BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Responden dan Hasil Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Responden dan Hasil Penelitian"

Transkripsi

1 49 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian 4.1 Gambaran Responden dan Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Jetak dengan total responden orang tua dan balita dengan gizi kurang sebanyak 62. Responden tersebar didalam 5 wilayah kerja Puskesmas jetak yaitu Desa Jetak, Desa Samirono, Desa Tajuk, Desa Sumogawe, dan Desa Polobogo di dapatkan data demografi responden dan hasil penelitian adalah sebagai berikut: Data Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jumlah Balita Penderita Gizi Kurang Tiap Desa Gambar 4.1 Diagram Batang Sebaran Jumlah Gizi Kurang % , 2 % 27,4 % 4,8 % 32,3 % 11,3 % 0

2 50 Dari data diatas dapat dilihat sebesar 24,2 % penderita gizi kurang berada di Desa Jetak, 27,4 % berada di Desa Tajuk, sebesar 4,8 % berada di Desa Samirono, sebesar 32,3 % berada di Desa Sumogawe, dan sebesar 11,3 % berada di Desa Polobogo Data Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Gambar 4.2 Diagram Batang Tingkat Pendidikan % , 3 % 64, 5 % 22, 6% 1, 6 % SD SMP SMA Perguruan Tinggi Dari data diatas terlihat bahwa tingkat pendidikan ibu dengan balita gizi kurang dengan tingkatan SD sebesar

3 51 11,3%, SMP/Sederajat sebesar 64,5%, SMA / SMK sebesar 22,6%, dan Perguruan tinggi sebesar 1,6% Data Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Gambar 4.3 Diagram Batang Jenis Pekerjaan Responden % , 5 % 35,8 % 24,5% 8,2 % Pedagang Petani Buruh Karyawan Gambar diatas menunjukan bahwa sebesar 24,5% pekerjaan orang tua adalah buruh, 35,8 adalah karyawan, 8,2 % adalah pedagang, dan 32,5 % adalah petani.

4 Data Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendapatan Gambar 4.4 Diagram Batang Pendapatan Responden % ,2 % 22,6 % 3,2 % Dari data diatas dapat dilihat sebesar 74,2 % orang tua memiliki pendapatan sebesar Rp , Rp sebesar 22,6 %, dan 3,2 % sebesar Rp

5 53 Statistik Deskriptif Tingkat Pendapatan N Minimum Maximum Mean Std. Deviation VAR E5 2.00E E E5 Valid N (listwise) 62 Dari hasil perhitungan diatas didapatkan hasil nilai minimum pendapatan responden adalah Rp dan tertinggi Rp dengan mean E5 atau nilai rata rata penghasilan responden sebesar Rp Data distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin balita Gambar 4.5 Diagram Batang Jenis Kelamin Balita Gizi Kurang % 64, 5 % 60 35,5 % laki-laki perempuan

6 54 Dari data diatas dapat dilihat bahwa sebesar 64,5% balita dengan gizi kurang adalah perempuan dan 35,5% adalah laki laki Data Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelengkapan Imunisasi Gambar 4.6 Diagram Batang Kelengkapan Imunisasi % sangat kurang ,3 % 31, 7% kurang lengkap sangat lengkap Dari data diatas dapat dilihat bahwa kelengkapan imunisasi untuk ketegori sangat kurang sebesar 0%, kurang sebesar 0%, lengkap sebesar 69,3%, sangat lengkap sebesar 31,7%

7 Data Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif. Gambar 4.7 Diagram Batang Pemberian ASI ekslusif 100 % 83,8 % ,2 % 0 eksklusif Tidak ekslusif Dari gambar diatas menunjukan bahwa 83,8% balita tidak mendapatkan ASI eklusif dan hanya 16,2% yang mendapatkan ASI ekslusif.

8 56 Gambar 4.8 Pemberian Makanan Pendamping 100 % ,7 % 35,5 % 25,8 % 0 SS S TS Dari diagram diatas menunjukan bahwa 38,7 % responden sangat setuju, 35,5 % setuju dan 25,8 % tidak setuju dengan diberikannya makanan tambahan/pendamping ASI Data Distribusi Frekuensi Berdasarkan Berat Bayi Saat Lahir Gambar 4.9 Diagram Batang Berat Bayi Saat Lahir % ,9 % sangat sangat rendah 0 0 sangat rendah 8,1 % rendah normal

9 57 Dari diagram diatas menunjukan bahwa bayi lahir dengan berat badan sangat sangat rendah dan sangat rendah sebesar 0%, dengan berat lahir rendah sebesar 8,1% dan dengan berat lahir normal sebesar 91,9% Data Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu Gambar 4.10 Diagram Batang Tingkat Pengetahuan Ibu % sangat rendah 75,8 % 24,2% rendah tinggi sangat tinggi 0 Dari diagram diatas menunjukan bahwa responden dengan pengetahuan sangat rendah sejumlah 0%, rendah sebesar 75,8%, tinggi sebesar 24,2%, sangat tinggi sebesar 0%.

10 Pembahasan Hasil Penelitian Gambaran Responden Responden merupakan balita, artinya responden memiliki rentang usia antara 0 tahun hingga 5 tahun (Gibney, 2005). Sesuai dengan tahapan usianya, untuk pertumbuhannya responden dikatakan menderita gizi kurang karena berat badannya jika dikonsultasikan dengan tabel Z- score adalah - 3 s/d <-2 SD (Departemen Gizi dan Kesehatan Msyarakat, 2013). Responden tersebar pada 5 desa yang berbeda yaitu yaitu di Desa Jetak, Desa Samirono, Desa Tajuk, Desa Sumogawe, dan Desa Polobogo Pendidikan Ibu Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa pendidikan mayoritas responden adalah SMP dengan presentase sebesar 64,5%, SMA 22,6 %, SD 11,3 %, dan Perguruan tinggi sebesar 1,6 %. Hossain, Ahmed & Brown (2010) dalam penelitiannya menunjukan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap angka kejadian gizi kurang dan gizi buruk, selain itu pendidikan juga sangat mempengaruhi hirearki sosial, artinya masyarakat dengan pendidikan yang rendah sangat berpotensi besar untuk berada pada tingkat / strata soisal yang rendah. Hal ini

11 59 selanjutnya berdampak pada stigma masyarakat, bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tingkat sosial dan sebaliknya Tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap jenis pekerjaan seseorang yang selanjutnya akan berpengaruh pada tingkat penghasilan yang rendah ataupun tinggi. Gethanjali (2014) dalam penelitiannya juga menunjukan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian gizi kurang dan buruk, artinya pendidikan rendah dapat bermanifestasi dan berhubungan dengan kejadian gizi kurang melalui berbagai implikasi salah satunya jenis pekerjaan dan pengetahuan. Kesamaan yang terlihat nyata dalam penelitian di Wilayah kerja Puskesmas Jetak ini adalah masyarakat dengan pendidikan yang rendah akan memiliki jenis pekerjaan dengan penghasilan yang rendah pula. Didukung dengan beberapa penelitian sebelumnya dapat di gambarkan skema sebagai berikut: Pendidikan Rendah Tingkat sosial rendah Pekerjaan dengan penghasilan rendah Pendapatan Rendah

12 60 Melihat mayoritas pendidikan responden adalah rendah dan melihat kompleksitas manifestasi akibat pendidikan yang rendah ini tentunya perlu dilakukan perbaikan dalam sektor pendidikan responden yang selanjutnya dengan peningkatan tingkat pendidikan akan bermanifestasi terhadap kehidupan yang lebih baik. Puskesmas dapat bekerjasama dengan dinas pendidikan dan dinas terkait lainnya untuk menunjukan kontribusinya dalam meningkatkan tingkat pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Jetak misalnya Puskesmas dapat memberikan data masyarakat yang memiliki pendidikan rendah atau yang berpotensi berpendidikan rendah kepada dinas pendidikan untuk selanjutnya diproses dan meminta bantuan berupa pendidikan secara formal ataupun informal. Perawat dapat melakukan kerjasama lintas profesi / multidisipin ilmu lainnya terutama dalam sektor pendidikan, selain itu perawat juga harus terlibat aktif dalam komunitas tersebut sehingga dapat mendalami permasalahan dengan lebih baik lagi, perawat juga dapat berperan sebagai peneliti untuk melihat permasalahan secara lebih obyektif (Zhou & Perry, 2012)

13 Tingkat Pendapatan Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa nilai minimum pendapatan keluarga responden adalah Rp dan yang tertinggi adalah Rp dengan nilai rata-rata pendapatan perbulan Rp dilihat dari ratarata pendapatan keluarga per bulan menunjukan bahwa tingkat perekonomian responden dibawah Kebutuhan Hidup Layak (KHL) kabupaten Semarang yang merupakan dasar diterbitkannya UMR (upah minimum regional) yaitu sebesar Rp dan kota Salatiga sebesar Rp (Dinas tenaga kerja, transmigrasi dan kependudukan Jawa Tengah, 2014). Hal ini menunjukan bahwa permasalahan ini merupakan kesinambungan dari masalah tingkat pendidikan. Hossain dkk., (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula tingkat pekerjaan orang tua. Orang tua dengan penghasilan rendah memiliki potensi anak menderita gizi buruk 3 kali lebih besar dari pada mereka dengan penghasilan sedang dan tinggi. Mondal (2012) dalam penelitiannya menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status ekonomi yang rendah terhadap angka kejadian gizi kurang dan gizi buruk, rendahnya status ekonomi bermanifestasi terhadap standar kelayakan hidup seseorang. Skema berdasarkan

14 62 hasil temuan penelitian didukung oleh penelitian lainnya,dapat digambarkan sebagai berikut: Pendidikan Rendah Pekerjaan dengan penghasilan rendah Rata-rata pendapatan reponden per bulan Rp KHL kab.semarang Rp dan kota salatiga sebesar Rp Pendapatan Rendah Gangguan pada pemenuhan kebutuhan hidup Pendapatan responden rata-rata dibawah KHL Kabupaten Semarang. Melihat hal ini Puskesmas dapat melakukan upaya kolaboratif dengan pemerintah atau instansi terkait untuk memberikan bahan pangan yang murah tetapi bergizi baik, sehingga masyarakat golongan tidak mampu dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dengan biaya yang tidak mahal. Pemberian makanan tambahan untuk balita gizi kurang juga harus ditingkatkan

15 63 intensitasnya sehingga benar-benar akan membantu kecukupan gizi balita dan juga akan membantu keluarga secara financial. Perawat dapat melakukan pendekatan dengan strategi peningkatan kesejahteraan masyarakat, hal ini memang memerlukan kerjasama dengan disiplin ilmu lain / kerjasama lintas profesi. Hal paling realistis untuk menyiasati adalah mengajarkan pemilihan bahan pangan yang murah tetapi bergizi sehingga masyarakat tidak terbeban biaya yang terlampau tinggi (Saputra & Nuriska, 2012) Kelengkapan Imunisasi Dari hasil penelitian menunjukan kelengkapan imunisasi untuk ketegori sangat kurang sebesar 0%, kurang sebesar 0%, lengkap sebesar 69,3%, sangat lengkap sebesar 31,7%. imunisasi sangat penting Dengan pemberian vaksin, tubuh bayi atau anak akan membentuk antibody, sehingga tubuh bayi atau balita telah siap (telah kebal) bila terinfeksi oleh penyakit menular tersebut. Dengan kata lain terhindarnya bayi atau anak dari berbagai penyakit dapat memperbaiki status gizi anak tersebut (Wise, 2004).

16 64 Hal ini menunjukan pelayanan yang dilakukan oleh Puskesmas dalam pencegahan penyakit dan gizi kurang melalui imunisasi berjalan dengan sangat baik, dapat dilihat bahwa 100% responden telah melakukan imunisasi dasar dan 31,7% melakukan imunisasi tambahan. Berdasarkan presentase tersebut menunjukan bahwa imunisasi bukan merupakan faktor yang berpotensi besar terhadap kejadian gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Jetak. Progam imunisasi yang berjalan dengan baik ini menunjukan bahwa intervensi yang dilakukan pihak Puskesmas Jetak dalam upaya pencegahan penyakit berjalan dengan sangat baik. Joel (2012) dalam penelitiannya menunjukan bahwa kelompok yang dilakukan intervensi memiliki peningkatan yang lebih baik pada kualitas kesehatannya dibanding kelompok kontrol. Intervensi yang dilakukan Puskesmas Jetak menujukan bahwa intervensi yang dilakukan dengan baik merupakan awal pencegahan yang baik untuk terjadinya sebuah penyakit. Keberhasilan Puskesmas jetak dalam pelaksanan pelayanan imunisasinya harus di pertahankan,tercatat balita dengan gizi kurang memiliki imunisasi lengkap sebesar 69,3%, sangat lengkap (dengan imunisasi tambahan) sebesar 31,7%. Dalam tingkatan yang lebih lanjut pihak

17 65 Puskesmas dapat berfokus terhadap usaha peningkatan minat masyarakat untuk memberikan imunisasi tambahan terhadap anaknya sebagai langkah preventif untuk mencegah terserangnya penyakit yang lebih kompleks. Perawat dapat berperan sebagai promotor. Dalam upaya promotifnya perawat dapat memberikan brosur, pamflet, dan iklan lainnya untuk menarik minat masyarakat tentang imunisasi tambahan, selain itu untuk memastikan kelengkapan imunisasi balita perawat dapat memeriksa kelengkapan buku KIA, sehingga kelengkapan imunisasi dapat dimonitor dengan baik (Corrie dkk.,2009) Pemberian ASI Ekslusif Dari hasil penelitian menunjukan bahwa 83,8% balita tidak mendapatkan ASI eklusif dan hanya 16,2% yang mendapatkan ASI ekslusif. ASI ekslusif sangatlah penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Tidak ada sumber nutrisi lain yang lebih baik dari ASI ( Hassiotao dkk., 2013). Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya ASI masih sangat rendah. ASI ekslusif merupakan variabel yang paling berkontribusi besar dalam angka kejadian gizi kurang. Wang dkk.,(2012) dalam penelitiannya menunjukan hasil bahwa

18 66 lebih mudah meningkatkan pengetahuan dari pada mengubah kebiasaan, artinya walaupun masyarakat memiliki pengetahuan yang baik tetapi akibat dari kebudayaan dan kebiasaan masyarakat dalam memberikan makanan tambahan atau pendamping anaknya, meningkatnya pengetahuan masyarakat akan sia-sia jika tidak diimbangi dengan tingkat kesadaran yang tinggi pula. ( Hassiotao dkk., 2013) dalam penelitiannya menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI ekslusif dengan kualitas gizi anak, artinya tidak diberikannya ASI ekslusif berpotensi terjadinya gizi kurang untuk anak. Upaya Puskesmas Jetak dalam memberikan edukasi tentang ASI ekslusif sudah dilakukan, tetapi merubah kebiasaan masyarakat memang tak semudah meningkatkan pengetahuannya.didukung dengan penelitian sebelumnya pada penelitian ini dapat digambarkan skema sebagai berikut: Pendidikan Rendah ASI tidak ekslusif Pengetahuan Rendah Kebiasaan orang tua memberikan makanan tambahan pada usia < 6 bulan

19 67 Sebesar 74,2 % responden juga menyatakan setuju dan sangat setuju diberikannya makanan tambahan / pendamping. Hal ini menunjukan bahwa tidak diberikannya ASI ekslusif juga di latarbelakangi tingkat pengetahuan dan kesadaran yang rendah. Melihat banyaknya responden yang tidak memberikan ASI ekslusif untuk bayinya, Puskesmas dapat lebih gencar melakukan pendidikan kesehatan mengenai pentingnya ASI ekslusif bagi bayi dengan menyebar brosur, pamflet, kaderisasi, dan lain-lain. Banyak upaya yang sebenarnya dapat dilakukan untuk menyiasati diberikannya ASI ekslusif misalnya dengan dengan bank ASI untuk menyiasati hambatan-hambatan orang tua dalam memberikan ASI ekslusif misalnya kesibukan akibat pekerjaan. Perlu diperhatikan juga bagi Puskesmas untuk berfokus terhadap peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pemberian ASI ekslusif untuk bayinya, bukan hanya meningkatkan pengetahuannya saja hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas dalam pendidikan kesehatan sehingga masyarakat lebih

20 68 memahami akan pentingnya ASI ekslusif. Semakin sering dan semakin paham seseorang akan suatu pengetahuan akan mengubah perilaku dan meningkatkan kesadarannya.. Melihat latar belakang permasalahan ini adalah faktor pengetahuan dan kebiasaan orang tua maka perawat dapat berperan sebagai edukator dengan meningkatkan intensitasnya dalam memberikan pendidikan kesehatan (Zhou dkk, 2012). Penelitian selanjutnya dapat diteliti mengenai hambatan pelayan kesehatan dalam peningkatan kesadaran ibu dalam pemberian ASI ekslusif untuk bayi nya BBLR Dari hasil penelitian menunjukan bahwa bayi lahir dengan berat badan sangat sangat rendah dan sangat rendah sebesar 0%, dengan berat lahir rendah sebesar 8,1% dan dengan berat lahir normal sebesar 91,9%. Berat lahir yang rendah umumnya disebabkan oleh kelahiran prematur atau retardasi pertumbuhan intrauteri. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan prognosanya juga semakin kurang baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan

21 69 komplikasi akibat kurang matangnya organ karena kelahiran prematur salah satunya menderita gizi kurang (Wong, dkk,. 2008). Namun dari data tersebut dapat terlihat bahwa BBLR memiliki kemungkinan yang kecil sebagai faktor penentu dalam total populasi gizi kurang di wilayah Kerja Puskesmas Jetak. Berkman dkk., (2010) dalam penelitiannya menunjukan bahwa pendidikan kesehatan yang baik pada masa kehamilan, status ekonomi yang baik, dan pendidikan yang tinggi merupakan beberapa indikator untuk kelahiran bayi dengan berat yang normal. Hal ini tidak sejalan dengan hasil yang ditemukan pada penelitian di wilayah kerja Puskesmas Jetak yang menunjukan bahwa perekonomian yang rendah dan pendidikan yang rendah juga dapat memiliki tingkat kelahiran berat bayi normal bahkan dengan presentase sebesar 91,9 %. Hal ini dapat diasumsikan bahwa pendidikan kesehatan yang diterima responden pada masa kehamilan (Maternal education) berjalan dengan baik, tetapi perlakuan pada anak setalah kelahiran tidak berjalan dengan baik karena faktor pemberian ASI, ekonomi, dan pengetahuan yang rendah. Berdasarkan beberapa kesamaan faktor penyebab, dan juga didukung penelitian sebelumnya dapat digambarkan skema sebagai berikut:

22 70 Berdasarkan kesamaan faktor penyebab Faktor BBLR Faktor Gizi Kurang 1.Pendidikan Rendah 2.Ekonomi Rendah 3.Pengetahuan Rendah 4.Kekurangan Asupan Nutrisi 1.Pendidikan Rendah 2.Ekonomi Rendah 3.Pengetahuan Rendah 4.Kekurangan Asupan Nutrisi Berpotensi kecil sebagai faktor penyebab Berpotensi besar sebagai faktor penyebab Berdasarkan kesamaan faktor seharusnya keberhasilan orang tua dalam kelahiran bayinya dengan berat normal juga dapat diikuti dengan keberhasilannya meningkatkan status gizi anak Penelitian ini menunjukan hampir seluruh orang tua dengan anak gizi kurang memiliki kelahiran dengan berat bayi yang normal. Intervensi yang dilakukan Puskesmas dalam usaha menciptakan kelahiran bayi dengan berat normal sudah baik. Melihat hal ini perawat dapat memantau sebagai observer dan dapat berperan sebagai edukator

23 71 untuk memberikan pendidikan kesehatan mengenai pentingnya pemeriksaan kandungan dan pemberian nutrisi yang baik selama masa kehamilan (Mc Donald, 2012). Perlu juga dilakukan penelitian untuk melihat perbandingan tingkat kesadaran orang tua tentang nutrisi / gizi anak pada masa kehamilan dan sesudah kelahiran Pengetahuan Ibu Dari hasil penelitian menunjukan bahwa responden dengan pengetahuan sangat rendah sejumlah 0%, rendah sebesar 75.8%, tinggi sebesar 24.2%, sangat tinggi sebesar 0%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pengetahuan yang rendah berpotensi besar dalam angka kejadian gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Jetak. Pengetahuan sangatlah penting sebagai dasar implementasi yang dilakukan oleh seseorang. Seseorang atau masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan yang baik, tidak akan memiliki pengimplementasian yang baik pula dalam praktek kehidupannya. Responden dengan pendidikan sangat tinggi /tinggi memiliki pengetahuan yang lebih baik dari pada responden dengan pendidikan terakhir SD dan SMP, dapat dilihat bahwa responden dengan pengetahuan rendah (75,8%) berasal dari pendidikan SMP dan SD, dan

24 72 pengetahuan tinggi (24,2%) berasal dari pendidikan terakhir SMA dan Perguruan Tinggi. Hal ini didukung Ismail (2007) yang mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman dan intensitas keterpaparan informasi, dalam hal ini khususnya informasi tentang kesehatan. Zhou & Parry (2012) dalam penelitiannya menunjukan bahwa pengetahuan yang rendah memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian gizi kurang dan gizi buruk dan kecenderungan pengetahuan yang rendah merupakan manifestasi pendidikan yang rendah. Tingkat pengetahuan sangat mempengaruhi kebiasaan masyarakat dalam melakukan kebiasaan hidupnya Pendidikan Rendah Keterpaparan informasi rendah Tingkat Pemahaman Informasi Rendah Potensi salah dalam praktek kehidupan kesehatan Pengetahuan Rendah Potensi Pemanfaatan Lingkungan Yang rendah Potensi Personal Hygine rendah

25 73 Pengetahuan sangat berhubungan erat dengan tingkat pendidikan, pemerintah perlu memperhatikan pendidikan masyarakat secara formal ataupun informal khususnya daerah pedesaan sehingga secara langsung ataupun tidak semakin tinggi pendidikan masyarakat potensi masyarakat untuk memperoleh hidup yang sehat akan semakin besar. Puskesmas dapat lebih gencar untuk melakukan usaha peningkatan pengetahuan dengan pemanfaatan kader yang lebih baik lagi sehingga potensi peningkatan pengetahuan dapat lebih terstruktur dan terorganisir dan tepat sasaran. Perawat perlu memanfaatkan fasilitas yang ada untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dalam meningkatkan upaya pendidikan kesehatannya, selain itu untuk menanggulangi dampak yang diakibatkan gizi kurang perawat dapat memaksimalkan pelayanannya sebagai bentuk upaya kuratifnya (Sigh & Kumar, 2013). Perlu juga dilakukan studi lanjutan mengenai hambatan Puskesmas Jetak dalam peningkatan pengetahuan kesehatan masyarakat.

26 Keterbatasan Penelitian 1. Banyak faktor yang mempengaruhi gizi kurang pada balita. Penelitian ini hanya menggunakan variabel tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan ibu, tingkat pendapatan, kelengkapan imunisasi, pemberian ASI ekslusif, dan berat bayi saat lahir untuk menggambarkan faktor yang mempengaruhi kejadian balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Jetak. Peneliti selanjutnya dapat meneliti faktorfaktor lainya yaitu penyakit penyerta, praktek pemberian makan, nutrisi pada masa kehamilan, pemanfaatan lingkungan dan kebudayaan. 2. Penelitian ini merupakan studi deskriptif, yang tidak mengukur tingkat hubungan ataupun besar pengaruh. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan design regresi berganda untuk menentukan besar pengaruh faktor-faktor terhadap kejadian balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Jetak Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.

27 75

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009). 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Balita Balita (Bawah lima tahun) didefinisikan sebagai anak dibawah lima tahun dan merupakan periode usia setelah bayi dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009). 2.2

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 GAMBARAN RESPONDEN PENELITIAN. responden sebanyak 46 perawat di Puskesmas. Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 GAMBARAN RESPONDEN PENELITIAN. responden sebanyak 46 perawat di Puskesmas. Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 GAMBARAN RESPONDEN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Puskesmas se-kota Salatiga yaitu sebanyak 6 Puskesmas pada tahun 2013, dengan jumlah responden sebanyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan hasil analisis berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN. pendidikan, pemberian ASI ekslusif, status ekonomi, dan berat

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN. pendidikan, pemberian ASI ekslusif, status ekonomi, dan berat 83 LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN Anda diundang untuk berpartisipasi dalam penelitian berjudul Hubungan tingkat pengetahuan, kelengkapan imunisasi, pendidikan, pemberian ASI ekslusif, status ekonomi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. obstetrik dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka

BAB I PENDAHULUAN. obstetrik dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator terpenting untuk menilai kualitas pelayanan obstetrik dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka Kematian Ibu (AKI),

Lebih terperinci

MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016

MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016 MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016 PEMBERDAYAAN POTENSI DAN KEMANDIRIAN MASYARAKAT DALAM RANGKA MENCAPAI DERAJAT KESEHATAN BAYI DENGAN MENGGALAKKAN ASI EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menyusui merupakan cara alami memberi makan bayi. Sejak terjadinya pembuahan, tubuh ibu mempersiapkan diri untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menyusui merupakan cara alami memberi makan bayi. Sejak terjadinya pembuahan, tubuh ibu mempersiapkan diri untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menyusui merupakan cara alami memberi makan bayi. Sejak terjadinya pembuahan, tubuh ibu mempersiapkan diri untuk menyusui. Payudara bereaksi terhadap hormon

Lebih terperinci

Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Balita Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Jetak SKRIPSI

Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Balita Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Jetak SKRIPSI Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Balita Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Jetak SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Disusun oleh

Lebih terperinci

Petunjuk Jawablah pertanyaan dibawah ini, dengan member tanda checklist ( ) untuk salah satu jawaban anda.

Petunjuk Jawablah pertanyaan dibawah ini, dengan member tanda checklist ( ) untuk salah satu jawaban anda. KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PRILAKU IBU DENGAN PERAN PETUGAS KESEHATAN DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NAMORAMBE KECAMATAN DELI TUA TAHUN 2012 Petunjuk Jawablah pertanyaan dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi yanag berusia

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi yanag berusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Neonatus merupakan masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari. Dalam masa tersebut terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan yang awalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Balita Balita didefinisikan sebagai anak dibawah lima tahun dan merupakan periode usia setelah bayi dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009). Menurut Sutomo dan Anggraeni (2010),

Lebih terperinci

terdapat di tingkat SD/Sederajat. lebih tinggi di luar Temanggung. waktu satu tahun per kelahiran hidup.

terdapat di tingkat SD/Sederajat. lebih tinggi di luar Temanggung. waktu satu tahun per kelahiran hidup. 1. 2. 3. SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat 94,26 81,30 26,98 94,28 81,35 27,42 94,60 80,15 32,75 95,35 82,86 35,64 95,40 83,63 35,80 95,42 83,64 38,99 Sumber : BPS Kabupaten Temanggung 2013 Selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Padukuhan Kasihan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa

Lebih terperinci

1

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1998, pemerintah Indonesia sudah melakukan kampanye pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO). Pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

Oleh : Suharno, S.Kep.,Ners ABSTRAK

Oleh : Suharno, S.Kep.,Ners ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PANONGAN KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014 Oleh : Suharno, S.Kep.,Ners ABSTRAK Pemberian

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA

KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA 94 KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA KARAKTERISTIK KELUARGA Nomor Responden : Nama Responden (Inisial)

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

Kata kunci : Peran Keluarga Prasejahtera, Upaya Pencegahan ISPA pada Balita

Kata kunci : Peran Keluarga Prasejahtera, Upaya Pencegahan ISPA pada Balita PERAN KELUARGA PRASEJAHTERA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI DESA DEPOK KECAMATAN KANDEMAN KABUPATEN BATANG 7 Cipto Roso ABSTRAK Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di beberapa Posyandu Balita Wilayah Binaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Tempat Penelitian Kecamatan Getasan merupakan salah satu kecamatan dari 19 Kecamatan di Kabupaten Semarang. Secara administratif batas wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bantul merupakan sebuah kabupaten yang berada di bawah wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah stunting masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Stunting pada balita bisa berakibat rendahnya produktivitas dan kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus (Perkeni, 2011). Secara umum hampir 80% prevalensi. diabetes mellitus adalah diabetes mellitus tipe 2.

BAB I PENDAHULUAN. mellitus (Perkeni, 2011). Secara umum hampir 80% prevalensi. diabetes mellitus adalah diabetes mellitus tipe 2. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Epidemi penyakit tidak menular muncul menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia saat ini. Berdasarkan studi epidemiologi terbaru, Indonesia telah memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu target dalam Millenieum Develomment Goals (MDG s). utama pembangunan kesehatan (Kemenkes, 2009b).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu target dalam Millenieum Develomment Goals (MDG s). utama pembangunan kesehatan (Kemenkes, 2009b). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan salah satu target dalam Millenieum Develomment Goals (MDG s). Kelompok ibu hamil, bersalin,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Yogyakarta. Kelurahan Tamantirto memiliki luas wilayah 672 Ha yang salah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Yogyakarta. Kelurahan Tamantirto memiliki luas wilayah 672 Ha yang salah BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pedukuhan Kasihan, Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan masalah gizi di Indonesia saat ini semakin kompleks. Masalah gizi yang sedang dihadapi Indonesia adalah masalah gizi ganda yaitu keadaan balita yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Imunisasi sebagai salah satu pencegahan upaya preventif yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Imunisasi sebagai salah satu pencegahan upaya preventif yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunisasi sebagai salah satu pencegahan upaya preventif yang berdampak positif terhadap kesehatan masyarakat harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh, dan

Lebih terperinci

terdapat di tingkat SD/Sederajat. lebih tinggi di luar Temanggung. 1) Angka Kematian Bayi waktu satu tahun per kelahiran hidup.

terdapat di tingkat SD/Sederajat. lebih tinggi di luar Temanggung. 1) Angka Kematian Bayi waktu satu tahun per kelahiran hidup. Selama enam tahun terakhir APM yang tertinggi terdapat di tingkat SD/Sederajat dan yang terendah di tingkat SMA/Sederajat. Hal ini menunjukkan partisipasi penduduk untuk menempuh pendidikan paling tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah terwujudnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dari pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah terwujudnya derajat kesehatan dan gizi masyarakat yang optimal. Sasaran yang akan dicapai, meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebabkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 T E N T A N G KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN CIREBON

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian 1. Gambaran umum Penelitian ini dilakukan di desa Kebondalem Kabupaten Batang dengan batas wilayah barat berbatasan dengan desa Yosorejo, sebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komitmen pemerintah untuk mensejahterakan rakyat nyata dalam peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari penetapan perbaikan status gizi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan unsur penting

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan unsur penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan unsur penting dalam keberhasilan Pembangunan Nasional, anak sebagai SDM penerus bangsa dan harapan masa depan keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Apa latarbelakang perlunya KADARZI? Apa itu KADARZI? Mengapa sasarannya keluarga? Beberapa contoh perilaku SADAR GIZI Mewujudkan keluarga cerdas dan mandiri Mengapa perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang anak karena anak sedang dalam masa tumbuh sehingga segala kebutuhan anak berbeda dengan kebutuhan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari membangun manusia seutuhnya yang diawali dengan pembinaan kesehatan anak mulai sejak dini. Pembinaan kesehatan anak sejak awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. MP-ASI

BAB I PENDAHULUAN bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. MP-ASI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu dari 8 tujuan pembangunan millenium atau MDG s (Millenium Development Goals) yang terdapat pada tujuan ke 5 yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi adalah masalah kesehatan yang penanggulangannya tidak hanya dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas dalam pembangunan Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas dalam pembangunan Bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas dalam pembangunan Bangsa Indonesia dapat mewujudkan bangsa yang maju, mandiri, sejahtera lahir dan bathin, serta mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan paling sering menyerang organ paru. Bakteri Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terpadu kepada masyarakat dalam upaya untuk mengatasi masalah kesehatan serta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terpadu kepada masyarakat dalam upaya untuk mengatasi masalah kesehatan serta BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Tilote sebagai salah satu pelayanan dasar dan terdepan di Kecamatan Tilango memberikan pelayanan rawat jaan dan rawat

Lebih terperinci

KUESIONER PERILAKU KADER DALAM PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG

KUESIONER PERILAKU KADER DALAM PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG Lampiran 1 KUESIONER PERILAKU KADER DALAM PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG I. Karakteristik Kader : 1. Umur : 2. Pendidikan : 3. Pekerjaan ; 4. Lama tugas Menjadi

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Faktor yang berkontribusi terhadap kejadian BGM di Provinsi Lampung

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Faktor yang berkontribusi terhadap kejadian BGM di Provinsi Lampung BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 KESIMPULAN 1. Faktor yang berkontribusi terhadap kejadian BGM di Provinsi Lampung adalah asupan energi, asupan protein, ASI eksklusif, MP-ASI, ISPA, umur balita, pemantauan

Lebih terperinci

Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, Volume 2, Nomor 2, September 2016 ISSN X

Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, Volume 2, Nomor 2, September 2016 ISSN X GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DI RT 011/05 KELURAHAN PAPANGGO JAKARTA UTARA TENTANG ASI DAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF Labora Sitinjak, S.Kp, M.Kep*, Dekrinand Ngongo Bolodadi** *Dosen Akademi Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah unit fungsional pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kota atau kabupaten yang melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. dilaporkan dalam tabel 4.1 ; 4.2 ; 4.3 berikut ini : Tabel 4.1 Disribusi responden menurut kelompok umur

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. dilaporkan dalam tabel 4.1 ; 4.2 ; 4.3 berikut ini : Tabel 4.1 Disribusi responden menurut kelompok umur BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Subjek Penelitian ini dilaksanakan di 17 sekolah SMA dan SMK di kota Salatiga yang berjumlah 48 orang guru pembimbing. Deskripsi guru pembimbing berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (SDKI) tahun 2012 adalah 40 kematian per 1000 kelahiran hidup. Di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. (SDKI) tahun 2012 adalah 40 kematian per 1000 kelahiran hidup. Di Provinsi 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Angka kematian balita hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 adalah 40 kematian per 1000 kelahiran hidup. Di Provinsi Gorontalo jumlah balita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan yang pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan yang pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan yang pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kebutuhan manusia yang semakin meningkat. Hal itu menuntut manusia untuk meningkatkan produktifitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan case control retrospektif atau studi kasus - kontrol retrospektif

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan case control retrospektif atau studi kasus - kontrol retrospektif BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan case control retrospektif atau studi kasus - kontrol retrospektif untuk menganalisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas 6,41 km 2 yang berbatasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas 6,41 km 2 yang berbatasan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Kelurahan Tomulabutao berlokasi di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KECAMATAN PEKALONGAN LAMPUNG TIMUR Tumiur Sormin* *Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang Anak balita merupakan kelompok

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. b. c. Mengingat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku

BAB I PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan RI tahun 2005 2025 atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG IMUNISASI DI PUSKESMAS PEMBANTU BATUPLAT

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG IMUNISASI DI PUSKESMAS PEMBANTU BATUPLAT PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG IMUNISASI DI PUSKESMAS PEMBANTU BATUPLAT Helmi Fangidae a,c, Elisabeth Herwanti b, Maria Y. Bina c a Mahasiswa S-1 Prodi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya sesuai untuk kebutuhan bayi. Zat-zat gizi yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya sesuai untuk kebutuhan bayi. Zat-zat gizi yang berkualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling sempurna, yang kandungan gizinya sesuai untuk kebutuhan bayi. Zat-zat gizi yang berkualitas tinggi pada ASI banyak sekali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan makanan dan penggunaan zat gizi. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran 21 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Kekurangan gizi pada usia dini mempunyai dampak buruk pada masa dewasa yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan tingkat produktifitas yang

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM OKTOBER 2013

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM OKTOBER 2013 1 PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM OKTOBER 2013 Kadek Sri Sasmita Dewi G Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kesehatan ibu, yang akhirnya akan memengaruhi perilaku hidup sehat (Rossen et

BAB V PEMBAHASAN. kesehatan ibu, yang akhirnya akan memengaruhi perilaku hidup sehat (Rossen et 49 BAB V PEMBAHASAN Pemilihan jenis makanan bayi dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah pendidikan ibu, pendapatan orangtua, dan jumlah anak. Pendidikan ibu dapat menggambarkan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang setinggi-tingginya. Dengan kata lain bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang setinggi-tingginya. Dengan kata lain bahwa setiap orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 1. Hubungan umur ibu dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi umur 2-6 bulan di

BAB V PEMBAHASAN. 1. Hubungan umur ibu dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi umur 2-6 bulan di BAB V PEMBAHASAN A. PEMBAHASAN 1. Hubungan umur ibu dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi umur 2-6 bulan di kelurahan Pablengan wilayah kerja puskesmas Matesih Karanganyar Berdasarkan tabel 4.2 diatas

Lebih terperinci

5. HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

5. HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN 5. HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini peneliti menjelaskan mengenai hasil penelitian yang diperoleh dan akan diuraikan ke dalam gambaran subjek, analisis data dan interpretasi hasil penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembanguan manusia Indonesia (Saputra dan Nurrizka, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembanguan manusia Indonesia (Saputra dan Nurrizka, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai dengan saat ini persoalan gizi masih menjadi masalah utama dalam pembanguan manusia Indonesia (Saputra dan Nurrizka, 2012). Berdasarkan data riset kesehatan dasar

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Status gizi..., Fildza Sasri Peddyandhari, 31 FK UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Status gizi..., Fildza Sasri Peddyandhari, 31 FK UI, 2009 Universitas Indonesia BAB 4 HASIL Dari perhitungan besar sampel didapatkan sampel minimal sebesar 78 sampel, dan untuk mengantisipasi adanya responden yang masuk ke dalam kriteria eksklusi, ditetapkan menjadi 85 sampel. Namun,

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dari segi ekonomi dikatakan bahwa pencegahan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dari segi ekonomi dikatakan bahwa pencegahan adalah suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Angka kelahiran dan hasil penelitian di dunia mengatakan bahwa ada kaitan antara angka kelahiran dan usia harapan hidup di suatu negara, makin rendahnya angka kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, situasi gizi dunia menunjukkan dua kondisi yang ekstrem. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu rendah serat dan tinggi kalori,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sibela Kota Surakarta yang terletak

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sibela Kota Surakarta yang terletak BAB V PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sibela Kota Surakarta yang terletak di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres. Puskesmas Sibela merupakan Puskesmas

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG SADARI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN KADER KESEHATAN DI DESA GUNUNG SARI DAN DESA SINDANG SARI KECAMATAN CIANJUR.

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG SADARI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN KADER KESEHATAN DI DESA GUNUNG SARI DAN DESA SINDANG SARI KECAMATAN CIANJUR. PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG SADARI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN KADER KESEHATAN DI DESA GUNUNG SARI DAN DESA SINDANG SARI KECAMATAN CIANJUR. Tetti Solehati Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia. Masalah gizi menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia. Masalah gizi menjadi penyebab 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara berkembang termasuk Indonesia. Masalah gizi menjadi penyebab kematian ibu dan anak

Lebih terperinci

MP - ASI dini kepada bayi adalah ASI PENDAHULUAN. Secara nasional cakupan ASI. belum keluar dan alasan tradisi dan. untuk bayi sampai umur 6 bulan

MP - ASI dini kepada bayi adalah ASI PENDAHULUAN. Secara nasional cakupan ASI. belum keluar dan alasan tradisi dan. untuk bayi sampai umur 6 bulan PENDAHULUAN Secara nasional cakupan ASI untuk bayi sampai umur 6 bulan mengalami fluktuasi, yaitu 24,3% pada tahun 2008, kemudian meningkat pada MP - ASI dini kepada bayi adalah ASI belum keluar dan alasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam porsi yang dimakan tetapi harus ditentukan pada mutu zat-zat gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam porsi yang dimakan tetapi harus ditentukan pada mutu zat-zat gizi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi merupakan ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk ibu hamil. Gizi ibu hamil merupakan nutrisi yang diperlukan dalam jumlah yang banyak untuk

Lebih terperinci

Pendekatan Kebijakan di Hulu. Maria Agnes Etty Dedy Disajikan dalam Forum Nasional IV Kebijakan Kesehatan Indonesia Kupang, 4 September 2013

Pendekatan Kebijakan di Hulu. Maria Agnes Etty Dedy Disajikan dalam Forum Nasional IV Kebijakan Kesehatan Indonesia Kupang, 4 September 2013 Pendekatan Kebijakan di Hulu Maria Agnes Etty Dedy Disajikan dalam Forum Nasional IV Kebijakan Kesehatan Indonesia Kupang, 4 September 2013 Permasalahan Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), Masih

Lebih terperinci

Oleh : NOVA ELOK MARDLIYANA

Oleh : NOVA ELOK MARDLIYANA PROPOSAL TESIS PENYESUAIAN DIRI PASANGAN USIA MUDA TERHADAP KEHAMILAN DAN MOTIVASI PEMBERIAN AIR SUSU IBU PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALIANGET SUMENEP Oleh : NOVA ELOK MARDLIYANA 1 2 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa periode awal kehidupan atau biasa disebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa periode awal kehidupan atau biasa disebut BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa periode awal kehidupan atau biasa disebut 1000 Hari Pertama Kehidupan. Periode ini juga sering disebut periode sensitif. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air susu ibu (ASI) diciptakan oleh Tuhan degan segala kelebihannya. Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PEMBERIAN ASI PADA IBU MENYUSUI DI DESA LOLONG KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN PEKALONGAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PEMBERIAN ASI PADA IBU MENYUSUI DI DESA LOLONG KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN PEKALONGAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PEMBERIAN ASI PADA IBU MENYUSUI DI DESA LOLONG KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN PEKALONGAN 3 Anis Syafaat Nurmaya Dewi ABSTRAK Kebanyakan wanita di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. parameter yang ditanyakan kepada responden yaitu: lama

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. parameter yang ditanyakan kepada responden yaitu: lama BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah akseptor KB suntik yang pernah suntik ulang minimal 2 kali penyuntikan sebanyak 38 orang.

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN PENELITIAN KARAKTERISTIK KEJADIAN LUAR BIASA CAMPAK PADA SALAH SATU DESA DI KABUPATEN PESAWARAN PROPINSI LAMPUNG Nurlaila*, Nur Hanna* Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang Indonesia merupakan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PROGRAM PREVENTION OF MOTHER TO CHILD TRANSMISSION

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PROGRAM PREVENTION OF MOTHER TO CHILD TRANSMISSION FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PROGRAM PREVENTION OF MOTHER TO CHILD TRANSMISSION OF HIV (PMTCT) OLEH IBU HAMIL DI PUSKESMAS HALMAHERA KOTA SEMARANG Dhenok Hajeng Prihestu Leksono, Siti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebababkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO (2005) menyatakan sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun, dan 900 juta berada di negara berkembang. Berdasarkan data Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi buruk. Untuk menanggulangi masalah tersebut kementerian. kesehatan (kemenkes) menyediakan anggaran hingga Rp 700 miliar

BAB I PENDAHULUAN. gizi buruk. Untuk menanggulangi masalah tersebut kementerian. kesehatan (kemenkes) menyediakan anggaran hingga Rp 700 miliar BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat membutuhkan perhatian penuh orang tua dan lingkungannya. Dalam masa pertumbuhannya, balita sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pusat Kesehatan Masyarakat Gamping I beralamat didusun Delingsari,desa Ambarketawang, kecamatan Gamping kabupaten

Lebih terperinci