BAB I PENDAHULUAN. Analisis keberlanjutan fiskal ( fiscal sustainability) merupakan sebuah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Analisis keberlanjutan fiskal ( fiscal sustainability) merupakan sebuah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analisis keberlanjutan fiskal ( fiscal sustainability) merupakan sebuah konsep yang digunakan para ekonom untuk mengukur stabilitas kebijakan fiskal suatu negara (IMF, 2002; Uctum et al., 2004; Andersen, 2012). Konsep keberlanjutan fiskal mulai populer sejak penelitian yang dilakukan oleh Buiter pada tahun 1985 dan Blancard tahun 1990 (Balassone dan Franco, 2000; Alvarado, 2004). Studi Buiter (1985) berfokus pada masalah defisit sektor publik dan beban utang publik dalam penerapan Medium Term Financial Strategy (MTFS). Selain itu, Blancard (1990) dalam studinya, mengukur perubahan kebijakan fiskal dan menganalisis dampak kebijakan fiskal melalui defisit dan utang. Studi mengenai keberlanjutan fiskal kemudian mulai berkembang dan menghasilkan aplikasi metode pengukuran yang bervariasi 1. Analisis keberlanjutan fiskal menjadi bagian penting dalam desain dan evaluasi kebijakan fiskal (IMF, 2002; Budina dan Wijnbergen, 2008). Analisis mengenai stabilitas utang dan keberlanjutan fiskal sangat diperlukan oleh pembuat kebijakan (policymaker) sebagai indikasi kebutuhan mengoreksi kebijakan fiskal suatu negara (Calvo et al., 2002; Croce dan Ramon, 2003). Secara umum, konsep keberlanjutan fiskal mengarah pada kemampuan pemerintah membuat kebijakan 1 Studi keberlanjutan fiskal dengan pendekatan standard sustainability (Tinsley, 2003), probabilitas (Alvarado et al., 2004), stochastic simulation dan stress test (IMF, 2002; Mendoza dan Oviedo, 2003; Hostland dan Karam, 2005; Budina dan Wijnbergen; 2008), recursive algorithm (Croce dan Ramon, 2003) dan lain sebagainya.

2 fiskal yang dapat menstabilkan perekonomian melalui solvabilitas keuangan jangka panjang (Balassone dan Franco, 2000; Alvarado et al., 2004; Budina dan Wijnbergen, 2007, Taylor et al., 2012). Menurut Burnside (2005:11), konsep keberlanjutan fiskal sangat berkaitan dengan solvabilitas (solvency) tingkat utang dan keuangan pemerintah. Solvabilitas mengacu kepada kemampuan pemerintah dalam memenuhi kewajiban utang tanpa menyebabkan kegagalan bayar (default). Menurut Chalk dan Hemming (2000) serta Burnside (2005:12), dalam perkembangannya, konsep keberlanjutan fiskal tidak memiliki definisi baku namun, para ekonom secara khusus menghubungkannya dengan kebijakan fiskal pemerintah. Konsep tersebut mengarah pada peranan pemerintah dalam mempertahankan stabilitas kebijakan (fiskal maupun moneter) agar keuangan pemerintah tetap solven (IMF, 2002; Croce dan Ramon, 2003; Celasun et al., 2007). Selama kombinasi kebijakan tersebut konsisten dan tidak berubah secara cepat, maka dapat dikatakan kebijakan tersebut berimbang (sustainable). Menurut Burnside (2005:12), pemerintah kerap mengubah kebijakannnya saat mengalami kegagalan keuangan. Konsekuensi dari perubahan kebijakan tersebut dapat menyebabkan keuangan pemerintah menjadi default. Berdasarkan definisi dari beberapa studi mengenai keberlanjutan fiskal, Alvarado et al. (2004) merumuskan keberlanjutan sebagai konsep yang tercapai bila terpenuhi dua kondisi berikut, pertama, sebuah negara dapat memenuhi aktivitasnya dengan kendala anggaran ( budget constraint) periode saat ini tanpa mengalami kegagalan pembayaran utang atau utang yang berlebihan. Kedua, utang sebuah negara tidak terakumulasi dan tidak menyebabkan penyesuaian yang

3 besar di masa mendatang sehingga membutuhkan adanya pelayanan dan penyesuaian utang. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa keuangan pemerintah harus memenuhi kondisi solven dan likuid dalam memenuhi kewajibannya membayar utang. Menurut Andersen (2012), beberapa studi menghubungkan kondisi keberlanjutan fiskal suatu negara dengan kegagalan keuangan publik. Kegagalan keuangan tersebut berkaitan dengan krisis keuangan di masa lalu yang menyebabkan kegagalan pengembalian utang. Kegagalan stabilitas fiskal pada tahun 1973 akibat krisis minyak telah mengubah arah konsentrasi kebijakan fiskal negara-negara dunia dari analisis jangka pendek, dengan fluktuasi siklus bisnis ringan menuju analisis jangka panjang ( Frankel dan Schmukler 1996; Corsetti et al., 1999; Budina dan Wijnbergen, 2008). Ketidakstabilan kebijakan fiskal dapat memicu kegagalan stabilitas keuangan sehingga dapat menyebabkan terjadinya krisis ekonomi (Mishkin, 1999; Grenville, 2004). Banyak negara telah mengalami fase kegagalan fiskal dan memicu terjadinya krisis seperti krisis utang di Amerika Latin tahun 1970-an dan 1980-an (Uctum et al., 2004; Budina dan Wijnbergen, 2008) yang menyebabkan peningkatan rasio utang (Uctum et al., 2004). Asia juga pernah mengalami ketidakseimbangan fiskal pada tahun 1998 ( Frankel dan Schmukler, 1996; Wade 1998; Wade dan Veneroso, 1998; Iriana dan Sjoholm, 2002). Krisis tersebut telah menyebabkan negara-negara di Asia termasuk Indonesia, mengalami kegagalan memenuhi kewajiban utang dan keharusan jaminan bailout di sektor keuangan.

4 Krisis yang ditandai dengan pelemahan nilai tukar rupiah juga meningkatkan komposisi utang luar negeri Indonesia dari USD 53,8 miliar pada tahun 1997 menjadi USD 67,3 miliar pada tahun 1998 (Bank Indonesia, 201 4). Posisi ini sangat mengkhawatirkan, sebab adanya potensi gangguan finansial global internasional yang akan mengganggu ruang gerak fiskal (fiscal space) Indonesia melalui peningkatan suku bunga dan meningkatkan beban utang yang harus dibayar pemerintah dalam anggaran negara ( Chang dan Velasco, 1998; Radelet dan Sachs, 1998; Hawkins dan Turner, 2000). Selain itu, laju pertumbuhan utang dalam negeri juga sangat tinggi. Krisis telah meningkatkan utang pemerintah Indonesia sebesar tiga hingga empat kali lipat dari kondisi sebelum krisis dan hampir tiga perempatnya merupakan utang dalam negeri (Boediono, 2009). Setelah periode krisis, utang masih menjadi instrumen utama pembiayaan yang digunakan tidak hanya untuk menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetapi juga membayar kembali utang jatuh tempo (Marks, 2004; Simarmata, 2007). Beban utang yang tinggi akan mengurangi ruang gerak fiskal dalam mengalokasikan anggarannya (Marselina, 2014). Hal ini mendukung pendapat Kuncoro (2011) dan Marks (2004) bahwa ketidakstabilan utang mendorong ketidakstabilan fiskal di Indonesia. Untuk itu, demi tercapainya kestabilan fiskal maka diperlukan pengelolaan utang dan defisit anggaran yang berorientasi jangka panjang. Dalam kasus Indonesia, posisi sumber pembiayaan pemerintah yang didominasi oleh utang ditunjukkan pada Gambar 1.1. Sumber pembiayaan melalui

5 utang terus meningkat dari tahun 2000 hingga Pembiayan utang melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman meningkat secara signifikan dari 17,8 triliun rupiah pada 2000 hingga 380,5 triliun rupiah pada Peningkatan sumber pembiayaan APBN tidak hanya dari kebutuhan defisit tetapi juga kebutuhan pembayaran utang jatuh tempo dan buyback SBN, pembayaran cicilan pokok, penerusan pinjaman dan pembiayaan non-utang (DJPU, 2014) (Miliar Rupiah) (Tahun) Defisit Pembayaran Utang Lain-lain Utang Non-Utang Kebutuhan Pembiayaan Sumber Pembiayaan Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, 2014 (data diolah). Gambar 1.1 Cashflow Pembiayaan, Gambar 1.1 menunjukkan kebutuhan pembiayaan untuk pembayaran utang yang lebih besar dari kebutuhan defisit. Peningkatan pembayaran utang telah melebihi pembiayaan defisit dan meningkat setiap tahunnya secara signifikan.

6 Pada tahun 2004, pembayaran utang meningkat sebesar 71,9 triliun rupiah hingga mencapai 178,1 triliun pada 2012 dan menurun 165,1 triliun. Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagai salah satu instrumen utama dalam pembiayaan, utang juga menjadi beban pemerintah dalam pembayaran kembali utang (McLeod, 2004) Total Utang Pemerintah; (Triliun Rupiah) SBN; 1661, Pinjaman; 710,34 0 (Tahun) Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, 2014 (data diolah). Gambar 1.2 Posisi Utang Pemerintah, Berdasarkan laporan perkembangan utang negara DJPU (2014), pada tahun 2002, pemerintah membuat kebijakan untuk menciptakan pembiayaan APBN dengan biaya yang minimal pada tingkat risiko terkendali sehingga keberlanjutan fiskal dapat terpelihara. Salah satu upaya tersebut adalah dengan menciptakan pasar SBN yang aktif dan likuid 2. Kebijakan tersebut terlihat dari 2 Kebijakan tersebut terlaksana dengan disahkannya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2002 mengenai Surat Utang Negara (SUN). Selanjutnya pada tahun 2008, pemerintah mengeluarkan

7 posisi utang pemerintah setelah periode krisis ( ) pada Gambar 1.2. Pasca krisis, struktur porsi utang pemerintah lebih didominasi oleh SBN dibandingkan dengan pinjaman luar negeri. Utang melalui SBN terus meningkat hingga mencapai triliun rupiah atau 70 persen dari total utang pemerintah pada Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya pergeseran struktur utang pemerintah Indonesia, yang sebelumnya bersumber dari utang (pinjaman) luar negeri ke utang dalam negeri (SBN). Sejak tahun 2005, SBN telah menjadi instrumen utama dalam pembiayaan APBN (DJPU, 2014). Kenaikan SBN terlihat pada awal periode 2008 hingga Peningkatan tersebut digunakan terutama untuk refinancing utang yang telah lama jatuh tempo dengan mempertimbangkan utang baru dengan waktu dan kondisi ( terms and conditions) yang baik (DJPU, 2014). Kondisi tersebut sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam mengoptimalkan potensi pendanaan yang bersumber dari dalam negeri (SBN dan pinjaman dalam negeri) dan mengurangi pinjaman luar negeri jangka menegah. Posisi utang pemerintah juga dapat dilihat dari komposisinya. Komposisi utang pemerintah Indonesia ditampilkan pada Gambar 1.3. Pada tahun 2000 hingga 2004, utang pemerintah didominasi oleh pinjaman luar negeri dan SBN berdenominasi rupiah. Sejak 2005, SBN denominasi rupiah meningkat signifikan dari 658,7 triliun atau 50,1 persen dari total utang pemerintah. Pinjaman luar negeri berfluktuasi dengan proporsi yang hampir sama dengan SBN berdenominasi rupiah, namun pada tahun 2009 mengalami penurunan hingga Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 mengenai surat berharga negara yang berlandaskan hukum syariah yaitu Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

8 akhir 2013 dengan total sebesar 708,1 triliun rupiah atau 29,8 persen dari total utang pemerintah. Utang Pemerintah (Triliun Rupiah) % 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% Rasio (Persen) Pinjaman Luar Negeri Pinjaman Dalam Negeri SBN Denominasi Valas SBN Denominasi Rupiah Pinjaman SBN Sumber: Bank Indonesia, 2014 (data diolah). Gambar 1.3 Komposisi Utang Pemerintah, % Anggaran pemerintah (APBN) dikatakan berkesinambungan apabila pemerintah mampu membiayai seluruh belanjanya selama jangka waktu yang tidak terbatas (Langenus, 2006). Konsep dari kesinambungan APBN juga berkaitan dengan proporsi utang yang dimiliki pemerintah. Menurut Islam dan Biswas (2006), p emerintah sebagai peminjam diharapkan memenuhi dua kondisi yaitu solvabilas (solvency) dan likuiditas (liquidity) guna mencapai keberlanjutan fiskal. Dari kondisi solvabilitas, pemerintah sebagai debitor harus memiliki dana (anggaran) yang cukup untuk menutupi kewajiban pengembalian utang beserta bunga tanpa adanya akumulasi utang dalam jangka panjang. Dengan kata lain, pemerintah harus memiliki primary surplus (selisih penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang tidak termasuk pembayaran bunga utang) yang lebih besar dan

9 mampu menjaga kestabilan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) (Calvo et al., 2003; Alvarado et al., 2004; Budina dan Wijnbergen, 2008). Konsep likuiditas mengarah pada upaya pemerintah untuk memiliki sumber pembiayaan cukup dalam menutupi defisit anggaran tanpa menyebabkan ketidakstabilan keuangan. Masalah utama dari keberlanjutan fiskal adalah masih besarnya defisit anggaran untuk menjaga stabilitas keuangan (Feldste in dan Elmendorf, 1990; Blejer dan Cheasty, 1991; Krejdl, 2006). Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan defisit anggaran dibatasi maksimal 3 persen dan utang maksimal 60 persen dari PDB. Berdasarkan undang-undang tersebut, pemerintah melakukan dua stategi untuk mengendalikan anggaran yaitu dengan mengurangi rasio defisit anggaran lebih kecil dari 3 persen PDB dan menjaga utang negara yang aman dengan menggunakan indikator utang terhadap PDB untuk mengukur kemampuan negara dalam menanggung beban utang. Gambar 1.4 menunjukkan tren dari defisit fiskal yang cenderung stabil dari tahun 2000 hingga 2007 dengan rata-rata defisit 2,36 persen per tahun. Namun, setelah 2008 defisit anggaran terus meningkat hingga melebihi batas aman defisit negara sebesar 4,5 hingga 7,26 persen pada 2012 dan kemudian menurun 5,53 persen tahun Sebaliknya, rasio utang terhadap PDB menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun 2002 hingga Batas aman utang terhadap PDB telah ditunjukkan pada 2004 dengan rasio 57 persen dan terus menurun hingga berada 23 persen pada Meskipun rasio utang terhadap PDB mengalami perbaikan namun kendala defisit masih terus terjadi di akhir tahun

10 2013. Pemerintah harus mampu mengendalikan kendala anggaran agar konsep solvabilitas keuangan dan keberlanjutan fiskal dapat tercapai (Marks, 2004). Defisit Anggaran (Triliun Rupiah) Rasio (Persen) Defisit Fiskal Rasio Utang-PDB Defisit Fiskal-PDB (Tahun) Sumber: Bank Indonesia, 2014 (data diolah). Gambar 1.4 Trend Rasio Utang-PDB dan Defisit Fiskal, Studi ini meninjau dan menganalisis keberlanjutan fiskal menggunakan analisis teoritis dan didukung oleh studi-studi empiris yang pernah dilakukan baik di Indonesia maupun di negara lain. Studi ini menggunakan data Indonesia tahun 2000 hingga 2013 triwulan untuk melakukan analisis keberlanjutan fiskal. Pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan keberlanjutan fiskal adalah pendekatan uji akar unit ( unit root test) Uctum et al. (2004) melalui fungsi intertemporal budget constraint (IBC) pemerintah. Pendekatan uji akar unit dari Dickey dan Fuller (1981) digunakan karena pende katan tersebut dapat merepresentasikan stasioneritas utang pemerintah dan mengukur stabilitas

