PPPPTK MATEMATIKA - KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PPPPTK MATEMATIKA - KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN"

Transkripsi

1 ISSN IDEAL MATHEDU INDONESIAN DIGITAL JOURNAL OF MATHEMATICS AND EDUCATION PPPPTK MATEMATIKA - KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017 PROBLEM POSING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Asmidi SEPULUH STRATEGI DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Syahlan PENDEKATAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION (DI) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2 DI SMAN 1 KOBA Nelly Yuliana PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS NILAI KONTROL DAN NILAI RASIONALISME PADA PEMBELAJARAN PEMODELAN MATEMATIKA Arvin Efriani, Nyimas Aisyah, dan Indaryanti REASONING AND PROOF DALAM MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL MATERI TRIGONOMETRI SISWA SMA Afin Nur Latifa, M.Pd. PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KONEKSI SISWA SMP/MTs Lussy Midani Rizki, Risnawati, dan Zubaidah Amir MZ KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN MATEMATIKA YOGYAKARTA Nomor

2 SUSUNAN REDAKSI JURNAL IDEAL MATHEDU VOLUME 4 NOMOR 6 TAHUN 2017 PPPPTK MATEMATIKA Penanggung jawab : Kepala Subag TU dan RT Harwasono, S.Kom., MM Redaktur : Cahyo Sasongko, S.Sn. Penyunting/Editor : 1. Marfuah, S,Si.,M.T. 2. Muh. Tamimuddin H, M.T. 3. Muda Nurul Khikmawati, S.Kom,. M.Cs. 4. Dr. Sumardyono, M.Pd. 5. Wiworo, S.Si., M.M. 6. Dra. Th. Widyantini, M.Si. 7. Drs. Rachmadi Widdiharto, M.A. 8. Untung Trisna Suwaji, S.Pd., M.Si. 9. Adi Wijaya, S.Pd.,M.A. 10. Fadjar Noer Hidayat, M.Ed. 11. Hanan Windro Sasongko, S.Si. 12. Sigit Tri Guntoro, S.Si., M.Si. 13. Drs. Agus Suharjana, M.Pd. 14. Joko Purnomo, M.T. 15. Drs. Marsudi Raharjo, MSc.Ed. 16. Dra. Puji Iryanti, Msc.Ed. 17. Ratna Herawati, M.Si. 18. Sumaryanta, M.Pd. 19. Sri Wulandari Danoebroto, S.Si.,M.Pd. 20. Jakim Wiyoto, S.Si. Desain Grafis dan Layout : 1. Cahyo Sasongko, S.Sn. 2. Victor Deddy K, S.Si. 3. Muhammad Fauzy Sekretariat : 1. Nur Hamid, S.Kom. 2. M. Pujiastuti 3. Lestari Budi Atik, A.Md. 4. Sri Kurniasih 3. Dewi Katmolowati Alamat redaksi : PPPPTK Matematika Jl. Kaliurang km.6, Sambisari, Depok, Sleman, D.I.Y. Telp. (0274) , Fax. (0274) Website. idealmathedu.p4tkmatematika.org

3 PROBLEM POSING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Asmidi SMPN 1 Sukadana, Sukadana, Kabupaten Kayong Utara; asmidi100@gmail.com Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan problem posing dalam pembelajaran matematika pada materi segitiga dan segiempat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-eksploratif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII/A SMPN 3 Sukadana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa problem posing dalam pembelajaran matematika dapat melatih siswa dalam berpikir kreatif. Banyaknya soal yang dibuat siswa dalam kegiatan problem posing pada materi segitiga dan segiempat terbagi menjadi tiga tipe soal. Tipe yang pertama adalah soal yang memiliki karakteristik sama, tipe yang kedua adalah soal yang memiliki karakteristik berbeda, dan tipe yang ketiga adalah soal yang tidak biasa. Proses membuat soal dilakukan siswa dengan mengumpulkan informasi-informasi yang ada, kemudian dikonstruksi menjadi soal. Untuk proses menjawab soal, siswa mengolah informasi yang telah diketahui. Kata kunci. Problem Posing, Pembelajaran Matematika Abstract. This study aimed to describe the problem posing in mathematics at the triangles and rectangles material. This study is a descriptive-exploratory research. The subjects in this study were students of class VII/A SMPN 3 Sukadana. The results showed that the problem posing in mathematics could train the students in creative thinking. The number of questions that the students made in the activities of problem posing on the triangles and rectangles material were divided into three types of matter. The first type is a matter which has the same characteristics, the second type is a matter which has different characteristics, and the third type is about the unusual one. The process of making the questions done by the students by collecting the existed information then was constructed to become questions. To answer the questions, students processed the information that had already known. Key Words. Problem Posing, Mathematics Learning 1. Pendahuluan Pembelajaran matematika yang dilakukan sebagian guru masih dengan menjelaskan materi pelajaran, menyajikan contoh soal sekaligus cara menyelesaikannya, dan memberikan soal untuk dikerjakan siswa. Guru belum memberikan perhatian yang serius terhadap berpikir kreatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Bahar & Maker (2011) bahwa guru di tingkat dasar dan menengah belum menyadari pentingnya berpikir kreatif dan pemecahan masalah dalam matematika. Siswa kurang diberikan kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide dan gagasan yang dimilikinya dalam menyelesaikan masalah matematika. Siswa akan selalu bergantung pada cara penyelesaian yang telah diberikan guru. Hal ini menyebabkan siswa kurang kreatif dalam menyelesaikan masalah matematika. Dacey (dalam Piaw, 2011) menyatakan bahwa sebagian besar siswa sekolah menengah kurang kreatif. Kreativitas dalam belajar matematika sangat penting dimiliki siswa agar mereka tidak mudah menyerah dalam menyelesaikan masalah matematika. Hal ini sejalan dengan 349

4 Pehkonen (1997) yang menyatakan bahwa kreatif merupakan bagian penting untuk melakukan matematika. Siswa yang kreatif selalu berupaya untuk mencari berbagai alternatif penyelesaian masalah apabila menemukan kesulitan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kreativitas siswa dalam pembelajaran matematika adalah dengan problem posing. Silver (1997) menyatakan bahwa salah satu kegiatan yang dapat mengembangkan kreativitas siswa adalah kegiatan pengajuan masalah (problem posing). Istilah problem posing berasal dari bahasa inggris yaitu dari kata problem yang artinya masalah dan kata pose yang artinya mengajukan. Silver (1994) menyatakan problem posing merupakan aktivitas yang meliputi merumuskan soal-soal dari hal-hal yang diketahui dan menciptakan soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisikondisi dari masalah-masalah yang diketahui tersebut serta menentukan penyelesiannya. Sejalan dengan itu, Bonotto (2006) menyatakan problem posing merupakan aktivitas siswa untuk mengonstruksi masalah mereka sendiri. Problem posing dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan meminta siswa untuk membuat soal. Dalam membuat soal, siswa diberikan informasi-informasi sebagai dasar untuk mengajukan soal. Informasi yang diberikan kepada siswa dapat berupa gambar atau berbentuk cerita. Hal ini sejalan dengan Lin (2004) yang menyatakan bahwa pembentukan soal didasarkan atas konteks, cerita, informasi atau gambar yang diketahui. Kegiatan problem posing sangat penting diterapkan dalam pembelajaran matematika. Hal ini telah banyak diungkap peneliti seperti (Silver, dkk, 1996; Cho & Abramovich, 2008; Xia, dkk, 2008; Bonotto, 2010). Silver, dkk (1996) menyatakan bahwa problem posing sangat penting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran matematika. Cho & Abramovich, (2008) menyatakan bahwa problem posing merupakan aktivitas pedagogik yang penting dalam pembelajaran matematika. Xia, dkk (2008) menyatakan bahwa problem posing merupakan komponen penting dalam kurikulum matematika. Bonotto (2010) menyatakan bahwa pentingnya kegiatan problem posing dalam matematika sekolah. Berdasarkan paparan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana problem posing dalam pembelajaran matematika. 2. Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-eksploratif yang bertujuan untuk mendeskripsikan problem posing dalam pembelajaran matematika pada materi segitiga dan segiempat. Subjek dalam penelitian ini adalah 28 siswa kelas VII SMP Negeri 3 Sukadana. Subjek penelitian belum pernah mengikuti pembelajaran problem posing. Data yang dipaparkan dalam penelitian ini adalah 3 siswa dari 28 siswa kelas VII SMP Negeri 3 Sukadana. Ketiga siswa terdiri dari siswa yang kemampuannya rendah yaitu NAG, siswa yang kemampuannya sedang yaitu LF, dan siswa yang kemampuannya tinggi yaitu TOM. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen utama dan perangkat pembelajaran, serta instrumen pendukung. Prosedur penelitian dilakukan sebagai berikut: 1) menyusun instrumen penelitian, 2) memvalidasi instrumen penelitian, 350

5 3) menentukan subjek penelitian, 4) mengumpulkan data penelitian, dan 5) menganalisis data. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan langkah-langkah: 1) mereduksi data dilakukan dengan menyeleksi, memfokuskan, dan menyederhanakan semua data mentah dan kasar yang diperoleh, 2) penyajian data dilakukan dengan menyajikan hasil reduksi data secara naratif sehingga memungkinkan penarikan kesimpulan dan keputusan pengambilan tindakan, dan 3) penarikan kesimpulan dilakukan dengan memberikan simpulan terhadap hasil penafsiran dan evaluasi. 3. Hasil Kegiatan problem posing dilakukan siswa dengan cara membuat soal sekaligus selesaiannya berdasarkan informasi yang diketahui. Berikut ini informasi yang diberikan kepada siswa. Gambar 1. Informasi Gambar 1 merupakan segiempat yang terbentuk dari dua segitiga yaitu ABC dan ACD. Informasi yang diketahui adalah AB = 3 cm, BC = 4 cm, CD = 12 cm, AD = 13 cm, CAD = 65 0, dan ACB = Berdasarkan informasi tersebut, siswa diminta untuk membuat soal sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan sifat-sifat segitiga, keliling, dan luas segitiga sekaligus selesaiannya. Berikut ini hasil pekerjaan beberapa siswa Problem Posing pada Subjek NAG Berdasarkan informasi yang diberikan, NAG mampu membuat 2 soal yang berkaitan dengan sifat-sifat segitiga. NAG juga mampu menyelesaikan kedua soal tersebut dengan benar. Berikut ini adalah gambar soal sekaligus selesaiannya yang dibuat NAG. Gambar 2. Soal yang dibuat NAG 351

6 Berdasarkan gambar 2, NAG membuat soal nomor 1 yang berkaitan dengan sifat-sifat segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ABC yaitu besar ABC adalah 90 0 (atau sudut siku-siku) dan besar ACB adalah Soal nomor 2 yang dibuat NAG berkaitan dengan sifat-sifat segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ADC yang diketahui yaitu besar ACD adalah 90 0 (atau sudut siku-siku) dan besar CAD adalah Kedua soal yang dibuat oleh NAG adalah soal yang memiliki karakteristik sama karena soal tersebut memiliki tujuan yang sama, hanya situasinya yang berbeda. Untuk mengetahui proses berpikir NAG dalam membuat soal, berikut ini cuplikan wawancara dengan NAG. Peneliti : Bagaimana cara kamu membuat soal tentang besar sudut BAC? Siswa : Saya mengamati segitiga ABC. Peneliti : Apa yang kamu amati dari segitiga tersebut sehingga dapat membuat soal? Siswa : Dari segitiga ABC, saya amati bahwa sudut ABC adalah sudut siku-siku, besar sudut ACB sama dengan 55 0, dan sudut BAC belum diketahui. Karena sudut BAC belum diketahui, maka saya buat soal berapakah sudut BAC Problem posing pada subjek LF Berdasarkan informasi yang diberikan, LF mampu membuat 4 soal yang berkaitan dengan keliling dan luas segitiga. LF juga mampu menyelesaikan keempat soal tersebut dengan benar. Berikut ini adalah gambar soal sekaligus selesaiannya yang dibuat LF. Gambar 3. Soal yang dibuat LF Berdasarkan gambar 3, LF membuat soal nomor 1 yang berkaitan dengan keliling segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ADC yaitu AD = 13 cm, AC = 5 cm, dan CD = 12 cm. Soal nomor 2 yang dibuat LF berkaitan dengan keliling segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ABC yaitu AB = 3 cm, BC = 4 cm, dan AC = 5 cm. Soal nomor 3 yang dibuat LF berkaitan dengan luas segitiga berdasarkan informasi yang 352

7 diketahui dari ADC yaitu AC = 5 cm yang merupakan sisi alas dan CD = 12 cm sebagai tinggi segitiga. Soal nomor 4 yang dibuat LF berkaitan dengan luas segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ABC yaitu AB = 3 cm yang merupakan sisi alas dan BC = 4 cm sebagai tinggi segitiga. Keempat soal yang dibuat oleh LF adalah soal yang memiliki karakteristik berbeda karena soal tersebut memiliki tujuan yang berbeda. Untuk mengetahui proses berpikir LF dalam membuat soal, berikut ini cuplikan wawancara dengan LF. Peneliti : Bagaimana cara kamu membuat soal tentang luas segitiga ADC? Siswa : Dengan melihat sisi-sisi segitiga ADC yang sudah diketahui. Peneliti : Apa yang kamu ketahui tentang sisi-sisi segitiga tersebut sehingga dapat membuat soal? Siswa : Segitiga ADC memiliki sisi alas AC sama dengan 5 cm dan sisi tinggi CD sama dengan 12 cm. Dari kedua sisi tersebut sudah bisa dicari luasnya Problem Posing pada Subjek TOM Berdasarkan informasi yang diberikan, TOM mampu membuat 6 soal yang berkaitan dengan keliling dan luas segitiga. TOM juga mampu menyelesaikan keenam soal tersebut dengan benar. Berikut ini adalah gambar soal sekaligus selesaiannya yang dibuat TOM. Gambar 4. Soal yang dibuat TOM Berdasarkan gambar 4, TOM membuat soal nomor 1 yang berkaitan dengan luas segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ABC yaitu AB = 3 cm yang merupakan sisi alas dan BC = 4 cm sebagai tinggi segitiga. Soal nomor 2 dibuat yang TOM berkaitan dengan penyelesaian masalah keliling bangun ABCD berdasarkan informasi yang diketahui yaitu AB = 3 cm, BC = 4 cm, CD = 12 cm, dan AD = 13 cm. Soal nomor 3 yang dibuat TOM berkaitan dengan luas segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ADC yaitu AC = 5 cm yang merupakan sisi alas dan CD = 12 cm sebagai tinggi segitiga. Soal nomor 4 yang dibuat TOM berkaitan dengan keliling segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ADC yaitu AC = 5 cm, CD = 12 cm, dan AD = 13 cm. Soal nomor 5 yang dibuat TOM 353

8 berkaitan dengan keliling segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ABC yaitu AB = 3 cm, BC = 4 cm, dan AC = 5 cm. Soal nomor 6 yang dibuat TOM berkaitan dengan penyelesaian masalah luas bangun ABCD berdasarkan informasi yang diketahui dari luas dua buah segitiga yaitu luas ABC = 6 cm 2 dan luas ADC = 30 cm 2. Keenam soal yang dibuat oleh TOM adalah soal yang memiliki karakteristik berbeda karena soal tersebut memiliki tujuan yang berbeda. Dari enam soal, ada dua soal yang dibuat TOM berbeda dari siswa lainnya seperti soal nomor 2 dan 6 yang bersifat kebaruan. Untuk mengetahui proses berpikir TOM dalam membuat soal, berikut ini cuplikan wawancara dengan TOM. Peneliti : Bagaimana cara kamu membuat soal tentang luas ADCB? Siswa : Setelah saya menemukan luas segitiga ABC dan luas segitiga ADC, kemudian saya mengamati segiempat ABCD. Saya pikir luas segiempat ABCD bisa dibuat soal. Peneliti : Bagaimana kamu mencari luasnya? Siswa : Tinggal dijumlahkan luas segitiga ABC dengan luas segitiga ADC. 4. Pembahasan Problem posing dalam pembalajaran matematika pada materi segitiga dan segiempat dilakukan dengan meminta siswa untuk membuat soal sekaligus penyelesaiannya. Pengajuan masalah (problem posing) dalam pembelajaran, intinya meminta siswa untuk mengajukan soal atau masalah (Siswono, 2004). Untuk membuat soal, siswa disajikan gambar segitiga dan segiempat sebagai informasi. Dari gambar yang disajikan, siswa akan diminta untuk mengamati dan menghimpun informasi yang telah diketahui dan informasi yang belum diketahui. Informasi yang belum diketahui nantinya akan dijadikan dasar sebagai dasar untuk membuat soal. Adapun informasi yang telah diketahui nantinya akan dijadikan dasar untuk menyelesaikan soal yang telah dibuat. Kegiatan membuat banyaknya soal sekaligus selesaiannya dalam problem posing akan memunculkan kreativitas siswa. Menurut Silver (1997), ada tiga komponen utama yang dinilai dalam kreativitas menggunakan TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas (flexibility), dan kebaruan (novelty). Kefasihan (fluency) yaitu mampu dan lancar dalam mengajukan banyak soal sekaligus menyelesaikannya, fleksibilitas (flexibility) yaitu mampu mengajukan soal yang berbeda-beda dan dapat menyelesaikannya, kebaruan (novelty) yaitu mampu mengajukan soal yang berbeda (tidak biasa dibuat oleh siswa pada tingkat pengetahuannya). Adapun kreativitas siswa dalam kegiatan membuat soal sebagai berikut. 354

9 Subjek 1 : NAG segitiga sisi-sisi sudut soal 1 soal 2 lancar Diagram 1. Subjek NAG Diagram 1 menunjukkan bahwa NAG membuat soal nomor 1 hanya berdasarkan informasi sudut. Soal nomor 2 yang dibuat NAG juga hanya berdasarkan informasi sudut. Soal yang dibuat NAG hanya memanfaakan informasi sudut segitiga saja. NAG tidak memanfaatkan informasi sisi-sisi segitiga, baik sebagai informasi utama maupun sebagai informasi pendukung. Kedua soal yang dibuat NAG memiliki tujuan dan karakteristik yang sama sehingga kreativitas NAG tergolong lancar. Subjek 2: LF segitiga sisi-sisi sudut soal 1 soal 2 soal 3 soal 4 lancar dan fleksibel Diagram 2. Subjek LF Diagram 2 menunjukkan bahwa LF membuat soal nomor 1 hanya berdasarkan informasi sisi-sisi. Soal nomor 2 yang dibuat LF juga hanya berdasarkan informasi sisi-sisi. Pada soal nomor 3, LF membuat soal berdasarkan sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung untuk menentukan luas segitiga. Pada soal nomor 4, LF juga membuat soal berdasarkan sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung untuk menentukan luas segitiga. Soal yang dibuat LF sudah memanfaaatkan dua informasi yang berbeda yaitu sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung. 355

10 Keempat soal yang dibuat LF memiliki tujuan dan karakteristik yang berbeda sehingga kreativitas LF tergolong lancar dan fleksibel. Subjek 3: TOM segitiga sisi-sisi sudut soal 1 soal 2 soal 3 soal 4 soal 5 soal 6 Diagram 3. Subjek TOM Diagram 3 menunjukkan bahwa TOM membuat soal nomor 1 berdasarkan sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung. Soal nomor 2 yang dibuat TOM hanya berdasarkan informasi sisi-sisi. Pada soal nomor 3, TOM membuat soal berdasarkan sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung. Pada soal nomor 4, TOM membuat soal hanya berdasarkan informasi sisi-sisi. Pada soal nomor 5, TOM juga membuat soal hanya berdasarkan informasi sisi-sisi. Soal nomor 6 dibuat TOM berdasarkan sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung. Soal yang dibuat TOM sudah memanfaaatkan dua informasi yang berbeda yaitu sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung. Keenam soal yang dibuat TOM memiliki tujuan dan karakteristik yang berbeda. Ada soal yang tidak biasa dibuat TOM yaitu soal 2 dan soal 6. Berdasarkan hal tersebut kreativitas TOM tergolong lancar, fleksibel, dan memiliki sifat kebaruan. Berdasarkan hasil wawancara siswa diperoleh informasi bahwa proses pembuatan soal dilakukan siswa dengan mengamati dan memfokuskan perhatiannya pada suatu bagian gambar. Setelah itu, siswa mengidentifikasi informasi yang ada berdasarkan informasi tersebut, kemudian siswa mengonstruksinya menjadi soal. Untuk proses menjawab soal, siswa mengerjakannya dengan mengolah beberapa informasi yang telah diketahui. 5. Kesimpulan dan Saran lancar, fleksibel, dan memenuhi sifat kebaruan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa problem posing dalam pembelajaran matematika pada materi segitiga dan segiempat merupakan kegiatan yang dilakukan siswa dengan membuat soal sebanyak-banyaknya berdasarkan informasi yang diberikan. Soal tersebut juga harus diselesaikan oleh siswa itu sendiri. Kegiatan 356

11 problem posing dalam pembelajaran matematika dapat melatih siswa dalam berpikir kreatif. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif akan mampu menyelesaikan masalah matematika. Soal-soal yang dibuat siswa dalam kegiatan problem posing dapat digolongkan menjadi tiga tipe soal, yaitu: 1) soal yang memiliki karakteristik sama, 2) soal yang memiliki karakteristik berbeda, dan 3) soal yang tidak biasa. Proses membuat soal dilakukan siswa dengan mengumpulkan informasi-informasi yang yang ada, kemudian dikonstruksi menjadi soal. Proses menjawab soal dilakukan siswa dengan mengolah informasi yang telah diketahui. Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian, saran bagi guru matematika di SMP yaitu agar melatih berpikir kreatif siswa melalui pembelajaran problem posing. Daftar Pustaka Bahar, A.K. & Maker, C.J Exploring the Relationship between Mathematical Creativity and Mathematical Achievement. Asia-Pacific Journal of Gifted and Talented Education, Volume 3, Issue 1, 2011 Bonotto. (2006). Extending Students Understanding of Decimal Numbers vis Realistic Mathematical Modeling and Problem Posing, Proceeding 30th Conference of The International Group for the Psychology of Mathematics Education, , Prague, Czech Republic, July 16-21, 2006 Bonotto Engaging Students in Mathematical Modelling and Problem Posing Activities. Journal of Mathematical Modelling and Application 2010, Vol. 1, No. 3. Cho & Abramovich On Mathematical Problem Posing by Elementary Pre-teachers: The Case of Spreadsheets. Spreadsheets in Education (ejsie): Vol. 3: Iss. 1, Article 1. Lin, P Supporting Teachers On Desingning Problem-Posing Tasks As A Tool Of Assessment To Understand. Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education Students Mathematical Learning, 2004 Vol 3. Pehkonen, E The State-of-Art In Mathematical Creativity. Zentralblatt fur Didaktik der Mathematik (ZDM) The International Journal on Mathematics Education. (online), ( diakses 23 Februari Piaw, C.Y Hindrances to Internal Creative Thinking and Thinking Styles of Malaysian Teacher Trainees in the Specialist Teachers Training Institute. Procedia Social and Behavioral Sciences 15 (2011) Silver, E. A. (1994). On mathematical problem posing. For the Learning of Mathematics, Vol. 14, No. 1 (Feb., 1994), pp Silver, E. A. dkk. (1996). Posing Mathematical Problems: An Exploratory Study. Journal for Research in Mathematics Education, Vol. 27, No. 3 (May, 1996), pp Silver, E. A Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Problem Posing. Zentralblatt fur Didaktik der Mathematik (ZDM) The International Journal on Mathematics Education. (online), ( diakses 16 Februari Siswono, T Identifikasi Proses Berpikir Kreatif Siswa dalam Pengajuan Masalah (Problem Posing) Matematika Berpandu dengan Model Wallas dan Creative Problem Solving (CPS). Buletin Pendidikan Matematika Volume 6 Nomor 2, Oktober Xia, dkk Research on Mathematics Instruction Experiment Based Problem Posing. Journal of Mathematics Education December 2008, Vol. 1, No. 1, pp

12 SEPULUH STRATEGI DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Syahlan Pendidikan Matematika FKIP-UISU, Medan, Abstrak. Salah satu tujuan dalam pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan. Masalah yang diajukan tidak hanya terbatas pada masalah rutin, tetapi dapat berupa masalah tidak rutin. Masalah tersebut menjadi tantangan bagi siswa untuk dipecahkan. Masalah tidak rutin menjadi sulit diselesaikan karena tidak dapat diselesaikan menggunakan konsep dan prinsip matematika yang umum. Dalam menyelesaikan masalah diperlukan strategi yang tepat dengan mengombinasikan segala konsep dan prinsip matematika yang dikuasai siswa. Melalui artikel ini diharapkan guru maupun siswa akan memiliki pemahaman sehingga dapat memilih diantara 10 strategi yang sesuai dalam pemecahan masalah matematika. Kata Kunci: Strategi, Masalah Matematika, Pemecahan Masalah 1. Pendahuluan Kehidupan menawarkan dua hal yang berlainan, yaitu suka atau duka. Kedukaan umumnya disebabkan oleh adanya masalah yang dihadapi. Masalah haruslah dihadapi dengan bijak dan harus diselesaikan dengan cara yang baik. Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk membantu siswa menghadapi dunia nyata. Oleh karena itu, pembelajaran matematika tidak dapat terlepas dari kegiatan pemecahan masalah. Pembelajaran seharusnya dikaitkan dengan upaya dan melatih siswa untuk berpikir dalam memecahkan masalah. Idealnya, pembelajaran matematika seharusnya menawarkan masalah untuk diselesaikan sebagai latihan bagi siswa dalam membangun dan mengembangkan kemampuan kognitif siswa. Pemecahan masalah merupakan salah satu dari lima tujuan pembelajaran matematika. Menurut NCTM (2000), ada lima tujuan yang menjadi fokus dalam kemampuan belajar matematika, yaitu 1) kemampuan pemecahan masalah, 2) kemampuan penalaran dan pembuktian, 3) kemampuan koneksi, 4) kemampuan komunikasi, dan 5) kemampuan representasi. Masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab dengan baik. Pertanyaan yang diajukan dapat berupa pertanyaan rutin maupun pertanyaan tidak rutin. Melalui masalah, siswa diajak untuk berpikir dan mencari sebab-sebab masalah itu timbul. Berdasarkan sebab-sebab yang ada sebagai informasi awal, siswa harus berupaya untuk menyelesaikan masalah sebagai akibatnya. Ada 10 cara yang dapat dipilih siswa dalam memecahkan masalah matematika yang dihadapi. Artikel ini menawarkan berbagai strategi yang efektif dalam menyelesaikan masalah matematika sehingga siswa dapat dengan bijak memilih cara yang tepat. Masalah merupakan hal yang selalu kita hadapi. Berbagai kejadian terkadang menjadi masalah yang harus diselesaikan dengan segera. Demikian pula dalam belajar, berbagai masalah disajikan kepada siswa untuk diselesaikan dalam upaya membelajarkan siswa. 358

13 Tidak setiap pertanyaan dapat disebut sebagai masalah dan tidak semua masalah yang diberikan akan dapat membelajarkan siswa. Masalah yang dimaksud adalah pertanyaan atau soal yang tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan aturan-aturan perhitungan biasa (prosedur rutin). Masalah yang dapat membelajarkan siswa adalah masalah yang memberikan tantangan kepada siswa yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang telah diketahui oleh siswa. Masalah dalam matematika haruslah menantang, perlu adanya suatu prosedur baru yang memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang dimiliki siswa selama ini. Artinya bahwa siswa harus dapat mengombinasikan segala konsep yang telah diketahuinya dan yang terkait masalah, lalu membentuk suatu konsep baru sehingga masalah yang diberikan dapat dipecahkan. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Cooney (Budhayanti, dkk, 2008) bahwa suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui oleh si pelaku. Soal cerita merupakan salah satu bentuk masalah yang sering disajikan dalam pembelajaran matematika. Siswa ditantang untuk memahami masalah tersebut sehingga siswa dapat mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkan, seperti: apa yang diketahui dan apa yang menjadi masalah. Melalui informasi tersebut, siswa akan dapat menentukan konsep yang cocok maupun konsep yang berkaitan dengan masalah untuk dapat merencanakan penyelesaiannya menggunakan model matematika. Hasilnya, model yang dibuat akan membantu siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Berdasarkan pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan masalah dalam matematika adalah suatu pertanyaan yang menggugah kita sehingga menjadi tertantang untuk menyelesaikannya menggunakan segenap pengetahuan (konsep dan prinsip matematika) yang telah dimiliki sebagai dasar dalam membentuk konsep baru hingga dapat diselesaikan. 2. Proses Pemecahan Masalah Matematika Masalah yang diberikan harus mampu diamati dari berbagai sudut pandang sehingga akan dapat diketahui prinsip dari masalah itu. Polya (1975: 6) mengungkapkan bahwa pemecahan masalah merupakan kegiatan yang dilakukan dengan mengubah cara pandang seseorang terhadap masalah untuk mengidentifikasi masalah dan selanjutnya memutuskan cara penyelesaian masalah. Menurutnya, solusi yang diberikan tidak hanya merupakan jawaban untuk memecahkan masalah tetapi juga memuat prosedur yang harus dilakukan untuk mendapatkan jawaban. Untuk itu, pemberi jawaban harus memberikan langkah-langkah penyelesaiannya secara detail. Ada empat tahap yang harus dilakukan siswa untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, yaitu: 1) memahami masalah (understanding the problem), 2) merencanakan cara penyelesaiannya (devising a plan), 3) melaksanakan rencana yang telah dibuat (carrying out the plan), 4) melihat kembali seluruh proses yang dilakukan (looking back) (Polya, 1975: 6-14). Untuk melaksanakan keempat tahap penyelesaian masalah ini dibutuhkan ketelitian dan kesabaran, yakni pada setiap tahap yang dilakukan diperlukan refleksi sehingga menjadikannya semacam siklus. Misalkan setelah memahami masalah, akan melanjutkannya 359

14 dengan membuat rencana dengan memilih strategi penyelesaian. Ketika gagal membuatnya, maka kembali kepada masalah dan mencari informasi tambahan yang relevan untuk dapat mendukung penerapan strategi tersebut agar dapat digunakan. Tahap pertama yang harus dilakukan siswa adalah menentukan hal-hal yang diketahui dengan tepat dan apa yang harus diselesaikan. Untuk itu, siswa terkadang perlu mempresentasikan masalah tersebut ke dalam bentuk gambar, tabel, maupun notasi matematika. Selain itu, mengetahui apa yang harus diselesaikan membantu siswa mengetahui arah yang menjadi tujuan penyelesaian masalah tersebut sehingga memudahkan siswa membuat rencana penyelesaian dengan menetapkan strategi yang tepat. Tahap kedua yang harus dilakukan adalah mencari alternatif jawaban yang mungkin dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pada tahap ini, kreativitas, pengetahuan terkait masalah, mental belajar, dan konsentrasi siswa sangat dibutuhkan untuk menentukan berbagai cara penyelesaian masalah. Ada lima cara yang dapat digunakan dalam mencari cara penyelesaian masalah, yaitu 1) mencoba-coba (guess and check), 2) membuat/menemukan pola (look for pattern), 3) membuat dan menyusun daftar secara sistematis (make a systematic list), 4) membuat dan menggunakan gambar maupun model (make and use a drawing or model), 5) mempertimbangkan/meniadakan suatu kemungkinan yang dapat terjadi (eliminate possibilities) (Sheffield dan Cruikshank, 1996: 35). Pemilihan strategi ini umumnya disesuaikan dengan masalah yang diajukan. Beberapa cara lebih efektif dibandingkan cara yang lain pada suatu masalah. Namun pada masalah lainnya, cara tersebut malah tidak dapat digunakan. Oleh karena itu harus jeli dalam memilih strategi yang tepat dan cocok digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah. Dalam hal meniadakan suatu kemungkinan, ada tiga cara yang dapat diterapkan. Menurut Sheffield dan Cruikshank (1996: 37), cara tersebut adalah 1) menyelesaikan masalah secara mundur/dari belakang (working backwards), 2) menyelesaikan masalah secara langsung (acting out the problem), dan 3) mengubah cara pandang terhadap masalah (changingyour point of view). Tahap ketiga adalah melaksanakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Tahap ini cukup mudah dilaksanakan karena yang dibutuhkan hanyalah kesabaran. Prosedur yang telah ditetapkan dilakukan menurut aturan-aturan yang berlaku sesuai dengan konsep algoritma matematika sehingga masalah yang diajukan telah benar-benar terselesaikan. Peran guru pada tahap ini sangat penting dalam membantu siswa menyelesaikan masalahnya. Berbagai pertanyaan dapat diajukan guru untuk membantu siswa menemukan arah penyelesaian masalah dengan benar dan juga sebagai upaya untuk memberikan umpan balik kepada siswa. Alternatif penyelesaian masalah yang dibuat siswa belum tentu merupakan konsep yang formal. Untuk itu pada tahap terakhir (keempat) ini, siswa diajak untuk melakukan penyelidikan terhadap semua prosedur penyelesaian masalah yang dibuat. Berdasarkan hal tersebut, siswa akan dapat menghubungkan konsep-konsep yang diketahuinya dengan konsep lain sebagai pengetahuan yang baru serta dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Keempat langkah proses penyelesaian masalah oleh Polya dapat dipresentasikan dalam bentuk diagram berikut. 360

15 Memahami Masalah Melihat Kembali Membuat Strategi Melaksanakan Strategi Gambar 1. Langkah proses pemecahan masalah oleh Polya 3. Strategi Pemecahan Masalah Matematika Langkah kedua dalam memecahkan masalah adalah merencanakan strategi yang efektif. Banyak strategi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, diantaranya adalah menyelesaikan masalah secara mundur/dari belakang (working backwards), menyelesaikan masalah secara langsung (acting out the problem), dan mengubah cara pandang terhadap masalah (changing your point of view) seperti yang diungkapkan Sheffield dan Cruikshank (1996: 37) dalam bukunya. Selain itu, menurut Posamentier (2009) dalam bukunya mengungkapkan bahwa pada tingkat dasar (grades 3-6) ada 9 strategi yang dapat digunakan, sedangkan untuk tingkat menengah (grades 6-12). Posamentier (1998) menyatakan ada 10 strategi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah. Sepuluh strategi pemecahan masalah tersebut diuraikan sebagai berikut Menyelesaikan Masalah Secara Mundur/dari Belakang Masalah rutin umumnya dimulai dari konsep awal dan siswa ditugaskan menyelesaikannya. Lalu bagaimana jika sebaliknya(diberikan jawaban akhirnya untuk mendapatkan nilai-nilai awalnya)?untuk menyelesaikan masalah seperti ini siswa dapat menyelesaikannya secara terbalik pula, dimana siswa bergerak mundur ke belakang untuk mendapatkan hasil-hasil awalnya. Contoh masalah 1: Ibu mempunyai 10 apel, 15 jeruk dan 20 pisang yang akan disajikan dalam beberapa piring dengan komposisi yang sama. Berapa piring yang harus disediakan Ibu? Alternatif solusi: Masalah di atas, mensyaratkan bahwa dalam setiap piring harus diisi oleh 3 macam buah(apel, jeruk, dan pisang) dan tidak boleh ada tersisa. Seandainya kita membagikannya dalam piring, kita akan kesulitan menentukan dengan tepat banyak piring yang harus disediakan. Untuk itu, kita harus menyelesaikannya secara terbalik. Kita perlu membagi setiap jenis buah ke dalam beberapa bagian dalam jumlah yang sama, sehingga diketahui: 361

16 Apel sejumlah 10 disajikan dalam 2 5 piring = 5 2 piring Jeruk sejumlah 15 disajikan dalam 3 5 piring = 5 3 piring Pisang sejumlah 20 disajikan dalam 2 10 piring = 4 5 piring = 5 4 piring = 10 2piring Karena banyak piring yang sama untuk setiap jenis buah adalah 5 piring, maka diketahui bahwa penyelesaian yang tepat adalah bahwa harus ada 5 piring yang harus disediakan untuk disajikan, dan setiap piring harus diisi oleh 2 apel, 3 jeruk, dan 4 pisang Menemukan Pola Matematika merupakan konsep yang teratur dan memiliki pola yang tetap. Sehingga beberapa masalah matematika pastilah akan mengandung pola-pola yang kemudian dapat dikembangkan menjadi konsep matematika yang utuh. Oleh karena itu, harus diteliti permasalahannya dan menyatakan pola tersebut untuk membentuk konsep matematikanya. Contoh masalah 2: Suhu di dalam kulkas sebelum dihidupkan 29 C. Setelah dihidupkan suhunya turun 3 C setiap 5 menit. Berapakah suhu di dalam kulkas setelah 30 menit? Alternatif solusi: Permasalahan ini menyatakan bahwa setiap 5 menit suhu dalam kulkas turun 3 C. Berarti setelah 10 menit suhunya turun menjadi 3 C + 3 C = 2 3 C. Karena 10 menit = 2 5 menit, itu artinya bahwa setiap kelipatan 5 menit maka suhunya turun sebanyak hasil kali kelipatan 5 menit dengan 3 C. Atau dapat dinyatakan bahwa n 5 menit = n 3 C. Dengan demikain, 30 menit = 6 5 menit = 6 3 C = 18 C. Pada awalnya suhu kulkas adalah 29 C dan turun sebesar 18 C, maka 29 C 18 C = 11 C. Jadi setelah 30 menit suhunya adalah 11 C Mengubah Cara Pandang Terhadap Masalah Suatu masalah dapat dipandang dari berbagai sudut pandang seseorang sehingga masalah itu dikatakan bernilai relatif, dapat menjadi mudah atau sebaliknya dapat menjadi sulit. Demikian pula halnya dengan masalah matematika. Jangan hanya terpaku pada satu konsep saja sehingga tidak terjebak. Dengan mengubah sudut pandang, akan ditemukan konsep lain yang tersembunyi yang memungkinkan untuk menyelesaikannya dengan mudah. 362

17 Contoh masalah 3: Perhatikan gambar di samping! Jika K, L, M, N merupakan titik tengah masing masing garis AD, AB, BC, dan CD dari suatu persegi ABCD.Apabila luas persegi ABCD adalah 6p 2, berapakah luas persegi KLMN? D N C K M A L B Gambar 2. Persegi ABCD Alternatif solusi: Jika diperhatikan, kita akan merasa sulit untuk menyelesaikan masalah ini apalagi jika kita tidak menguasai Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang sisi-sisi pada persegi KLMN. Selain itu, kita juga harus menentukan panjang sisi persegi ABCD terlebih dahulu. Tetapi jika kita memandang masalah dari sudut pandang lain, yaitu dengan membagi bangun persegi tersebut menjadi beberapa bagian, maka akan diperoleh seperti gambar di samping berikut ini. Terlihat bahwa persegi ABCDterdiri atas 8 bagian dan persegi KLMN4 bagian sama besar sehingga perbandingan ABCD : KLMN = 8 : 4 = 2 : 1. Dengan demikian, luas persegi KLMN = 6p 2 = 3p Menggunakan Analogi/Pengandaian Sederhana Karena matematika merupakan konsep yang teratur dan memiliki pola yang tetap, dapat digunakan pengandaian sederhana untuk mengungkapkan konsep yang umum dari konsep yang khusus atau sebaliknya. Pengandaian dapat mengungkapkan pola khusus sehingga memungkinkan membuat konsep yang umum. Contoh masalah 4: Suatu pekerjaan dapat diselesaikanoleh 32 pekerja dalam waktu 81 hari. Setelah dikerjakan 15 hari, pekerjaan itu dihentikan selama 18 hari. Jika kemampuan bekerja setiap orang sama dan agar pekerjaan tersebut selesai sesuai jadwal semula, maka banyak pekerja tambahan yang diperlukan adalah. Alternatif solusi: Andaikan bahwa banyaknya pekerjaan itu adalah hasil kali banyaknya pekerja dengan banyaknya waktu yang ada, maka banyaknya pekerjaan adalah n(p s ) = = Banyaknya pekerjaan selama 15 hari adalah n(p 1 ) = = 480. Karena pekerjaan dihentikan selama18 hari, maka sisa tenggat waktu adalah = 81 ( ) = = 48 hari sedangkan banyak pekerjaan yang tersisa adalah =

18 sehingga jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan adalah 2112 : 48 = 44 orang pekerja. Jadi pekerja tambahan yang diperlukan adalah selisih jumlah pekerja sebelum dan sesudah libur, yaitu = 12 orang Menggunakan/Mempertimbangkan Kondisi yang Ekstrim Beberapa masalah yang terjadi terkadang lebih mudah dipahami jika kita mengasumsikannya dalam kondisi paling ekstrim (jika perlu meniadakan kondisi tersebut). Misalkan saja suatu hal yang terjadi dianggap berada pada kondisi awal (pada titik nol) atau bahkan dapat juga dianggap sebagai kondisi yang mustahil. Dengan mengasumsikannya secara demikian, permasalahan tersebut dapat diselesaikan. Contoh masalah 5: Sebuah mobil bergerak dengan kecepatan tetap 55 km/jam. Sebuah mobil lain tepat berada km di belakangnya. Tepat setelah 1 menit kemudian, mobil kedua menyusulnya. Berapakah kecepatan mobil kedua tersebut? Alternatif solusi: Jika kita mengamati masalah tersebut, kita hanya dapat menemukan informasi yang kurang berarti, yaitu bahwa mobil pertama bergerak tetap 55 km/jam.mobil kedua berapa km dibelakangnya dan setelah 1 menit mobil kedua menyusul mobil pertama.kita tidak mungkin menyatakan kecepatan mobil kedua berdasarkan informasi yang diperoleh di atas.untuk itu, kita perlu mengasumsikan masalah tersebut dalam kondisi yang ekstrim.karena mobil pertama bergerak tetap (konstan), kita dapat mengasumsikan bahwa mobil itu bergerak dengan kecepatan 0 km/jam.berdasarkan informasi kedua dan ketiga, kita dapat menyatakan bahwa mobil kedua mampu bergerak sejauh km dalam waktu 1 menit. Itu artinya bahwa kecepatan mobil kedua adalah km/menit atau 30 km/jam.kecepatan mobil kedua pastilah 30 km/jam lebih cepat dari mobil pertama sehingga kecepatan mobil kedua adalah 85 km/jam (30 km/jam + 55 km/jam) Membuat Gambaran Masalah yang terjadi dapat diilustrasikan dalam bentuk lain seperti gambar, grafik, maupun tabel untuk mempermudah kita menentukan penyelesaiannya. Dengan bantuan gambar, grafik, maupun tabel, kita dapat menyusun pola yang tepat sehingga informasi yang diperoleh lebih berarti. 364

19 Contoh masalah 6: Untuk melindungi kebunnya dari hewan liar, Pak Karto membuat pagar kawat di sekeliling kebunnya yang berbentuk persegi. Seandainya luas kebun Pak Karto adalah 64 m 2 dan setiap 1 meter dipasangi tiang pagar penyangga kawat, berapa banyak tiang yang diperlukan Pak Karto untuk memagari kebunnya? Alternatif solusi: Beberapa informasi yang diketahui adalah bahwa kebun Pak Karto berbentuk persegi dengan luas 64 m 2 sehingga diketahui bahwa panjang sisi kebun tersebut adalah 8 m. Karena hendak dipasangi tiang di sekeliling kebun, maka keliling kebun Pak Karto adalah 4 8 meter atau sama dengan 32 meter. Lalu, benarkah bahwa banyak tiang yang diperlukan adalah 32 buah? Untuk membuktikannya, kita dapat mengilustrasikan masalah tersebut dalam bentuk gambar sebagai berikut. X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X Gambar 3. Kebun Pak Karto Dengan demikian, diketahui bahwa banyak tiang yang dibutuhkan untuk memagari kebun Pak Karto adalah 28 buah tiang, bukan 32 buah tiang Melakukan Ujicoba (trial-error) Beberapa masalah dalam kehidupan sehari-hari dapat diselesaikan dengan melakukan ujicoba, seperti misalnya membuat warna tertentu dengan menggunakan campuran warna dasar. Strategi ini mungkin bukan termasuk dalam prosedur matematika, tetapi konsep seperti ini dapat digunakan untuk memecahkan masalah tertentu yang penyelesaiannya membutuhkan waktu yang lama jika diselesaikan secara matematika atau jika penyelesaiannya menjadi lebih rumit. Ujicoba yang digunakan haruslah menggunakan pemikiran yang baik.setelah melakukan ujicoba, jika hasilnya gagal, dapat melalukan ujicoba lainnya hingga dapat diselesaikan. 365

20 Contoh masalah 7: Pada saat ujian, Tuti diberikan 20 soal pilihan ganda. Jika Tuti menjawab benar diberikan skor 5, jika menjawab salah diberikan skor (-2), dan jika tidak menjawab diberikan skor 0. Jika diketahui skor Tuti adalah 44 dengan beberapa soal yang tidak dijawab, berapakah banyak soal yang tidak dijawab Tuti? Alternatif solusi: Seandainya kita menggunakan konsep matematika, kita dapat mengasumsikan bahwa ada tiga variabel yaitu soal dijawab dengan benar (x), soal dijawab tetapi salah (y), dan soal tidak dijawab (z)sehingga dengan menggunakan konsep aljabar diperoleh: x+y+z =20 5x 2y +0z =44 Bagaimana kita dapat menyelesaikan permasalahan tersebut? Umumnya, untuk menyelesaikan bentuk persamaan linier tiga variabel diperlukan 3 persamaan linier. Karena kita hanya mempunyai 2 persamaan di atas, maka perlu strategi lain untuk memecahkannya. Lakukan percobaan untuk menentukan hasil-hasilnya sebagai berikut. 1) Ambil kemungkinan dimana jika jumlah soal benar 5 menghasilkan skor lebih besar dari 44, misalkan 10. 2) Tentukan jumlah soal salah ( 2) menghasilkan skor 44. 3) Tentukan banyak soal yang tidak dijawab. Tabel 1. Uji Kemungkinan Jawaban Ujian Tuti Jumlah Benar Jumlah Salah Tidak dijawab 5 ( 2) 0 Skor total 10 5 = 50 3 ( 2) = 6 20 (10+3) = = 55 ** ** ** 12 5 = 60 8 ( 2) = (12+8) = 0 44 ** ** ** ** Berdasarkan ujicoba tersebut, diketahui bahwa ada dua kemungkinan yang dapat dijadikan jawabannya, yaitu bahwa soal yang tidak dijawab Tuti ada 7 soal atau tidak ada satupun soal yang tidak dijawab. Karena pada soal dinyatakan bahwa ada soal yang tidak dijawab Tuti, maka banyak soal yang tidak dijawab Tuti ada 7 soal Mempertimbangkan Segala Kemungkinan Strategi ini hampir sama dengan prinsip yang digunakan dalam kegiatan ujicoba (trial and error). Perbedaannya adalah ketika terdapat kemungkinan lain yang dapat dijadikan jawaban, maka kita harus melakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan tersebut seperti yang terdapat pada contoh masalah 6 dan 7. Perlu mempertimbangkan kemungkinan- 366

21 kemungkinan tersebut sehingga dapat menyatakan dengan pasti solusi yang tepat dari permasalahan tersebut. Contoh masalah 8: Jika pembilang dan penyebut suatu pecahan ditambahkan 1, maka pecahan itu menjadi. Adapun bila masing-masing pembilang dan penyebut dikurangi 1, maka pecahan itu menjadi. Apakah bilangan pecahan yang dimaksud? Alternatif solusi: Misalkan kita nyatakan bahwa bilangan pecahan tersebut adalah. Dari masalah diperoleh informasi bahwa: dan Ini berarti bahwa pecahan dan merupakan bentuk pecahan yang paling sederhana sehingga pecahan yang senilai dari dan adalah dan Karena pecahan tersebut mengalami dua operasi yaitu ditambah 1 dan dikurangi 1, maka hasil dari operasi tersebut pastilah berselisih 2. Diantara kedua pecahan yang memiliki selisih 2 pada pembilang dan penyebutnya adalah dan sehingga: dan sehingga diperoleh a = 3 dan b = 7. Jadi pecahan yang dimaksud adalah. 367

22 3.9. Mengorganisir Data Suatu masalah umumnya disertai oleh beberapa informasi penting yang menuntun kita pada jawaban yang dikehendaki.salah satu strategi yang dapat kita gunakan adalah mengorganisir data tersebut, mengolahnya, dan menyatakannya sebagai suatu kesimpulan yang pasti. Contoh masalah 9: Anto, Budi, dan Doni sama-sama menggemari renang. Anto berenang setiap 4 hari sekali, Budi berenang setiap 5 hari sekali, dan Doni berenang setiap 7 hari sekali. Jika pada tanggal 3 Agustus 2015 mereka sama-sama berenang, tanggal berapakah mereka akan sama-sama berenang kembali? Alternatif solusi: Karena Anto berenang setiap 4 hari sekali, Budi berenang setiap 5 hari sekali, dan Doni berenang setiap 7 hari sekali, maka kita dapat menyatakannya dalam bentuk kelipatan persekutuan terkecil dari 4, 5, dan 7, yaitu: Anto = {4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32,, 140,, 280, } Budi = {5, 10, 15, 20, 25, 30,, 140,, 280, } Doni = {7, 14, 21, 28, 35, 42, 49,, 140,, 280, } Karena paling cepat mereka bertemu 140 hari kemudian, dimana bulan Agustus berjumlah 31 hari, bulan September berjumlah 30 hari, bulan Oktober berjumlah 31 hari, bulan Nopember berjumlah 30 hari, dan Desember berjumlah 31 hari, sehingga totalnya ada 153 hari. Setelah dikurangi 3 hari, diperoleh bahwa sampai akhir bulan Desember ada 150 hari. Karena paling cepat mereka bertemu 140 hari kemudian, maka mereka akan bertemu pada tanggal 21 Desember Menggunakan alasan logis Terkadang suatu masalah memiliki banyak kemungkinan jawaban. Tidak semua jawaban tersebut dapat dinyatakan sebagai jawaban karena alasan yang logis. Untuk itu, kita harus mempertimbangkan kemungkinan jawaban yang ada berdasarkan alasan yang logis seperti yang telah kita lakukan pada saat menyelesaikan masalah 8 di atas. Perhatikan contoh masalah 8 di atas: Ketika kita melihat banyaknya kemungkinan pecahan senilai dari dan, kita harus melihat kemungkinan tersebut dengan menggunakan alasan logis bahwa setelah ditambah 1 menjadi dan setelah dikurangi 1 menjadi. Ini berarti bahwa pembilangnya bernilai di antara pembilang pecahan senilai dari dan. Demikian pula untuk penyebutnya. Dengan 368

23 demikian, dapat kita simpulkan bahwa bilangan pembilang tersebut berada diantara pecahan senilai dari dan dimana selisih keduanya adalah 2. Pecahan senilai dari dan yang mungkin adalah dan sehingga kita akan memperoleh pecahan di antara 6 dan Kesimpulan sebagai jawaban karena 3 berada di antara 2 dan 4.Demikian pula 7 berada Strategi yang tepat memungkinkan kita mencapai tujuan secara efisien. Dalam memecahkan masalah matematika, kita membutuhkan strategi yang tepat sehingga permasalahan dapat diselesaikan dengan baik dan mudah. Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1. Masalah bukanlah sesuatu yang harus dihindari, tetapi sesuatu yang harus dihadapi dan diselesaikan dengan bijak. 2. Masalah matematika memungkinkan kita untuk melatih cara berpikir kita melalui tahapan-tahapan pemecahan masalah, mulai dari: a) memahami masalah, b) merencanakan strategi yang tepat, c) melaksanakan strategi yang telah dibuat/direncanakan, dan d) memeriksa kembali apakah masalah telah benar-benar dapat diselesaikan. 3. Dalam menyelesaikan masalah, ada 10 alternatif strategi yang dapat digunakan sehingga hasilnya efisien, yaitu: a) menyelesaikan masalah secara mundur/dari belakang, b) menemukan pola, c) mengubah cara pandang terhadap masalah, d) menggunakan analogi sederhana, e) menggunakan/mempertimbangkan kondisi ekstrim, f) membuat gambar, g) melakukan ujicoba (trial and error), h) mempertimbangkan segala kemungkinan yang ada, i) mengorganisir data, dan j) menggunakan alasan logis. Daftar Pustaka Budhayanti, Baskoro, Roostanto, dan Simanullang Pemecahan Masalah Matematika; Bahan Ajar Cetak. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. NCTM Principles and Standards for School Mathematics. Virginia: NCTM, Inc. Polya, G How to Solve It: a New Aspect of Mathematical Method. Diperbarui oleh Conway, John, H Princeton: Princeton Science Library. Posamentier, A. S. dan Krulik, S Problem Solving Strategies for Efficient and Elegant Solutions Grades 6-12: A Resource for the Mathematics Teacher. Calofirnia: Hawker Brownlow Education. Posamentier, A. S. dan Krulik, S Problem Solving in Mathematics Grade 3-6: Powerful Strategies to Deepen Understanding. Corwin, A Sage Company. Sheffield, L. J. dan Cruikshank, D. E Teaching and Learning; Elementary and Middle School. New Jersey: Prentice Hall, Inc. 369

24 PENDEKATAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION (DI) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2 DI SMAN 1 KOBA Nelly Yuliana SMA Negeri 1 Koba, Bangka Tengah, nee_ana@yahoo.com Abstrak. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan pendekatan Differentiated Instruction (DI), sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar matematika siswa pada materi matriks. Subyek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI.MIPA-2 SMAN 1 Koba yang berjumlah 30 siswa. Instrumen yang digunakan terdiri dari tes hasil belajar, lembar observasi, dan wawancara. Berdasarkan analisis data dari hasil tes akhir dan temuan-temuan selama penelitian tindakan ini, dapat disimpulkan bahwa terjadi kenaikan nilai tes hasil belajar dari siklus 1 senilai 0,67 atau sebesar 28% pada nilai tes hasil belajar siklus 2. Kemudian rata-rata persentase aktivitas belajar yang semula hanya sebesar 75,63% pada siklus 1 naik menjadi 95,46% pada siklus 2. Selain itu, peserta didik merespon positif penerapan DI selama pembelajaran. Hal ini terungkap saat diadakan wawancara kepada siswa. Siswa merasakan aktivitas belajar yang menyenangkan dengan pengelompokkan siswa yang berbeda-beda. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan DI dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa kelas XI MIPA-2 di SMAN 1 Koba. Kata Kunci. Differentiated Instruction, hasil belajar, aktivitas belajar. 1. Pendahuluan Kurikulum 2013 berfokus kepada aktivitas Mengamati, Menanya, Mencoba, Menganalisis dan Mengkomunikasikan (5M) dan juga menekankan pada pendekatan kooperatif yang menuntut pengelompokkan siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Biasanya guru pada tiap pertemuan pembelajaran akan mengelompokkan siswa secara acak, hanya menentukan jumlah tiap kelompok, misalnya berjumlah 4 atau 5 orang. Biasanya menggunakan urutan absen atau posisi duduk terdekat dengan komposisi random terdapat siswa laki-laki dan perempuan dalam satu kelompok. Beberapa keluhan yang dialami penulis dan beberapa guru yang mengajar di SMAN 1 Koba, yaitu berupa masalah-masalah yang timbul dalam pengelompokkan tersebut. Beberapa diantaranya adalah siswa mengeluhkan ada anggota kelompok yang tidak dapat bekerja sama. Hal ini disebabkan antara lain karena kemampuan siswa yang berbeda, kebiasaan yang berbeda, minat yang berbeda, latar belakang yang berbeda. Tidak jarang masalah perbedaan tersebut menghambat proses pembelajaran khususnya dalam tahapan mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan. Ada guru yang mensiasatinya dengan mengelompokkan ke dalam satu kelompok siswa-siswa yang dianggap akan menjadi masalah, yaitu siswa-siswa yang memiliki tingkat kecerdasan rendah, minat belajar rendah, dan cenderung mengganggu proses pembelajaran. Bermain-main, 370

25 mengganggu aktivitas temannya, bahkan membuat aktivitas sendiri di luar pembelajaran yang berlangsung. Diharapkan dengan dikelompokkan dengan sesama mereka yang memiliki persamaan, siswa-siswa itu dituntut mau dan harus mau berpikir untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan guru. Terkadang pula pada kelas yang berbeda, siswa yang dikelompokkan seperti itu akan protes dan mengatakan anggota di kelompok mereka tidak dapat diandalkan dan mereka tidak dapat bekerja sama, bahkan tidak ingin melanjutkan proses belajar jika kelompok tersebut dipertahankan. Secara alamiah, seorang siswa terlahir dengan memiliki perbedaan individual masingmasing. Siswa memiliki kemampuan awal yang berbeda, serta dari mana ia berasal yaitu latar belakang keluarga dan kebuadayaannya. Menurut Howard Garner kecerdasan seorang individu dapat dibagi menjadi delapan kecerdasan, yaitu visul, audio, kinestetik, Logis/matematis, verbal, interpesonal, intrapesonal dan naturalis. Perbedaan individual lainnya adalah kesiapan siswa dalam belajar. Siswa berasal dari sekolah pada jenjang sebelumnya berbeda-beda. Di SMAN 1 Koba biasanya menjadi tujuan siswa SMP dari hampir seluruh wilayah Kabupaten Bangka Tengah. Biasanya siswa yang berasal dari SMPN 1 Koba memiliki kesiapan belajar yang lebih tinggi dari pada siswa yang berasal dari SMP lainnya. Kenyataan tersebut secara tidak langsung pada kalangan siswa sendiri membuat perbedaan sendiri. Siswa yang berasal dari SMP lainnya terlihat minder dan merasa lebih memiliki kemampuan yang rendah. Aktivitas belajar menjadi berbeda, siswa yang memiliki kesiapan belajar lebih baik terlihat lebih aktif dalam pembelajaran. Selain aktivitas siswa yang terganggu dengan berbagai perbedaan individual yang ada, hasil belajar siswa juga menunjukkan hasil yang tidak terlalu memuaskan. Rata-rata nilai Ujian Akhir Sekolah (UAS) semester 2 siswa kelas X MIPA 2 hanya sebesar 2,24 nilai ini jauh dibawah KKM yaitu. Hanya terdapat 7 orang siswa yang tuntas sesuai KKM, artinya ketuntasan klasikal kurang dari 70%. Kondisi yang dipaparkan di atas menuntut solusi berupa suatu cara atau trik atau pendekatan pembelajaran yang dapat mengakomodir perbedaan individu tersebut dan dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa. Differentiated Instructions (DI) diklaim sebagai suatu pendekatan yang dapat menjadikan perbedaan individual sebagai dasar perencanaan pembelajaran. DI adalah suatu pendekatan yang membedakan instruksi berdasarkan perbedaan-perbedaan individual siswa. Dalam pendekatan ini justru perbedaan-perbedaan individual siswa tersebut dijadikan kekuatan siswa untuk membantu mempermudah pemahaman dalam pembelajaran. Penelitian berkaitan dengan penerapan DI ini dilakukan Ellis et al pada tahun 2007, hasilnya menyebutkan bahwa secara keseluruhan kinerja siswa meningkat, begitu pula dengan interaksi antar siswa dalam pembelajaran. Siswa merasa nyaman bekerja satu sama lain dalam kelompok, berpartisipasi aktif dan tetap fokus, serta nyaman dalam mengajukan pertanyaan. Penelitian lainnya dilaksanakan Chamberlin dan Powers (2010) yang menyebutkan bahwa siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan DI mengalami peningkatan kemampuan pemahaman matematis yang lebih baik. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas tentang penerapaan pendekatan Differentiated Instructions (DI) dalam meningkatkan hasil belajar matematika dan aktivitas belajar siswa kelas XI MIPA 2 di SMAN 1 Koba. Rumusan 371

26 masalah dalam PTK ini adalah: Bagaimanakah penerapan pendekatan DI dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar matematika siswa kelas XI MIPA 2 di SMAN 1 Koba?. Sejalan dengan permasalahan, maka penelitian ini bertujuan untuk menelaah bagaimana penerapan pendekatan DI dalam meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa kelas XI MIPA 2 di SMAN 1 Koba. 2. Kajian Teori 2.1 Differentiated instruction (DI) Differentiated instruction (DI) adalah cara untuk menyesuaikan instruksi kepada kebutuhan siswa dengan tujuan memaksimalkan potensi masing-masing pembelajar dalam lingkup yang diberikan (Tomlinson, 2000). DI adalah suatu proses yang dilalui dimana guru meningkatkan pembelajaran dengan cara menyesuaikan karakteristik siswa untuk instruksi dan penilaian. Lebih lanjut Harta (2011) mengatakan DI dapat disebut sebagai pendekatan sistematis untuk isi, proses, dan produk yang berfokus pada pembelajaran bermakna atau gagasan yang kuat untuk semua siswa. Uraian di atas menunjukkan bahwa DI berbasis pada guru dan berpusat kepada siswa. Guru memegang peran penting untuk merencanakan pengajaran sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa. Secara khusus DI dalam pembelajaran matematika dikatakan Cox (2012) sebagai cara yang memiliki kekutan untuk memastikan bahwa setiap siswa belajar. Seperti kita ketahui bahwa setiap siswa adalah unik oleh karena itu dapat dipastikan di dalam satu kelas terdapat siswa-siswa yang berbeda dalam banyak aspek. Biasanya di kelaskelas regular atau heterogen dapat dipastikan kita dapat menemukan siswa yang beragam. Namun di kelas homogen juga kita tetap akan menemukan keragaman pula. Oleh karena itu guru yang memegang peran penting dalam proses pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan tersebut sebagai dasar pembuatan DI, guna mengakomodir perbedaan siswa. Ada beberapa cara dalam membuat DI diantaranya adalah yang dikemukakan Good (dalam Butler, 2008) yaitu dengan menggunakan (1) Teacher Based Method, yaitu berdasarkan kurikulum, isi, proses, dan produk. (2) Student Based Method, yaitu berdasarkan kesiapan belajar, minat dan gaya belajar siswa. Metode yang berbasis guru menjadikan kurikulum sebagai salah satu faktor untuk membuat DI kedalam tiga komponen, yaitu isi, proses dan produk. 2.2 Multiple Intelligences Howard Garner Untuk mengatasi beragam cara bahwa siswa belajar dan gaya belajar mereka, kita dapat merujuk kepada Multiple Intelligences Howard Gardner yang berupa delapan kecerdasan untuk menyediakan kerangka kerja. Multiple Intelligences Howard Garner mendorong kita untuk meneliti sikap kita terhadap belajar matematika sehingga setiap siswa dapat belajar di lingkungan yang lebih santai. Kecerdasan yang dimaksud di sini adalah kecerdasan visual, verbal, logis, ritmik/auditori, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. 372

27 Mengutip pernyataan Chatib (2011) bahwa ranah-ranah dalam Multiple Intelligences Approach tersebut sangat mungkin untuk berkembang bergantung pada prosedur aktivitas yang dirancang guru. DI adalah pendekatan yang berbasis guru. Kemampuan merancang instruksi aktivitas khususnya dengan membedakan proses siswa bekerja artinya dapat mengembangkan multiple intelligences siswa itu sendiri. Ini artinya secara tidak langsung mengatakan pendekatan DI memang dapat menjadikan perbedaan siswa sehingga beralih menjadi kekuatan siswa dalam mengembangkan dirinya. 2.3 Hasil Belajar Belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto: 2010). Sedangkan hasil merupakan sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan, dan sebaginya), oleh usaha (KBBI). Menurut Mulyasa dalam Mappeasse (2009), hasil belajar merupakan prestasi belajar siswa secara keseluruhan, yang menjadi indikator kompetensi dasar dan derajat perubahan perilaku yang bersangkutan. Terdapat tiga ranah kompetensi yang dikembangkan dalam pembelajaran yaitu ranah afektif, kognitif, dan psikomotor. Sehingga hasil belajar dapat dimaknai sebagai perubahan prestasi belajar siswa dalam ranah afektif, kognitif dan psikomotor. 2.4 Aktivitas Belajar Selama melakukan proses belajar, siswa akan melakukan berbagai aktivitas. Hamalik (2001) menuliskan bahwa pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri dan aktivitas sendiri. Terdapat berbagai aktivitas yang dilakukan selama belajar, contohnya mengamati, bertanya secara lisan, melakukan eksperimen, menganalisis, mengomunikasikan dan lain sebagainya. Berikut ini adalah indikator yang menyatakan aktivitas belajar menurut Diedrich (dalam Hamalik, 2001). Tabel 1. Indikator Aktivitas Belajar No Kegiatan Indikator 1. Visual Membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, demontrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja, atau bermain. 2. Lisan Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberikan saran mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi. 3. Mendengarkan Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, mendengarkan siaran radio. 4. Menulis Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat sketsa atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket. 5. Menggambar Menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola. 6. Metrik Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan (simulasi), menari, berkebun. 7. Mental Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan. 8. Emosional Minat, membedakan, berani, tenang dan sebagainya. 373

28 2.5 Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian terkait penggunaan pendekatan DI ini memaparkan hasil yang beragam. Penelitian Ellis et al. (2007) menyebutkan bahwa secara keseluruhan kinerja siswa meningkat, begitu pula dengan interaksi antar siswa dalam pembelajaran. Siswa merasa nyaman bekerja satu sama lain dalam kelompok, berpartisipasi aktif dan tetap fokus, serta nyaman dalam mengajukan pertanyaan. Terdapat pula penelitian Chamberlin dan Robert (2010) yang menyebutkan bahwa siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan DI mengalami peningkatan kemampuan pemahaman matematis yang lebih baik. Salah satu penelitian berkenaan dengan penerapan pendekatan DI yang dilakukan di Indonesia dilaksanakan Yuliana (2013). Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa penerapan pendekatan Differentiated Instruction dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa. Jadi dengan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan di atas, maka memilih DI sebagai pendekatan pembelajaran sangatlah tepat. 3. Metodologi Penelitian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini mengambil subyek penelitian sejumlah 30 siswa terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan dikelas kelas XI MIPA 2 di SMAN 1 Koba tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan, yaitu pada bulan Agustus 2015 selama 8 jam pelajaran. PTK akan dilaksanakan di SMAN 1 Koba, Jl. Raya Arung Dalam Koba Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Adapun hipotesa tindakan dalam PTK ini adalah Pendekatan DI dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa kelas XI MIPA 2 di SMAN 1 Koba. Variabel tindakan dalam penelitian ini adalah pendekatan DI. Sedangkan variabel masalah dalam penelitian ini adalah hasil belajar dan aktivitas belajar siswa. Adapun Langkahlangkah utama dalam tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus I sebagai berikut: Perencanaan, tahap ini merupakan tahap pengumpulan informasi awal tentang perbedaan individual siswa. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan awal untuk melihat kesiapan siswa dalam belajar, angket untuk menentukan Multiple Intelegences Howard Garner, profil belajar siswa, minat serta latar belakang siswa. Pengumpulan data awal ini dilakukan pada minggu keempat bulan April, sebelum PTK rencana tindakan dilaksanakan. Berdasarkan data perbedaan individual inilah, pembelajaran dirancang. Guru membuat RPP kemudian data tersebut juga dijadikan dasar untuk membuat LKS dan bahan ajar. Pelaksanaan, pada tiap pertemuannya penerapan DI dilakukan berdasarkan perbedaan individual siswa. Observasi dilakukan dalam PTK ini untuk mengamati aktivitas belajar berupa peran aktif siswa dalam menyelesaikan masalah kelompok, kemampuan kerjasama dalam kelompok, dan tanggung jawab dalam menyelesaikan masalah kelompok. Data diperoleh dengan menggunakan instrumen tes dan non tes. Tes yang dilakukan untuk mengukur capaian hasil belajar siswa. Sedangkan instrumen non tes berupa lembar observasi untuk menilai aktivitas 374

29 belajar siswa. Instrumen non tes lainnya yang digunakan adalah wawancara. Data yang telah diperoleh, kemudian dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis secara kuantitatif digunakan statistik deskriptif untuk mendeskripsikan nilai rata-rata hasil belajar siswa setelah dilaksanakannya pendekatan DI. Kriteria keberhasilan yang gunakan dalam penelitian ini untuk hasil belajar siswa adalah nilai rata-rata kelas matematika siswa kelas XI MIPA2 pada akhir siklus, secara klasikal minimal 2,67 (KKM). Persentase siswa yang telah mencapai ketuntasan secara klasikal pada masing-masing siklus minimal 75%. Sedangkan aktivitas siswa pada akhir siklus minimal 85% terukur dalam lembar observasi dari peran aktif siswa dalam menyelesaikan masalah, kerjasama dalam kelompok, dan tanggung jawab dalam menyelesaikan masalah dalam kelompok. 4. Pembahasan Penelitian tindakan kelas yang dilakukan selama dua siklus pada materi Matriks. Pelaksanaan penelitian berjalan dengan lancar, meskipun banyak diselingin jam belajar yang tidak efektif. Hal ini disebabkan adanya kegiatan perayaan 17 Agustus yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Namun dengan perbaikan perancanaan yang disesuaikan, maka penelitian tidak terganggu. Berikut disajikan disain penelitian yang telah disesuaikan dengan kondisi siswa pada awal pembelajaraan. Tabel 2. Outline Rancangan Pembelajaran dengan DI Pertemuan Jam Dasar DI DI Formasi kelompok Penilaian 1 2 Profil Belajar Membedakan pengelompokkan Sesuai profil belajar siswa Hasil LKS (Individu, berpasangan, kelompok kecil atau kelompok besar) 2 2 Kesiapan belajar Tugas berjenjang Sesuai kesiapan belajar. Tes formatif 3 2 Gaya Belajar Membedakan LKS Sesuai gaya belajar PR sesuai dengan Gaya Belajar (Visual, Vreading, atau Kinestetik) 4 2 Membedakan LKS dengan soal Pengelompokan pilihan PR proses terbuka siswa sendiri Berikut ini adalah rangkaian skenario pembelajaran dengan menggunakan pendekatan DI: a. Guru menyampaikan materi pembelajaran (secara garis besar) kemudian memberikan kesempatan siswa untuk bertanya. b. Guru memberikan permasalahan yang harus diselesaikan siswa yang dibedakan menurut pendekatan DI pada outline perencanaan (membedakan pengelompokkan, tugas berjenjang, membedakan LKS sesuai gaya belajar atau LKS dengan soal terbuka) 375

30 c. Siswa dalam kelompok DI mengerjakan pemasalahan yang diberikan guru menurut pendekatan DI yang digunakan. d. Guru meminta siswa (perwakilan siswa dalam kelompok) untuk mempresentasikan hasil penyelesaian permasalahan. Siswa lainnya memperhatikan dan bertanya apabila tidak/kurang memahami materi yang disajikan dalam presentasi. e. Guru memfasilitasi jalannya diskusi kelas selama presentasi sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran. f. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan materi pembelajaran dan memastikan seluruh siswa mendapatkan kompetensi yang sama meskipun menggunakan LKS/pengelompokkan yang berbeda. Setelah pembelajaran Matriks selama dua siklus dilakukan, kemudian diadakan tes untuk siklus 1 dan siklus 2, maka didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 3. Rekapitulasi Nilai Tes Siklus 1 dan Siklus 2 Kategori Nilai Tes Siklus 1 Nilai Tes Siklus 2 Jumlah 71,74 91,90 Rata-rata 2,39 3,06 Jumlah siswa tuntas 9 23 Persentase ketuntasan 30 76,67 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah nilai tes siklus 1 sebesar 71,74 dengan rata-rata 2,39. Nilai rata-rata ini jauh di bawah KKM yang sebesar 2,67. Jumlah siswa yang tuntas hanya 9 orang dengan persentase 30% ketuntasan klasikal. Sedangkan untuk siklus 2 diketahui bahwa jumlah nilai tes sebesar 91,90 dengan rata-rata sebesar 3,06. Nilai ini di jauh di atas KKM. Terjadi kenaikan 0,67 atau sebesar 28% dari rata-rata siklus 1. Pada siklus 2 jumlah siswa yang tuntas sebanyak 23 orang atau 76,67% ketuntasan klasikal. Secara lebih jelas, data nilai tes tiap siklus disajikan dalam diagram batang di bawah ini: 4 Rata-rata Tes Per-Siklus siklus 1 siklus 2 Rata-rata Tes Gambar 1. Digram Batang Rata-rata Nilai Tes Per-siklus Berdasarkan kenaikan nilai rata-rata dari siklus 1 ke siklus 2, dapat dikatakan bahwa penerapan pembelajaran dengan pembelajaran DI dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Tidak hanya hasil belajar yang terlihat ada peningkatan, dari segi aktivitas belajar juga 376

31 ditemukan hasil yang hampir serupa. Aktivitas belajar selama siklus 1 dan siklus 2 terangkum dalam tabel di bawah ini: Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa No. Aspek Siklus 1 Siklus 2 (%) (%) 1 Peran aktif siswa dalam menyelesaikan permasalahan Kerjasama dalam kelompok 76,22 95,83 3 Tanggung jawab dalam menyelesaikan masalah 76,22 95,56 dalam kelompok Rata-rata Persentase 75,63 95,46 Tabel 3 di atas memberikan informasi bahwa peran aktif siswa dalam menyelesaikan permasalahan sudah cukup baik pada siklus 1 yaitu sebesar 74,44%. Hasil ini juga tidak jauh berbeda dengan aspek kerjasama serta tanggung jawab dalam kelompok yang memperoleh persentase yang sama yaitu 76,22%. Namun nilai ini menjadi semakin baik pada siklus kedua. Hal ini terlihat dari peningkatan persentase peran aktif siswa menjadi 95%. Kemudia kerjasama menjadi 95,56%, dan tanggung jawab menjadi 95,56. Dari data ini terlihat jelas bahwa pendekatan DI dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Fakta ini pula ditelusuri guru dengan cara melakukan wawancara kepada beberapa siswa yang menonjol aktivitasnya dalam pembelajaran. Siswa mengatakan bahwa dengan adanya bermacam jenis kelompok, merekaa tidak jenuh dan dapat berdiskusi dengan teman yang berbeda. Siswa juga mengatakan bahwa praktek penyelesaian soal dengan memindahkan post it sangat menyenangkan. Mereka dapat mengingat letak elemen matriks yang dipindahkan. Terdapat pula siswa yang masih merasa kesulitan dengan tugas berjenjang yang diberikan guru. Padahal selama proses pelaksanaan tugas berjenjang, guru memfasilitasi diskusi kelompok yang kurang siap belajar. Namun kesiapan belajar siswa yang berbeda ternyata masih belum dapat disiasati sepenuhnya dengan membedakan tingkatan tugas ini. Siswa masih menemui kesulitan memahami tugas berikutnya secara mandiri. Permasalahan ini akan menjadi pertimbangan dalam perancangan penerapan DI selanjutnya. 5. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan DI dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI MIPA2 di SMAN 1 Koba. Ini terlihat dari nilai rata-rata akhir siklus secara klasikal sebesar 3,06 dengan KKM 2,67. Pembelajaran dengan pendekatan DI juga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Khususnya untuk aspek peran aktif, kerjasama dan tanggung jawab. Peningkatan ini terlihat dari rata-rata persentase setiap aspek sebesar 95,46%. Adapun saran bersadarkan simpulan penelitian ini; pembelajaran dengan menerapkan pendekatan DI hendaknya menjadi alternatif pilihan pendekatan pembelajaran matematika. Penerapan pendekatan DI pada penelitian ini terbatas kepada materi matriks. Jadi diperlukan penelitian lebih lanjut pada materi matematika lainnya. 377

32 Daftar Pustaka Butler, M & Van Lowe, K. (2010). Using Differentiated Instruction in Teacher Education. International Journal for Mathematics Teaching and Learning. [Online]. Tersedia: Chamberlin, M. T. & Robert, P. (2010). The Promise of Differentiated Instruction for Enhancing the Mathematical Understandings of College Students. An International Journal of the IMA, 29, (3), Abstrak. [Online]. Tersedia: Chatib, M. (2011). Gurunya Manusia. Bandung: Kaifa Learning. Cox, J. T. (2012). Differentiating Mathematics Instruction so Everyone Learns. White Paper. STEM. Ellis, D. K., Ellis, K. A., Huemann, L. J., & Stolarik, E. A. (2007). Improving Mathematics Skills Using Differentiated Instruction with Primary and High School Students. Chicago. Saint Xavier University & Pearson Achievement Solutions, Inc. Proyek Penelitian Tindakan, Tesis. Tidak Diterbitkan. Hamalik, Oemar. (2001). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Puspa Swara. Harta, I. (2011). Differetiated Instrucstion: What, Why and How?. Yogyakarta: SEAMEO for Qitep in Mathematics. Tidak Diterbitkan. Mappeasse, Muhamad Yusuf. (2009). Pengaruh Cara dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Proggrammable Logic Controller (PLC) Siswa Kelas III Jurusan Listrik SMK Negeri 5 Makasar. Jurnal MEDTEK. Volume 1 Nomor 2. Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Tomlinson, C.A. (2000). What is Differentiated Instruction?. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development. Yuliana, Nelly. (2013). Pengaruh Pendekatan Differentiated Instruction (DI) Terhadap Kecemasan Matematika (Math Anxiety), Peningkatan Kemampuan Pemahaman, dan Penalaran Matematis Siswa SMK. UPI Bandung. Tesis. Tidak Diterbitkan. 378

33 PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS NILAI KONTROL DAN NILAI RASIONALISME PADA PEMBELAJARAN PEMODELAN MATEMATIKA Arvin Efriani 1), Nyimas Aisyah 2), Indaryanti 3) 1) FKIP UNSRI, Jl. Srijaya Negara, Palembang; 2) FKIP UNSRI, Jl. Srijaya Negara, Palembang; 3) FKIP UNSRI, Jl. Srijaya Negara, Palembang; Abstrak. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui (1) proses pembelajaran pemodelan matematika menggunakan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme dan (2) hasil belajar siswa setelah menggunakan LKS pada pembelajaran pemodelan matematika di SMP N 13 Palembang. Siswa kelas VIII.2 dengan jumlah siswa 37 orang menjadi subjek penelitian. Data dikumpulkan dengan menggunakan observasi, tes, dan wawancara, yang meliputi (1) data aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan data aktivitas siswa menggunakan LKS, serta (2) data hasil belajar siswa setelah mengerjakan soal tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran dengan rata-rata sebesar 82,58 yang berkategori baik dan aktivitas siswa menggunakan LKS dengan rata-rata sebesar 88,31 yang berkategori sangat baik. Sementara hasil tes siswa memiliki rata-rata sebesar 75,84 yang berkategori baik. Kata Kunci. Nilai Matematika, Nilai Kontrol, Nilai Rasionalisme, Pemodelan Matematika Abstract. This descriptive research aims to find out (1) the process of learning mathematics modeling using student s worksheet based on control and rationalism value and (2) the student learning outcomes after using of student s worksheet in learning mathematics modeling at SMP N 13 Palembang. The subject is 37 students of VIII.2. The data research are the data of (1) student activities during learning process and using student s worksheet and (2) learning outcomes after the test. The result shows that the student s activities while the learning process have average which is marked as a good score and the student's activities using student's worksheet have average which is marked as a very good score. The result of student's test score have average which is marked as a good score. Keywords. Mathematics Value, Control value, Rationalism value, Mathematical modeling 1. Pendahuluan Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia (Depdiknas, 2006). Tetapi, matematika dianggap sebagai suatu mata pelajaran yang tidak menarik, kering, sukar dan membosankan jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain seperti bahasa, sastra, olahraga dan juga sains (Ali, 2005). Hal itu mengakibatkan siswa malas untuk belajar matematika. Pada hakikatnya, matematika memuat nilai-nilai dan cara menyampaikannya memunculkan dan memancarkan nilai-nilai yang secara aktif 379

34 berdampingan dengan pembelajaran di sekolah (Sugiatno, 2009). Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika, siswa seharusnya tidak hanya memperoleh pengetahuan melalui mata pelajaran tetapi secara tidak langsung dididik melalui nilai-nilai yang ada di dalam pembelajaran (Othman, 2014). Pendekatan pengajaran yang memunculkan nilai matematika dalam pembelajaran akan menjadikan pengajaran lebih berkesan, menarik, bermakna dan berguna kepada pelajar karena nilai matematika akan membangkitkan rasa keindahan terhadap matematika, membangkitkan pemahaman terhadap matematika dalam kehidupan, dan dapat membantu pelajar menguasai kekuatan matematika dengan lebih baik (National Council of Teachers of Mathematics, 1989). Namun, karena keterbatasan guru dalam memahami nilai menyebabkan jarangnya nilai tersebut dapat terealisasi dalam pembelajaran. FitzSimons, Seah, Bishop & Clarkson (2001) menyatakan bahwa guru-guru belum banyak yang memahami nilai matematika yang diterapkan dalam pembelajaran, sehingga nilai ini jarang dimunculkan dalam pembelajaran di kelas. Menurut Bishop (2008) ada tiga jenis nilai dalam pembelajaran matematika yaitu nilai pendidikan umum, nilai pendidikan matematika, dan nilai matematika. Bishop (2008) telah mengidentifikasi tiga pasang nilai matematika yang saling melengkapi yaitu rasionalisme dan objektisme, kontrol dan kemajuan, serta keterbukaan dan misteri. Nilai kontrol adalah nilai yang berhubungan dengan kekuatan pengetahuan matematika dan sains melalui peraturan, fakta, prosedur dan kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan nilai rasionalisme adalah nilai yang menekankan argumen, penalaran, analisis logis, dan penjelasan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa nilai kontrol dan nilai rasionalisme penting untuk dimunculkan dalam pembelajaran karena dengan dimunculkannya nilai dalam pembelajaran akan membangkitkan rasa keindahan dan memahami makna matematika. Untuk memunculkan nilai dalam pembelajaran matematika digunakanlah pemodelan matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Martin dalam Leung (2006) menyatakan bahwa showed how values could enter into the mathematical modelling process. Pembelajaran dengan pemodelan matematika dapat dijadikan sebagai salah satu pembelajaran dalam menjembatani konsep matematika yang abstrak dengan permasalahan dunia nyata. Ang (2006) mendefinisikan pemodelan matematika sebagai representing real world problems in mathematical terms in an attempt to understand and find solution to the problems. Maksudnya, dalam pemodelan matematika, masalah dunia nyata disajikan sebagai model matematika menggunakan simbol-simbol matematika. Proses ini digambarkan oleh Ang (2006) dengan skema yang disajikan pada Gambar 1 berikut. 380

35 Gambar 1 Skema Proses Pemodelan Matematika (Ang, 2006) Untuk menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan Standar Proses dalam Permendiknas nomor 41 tahun 2007 perlu digunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang mengoptimalkan kegiatan pembelajaran (Pariska, 2012). Berdasarkan pengamatan peneliti di SMP Negeri 13 Palembang, pelajaran matematika sudah menggunakan LKS, yang dibeli dari penerbit. LKS ini hanya fokus pada ranah kognitif saja dengan bentuk soal pilihan ganda dan uraian. Sedangkan untuk memunculkan nilai-nilai pada LKS dibutuhkan langkah-langkah dalam proses pengerjaan. Oleh karena itu, dibutuhkan LKS yang tidak hanya memunculkan ranah kognitif tetapi juga ranah afektif dengan memunculkan nilai yang ada dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil tes awal yang dilakukan peneliti di SMP Negeri 13 Palembang hanya 39,02% siswa yang tuntas KKM pada materi persamaan garis lurus. Adapun permasalahan yang dialami siswa ketika mengerjakan soal tes persamaan garis lurus di antaranya adalah kurang teliti dalam memahami soal, kebingungan dalam memilih rumus yang digunakan, keliru dalam menentukan letak sumbu x dan sumbu y, kesalahan dalam menggambar grafik, kekeliruan dalam membaca grafik, tidak memberikan argumentasi dalam menyelesaikan permasalahan dan kebanyakan siswa hanya bisa mengerjakan soal sesuai dengan contoh yang diberikan. Untuk mengajarkan materi persamaan garis lurus dan grafiknya, guru dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Salah satu cara pembelajarannya adalah siswa belajar dalam kelompok untuk menyelesaikan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) tentang pengertian persamaan garis lurus (Dhohruri, 2011). 2. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan tujuan: (1) mengetahui proses pembelajaran pemodelan matematika menggunakan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme di SMP Negeri 13 Palembang dan (2) mengetahui hasil belajar siswa setelah menggunakan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika. Penelitian dilakukan selama 4 kali pertemuan di kelas VIII.2 SMP Negeri 13 Palembang semester ganjil tahun 2015 yang terdiri dari 37 orang siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa observasi, tes dan wawancara. Observasi dilakukan dengan tujuan untuk melihat aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan aktivitas siswa menggunakan LKS. Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung yaitu sejak awal kegiatan sampai guru menutup pelajaran. Observasi untuk melihat aktivitas siswa selama proses pembelajaran pemodelan ini 381

36 menggunakan lembar observasi yang memuat indikator nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika. Sedangkan observasi untuk melihat aktivitas siswa menggunakan LKS dilihat dari hasil diskusi pekerjaan siswa menggunakan LKS. Tes digunakan untuk memperoleh data dari hasil belajar siswa setelah menggunakan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika. Tes dilakukan setelah tiga kali pertemuan menggunakan LKS yang terdiri dari 4 soal berbentuk uraian yang dikerjakan selama 60 menit. Hasil tes dianalisis secara deskriptif. Selanjutnya, untuk mendapatkan nilai tes akhir dilakukan dengan cara menjumlahkan skor dari semua jawaban siswa, lalu skor tersebut dikonversikan menjadi nilai dalam rentang (1) Kriteria penilaian nilai kontrol dan nilai rasionalisme serta hasil belajar siswa seperti pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Kriteria Penilaian Nilai Kontrol dan Nilai Rasionalisme serta Hasil Belajar Nilai Kategori 85,0-100 Sangat baik 70,0-84,9 Baik 55,0-69,9 Cukup 40,0-54,9 Kurang 0-39,9 Sangat kurang (Modifikasi Arikunto, 2012) Wawancara dilakukan setelah tes. Hal ini untuk mengetahui hasil belajar siswa secara mendalam terkait dengan indikator hasil belajar. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara semiterstruktur secara face to face antara peneliti dengan beberapa siswa untuk mengetahui nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada proses pembelajaran. 3. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2015 sampai tanggal 4 November 2015 di SMP Negeri 13 Palembang. Penelitian untuk 1 KD berlangsung selama 4 kali pertemuan, 3 kali proses pembelajaran dan 1 kali tes. Proses pembelajaran dilakukan berdasarkan RPP yang telah dibuat sesuai dengan nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika. Pada pertemuan pertama, kedua dan ketiga peneliti membagikan LKS yang telah dibuat. LKS dikerjakan secara berkelompok terdiri dari 3 sampai 4 siswa. LKS yang dibagikan memuat masalah kehidupan sehari-hari. Saat proses pengerjaan LKS menggunakan lima tahapan pemodelan matematika yang harus diselesaikan siswa secara sistematis bersama anggota kelompoknya. Langkah-langkah pembelajaran pemodelan matematika yang dilakukan setiap pertemuan pada dasarnya sama, yang berbeda adalah pada materi 382

37 pembelajaran dan permasalahannya. Pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini di deskripsikan seperti berikut. Pertemuan pertama mengenai materi gradien. Saat proses pembelajaran siswa diberikan permasalahan berupa volume bak air mandi bertambah dengan seiring waktu dan saat penggunaan LKS diberikan permasalahan bensin yang digunakan dengan seiring waktu. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut digunakanlah tahap pemodelan. Pada tahap memahami masalah, siswa dilatih untuk memahami permasalahan kehidupan sehari-hari dengan menuliskan apa yang diketahui dan ditanya yang menandakan adanya nilai kontrol. Pada tahap landasan berpikir, siswa diminta memprediksi dari permasalahan yang diketahui saat proses pembelajaran yaitu apakah bak akan terisi penuh sebelum aliran air mati dan saat penggunaan LKS yaitu cukupkah dengan bensin 40 L jarak Palembang-Pagaralam dapat ditempuh? yang menandakan adanya nilai rasionalisme. Selanjutnya, siswa dilatih untuk membuat pemodelan dari permasalahan dan kemudian menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan pemodelan yang telah diperoleh. Pada tahap terakhir siswa membuat kesimpulan dengan menghubungkan apa yang diprediksi. Pertemuan kedua mengenai materi menggambar grafik. Peneliti tidak memberikan permasalahan baru, hanya saja melanjutkan dari permasalahan pada pertemuan pertama sehingga pada tahap memahami masalah siswa tidak dituntut untuk memahami permasalahan lagi, tetapi mengingatkan permasalahan pada pertemuan pertama. Setelah siswa diminta mengingat permasalahan pada pertemuan pertama, Peneliti meminta siswa memprediksi grafik yang akan terbentuk pada permasalahan tersebut yang menandakan adanya nilai rasionalisme. Selanjutnya, untuk tahap membuat persamaan, siswa tidak perlu memodelkan kembali persamaan yang dibuat dikarenakan permasalahan yang diberikan sama sehingga siswa langsung menuliskan persamaan yang ada, kemudian menyelesaikan persamaan dengan menggambarkan grafik yang menandakan adanya nilai kontrol. Selanjutnya, siswa menyimpulkan bagaimana gambar grafik dari permasalahan tersebut dengan menghubungkan dari prediksi yang dibuat. Hal ini menandakan adanya nilai rasionalisme. Pertemuan ketiga mengenai materi persamaan garis lurus. Saat proses pembelajaran, Peneliti tidak memberikan permasalahan hanya mengingatkan permasalahan pertemuan pertama dengan menegaskan persamaan yang didapat bahwa persamaan tersebut adalah persamaan garis lurus dan menunjukkan gradiennya. Selanjutnya saat penggunaan LKS, siswa diberikan permasalahan baru yaitu Tarif Taxi. Seperti pertemuan sebelumnya, siswa diminta memahami masalah dengan menuliskan apa yang diketahui dan ditanya, kemudian memprediksi apakah Biaya tarif taxi dari Bukit Siguntang ke Bandara lebih dari Rp ? yang menandakan nilai rasionalisme. Setelah itu, siswa membuat persamaan dan menyelesaikan persamaan tersebut yang menandakan nilai kontrol. Tahapan terakhir yaitu membuat kesimpulan dari permasalahan yang menandakan nilai rasionalisme. Observasi untuk melihat aktivitas siswa selama proses pembelajaran pemodelan menggunakan lembar observasi yang memuat indikator nilai kontrol dan nilai rasionalisme. Indikator nilai kontrol di antaranya: (1) siswa dapat mengerjakan soal kehidupan sehari-hari, (2) siswa memprediksi penyelesaian permasalahan, (3) siswa menggunakan aturan/rumus dalam menyelesaikan soal. Indikator nilai rasionalisme di antaranya: (1) siswa memberikan 383

38 argumentasi dari jawaban yang diberikannya, (2) siswa menggunakan grafik/tabel/diagram untuk menyederhanakan permasalahan, dan (3) siswa menarik kesimpulan dari penyelesaian masalah matematika. Berikut ini hasil observasi yang telah peneliti lakukan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Skor Hasil Observasi Proses Pembelajaran Nilai Pert 1 Pert 2 Pert 3 Rata-rata Pert Nilai Kategori Rasional Indikator 1 78,37 86,48 97,30 87,38 82,88 isme Indikator 2 75,68 81,08 89,19 81,99 Baik Indikator 3 70,27 78,37 89,19 79,27 Kontrol Indikator 1 72,97 81,08 86,48 80,17 82,27 Baik Indikator 2 64,86 81,08 89,19 78,37 Indikator 3 86,48 83,78 94,59 88,28 Rata-rata 82,58 Baik Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata proses pembelajaran selama 3 kali pertemuan sebesar 82,58 dikategorikan baik (Tabel 1). Hal ini berarti proses pembelajaran pemodelan matematika menggunakan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme sudah diterapkan dengan baik. Nilai rasionalisme pada proses pembelajaran diperoleh rata-rata sebesar 82,88 yaitu pada indikator memberikan argumentasi sebesar 87,38, pada indikator menggunakan grafik/tabel sebesar 81,99, pada indikator membuat kesimpulan sebesar 79,27. Nilai kontrol pada proses pembelajaran diperoleh rata-rata sebesar 82,27 yaitu pada indikator mengerjakan soal kehidupan sehari-hari sebesar 80,17, pada indikator memprediksi sebesar 78,37, pada indikator menggunakan aturan/rumus sebesar 88,28. Selain itu, data hasil observasi didapatkan dari hasil penggunaan LKS. Dari hasil observasi, peneliti menganalisis dengan cara menghitung banyaknya checklist indikator yang muncul per tahap ketika menggunakan LKS. Data hasil observasi penggunaan LKS selama 3 kali pertemuan dalam Tabel 3. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Skor Hasil Observasi Penggunaan LKS Tahap Pertemuan Rata- Kategori rata Memahami masalah Sangat Baik Landasan Berpikir 90,59 63,33 95,24 89,09 Sangat Baik Membuat Persamaan Sangat Baik Menyelesaiakan Persamaan 52 96, Sangat Baik Membuat Kesimpulan ,67 Baik Rata-rata 70,52 85,06 96,04 88,31 Sangat Baik Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata penggunaan LKS selama 3 kali pertemuan sebesar 88,31 dikategorikan sangat baik. Hal ini berarti penggunaan LKS dalam proses pembelajaran sudah diterapkan dengan sangat baik. 384

39 Analisis data tes hasil belajar diperoleh dari hasil pengerjaan tes yang diberikan pada pertemuan terakhir (5 November 2015) yang diikuti oleh 37 siswa. Hasil belajar siswa setelah dianalisis dan dikonversikan dapat dilihat pada tabel 4 berikut. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa Nilai Siswa Kategori Frekuensi Rata-Rata 85,0-100 sangat baik 11 29,72 70,0-84,9 Baik 14 37,83 55,0-69,9 Cukup 9 24,32 40,0-54,9 Kurang 3 8,1 0-39,9 sangat kurang 0 0 Rata-rata Baik 75,84 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata hasil belajar siswa secara keseluruhan adalah 75,84 yang dikategorikan baik. Dengan demikian penggunaan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika dalam penelitian ini secara umum sudah baik. Berikut ini cara peneliti menganalisis jawaban siswa untuk memperoleh data tentang hasil belajar. Soal no. 1 Diketahui sebuah garis yang melalui titik A (-2, 3) dan titik B( 5, -8). Untuk menentukan gradiennya, Deni menggunakan cara sebagai berikut. Benarkah penyelesaian yang dilakukan Dedi? Jelaskan! Memberikan tanggapan benar dalam jawaban Memberikan alasan benar dalam jawaban Gambar 2. Jawaban Siswa untuk Soal Nomor 1 yang Berkategori Sangat Baik 385

40 Pada Gambar 2 di atas, jawaban siswa meliputi kedua deskriptor pada indikator. Siswa memberikan argumentasi dari jawaban yang diberikannya. Gambar 2 sudah terlihat jawaban siswa memberikan tanggapan dengan benar bahwa jawabannya salah dan alasan benar yaitu tempat x 2 -nya salah yang berarti siswa sudah tahu bahwa peletakan x 2 dan x 1 tersebut terbalik tidak sesuai dengan rumus gradien pada dasarnya. Selanjutnya, peneliti mewawancarai siswa dengan tujuan untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana siswa memberikan argumentasi dari jawaban yang diberikan dalam menyelesaikan tes. Berikut wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu siswa yang hasil belajarnya sangat baik. Peneliti : Mengapa salah? Siswa : Ini (menunjukkan soal) Peneliti : Salah dimananya? Siswa : Ini, terbalik Peneliti : Mengapa terbalik? Siswa : x 1 di sini dan x 2 di sini, jadi terbalik Peneliti : Jadi seharusnya, bagaimana? Siswa : 5 ( 2) Peneliti : Jadi bagaimana kesimpulannya? Siswa : salah Dari dialog antara peneliti dengan siswa di atas, terlihat bahwa siswa mampu memberikan tanggapan dan alasan yang tepat. Siswa mampu menunjukkan kesalahan pada soal nomor 1 dan mampu juga memberikan jawaban benar dari soal nomor 1. Selain itu, peneliti juga menganalisis jawaban siswa untuk nomor 1 berkategori kurang. Adapun jawabannya seperti berikut. Memberikan alasan salah dalam jawaban Memberikan tanggapan salah dalam jawaban Gambar 3. Jawaban Siswa untuk Soal nomor 1 yang Berkategori Sangat Kurang Pada Gambar 3, jawaban siswa tidak memenuhi indikator memberikan argumentasi dari jawaban yang diberikannya. Siswa memberikan tanggapan salah dalam jawaban dan alasan salah dalam jawaban. Pada alasan, terdapat kekeliruan dalam mensubsitusikan nilai ke dalam rumus yang ada yaitu seharusnya, sehingga didapatkan hasil yang salah juga. 386

41 Karena indikator tidak muncul, maka peneliti melakukan wawancara dengan tujuan untuk mengetahui apakah siswa tersebut memang salah memberikan argumentasi dalam menyelesaikan permasalahan. Adapun wawancaranya seperti berikut : Peneliti : Mengapa jawaban ini benar? Siswa : Karena y 2 y 1 per x 2 x 1 Peneliti : Coba tuliskan dulu Siswa : Nah salah bu Benar kan bu rumusnya? Peneliti : Iya benar, Waktu dimasukkan jadi? Siswa : Nah salah berarti Peneliti : Jadi jawabannya? Siswa : Salah Peneliti : Salah dimana? Siswa : Harusnya x 2 dulu baru x 1 Berdasarkan wawancara di atas, ternyata siswa mampu memberikan argumentasi dengan menunjukkan hasil jawaban yang tepat, berbeda dengan hasil pekerjaan yang dilakukan saat tes. Pada saat tes siswa keliru meletakkan x 1 dan x 2 tetapi ketika diwawancarai siswa dapat menyelesaikannya dengan benar tanpa ada kekeliruan. Bishop (2001) menyatakan bahwa consider how would you respond to the following question and how your value influence your decision. Hal ini memiliki arti bahwa apapun tanggapan dari jawaban siswa akan mempengaruhi nilai dari keputusannya. Berdasarkan hasil wawancara, ternyata siswa mampu memberikan tanggapan dan alasan dengan tepat sehingga indikator memberikan argumentasi dari jawaban yang diberikan muncul. Berdasarkan tes hasil belajar secara keseluruhan, diperoleh rata-rata sebesar 75,84 dengan kategori baik. Hasil belajar dengan kategori sangat baik rata-rata sebesar 29,72, kategori baik rata-rata sebesar 37,83, kategori cukup rata-rata sebesar 24,32, dan kategori kurang rata-rata sebesar 8,1. Berdasarkan hasil wawancara dari sepuluh siswa, terdapat delapan siswa yang mampu menunjukkan jawaban sesuai dengan indikator hasil belajar. Soal nomor 1 sebanyak 30% menjawab benar dan alasan benar. Soal nomor 2 sebanyak 10% menjawab benar dan alasan benar. Soal nomor 3 sebanyak 20% menjawab benar sesuai dengan indikator yang dibuat dan soal nomor 4 sebanyak 20%. Jadi sebanyak 80% siswa mampu menunjukkan jawaban sesuai dengan indikator hasil belajar. Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika dapat dijadikan alternatif pembelajaran dengan menggunakan tahap-tahap pemodelan matematika. Walaupun hasil penelitian menunjukkan bahwa LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika dapat dijadikan alternatif pembelajaran, namun masih terdapat kelemahan dalam penelitian ini. Penelitian ini hanya menggambarkan hasil belajar siswa setelah menggunakan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika tanpa membandingkan hasil belajar siswa yang tidak menggunakan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme. 387

42 4. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran dengan rata-rata sebesar 82,58 berkategori baik dan aktivitas siswa menggunakan LKS dengan rata-rata sebesar 88,31 berkategori sangat baik. Begitu juga, hasil tes siswa dengan rata-rata sebesar 75,84 berkategori baik. Beberapa saran dari penelitian ini antara lain: penggunaan LKS berbasis nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika bisa dijadikan pilihan alternatif guru, dikarenakan siswa dapat membangun sendiri pengetahuan sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Guru diharapkan dapat menggali argumentasi siswa karena siswa akan memberikan argumentasi apabila ada umpan balik dari guru. Begitu juga, untuk setiap permasalahan biasakan siswa menyimpulkan permasalahan sehingga siswa mengetahui apa yang diperoleh dari permasalahan tersebut. Pada penelitian selanjutnya, dapat menggunakan nilai kontrol dan nilai rasionalisme pada pembelajaran pemodelan matematika pada materi lainnya atau menggunakan nilai matematika yang lain. Selain itu, kegiatan pembelajaran pada RPP untuk lebih memperhatikan tiap-tiap langkah pembelajaran pemodelan matematika sehingga tampak perbedaannya dengan pembelajaran biasa dan dapat menggunakan metode penelitian eksperimen menggunakan variabel-variabel yang lainnya. Daftar Pustaka Ali, W. Z., dkk Kefahaman Guru tentang Nilai Matematik. Jurnal Teknologi, 43(E) Dis. 2005: Ang, A. K Mathematical Modelling, Technology and H3 Mathematics. The Mathematics Educator,9 (2): Arikunto, S Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Bishop, A. J., FitzSimons, G., Seah, W. T., & Clarkson, P Exploring Issues of Control Over Values Teaching in the Mathematics Classroom. Kertas kerja dibentangkan di 2001 Annual Conference of the Australian Association for Research in Education, Fremantle, Australia. Bishop, A. J Teacher s Mathematical Values for Developing Mathematical Thinking in Classroom: Theory, Research and Policy. The Mathematics Educator vol. 11 (½), Jurnal Monash Univerity, Melbourne Australia. Depdiknas Kurikulum tingkat satuan pendidikan : standar kompetensi matematika. Jakarta: Depdiknas Dhohruri, A Pembelajaran Persamaan Garis Lurus di SMP. Yogyakarta: PPPPTK Matematika. FitzSimon, G., Bishop, A. J, Seah, W. T., & Clarkson, P Beyond numeracy: Values in the mathematics classroom. Australia: Values And Mathematics Project (VAMP). Leung, F. K.-S., Graf, K.-D., & Lopez-Real, F. J Mathematics Education in Different Cultural Traditions a Comparative Study of East Asia and The West. United States of America: Springer Science + Business media, Inc. National Council of Teacher of Mathematics Curriculum and Evaluation Standars for School Mathematics. Reston VA: The Council. Othman, N., dkk Nilai Dalam Pengajaran Matematika di Institusi Pengajian Tinggi. E-jurnal Penyelidikan dan Inovasi. Jilid 1 ISU II(2014) 56-68, e-issn Kolej Universiti Islam Antarbangsa Selangor. Pariska, I.S. dkk Pengembangan Lembar Kerja Siswa Matematika Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematik, Vol 1 no (1) (2012): hal Sugiatno Potensi Nilai Moral dalam Pendidikan Matematika. Jurnal cakrawala kependidikan, Vol 7 no (2) tahun

43 REASONING AND PROOF DALAM MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL MATERI TRIGONOMETRI SISWA SMA Afin Nur Latifa, M.Pd SMA Negeri 1 Magetan, Ds.Sugihrejo RT.14 RW.03 Kawedanan Magetan, afinlatifa@gmail.com Abstrak. Penalaran dan pembuktian matematis merupakan cara yang kuat dalam mengembangkan dan mengekspresikan pemahaman pada fenomena yang luas. Siswa yang memiliki kemampuan bernalar dan berpikir secara analitis cenderung memperhatikan pola, struktur, atau keteraturan baik di situasi nyata maupun dalam objek simbolis. Namun,berdasarkan TIMSS kemampuan penalaran matematis siswa saat ini di Indonesia masih tergolong rendah, sehingga guru harus dapat menekankan bahwa bernalar sangat penting untuk dipelajari serta guru hendaknya menggunakan pembelajaran yang tepat untuk mengembangkan kemampuan bernalar dan pembuktian siswasma. Fenomena yang berada pada kurikulum 2013, trigonometri melibatkan siswa untuk bernalar dan pembuktian untuk mendorong siswa memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi secara kritis, logis, dan sistematis. Artikel ini menyajikan pemikiran teoritis dan pentingnya suatu pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan bernalar dan pembuktian siswa. Kata kunci: penalaran dan pembuktian, reciprocal teaching, trigonometri. 1. Pendahuluan Kemampuan penalaran merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa (NCTM, 2000). Hal tersebut sesuai dengan salah satu tujuan kurikulum 2013 pada mata pelajaran matematika di tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas) yaitu siswa dapat melakukan penalaran matematis. Hal tersebut menunjukkan bahwa penalaran matematis sangat diperlukan oleh siswa SMA. Pembuktian merupakan keterampilan dasar untuk seorang matematikawan, bagaimanapun keterampilan tersebut sulit untuk dipelajari oleh beberapa siswa (Knapp, 2005). Knapp (2005) mengelompokkan kesulitan siswa menjadi dua katagori, yaitu: (1) siswa berjuang untuk logika, bahasa, dan aturan pembuktian yang ditentukan oleh suatu kelompok, dan (2) pengetahuan siswa tentang definisi, teorema, heuristik dan kemampuan membuat contoh. Oleh karena itu, kemampuan penalaran dan pembuktian sangat penting bagi siswa. Banyak siswa yang kesulitan belajar penalaran, argumentasi, dan pembuktian matematis (Heinze, 2006; Yang, 2010; Reiss, 2002). Kesulitan yang dialami oleh siswa di antaranya adalah siswa sulit dalam menuliskan pembuktian secara formal, siswa kesulitan menuliskan penalarannya secara sistematis, dan pengetahuan siswa tentang definisi dan teorema matematika. Sehingga, penalaran dan pembuktian dalam pelajaran matematika harus dikembangkan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ardiansyah (2015) yang menyatakan bahwa kemampuan penalaran matematis perlu dikembangkan karena dapat melatih siswa untuk lebih memahami materi matematika yang diajarkan. Namun, kenyataannya 389

44 kemampuan penalaran matematis siswa saat ini di Indonesia masih tergolong rendah yang didasarkan assesmen yang dilakukan TIMSS pada tahun 2011 (OEDC, 2016). Pembelajaran yang dapat mengakomodasi kesulitan siswa dalam belajar salah satunya adalah reciprocal teaching (Garderen, 2004). Vygotsky (Meyer, 2014) menyatakan bahwa reciprocal teaching berpijak pada teori konstruktivisme sosial, dimana siswa dituntut untuk aktif berdiskusi dan menjelaskan hasil pekerjaannya dengan baik sehingga penguasaan konsep dapat dicapai. Beberapa penelitian tentang reciprocal teaching yang dilakukan oleh Ardiansyah (2015) dan Anggraeni (2012) menunjukkan bahwa reciprocal teaching dapat meningkatkan penalaran matematis siswa. Artikel ini akan menyajikan suatu kajian teori berdasarkan pendapat para ahli dan penelitian terdahulu tentang mengembangkan penalaran dan pembuktian matematis siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe reciprocal pada materi trigonometri. 2. Kajian Teori 2.1. Penalaran dan Pembuktian Pang (2009) berpendapat bahwa penalaran merupakan komponen utama dalam matematika terutama dalam pemecahan masalah. Hal tersebut sesuai dengan NCTM (2000) yang mengemukakan bahwa kemampuan penalaran merupakan bagian yang penting dalam matematika. Sementara itu, Russefendi (2006) mengatakan bahwa matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Oleh karena itu, matematika dan penalaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bieda (2013) mengatakan bahwa penalaran melibatkan proses untuk menggeneralisasi kejadian matematis atau konjektur tentang hubungan matematis. Selanjutnya, Dhebora (2003) mengatakan bahwa penalaran merupakan instrument penyelidikan untuk menemukan dan bereksplorasi ide-ide baru dan berfungsi sebagai pembenaran atau pembuktian klaim matematis. Sedangkan, Boesen (2010) mengatakan bahwa penalaran adalah membuat pernyataan dan menemukan konklusi dalam menyelesaikan suatu masalah. Hal tersebut menunjukkan bahwa penalaran merupakan proses berfikir yang menghasilkan kesimpulan/dugaan dari suatu masalah yang bisa dinyatakan dalam bentuk kalimat atau simbol (generalisasi), sehingga kebenaran proses membuat kesimpulan tersebut dapat dipertimbangkan. Ketika yang dihadapi merupakan masalah atau ide matematika maka penalaran/pembuktian tersebut dinamakan penalaran/pembuktian matematis (Sumarmo, 2012). NCTM (2000) mengatakan bahwa pembuktian matematis merupakan suatu cara formal mengekspresikan penalaran dan pembenaran. Pembuktian melibatkan pembenaran dugaan matematis menjadi benar dalam rangka dugaan tersebut dapat berlaku, menggunakan penalaran yang valid secara logis (Bieda, 2013). Pembuktian menurut Dhebora (2003) lebih mengacu pada menguji kredibilitas suatu asumsi dari pada menetapkan kebenaran dari suatu pernyataan. Sedangkan menurut Almeida (dalam Knapp, 2005) pembuktian melibatkan proses menguji kebenaran, menjelaskan, mengkomunikasikan, mempengaruhi, dan membangun pengetahuan atau kejadian baru dalam bentuk aksioma. Oleh karena itu, 390

45 pembuktian merupakan proses menguji dugaan/klaim/kesimpulan sehingga dugaan/klaim/kesimpulan tersebut terbukti kebenarannya. Penalaran dan pembuktian tidak dapat diajarkan dalam satu unit terpisah (NCTM, 2000). Hal ini berarti bahwa dalam mengajarkan pembuktian juga harus diajarkan penalaran. Sehingga siswa bisa mempertanggungjawabkan setiap proses yang dilakukan ketika membuktikan. Sebagai contoh, membuktikan identitas trigonometri. Kadangkala mengembangkan pembuktian diberikan melalui masalah (NCTM). Pada proses memperjelas penyelesaian masalah melibatkan penalaran sebagai penguat hasilnya, selain itu dibutuhkan berbagai strategi untuk memecahkan masalah, diantaranya adalah membuat tabel, gambar, atau menyederhanakan permasalahan (Nelson Primary School, 2014). Pengembangan penalaran dan pembuktian pada tingkat pengalaman yang sesuai harus menjadi bagian terpenting dalam pembelajaran matematika untuk siswa di segala usia (Stacey, 2009). Hal ini berarti penalaran dan pembuktian bisa diajarkan kepada siswa di semua tingkat pendidikan. Standar penalaran dan pembuktian untuk pembelajaran di kelas play group sampai di sekolah menengah atas (SMA) yang tercantum dalam NCTM (2000) dalam kode Reasoning and Proof (RP) sebagai berikut. 1. Mengenali penalaran dan pembuktian sebagai bagian dasar matematika (kode RP1) 2. Membuat dan menginvestigasi konjektur matematis (RP2) 3. Mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan pembuktian matematis (RP3) 4. Memilih dan menggunakan berbagai macam penalaran dan metode pembuktian (RP4) Siswa sekolah menengah atas (SMA) harus bisa bernalar secara induktif dan deduktif dalam melakukan penalaran dan pembuktian. Siswa harus melihat kelebihan dari pembuktian deduktif untuk menetapkan hasil. Mereka harus bisa membuat argumen yang logis dan membuat bukti formal yang bisa menjelaskan penalarannya secara efektif (NCTM, 2000). Nelson Primary School (2014) menjelaskan bahwa penalaran induktif digunakan untuk membangun generalisasi dari suatu pola dan untuk membuktikan generalisasi tersebut selalu berlaku, maka dibutuhkan pembuktian deduktif. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, kempuan bernalar baik induktif maupun deduktif sangat penting bagi siswa SMA. 2.2.Reciprocal Teaching Palinesar & Brown (dalam Slavin, 2008) menjelaskan bahwa pendekatan reciprocal teaching didasarkan pada teori konstruktivis yang dapat meningkatkan keterampilan membaca dan pemahaman pada siswa yang berkemampuan rendah. Pada proses reciprocal teaching terjadi interaksi antara guru dan siswa yang saling bergiliran melakukan proses pembelajaran (Oezkus, 2013). Reilly, dkk (2009) mendefinisikan reciprocal teaching pada matematika sebagai strategi pembelajaran yang dapat membangun kemampuan pemecahan masalah dan meningkatkan literasi matematika. Sedangkan Howard (2004) menyatakan reciprocal teaching dirancang sebagai teknik diskusi kelompok yang bertujuan untuk memahami dan mengingat suatu materi. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa reciprocal teaching merupakan suatu strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman siswa dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dengan guru maupun teman kelompok dalam memahami suatu masalah atau materi. 391

46 Cooper & Greive (2010) mengatakan bahwa reciprocal teaching terdiri dari empat langkah, yaitu: menanya (questioning), mengklarifikasi (clarifying), merangkum (summarizing), dan memprediksi (predicting). Adapun penjelasan dari empat tahap tersebut yaitu sebagai berikut. a. Menanya (Questioning) Oczkus (2013) berpendapat bahwa klarifikasi membantu siswa memantau pemahaman mereka sendiri. Hal ini dikarenakan saat mengklarifikasi mereka akan mengidentifikasikan masalah yang mereka hadapi dalam memahami bagian-bagian dari teks atau mencari katakata sulit. Hal yang sama diungkapkan oleh Doolittle, dkk (2006:107) bahwa: Clarifying involves the identification and clarification of unclear, difficult, or unfamiliar asect of a text. These asect may include awkward sentence or passage structure, unfamiliar vocabulary, unclear references, or obscure concept. Clarifying provides the motivation to remidiate confusion through re-reding, theuse of context in which thetext was written andor read, and the use of external resources (e.g,. dictionary). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa klarifikasi dapat dengan memahami kembali materi dengan menggunakan sumber-sumber lain yang relevan. Dengan demikian, siswa akan lebih memahami materi dan mengembangkan penalarannya dari permasalahan yang diberikan oleh guru. b. Merangkum (Summarizing) Rangkuman dibutuhkan untuk menyimpan data yang diperlukan dari data dengan jumlah besar (Deshpande, 2013). Rangkuman dari penyimpanan data yang besar sangat berguna untuk mereduksi data yang tidak digunakan berdasarkan informasi atau pengetahuan yang diinginkan. Selanjutnya menurut Boch (2005), siswa diharapkan membuat catatan ekstensif pada materi pembelajaran yang dipelajari untuk meyalurkan bagaimana pemikiran dan pemahamannya. Rangkuman pemahaman siswa dengan sadar mengungkapkan dan merefleksikan pemikirannya yang dapat dituliskan dalam media baik kertas, maupun media lainnya (Ardiansyah, 2015). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa rangkuman merupakan bagian penting dalam proses belajar siswa untuk mengetahui bagaimana pemikiran dan pemahaman siswa dari materi yang dipelajari yang dapat dituliskan dalam berbagai media. c. Memprediksi (Predicting) Kegiatan memprediksi didasarkan pada fakta-fakta dari buku yang membawa siswa pada kemungkinan yang akan datang selanjutnya (Oczkus, 2013). Berkenaan aktivitas prediksi, Reilly,dkk (2009:185) mengatakan sebagai berikut. During the prediction stage the learner is required to predict the type of mathematical questions they are being asked, what type of mathematical operations they may be required to use and what their answer might look like. 392

47 Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan memprediksi memberikan kesempatan siswa untuk menggunakan apa yang telah mereka pahami dalam menyelesaikan suatu masalah. Pada saat memprediksi siswa melibatkan kemampuan berpikir dan bernalar yang telah mereka miiliki. Penalaran dan Pembuktian dalam Reciprocal Teaching Tahapan pada reciprocal teaching dapat dimodifikasi untuk mengakomodasi siswa dalam kesulitan belajar (Garderen, 2004). Pada penelitian yang dilakukan oleh Ardiansyah (2015) modifikasi kegiatan reciprocal teaching yang revelan dengan indikator kemampuan penalaran matematis. Kegiatan questioning memiliki hubungan dengan indikator mengajukan pertanyaan dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi, kegiatan clarifying memiliki hubungan dengan indikator menganalisis pernyataan dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi, kegiatan summarizing memiliki hubungan dengan indikator menganalisis pernyataan dan membuat kesimpulan logis, sedangkan kegiatan predicting memiliki hubungan dengan indikator membuat kesimpulan logis. Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa reciprocal teaching dapat dimodifikasi sehingga sesuai dan dapat mencapai tujuan pembelajaran. Aktivitas questioning dimaksudkan untuk mendorong siswa mencari hal-hal yang belum diketahui dari suatu materi atau permasalahan yang diberikan. Saat siswa mencari informasi tentang materi atau permasalahan yang diperoleh, siswa cenderung menggunakan kemampuan bernalarnya. Hal serupa dikemukakan oleh Parta (2009) bahwa saat membuat pertanyaan siswa akan mensintesis pemikirannya selama pembelajaran berlangsung. Pada saat siswa mendapatkan jawaban dari permasalahan yang didapat, siswa akan menguatkan pemahaman mereka dengan mencari informasi dari sumber lain, ataupun mengklarifikasi dengan pendapat teman kelompok. Pada tahap ini seseorang akan lebih temotivasi untuk memahami dengan cara menganalisis suatu informasi. Pada aktivitas summarizing, siswa menuangkan pemahaman yang telah diperoleh dengan bahasa sendiri berdasarkan pemahamannya, sehingga kemampuan menganalisis atau mengevaluasi suatu informasi dapat ditingkatkan (Ardiansyah, 2015). Hal yang sama diungkapkan oleh Yang (2010) bahwa saat membuat rangkuman, siswa akan menghapuskan informasi yang tidak begitu penting dan mengidentifikasi atau mengkonstruksi secara keseluruhan yang dinyatakan ke dalam pernyataan utama. Rangkuman yang dibuat bertujuan untuk membuktikan kepada pembaca bahwa kebenaran yang ingin disampaikan melalui proses penalarn memang dapat diterima sebagai suatu yang logis. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan yang logis dapat ditingkatkan pada tahap summarizing. Aktivitas predicting dimaksudkan untuk menuangkan hal-hal yang belum diketahui pada pada langkah selanjutnya dan perlu penjelasan yang lebih detail yang dituangkan dalam bentuk tulisan (Ardiansyah, 2015). Hal yang sama diungkapkan oleh Kim & Kasmer (2007:359) bahwa prediction is a type of reasoning that can lead to a generalization of pattern and also be derived from a generalization. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa predicting dapat mendorong siswa untuk menggunakan 393

48 kemampuan bernalarnya pada permasalahan selanjutnya yang diberikan berdasarkan pemahaman yang diperoleh dari tahapan sebelumnya Tinjauan Materi Trigonometri Trigonometri adalah salah satu bahasan matematika yang harus di pahami oleh siswa untuk mengembangkan pemahaman matematikanya (Gur, 2009). Hal tersebut sependapat dengan Ohrun (2003) yang mengatakan bahwa untuk sebagian besar siswa pada pendidikan tinggi, trigonometri merupakan bagian analisis yang penting dalam bernalar. Kreativitas dan pemahaman trigonometri penting dalam mengembangkan notasi/simbol dan metode dalam matematika. Hal yang sama dikatakan NCTM (2000) bahwa jika siswa terlibat secara ekstensif dalam manipulasi simbol matematika sebelum mereka mengembangkan dasar konseptual yang benar maka mereka tidak akan bisa melakukan manipulasi yang lebih (NCTM, 2000). Dengan demikian, pemahaman siswa dalam materi trigonometri sangat penting sehingga siswa dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan trigonometri dengan kemampuan manipulasi dan bernalarnya. Materi trigonometri di SMA dalam kurikulum 2013 diawali dengan konsep dasar sudut pada kesebangunan. Sudut-sudut yang bersesuaian memiliki besar sudut yang sama. Kemudian materi selanjutnya yaitu perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku. Definisi pada perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku digunakan untuk membuktikan pernyataan-pernyataan yang terkait dengan memperhatikan proses bernalar siswa sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan bernalar dan membuktikannya Penalaran dan Pembuktian pada Materi Trigonometri dalam Reciprocal Teaching Trigonometri merupakan salah satu salah satu materi dalam matematika yang dapat membangun rasa ingin tahu sehingga siswa berkeinginan kuat untuk mengeksplorasi lebih dalam materi ini (Moore, 2011). Pada kurikulum 2013, trigonometri melibatkan siswa untuk bernalar dan pembuktian untuk mendorong siswa memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi secara kritis, logis, dan sistematis. Dengan demikian, mengembangkan kemampuan penalaran dan pembuktian dalam trigonometri merupakan tujuan penting dalam matematika. Materi trigonometri yang bisa diberikan kepada siswa terkait dengan penalaran dan pembuktian pada reciprocal teaching, dapat dilaksanakan sebagai berikut. a. Questioning Guru meminta siswa untuk mencari informasi mengenai perbandingan trigonometri, sehingga siswa dapat memperoleh pemahaman materi. b. Clarifying Guru meminta siswa mengklarifikasi pemahaman yang diperoleh dengan membandingkan berbagai sumber, atau dengan berdiskusi dengan teman kelompok. Kemudian guru mengklarifikasi pemahaman siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui pemahaman siswa dan proses bernalar siswa. 394

49 c. Summarizing Guru meminta siswa merangkum apa yang telah mereka dapatkan pada lembar yang diberikan oleh guru sehingga lebih menguatkan pemahaman siswa dan lebih mengkonstruksi pemahaman konsep dan proses bernalar siswa. d. Predicting Guru memberikan permasalahan-permasalahan trigonometri yang memfasilitasi siswa untuk memprediksi sehingga melibatkan penalaran dan pembuktian siswa. Masalah yang dapat diberikan kepada siswa sebagai berikut. Masalah. y B c a A b C x Tunjukkan bahwa, kemudian tunjukkan dalam beberapa sudut istimewa! Selanjutnya dengan menggunakan pernyataan di atas buktikan bahwa Dalam masalah di atas, apabila dikaji berdasarkan standar penalaran dan pembuktian dari NCTM maka masalah tersebut sudah memuat keempat standar. Standar reasoning and proof poin 1 (RP1): Siswa mengenali masalah tersebut dan mulai menyusun strategi penyelesaian. Dalam menunjukkan pernyataan siswa harus membuat dugaan dan menguatkan dugaan tersebut menggunakan definisi yang diberikan. (RP2): Siswa membuat dugaan yang digunakan kemudian diinvestigasi dengan menggunakan definisi yang diberikan. (RP3): Siswa mengembangkan dan mengevaluasi pernyataan tersebut dengan mencoba dalam beberapa sudut istimewa, selanjutnya siswa menemukan solusi permasalahan tersebut. (RP4) : Untuk memperkuat pemahaman dan penalaran siswa, maka siswa memilih beberapa cara untuk menujukkan permasalahan selanjutnya. Berikut uraian yang lebih detail dari masingmasing standar. a. RP1 Siswa mengenali bahwa untuk menunjukkan pernyataan tersebut siswa harus menyadari bahwa melibatkan penalaran matematis. Solusi yang ditemukan harus disertai dengan argumen yang kuat berdasarkan identitas trigonometri. b. RP2 Siswa membuat membuat strategi dan dugaan matematis dari definisi trigonometri yang diberikan. 395

50 Kemudian dari teorema pythagoras kita peroleh Sehingga ( ) ( ) c. RP3 Untuk mengevaluasi pernyataan tersebut siswa mencoba dengan beberapa sudut istimewa, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan bernalar deduktifnya. Untuk sudut, ( ) ( ) Untuk sudut, ( ) ( ) Untuk sudut, ( ) ( ) d. RP4 dan seterusnya. Untuk menguatkan pemahaman siswa dan mengembangkan penalaran deduktif, siswa memilih beberapa cara untuk membuktikan permasalahan Pertama, siswa dapat menggunakan pemahaman dari ruas kiri. Ruas kiri 3 cos 2 A 2 ( ) Ruas kiri = ruas kanan (terbukti) Kedua, siswa dapat menggunakan pemahaman dari ruas kanan. 396

51 Ruas kanan = 1 3sin 2 A ( ) Ruas kanan = ruas kiri (terbukti) Apabila siswa mampu membuktikan permasalahan tersebut maka siswa sudah mampu bernalar secara deduktif. Setingkat SMA, apabila siswa mampu melakukan ini berarti penalaran siswa tersebut dianggap sangat baik dan pembuktian siswa termasuk pembuktian yang baik. Hal tersebut didukung dengan pernyataan dari Styliandes & Styliandes (2009:243) yaitu: Pembuktian yang baik/berkualitas itu memenuhi beberapa kriteria, diantaranya adalah sebagai berikut. a. Pembuktian tersebut benar b. Pembuktian tertuju pada pertanyaan tertentu atau masalah yang diajukan Pembuktian jelas, meyakinkan, dan logis. Pembuktian yang jelas itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) pembuktian menggunakan bahasa, representasi, definisi, yang dipahami orang lain yang membaca pembuktian tersebut; (b) pembuktian harus bisa digunakan untuk meyakinkan keraguan; (c) pembuktian tidak memerlukan pembaca untuk mempercayai pembuktian tersebut (sebagai contoh kamu harus mempercayai aku ; (d) pokok utama harus ditekankan; (e) jika dapat diterapkan didukung dengan gambar, diagram, dan persamaan digunakan jika diperlukan; (f) pembuktian koheren; (g) jelas, melengkapi kalimat yang digunakan; dan (h) pembuktian dapat digunakan seseorang untuk menyelesaikan masalah yang sama. Berdasarkan uraian dan pendapat ahli di atas, menunjukkan bahwa apabila siswa dapat menggunakan bahwa apabila siswa dapat membuktikan dengan benar dengan langkahlangkah penalaran, maka siswa dianggap memiliki kemampuan penalaran dengan sangat baik. Proses pembuktian tidak harus mengintervensi pembaca namun dapat dilakukan dengan langkah-langkah tepat sehingga dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. 3. Kesimpulan dan Saran Penalaran dan pembuktian sudah seharusnya diajarkan di sekolah mulai tingkat playgroup sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sudah seharusnya ada dalam kurikulum matematika. Guru seharusnya memfasilitasi siswanya untuk terbiasa bernalar dan membuktikan/membenarkan argumennya. Salah satu cara yang bisa dilakukan guru adalah dengan merancang model pembelajaran yang dapat memfasilitasi proses bernalar dan pembuktian siswa sehingga dapat menarik minat siswa. Model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam bernalar yaitu reciprocal teaching yang sesuai dengan pendapat Ardiansyah (2015). Selain itu guru juga memberikan persoalan yang menantang agar siswa dapat mengembangkan kemampuan bernalarnya. Dengan demikian, rasa ingin tahu siswa akan meningkat dan siswa akan tertantang menyelesaikan tugas tersebut. Guru juga seharusnya terus memberikan motivasi kepada siswa karena siswa yang mampu bernalar sangat dipentingkan dalam memahami matematika. Selain itu penalaran dan 397

52 pembuktian juga membiasakan siswa untuk berfikir secara logis dan kritis dalam menanggapi suatu kejadian dan masalah dalam matematika, sehingga dapat memberikan alasan yang valid. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan dalam NCTM (2000) bahwa bagian dari keindahan matematika adalah ketika hal menarik terjadi, hal tersebut harus didasarkan pada alasan yang baik. Daftar Pustaka Anggraeni, Y Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Reciprocal. Jurnal Pendidikan Matematika: Sigma Didaktika. Bandung: APMI FPMIPA UPI. Ardiansyah, H Penerapan Reciprocal Teaching untukmeningkatkan PenalaranMatematisSiswapadaMateriRelasidanFungsiKelas XMIPA SMA Laboratorium UM. Tesis PPs UM Malang: TidakDiterbitkan. Boch, F Note Taking and Learning: A Summary of Reasearch. The WAC Journal, (16): Boesen, J. L The Relation Between Types of Assessment Tasks and The Mathematical Reasoning Students Use. Educational Studies in Mathematics, (75): Bieda, K. N., dkk Reasoning-and-Proving Opportunities in Elementary Mathematics Textbooks. United States: Michigan State University. Cooper, T. & Greive, C The effectiveness of the methods of reciprocal teaching, As applied within the NSW primary subject Human Society and its Environment: An exploratory study. TEACH pub Volume 3. Deshpande, A. R Text Summarixation Using Clustering Technique. International Journal of Engineering Trends and Technology, 8(4): Dhebora. L The Teaching of Proof. Doodittle, P. E, dkk Reciprocal Teaching for Reading Comprehension in Higher Education: A Strategy for Fostering The Deeper Understanding of Text. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education, (17): Garderen, D. V Reciprocal Teaching As a Comprehension Strategy For Understanding Mathematical Word Problems. Reading & Writing Quarterly, 20: ISSN: : Taylor & Francis Inc. Gur, H Trigonometry Learning. New Horizons in Education, Vol.57, No.1, May Balikesir University. Heinze, Aiso, dkk Learning to Prove with Heuristic Worked-out Examples. Germany: Lehrstuhl Didaktik der Mathematik, Universitas Munchen. Howard, J. B Reciprocal Teaching. Elon University. NC: Project T2. Kim, O. K.,& Kasmer, L The effect of Using Prediction Questioning in Middle School Algebra Classroom. (Online) Knapp, J. A Learning to Prove in Order to Prove to Learn.Rizona State University. 398

53 Meyer, K Making meaning in mathematics problem-solving using the reciprocal teaching approach. Literacy learning: the middle years (22) 5 : Moore, K. C Coherence, Quantitative Reasoning and The Trigonometry of Students. University of Georgia. NCTM Principles and standards for school mathematics. Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics. Nelson Primary School Mathematical Fluency, Reasoning and Problem Solving, (online). Diakses di Problem-Solving-and-Reasoning.pdf OECD PISA 2015 Result in Focus: OECD Indicators. OECD Publishing. Ohrun, N Student s Mistakes and Misconceptions on Teaching of Trigonometry. Anadolu University Science Faculty Mathemathics Department Oczkus, L Reciprocal Teaching: Powerful Hands-on Comprehension Strategy. The Utah Journal of Literacy Vol 16 No 1 Spring Pang, W. A Analogical Reasoning Errors in Mathematics at Junior Collage Level. Singapore. Parta, I. N Pengembangan Model Pembelajaran Inquiry untuk Penghalusan Pengetahuan Matematika Calon Guru Melalui Pengajuan Pertanyaan. Disertasi Tidak Diterbitkan. Surabaya: PPs UNESA. Reilly, Y., Parsons, J., & Bortolot, E Reciprocal Teaching in Mathematics. Reiss, K., dkk Reasoning and Proof in Geometry: Prerequeisites of Knowledge Acquisition in Secondary School Students. Deutsche Forschungsgemeinschaft. Russefendi, E.T Pengantar kepada membantu guru mengembangkan kompetensinya dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA: perkembangan kompetensi guru. Bandung: Tarsito. Sanjaya, W Strategi Pembelajaran Berorientasi standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group: Jakarta. Slavin, R Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media Stacey, K.,& Vincent, J Modes of Reasoning in Explanation Autralia Eight-grade Mathematics Textbook.Springer Science + Business Media. Styliandes, A.J & Styliandes, G. J Proof constructions and evaluations. Springer Science + Business Media. Sumarmo, U Proses Berpikir Matematik: Apa dan Mengapa Dikembangkan. Bahan belajar matakuliah proses berpikir matematik program S2 pendidikan matematika STKIP Siliwangi. Yang, Y. F Developing a reciprocal teaching/learning system for college remedial reading instruction. Computer & Education 55 (2)

54 PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KONEKSI SISWA SMP/MTs Lussy Midani Rizki 1), Risnawati 2), Zubaidah Amir MZ 3) 1) UIN SUSKA RIAU, Jalan HR Soebrantas No 155 KM 15, Pekanbaru; 2) UIN SUSKA RIAU, Jalan HR Soebrantas No 155 KM 15, Pekanbaru; 3) ) UIN SUSKA RIAU, Jalan HR Soebrantas No 155 KM 15, Pekanbaru; zubaidah_mz@yahoo.com Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menghasilkan LKS matematika berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning yang valid, praktis, dan efektif pada materi aritmatika sosial. Jenis penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan menggunakan model 4-D (Define, Design, Development, dan Disseminate). Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Pekanbaru. Subjek penelitian ini adalah kelas VII-3 dan objek penelitian ini adalah lembar kerja siswa berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning. Instrumen pengumpulan data berupa angket dan soal tes yang memfasilitasi kemampuan koneksi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis statistik deskriptif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan uji validitas, LKS berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning dinyatakan sangat valid dengan persentase tingkat kevalidan 83,72 %. Hasil uji kepraktisan diperoleh bahwa LKS berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning dinyatakan sangat praktis dengan persentase tingkat kepraktisan 89,94%. Hasil uji keefektifan, diperoleh bahwa LKS berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning dinyatakan sangat efektif dengan persentase keefektifan 86,49%. Dari hasil tersebut mengidentifikasi bahwa lembar kerja siswa yang dikembangkan valid, praktis, dan efektif. Kata Kunci: Lembar Kerja Siswa (LKS), Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Kemampuan Koneksi Matematis. 1. Pendahuluan Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan dari tingkat SD sampai SMA bahkan perguruan tinggi. Matematika menjadi salah satu pelajaran yang pokok karena mata pelajaran ini salah satu pelajaran yang masuk dalam Ujian Nasional. Sebagai suatu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh siswa tentunya ada standar kemampuan yang ingin dicapai. Menurut NCTM (National Council of Teacher of Mathematics) standar proses dalam pembelajaran matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan membuat koneksi (connection), dan kemampuan representasi (representation). 400

55 Kemampuan koneksi matematis merupakan kemampuan yang sangat penting karena akan membantu penguasaan konsep yang bermakna dan membantu menyelesaikan tugas pemecahan masalah melalui keterkaitan antarkonsep matematika dengan konsep dalam disiplin lain. Koneksi atau keterkaitan tersebut bertujuan untuk membantu permbentukan persepsi siswa, dengan cara melihat matematika sebagai bagian yang terintegrasi dengan kehidupan. Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah berusaha meningkatakan kualitas pembelajaran dengan mengadopsi berbagai pendekatan dalam pembelajaran. Salah satu pendekatan yang dianjurkan menurut M.Nur (2013) adalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Pendekatan CTL adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan isi pelajaran dengan lingkungan sekitar siswa atau dunia nyata siswa, sehingga akan membuat pembelajaran lebih bermakna (meaningful learning), karena siswa mengetahui pelajaran yang diperoleh di kelas akan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini mempunyai ciri yang biasa dikenal dengan tujuh komponen CTL, yakni 1) Construktivisme, 2) Inquiry, 3) Questioning, 4) Learning Community, 5) Modelling, 6) Reflection, 7) Authentic Assesment. Pendekatan CTL ini dapat membantu guru untuk menyusun perencanaan pembelajaran sesuai dengan tujuh komponen dan dapat digunakan sebagai bahan ajar yang memfasilitasi siswa untuk mengkonstruk pengetahuan. Dengan tujuh komponen tersebut, maka siswa akan melakukan kegiatan belajar seperti mencari, mengolah, menghubungkan dan menemukan pengalaman belajar yang lebih konkret. Ini berarti proses pembelajaran merupakan hal penting yang akan dilihat guru sebagai bentuk pencapaian tujuan pembelajaran. Untuk memudahkan kegiatan tersebut, maka guru dapat memfasilitasi dengan bahan ajar, salah satunya adalah dengan Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS merupakan suatu pedoman yang telah disusun sedemikian rupa sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperluas pemahaman materi yang menjadi tujuan pembelajaran. Pedoman tersebut berisi kegiatan-kegiatan yang terarah dan aktif dan dapat dijadikan penuntun bagi siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Namun, kebanyakan LKS yang beredar di pasaran belum sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan juga belum tersedia LKS yang dapat menunjang siswa dalam mengaitakan konsep yang dipelajari dengan konsep sebelumnya. Apalagi dengan tampilan LKS yang kurang menarik serta gaya bahasa yang sulit untuk dimengerti oleh siswa. Ini merupakan kekurangan dari LKS yang dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran di sebagian besar SMP/MTs di Pekanbaru. Mencermati permasalahan yang dijumpai di sebagian besar SMP/MTs yang berada di Pekanbaru tersebut, maka perlu adanya pengembangan LKS guna menciptakan proses pembelajaran yang berarti dan sesuai dengan ketentuan kurikulum. Hal ini akan memberikan kesempatan pada siswa untuk mengkonstruk pengetahuan dengan melakukan kegiatan berpikir yang aktif. Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti mencoba untuk melakukan suatu penelitaian yang berjudul Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk Memfasilitasi Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP/MTs. Sehingga permasalahan pada penelitian ini adalah: 1) Bagaimana tingkat 401

56 validitas LKS berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk memfasilitasi kemampuan koneksi matematis siswa kelas VII SMP/MTs Pekanbaru? 2) Bagaimana tingkat kepraktisan LKS berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk memfasilitasi kemampuan koneksi matematis siswa kelas VII SMP/MTs Pekanbaru? 3) Bagaimana tingkat efektivitas LKS berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk memfasilitasi kemampuan koneksi matematis siswa kelas VII SMP/MTs Pekanbaru? 2. Metode Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (research and development) dengan model pengembangan yang peneliti gunakan ialah model 4D. Menurut Endang Mulyatiningsih (2011: 195) model 4D merupakan singkatan dari Define (pendefinisian), Design (perancangan), Development (pengembangan) and Dissemination (penyebaran) yang dikembangkan oleh Thiagarajan. Namun peneliti tidak melakukan tahap dissemination disebabkan oleh terbatasnya waktu, biaya dan tenaga. Subjek dalam penelitian adalah siswa kelas VII-3 SMP Negeri 5 Pekanbaru. Sedangkan objek penelitian ini adalah pengembangan LKS matematika berbasis Contextual Teaching and Learning untuk memfasilitasi kemampuan koneksi siswa. Waktu penelitian sudah dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2016/2017. Pada tahap validasi, LKS divalidasi oleh ahli materi dan ahli desain media pembelajaran serta guru yang bersangkutan. Adapun validator LKS ini adalah Ibu Septika Khairinnisa, M.Pd, Ibu Rena Revita, M.Pd, dan Bapak Margun, S.Pd. Setelah dinyatakan valid, kemudian LKS diujicobakan pada kelompok kecil, diambil sebanyak 7 orang siswa kelas VII. Selanjutnya LKS diujicobakan pada kelompok terbatas, diambil sebanyak 37 orang siswa kelas VII-3 SMP Negeri 5 Pekanbaru. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat kepraktisan LKS. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar validasi LKS, lembar uji kepraktisan yakni angket respons siswa, dan soal tes. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik angket dan teknik tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kevalidan, analisis kepraktisan, dan analisis efektivitas. 3. Hasil dan Pembahasan Penelitian pengembangan ini menghasilkan suatu produk berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk memfasilitasi kemampuan koneksi siswa kelas VII dengan materi pokok aritmatika sosial, dan model yang digunakan dalam pengembangan produk ini adalah model pengembangan 4-D. Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut. 3.1 Define Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran. Dalam menentukan dan menetapkan syarat-syarat pembelajaran diawali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang dikembangkan bahan ajarnya berupa (LKS). Langkah-langkah dalam 402

57 tahap ini terdiri dari analisis kurikulum, analisis karakteristik siswa, analisis materi, dan merumuskan tujuan Analisis Kurikulum Pada tahap awal, peneliti mengkaji kurikulum yang berlaku pada saat itu. Dalam kurikulum terdapat kurikulum yang ingin dicapai, analisis kurikulum berguna untuk menetapkan pada kompetensi yang mana bahan ajar tersebut akan dikembangkan. Kurikulum yang digunakan di sekolah yang dijadikan penelitian adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Analisis Karakteristik Siswa Adapun karakteristik siswa yang meliputi tingkat perkembangan kognitif siswa dan keterampilan siswa baik secara individu maupun kelompok yang peneliti temui di SMP Negeri 5 Pekanbaru adalah sebagai berikut: 1) Siswa kelas VII.3 SMP N 5 Pekanbaru memliki karakteristik kemampuan belajar matematika yang cukup merata. 2) Siswa dapat menyelesaikan masalah secara berkelompok. 3) Siswa hanya menghafal rumus tanpa memahami konsep penggunaan rumus, sehingga sulit untuk menyelesaikan soal yang beragam. 4) Siswa hanya mendengar penjelasan materi dari guru sehingga membuat siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran. 5) Siswa terbiasa menggunakan fasilitas belajar yang disediakan dari sekolah yakni seperti wifi. Data-data tersebut menunjukkan bahwa siswa kelas VII.3 SMP N 5 Pekanbaru memenuhi syarat sebagai subyek penelitian untuk uji coba lapangan Analisis Materi Pengembangan materi LKS dilakukan untuk menganalisis konsep. Berdasarkan analisis standar kompentensi sesuai dengan kurikulum KTSP yaitu menggunakan bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, dan perbandingan dalam pemecahan masalah. Dari standar kompetensi tersebut dirumuskan menjadi kompetensi dasar yaitu menggunakan konsep aljabar dalam pemecahan masalah aritmatika sosial yang sederhana. Kemudian dirumuskan menjadi beberapa indikator pembelajaran Merumuskan Tujuan Tujuan yang dirumuskan harus sesuai dengan indikator yang akan dicapai. Adapun tujuan pembelajaran yang hendak dicapai adalah sebagai berikut: 1) Siswa mengidentifikasi pengertian harga satuan dan harga keseluruhan barang berdasarkan harga pembelian. 2) Siswa mampu menentukan harga satuan dan harga keseluruhan barang berdasarkan harga pembelian. 3) Siswa mampu mengidentifikasi pengertian harga jual, harga beli, untung dan rugi dalam kegiatan ekonomi. 4) Siswa mampu menghitung harga jual, harga beli, untung dan rugi dalam kegiatan ekonomi. 5) Siswa mampu menentukan persentase harga jual, harga beli, untung dan rugi dalam kegiatan ekonomi. 6) Siswa mampu mengidentifikasi pengertian diskon, bruto, tara dan neto dalam kegiatan ekonomi. 7) Siswa mampu menentukan besar diskon, bruto, tara dan neto dalam kegiatan ekonomi. 8) Siswa mampu mengidentifikasi pengertian bunga tabungan dan pajak dalam kegiatan ekonomi. 9) Siswa mampu menentukan dan menghitung bunga tabungan dan pajak dalam kegiatan. 403

58 3.2 Design Desain merupakan tahap yang dilakukan setelah melakukan analisis kurikulum, analisis karakteristik siswa, analisis materi dan merumuskan tujuan. Dalam hal ini peneliti menyusun empat LKS berbasis CTL yang disusun sesuai dengan kebutuhan siswa. Empat LKS yang dirancang disampaikan dalam empat kali pertemuan dengan masing-masing alokasi waktu menyesuaikan dengan jadwal belajar di SMP N 5 Pekanbaru. Struktur LKS yang dikembangkan terdiri atas enam komponen yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi yang ingin dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja serta penilaian. LKS ini dirancang sedemikian rupa sesuai dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning. Proses perancangan LKS dimulai dari analisis tugas LKS. Hasil analisis tersebut yakni terdiri dari struktur isi dan analisis proses informasi sesuai dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning. Adapun analisis tersebut akan dibahas berikut ini. Analisis struktur isi bertujuan mencari informasi yang dapat membantu merancang LKS yang akan dibuat. Hasil analisis ini memberikan pemahaman bahwa struktur LKS yang akan dikembangkan terdiri atas enam komponen yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi yang ingin dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja serta penilaian. LKS ini dirancang sedemikian rupa sesuai dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning. Dengan demikian maka siswa dapat menggunakan LKS untuk memudahkannya dalam mengkonstruksi konsep atau pengetahuan. Analisis struktur isi dijadikan landasan untuk merancang LKS yang akan dibuat baik dari segi format maupun bagian-bagian LKS. Format LKS yang dipilih tidak lepas dari analisis struktur isi. Adapun format LKS yang direncanakan adalah penggunaan kalimat yang sederhana dan jelas, memberikan tempat jawaban untuk menuliskan jawaban hasil diskusi LKS, penggunaan penomoran untuk memperjelas bagian LKS, dan penggunaan kesederhanaan kepadatan halaman agar siswa dapat fokus melakukan langkah-langkah pada LKS. Dalam pemilihan format LKS bahasa harus diperhatikan. Bahasa dilihat dari tingkat usia. Subyek dari pengembangan LKS ini ditujukan pada siswa sekolah tingkat SMP. Diketahui bahwa mereka belum bisa memahami bahasa dengan tingkat tinggi. Maka, bahasa yang digunakan harus sederhana dan dapat menuntun siswa ke pokok permasalahan. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah rancangan LKS yang menyesuaikan dengan tujuh komponen CTL. Adapun kriteria dalam perancangan LKS yakni menyesuaikan dengan struktur isi dan format LKS. Tujuannya adalah agar melalui pendekatan CTL siswa dapat menggunakan LKS sebaik-baiknya dengan urutan atau langkah-langkah guna mencari penyelesaian suatu masalah. LKS yang dirancang memiliki tiga bagian pokok. Bagian awal LKS berisikan cover dan petunjuk penggunaan LKS. Pada cover LKS memuat identitas pengguna, judul LKS, nama LKS, kompetensi dasar, indikator, dan tujuan. Selain itu cover juga diberikan gambar-gambar sesuai dengan judul LKS. 404

59 Selanjutnya adalah bagian petunjuk penggunaan LKS. Bagian ini bertujuan mempermudah siswa dalam mengerjakan LKS yang berkaitan dengan komponen CTL. Petunjuk penggunaan LKS berisi informasi aturan pengerjaan LKS, tujuh komponen CTL dan keterangan warna untuk setiap urutan pengerjaan LKS. Berikut merupakan gambar petunjuk penggunaan LKS. Hasil analisis informasi diperoleh bahwa bagian isi dirancang menyesuaikan dengan bagianbagian pada tahapan inkuiri yang merupakan bagian dari komponen CTL. Tahapan tersebut secara berurutan yakni mengidentifikasi atau menemukan masalah, membuat hipotesis, mencari data, menguji hipotesis, membuat kesimpulan dan mengerjakan soal penerapan. Tahapan pertama adalah mengidentifikasi masalah. Tahapan ini siswa dilatih untuk menemukan masalah berdasarkan cerita atau pernyataan yang disajikan di LKS. Tahapan ini berupa aktivitas yang dimaksudkan untuk memunculkan konsep awal kepada siswa dan mengarahkan pemikirannya pada materi yang akan dipelajari. Selain itu tahapan ini merupakan tahap konstruktivisne yakni membangun pengetahuan siswa. Selanjutnya tahap kedua adalah tahap membuat hipotesis. Tahapan ini berupa aktivitas yang melatih siswa untuk merumuskan jawaban sementara terhadap identifikasi masalah pada tahap pertama. Hipotesis yang dirumuskan dapat dengan memprediksi jawaban apa yang sesuai untuk menjawab masalah. Namun tetap dalam konteks isi materi yang sedang dipelajari. Pada tahap ketiga yakni mencari data. Tahap ini melatih siswa untuk melakukan kegiatan aktif. Ada dua komponen CTL yang termuat pada tahap ini yakni bertanya dan masyarakat belajar. Aktivitas bertanya ini akan membantu siswa mengumupulkan jawaban-jawaban berdasarkan hasil pengamatan di lapangan. Masyarakat belajar dapat berupa aktivitas sosial berkaitan dengan mengumpulkan data-data untuk menjawab permasalahan sesuai dengan hasil hipotesis. Pada tahap keempat yakni menguji hipotesis. Hal ini dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari tahap ketiga. Uji hipotesis dapat dilakukan dengan menghitung dan mengimplementasikan perhitungan yang ada pada materi aritmatika sosial. Adapun komponen CTL yang termuat pada tahap ini adalah pemodelan. Pemodelan dapat berupa memodelkan rumus matematika yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan sebelumnya. Rumusrumus tersebut bukan hanya menggunakan rumus pada materi yang sedang dipelajari saja, akan tetapi juga menggunakan gabungan beberapa rumus pada pokok bahasan aritmetika sosial. Disinilah tampak konsep akan dikonstruksi. Selanjutnya tahap kelima yakni kesimpulan. Tahap ini membantu siswa untuk menyimpulkan hasil yang telah diperoleh berdasarkan tahapan yang telah dilakukan. Kesimpulan dibuat berkaitan dengan isi hipotesis yang sudah dibuat pada tahap kedua. Di sinilah letak komponen refleksi yang dapat melihat keterampilan siswa dalam mengelola konsep yang telah diperoleh sesuai tahap-tahapan sebelumnya. Tahapan terakhir yakni menyelesaikan soal penerapan. Tahapan ini melatih siswa untuk menggunakan kesimpulan yang telah diperolehnya, baik itu dari segi konsep maupun 405

60 perhitungan yang melibatkan rumus-rumus untuk memperkuat pemahamannya. Aktivitas pada tahap ini juga merupakan bagian dari komponen CTL yakni refleksi. Melalui refleksi siswa dilatih untuk menyelesaikan soal-soal perhitungan berdasarkan konstruksi konsep yang telah diperoleh sesuai dengan kelima tahapan sebelumnya. Soal penerapan yang diberikan merupakan soal koneksi matematis yang diselesaikan dengan cara menghubungkannya dengan konsep-konsep materi sebelumnya, maupun materi lain, ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Pada bagian penutup LKS dicantumkan poin penilaian untuk setiap tahapan kegiatan pada LKS. Berikut ini merupakan salah satu produk hasil pengembangan lembar kerja siswa berbasis pendekatan Contextual Teaching and Learning untuk memfasilitasi kemampuan koneksi matematis siswa SMP/MTs. 3.3 Development Uji Validitas Gambar 1. Produk hasil pengembangan LKS yang telah selesai dirancang kemudian divalidasi oleh validator ahli desain dan ahli materi dengan menggunakan lembar validasi dan melalui diskusi. Validasi ini bertujuan untuk mengetahui kevalidan LKS yang dibuat sudah layak atau tidak untuk digunakan atau diuji coba terhadap siswa. Uji validasi oleh ahli materi bertujuan untuk mengetahui kevalidan LKS yang dinilai dari aspek isi, materi, tujuan dan pendekatan CTL.Uji validasi oleh ahli desain untuk mengetahui kevalidan LKS yang dinilai dari aspek format penulisan, bahasa yang digunakan, kemasan atau tampilan LKS dan penempatan gambar. Hasil yang 406

PROBLEM POSING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PROBLEM POSING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PROBLEM POSING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Asmidi SMPN 1 Sukadana, Sukadana, Kabupaten Kayong Utara; asmidi100@gmail.com Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan problem posing dalam pembelajaran

Lebih terperinci

SEPULUH STRATEGI DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

SEPULUH STRATEGI DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SEPULUH STRATEGI DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Syahlan Pendidikan Matematika FKIP-UISU, Medan, syahlanbaak@gmail.com Abstrak. Salah satu tujuan dalam pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Berkarakter ISSN FKIP UM Mataram Vol. 1 No. 1 April 2018, Hal

Jurnal Pendidikan Berkarakter ISSN FKIP UM Mataram Vol. 1 No. 1 April 2018, Hal Jurnal Pendidikan Berkarakter ISSN 2615-1421 FKIP UM Mataram Vol. 1 No. 1 April 2018, Hal. 06-10 ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH OPEN-ENDED PADA MATERI BANGUN

Lebih terperinci

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2)

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2) ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN LANGKAH-LANGKAH POLYA PADA MATERI TURUNAN FUNGSI DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIS-MATEMATIS SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014

Lebih terperinci

Profil Kreativitas Mahasiswa Berdasarkan Gaya Berpikirnya dalam Memecahkan Masalah Fisika di Universitas Negeri Makassar

Profil Kreativitas Mahasiswa Berdasarkan Gaya Berpikirnya dalam Memecahkan Masalah Fisika di Universitas Negeri Makassar ISSN:89 0133 Indonesian Journal of Applied Physics (15) Vol.5 No.1 Halaman 1 April 15 Profil Kreativitas Mahasiswa Berdasarkan Gaya Berpikirnya dalam Memecahkan Masalah Fisika di Universitas Negeri Makassar

Lebih terperinci

KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA)

KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA) KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA) Tri Hapsari Utami Abstract: This article discusses a design of mathematics learning at what

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN:

PROSIDING ISSN: PM-33 PROSES BERPIKIR KREATIF DALAM PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XI-AP4 SMK NEGERI 2 MADIUN TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Maya Kristina Ningsih 1), Imam Sujadi 2),

Lebih terperinci

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP Anggun Rizky Putri Ulandari, Bambang Hudiono, Bistari Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

Kata kunci: pemecahan masalah matematika, proses berpikir kreatif, tahapan Wallas, tingkat berpikir kreatif

Kata kunci: pemecahan masalah matematika, proses berpikir kreatif, tahapan Wallas, tingkat berpikir kreatif 1 Proses Berpikir Kreatif Siswa Berdasarkan Tingkat Berpikir Kreatif dalam Memecahkan Soal Cerita Sub Pokok Bahasan Keliling dan Luas Segi Empat Berbasis Tahapan Wallas (The Creative Thinking Process Of

Lebih terperinci

STUDI KUALITATIF GAYA BERPIKIR PESERTA DIDIK DALAM MEMECAHKAN MASALAH FISIKA INTISARI

STUDI KUALITATIF GAYA BERPIKIR PESERTA DIDIK DALAM MEMECAHKAN MASALAH FISIKA INTISARI Berkala Fisika Indonesia Volume 6 Nomor Januari 204 STUDI KUALITATIF GAYA BERPIKIR PESERTA DIDIK DALAM MEMECAHKAN MASALAH FISIKA Hartono Bancong Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER

ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PROGRAM LINIER Sri Irawati Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Madura Alamat : Jalan Raya Panglegur 3,5 KM

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA MATERI BANGUN DATAR DI SMP

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA MATERI BANGUN DATAR DI SMP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA MATERI BANGUN DATAR DI SMP Tomo, Edy Yusmin, dan Sri Riyanti Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Email : tomo.matematika11@gmail.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

Problem Posing untuk Menilai Hasil Belajar Matematika

Problem Posing untuk Menilai Hasil Belajar Matematika Problem Posing untuk Menilai Hasil Belajar Matematika P 3 Dr. Ali Mahmudi Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Yogyakarta Email: ali_uny73@yahoo.com. Abstrak Problem posing merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 No.5 Tahun 2016 ISSN :

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 No.5 Tahun 2016 ISSN : MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 No.5 Tahun 2016 ISSN : 2301-9085 PROFIL PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA OPEN-ENDED DENGAN TAHAP CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) DITINJAU DARI KEMAMPUAN

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMBELAJARAN PROBLEM POSING PADA MATERI BANGUN DATAR

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMBELAJARAN PROBLEM POSING PADA MATERI BANGUN DATAR KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMBELAJARAN PROBLEM POSING PADA MATERI BANGUN DATAR Sasmita, Bambang Hudiono, Asep Nurasangaji Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak Email : sasmita_mita70@yahoo.co.id

Lebih terperinci

DISPOSISI MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH BERBENTUK OPEN START DI SMP NEGERI 10 PONTIANAK

DISPOSISI MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH BERBENTUK OPEN START DI SMP NEGERI 10 PONTIANAK DISPOSISI MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH BERBENTUK OPEN START DI SMP NEGERI 10 PONTIANAK Maisaroh, Edy Yusmin, Asep Nursangaji Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan

Lebih terperinci

Wirdah Pramita N. 1, Didik S.P. 2, Arika I.K. 3

Wirdah Pramita N. 1, Didik S.P. 2, Arika I.K. 3 PENERAPAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH MENURUT POLYA MATERI PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWAKELAS VII B SMP NEGERI 10 JEMBER TAHUN AJARAN 2012/2013 Wirdah Pramita N. 1,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu

I. PENDAHULUAN. menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia selalu berusaha mengembangkan dirinya untuk menghadapi

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT BERPIKIR KREATIF SISWA GAYA BELAJAR VISUAL DALAM MEMECAHKAN MASALAH PERSEGI PANJANG DAN PERSEGI

ANALISIS TINGKAT BERPIKIR KREATIF SISWA GAYA BELAJAR VISUAL DALAM MEMECAHKAN MASALAH PERSEGI PANJANG DAN PERSEGI ANALISIS TINGKAT BERPIKIR KREATIF SISWA GAYA BELAJAR VISUAL DALAM MEMECAHKAN MASALAH PERSEGI PANJANG DAN PERSEGI Sunardi 1, Amalia Febrianti Ramadhani 2, Ervin Oktavianingtyas 3 Abstract. This study aims

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENEMUAN TERBIMBING PADA SISWA KELAS VII 7 SMPN 1 SOLOK SELATAN

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENEMUAN TERBIMBING PADA SISWA KELAS VII 7 SMPN 1 SOLOK SELATAN PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PENEMUAN TERBIMBING PADA SISWA KELAS VII 7 SMPN 1 SOLOK SELATAN ARTIKEL Oleh ZULFARIDA PROGRAM SARJANA KEPENDIDIKAN BAGI

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN OSCAR

PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN OSCAR PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN OSCAR Iis Holisin 1), Chusnal Ainy 2), Febriana Kristanti 3) 1)2)3) Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

STRATEGI SOLUSI DALAM PEMECAHAN MASALAH POLA BILANGAN PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 PONTIANAK. Nurmaningsih. Abstrak. Abstract

STRATEGI SOLUSI DALAM PEMECAHAN MASALAH POLA BILANGAN PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 PONTIANAK. Nurmaningsih. Abstrak. Abstract STRATEGI SOLUSI DALAM PEMECAHAN MASALAH POLA BILANGAN PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 PONTIANAK Nurmaningsih Program Studi Pendidikan Matematika, IKIP-PGRI Pontianak, Jalan Ampera No. 88 Pontianak e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika dipandang sebagai ratu ilmu dan di dalamnya terdapat beragam pendekatan, metode yang bersifat logis dan valid. Matematika memuat masalah yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Dengan PISA (Program for International Student Assessment) dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Dengan PISA (Program for International Student Assessment) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak yang memiliki peranan penting dalam kehidupan, baik dalam bidang pendidikan formal maupun non formal. Sekolah

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIS SISWA DALAM MATERI KUBUS DI KELAS IX SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

KEMAMPUAN PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIS SISWA DALAM MATERI KUBUS DI KELAS IX SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KEMAMPUAN PENYELESAIAN MASALAH MATEMATIS SISWA DALAM MATERI KUBUS DI KELAS IX SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Rizki Dwi Lestari, Sugiatno, Sri Riyanti Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA. Ardiyanti 1), Haninda Bharata 2), Tina Yunarti 2)

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA. Ardiyanti 1), Haninda Bharata 2), Tina Yunarti 2) ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA Ardiyanti 1), Haninda Bharata 2), Tina Yunarti 2) ardiyanti23@gmail.com 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika 2 Dosen Program

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERSAMAAN KUADRAT PADA PEMBELAJARANMODEL CREATIVE PROBLEM SOLVING

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERSAMAAN KUADRAT PADA PEMBELAJARANMODEL CREATIVE PROBLEM SOLVING ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERSAMAAN KUADRAT PADA PEMBELAJARANMODEL CREATIVE PROBLEM SOLVING Ratna Purwati 1, Hobri 2, Arif Fatahillah 3 Email: ratnapurwati85@gmail.com

Lebih terperinci

JURNAL. APPLICATION PROBLEM POSING LERNING MODEL TO IMPROVE MATHEMATICAL UNDERSTANDING OF 8 th GRADE UPTD SMPN 1 MOJO IN THE ACADEMIC YEAR 2016/2017

JURNAL. APPLICATION PROBLEM POSING LERNING MODEL TO IMPROVE MATHEMATICAL UNDERSTANDING OF 8 th GRADE UPTD SMPN 1 MOJO IN THE ACADEMIC YEAR 2016/2017 JURNAL PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA KELAS VIII UPTD SMPN 1 MOJO TAHUN PELAJARAN 2016/2017 APPLICATION PROBLEM POSING LERNING MODEL

Lebih terperinci

KATEGORI BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SURAKARTA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI POKOK HIMPUNAN

KATEGORI BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SURAKARTA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI POKOK HIMPUNAN KATEGORI BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SURAKARTA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI POKOK HIMPUNAN Rahmawati Masruroh 1, Imam Sujadi 2, Dewi Retno Sari S 3 1,2,3 Prodi Magister

Lebih terperinci

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika PENINGKATAN KONEKSI MATEMATIKA MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING BERBASIS BRAINSTORMING PADA SISWA KELAS VIII-H SEMESTER GENAP SMP NEGERI 5 KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2014/2015 ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Penelitian

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN RUBRIK BERPIKIR KREATIF SISWA MENENGAH ATAS DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA

PENGEMBANGAN RUBRIK BERPIKIR KREATIF SISWA MENENGAH ATAS DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA Fitriani & Yarmayani p-issn: 2086-4280; e-issn: 2527-8827 PENGEMBANGAN RUBRIK BERPIKIR KREATIF SISWA MENENGAH ATAS DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DEVELOPMENT OF RUBRIC CREATIVITY THINKING SKILL

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN LANGSUNG DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN LANGSUNG DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN LANGSUNG DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF Emilda Mustapa. 1, Sri Hastuti Noer 2, Rini Asnawati 2 emildamustapa@gmail.com 1 Mahasiswa Program

Lebih terperinci

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PERSAMAAN LINIER SATU VARIABEL BERDASARKAN TEORI POLYA PADA SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2017/2018 Disusun sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

Pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe student facilitator and explaining terhadap pemahaman matematik peserta didik

Pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe student facilitator and explaining terhadap pemahaman matematik peserta didik Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika vol. 2 no. 1, pp. 29 34, Maret 2016 Pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe student facilitator and explaining terhadap pemahaman matematik

Lebih terperinci

PROFIL KREATIVITAS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PLOSO BERKEMAMPUAN MATEMATIKA TINGGI DALAM PENGAJUAN SOAL MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER

PROFIL KREATIVITAS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PLOSO BERKEMAMPUAN MATEMATIKA TINGGI DALAM PENGAJUAN SOAL MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER PROFIL KREATIVITAS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PLOSO BERKEMAMPUAN MATEMATIKA TINGGI DALAM PENGAJUAN SOAL MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER Syarifatul Maf ulah Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu

Lebih terperinci

ANALISIS KESULITAN MEMECAHKAN MASALAH PADA MATA KULIAH FISIKA MODERN MAHASISWA CALON GURU FISIKA

ANALISIS KESULITAN MEMECAHKAN MASALAH PADA MATA KULIAH FISIKA MODERN MAHASISWA CALON GURU FISIKA ANALISIS KESULITAN MEMECAHKAN MASALAH PADA MATA KULIAH FISIKA MODERN MAHASISWA CALON GURU FISIKA Dewi Sartika 1, Nur Aisyah Humairah 2 1,2 Universitas Sulawesi Barat 1 dewi.sartika@unsulbar.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

Eko Wahyu Andrechiana Supriyadi 1, Suharto 2, Hobri 3

Eko Wahyu Andrechiana Supriyadi 1, Suharto 2, Hobri 3 ANALISIS KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS BERDASARKAN NCTM (NATIONAL COUNCIL OF TEACHERS OF MATHEMATICS) SISWA SMK KELAS XI JURUSAN MULTIMEDIA PADA POKOK BAHASAN HUBUNGAN ANTAR GARIS Eko Wahyu Andrechiana Supriyadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin dan mengarahkan peserta didik dengan berbagai problema

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia berkualitas. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN DIMENSI TIGA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SMA NEGERI 2 TANJUNG RAJA

PEMBELAJARAN DIMENSI TIGA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SMA NEGERI 2 TANJUNG RAJA PEMBELAJARAN DIMENSI TIGA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SMA NEGERI 2 TANJUNG RAJA Norma Setiawati 1, Zulkardi 2, dan Cecil Hiltrimartin 3 1 norma_thsetia@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALYSIS OF STUDENT REASONING ABILITY BY FLAT SHAPE FOR PROBLEM SOLVING ABILITY ON MATERIAL PLANEON STUDENTS OF PGSD SLAMET RIYADI UNIVERSITY

ANALYSIS OF STUDENT REASONING ABILITY BY FLAT SHAPE FOR PROBLEM SOLVING ABILITY ON MATERIAL PLANEON STUDENTS OF PGSD SLAMET RIYADI UNIVERSITY ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA BERDASARKAN LANGKAH-LANGKAH POLYA UNTUK MEMECAHKAN MASALAH MATERI BANGUN DATAR PADA MAHASISWA PGSD UNIVERSITAS SLAMET RIYADI ANALYSIS OF STUDENT REASONING ABILITY

Lebih terperinci

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATEMATIKA

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATEMATIKA 1 PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATEMATIKA Widya Septi Prihastuti, Bambang Hudiono, dan Ade Mirza Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Email: wwidyasp@yahoo.com

Lebih terperinci

REPRESENTASI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA OLEH SISWA SEKOLAH DASAR. Janet Trineke Manoy

REPRESENTASI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA OLEH SISWA SEKOLAH DASAR. Janet Trineke Manoy Seminar Nasional Statistika IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009 REPRESENTASI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA OLEH SISWA SEKOLAH DASAR Janet Trineke Manoy Jurusan Matematika FMIPA Unesa

Lebih terperinci

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH DALAM MATEMATIKA.

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH DALAM MATEMATIKA. STRATEGI PEMECAHAN MASALAH DALAM MATEMATIKA Karsoni Berta Dinata 1 1 Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Muhammadiyah Kotabumi email: karsoni.bertadinata@yahoo.com Abstract The main purpose of studying

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan bakat serta kepribadiannya.

Lebih terperinci

PEMECAHAN MASALAH TIPE WHAT S ANOTHER WAY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS V SD

PEMECAHAN MASALAH TIPE WHAT S ANOTHER WAY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS V SD PEMECAHAN MASALAH TIPE WHAT S ANOTHER WAY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS V SD Azizah Imtichanah 158620600201/Semester 6/Kelas A4/S-1 PGSD Universitas Muhammadiyah Sidoarjo azizahimtichanah1005@gmail.com

Lebih terperinci

PROFIL PENGAJUAN SOAL MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP PADA MATERI PERBANDINGAN DITINJAU DARI PERBEDAAN KEMAMPUAN MATEMATIKA DAN PERBEDAAN JENIS KELAMIN

PROFIL PENGAJUAN SOAL MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP PADA MATERI PERBANDINGAN DITINJAU DARI PERBEDAAN KEMAMPUAN MATEMATIKA DAN PERBEDAAN JENIS KELAMIN PROFIL PENGAJUAN SOAL MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP PADA MATERI PERBANDINGAN DITINJAU DARI PERBEDAAN KEMAMPUAN MATEMATIKA DAN PERBEDAAN JENIS KELAMIN Ika Wahyuni Agustina 1, Siti Maghfirotun Amin 1 Jurusan

Lebih terperinci

BANYAK CARA, SATU JAWABAN: ANALISIS TERHADAP STRATEGI PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI

BANYAK CARA, SATU JAWABAN: ANALISIS TERHADAP STRATEGI PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI BANYAK CARA, SATU JAWABAN: ANALISIS TERHADAP STRATEGI PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI Al Jupri Universitas Pendidikan Indonesia e-mail: aljupri@upi.edu ABSTRAK Geometri adalah salah satu topik esensial dalam

Lebih terperinci

BERPIKIR KREATIF DALAM PEMBELAJARAN RME

BERPIKIR KREATIF DALAM PEMBELAJARAN RME Tersedia secara online EISSN: 2502-471X BERPIKIR KREATIF DALAM PEMBELAJARAN RME Agus Prianto, Subanji, I Made Sulandra Pendidikan Matematika Pascasarjana-Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMK BERGAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMK BERGAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMK BERGAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT Hikmah Maghfiratun Nisa 1, Cholis Sa dijah 2, Abd Qohar 3 1 Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KONEKSI SISWA SMP/MTs

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KONEKSI SISWA SMP/MTs PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KONEKSI SISWA SMP/MTs Lussy Midani Rizki 1), Risnawati 2), Zubaidah Amir MZ 3) 1) UIN

Lebih terperinci

Agus Prianggono 1, Riyadi 2, Triyanto 3

Agus Prianggono 1, Riyadi 2, Triyanto 3 ANALISIS PROSES BERPIKIR KREATIF SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURURUAN (SMK) DALAM PEMECAHAN DAN PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI PERSAMAAN KUADRAT Agus Prianggono 1, Riyadi 2, Triyanto 3 1 Sekolah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemecahan masalah matematis merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki siswa. Pengembangan kemampuan ini menjadi fokus penting dalam pembelajaran matematika

Lebih terperinci

Pengembangan Instrumen Pengukuran Kompleksitas Soal Kontekstual Matematika

Pengembangan Instrumen Pengukuran Kompleksitas Soal Kontekstual Matematika Phenomenon, 2017, Vol. 07 (No. 2), pp. 99-109 JURNAL PHENOMENON http://phenomenon@walisongo.ac.id Pengembangan Instrumen Pengukuran Kompleksitas Soal Kontekstual Matematika Chatarina Citra Susilowati 1,

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH DIVERGEN SUB POKOK BAHASAN SEGITIGA DAN SEGIEMPAT BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH DIVERGEN SUB POKOK BAHASAN SEGITIGA DAN SEGIEMPAT BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH DIVERGEN SUB POKOK BAHASAN SEGITIGA DAN SEGIEMPAT BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA Titik Sugiarti 1, Sunardi 2, Alina Mahdia Desbi 3 Abstract.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TENTANG PECAHAN SISWA KELAS IV SD

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TENTANG PECAHAN SISWA KELAS IV SD PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TENTANG PECAHAN SISWA KELAS IV SD Oleh: Liyandari 1, Wahyudi. 2, Imam Suyanto 3 1 Mahasiswa PGSD FKIP Universitas

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII-F SMPN 14 BANJARMASIN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MEANS END ANALYSIS (MEA)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII-F SMPN 14 BANJARMASIN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MEANS END ANALYSIS (MEA) MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII-F SMPN 14 BANJARMASIN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MEANS END ANALYSIS (MEA) Yuda Rama Al Fajar Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lambung

Lebih terperinci

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2, NOMOR 2, JULI 2011

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2, NOMOR 2, JULI 2011 Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematika Siswa SMP Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Open Ended Syarifah Fadillah (Dosen Matematika STKIP PGRI Pontianak; e-mail: atick_fdl@yahoo.co.id)

Lebih terperinci

LITERASI MATEMATIS SISWA PADA KONTEN QUANTITY DI SMP NEGERI 02 PONTIANAK

LITERASI MATEMATIS SISWA PADA KONTEN QUANTITY DI SMP NEGERI 02 PONTIANAK LITERASI MATEMATIS SISWA PADA KONTEN QUANTITY DI SMP NEGERI 02 PONTIANAK Nining Arum Sari, Agung Hartoyo, Hamdani Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Email: niningarum29@yahoo.co.id Abstrak:

Lebih terperinci

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Diselenggarakan oleh FMIPA UNY Yogyakarta

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA MELALUI PEMECAHAN MASALAH TIPE WHAT S ANOTHER WAY Tatag Yuli Eko Siswono 1 Whidia Novitasari 2

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA MELALUI PEMECAHAN MASALAH TIPE WHAT S ANOTHER WAY Tatag Yuli Eko Siswono 1 Whidia Novitasari 2 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA MELALUI PEMECAHAN MASALAH TIPE WHAT S ANOTHER WAY Tatag Yuli Eko Siswono 1 Whidia Novitasari 2 Kurikulum 2006, mengamanatkan pentingnya mengembangkan kreativitas

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH (1 UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH Anim* 1, Elfira Rahmadani 2, Yogo Dwi Prasetyo 3 123 Pendidikan Matematika, Universitas Asahan

Lebih terperinci

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 2 Tahun 2014

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 2 Tahun 2014 IDENTIFIKASI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MATERI SEGIEMPAT DAN SEGITIGA DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA DI KELAS VII SMPN 1 DRIYOREJO Imroatul Mufidah Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya baik secara rasional, logis, sistematis, bernalar

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL WALLAS UNTUK MENGIDENTIFIKASI PROSES BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN INFORMASI BERUPA GAMBAR 1

PENERAPAN MODEL WALLAS UNTUK MENGIDENTIFIKASI PROSES BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN INFORMASI BERUPA GAMBAR 1 PENERAPAN MODEL WALLAS UNTUK MENGIDENTIFIKASI PROSES BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN INFORMASI BERUPA GAMBAR 1 Tatag Yuli Eko Siswono Yeva Kurniawati ABSTRAK Abstract:

Lebih terperinci

Jurnal Saintech Vol No.04-Desember 2014 ISSN No

Jurnal Saintech Vol No.04-Desember 2014 ISSN No STRATEGI HEURISTIK DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SEKOLAH Oleh : Drs. Hardi Tambunan, M.Pd *) *) Universitas Quality, Medan Email: tambunhardi@gmail.com Abstract Development of scientific and technology

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MAHASISWA MELALUI WHAT S ANOTHER WAY? PADA MATA KULIAH ILMU BILANGAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MAHASISWA MELALUI WHAT S ANOTHER WAY? PADA MATA KULIAH ILMU BILANGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MAHASISWA MELALUI WHAT S ANOTHER WAY? PADA MATA KULIAH ILMU BILANGAN Dwi Erna Novianti* Penelitian ini dilakukan pada mata kuliah Ilmu Bilangan pada mahasiswa Program

Lebih terperinci

PROFIL BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNCP YANG BERKEMAMPUAN LOGIKA TINGGI DALAM PEMECAHAN MASALAH OPEN ENDED

PROFIL BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNCP YANG BERKEMAMPUAN LOGIKA TINGGI DALAM PEMECAHAN MASALAH OPEN ENDED Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 PROFIL BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNCP YANG BERKEMAMPUAN LOGIKA TINGGI DALAM PEMECAHAN MASALAH OPEN

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERFIKIR TINGKAT TINGGI SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 DEPOK SLEMAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERFIKIR TINGKAT TINGGI SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 DEPOK SLEMAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERFIKIR TINGKAT TINGGI SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 DEPOK SLEMAN Abstrak Andri Tri Friyanto Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memenuhi derajat sarjana S-1 Pendidikan Matematika

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memenuhi derajat sarjana S-1 Pendidikan Matematika PENINGKATAN KREATIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS MACROMEDIA FLASH (PTK pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 10 Surakarta Semester Genap Tahun

Lebih terperinci

ARTIKEL JURNAL. Oleh: Ahmad HeruWibowo NIM

ARTIKEL JURNAL. Oleh: Ahmad HeruWibowo NIM PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MATERI KONSEP PECAHAN SEDERHANA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK SISWA KELAS III SD NEGERI KARANGWUNI I GUNUNGKIDUL ARTIKEL JURNAL Diajukan kepada Fakultas

Lebih terperinci

Noviana Kusumawati Pendidikan Matematika FKIP Universitas Pekalongan Jl. Sriwijaya No 3 Pekalongan, ABSTRAK

Noviana Kusumawati Pendidikan Matematika FKIP Universitas Pekalongan Jl. Sriwijaya No 3 Pekalongan, ABSTRAK PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DALAM UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP TERHADAP OPERASI PERKALIAN BILANGAN MELALUI MEDIA BENDA KONGKRIT SISWA KELAS IV SD NEGERI SLAWI KULON 06 KABUPATEN TEGAL Noviana Kusumawati

Lebih terperinci

ARTIKEL PUBLIKASI. Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan. pada Program Studi Pendidikan Matematika.

ARTIKEL PUBLIKASI. Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan. pada Program Studi Pendidikan Matematika. ARTIKEL PUBLIKASI PENINGKATAN MINAT DAN KOMUNIKASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PTK pada Siswa Kelas VIIH SMP Negeri 02 Banyudono Boyolali Tahun 2014/2015) Usulan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CORE

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CORE UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) (PTK Pembelajaran Matematika Bagi Siswa Kelas VIIB Semester Genap

Lebih terperinci

Profil Pemecahan Masalah Matematika Siswa Ditinjau dari Gaya Kognitif Reflektif dan Impulsif

Profil Pemecahan Masalah Matematika Siswa Ditinjau dari Gaya Kognitif Reflektif dan Impulsif JRPM, 2017, 2(1), 60-68 JURNAL REVIEW PEMBELAJARAN MATEMATIKA http://jrpm.uinsby.ac.id Profil Pemecahan Masalah Matematika Siswa Ditinjau dari Gaya Kognitif Reflektif dan Impulsif Imam Muhtadi Azhil 1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, karena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, karena pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, karena pendidikan adalah faktor penentu kemajuan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING JURNAL PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TIPE PRE SOLUTION POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMPN 1 PRAMBON KELAS VIII PADA POKOK BAHASAN OPERASI ALJABAR THE

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI LANGKAH MUNDUR DAN BERNALAR LOGIS DALAM MENENTUKAN BILANGAN DAN NILAINYA. Landyasari Riffyanti 1), Rubono Setiawan 2)

ANALISIS STRATEGI LANGKAH MUNDUR DAN BERNALAR LOGIS DALAM MENENTUKAN BILANGAN DAN NILAINYA. Landyasari Riffyanti 1), Rubono Setiawan 2) ANALISIS STRATEGI LANGKAH MUNDUR DAN BERNALAR LOGIS DALAM MENENTUKAN BILANGAN DAN NILAINYA Landyasari Riffyanti 1), Rubono Setiawan 2) 1), 2) Pendidikan Matematika, FKIP, Univ. Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG JURNAL SKRIPSI

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG JURNAL SKRIPSI ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG JURNAL SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Volume 2 Nomer 1 Juli 2016

Volume 2 Nomer 1 Juli 2016 Volume 2 Nomer 1 Juli 2016 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSSING Arlin Astriyani Universitas Muhammadiyah Jakarta arlin_0717@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2): BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu. Karena itu matematika sangat diperlukan, baik untuk

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI HEURISTIK DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA PENERAPAN PERBANDINGAN DI SMP

PENERAPAN STRATEGI HEURISTIK DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA PENERAPAN PERBANDINGAN DI SMP PENERAPAN STRATEGI HEURISTIK DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA PENERAPAN PERBANDINGAN DI SMP Ira Kurniawati Dosen Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNS Email : irakur_uns@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA Shofia Hidayah Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang shofiahidayah@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA BERDASARKAN NEWMAN S ERROR ANALYSIS PADA SISWA KELAS VIII SMPN 27 PADANG

ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA BERDASARKAN NEWMAN S ERROR ANALYSIS PADA SISWA KELAS VIII SMPN 27 PADANG ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA BERDASARKAN NEWMAN S ERROR ANALYSIS PADA SISWA KELAS VIII SMPN 27 PADANG Kartina 1, Rita Desfitri 1, Puspa Amelia 1 1 Pendidikan Matematika,

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA Prabawati, M. N. p-issn: 2086-4280; e-issn: 2527-8827 ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA THE ANALYSIS OF MATHEMATICS PROSPECTIVE TEACHERS MATHEMATICAL LITERACY SKILL

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN GENDER PADA MATERI BANGUN DATAR

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN GENDER PADA MATERI BANGUN DATAR KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN GENDER PADA MATERI BANGUN DATAR ARTIKEL PENELITIAN Oleh: NURHIDAYATI NIM F04209007 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PMIPA

Lebih terperinci

JURNAL. Oleh: DANIK RATNAWATI Dibimbing oleh : 1. Drs. Darsono, M.Kom. 2. Feny Rita Fiantika, S.Pd.

JURNAL. Oleh: DANIK RATNAWATI Dibimbing oleh : 1. Drs. Darsono, M.Kom. 2. Feny Rita Fiantika, S.Pd. JURNAL KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMPN 1 PAPAR KELAS VII MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN MATHEMATICAL CREATIVE THINKING SKILL OF

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING VOLUME 9, NOMOR 1 MARET 2015 ISSN 1978-5089 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING Indah Puspita Sari STKIP Siliwangi email: chiva.aulia@gmail.com

Lebih terperinci

A. PENDAHULUAN. Moh Zayyadi, Berpikir Kritis Mahasiswa. 11

A. PENDAHULUAN. Moh Zayyadi, Berpikir Kritis Mahasiswa. 11 p-issn 2086-6356 e-issn 2614-3674 Vol. 8, No. 2, September 2017, Hal. 10-15 BERPIKIR KRITIS MAHASISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH ALJABAR Moh Zayyadi 1, Agus Subaidi 2 1,2Program Studi Pendidikan Matematika,

Lebih terperinci

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan IMPLEMENTASI PENILAIAN PROYEK PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 1 SUKOHARJO TAHUN 2016/2017 Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Prodi Pend. Mat. FKIP UNPATTI Ambon. ISSN: Buletin Pendidikan Matematika Volume 6 Nomor 2, Oktober 2004.

ABSTRAK. Prodi Pend. Mat. FKIP UNPATTI Ambon. ISSN: Buletin Pendidikan Matematika Volume 6 Nomor 2, Oktober 2004. Identifikasi Proses Berpikir Kreatif Siswa dalam Pengajuan Masalah (Problem Posing) Matematika Berpandu dengan Model Wallas dan Creative Problem Solving (CPS) 1 Tatag Yuli Eko Siswono Jurusan Matematika

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE PEMBELAJARAN MIND MAPPING DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING. Febryanti* ABSTRAK

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE PEMBELAJARAN MIND MAPPING DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING. Febryanti* ABSTRAK PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE PEMBELAJARAN MIND MAPPING DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING Febryanti* ABSTRAK This research is a class action (classroom action research),

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 PADANG

PENERAPAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 PADANG PENERAPAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 PADANG Dina Agustina 1), Edwin Musdi ), Ahmad Fauzan 3) 1 ) FMIPA UNP : email:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1) Berpikir Kreatif Berpikir kreatif adalah kemampuan untuk membuat hubungan yang baru dan lebih berguna dari informasi yang telah kita ketahui sebelumnya. Sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP NEGERI 19 MATARAM TAHUN PELAJARAN 2014/2015 HALAMAN JUDUL JURNAL SKRIPSI

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP NEGERI 19 MATARAM TAHUN PELAJARAN 2014/2015 HALAMAN JUDUL JURNAL SKRIPSI ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP NEGERI 19 MATARAM TAHUN PELAJARAN 2014/2015 HALAMAN JUDUL JURNAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi secara cepat dan mudah dari berbagai sumber. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia akan mampu mengembangkan potensi diri sehingga akan mampu mempertahankan

Lebih terperinci