa tulisan yaitu novel yang menceritakan tentang kehidupan tokohtokoh

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa tulisan yaitu novel yang menceritakan tentang kehidupan tokohtokoh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan suatu ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman. Ungkapan-ungkapan tersebut di dalam sastra dapat berwujud lisan maupun tulisan. Tulisan adalah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan aspek penting dalam penelitian. Konsep berfungsi untuk menghindari kegiatan penelitian dari subjektifitas peneliti serta mengendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif pada sebuah karya seni yang tertulis atau tercetak (Wellek 1990: 3). Sastra merupakan karya imajinatif yang tercipta dari luapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik terjadi acap kali dimulai dari persoalan kejiwaan. Persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Konflik terjadi acap kali dimulai dari persoalan kejiwaan. Persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konflik terjadi acap kali dimulai dari persoalan kejiwaan. Persoalan kejiwaan itu terjadi karena tidak terkendalinya emosi dan perasaan dalam diri. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang struktural sastra dan sosiologi sastra. Pendekatan struktural dilakukan untuk melihat keterjalinan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan yang terjadi di masyarakat ataupun kehidupan seseorang. Karya sastra merupakan hasil kreasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan produk pengarang yang bermediakan bahasa dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan produk pengarang yang bermediakan bahasa dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan produk pengarang yang bermediakan bahasa dan imajinasi. Karya sastra merupakan cerminan pemikiran, perasaan, kepribadian, dan pengalaman hidup

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra

II. LANDASAN TEORI. Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Novel Salah bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya

Lebih terperinci

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN ENCEP KUSUMAH MENU UTAMA PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN UNSUR PROSA FIKSI CERPEN NOVELET NOVEL GENRE SASTRA SASTRA nonimajinatif Puisi - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra menurut Wellek dan Warren adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (2013: 3). Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat Semi bahwa sastra adalah suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:588), konsep

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:588), konsep BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:588), konsep didefinisikan sebagai ling gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah fenomena kemanusiaan yang kompleks, ibarat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah fenomena kemanusiaan yang kompleks, ibarat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah fenomena kemanusiaan yang kompleks, ibarat memasuki hutan makin ke dalam makin lebat dan belantara, ada peristiwa suka dan duka, dan berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pada bab ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu: (1) kajian pustaka, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil pekerjaan kreatif manusia. Karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil pekerjaan kreatif manusia. Karya sastra BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil pekerjaan kreatif manusia. Karya sastra umumnya berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Sastra lahir atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI Ma mur Saadie SASTRA GENRE SASTRA nonimajinatif - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan harian Puisi imajinatif Prosa Fiksi Drama GENRE SASTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Clarry Sadadalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Clarry Sadadalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai-Nilai Kemanusiaan Menurut Clarry Sadadalam http://jhv.sagepub.com&http://www.globalresearch. ca/index.php?contex =view Article)nilai adalah ide atau gagasan, konsep seseorang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang memuaskan sehingga banyak sastrawan yang mencoba membuat batasan-batasan

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang memuaskan sehingga banyak sastrawan yang mencoba membuat batasan-batasan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Kesusastraan Pertanyaan mengenai apa itu sastra selama ini belum juga mendapatkan jawaban yang memuaskan sehingga banyak sastrawan yang mencoba membuat batasan-batasan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil karya manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan, pemahaman, dan tanggapan perasaan penciptanya tentang hakikat kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci