Noor Khalilati 1. Key Words: Using Inhalers Correctly, Asthma Attack Frequency

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Noor Khalilati 1. Key Words: Using Inhalers Correctly, Asthma Attack Frequency"

Transkripsi

1 THE RELATIONSHIP BETWEEN USING INHALERS CORRECTLY WITH DECREASE ASTHMA ATTACK FREQUENCY OF ASTHMA PATIENTS IN RESPIRATORY WARD BLUD RS DR. DORIS SYLVANUS PALANGKARAYA Noor Khalilati 1 ABSTRACT Background: Asthma can not be cured but can be controlled. Using inhaler should be able to control and to reduce asthma attacks. However, recurrence of asthma attacks can not be reduced when using inhalers incorrectly. Objective: This research is conducted to find out the relationship between using inhalers correctly with decrease asthma attack frequency of asthma patients in Respiratory Ward BLUD RS Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. Methods: This research used analytic design with cross sectional approach. Sample for this research were 32 of asthma patients in Respiratory Ward BLUD RS Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya with porposive sampling technique. Data were analyzed using Spearman Rank test with reliability degree 95%. Results: Speraman Rank result (p = 0,001 < 0,05) showed a significant relationship between using inhalers correctly with decrease asthma attack frequency of asthma patients in Respiratory Ward BLUD RS Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. Suggested to the nurses can teach using inhalers correctly. Key Words: Using Inhalers Correctly, Asthma Attack Frequency 1 Universitas Muhammadiyah Banjarmasin. 1

2 2 HUBUNGAN KETEPATAN PENGGUNAAN INHALER DENGAN PENURUNAN FREKUENSI SERANGAN ASMA PASIEN ASMA DI RUANG PARU BLUD RS DR DORIS SYLVANUS PALANGKARAYA Noor Khalilati 1 INTISARI Latar Belakang: Penyakit asma tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikontrol. Penggunaan inhaler seharusnya dapat mengontrol dan mengurangi serangan asma. Namun, kekambuhan serangan asma dapat tidak berkurang apabila penggunaan inhaler dilakukan secara tidak tepat. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ketepatan penggunaan inhaler dengan penurunan frekuensi serangan asma pasien asma di Ruang Paru BLUD Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. Metode: Penelitian ini menggunakan desain analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 32 pasien asma di Ruang Paru BLUD Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya yang diambil dengan teknik porpusive sampling. Analisis data menggunakan Uji Spearman Rank dengan derajat kepercayaan 95%. Hasil: Hasil uji Spearman Rank (p = 0,001 < 0,05) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara ketepatan penggunaan inhaler dengan penurunan frekuensi serangan asma pasien asma di Ruang Paru BLUD Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. Diharapkan petugas kesehatan mengajarkan penggunaan inhaler yang tepat. Kata Kunci: Ketepatan Penggunaan Inhaler, Penurunan Frekuensi Serangan Asma. 1 Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.

3 3 PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten reversible dimana trachea dan bronchi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas menimbulkan gejala episodik berulang berupa wheezing, sesak napas, dada terasa berat dan batukbatuk terutama pada waktu malam atau dini hari (Wahid dan Suprapto, 2013). Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari The Global Asthma Report pada tahun 2014 dinyatakan bahwa perkiraan jumlah penderita asma seluruh dunia adalah 334 juta orang, dengan angka prevalensi yang terus meningkat dan diperkirakan meningkat menjadi 400 juta orang di tahun 2025 (Global Asthma Network, 2014). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 prevalensi penyakit asma di Indonesia sebesar 4,5%. Propinsi Kalimantan Tengah memiliki prevalensi asma 5,7%, lebih tinggi 1,2% dari prevalensi nasional (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Tahun 2010 didapatkan penderita asma sebanyak 355 orang, sedangkan tahun 2014 sebanyak 542 orang. Terjadi peningkatan hampir dua kali lipat dalam 4 tahun terakhir. Bencana kabut 2015 dimana ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara) kota Palangkaraya mencapai µgram/m³, 6 kali batas normal dan masuk dalam tahap berbahaya, sehingga terjadi peningkatan signifikan terhadap jumlah penderita ISPA yakni mencapai orang bulan September 2015 (Dinkes Kalteng, 2015). Penyakit asma tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa dikontrol dengan menghindari faktor pemicu dan konsumsi obat-obatan yang sesuai. Dilaporkan sejak dua dekade terakhir prevalensi asma meningkat dan menurunkan kualitas hidup penderitanya karena terganggu waktu tidurnya serta mengalami keterbatasan dalam beraktifitas fisik. Oleh karena itu, diperlukan adanya terapi efektif untuk menurunkan frekuensi serangan asma pada penderita asma misalnya menggunakan terapi inhalasi yaitu inhaler (WHO, 2010). Inhaler merupakan terapi inhalasi yang paling efektif untuk mengontrol gejala dan mencegah serangan asma, berupa MDI atau inhalasi dosis terukur dan DPI atau inhalasi bubuk kering. Terapi inhaler dilakukan pada penderita asma bertujuan agar mengurangi gejala dan mencegah terjadinya serangan asma sehingga dapat menurunkan frekuensi serangan asma (Ratnadinata, 2012). Sebuah survei yang dilakukan terhadap 1000 orang yang kemudian dipublikasikan di jurnal Annals of Allergy Asthma and Immunology menyatakan bahwa setengah responden dalam survei tersebut tidak menggunakan inhaler dengan benar. Hal tersebut tentu saja memberikan efek buruk seperti keadaan asma yang tidak terkontrol dengan maksimal (Sumiarsih, 2013). Penggunaan inhaler yang tepat dapat memaksimalkan efek untuk mengurangi serangan dan mencegah serangan asma. Alat ini dapat mencegah resiko kambuh dan meningkatkan kemampuan untuk melakukan berbagai aktifitas karena berfungsi untuk mengurangi inflamasi pada saluran pernapasan serta membuka saluran pernapasan. Menurut data dari Rekam Medik BLUD Rumah Sakit dr. Doris Sylvanus Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah didapatkan bahwa pada tahun 2012 jumlah pasien asma yang dirawat inap sebanyak 82 orang, tahun 2013 sebanyak 114 orang, tahun 2014 sebanyak 134 orang dan pada bulan Januari September 2015 sebanyak

4 4 121 orang. Berdasarkan keseluruhan jumlah tersebut, hampir 95% pasien yang dirawat inap menggunakan terapi inhalasi yaitu terapi inhaler. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada Oktober 2015, melalui wawan-cara dan observasi pada 5 orang pasien asma di Ruang Paru BLUD Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya yang terdiri dari 2 orang perempuan dan 3 orang laki-laki dengan rentang umur tahun didapatkan sebanyak 3 orang sering lupa mengocok inhaler sebelum menggunakannya dan 2 orang lainnya tidak pernah lupa mengocok inhaler sebelum menggunakannya. Menurut catatan rekam medik dari 3 orang yang sering lupa mengocok inhaler dalam 3 bulan terakhir ini telah dirawat inap lebih dari sekali sedangkan 2 orang yang mengatakan tidak pernah lupa mengocok inhaler didapatkan bahwa hanya sekali dirawat inap dalam 3 bulan terakhir. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan ketepatan penggunaan inhaler dengan penurunan frekuensi serangan asma pada pasien asma di Ruang Paru BLUD Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. METODE PENELITIAN Metode penelitian menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi seluruh pasien asma di Ruang Paru BLUD Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya dan sampel berjumlah 32 orang berdasarkan kriteria inklusi dengan teknik pengambilan purposive sampling. Penelitian ini telah dilaksanakandi Ruang Paru BLUD Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya pada bulan Desember 2015 Januari Alat pengumpul data penelitian ini adalah kuesioner dan lembar observasi. Analisis data menggunakan ujistatistik Spearman Rank dengan tingkat kepercayaan 95%. HASIL a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Tigkat Pendidikan, Pekerjaan dan Jenis Inhaler yang Digunakan Tabel 1. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan dan Jenis Inhaler yang Digunakan Karakteristik f % Usia tahun 10 31, tahun 21 65,6 > 60 tahun 1 3,1 Tingkat Pendidikan SD 2 6,3 SMP 9 28,1 SMA 10 31,3 Diploma 6 18,8 Sarjana 5 15,5 Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 12 37,5 Karyawan Swasta 11 34,4 Pedagang 2 6,3 PNS 7 21,9 Jenis Inhaler DPI MDI 8 25 Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki usia dengan kategori dewasa tengah (31-60 tahun) yaitu sebanyak 65,6%, memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 31,3%, sebagian responden adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 37,5%, dan responden menggunakan terbanyak menggunakan jenis inhaler Dry Powder Inhaler (DPI) atau inhalasi bubuk kering yaitu sebanyak 75%. b. Ketepatan Penggunaan Inhaler Pasien Asma di Ruang Paru BLUD Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya Tabel 2. Ketepatan Penggunaan Inhaler Pasien Asma di Ruang Paru Ketepatan Inhaler f % Tepat 17 53,1 Tidak Tepat 15 46,9 Total ,00

5 5 Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tepat dalam menggunakan inhaler yaitu sebanyak 53,1%. c. Penurunan Frekuensi Serangan Asma Pasien Asma di Ruang Paru BLUD Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya Tabel 3. Penurunan Serangan Asma Pasien Asma di Ruang Paru Penurunan Serangan Asma f % Turun 25 78,1 Tidak Turun 7 21,9 Total ,00 Berdasarkan Tabel 3 disimpulkan bahwa sebagian besar responden mengalami penurunan frekuensi serangan asma yaitu sebanyak 78,1%. d. Distribusi Penurunan Serangan Asma Berdasarkan Ketepatan Penggunaan Inhaler Tabel 4. Distribusi Penurunan Serangan Asma Berdasarkan Ketepatan Penggunaan Inhaler Ketepatan Inhaler Penurunan Serangan Asma Tidak Turun Turun % f % f % Tepat 25 78, ,1 Tidak Tepat 7 21,9 7 21, ,9 Total , , ,00 Hasil seleksi Bivariat Tabel 4. di atas dapat diketahui bahwa dari 53,1% penggunaan inhaler yang tepat seluruhnya mengalami penurunan frekuen-si serangan asma sedangkan 46,9% penggunaan inhaler yang tidak tepat 21,9% tidak mengalami penurunan frekuensi serangan asma. Hasil analisis dengan menggunakan uji statistik Spearman Rank menunjukkan p value sebesar 0,001 (p < 0,05) dan kekuatan hubungan sebesar 0,563. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hu-bungan yang signifikan antara ketepatan penggunaan inhaler dengan penurunan frekuensi serangan asma pada pasien asma di Ruang Paru BLUD Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. Nilai korelasi Spearman Rank menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang kuat, dapat diartikan apabila semakin tepat dalam menggu-nakan inhaler maka akan diikuti dengan menurunnya frekuensi sera-ngan asma. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden sudah tepat dalam penggunaan inhaler yaitu berjumlah 53,1%. Hasil penelitian tersebut dapat dijelaskan bahwa pada umumnya langkahlangkah cara penggunaan inhaler (MDI/DPI) oleh pasien asma sudah sesuai aturan yang seharusnya. Menurut data penelitian didapatkan masih ada responden yang tidak tepat dalam menggunakan inhaler yaitu sebanyak 46,9%. Faktorfaktor yang mempengaruhi ketepatan penggunaan inhaler baik MDI maupun DPI yaitu pengaruh perawat dan pengaruh responden. Perawat yang sudah mengajari responden cara menggunakan inhaler secara benar dan responden yang sudah lama menggunakan inhaler sehingga sudah tahu dan sudah terbiasa menggunakan inhaler. Sedangakan bila responden masih baru menggunakan inhaler maka kurangnya pengetahuan dan pemahaman pentingnya langkah penggunaan inhaler secara tepat sehingga belum terlalu mengerti cara menggunakan inhaler dengan benar. Berdasarkan data penelitian didapatkan bahwa sebagian besar kesalahan yang dilakukan oleh responden yang tidak tepat dalam menggunakan inhaler yaitu tidak mengeluarkan napas dan tidak menahan napas selama 5 sampai 10 detik serta tidak

6 6 memegang inhaler secara tegak lurus pada penggunaan inhaler DPI sedangkan sebagian besar kesalahan yang dilakukan pada penggunaan MDI yaitu tidak mengocok inhaler terlebih dahulu dan tidak memegang inhaler secara tegak lurus. Hal ini dapat dikarenakan pada saat responden menggunakan inhaler ketika serangan asma terjadi sehingga melupakan beberapa langkah penggunaan inhaler yang seharusnya dilakukan. Langkah-langkah yang tidak dilakukan dengan benar pada penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Vitri (2011) yang dilakukan kepada pasien penyakit paru obstruktif kronik yang menggunakan MDI (Metered Dose Inhaler/Inhaler Dosis Terukur) di Poliklinik Paru Rumah Sakit Tembakau Deli Medan yaitu sebagian besar pasien sering melakukan kesalahan pada saat memegang inhaler secara tegak lurus dan tidak mengocok inhaler serta tidak menahan nafas selama 10 detik atau selama waktu yang ditetapkan setelah menghirup inhaler. Ketepatan penggunaan inhaler dalam penelitian ini dapat berkaitan dengan usia responden dan tingkat pendidikan responden. Sebagian besar usia responden yaitu dewasa tengah (31-60 tahun). Bertambahnya usia seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik dan tentunya akan semakin berpengalaman dalam menggunakan inhaler. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nursalam (2008) bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya, ini sebagai akibat dari pengalaman hidup dan kematangan jiwa. Faktor lainnya yang dapat berkaitan dengan ketepatan penggunaan inhaler adalah tingkat pendidikan respoden yang sebagian besar sudah memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berpikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk informasi mengenai penggunaan inhaler. Menurut Ihsan (2008) makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah menerima informasi sehingga diharapkan makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Dapat diartikan bahwa pendidikan sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup dalam hal ini ketepatan dalam penggunaan inhaler. Data penelitian menunjukkan sebagian besar responden mengalami penurunan frekuensi serangan asma di BLUD Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya yaitu berjumlah 78,1%.Hasil penelitian tersebut dapat menjelaskan bahwa sebagian besar responden mengalami penurunan frekuensi serangan asma dibandingkan sebelumnya.berdasarkan hasil penelitian penurunan frekuensi serangan asma berada dalam rentang nilai 1 sampai 4 dengan rata-rata penurunan frekuensi serangan asma sebesar 2,48 kali. Serangan asma yang berkurang disebabkan oleh terjadinya relaksasi otot-otot pernapasan sehingga menurunkan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan pelebaran jalan napas (Prasetyo, 2010). Tidak terjadinya penurunan frekuensi serangan asma pada 21,9% responden dapat disebabkan karena masih adanya gangguan jalan napas berupa spasme akut otot polos bronkiolus yang menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus (Padila, 2013). Penyempitan jalan napas terjadi karena kontraksi dari otot polos bronkiolus yang menyebabkan kesulitan bernapas. Hiper-

7 7 sensitibilitas bronkiolus akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkiolus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus dan spasme otot polos bronkiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara (Wahid& Suprapto, 2013). Faktor lainnya yang dapat berkaitan dengan penurunan frekuensi serangan asma antara lain kondisi fisik dan psikologis responden dalam menghadapi penyakitnya. Sifat manusia yang unik dan holistik dalam menyikapi masalah terutama pada saat sakit mempengaruhi terjadinya serangan asma. Keadaan psikis responden dalam hal ini kecemasan dapat menurunkan sistem imun dan respon inflamasi dimana kecemasan akan menurunkan kadar limfosit dalam tubuh dan komponen sel darah putih yang lain. Kadar limfosit yang rendah tidak mampu melawan proses inflamasi di bronkus sehingga keadaan asma akan berlangsung lama dan kekambuhan akan menjadi lebih sering karena penurunan sistem imun menyebabkan kerentanan terhadap proses inflamasi (Stuart & Sundeen, 2006). Data penelitian menunjukkan bahwa dari 53,1% pasien yang tepat menggunakan inhaler seluruhnya mengalami penurunan frekuensi serangan asma sedangkan dari 46,9% pasien yang tidak tepat menggunakan inhaler 21,9% tidak mengalami penurunan frekuensi serangan asma sedangkan 25% mengalami penurunan frekuensi serangan asma. Penggunaan inhaler secara tepat didapatkan bahwa penurunan frekuensi serangan asma dalam rentang nilai 1 sampai 4 dengan rata-rata penurunan frekuensi serangan asma sebesar 2,64 kali. Sedangkan pada penggunaan inhaler secara tidak tepat didapatkan bahwa penurunan frekuensi serangan asma dalam rentang nilai 1 sampai 3 dengan rata-rata penurunan frekuensi serangan asma sebesar 1,13 kali. Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji statistik Spearman Rank menunjukkan bahwa p value sebesar 0,001 (p < 0,05) dan kekuatan hubungan sebesar 0,563. Nilai korelasi Spearman Rank menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang kuat, sehingga semakin tepat dalam menggunakan inhaler maka akan diikuti dengan menurunnya frekuensi serangan asma. Berdasarkan uji statistik didapatkan hasil adanya hubungan yang signifikan antara ketepatan penggunaan inhaler dengan penurunan frekuensi serangan asma. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Akbar (2014) yang menunjukkan bahwa ada hubungan cara penggunaan inhaler dengan tingkat kekontrolan asma pada pasien di RSUD Bangkinang (p value = 0,001 < α 0,05). Pada penggunaan inhaler secara tidak tepat didapatkan bahwa 25% mengalami penurunan frekuensi serangan asma. Hal ini dapat disebabkan karena pasien yang mengunakan inhaler secara tidak tepat juga mendapatkan terapi pengobatan asma lain sehingga terjadi penurunan frekuensi serangan asma walaupun dalam rentang nilai lebih kecil bila dibandingkan dengan penurunan frekuensi serangan asma dengan penggunaan inhaler yang tepat. Perbedaan nilai yang terjadi antara penurunan frekuensi serangan asma pada pasien yang menggunakan inhaler secara tepat dan tidak tepat dapat disebabkan oleh faktor ketepatan penggunaan sehingga reaksi obat dapat terjadi maksimal saat menggunakan inhaler secara tepat sehingga frekuensi penurunan serangan lebih banyak terjadi pada penggunaan inhaler secara tepat dibandingkan yang tidak tepat.

8 8 Peran perawat di sini dirasakan sangat penting dalam proses mengajarkan pada pasien bagaimana cara menggunakan inhaler secara tepat. Bagi pasien yang tidak tepat menggunakan inhaler, kesalahan yang terjadi dapat dikarenakan pada saat perawat mengajarkan cara menggunakan inhaler pasien tidak mengerti benar cara menggunakannya tetapi tidak berani untuk menanyakan kembali bagaimana cara kerja inhaler yang benar atau perawat tidak mengajarkan cara menggunakan inhaler secara benar pada pasien (Francis, 2006). Ketepatan penggunaan inhaler bukan satusatunya alasan penurunan frekuensi serangan asma melainkan ada faktor-faktor lain yang berkaitan seperti penggunaan obat anti asma yang lain, misalnya menggunakan nebulizer dan pemberian obat kortikosteroid atau bronkodilator serta tindakan keperawatan lain yang dapat mengurangi serangan asma dan juga kondisi psikis pasien dalam menghadapi penyakitnya (Stuart & Sundeen, 2006). Walaupun demikian, penggunaan inhaler secara tepat berhubungan dengan penurunan frekuensi serangan asma. Hal ini didasarkan pada hasil analisis menggunakan uji statistik Spearman Rank menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara ketepatan penggunaan inhaler dengan penurunan frekuensi serangan asma. KESIMPULAN Penggunaan inhaler pada pasien asma sebagian besar sudah tepat yaitu berjumlah 53,1%. Pasien mengalami penurunan serangan asma yaitu berjumlah 78,1%. Pasien yang tidak tepat menggunakan inhaler sebesar 46,9%, sebesar 25% mengalami penurunan frekuensi serangan asma dan 21,9% tidak mengalami penurunan serangan asma. Ada hubungan ketepatan penggunaan inhaler dengan penurunan frekuensi serangan asma pada pasien asma di Ruang Paru BLUD Rumah Sakit Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. DAFTAR RUJUKAN Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah. (2015). Jumlah Penderita Asma di Provinsi Kalimantan Tengah. Palangkaraya: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah. Francis, C. (2006). Perawatan Respirasi. Jakarta: Erlangga. Global Asthma Network. (2014). The Global Asthma Report 2014 (internet), tersedia dalam ( (diakses tanggal 18 Oktober 2015) Ihsan, F. (2008). Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013 (Internet), tersedia dalam ( diaksestanggal 28 Oktober 2015) Nursalam Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika. Prasetyo, B. (2010). Seputar Masalah Asma. Yogyakarta: Diva Press Ratna dinata, A. (2012). Cara-cara Efektif untuk Cegah Serangan Asma (Internet), tersedia dalam< diakses tanggal 28 Oktober 2015).

9 9 RSUD Dr. Sylvanus Palangkaraya. (2015). Jumlah Pasien Asma di RSUD Dr. Sylvanus Palangkaraya. Palangkaraya: RSUD Dr. Sylvanus Palangkaraya. Sumiarsih, N. R. (2013). Cara Menggunakan Astma Inhaler dengan Benar (Internet), tersedia dalam< diakses tanggal 28 Oktober 2015). Vitri,A. (2011).Kemampuan Penggunaan Alat Terapi Inhalasi Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Poliklinik Paru Rumah Sakit Tembakau Deli Medan (Internet), tersedia dalam /21530 (diakses tanggal 04 Februari 2016) Wahid, A., Suprapto, I. (2013) Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keparawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: Trans Info Media.

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma adalah penyakit paru kronik yang sering terjadi di dunia. Data mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir (Mchpee

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEJADIAN ASMA PADA PASIEN ASMA BRONKIAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUIN RAYA BANJARMASIN

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEJADIAN ASMA PADA PASIEN ASMA BRONKIAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUIN RAYA BANJARMASIN HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEJADIAN ASMA PADA PASIEN ASMA BRONKIAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUIN RAYA BANJARMASIN Izma Daud, Alfian Mauriefle, Eka Damai Yanti 1 1 Fak. Keperawatan dan Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2013, WHO, (2013) memperkirakan terdapat 235 juta orang yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003 berdasarkan hasil survei

