BAB III FASILITAS PENANAMAN MODAL. Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III FASILITAS PENANAMAN MODAL. Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakkan"

Transkripsi

1 56 BAB III FASILITAS PENANAMAN MODAL A. Bentuk-Bentuk Fasilitas Penanaman Modal 1. Fasilitas Fiskal Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakkan investasi di Indonesia, sebagaimana di investarisasi oleh BKPM, yakni kendala internal dan eksternal. Kendala internal antara lain kesulitan mendapatkan lahan dan proyek yang sesuai; kesulitan memperoleh bahan baku; kesulitan dana dan pembiayaan; kesulitan pemasaran; dan adanya sengketa dan perselisihan diantara pemegang saham. Kendala eksternal antara lain, faktor lingkungan bisnis yang tidak mendukung dan insentif atau fasilitas investasi yang diberikan oleh pemerintah kurang menarik; permasalahan hukum; keamanan, stabilitas politik; keberadaan perturan daerah, keputusan menteri dan undang-undang yang turut mendistorsi kegiatan penanaman modal di Indonesia; adanya ketidakpastian dalam pemanfaatan hutan bagi industri pertambangan, dan lain sebagainya. 76 Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah telah mengeluarkan berbagai paket kebijakan dengan mengesahkan dan memberlakukan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam undang-undang ini telah diatur tentang fasilitas atau kemudahan yang diberikan bagi investor yang mau menanamkan modalnya di Indonesia yaitu pada Bab X dari Pasal 18 sampai dengan pasal 24. Berbagai bentuk fasilitas yang diberikan ini merupakan hak yang di dapatkan penanam modal sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 14 huruf (d) 76 Salim HS, Op.Cit., hlm. 4.

2 57 UUPM. Pemberian fasilitas-fasilitas atau kemudahan ini adalah dimaksudkan agar investor domestik maupun investor asing mau menanamkan investasinya di Indonesia. Bentuk fasilitas penanaman modal yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 meliputi kemudahan perpajakan (fiskal) dan kemudahan perizinan (non fiskal). Adapun fasilitas fiskal yang diberikan kepada investor domestik maupun investor asing, diantaranya: 77 a. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu; b. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri; c. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu; d. Pembebasan atau penangguhan pajak pertambahan nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu; e. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 18 ayat (4) 78 Amortisasi adalah prosedur akuntansi yang secara bertahap mengurangi nilai biaya dan suatu aktiva dengan umur manfaat terbatas atau aktiva tidak berwujud lain melalui pembebanan berkala ke pendapatan. Atau pengurangan utang dengan pembayaran pokok dan bunga secara

3 58 f. Keringanan pajak bumi dan bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu. 2. Fasilitas Non Fiskal Selain fasilitas fiskal, pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh: 79 a. Hak atas tanah: 1) Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapatdiberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun; 2) Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan 3) Hak pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun. b. Fasilitas pelayanan keimigrasian: 1) Pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing selama 2 (dua) tahun; teratur dengan jumlah tertentu sehingga pinjaman terbayar pada saat jatuh tempo. Rocky Marbun dkk, Op.Cit., hlm Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 21.

4 59 2) Pemberian alih status izin tinggal terbatas bagi penanam modal menjadi izin tinggal tetap dapat dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama 2 (dua) tahun berturut-turut; 3) Pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan; 4) Pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kaliperjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 2 (dua) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan; dan 5) Pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal tetap diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal tetap diberikan. c. Fasilitas perizinan impor: 1) Barang yang selama tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perdagangan barang; 2) barang yang tidak memberikan dampak negatif terhadap keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, dan moral bangsa; 3) barang dalam rangka relokasi pabrik dari luar negeri ke Indonesia; dan

5 60 4) barang modal atau bahan baku untuk kebutuhan produksi sendiri. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, juga mengatur mengenai fasilitas yang diberikan dalam Kawasan Ekonomi Khusus. Berikut adalah beberapa fasilitas yang diberikan kepada perusahaan penanaman modal yang berada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK): 80 a. Perpajakan, Kepabeanan dan Cukai; b. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; c. Pertanahan, Perizinan dan Keimigrasian; dan d. Fasilitas Ketenagakerjaan. Disamping pemerintah pusat, pemerintah daerah juga bisa memberikan fasilitas bagi perusahaan penanaman modal yang berada di daerah kewenangan pemerintah daerah, karena adanya prinsip otonomi daerah yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Fasilitas yang dapat diberikan tersebut dapat berupa insentif ataupun kemudahan. 81 Pemberian insentif dapat berbentuk: 82 a. Pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah; b. pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah; 80 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, pasal Vandi Wahyudi Hutagaol, Op.Cit., hlm Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedomean Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah, pasal 3 ayat (1).

6 61 c. pemberian dana stimulan; dan/atau d. pemberian bantuan modal. Pemberian kemudahan dapat berbentuk: 83 a. Penyediaan data dan informasi peluang penanaman modal; b. penyediaan sarana dan prasarana; c. penyediaan lahan atau lokasi; d. pemberian bantuan teknis; dan/atau e. percepatan pemiberian perizinan. B. Tujuan Pemberian Fasilitas Kegiatan perusahaan dalam merealisasikan proyek penanaman modal dalam negeri dan atau penanaman modal asing masing-masing mempunyai skala ekonomi yang berbeda. Bagi investasi yang berskala kecil, tidak memerlukan teknologi tinggi dan atau peralatan atau bahan baku tertentu dalam memproduksi barang dan jasa, jasa konsultan atau jasa perdagangan, maka penanaman modal dapat menggunakan kemampuan finansialnya secara langsung tanpa memerlukan bantuan pembiayaan untuk pembelian barang modalnya. Namun apabila perusahaan bergerak dalam bidang yang menggunakan teknologi tinggi, mesin peralatan yang canggih/sophisticated, menggunakan bahan baku yang belum di produksi dalam negeri atau memerlukan jangka waktu investasi yang lama sebelum melakukan produksi komersial, maka pemerintah dapat memberikan 83 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedomean Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah, pasal 3 ayat (2).