11 keberlanjutan fiskal lebih baik dibandingkan dengan pengukuran standar keberlanjutan fiskal. Sedangkan, pengaruh utang terhadap keseimbangan primer dijelaskan melalui modifikasi fungsi reaksi fiskal yang digunakan oleh Budina dan Wijnbergen (2008) serta Ghosh et al. (2013) dalam menganalisis pengaruh utang dan variabel-variabel ekonomi makro lainnya terhadap keseimbangan primer pemerintah. Keseimbangan primer dalam studi ini diukur melalui selisih penerimaan dan pengeluaran yang dikurangi pembayaran bunga utang. Keseimbangan primer digunakan agar dapat mengurangi dampak defisit yang lalu dan dapat mengukur ketahanan anggaran pemerintah (Blejer dan Cheasty, 1991; Buiter, 1995). Fungsi reaksi fiskal dengan pendekatan Error Correction Model (ECM) dianggap mampu menjelaskan hubungan utang terhadap keseimbangan primer dalam jangka pendek maupun jangka panjang Perumusan Masalah Berkenaan dengan permasalahan stabilitas utang pemerintah serta adanya volatilitas utang pemerintah dan faktor-faktor ekonomi lainnya terhadap keseimbangan primer, maka memungkinkan terjadinya ketidaksinambungan fiskal (unsustainable) di Indonesia. Berdasarkan latar belakang serta permasalahan penelitian yang telah diuraikan diatas, berikut pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dalam studi ini: 1. Bagaimanakah stabilitas keberlanjutan fiskal di Indonesia melalui pendekatan uji akar unit periode ?

12 2. Bagaimanakah pengaruh utang pemerintah, kesenjangan fiskal (fiscal gap), keterbukaan ekonomi (openness), inflasi, dan harga minyak dunia terhadap keseimbangan primer pemerintah Indonesia periode ? 1.3. Keaslian Penelitian Studi ini menganalisis pengelolaan utang pemerintah dan keberlanjutan fiskal di Indonesia. Terdapat beberapa penelitian yang membahas mengenai utang dan keberlanjutan fiskal di beberapa negara termasuk Indonesia. Penelitian tersebut diantaranya, penelitian Uctum et al. (2004) yang menganalisis keberlanjutan keuangan publik melalui utang melalui pendekatan uji akar unit (unit root test) di negara-negara Amerika Latin dan Asia. Budina dan Wijnbergen (2008) dalam studinya melakukan analisis mengenai keberlanjutan fiskal melalui pendekatan stress test dan stochastic simulations. Selanjutnya, Ghosh et al. (2013) menganalisis keberlanjutan ekonomi dengan pendekatan debt limit melalui fungsi reaksi fiskal (fiscal reaction function) di 23 negara tahun Berbeda dengan studi-studi sebelumnya, penelitian ini menggabungkan dua pendekatan dalam menjelaskan keberlanjutan fiskal di Indonesia. Penelitian ini akan menganalisis keberlanjutan fiskal melalui pendekatan uji akar unit persamaan intertemporal budget constraint dan memodifikasi persamaan fungsi reaksi fiskal dari Uctum et al. (2004); Budina dan Wijnbergen (2008) dan Ghosh et al. (2013) untuk menganalisis keberlanjutan fiskal serta pengaruh utang terhadap keseimbangan primer. Melalui studi ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengukuran keberlanjutan fiskal melalui utang pemerintah dan

13 menjelaskan mengenai perubahan utang dan variabel-variabel makro terhadap keseimbangan primer yang mungkin dapat menjadi rekomendasi kebijakan fiskal di Indonesia Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan pertanyaan penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis stabilitas keberlanjutan fiskal Indonesia melalui pendekatan uji akar unit periode Menganalisis pengaruh utang pemerintah, kesenjangan fiskal (fiscal gap), openness, inflasi, dan harga minyak dunia terhadap keseimbangan primer pemerintah Indonesia periode Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan kontribusi kepada berbagai pihak termasuk pemerintah, peneliti dan masyarakat. Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian antara lain: 1. Penelitian ini diharapkan menjadi rekomendasi bagi pemerintah, terutama instansi yang berkaitan dengan pengelolaan utang negara dalam mengendalikan perubahan variabel-variabel ekonomi makro (utang pemerintah, kesenjangan fiskal, keterbukaan ekonomi, inflasi, dan harga

14 minyak dunia) dalam mengelola utang pemerintah dan menjaga keberlanjutan fiskal di Indonesia. 2. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan studi dan referensi bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan isu penelitian yang berkenaan dengan utang pemerintah dan keberlanjutan fiskal di Indonesia. 3. Penelitian ini diharapkan menjadi informasi kepada masyarakat untuk mengetahui kondisi perekonomian yang berkaitan dengan utang dan keberlanjutan fiskal di Indonesia Sistematika Penelitian Sistematika penulisan studi ini dipaparkan sebagai berikut: Bab I: berisi pendahuluan yang memaparkan uraian mengenai latar belakang, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan penelitian. Bab II: berisi tinjauan pustaka yang menguraikan profil utang pemerintah, keseimbangan primer, teori mengenai utang pemerintah dan kendala anggaran, konsep keberlanjutan fiskal serta tinjauan penelitian terdahulu. Bab III: berisi metodologi penelitian yang terdiri dari pemaparan jenis dan sumber data yang digunakan, spesifikasi model, alat analisis, definisi operasional variabel, dan hipotesis.

15 Bab IV: berisi analisis dan pembahasan yang menguraikan hasil analisis data dengan menggunakan pendekatan ekonomi yang disajikan pada sub-bab metode penelitian. Bab V: berisi kesimpulan dan saran kepada pihak terkait sebagai hasil penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Keberlanjutan fiskal menurut Adams et al. (2010) didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Keberlanjutan fiskal menurut Adams et al. (2010) didefinisikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberlanjutan fiskal menurut Adams et al. (2010) didefinisikan sebagai kondisi dimana anggaran pemerintah dapat lancar dibiayai tanpa menghasilkan peningkatan utang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi DAFTAR SINGKATAN... xii ABSTRAKSI...xiii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang digunakan sebagai salah satu bentuk pembiayaan ketika APBN mengalami defisit dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar keuangan global yang sangat cepat dan semakin terintegrasi telah mengakibatkan pasar obligasi memainkan peranan penting sebagai alternatif sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara dalam mencapai pertumbuhan ekonomi membutuhkan dana yang relatif besar. Namun usaha pengerahan dana tersebut banyak mengalami kendala yaitu kesulitan mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang berintegrasi dengan banyak negara lain baik dalam

Lebih terperinci

BAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang-

BAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 2004 2009, pembiayaan defisit APBN melalui utang menunjukkan adanya pergeseran dominasi dari pinjaman luar negeri menjadi Surat Utang Negara (SUN) atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Pembiayaan APBNP 2017 masih didukung oleh peran utang Pemerintah Pusat. Penambahan utang neto selama bulan Agustus 2017 tercatat sejumlah Rp45,81 triliun, berasal dari penarikan pinjaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Salah satu strategi pembangunan nasional indonesia yaitu melakukan pemerataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang.

BAB I PENDAHULUAN. Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. Selama 30 tahun dimulai dari pemerintahan orde lama, Selama masa orde baru saja jumlah hutang luar

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Utang Pemerintah Pusat berperan dalam mendukung pembiayaan APBNP 2017. Penambahan utang neto selama bulan September 2017 tercatat sejumlah Rp40,66 triliun, berasal dari penerbitan Surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi tahun 1997 di Indonesia telah mengakibatkan perekonomian mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah Indonesia terbelit

Lebih terperinci

NAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN

NAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN NAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN Detik.com Hingga akhir Mei 2016, total utang pemerintah i pusat tercatat Rp3.323,36 triliun. Naik Rp44,08 triliun dibandingkan akhir April 2016,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Keterbukaan Indonesia terhadap modal asing baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan anggaran dana yang memadai untuk memenuhinya guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia ini mengalami krisis yang didorong oleh sistem keuangan mereka yang kurang dikembangkan, votalitas kebijakan

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating system) di Indonesia pada tahun 1997, telah menyebabkan posisi nilai tukar rupiah terhadap

Lebih terperinci

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Pendahuluan Dalam penyusunan APBN, pemerintah menjalankan tiga fungsi utama kebijakan fiskal, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN Salah satu upaya untuk mengatasi kemandegan perekonomian saat ini adalah stimulus fiskal yang dapat dilakukan diantaranya melalui defisit anggaran. SUN sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1. menjadi perdebatan dalam teori ekonomi makro. Setidaknya, ada dua pandangan

BAB 1. menjadi perdebatan dalam teori ekonomi makro. Setidaknya, ada dua pandangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Topik mengenai dampak defisit anggaran terhadap perekonomian telah sering menjadi perdebatan dalam teori ekonomi makro. Setidaknya, ada dua pandangan berbeda terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara

I. PENDAHULUAN. yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DISCLAIMER

DAFTAR ISI DISCLAIMER DAFTAR ISI 1. Tujuan dan Kebijakan Pengelolaan Utang 2. Realisasi APBNP 2017 dan Defisit Pembiayaan APBN 3. Perkembangan Posisi Utang Pemerintah Pusat dan Grafik Posisi Utang Pemerintah Pusat 4. Perkembangan

Lebih terperinci

Referensi : Struktur Utang Indonesia 2013

Referensi : Struktur Utang Indonesia 2013 Referensi : Struktur Utang Indonesia 2013 Problem Overview : Untuk ukuran negara berkembang, jumlah utang luar negeri pemerintah Indonesia tergolong tinggi. Bila dilihat dari berbagai indikator, hingga

Lebih terperinci

Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0)

Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0) Pembiayaan Defisit pada APBN-P 2010 Sebagai konsekuensi dari Penerimaan Negara yang lebih kecil daripada Belanja Negara maka postur APBN akan mengalami defisit. Defisit anggaran dalam batasan-batasan tertentu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dalam menggunakan pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 2000) Michael P Todaro, Ekonomi Untuk Negara Berkembang (Bumi Aksara:

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 2000) Michael P Todaro, Ekonomi Untuk Negara Berkembang (Bumi Aksara: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akumulasi utang luar negeri adalah suatu gejala umum negaranegara dunia ketiga pada tingkat perkembangan ekonomi dimana kesediaan tabungan dalam negeri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011).

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa Orde Baru, pemerintah menerapkan kebijakan Anggaran Berimbang dalam penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang artinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 10/7/PBI/2008 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 10/7/PBI/2008 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 10/7/PBI/2008 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pinjaman luar negeri merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN JUMLAH KUMULATIF DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA, DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH, SERTA JUMLAH

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya PBI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus utama dari kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di setiap negara, merupakan sebuah alat yang dapat mempengaruhi suatu pergerakan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengeluaran Pemerintah memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi dari penerimaan negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/20/PBI/2014 TANGGAL 28 OKTOBER 2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan makro yang dijalankan oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal yang dijalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan ekonomi suatu negara. Sebagai negara berkembang, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman serta sebagai lembaga perantara interaksi antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan biaya yang ditanggung pemerintah untuk melakukan peminjaman, dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan biaya yang ditanggung pemerintah untuk melakukan peminjaman, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Risiko gagal bayar dari sebuah negara dapat diukur melalui premi risiko dari surat utangnya yang dapat dilihat dari sovereign bond spread 1. Sovereign bond spread

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 12/ 1 /PBI/ 2010 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 12/ 1 /PBI/ 2010 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 12/ 1 /PBI/ 2010 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pinjaman luar negeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran aktif lembaga pasar modal merupakan sarana untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara optimal dengan mempertemukan kepentingan investor selaku pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual. Masyarakat seperti ini akan tercapai dengan dihapuskannya

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual. Masyarakat seperti ini akan tercapai dengan dihapuskannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara memiliki arah dan strategi untuk senantiasa mewujudkan masyarakat adil dan makmur secara merata, baik materiil maupun spiritual. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel ekonomi yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pendapatan domestik bruto (PDB), yaitu

Lebih terperinci

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute Kinerja dunia perbankan dalam menyalurkan dana ke masyarakat dirasakan masih kurang optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan stabilitas di bidang ekonomi yang sehat dan dinamis, pemeliharaan di bidang ekonomi akan tercipta melalui pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan stabilitas di bidang ekonomi yang sehat dan dinamis, pemeliharaan di bidang ekonomi akan tercipta melalui pencapaian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indikator indikator ekonomi makro sangat berperan dalam menstabilkan perekonomian. Menurut Lufti dan Hidayat ( 2007 ), salah satu indikator ekonomi makro yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan dua hal penting dalam perpsektif kebijakan fiskal. Pada tahun 2013,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan dua hal penting dalam perpsektif kebijakan fiskal. Pada tahun 2013, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan penerimaan pajak merupakan dua hal penting dalam perpsektif kebijakan fiskal. Pada tahun 2013, APBN-P mencapai

Lebih terperinci

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% 1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk menunjukan kuat atau lemahnya fundamental perekonomian suatu negara. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri Judul : Pengaruh Kurs dan Impor Terhadap Produk Domestik Bruto Melalui Utang Luar Negeri di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Nur Hamimah Nim : 1306105143 ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah lama melakukan perdagangan internasional. Adapun manfaat

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah lama melakukan perdagangan internasional. Adapun manfaat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia telah lama melakukan perdagangan internasional. Adapun manfaat perdagangan internasional yaitu,memperoleh keuntungan dari spesialisasidalam memproduksi barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara. Globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat pasca pemulihan krisis ekonomi global pada Tahun 2008, mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F 0102058 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi tersebut (Todaro dan Smith, 2003). Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan PDB

BAB I PENDAHULUAN. tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi tersebut (Todaro dan Smith, 2003). Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan PDB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan kegiatan dalam perekonomian suatu negara yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini dunia diperhadapkan pada masalah krisis ekonomi global yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika sehingga akan berdampak buruk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perbankan. Dimana sektor perbankan menjadi pondasi pembangunan nasional

I. PENDAHULUAN. perbankan. Dimana sektor perbankan menjadi pondasi pembangunan nasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan sektor perbankan. Dimana sektor perbankan menjadi pondasi pembangunan nasional dalam mengumpulkan

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL SAL DALAM RAPBN 12 I. Data SAL 4-12 Tabel 1. Saldo Anggaran Lebih (SAL) TA 4-12 (dalam miliar rupiah) 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Saldo awal SAL 1) 24.588,48 21.574,38 17.66,13 18.83,3 13.37,51 94.616,14 66.523,92

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1999-2005 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1999-2 2005 2. Arah Kebijakan 1999-2005 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1999-2005

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam bentuk peningkatan pendapatan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, siklus ekonomi merupakan

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan pemerintah dalam perekonomian tampaknya semakin besar dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan pemerintah dalam perekonomian tampaknya semakin besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan pemerintah dalam perekonomian tampaknya semakin besar dan terus meningkat seiring dengan kemajuan ekonomi dari tahun ke tahun. Besar kecilnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, keadaan dan perkembangan perdagangan luar negeri serta neraca pembayaran internasional tidak

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, sehingga dalam tatanan perekonomian suatu negara diperlukan pengaturan moneter yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci