BAB II GURU DAN KARAKTER SISWA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II GURU DAN KARAKTER SISWA"

Transkripsi

1 BAB II GURU DAN KARAKTER SISWA A. Guru 1. Pengertian Guru Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau, di rumah, dan sebagainya. 1 Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Guru memang menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia. 2 Menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam konteks ini, guru dikatakan 1 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. 1, hlm Soetjipto, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm

2 21 professional jika ia mempunyai keahlian, kemahira atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. 3 Dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat di pundak guru diberikan tugas dan tangung jawab yang berat mengemban tugas memang berat. Akan tetapi, lebih berat lagi mengemban tanggung jawab guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Pembinaan yang harus diberikan oleh guru tidak hanya secara kelompok (klasikal), tetapi juga secara individual. Hal ini mau tidak mau menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tangkah laku, dan perbuatan anak didiknya, tidak hanya di lingkungan sekolah, tetapi juga di luar sekolah. 4 Dalam Kamus Bahasa Indonesia karya W. J. S Purwadarminto guru adalah seseorang mempunyai pekerjaan mengajar. Istilah guru sebetulnya sudah ada sejak dulu, dalam Islam istilah guru berkaitan erat kepada Nabi Muhammad saw. Karena beliau merupakan guru pertama dalam Islam yang mengajarkan tentang segala sesuatu kepada sesame manusia atau dengan kata lain sebagai rahmatan lil a lamin, kemudian setelah beliau wafat maka tugas selanjunya di embank oleh para ulama-ulama sebagai pewaris para Nabi. Istilah guru mengalami perubahan istilah tetatpi intinya sama yaitu orang yang mempuanyai pekerjaan mengajar seperti di 3 UU RI No. 14 tahun 2005, Undang-Undang Guru dan Dosen, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 32.

3 22 lingkungan sekolah dasar sampai sekolah menengah guru masih tetap dengan istilah guru. 5 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik, guru juga dikatakan sebagai pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. 2. Tugas Pokok Guru Guru sebagai figur seorang pemimpin dan sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik, mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan negara. 6 Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi menuntut kepada guru untuk mengemban profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan 5 Syaiful Bahri Djamaroh, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm Ibid, hlm. 32.

4 23 mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik. 7 Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tugas pokok guru adalah membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang bisa mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya, membangun bangsa dan negara. Guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik. Dengan begitu anak didik dididik agar mempunyai sifat kesetiakawanan sosial. Guru harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua, dengan mengemban tugas yang dipercayakan orang tua kandung/wali anak didik dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan kemasyarakatan merupakan tugas guru yang juga tidak kalah pentingnya. Pada bidang ini guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral Pancasila. Memang tidak dapat dipungkiri bila guru mendidik anak didik sama halnya guru mencerdaskan bangsa Indonesia. 8 Bila dipahami, maka tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat 7 Abdul Mujib, op. cit., hlm Ibid, hlm. 42.

5 24 bahkan bila dirinci lebih jauh, tugas guru tidak hanya yang telah disebutkan. Guru dalam mendidik anak didik bertugas, antara lain: 9 a. Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman; b. Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara Pancasila; c. Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik. d. Sebagai perantara dalam belajar; e. Membawa anak didik ke arah kedewasaan, pendidik tidak mahakuasa, tidak dapat membentuk anak menurut sekehendaknya; f. Sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat; g. Sebagai penegak disiplin; h. Sebagai administrator dan manager; i. Sebagai suatu profesi; j. Sebagai perencana kurikulum; k. Sebagai pemimpin (Guidance worker); l. Sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak. 10 Tugas pendidik dipetakan atas sebagai pendidik, pengajar, fasilitator, pembimbing, pelayan, perancang, pengelola, inovator dan penilai, sebagaimana tabel di bawah ini: 11 9 M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2001) Cet. 13, hlm Syaiful Bahri Djamarah, Op.Cit., hlm Moh. Rasyid, Guru, (Kudus: STAIN Kudus Press, 2007), hlm. 83.

6 25 No Peran Tugas Pokok 1. Pendidik a. Mengembangkan kepribadian b. Membina budi pekerti 2. Pengajar a. Menyampaikan ilmu pengetahuan b. Melatih keterampilan dan memberikan panduan atau petunjuk c. Perpaduan atau petunjuk d. Perpaduan antara memberikan pengetahuan, bimbingan, dan keterampilan e. Merancang pengajaran f. Melaksanakan pembelajaran g. Menilai aktivitas pembelajaran 3. Fasilitator a. Memotivasi siswa b. Membantu siswa c. Membimbing siswa dalam proses pembelajaran di dalam dan di luar kelas d. Menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang sesuai e. Menggunakan pertanyaan yang merangsang siswa untuk belajar f. Menyediakan bahan pengajaran g. Mendorong siswa untuk mencari bahan ajar h. Menggunakan ganjaran dan hukuman sebagai

7 26 alat pendidikan 4. Pembimbing a. Mewujudkan disiplin b. Memberikan petunjuk atau bimbingan tentang gaya pembelajaran siswa c. Mencari kekuatan dan kelemahan siswa d. Memberikan latihan e. Memberikan penghargaan kepada siswa f. Mengenal permasalahan yang dihadapi siswa dan menemukan cara pemecahannya g. Membantu siswa untuk menemukan bakat dan minat siswa (karir di masa depan) 5. Pelayan a. Mengenali perbedaan individual siswa b. Memberikan layanan pembelajaran yang nyaman dan aman sesuai dengan perbedaan individual siswa c. Menyediakan fasilitas pembelajaran dari sekolah seperti ruang belajar, meja, kursi, papan tulis, almari, alat peraga, papan pengumuman d. Memberikan layanan sumber belajar 6. Perancang a. Menyusun program pengajaran dan pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku b. Menyusun rencana mengajar

8 27 c. Menentukan strategi dan metode pembelajaran sesuai dengan konsep PAKEM (pembelajaran aktif, efektif dan menyenangkan) 7. Pengelola a. Melaksanakan administrasi kelas b. Melaksanakan presensi kelas c. Memilih strategi dan metode mengajar yang efektif d. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam penggunaan strategi dan metode mengajar 8. Inovator a. Mencoba dan menerapkan strategi dan metode pembelajaran yang baru b. Menyusun tes dan instrument penilaian lain c. Melaksanakan penilaian terhadap siswa secara objektif d. Mengadakan pembelajaran remedial e. Mengadakan pengayaan dalam pembelajaran Ibid, hlm. 84.

9 28 Secara singkat tugas guru dapat digambarkan melalui bagan berikut. 13 TUGAS GURU Bagan Tugas Guru MENDIDIK Meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup PROFESI MENGAJAR Meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi MELATIH Mengembangkan keterampilan dan penerapannya. Menjadi orang tua kedua KEMANUSIAAN Auto pengertian: Homoludens (manusia sebagai pemain) Homopuber (manusia mengalami transisi) Homosapiens (manusia yang tahu) Transformasi diri Autoidentifikasi KEMASYARAKATAN Mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral Mencerdaskan bangsa Indonesia 13 M. Uzer Usman, Op.Cit., hlm. 8.

10 29 3. Syarat-syarat Guru Syarat-syarat untuk menjadi guru, antara lain: 14 a. Takwa kepada Allah swt Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak didik agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-nya sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya sebagaimana Rasulullah saw. menjadi teladan bagi umatnya. Sejauhmana seorang guru mampu memberi teladan yang baik kepada semua anak didiknya, sejauh itu pulalah ia diperkirakan akan berhasil mendidik anak mereka agar menjadi penerus bangsa yang baik dan mulia b. Berilmu Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan. Guru pun harus mempunyai ijazah agar ia diperbolehkan mengajar kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah anak didik sangat meningkat, sedang jumlah guru jauh dari mencukupi, maka terpaksa menyimpang untuk sementara, yakni menerima guru yang belum berijazah. Akan tetapi dalam keadaan normal ada patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru makin baik pendidikan dan pada gilirannya makin tinggi pula derajat masyarakat. 14 Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 13.

11 30 c. Sehat Jasmani Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit menular, umpamanya, sangat membahayakan kesehatan anak-anak. Di samping itu, guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar. Kita kenal ucapan Mens Sana in Corpore Sano, yang artinya dalam tubuh yang sehat terkandung jiwa yang sehat. Walaupun pepatah itu tidak benar secara keseluruhan, akan tetapi kesehatan badan sangat mempengaruhi semangat bekerja. Guru yang sakit-sakitan kerapkali terpaksa absent dan tentunya merugikan anak didik. d. Berkelakuan baik Budi pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak didik. Guru harus menjadi teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Di antara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula. Guru yang tidak berakhlak mulia tidak mungkin dipercaya untuk mendidik. Yang dimaksud dengan akhlak mulia dalam ilmu pendidikan Islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti dicontohkan oleh pendidikan utama, Nabi Muhammad saw. Di antara akhlak mulia guru tersebut semua anak didiknya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, gembira, bersifat

12 31 manusiawi, bekerjasama dengan guru-guru lain, bekerja sama dengan masyarakat. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, untuk menjadi guru di Indonesia diatur dengan persyaratan, yakni berijazah, professional, sehat jasmani dan rohani. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Kepribadian yang luhur, bertanggung jawab, dan berjiwa nasional. 15 Dari berbagai macam syarat di atas, dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang guru tidaklah mudah harus memiliki persyaratan khusus yang wajib dipenuhi. Guru memang menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaan yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia. 4. Peran Guru Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru. Semua peranan yang diharapkan dari guru, antara lain: 16 a. Korektor Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai berbeda ini harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat. 15 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., hlm Ibid, hlm

13 32 b. Inspirator Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik. Guru harus dapat memberikan petunjuk (ilham) bagaimana cara belajar yang baik. c. Informator Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. d. Organisator Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik, dan sebagainya. e. Motivator Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motifasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah. f. Inisiator Dalam peranannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. Proses

14 33 interaksi edukatif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan. g. Fasilitator Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik. h. Pembimbing Peranan guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas, adalah sebagai pembimbing. Peranan ini harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. i. Demonstrator Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak didik pahami. Apalagi anak didik yang memiliki inteligensi yang sedang. Untuk bahan pelajaran yang sukar dipahami anak didik guru harus berusaha dengan membantunya, dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis, sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman anak didik, tidak terjadi kesalahan pengertian antara guru dan anak didik. j. Pengelola Kelas Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru.

15 34 Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya kelas yang tidak dikelola dengan baik menghambat kegiatan pengajaran. k. Mediator Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik media nonmaterial maupun materiil. l. Supervisor Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus guru kuasasi dengan baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar menjadi lebih baik. m. Evaluator Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. Penilaian terhadap aspek intrinsik lebih menyentuh pada aspek kepribadian anak didik, yakni aspek nilai (values). Dari beberapa peran di atas, dapat disimpulkan bahwa menjadi guru berdasarkan tuntutan hati nurani tidak semua orang dapat melakukannya, karena orang harus merelakan sebagian besar dari seluruh hidup dan kehidupannya mengabdi kepada negara dan bangsa guna

16 35 mendidik anak didik manusia susila yang cakap, demokratis, dan bertanggung jawab atas pembangunan dirinya dan pembangunan bangsa dan negara. 5. Tanggung Jawab Guru dalam Proses Pembelajaran Kiprah guru dalam berinteraksi dengan anak didik terpilah atas beberapa bidang garapan. Hal ini dengan tujuan mempermudah kinerja, mengembangkan kreativitas multifungsi dan mengarah pada spesialisasi kerja, meskipun tugas utamanya adalah mengajar. 17 Adapun pilihan tersebut antara lain: a. Guru kelas, komunikasi intensif seorang guru (hanya) pada kelas tertentu. b. Guru mata pelajaran, kiprah guru dalam berinteraksi dengan anak didik di kelas (hanya) pada mata pelajaran tertentu. c. Guru bimbingan dan konseling, guru yang bertugas sebagai tempat curhat anak didik atas berbagai masalah yang dihadapi sekaligus memberikan solusi alternatif. d. Guru pustakawan, tambahan tugas guru selain mengajar juga sebagai pustakawan sekolah. e. Guru ekstrakurikuler, guru yang bertugas utama mengajar dan mendapatkan tugas tambahan sebagai Pembina aktivitas ekstra kurikuler, misalnya kepanduan keolahragaan, seni drama dan lain-lain Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm Ibid, hlm. 19.

17 36 Sesungguhnya guru yang bertanggung jawab memiliki beberapa sifat, yang menurut Wens Tanlain dalam Syafrudin Nurdin adalah a) menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan, b) Memikul tugas mendidik dengan bebas, berani, gembira, c) Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang timbul, d) Menghargai orang lain, termasuk anak didik, e) Bijaksana dan hati-hati, e) Taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa. 19 Jadi, guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik. Dengan demikian, tanggung jawab guru adalah untuk membentuk anak didik agar menjadi orang bersusila yang cakap berguna bagi agama, nusa dan bangsa di masa yang akan datang. 20 Menurut al-ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah. Berangkat dari uraian tersebut maka tanggung jawab seorang pendidik sebagaimana disebutkan oleh Abdur al- Rahman An-Nahlawi adalah mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syariat-nya, mendidik diri supaya beramal saleh dan mendidik masyarakat untuk saling menasihati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan, beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap 19 Syafrudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm Syaiful Bahri Djamarah, cp.cit., hlm. 36.

18 37 anak didik, tetapi lebih jauh dari itu. Pendidikan akan mempertanggungjawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah. Tanggung jawab dalam Islam bernilai keagamaan, berarti kelalaian seseorang terhadapnya akan dipertanggungjawabkan di hari kiamat dan bernilai keduniawian, dalam arti kelalaian seseorang terhadapnya dapat dituntut di pengadilan oleh orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya. 21 Dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, maka di pundak guru diberikan tanggung jawab yang berat. Mengemban tugas memang berat, tetapi lebih berat lagi mengemban tanggung jawab, sebab tanggung jawab guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Pembinaan yang harus guru berikan pun tidak hanya secara kelompok (klasikal) tetapi juga secara individual. Hal ini harus menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku dan perbuatan anak didiknya, tidak hanya di lingkungan sekolah tetapi juga di luar sekolah sekalipun. 22 Proses pembelajaran yang bernafaskan lingkungan lebih menekankan pada pentingnya proses belajar anak didik daripada hasil belajar yang di capai oleh anak didik. Karena itu, pengendalian proses pembelajaran anak didik merupakan tanggung jawab guru. 23 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 22 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., hlm Hamzah B. Uno, Op.Cit., hlm. 28.

19 38 didik baik secara individual maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah. 24 Dari penjelasan tanggung jawab guru di atas, dapat disimpulkan bahwa makin tinggi pendidikan guru, makin baik pula pendidikan dan pengajaran yang diterima oleh anak-anak, dan makin tinggi pula derajat masyarakat. Oleh sebab itu, guru harus berkeyakinan dan bangga bahwa ia dapat menjalankan tugas itu. Guru hendaklah berusaha menjalankan tugas kewajiban sebaik-baiknya sehingga dengan demikian masyarakat menyadari sungguh-sungguh betapa berat dan mulianya pekerjaan guru. 6. Standar Kompetensi Guru Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna, Broke and Stone mengemukakan bahwa kompetensi guru sebagai...descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful Kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat karakter guru yang penuh arti. Sementara Charles mengemukakan bahwa: competency as rational performance which satisfactorily meets the objective for a desired condition (Kompetensi merupakan karakter yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan). 25 Sedangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa: Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan karakter yang harus 24 Syaiful Bahri Djamarah, Op.Cit., hlm Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, (Ciputat: Gaung Persada Press, 2006), hlm. 17.

20 39 dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. 26 Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup pengusaan materi, pemahaman terhadap peserta tidik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme. 27 Menurut Wina Sanjaya, terdapat sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru, yaitu meliputi kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan kompetensi sosial kemasyarakatan. 28 a. Kompetensi Pribadi Guru sering dianggap sebagai sosol yang memiliki kepribadian ideal. Karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus di-gugu dan di-tiru). Sebagai seorang model, guru harus mempunyai kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competencies), di antaranya: 1) Kemampuan yang berhubungan dengan pengamatan ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya. 2) Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar umat beragama. 26 Masnur Muslich, Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 17.

21 40 3) Kemampuan untuk berkarakter sesuai dengan norma, aturan dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. 4) Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru, misalnya sopan santun dan tata krama. 5) Bersifat demokratis dan terbuka terhadap pembaharuan dan kritik. 29 b. Kompetensi Profesional Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting, sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Beberapa kemampuan yang berhubungan dengan kompetensi ini di antaranya: 1) Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai, baik tujuan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan pembelajaran. 2) Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar dan lain sebagainya. 3) Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya. 29 Ibid, hlm. 18.

22 41 4) Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran. 5) Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar. 6) Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran dan menyusun program pembelajaran. 7) Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang, misalnya paham akan administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan. 8) Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berfikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja. c. Kompetensi Sosial Kemasyarakatan Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi: 1) Kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional. 2) Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan. 3) Kemampuan untuk menjalin kerjasama, baik secara individual maupun secara kelompok Ibid, hlm. 19.

23 42 Sedangkan kompetensi guru yang telah dibakukan oleh Dirjen Dikdasmen Depdiknas sebagai berikut: 1) Mengembangkan kepribadian 2) Menguasai landasan kependidikan 3) Menguasai bahan pelajaran 4) Menyusun program pengajaran 5) Melaksanakan program pengajaran 6) Menilai hasil dalam PBM yang telah dilaksanakan 7) Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran 8) Menyelenggarakan program bimbingan 9) Berinteraksi dengan sejawat dan masyarakat 10) Menyelenggarakan administrasi sekolah. 31 Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 dikemukakan bahwa kompetensi guru mencakup kompetensi pedagogis, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Selanjutnya dalam rancangan keputusan pemerintah setiap kompetensi dijelaskan seperti di bawah ini. a. Bahwa kompetensi pedagogis merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: 31 Hamzah B. Uno, Op.Cit., hlm. 20.

24 43 1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan. 2) Pemahaman terhadap peserta didik. 3) Pengembangan kurikulum/silabus. 4) Perancangan pembelajaran 5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. 6) Pemanfaatan teknologi pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. b. Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang: 1) Mantap, stabil, dewasa, arif dan bijaksana, berwibawa, berakhlak mulia. 2) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat. 3) Secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri. 4) Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. c. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi komponen untuk: 1) Berkomunikasi lisan, tulisan, dan/atau isyarat. 2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional. 3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan 4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

25 44 d. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. 32 Dari uraian di atas bahwa kompetensi guru secara umum adalah menguasai pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan bidangnya, menguasai pendekatan metode pembelajaran, mengembangkan kurikulum, memahami karakteristik peserta didik, memotivasi peserta didik, menjalankan profesinya sebagai guru dan mampu bekerja sama dengan guru yang lain serta masyarakat. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian guru yang utuh dan berkualitas sangat penting karena dari sinilah muncul tanggung jawab professional sekaligus menjadi inti kekuatan professional dan kesiapan untuk selalu mengembangkan diri. Sebagai tauladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figur yang paripurna. Itulah kesan terhadap guru sebagai sosok yang ideal. Sedikit saja guru berbuat yang tidak atau kurang baik, akan mengurangi kewibawaannya dan kharismapun secara perlahan lebur dari jati diri. 32 Wina Sanjaya, Op.Cit., hlm

26 45 B. Karakter Siswa 1. Pengertian Karakter Siswa Setiap individu memiliki cirri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor social psikologis. 33 Secara etimologi, karakter adalah segala bentuk perubahan yang layak dilakukan oleh manusia. Secara terminologi, banyak diungkap oleh psikologi, diantaranya adalah sebagai berikut: Menurut Sarlito Wirawan Sarwono, karakter adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tertentu. 34 Menurut Chave, Bogardus, La Pierre, Mead dan Gordon Allport karakter merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. 35 Dari pengertian di atas bahwa karakter senantiasa diarahkan kepada suatu objek, artinya tidak ada karakter tanpa objek, sesuai dengan pendapat Sarlito Wirawan Sarwono yang memberikan pengertian karakter bahwa karakter adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara 33 Sunarto dan B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), hlm Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm R. Sutarno, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), cet-ii, hlm. 41

27 46 tertentu terhadap hal tertentu. 36 Adapun objek-objek karakter dapat terarah terhadap benda-benda, manusia, peristiwa-peristiwa, pemandanganpemandangan, lembaga-lembaga, norma-norma, nilai-nilai dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa karakter adalah segala aktivitas manusia dalam bentuk perubahan. Tindakan dan kegiatan yang nyata baik disadari maupun tidak disadari yang merupakan hasil belajar. Tingkah laku secara umum juga disebut akhlak, perangai atau kelakukan. Jadi yang dimaksud dengan karakter siswa adalah segala aktivitas baik dalam bentuk perbuatan atau tindakan, ucapan atau dengan kata lain adalah akhlak siswa yang tercover dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan hasil proses pembelajaran. 2. Macam-Macam Karater Siswa Karakter merupakan suatu aktivitas dari pada manusia baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia iu berprilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. 37 Menurut pendapat Skinner yang dikutip oleh Ngalim Purwanto, karakter merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena karakter terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap oganisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, 36 Sarlito Wirawan Sarwono, op. cit., hlm Abdurrahman Al-Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta, Gema Insani Press, 2000), hlm. 16.

28 47 maka teori ini disebut teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respons. Respon ini dibedakan menjadi dua, yaitu: 38 a. Respondent respons, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. b. Operant respons atau Instrumental respon, yakni respon yang timbul dan berkembang kemusian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respons. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka karakter dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Karakter tertutup (covert behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert) respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu, disebut covert behaviour atau unobservable behaviour. b. Karakter terbuka (overt behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas 38 Ngalim Purwanto, op.cit., hlm. 15.

29 48 dalam bentuk tindakan atau praktik (practice) yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behavoiur Bentuk-Bentuk Karakter Siswa Bentuk-bentuk karakter siswa dapat dibedakan menjadi: 40 a. Karakter Bermasalah (problem behavior). Masalah karakter yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak karakter bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya dengan remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Karakter malu dalam dalam mengikuti berbagai aktvitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam kategori karakter bermasalah yang menyebabkan seorang remaja mengalami kekurangan pengalaman. Jadi problem behaviour akan merugikan secara tidak langsung pada seorang remaja di sekolah akibat karakternya sendiri. b. Karakter menyimpang (behaviour disorder). Karakter menyimpang pada remaja merupakan karakter yang kacau yang menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup (nervous) dan karakternya tidak terkontrol (uncontrol). Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami behaviour disorder. Seorang remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang, unhappiness dan menyebabkan Ibid, hlm Robert E Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek, (Jakarta: Indeks, 2008), hlm.

30 49 hilangnya konsentrasi diri. Karakter menyimpang pada remaja akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya. c. Karakter penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment). Karakter yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat akibatnya. Karakter menyontek, bolos, dan melangar peraturan sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di sekolah menegah (SLTP/SLTA). d. Karakter tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder). Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara karakter benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara pikir dan karakter yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan karakter yang benar dan salah pada anak. Wajarnya, orang tua harus mampu memberikan hukuman (punisment) pada anak saat ia memunculkan karakter yang salah dan memberikan pujian atau hadiah (reward) saat anak memunculkan karakter yang baik atau benar. Seorang remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perikau anti sosial baik secara verbal maupun secara non verbal seperti

31 50 melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan temannya. Selain itu, conduct disordser juga dikategorikan pada remaja yang berkarakter oppositional deviant disorder yaitu karakter oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan merugikan orang lain. 41 e. Karakter perhatian yang kurang terhadap anak hiperaktif (Attention Deficit Hyperactivity disorder) Attention Deficit Hyperactivity disorder, yaitu anak yang mengalami defisiensi dalam perhatian dan tidak dapat menerima impul-impuls sehingga gerakan-gerakannya tidak dapat terkontrol dan menjadi hyperactif. Remaja di sekolah yang hyperactif biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya atau tidak dapat berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Jika diajak berbicara, remaja yang hyperactif tersebut tidak memperhatikan lawan bicaranya. Selain itu, anak hyperactif sangat mudah terpengaruh oleh stimulus yang datang dari luar serta mengalami kesulitan dalam bermain bersama dengan temannya. 41 Ibid, hlm. 181.

32 51 4. Ciri-Ciri Karakter Siswa Menurut Syaikh M. Jamaluddin Mahfudzh, karakteristik tingkah laku siswa yang positif dan matang dapat dibedakan dengan cirri-ciri berikut ini: 42 a. Mampu menguasai diri; b. Berani memikul tanggung jawab dan menghargainya; c. Mau bekerja sama; d. Mampu saling mencintai dan mempercayai; e. Mampu saling memberi dan menerima; f. Bisa diajak bekerja sama dan mendorong perkembangan dan kemajuan; g. Mampu memperhatikan orang lain; h. Mampu menghadapi pergumulan, ketakutan, kegelisahan, dan perasaan bersalah; i. Menikmati kepercayaan diri dan kemampuan menarik orang lain berbuat hal yang sama; j. Fleksibel dalam menghadapi kenyataan. Tingkah laku positif dengan semua karakteristiknya inilah yang mampu mewujudkan adaptasi pribadi dan sosial bagi seseorang. Sehingga ia punya kemampuan untuk menyesuaikan dirinya dengan masyarakat di mana ia hidup. 42 Syaikh M. Jamaluddin Mahfudh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm. 14.

33 52 5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter Siswa Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter siswa, antara lain: 43 a. Faktor dari dalam (intrinsik), meliputi: 1) Intelegensi Setiap orang mempunyai intelegensi yang berbeda-beda. Perbedaan intelegensi ini berpengaruh dalam daya serap terhadap norma-norma dan nilai-nilai sosial. Orang yang mempunyai intelegensi tinggi umumnya tidak kesulitan dalam bergaul, belajar, dan berinteraksi di masyarakat. Sebaliknya orang yang intelegensinya di bawah normal akan mengalami berbagai kesulitan dalam belajar di sekolah maupun menyesuaikan diri di masyarakat. Akibatnya terjadi penyimpangan-penyimpangan, seperti malas belajar, emosional, bersikap kasar, tidak bisa berpikir logis. Contohnya, ada kecenderungan dalam kehidupan sehari, anak-anak yang memiliki nilai jelek akan merasa dirinya bodoh. Ia akan merasa minder dan putus asa. Dalam keputusasaannya tersebut, tidak jarang anak yang mengambil penyelesaian yang menyimpang. Ia akan melakukan segala cara agar nilainya baik, seperti menyontek. 2) Jenis kelamin 43 Ngalim Purwanto, Op.Cit., hlm. 17.

34 53 Karakter menyimpang dapat juga diakibatkan karena perbedaan jenis kelamin. Anak laki-laki biasanya cenderung sok berkuasa dan menganggap remeh pada anak perempuan. Contonya dalam keluarga yang sebagian besar anaknya perempuan, jika terdapat satu anak laki-laki biasanya minta diistimewakan, ingin dimanja. 3) Umur Umur memengaruhi pembentukan sikap dan pola tingkah laku seseorang. Makin bertambahnya umur diharapkan seseorang bertambah pula kedewasaannya, makin mantap pengendalian emosinya, dan makin tepat segala tindakannya. Namun demikian, kadang kita jumpai penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh orang yang sudah berusia lanjut, sikapnya seperti anak kecil, manja, minta diistimewakan oleh anak-anaknya. 4) Kedudukan dalam keluarga Dalam keluarga yang terdiri atas beberapa anak, sering kali anak tertua merasa dirinya paling berkuasa dibandingkan dengan anak kedua atau ketiga. Anak bungsu mempunyai sifat ingin dimanjakan oleh kakak-kakaknya maupun orang tuanya. Jadi, susunan atau urutan kelahiran kadang akan menimbulkan pola tingkah laku dan peranan dari fungsinya dalam keluarga Ibid, hlm. 18.

35 54 b. Faktor dari luar (ekstrinsik), meliputi: 1) Peran keluarga Keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan sosial sangat besar perananya dalam membentuk pertahanan seseorang terhadap serangan penyakit sosial sejak dini. Orang tua yang sibuk dengan kegiatannya sendiri tanpa mempedulikan bagaimana perkembangan anak-anaknya merupakan awal dari rapuhnya pertahanan anak terhadap serangan penyakit sosial. Sering kali orang tua hanya cenderung memikirkan kebutuhan lahiriah anaknya dengan bekerja keras tanpa mempedulikan bagaimana anak-anaknya tumbuh dan berkembang dengan alasan sibuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Alasan tersebut sangat rasional dan tidak salah, namun kurang tepat, karena kebutuhan bukan hanya materi saja tetapi juga nonmateri. Kebutuhan nonmateri yang diperlukan anak dari orang tua seperti perhatian secara langsung, kasih sayang, dan menjadi teman sekaligus sandaran anak untuk menumpahkan perasaannya. Kesulitan para orang tua untuk mewujudkan keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan lahir dan batin inilah yang menjadi penyebab awal munculnya kenakalan remaja yang dilakukan anak dari dalam keluarga yang akhirnya tumbuh dan berkembang hingga meresahkan masyarakat. Misalnya, seorang anak yang tumbuh dari keluarga yang tidak harmonis.

36 55 Kasih sayang dan perhatian anak tersebut cenderung diabaikan oleh orang tuanya. Oleh sebab itulah, ia akan mencari bentuk-bentuk pelampiasan dan pelarian yang kadang mengarah pada hal-hal yang menyimpang. Seperti masuk dalam anggota genk, mengonsumsi minuman keras dan narkoba, dan lain-lain. Ia merasa jika masuk menjadi anggota genk, ia akan diakui, dilindungi oleh kelompoknya. Di mana hal yang demikian tersebut tidak ia dapatkan dari keluarganya. 2) Peran masyarakat Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anak dari lingkungan keluarga akhirnya berkembang ke dalam lingkugan masyarakat yang lebih luas. Ketidakmampuan keluarga memenuhi kebutuhan rohaniah anak mengakibatkan anak mencari kebutuhan tersebut ke luar rumah. Ini merupakan awal dari sebuah petaka masa depan seseorang, jika di luar rumah anak menemukan sesuatu yang menyimpang dari nilai dan norma sosial. 45 Pola kehidupan masyarakat tertentu kadang tanpa disadari oleh para warganya ternyata menyimpang dari nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat umum. Itulah yang disebut sebagai subkebudayaan menyimpang. Misalnya masyarakat yang sebagian besar warganya hidup mengandalkan dari usaha prostitusi, maka anak-anak di dalamnya akan menganggap 45 Ibid, hlm. 19.

37 56 prostitusi sebagai bagian dari profesi yang wajar. Demikian pula anak yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat penjudi atau peminum minuman keras, maka akan membentuk sikap dan pola karakter menyimpang. 3) Pergaulan Pola tingkah laku seorang anak tidak bisa terlepas dari pola tingkah laku anak-anak lain di sekitarnya. Anak-anak lain yang menjadi teman sepergaulannya sering kali memengaruhi kepribadian seorang anak. Dari teman bergaul itu, anak akan menerima norma-norma atau nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila teman bergaulnya baik, dia akan menerima konsep-konsep norma yang bersifat positif. Namun apabila teman bergaulnya kurang baik, sering kali akan mengikuti konsep-konsep yang bersifat negatif. Akibatnya terjadi pola tingkah laku yang menyimpang pada diri anak tersebut. Misalnya di suatu kelas ada anak yang mempunyai kebiasaan memeras temannya sendiri, kemudian ada anak lain yang menirunya dengan berbuat hal yang sama. Oleh karena itu, menjaga pergaulan dan memilih lingkungan pergaulan yang baik itu sangat penting. 4) Media massa Berbagai tayangan di televisi tentang tindak kekerasan, film-film yang berbau pornografi, sinetron yang berisi kehidupan bebas dapat memengaruhi perkembangan karakter individu. Anak-

38 57 anak yang belum mempunyai konsep yang benar tentang normanorma dan nilai-nilai sosial dalam masyarakat, sering kali menerima mentah-mentah semua tayangan itu. Penerimaan tayangan-tayangan negatif yang ditiru mengakibatkan karakter menyimpang Ibid, hlm. 20.

BAB II KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU. pedagogi yang artinya ilmu pendidikan atau ilmu pengajaran 2.

BAB II KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU. pedagogi yang artinya ilmu pendidikan atau ilmu pengajaran 2. BAB II KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU A. Pengertian Kompetensi Pedagogik Guru Kompetensi pedagogik berasal dari dua kata yaitu kompetensi dan pedagogik. Kompetensi adalah (kewenangan), kekuasaan untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati lansung oleh pihak luar

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati lansung oleh pihak luar BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengertian Perilaku Mengajar Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati lansung oleh pihak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Syarif Hidayatullah (STAIN Jember,

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Syarif Hidayatullah (STAIN Jember, BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Terdahulu Dalam melaksanakan penelitian, peneliti tidak mengesampingkan hasil dari penelitian yang lebih dahulu dilakukan oleh peneliti lain. Hal ini dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi pendidikan bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya, pendidikan harus di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kegiatan esensial dalam kehidupan manusia, karena pendidikan, manusia dapat di bedakan dengan makhluk lain yang menempati alam ini. Kenyataan

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK MAKALAH IPS TERPADU PENYIMPANGAN SOSIAL DAN UPAYA-UPAYA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI SISWA DI SEKOLAH

TUGAS KELOMPOK MAKALAH IPS TERPADU PENYIMPANGAN SOSIAL DAN UPAYA-UPAYA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI SISWA DI SEKOLAH TUGAS KELOMPOK MAKALAH IPS TERPADU PENYIMPANGAN SOSIAL DAN UPAYA-UPAYA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI SISWA DI SEKOLAH Disusun Oleh : Nama : 1. Hesti Diana Sari 2. Irma Wati 3. Irza Tri Mahendra 4. Mario Vinsensius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu istilah yang sering dilontarkan oleh berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap kehidupan suatu masyarakat

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN INTRAPESONAL ANAK KELOMPOK B DI TK NEGERI PEMBINA KIHADJAR DEWANTORO KOTA SELATAN

PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN INTRAPESONAL ANAK KELOMPOK B DI TK NEGERI PEMBINA KIHADJAR DEWANTORO KOTA SELATAN PERAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN INTRAPESONAL ANAK KELOMPOK B DI TK NEGERI PEMBINA KIHADJAR DEWANTORO KOTA SELATAN Nurjana B. Giasi Haris Mahmud, Rapi Us. Djuko Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini

Lebih terperinci

PAHAMI ANAK APA ADANYA

PAHAMI ANAK APA ADANYA TUGAS PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PAHAMI ANAK APA ADANYA Oleh: Eka Rezeki Amalia (06320004) JURUSAN MATEMATIKA DAN KOMPUTASI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2008 Anak

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN GURU PPKn DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKN SISWA DI SMPN 1 TULAKAN KABUPATEN PACITAN

ANALISIS PERAN GURU PPKn DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKN SISWA DI SMPN 1 TULAKAN KABUPATEN PACITAN ANALISIS PERAN GURU PPKn DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKN SISWA DI SMPN 1 TULAKAN KABUPATEN PACITAN Hadi Cahyono Dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo hadicahyono0@gmail.com Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Profesional guru 1. Pengertian Kompetensi Profesional Menurut UU No.14 Th. 2005 tentang Guru dan Dosen, dinyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan kemajuan peradaban. Kemajuan suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dari lembaga-lembaga pendidikannya

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN GURU PPKN DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKN SISWA DI SMPN 1 TULAKAN KABUPATEN PACITAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015

ANALISIS PERAN GURU PPKN DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKN SISWA DI SMPN 1 TULAKAN KABUPATEN PACITAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ANALISIS PERAN GURU PPKN DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKN SISWA DI SMPN 1 TULAKAN KABUPATEN PACITAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Ratna Yuli Purwanti NIM. 11311796 Pembimbing: (1) Ardhana Januar Mahardhani,M.KP.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara umum berarti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupannya pada taraf hidup yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Kompetensi Profesional yang Harus Dimiliki Guru

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Kompetensi Profesional yang Harus Dimiliki Guru BAB III PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Kompetensi Profesional yang Harus Dimiliki Guru Guru adalah pejabat profesional, sebab mereka diberi tunjangan profesional. Namun, walaupun mereka secara formal merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh manusia tersebut maka

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh manusia tersebut maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang paling mulia, karena manusia diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna. Di samping manusia mempunyai potensi untuk tumbuh dan

Lebih terperinci

keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk pengembangan pribadi dan profesional. 1

keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk pengembangan pribadi dan profesional. 1 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Kompetensi Guru. E. Mulyasa menjelaskan bahwa kompetensi adalah komponen utama dari standar profesi di samping kode etik sebagai regulasi perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun diluar sekolah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia

BAB I PENDAHULUAN. maupun diluar sekolah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid. Baik secara individual maupun klasikal, baik disekolah maupun diluar sekolah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 293.

BAB I PENDAHULUAN. dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 293. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam sejarah peradaban manusia merupakan salah satu komponen yang paling urgen. Aktivitas ini telah dimulai sejak manusia pertama ada di dunia sampai

Lebih terperinci

KONSEP KOMPETENSI GURU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN (Kajian Ilmu Pendidikan Islam)

KONSEP KOMPETENSI GURU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN (Kajian Ilmu Pendidikan Islam) Jurnal Pendidikan Universitas Garut Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan Universitas Garut ISSN: 1907-932X KONSEP KOMPETENSI GURU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN (Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk pribadi manusia menuju yang

Lebih terperinci

MOTIVASI MAHASISWA ANGKATAN JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MALANG TERHADAP PROFESI GURU PKN

MOTIVASI MAHASISWA ANGKATAN JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MALANG TERHADAP PROFESI GURU PKN MOTIVASI MAHASISWA ANGKATAN 2008-2011 JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MALANG TERHADAP PROFESI GURU PKN Dedi Handriyanto Dra. Arbaiyah Prantiasih, M.Si Yuni Astuti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penulisan Dalam kehidupan yang modern seperti sekarang ini tanggung jawab semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang dititipkan oleh Allah SWT.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU OLEH : WAWAN PURNAMA, DRS, MSI (ASESSOR SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN) Kompetensi dan Profesionalisme Guru Menurut kamus besar bahasa Indonesia (WJS.Purwadarminta) kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, maupun bangsa dan Negara. Maju-mundurnya suatu bangsa banyak

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, maupun bangsa dan Negara. Maju-mundurnya suatu bangsa banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak dalam kehidupan, baik dalam kehidupan seseorang, keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal pokok yang dapat menunjang kecerdasan serta keterampilan anak dalam mengembangkan kemampuannya. Pendidikan merupakan sarana yang paling tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua kadang merasa jengkel dan kesal dengan sebuah kenakalan anak. Tetapi sebenarnya kenakalan anak itu suatu proses menuju pendewasaan dimana anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 36.

BAB I PENDAHULUAN. Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 36. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru merupakan figure seorang pemimpin. Guru adalah sosok arsitektur dapat membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kepemimpinan sebagai salah satu fungsi manajemen yang sangat penting untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Penguasaan teori pengetahuan tentang kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang I.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum tujuan pendidikan dapat dikatakan membawa anak ke arah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum tujuan pendidikan dapat dikatakan membawa anak ke arah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum tujuan pendidikan dapat dikatakan membawa anak ke arah tingkat kedewasaan. Artinya anak dituntut agar dapat berdiri sendiri (mandiri) dalam hidupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya,

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konteks nasional, kebijakan perubahan kurikulum merupakan politik pendidikan yang berkaitan dengan kepentingan berbagai pihak, bahkan dalam pelaksanaannya seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara. Negara

Lebih terperinci

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar Sasaran dan Pengembangan Sikap Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Sasaran dan Pengembangan Sikap Indikator: Pengertian Sikap Guru Pengertian Kinerja Guru Sasaran Sikap Guru Pengembangan Sikap Kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran agar menjadi manusia yang cerdas, terampil dan bermoral

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran agar menjadi manusia yang cerdas, terampil dan bermoral BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Guru merupakan ujung tombak pendidikan, sebab guru secara langsung mempengaruhi, membina dan mengembangkan kemampuan siswa dalam proses pembelajaran agar menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berujung pada pencapaian suatu kualitas manusia tertentu yang dianggap dan

BAB I PENDAHULUAN. berujung pada pencapaian suatu kualitas manusia tertentu yang dianggap dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dan sekaligus sistem yang bermuara dan berujung pada pencapaian suatu kualitas manusia tertentu yang dianggap dan diyakini sebagai

Lebih terperinci

PERAN PENDIDIK DALAM SISTEM PENDIDIKAN

PERAN PENDIDIK DALAM SISTEM PENDIDIKAN PERAN PENDIDIK DALAM SISTEM PENDIDIKAN Fahmawati Isnita Rahma dan Ma arif Jamuin Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran tersebut menjadi hal yang biasa mengingat pendidikan merupakan. untuk memajukan mutu dan kualitas pendidikan di negeri ini.

BAB I PENDAHULUAN. Peran tersebut menjadi hal yang biasa mengingat pendidikan merupakan. untuk memajukan mutu dan kualitas pendidikan di negeri ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai agen of change memiliki peran yang sangat strategis dalam menyiapkan generasi masa depan yang tangguh, kokoh dan kredibel. Peran tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pengertian modern, kurikulum meliputi segala aspek kehidupan dan lapangan hidup manusia dalam masyarakat modern ini yang dapat dimasukkan ke dalam tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sebagian besar rakyatnya berkecimpung di dunia pendidikan. Maka dari. menurut Undang-undang Sisdiknas tahun 2003:

BAB I PENDAHULUAN. dan sebagian besar rakyatnya berkecimpung di dunia pendidikan. Maka dari. menurut Undang-undang Sisdiknas tahun 2003: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai fungsi yang penting bagi kehidupan manusia. Manusia dalam melaksanakan aktivitasnya membutuhkan pendidikan sebagai kebutuhan yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat membuktikan adanya penurunan moralitas, kualitas sikap serta tidak tercapainya penanaman karakter yang berbudi

Lebih terperinci

MODEL INDIVIDUALIZED PROFESIONAL DEVELOPMENT (IPD) BAGI GURU PROFESIONAL. Besse Marhawati Dosen Manajemen Pendidikan FIP Universitas Negeri Gorontalo

MODEL INDIVIDUALIZED PROFESIONAL DEVELOPMENT (IPD) BAGI GURU PROFESIONAL. Besse Marhawati Dosen Manajemen Pendidikan FIP Universitas Negeri Gorontalo MODEL INDIVIDUALIZED PROFESIONAL DEVELOPMENT (IPD) BAGI GURU PROFESIONAL Besse Marhawati Dosen Manajemen Pendidikan FIP Universitas Negeri Gorontalo Abstrak: Mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4.

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pembelajaran merupakan gaya mengajar yang menjadikan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pembelajaran merupakan gaya mengajar yang menjadikan peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan salah satu istilah yang sangat populer dalam dunia pendidikan. Pembelajaran diartikan sebagai suatu proses kegiatan dalam rangka perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu pesat, mulai dari berubahnya gaya hidup masyarakat hingga meningkatya kebutuhan-kebutuhan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan tantangan bagi bangsa Indonesia. Tantangan tersebut bukan hanya dalam menghadapi dampak tranformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang diharapkan, hal ini dikarenakan oleh banyak komponen yang mempengaruhi mutu tersebut. Komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami proses pendidikan yang didapat dari orang tua, masyarakat maupun

BAB I PENDAHULUAN. mengalami proses pendidikan yang didapat dari orang tua, masyarakat maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa kemudian tua. Manusia mengalami proses

Lebih terperinci

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar Sasaran dan Pengembangan Sikap Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Sasaran dan Pengembangan Sikap Indikator: Pengertian Sikap Guru Pengertian Kinerja Guru Sasaran Sikap Guru Pengembangan Sikap Kinerja

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MEMBENTUK ARIF BUDAYA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE

PERAN GURU DALAM MEMBENTUK ARIF BUDAYA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PERAN GURU DALAM MEMBENTUK ARIF BUDAYA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE Tarsisia Devi tarsisiadevi1@gmail.com PGSD FIP Universitas PGRI Semarang ABSTRAK Artikel ini ditulis dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional dalam pasal 3 telah ditegaskan fungsi dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional dalam pasal 3 telah ditegaskan fungsi dan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia mendapat perhatian yang khusus oleh pemerintah. Begitu besarnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan, sehingga pemerintah berusaha

Lebih terperinci

BAB III PERAN, HAK DAN KEWAJIBAN GURU. Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami peran atau

BAB III PERAN, HAK DAN KEWAJIBAN GURU. Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami peran atau BAB III PERAN, HAK DAN KEWAJIBAN GURU A. Kompetensi Dasar Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami peran atau tugas guru, hak guru, dan kewajiban guru. B. Uraian Bagian ini akan memaparkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang, maka pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang, maka pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang, maka pendidikan mempunyai peranan yang penting untuk perkembangan tersebut. Dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu pendidikan seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting

BAB I PENDAHULUAN. adalah bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Dalam menghadapi perkembangan zaman dengan berbagai perubahan dan persaingan mutu, maka diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dalam menghadapi setiap

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MENDIDIK SISWA BERDASARKAN PSIKOLOGI. Juwanda Jurdiksatrasia Unswagati Cirebon. Abstrak

PERAN GURU DALAM MENDIDIK SISWA BERDASARKAN PSIKOLOGI. Juwanda Jurdiksatrasia Unswagati Cirebon. Abstrak PERAN GURU DALAM MENDIDIK SISWA BERDASARKAN PSIKOLOGI Juwanda Jurdiksatrasia Unswagati Cirebon Abstrak Guru merupakan titik sentral dalam mencapai keberhasilan dalam dunia pendidikan. Selain ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diantara elemen tersebut adalah instruktur atau pendidik, materi ajar, metode, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Diantara elemen tersebut adalah instruktur atau pendidik, materi ajar, metode, tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Sisdiknas No 20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. pustaka. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknis analisis.

BAB V PEMBAHASAN. pustaka. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknis analisis. BAB V PEMBAHASAN Pada pembahasan ini peneliti akan menyajikan uraian sesuai dengan hasil penelitian, sehingga pembahasan ini akan mengintegrasikan hasil penelitian dan memadukan dengan kajian pustaka.

Lebih terperinci

Karakteristik yang harus dimiliki pendidik dalam melaksanakan tugasnya untuk mendidik, yaitu:

Karakteristik yang harus dimiliki pendidik dalam melaksanakan tugasnya untuk mendidik, yaitu: II. Faktor Pendidik Pendidik adalah orang yang memikul tanggung jawab untuk mendidik. Pendidik meliputi orang dewasa, guru, orang tua, pemimpin masyarakat dan pemimpin agama. Karakteristik yang harus dimiliki

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berfalsafah Pancasila, memiliki tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. berusaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan sebanyak mungkin serta menggali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. berusaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan sebanyak mungkin serta menggali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Ilmu pengetahuan mempunyai nilai yang sangat tinggi dan mulia sehingga kepada setiap manusia diwajibkan selalu menunut, bersaing dan berusaha

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan eksistensi pendidikan. Jika pendidikan memiliki kualitas tinggi, maka

BAB I PENDAHULUAN. dengan eksistensi pendidikan. Jika pendidikan memiliki kualitas tinggi, maka BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Perkembangan dan kemajuan suatu bangsa salah satunya ditentukan dengan eksistensi pendidikan. Jika pendidikan memiliki kualitas tinggi, maka akan memberikan output

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1 PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1 Fauzatul Ma rufah Rohmanurmeta 2 IKIP PGRI Madiun ABSTRAK Salah satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh guru kepada peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 1. dasarnya mengantarkan para siswa menuju pada perubahan-perubahan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 1. dasarnya mengantarkan para siswa menuju pada perubahan-perubahan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang dan direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2004), hlm Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2004), hlm Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhlak adalah gambaran kondisi yang menetap di dalam jiwa. Semua perilaku yang bersumber dari akhlak tidak memerlukan proses berfikir dan merenung. Perilaku baik dan

Lebih terperinci

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU KOMPETENSI PROFESIONAL GURU Makalah ini disusun sebagai tugas Mata Kuliah : Pengembangan Profesi Dosen Pengampu : Dr. Tasman Hamami, M.A DISUSUN OLEH: Heri Susanto (10411044) Mir atun Nur Arifah (10411057)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik secara langsung atau tidak langsung dipersiapkan untuk menopang dan

BAB I PENDAHULUAN. baik secara langsung atau tidak langsung dipersiapkan untuk menopang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas setiap individu, baik secara langsung atau tidak langsung dipersiapkan untuk menopang dan mengikuti laju

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seharusnya dicapai melalui proses pendidikan dan latihan. mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan peserta didik guna

I. PENDAHULUAN. seharusnya dicapai melalui proses pendidikan dan latihan. mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan peserta didik guna I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang utama bagi setiap bangsa, bahkan dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari kemajuan pendidikan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan maupun teori belajar dan merupakan penentu utama keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan maupun teori belajar dan merupakan penentu utama keberhasilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran ialah membelajarkan siswa yang menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar dan merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO A. Analisis Karakter Siswa SMP Negeri 1 Wonopringgo Untuk mengetahui perkembangan karakter siswa di SMP

Lebih terperinci

PENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PAIKEM UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA SEKOLAH MENEGAH PERTAMA

PENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PAIKEM UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA SEKOLAH MENEGAH PERTAMA PENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PAIKEM UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA SEKOLAH MENEGAH PERTAMA SYAFRIMAR Guru SMP Negeri 2 Pangkalan Kuras syafmar1@gmail.com ABSTRAK Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari guru, guru merupakan sebagai pendidik atau pelaksana dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari guru, guru merupakan sebagai pendidik atau pelaksana dalam dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu faktor untuk menciptakan sumber daya manusia. Dengan adanya sistem pendidikan yang baik dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hal Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 4

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hal Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar sistematis, dilakukan orang-orang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup suatu bangsa, karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan Bangsa. Salah satu potensi yang dikaruniai Allah kepada manusia yakni potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama merupakan pendidikan yang memperbaiki sikap dan tingkah laku manusia untuk membina budi pekerti luhur seperti kebenaran keikhlasan, kejujuran, keadilan,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. Peran Guru 1. Peran Guru dan Fungsinya a. Definisi Peran Menurut Wrightman (1995: 231) sebagaimana yang dikutip oleh Ozer Usman peran adalah terciptanya serangkaian tingkah laku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang siap akan tugas dan tanggung jawabnya. Mahasiswa dibina dengan

BAB II KAJIAN TEORI. yang siap akan tugas dan tanggung jawabnya. Mahasiswa dibina dengan BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Tinjauan Tentang Kesiapan Menjadi Guru Salah satu tugas pokok Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) adalah menyiapkan mahasiswa calon guru untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Nana Sudjana, dalam proses belajar mengajar guru memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. oleh Nana Sudjana, dalam proses belajar mengajar guru memegang peranan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru dalam proses belajar mengajar tidak hanya sebatas sebagai penyampai ilmu semata, namun lebih dari itu ia bertanggung jawab atas seluruh perkembangan pribadi siswanya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Tentang Lembar Kerja Siswa ( LKS ) 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa ( LKS ) Kata lembar kerja siswa terdiri dari tiga bagian, lembar, kerja dan siswa. Dalam kamus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembali pemikiran kita tentang makna pendidikan itu sendiri. Pendidikan terkait dengan nilai-nilai, mendidik berarti memberikan,

BAB I PENDAHULUAN. kembali pemikiran kita tentang makna pendidikan itu sendiri. Pendidikan terkait dengan nilai-nilai, mendidik berarti memberikan, BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Berbicara mengenai pendidikan secara umum kita harus merekonstruksi kembali pemikiran kita tentang makna pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah usaha sadar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau pedoman dalam proses belajar mengajar guna meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. atau pedoman dalam proses belajar mengajar guna meningkatkan mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pendidikan formal khususnya, dibutuhkan suatu pegangan atau pedoman dalam proses belajar mengajar guna meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terwujud jika pendidikan mampu melahirkan peserta didik yang cakap dan

BAB I PENDAHULUAN. terwujud jika pendidikan mampu melahirkan peserta didik yang cakap dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang dirasakan saat ini kian canggih dan up to date. Dalam keseluruhan proses pendidikan disekolah, kegiatan belajar

Lebih terperinci

BAB II GURU DAN KEMANDIRIAN ANAK. Menurut Syaiful Bahri Djamarah:

BAB II GURU DAN KEMANDIRIAN ANAK. Menurut Syaiful Bahri Djamarah: BAB II GURU DAN KEMANDIRIAN ANAK A. Guru 1. Pengertian Guru Menurut Syaiful Bahri Djamarah: Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Proses pendidikan diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu. pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu. pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan teknologi yang diharapkan, harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam. pembangunan suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam. pembangunan suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia, yang bertujuan untuk membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

Oleh: Dr. En d a n g Poer w a n t i, M.Pd.

Oleh: Dr. En d a n g Poer w a n t i, M.Pd. Oleh: Dr. En d a n g Poer w a n t i, M.Pd. MATERI ORASI ILMIAH YUDISIUM PERIODE IV TAHUN 2011 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG AULA BAU, 1 DESEMBER 2011 ETIKA KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya, termasuk di dalamnya belajar Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya, termasuk di dalamnya belajar Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka. Belajar bukanlah suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Profesional Guru Agus F. Tamyong dalam Usman (2010:15) menyatakan pengertian guru profesional adalah orang yang meliki kemampuan dan keahlian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak bisa terlepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak bisa terlepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar anak

BAB I PENDAHULUAN. bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadian sesuai dengan nilainilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya istilah pendidikan berarti

Lebih terperinci