7 62 insentif kepada perusahaan berupa fasilitas penanaman modal dan kemudahan dalam berusaha. 84 Maksud dan tujuan pemberian fasilitas fiskal dan non fiskal bagi penanaman modal antara lain adalah: Mendorong peningkatan kegiatan investasi dan ekonomi serta meningkatkan kemampuan daya saing dan kualitas penanaman modal; 2. Membantu perusahaan penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing untuk persiapan melaksanakan produksi komersial dalam hal persiapan peralatan produksi, penggunaan tenaga kerja asing dan atau penggunaan lahan; 3. Untuk melindungi kegiatan usaha nasional dan industi dalam negeri dari masuknya barang sejenis yang diimpor dengan mempertimbangkan kualitas dan harga yang wajar; 4. Memberi kemudahan bagi investor khususnya dalam proses impor barang modal dengan menggunakan daftar induk (masterlist) mesin/peralatan, barang dan bahan. 5. Mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing dengan menjamin tersedianya barang-barang yang bersifat strategis; dan 6. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan percepatan pembangunan dalam bidang-bidang usaha tertentu dan/atau daerah-daerah tertentu. 84 Sri Retno Wahyuningsih dan Firdaus Abdullah, Fasilitas Fiskal Penanaman Modal, (Jakarta: Pusdiklat BKPM, 2012), hlm Ibid. hlm

8 63 C. Persyaratan Pemberian Fasilitas Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal dengan latar belakang: Penanaman modal yang melakukan perluasan usaha; dan 2. Penanaman modal yang melakukan penanaman modal baru. Namun berdasarkan Pasal 20 UU Penanaman Modal telah ditentukan bahwa pemberlakuan fasilitas dan kemudahan hanya ditujukan bagi penanam modal asing yang berbentuk perseroan sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) UU Penanaman Modal, yang menyatakan: 87 Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Hal ini dilakukan sebagai perwujudan asas kepastian hukum yang dilakukan pemerintah terkait penyelenggaraan penanaman modal asing, sehingga penanam modal asing yang menerima fasilitas tersebut didirikan berdasar hukum perusahaan Indonesia terkait pula dengan pengalokasian modal dan tanggung jawab tersebut. 88 Bagi penanam modal yang baru melakukan penanaman modal akan memperoleh fasilitas penanaman modal apabila sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria sebagaimana ditentukan Pasal 18 ayat (3), yaitu: 86 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal Raphita Ivonne Claudia, Kajian Yuridis Terhadap Kemudahan Perpajakan Bagi Investor Dalam Kawasan Ekonomi Khusus Sebagai Upaya Peningkatan Sektor Penanaman Modal Indonesia, (Medan: Fakultas Hukum, 2016). hlm Ibid.

9 64 1. Menyerap banyak tenaga kerja; 2. Termasuk skala prioritas tinggi; 3. Termasuk pembangunan infrastruktur; 4. Melakukan alih teknologi; 5. Melakukan industri pionir 6. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan; 7. Menjaga kelestarian lingkungan hidup; 8. Melaksanakan kegiatan penelitian; 9. Bermitra dengan UKM atau koperasi; 10. Industri yang menggunakan barang modal atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri. Apabila salah satu kriteria itu telah dipenuhi, maka dianggap cukup bagi pemerintah untuk memberikan fasilitas atau kemudahan kepada investor. D. Pengawasan terhadap Pemberian Fasilitas Dalam rangka tercapainya kelancaran dan ketetapan pelaksanaan penanaman modal, dilaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan penanaman modal. Pengawasan terhadap pemberian fasilitas penanaman modal diatur dalam Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 17 Tahun 2015 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal. Pengendalian adalah kegiatan pemantauan, pembinaan, dan pengawasan agar pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Tujuan pengendalian pelaksanaan penanaman modal adalah:

10 65 a. Memperoleh data perkembangan realisasi penanaman modal dan informasi permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan; b. Melakukan bimbingan dan fasilitas penyelesaian permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan; dan c. Melakukan pengawasan pelaksanaan penanaman modal, penggunaan fasilitas fiskal dan non fiskal serta melakukan tindak lanjut atas hasil pemeriksaan lapangan terhadap perusahaan. Selanjutnya pengertian dari pengawasan menurut Kamus Hukum merupakan suatu alat di dalam bersikap yang positif, artinya bukan kesalahan yang dicari, melainkan maksud pengawasan yang sesungguhnya ialah menjaga agar apa yang telah direncanakan berjalan dengan baik, tegasnya diusahakan jangan sampai terjadi kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan di dalam pelaksanaan rencana tersebut. 89 Kemudian menurut Perka BKPM Pedoman Dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, pengawasan adalah upaya atau kegiatan yang dilakukan guna mencegah dan mengurangi terjadinya penyimpangan terhadap ketentuan pelaksanaan penanaman modal dan penggunaan fasilitas penanaman modal. Pengawasan dimaksudkan untuk mengetahui apakah perusahaan penanaman modal memenuhi kewajiban dan tanggungjawab sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-Undang Penanaman Modal. Pengawasan mempunyai peran yang sangat penting sebagai upaya yang diperlukan agar rencana investasi yang disetujui oleh pemerintah bagi para penanam modal melalui pemberian dan 89 Rocky Marbun dkk, Op.Cit., hlm

11 66 persetujuan dapat direalisasikan dengan baik tanpa melakukan suatu pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. 90 Penyelenggaraan pengawasan dilaksanakan oleh BKPM, BPMPTSP Provinsi, BPMPTSP Kabupaten/Kota, Badan Pengusahaan KPBPB, atau Administrator KEK sesuai dengan kewenangannya dan oleh instansi teknis sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 91 Kegiatan pengawasan dilaksanakan melalui pemeriksaan ke lokasi proyek penananaman modal sebagai tindak lanjut dari evaluasi atas pelaksanaan penanaman modal berdasarkan perizinan dan nonperizinan yang dimiliki, adanya indikasi penyimpangan atas ketentuan pelaksanaan penanaman modal atau tidak dipenuhinya kewajiban dan tanggung jawab, dan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk mesin dan ketenagakerjaan. Pengawasan dapat dilaksanakan dengan melibatkan instansi teknis berwenang. Mekanisme pengawasan ke lokasi proyek dilakukan dengan memberitahukan terlebih dahulu kepada perusahaan. Namun, dalam hal terdapat indikasi penyimpangan/pelanggaran terhadap pelaksanaan perizinan penanaman modal, pengawasan dapat dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak perusahaan Abdul Rochis dan Mandjoer S Simbolon, Pengawasan Pelaksanaan Penanaman Modal, (Jakarta: Pusdiklat BKPM, 2012), hlm Republik Indonesia, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 17 Tahun 2015 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, pasal Republik Indonesia, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 17 Tahun 2015 tentang Pedoman Dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, pasal 21 pasal 22.

12 67 BAB IV ASPEK HUKUM ATAS PEMBERIAN FASILITAS NON FISKAL DALAM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA A. Fasilitas Hak Atas Tanah 1. Hak Atas Tanah yang dapat diberikan Penanaman modal mempunyai arti yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia, untuk meningkatkan hal tersebut salah satu upaya adalah penetapan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Oleh karena itu diharapkan dengan adanya undang-undang diharapkan menjadi sumber hukum bagi teknis pelaksanaan penanaman modal baik luar maupun dalam negeri. Dengan adanya landasan tersebut nantinya diharapkan dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional dapat diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisiensi dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional. 93 Sehubungan dengan hal tersebut, berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Penanaman Modal serta fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaaan penanaman modal untuk memperoleh hak atas tanah, fasilitas pelayanan keimigrasian, dan fasilitas perizinan impor. 93 Evalina Barbara Meliala, Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal Setelah Diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, (Medan, Sekolah Pascasarjana, 2008), hlm. 87.

13 68 Mengenai kemudahan pelayanan dan perizinan hak atas tanah yang dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus dapat diperbaharui kembali atas permohonan penanaman modal yang diatur dalam Pasal 22 UUPM adalah sebagai berikut: a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 tahun dan dapat diperbaharui selama 35 tahun. b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekalihus selama 50 tahun dan dapat diperbaharui selama 30 tahun. c. Hak pakai dapat diberikan dengan umlah 70 tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 tahun dan dapat diperbaharui selama 25 tahun. Penjelasan Pasal 22 Ayat (1) Huruf a menyatakan, Hak Guna Usaha (HGU) diperoleh dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbaharui selama 35 (tiga puluh lima) tahun. Penjelasan Pasal 22 Ayat (1) Huruf b menyatakan, Hak Guna Bangunan (HGB) diperoleh dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbaharui selama 30 (tiga puluh) tahun. Penjelasan Pasal 22 Ayat (1) Huruf c menyatakan, Hak Pakai (HP) diperoleh dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45

14 69 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbaharui selama 25 (dua puluh lima) tahun. Dalam perkembangannya, ketentuan mengenai perpanjangan dimuka terhadap hak atas tanah, telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh beberapa LSM. Dalam amar putusan Nomor 21-22/PUU-VI/2007 tentang Uji Material UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, khususnya menyangkut perpanjangan dimuka sekaligus. Dengan demikian, maka ketentuan mengenai perpanjangan hak atas tanah kembali pada peraturan perundang-undangan yang mengatur sebelumnya, antara lain PP No. 40 Tahun 1996 dan Perpres No. 34 Tahun 1992 serta peraturan pelaksananya. 94 Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya menyimpulkan bahwa terhadap Pasal 22 UU No. 25 Tahun 2007 sepanjang menyangkut dimuka sekaligus atau sekaligus dimuka, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Oleh karenanya bunyi pasal 22 diubah menjadi sebagai berikut: kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang dan dapat diperbaharui kembali atas permohonan penanam modal. 95 Meskipun diberikan hak-hak atas tanah seperti Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai bagi investasi asing, namun mereka dibatasi dan tidak dapat memiliki Hak Milik IBR Supancana dkk, Op.Cit., hlm Ibid. 96 Ana Rokhmatussa dyah dan Suratman, Op.Cit., hlm. 69.

15 70 2. Persyaratan mendapatkan Fasilitas Hak Atas Tanah Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah dapat diberikan dan di perpanjang untuk kegiatan penanaman modal dengan persyaratan yang diatur dalam Pasal 22 ayat (2) UUPM, yaitu: a. Penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing; b. Penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan; c. Penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas; d. Penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara; dan e. Penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadialan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum. Hak atas tanah dapat diperbaharui setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaaan, sifat, dan tujuan pemberian hak. Pemberian hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai menurut Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai, salah satu syarat pokok pemberian hak-hak tersebut adalah bahwa subjek hukum yang dapat menjadi pemegangnya adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

16 71 Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah dapat diperpanjang dan diperbaharui atas permohonan pemegang hak, jika memenuhi syarat: a. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut; b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; dan c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. Syarat permohonan hak-hak tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Syarat permohonan hak guna usaha yaitu permohonan hak guna usaha diajukan secara tertulis yang memuat keterangan pemohon yaitu nama badan hukum, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendirian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik yaitu data penguasaannya (dapat berupa akta pelepasan kawasan hutan, akta pelepasan bekas tanah milik adat dan surat bukti perolehan tanah lainnya), letak, batas-batas dan luasnya. Yang terakhir keterangan mengenai jumlah bidang, luas, dan status tanah-tanah yang dimiliki, termasuk bidang tanah yang dimohon dan keterangan lain yang dianggap perlu. Permohonan Hak Guna Usaha dilampiri dengan:

17 72 a. Fotocopy identitas pemohon atau akta pendirian perusahaan yang telah memperoleh pengesahan dan telah didaftarkan sebagai badan hukum; a. Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang; b. Izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan tanah atau surat izin pencadangan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah; c. Bukti kepemilikan dan/atau bukti perolehan tanah berupa pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas tanah milik adat atau surat-surat bukti perolehan tanahnya; d. Persetujuan penanaman modal dalam negeri (PMDN) atau penanaman modal asing (PMA) atau surat persetujuan dari Presiden bagi penanaman modal asing tertentu atau surat persetujuan prinsip dari departemen teknis terkait bagi non penanaman modal dalam negeri atau penanaman modal asing; dan e. Surat ukur apabila ada. Untuk syarat permohonan hak guna bangunan yaitu permohonan hak guna bangunan diajukan secara tertulis yang memuat keterangan pemohon yaitu nama badan hukum, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendirian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik yaitu dasar penguasaan atau alas haknya (berupa sertifikat, girik, surat kapling, sura-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan/atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah,

18 73 putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya), letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau gambar situasi sebutkan tanggal dan nomornya), jenis tanah (pertanian, non pertanian), rencana penggunaan tanah, dan status tanahnya (tanah hak atau tanah negara). Keterangan lainnya yaitu keterangan mengenai jumlah bidang, luas, dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon. Permohonan Hak Guna Bangunan dilampiri dengan: a. Fotocopy identitas permohonan atau akta pendirian perusahaan yang telah memnperoleh pengesahan dan telah didaftarkan sebagai badan hukum; b. Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang; c. Izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan tanah atau surat izin pencadangan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah; d. Bukti pemilikan dan/atau bukti perolehan tanah berupa pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas tanah milik adat atau surat-surat bukti perolehan tanah lainnya; e. Persetujuan penanaman modal dalam negeri (PMDN) atau penanaman modal asing (PMA) atau surat persetujuan dari Presiden bagi penanaman modal asing tertentu atau surat persetujuan prinsip dari departemen teknis bagi non penanaman modal dalam negeri atau penanaman modal asing; dan f. Surat ukur apabila ada.

19 74 Syarat permohonan hak pakai yaitu permohonan hak guna bangunan diajukan secara tertulis yang memuat keterangan pemohon yaitu nama badan hukum, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendirian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik yaitu dasar penguasaan atau alas haknya (berupa sertifikat, girik, surat kapling, sura-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan/atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya), letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau gambar situasi sebutkan tanggal dan nomornya), jenis tanah (pertanian, non pertanian), rencana penggunaan tanah, dan status tanahnya (tanah hak atau tanah negara). Keterangan lainnya yaitu keterangan mengenai jumlah bidang, luas, dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon. 3. Pengendalian dan Pengawasan Untuk pengawasan atas pelayanan dan perizinan hak atas tanah secara tidak langsung diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang Agraria Tata Ruang Dan Pertanahan Dalam Kegiatan Penanaman Modal. Dalam rangka Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan mempercepat serta mempermudah pelayanan kebutuhan atas tanah, Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melakukan sentralisasi pengurusan hak

20 75 atas tanah bagi penanaman modal asing. Bagi penanaman modal asing yang membutuhkan pengurusan hak atas tanah, cukup mengurusnya di Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dalam hal adanya pengurusan hak atas tanah, Perwakilan Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional di Bidang Koordinasi Penanaman Modal melakukan identifikasi dan penunjukan lokasi sesuai kebutuhan penanaman modal. Gambaran dan informasi mengenai ketersediaan tanah akan diperoleh paling lama 7 (tujuh) hari kerja. Ketersediaan dan status lahan akan diselesaikan dalam waktu paling lama: a. Satu bulan, jika berkaitan dengan lahan yang tidak ada penduduknya; b. Enam bulan, jika dalam lahan tersebut terdapat warga yang menempatinya. Dalam rangka pelaksanaan pelayanan, Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional perlu menetapkan atau menugaskan Pejabat Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional pada: a. Badan Koordinasi Penanaman Modal, untuk pelayanan bidang agraria, tata ruang, dan pertanahan berkaitan dengan kegiatan penanaman modal yang merupakan urusan pemerintah; b. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi (BPMPTSP), untuk pelayanan bidang agraria, tata ruang dan pertanahan berkaitan dengan kegiatan penanaman modal yang merupakan urusan pemerintah provinsi; c. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota (BPMPTSP) Kabupaten/Kota, untuk pelayanan bidang

21 76 agraria, tata ruang, dan pertanahan berkaitan dengan kegiatan penanaman modal yang merupakan urusan pemerintah kabupaten/kota. Pejabat yang ditempatkan atau ditugaskan tersebut mempunyai wewenang: a. Memonitor dan mengawasi pelaksanaan ketetapan waktu penyelesaian pelayanan di bidang agraria, tata ruang, dan pertanahan; b. Melakukan peninjauan ke kantor tempat pelayanan diproses atau ditindaklanjuti, dalam rangka mempercepat proses pelayanan di bidang agraria, tata ruang, dan pertanahan. c. Melaksanakan kewenangan lain sesuai arahan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan/atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Pelaksanaan tugas dan wewenang dilaporkan secara berkala setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Dalam hal penanaman modal merupakan urusan pemerintah kabupaten/kota, penyampaian laporan dilakukan dengan tembusan Kepala Kantor Wilayah Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan hasil pengadaan tanah untuk kepentingan umum Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pasal 115.

22 77 B. Fasilitas Keimigrasian 1. Bentuk-Bentuk Fasilitas Keimigrasian Fasilitas keimigrasian merupakan kemudahan yang diberikan kepada investor dalam kaitan dengan hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian). Kemudahan atas pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian telah ditentukan dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Fasilitas keimigrasian ini diberikan untuk: a. Penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing dalam merealisasikan penananam modal; b. Penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing yang bersifat sementara dalam rangka perbaikan mesin, alat bantu produksi lainnya, dan pelayanan purna jual; dan c. Calon penanaman modal yang akan melakukan penjajakan penanaman modal. Investor asing yang menanamkan investasinya di Indonesia diberikan fasilitas di bidang keimigrasian. Dalam Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, telah ditentukan jenis fasilitas keimigrasian yang diberikan kepada investor asing, yaitu: a. Pemberian izin tinggal terbatas (ITAS) bagi investor asing selama dua tahun;

23 78 b. Pemberian alih status izin tinggal terbatas (ASITAS) bagi penanam modal menjadi tinggal tetap dapat dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama dua tahun berturut-turut; c. Pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku satu tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan. d. Pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku dua tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan; dan e. Pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal tetap diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan. 2. Tujuan Pemberian Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian kemudahan pelayanan/dan atau perizinan keimigrasian diberikan agar penanam modal dapat melakukan penjajakan penanaman modal di wilayah Indonesia (negara tujuan investasi), dan agar tenaga kerja asing yang digunakan penanaman modal untuk jabatan atau keahlian tertentu dapat tinggal atau berada di Indonesia untuk melakukan pekerjaan dalam merealisasikan penanaman modal.

24 79 3. Persyaratan Fasilitas Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki izin tinggal. Izin tinggal terdiri dari izin tinggal diplomatik, izin tinggal dinas, izin tinggal kunjungan, izin tinggal terbatas, dan izin tinggal tetap. 98 Izin tinggal yang dimaksud dalam penulisan ini merupakan izin tinggal terbatas dan izin tinggal tetap yang diberikan kepada orang asing dalam rangka penanaman modal. Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia tidak boleh dimiliki lebih dari 1 (satu) izin tinggal. 99 Permohonan izin tinggal terbatas diajukan oleh penanam modal kepada Kepala Kantor Imigrasi atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal orang asing. 100 Izin tinggal terbatas diberikan kepada penanam modal dengan visa tinggal terbatas. 101 Untuk permohonan visa tinggal terbatas yang diajukan penanam modal kepada Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk dengan mengisi aplikasi data melampirkan persyaratan: a. Fotokopi Paspor Kebangsaan yang sah dan masih berlaku; b. Bukti memiliki biaya hidup bagi dirinya dan/atau keluarganya selama berada di Wilayah Indonesia; dan c. Pasfoto berwarna. 98 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Pasal Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Pasal Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Pasal Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Pasal 14.

25 80 Selain melampirkan persyaratan diatas, penanam modal juga harus melampirkan surat rekomendasi dari instansi dan/atau lembaga pemerintahan terkait. 102 Dalam hal ini instansi yang dimaksud adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4) UUPM. Izin tinggal tetap diberikan kepada orang asing pemegang izin tinggal terbatas sebagai investor. Izin tinggal tetap ini diberikan melalui alih status. Permohonan izin tinggal tetap diajukan penanam modal kepada Kepala Kantor Imigrasi atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal orang asing bersangkutan. Permohonan izin tinggal tetap diajukan dengan mengisi aplikasi data dan melampirkan persyaratan: a. Paspor kebangsaan yang sah dan masih berlaku; b. Fotokopi izin tinggal terbatas yang masih berlaku; c. Surat keterangan domisili; d. Pernyataan integrasi yang telah ditandatangani oleh bersangkutan; dan e. Rekomendasi dari instansi dan/atau lembaga pemerintahan terkait. Dalam hal ini instansi dan/atau lembaga pemerintahan terkait yang dimaksud adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4) UUPM. 4. Pengawasan Pengawasan terhadap kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian secara tidak langsung diatur dalam Peraturan Pemerintah Ibid 103 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Pasal

26 81 Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pengawasan yang dimaksud dalam pemberian fasilitas pelayanan keimigrasian adalah pengawasan terhadap izin tinggal dan kegiatan warga negara asing yang diberikan fasilitas pelayanan keimigrasian dalam rangka penananam modal. Seperti yang dikemukakan diatas, izin tinggal adalah salah satu kemudahan atau fasilitas keimigrasian. Pada saaat pemberian izin tinggal, maka dilakukan pengawasan keimigrasian terhadap orang asing tersebut. Pengawasan keimigrasian di wilayah pusat dilakukan oleh Direktur Jendral Imigrasi. Di provinsi, pengawasan keimigrasian dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM, dan untuk di kabupaten/kota dilakukan oleh Kepala Kantor Imigrasi. 104 Pengawasan keimigrasian terdiri atas pengawasan administratif dan pengawasan lapangan. Pengawasan administratif dilakukan dengan mengumpulkan, mengolah, serta menyajikan data dan informasi mengenai orang asing yang meminta izin tinggal tersebut. Pengawasan lapangan dilakukan dengan mengawasi keberadaan dan kegiatan orang asing tersebut dengan melakukan pengecekan terhadap keberadaan orang asing tersebut, kegiatannya, dan kelengkapan dokumen perjalanan atau izin tinggal yang dimiliki orang tersebut Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Pasal Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Pasal 181.

27 82 C. Fasilitas Perizinan Impor 1. Bentuk Fasilitas Impor Perusahaan yang mendapatkan dan memerlukan fasilitas fiskal untuk mengimpor mesin harus mendapatkan Surat Persetujuan Pemberian Fasilitas Bea Masuk atas Impor Mesin terlebih dahulu. Dalam pelaksanaan impor tersebut ada 2 (dua) cara yang dapat ditempuh oleh perusahaan, cara yang pertama adalah impor yang dilakukan oleh perusahaan lain yang memiliki izin untuk mengimpor mesin dan cara yang kedua adalah perusahaan penanaman modal mengimpor sendiri kebutuhan mesinnya, barang dan bahan yang diperlukan dalam pembangunan proyek penanaman. Untuk itu perusahaan memerlukan Angka Pengenal Importir Produsen (API-P). Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) adalah angka pengenal yang dipergunakan sebagai izin untuk memasukkan (impor) mesin/peralatan, barang dan bahan untuk dipergunakan sendiri dalam proses produksi perusahaan penanaman modal yang bersangkutan. Pemberian API-P kepada perusahaan penanaman modal merupakan fasilitas kemudahan yang diberikan dari pemerintah. 106 Secara umum dapat dijelaskan bahwa kebijakan pemberian fasilitas kemudahan melakukan impor berdasakan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/9/2015 Tahun 2015 tentang Angka Pengenal Importir (API). Peraturan tersebut menetapkan bahwa setiap importir harus memiliki Angka Pengenal Importir (API), yang terdiri atas: 106 Sudaryanto dan Tini Moezahar Thaib, Fasilitas Non Fiskal Penanaman Modal, (Jakarta: Pudiklat BKPM, 2012), hlm

