TESIS (TM ) STUDI NUMERIK KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PEMBAKARAN TANGENTIALLY FIRED PULVERIZED-COAL BOILER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TESIS (TM ) STUDI NUMERIK KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PEMBAKARAN TANGENTIALLY FIRED PULVERIZED-COAL BOILER"

Transkripsi

1 TESIS (TM ) STUDI NUMERIK KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PEMBAKARAN TANGENTIALLY FIRED PULVERIZED-COAL BOILER 660MWe DENGAN PENAMBAHAN VARIASI INJEKSI OXY-FUEL PADA UDARA PEMBAKARAN FANNY EKA CANDRA NRP DOSEN PEMBIMBING Dr. Wawan Aries Widodo, ST., MT. PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN REKAYASA ENERGI JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015

2 TESIS (TM ) NUMERICAL STUDY OF FLOW AND COMBUSTION CHARACTERISTICS IN 660MWe TANGENTIALLY FIRED PULVERIZED-COAL BOILER WITH INJECTION VARIATION OF OXY-FUEL ADDITION IN COMBUSTION AIR FANNY EKA CANDRA NRP ADVISOR Dr. Wawan Aries Widodo, ST., MT. MASTER PROGRAM ENERGY ENGINEERING MECHANICAL ENGINEERING DEPARTEMENT FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2015

3 KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang selalu memberi kasih sayang tiada tara pada penulis hingga mampu menyelesaikan Tesis ini dengan judul "Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Pembakaran Tangentially Fired Pulverized-Coal Boiler 660 MWe dengan Penambahan Variasi Jumlah Oxy-Fuel Pada Udara Pembakaran". Tesis ini merupakan salah satu syarat akademis untuk kelulusan mahasiswa Program Studi Magister Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS ) Surabaya. Keberhasilan penulisan Tesis ini tentu tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua orang tua tercinta yang senantiasa memberi dukungan dan doa 2. Istriku tercinta Dyan Kartika Sari dan calon anak lelakiku, terima kasih buat kesabaran, motivasi, dukungan dan doa-doanya selama ini. 3. Bapak Dr. Wawan Aries Widodo, ST., MT., selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan memberikan ide-ide segar, ilmu dan motivasinya hingga terselesaikan penulisan Tesis ini. 4. Dr. Ir. Atok Setiyawan, M.Eng., Sc., Dr. Bambang Sudarmanta, ST., MT., Dr. Bambang Arip D., ST., MSc., Eng., selaku dosen penguji yang memberi banyak arahan dan masukan serta kritikan yang sangat membangun. 5. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen pengajar, seluruh staf dan karyawan Teknik Mesin FTI ITS Surabaya. 6. Seluruh jajaran direksi PT. PJB Services yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan menuntut ilmu di Teknik Mesin FTI ITS Surabaya. 7. PT. PJB UBJOM Paiton, seluruh rekan-rekan, staf dan management yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data-data penunjang Tesis. ix

4 8. Rekan-rekan angkatan I program beasiswa PT. PJB. Services, bidang keahlian Rekayasa Energi Teknik Mesin FTI ITS 9. Seluruh keluarga besar di Madiun, Blitar dan Jakarta. 10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu kelancaran penyusunan Tesis ini. Kekurangan atau kesalahan tentu masih ada, namun bukan suatu yang disengaja, hal tersebut semata-mata disebabkan karena kekhilafan dan keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan Tesis ini. Akhir kata, semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Surabaya, 26 Januari 2015 Penulis x

5

6 STUDI NUMERIK KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PEMBAKARAN TANGENTIALLY FIRED PULVERIZED- COAL BOILER 660MWe DENGAN PENAMBAHAN VARIASI INJEKSI OXY-FUEL PADA UDARA PEMBAKARAN Nama Mahasiswa : Fanny Eka Candra NRP : Jurusan : Teknik Mesin FTI-ITS Pembimbing : Dr. Wawan Aries Widodo, ST., MT. ABSTRAK Studi kasus pada PLTU Paiton Unit 9 daya terpasang 660 MWe tipe tangentially fired pulverized-coal boiler berbahan bakar Low Rank Coal (LRC). Salah satu upaya untuk memaksimalkan proses pembakaran batubara di dalam boiler adalah dengan penambahan injeksi oksigen murni (oxy-fuel) hasil dari produksi H2 plant terhadap udara pembakaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pembakaran di dalam boiler dengan penambahan oxyfuel. Penelitian diawali dengan pemodelan boiler 3D menggunakan perangkat lunak meshing komersial yang digunakan untuk membuat geometri test section, meshing dan untuk menentukan domain pemodelan. Untuk simulasi aliran dan pembakaran menggunakan perangkat lunak Computational Fluid Dinamic (CFD) komersial yang terdiri dari beberapa tahap yaitu setting mode turbulensi, material, injection, operating condition, boundary condition, solution, initialize, dan monitor residual. Model turbulen yang akan digunakan adalah k-ɛ standard, material yang digunakan adalah lignite. Boundary condition pada inlet digunakan velocity inlet, sedangkan pada outlet digunakan pressure outlet. Injeksi oxy-fuel akan dilakukan pada sisi secondary air inlet dengan 3 variasi, yaitu OF25 (25 % vol O 2 ), OF27 (27 % vol O 2 ), OF29 (29 % vol O 2 ) berdasar pada penelitian Chen, dkk (2011) dan Al-Abbas, dkk (2010). Hasil dari simulasi numerik ini adalah dengan menggunakan injeksi oxyfuel pada udara pembakaran terjadi peningkatan temperatur sekitar 50 o C hingga 200 o C pada masing-masing kasus pada area furnace outlet. Temperatur paling rendah pada area boiler outlet terjadi pada kasus IV (OF29) yaitu 347 o C. Dari temperatur yang diukur dari area furnace outlet hingga boiler outlet kasus IV (OF29) mempunyai perbedaan paling besar yaitu 1036 o C. Kandungan CO 2 paling tinggi terdapat pada kasus IV (OF29) sebesar 18,75%. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa pada kasus IV (OF29) terjadi proses pembakaran yang paling baik dibandingkan dengan kasus lainnya. Kata kunci : Tangentially fired pulverized-coal boiler, pembakaran, low rank coal, oxy-fuel. v

7 (halaman ini sengaja dikosongkan) vi

8 NUMERICAL STUDY OF FLOW AND COMBUSTION CHARACTERISTICS IN 660MWe TANGENTIALLY FIRED PULVERIZED-COAL BOILER WITH INJECTION VARIATION OF OXY-FUEL ADDITION IN COMBUSTION AIR Name : Fanny Eka Candra NRP : Major : Mechanical Engineering-ITS Supervisor : Dr. Wawan Aries Widodo, ST., MT. ABSTRACT Case studies on tangentially fired pulverized-coal boiler at Paiton Unit MWe Power Plant using Low Rank Coal (LRC). One effort to maximize the coal combustion process in the boiler is the use of oxy-fuel technology, which is addition of pure oxygen for combustion air. Pure oxygen is obtained from H 2 plant production. This study aims to investigate the characteristics of combustion in the boiler with addition of oxy-fuel. The study begins with the boiler 3D modeling using commercial meshing software used to create the test section geometry, meshing and to determine the domain modeling. Flow and combustion simulation is use Computational Fluid Dynamics (CFD) commercial software consisting of several stages of turbulence setting mode, materials, molding, operating condition, boundary condition, solution, initialize, and monitor residual. Turbulent models is used k-ɛ standard, material is used lignite. Boundary condition at the inlet used inlet velocity, whereas the use of pressure outlet outlet. Oxy-fuel injection will be injection on the secondary air side inlet with 3 variations, OF25 (25 vol% O 2 ), OF27 (27 vol% O 2 ), OF29 (29 vol% O 2 ), based on the research of Chen, et al (2011) and Al - Abbas, et al (2010). The results of this numerical simulation is the combustion air temperature increased about 50 o C to 200 C in each case in the area of the furnace outlet using oxy-fuel injection. The lowest temperature at the boiler outlet area in the case IV (OF29) is 347 C. From the measured temperature of the furnace area to the boiler outlet is case IV (OF29) has the greatest difference is 1036 C. CO 2 content is highest in the case IV (OF29) of 18.75%. The results indicates that best combustion process is on case IV (OF29) compared occurs with the other cases. Keyword : Tangentially fired pulverized-coal boiler, combustion, low rank coal, oxy-fuel. vii

9 (halaman ini sengaja dikosongkan) viii

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... iii ABSTRAK... v ABSTRACT... vii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR SIMBOL... xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Batasan Masalah Manfaat Penelitian... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Boiler Bahan Bakar Batubara Prinsip Pembakaran Pembakaran Stoikiometri dan Non-Stoikiometri Udara Pembakaran Boiler Over Fire Air Tangentially-Fired Pulverized Coal Combustion Perhitungan Efisiensi Boiler Metode Perhitungan Langsung (Direct Method) Metode Perhitungan Tidak Langsung (Undirect Method) Oxy-Fuel Produksi Oksigen Industri H 2 Plant Penelitian Terdahulu BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahap-tahap Penelitian Diagram Alir Penelitian Pemodelan dan Simulasi Tahap Preprocessing Pembuatan Geometri dan Meshing Boiler Domain Pemodelan Meshing Tahap Processing Model xi

11 Species Discrete Phase Model Material Cell Zone Conditions Operating Conditions Boundary Conditions Solution Initialize Monitor Residual Tahap Post Processing Rancangan Simulasi Numerik Alokasi Waktu Penelitian BAB IV HASIL PERHITUNGAN 4.1 Data Perhitungan Data Perhitungan Indirect Method Perhitungan Perhitungan Indirect Method Perhitungan Panas yang Diserap Heat Exchager Perhitungan Massa Udara Pembakaran Validasi Grid Independency Test Analisa Hasil Simulasi Numerik Distribusi Temperatur Distribusi Temperatur Posisi Simetri Boiler (z-center) Distribusi Temperatur Posisi Inlet Batubara dan Furnace Outlet Data Kuantitatif Distribusi Temperatur Posisi Inlet Batubara dan Furnace Outlet Distribusi CO Distribusi CO 2 Posisi Simetri Boiler (z-center) Distribusi CO 2 Posisi Inlet Batubara dan Furnace Outlet Data Kuantitatif CO 2 Posisi Inlet Batubara dan Furnace Outlet Distribusi Kecepatan Distribusi Kecepatan Simetri Boiler (z-center) Distribusi Kecepatan Posisi Inlet Batubara dan Furnace Outlet Data Kuantitatif Kecepatan Posisi Inlet Batubara dan Furnace Outlet Data Kuantitatif Sisi Outlet Boiler Diskusi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

12 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Jenis batubara... 5 Tabel 2.2 Perbandingan teknologi pembakaran pada pembangkit listrik Tabel 2.3 Parameter inlet air flow primary dan secondary Tabel 3.1 Pemodelan numerik pada tangentially-fired pulverized coal boiler Tabel 3.2 Hasil analisa batubara ultimate analysis dan proximate analysis Tabel 3.3 Perhitungan Air Dry Basis (ADB) proximate analysis Tabel 3.4 Perhitungan Air Dry Basis (ADB) ultimate analysis Tabel 3.5 Komposisi volatile matter batubara Tabel 3.6 Model discrete phase sebagai input properties bahan bakar Tabel 3.7 Propertis batubara kondisi MCR Tabel 3.8 Variasi jumlah udara pembakaran pada secondary air flow inlet Tabel 3.9 Boundary condition auxiliary air inlet Tabel 3.10 Parameter input pada rancangan simulasi Tabel 3.11 Parameter input pada rancangan simulasi Tabel 3.12 Alokasi waktu simulasi Tabel 4.1 Data Operasi PLTU Paiton unit Tabel 4.2 Hasil perhitungan undirect method Tabel 4.3 Data propertis dan perhitungan volume heat exchanger Tabel 4.4 Data heat transfer dan heat generation rate masing-masing heat exchanger Tabel 4.5 Mass flow rate masing-masing elevasi burner Tabel 4.6 Perbandingan temperatur flue gas Tabel 4.7 Data kuantitatif flue gas boiler ix

13 (halaman ini sengaja dokosongkan) x

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Sistem udara pembakaran boiler... Gambar 2.2 Ilustrasi pembakaran tangentially-fired pulverized coal burner Gambar 2.3 Ilustrasi Direct Method Gambar 2.4 Ilustrasi Indirect Method Gambar 2.5 Sistem H2 plant PLTU Paiton Unit Gambar 2.6 Profil distribusi temperatur radial dengan jarak (a) 384 mm dan (b) 800 mm dari burner inlet (Chen, 2011) Gambar 2.7 Pemodelan sistem injeksi oxy-fuel (Wall, 2009) Gambar 2.8 Perbedaan kontur temperatur pada furnace wall pada Air case dan Oxy case (Wall, 2009) Gambar 2.9 Perbandingan distribusi temperatur flame horizontal batubara tipe A (Wall, 2009) Gambar 2.10 Distribusi temperatur flame dengan empat kondisi yang berbeda pada Chalmer furnace 100 KW (Al-Abbas, 2010) Gambar 2.11 Distribusi sebaran char content of coal particles (%) dengan empat kondisi yang berbeda pada Chalmer furnace 100 KW (Al Abbas, 2010) Gambar 3.1 Diagram alir penelitian Gambar 3.2 Boiler PLTU Paiton Baru Unit 9 tampak samping (Harbin Power Engineering Co., Ltd., 2009) Gambar 3.3 Meshing boiler Gambar 3.4 Perhitungan coal calculator Fluent Gambar 3.5 Geometri dan susunan burner boiler PLTU Paiton Unit 9 (Harbin Power Engineering Co., Ltd., 2009) Gambar 3.6 Boundary condition pemodelan boiler Gambar 3.7 Penampang luasan burner boiler PLTU Paiton Unit Gambar 4.1 Ilustrasi aliran steam pada Superheater panel Gambar 4.2 Ilustrasi aliran steam pada Reheater Gambar 4.3 Ilustrasi aliran steam pada Superheater Finish Gambar 4.4 Ilustrasi aliran steam pada LTSH Gambar 4.5 Ilustrasi aliran steam pada Economizer Gambar 4.6 Posisi pengambilan data temperatur pada boiler Gambar 4.8 Pemodelan meshing boiler Gambar 4.9 Data perbandingan hasil grid independency test Gambar 4.10 Posisi pengamatan (a) penampang vertikal simetri boiler (z-center), (b) penampang horizontal inlet batubara dan furnace outlet Gambar 4.11 Kontur distribusi temperatur pada posisi penampang vertikal simetri boiler (z-center) vii

15 Gambar 4.12 Kontur distribusi temperatur penampang horizontal posisi inlet batubara dan furnace outlet Gambar 4.13 Grafik perbandingan average temperature penampang horizontal posisi inlet batubara dan furnace outlet Gambar 4.14 Gambar posisi pengambilan data sebaran temperatur pada elevasi coal F Gambar 4.15 Grafik sebaran temperatur pada posisi x-center dan z-center coal F Gambar 4.16 Grafik perbandingan average temperature penampang SH finish outlet, LTSH outlet dan economizer Gambar 4.17 Kontur distribusi CO 2 pada posisi penampang vertikal simetri boiler (z-center) Gambar 4.18 Ilustrasi pergerakan partikel batubara dari coal burner A Gambar 4.19 Kontur distribusi CO 2 penampang horizontal posisi inlet batubara dan furnace outlet Gambar 4.20 Grafik perbandingan average CO 2 penampang horizontal posisi inlet batubara dan furnace outlet Gambar 4.21 Kontur distribusi kecepatan pada posisi penampang vertikal simetri boiler (z-center) Gambar 4.22 Kontur distribusi kecepatan penampang horizontal posisi inlet batubara dan furnace outlet Gambar 4.23 Vektor distribusi kecepatan penampang horizontal posisi coal A dan furnace inlet pada kasus I Gambar 4.24 Grafik perbandingan average kecepatan penampang horizontal posisi inlet batubara dan furnace outlet Gambar 4.25 Grafik perbandingan average density penampang horizontal posisi inlet batubara dan furnace outlet Gambar 4.26 Grafik perbandingan kecepatan penampang SH finish outlet, LTSH outlet dan economizer Gambar 4.27 Grafik perbandingan density penampang SH finish outlet, LTSH outlet dan economizer viii

16 DAFTAR SIMBOL M ms = steam flow rate (t/h) H fw = enthalpy feed water (kj/kg) H hr = enthalpy hot reheat (kj/kg) H cr m bb GCV m T f T a C p H 2 M AAS Humidity ratio = enthalpy cold reheat (kj/kg) = fuel firing rate (kcal) = Gross Calorofic Value = mass of dry flue gas in kg/kg of fuel = flue gas temperature ( C) = ambient temperature in ( C) = specific heat of flue gas in kcal/kg C = Hidrogen = Moisture in fuel on 1 kg basis = actual mass of air supplied per kg of fuel = 0,019 kg of water/kg of dry air (dari diagram mollier, dengan temperatur ambient (wet bulb) = 32 o C CO = Karbon Monoksida (%) = 7 ppm = 0, % CO 2 = Karbon Dioksida (%) C = Karbon kg / kg of fuel V m T s T a = wind velocity in m/s = surface temperature (K) = ambient temperature (K) A Boiler = total surface area boiler (m 2 ) q = Heat transfer (w) q" = Heat flux (W/m 2 ) O 2 = Oksigen (%) H 2 = Hidrogen (%) N 2 = Nitrogen (%) xvii

17 S = Sulfur (%) qq = Heat generation (W/m³) mm sstteeaamm CCppsstteeaamm ΔTT AA VVooll AW = Mass flow rate steam (Kg/s) = Specific heat (Kcal/kg) = Selisih temperatur (⁰C) = Luas permukaan (m²) = Volume heat exchanger (m³) = Atomic Weight (g/mol) DAF = Dry Ash Free (%) ADB = Air Dry Basis VM = Volatile Matter (%) xviii

18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton Baru Unit 9 merupakan salah satu pembangkit listrik yang termasuk dalam Proyek Percepatan Difersivikasi Energi (PPDE) MW tahap I yang dicanangkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia. PLTU Paiton Baru Unit 9 mempunyai daya terpasang 1x660 MW dengan bahan bakar utama batu bara. Dalam proses produksi listrik di PLTU Paiton Baru Unit 9 digunakan beberapa peralatan utama, yaitu : boiler, turbin dan generator. Disamping beberapa peralatan utama tersebut juga digunakan beberapa peralatan bantu, antara lain : water treatment plant, H 2 plant dan lain-lain. Didalam proses pembangkitan tenaga listrik terdapat proses pembakaran air menjadi uap (steam) yang terjadi di ruang bakar (furnace) boiler. Diperlukan suatu proses pembakaran yang baik agar energi panas yang dihasilkan dapat ditransfer ke peralatan heat exchanger yang ada di dalam furnace. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan proses pembakaran yang baik antara lain : Air Fuel Ratio (AFR), pencampuran AFR yang baik serta waktu yang cukup untuk pembakaran yang sempurna. Jumlah O 2 tertentu diperlukan untuk menghasilkan suatu pembakaran yang baik. PLTU Paiton Baru Unit 9 mempunyai unit peralatan bantu yaitu H 2 plant. Fungsi utama dari peralatan ini adalah untuk memproduksi H 2 dalam jumlah tertentu sebagai pendingin bearing turbin. H 2 murni didapatkan dari pemisahan secara kimia dari H 2 O, dalam hal ini yang digunakan adalah air desalination dari air laut. Pemisahan secara kimiawi dari H 2 O ini akan menghasilkan H 2 dan O 2 dengan kemurnian masing-masing 99,97% dan 99,12% (Design Manual of Paiton Thermal Power Plant, 2009). H 2 murni akan ditampung sedangkan O 2 murni dibuang ke udara bebas. Dari ide inilah penelitian dilakukan dengan memanfaatkan O 2 murni yang dibuang tersebut digunakan 1

19 sebagai campuran udara pembakaran di boiler. Teknologi ini disebut dengan oxyfuel. Beberapa penelitian terdahulu terhadap penggunaan oxy-fuel telah dilakukan menggunakan pemodelan numerik, diantaranya adalah Chen,dkk (2011) melakukan penelitian mengenai konsep dasar pembakaran menggunakan oxy-fuel baik secara ekperimen, perhitungan, simulasi dan pemodelan numerik dari penelitian sebelumnya. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut bahwa penggunaan teknologi oxy-fuel dapat meningkatkan efisiensi baik dari sisi teknis (30.6%) maupun ekonomis (867 $/kw). Dari penggunaan oxy-fuel didapatkan peningkatan temperatur pembakaran sekitar o C dibandingkan dengan menggunakan udara biasa. Wall, dkk (2009) melakukan penelitian terhadap pilot-scale furnace menggunakan oxy-fuel dengan tujuan untuk mengurangi kandungan CO 2 pada emisi gas buang dari pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Dari penelitiannya didapatkan bahwa karakteristik flame dari oxy-fuel memiliki jangkauan yang lebih panjang dan area panas yang lebih luas. Selanjutnya Al-Abbas, dkk (2010) melakukan penelitian dengan simulasi numerik, pemodelan secara 3D dilakukan terhadap Loy Yang Power Plant 550 MW. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah adanya peningkatan laju pembakaran batubara akibat dari penambahan O 2 murni sebanyak 29% pada udara pembakaran. Kesimpulannya adalah dengan penambahan O 2 murni sebanyak 29% pada udara pembakaran tersebut cocok digunakan pada kasus pembakaran dalam boiler baik secara aerodimanis maupun termodinamika. 1.2 Perumusan Masalah Boiler di PLTU Paiton Baru Unit 9 dengan beban 660 MW menggunakan tangentially fired combustion dengan desain bahan bakar low rank coal yang mempunyai 6 elevasi burner. Berangkat dari ide untuk memanfaatkan O 2 murni produk dari H 2 plant ke dalam proses pembakaran boiler, ditambah dengan beberapa literatur dan referensi yang ada, maka perlu dilakukan analisa secara 2

20 numerik pemodelan 3D pada boiler PLTU Paiton Baru Unit 9 untuk mengetahui fenomena yang terjadi. Hal-hal yang perlu dianalisa adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana fenomena pembakaran yang terjadi di dalam furnace boiler kondisi operasi saat ini 2. Bagaimana fenomena pembakaran yang terjadi di dalam furnace boiler dengan penambahan O 2 murni terhadap udara pembakarannya 3. Apa pengaruhnya dengan penambahan O 2 murni terhadap udara pembakaran. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian dengan simulasi pemodelan boiler ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Tujuan umum: Mengetahui karakteristik aliran, perpindahan panas dan komposisi flue gas pada pengoperasian PLTU Paiton Baru Unit 9 dengan penambahan kandungan O 2 murni dalam udara pembakarannya menggunakan perangkat lunak Computational Fluid Dinamic (CFD) komersial. 2. Tujuan khusus: Mengetahui dan membandingkan distribusi temperatur dari masingmasing kondisi pengoperasian. Mengetahui dan membandingkan kadar gas buang CO 2, CO dan O 2 yang dihasilkan dari masing-masing kondisi pengoperasian. Mengetahui jumlah injeksi oxy-fuel yang paling optimal untuk mendapatkan kondisi pembakaran yang paling baik. 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Aliran diasumsikan steady. 2. Aliran bersifat turbulen. 3

21 3. Penelitian dilakukan pada Tangentially Fired Boiler PLTU Paiton Baru Unit 9 beban 660 MW. 4. Boiler beroperasi pada kondisi MCR (Maximum Continous Rate) 5. Data operasi yang diambil adalah data sekunder, yaitu data performance test tanggal 3-7 Mei Bahan bakar yang digunakan adalah batubara jenis low rank coal dengan propertis hasil pengujian PT. SUCOFINDO Surabaya tanggal Mei Peralatan heat exchanger dimodelkan sebagai porous medium menggunakan heat generation, sedangkan pada water wall menggunakan heat flux. 8. Temperatur injeksi oxy-fuel ke dalam furnace diasumsikan sama dengan temperatur secondary air. 9. Model turbulen yang digunakan adalah k-ɛ standard. 10. Data lain yang diperlukan diambil dari literatur lain yang dianggap relevan. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Mampu menggambarkan karakteristik aliran, perpindahan panas dan komposisi flue gas dari furnace boiler PLTU Paiton Baru Unit 9 dari hasil simulasi 2. Memperoleh variasi komposisi penambahan O 2 murni pada udara pembakaran yang dapat menghasilkan distribusi temperatur yang paling baik 4

22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Boiler Untuk menghasilkan steam yang dapat menggerakkan turbin diperlukan adanya boiler. Boiler merupakan bejana tertutup dimana didalamnya terjadi proses pembakaran bahan bakar dan oksigen yang terbakar pada temperatur yang mencukupi sehingga terbentuk energi kalor. Energi kalor tersebut digunakan untuk untuk memanaskan uap yang terdapat pada heat exchanger menjadi steam. Steam yang dihasilkan digunakan untuk memutar turbin yang dikopel dengan generator sehingga dapat menghasilkan energi listrik. Bagian pada boiler dibagi menjadi dua yaitu bagian furnace dan bagian back pass. Bagian furnace merupakan tempat terjadinya pembakaran dengan susunan burner tertentu sesuai model pembakaran yang dipakai pada boiler Bahan Bakar Batubara Bahan bakar solid alam yang paling banyak digunakan saat ini adalah batubara. Batubara dapat diklasifikasikan berdasarkan rank dan grade. Rank (tingkatan) batubara didasarkan pada nilai kalor dan prosentase fixed carbon. Berdasarkan tingkatannya batubara dibagi menjadi tiga, yaitu: low-rank coal (lignite), medium-rank coal (subbituminous dan bituminous) dan high-rank coal (anthracite). Tabel 2.1. Jenis batubara Class Anthracite Bituminous Subbituminous Group Heating Value (kj/ kg) (kcal/kg) Anthracite Semianthracite High volatile A bituminous High volatile B bituminous High volatile C bituminous Subbituminos A Subbituminos B Subbituminos C

23 Lignite Lignite A Lignite B Sumber : American Standard for Testing and Materials, Prinsip Pembakaran Proses reaksi pembakaran merupakan reaksi kimia dimana bahan bakar dan oksigen terbakar secara bersamaan yang menghasilkan panas dan produk hasil pembakaran. Elemen penting pada reaktan dalam proses pembakaran adalah carbon dan hydrogen. Pembakaran dikatakan sempurna bila semua carbon yang terkandung dalam bahan bakar habis terbakar menjadi karbon dioksida, semua hydrogen terbakar menjadi uap air. Bahan bakar + udara hasil pembakaran + panas Parameter yang sering digunakan dalam memberikan kuantifikasi jumlah udara dan bahan bakar dalam sebuah proses pembakaran adalah rasio udara-bahan bakar (Air-Fuel Ratio, AFR). Rasio ini dapat dituliskan dalam basis molar maupun basis massa. AFR = massa udara massa bahan bakar = mol udara x BM udara mol udara x BM udara Pembakaran merupakan proses oksidasi bahan bakar yang disertai produk panas. 79% kandungan udara tanpa oksigen merupakan nitrogen. Nitrogen merupakan kandungan terbesar dalam udara, akan tetapi dalam proses pembakaran tidak mengalami proses kimia. Pada temperatur yang cukup tinggi, 2200F (1204 o C) nitrogen akan membentuk senyawa nitrit oksida (NOx) dan nitrogen oksida (NO) yang menjadi sumber polusi (Babcock & Wilcox, 2005). Jumlah oksigen tertentu pada sejumlah bahan bakar tertentu diperlukan untuk menjamin suatu pembakaran yang sempurna dengan tambahan sejumlah udara (udara berlebih) yang disebut dengan excess air. Excess air diperlukan karena pencampuran udara dan bahan bakar biasanya tidak dapat 100% sempurna. Walau demikian, terlalu banyak excess air dapat mengakibatkan kehilangan panas dan efisiensi. Tidak seluruh panas dari bahan bakar dapat diserap oleh peralatan penukar panas. 6

24 2.3.1 Pembakaran Stoikiometri dan Non-Stoikiometri Pembakaran sempurna (stoikiometri) adalah proses pembakaran dimana seluruh bahan bakar teroksidasi menjadi karbondioksida. Pembakaran terjadi jika bahan bakar akan terbakar bersama dengan oksidiser, yaitu udara. Kebanyakan bahan bakar termasuk batubara biasanya mengandung elemen karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O 2 ) dan nitrogen (N 2 ). Tujuan dari stoikiometri ini adalah untuk mengetahui secara pasti berapa banyak jumlah udara yang dibutuhkan sebagai oksida bahan bakar untuk menjadi hasil pembakaran, yaitu karbon dioksida (CO 2 ), uap air (H 2 O) dan nitrogen (N 2 ). Reaksi pembakaran stoikiometri adalah: 2 C x H y + 2x+ y + (O ,76 N 2 ) 2x CO 2 + y H 2 O+3,76 2x+ y N 2 2 (2.1) Pembakaran tidak sempurna (non-stoikiometri) adalah pembakaran dimana tidak semua karbon teroksidasi menjadi karbondioksida, melainkan menjadi karbonmonoksida. Hal ini dapat disebabkan oleh pengontrolan temperatur, turbulensi, dan waktu penyalaan yang kurang tepat. Pembakaran nonstoikiometri ini akan menghasilkan polutan seperti CO dan NOx. Pengaruh utama dari pembakaran non-stoikiometri adalah dapat menurunkan efisiensi boiler Udara Pembakaran Boiler Pada PLTU sistem udara pembakaran dibagi menjadi 2 bagian, yaitu primary air dan secondary air. Kebutuhan kedua sistem udara tersebut secara kontinyu dipenuhi oleh unit kipas tekan paksa (force draft fan). Fan ini digerakkan oleh motor listrik, dengan pengaturan jumlah aliran udara dilakukan pada sisi inlet oleh damper secara variabel. Udara pembakaran ini dialirkan menuju furnace melalui wind box, dimana sebelumnya udara akan dipanaskan terlebih dahulu pada sistem air preheater. Air preheater mengambil panas dari aliran gas buang keluaran dari furnace. Ilustrasi sistem pembakaran boiler ini dapat dilihat pada gambar

25 Gambar 2.1 Sistem udara pembakaran boiler Sistem primary air memenuhi 30% dari total jumlah udara pembakaran di dalam boiler. Fungsi utamanya adalah sebagai pembawa partikel batubara (pulverized transportation) dari pulverizer menuju coal burner di dalam boiler. Sistem ini dilakukan oleh unit Primary Air Fan (PA Fan) dengan kecepatan aliran udara ditentukan sebesar m/s (Babcock and Wilcox, 2005), sesuai dengan kemampuan aliran udara membawa partikel batubara dengan standar 200 mesh. Sistem secondary air dilakukan oleh unit Force Draft Fan (FD Fan) untuk memenuhi sekitar 70% dari seluruh kebutuhan udara pembakaran. Sistem secondary air dibagi menjadi 3 bagian dalam transportasinya menuju wind box, yaitu sistem SOFA (Separated Over Fire Air), sistem oil burner dan secondary air wind box. Sekitar 10% dari seluruh jumlah udara secondary air dialirkan melalui SOFA Over Fire Air Pembakaran dengan menggunakan overfire air adalah proses pembakaran pada primary combustion zone menggunakan suplai udara pembakaran yang kurang dari udara teoritis yang diperlukan. Kekurangan 8

26 kebutuhan udara tersebut diinjeksikan ke dalam ruang pembakaran melalui overfire air. Overfire air yang sering digunakan pada boiler adalah Separated Overfire Air (SOFA). SOFA menggunakan windbox yang terpisah dengan windbox burner, port overfire air terpisah beberapa jarak dengan susunan burner utama boiler. Kurang terkontrolnya udara yang diinjeksikan pada overfire air dapat mengakibatkan peningkatan CO serta karbon yang tak terbakar pada fly ash pada boiler berbahan bakar batubara. Akibatnya akan berpengaruh terhadap efisiensi dari boiler itu sendiri. Penggunaan overfire air yang terlalu banyak akan mengakibatkan temperatur pembakaran pada furnace lebih rendah, sedangkan penggunaan overfire air yang terlalu sedikit akan dapat mengakibatkan overheating Tangentially-Fired Pulverized Coal Combustion Tangentially-fired pulverized coal combustion merupakan salah satu metode pembakaran batubara di dalam boiler. Metode ini menggunakan empat, atau lebih corner yang dilalui oleh batubara dan udara pembakaran. Pembakaran menggunakan burner pada tiap corner pada beberapa level ketinggian boiler. Bahan bakar dan udara dihembuskan kedalam boiler melalui sudut boiler yang diarahkan membentuk suatu lingkaran dipusat boiler. Ilustrasi pembakaran tangensial dapat dilihat pada gambar 2.2. Keuntungan dari penggunaan tangentially-fired pulverized coal combustion ini antara lain (Sa'adiyah, 2013): Pencampuran bahan bakar dan udara yang efisien sehingga pembakaran yang terjadi hampir sempurna dan distribusi temperatur lebih rata. Heat flux yang seragam di dinding ruang pembakaran sehingga kegagalan akibat tingginya tegangan termal dapat diminimalkan. Aliran udara dan bahan bakar dapat diarahkan baik keatas maupun bawah, sehingga dapat memvariasikan panas yang diserap dinding ruang pembakaran serta mengontrol suhu pada superheater. 9

27 Vortex motion pada tengah furnace meminimalisasi terjadinya erosi dan local-overheating pada dinding furnace. Emisi NOx yang dihasilkan lebih rendah dari proses pembakaran lainnya. Carbon Loss lebih rendah dan dapat digunakan untuk proses pembakaran bahan bakar yang memiliki nilai kalor rendah. Gambar 2.2 Ilustrasi pembakaran tangentially-fired pulverized coal burner 2.4. Perhitungan Efisiensi Boiler Perhitungan efisiensi boiler berdasar pada American Society of Mechanical Engineers (ASME) PTC 4.1. Ada dua metode yang digunakan untuk menghitung efisiensi boiler, yaitu metode langsung (Direct Method) dan metode tidak langsung (Indirect Method) Metode Perhitungan Langsung (Direct Method) Metode perhitungan langsung adalah perhitungan efisiensi dengan membandingkan nilai output dengan input. Energi yang didapat dari fluida kerja (air dan steam) dibandingkan dengan energi terkandung dalam bahan bakar boiler. Keuntungan metode ini adalah dapat dengan cepat menghitung efisiensi boiler, diperlukan sedikit parameter perhitungan dan membutuhkan sedikit instrumen 10

28 pengukurannya. Kekurangannya adalah tidak memberikan petunjuk secara langsung penyebab dari rendahnya efisiensi serta tidak dapat menghitung berbagai kerugian yang berpengaruh terhadap tingkat efisiensi. Gambar 2.3 Ilustrasi Direct Method Perhitungan Direct Method menggunakan rumusan berikut: Boiler Efficiency (%) = η = heat output heat input x100% MM mmmm [ HH mmmm HH ffff +(HH hrr HH cccc )] mm bbbb xxxxxxxx x 100% Metode Perhitungan Tidak Langsung (Undirect Method) Metode Indirect Method (Heat Loss) adalah metode perhitungan efisiensi boiler secara akurat dengan memperhitungkan seluruh kemungkinan adanya kerugian atau losses dalam evaluasi efisiensi boiler. Metode ini menggunakan cara dengan mengurangkan efisiensi boiler dengan kerugian-kerugian yang mungkin terjadi pada boiler. η = (L1 + L2 + L3 + L4 + L5 + L6 + L7 + L8) (2.2) Dimana : L1 : Heat loss due to heat dry flue gas L2 : Heat loss due to hydrogen in fuel L3 : Heat loss due to moisture in fuel (H 2 O) L4 : Heat loss due to moisture in air (H 2 O) L5 : Heat loss due to partial convention of CO L6 : Heat loss due to surface radiation and convention 11

29 L7 : Heat loss due to unburnt in fly ash L8 : Heat loss due to unburnt in bottom ash Gambar 2.4 Ilustrasi Indirect Method Perhitungan kerugian-kerugian di atas, dinyatakan sebagai berikut: 1. Heat Losses a) Heat loss in dry flue gas (L 1 ) Besar % heat loss in dry flue gas (L 1 ) dihitung dengan rumus: L 1 = m x C p x (T f - T a ) GCV of fuel x 100 (2.3) b) Heat loss due to formation of water from H 2 in fuel (L 2 ) Besar % heat loss due to formation of water from H 2 in fuel (L 2 ) dihitung dengan rumus: L 2 = 9 x H 2 x [584+ C P (T f - T a )] GCV of Fuel x 100 (2.4) c) Heat loss due to moisture in fuel (L 3 ) Besar % heat loss due to moisture in fuel (L 3 ) dihitung dengan rumus: L 3 = M x [584+ C P(T f - T a )] GCV of Fuel x 100 (2.5) 12

30 d) Heat loss due to moisture in air (L4) Besar % heat loss due to moisture in air (L4) dihitung dengan rumus: L 4 = AAS x humidity ratio x C P(T f - T a ) GCV of Fuel e) Heat loss due to partial convention of CO (L 5 ) x 100 (2.6) Besar % heat loss due to partial convention of CO (L 5 ) dihitung dengan rumus: L 5 = %CO x C % CO+(% CO 2 ) a x 5744 GCV of fuel x 100 (2.7) f) Heat loss due radiation and convection (L 6 ) Besar heat loss due radiation and convection (L 6 ) dihitung dengan rumus: L 6 = (T s 55.55) 4 -(T a 55.55) (T s -T a ) V m A boiler m fuel GCV (2.8) g) Heat loss due to unburnt in fly ash (L 7 ) Besar % heat loss due to unburnt in fly ash (L 7 ) dihitung dengan rumus: L 7 = Total ash collected /kg of fuel burnt x GCV of fly ash x 100 GCV of fuel (2.9) h) Heat loss due to unburnt in bottom ash GCV of bottom ash (L 8 ) Besar % Heat loss due to unburnt in bottom ash GCV of bottom ash (L 8 ) dihitung dengan rumus: L 8 = Total ash collected /kg of fuel burnt x GCV of bottom ash x 100 GCV of fuel (2.10) 2. Perhitungan lain yang menunjang perhitungan efisiensi Boiler (Indirect Method) a) Theoretical air requirement Theoretical air required for complete combution dihitung dengan rumus: 13

31 Theoretical air = CC + 8 HH OO + SS kg kg fuel (2.11) b) Excess air supplied (EA) Besarnya excess air dihitung dengan rumus: EA = OO 2 % 21 OO 2 % xx 100 (2.12) c) Actual mass of air supllied (AAS) Besar massa udara yang dibutuhkan untuk proses pembakaran di furnace boiler dapat dihitung dengan rumus: AAS = 1 + EEEE xx theoretical air (2.13) 100 d) Actual mass of dry flue gas Besar dari mass of dry flue gas dihitung dengan rumus: Mass of dry flue gas = Mass of CO 2 + Mass of N 2 content in the fuel + Mass of N 2 in the combution air supllied + mass of axygen in flue gas 2.5. Oxy-Fuel Pembakaran oxy-fuel merupakan teknologi pembakaran dengan menggunakan oksigen murni sebagai pengganti udara pembakaran. Saat ini oxyfuel merupakan teknologi yang paling efektif dalam pengontrolan konsentrasi CO 2 pada emisi gas buang. Dalam berbagai kasus penelitian dan ekperimen teknologi oxy-fuel dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan pada sisi ekonomis dapat menurunkan biaya operasional pada kasus pembakaran coal pulverized (Chen, dkk, 2011). Jumlah kandungan CO 2 pada emisi gas buang dapat digunakan sebagai indikasi baik tidaknya kualitas suatu pembakaran. Sebagai ilustrasi digunakan persamaan sederhana oksidasi karbon adalah sebagai berikut: C + 1 O 2 2 CO 2 + heat (2.14) Dari persamaan 2,14 tersebut maka dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi kandungan O2 maka kandungan CO2 yang dihasilkan juga semakin tinggi, 14

32 pengikatan unsur C juga semakin banyak. Dengan penambahan oksigen murni pada udara pembakaran diharapkan terjadi peningkatan penangkapan unsur karbon dalam bahan bakar menjadi CO 2. Udara pembakaran sebagian besar terdiri dari nitrogen sejumlah 78%, sisanya adalah oksigen sebanyak 21% dan 1% merupakan unsur-unsur lain yang jumlahnya dihitung dalam mole fraction, atau sama dengan jumlah volume udara secara total. Unsur N dalam proses pembakaran tidak berguna, dalam berbagai kasus sifatnya dapat merugikan proses pembakaran itu sendiri (Al-Abbas, dkk, 2010). Sifat dari nitrogen antara lain: menyerap panas dari hasil pembakaran sehingga dapat menurunkan temperatur, serta dapat mengencerkan hasil dari produk pembakaran. Dengan penggunaan teknologi oxy-fuel diharapkan dapat menekan jumlah kandungan nitrogen dalam produk hasil pemmbakaran. Sebagai contoh pada pembakaran terhadap metana, dimana digunakan perbandingan antara penggunaan udara biasa (21% O 2 volume udara) dan penambahan oksigen murni (25% O 2 volume udara), dinyatakan dalam persamaan stoikiometri berikut: CH (O 2 + 3,76 N 2 ) CO H 2 O + 7,52 N 2 (2.14) Bahan bakar + Udara (21% vol O 2 ) CH (O N 2 ) CO H 2 O + 6 N 2 (2.15) Bahan bakar + Udara (25% vol O 2 ) Pada persamaan persamaan 2.14 jumlah nitrogen yang dihasil lebih besar dibandingkan dengan persamaan 2.15, unsur nitrogen yang ikut dipanaskan juga lebih besar. Dari persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan penggunaan teknologi oxy-fuel dimungkinkan bahwa temperatur yang dicapai menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan udara biasa, karena semakin sedikit unsur nitrogen yang ikut dipanaskan. Oleh karena itu konsumsi bahan bakar maupun udara pembakarannya juga dapat dikurangi jumlahnya sebagai penghematan (Wall, dkk, 2009 dan Al-Abbas, dkk, 2010). 15

33 2.6. Produksi Oksigen Industri Dalam dunia industri pembangkit listrik penggunaan gas hidrogen sebagai media pendingin banyak digunakan, misalnya sebagai cooling system pada poros turbin dan generator. Hidrogen juga merupakan media pendingin yang terbaik di antara air, udara, nitrogen bahkan helium (Widiasanti, 2012). Sebagai penghasil gas hidrogen pada pembangkit listrik dilengkapi dengan peralatan bantu H 2 plant H 2 Plant Prinsip dasar kerja dari H 2 plant ini adalah sebagai pemisah hidrogen dan oksigen melalui proses elektrolisis dari air murni yang didapatkan dari air demin (demin water). Air demin merupakan hasil pemurnian dari air laut melalui proses desalination. Blue pipelines and arrowhead : oxygen flow direction Orange pipelines and arrowhead : hydrogen flow direction Grey pipeline and arrowhead: flow direction of recycle lye Green pipeline and arrowhead : flow direction of destiled water Gambar 2.5 Sistem H2 plant PLTU Paiton Unit 9 (Hebei electric Power Equipment factory, 2008) Skema kerja dari H 2 Plant PLTU Paiton Unit 9 ditunjukkan pada gambar 2.5. Dua bagian utama H 2 Plant adalah hydrogen generator dan power supply. Hydrogen generator merupakan generator penghasil gas hidrogen, dimana di dalam alat ini terjadi proses elektrolisis. Sedangkan power supply merupakan 16

34 peralatan yang berfungsi sebagai penghasil energi listrik ke generator yang mengubah inputan arus AC menjadi arus DC. Hasil dari pemisahan hidrogen dan oksigen ditampung dalam sebuah separator. Dari separator hidrogen akan ditampung kembali dalam sebuah vessel tank yang bekerja secara otomatis berdasarkan kebutuhan pressure pada cooling system. Sedangkan pada separator oksigen hasil dari pemisahan yaitu berupa gas oksigen akan di venting ke atmosfer. 2.7 Penelitian Terdahulu Chen, dkk (2011), dalam penelitiannya dijelaskan bahwa teknologi pembakaran menggunakan oxy-fuel dalam dunia pembangkit listrik bahan bakar batubara merupakan hal yang baru yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dari boiler baik dari segi teknis maupun ekonomis. Penelitian difokuskan terhadap beberapa kasus pembakaran boiler dengan bahan bakar batubara yang mempunyai kandungan CO 2 yang tinggi (CO 2 -rich). Diuraikan dalam penelitiannya mengenai teknologi oxy coal cumbustion berdasarkan dari beberapa ekperimen, perhitungan, simulasi dan pemodelan numerik yang pernah dilakukan dari penelitian terdahulu. Perbandingannya dapat dilihat pada tabel berikut 2.2: Tabel 2.2 Perbandingan teknologi pembakaran pada pembangkit listrik Performance Supercritical PC a SC b PC-oxyfuel IGCC c w/o capture f w/ capture f w/capture f w/o capture f w/ capture f Generating efficiency 38.5% 29.3% 30.6% 38.4% 31.2% Capital Cost ($/kwe)e (1314) d 1900(867) d COE (c/kwh) e Cost of CO2($/t)e a PC: pulverized coal. b SC: supercritical. c IGCC: Integrated gasification combined cycle. d Figures in parenthesis are the expected capital cost for retrofits. e Based on design studies done between 2000 & 2004, a period of cost stability, updated to 2005$ using CPI inflation rate. f w/ (with) or w/o (without) carbon capture treatment. Sumber: Chen,

35 Dari perbandingan tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan oxy-fuel walaupun tanpa carbon capture tratment memiliki efisiensi yang paling baik baik dari sisi teknis (30.6%) maupun ekonomis (867 $/kw). Data diambil dari beberapa pembangkit listrik bahan bakar batubara di China dan Amerika selama kurun waktu Kesimpulannya adalah bahwa teknologi oxy-fuel merupakan cara yang paling baik dalam hal carbon capture pada pembangkit listrik bahan bakar batubara. Kandungan nitrogen yang lebih rendah pada udara pembakaran (akibat kandungan oksigen yang tinggi) dapat mengurangi kemungkinan terbentuknya NO x. Penelitian selanjutnya dilakukan terhadap pembakaran menggunakan air fired dan oxy-fuel. Pada kasus oxy-fuel dilakukan tiga variasi dari kandungan oksigen murni. Variasi udara yang diinjeksikan ke dalam ruang bakar adalah: Air fired (udara), OF25 (25% vol O 2 ), OF27 (27% vol O 2 ) dan OF29 (29% vol O 2 ). Sebagai contoh udara yang dinjeksikan kedalam ruang bakar adalah OF25, artinya kondisi udara tersebut mempunyai konsentrasi oksigen sebanyak 25% dari total seluruh udara pembakaran, dimana pada kondisi air fired konsentrasi oksigen hanya sebanyak 21%. Pada kondisi OF27 dan OF29 maka konsentrasi oksigen yang terdapat pada udara pembakaran adalah sebanyak 27% dan 29%. Gambar 2.6 Profil distribusi temperatur radial dengan jarak (a) 384 mm dan (b) 800 mm dari burner inlet (Chen, 2011) 18

36 Dari hasil simulasi kedua pembakaran tersebut mempunyai gradien yang sama, tetapi dengan penggunaan oxy-fuel temperatur pembakaran mempunyai nilai yang lebih tinggi sekitar O C. Penelitian dilakukan terhadap Vertical Combustor Research Facility (VCRF) 0.3 MW yang fokus pada lignite-fired oxyfuel flame. Wall, dkk (2009) melakukan penelitian dengan simulasi numerik terhadap pilot-scale furnace menggunakan oxy-fuel dengan tujuan untuk mengurangi kandungan CO 2 pada emisi gas buang dari pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Penelitian tersebut menggunakan injeksi O 2 murni sebanyak 27% terhadap total kebutuhan udara pembakaran di dalam boiler. Pemodelan sistem injeksi oxy-fuel disumsikan melalui air system dari udara pembakaran menuju furnace, baik primary air maupun secondary air. Skema pemodelan sistem injeksi oxy-fuel dapat dilihat pada gambar 2.7. Gambar 2.7 Pemodelan sistem injeksi oxy-fuel (Wall, 2009) Dari hasil simulasi, kontur distribusi temperatur di furnace wall pada oxy case hasilnya lebih tinggi daripada kondisi iar fired. Heat flux pada kondisi oxy- 19

37 fuel secara total di furnace wall juga lebih besar dibandingkan dengan air case, dinyatakan dalam W/m 2. Visualisasi hasil simulasi dapat dilihat pada gambar 2.8. Analisa juga dilakukan terhadap karakteristik distribusi temperatur pada surface flame area burner b. Karakteristik distribusi temperatur flame dari kondisi oxy-fuel memiliki jangkauan yang lebih panjang dan area panas yang lebih luas dibandingkan dengan kondisi air fired. Hasil visual simulasi dapat dilihat pada gambar 2.9. b b Gambar 2.8 Perbedaan kontur temperatur pada furnace wall pada Air case dan Oxy case (Wall, 2009) 20

38 b-b Air fired Oxy-fuel Gambar 2.9 Perbandingan distribusi temperatur flame horizontal batubara tipe A area burner b (Wall, 2009) Al-Abbas, dkk (2010), melakukan penelitian dengan metode numerik terhadap Chalmer's furnace 100 KW. Seperti pada penelitian Chen, dkk (2011), penelitian ini mempelajari tentang pengaruh oxy-fuel terhadap pembakaran di boiler menggunakan 4 variasi udara pembakaran, yaitu udara pembakaran biasa dan tiga variasi oxy-fuel. Tiga variasi oxy-fuel tersebut adalah: OF25 (25% vol O 2 ), OF27 (27% vol O 2 ) dan OF29 (29% vol O 2 ). Inlet air flow primary dan secondary pada burner dapat dilihat pada tabel 2.3. Jumlah udara pembakaran yang digunakan disesuakan dengan jumlah oksigen total pada kondisi air fired yang digunakan sebagai validasi simulasi. Tabel 2.3 Parameter inlet air flow primary dan secondary air Inlet flow field parameters Combustion cases Air OF25 OF27 OF29 Primary register Volume flow rate (m3/h) Mean velocity (m/s) Angular velocity (rad/s) Secondary register Volume flow rate (m3/h) Mean velocity (m/s) Angular velocity (rad/s) Sumber : Al-Abbas, 2010 Dari hasil penelitian didapatkan bahwa distribusi flame temperatur pada pembakaran dengan menggunakan udara biasa dan OF25 karakteristiknya hampir serupa, tetapi pada pembakaran menggunakan OF27 dan OF29 terjadi 21

39 peningkatan temperatur flame di area burner. Visual hasil simulasi pada gambar Gambar 2.10 Distribusi temperatur flame dengan empat kondisi yang berbeda pada Chalmer furnace 100 KW (Al-Abbas, 2010) Hasil lain yang didapatkan adalah adanya sebaran kandungan char content pada OF27 dan OF29 lebih merata dan luas jangkauannya. Visual hasil simulasi dapat dilihat pada gambar Gambar 2.11 Distribusi sebaran char content of coal particles (%) dengan empat kondisi yang berbeda pada Chalmer furnace 100 KW (Al Abbas, 2010) 22

40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahap-tahap Penelitian Secara garis besar metodologi untuk menyelesaikan penelitian simulasi pembakaran boiler dengan oxy-fuel di PLTU Paiton Baru Unit 9 menggunakan CFD adalah sebagai berikut: Studi Literatur Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan informasi baik dari jurnal, e-book, maupun hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tema tesis. Selain itu juga dilakukan dengan mencari literatur lain yang berkaitan dengan tema tesis Studi Kasus Kasus dan permasalahan yang terjadi didapatkan dari survei maupun dari pengalaman pekerjaan di PLTU Paiton Baru Unit 9. Tujuan utama dari studi kasus ini adalah untuk mengetahui permasalahan yang terjadi. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan baik data primer maupun sekunder di PLTU Paiton Baru Unit 9. Data-data ini meliputi desain peralatan boiler, data operasi dan data performance test. Melakukan Pemodelan dan Simulasi Dalam tahap ini dilakukan pemodelan dengan menggunakan software Gambit 2.4.6, sedangkan simulasi menggunakan software Ansys Fluent Pada tahap ini akan dibagi menjadi tiga bagian proses, yaitu preprocessing, solver dan postprocessing. Penelitian ini dititik beratkan untuk mengetahui distribusi temperatur pembakaran di furnace boiler. Penyusunan Laporan Hasil dari tahap ini adalah laporan akhir penyusunan tesis yang berisi pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, analisa dan pembahasan, serta kesimpulan dan saran dari penelitian yang dilakukan. 23

41 3.2 Diagram Alir Penelitian Diagram alur penelitian yang dilakukan seperti ditunjukkan pada gambar 3.1. Adapun proses studi literatur dan studi kasus telah dijelaskan pada sub bab 3.1, sedangkan proses selanjutnya akan dijabarkan pada sub bab selanjutnya. Gambar 3.1. Diagram alir penelitian 24

42 3.3 Pemodelan dan Simulasi Pada penelitian ini akan dilakukan simulasi numerik pembakaran pada boiler PLTU Paiton Unit 9 dengan variasi udara pembakaran dalam boiler yang digunakan. Hasil penelitian akan membandingkan kondisi pembakaran pada boiler dari beberapa variasi tersebut. Validasi dilakukan terhadap kondisi operasi aktual. 3.4 Tahap Preprocessing Tahap pre-processing merupakan tahap awal untuk menganalisa pemodelan CFD. Dalam tahap ini terdiri dari pembuatan geometri, pembuatan meshing, dan penentuan domain. 3.5 Pembuatan Geometri dan Meshing Boiler Proses pembuatan geometri boiler menggunakan software Gambit Gambar boiler PLTU Paiton Baru Unit 9 ditunjukkan pada gambar 3.2 berikut ini. Gambar 3.2 Boiler PLTU Paiton Baru Unit 9 tampak samping (Harbin Power Engineering Co., Ltd., 2009) 25

43 3.5.1 Domain Pemodelan Pembuatan domain pemodelan terdiri dari mass flow inlet untuk primary & secondary air noozle dan Separated Over Fire Air (SOFA), dijelaskan lebih lanjut pada sub bab Coal injection dimodelkan sebagai mass flow inlet, dijelaskan lebih lanjut pada sub bab Heat exchanger akan dimodelkan sebagai porous media yang sebelumnya telah dibuat menjadi potongan volume sesuai pembagian heat exchanger, sedangkan waterwall-tube pada dinding furnace dimodelkan sebagai wall yang memiliki heat flux. Domain pemodelan boiler secara detail akan dibahas pada sub bab berikutnya Meshing Bidang atau volume yang diisi oleh fluida dibagi menjadi elemen-elemen kecil (meshing) sehingga kondisi batas dan beberapa paremeter yang diperlukan dapat diaplikasikan. Meshing volume menggunakan hexahedral dan polyhedral. Visual meshing boiler pada masing-masing potongan dapat dilihat pada gambar 3.4. polyhedral c. y = 53m c hexahedral b. y = 32m Coal d b polyhedral a a. y = 19m Gambar 3.3 Meshing boiler 26

44 3.6 Tahap Processing Langkah selanjutnya setelah membuat geometri dan penentuan boundary condition adalah processing. Proses ini dilakukan menggunakan software Ansys Fluent 13.1, yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu: model, material, injection, operating condition, boundary condition, solution, initialize dan residual Model Secara umum model numerik yang digunakan untuk menyelesaikan pemodelan ini dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Pemodelan numerik pada tangentially-fired pulverized coal boiler Model Keterangan Dasar Pemilihan Multiphase Off Penelitian dilakukan terhadap aliran flue gas yang dihasilkan dari proses pembakaran Energy equation On Penelitian mencakup perpindahan panas secara konveksi dan radiasi Turbulence k-ε Standar Sesuai untuk aliran turbulensi tanpa swirl, merujuk pada penelitian Al-Abbas, dkk (2010) Radiation Off --- Heat exchanger Off Heat exchanger dimodelkan berupa porous medium yang memiliki heat flux pada cell zone condition. Species Species transport, Reaction Discrete phase On model Solidification Off --- Acoustic Off --- Eulerian wall film Off --- Spesies kimia yang diinjeksikan mempunyai reaksi pembakaran yang telah didefinisikan pada material yang digunakan. Mendefinisikan injeksi untuk inlet batubara Species Species model yang digunakan berupa Species Transport, Reaction, untuk mixture material digunakan sesuai dengan coal analysis data operasi, ditampilkan pada tabel

45 Tabel 3.2 Hasil analisa batubara Ultimate analysis dan Proximate analysis Ultimate Analysis Proximate Analysis Material Unit As Riceived (AR) Material Unit Dry Ash Free (DAF) Volatile %wt 34,1 Carbon %wt 72,6 Fix Carbon %wt 30,8 Hydrogen %wt 5,2 Ash %wt 4,4 Oxygen %wt 20,5 Moisture %wt 30,7 Nitrogen %wt 1,1 Sulfur %wt 0,06 Sumber: Report of Analysis, Sucofindo,2012 Merujuk pada penelitian Karampinis, dkk (2011), injeksi bahan bakar batubara dimodelkan sebagai Gas Phase Reaction menggunakan coal calculator dalam CHONS, dengan asumsi volatile molecular weight batubara 30 (kg/kgmol). Perhitungan persamaan reaksi dilakukan dengan menggunakan Air Dry Basis (ADB). Konversi ultimate analysis dan proximate analysis menjadi ADB ditampilkan pada tabel 3.3 dan 3.4 berikut: Tabel 3.3 Perhitungan Air Dry Basis (ADB) priximate analysis Proximate AR Formula ADB Volatile 34,1 Fixed C 30,8 Ash 4,4 AR x TM% AR x TM% AR x TM% 43,2 39,0 5,6 T. Moisture 30, (V + FC + TM)% 12,28 Total ,00 Tabel 3.4 Perhitungan Air Dry Basis (ADB) ultimate analysis Ultimate DAF Formula ADB C 72,6 DAF x ( TM% - Ash%) ADB 59,60 H 5,2 DAF x ( TM% - Ash%) ADB 4,27 O 20,5 DAF x ( TM% - Ash%) ADB 16,83 N 1,1 DAF x ( TM% - Ash%) ADB 0,90 S 0,6 DAF x ( TM% - Ash%) ADB 0,49 28

46 Berdasar perhitungan pada tabel 3.3 dan 3.4 perhitungan komposisi volatile batubara dengan basis air dry ditampilkan pada tabel 3.5 berikut: Tabel 3.5 Komposisi volatile matter batubara Ultimate Analysis AW (i) (g/mol) ADB (ii) (iii) Volatile (%) Volume (iv) (%) C 12,001 (59,6-39) 0,478 1,1941 H 1,008 4,27 0,099 2,9414 O 15,99 16,83 0,390 0,7310 N 14,007 0,90 0,021 0,0448 S 32,06 0,49 0,011 0,0106 Keterangan : (i) Atomic Weight (ii) Air Dry Basis hasil Ultimate Analysis (iii) Volatile Matter dalam wt % = ADB %VM (iv) Volume dalam molecular fraction dengan asumsi volatile molecular weight batubara 30 (kg/kgmol); mole % = ADB x 30 % AW Dari tabel 3.5 maka komposisi batubara yang dinyatakan dalam vol_coal menjadi C 1,19 H 2,94 O 0,73 N 0,0448 S 0,0106 Pemodelan reaksi pembakaran menggunakan metode Two-step Reaction dinyatakan dengan persamaan berikut: vol_coal + VO2 O 2 VCO2 CO 2 + VH2 OH 2 O+ VSO2 SO 2 + VN2 N 2 (3.1) C + 1 O 2 2 CO 2 (3.2) Dengan substitusi vol_coal kedalam persamaan 3.1 dan 3.2 maka persamaan reaksi pembakaran batubara yang digunakan adalah C 1,19 H 2,94 O 0,73 N 0, ,97O 2 1,19CO +1,47H 2 O+0,0224N 2 +0,0106SO 2 (3.3) CO + 0,5 O2 CO 2. (3.4) Hasil perhitungan coal calculator dari persamaan 3.3. dan 3.4 dapat dilihat pada gambar

47 Gambar 3.4 Perhitungan coal calculator Fluent Discrete Phase Model Proses input bahan bakar batubara ke dalam boiler menggunakan model injeksi berupa mass flow inlet. Terdapat 6 elevasi dimana masing-masing terdiri dari 4 burner pada tiap corner. Geometri burner boiler dapat dilihat pada gambar 3.6 berikut: Gambar 3.5 Geometri burner boiler PLTU Paiton Unit 9 (Harbin Power Engineering Co., Ltd., 2009) 30

48 Batubara diinjeksikan dengan sudut tilting 0⁰ dan dengan kecepatan angkut 21,87 m/s, ketentuan sesuai dengan desain OEM boiler ( 19 m/s). Sudut yaw pada corner 1 dan 3 adalah 43 o, sedangkan pada corner 2 dan 4 adalah 46 o. Ketentuan dalam penginjeksian batubara dapat dilihat pada tabel 3.6. Tabel 3.6 Model discrete phase sebagai input properties bahan bakar Model Keterangan Dasar Pemilihan Injection Type Group Distribusi batubara saat memasuki furnace berupa kelompok dari partikel melalui sebuah nozzle dengan luasan tertentu Particle Type Combusting Reaksi yang terjadi pada partikel yang diinjeksikan berupa pembakaran Material Coal Particle Fluent database (sesui hasil perhitungan coal calculator) Diameter Distribution Rossin Ramier Distribusi diameter partikel batubara tidak memiliki nilai yang tetap Temperature (K) Data PLTU (lampiran 1) Total Flow Rate (terlampir) Data PLTU (lampiran 1) Min Diameter (m) 7.00E-05 Max Diameter (m) Mean Diameter (m) Fluent database Spread Diameter (m) Material Properties material dari batubara yang digunakan sebagai input dapat dilihat pada tabel 3.7. Sesuai dengan kondisi aktual data batubara menggunakan propertis dari lignite coal. Tabel 3.7 Propertis batubara kondisi MCR Fluent combusting particle matrials Coal particle Sumber Density (kg/m3) Cp (j/kg K) Vaporation Temperature (K) Ansys Fluent v.13 tutorial Volatile Component Fraction (%) Fluent database 31

49 Binary Difusivity Fluent database Sweling Coefficient 2 Fluent database Combustible Fraction (%) Fluent database React. Heat Fraction Absorbed by Solid 30 Fluent database Devilitilization Model (1/s) 20 Fluent database Combustion Model Diffusion-limited Cell Zone Conditions Heat exchanger dimodelkan sebagai porous media yang memiliki nilai heat generation rate dalam W/m 3. Besaran nilai heat generation rate dinyatakan dalam minus (-) karena mempunyai sifat menyerap panas. Heat exchanger yang dimodelkan yaitu panel division superheater, platen superheater, platen reheater, final reheater, final superheater, LTSH dan economizer. Data dan hasil perhitungan dapat dilihat pada sub bab 4.2 dan tabel Operating Conditions Merupakan perkiraan kondisi daerah operasi yang merupakan perkiraan tekanan pada daerah operasi yaitu 1 atm atau pa pada posisi bottom boiler Boundary Conditions Boundary Conditions adalah batasan nilai dan kondisi yang harus diberikan pada domain aliran agar simulasi sesuai dengan fenomena fisik yang terjadi. Domain komputasi dari simulasi pembakaran boiler ini seperti dijelaskan pada sub bab 3.4.1, walltubes dimodelkan sebagai wall yang mempunyai heat flux, injeksi batubara menggunakan mass flow inlet, pada input primary air dan secondary air system (secondary air noozle, oil burner noozle dan SOFA) juga menggunakan mass flow inlet. Pada sisi outlet flue gas menggunakan pressure outlet yang memiliki nilai tekanan dan temperatur tertentu yaitu -737,95 Pa dan 697,13 K. Detail susunan noozle air inlet dapat dilihat pada gambar

50 Gambar 3.6 Boundary condition pemodelan boiler Gambar 3.7 Penampang luasan burner boiler PLTU Paiton Unit 9 (Harbin Power Engineering Co., Ltd., 2009) 33

51 Merujuk pada penelitian Chen, dkk (2011) dan Al-Abbas, dkk (2010), dalam simulasi numerik ini dilakukan empat variasi udara pembakaran yang diinjeksikan ke dalam boiler. Empat variasi udara pembakaran tersebut adalah: air fired (udara), OF25 (25% vol O 2 ), OF27 (27% vol O 2 ) dan OF29 (29% vol O 2 ), seperti telah diuraikan pada sub bab 2.7. Kondisi air fired adalah kondisi udara pembakaran aktual yang digunakan pada operasi boiler PLTU Paiton Unit 9. Dengan adanya variasi konsentrasi oksigen berlebih dalam udara pembakaran, maka terjadi penurunan jumlah udara yang diinjeksikan dalam pembakaran, merujuk pada penelitian Al-Abbas, dkk (2010). Variasi jumlah udara disesuaikan dengan kebutuhan oksigen dalam pembakaran di dalam boiler. Variasi jumlah udara pembakaran dapat dilihat pada tabel 3.8. Tabel 3.8 Variasi jumlah udara pembakaran pada secondary air flow inlet Simulasi Total secondary air mass flow inlet (kg/s) Jumlah oksigen dalam secondary air inlet (kg/s) Kasus I Kasus II Kasus III Kasus IV Air fired OF25 OF27 OF29 523, , , , ,84 109,84 109,84 109,84 Dalam simulasi numerik ini variasi udara pembakaran hanya dilakukan terhadap secondary air flow saja, sedangkan jumlah udara pada primary air flow tetap dipertahankan, sesuai dengan parameter OEM boiler. Tabel 3.9 Boundary condition auxiliary air inlet MASS FLOW INLET ELEVASI TEMP MASS FLOW Air Fired OF25 OF27 OF29 KEC MASS FLOW KEC MASS FLOW KEC MASS FLOW ( o C) (K) (kg/s) (m/s) (kg/s) (m/s) (kg/s) (m/s) (kg/s) (m/s) KEC SOFA 3 I 3,051 9,205 2,563 7,733 2,373 7,160 2,209 6,666 SOFA 2 H 344,65 617,65 3,051 9,205 2,563 7,733 2,373 7,160 2,209 6,666 SOFA 1 G 3,051 9,205 2,563 7,733 2,373 7,160 2,209 6,666 Secondary Air Coal Burner F-F 349,05 622,05 14,034 56,774 11,789 47,690 10,916 44,158 10,163 41,112 F 349,05 622,05 9,743 21,870 9,743 21,870 9,743 21,870 9,743 21,870 Oil Burner E-F 349,05 622,05 12,445 56,039 10,454 47,073 9,680 43,586 9,012 40,580 Coal Burner E 61,73 334,88 9,743 21,870 9,743 21,870 9,743 21,870 9,743 21,870 Oil Burner D-E 349,05 622,05 12,445 56,039 10,454 47,073 9,680 43,586 9,012 40,580 34

52 Coal Burner Secondary Air Secondary Air Coal Burner D 61,73 334,88 9,743 21,870 9,743 21,870 9,743 21,870 9,743 21,870 D-D 349,05 622,05 14,034 56,774 11,789 47,690 10,916 44,158 10,163 41,112 C-C 349,05 622,05 14,034 56,774 11,789 47,690 10,916 44,158 10,163 41,112 C 61,73 334,88 9,743 21,870 9,743 21,870 9,743 21,870 9,743 21,870 Oil Burner B-C 349,05 622,05 12,445 56,039 10,454 47,073 9,680 43,586 9,012 40,580 Coal Burner B 61,73 334,88 9,743 21,870 9,743 21,870 9,743 21,870 9,743 21,870 Oil Burner A-B 349,05 622,05 12,445 56,039 10,454 47,073 9,680 43,586 9,012 40,580 Coal Burner Secondary Air A 61,73 334,88 9,743 21,870 9,743 21,870 9,743 21,870 9,743 21,870 A-A 349,05 622,05 14,034 56,774 11,789 47,690 10,916 44,158 10,163 41,112 *Untuk auxiliary air pada elevasi A, B, C, D, E dan F adalah primary air Solution Solusi pada studi numerik dengan menggunakan software Ansys Fluent 13.0 yaitu: pressure-velocity coupling menggunakan metode SIMPLE (Semi Implicit Method for Pessure Linked Equations), gradient menggunakan Least Square Cell Based, untuk Pressure menggunakan standard, momentum menggunakan Second Order Upwind, Turbulent Kinetic Energy menggunakan First Order Upwind, dan untuk lignite vol, O 2, CO 2, H 2 O, H 2, serta CO menggunakan Second Order Upwind (Sa'adiyah, 2013) Initialize Initialize merupakan tebakan awal sebelum melakukan perhitungan sehingga akan memudahkan dalam mencapai konvergen. Tebakan dapat dimulai dari kondisi batas sisi masuk, sisi keluar, semua zona dan lain-lain. Initialize yang digunakan adalah tipe Standard Monitor Residual Monitor Residual adalah tahap penyelesaian masalah, berupa proses iterasi hingga mencapai harga konvergensi yang diinginkan. Harga konvergensi ditetapkan sebesar 10-3 artinya proses iterasi dinyatakan telah konvergen setelah residualnya mencapai harga di bawah

53 3.7 Tahap Post Processing Post processing merupakan penampilan hasil serta analisa terhadap hasil yang telah diperoleh berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif berupa grafik distribusi temperatur dan emisi CO 2, sedangkan data kualitatif berupa visualisasi aliran dengan menampilkan distribusi temperatur, velocity vector, dan fraksi massa CO Rancangan Simulasi Numerik Rancangan simulasi numerik pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.10 dan 3.11 berikut ini: Tabel 3.10 Parameter input pada rancangan simulasi. Nilai Parameter Input Simulasi Konstan Bahan bakar batubara Primary air - Mass flow rate - Temperatur - Sudut tilting & yaw - Velocity Variasi (tabel 3.6) Secondary air - Kandungan oksigen - Mass flow rate - Velocity Tabel 3.11 Parameter output pada rancangan simulasi. Data PLTU Temperatur flue gas (data terlampir) Data Hasil Simulasi Temperatur flue gas (sebagai validasi) Kontur distribusi temperatur pada potongan vertikal center boiler Kontur distribusi temperatur pada tiap elevasi burner Kontur distribusi CO 2 pada potongan vertikal center boiler Kontur distribusi CO 2 pada tiap elevasi burner Data kuantitatif kandungan flue gas pada outlet boiler 36

54 3.9 Alokasi Waktu Penelitian Penelitian ini dijadwalkan dalam waktu 5 bulan dengan rincian kegiatan seperti pada tabel di bawah ini : Tabel 3.12 Alokasi waktu penelitian Kegiatan Studi pustaka & literatur Pembuatan model pada Gambit Pembuatan domain & meshing model I II III IV V VI Input data Fluent Validasi Grid Independency test Variasi parameter Iterasi & post processing data Penulisan laporan Sidang proposal tesis Sidang tesis 37

55 (halaman ini sengaja dikosongkan) 38

56 BAB IV HASIL PERHITUNGAN Pada bab ini akan dibahas mengenai perhitungan dan analisa hasil dari simulasi. Perhitungan dilakukan untuk mencari heat loss menggunakan indirect method ASME PTC 4.1, serta perhitungan panas yang diserap oleh setiap heat exchanger. Adapun untuk data hasil simulasi yang ditampilkan meliputi distribusi temperatur, CO 2 dan data kuantitatif kandungan flue gas pada outlet boiler Data Perhitungan Data perhitungan yang digunakan merujuk dari data operasi PLTU Paiton unit 9 sebagai data untuk validasi hasil simulasi Data Perhitungan Indirect Method Data yang digunakan pada perhitungan ini disesuaikan dengan data yang telah dirangkum pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Data Operasi PLTU Paiton unit 9 Data Nilai Satuan Fuel firing rate (coal feeding) = kg/hr Steam generation rate = ,83 kg/hr Steam pressure = 167,76 kg/cm2(g) Steam temperature = 537,89 C Feed water temperature = 277,86 C %O 2 content = 3,95 % %CO 2 content = 15,66 % %CO in flue gas = 0,28 % Average flue gas temperature = 142,67 C Ambient temperature = 32 C Humidity in ambient air = 0,019 kg / kg dry air Surface temperature of boiler = 64 C Wind velocity around the boiler = 4 m/s Total surface area of boiler = 4087 m2 GCV of Bottom ash 2,1 % = 91,01 kcal/kg GCV of fly ash 9,5 % = 411,72 kcal/kg Ratio of bottom ash to fly ash = 90:10 Fuel Analysis (in %)--Ultimate Analysis Ash content in fuel = 4,4 % Moisture in coal = 30,7 % Carbon content = 47,2 % 39

57 Hydrogen content = 3,4 % Nitrogen content = 0,64 % Oxygen content = 13,3 % Sulphur Content = 0,38 % GCV of Coal = 4333,87 kcal/kg 4.2. Perhitungan Perhitungan Indirect Method Berdasarkan pada tabel 4.1 maka dapat dilakukan perhitungan heat loss untuk mengetahui efisiensi boiler. Perhitungan mass flow rate udara pembakaran: Kebutuhan udara teoritis untuk pembakaran Theoretical air required = [( 11,6 x C ) + { 34,8 x ( H2 - O2/8 )} + ( 4,35 x S )] 100 Udara tambahan Excess air (EA) = O 2% 21-O 2 % x 100 = = 3, ,95 x 100 = 23,167 % [( 11,6 x 47,2) + { 34,8 x ( 4,76 21,63/8 )} + ( 4,35 x 0,2)] = 6,096 kg / kg of coal 100 Massa udara yang dimasukkan kedalam furnace boiler untuk proses pembakaran Actual mass of air supllied (AAS) = 1+ EA ṁ udara total = AAS x fuel firing rate = 7,509 kg kg x kg h = ,56 kg/h = 662,06 kg/s 100 = 1+ 23, x theoretical air x 6,096 kg of coal kg = 7,509 kg/kg of coal 40

58 Udara aktual Mass of dry flue gas = Mass of CO 2 + Mass of N 2 content in the fuel + Mass of N 2 in the combution air supllied + mass of axygen in flue gas Mass of dry flue gas = 0,4165 x , = 7,844 kg/kg of coal 7,509 x ,509-6,096 x = Mass of dry flue gas ( kg coal) x fuel firing rate kg = 7,844 kg kg x kg h = ,48 kg/h = 691,59 kg/s Perhitungan heat loss pada boiler: a. Heat loss in dry flue gas (L 1 ) L 1 = m x C p x (T f - T a ) GCV of fuel kcal/kg C = 7,844 kg kg = 4,807 % x 100, dimana Cp flue gas pada 142,67 o C = 0,24 x 0,24 kcal kg o C x (146,3-32)o C 4333,87 kcal kg x 100 b. Heat loss due to formation of water from H 2 in fuel (L 2 ) L 2 = 9 x H 2 x [584 + C P (T f - T a )] GCV of Fuel = kcal/kg C 9 x 0,0472 x [584+ 0,45 kcal kg o C x (146,3 32)]o C = 4,459 % 4333,87 kcal kg x 100, dimana Cp superheated steam = 0,45 x

59 c. Heat loss due to moisture in fuel (L 3 ) L 3 = M x C p x (T f - T a ) GCV of fuel = 0,307 kg kg = 4,474 % x 100 x 0,24 kcal kg o C x (146,3-32)o C 4333,87 kcal kg x 100 d. Heat loss due to moisture in air (L 4 ) L 4 = AAS x humidity ratio x C P(T f - T a ) GCV of Fuel = x 100 7,509 kg kcal of fuel x 0,019 x 0,45 kg kg o C x (146,3-32)o C 4333,87 kcal x 100 kg = 0,157 % e. Heat loss due to partial convention of CO (L 5 ) L 5 = = %CO x C % CO + (% CO 2 ) a x 5744 GCV of fuel x 100 0,28 x 0,472 x , , ,87 kcal x 100 kg = 1,137 % f. Heat loss due radiation and convection (L 6 ) Heat flux = (T s 55.55) 4 -(T a 55.55) V T s -T a m = ( ) 4 -( ) ( (4) = 769,3 W/m 2 = 769,3 W/m 2 x 0,86 = 661,63 kcal/m 2 Heat rate = 661,63 kcal/m 2 x 4086,77 m 2 L 6 = = ,17 kcal ,17 kcal x ,87 kcal kg x kg h 42

60 = 0,1966 % g. Heat loss due to unburnt in fly ash (L 7 ) L 7 = Total ash collected /kg of fuel burnt x GCV of fly ash x 100 GCV of fuel = 0,1 x 0,044 kg kcal of fuel x 411,72 x 100 kg kg 4333,87 kcal kg = 0,0156 % h. Heat loss due to unburnt in bottom ash GCV of bottom ash (L 8 ) L 8 = Total ash collected /kg of fuel burnt x GCV of bottom ash x 100 GCV of fuel = 0,1 x 0,044 kg kcal of fuel x 91,01 x 100 kg kg 4333,87 kcal kg = 0,0832 % Perhitungan efisiensi boiler dapat ditabelkan sebagai berikut: Tabel 4.2. Hasil perhitungan undirect method PROPERTIS SIMBOL UNIT HASIL Perhitungan Theoretical air requirement kg/kg of coal 6,096 Excess air supplied EA % 23,163 Actual mass of air supllied AAS kg/kg of coal 7,509 Actual mass of dry flue gas kg/kg of coal 7,844 Boiler Heat Loss Heat loss in dry flue gas L 1 % 4,807 Heat loss due to formation of water from H 2 in fuel L 2 % 4,459 Heat loss due to moisture in fuel L 3 % 4,474 Heat loss due to moisture in air L 4 % 0,157 Heat loss due to partial convention of CO L 5 % 1,137 Heat loss due radiation and convection L 6 % 0,196 43

61 Heat loss due to unburnt in fly ash L 7 % 0,015 Heat loss due to unburnt in bottom ash GCV of bottom ash L 8 % 0,083 Total Heat Loss = (L 1 + L 2 + L 3 + L 4 + L 5 + L 6 + L 7 + L 8 ) L T % 15,356 Efisiensi Boiler = (L 1 + L 2 + L 3 + L 4 + L 5 + L 6 + L 7 + L 8 ) η % 84, Perhitungan Panas yang Diserap Heat Exchanger Perhitungan ini dilakukan untuk mencari nilai panas yang diserap jajaran heat excharger dan heat flux pada water wall tube. Data propertis tube heat exchanger dan perhitungan volume setiap heat exchanger dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3. Data propertis dan perhitungan volume heat exchanger. Ket Diameter tube Jumlah Coil Jumlah Panel Panjang Laluan Unit SH Front SH Rear SH Platen RH Platen RH Finish SH Finish Hor LTSH m 0,0605 0,0605 0,0605 0,0725 0,114 0,114 0,114 0,114 0,102 buah buah m 39,624 39,624 39,624 37,748 31,712 31,712 17,112 64,85 155,64 Ver Eco 1267, ,85 495,48 677,84 745,39 111,72 423,41 Volume m 3 828, , ,24 535,15 488,12 Perhitungan dilakukan menggunakan analisa dari sisi steam dan flue gas. Hal ini dikarenakan sensor indikator temperatur yang terpasang didalam furnace boiler pada masing-masing heat exchanger berbeda. Superheater dan reheater menggunakan sensor temperatur pada sisi steam, sedangkan LTSH dan economizer menggunakan sensor temperatur pada sisi flue gas. Gambar posisi sensor indikator temperatur dapat dilihat pada lampiran 4. a. Superheater Div Panel Front, Rear & Platen Perhitungan dilakukan menggunakan analisa steam. Berikut adalah data Superheater Div Panel Front, Rear & Platen: T in = 305,47 o C 44

62 T out = 517,33 o C ṁ steam = 582,65 kg/s Cp steam = 2,147 kj/kg.k Volume SH Front = 1267,85 m 3 Volume SH Rear = 1267,85 m 3 Volume SH Platen = 495,58 m 3 Rasio volume SH Front : SH Rear : SH Platen = 0,41 : 0,41 : 0,18 Perpindahan panas (q) total yang terjadi pada Superheater Div Panel Front, Rear & Platen : q = ṁ steam x Cp steam x ΔT = 582,65 kg s x 2,147 kj kg.k x 519,13-371,06 K = ,17 kw Perpindahan panas pada SH Front, Rear & Platen: q SH Front q SH Rear q SH Platen = ,99 kw = ,99 kw = 42404,19 kw q" SH Front = ,73 kw 1267,85 m 3 = 88815,74 W/m 3 q" SH Rear = q" SH Platen = ,73 kw 1267,85 m 3 = 88815,74 W/m ,71 kw 495,58 m 3 = 85581,75 kw/m 3 Gambar 4.1. Ilustrasi aliran steam pada Superheater panel b. Reheater Platen dan Reheater Finish Perhitungan dilakukan menggunakan analisa steam. Berikut adalah data Reheater Platen dan Reheater Finish: T in = 322,09 o C T out = 531,86 o C ṁ steam = 582,65 kg/s Cp steam = 2,147 kj/kg.k Volume RH Platen = 677,84 m 3 45

63 Volume RH Finish = 745,39 m 3 Rasio volume = RH Platen : RH Finish = 0,48 : 0,52 Perpindahan panas (q) total yang terjadi pada Reheater Platen dan Reheater Finish: q = ṁ steam x Cp steam x ΔT = 582,65 kg s x 2,147 kj kg.k x 531,86-322,09 K = ,69 kw Gambar 4.2. Perpindahan panas Reheater Platen dan Reheater Finish: Ilustrasi aliran steam pada Reheater q RH Platen q RH Finish = ,61 kw = ,08 kw q" RH Platen = q" RH Finish = ,61 kw 677,84 m 3 = ,04 W/m ,08 kw 745,39 m 3 = ,00 W/m 3 c. Superheater Finish Perhitungan dilakukan menggunakan analisa steam. Berikut adalah data Superheater Finish: T in = 517,28 o C T out = 539,81 o C ṁ steam = 582,65 kg/s Cp steam = 2,147 kj/kg.k Volume = 828,21 m 3 Perpindahan panas (q) yang terjadi pada Superheater Finish: q = ṁ steam x Cp steam x ΔT Gambar 4.3. Ilustrasi aliran steam pada Superheater Finish = 582,65 kg s x 2,147 kj kg.k x 539,81-517,28 K = 28183,89 kw 46

64 q" = 28183,89 kw 828,21 m 3 = 34029,69 W/m 3 d. Low Temperature Superheater (LTSH) Perhitungan dilakukan menggunakan analisa flue gas. Berikut adalah data LTSH: T in = 528,36 o C T out = 424,13 o C ṁ flue gas = 844,84 kg/s Cp flue gas = 1,076 kj/kg.k Volume = 535,15 m 3 Perpindahan panas (q) yang terjadi pada LTSH: q = ṁ flue gas x Cp flue gas x ΔT q" = = 844,84 kg s = 94750,06 kw x 1,076 kj kg.k x 528,36-424,84 K 94750,06 kw 535,15 m 3 = ,76 W/m 3 Gambar 4.4. Ilustrasi aliran steam pada LTSH e. Economizer Perhitungan dilakukan menggunakan analisa flue gas. Berikut adalah data Economizer: T in = 424,13 o C T out = 369,30 o C ṁ flue gas = 844,84 kg/s Cp flue gas = 1,076 kj/kg.k Volume = 488,12 m 3 Perpindahan panas (q) yang terjadi pada Economizer: q = ṁ flue gas x Cp flue gas x ΔT Gambar 4.5. Ilustrasi aliran steam pada Economizer = 844,84 kg s x 1,076 kj kg.k x 424,84-369,30 K = 49843,09 kw 47

65 q" = 49843,09 kw 488,12 m 3 = ,35 W/m 3 e. Waterwall Perhitungan panas yang diserap oleh waterwall adalah panas total yang diserap oleh boiler (Q abs ) dikurangi total panas yang diserap oleh heat exchanger. Total panas yang diserap oleh heat exchanger pada boiler dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Data heat transfer dan heat generation rate masing-masing heat Heat Exchager exchanger Heat Transfer (kw) Heat Generation Rate (W/m 3 ) SH Div Panel Front , ,74 SH Div Panel Rear , ,74 SH Div Panel Platen 42404, ,75 Reheater Platen , ,04 Reheater Finish , ,00 SH Finish 28183, ,69 LTSH 94750, ,76 Economizer 49843, ,35 Total ,90 Perhitungan panas total yang diserap oleh boiler adalah sebagai berikut: Total kalor boiler: Q = fuel firing rate x GCV coal = kg s x s x 4333,87 kcal kg x 4,180 kj kcal = ,74 kw = 1,597,3 MW Q abs = ,74 kw x 84,64 % = ,65 kw Maka panas yang diserap oleh waterwall adalah: q = ,65 kw ,90 kw = ,75 kw 48

66 Dengan asumsi luasan waterwall sama dengan luasan permukaan boiler 4087 m 2, maka: q" waterwall = ,75 kw 4087 m 2 = ,42 W/m Perhitungan Massa Udara Pembakaran Perhitungan velocity inlet pada primary Air. Dari data operasi diketahui propertis primary air adalah sebagai berikut : Total mass flow pirmary air = 233,611 kg/s Luas penampang pipa = 0,407 m 2 Jumlah nozzle = 24 Temperatur = 61,73 o C Densitas udara = 1,152 kg/m 3 Mass flow rate pada tiap nozzle adalah : ṁ pa = 233,611 kg s 24 = 9,743 kg/s Kecepatan aliran pada tiap nozzle adalah : v pa = ṁ ρ x A = 9,743 1,152 kg m kg s 3 x 0,407 m2 = 21,87 m/s Perhitungan total mass flow rate pada secondary air dan SOFA dengan perbandingan antara mass flow secondary air dan SOFA = 90:10 adalah sebagai berikut: Kasus I (AF) ṁ sa total = 0,9 x 523,056 kg/s = 470,750 kg/s ṁ SOFA total = 0,1 x 523,056 kg/s = 52,306 kg/s Kasus II (OF25) ṁ sa total = 0,9 x 439,367 kg/s = 395,430 kg/s ṁ SOFA total = 0,1 x 439,367 kg/s = 43,936 kg/s Kasus III (OF27) ṁ sa total = 0,9 x 406,821 kg/s = 366,138 kg/s ṁ SOFA total = 0,1 x 406,821 kg/s = 40,682 kg/s Kasus IV (OF29) ṁ sa total = 0,9 x 378,765 kg/s = 340,888 kg/s ṁ SOFA total = 0,1 x 378,765 kg/s = 37,876 kg/s 49

67 Perhitungan total mass flow rate pada secondary air burner dan oil burner. Dari data PLTU Paiton unit 9 diketahui propertis secondary air sebagai berikut: Luas penampang pipa secondary air = 0,443 m 2 Jumlah nozzle secondary air = 16 Luas penampang pipa oil burner = 0,398 m 2 Jumlah nozzle oil burner = 16 Dengan perbandingan antara secondary air burner dan oil burner berdasarkan luas penampang = 53 : 47, maka perhitungan mass flow rate adalah sebagai berikut: Kasus I (AF) ṁ sa-n = 0,53 x 470,750 kg/s = 249,497 kg/s ṁ ob-n = 0,47 x 470,750 kg/s = 221,252 kg/s Kasus II (OF25) ṁ sa-n = 0,53 x 439,367 kg/s = 232,864 kg/s ṁ ob-n = 0,47 x 439,367 kg/s = 206,502 kg/s Kasus III (OF27) ṁ sa-n = 0,53 x 406,821 kg/s = 215,615 kg/s ṁ ob-n = 0,47 x 406,821 kg/s = 191,205 kg/s Kasus IV (OF29) ṁ sa-n = 0,53 x 378,765 kg/s = 200,745 kg/s ṁ ob-n = 0,47 x 378,765 kg/s = 178,019 kg/s Perhitungan mass flow inlet pada secondary air pada tiap burner. Dari data operasi diketahui propertis secondary air sebagai berikut: Luas penampang pipa = 0,443 m 2 Jumlah nozzle = 16 Temperatur = 349 o C Densitas udara = 0,558 kg/m 3 Mass flow rate pada tiap nozzle adalah : Kasus I (AF) ṁ sa = ṁ ob = 249,497 kg s ,252 kg s 16 = 14,034 kg/s = 12,445 kg/s Kasus II (OF25) ṁ sa = ṁ ob = 232,864 kg s ,502 kg s 16 = 11,789 kg/s = 10,545 kg/s 50

68 Kasus III (OF27) Kasus IV (OF29) ṁ sa = 215,615 kg s 16 = 10,916 kg/s ṁ sa = 200,745 kg s 16 = 10,163 kg/s ṁ ob = 191,205 kg s 16 = 9,680 kg/s ṁ ob = 178,019 kg s 16 = 9,012 kg/s Perhitungan mass flow rate pada SOFA Dari data PLTU Paiton unit 9 diketahui propertis propertis SOFA sebagai berikut: Luas penampang pipa = 0,398 m 2 Jumlah nozzle = 12 Temperatur = 344,85 o C Densitas udara = 0,558 kg/m 3 Mass flow rate pada tiap burner adalah : Kasus I (AF): Kasus II (OF25): Kasus III (OF27): Kasus IV (OF29): ṁ SOFA = ṁ SOFA = ṁ SOFA = ṁ SOFA = 52,306 kg s 12 43,936 kg s 12 40,682 kg s 12 37,876 kg s 12 = 3,051 kg/s = 2,563 kg/s = 2,373 kg/s = 2,209 kg/s Dari perhitungan diatas maka hasil perhitungan ditabelkan pada tabel 4.5 berikut: Tabel 4.5 Mass flow rate masing-masing elevasi burner MASS FLOW INLET ELEVASI TEMP MASS FLOW Air Fired OF25 OF27 OF29 ( o C) (K) (kg/s) (kg/s) (kg/s) (kg/s) SOFA 3 I 344,65 617,65 3,051 2,563 2,373 2,209 SOFA 2 H 344,65 617,65 3,051 2,563 2,373 2,209 SOFA 1 G 344,65 617,65 3,051 2,563 2,373 2,209 Secondary Air F-F 349,05 622,05 14,034 11,789 10,916 10,163 Coal Burner F 349,05 622,05 9,743 9,743 9,743 9,743 Oil Burner E-F 349,05 622,05 12,445 10,454 9,680 9,012 51

69 Coal Burner E 61,73 334,88 9,743 9,743 9,743 9,743 Oil Burner D-E 349,05 622,05 12,445 10,454 9,680 9,012 Coal Burner D 61,73 334,88 9,743 9,743 9,743 9,743 Secondary Air D-D 349,05 622,05 14,034 11,789 10,916 10,163 Secondary Air C-C 349,05 622,05 14,034 11,789 10,916 10,163 Coal Burner C 61,73 334,88 9,743 9,743 9,743 9,743 Oil Burner B-C 349,05 622,05 12,445 10,454 9,680 9,012 Coal Burner B 61,73 334,88 9,743 9,743 9,743 9,743 Oil Burner A-B 349,05 622,05 12,445 10,454 9,680 9,012 Coal Burner A 61,73 334,88 9,743 9,743 9,743 9,743 Secondary Air A-A 349,05 622,05 14,034 11,789 10,916 10, Validasi Sebelum melakukan pengamatan pada kasus injeksi oxy-fuel pada udara pembakaran terlebih dahulu dilakukan validasi hasil simulasi dengan menggunakan udara pembakaran biasa sesuai kondisi operasi aktual. Simulasi yang dilakukan dalam hal ini digunakan adalah kasus I, dimana kondisi udara pembakaran menggunakan air fired dengan asumsi kandungan oksigen adalah 21%. Proses validasi dilakukan dengan membandingkan temperatur outlet pada beberapa heat exchanger, yaitu Superheater finish outlet, LTSH outlet dan Economizer outlet. Posisi pengambilan data temperatur dapat dilihat pada gambar 4.6 berikut: Gambar 4.6 Posisi pengambilan data temperatur pada boiler 52

70 Data temperatur yang didapatkan kemudian dibandingkan dalam bentuk grafik dan dihitung nilai error yang terjadi. Pengambilan data temperatur dilakukan pada jumlah iterasi 7500 dengan nilai yang paling mendekati data operasi aktual. Perbandingan temperatur tersebut dapat dilihat pada gambar Temperatur ( o C) FURNACE OUTLET SH PLATEN RH. FINISH SH. FINISHING LTSH Design Actual 656,78 499,37 391,42 Simulasi Error -2,84-4,43 1,97 3,33 2,34 2,38 ECO Gambar 4.7 Grafik perbandingan temperatur hasil simulasi dan data operasi Dari grafik perbandingan temperatur tersebut dapat diketahui bahwa hasil simulasi mempunyai temperatur hampir mendekati kondisi aktual dengan error terbesar adalah 4,43 %. Dengan penentuan batas error lebih kecil dari 5% maka proses simulasi ini dapat digunakan sebagai dasar proses simulasi selanjutnya, yaitu dengan variasi injeksi oxy-fuel sesuai dengan kasus II, III dan IV. 4.5 Grid Independency Test Grid independency test dilakukan terhadap tiga pemodelan meshing boiler dengan jumlah nodes yaitu: (a) , (b) dan (c) Gambar meshing boiler dapat dilihat pada gambar 4.6. Validasi dilakukan terhadap surface boiler outlet dengan temperatur operasi sebesar 361,77 o C (634,77 K). Hasil grid independency test dapat dilihat pada gambar

71 (a) nodes (b) nodes (c) nodes Gambar 4.8 Pemodelan meshing boiler Temperature (K) a b c Grid Aktual 391,42 391,42 391,42 Simulasi 315, ,24 Error (%) 6,05-0,72-0,36 Gambar 4.9 Data perbandingan hasil grid independency test Dari hasil grid independency test tersebut didapatkan nilai error terkecil pada meshing tipe c yaitu 0,36%. Tetapi dengan error yang tidak jauh berbeda dengan meshing type b sebesar 0,72%, maka simulasi dilakukan menggunakan pemodelan meshing tipe b. Tujuannya adalah untuk menghemat waktu iterasi simulasi dengan error yang masih relatif kecil. 54

72 4.6 Analisa Hasil Simulasi Numerik Analisa hasil simulasi dilakukan pada masing-masing kasus untuk mengetahui perbandingannya. Pengambilan data hasil simulasi dilakukan secara kualitatif (kontur distribusi temperatur, CO 2 dan profil kecepatan) serta secara kuantitatif berupa grafik maupun data yang disajikan dalam bentuk tabel. Pengamatan akan dilakukan terhadap masing-masing kasus, yaitu kasus I (air fired), kasus II (OF25), kasus III (OF27) dan kasus IV (OF29). Data kualitatif diambil pada penampang vertikal simetri boiler (z-center), penampang horizontal elevasi inlet batubara dan pada elevasi furnace outlet yaitu area sesaat sebelum memasuki jajaran superheater. Posisi pengamatan dilakukan dengan metode iso-surface, dapat dilihat pada gambar Gambar 4.10 Posisi pengamatan (a) penampang vertikal simetri boiler (zcenter), (b) penampang horizontal inlet batubara dan furnace outlet Pengamatan terhadap posisi simetri boiler dilakukan untuk mengetahui keadaan yang terjadi pada proses pembakaran di area furnace hingga flue gas keluar dari outlet boiler. Sedangkan pengamatan pada elevasi inlet batubara dan furnace outlet dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pembakaran antara 55

73 batubara dan udara pembakaran untuk menghasilkan panas. Posisi furnace outlet merupakan area sesaat sebelum flue gas memasuki jajaran heat exchanger. Pengambilan data kuantitatif dilakukan pada penampang horizontal elevasi inlet batubara, furnace outlet serta ditambahkan pada area superheater (SH) finish outlet, Low Temperature Superheater (LTSH) outlet dan economizer outlet (boiler outlet), dimana pada area ini kondisi flue gas telah melewati jajaran heat exchanger. Posisi pengambilan data seperti ditunjukkan pada gambar 4.6 dimana data yang diambil menggunakan metode iso-surface dengan nilai average Distribusi Temperatur Distribusi Temperatur Posisi Simetri Boiler (z-center) Hasil simulasi numerik distribusi temperatur penampang vertikal posisi simetri boiler dari masing-masing kasus dapat dilihat pada gambar Gambar 4.11 Kontur distribusi temperatur pada posisi penampang vertikal simetri boiler (z-center) Secara keseluruhan distribusi temperatur boiler pada setiap kasus memiliki sebaran panas paling tinggi pada area furnace yang ditandai dengan sebaran warna jingga pada area tersebut. Rambatan panas flue gas terjadi dimulai dari bawah, yaitu pada area burner hingga area memasuki jajaran heat exchager. 56

74 Sesaat sebelum aliran flue gas memasuki jajaran heat exchanger kondisi temperatur mencapai kondisi maksimal yang ditunjukkan dengan sebaran warna jingga dan merah. Kondisi ini dipengaruhi oleh penambahan udara pembakaran (excess air) melalui Separated Over Fire Air (SOFA) winbox. Setelah melalui jajaran heat exchanger hingga mencapai boiler outlet temperatur akan menurun karena tejadi penyerapan panas flue gas oleh heat exchanger yang ditandai dengan sebaran warna hijau dan biru. Panas optimum yang dicapai terletak pada area furnace bagian atas, sesaat sebelum memasuki jajaran heat exchager. Warna jingga dan merah pada area ini tampak merata. Hal ini menunjukkan bahwa pada area ini campuran antara bahan bakar dan udara telah mencapai kondisi yang homogen. Kondisi homogen ini dipengaruhi oleh turbulensi aliran udara pembakaran dan bahan bakar dari inlet burner yang membentuk sudut tertentu (43 o pada corner A dan C, 46 o pada corner B dan D). Pada kasus I dimana udara pembakaran menggunakan air fired memiliki distribusi temperatur yang lebih rendah dibandingkan pada kasus oxy-fuel. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.11 dimana pada area furnace outlet hanya ada sebaran warna jingga, sedangkan pada kasus II kontur distribusi temperatur terdapat sebaran warna merah. Pada kasus III dan IV, sebaran warna merah luasannya semakin bertambah. Dengan nilai temperatur maksimum yang diwakili oleh sebaran warna jingga dan merah tersebut, baik pada kasus II, III dan IV memiliki kontur yang sama, yang membedakan adalah luasan area sebarannya. Semakin tinggi kandungan oksigen pada udara pembakaran maka kontur sebaran warna merah menjadi semakin luas, terutama pada area furnace outlet Distribusi Temperatur Posisi Inlet Batubara dan Furnace Outlet Pengamatan selanjutnya dilakukan pada distribusi temperatur setiap elevasi posisi inlet batubara dan furnace outlet pada masing-masing kasus, dapat dilihat pada gambar

75 Gambar 4.12 Kontur distribusi temperatur penampang horizontal posisi inlet batubara dan furnace outlet Secara keseluruhan pada setiap kasus, distribusi temperatur pada masingmasing elevasi adalah sama, yaitu semakin tinggi elevasi maka temperatur akan semakin meningkat, serta kondisi pencampuran bahan bakar dan udara semakin homogen. Aliran flue gas membentuk pusaran akibat sudut yang dibentuk oleh inlet burner. Pada titik tengah pusaran awalnya berwarna hijau, mengindikasikan bahwa temperatur pada area ini lebih rendah daripada area pada lintasan 58

76 turbulensi. Semakin tinggi elevasi maka pusaran ditengah akan semakin mengecil dan sebaran warna hijau akan hilang, artinya semakin tinggi elevasi pada furnace maka campuran bahan bakar dan udara semakin homogen. Pada kasus I elevasi coal A dan coal B pada area tengah pusaran mempunyai luasan yang lebih kecil daripada kasus yang lain, artinya sebaran panasnya lebih luas. Hal ini dikarenakan mass flow udara yang diinjeksikan lebih besar daripada kasus yang lain. Pada elevasi coal B dan C sebaran warna relatif sama diantara semua kasus. Perbedaan mulai terlihat dari elevasi coal C hingga furnace outlet, dimana pada lintasan pusaran pada kasus II, III an IV sebagian berubah menjadi merah. Hingga elevasi furnace outlet sebaran warna merah semakin meluas, menunjukkan bahwa nilai temperatur average juga semakin meningkat. Semakin tinggi elevasi pada area furnace maka temperatur akan semakin meningkat dan merata Data Kuantitatif Distribusi Temperatur Data kuantitatif berupa nilai temperatur pada masing-masing elevasi di setiap kasus digambarkan berupa grafik, dapat dilihat pada gambar Data diambil berupa nilai temperatur average yang diambil dari pembuatan iso-surface pada masing-masing elevasi Temperatur ( o C) Air fired OF25 OF27 OF Coal A (24m) Coal B (26m) Coal C (26m) Coal D (32m) Coal E (34m) Coal F (36m) FO (56m) Gambar 4.13 Grafik perbandingan average temperature penampang horizontal posisi inlet batubara dan furnace outlet 59

77 Dari semua kasus simulasi yang dilakukan trendline dari grafik menunjukkan kecenderungan bentuk yang sama, temperatur paling rendah terletak pada elevasi coal A, kemudian meningkat hingga mencapai temperatur maksimal pada elavasi coal D dan coal E yang kemudian menurun kembali hingga mencapai area furnace outlet. Peningkatan temperatur dari elveasi coal A hingga coal C adalah area dimana proses pencampuran bahan bakar dan udara pembakaran dimulai. Penurunan temperatur dari elevasi coal D hingga coal F dipengaruhi oleh faktor kecepatan dan density partikel yang terbakar didaerah furnace, akan dibahas lebih lanjut pada sub bab Selanjutnya penurunan temperatur antara elevasi coal F hingga furnace outlet dengan jarak 20 meter dipengaruhi oleh faktor serapan panas dari walltubes. Pada elevasi coal A temperatur paling tinggi terdapat pada kasus I, yaitu 1156 o C. Penyebabnya adalah dimana mass flow rate udara pembakaran pada kasus I lebih tinggi dibandingkan dengan kasus lainnya sehingga kecepatan aliran udara juga lebih tinggi. Kecepatan aliran tersebut membuat pencampuran udara dan bahan bakar menjadi lebih cepat sehingga proses pembakarannya juga semakin cepat. Proses pencampuran tersebut merupakan pengaruh dari sudut burner yang membentuk turbulensi. Penurunan mass flow rate pada kondisi awal pembakaran akan mempengaruhi kecepatan pembakaran. Pada elevasi furnace outlet terlihat perbedaan temperatur yang besar diantara masing-masing kasus dimana pada temperatur paling tinggi diperoleh dari kasus IV (1656 o C) dan yang paling rendah pada kasus I (1585 o C). Pada elevasi ini pada kasus oxy-fuel masih mampu mengoksidasi sisa batubara yang belum terbakar sempurna akibat adanya oksigen berlebih. Selanjutnya dilakukan analisa sebaran temperatur antara dinding hingga tengah boiler di elevasi coal F pada posisi x-center dengan jarak 8,9 m dan posisi z-center dengan jarak 9,8 m. Ilustrasi posisi pengambilan data tampak pada gambar

78 front wall rear wall side wall Gambar 4.14 Gambar posisi pengambilan data sebaran temperatur pada elevasi coal F Posisi pengambilan data terletak sepanjang garis vertikal (sumbu z) dan horizontal (sumbu x) seperti pada gambar Hasil data sebaran temperatur ditampilkan berupa grafik pada gambar 4.15 berikut. Temperatur ( o C) AF OF25 OF27 OF29 Temperatur ( o C) AF OF25 OF27 OF ,3 2,1 3,0 3,8 4,7 5,5 6,4 7,2 8,1 9,0 9,8 1,0 1,8 2,6 3,4 4,2 5,1 5,9 6,7 7,5 8,3 8,9 Jarak dari sidewall furnace (m) Jarak dari frontwall furnace (m) (a) (b) Gambar 4.15 Grafik sebaran temperatur elvasi coal F pada posisi (a) x- center dan (b) z-center 61

79 Tampak pada gambar 4.15 kedua grafik memiliki bentuk trendline yang sama. Temperatur paling tinggi terletak pada posisi 1,8 hingga 2,1 m dari jarak dinding furnace, yang menggambarkan bahwa kondisi pembakaran optimum berada pada lintasan pusaran aliran. Semakin besar jarak dari dinding furnace maka temperatur semakin menurun, artinya pada pusat pusaran pembakaran yang terjadi tidak optimal, campuran bahan bakar dan udara tidak homogen sehingga menggumpal pada area ini. Hal ini terjadi pada semua kasus pembakaran. Perbedaan terletak pada besaran temperatur pada masing-masing titik posisi pengambilan data. Perbedaan temperatur antara masing-masing kasus rata-rata berkisar o C. Selanjutnya akan ditampilkan grafik perbandingan temperatur pada posisi SH finish outlet, LTSH outlet dan economizer outlet (boiler outlet), dapat dilihat pada gambar Data ini diambil untuk mengetahui kondisi temperatur flue gas setelah melewati jajaran heat exchanger. 650 Temperatur ( o C) Air fired OF25 OF27 OF29 SH Finish Outlet LTSH Outlet Eco Outlet Gambar 4.16 Grafik perbandingan average temperature penampang SH finish outlet, LTSH outlet dan economizer outlet Hasil yang didapat dari simulasi numerik seperti tampak pada gambar 4.14 menunjukkan bahwa pada semua kasus pembakaran memiliki trendline yang sama, yaitu semakin mendekati sisi outlet maka temperatur cenderung menurun, akibat adanya serapan panas dari heat exchanger. Temperatur paling rendah pada posisi boiler outlet adalah pada kasus IV yaitu 347 o C, sedangkan yang paling tinggi 62

80 adalah pada kasus I yaitu 403 o C. Sebagai perbandingan berikut ini ditampilkan pada tabel 4.6 perbedaan temperatur pada kondisi sebelum dan sesudah aliran flue gas melewati jajaran heat exchanger pada masing-masing kasus. Posisi pengambilan data diambil dari area furnace outlet hingga economizer outlet (boiler outlet). Tabel 4.6 Perbandingan temperatur flue gas Temperatur Kasus I (Air Fired) Kasus II (OF25) Kasus III (OF27) Kasus Iv (OF29) Furnace outlet ( o C) Economizer outlet ( o C) ΔT ( o C) Dari tabel 4.6 dapat dilihat perbedaan temperatur paling besar adalah pada kasus IV sebesar 1036 o C, hal ini menunjukkan bahwa serapan panas dari heat exchanger paling besar dari kasus IV. Sedangkan perbedaan temperatur paling rendah adalah pada kasus I sebesar 909 o C. Hal ini disebabkan adanya perbedaan mass flow rate dari udara pembakaran dimana pada kasus air fired jumlah udara pembakarannya lebih besar dibandingkan dengan pada kasus oxy-fuel, dengan asumsi serapan panas pada heat exchanger besarnya konstan. Dari data ini maka dapat dikatakan bahwa kasus IV memiliki efisiensi yang paling baik dalam serapan panas, dilihat dari perbedaan temperatur flue gas sebelum dan setelah melewati jajaran heat exchanger Distribusi CO 2 Secara umum kandungan CO 2 dalam proses pembakaran dapat menjadi indikasi baik tidaknya pembakaran tersebut. Semakin banyak kandungan CO 2 maka pembakaran akan semakin baik. Semakin banyak kandungan CO 2 yang dihasilkan maka semakin banyak kandungan char yang terbakar, semakin banyak pula kandungan karbon dalam bahan bakar yang terikat oleh oksigen (Sa'adiyah, 2013). 63

81 Distribusi CO 2 Posisi Simetri Boiler (z-center) Hasil simulasi numerik distribusi CO 2 penampang vertikal posisi simetri boiler dari masing-masing kasus dapat dilihat pada gambar Gambar 4.17 Kontur distribusi CO 2 pada posisi penampang vertikal simetri boiler (z-center) Dari perbandingann distribusi CO 2 sesuai dengan aliran flue gas secara umum didapatkan bahwa jumlah CO 2 semakin lama akan semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan sesuai padaa gambar Kondisi awal pembakaran terjadi di area hopper furnace, sebaran warna yang terjadi adalah jingga. Warna jingga-merah menunjukkan bahwa kandungan CO 2 menjadi tinggi. Perubahan warna yang terjadi dari kuning-jingga menjadi jingga-merah setelah melewati area furnace menunjukkan bahwa sebenarnya proses pembakaran masih terjadi. Pada kasus II sebaran warna kuning berubah menjadi jingga, sedangkan pada kasus III dan IV sebagian warna jingga berubah menjadi kemerahan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak kandungan oksigen pada udara pembakaran maka proses pembakaran menjadi lebih cepat akibat semakin banyaknya kandungan char yang terbakar. 64

82 Gambar 4.18 Ilustrasi pergerakan partikel batubara dari coal burner A Gambar 4.18 adalah tampilan ilustrasi pergerakan partikel dari burner coal A hingga keluar menuju boiler outlet. Pada gambar 4.17 di area furnace sebaran warna yang terjadi pada kasus I adalah kuning, warnaa jingga terdapat pada area hopper furnace, artinya proses pembakaran sudah terjadi pada area ini. Hal ini akibat pengaruh pergerakan partikel batubara dari coal burner A yang bergerak memenuhi ruang hopper Distribusi CO 2 Posisi Inlet Batubara dan Furnace Outlet Berikut ini adalah hasil simulasi numerik distribusi CO 2 penampang horizontal posisi inlet batubara dan furnace outlet pada masing-masing kasus dapat dilihat pada gambar

83 Gambar 4.19 Kontur distribusi CO 2 penampang horizontal posisi inlet batubaraa dan furnace outlet Seperti halnya pada kontur distribusi temperatur, kontur distribusi CO 2 tersebut memiliki kecenderungan yang sama bahwa semakin tinggi elevasi didalam furnace maka kandungan CO 2 juga semakin meningkat. Hal ini terjadi pada semua kasus simulasi. Warna kuning dan jingga memusat pada tengah pusaran aliran, menunjukkan bahwa awal pembakaran terjadi pada area tersebut. Lingkaran ditengah pusaran menjadi semakin meluas menunjukkan bahwa proses pembakaran yang terjadi semakin homogen, proses oksidasi semakin merata. Pada kasus I di levasi coal A hingga furnace outlet dominasi warna yang tampak adalah kuning, sedangkan pada kasus II warna jingga tampak pada tengah pusaran. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan CO 2 pada kasus II lebih tinggi daripada kasus I. Pada kasus II warna jingga sudah mulai tampak pada elevasi coal A. Demikian pula padaa kasus III dan IV, warna jingga semakin mendominasi 66

84 dengan area sebaran manjadi semakin luas. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan oksigen pada udara pembakaran maka proses pembakaran yang terjadi juga semakin cepat terjadi Data Kuantitatif CO 2 Posisi Inlet Batubara dan Furnace Outlet Data diambil berupa nilai mass fraction average CO 2 yang diambil dari iso-surface pada masing-masing elevasi, dapat dilihat pada gambar CO 2 (%) Air fired OF25 OF27 Coal A Coal B Coal C Coal D Coal E Coal F FO Gambar 4.20 Grafik perbandingan average CO 2 penampang horizontal posisi inlet batubara dan furnace outlet Grafik perbandingan CO 2 pada gambar 4.20 memiliki trendline yang sama pada masing-masing kasus. Pada kondisi awal pembakaran kandungan CO 2 masih rendah, kemudian meningkat hingga elevasi coal C. Hal ini menunjukkan bahwa proses oksidasi dan pembakaran mulai terjadi pada area ini. Setelah melalui elevasi coal C kandungan CO 2 kembali menurun hingga elevasi coal F. Pada area ini terjadi penambahan jumlah bahan bakar dan udara pembakaran, dimana perbandingan kandungan CO 2 menjadi kecil dibandingkan dengan jumlah bahan bakar dan udara yang belum teroksidasi. Selain itu sebagian bahan bakar juga belum mulai terbakar. Setelah melalui elevasi coal F kandungan CO 2 kembali meningkat karena pada area ini campuran bahan bakar dan udara sudah mulai terbakar seluruhnya, selain itu sudah tidak ada penambahan bahan bakar lagi. 67

85 Pada kasus I di semua elevasi memiliki kandungan CO 2 paling rendah dibandingkan dengan pada kasus oxy-fuel. Pada elevasi coal A pada kasus IV memiliki jumlah kandungan CO 2 paling tinggi sebanyak 20,34%, artinya pada kasus IV proses pembakaran terjadi paling cepat, sedangkan kandungan CO 2 pada kasus I hanya sebesar 21,28%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan oxy-fuel maka pembakaran jumlah char batubara semakin banyak dan proses pembakarannya semakin cepat Distribusi Kecepatan Distribusi Kecepatan Posisi Simetri Boiler (z-center) Berikut ini ditampilkan kontur distribusi kecepatan posisi simetri boiler (zcenter) pada gambar Gambar 4.21 Kontur distribusi kecepatan penampang vertikal posisi simetri boiler (z-center) Secara umum karakteristik distribusi kecepatan pada penampang vertikal posisi simetri boiler pada semua kasus sama, yaitu mempunyai kecepatan maksimal pada area dinding furnace. Hal ini dapat dilihat pada sebaran warna kuning dan jingga pada area tersebut. Penyebabnya adalah karena pengaruh dari pusaran aliran akibat sudut yang dibentuk oleh burner, dimana pada tengah 68

86 pusaran kecepatan alirannya rendah, semakin menjauh dari pusat lingkaran kecepatan akan semakin meningkat. Perbedaan pada masing-masing kasus adalah sebaran warna pada area dinding furnace, dimana pada kasus I terdapat sebaran warna merah, sedangkan pada kasus oxy-fuel sebaran warnanya semakin menghilang menjadi warna kuning-hijau. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan aliran pada kasus I lebih tinggi dibandingkan dengan kasus yang lain. Penyebabnya adalah karena adanya perbedaan mass flow rate dari masing-masing kasus, Artinya semakin tinggi mass flow udara pembakaran yang diinjeksikan maka kecepatan aliran akan semakin tinggi Distribusi Kecepatan Posisi Inlet Batubara dan Furnace Outlet Distribusi kecepatan pada masing-masing elevasi akan memudahkan pengamatan terhadap terbentuknya fire ball. Berikut adalah kontur dan vektor distribusi kecepatan untuk masing-masing elevasi pada gambar

87 Gambar 4.22 Kontur distribusi kecepatan penampang horizontal posisi inlet batubara dan furnace outlet Dari kontur kecepatan tersebut dapat dilihat bahwa pada daerah tengah furnace boiler kecepatan aliran lebih rendah dibandingkan pada daerah sisi/dinding furnace. Hal tersebut ditunjukkan dengan kontur kecepatan berwarna biru pada tengah furnace, sementara pada sisi furnace kontur kecepatan berwarna hijau/kuning/merah. Dari konntur tersebut dapat dilihat bahwa kecepatan maksimal average terdapat pada elevasi coal D pada masing-masing kasus. Untuk lebih jelasnya ditampilkan distribusi kecepatan pada elevasi coal A dan furnace outlet kasus I, seperti tampak pada gambar Gambar 4.23 Vektor distribusi kecepatan penampang horizontal posisi coal A dan furnace outlet pada kasus I 70

88 Gambar 4.23 menunjukkan kontur vektor kecepatan pada kasus I, bahan bakar batubara beserta udara pembakaran diinjeksikan ke furnace dengan sudut 43 o (corner 1 dan 3) serta 46 o (corner 2 dan 4), seperti ditunjukkan pada gambar 3.5. Kecepatan penginjeksian udara pembakaran yaitu sebesar 21,87 m/s dengan aliran udara bergerak searah putaran jarum jam. Kecepatan aliran pada daerah keluar burner lebih rendah dibandingkan dinding karena pada saat keluar burner aliran akan terakumulasi dan terbawa pusaran turbulensi menuju dinding. Hal ini ditunjukkan dengan warna jingga pada area dinding sisi keluaran burner coal A. Sedangkan pada area furnace outlet pusaran masih terbentuk, kecepatan aliran semakin merata dan berkurang kecepatannya dibandingkan pada posisi coal burner Data Kuantitatif Kecepatan Posisi Inlet Batubara dan Furnace Outlet Data hasil simulasi perbandingan average kecepatan aliran di furnace pada masing-masing kasus ditampilkan pada gambar Velocity (m/s) AF OF25 OF27 OF Coal A (24m) Coal B (26m) Coal C (26m) Coal D (32m) Coal E (34m) Coal F (36m) FO (56m) Gambar 4.24 Grafik perbandingan average kecepatan penampang horizontal posisi inlet batubara dan furnace outlet Dari data kuantitatif didapatkan kecepatan paling tinggi terletak pada kasus I (air fired). Perbedaan kecepatan dari setiap kasus ini dipengaruhi oleh 71

89 mass flow udara yang digunakan. Pada kasus II, kemudian diikuti oleh kasus III dan IV secara berurutan kecepatannya menurun karena mass flow udara pembakaran juga menurun. Perbedaan kecepatan aliran ini pada kasus I dan II pada setiap elevasi rata-rata sama yaitu berkisar 1,67 m/s dengan perbedaan mass flow udara total sebesar 39,9 kg/s. Sedangkan kecepatan pada kasus II dan III hampir sama. Pada kasus IV pada semua elevasi mempunyai kecepatan paling rendah dengan rata-rata 11,54 m/s. Dari gambar diketahui bahwa semua kasus pembakaran memiliki trendline yang sama dalam distribusi kecepatan. Kecepatan partikel paling tinggi terletak pada elevasi coal D, kemudian menurun pada elevasi coal E, meningkat kembali pada elevasi coal F dan akhirnya kembali menurun pada elevasi furnace outlet. Bentuk trendline tersebut selain mass flow udara pembakaran dan temperatur juga dipengaruhi oleh density dari coal particle. Dari hasil simulasi didapatkan data kuantitatif density coal particle seperti pada gambar berikut: Density (kg/m 3 ) 0,4 0,36 0,32 0,28 0,24 AF OF25 OF27 OF29 0,2 Coal A (24m) Coal B (26m) Coal C (26m) Coal D (32m) Coal E (34m) Coal F (36m) FO (56m) Gambar 4.25 Grafik perbandingan average density penampang horizontal posisi inlet batubara dan furnace outlet Dari gambar dan gambar mempunyai hubungan bahwa semakin kecil density dari coal particle maka kecepatannya akan semakin menurun. Nilai density yang besar menyebabkan pergerakan pada partikel menjadi lambat. Pada elevasi coal A hingga coal C nilai density menurun karena adanya pembakaran 72

90 jadi campuran bahan bakar dan udara yang baik, ditunjang dengan adanya pembakaran awal pada area hopper boiler. Pada elevasi coal D hingga coal F terjadi penambahan jumlah mass flow, hal ini menyebabkan density menjadi sedikit meningkat karena aliran kembali menjadi "kental". Setelah melewati elevasi coal F nilai density kembali menurun, selain adanya pengaruh peningkatan temperatur dan campuran yang menjadi homogen hal ini disebabkan karena sudah tidak ada penambahan jumlah bahan bakar dan udara pembakaran lagi. Selanjutnya ditampilkan perbandingan kecepatan dan density aliran flue gas pada posisi SH finish outlet, LTSH outlet dan economizer outlet (boiler outlet), dapat dilihat pada gambar 4.26 dan Velocity (m/s) AF OF25 OF27 OF SH Finish Outlet LTSH Outlet Eco Outlet Gambar 4.26 Grafik perbandingan kecepatan penampang SH finish outlet, LTSH outlet dan economizer outlet Pada area penampang SH finish outlet, LTSH outlet dan economizer outlet trendline kecepatan semakin meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh mass flow udara pembakaran dan density flue gas pada area ini. Kecepatan paling tinggi pada area economizer outlet terdapat pada kasus III (OF27) yaitu 9,07 m/s, sedangkan paling rendah adalah kasus IV sebesar 5,05 m/s. Perbandingan density dapat dilihat pada gambar

91 0,9 AF OF25 OF27 OF29 Density (kg/m 3 ) 0,7 0,5 0,3 SH Finish Outlet LTSH Outlet Eco Outlet Gambar 4.27 Grafik perbandingan density pada penampang SH finish outlet, LTSH outlet dan economizer outlet Nilai density pada area penampang SH finish outlet, LTSH outlet dan economizer outlet berbanding terbalik dengan nilai kecepatan aliran pada gambar Peningkatan nilai density dipengaruhi oleh penurunan nilai temperatur flue gas pada area ini akibat serapan dari heat exchager. Selain itu kondisi ini juga dipengaruhi oleh jumlah mass flow rate total dari flue gas Data Kuantitatif Sisi Outlet Boiler Selanjutnya dilakukan analisa terhadap kondisi flue gas hasil pembakaran di daerah outlet boiler dari hasil simulasi. Berikut ini adalah data hasil simulasi ditampilkan pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Data kuantitatif flue gas pada posisi outlet boiler Parameter Aktual Kasus I Kasus Ii Kasus III Kasus IV Air fired OF25 OF27 OF29 Temperatur ( o C) 391, O 2 (%) 3,21 3,7 2,42 2,13 2,01 CO (%) 0,29 0,51 0,34 0,15 0,14 CO 2 (%) 15,07 15,46 17,13 17,96 18,75 74

92 Dari hasil simulasi didapatkan data dari sisi outlet boiler untuk masingmasing kasus seperti ditampilkan pada tabel 4.7. Dibandingkan dengan kondisi aktual, kasus I yang digunakan sebagai validasi tidak mempunyai perbedaan yang besar pada semua parameter pengukuran sehingga hasil simulasi ini dapat digunakan sebagai kasus penelitian dalam injeksi penambahan oxy-fuel. Dari sisi temperatur paling tinggi dicapai pada kasus I yaitu sebesar 403 o C, sedangkan paling rendah pada kasus IV yaitu 347 o C. Kandungan CO 2 pada sisi outlet boiler terjadi peningkatan pada masing-masing kasus. Kandungan CO 2 paling besar terdapat pada kasus IV yaitu 18,75%, sedangkan yang paling kecil pada kasus I sebesar 15,46%. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa pembakaran yang paling baik adalah pada kasus IV. Dari sisi kandungan CO semua kasus memiliki nilai yang relatif kecil, yaitu pada kisaran 0,1-0,5% sehingga dapat diabaikan karena perbedaannya tidak terlalu besar. Sedangkan pada kandungan O 2 paling besar terdapat pada kasus I sebesar 3,7%, sedangkan paling kecil terdapat pada kasus IV yaitu 2,01%. Seperti halnya pada CO 2, kandungan O 2 juga dapat digunakan sebagai indikasi kualitas pembakaran, dimana semakin kecil kandungan O 2 pada sisa pembakaran maka pembakaran tersebut semakin baik. Dari semua kasus yang telah dilakukan simulasi numerik maka kasus IV merupakan kondisi yang dapat direkomendasikan. Pada kasus IV memiliki efisiensi yang paling baik dibandingkan dengan kasus lainnya, dapat dilihat pada sub bab Dari kandungan CO 2 yang dihasilkan dari flue gas pada kasus IV memiliki nilai paling besar yaitu 18,75%, sedangkan dari kandungan O 2 memiliki jumlah yang paling kecil yaitu 2,01%. Untuk kandungan CO pada semua kasus tidak terdapat perbedaan yang signifikan. 4.7 Diskusi Sesuai dengan penelitian Wall, dkk (2009) bahwa penggunaan oxy-fuel mempunyai sebaran panas yang lebih luas dan temperatur average yang lebih tinggi, terutama pada surface area burner, seperti pada gambar 2.9. Sebaran temperatur pada masing-masing kasus memiliki perbedaan berkisar o C, hal ini sesuai dengan penelitian Chen, dkk (2011) seperti tampak 75

93 pada gambar 2.28a. Pada hasil simulasi sebaran temperatur diambil dari yang paling tinggi hingga paling rendah secara berurutan adalah kasus IV (OF29), kasus III (OF27), kasus II (OF25) dan kasus I (Air fired), dapat dilihat pada gambar (a) Chen, dkk, 2011 (b) Hasil simulasi Gambar 4.28 Grafik perbandingan sebaran temperatur Dari simulasi yang telah dilakukan dengan penurunan mass flow rate dari secondary air penggunaan injeksi oxy-fuel tidak mengurangi kebutuhan temperatur dari kondisi pembakaran pada boiler, bahkan temperatur pembakaran terjadi peningkatan pada area furnace. Dampak utama yang terlihat adalah terjadi potensi penghematan Self Energy Consumption (SEC) dari unit PLTU, dimana penurunan mass flow rate dari secondary air diharapkan akan dapat mengurangi daya dari Force Draft Fan (FD Fan). 76

94 BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Dari simulasi Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Pembakaran Tangentially Pulverized-Coal Boiler 660 MWe dengan Penambahan Oxy-fuel pada Udara Pembakaran" didapatkan beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Berdasarkan validasi dari data hasil simulasi pada kondisi udara pembakaran menggunakan air fired (kasus I) dibandingkan dengan data hasil performance test memiliki nilai eror distribusi temperatur yang cukup rendah. Error paling rendah sebesar 0,72% pada sisi boiler outlet. 2. Temperatur pada sisi furnace outlet, yaitu area sesaat sebelum memasuki jajaran heat exchanger, pada kasus I (Air fired) sebesar 1312 o C, pada kasus II (OF25) sebesar 1372 o C, kasus III (OF27) sebesar 1381 o C dan kasus IV (OF29) sebesar 1383 o C. Dari semua kasus tersebut maka kasus IV (OF29) adalah yang paling baik karena mempunyai temperatur yang paling tinggi. 3. Perbedaan temperatur diukur dari posisi furnace outlet hingga boiler outlet pada kasus I (Air fired) adalah sebesar 909 o C, kasus II (OF25) sebesar 980 o C, kasus III (OF27) sebesar 1007 o C dan kasus IV (OF29) sebesar 1036 o C. Dari semua kasus tersebut maka kasus IV (OF29) adalah yang paling baik karena mempunyai perbedaan temperatur yang paling besar, menunjukkan serapan oleh heat exchanger semakin besar. 4. Kandungan CO 2 pada flue gas hasil pembakaran pada kasus I (Air fired) adalah sebesar 15,46%, kasus II (OF25) sebesar 17,13%, kasus III (OF27) sebesar 17,96% dan kasus IV (OF29) sebesar 18,75%. Dalam hal ini kasus IV (OF25) adalah kondisi yang paling baik karena memiliki kandungan CO 2 paling tinggi. Semakin banyak kandungan karbondioksida pada gas buang menunjukkan bahwa pembakaran yang terjadi lebih sempurna. 77

95 5. Kandungan O 2 pada flue gas hasil pembakaran pada kasus I (Air fired) adalah sebesar 3,7%, kasus II (OF25) sebesar 2,42%, kasus III (OF27) sebesar 2,13% dan kasus IV (OF29) sebesar 2,01%. Dalam hal ini kasus IV (OF25) adalah kondisi yang paling baik karena memiliki kandungan O 2 paling rendah. Semakin rendah kandungan oksigen pada gas buang menunjukkan bahwa pembakaran yang terjadi lebih sempurna. 6. Dari hasil simulasi numerik pada sisi boiler outlet jumlah kandungan CO kasus I (Air fired), kasus II (OF25), kasus III (OF27) dan kasus IV (OF29) berturut-turut adalah 0,51%, 0,34%, 0,15% dan 0,14%. 7. Dari hasil simulasi kasus IV (OF29) lebih direkomendasikan karena memiliki temperatur paling tinggi pada daerah furnace outlet 1383 o C, perbedaan temperatur boiler yang paling tinggi sebesar 1036 o C serta mempunyai kandungan CO 2 paling tinggi sebanyak 18,75% dan kandungan O 2 paling rendah sebanyak 2,01%. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian dan diharapkan berguna untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Perlunya kelengkapan data dan posisi letak sensor temperatur di dalam boiler untuk mendapatkan hasil simulasi yang lebih valid. 78

96 LAMPIRAN Lampiran 1. Data Performance test PLTU Paiton Unit 9, 3-7 Mei 2012 Item Unit Result Generator Output Power MW 660,96 Main Steam Temp. C 537,320 Main Steam Press. bar 168,104 Main Steam Flow T/H 2.098,322 Final Feed Water Temp. C 277,176 Final Feed Water Press. bar 187,035 Final Feed Water Flow T/H 2.056,190 Total Coal Flow T/H 370,012 Avrg. Outlet Mill Temp C 61,73 Total Air Flow T/H 2724 Primary Air outlet Temp AH C 333,73 Secondary Air outlet Temp AH C 339,49 O2 Content Inlet AH Average % 3,950 Ambient temperature C 32 Air humidity % 63,00 Boiler surface temperature C 64 Wind velocity m/s 4 Total surface area m2 4086,77 GCV Batu bara Kcal/Kg 4333,87 Unburnt C in Bottom ash % 2,1 Unburnt C in Fly ash % 3,77 Ratio bottom ash to fly ash 90 : 10 81

97 Lampiran 2. Data Proximate Analysis Lampiran 3. Data Ultimate analysis batubara 82

98 Lampiran 4. Data furnace temperature 83

99 Lampiran 5. Data steam generation Superheater system 84

100 Lampiran 6. Data steam generation Reheater system 85

101 Lampiran 5. Data untuk Perhitungan Indirect Method Data Fuel firing rate (coal feeding) kg/hr Steam generation rate ,83 kg/hr Steam pressure 167,76 kg/cm2(g) Steam temperature 537,89 C Feed water temperature 277,86 C %O2 content 3,95 % %CO2 content 15,66 % %CO in flue gas 0,29 % Average flue gas temperature 142,67 C Ambient temperature 32 C Humidity in ambient air 0,019 kg / kg dry air Surface temperature of boiler 64 C Wind velocity around the boiler 4 m/s Total surface area of boiler 4086,77 m2 GCV of Bottom ash 91,01127 kcal/kg GCV of fly ash 153, kcal/kg Ratio of bottom ash to fly ash 90:10 Fuel Analysis (in %)--Ultimate Analysis Ash content in fuel 4 % Moisture in coal 26,6 % Carbon content 51,3 % Hydrogen content 3,6 % Nitrogen content 0,74 % Oxygen content 14,5 % Sulphur Content 0,34 % GCV of Coal 4333,87 kcal/kg 86

102 Lampiran 6. Data Hasil Perhitungan Indirect Method Theoretical air requirement 6,09638 kg/kg of coal % Excess air supplied (EA) 23,16716 % Actual mass of air supplied (AAS) 7, kg/kg of coal Mass of dry flue gas 7, kg/kg of coal % Heat loss in dry flue gas (L1) 4, % % Heat loss due to formation of water from H2 in fuel (L2) 4, % % Heat loss due to moisture in fuel (L3) 4, % % Heat loss due to moisture in air (L4) 0, % % Heat loss due to partial conversion of C to CO (L5) 1, % Heat loss due to radiation and convection 769,3445 W/m2 661,6362 kcal/m2 Total radiation and convection loss per hour kcal % radiation and convection loss (L6) 0, % % Heat loss due to unburnt in fly ash (L7) 0,01562 % % Heat loss due to unburnt in bottom ash (L8) 0,08316 % Boiler efficiency by indirect method (L1 + L2 + L3 + L4 + L5 + L6 + L7 + L8) 84,67006 % 87

103 (halaman ini sengaja dikosongkan) 88

104 DAFTAR PUSTAKA Al-Abbas, A.H., Naser, J., Dodds, D., (2010), " CFD modelling of air-fired and oxy-fuel combustion of lignite in a 100 KW furnace", Science Direct : Fuel 90 (2011) Al-Abbas, A.H., Naser, J., Dodds, D., (2011), " CFD modelling of air-fired and oxy-fuel combustion in a large-scale furnace at Loy Yang A brown coal power station", Science Direct : Fuel 102 (2012) Chen, Lei., Yong, S.Z., Ghoniem, A.F., (2011), "Oxy-fuel combustion of pulverized coal: Characterization, fundamentals, stabilization and CFD modeling", Science Direct : Energy and Combustion Science 38 (2012) Harbin Power Engineering, (2009), "Operation and Maintenance Manual for 1x660 MW at Paiton Indonesia - Volume I: Design Manual", Harbin Power Engineering Co., Ltd. Hardianti, A., Hadi, W., (2012), Produksi Gas Oksigen Melalui Proses Elektrolisis Air Laut Sebagai Sumber Ebergi Ramah Lingkungan, Surabaya : Digilib ITS. Hebei Electric Power Equipment, (20080, "The Operation and Maintenance Manual of Hydrogen Generation by Electrolysis", Hebei Electric Power Equipment Factory. Terry Wall, T., Liu Y., Spero, C., Elliott, L., Khare, S., Rathnam, R., Zeenathal, F., Moghtaderi, B., Buhre, B., Sheng, C., Gupta, R., Yamada, T., Makino, K., Jianglong Yu, (2008), " An overview on oxyfuel coal combustion State of the art research and technology development", Science Direct : Chemical Engineering Research and Design 87 (2009) The Babcock and Wilcox Company, (2005), "Steam its Generation and Use", 41 th Editions, McDermott Company, Ohio. Sa'adiyah, D.S., (2013), Studi Numerik Karakteristik Aliran, Pembakaran dan Emisi Gas Buang pada Tangentially Fired Boiler 625 MWe dengan Komposisi Batubara 70% LRC dan 30% MRC pada Kondisi Pengoperasian yang Berbeda (Studi Kasus PLTU Suralaya Unit 8), Surabaya : Teknik Mesin, Insitut Teknologi Sepuluh Nopember. 79

105 Widiasanti, A.A., (2012), Operasi HMXT-200 Generator sebagai Penghasil Hidrogen pada H 2 Plant PLTGU PT Indonesia Power UBP Semarang, Semarang : Teknik Elektro, Universitas Diponegoro. 80

106 BIOGRAFI PENULIS Fanny Eka Candra, lahir di Madiun 2 Nopember Memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar St. Yusuf Madiun, kemudian melanjutkan ke SMPN 1 Madiun dan SMUN 2 Madiun. Setelah menyelesaikan pendidikan Diploma di Politeknik Manufaktur Bandung jurusan Teknik Logam, penulis melanjutkan ke jenjang Strata-1 di Teknik Mesin ITS hingga tahun Setelah menamatkan pendidikan S1 penulis bekerja di PT. INKA Madiun mulai kurun waktu 2007 hingga 2009 pada bagian Perencanaan dan Pengendalian. Mulai tahun 2009 hingga saat ini penulis bekerja di PT. PJB Services, dimulai dari operator Coal Handling system selama 1 tahun di unit pembangkitan PT. PJB PLTU Paiton. Mulai tahun 2010 hingga 2013 penulis bertugas di unit pembangkitan PT. PJB UBJOM PLTU Paiton Baru Unit 9 divisi Engineering pada bagian System Owner Boiler selama 2 tahun dan Component Analyst selama 1 tahun. Atas program beasiswa Pasca Sarjana dari PT. PJB Services di tahun 2013 penulis memulai menempuh pendidikan S2 di Teknik Mesin ITS Surabaya bidang keahlian Rekayasa Energi hingga Dengan adanya tesis ini, penulis berharap akan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan agar dapat bermanfaat bagi kita semua. Untuk memudahkan saran dan kritik dapat dikirimkan ke: fannycandra@pjbservices.com

ANALISA KINERJA PULVERIZED COAL BOILER DI PLTU KAPASITAS 3x315 MW

ANALISA KINERJA PULVERIZED COAL BOILER DI PLTU KAPASITAS 3x315 MW ANALISA KINERJA PULVERIZED COAL BOILER DI PLTU KAPASITAS 3x315 MW Andrea Ramadhan ( 0906488760 ) Jurusan Teknik Mesin Universitas Indonesia email : andrea.ramadhan@ymail.com ABSTRAKSI Pulverized Coal (PC)

Lebih terperinci

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Nur Rima Samarotul Janah, Harsono Hadi dan Nur Laila Hamidah Departemen Teknik Fisika,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept, 2012) ISSN: B-38

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept, 2012) ISSN: B-38 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 B-38 Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Heat Recovery Steam Generator di PT Gresik Gases and Power Indonesia (Linde

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR. Oleh: Zulfa Hamdani. PowerPoint Template NRP :

PRESENTASI TUGAS AKHIR. Oleh: Zulfa Hamdani. PowerPoint Template NRP : PRESENTASI TUGAS AKHIR SIMULASI NUMERIK (CFD) ALIRAN DUA FASE GAS-SOLID (UDARA- SERBUK BATUBARA) PADA COAL PIPING DI PT. PETROKIMIA GERSIK Oleh: Zulfa Hamdani PowerPoint Template NRP : 2109106008 www.themegallery.com

Lebih terperinci

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. Karakterisasi Proses Gasifikasi Downdraft Berbahan Baku Sekam Padi Dengan Desain Sistem Pemasukan Biomassa Secara Kontinyu Dengan Variasi Air Fuel Ratio Oleh : Dimas Setiawan (2105100096) Pembimbing :

Lebih terperinci

Analisa Teknis Evaluasi Kinerja Boiler Type IHI FW SR Single Drum Akibat Kehilangan Panas di PLTU PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik

Analisa Teknis Evaluasi Kinerja Boiler Type IHI FW SR Single Drum Akibat Kehilangan Panas di PLTU PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik SKRIPSI LOGO Januari 2011 Analisa Teknis Evaluasi Kinerja Boiler Type IHI FW SR Single Drum Akibat Kehilangan Panas di PLTU PT. PJB Unit Pembangkitan Gresik PUTRA IS DEWATA 4206.100.061 Contents BAB I

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK KARAKTERISTIK ALIRAN GAS-SOLID DAN PEMBAKARAN PADA TANGENTIALLY FIRED PULVERIZED-COAL BURNER DENGAN VARIASI SUDUT TILTING

STUDI NUMERIK KARAKTERISTIK ALIRAN GAS-SOLID DAN PEMBAKARAN PADA TANGENTIALLY FIRED PULVERIZED-COAL BURNER DENGAN VARIASI SUDUT TILTING STUDI NUMERIK KARAKTERISTIK ALIRAN GAS-SOLID DAN PEMBAKARAN PADA TANGENTIALLY FIRED PULVERIZED-COAL BURNER DENGAN VARIASI SUDUT TILTING Atok Setiyawan(1)* & Rakhmat Hidayat(2) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Metodologi penelitian ini menjelaskan tentang tahap-tahap yang dilakukan dalam suatu penelitian. Metode harus ditetapkan sebelum penelitian dilakukan, sehingga

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-137 Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure Ryan Hidayat dan Bambang

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Rasio Reheat Pressure dengan Main Steam Pressure terhadap Performa Pembangkit dengan Simulasi Cycle-Tempo

Analisis Pengaruh Rasio Reheat Pressure dengan Main Steam Pressure terhadap Performa Pembangkit dengan Simulasi Cycle-Tempo B117 Analisis Pengaruh Rasio Reheat Pressure dengan Main Steam Pressure terhadap Performa Pembangkit dengan Simulasi Cycle-Tempo Raditya Satrio Wibowo dan Prabowo Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER 1 of 10 12/22/2013 8:36 AM PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER Efisiensi adalah suatu tingkatan kemampuan kerja dari suatu alat. Sedangkan efisiensi pada boiler adalah prestasi kerja

Lebih terperinci

ANALISA HEAT RATE DENGAN VARIASI BEBAN PADA PLTU PAITON BARU (UNIT 9)

ANALISA HEAT RATE DENGAN VARIASI BEBAN PADA PLTU PAITON BARU (UNIT 9) EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 10 No. 1 Januari 2014; 23-28 ANALISA HEAT RATE DENGAN VARIASI BEBAN PADA PLTU PAITON BARU (UNIT 9) Agus Hendroyono Sahid, Dwiana Hendrawati Program Studi Teknik Konversi

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR

STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 STUDI NUMERIK VARIASI INLET DUCT PADA HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR Bayu Kusuma Wardhana ), Vivien Suphandani Djanali 2) Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP 4.1 Analisis dan Pembahasan Kinerja boiler mempunyai parameter seperti efisiensi dan rasio

Lebih terperinci

Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Heat Recovery Steam Generator

Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Heat Recovery Steam Generator Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Heat Recovery Steam Generator PLTGU Block 3 di PT PJB Unit Pembangkitan Gresik dengan Variasi Sudut Bukaan diverter damper (45%,80% dan Fully

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PROTOTYPE POWER GENERATION

LAPORAN TUGAS AKHIR PROTOTYPE POWER GENERATION LAPORAN TUGAS AKHIR PROTOTYPE POWER GENERATION (Interpretasi Saturated Burning Zone ditinjau dari Flame Temperatur pada Steam Power Generation Closed Cycle System) Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern, teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini akan mempengaruhi pada jumlah konsumsi bahan bakar. Permintaan konsumsi bahan bakar ini akan

Lebih terperinci

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT

SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT SIMULASI PERPINDAHAN PANAS GEOMETRI FIN DATAR PADA HEAT EXCHANGER DENGAN ANSYS FLUENT Gian Karlos Rhamadiafran Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI

SIDANG TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI SIDANG TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI ADITYA SAYUDHA. P NRP. 2107 100 082 PEMBIMBING Ir. KADARISMAN NIP. 194901091974121001 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PELAKSANAAN TUGAS AKHIR

BAB III PROSEDUR PELAKSANAAN TUGAS AKHIR BAB III PROSEDUR PELAKSANAAN TUGAS AKHIR 3.1 Tujuan Tugas Akhir Pelaksanaan Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengevaluasi besarnya bilangan excess air boiler metode perhitungan menggunakan O 2 content pada

Lebih terperinci

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo Studi Numerik Peningkatan Cooling Performance pada Lube Oil Cooler Gas Turbine Disusun Secara Seri dan Paralel dengan Variasi Kapasitas Aliran Lube Oil (Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait)

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN DATA

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN DATA BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN DATA 3.1 Analisis dan Pembahasan Kehilangan panas atau juga bisa disebut kehilangan energi merupakan salah satu faktor penting yang sangat berpengaruh dalam mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tenaga listrik adalah Boiler (Steam Generator) atau yang biasanya disebut ketel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tenaga listrik adalah Boiler (Steam Generator) atau yang biasanya disebut ketel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Boiler Salah satu peralatan yang sangat penting di dalam suatu pembangkit tenaga listrik adalah Boiler (Steam Generator) atau yang biasanya disebut ketel uap. Alat ini merupakan

Lebih terperinci

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT.

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT. PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN UDARA- BAHAN BAKAR TERHADAP KUALITAS API PADA GASIFIKASI REAKTOR DOWNDRAFT DENGAN SUPLAI BIOMASSA SERABUT KELAPA SECARA KONTINYU OLEH : SHOLEHUL HADI (2108 100 701) DOSEN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KANDUNGAN KARBON TETAP PADA BATUBARA TERHADAP EFISIENSI KETEL UAP PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2

ANALISIS PENGARUH KANDUNGAN KARBON TETAP PADA BATUBARA TERHADAP EFISIENSI KETEL UAP PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2 EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 1 No. 1 Januari 016; 1-6 ANALISIS PENGARUH KANDUNGAN KARBON TETAP PADA BATUBARA TERHADAP EFISIENSI KETEL UAP PLTU TANJUNG JATI B UNIT Sudjito, Program Studi Teknik Konversi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISA KEBUTUHAN UDARA UNTUK PEMBAKARAN SEMPURNA PADA BOILER UNIT 1 PLTU 3 JAWA TIMUR TANJUNG AWAR-AWAR TUGAS AKHIR

UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISA KEBUTUHAN UDARA UNTUK PEMBAKARAN SEMPURNA PADA BOILER UNIT 1 PLTU 3 JAWA TIMUR TANJUNG AWAR-AWAR TUGAS AKHIR UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISA KEBUTUHAN UDARA UNTUK PEMBAKARAN SEMPURNA PADA BOILER UNIT 1 PLTU 3 JAWA TIMUR TANJUNG AWAR-AWAR TUGAS AKHIR DIMAS FERLINDRA HUTOMO 21050112083020 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM

Lebih terperinci

Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio

Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio Oleh : Rada Hangga Frandika (2105100135) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. Kebutuhan

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara 1 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara Afrizal Tegar Oktianto dan Prabowo Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH Oleh : ASHARI HUTOMO (2109.105.001) Pembimbing : Dr. Bambang

Lebih terperinci

PENGARUH UNJUK KERJA AIR HEATER TYPE LJUNGSTORM TERHADAP PERUBAHAN BEBAN DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT I BERDASARKAN PERHITUNGAN ASME PTC 4.

PENGARUH UNJUK KERJA AIR HEATER TYPE LJUNGSTORM TERHADAP PERUBAHAN BEBAN DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT I BERDASARKAN PERHITUNGAN ASME PTC 4. EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 9 No. 3 September 2013; 97-103 PENGARUH UNJUK KERJA AIR HEATER TYPE LJUNGSTORM TERHADAP PERUBAHAN BEBAN DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT I BERDASARKAN PERHITUNGAN ASME PTC 4.3

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-615

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: ( Print) B-615 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-615 Analisis Hidden Capacity dengan Permodelan Gate Cycle pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap Studi Kasus Pada PLTU Air Anyir Bangka

Lebih terperinci

STUDI SIMULASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ARUS LAUT MENGGUNAKAN HORIZONTAL AXIS TURBIN DENGAN METODE CFD

STUDI SIMULASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ARUS LAUT MENGGUNAKAN HORIZONTAL AXIS TURBIN DENGAN METODE CFD EKO RENDI SETIAWAN NRP 4205 100 060 STUDI SIMULASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ARUS LAUT MENGGUNAKAN HORIZONTAL AXIS TURBIN DENGAN METODE CFD TUGAS AKHIR LS 1336 STUDI SIMULASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR FITRI SETYOWATI Dosen Pembimbing: NUR IKHWAN, ST., M.ENG.

SIDANG TUGAS AKHIR FITRI SETYOWATI Dosen Pembimbing: NUR IKHWAN, ST., M.ENG. SIDANG TUGAS AKHIR STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEBERANGKATAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA FITRI SETYOWATI 2110 100 077 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Boiler Boiler berfungsi untuk merubah air menjadi uap superheat yang bertemperatur dan bertekanan tinggi. Alat yang digunakan untuk membuat uap disebut Boiler (Boiler) atau

Lebih terperinci

OLEH : NANDANA DWI PRABOWO ( ) DOSEN PEMBIMBING : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

OLEH : NANDANA DWI PRABOWO ( ) DOSEN PEMBIMBING : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. OLEH : NANDANA DWI PRABOWO (2109 105 019) DOSEN PEMBIMBING : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 Krisis bahan

Lebih terperinci

PROTOTYPE STEAM POWER PLANT (Efisiensi Fire Tube Boiler pada Steam Power Plant Ditinjau dari Perbandingan Udara dan Bahan Bakar)

PROTOTYPE STEAM POWER PLANT (Efisiensi Fire Tube Boiler pada Steam Power Plant Ditinjau dari Perbandingan Udara dan Bahan Bakar) PROTOTYPE STEAM POWER PLANT (Efisiensi Fire Tube Boiler pada Steam Power Plant Ditinjau dari Perbandingan Udara dan Bahan Bakar) Disusun untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Terapan (S.1

Lebih terperinci

Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Tube Platen Superheater PLTU Pacitan

Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Tube Platen Superheater PLTU Pacitan Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Tube Platen Superheater PLTU Pacitan Kurniadi Heru Prabowo 1, Prabowo 2 1) Jurusan Teknik Mesin, Program Studi Magister Rekayasa Energi, ITS

Lebih terperinci

Studi Permasalahan Pada Coal Pulveriser Mill Serta Usulan Penanganannya Menggunakan Metode Numerik

Studi Permasalahan Pada Coal Pulveriser Mill Serta Usulan Penanganannya Menggunakan Metode Numerik Studi Permasalahan Pada Coal Pulveriser Mill Serta Usulan Penanganannya Menggunakan Metode Numerik Agustin Kurniastuti 1.*, Sutardi 2 1,2 Jurusan Teknik Mesin, Bidang Keahlian Rekayasa Energi, Pascasarjana,

Lebih terperinci

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT Oleh : Harit Sukma (2109.105.034) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K UNTUK MEMPEROLEH KINERJA YANG OPTIMUM ABSTRAK

PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K UNTUK MEMPEROLEH KINERJA YANG OPTIMUM ABSTRAK PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K UNTUK MEMPEROLEH KINERJA YANG OPTIMUM Ign. Djoko Irianto Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir (PTRKN) BATAN ABSTRAK PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA

STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA STUDI NUMERIK DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KECEPATAN UDARA PADA RUANG KEDATANGAN TERMINAL 2 BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA Disusun Oleh: Erni Zulfa Arini NRP. 2110 100 036 Dosen Pembimbing: Nur

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA SIMULASI PENGARUH KEMIRINGAN BAFFLES TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS DAN EFEKTIVITAS PADA ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE MENGGUNAKAN SOLIDWORKS SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Studi Numerik Karakteristik Pembakaran Natural Gas di dalam Boiler dengan Variasi Sudut Swirl Vanes pada Radially Stratified

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. generator. Steam yang dibangkitkan ini berasal dari perubahan fase air

BAB 1 PENDAHULUAN. generator. Steam yang dibangkitkan ini berasal dari perubahan fase air BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan energi panas dari uap kering (steam) untuk memutar turbin sehingga dapat digunakan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (214) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) B-91 Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Udara Terhadap Performa Heat Exchanger Jenis Compact Heat Exchanger (Radiator)

Lebih terperinci

EVALUASI BILANGAN EXCESS AIR PADA VARIASI BEBAN UNIT 2 PLTU 1 JAWA BARAT INDRAMAYU

EVALUASI BILANGAN EXCESS AIR PADA VARIASI BEBAN UNIT 2 PLTU 1 JAWA BARAT INDRAMAYU TUGAS AKHIR EVALUASI BILANGAN EXCESS AIR PADA VARIASI BEBAN UNIT 2 PLTU 1 JAWA BARAT INDRAMAYU Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya GALIH SATRIO NUGROHO 21050112083001 BIDANG

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Materi penelitian dalam Tugas Akhir ini adalah analisis proses konversi energi pada PLTU Suralaya Unit 5 mulai dari energi pada batubara hingga menjadi

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK : MODIFIKASI BODI NOGOGENI PROTOTYPE PROJECT GUNA MEREDUKSI GAYA HAMBAT

STUDI NUMERIK : MODIFIKASI BODI NOGOGENI PROTOTYPE PROJECT GUNA MEREDUKSI GAYA HAMBAT STUDI NUMERIK : MODIFIKASI BODI NOGOGENI PROTOTYPE PROJECT GUNA MEREDUKSI GAYA HAMBAT GLADHI DWI SAPUTRA 2111 030 013 DOSEN PEMBIMBING DEDY ZULHIDAYAT NOOR, ST, MT, PhD PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK

Lebih terperinci

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi listrik terus-menerus meningkat yang disebabkan karena pertumbuhan penduduk dan industri di Indonesia berkembang dengan pesat, sehingga mewajibkan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DESAIN TURBIN PLTA PICO- HYDRO UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI DAYA DENGAN BANTUAN SOFTWARE CFD DAN KONSEP REVERSE ENGINEERING

OPTIMALISASI DESAIN TURBIN PLTA PICO- HYDRO UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI DAYA DENGAN BANTUAN SOFTWARE CFD DAN KONSEP REVERSE ENGINEERING OPTIMALISASI DESAIN TURBIN PLTA PICO- HYDRO UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI DAYA DENGAN BANTUAN SOFTWARE CFD DAN KONSEP REVERSE ENGINEERING Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 B-169 Studi Numerik Peningkatan Cooling Performance pada Lube Oil Cooler Gas Turbine yang Disusun Secara Seri dan Paralel dengan Variasi Kapasitas

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI 3.1 KONDISI ALIRAN FLUIDA Sebelum melakukan simulasi, didefinisikan terlebih dahulu kondisi aliran yang akan dipergunakan. Asumsi dasar yang dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat dewasa ini sangat mempengaruhi jumlah ketersediaan sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang ada di permukaan

Lebih terperinci

ANALISA FLUIDISASI PADA BOILER CFB PLTU LABUHAN ANGIN

ANALISA FLUIDISASI PADA BOILER CFB PLTU LABUHAN ANGIN ANALISA FLUIDISASI PADA BOILER FB PLTU LABUHAN ANGIN 1 Anotona Telaumbanua, 2 Ir. Tugiman, ST Jurusan Teknik Mesin STT Harapan Medan Email : tona1452@gmail.com Abstrak Boiler FB adalah Boiler irculating

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B13

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B13 B13 Studi Numerik Karakteristik Perpindahan Panas pada Membrane Wall Tube Boiler Dengan Variasi Jenis Material dan Ketebalan Insulasi di PLTU Unit 4 PT.PJB UP Gresik I Nyoman Ari Susastrawan D dan Prabowo.

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN VACUUM PADA SAAT BACKWASH CONDENSER TERHADAP HEAT RATE TURBIN DI PLTU

PENGARUH PENURUNAN VACUUM PADA SAAT BACKWASH CONDENSER TERHADAP HEAT RATE TURBIN DI PLTU PENGARUH PENURUNAN VACUUM PADA SAAT BACKWASH CONDENSER TERHADAP HEAT RATE TURBIN DI PLTU Imron Rosyadi 1*, Dhimas Satria 2, Cecep 3 1,2,3 JurusanTeknikMesin, FakultasTeknik, Universitas Sultan AgengTirtayasa,

Lebih terperinci

OLEH : SIGIT P.KURNIAWAN

OLEH : SIGIT P.KURNIAWAN ANALISA PEMAKAIAN ECONOMIZER TERHADAP PENINGKATAN EFISIENSI DAN PENGHEMATAN BAHAN BAKAR BOILER 052 B101 UNIT PEMBANGKIT TENAGA UAP PT PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan

Lebih terperinci

Steam Power Plant. Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU

Steam Power Plant. Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU Steam Power Plant Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU Siklus dasar yang digunakan pada Steam Power Plant adalah siklus Rankine, dengan komponen utama boiler, turbin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Indonesia Power UP. Suralaya merupakan perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batubara sejak tahun 1984 sebagai bahan bakar utama pembangkitan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System 32 BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System PLTP Gunung Salak merupakan PLTP yang berjenis single flash steam system. Oleh karena itu, seperti yang

Lebih terperinci

Studi Numerik Pengaruh Sudut Bukaan Damper Pada Saluran Udara (Studi Kasus di PT. PJB UP Gresik)

Studi Numerik Pengaruh Sudut Bukaan Damper Pada Saluran Udara (Studi Kasus di PT. PJB UP Gresik) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (212) 1-5 1 Studi Numerik Pengaruh Sudut Bukaan Damper Pada Saluran Udara (Studi Kasus di PT. PJB UP Gresik) Aditya Sayudha Prabowo dan Kadarisman Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI MOTOR BAKAR DIESEL SWD 8FG PLTD AYANGAN TAKENGON ACEH TENGAH

ANALISIS PERFORMANSI MOTOR BAKAR DIESEL SWD 8FG PLTD AYANGAN TAKENGON ACEH TENGAH ANALISIS PERFORMANSI MOTOR BAKAR DIESEL SWD 8FG PLTD AYANGAN TAKENGON ACEH TENGAH LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alir dan kriteria penelitiannya adalah sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alir dan kriteria penelitiannya adalah sebagai berikut: 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR DAN KRITERIA PENELITIAN Diagram alir dan kriteria penelitiannya adalah sebagai Start Pengambilan data (BAB 3.2) Pengujian lab untuk GCV batubara (BAB 3.2.1)

Lebih terperinci

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG 1. SIKLUS PLTGU 1.1. Siklus PLTG Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG Proses yang terjadi pada PLTG adalah sebagai berikut : Pertama, turbin gas berfungsi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI

TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI KARAKTERISASI GASIFIKASI BIOMASSA SERPIHAN KAYU PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH DENGAN VARIASI AIR FUEL RATIO (AFR) DAN UKURAN BIOMASSA OLEH : FERRY ARDIANTO (2109 105 039)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN Dalam pengamatan awal dilihat tiap seksi atau tahapan proses dengan memperhatikan kondisi produksi pada saat dilakukan audit energi. Dari kondisi produksi tersebut selanjutnya

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK

BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK BAB III SISTEM PLTGU UBP TANJUNG PRIOK 3.1 Konfigurasi PLTGU UBP Tanjung Priok Secara sederhana BLOK PLTGU UBP Tanjung Priok dapat digambarkan sebagai berikut: deaerator LP Header Low pressure HP header

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Perangkat Penelitian Penelitian ini menggunakan perangkat sebagai berikut : 1. Laptop merk Asus tipe A45V dengan spesifikasi, 2. Aplikasi CFD Ansys 15.0 3.2 Diagram Alir

Lebih terperinci

BAB 3 STUDI KASUS 3.1 DEFINISI BOILER

BAB 3 STUDI KASUS 3.1 DEFINISI BOILER BAB 3 STUDI KASUS 3.1 DEFINISI BOILER Boiler atau ketel uap adalah suatu perangkat mesin yang berfungsi untuk merubah fasa air menjadi uap. Proses perubahan air menjadi uap terjadi dengan memanaskan air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan efisiensi boiler. Rotary Air Preheater, lazim digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan efisiensi boiler. Rotary Air Preheater, lazim digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangkit listrik tenaga batu bara membutuhkan pemanasan awal untuk udara pembakaran pada boiler sekarang ini menjadi suatu keharusan sebagai usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-86 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik

Lebih terperinci

Studi Numerik Pengaruh Gap Ratio terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Susunan Setengah Tube Heat Exchanger dalam Enclosure

Studi Numerik Pengaruh Gap Ratio terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Susunan Setengah Tube Heat Exchanger dalam Enclosure Studi Numerik Pengaruh Gap Ratio terhadap Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Susunan Setengah Tube Heat Exchanger dalam Enclosure R. Djailani, Prabowo Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa

Lebih terperinci

OPTIMALISASI EFISIENSI TERMIS BOILER MENGGUNAKAN SERABUT DAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR

OPTIMALISASI EFISIENSI TERMIS BOILER MENGGUNAKAN SERABUT DAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR OPTIMALISASI EFISIENSI TERMIS BOILER MENGGUNAKAN SERABUT DAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR Grata Patisarana 1, Mulfi Hazwi 2 1,2 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penggunaan Software Ansys FLUENT 15.0

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Prosedur Penggunaan Software Ansys FLUENT 15.0 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Pada penelitian ini menggunakan software jenis program CFD Ansys FLUENT 15.0 dengan diameter dalam pipa 19 mm, diameter luar pipa 25,4 dan panjang pipa

Lebih terperinci

Desain Proses Pengelolaan Limbah Vinasse dengan Metode Pemekatan dan Pembakaran pada Pabrik Gula- Alkohol Terintegrasi

Desain Proses Pengelolaan Limbah Vinasse dengan Metode Pemekatan dan Pembakaran pada Pabrik Gula- Alkohol Terintegrasi Desain Proses Pengelolaan Limbah Vinasse dengan Metode Pemekatan dan Pembakaran pada Pabrik Gula- Alkohol Terintegrasi Disusun oleh : Iqbal Safirul Barqi 2308 100 151 Muhammad Fauzi 2308 100 176 Dosen

Lebih terperinci

ANALISA KEHILANGAN ENERGI PADA FIRE TUBE BOILER KAPASITAS 10 TON

ANALISA KEHILANGAN ENERGI PADA FIRE TUBE BOILER KAPASITAS 10 TON JTM Vol. 4 No. 2 Juni 215 38 ANALISA KEHILANGAN ENERGI PADA FIRE TUBE BOILER KAPASITAS TON Aditio Primayudi Aji Nugroho Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana Email: adityaprimayudi9@gmail.com

Lebih terperinci

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi 4.1 Pertimbangan Awal Pembakar (burner) adalah alat yang digunakan untuk membakar gas hasil gasifikasi. Di dalam pembakar (burner), gas dicampur

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK PENGARUH RASIO UDARA DAN BAHAN BAKAR TERHADAP KARAKTERISTIK CIRCULATING FLUIDIZED BED BOILER PADA BEBAN TINGGI

STUDI NUMERIK PENGARUH RASIO UDARA DAN BAHAN BAKAR TERHADAP KARAKTERISTIK CIRCULATING FLUIDIZED BED BOILER PADA BEBAN TINGGI TUGAS AKHIR TM141585 STUDI NUMERIK PENGARUH RASIO UDARA DAN BAHAN BAKAR TERHADAP KARAKTERISTIK CIRCULATING FLUIDIZED BED BOILER PADA BEBAN TINGGI AHMAD OBRAIN GHIFARI 2113100183 DOSEN PEMBIMBING DR. BAMBANG

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN DAYA TURBIN YANG DIHASILKAN DAN EFISIENSI TURBIN UAP PADA UNIT 1 DAN UNIT 2 DI PT. INDONESIA POWER UBOH UJP BANTEN 3 LONTAR

ANALISIS PERHITUNGAN DAYA TURBIN YANG DIHASILKAN DAN EFISIENSI TURBIN UAP PADA UNIT 1 DAN UNIT 2 DI PT. INDONESIA POWER UBOH UJP BANTEN 3 LONTAR ANALISIS PERHITUNGAN DAYA TURBIN YANG DIHASILKAN DAN EFISIENSI TURBIN UAP PADA UNIT 1 DAN UNIT 2 DI PT. INDONESIA POWER UBOH UJP BANTEN 3 LONTAR Jamaludin, Iwan Kurniawan Program Studi Teknik mesin, Fakultas

Lebih terperinci

2.10 Caesar II. 5.10Pipe Strees Analysis

2.10 Caesar II. 5.10Pipe Strees Analysis 2.8 Pipe Support Karena pipa dipengaruhi oleh ekspansi termal. Mendukung dalam sebuah langkah sistem perpipaan termal dalam arah yang berbeda. Pipe support oleh dua jenis support-kaku (rigid support) dan

Lebih terperinci

OLEH Ir. PARLINDUNGAN MARPAUNG HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI (HAKE)

OLEH Ir. PARLINDUNGAN MARPAUNG HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI (HAKE) OLEH Ir. PARLINDUNGAN MARPAUNG HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI (HAKE) 1 1. BOILER 2. PRINSIP KONSERVASI PADA BOILER 3 KASUS Boiler telah dikenal sejak jaman revolusi industri. Boiler merupakan peralatan

Lebih terperinci

STUDI PADA PENGARUH FWH7 TERHADAP EFISIENSI DAN BIAYA KONSUMSI BAHAN BAKAR PLTU DENGAN PEMODELAN GATECYCLE

STUDI PADA PENGARUH FWH7 TERHADAP EFISIENSI DAN BIAYA KONSUMSI BAHAN BAKAR PLTU DENGAN PEMODELAN GATECYCLE SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI PADA PENGARUH FWH7 TERHADAP EFISIENSI DAN BIAYA KONSUMSI BAHAN BAKAR PLTU DENGAN PEMODELAN GATECYCLE Disusun oleh : Sori Tua Nrp : 21.11.106.006 Dosen pembimbing : Ary Bacthiar

Lebih terperinci

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D

oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP Dosen Pembimbing : Vivien Suphandani Djanali, S.T., ME., Ph.D STUDI NUMERIK PENGARUH VARIASI REYNOLDS NUMBER DAN RICHARDSON NUMBER PADA KARAKTERISTIK ALIRAN FLUIDA MELEWATI SILINDER TUNGGAL YANG DIPANASKAN (HEATED CYLINDER) oleh : Ahmad Nurdian Syah NRP. 2112105028

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Karakteristik profil temperatur suatu aliran fluida pada dasarnya dapat diketahui dengan menggunakan metode Computational fluid dynamics (CFD). Pengaplikasian metode CFD digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Pada penelitian ini software yang digunakan untuk simulasi adalah jenis program CFD ANSYS 15.0 FLUENT. 3.1.1 Prosedur Penggunaan Software Ansys 15.0 Setelah

Lebih terperinci

REKALKULASI DIMENSI HEAT EXCHANGER PADA PULVERIZED-COAL BOILER KAPASITAS 32 MWE BERDASARKAN ANALISIS TERMODINAMIKA DAN PERPINDAHAN PANAS

REKALKULASI DIMENSI HEAT EXCHANGER PADA PULVERIZED-COAL BOILER KAPASITAS 32 MWE BERDASARKAN ANALISIS TERMODINAMIKA DAN PERPINDAHAN PANAS TUGAS AKHIR TM141585 REKALKULASI DIMENSI HEAT EXCHANGER PADA PULVERIZED-COAL BOILER KAPASITAS 32 MWE BERDASARKAN ANALISIS TERMODINAMIKA DAN PERPINDAHAN PANAS ARIF MAULANA AKBAR NRP. 2113106038 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 Latar Belakang Hampir sebagian besar industri-industri yang bergerak dibidang penyimpanan dan pengiriman

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada:

KATA PENGANTAR. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada: KATA PENGANTAR Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas ridho, berkat rahmat dan perkenannya, tesis ini bisa diselesaikan dengan baik. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIK ALIRAN 3D UNTUK KONDISI QUASI STEADY DAN UNSTEADY PADA TURBIN UAP AKSIAL

SIMULASI NUMERIK ALIRAN 3D UNTUK KONDISI QUASI STEADY DAN UNSTEADY PADA TURBIN UAP AKSIAL SIMULASI NUMERIK ALIRAN 3D UNTUK KONDISI QUASI STEADY DAN UNSTEADY PADA TURBIN UAP AKSIAL TUGAS AKHIR Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. PLTU adalah jenis pembangkit listrik tenaga termal yang banyak digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. PLTU adalah jenis pembangkit listrik tenaga termal yang banyak digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PLTU adalah jenis pembangkit listrik tenaga termal yang banyak digunakan karena efisiensinya tinggi sehingga menghasilkan energi listrik yang ekonomis. PLTU

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK PENGARUH KONFIGURASI PENGUMPANAN DUA JENIS BATUBARA DENGAN METODE IN-FURNACE BLENDING TERHADAP PROSES PEMBAKARAN PADA BOILER TANGENSIAL

STUDI NUMERIK PENGARUH KONFIGURASI PENGUMPANAN DUA JENIS BATUBARA DENGAN METODE IN-FURNACE BLENDING TERHADAP PROSES PEMBAKARAN PADA BOILER TANGENSIAL TESIS - TM 142501 STUDI NUMERIK PENGARUH KONFIGURASI PENGUMPANAN DUA JENIS BATUBARA DENGAN METODE IN-FURNACE BLENDING TERHADAP PROSES PEMBAKARAN PADA BOILER TANGENSIAL NIA ARININGTYAS NRP. 2112 204 805

Lebih terperinci

MENENTUKAN LAJU ALIR BAHAN BAKAR GAS, AIR DAN UDARA YANG OPTIMAL PADA STEAM GENERATOR

MENENTUKAN LAJU ALIR BAHAN BAKAR GAS, AIR DAN UDARA YANG OPTIMAL PADA STEAM GENERATOR MENENTUKAN LAJU ALIR BAHAN BAKAR GAS, AIR DAN UDARA YANG OPTIMAL PADA STEAM GENERATOR Yudi Efendi*, Utama PS**, Aman** *PT.Chevron Pacific Indonesia, Duri Riau **Jurusan Teknik Kimia FT UR Yudi.Efendi@chevron.com

Lebih terperinci

ANALISA NUMERIK ALIRAN DUA FASA DALAM VENTURI SCRUBBER

ANALISA NUMERIK ALIRAN DUA FASA DALAM VENTURI SCRUBBER C.3 ANALISA NUMERIK ALIRAN DUA FASA DALAM VENTURI SCRUBBER Tommy Hendarto *, Syaiful, MSK. Tony Suryo Utomo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Serat buah kelapa sawit (mesocarp), seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1 yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGER DI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGER DI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 10 No. 3 September 2014; 78-83 ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGER DI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON F. Gatot Sumarno, Slamet

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall

Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 212) ISSN: 231-9271 F-2 Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall R.R. Vienna Sona Saputri Soetadi

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI EFEKTIF HIGH PRESSURE HEATER (HPH) TIPE VERTIKAL U SHAPE DI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP AMURANG UNIT 1

ANALISIS EFISIENSI EFEKTIF HIGH PRESSURE HEATER (HPH) TIPE VERTIKAL U SHAPE DI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP AMURANG UNIT 1 ANALISIS EFISIENSI EFEKTIF HIGH PRESSURE HEATER (HPH) TIPE VERTIKAL U SHAPE DI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP AMURANG UNIT 1 Reind Junsupratyo 1), Frans P. Sappu 2), Arwanto M.A. Lakat 3) Jurusan Teknik

Lebih terperinci