Penulisan Hukum (Skripsi)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penulisan Hukum (Skripsi)"

Transkripsi

1 OPTIMALISASI PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) TAHUN 2007 OLEH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) KOTA SURAKARTA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : KHOIRUL HIDAYATI NIM. E FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

2 PERSETUJUAN Penulisan Hukum (Skripsi) ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Pembimbing Skripsi Pembimbing I Waluyo, S.H. M.Si. NIP ii

3 PENGESAHAN Penulisan Hukum (Skripsi) ini telah diterima dan dipertahankan oleh Dewan Penguji Penulian Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari : Kamis Tanggal : 25 Juni 2009 DEWAN PENGUJI 1. Ibu DR. I Gusti Ayu Ketut RH, SH., MM (...) Ketua 2. Ibu Wida Astuti, SH (...) Sekretaris 3. Bpk Waluyo, S.H. M.Si (...) Anggota Mengetahui Dekan Moh. Jamin, SH. M.Hum NIP iii

4 M O T T O Kecemasan selalu menghampiri setiap orang yang menghadapi kesulitan, namun rasa cemas itu sendiri tidak dapat menyelesaikan kesulitan. Jadi janganlah cemas dalam menghadapi sesuatu kesulitan karena kecemasan tidak akan menyelesaikan kesulitan. ( Dalai Lama ) Mengetahui kekurangan diri sendiri adalah tangga untuk mencapai cita-cita dan berusaha mengisi kekurangan tersebut adalah keberanian luar biasa. ( Hamka ) Kemenangan bukan segalanya, tapi cara untuk mendapatkan kemenangan adalah segalanya. ( Vince Lombardi ) Kebahagiaan terbesar dalam hidup ini adalah bila kita berhasil melakukan apa yang menurut orang lain tidak dapat kita lakukan. ( Walter Beganhot ) iv

5 PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan kepada : 1. Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayahnya padaku dalam menjalani kehidupan ini 2. Orang Tuaku tercinta atas segala bimbingan dan doanya yang senantiasa diberikan dalam setiap langkahku. 3. Kakak dan Adikku tersayang atas segala dukungannya untukku. v

6 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Alhamdulillah atas terselesainya Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul OPTIMALISASI PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) TAHUN 2007 OLEH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) KOTA SURAKARTA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai Derajat Sarjana (Strata I) dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum ini penulis berusaha mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, terutama melakukan penelitian di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surakarta. Selesainya penyusunan skripsi ini merupakan usaha yang dilakukan penulis dan adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Selanjutnya dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Moh Jamin, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dan kesempatan bagi penulis untuk penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Budi Setiyanto, SH. selaku Pembimbing Akademik di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membimbing selama penulis menjadi mahasiswa di kelas yang di ampunya. 3. Bapak Waluyo, SH. M.Si. selaku pembimbing utama dalam penyusunan skripsi yang telah memberikan waktu dan bimbingannya kepada penulis, hingga terselesaikannya skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ilmu kepada penulis, sehingga dapat menjadi bekal dalam penulisan skripsi ini. vi

7 5. Orang Tua yang senantiasa memberi doa dan bimbingan dalam menjalankan kehidupan ini. 6. Teman-teman kampus, terima kasih atas bantuan dan dukungannya. 7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan penulisan hukum ini dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini belum sempurna, kritik dan saran membangun atas penulisan hukum ini senantiasa penulis harapkan demi perbaikan dan kemajuan penulis di masa datang. Penulis berharap penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi siapa saja yang membacanya. Surakarta, Juni 2009 Penulis vii

8 DAFTAR ISI Hal. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii MOTTO... iv PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii ABSTRAK... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 6 C. Tujuan Penelitian... 6 D. Manfaat Penelitian... 7 E. Metode Penelitian Jenis Penelitian Sifat Penelitian Pendekatan Penelitian Jenis Data Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data F. Sistematika Skripsi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Tinjauan Tentang Pemerintahan Daerah a. Pengertian Pemerintahan Daerah (PEMDA) b. Konsep tentang Pemerintah Daerah viii

9 BAB III c. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah d. Tujuan Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah e. Cara Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (PEMDA) f. Lembaga Pemerintah Daerah (PEMDA) g. Tugas Wewenang Pemerintah Daerah (PEMDA) Tinjauan Tentang Otonomi Daerah Tinjauan Tentang Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) a. Fungsi dan Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) b. Hak dan Kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) c. Tugas dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tinjauan Tentang Pengawasan a. Pengertian tentang Pengawasan b. Macam-macam Pengawasan Tinjauan Tentang Keuangan Daerah / APBD B. Kerangka Pemikiran HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian B. Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta dalam Melaksanakan Fungsi Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun C. Upaya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk Mengoptimalisasikan Pengawasan terhadap Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun ix

10 D. Faktor Hambatan dan Faktor Pendukung yang dihadapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam Upaya Mengoptimalisasikan Pengawasan terhadap Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB IV PENUTUP A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA x

11 ABSTRAK KHOIRUL HIDAYATI. E , OPTIMALISASI PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) TAHUN 2007 OLEH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) KOTA SURAKARTA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Penulisan Hukum (Skripsi) Penulisan Hukum ini bertujuan mengetahui peranan DPRD Kota Surakarta.dalam melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan APBD Tahun 2007, apakah sudah sesuai dengan Undang - Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, mengetahui faktor penghambat dan pendukung serta upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan pengawasan APBD. Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum empiris bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah metode kualitatif. Lokasi penelitian di DPRD Kota Surakarta. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui observasi, wawancara dan penelitian kepustakaan. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif. Hasil pengujian terhadap tiga permasalahan diketahui bahwa Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surakarta dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Surakarta sudah sesuai dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Upaya upaya yang telah dilakukan oleh DPRD Surakarta, antara lain: (1) Menggelar Rapat Kerja dengan Eksekutif dalam Rapat Komisi dan Rapat Gabungan Komisi, (2) Menyelenggarakan Dengar Pendapat dengan Eksekutif (Publih Hearing), (3) Menyelenggarakan Kunjungan Kerja, (4) Mengoptimalkan Masa Reses, (5) Menggunakan Jasa Tenaga Ahli, (6) Mengadakan pelatihan Bintek (Bimbingan Teknis). Faktor yang menjadi kendala dalam mengoptimalkan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan APBD di Kota Surakarta yaitu (1) keterlambatan penyampaian laporan realisasi APBD, (2) banyaknya tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota DPRD, (3) keterbatasan fasilitas dan peralatan, (4) keterbatasan kualitas SDM anggota yang ada di internal lembaga, dan (5) minimnya pengalaman organisasi yang dimiliki oleh anggota DPRD Surakarta. Faktor yang menjadi pendukung dalam mengoptimalkan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan APBD di Kota Surakarta yaitu (1) ada peraturan tata tertib DPRD, (2) adanya keterbukaan, (3) kualitas dari anggota DPRD, (4) telah terjalin kerjasama dengan berbagai pihak, (5) adanya kebijakan otonomi daerah, (6) adanya partisipasi dari masyarakat. xi

12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek konstitusional penyelenggaraan Negara dan pemerintahan sejak Indonesia merdeka adalah persoalan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Otonomi Daerah sebagai sub-sistem Negara Kesatuan. Otonomi Daerah diadakan bukan sekedar untuk menjamin efisiensi penyelenggaraan pemerintahan. otonomi daerah merupakan dasar memperluas pelaksanaan demokrasi dan instrument dalam mewujudkan kesejahteraan umum (Bagir Manan, 2001:21). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah berkehendak meletakkan suatu garis politik Otonomi Daerah baru menurut cara desentralisasi menggantikan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah yang cenderung sentralistik. Perubahan-perubahan prinsipil meliputi antara lain susunan urusan rumah tangga daerah, pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sistem hubungan keuangan yang baru, sistem pengawasan atau super visi. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kekuasaan yang besar terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), seperti meminta pertanggungjawaban kepada Kepala Daerah, meminta keterangan kepada Pemerintah Daerah berkaitan dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pertanggungjawaban Gubernur, Bupati dan Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan konsekuensi logis pelaksanaan demokrasi di daerah yang hanya mengenal satu jenis badan perwakilan. Selain xii

13 harus ada pertanggungjawaban, harus ada pula tempat bertanggungjawab. Dalam sistem demokrasi terdapat prinsip tidak ada kekuasaan tanpa pertanggungjawaban. Tempat bertanggungjawab dalam sistem demokrasi adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang mewakili rakyat. (Daeng Sudirwo, 1981:54) Masalah yang sangat penting di Daerah Otonom adalah masalah keuangan yang menjadi sumber hidupnya bagi daerah, bahkan yang menjadi salah satu dasar utama dalam mempertimbangkan dibentuknya suatu wilayah Negara menjadi daerah otonom, karena otonomi tanpa ditunjang kemampuan keuangan daerah berakibat kepada lemahnya instrument di daerah untuk mengembangkan pembangunan daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebaiknya disusun dengan baik dan dipertimbangkan dengan seksama dengan memperhatikan skala prioritas dan dalam pelaksanaan harus tepat dan terarah pada sasaran dengan metode yang berdaya guna dan berhasil guna. Oleh karena tahun anggaran negara dan tahun anggaran daerah adalah sama dan daerah baru dapat menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) nya sesudah diketahui besarnya subsidi yang akan diterimanya, maka dalam prakteknya proses penyusunan dan pengesahan serta pengundangannya baru dapat diselesaikan beberapa bulan setelah tahun anggaran negara, namun demikian persiapanpersiapan sudah dapat dimulai tahun-tahun sebelumnya. Selama proses tersebut berlangsung, kegiatan pemerintahan daerah yang memerlukan subsidi berlangsung terus. Setiap tahun menjelang berlakunya tahun anggaran yang baru, Kepala Daerah wajib menyampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berikut dengan nota-nota, estimasi keuangan serta penjelasan-penjelasan lainnya. Menurut Undang - undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, disebutkan didalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 17, yakni: Anggaran Pendapatan dan xiii

14 Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sehingga dana perimbangan yang menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kemudian akan di berikan kepada daerah sebagai dana perimbangan daerah untuk dikelola oleh daerah. Seperti disebutkan didalam Pasal 1 ayat 19 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yakni: Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak jauh berbeda dengan proses penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yaitu melalui pembahasan bertahap, dalam rapat-rapat komisi, rapatrapat fraksi, sidang paripurna, sampai akhirnya dituangkan dalam Peraturan Daerah (PERDA). Proses ini juga berlaku bagi perubahan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (PERDA). Menurut Undang - undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah disebutkan bahwa untuk berjalannya optimalisasi pengembangan fungsi-fungsi serta potensi didaerah, maka dibentuklah suatu lembaga pemerintahan daerah yang dapat mengawasi serta mengontrol kinerja daerah, yakni Dewan Perwaklan Rakyat Daerah (DPRD), sebab telah disebutkan didalam Pasal 1 ayat 4 huruf f dikatakan bahwa: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dalam menjalankan fungsinya, prosedur kerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) seyogyanya mendukung kelancaran aktifitas para anggota dan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam menyalurkan xiv

15 serta menyelesaikan masalah-masalah yang ada di daerah, sebagai wujud pelaksanaan otonomi daerah. Peraturan tata tertib yang berlaku dalam rangka penggunaan hak-hak dewan seyogyanya sederhana dengan tujuan ketepatan pada sasaran serta mudah mengaplikasikan aspirasi masyarakat sehingga proses penyampaian usul dan tingkatan-tingkatannya dapat lebih mudah dipahami oleh masyarakat luas. Selain merumuskan kembali peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam penyelenggaraan kelancaran kinerjanya, juga perlu segera menetapkan mekanisme penggunaan hak-hak dewan yang selama ini belum diatur dikemudian hari. Apalagi yang berkaitan dengan penggalian potensi-potensi Sumber Daya Alam (SDA) serta pengembangan sumber-sumber daya manusia yang lebih produktif di masa depan. Dinamika masyarakat yang berkembang semakin pesat, secara tidak langsung menuntut perubahan dalam pelaksanaan prosedur kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dari waktu ke waktu. Peraturan tata tertib dewan sebaiknya dapat memberi respon positif terhadap dinamika tersebut. Pelaksanaan fungsi-fungsi dewan dalam perundang-undangan, keuangan dan pengawasan dalam rangka pelaksanaan hak-haknya, memerlukan data dan informasi yang lengkap serta tenaga teknis yang lebih terampil professional. Berdasarkan tugas dan kewenangan lembaga legislatif daerah, maka kepala daerah mempunyai pembagian yang jelas dengan unsur berikutnya, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), seperti yang dikemukakan oleh Bagir Manan, bahwa di daerah dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintahan Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah (Bagir Manan, 2001:21). Pengawasan merupakan suatu usaha penertiban untuk menjamin terlaksannya segala ketentuan undang - undang, peraturan, keputusan, kebijaksanaan dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah itu sendiri. xv

16 Tujuan pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD ) terhadap optimalisasi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), untuk menemukan sebab dan mengatasi kesalahan atau permasalahan dan kemudian mengambil langkah bijak untuk segera menuntaskan segala persoalan yang sekiranya merupakan faktor pengambat pembangunan di daerah. Terutama menekankan kepada bagaimana mengelola serta memunculkan potensi-potensi daerah yang merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang nantinya akan mendorong kemajuan di daerah tersebut. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu perencanaan dibidang keuangan daerah yang akan menentukan besarnya jumlah pengeluaran (out-put) maupun penerimaan (in-put) daerah untuk membiayai keperluan-keperluan daerah dalam satu tahun anggaran, seperti pembangunan insfrastruktur, penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang mendukung laju Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Josef Riwu Kho, 1997:2). Namun yang akan menjadi persoalan apakah pengawasan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersebut sesuai dengan pelaksanaan otonomi daerah (sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah), sehingga tercapai optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang seimbang dengan pengeluaran daerah dalam hal ini dana digunakan dijalur yang tepat untuk keperluan-keperluan daerah, insfrastruktur, pembangunan daerah, dan lain-lainnya (Marbun, 1982, Hal. 24). Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul; OPTIMALISASI PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) TAHUN 2007 OLEH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) KOTA SURAKARTA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN xvi

17 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut diatas, maka dirumuskanlah beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2007 apakah sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah? 2. Upaya apa saja yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta dalam mengoptimalkan pengawasan terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2007? 3. Faktor penghambat dan faktor pendukung apa saja yang dihadapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta dalam upaya mengoptimalkan pengawasan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2007? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian menurut penulis adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta.dalam melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2007, apakah sudah sesuai dengan undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. 2. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta dalam mengoptimalkan pengawasan terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun xvii

18 3. Untuk mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung apa saja yang dihadapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta dalam upaya mengoptimalkan pengawasan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun D. Manfaat Penelitian Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan suatu wacana yang diharapkan dapat digunakan oleh almamater sebagai pemikiran dalam mengembangkan ilmu hukum pada umumnya khususnya dalam Hukum Administrasi Negara. b. Bermanfaat bagi penulis dalam bidang Ilmu Hukum pada khususnya terutama ilmu Hukum Administrasi Negara. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan wacana pada pemikiran dalam memahami ilmu hukum secara teoritis dan realisasi yang ada di lapangan. b. Hasil penelitian ini dapat membantu memberikan pemahaman mengenai peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta dalam melakukan pengawasan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun E. Metode Penelitian Metode penelitian mengemukakan secara teknis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitiannya. Adapun metode penelitian yang digunakan sebagai berikut : xviii

19 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian hukum doktrinal / normatif yaitu suatu penelitian yang mengkaji hukum sebagai norma (hukum positif dalam sistem perundang undangan) dalam realitas / kenyataan di dalam masyarakat. Penelitian yang berusaha mengidentifikasi hukum yang terdapat dalam masyarakat dengan maksud untuk mengetahui gejala-gejala lainnya (Soerjono Soekanto, 1986 : 10) 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan secara lengkap dan sistematis keadaan obyek yang diteliti. Penelitian yang mengharuskan memberikan data sedetail, mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala lainnya (Soerjono Soekanto, 1986 : 10). 3. Pendekatan Penelitian Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan doktrinal / normative yaitu pendekatan yang mengkaji hukum sebagai norma (hukum positif dalam sistem perundang undangan) dalam realitas / kenyataan di dalam masyarakat. Penelitian yang dilakukan dengan melakukan pengumpulan data berupa kata-kata, gambar-gambar serta informasi verbal atau normatif dan bukan dalam bentuk angka-angka ( Soerjono Soekanto, 1986 : 10 ). 4. Jenis Data Secara umum, dalam penelitian dibedakan antara data primer dan data sekunder. Data Primer yaitu data yang diperoleh dari secara langsung dari sumbernya. Data Sekunder yaitu data yang tidak diperoleh langsung dari sumbernya tetapi diperoleh dari bahan pustaka berupa dokumen disebut (Soerjono Soekanto, 1986 : 51). Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder : xix

20 a. Data Primer Merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan berupa penjelasan dan keterangan melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait dalam pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Kota Surakarta yaitu dari beberapa Komisi yang ada di DPRD Kota Surakarta. Komisi yang terkait dengan masalah ini yaitu Komisi III selaku Team Perumusan Anggaran dan Sekretaris DRPD Kota Surakarta dan jajarannya sebagai badan legislasi dalam membantu kinerja anggota Dewan dalam menjalankan tugasnya. b. Data Sekunder Merupakan data yang tidak diperoleh langsung dari sumbernya tetapi diperoleh dari dokumen, bahan - bahan pustaka, literature, makalah baik dari Sekretaris DPRD Kota Surakarta maupun dari luar tentang hal berkaitan dengan masalah yang diteliti ini. c. Sumber Data Primer Sumber data primer yaitu data yang bersumber dari orang (responden / informan) atau suatu peristiwa, dalam hal ini diperoleh dari beberapa orang yang tergabung dalam komisi- komisi di DPRD Surakarta. Penulis mewawancarai beberapa anggota DPRD Surakarta diantaranya : 1) Bpk. Epi Rizandi, komisi III ( Panitia Anggaran ) 2) Bpk. KRMH. Satryo Hadinagoro, komisi IV ( Panitia Anggaran ) 3) Bpk. Samat, SH ( kasubag rapat dan risalah ) 4) Bpk. Kristianto (staff bagian rapat dan risalah ) d. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder yaitu data yang bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Adapun sumber data sekunder diperoleh dari beberapa sumber di bawah ini : xx

21 1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaraan Negara 5) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan & Tanggung Jawab Keuangan Negara 6) Peraturan Pemerintah No 25 tahun 2004 tentang Pedoman Tata Tertib DPRD yang diperbaharui No. 53 Tahun ) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Negara. 8) Peraturan Menteri Dalam Negeri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. 9) Peraturan Menteri Dalam Negeri 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas peraturan Mendagri Nomor 13 Tahun ) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. 11) Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 12) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan Penyeleng-garaan Pemerintah. 13) Peraturan Daerah Kotamadya Dati II Surakarta Nomor 6 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Daerah xxi

22 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun ) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 16 Tahun 2003 tentang Rencana Strategis Daerah ( RESTRADA ) Kota Surakarta Tahun ) Peraturan Walikota Surakarta Nomor 11-E Tahun 2006 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah ( RKPD ) Tahun ) Risalah Lengkap Rapat Paripurna DPRD Kota Surakarta tentang Rancangan Peraturan Daerah Tentang APBD Kota Surakarta Tahun Anggaran ) Risalah Lengkap Rapat Paripurna DPRD Kota Surakarta tentang Rapat Peraturan Daerah Tentang Perubahan APBD Kota Surakarta Tahun Anggaran ) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban ( LKPJ ) Kota Surakarta. 5. Teknik Pengumpulan Data Dalam Teknik Pengumpulan Data ini, penulis melakukan dengan cara a. Wawancara ( Interview ) Dalam penggunaan metode ini, penulis mengadakan wawancara langsung dengan responden / informan yang terkait. b. Studi Dokumen Tehnik pengumpulan data dengan cara mengkaji substansi / isi suatu institusi. c. Observasi Tehnik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan terhadap obyek penelitian. Pengamatan dapat dilakukan dengan cara tidak terlibat secara langsung (non partisipated observation). 6. Teknik Analisis Data Dalam menganalisa penulis menggunakan tehnik doktrinal / normatif, menurut Soerjono Soekanto bahwa analisis yuridis normatif dan hakekatnya xxii

23 menekankan pada metode deduktif sebagai pegangan utama dan metode induktif sebagai tata kerja penunjang. Analisa yuridis normatif terutama mempergunakan bahan bahan kepustakaan sebagai sumber data bagi penelitinya. (Soerjono dan Abdul Rahman, 1997 : 14) F. Sistematika Skripsi Penulis hukum dalam bentuk skripsi ini penulis susun dalam empat bab, dengan tata urutan sedemikian rupa sehingga merupakan rangkaian pemikiran yang saling mengikat. Adapun isi Bab I sampai dengan dengan Bab IV adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan Dalam pendahuluan ini penulis kemukakan mengenai Latar Belakang Masalah, yakni pokok pokok pikiran yang menjadi dasar pertimbangan bagi peneliti untuk untuk memilih judul. Selanjutnya Rumusan Masalah dalam rumusan ini penulis kemukakan tentang hal - hal yang menjadi landasan utama dalam pelaksanaan penelitian ini. Kemudian Tujuan Penelitian dalam hal ini penulis kemukakan tujuan yang dicapai. Berikutnya Manfaat Penelitian, dalam hal ini penulis mengemukakan manfaat manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini. Kemudian Metode Penelitian dalam hal ini penulis kemukakan metode yang penulis pergunakan untuk memperoleh serta mengolah data dalam penelitian ini dan yang terakhir adalah sistematika skripsi. Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini berisi tinjauan teoritik yaitu berisi tentang teori teori dan pendapat dari para ahli yang dipergunakan dasar analisisi dalam penelitian ini. Kemudian kerangka pemikiran yang berisi tentang kerangka pikir yang menjadi pertimbangan bagi penulis untuk mengetengahkan dalam penulisan hukum ini. xxiii

24 Bab III Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam bab ini penulis kemukakan hasil hasil penelitian yang Penulis peroleh. Selanjutnya penulis berikan analisis terhadap hasilhasil penelitian. Simpulan dan Saran Dalam bab ini berisi materi kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan berisi tentang simpulan-simpulan yang penulis kemukakan terhadap hasil penelitian. Seterusnya saran-saran yang penulis sampaikan terhadap hasil-hasil penelitian yang penulis peroleh. xxiv

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Pemerintahan Daerah a. Pengertian Pemerintahan Daerah (PEMDA) Pemerintahan Pusat berdasarkan Ketentuan Pasal 1 ayat 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah Negara Republik Indonesia sebagai mana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintahan Daerah menurut Ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut Asas Otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Mengingat Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan memiliki daerah yang sangat luas, Pemerintah Pusat mengadakan alat-alat perlengkapan setempat yang disebarkan ke seluruh wilayah Negara yang terdapat di daerah, ini disebabkan Pemerintah Pusat tidak dapat menangani secara langsung urusan-urusan yang ada di daerah. Namun bukan berarti pemerintah pusat melepaskan tanggung-jawabnya. Meskipun Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah beserta perangkat daerah lainnya termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah xxv

26 (DPRD) tetapi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak dapat mencampuri bidang Eksekutif. Eksekutif merupakan wewenang dan tanggungjawab dari Kepala Daerah. Dengan demikian, dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah ada pembagian tugas yang jelas. Kepala Daerah beserta perangkat daerah lainnya memimpin dalam bidang eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bergerak dalam Bidang Legislatif. Desentralisasi menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah didalam Pasal 1 ayat 7 adalah penyerahan wewenang pemerintahan kepada daerah otonam untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam system Negara Repiblik Republik Indonesia. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang sebagai badan eksekutif daerah. Artinya, lembaga eksekutif terdiri dari kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain (HAW Widjaja, 2001: 9). b. Konsep tentang Pemerintah Daerah Setelah pemerintah orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, kemudian disusul dengan percapatan Pemilu di tahun 1999, UUD 1945 yang selama pemerintahan Orde baru disakralkan dan tidak dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama kalinya UUD 1945 dilakukan perubahan oleh MPR. Melalui Sidang Umum MPR tahun 1999 ada sembilan pasal yang diubah yaitu Pasal 5 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 ayat (2) dan (3), Pasal 20 dan Pasal 21. (MPR, RI. 2003) Kemudian pada tanggal 18 Agustus 2000, MPR melalui sidang tahunan menyetujui untuk melakukan perubahan kedua terhadap UUD 1945 dengan merubah dan atau menambah Pasal 18, Pasal 18A, Pasal xxvi

27 18B, Pasal 19, Pasal 20 ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 25E, Bab X, Pasal 26 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 27 ayat (3), Bab XA, Pasal 28A-J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B dan Pasal 36C. Ketentuan di dalam Pasal 18 diubah dan ditambah menjadi berbunyi sebagai berikut : 1) Negara Kesatuan RI dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. 2) Pemerintaha daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. 3) Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. 4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kelapa pemerintahan daerah propinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. 5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah. 6) Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. 7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang-undang. Pasal 18A : 1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah propinsi, kabupaten, kota atau antara propinsi dan kabupaten dan kota, xxvii

28 di atur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. 2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di atur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Pasal 18B : 1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. 2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Ri yang diatur dengan Undang-undang. Terjadinya amandemen terhadap Pasal 18 UUD 1945, maka penjelasan UUD 1945 yang selama ini ikut-ikutan menjadi acuan dalam mengatur pemerintah daerah tidak belaku lagi. Satu-satunya sumber konstitusional pemerintah daerah adalah Pasal 18, Pasal 18A dan pasal 18B. selain meniadakan kerancuan, penghapusan penjelasan Pasal 18 sekaligus juga sebagai penataan tatanan UUD baik dari sejarah pembuatan penjelasan (dibuat kemudian), maupun meniadakan keganjilan bahkan anomali (Bagir Manan, 2001: 7). Selain tidak lazim UUD memiliki penjelasan, juga selama ini penjelasan di anggap sebagai sumber hukum di samping (bukan sederajat dengan) ketentuan batang tubuh UUD. Perubahan Pasal 18 (baru) ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas pembagian daerah dalam Negara Kesatuan RI yang meliputi daerah provinsi dan dalam daerah provinsi terdapat daerah kabupaten dan kota. Ketentuan Pasal 18 ayat (1) ini mempunyai keterkaitan erat dengan ketentuan Pasal 25A mengenai wilayah Negara Kesatuan RI. Istilah xxviii

29 dibagi atas (bukan terdiri atas ) dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) bukanlah istilah yang digunakan secara kebetulan. Istilah itu langsung menjelaskan bahwa negara kita adalah negara kesatuan di mana kedaulatan negara berada di tangan Pusat. Hal ini konsisten dengan kesepakatan untuk tetap mempertahankan bentuk negara kesatuan. Berbeda dengan istilah terdiri atas yang lebih menunjukkan substansi federalisme karena istilah itu menunjukkan letak kedaulatan berada di tangan negara-negara bagian. Berdasar ketentuan Pasal 18A UUD 1945 itu, Pemerintah daerah bersama DPRD dapat mencabut kembali pertauran-peraturan daerah yang dinilai bermasalah, yang dapat menghambat investasi di daerah. Pemberlakuan perda yang bermasalah dapat menjadi preseden bagi birokrasi pemerintah daerah pada tingkat yang lebih rendah untuk memungut retribusi dan pungutan. Pemerintah pusat perlu membatalkan peraturan daerah-peraturan daerah dan pemerintah daerah sendiri harus mencabut kembali perda-perda yang menghambat investasi c. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah Penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia didalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah didalam pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari penggunaan asas penyelenggaraan pemerintah di daerah, yaitu : 1) Asas Desentralisasi Didalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 7 memberikan pengertian desentralisasi sebagai penyerahan wewenang pemerintahan kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka daerah otonom berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Sesuai dengan sistem tata pemerintahan yang ada, yaitu menurut UUD 1945 pada xxix

30 dasarnya asas desentralisasi adalah pemberian kebebasan untuk mengakibatkan keaktifan daerah dengan mengikutsertakan rakyatnya dalam mengurus dan memajukan daerahnya. b) Asas Dekonsentrasi Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 8 memberikan pengertian dekonsentrasi sebagai berikut : Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah. Perwujudan dari asas ini adalah terbentuknya daerah-daerah pemerintahan atau daerah-daerah jabatan yang disebut dengan daerah administrasi. Sistem ini tidak memerlukan adanya badan-badan perwakilan rakyat daerah, sebab segala kebutuhannya telah diurus oleh pemerintah pusat atau atasannya. c) Asas Tugas Pembantuan Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 9 memberikan definisi tugas pembantuan adalah sebagai penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang sertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban untuk melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskannya. Agar jalur hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah berjalan dengan baik, maka perlu adanya kesatuan asas dan memiliki kesatuan prinsip dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah yaitu : (1) digunakan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan; (2) penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat dilaksanakan di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota; dan xxx

31 (3) asas tugas pembantuan dapat dilaksanakan di Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota. Melihat ketiga prinsip di atas terlihat bahwa khusus untuk daerah kabupaten dan daerah kota, prinsip yang selama ini dijalankan adalah melaksanakan asas desentralisasi yang didampingi dengan pelaksanaan asas dekonsentrasi dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah tidak berlaku lagi, karena penyelenggaraan asas desentralisasi didaerah kabupaten dan kota secara bulan dan utuh. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya tumpang tindih kewenangan antara instansi vertical dengan dinas-dinas daerah yang akibatnya pelaksanaan tugastugas pemerintahan menjadi tidak efisien selain itu akan terjadi pemborosan. Berdasarkan ketiga prinsip di atas, jelas terlihat bahwa Undangundang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan di Daerah menghendaki agar daerah kabupaten dan kota yang dibentuk berdasarkan desentralisasi memiliki otonomi yang bulat dan utuh, sehingga berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat. Pada dasarnya semua kewenangan tersebut sudah ada pada daerah kabupaten dan kota, sehingga tidak perlu lagi penyerahan wewenang secara utuh kepada daerah. Daerah dapat menentukan sendiri beberapa fungsi pelayanan bagi masyarakat berdasarkan kebutuhan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. Dalam hal ini tidak ada lagi ketergantungan daerah kabupaten dan kota terhadap daerah propinsi atau pemerintah pusat sehingga kemandirian daerah kabupaten dan kota dapat terwujudkan. Untuk asas dekonsentrasi hanya terdapat pada daerah propinsi, sehingga daerah propinsi selain sebagai daerah otonomi juga merupakan wilayah administrasi yaitu wilayah kerja gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah. xxxi

32 d. Tujuan Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuantujuan penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat lebih baik yaitu suatu masyarakat yang lebih adil dan makmur. Keberadaan pembangunan di daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Disamping itu pembangunan daerah diotoritasikan untuk menggalakkan prakarsa dan peran aktif masyarakat agar bisa meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Tujuan penyelenggaraan pemerintahan didaerah sama dengan halnya dengan pusat yaitu mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, tetapi bila disimak dari pertimbangan perlunya pemerintah daerah terkandung tujuan sebagai berikut: 1) Dari segi politik adalah untuk mengikutsertakan, menyalurkan aspirasi dan inspirasi masyarakat baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk mendukung politik dan kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan dalam proses demokrasi di lapisan bawah. 2) Dari segi manajemen pemerintah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai bidang kebutuhan masyarakat. 3) Dari segi kemasyarakatan adalah untuk meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat dengan melakukan usaha pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat semakin mandiri dan xxxii

33 tidak banyak tergantung pada pemberian pemerintah serta daya saing yang kuat dalam proses penumbuhannya. 4) Dari segi ekonomi pembangunan adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna mencapai kesejahteraan masyarakat yang makin meningkat. e. Cara Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (PEMDA) Isi dari jiwa yang terkandung dalam Pasal 18 Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan pokok-pokok pemikiran sebagai berikut: 1) Sistem Ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan berdasarkan cara dekosentrasi dan desentralisasi serta tugas pembantuan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2) Daerah yang dibentuk berdasarkan cara desentralisasi dan dekosentrasi adalah daerah Propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan cara desentralisasi adalah daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan cara desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. 3) Pembagian Daerah diluar daerah Propinsi dibagi habis kedalam Daerah Otonom. Dengan demikian, wilayah adiministrasi yang berada didalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus. 4) Kecamatan yang menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 sebagai Wilayah Administrasi dalam rangka dekosentrasi menurut Undang-undang ini kedudukannya di ubah menjadi Perangkat Daerah Kabupaten dan perangkat Daerah Kota. xxxiii

34 Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan didalam Pasal 19 ayat (2), bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sedangkan dalam penyelengaraan pemerintahan daerah, maka Pemerintah Daerah menggunakan Asas Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan. seperti yang disebutkan didalam Pasal 20 ayat (3) yakni Dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Pemerintahan Daerah menggunakan Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan. Selanjutnya dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah, maka daerah mempunyai hak-hak sebagai berikut: 1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; 2) memilih pimpinan daerah; 3) mengelola aparatur daerah; 4) mengelola kekayaan daerah; 5) memungut pajak daerah dan retribusi daerah; 6) mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; 7) mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan 8) mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah, maka Daerah mempunyai kewajiban seperti yang tercantum dibawah ini: 1) melindungi masyarakat, menjaga persatuan, dan kesatuan dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2) meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; 3) mengembangkan kehidupan demokrasi; 4) mewujudkan keadilan dan pemerataan; xxxiv

35 5) meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; 6) menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; 7) menyediakan fasilitas social dan fasilitas umum yang layak; 8) mengembangkan sistem jaminan sosial; 9) menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; 10) mengembangkan sumber daya produktif di daerah; 11) melestarikan lingkungan hidup; 12) mengelola administrasi kependudukan; 13) melestarikan nilai sosial budaya; 14) membentuk dan menerapkan peraturan perundang undangan sesuai dengan kewenangannya; dan 15) kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. f. Lembaga Pemerintah Daerah (PEMDA) Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan dalam Pasal 24 yakni: Bahwa setiap daerah dipimpin oleh Kepala Pemerintah Daerah yang disebut Kepala Daerah. Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi disebut Gubernur, untuk Kabupaten disebut Bupati dan untuk Kota disebut Walikota. Kepala Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) dibantu oleh satu orang Wakil Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk Kabupaten disebut Wakil Bupati, dan untuk Kota disebut Wakil Walikota. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. g. Tugas Wewenang Pemerintah Daerah (PEMDA) Tugas dan Wewenang serta Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah sebagai berikut: xxxv

36 Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang: 1) memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD); 2) mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA); 3) menetapkan Peraturan Daerah (PERDA) yang telah mendapat persetjuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD); 4) menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan Daerah (PERDA) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk dibahas dan ditetapkan bersama; 5) mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah; 6) mewakili daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan 7) melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas: 1) membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah; 2) membantu Kepala Daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan / atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup; 3) memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan diwilayah Kecamatan, Kelurahan dan / atau Desa bagi Wakil Kepala Daerah Kabupaten / Kota; xxxvi

37 4) memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Daerah dalam penyelenggaraan kegiatan Pemerintah Daerah; 5) melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh Kepala Daerah; dan 6) melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Daerah apabila kepala daerah berhalangan. 2. Tinjauan Tentang Otonomi Daerah Otonomi Daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan. Daerah Otonom merupakan daerah yang mempunyai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (Marbun, 1983:52). Penyelenggara Pemerintah Daerah adalah pemerintah dan DPRD. a. Penyelenggaraan Pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri dari: 1) asas kepastian hukum; 2) asas tertib penyelenggaraan Negara; 3) asas kepentingan umum; 4) asas keterbukaan; 5) asas proporsionalitas; 6) asas profesionalitas; 7) asas akuntabilitas; 8) asas efisiensi; dan 9) asas efektifitas. b. Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak: 1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; xxxvii

38 2) memilih pemimpin; 3) mengelola aparatur Negara; 4) mengelola kekayaan Negara; 5) memungut pajak daerah dan retribusi daerah; 6) mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; 7) mendapatkan sumber sumber pendapatan lain yang sah; dan 8) mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang undangan. c. Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban: 1) melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2) meningkatklan kualitas kehidupan masyarakat; 3) mengembangkan kehidupan demokrasi; 4) mewujudkan keadilan dan pemerataan; 5) meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; 6) menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; 7) menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; 8) mengembangkan sistem jaminan sosial; 9) menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; 10) mengembangkan sumber daya produktif di daerah; 11) melestarikan lingkunga hidup; 12) mengelola administrasi kependudukan; 13) melestarikan nilai sosial budaya; 14) membentuk dan menerapkan peraturan perundang undangan sesuai dengan kewenangannya; dan 15) kewajiban lain yang diatur dalam perundang undangan. 3. Tinjauan Tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) xxxviii

PELAKSANAAN PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA PADANG TAHUN 2011

PELAKSANAAN PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA PADANG TAHUN 2011 SKRIPSI PELAKSANAAN PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA PADANG TAHUN 2011 Diajukan ke Fakultas Hukum Universitas Andalas Program Reguler Mandiri Sebagai Pemenuhan Syarat Untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

APA ITU DAERAH OTONOM?

APA ITU DAERAH OTONOM? APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA HUBUNGAN KERJA ANTAR PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Konsep yang dianut adalah konsep negara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2010 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

Lebih terperinci

Panduan diskusi kelompok

Panduan diskusi kelompok Panduan diskusi kelompok Mahasiswa duduk perkelompok (5 orang perkelompok) Mahasiswa mengambil dan membaca (DUA KASUS) yang akan di angkat sebagai bahan diskusi. Mahasiswa mendiskusikan dan menganalisis

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SITUBONDO Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Provinsi Daerah

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS, PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN WALIKOTA TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEWAJIBAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7 OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7 A. Ancaman Disintegrasi 1. Ancaman bermula dari kesenjangan antar daerah Adanya arus globalisasi, batas-batas negara kian tipis, mobilitas faktor produksi semakin tinggi, tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Pemerintahan Daerah 2.1. Otonomi Daerah Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, otonomi daerah adalah kewenangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (Studi Kasus di Pasar Gawok, Desa Geneng, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo Periode Tahun 2009-2010) SKRIPSI Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA TERPADU ANTARA STAF AHLI BUPATI DENGAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda YURISKA, VOL. 2, NO. 1, AGUSTUS 2010 72 PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda ABSTRAK Hubungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang Mengingat : : a. bahwa untuk memberikan arah

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BERAU

PERATURAN BUPATI BERAU PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 27 TAHUN 2005 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN TUGAS, WEWENANG DAN KEWAJIBAN BUPATI BERAU KEPADA WAKIL BUPATI BERAU BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROVINSI KALIMANTAN BARAT PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah merupakan peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya harus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

4&L Jk Am /L. GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

4&L Jk Am /L. GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG 4&L Jk Am 0 /L. GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATACARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DAN PRODUK HUKUM DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi bidang pemerintahan daerah salah satunya adalah tuntutan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu sendiri, terutama optimalisasi peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam budaya, ras, etnik, agama dan keragaman lainnya. Guna

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan Otonomi Dacrah secara berdayaguna

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah 1 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa produk hukum

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA 1 1 PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR : 08 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN LINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG 1 PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG 1 2016 No.07,2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. PEMERINTAH DAERAH.HUKUM.Pedoman.Pembentukan. Produk Hukum Daerah. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16 LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 2006 SERI E R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa produk hukum merupakan landasan dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 21 TAHUN 2007 TENTANG POLA ORGANISASI PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang

Lebih terperinci

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Pendahuluan Program Legislasi Nasional sebagai landasan operasional pembangunan hukum

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 8 TAHUN 2O15 TENTANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 8 TAHUN 2O15 TENTANG SALINAN BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 8 TAHUN 2O15 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA,

TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 5 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERAN ALAT KELENGKAPAN DEWAN DAN PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD. Oleh : Imam Asmarudin, SH

PERAN ALAT KELENGKAPAN DEWAN DAN PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD. Oleh : Imam Asmarudin, SH PERAN ALAT KELENGKAPAN DEWAN DAN PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD Oleh : Imam Asmarudin, SH Abstraks Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam waktu tujuh tahun sejak tumbangnya rezim orde baru, bangsa Indonesia terus berupaya memperbaiki sistem pemerintahannya. Bahkan upaya-upaya perubahan yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO,

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO, PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO, Menimbang : a. bahwa pembentukan peraturan daerah merupakan bagian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah merupakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Pemerintah Desa adalah kepala Desa yang dibantu oleh perangkat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan Anggaran

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SALINAN - 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE 2009-2014 TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT Diajukan untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, Menimbang : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan pasal

Lebih terperinci