28 83 a. API Umum (API-U) diberikan kepada importir yang melakukan impor barang untuk keperluan kegiatan usaha dengan memperdagangkan atau memindahtangankan barang kepada pihak lain. b. API Produsen (API-P) diberikan kepada importir yang melakukan impor barang untuk dipergunakan sendiri dan/atau untuk mendukung proses produksi dan tidak diperbolehkan untuk memperdagangkan atau memindah tangankan kepada pihak lain. Setiap importir hanya dapat memiliki 1 (satu) jenis API, yang berlaku untuk setiap kegiatan impor di seluruh wilayah Indonesia dan berlaku untuk kantor pusat dan seluruh kantor cabangnya yang memiliki kegiatan usaha sejenis. 2. Tujuan Pemberian Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian API bertujuan sebagai tanda pengenal importir untuk melakukan kegiatan impor yaitu API-P dipergunakan untuk melakukan impor barang yang akan dipergunakan sendiri dan/atau bahan untuk mendukung proses produksi. Kewajiban memiliki Angka Pengenal Importir bagi importir bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan kegiatan impor dari berbagai tindakan penyimpangan dan sebagai instrument penataan tertib impor dalam rangka pelaksanaan kebijakan perdagangan luar negeri di bidang impor Persyaratan Pemberian 107 Ibid.

29 84 Kewenangan penerbitan API (API-U dan API-P) berada pada Menteri Perdagangan, yang memberikan mandat kewenangan penerbitan API kepada: 108 a. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal ( BKPM ); b. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan ( Direktur Jenderal ); dan c. Kepala Dinas di bidang perdagangan di Provinsi ( Kepala Dinas Provinsi ). Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan API kepada Kepala Badan Pengusahaan. Syarat dan ketentuan pengurusan permohonan API bergantung pada pihak yang mengajukan API. Persyaratan permohonan API merujuk pada berbagai kondisi sebagai berikut: 1) Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). BKPM mendapatkan mandat kewenangan penerbitan API-U dan API-P dari Menteri Perdagangan untuk perusahaan penanaman modal yang penerbitan izin usahanya merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Kepala BKPM dapat memberikan mandat kewenangan tersebut kepada pejabat eselon 1 yang membidangi pelayanan penanaman modal dan/atau pejabat eselon 2 yang membidangi pelayanan perizinan di BKPM. Kemudian, API-U dan 108 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/9/2015 Tahun 2015 tentang Angka Pengenal Importir (API). Pasal 12 ayat (1) dan (2) dan Pasal 1 angka 8.

30 85 API-P yang diterbitkan oleh Kepala BKPM atau oleh pejabat eselon 1 atau pejabat eselon 2 ini ditandatangani untuk dan atas nama Menteri. 109 Untuk memperoleh API-U dan API-P ini, perusahaan mengajukan permohonan kepada Kepala BKPM dengan mengisi formulir isian serta melampirkan dokumen-dokumen berikut ini: 110 a) fotokopi Akta Notaris Pendirian Perusahaan dan perubahannya serta pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; b) fotokopi surat keterangan domisili kantor pusat perusahaan yang masih berlaku dan kantor kelurahan setempat atau fotokopi perjanjian sewa atau kontrak tempat berusaha; c) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan sesuai dengan domisilinya; d) fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP); e) fotokopi izin usaha di bidang perdagangan impor yang diterbitkan oleh Kepala BKPM, untuk API-U; f) fotokopi Pendaftaran Penanaman Modal, Izin Prinsip Penanaman Modal, izin usaha di bidang industri, atau izin usaha lain yang sejenis yang diterbitkan oleh Kepala BKPM, untuk API-P; g) fotokopi Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA), khusus untuk tenaga kerja asing yang menandatangani API; h) referensi dari Bank Devisa, untuk API-U; 109 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/9/2015 Tahun 2015 tentang Angka Pengenal Importir (API)., Pasal Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/9/2015 Tahun 2015 tentang Angka Pengenal Importir (API), Pasal 17 ayat (1).

31 86 i) fotokopi KTP atau Paspor penandatangan API yaitu Direksi dan kuasa Direksi; dan j) pas foto terakhir dengan latar belakang warna merah masing-masing Direksi dan kuasa Direksi Perusahaan 2 (dua) lembar ukuran 3 x 4 cm. 2) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Direktur Jenderal mendapatkan mandat kewenangan penerbitan API-P dari Menteri Perdagangan untuk badan usaha atau kontraktor di bidang energi, minyak dan gas bumi, mineral serta pengelolaan sumber daya alam lainnya yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian kontrak kerja sama dengan Pemerintah Republik Indonesia. 111 Untuk memperoleh API-P ini, perusahaan mengajukan permohonan untuk memperoleh API-P kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Impor dengan mengisi formulir isian serta melampirkan dokumen-dokumen berikut ini: 112 a) salinan Kontrak Kerjasama dengan Pemerintah atau badan pelaksana/satuan kerja khusus yang dibentuk oleh Pemerintah untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha di bidang energi, minyak dan gas bumi, mineral serta pengelolaan sumber daya alam lainnya; b) asli rekomendasi dan Pemerintah atau badan pelaksana/satuan kerja khusus sebagaimana dimaksud pada huruf a; c) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan usaha atau kontraktor; 111 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/9/2015 Tahun 2015 tentang Angka Pengenal Importir (API)., Pasal Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/9/2015 Tahun 2015 tentang Angka Pengenal Importir (API). Pasal 17 ayat (2).