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau

I. PENDAHULUAN. mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau I. PENDAHULUAN Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for Asthma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG Anita Mayasari 1, Setyoko 2, Andra Novitasari 3 1 Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS KETEPATAN CARA PENGGUNAAN INHALER PADA PASIEN ASMA DI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

ANALISIS KETEPATAN CARA PENGGUNAAN INHALER PADA PASIEN ASMA DI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI ANALISIS KETEPATAN CARA PENGGUNAAN INHALER PADA PASIEN ASMA DI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Oleh: JUANG ADI PRAKOSO K100100121 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2015 ANALISIS

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN Mira Yunita 1, Adriana Palimbo 2, Rina Al-Kahfi 3 1 Mahasiswa, Prodi Ilmu

Lebih terperinci

Tingkat Kontrol Asma Mempengaruhi Kualitas Hidup Anggota Klub Asma di Balai Kesehatan Paru

Tingkat Kontrol Asma Mempengaruhi Kualitas Hidup Anggota Klub Asma di Balai Kesehatan Paru Tingkat Kontrol Asma Mempengaruhi Kualitas Hidup Anggota Klub Asma di Balai Kesehatan Paru Setyoko 1, Andra Novitasari 1, Anita Mayasari 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG Asma merupakan penyebab mortilitas dan morbiditas kronis sedunia dan terdapat bukti bahwa prevalensi asma meningkat dalam 20 tahun terakhir. Prevalensi penyakit asma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Penyakit asma menjadi masalah yang sangat

Lebih terperinci

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan Herry Priyanto*, Faisal Yunus*, Wiwien H.Wiyono* Abstract Background : Method : April 2009 Result : Conclusion : Keywords

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN Dinamika Kesehatan, Vol. 7 No.1 Juli 2016 Basit, e.t al., Hubungan Lama Kerja dan Pola Istirahat HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Saat ini asma semakin berkembang menjadi penyakit pembunuh bagi masyarakat di dunia, selain penyakit jantung. Serangan yang terjadi akibat asma menjadi momok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran pernafasan obstruktif intermitten, reversible dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran pernafasan obstruktif intermitten, reversible dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran pernafasan obstruktif intermitten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimulus tertentu. Manifestasi

Lebih terperinci

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KELUARGA Tn. S DENGAN MASALAH ASMAPADA Ny. L DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO Karya Tulis Ilmiah Diajukan Sebagai Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Walaupun penyakit asma mempunyai tingkat fitalitas yang rendah namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan penyakit saluran pernafasan kronik yang menjadi masalah kesehatan di masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible, bahwa trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini zaman semakin berkembang seiring waktu dan semakin memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. Saat ini tingkat ozon naik hingga

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI KEMOTERAPI PASIEN KANKER PAYUDARA DI RSUD KRATON KABUPATEN PEKALONGAN. Manuscript

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI KEMOTERAPI PASIEN KANKER PAYUDARA DI RSUD KRATON KABUPATEN PEKALONGAN. Manuscript HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI KEMOTERAPI PASIEN KANKER PAYUDARA DI RSUD KRATON KABUPATEN PEKALONGAN Manuscript Oleh : MOHAMAD ROZIKIN NIM. G2A212018 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang akan dicapai dari 2016 pencapaian pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang akan dicapai dari 2016 pencapaian pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian dari penerapan pembangunan global. Salah satu aspek yang akan dicapai dari 2016 pencapaian pembangunan millennium SDGs adalah kesehatan. Salah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN 38 A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara cross sectional, variabel bebas dan variabel terikat diobservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat pada teknologi terapi inhalasi telah memberikan manfaat yang besar bagi pasien yang menderita penyakit saluran pernapasan, tidak hanya pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok

BAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak sehat, selain berbahaya bagi diri sendiri terlebih lagi pada orang lain yang memiliki hak untuk menghirup udara yang bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seluruh individu di dunia tentunya ingin memiliki kesehatan salah satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga kesehatannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. A. Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

Vol. 10 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Medika Respati ISSN :

Vol. 10 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Medika Respati ISSN : Vol. Nomor Januari Jurnal Medika Respati ISSN : 97-7 HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN ASMA PADA ANAK USIA 6 TAHUN DI PUSKESMAS RAWAT INAP WAIRASA SUMBA TENGAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit asma termasuk lima

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit asma termasuk lima BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus asma meningkat secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit asma termasuk lima besar penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan

Lebih terperinci

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : e-issn : Vol. 2, No 4 April 2017

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : e-issn : Vol. 2, No 4 April 2017 Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : 2541-0849 e-issn : 2548-1398 Vol. 2, No 4 April 2017 HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DENGAN PENGETAHUAN DAN POLA ASUH IBU

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai, baik pada anak-anak maupun dewasa (Ikawati, 2006). Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan adanya trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAILANG KECAMATAN BUNAKEN KOTA MANADO TAHUN 2014 Merry M. Senduk*, Ricky C. Sondakh*,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih

BAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Asma telah di kenal sejak ribuan tahun lalu, para ahli mendefinisikan bahwa asma merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas yang memberikan gejalagejala batuk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Arah kebijaksanaan dalam bidang kesehatan yang diamanatkan dalam ketetapan MPR R.I No. IVMPR/1999 tentang GBHN 1999/2004 salah satunya adalah meningkatkan mutu sumber

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA USIA TAHUN TENTANG DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA DENGAN TEKNIK SADARI

GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA USIA TAHUN TENTANG DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA DENGAN TEKNIK SADARI GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA USIA 20 30 TAHUN TENTANG DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA DENGAN TEKNIK SADARI Susilowati Dosen Akper Pamenang Pare Kediri Kanker payudara adalah kanker yang terjadi pada payudara

Lebih terperinci

Fitri Arofiati, Erna Rumila, Hubungan antara Peranan Perawat...

Fitri Arofiati, Erna Rumila, Hubungan antara Peranan Perawat... Fitri Arofiati, Erna Rumila, Hubungan antara Peranan Perawat... Hubungan antara Peranan Perawat dengan Sikap Perawat pada Pemberian Informed Consent Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pasien di RS PKU

Lebih terperinci

MEKANISME KOPING BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN KEMOTERAPI DI RUANG KEMOTERAPI RS URIP SUMOHARJO LAMPUNG

MEKANISME KOPING BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN KEMOTERAPI DI RUANG KEMOTERAPI RS URIP SUMOHARJO LAMPUNG MEKANISME KOPING BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN KEMOTERAPI DI RUANG KEMOTERAPI RS URIP SUMOHARJO LAMPUNG Asri Rahmawati, Arena Lestari, Ferry Setiawan ABSTRAK Salah satu penyakit yang menjadi

Lebih terperinci

ABSTRAK PENILAIAN TINGKAT TERKONTROLNYA ASMA BERDASARKAN METODE ASTHMA CONTROL TEST TM PADA PENDERITA ASMA

ABSTRAK PENILAIAN TINGKAT TERKONTROLNYA ASMA BERDASARKAN METODE ASTHMA CONTROL TEST TM PADA PENDERITA ASMA ABSTRAK PENILAIAN TINGKAT TERKONTROLNYA ASMA BERDASARKAN METODE ASTHMA CONTROL TEST TM PADA PENDERITA ASMA Michael Setiawan P., 2010 Pembimbing I: J. Teguh Widjaja., dr., Sp. P., FCCP. Pembimbing II: Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak menular. Penyakit asma telah mempengaruhi lebih dari 5% penduduk dunia, dan beberapa indicator telah menunjukkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kejadian penyakit asma akhir-akhir ini mengalami peningkatan dan relatif sangat tinggi dengan banyaknya morbiditas dan mortalitas. WHO memperkirakan 100-150 juta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) tipe 2 yang dahulu dikenal dengan nama non insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan penyakit gangguan metabolik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang biasanya progresif

Lebih terperinci

*Korespondensi Penulis, Telp: , ABSTRAK

*Korespondensi Penulis, Telp: ,   ABSTRAK PENGARUH EFIKASI DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN KAKI DIABETIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Rina Al-Kahfi 1, Adriana Palimbo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2007). World Health Organization (WHO) menyatakan lebih dari 100 juta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2007). World Health Organization (WHO) menyatakan lebih dari 100 juta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya pendapatan masyarakat. Di sisi lain menimbulkan dampak

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya pendapatan masyarakat. Di sisi lain menimbulkan dampak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri saat ini makin berkembang, dari satu sisi memberi dampak positif berupa bertambah luasnya lapangan kerja yang tersedia dan meningkatnya pendapatan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen miokardium yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Menurut laporan World Health Organitation

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC,

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC, 1 BAB 1 A. Latar Belakang PENDAHULUAN Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC, PPOK, ISPA, dan lain-lain. WHO melaporkan bahwa 0,5% dari penduduk dunia terserang Penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yaitu jenis pendekatan penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN PENERAPAN KOMPENSASI PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD MUNTILAN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN PENERAPAN KOMPENSASI PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD MUNTILAN NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN PENERAPAN KOMPENSASI PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD MUNTILAN NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : NINDY SAKINA GUSTIA 201110201112 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan penyakit kronik tidak menular yang paling sering dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri berkorelasi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Nazwar Hamdani Rahil INTISARI Latar Belakang : Kecenderungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah keadaan progresif lambat yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee, 2004).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit paru-paru obstriktif kronis ( Chronic Obstrictive Pulmonary

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit paru-paru obstriktif kronis ( Chronic Obstrictive Pulmonary BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru-paru obstriktif kronis ( Chronic Obstrictive Pulmonary Diseases- COPD) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang

Lebih terperinci

PENGARUH YOGA TERHADAP KONTROL ASMA

PENGARUH YOGA TERHADAP KONTROL ASMA PENGARUH YOGA TERHADAP KONTROL ASMA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagaian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Fisioterapi Disusun Oleh: NOVI LIQMAYANTI Nim : J120110036 PROGRAM STUDI S1 FISOTERAPI

Lebih terperinci

: PAMBUDI EKO PRASETYO

: PAMBUDI EKO PRASETYO HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT WIJAYAKUSUMA PURWOKERTO SKRIPSI Disusun Oleh : PAMBUDI EKO PRASETYO NIM

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN : ASMA BRONKIAL DI BANGSAL CEMPAKA RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN : ASMA BRONKIAL DI BANGSAL CEMPAKA RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN : ASMA BRONKIAL DI BANGSAL CEMPAKA RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Ahli Madya

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran. Diajukan oleh : Angga Setyawan J

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran. Diajukan oleh : Angga Setyawan J HUBUNGAN ANTARA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI PENGGUNAAN BRONKODILATOR PELEGA PADA PENDERITA ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO THE RELATIONSHIP BETWEEN THE WORKLOAD WITH PERFORMANCE OF NURSES IN RSUD SARAS HUSADA PURWOREDJO Naskah Publikasi Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS 51 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS Arif Nurma Etika 1, Via Monalisa 2 Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Kadiri e-mail: arif_etika@yahoo.com ABSTRACT Diabetes Mellitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG

PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG Vironica Dwi Permatasari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan, tetapi masih banyak masyarakat di Indonesia yang belum peduli dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA USIA TAHUN DI RW 08 KELURAHAN SUKUN KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA USIA TAHUN DI RW 08 KELURAHAN SUKUN KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA USIA 60-74 TAHUN DI RW 08 KELURAHAN SUKUN KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG Catharina Galuh Suryondari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendedes, Jalan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: Nopia Wahyuliani

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: Nopia Wahyuliani HUBUNGAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT DENGAN KEPUASAN PASIEN BPJS KESEHATAN DI INSTALASI RAWAT INAP KELAS III RUMAH SAKIT UMUM PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Nopia Wahyuliani 215114383

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat penting, kesehatan akan terganggu jika timbul penyakit yang dapat menyerang siapa saja baik laki-laki

Lebih terperinci

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare Merry Tyas Anggraini 1, Dian Aviyanti 1, Djarum Mareta Saputri 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. ABSTRAK Latar Belakang : Perilaku hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK Lexy Oktora Wilda STIKes Satria Bhakti Nganjuk lexyow@gmail.com ABSTRAK Background. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat. Penyakit penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah usaha yang diarahkan agar setiap penduduk dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Upaya tersebut sampai saat

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013. 28 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian pulmonologi Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan peningkatan hiperresponsif yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu penyakit progresif yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang masuk terjadi secara ireversibel, Sehingga

Lebih terperinci

TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN YANG HOSPITALISASI. Nugrahaeni Firdausi

TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN YANG HOSPITALISASI. Nugrahaeni Firdausi TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN YANG HOSPITALISASI Nugrahaeni Firdausi Abstrak Permasalahan yang sering dijumpai saat ini banyak pasien mengalami kecemasan saat baru pertama kali mengalami rawat inap. Cemas

Lebih terperinci

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Triya Damayanti M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, 2000. Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007. Ph.D. :Tohoku University, Japan, 2011. Current Position: - Academic

Lebih terperinci

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG 6 Eni Mulyatiningsih ABSTRAK Hospitalisasi pada anak merupakan suatu keadaan krisis

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Fadhil Al Mahdi STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin *korespondensi

Lebih terperinci

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan Naskah Publikasi, November 008 Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Hubungan Antara Sikap, Perilaku dan Partisipasi Keluarga Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe di RS PKU

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013 Data WHO 2013 dan Riskesdas 2007 menunjukkan jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maju maupun di negara-negara sedang berkembang. berbagai sel imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil

BAB I PENDAHULUAN. maju maupun di negara-negara sedang berkembang. berbagai sel imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara-negara sedang berkembang. Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic obstructive pulmonary disease) merupakan penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatanaliran udara di saluran

Lebih terperinci