III. KERANGKA TEORITIS. kemiskinan. Beberapa ukuran yang sering digunakan dalam studi empirik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA TEORITIS. kemiskinan. Beberapa ukuran yang sering digunakan dalam studi empirik"

Transkripsi

1 III. KERANGKA TEORITIS 3.1 Pengukuran Kemiskinan Banyak ukuran yang sering digunakan dalam studi empirik mengenai kemiskinan. Beberapa ukuran yang sering digunakan dalam studi empirik kemiskinan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Blackwood dan Lynch, 1994) : 1. Poverty headcount, yang mengukur besaran atau persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam persamaan matematis, poverty headcount, dapat ditulis : q H = (1) n dimana H adalah poverty headcount, q adalah jumlah penduduk atau persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan dan n adalah jumlah penduduk. Ini berarti poverty headcount adalah persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan (poverty line) terhadap jumlah penduduk. Ukuran ini juga bisa dipergunakan untuk mengetahui perubahan dalam proporsi penduduk yang hidup di dalam kemiskinan. Permasalahan dalam poverty headcount adalah ukuran ini tidak menunjukkan keparahan dari kemiskinan dan menganggap distribusi pendapatan di antara penduduk miskin bersifat homogen. 2. Poverty gap, yang menghitung jumlah pendapatan yang dibutuhkan untuk mengangkat penduduk miskin ke atas garis kemiskinan atau keluar dari

2 42 kemiskinan. Dalam bentuk persamaan matematis, poverty gap dapat dinyatakan : I = z µ...(2) dimana I adalah kekurangan pendapatan rata-rata (average income shortfall) yang mengukur jumlah uang yang diperlukan untuk meningkatkan pendapatan dari rata-rata penduduk miskin ke atas garis kemiskinan, z adalah garis kemiskinan dan µ adalah pendapatan rata-rata dari penduduk miskin. 3. Distribusi pendapatan di antara penduduk miskin. Ukuran ini hanya berhubungan dengan pembagian atau distribusi pendapatan di antara penduduk miskin, dan bukan di antara penduduk secara keseluruhan karena ukuran kemiskinan absolut bergantung secara eksklusif pada pendapatan dari penduduk miskin. Ketiga ukuran di atas adalah ukuran untuk kemiskinan absolut. Selain ukuran untuk kemiskinan absolut, Blackwood dan Lynch (1994) juga mengemukakan ukuran kemiskinan komposit (composite poverty measures), yang terdiri dari : 1. Sen index, yang mencoba mengatasi berbagai kekurangan pada ukuranukuran kemiskinan sebelumnya. Indeks Sen selain menggambarkan persentase penduduk miskin, juga menggambarkan luasnya kemelaratan dan distribusi pendapatan di antara penduduk miskin. Dalam persamaan matematis, Sen index : S = H[I + (1 I) Gp]...(3)

3 43 q Σ I=1 I = (z y i /qz)...(4) dimana S adalah indeks Sen (Sen poverty index), H adalah headcount index, I adalah kekurangan pendapatan rata-rata (average income shortfall) sebagai suatu persentase dari garis kemiskinan, y i adalah pendapatan dari rumah tangga miskin ke-i, z adalah garis kemiskinan, qz adalah jumlah rumah tangga dengan pendapatan lebih kecil dari z, H = q/n adalah poverty headcount, n adalah jumlah total rumah tangga atau penduduk, Gp adalah Gini index di antara penduduk miskin (dimana 0 Gp 1). 2. Foster-Greer-Thorbecke (FGT) index, yang merupakan indeks kemiskinan yang dikemukakan oleh Foster, Greer dan Thorbecke (1984). Indeks di atas sering digunakan dalam studi empiris kemiskinan karena keunggulannya dalam mengukur kedalaman kemiskinan (depth of poverty) dan keparahan kemiskinan (poverty severity). Indeks Foster-Greer-Thorbecke secara matematis dapat dinyatakan : q Pα = (1/n)[Σ(g i /z) α ] untuk α 0...(5) i=1 dimana n adalah jumlah individu di dalam populasi, q adalah jumlah individu atau rumah tangga yang berada di bawah garis kemiskinan, g i adalah poverty gap dari rumah tangga ke-i, z adalah garis kemiskinan. Jika nilai α = 0, maka Pα = headcount ratio dan persamaan (5) akan berubah menjadi : P 0 = q/n = H...(6) Indeks P 0 ini menunjukkan proporsi penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan terhadap total penduduk.

4 Tingkat Pengangguran Mankiw (2007) menyatakan bahwa pengangguran adalah masalah makroekonomi yang paling berat dan mempengaruhi manusia secara langsung. Tingkat pengangguran yang biasa dipelajari adalah tingkat pengangguran alamiah (natural rate of unemployment), yang mempengaruhi gravitasi perekonomian dalam jangka panjang, dengan adanya ketidaksempurnaan pasar tenaga kerja yang menyulitkan pekerja dari proses perolehan pekerjaan dengan segera. Persamaan matematis yang biasa digunakan dalam mengkaji mengenai pengangguran (Mankiw, 2007) adalah : L = E + U...(7) dimana, L adalah angkatan kerja, E adalah jumlah orang yang bekerja dan U adalah jumlah pengangguran. Tingkat pengangguran sendiri dinyatakan dengan U/L yang dapat dirumuskan menjadi : s U/L = (8) s + f dimana, s adalah tingkat pemutusan hubungan kerja dan f adalah tingkat perolehan pekerjaan. Persamaan ini menunjukkan bahwa setiap kebijakan yang bertujuan menurunkan tingkat pengangguran alamiah akan menurunkan tingkat pemutusan hubungan kerja atau meningkatkan tingkat perolehan pekerjaan, begitu juga sebaliknya. Mankiw (2007) juga menyatakan beberapa alasan munculnya pengangguran. Pertama, diperlukan waktu untuk mencocokkan antara pekerja dengan pekerjaan karena pekerja dan seluruh pekerjaan tidak identik. Hal inilah

5 45 yang menyebabkan orang yang kehilangan pekerjaan tidak segera mendapatkan pekerjaan barunya. Kedua, adanya kekakuan upah yang menyebabkan upah tidak segera menyesuaikan begitu ada perubahan penawaran dan permintaan tenaga kerja seperti terlihat pada Gambar 3. Upah riil Penawaran Jumlah pengangguran Upah riil yang kaku Permintaan Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan Jumlah tenaga kerja yang ingin bekerja Tingkat pengangguran (persen) Gambar 3. Hubungan Kekakuan Upah dengan Jumlah Pengangguran Sumber : Mankiw (2007) Begitu ada penurunan permintaan tenaga kerja misalnya, upah yang kaku menyebabkan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan menjadi lebih sedikit dari jumlah tenaga kerja yang ingin bekerja sampai kemudian penawaran tenaga kerja sama dengan permintaan. Jika tidak ada kekakuan upah, begitu ada perubahan penawaran dan permintaan tenaga kerja, upah juga langsung ikut menyesuaikan sehingga tidak terjadi pengangguran. Dornbusch et al. (2004) kemudian menjelaskan hubungan antara tingkat pengangguran dan perubahan inflasi yang ditunjukkan dalam bentuk Kurva

6 46 Phillips. Kurva Phillips menunjukkan hubungan terbalik antara tingkat pengangguran dan tingkat kenaikan upah nominal dimana semakin tinggi tingkat pengangguran, maka semakin rendah laju inflasi upah. Kurva Phillips menunjukkan bahwa laju inflasi upah menurun dengan naiknya tingkat pengangguran. Laju inflasi upah sendiri menurut Dornbusch et al. (2004) dapat dinyatakan : W W -1 gw = (9) W -1 dimana gw adalah laju inflasi upah, W adalah tingkat upah dalam periode saat ini, W -1 adalah tingkat upah periode yang lalu. Kurva Phillips dalam bentuk modern menyatakan bahwa tingkat inflasi bergantung pada tiga faktor yaitu inflasi yang diharapkan (expected inflation), deviasi pengangguran dari tingkat alamiah atau disebut juga pengangguran siklikal (cyclical unemployment) dan goncangan penawaran (supply shock). Ketiga faktor tersebut dirumuskan oleh Mankiw (2007) dalam persamaan matematis menjadi : π = π e β(u u n ) + v...(10) dimana π adalah tingkat inflasi aktual, π e adalah tingkat inflasi yang diharapkan, u adalah tingkat pengangguran aktual, u n adalah tingkat pengangguran alamiah, v adalah goncangan penawaran, (u u n ) adalah tingkat deviasi pengangguran atau cyclical unemployment dan β adalah parameter atau konstanta yang mengukur respon inflasi terhadap pengangguran siklikal. Tingkat inflasi yang diharapkan atau π e sendiri menurut Mankiw (2007) sama dengan inflasi tahun lalu atau π -1. Ini

7 47 menunjukkan bahwa inflasi dipengaruhi oleh inflasi tahun lalu, pengangguran siklis dan goncangan penawaran. 3.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi Hubungan antara laju pertumbuhan ekonomi riil dengan perubahan tingkat pengangguran dikenal sebagai Hukum Okun. Menurut Hukum Okun, satu poin tambahan pengangguran akan menurunkan PDB sebesar dua persen. Hubungan ini dinyatakan dalam persamaan (11) sebagai berikut (Dornbusch et al., 2004) : Y Y * = - ω ( u u * )...(11) Y * dimana Y adalah tingkat output aktual, Y * adalah tingkat output alamiah, u adalah tingkat pengangguran aktual, u * adalah tingkat pengangguran alamiah dan ω = 2. Pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penting untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi, dapat dilihat persamaan (12) yang merupakan model pertumbuhan neoklasik yang diperluas. Dy = F( y, y*)...(12) dimana, Dy adalah laju pertumbuhan output per kapita, y adalah tingkat output per kapita sekarang dan y* adalah tingkat target output per kapita atau tingkat output per kapita jangka panjang. Dalam model neoklasik, kenaikan hasil yang semakin berkurang (the diminishing returns) pada akumulasi modal mengimplikasikan adanya suatu laju pertumbuhan ekonomi (Dy), yang berhubungan secara berkebalikan (inverse) dengan tingkat output (y), pada nilai y* tertentu. Variabel y dipengaruhi oleh

8 48 modal fisik, modal manusia dan input-input lainnya termasuk teknologi yang digunakan dalam proses produksi. Nilai y* dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, jumlah penduduk dan lain sebagainya. Suatu kebijakan pemerintah berpotensi menaikkan laju pertumbuhan (Dy), yang kemudian akan secara berangsur-angsur menaikkan tingkat output per kapita (y). Ketika output naik, laju pertumbuhan (Dy) meningkat, dan peningkatan tersebut mengalami diminishing returns. Pada jangka panjang, dampak kebijakan tersebut hanya berpengaruh pada peningkatan output per kapita, sedangkan dampak terhadap laju pertumbuhan semakin mengecil hingga sama dengan nol. Teori mengenai pertumbuhan ekonomi pada awalnya dikembangkan oleh Rostow (1980) melalui teori tahapan pertumbuhan yang menyatakan bahwa perubahan dari keterbelakangan menuju kemajuan ekonomi dapat dijelaskan dalam suatu seri tahapan yang harus dilalui oleh semua negara sebagai berikut : 1. Tahap pertama adalah traditional society, dimana perekonomian didominasi oleh aktivitas subsisten dimana hasil panen lebih banyak digunakan untuk konsumsi dari pada dijual. Pertanian merupakan industri yang paling penting, bersifat produksi intensif tenaga kerja dengan penggunaan modal yang terbatas. 2. Tahap kedua adalah prasyarat untuk lepas landas, yang ditandai oleh adanya perbaikan infrastruktur seperti jalan raya, pelabuhan, lapangan terbang yang dapat meningkatkan pendapatan, tabungan dan investasi serta menumbuh kembangkan banyak pelaku usaha.

9 49 3. Tahap ketiga adalah lepas landas, yang merupakan tahap peningkatan industrialisasi, dimana sebagian pekerja berpindah dari sektor pertanian ke sektor industri. 4. Tahap keempat adalah proses pematangan, yang merupakan tahap dimana perekonomian sedang melakukan diversifikasi ke area-area baru 5. Tahap kelima adalah konsumsi tinggi dari masyarakat, yang merupakan tahap dimana perekonomian disesuaikan ke arah kebutuhan konsumsi masyarakat luas. Teori pertumbuhan ekonomi berikutnya yang terkenal adalah Teori Harrod- Domar yang menyatakan bahwa investasi berperan ganda, disatu sisi meningkatkan kemampuan produktif (productive capacity) dari perekonomian dan disisi lain menciptakan atau meningkatkan permintaan (demand creating) dalam perekonomian. Investasi dalam Teori Harrod-Domar merupakan faktor penentu yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Tabungan dan investasi dianggap sebagai kekuatan sentral di balik pertumbuhan ekonomi. Kaitan antara pertumbuhan ekonomi, tabungan dan investasi dalam model Harrod-Domar dapat dinyatakan sebagai berikut (Mankiw, 2007) : Misalkan tabungan (S) merupakan bagian tertentu atau s, dari pendapatan nasional (Y). Hubungan ini dapat dituliskan dalam persamaan matematis sederhana : S = sy...(13) Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan dari stok modal (K) yang diwakili oleh K, sehingga dapat dituliskan juga dalam persamaan matematis : I = K...(14)

10 50 Karena jumlah stok modal K berhubungan langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output Y sebagaimana ditunjukkan oleh rasio modal-output maka : K/Y = k atau K/ Y = k, sehingga : K = k Y...(15) Mengingat jumlah keseluruhan tabungan nasional (S) harus sama dengan keseluruhan investasi (I) maka hubungan tersebut dapat ditulis dalam persamaan : S = I...(16) Dari persamaan (16) dengan demikian maka identitas tabungan yang merupakan persamaan modal dapat tulis : S = sy = k Y = k = I...(17) atau dapat disederhanakan menjadi : sy = k Y...(18) Selanjutnya, apabila kedua sisi persamaan dibagi dengan Y dan k, maka akan diperoleh persamaan : s/k = Y/Y...(19) dimana Y/Y adalah pertumbuhan ekonomi, s adalah tingkat tabungan nasional, k adalah incremental capital output ratio ( K/ Y atau I/ Y), Y adalah output nasional atau GNP, K adalah stok kapital dan I adalah investasi. Persamaan (19) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi ( Y/Y) ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan nasional (s) dan rasio modal output nasional (k). Ini bisa diartikan bahwa agar suatu perekonomian dapat tumbuh, maka perekonomian itu haruslah menabung dan menginvestasikan sebesar proporsi yang tertentu dari GNP-nya (Todaro dan Smith, 2006).

11 51 Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar kemudian dikembangkan menjadi Teori Pertumbuhan Solow dengan menambahkan faktor tenaga kerja dan teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan. Perbedaan antara Teori Harrod- Domar dengan Teori Pertumbuhan Solow adalah, jika Teori Harrod-Domar mengasumsikan skala hasil tetap (constant return to scale) dengan koefisien baku, maka Teori Pertumbuhan Solow berpegang pada konsep skala hasil yang terus berkurang (diminishing returns) dari input tenaga kerja dan modal jika keduanya dianalisis terpisah, jika keduanya dianalisis bersamaan atau sekaligus maka Solow juga menggunakan asumsi skala hasil tetap. Model Teori Pertumbuhan Solow dalam bentuk formal dapat dituliskan dalam bentuk fungsi produksi agregat (Dornbusch et al., 2004) : Y(t) = F(K(t) α, [A(t)L(t)] 1-α )...(20) dimana Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan modal manusia, L adalah tenaga kerja dan A adalah produktivitas tenaga kerja, yang pertumbuhannya ditentukan secara eksogen serta α merupakan elastisitas output terhadap modal (persentase kenaikan GDP akibat penambahan satu persen modal fisik dan modal manusia). Model Pertumbuhan Solow sering disebut juga model pertumbuhan eksogen karena tingkat kemajuan teknologi ditentukan secara eksogen atau tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Model pertumbuhan Solow menyatakan bahwa perekonomian berbagai negara akan konvergen pada tingkat pendapatan yang sama jika negara-negara tersebut memiliki tingkat tabungan, depresiasi, pertumbuhan angkatan kerja dan pertumbuhan produktivitas yang sama. Berbeda dengan Model Harrod-Domar, Model pertumbuhan Solow membolehkan substitusi antara modal dan tenaga

12 52 kerja. Dengan asumsi skala hasil konstan, jika input dinaikkan dengan jumlah yang sama maka output akan meningkat dengan jumlah yang sama, yang dapat dituliskan dalam bentuk matematis : γy = F(γK, γl)...(21) dimana γ > 0. Jika γ = 1/L maka persamaan di atas dapat dituliskan menjadi : Y/L = F(K/L, 1).....(22) atau y = f(k)...(23) sehingga penyederhanaan di atas menghasilkan fungsi produksi yang hanya berhubungan dengan satu variabel. Adanya ketidakpuasan terhadap Teori Pertumbuhan Solow mendorong munculnya Teori Pertumbuhan Baru karena adanya anggapan bahwa kinerja teori pertumbuhan neoklasik atau Solow tidak memuaskan dalam menjelaskan sumbersumber pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Teori neoklasik menyatakan bahwa sebagian besar sumber pertumbuhan ekonomi merupakan faktor eksogen atau proses yang sama sekali independen dari kemajuan teknologi (Todaro dan Smith, 2006). Teori Pertumbuhan Baru memberikan kerangka teoritis dalam menganalisis pertumbuhan endogen yang ditentukan oleh sistem yang mengatur proses produksi, bukan oleh kekuatan di luar sistem. Model pertumbuhan baru menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan konsekuensi alamiah dari keseimbangan jangka panjang. Teori Pertumbuhan Baru berusaha untuk menjelaskan perbedaan tingkat pertumbuhan antar negara maupun faktor-faktor yang memberi proporsi lebih besar dalam pertumbuhan yang sedang diobservasi.

13 53 Teori Pertumbuhan Baru sering digambarkan dalam persamaan sederhana yaitu Y = AK (Dornbusch et al., 2004), dimana A adalah semua faktor yang mempengaruhi teknologi dan K adalah modal fisik dan modal sumberdaya manusia. Dalam persamaan ini tidak terdapat hasil yang semakin menurun (diminishing returns) atas modal, sehingga ada kemungkinan investasi modal fisik dan modal sumberdaya manusia dapat meningkatkan produktivitas, yang berbeda dengan hasil yang semakin menurun. Hasil akhir dari teori pertumbuhan endogen adalah diperolehnya pertumbuhan jangka panjang yang berkesinambungan. 3.4 Dampak Pengembangan Biodiesel dari Kelapa Sawit Hubungan Produksi Biodiesel dengan Harga Minyak Bumi Banyaknya produksi biodiesel sangat berhubungan dengan harga minyak bumi. Salah satu hubungan produksi biodiesel di Amerika Serikat (Hartoyo et al., 2009) dengan harga minyak bumi dinyatakan sebagai berikut : Ln Y = Ln P...(24) dimana Y adalah produksi biodiesel dan P adalah harga minyak mentah. Dari persamaan di atas diketahui bahwa jika harga minyak mentah meningkat 1 persen maka produksi biodiesel akan meningkat sebesar 3.12 persen. Data produksi biodiesel di Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa rata-rata produksi biodiesel meningkat 60 persen per tahun. Penelitian Lopez dan Laan (2008) di Malaysia juga menunjukkan bahwa produksi biodiesel dari kelapa sawit dipengaruhi oleh harga minyak kelapa sawit dan harga minyak kelapa sawit sendiri juga dipengaruhi oleh harga minyak bumi sehingga produksi biodiesel dari kelapa sawit juga dipengaruhi oleh harga minyak bumi. Harga minyak bumi sendiri selama empat tahun terakhir sejak biodiesel dari

14 54 kelapa sawit dikembangkan di Indonesia mengalami kenaikan rata-rata sebesar persen Biodiesel dari Kelapa Sawit Biodiesel secara teknologi bukanlah hal yang baru. Ketika Dr. Rudolf Diesel mengembangkan mesin diesel pertama kali tahun 1912, desainnya untuk bahan bakar minyak kacang tanah. Minyak kacang tanah merupakan bahan bakar yang aman, tidak beracun, dapat terurai secara biologis dan dapat diperbarui serta dapat digunakan dengan mudah pada mesin diesel yang tidak dimodifikasi (Boyd et al., 2004). Produksi biodiesel dari bahan baku yang sesuai dapat menghasilkan keuntungan ekonomi dan lingkungan di sejumlah negara sedang berkembang, menciptakan tambahan lapangan kerja, mengurangi beban energi impor dan membuka potensi pasar ekspor (COM, 2006). Untuk Indonesia, biodiesel yang dapat digunakan berasal dari minyak kelapa sawit karena ketersediaan lahan tanaman tersebut, kesesuaian iklim, produktivitas yang cukup baik dan jumlah produksi yang mencapai lebih dari 20 juta ton per tahun. FAO (2008) mencatat tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan biodiesel liter/ha, sementara tanaman jarak pagar hanya menghasilkan biodiesel liter/ha. Biodiesel dari kelapa sawit diproduksi menggunakan minyak kelapa sawit (crude palm oil). Minyak kelapa sawit (crude palm oil) yang dihasilkan dari tandan buah segar kelapa sawit dapat diolah menjadi tiga kelompok produk yaitu Olein, Stearin dan PFAD (Palm Fatty Acid Distillate). Olein dapat diolah lagi menjadi asam lemak (fatty acid), alkohol lemak (fatty alcohol), minyak goreng dan biodiesel. Stearin dapat diolah lagi menjadi margarin, asam lemak (fatty acid),

15 55 alkohol lemak (fatty alcohol) dan biodiesel. PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) sendiri dapat diolah lagi menjadi sabun dan tepung lemak (fat powder). Dengan demikian, biodiesel dari kelapa sawit dapat dihasilkan, baik dari Olein maupun Stearin seperti terlihat pada Gambar 4. Gambar 4. Diagram Sederhana Produk Turunan dari Minyak Kelapa Sawit Sumber : SBRC, 2009 Malaysia telah memulai program pengembangan biodiesel dari kelapa sawit sejak tahun 1982 melalui riset yang dibiayai oleh iuran dari para produsen minyak kelapa sawit di Malaysia. Pabrik biodiesel komersial resmi beroperasi tahun 2006 dan pada akhir 2007 ada 92 proyek biodiesel yang telah disetujui oleh pemerintah Malaysia. Pengembangan industri biodiesel di Malaysia didukung secara penuh oleh pemerintah Malaysia melalui berbagai insentif pajak dan subsidi (Lopez dan Laan, 2008). Pengembangan bahan bakar nabati termasuk biodiesel dari kelapa sawit memberikan dampak terhadap indikator makroekonomi suatu perekonomian

16 56 terutama terkait dengan kemiskinan, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi. Raswant et al. (2008) menyatakan pengembangan bahan bakar nabati, walaupun ada kecemasan akan berdampak pada kenaikan harga pangan, dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi terutama dari perdesaan melalui tambahan aliran modal masuk, menciptakan permintaan untuk pangan dan jasa yang membuka lapangan kerja, menurunkan perpindahan dari perdesaan ke perkotaan dan menciptakan efek pengganda bagi perekonomian. Pengembangan bahan bakar nabati dapat berkontribusi pada penurunan kemiskinan melalui penciptaan lapangan kerja karena produksi bahan bakar nabati yang padat karya dapat menciptakan lapangan kerja yang signifikan Skenario Pengembangan Biodiesel dari Kelapa Sawit Trend kenaikan harga bahan bakar fosil, akibat keterbatasan sumber daya telah menarik banyak negara untuk menggunakan biodiesel sebagai salah satu bahan bakar nabati. Pada tahun 2001 sekitar 79.4 persen dari energi primer dunia masih berasal dari bahan bakar fosil dimana 44 persen diantaranya berupa bahan bakar minyak (UNDP, 2004). Kombinasi dari harga, permintaan, cadangan dan penurunan biaya produksi biodiesel telah menarik banyak negara untuk bergabung dengan trend bahan bakar nabati ini (IEA, 2006). Sielhorts et al. (2008) dari Wetlands International menyatakan bahwa terdapat dua skenario yang sering digunakan sebagai dasar dalam pengembangan bahan bakar nabati yang terjadi di seluruh dunia termasuk untuk biodiesel dari kelapa sawit. Skenario tersebut adalah sebagai berikut : 1. Skenario substitusi impor

17 57 Skenario substitusi impor digunakan berdasarkan asumsi negara-negara pengembang bahan bakar nabati akan melakukan substitusi impor bahan bakar bensin dan diesel dengan etanol dan biodiesel. Besarnya tingkat substitusi disesuaikan dengan ketersediaan lahan, investasi yang dibutuhkan dan kemampuan teknologi yang dimiliki. 2. Skenario peningkatan ekspor Skenario peningkatan ekspor digunakan berdasarkan kemampuan negaranegara pengembang bahan bakar nabati memenuhi permintaan bahan bakar nabati dari konsumen dunia. Besarnya permintaan yang dapat dipenuhi tergantung pada daya saing masing-masing produsen bahan bakar nabati. Permintaan bahan bakar nabati ini jika terpenuhi dapat menjadi tambahan nilai ekspor bagi negara bersangkutan. Pengembangan bahan bakar nabati terutama biodiesel memberikan peluang bagi negara-negara berkembang untuk meningkatkan ketahanan energi nasional melalui pengurangan pengeluaran dan ketergantungan mereka terhadap sumber energi impor yang tidak stabil dan berbiaya tinggi (Raswant et al., 2008). Faktor lain yang berperan dalam pengembangan biodiesel adalah skala potensial produksi, ukuran pasar nasional dan regional, investasi infrastruktur yang diperlukan, dukungan dari rezim kebijakan, pilihan negara untuk ekspor dan harga pasar dari bahan baku yang digunakan untuk produksi biodiesel (COM, 2006). Untuk Indonesia, Triyanto (2007) menyatakan bahwa ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi dalam pengembangan biodiesel dari kelapa sawit. Pertama, bisnis biodiesel dari minyak kelapa sawit berkembang dengan pesat dan tidak mengganggu stabilitas pasokan bahan baku minyak goreng (55.56 persen). Kedua,

18 58 bisnis biodiesel dari minyak kelapa sawit tidak berkembang (27.27 persen). Ketiga, bisnis biodiesel dari minyak kelapa sawit berkembang sangat pesat dalam waktu yang singkat, sehingga mengganggu stabilitas pasokan bahan baku minyak kelapa sawit untuk minyak goreng (17.17 persen). Untuk itu agar pengembangan biodiesel dari kelapa sawit berhasil dengan baik maka strategi yang dapat dilakukan adalah pengembangannya dilakukan bertahap, teknologi yang digunakan fleksibel untuk multi bahan baku, pembangunan industrinya terpadu dan dilakukan aliansi dengan negara maju. 3.5 Teori Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi tandan buah segar kelapa sawit, jika diasumsikan terdapat tiga input yang digunakan, dapat dirumuskan dengan persamaan produksi sebagai berikut : Q TBS = f (X 1, X 2, X 3 )...(25) Q TBS X 1 X 2 X 3 = Produksi tandan buah segar kelapa sawit = Jumlah input 1 yang digunakan = Jumlah input 2 yang digunakan = Jumlah input 3 yang digunakan Permintaan input untuk memproduksi tandan buah segar kelapa sawit dapat dirumuskan dengan persamaan berikut : X 1 = f (P 1, P TBS, P 2, P 3 )...(26) X 2 = f (P 2, P TBS, P 1, P 3 )...(27) X 3 = f (P 3, P TBS, P 1, P 3 )...(28) P 1 =Harga input 1

19 59 P 2 = Harga input 2 P 3 = Harga input 3 P TBS = Harga tandan buah segar kelapa sawit Penawaran untuk tandan buah segar kelapa sawit sendiri dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut : S TBS = f (P TBS, P 1, P 2, P 3 )...(29) S TBS P TBS = Penawaran tandan buah segar kelapa sawit = Harga tandan buah segar kelapa sawit P 1 = Harga input 1 P 2 = Harga input 2 P 3 = Harga input Minyak Kelapa Sawit Produksi minyak kelapa sawit, jika diasumsikan selain tandan buah segar kelapa sawit terdapat dua input yang digunakan, dapat dirumuskan dengan persamaan produksi sebagai berikut : Q CPO = f (Y 1, Y 2, Y 3 )...(30) Q CPO = Produksi minyak kelapa sawit Y 1 Y 2 Y 3 = Jumlah TBS yang digunakan = Jumlah input 2 yang digunakan = Jumlah input 3 yang digunakan Permintaan input untuk memproduksi minyak kelapa sawit dapat dirumuskan dengan persamaan berikut : Y 1 = f (P TBS, P Y2, P Y3 )...(31) Y 2 = f (P Y2, P TBS, P Y3 )...(32) Y 3 = f (P Y3, P TBS, P Y2 )...(33)

20 60 P TBS =Harga tandan buah segar kelapa sawit P Y2 = Harga input 2 P Y3 = Harga input 3 P TBS = Harga tandan buah segar kelapa sawit Penawaran untuk minyak kelapa sawit sendiri dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut : S CPO = f (P CPO, P TBS, P Y2, P Y3 )...(34) S CPO P CPO P TBS = Penawaran minyak kelapa sawit = Harga minyak kelapa sawit = Harga tandan buah segar kelapa sawit P Y2 = Harga input 2 P Y3 = Harga input Olein Produksi olein, jika diasumsikan selain minyak kelapa sawit terdapat dua input lain yang digunakan, dapat dirumuskan dengan persamaan produksi sebagai berikut : Q OL = f (Z 1, Z 2, Z 3 )...(35) Q OL Z 1 Z 2 Z 3 = Produksi olein = Jumlah minyak kelapa sawit yang digunakan = Jumlah input 2 yang digunakan = Jumlah input 3 yang digunakan Permintaan input untuk memproduksi olein dapat dirumuskan dengan persamaan berikut : Z 1 = f (P CPO, P Z2, P Z3 )...(36) Z 2 = f (P Z2, P CPO, P Z3 )...(37) Z 3 = f (P Z3, P CPO, P Z2 )...(38)

21 61 P CPO =Harga minyak kelapa sawit P Z2 = Harga input 2 P Z3 = Harga input 3 Penawaran untuk olein sendiri dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut : S OL = f (P OL, P CPO, P Z2, P Z3 )...(39) S OL P OL P CPO = Penawaran olein = Harga olein = Harga minyak kelapa sawit P Z2 = Harga input 2 P Z3 = Harga input Minyak Goreng Sawit Produksi minyak goreng sawit, jika diasumsikan selain olein terdapat dua input lain yang digunakan, dapat dirumuskan dengan persamaan produksi sebagai berikut : Q MG = f (V 1, V 2, V 3 )...(40) Q MG V 1 V 2 V 3 = Produksi minyak goreng sawit = Jumlah olein yang digunakan = Jumlah input 2 yang digunakan = Jumlah input 3 yang digunakan Permintaan input untuk memproduksi minyak goreng sawit dapat dirumuskan dengan persamaan berikut : V 1 = f (P OL, P V2, P V3 )...(41) V 2 = f (P V2, P OL, P V3 )...(42) V 3 = f (P V3, P OL, P V2 )...(43)

22 62 P OL =Harga olein P V2 = Harga input 2 P V3 = Harga input 3 Penawaran untuk minyak goreng sawit sendiri dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut : S MG = f (P MG, P OL, P V2, P V3 )...(44) S MG P MG P OL = Penawaran minyak goreng sawit = Harga minyak goreng sawit = Harga olein P V2 = Harga input 2 P V3 = Harga input Stearin Produksi stearin, jika diasumsikan selain minyak kelapa sawit terdapat dua input lain yang digunakan, dapat dirumuskan dengan persamaan produksi sebagai berikut : Q ST = f (W 1, W 2, W 3 )...(45) Q ST W 1 W 2 W 3 = Produksi minyak goreng sawit = Jumlah minyak kelapa sawit yang digunakan = Jumlah input 2 yang digunakan = Jumlah input 3 yang digunakan Permintaan input untuk memproduksi stearin dapat dirumuskan dengan persamaan berikut : W 1 = f (P CPO, P W2, P W3 )...(46) W 2 = f (P W2, P CPO, P W3 )...(47) W 3 = f (P W3, P CPO, P W2 )...(48)

23 63 P CPO =Harga minyak kelapa sawit P W2 = Harga input 2 P W3 = Harga input 3 Penawaran untuk stearin sendiri dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut : S ST = f (P ST, P CPO, P W2, P W3 )...(49) S ST P ST P CPO = Penawaran stearin = Harga stearin = Harga minyak kelapa sawit P W2 = Harga input 2 P W3 = Harga input Biodiesel dari Kelapa Sawit Produksi biodiesel dari kelapa sawit menggunakan bahan baku dari olein dan stearin. Jika diasumsikan selain olein dan stearin terdapat input lain yang digunakan, dapat dirumuskan dengan persamaan produksi sebagai berikut : Q BIODL = f (R 1, R 2, R 3 )...(50) Q BIODL = Produksi biodiesel dari kelapa sawit R 1 R 2 R 3 = Jumlah olein yang digunakan = Jumlah stearin yang digunakan = Jumlah input lain yang digunakan Permintaan input untuk memproduksi biodiesel dari kelapa sawit dapat dirumuskan dengan persamaan berikut : R 1 = f (P OL, P ST, P W3 )...(51) R 2 = f (P ST, P OL, P W3 )...(52) R 3 = f (P W3, P OL, P ST )...(53)

24 64 P OL P ST P W3 = Harga olein = Harga stearin = Harga input lain Penawaran untuk biodiesel dari kelapa sawit sendiri dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut : S BIODL = f (P BIODL, P OL, P ST, P W3 )...(54) S BIODL = Penawaran biodiesel dari kelapa sawit P BIODL = Harga biodiesel P OL P ST P W3 = Harga olein = Harga stearin = Harga input lain 3.6 Keterkaitan Pengembangan Biodiesel dari Kelapa Sawit Terhadap Kemiskinan, Pengangguran dan Pertumbuhan Ekonomi Keterkaitan pengembangan biodiesel dari kelapa sawit terhadap kemiskinan, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari dampak pengembangan biodiesel dari kelapa sawit terhadap harga dan produksi tandan buah segar kelapa sawit, harga dan produksi minyak goreng sawit dan harga dan produksi olein-stearin sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5. Pengembangan biodiesel dari kelapa sawit dapat meningkatkan permintaan terhadap olein dan stearin sebagaimana terlihat pada Gambar 5a. Naiknya permintaan terhadap oleinstearin yang berdampak kepada peningkatan permintaan terhadap minyak kelapa sawit seperti terlihat pada Gambar 5b, akan menggeser kurva permintaan minyak kelapa sawit dari D CPO ke D CPO. Pergeseran ini membuat permintaan terhadap minyak kelapa sawit naik dari q 0cpo ke q 1cpo sehingga harga minyak kelapa sawit juga naik dari p 0cpo ke p 1cpo.

25 65 Perubahan permintaan dan harga dari minyak kelapa sawit berdampak pada perubahan permintaan dan harga pada komoditas tandan buah segar kelapa sawit sebagaimana terlihat pada Gambar 5c. Kenaikan permintaan terhadap minyak kelapa sawit menyebabkan kurva permintaan tandan buah segar kelapa sawit bergeser dari D 0TBS menjadi D 1TBS yang berdampak pada harga dan produksi tandan buah segar kelapa sawit dimana harga tandan buah segar kelapa sawit naik dari p 0tbs menjadi p 1tbs dan produksi tandan buah segar kelapa sawit naik dari q 0tbs menjadi q 1tbs (Pindyck and Rubinfeld, 2001). Penggunaan minyak kelapa sawit untuk bahan bakar biodiesel di sisi lain juga dapat menjadi ancaman bagi industri hilir yang menggunakan minyak kelapa sawit terutama industri pangan seperti minyak goreng. Meningkatnya permintaan minyak kelapa sawit membuat harga minyak kelapa sawit juga meningkat dari p 0cpo menjadi p 1cpo. Ini berarti harga input minyak goreng meningkat sehingga input yang digunakan berkurang dari x 0 menjadi x 1 dan output yang dihasilkan juga berkurang dari q 0 menjadi q 1 sebagaimana terlihat pada Gambar 5d dan Gambar 5e. Berkurangnya output yang dihasilkan menyebabkan kurva penawaran minyak goreng bergeser dari S 0MG menjadi S 1MG sehingga harga minyak goreng kelapa sawit naik dari p 0MG menjadi p 1MG seperti terlihat pada Gambar 5g. Perubahan yang terjadi pada produksi tandan buah segar kelapa sawit akan mempengaruhi produksi sektor pertanian karena pangsa komoditas kelapa sawit pada sektor pertanian sekitar 36 persen (BPS, 2010). Perubahan yang terjadi pada produksi olein-stearin dan produksi minyak goreng kelapa sawit karena pengembangan biodiesel dari minyak kelapa sawit juga akan mempengaruhi produksi sektor industri karena pangsanya sekitar 8 persen (BPS, 2010).

26 Gambar 5. Dampak Penggunaan Minyak Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Biodiesel

27 Total produksi nasional biasanya dikelompokkan berdasarkan sektorsektor utama dan memiliki pangsa yang signifikan dalam perekonomian misalnya produksi sektor pertanian, produksi sektor industri dan produksi sektor lainnya. Secara keseluruhan, total produksi nasional yang terdiri dari produksi sektor pertanian, produksi sektor industri dan produksi sektor lainnya karena pengembangan biodiesel dari minyak kelapa sawit akan berubah. Secara matematis, total produksi nasional (Mankiw, 2007) dapat ditulis : AS = GDPA + GDPI + GDPO...(55) dimana : AS = Total produksi nasional (Trilyun rupiah) GDPA = Produksi sektor pertanian (Trilyun rupiah) GDPI = Produksi sektor industri (Trilyun rupiah) GDPO = Produksi sektor lainnya (Trilyun rupiah) Pertumbuhan ekonomi merupakan kondisi dimana terjadi kenaikan total produksi nasional dari tahun sebelumnya (Mankiw, 2007) yang dapat ditulis : EGRO = ((AS t AS t-1 )/AS t-1 ) * 100%...(56) dimana : EGRO = Pertumbuhan ekonomi (%) AS t = Total produksi nasional (Trilyun rupiah) AS t-1 = Total produksi nasional tahun sebelumnya (Trilyun rupiah) Jika pengembangan biodiesel dari minyak kelapa sawit dapat meningkatkan produksi sektor pertanian, produksi sektor industri dan produksi sektor lainnya sehingga total produksi nasional menjadi lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya berarti kebijakan pengembangan biodiesel dari minyak kelapa sawit dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional dan sebaliknya.

28 68 Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan karena pengembangan biodiesel dari minyak kelapa sawit dapat membantu menurunkan jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di perkotaan akan berubah karena kontribusi pertumbuhan ekonomi walaupun juga terjadi perubahan harga pangan terutama harga minyak goreng dan perubahan faktor lainnya yang terkait. Jumlah penduduk miskin di perdesaan juga akan berubah karena kontribusi pertumbuhan ekonomi walaupun juga terjadi perubahan faktor-faktor lainnya yang terkait. Jika pengembangan biodiesel dari minyak kelapa sawit dapat meningkatkan produksi sektor pertanian, produksi sektor industri dan produksi sektor lainnya maka tercipta banyak lapangan kerja di sektor pertanian, sektor industri dan sektor lainnya sehingga terjadi peningkatan permintaan terhadap tenaga kerja. Peningkatan permintaan terhadap tenaga kerja jika jumlahnya lebih besar dari peningkatan penawaran tenaga kerja maka dapat menurunkan jumlah pengangguran (Mankiw, 2007) sesuai dengan persamaan berikut : UNM = SEM DEM...(57) dimana : UNM = Jumlah pengangguran (orang) SEM = Jumlah penawaran tenaga kerja (orang) DEM = Jumlah permintaan tenaga kerja (orang)

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi. HMGRIN Harga Margarin (rupiah/kg) 12393.5 13346.3 7.688 VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pendugaan model pengembangan biodiesel terhadap produk turunan kelapa sawit

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

Gambar 3. Pengaruh Jumlah Pemintaan dan Penawaran Terhadap Harga dan Kuantitas Barang

Gambar 3. Pengaruh Jumlah Pemintaan dan Penawaran Terhadap Harga dan Kuantitas Barang III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Teori Harga Harga komoditi merupakan titik keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Penawaran dan permintaan merupakan kekuatan pasar, apabila dalam proses produksi terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penulis menggunakan penelitian terdahulu sebagai acuan atau referensi untuk melakukan penelitian ini. Dengan adanya penelitian terdahulu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. cukup signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pembangunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. cukup signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pembangunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian Pembangunan pertanian merupakan salah satu faktor penting dalam perekonomian suatu negara karena sektor pertanian memberikan sumbangan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Berdasarkan studi pustaka dan logika berpikir yang digunakan dalam

IV. METODE PENELITIAN. Berdasarkan studi pustaka dan logika berpikir yang digunakan dalam IV. METODE PENELITIAN 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Berdasarkan studi pustaka dan logika berpikir yang digunakan dalam menganalisis dampak pengembangan biodiesel dari kelapa sawit terhadap makroekonomi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Berbagai model pertumbuhan ekonomi telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi. Teori pertumbuhan yang dikembangkan dimaksudkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran,

Lebih terperinci

DAMPAK PENGEMBANGAN INDUSTRI BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT TERHADAP PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT DI INDONESIA ABSTRACT

DAMPAK PENGEMBANGAN INDUSTRI BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT TERHADAP PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT DI INDONESIA ABSTRACT DAMPAK PENGEMBANGAN INDUSTRI BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT TERHADAP PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT DI INDONESIA IMPACT OF PALM OIL BASED BIODIESEL INDUSTRY DEVELOPMENT ON PALM OIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN

VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN Peningkatan produktivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Konsep Pertumbuhan Ekonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Konsep Pertumbuhan Ekonomi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Konsep 2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dalam selang waktu tertentu. Produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak nabati dunia. Prestasi yang membanggakan sebagai negara perintis budidaya kelapa sawit, Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. perekonomian untuk menghasilkan barang-barang dan jasa, yang merupakan

III. KERANGKA TEORI. perekonomian untuk menghasilkan barang-barang dan jasa, yang merupakan 76 III. KERANGKA TEORI 3.. Teori Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran kemampuan / kapasitas suatu perekonomian untuk menghasilkan barang-barang dan jasa, yang merupakan unsur penting

Lebih terperinci

FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN Enni Sari Siregar STKIP Tapanuli Selatan, Padangsidimpuan Email : ennisari056@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar) 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian Suherwin (2012), tentang harga Crude Palm Oil dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga CPO dunia. Tujuan umum penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak masa kolonial sampai sekarang Indonesia tidak dapat lepas dari sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti penting dan menentukan dalam realita ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas seluruh bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas seluruh bidang 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Pembangunan Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas seluruh bidang kehidupan manusia yang meliputi tiga aspek penting yaitu : (1) peningkatan standar hidup

Lebih terperinci

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL 6.1. Dampak Kebijakan Makroekonomi Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu penawaran uang, dan kebijakan fiskal, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. TM2 MATERI PEMBELAJARAN PENDAHULUAN PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN PANGAN DAN SERAT PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang tidak berbeda jauh dengan negara sedang berkembang lainnya. Karakteristik perekonomian tersebut

Lebih terperinci

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Indonesia mulai mengalami perubahan, dari yang semula sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak (BBM) menjadi negara pengimpor minyak.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAA 21 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional Pendapatan nasional

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri minyak kelapa sawit (crude palm oil CPO) di Indonesia dan Malaysia telah mampu merubah peta perminyakan nabati dunia dalam waktu singkat. Pada tahun

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

menguasai tehnologi sehingga dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Unutk

menguasai tehnologi sehingga dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Unutk TEORI HUMAN CAPITAL Secara teoritis pembangunan mensyaratkan adanya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. SDM ini dapat berperan sebagai faktor produksi tenaga kerja yang dapat menguasai tehnologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang cukup berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan sejak krisis ekonomi dan moneter melanda semua sektor

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Pendahuluan Sektor perkebunan terutama kelapa sawit memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak goreng kelapa sawit berasal dari kelapa sawit yaitu sejenis tanaman keras yang digunakan sebagai salah satu sumber penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Penelitian Terdahulu Reselawati (2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh perkembangan UKM seperti (tenaga kerja UKM, ekspor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut beberapa pakar ekonomi pembangunan, pertumbuhan ekonomi merupakan istilah bagi negara yang telah maju untuk menyebut keberhasilannya, sedangkan untuk

Lebih terperinci

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu sasaran rencana pembangunan nasional adalah pembangunan disegala bidang dan mencakup seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan peningkatan

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN

PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN PERAN SEKTOR INDUSTRI DALAM MENDUKUNG KEANEKARAGAMAN PANGAN JAKARTA, 7 FEBRUARI 2012 OUTLINE I. Pendahuluan II. Peluang Pengembangan Industri Agro III. Hal-hal yang Perlu Dilakukan IV.Contoh Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT, BAHAN BAKAR DIESEL DAN PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT

GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT, BAHAN BAKAR DIESEL DAN PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT, BAHAN BAKAR DIESEL DAN PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT 5.1. Perkebunan Kelapa Sawit Luas Area Kelapa Sawit di Indonesia senantiasa meningkat dari waktu ke waktu. Perk

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA 36 III. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian terdahulu menunjukkan perkembangan yang sistematis dalam penelitian kelapa sawit Indonesia. Pada awal tahun 1980-an, penelitian kelapa sawit berfokus pada bagian hulu,

Lebih terperinci

BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya

BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya BAB 3 Pendapatan Nasional : Dari Mana Berasal dan Ke Mana Perginya Tutorial PowerPoint untuk mendampingi MAKROEKONOMI, edisi ke-6 N. Gregory Mankiw oleh Mannig J. Simidian 1 Model ini sangat sederhana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 25 II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Area Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia secara berturut-turut pada tahun 1999, 2000, 2001 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang menimpa Indonesia di tahun 1998 menyebabkan terpuruknya beberapa sektor industri di Indonesia. Salah satu industri yang dapat bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA Abstract Inflasi dan pengangguran adalah masalah pelik yang selalu dihadapi oleh Negara Indonesia terkait belum berkualitasnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

KURVA PHILLIPS (PHILLIPS CURVE) 1

KURVA PHILLIPS (PHILLIPS CURVE) 1 1. Kurva Phillips Asli Atau Awal KURVA PHILLIPS (PHILLIPS CURVE) 1 Bahan 7 Phillips Curve Pada tahun 1958 A. W. Phillips, kemudian menjadi professor di London School of Economics, mempublikasikan hasil

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3. 1. Pertumbuhan Ekonomi Kemajuan ekonomi suatu daerah menunjukkan keberhasilan suatu pembangunan meskipun bukan merupakan satu-satunya indikator keberhasilan pembangunan (Todaro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah penelitian, dan sistematika penulisan laporan dari penelitian yang dilakukan. 1. 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan

Lebih terperinci