32 87 d) pas foto terakhir dengan latar belakang warna merah masing-masing penanggung jawab kontraktor Kontrak Kerjasama 2 (dua) lembar ukuran 3 x 4 cm; dan e) fotokopi bukti identitas/paspor masing-masing penanggung jawab. 3) Kepala Dinas Provinsi Kepala Dinas Provinsi mendapatkan mandat kewenangan penerbitan API- U dan API-P dari Menteri Perdagangan. Namun, dalam hal di Pemerintahan Daerah Provinsi telah dibentuk Instansi Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu ( PTSP ), Menteri Perdagangan dapat memberikan mandat kewenangan penerbitan API-U dan API-P kepada Kepala Instansi Penyelenggara PTSP. Pengajuan permohonan, perubahan data API-U dan API-P dan pelaporan realisasi impor, disampaikan kepada Kepala Instansi Penyelenggara PTSP. Penerbitan API-U dan API-P ini hanya untuk perusahaan penanaman modal dalam negeri selain perusahaan yang penerbitan izin usahanya merupakan kewenangan Pemerintah dan perusahaan selain badan usaha atau kontraktor. Untuk permohonan API-U, perusahaan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Provinsi, dengan melampirkan: 113 a) fotokopi Akta Notaris Pendirian Perusahaan dan perubahannya; b) fotokopi surat keterangan domisili kantor pusat perusahaan yang masih berlaku dari kantor kelurahan setempat atau fotokopi perjanjian sewa atau kontrak tempat berusaha; 113 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/9/2015 Tahun 2015 tentang Angka Pengenal Importir (API)., Pasal 17 ayat (3).

33 88 c) fotokopi izin usaha di bidang perdagangan yang diterbitkan oleh Kepala Instansi Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang Penanaman Modal di Provinsi/Kabupaten/Kota, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), atau izin usaha lain yang sejenis yang diterbitkan oleh instansi/dinas teknis yang berwenang di bidang perdagangan; d) fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP); e) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perusahaan atau perseorangan dan Penanggung Jawab Perusahaan; f) referensi dari Bank Devisa; g) fotokopi KTP atau Paspor penandatangan API yaitu Direksi dan kuasa Direksi; dan h) pas foto terakhir dengan latar belakang warna merah masing-masing Pengurus atau Direksi Perusahaan 2 (dua) lembar ukuran 3 x 4 cm. Untuk permohonan API-P, perusahaan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Provinsi, dengan melampirkan: 114 a) fotokopi Akta Notaris Pendirian Perusahaan dan perubahannya; b) fotokopi surat keterangan domisili kantor pusat perusahaan yang masih berlaku dari kantor kelurahan setempat atau fotokopi perjanjian sewa atau kontrak tempat berusaha; c) fotokopi Pendaftaran Penanaman Modal, Izin Prinsip Penanaman Modal, izin usaha di bidang industri, atau izin usaha lain yang sejenis yang diterbitkan oleh Kepala Instansi Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu 114 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/9/2015 Tahun 2015 tentang Angka Pengenal Importir (API)., Pasal 17 ayat (4).

34 89 Pintu Bidang Penanaman Modal di Provinsi/Kabupaten/Kota atau instansi/dinas teknis yang berwenang; d) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perusahaan atau perseorangan dan penanggung jawab perusahaan sesuai dengan domisilinya; e) fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP); f) fotokopi KTP atau Paspor penandatangan API yaitu Direksi dan Kuasa Direksi; dan g) pas foto terakhir dengan latar belakang warna merah masing-masing Pengurus atau Direksi Perusahaan 2 (dua) lembar ukuran 3 x 4 cm. 4) Kepala Badan Pengusahaan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ( Badan Pengusahaan ) 4. Pengawasan Dalam rangka monitoring dan evaluasi kebijakan impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan dapat melakukan pengawasan terhadap impor yang dilakukan perusahaan pemilik API-U dan API- P. Pengawasan dilakukan dengan cara penilaian kepatuhan (post audit) terhadap kebenaran laporan realisasi impor, kesesuaian barang yang diimpor dengan data yang tercantum dalam dokumen API dan peruntukannya, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait di bidang impor. Penilaian kepatuhan (post audit) dilakukan secara berkala dan seraca sewaktu-waktu. Penilaian kepatuhan ini dilaksanakan secara berkoordinasi dengan instansi penerbit API dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementrian Keuangan. Dalam rangka

35 90 pelaksanaan penilaian kepatuhan (post audit), Direktur Jenderal dapat membentuk Tim Terpadu Pengawasan API Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/9/2015 Tahun 2015 tentang Angka Pengenal Importir (API)., Pasal 28.

36 91 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah membahas permasalahan yang berkenaan dengan aspek hukum atas pemberian fasilitas nonfiskal pada penanaman modal di Indonesia, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Investasi atau penanaman modal terdiri dari penanaman modal langsung dan penanaman modal tidak langsung. Pengertian penanaman modal dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal hanya mencakup penanaman modal secara langsung. Dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Penanaman Modal telah ditentutan 10 (sepuluh) asas dalam penanaman modal. Ditempatkannya sejumlah asas tersebut, berarti kebijakan tentang penanaman modal harus mengacu Undang-Undang Penanaman Modal, setiap peraturan yang akan diterbitkan baik di tingkat pusat ataupun daerah harus dijiwai oleh asas-asas yang terkandung dalam Undang-Undang Penanaman Modal. UU Penanaman Modal tersebut juga mengatur tentang bidang usaha Penanaman Modal yaitu diatur dalam Pasal 12 dan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyarratan di Bidang Penanaman Modal. Kemudian persyaratan kepemilikan modal diatur juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1993 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing. Di dalam UU Penanaman Modal tersebut juga mengatur tentang pelayanan perizinan dan

37 92 nonperizinan di bidang penanaman modal yakni di Pasal 25 serta penggunaan tenaga kerja yang diatur dalam Pasal 10 dan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Pendatang untuk penanaman modal yang inign memperkerjakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu bilamana bidang dan jenis pekerjaan tertentu belum bisa diisi oleh tenaga kerja Indonesia. Selain itu UU Penanaman Modal juga menjelaskan tentang Hak dan Kewajiban bagi investor guna memberikan kepastian hukum, mempertegas kewajiban penanaman modal terhadap penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat, memberikan penghormatan atas tradisi budaya masyarakat, dan melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan. Dan penyelesaian sengketa penanaman modal diatur dalam pasal 32 dimana dalam ketentuan tersebut diuraikan bagaimana cara penyelesaian sengketa yang digunakan apabila terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanaman modal. 2. Dalam Undang-Undang Penanaman Modal telah diatur tentang fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada investor yang mau menanamkan modalnya di Indonesia yaitu pada Bab X dari Pasal 18 sampai dengan Pasal 24. Pemberian fasilitas atau kemudahan ini adalah dimaksudkan agar investor domestik ataupun asing mau menanamkan modalnya di Indonesia. Bentuk fasilitas penanaman modal yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 meliputi kemudahan perpajakan (fiskal) dan kemudahan perizinan (nonfiskal). Pada Pasal 18 ditentukan kriteria bagi

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN PERATURAN KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

2015, No terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84/M-DAG/PER/12/2012 dan mengatur kembali ketentuan Angka Pengenal Importir; d. b

2015, No terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84/M-DAG/PER/12/2012 dan mengatur kembali ketentuan Angka Pengenal Importir; d. b No.1516, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Importir. Angka Pengenal. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/M-DAG/PER/9/2015 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2011 NOMOR 34 SERI E NOMOR 11

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2011 NOMOR 34 SERI E NOMOR 11 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2011 NOMOR 34 SERI E NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA

Lebih terperinci

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERMOHONAN PENANAMAN MODAL DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Angka Pengenal Importir.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Angka Pengenal Importir. No.325, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Angka Pengenal Importir. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API) PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API) MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Angka Pengenal Importir (API)

Lebih terperinci

- 2 - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, p

- 2 - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, p - 2 - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut No.210, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Berusaha. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, 1 Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, a. bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 13 TAHUN 2009

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 13 TAHUN 2009 KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PENGATURAN AGRARIA, TATA RUANG DAN PERTANAHAN DI KAWASAN

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BAUBAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN, DAN PELAPORAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL, DAN PENDELEGASIAN KEWENANGAN PERIZINAN DAN

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1084, 2016 KEMEN-ATR/BPN. KEK. Pengaturan ATR/Pertanahan. Standar Pelayanan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SELAMAT DATANG. Di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Soekarno Hatta. Banten, 17 Oktober 2012

SELAMAT DATANG. Di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Soekarno Hatta. Banten, 17 Oktober 2012 SELAMAT DATANG Di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Soekarno Hatta Banten, 17 Oktober 2012 KETENTUAN ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API) Kementerian Perdagangan Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERMOHONAN PENANAMAN MODAL DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR,

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 1/2015 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan salah satu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 17 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 3 Agustus 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI B 1/B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

2011, No Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republi

2011, No Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republi BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.769, 2011 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Pembebasan. Pengurangan. Pajak Penghasilan Badan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 7-8 Juli 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN FASILITAS PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

Account Representative

Account Representative Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative FASILITAS PEMBEBASAN ATAU PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

1 P a g e. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK

1 P a g e. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK 1 P a g e Tax Holiday; Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan bagi Perusahaan Industri Pionir yang Melakukan Penanaman Modal Baru di Indonesia Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2016 SUMBER DAYA ENERGI. Percepatan Pembangunan. Infrastruktur Ketenagalistrikan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.123, 2015 KEMENAKER. Izin Usaha. Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh. Pelayanan Satu Pintu. BKPM. Penerbitan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6

Lebih terperinci

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM, Menimbang : a.

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/PRT/M/2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BADAN USAHA JASA KONSTRUKSI PENANAMAN MODAL ASING

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2015, No c. bahwa dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang Keuangan di Badan Koordinasi Penanaman Modal, perlu

2015, No c. bahwa dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang Keuangan di Badan Koordinasi Penanaman Modal, perlu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.464, 2015 KEMENKEU. Bea Masuk. Impor Barang Modal. Industri Pembangkitan Tenaga Listrik. Umum. Pembebasan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 /PMK.010/2015

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi Aceh

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.221, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pelayanan Terpadu. Satu Pintu. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

KOP SURAT BKPM RI IZIN KANTOR PERWAKILAN PERUSAHAAN ASING

KOP SURAT BKPM RI IZIN KANTOR PERWAKILAN PERUSAHAAN ASING LAMPIRAN IX PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PERIZINAN DAN NONPERIZINAN PENANAMAN MODAL Bentuk Izin Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG 0 GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN BERINVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 25-26 Agustus 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang

Lebih terperinci

SOP PERIZINAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN

SOP PERIZINAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN SOP PERIZINAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN Dasar hukum : Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96/M-DAG/PER/12/2014 tanggal 24 Desember 2014 No Jenis Perizinan Dasar Hukum SOP Persyaratan SLA (Hari) 1 Izin Usaha

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL JAKARTA

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PELAYANAN FASILITAS PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. c. WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 56.B TAHUN 2015 TENTANG PENYEDERHANAAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR IZIN GANGGUAN, SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DAN TANDA DAFTAR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 40/MPP/Kep/1/2003 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 40/MPP/Kep/1/2003 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API) KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/MPP/Kep/1/2003 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API) MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci