ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAN TINGKAT KESEHATAN USP SWAMITRA DI BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAN TINGKAT KESEHATAN USP SWAMITRA DI BOGOR"

Transkripsi

1 ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAN TINGKAT KESEHATAN USP SWAMITRA DI BOGOR Oleh : Suci Mariah Ratnasari A PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAN TINGKAT KESEHATAN USP SWAMITRA DI BOGOR Oleh : Suci Mariah Ratnasari A Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 Judul : ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAN TINGKAT KESEHATAN PADA USP SWAMITRA DI BOGOR Nama Mahasiswa : Suci Mariah Ratnasari NRP : A Program Studi : Manajemen Agribisnis Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi Ir. Yayah K. Wagiono,Mec NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, Magr NIP Tanggal Lulus Ujian :

4 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAN TINGKAT KESEHATAN USP SWAMITRA DI BOGOR BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MAUPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK-PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Januari 2008 Suci Mariah Ratnasari A

5 KATA PENGANTAR Segala puji hanya bagi Allah SWT, atas segala rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk lulus dari Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan dan Tingkat Kesehatan USP Swamitra di Bogor. Skripsi ini menguraikan tentang perkembangan Usaha Simpan Pinjam (USP) pada dua USP di Bogor yaitu USP Swamitra Cileungsi dan USP Swmaitra Kilat dari segi keuangan. Selain itu, skripsi ini juga menguraikan kinerja keuangan dan tingkat kesehatan ke dua USP tersebut dan melihat konsistensi antara analisis kinerja keuangan dengan analisis tingkat kesehatan pada kedua USP tersebut. Penulis menyadari ketidaksempurnaan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berharap penelitian yang dilakukan dapat diterima dan bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan dan pihak lain yang berkepentingan. Bogor, Januari 2008 Penulis

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 16 September 1981 dari pasangan orang tua Drs. H. Achmad Achyad dan Hj. Erwina Rosmin dan merupakan anak terakhir dari lima bersaudara. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis mulai dari TK Tadika Puri Cabang Bogor pada tahun Kemudian penulis melanjutkan ke SDN Pengadilan III Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun 1993 penulis melanjutkan ke SMPN 3 Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMUN 2 Bogor dan lulus pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Diploma III yaitu ke Program Diploma III Manajemen Agribisnis, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 1999 dan lulus pada tahun Penulis bekerja pada perusahaan asuransi yaitu Asuransi Jiwa Central Asia Raya Cabang Jakarta pada tahun Kemudian penulis merasa memerlukan ilmu pengetahuan yang lebih dengan melanjutkan pendidikannya ke jenjang S-1, dan memilih Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor sebagai media pendidikan pada tahun Kemudian penulis pindah bekerja ke perusahaan perbankan yang berada di kota Bogor, yaitu PT. Bank Bukopin Cabang Bogor pada tahun 2004, agar dapat menjalankan pendidikan dan pekerjaan di waktu yang bersamaan.

7 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sampai dengan selesainya seluruh rangkaian tugas penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Ir. Yayah K. Wagiono, MEc selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya, memberikan arahan yang baik dan memberikan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini. 2. Muhahamad Firdaus, PhD yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi dosen penguji dan bersedia memberikan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Popong Nurhayati, MM yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi dosen penguji akademik dan bersedia memberikan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini. 4. Tantri Novianti, SP. Msi yang telah bersedia meluangkan waktunya menjadi dosen evaluator pada saat kolokium dan bersedia memberikan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan skripsi ini. 5. Kedua orang tuaku tersayang yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materi dalam penyusuan dan penyelesaian skripsi ini. 6. Kakak-kakakku tersayang yang telah memberikan semangat dan bantuan dalam penyusuan dan penyelesaian skripsi ini. 7. Jiwaku tersayang yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

8 8. Artati Widiatiningsih yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar dan telah memberikan semangat guna terselesaikannya skripsi ini. 9. Joko, Ibu Yani dan Hendri yang telah membantu dalam pengumpulan data-data dan telah memberikan semangat serta dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Bapak Iwan selaku manajer operasi, Pramu dan rekan-rekan USP Swamitra Cileungsi telah membantu dalam pengumpulan data-data dan bersedia meluangkan waktunya untuk wawancara mengenai isi skripsi ini. 11. Manajer operasi dan rekan-rekan USP Swamitra Kilat telah membantu dalam pengumpulan data-data dan bersedia meluangkan waktunya untuk wawancara mengenai isi skripsi ini. 12. Rekan-rekan Bukopin Capem Cibinong, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk dapat melaksanakan seminar dan sidang dan memberikan semangat serta dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. 13. Yani, Mas Iyan, dan Dano yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menghadiri seminar dan memberikan semangat serta dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. 14. Rekan-rekan Bukopin Cabang Bogor yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. 15. Teman-temanku, Amel, Kiky, Ian, dan Sopian yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

9 i DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. i DAFTAR TABEL. iv DAFTAR GAMBAR.. v DAFTAR LAMPIRAN vi BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 10 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Batasan Usaha Kecil Pengertian, Peranan dan Prinsip Koperasi Jenis dan Permodalan Koperasi Unit Simpan Pinjam Koperasi Tingkat Kesehatan Bank Penelitian Terdahulu.. 19 BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis Analisis Kinerja Keuangan Analisis Rasio Likuiditas Analisis Rasio Rentabilitas Analisis Rasio Solvabilitas Kerangka Pemikiran Operasional.. 26

10 ii BAB IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Metode Analisis Kinerja Keuangan Penilaian Kesehatan Usaha Simpan Pinjam 32 BAB V. GAMBARAN UMUM USAHA SIMPAN PINJAM Gambaran Umum USP Swamitra Cileungsi Latar Belakang Pendirian Struktur dan Organisasi USP Swamitra Cileungsi Sejarah dan Perkembangan Koperasi Kilat 36 BAB VI. KONDISI DAN PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA Perkembangan Dana Masyarakat Pinjaman Yang Diberikan (PYD) Neraca dan Sisa Hasil Usaha (SHU) Perkembangan Asset Sisa Hasil Usaha (SHU) 47 BAB VII. ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN TINGKAT KESEHATAN USP SWAMITRA Analisis Kinerja Keuangan Likuiditas Rentabilitas Solvabilitas Tingkat Kesehatan USP 65

11 iii BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...71 DAFTAR PUSTAKA...72 LAMPIRAN..74

12 iv DAFTAR TABEL Tabel 1. Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro Tahun Tabel 2. Perkembangan Jumlah Simpanan pada USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Tabel 3. Perkembangan Jumlah Simpanan Berjangka pada USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Tabel 4. Perkembangan Pinjaman Yang Diberikan pada USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Tabel 5. Perkembangan Jumlah Asset pada USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Tabel 6. Perkembangan Pendapatan Operasional pada USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Tabel 7. Perkembangan Biaya Operasional pada USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Tabel 8. Perkembangan Sisa Hasil Usaha pada USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Tabel 9. Tingkat Likuiditas USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Tabel 10. Tingkat Rentabilitas USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Tabel 11. Tingkat Solvabilitas USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Tabel 12. Penilaian Tingkat Kesehatan USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun

13 v DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Swamitra Seluruh Indonesia...8 Gambar 2. Kerangka Pemikiran...28 Gambar 3. Struktur Organisasi USP Swamitra Cileungsi...35 Gambar 4. Struktur Organisasi Koperasi Kilat...39

14 vi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Bobot Penilaian Kesehatan Usaha Simpan Pinjam...74 Lampiran 2. Grafik Perkembangan Jumlah Simpanan dan Simpanan Berjangka USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Tahun Lampiran 3. Grafik Perkembangan Pinjaman Yang Diberikan dan Jumlah Asset USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Tahun Lampiran 4. Grafik Perkembangan Jumlah Pendapatan dan Biaya Operasional USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Tahun Lampiran 5. Bagan Perkembangan Sisa Hasil Usaha USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Tahun Lampiran 6. Bagan Perkembangan Cash Ratio dan Quick Ratio USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Tahun Lampiran 7. Bagan Perkembangan LDR dan LAR USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Tahun Lampiran 8. Bagan Perkembangan ROA dan ROE USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Tahun Lampiran 9. Bagan Perkembangan ICR dan NPM USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Tahun Lampiran 10.Bagan Perkembangan CAR dan Primary Ratio USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Tahun Lampiran 11.Bagan Perkembangan Capital Ratio USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Tahun Lampiran 12. Aspek Penilaian Faktor Manajemen Usaha Simpan Pinjam. 93

15 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak permasalahan yang terkait dengan hal ekonomi dan pembangunan. Hal ini diakibatkan oleh dampak dari masalah krisis keuangan yang diperburuk oleh musibah beruntun yang menimpa negara Indonesia akhir-akhir ini. Demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pembangunan ekonomi harus lebih memperhatikan keseimbangan unsur-unsur pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional (Atmadja,2002). Peningkatan kesejahteraan, atau peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat, keberhasilannya sangat tergantung pada keberhasilan upaya pengembangan dunia usaha. Pengembangan usaha atau bisnis masyarakat, pendanaan merupakan salah satu masalah pokok yang harus diatasi. Permasalahan pendanaan dalam pengembangan usaha adalah bagaimana agar pengusaha mendapatkan dukungan pendanaan yang memadai, sesuai dengan kondisi internalnya dengan syarat dan cara atau prosedur yang terjangkau oleh pengusaha dan sesuai dengan prinsip kesehatan yang berlaku dalam pengelolaan lembaga keuangan sebagai sumber pendanaan bagi pengusaha. Pengembangan sumber pendanaan atau produk pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan keadaan pengusaha, serta harus tetap mengikuti prinsip pengelolaan lembaga keuangan yang sehat tersebut, mendorong berkembangnya berbagai

16 2 macam produk pembiayaan dan lembaga keuangan. Salah satu contoh lembaga keuangan adalah lembaga keuangan non mikro dan lembaga keuangan mikro. Lembaga keuangan non mikro orientasi utamanya tidak melayani pembiayaan bagi pengusaha mikro, walaupun lembaga keuangan non mikro membentuk unit khusus atau bekerjasama dengan lembaga keuangan yang secara khusus melayani pengusaha mikro. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang fokus kegiatannya melayani kelompok masyarakat usaha kecil mikro. Penelitian ini hanya membahas lembaga keuangan yang potensial berkaitan dengan pengembangan usaha kecil. Batasan usaha mikro dapat dilihat atas omzet penjualan per tahun atau tenaga kerja yang terlibat. Berdasarkan penjualan per tahun, pada satu sisi ada yang membatasi usaha mikro sebagai usaha dengan omzet smpai dengan 50 juta rupiah, ada pula yang membatasi usaha mikro dengan omzet kurang dari 10 juta rupiah per tahun (Atmadja,2002). Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia dapat dibedakan atas LKM Bank dan LKM non Bank. LKM Bank terdiri atas Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Rakyat Indonesia Unit Desa (BRI-UD) dan Bank Kredit Desa (BKD). Landasan hukum keberadaan LKM Bank adalah Undang-Undang Perbankan, karena itu pengaturan, perizinan, dan pengawasan berada pada Bank Indonesia. Kepemilikan dari BRI-UD adalah BRI, kepemilikan BPR adalah perorangan atau badan hukum dan kepemilikan BKD adalah desa. Jenis produk layanan BRI-UD adalah seperti halnya bank, produk layanan BPR adalah tabungan, deposito berjangka dan kredit, sedangkan jenis layanan BKD adalah tabungan dan kredit. Penyebaran BRI-UD

17 3 mencakup seluruh propinsi, BPR di seluruh propinsi di mana sebagian besar berada di Jawa dan Madura. LKM non bank dapat dipilah lebih lanjut menjadi LKM yang bersifat formal seperti koperasi, pegadaian, dan Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP). Kerangka atau landasan hukum keberadaan koperasi adalah Undang-Undang Perkoperasian, LDKP adalah Peraturan Daerah sedangkan Pegadaian adalah Peraturan Pemerintah tentang pegadaian. Peraturan dan perizinan serta pengawasan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Usaha Simpan Pinjam (USP) koperasi berada pada Menteri Koperasi dan PKM, perizinan LDKP berada di gubernur setiap propinsi dan pengawasannya pada pemerintah propinsi, sedangkan peraturan dan pengawasan pegadaian berada pada departemen keuangan. Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terjadi seiring dengan perkembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) serta masih adanya hambatan UKM dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan. LKM memberikan kelebihan misalnya berupa tidak adanya jaminan atau agunan seperti yang dipersyaratkan oleh perbankan bahkan dalam beberapa jenis LKM pinjaman didasarkan pada kepercayaan, walaupun biaya atas dana pinjaman dari LKM lebih tinggi sedikit dari bunga perbankan. Hal ini terjadi karena biasanya peminjam beserta aktivitasnya sudah dikenal oleh LKM, kemudahan yang lain adalah pencairan dan pengembalian pinjaman yang fleksibel dan sering disesuaikan dengan cash flow peminjam. Jenis LKM lebih banyak didominasi oleh Usaha Simpan Pinjam (USP), namun dari aspek besarnya perputaran pinjaman lebih didominasi oleh perbankan yaitu BRI unit

18 4 dan BPR. Hal ini terjadi karena skim kredit yang ditawarkan oleh BRI unit dan BPR lebih besar dari USP. Perkembangan LKM dapat dilihat dari indikator Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 1, terlihat bahwa dari sisi simpanan, LKM bank memiliki kontribusi sekitar 96 persen dari total simpanan, dimana BPR memiliki kontribusi sekitar 24 persen, BRI-Unit 72 persen, dan BKD 0,09 persen. Skala jumlah pinjaman pada BRI-Unit adalah yang terbesar yaitu 14,182 milyar rupiah, BPR 9,431 milyar rupiah dan BKD 0,20 milyar rupiah. Berdasarkan data di atas maka BRI-UD dengan pinjaman yang besar memang memiliki potensi keunggulan bersaing yang lebih besar karena pada umumnya telah mencapai skala minimal yang diperlukan. Tabel 1. Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro Tahun 2005 Jenis LKM Jumlah (Unit) Jumlah Simpanan (Rp. Milyar) Jumlah Pinjaman (Rp. Milyar) LKM Bank Rata-Rata Pinjaman/Unit (Rp.Milyar/Unit) BPR 2,148 9,254 9,431 4,39 BRI-Unit 3,916 27,429 14,182 3,62 BKD 5,345 0,38 0,20 3,74 Total 11, , ,20 2,06 LKM USP 35,218 1,157 3,629 0,10 Non Bank LDKP 2, ,57 Penggadaian ,70 0,59 Total 37,754 1, ,70 Sumber : Bank Indonesia dan Departemen Koperasi dan UKM diolah, 2005.

19 5 LKM non bank menghimpun simpanan sekitar 1,491 milyar rupiah dan memberikan pinjaman sebesar 4,144 milyar rupiah. USP Koperasi memiliki kontribusi sebesar 1,157 milyar rupiah dalam simpanan dan pinjaman sebesar 3,629 milyar rupiah. Skala pinjaman dan simpanan USP relatif lebih kecil dibandingkan LKM bank. Hal ini menggambarkan bahwa pada umumnya USP Koperasi tidak efisien dan tidak bisa tumbuh secara berkesinambungan karena tidak ada pendapatan yang dapat dipergunakan untuk pemupukan modal dan pengembangan usaha, padahal USP mempunyai peranan yang signifikan dalam mendukung perkembangan usaha kecil dan menengah Perumusan Masalah Dukungan dalam permodalan yang selama ini menjadi kendala utama usaha kecil merupakan suatu upaya yang sangat diperlukan. Keseluruhan kebijaksanaan makro sewajarnya mendukung pengembangan usaha kecil baik langsung maupun tidak langsung, dalam kaitan ini termasuk pula kebijakan perkreditan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan sumberdaya modal bagi usahanya. Usaha Simpan Pinjam (USP) pada dasarnya adalah usaha menghimpun dana dan menyalukan dana. Spesifikasi dari pada usaha simpan pinjam koperasi sebagai lembaga keuangan pada dasarnya adalah bahwa yang layani, baik yang menyimpan maupun meminjam adalah anggota koperasi, yang sekaligus juga sebagai pemilik koperasi itu sendiri. Sebagai koperasi, usaha simpan pinjam memiliki fungsi dan peran terutama dalam membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota dan memberikan pelayanan demi meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial anggota pada khususnya dan masyarakan pada umumnya.

20 6 Peranan lembaga tidak hanya memberikan pelayanan, tapi bagaimana mempertahankan dan menopang aktivitas usaha kecil menengah. Oleh karena itu, tingkat kesehatan usaha simpan pinjam merupakan hal yang penting, sebab sulit bagi usaha simpan pinjam untuk dapat mempertahankan sekaligus menopang aktivitas usaha jika pihak USP itu sendiri tidak memiliki tingkat kesehatan yang memadai. Usaha Simpan Pinjam (USP) Swamitra sebagai suatu usaha yang dibentuk melalui kerjasama Bank Bukopin dengan koperasi, yang dalam pelaksanaan kegiatan usahanya melakukan penghimpunan dan penyaluran dana melalui kegiatan simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, serta koperasi lain dan atau anggotanya. USP Swamitra yang telah berhasil didirikan sejak diluncurkan pada pertengahan tahun 1997 sampai dengan tahun 2007, yaitu sebanyak 460 gerai Swamitra, tersebar di wilayah Indonesia, dengan jumlah anggota yang terlayani sebanyak lebih dari orang. Percepatan pendirian USP Swamitra terjadi karena pola kemitraan ini sudah semakin dikenal masyarakat karena secara nyata telah berhasil memenuhi harapan peningkatan pelayanan kepada para anggotanya, yang terdiri dari para pedagang, pengrajin, nelayan dan pengusaha kecil pada umumnya. Tumbuhnya kepercayaan kepada USP Swamitra telah berhasil memobilisasi dana, yang tercatat dari 35,702 milyar rupiah pada tahun 1999 menjadi 99 milyar rupiah pada tahun 2003 atau meningkat sebesar 277,29 persen. Pinjaman yang diberikan USP Swamitra kepada anggota meningkat dari 98,959 milyar rupiah pada tahun 1999 menjadi 193 milyar rupiah pada tahun 2003 atau meningkat sebesar 195,03 persen. Sedangkan laba dan rugi USP

21 7 Swamitra secara keseluruhan meningkat dari sebesar minus 2,5 milyar rupiah pada tahun 1999 menjadi plus 0,966 milyar rupiah pada tahun Strategi untuk memajukan pelayanan pemberian pinjaman sangat diperlukan demi mencapai tingkat partisipasi dalam penghimpunan dana tersebut. Bank Bukopin dalam hal ini telah menyalurkan kreditnya kepada Koperasi yang dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan investasi pendirian dan modal kerja usaha di USP Swamitra, yang keseluruhannya berjumlah 90,072 milyar rupiah pada tahun 2000 dari posisi 95,596 milyar rupiah pada tahun 1999, atau terjadi penurunan sebesar 5,7 persen dan untuk tahun 2003 sebesar 99 milyar rupiah, peningkatan ini disebabkan pertumbuhan USP Swamitra yang signifikan. Ketentuan pemberian pinjaman adalah maksimal sebesar 50 juta rupiah per anggota, dan secara bertahap akan ditingkatkan menjadi 250 juta rupiah per anggota sesuai kebutuhan anggota sendiri serta kesiapan USP Swamitra itu sendiri, guna pemerataan pelayanan pinjaman dari USP Swamitra kepada anggotanya. Berdasarkan kinerja yang ditunjukkan tersebut Bank Bukopin berkeyakinan pertumbuhan USP Swamitra pada tahun-tahun ke depan dan dapat lebih baik. Hal ini sejalan dengan dukungan yang terus mengalir dari berbagai instansi pemerintah dan telah diperolehnya pengakuan Internasional dari Asean Banking Award pada tahun 1999 untuk kategori Produk Kredit Komersial atau Kredit Program. Usaha Simpan Pinjam (USP) Swamitra agar dapat berperan seperti yang diharapkan, maka harus mampu melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik, yaitu kemampuan dan efektifitas kinerja USP Swamitra terutama yang berhubungan dengan finansial dan tingkat kesehatannya. USP Swamitra juga haruslah dapat memberikan

22 8 pelayanan yaitu menjaga kepercayaan nasabah serta menjaga kemampuan menjangkau masyarakat golongan ekonomi lemah (Rupiah) Pertumbuhan Swamitra (Tahun) Sumber : Laporan Perkembangan Swamitra Seluruh Indonesia, 2003 Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Swamitra Seluruh Indonesia Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan kegiatan Usaha Simpan Pinjam (USP) Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat dari sisi keuangan? 2. Bagaimana kinerja keuangan dan tingkat kesehatan pada masing-masing USP Swamitra? 3. Bagaimana konsistensi hasil analisis kinerja keuangan dengan tingkat kesehatan pada masing-masing USP Swamitra? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

23 9 1. Mengidentifikasi perkembangan kegiatan Usaha Simpan Pinjam (USP) Swamitra Cileungsi dan Swamita Kilat dari sisi keuangan. 2. Membandingkan kinerja keuangan dan tingkat kesehatan USP Swamitra Cileungsi dan Swamita Kilat. 3. Melihat konsistensi hasil analisis kinerja keuangan dengan tingkat kesehatan pada masing-masing USP Swamitra Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam hal proses pengambilan keputusan yang dilakukan USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat. Penelitian ini juga diharapkan memberikan alternatif strategi yang konprehensif untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja masing-masing Swamitra terutama dalam bidang keuangannya.

24 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Batasan Usaha Kecil Sektor perekonomian rakyat dalam bentuk usaha kecil biasa disebut dengan istilah sektor informal, karena usaha kecil ini tidak terdaftar sebagai badan hukum. Sethuraman (1981) dalam Suharto (1991) mendefinisikan sektor informal sebagai sektor yang terdiri dari unit-unit usaha berskala kecil yang memproduksi dengan cara mendistribusikan barang dan jasa, dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi dirinya masing-masing dan dalam usahanya itu sangat dibatasi oleh faktor modal dan keterampilan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 1987, profil usaha kecil Indonesia memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Hampir setengahnya dari perusahaan kecil hanya mempergunakan kapasitas terpasang 60 persen atau kurang, penyebabnya antara lain: kesalahan dalam perencanaan dan ketidakmampuan memperbesar pasar. b. Lebih dari setengah perusahaan kecil didirikan sebagai pengembangan dari usaha kecil-kecilan. c. Masalah utama yang dihadapi berbeda menurut tahap pengembangan usaha. Pada masalah persiapan (sebelum investasi) terdapat dua masalah yang menonjol yaitu pemodalan dan kemudahan usaha (lokasi dan perijinan). Tahap selanjutnya (pengenalan usaha) sektor usaha kecil menghadapi masalah permodalan dan

25 11 hubungan usaha, sektor ini kembali menghadapi persoalan permodalan dan pengadaan bahan baku. d. Umumnya sukar untuk meningkatkan pangsa pasar bahkan cenderung mengalami penurunan usaha yang terjadi karena kekurangan modal, tidak mampu memasarkan dan kurang keterampilan teknis dan administrasi. e. Tingkat ketergantungan terhadap bantuan dari pemerintah berupa permodalan, pemasaran dan pengadaan barang atau bahan relatif tinggi. f. Hampir 60 persen dari usaha kecil masih mempergunakan teknologi yang tradisional. g. Hampir 70 persen dari usaha kecil masih melakukan pemasaran langsung kepada konsumen. h. Sebagian besar pengusaha dalam usaha memperoleh bantuan perbankan merasa terlalu rumit, dan dokumenyang harus dipersiapkan sukar dipenuhi. Sutojo (1994) menjelaskan bahwa ciri-ciri yang merupakan kelemahan dari sektor usaha tidak lepas dari profil manajemen profil ini. Pengusaha kecil umumnya merangkap sebagai pengelola. Status rangkap ini hanya menguntungkan pada saat pengusaha mampu mengendalikan kegiatan usahanya. Ketika skala usahanya meningkat, kemampuan untuk mengendalikan makin lemah, di samping itu perangkap ini kurang menguntungkan karena menyebabkan seringkali terjadi konflik kepentingan pribadi dan perusahaan serta kenderungan manajemen yang tertutup. Ciri yang kedua adalah perusahaan berkembang dari usaha kecil-kecilan yang cenderung menyebabkan rasa percaya diri yang berlebihan. Ciri ketiga adalah tidak ada perencanaan dan sistem administrasi pembukuan yang tertib. Umumnya pengusaha kecil mendelegasikan wewenang secara lisan. Ciri lain yang relatif menonjol adalah ketidakmampuan untuk meningkatkan mutu bahkan seringkali

26 12 saat menghadapi tambahan permintaan, mutu barang yang ditawarkan cenderung menurun. Akibatnya sukar untuk meningkatkan marjin keuntungannya. Ketidakmampuan memperluas usaha menyebabkan pengusaha kecil sangat tergantung pelanggan dan pemasok di sekitar usahanya. Hubungan dengan sumber permodalan (perbankan) juga lemah dan sangat tergantung pada modal sendiri, sedangkan batas mengenai perusahan kecil di Indonesia berbeda-beda tergantung pada masing-masing instansi berdasarkan fokus permasalahan yang dituju. Departemen perindustrian memberi batasan mengenai industri kecil yaitu yang investasi modal mesin-mesin dan peralatan sebesar 70 juta rupiah ke bawah, sedangkan investasi per tenaga kerja sebesar 625 ribu rupiah ke bawah. Departemen perdagangan menganggap bahwa suatu perusahaan dapat disebut kecil apabila modal kekayaan bersihnya adalah di bawah 25 juta rupiah, tidak berbadan hukum, dikelola sendiri atau bersama keluarganya dan keuntungannya hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Departemen pertanian menetapkan sebagai kriteria usaha golongan ekonomi lemah, yaitu usaha perorangan dalam bidang pertanian, pertenakan, perikanan dan perdagangan. Mengenai bidang perikanan ditetapkan, yaitu yang modalnya sebesar 20 juta rupiah dan modal kerjanya 5 juta rupiah, dan mesin kapal kira-kira 22 PK dan tenaga kerja 60 orang. Departemen keuangan menetapkan bahwa yang dimaksud dengan pengusaha kecil adalah yang mempunyai modal usaha sebesar 10 juta rupiah, sedangkan untuk keperluan perpajakan ditetapkan bahwa pengusaha kecil adalah yang mempunyai omset perusahaan kurang dari 60 juta rupiah setahun Pengertian, Peranan dan Prinsip Koperasi Menurut Hendrojogi (2000), koperasi adalah perkumpulan otonom dari orangorang yang bergabung secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi,

27 13 sosial dan budaya mereka yang sama melalui perusahaan yang dimiliki dan diawasi secara demokratis, sedangkan pengertian koperasi berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Peran koperasi berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 antara lain adalah : a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial. b. Berperan serta aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dan koperasi sebagai soko gurunya. d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokratis ekonomi. Prinsip koperasi menurut Hendrojogi (2000) adalah : a. Keanggotaan yang sukarela dan terbuka. b. Pengawasan demokratis oleh anggota. c. Parrtisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi. d. Otonomi dan kemandirian. e. Pendidikan, pelatihan dan penerangan.

28 14 f. Kerjasama antar koperasi. g. Kepedulian terhadap masyarakat Jenis dan Permodalan Koperasi Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1959 terdapat tujuh jenis koperasi, yaitu Koperasi Desa, Koperasi Pertanian, Koperasi Perternakan, Koperasi Perikanan, Koperasi Kerajinan/Industri, Koperasi Simpan Pinjam, dan Koperasi Konsumsi. Menurut Tohir (1964) dalam Hendrojogi (2000) menyebutkan adanya pengklasifikasian koperasi menurut klasik, yaitu : a. Koperasi pemakaian (koperasi warung, koperasi sehari-hari, koperasi distribusi, warung andil dan sebagainya), tujuan berdirinya koperasi ini adalah barang-barang yang dibutuhkan anggota-anggotanya dan membagi barang-barang tersebut kepada mereka. b. Koperasi penghasil atau koperasi produksi yang bertujuan untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan bersama-sama. c. Koperasi simpan pinjam yang bertujuan untuk memberi kesempatan kepada anggotaanggotanya untuk menyimpan dan meminjam uang. Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi memiliki permodalan yang berasal dari modal sendiri dan modal pinjaman. Adapun perngertian modal sendiri dan modal pinjaman adalah sebagai berikut : a. Modal sendiri adalah modal yang menanggung resiko atau disebut juga modal ekuiti. Modal ini dapat berasal dari :

29 15 1) Simpanan Pokok, yaitu sejumlah uang yang sama jumlah nominalnya yang wajib dibayarkan oleh setiap anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih terdaftar menjadi anggota. 2) Simpanan Wajib, yaitu jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama jumlah nominalnya yang wajib dibayar oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. 3) Dana cadangan, yaitu sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi apabila diperlukan. 4) Hibah atau Modal Donasi, yaitu bantuan materei yang diberikan kepada koperasi yang dimaksud untuk membantu pengembangan usaha koperasi dan bukan sekalikali untuk menambah keuntungan atau memberi keuntungan cuma-cuma, sekalipun tidak dijanjikan untuk dikembalikan kepada pemberi. Tujuan pemberian bantuan tersebut untuk tidak dihabiskan atau utuh, maka penggolongan donasi sebagai bagian dari modal pemilik atau tempat. b. Modal Pinjaman dapat diperoleh dari anggota, koperasi lainnya dan atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat berharga lainnya, dan sumber lain yang sah. Pasal 42 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 menyatakan bahwa permodalan koperasi juga dapat berasal dari modal penyertaan. Modal penyertaan berbentuk investasi dari pihak-pihak di luar negeri, seperti pemerintah, swasta ataupun

30 16 masyarakat. Modal penyertaan ikut meanggung resiko. Pemilik modal ini tidak mempunyai hak suara dan rapat anggota dan dalam menentukan kebijaksanaan koperasi secara keseluruhan, namun pemilik modal penyertaan dapat diikutsertakan dalam mengelola dan pengawasan usaha investarsi yang didukung oleh modalnya tersebut sesuai dengan perjanjian Usaha Simpan Pinjam Koperasi Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, Usaha Simpan Pinjam merupakan suatu kegiatan menghimpun dana untuk permodalan koperasi yang merupakan bagian dari kegiatan usaha koperasi yang bersangkutan. Dana ini kemudian disalurkan melalui kegiatan simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya. Simpanan anggota dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi-koperasi lain dan atau anggotanya kepada koperasi dalam bentuk tabungan, dan simpanan koperasi berjangka, sedangkan pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum (Lembaran Negara

31 17 Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4382) Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut : 1. Semakin meningkatnya kompleksitas usaha dan profil resiko, bank perlu mengidentifikasi permasalahan yang mungkin timbul dari operasional bank. Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi bank Indonesia antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan bank oleh Bank Indonesia. 2. Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kuantitatif dan atau kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional Penelitian Terdahulu Tingkat kesehatan bank serta tingkat keberhasilan bank dalam menjalankan program dan usahanya sangat dipengaruhi oleh kemampuan bank tersebut dalam melakukan pembinaan kredit kepada nasabahnya. Demikian hasil kesimpulan Welia (1994) tentang pembinaan kredit kepada nasabah oleh BPR, serta pengaruhnya terhadap pengembangan usaha kecil dengan studi kasus di salah satu BPR di Sleman, Yogyakarta. Salvador (1994) dalam penelitiannya yang berjudul Perbandingan Analisis Keragaan Finansial PT BPR dengan studi kasus salah satu BPR di Bogor dan di Bekasi memaparkan bahwa tingkat likuiditas suatu bank (BPR) tidak tergantung dari besarnya

32 18 harta dan modal yang dimiliki oleh bank bersangkutan melainkan tergantung dari kemampuan bank tersebut dalam menciptakan laba atau menutupi kerugian operasionalnya. Hal ini terlihat dari hasil penelitiannya, yang menunjukan bahwa BPR yang aset dan modalnya lebih kecil justru lebih likuid dari BPR yang memiliki aset dan modal yang lebih besar. Penelitian Salvador menunjukan bahwa analisis solvabilitas dan rentabilitas ternyata BPR memiliki asset dan modal yang lebih besar memiliki tingkat solvabilitas dan rentabilitas yang lebih tinggi. Hasil analisis yang demikian ditentukan oleh tingkat kemacetan kredit pada BPR yang bersangkutan. BPR yang memiliki aset dan modal lebih kecil, resiko terjadinya kredit macet lebih besar. Kewajiban lancar BPR yang memiliki aset dan modal yang lebih kecil relatif terlalu besar dibandingkan dengan harta lancarnya, sehingga resiko ketidakmampuan BPR membayar kewajiban lancar lainnya lebih besar dan tingkat pengaruh kerugian terhadap penurunan harta juga lebih besar. Admiral (1998) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kinerja Keuangan dan Efektifitas Pengelolaan Kredit pada BPR Gebu Minang memaparkan bahwa besarnya dana yang berasil dihimpun dan disalurkan dalam kredit kepada masyarakat, tidak selalu berarti memperoleh laba yang lebih besar pula. Kondisi finansial dua BPR yang diteliti, jika dilihat dari kinerja keuangannya, dipengaruhi oleh tingkat mobilisasi dana, kemampuan permodalan, sistem penyaluran kredit, kemampuan menganalisa kelayakan kredit dan karakteristik nasabah, biaya operasional, pemeliharaan aset produktif dan sebagainya. Efektifitas pengelolaan kredit berdasarkan tanggapan nasabah pada BPR Rangkiang Nagari adalah relatif lebih efektif daripada BPR Carno Nagari. Keefektifan ini diartikan sebagai kemudahan atau kelancaran bank dalam mengelola dan menyalurkan

33 19 kredit kepada nasabahnya menurut penilaian atau tanggapan nasabah itu sendiri. Bila melihat kepada penilaian bank, maka BPR Carno Nagari relatif lebih efektif dari BPR Rangkiang Nagari. Keefektifan ini didasarkan pada besarnya pinjaman nasabah, rendahnya jumlah tunggakan, luasnya golongan sasaran dan jangkauan pelayanan. Menurut Susilowati (2002) dalam penelitiannya yang berjudul Kajian Pelaksanaan Kemitraan Koperasi dengan Perbankan bahwa esensi dari kemitraan dapat tercapai bila kedua belah pihak saling mengisi dan menjaga kesinergian usaha. Kemitraan yang dilakukan oleh Bank Bukopin dengan Primkopti Handayani Salatiga menunjukan hasil yang positif dengan adanya kerjasama Swamitra. Keberhasilan kemitraan ini terlihat dari kondisi keragaan koperasi yang membaik seperti Sisa Hasil Usaha (SHU) maupun penghimpunan modal anggota. Namun perlu dicermati bahwa dalam Swamitra ini peran dan kontribusi koperasi dalam kemitraan harus ditingkatkan, khususnya dalam hal permodalan untuk memaksimalkan profit sharing yang akan diterima. Kusafarida (2003) dalam penelitiannya tentang perbandingan analisis kinerja keuangan dan efektifitas penyaluran kredit pada dua BPR di wilayah yang berbeda memberikan kesimpulan bahwa hasil kinerja BPR Bali Dayaupaya Mandiri memiliki kinerja yang relatif labil, hal ini dikarenakan kondisi perekonomian dalam negeri di tahun yang mengalami krisis membuat BPR dengan sistem konvensional ini membatasi penyaluran kredit karena tingkat pengembalian yang kurang kondusif, sehingga menyebabkan tingkat likuiditas dan solvabilitas yang tinggi namun memiliki tingkat rentabilitas yang rendah. Namun di tahun berikutnya yaitu tahun , BPR konvensional ini mampu menstabilkan tingkat likuiditas dan solvabilitasnya yang diikuti oleh peningkatan rentabilitasnya. Tingkat likuiditas tahun 2002 pada BPR Bali

34 20 Dayaupaya Mandiri relatif rendah, namun tidak disertai dengan peningkatan rentabilitas. Hal ini dikarenakan tingkat kolektibilitas non lancarnya (NPL) meningkat. BPRS Amanah, jika dilihat berdasarkan analisis likuiditas, rentabilitas maupun solvabilitas menunjukan kinerja yang relatif stabil. BPR sistem syariah ini dengan begitu memiliki kemampuan yang lebih besar dalam mempertahankan kinerja keuangannya atau dengan kata lain BPR ini dapat mempertahankan tingkat kesehatannya.

35 21 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Analisis Kinerja Keuangan Suatu pengukuran tingkat kesehatan Usaha Simpan Pinjam (USP) dalam kemampuan kerja dan produktifitasnya adalah dengan menilai tingkat kinerja atau keragaan dari lembaga yang bersangkutan. Menilai tingkat kesehatan tersebut dapat dilakukan dari berbagai segi yang diantaranya adalah dengan melakukan Analisis Rasio Likuiditas, Analisis Rasio Rentabilitas, dan Analisis Rasio Solvabilitas Analisis Rasio Likuiditas Analisis rasio likuiditas adalah analisis yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo. Beberapa rasio likuiditas yang sering dipergunakan dalam menilai kinerja bank antara lain adalah sebagai berikut : a. Cash Ratio (CR) Cash Ratio adalah rasio antara alat likuid (liquid assets) terhadap dana pihak ketiga yang dihimpun bank dan kewajiban (short term borrowing) yang harus segera dibayar. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kewajiban-kewajiban yang segera harus dibayar dengan alat-alat liquid yang dimilikinya. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan likuiditas bank. Cash Ratio minimum suatu bank adalah dua persen.

36 22 b. Quick Ratio (QR) Quick ratio atau lebih disebut juga acid test ratio adalah perbandingan antara asset jangka pendek (cash asset) dengan jumlah simpanan pihak ketiga. Rasio ini menunjukkan kemampuan bank untuk membayar kembali simpanan para nasabahnya dengan asset yang paling likuid yang dimiliki oleh bank. Semakin tinggi rasio ini maka semakin tinggi pula tingkat likuiditasnya. c. Loan to Deposit Ratio (LDR) LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Loan to Deposit Ratio menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio LDR, semakin rendah kemampuan likuiditas bank. Batas aman LDR suatu bank adalah 80 persen, namun batas toleransi 80 persen hingga 110 persen. d. Loan to Aset Ratio (LAR) LAR adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang menunjukan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank. Rasio LAR ini dengan kata lain merupakan perbandingan seberapa besar kredit yang diberikan bank dibandingkan dengan besarnya total asset yang dimiliki bank Analisis Rasio Rentabilitas Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Perhitungan rasio-rasio rentabilitas ini biasanya dicari hubungan timbal balik antar pos

37 23 yang terdapat pada laporan laba rugi bank dengan pos-pos pada neraca bank guna memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur tingkat efisiensi dan profitabilitas bank bersangkutan. Analisis rasio rentabilitas antara lain : a. Return on Asset (ROA) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. b. Return on Equity (ROE) ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri. Rasio ini berguna untuk mengukur kemampuan manajemen di dalam pengelolaan modal yang tersedia dengan tujuan mendapatkan pendapatan bersih. Rasio ROE merupakan indikator yang penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba. c. Income to Cost Operating Ratio (ICR) ICR adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola kekayaannya untuk memperoleh keuntungan khususnya kemampuan bank dalam mendapatkan pendapatan operasional. d. Net Profit Margin (NPM) NPM adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan (laba) yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya Analisis Rasio Solvabilitas Analisis rasio solvabilitas adalah analisis yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan bank

38 24 untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jika terjadi likuidasi bank. Rasio ini juga digunakan untuk mengetahui perbandingan antara jumlah dana yang diperoleh dari berbagai utang (jangka pendek dan jangka panjang) serta sumber-sumber lain diluar modal bank sendiri dengan jumlah penanaman dana tersebut pada berbagai jenis aktiva yang dimiliki bank. Analisis rasio solvabilitas diantaranya : a. Capital Adequacy Ratio (CAR) CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank. Ketentuan Bank Indonesia, suatu bank diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar delapan persen. b. Primary Ratio Primary Ratio yaitu perbandingan antara modal sendiri (equity capital) dengan jumlah aktiva (total asset). Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan suatu bank dalam menutup penurunan assetnya akibat berbagai kerugian yang dapat dihindarkan. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan permodalan bank yang bersangkutan. c. Capital Ratio Capital Ratio adalah perbandingan antara modal sendiri dengan jumlah kredit yang diberikan oleh bank. Rasio ini mengukur kemampuan permodalan bank dalam menunjang perkreditan terutama kemungkinan resiko yang terjadi karena tidak dikembalikannya kredit tersebut serta gagalnya penarikan bunga. Semakin tinggi

39 25 rasio ini maka semakin tinggi pula kemampuan permodalan untuk menutupi kemungkinan kegagalan dalam proses pemberian kredit Kerangka Pemikiran Operasional Usaha kecil memiliki peranan yang sangat penting sebagai perintis pembangunan ekonomi rakyat. Seiring dengan perkembangan jaman yang dinamis, usaha kecil sering kali terhimpit permasalahan yang sangat signifikan. Permasalahan ini lebih sering terkait dengan proses manajerial yang kurang tepat, sehingga mengakibatkan etos kerja oraganisasi terpuruk, sehingga kondisi ini akan berpengaruh terhadap kinerja dan kesehatan oraganisasi secara keseluruhan. Swamitra sebagai suatu usaha yang dibentuk melalui kerjasama dengan koperasi, tunduk pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1995 tentang usaha simpan pinjam, yang dalam pelaksanaan kegiatan usahanya melakukan penghimpunan dan penyaluran dana melalui kegiatan simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, serta koperasi lain dan atau anggotanya. Penelitian ini akan membahas hanya dua USP Swamitra yaitu Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat dimana kedua USP Swamitra tersebut merupakan dua USP yang lebih lama berdiri dibandingkan USP Swamitra lainnya di Bogor, dan kedua USP tersebut memiliki segmentasi yang berbeda. USP Swamitra Cileungsi berdiri pada tahun 1998 dengan anggota mayoritas para pedagang pasar, sedangkan USP Swamitra Kilat berdiri tahun 2005 dengan anggota para kontraktor listrik. Berdasarkan kondisi tersebut, peneliti akan mengidentifikasi kinerja keuangan pada masing-masing Swamitra dengan menggunakan analisis rasio keuangan antara lain,

40 26 analisis likuiditas, analisis rentabilitas dan analisis solvabilitas, selain itu penelitian ini juga menidentifikasi tingkat kesehatan pada kedua USP Swmitra tersebut. Tingkat kesehatan kedua USP Swamitra ini dianalisis dengan menggunakan metode CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning, and Liquidity). Selain itu, peneliti juga mengidentifikasi adanya konsistensi antara analisis rasio keuangan dengan analisis tingkat kesehatan pada kedua USP Swamitra tersebut. Analisis yang digunakan pada penelitian ini pada prinsipnya sama dan saling keterkaitan, tetapi yang membedakan adalah pada analisis tingkat kesehatan, penelitian ini harus mengidentifikasi dari sisi manajemen. Secara sederhana, berdasarkan kerangka pemikiran dapat digambarkan alur pemikiran konseptual penelitian ini pada Gambar 2.

41 27 USAHA SIMPAN PINJAM Swamitra Cileungsi Swamitra Kilat Perkembangan Kegiatan Usaha Analisis Kinerja Keuangan Analisis Likuiditas Analisis Rentabilitas Analisis Solvabilitas Analisis Tingkat Kesehatan Capital Asset Management Earning Liquidity Melihat Konsistensi Antara Analisis Rasio Keuangan dengan Analisis Tingkat Kesehatan Usaha Simpan Pinjam Gambar 2. Kerangka Pemikiran

42 28 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2007 sampai dengan Agustus 2007 di Bank Bukopin Cabang Bogor, USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat, yang ketiganya berlokasi di Bogor. Penelitian ini membahas hanya dua USP Swamitra yaitu Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat dimana kedua USP Swamitra tersebut merupakan dua USP yang lebih lama berdiri dibandingkan USP Swamitra lainnya di Bogor, dan kedua USP tersebut memiliki segmentasi yang berbeda. USP Swamitra Cileungsi berdiri pada tahun 1998 dengan anggota mayoritas para pedagang pasar, sedangkan USP Swamitra Kilat berdiri tahun 2005 dengan anggota para kontraktor listrik. Penelitian ini disertai dengan pengumpulan literatur dan wawancara dengan karyawan Bank Bukopin dan karyawan kedua Swamitra tersebut Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan kualitatif yang berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari pengamatan dan hasil wawancara dengan pihak-pihak yang berkepentingan dalam Swamitra, khususnya yang terkait dengan operasional dan bisnis Swamitra yaitu AO Mikro Swamitra pada pihak Bank Bukopin. Wawancara terarah pada pihak Swamitra dilakukan pada kedua Swamitra yaitu terhadap manajer operasional, manajer komersial dan pengurus koperasi bidang Swamitra. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan, literatur, serta laporan-laporan penelitian

43 29 pustaka dilakukan di perpustakaan dan dengan pencarian data melalui situs-situs Biro Pusat Statistik, Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Metode Analisis Data Metode analisis data yang dilakukan adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif keuangan dianalisis dengan analisis likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas. Analisis kualitatif mencakup pembahasan mengenai konsistensi hasil analisis kinerja keuangan dengan analisis tingkat kesehatan, dimana kedua analisis yang digunakan ini pada prinsipnya sama dan saling keterkaitan, tetapi yang membedakan adalah pada analisis tingkat kesehatan, penelitian ini harus mengidentifikasi dari sisi manajemen Metode Analisis Kinerja Keuangan Data yang diperlukan untuk mendapatkan nilai likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas dapat diperoleh dari laporan neraca dan rugi/laba tahunan dan bulanan bank. Adapun teknik perhitungan untuk mendapatkan nilai rasio-rasio tersebut adalah sebagai berikut : a. Analisis Likuiditas 1. Cash Ratio Asset Jangka Pendek CR = x 100 % Kewajiban Segera Dibayar 2. Quick Ratio Asset Jangka Pendek QR = x 100 % Jumlah Simpanan

44 30 3. Loan to Deposit Ratio Jumlah Kredit LDR = x 100 % Jumlah Dana Yang Diterima 4. Loan to Asset Ratio Jumlah Kredit LAR = x 100 % Jumlah Asset b. Analisis Rentabilitas 5. Return on Asset Laba Bersih ROA = x 100 % Jumlah Asset 6. Return on Equity Laba Bersih ROE = x 100 % Modal Sendiri 7. Income to Cost Operating Ratio Biaya Operasional ICR = x 100 % Pendapatan Operasional 8. Net Profit Margin Ratio Laba Bersih NPM= x 100 % Pendapatan Operasional

45 31 c. Analisis Solvabilitas 9. Capital Adequacy Ratio Jumlah Modal CAR = x 100 % Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) 10. Primary Ratio Modal Sendiri PR = x 100 % Jumlah Asset 11. Capital Ratio Modal Sendiri CR = x 100 % Jumlah Kredit Penilaian Kesehatan Usaha Simpan Pinjam Penilaian melalui pendekatan kualitatif sebagaimana yang dimaksud dalam Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor 194/KEP/M/IX/1998 ayat 1 yaitu dilakukan dengan menilai aspek permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas, dan likuiditas. Penilaian kesehatan meliputi lima aspek yang berhubungan dengan kinerja organisasi koperasi yang bersangkutan, yaitu menggunakan metode CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning, and Liquidity). Penilaian terhadap aspek-aspek ini menggunakan sistem nilai kredit yang dinyatakan dalam angka dengan nilai kredit 0 sampai 100. Penilaian dari sisi manajemen didapat dari hasil wawancara yang disertai dengan beberapa pertanyaan. Bobot penilaian terhadap aspek dan komponen tersebut, serta cara memperoleh nilai CAMEL dapat dilihat pada Lampiran 1.

46 32 Berdasarkan hasil perhitungan penilaian terhadap 5 komponen sebagaimana dimaksud pada angka 5 diperoleh skor secara keseluruhan. Skor dimaksud dipergunakan untuk menetapkan predikat tingkat kesehatan USP yang dibagi dalam 4 (empat) golongan predikat atau sehat. cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat. Adapun penetapan predikat tingkat kesehatan USP tersebut adalah sebagai berikut : SKOR PREDIKAT SEHAT 66 - < 81 CUKUP SEHAT 51 - < 66 KURANG SEHAT 0 - <51 TIDAK SEHAT

47 33 BAB V GAMBARAN UMUM USAHA SIMPAN PINJAM 5.1 Gambaran Umum USP Swamitra Cileungsi Latar Belakang Pendirian USP Swamitra Cileungsi terbentuknya berawal dari minimnya pengetahuan Koperasi Pasar (Koppas) Cileungsi mengenai manajemen koperasi terutama cara yang benar dalam mengelola usaha kredit simpan pinjam serta kurangnya permodalan dalam memenuhi kebutuhan para anggota dalam pendanaan pinjaman yang mulai meningkat. Usaha Simpan Pinjam (USP) yang dijalankan Koppas Cileungsi tidak mampu melayani semua anggota maupun calon anggotanya karena keterbatasan dana dan pengetahuan mengenai pengelolaan simpan pinjam yang benar dan terarah, sedangkan potensi untuk mengembangkan USP sangat besar sekali. Koppas Cileungsi mengajukan proposal permohonan kepada Bank Bukopin dalam rangka kerjasama pelaksanaan kemitraan antara Koperasi dan Bank Bukopin mengenai pengelolaan usaha simpan pinjam, melalui rekomendasi dari Kantor Wilayah Departemen Koperasi maka pada tanggal 10 Agustus Berdasarkan analisa kelayakan yang dilakukan oleh Bank Bukopin terhadap kegiatan usaha Koppas Cileungsi dalam pengajuannya untuk bergabung dalam wadah kelembagaan Swamitra, akhirnya pada tanggal 9 September 1998 disepakati perjanjian kerjasama antara Bank Bukopin dengan Koppas Cileungsi mengenai pengelolaan Usaha Simpan Pinjam. Usaha Simpan Pinjam (USP) Swamitra Cileungsi dalam mengelola transaksi keuangannya dijalankan oleh manajemen Bank Bukopin melalui jaringan teknologi

48 34 modern sehingga secara periodik Bank Bukopin akan menyampaikan laporan keungan kepada Koppas Cileungsi atas pengelolaan usaha Swamitranya. USP Swamitra Cileungsi berlokasi di Pasar Cileungsi Ruko Blok C-10 No.5 Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor, dengan jumlah karyawan sebanyak lima orang Struktur dan Organisasi USP Swamitra Cileungsi MOU BANK BUKOPIN PENGURUS KOPERASI INTERNAL KONTROL MANAGER SWAMITRA BAGIAN OPERASI KOORDINATOR ADMINISTRASI PINJAMAN TELLER PEMBINA PEMBINA PEMBINA PINJAMAN KOLEKTOR PINJAMAN Gambar 3. Struktur Organisasi USP SWAMITRA KOPPAS Cileungsi Sumber : PT. Bank Bukopin, Tbk, Organisasi USP Swamitra Cileungsi terkait dengan Bank Bukopin dan dalam MOU pendirian USP, Bank Bukopin bekerjasama dengan pengurus koperasi yang diawasi oleh internal control. USP Swamitra Cileungsi ini dipimpin oleh Manajer

49 35 Swamitra lalu membawahi bagian operasi dan koordinator, untuk lebih jelasnya adapun struktur organisasi USP Swamitra Cileungsi tergambarkan pada Gambar Sejarah dan Perkembangan Koperasi KILAT a. Sejarah Singkat Koperasi KILAT Koperasi Warga Instalasi Listrik atau yang lebih dikenal Koperasi KILAT berdiri pada tahun 1990, tepatnya 4 Januari Koperasi ini sesuai dengan namanya, yang selalu berusaha memenuhi permintaan anggotanya secara kilat dan perkembangan usahanya pun tumbuh secara kilat. Berdasarkan permintaan PLN Distribusi Jabar agar instalatir di Wilayah kerja PLN Cabang Bogor untuk mendirikan Lembaga koperasi yang bertujuan untuk menunjang upaya peningkatan usaha dan kesejahteraan bagi pengusaha dan karyawan Kontraktor listrik di Wilayah Kerja Cabang Bogor yang tergabung dalam Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia (AKLI). Nama Koperasi Warga Asosiasi Kontraktor Listrik Kotamadya Bogor KILAT akhirnya terbentuk, dengan memperoleh pengesahan dari Kantor Departemen Perkoperasian Propinsi Jawa Barat Pada tanggal 17 Februari 1990 dengan Nomor Badan Hukum 9218/BH/KWK.10/22 yang pada saat itu anggotanya sebanyak 63 orang, sedangkan simpanan anggota modal awal Rp ,00. Kegiatan usaha yang dikelola pada saat itu, pada awalnya hanya meliputi pengadaan alat-alat listrik untuk Instalasi Rumah (IR) sistem paket kantong yang diberi kepercayaan dari PLN Cabang Bogor. Kantor yang pertama untuk memulai kegiatan usaha di Jl. Sawojajar No. 3A dengan sistem kontrak. Tahun 1992 Koperasi KILAT membeli gedung di jalan Merdeka Nomor 139 Bogor. Perkembangan usaha sudah

50 36 semakin meningkat secara kilat sesuai yang diharapkan, maka pada tahun 1995 Koperasi KILAT membeli gedung yang ke dua di jalan Merdeka Nomor 116 Bogor. b. Perkembangan Keanggotaan Koperasi KILAT pada awal berdirinya mengalami penambahan jumlah anggota dari 87 orang (1992) menjadi 115 orang (2006) yang terdiri dari instalatur atau disebut juga dengan Biro Teknik. Dari ke 115 orang biro teknik berasal dari 45 perusahaan instalasi listrik berbentuk CV maupun PT. Anggota yang gugur sebanyak sepuluh orang pada tahun 2006, tetapi juga ada anggota baru sebanyak tujuh orang. Status keanggotaan Koperasi KILAT terbagi menjadi tiga yaitu calon anggota, anggota penuh dan anggota luar biasa. Calon anggota adalah mereka yang permohonannya untuk menjadi anggota telah disetujui oleh pengurus tetapi belum memenuhi kewajibannya (simpanan pokok dan simpanan wajib). Anggota penuh adalah anggota yang dikukuhkan keanggotaannya dalam Rapat Anggota telah memenuhi kewajibannya dan telah didaftarkan dalam buku daftar anggota. Ketentuan bagi penerimaan anggota penuh koperasi yaitu: a). Mempunyai kemampuan penuh untuk melakukan tindakan hukum (dewasa, tidak dalam perwalian, sehat jasmani dan rohani). b). Bermata pencaharian sebagai berikut : 1) Kontraktor listrik anggota AKLI DPC Bogor yang lama, yang tercantum dalam SBUJK Elektrikal dan Mekanikal dan SPPJT di wilayah kerja PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten APJ Bogor dan Staff yang ditunjuk perusahaan (maksimal keanggotaan dari perusahaan tiga orang).

51 37 2) Untuk perusahaan anggota AKLI DPC Bogor yang baru, yang tercantum dalam SBUJK Elektrikal dan Mekanikal dan SPPJT di wilayah kerja PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten APJ Bogor. 3) Telah melunasi Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib. c. Organisasi dan Manajemen Koperasi KILAT merupakan bagian dari masyarakat listrik Indonesia dan secara bersama-sama dengan Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia (AKLI) ikut berperan serta dalam pembangunan kelistrikan nasional, sehingga KILAT yang memiliki badan hukum koperasi dengan tujuan utama untuk peningkatan usaha dan kesejahteraan anggotanya menyelenggarakan usaha-usaha sebagai berikut: 1. Pembelian, penjualan, penyewaan alat-alat kerja instalatir listrik untuk kepentingan anggota dan masyarakat. 2. Penyediaan barang-barang cetakan untuk keperluan anggota dan masyarakat. 3. Unit usaha jasa perbengkelan untuk kepentingan anggota dan masyarakat. 4. Unit Usaha Simpan Pinjam (USP) berdasarkan Pengesahan Sekjen Dep. Koperasi dan PPK RI tanggal 10 Juli 1997, kemudian di tahun 2005 USP Koperasi KILAT bekerja sama dengan Bank Bukopin dalam memodernisasi usaha simpan pinjamnya dengan nama Swamitra KILAT. Pendirian usaha ini pada awalnya, pengurus Koperasi KILAT telah mengalami tiga kali penggantian kepengurusan koperasi karena masa jabatan bagi pengurus koperasi adalah tiga tahun, dapat dipilih kembali berdasarkan keputusan Rapat Anggota selama dua periode berturut-turut. Hal ini dilakukan agar dapat mempermudah kelancaran unit usahanya, maka pengurus dapat mengangkat pengelola beradasrkan keputusan rapat

52 38 pleno pengurus dan pengawas. Tugas, wewenang dan tanggung jawab pengelola serta pedoman pelaksanaannya ditetapkan oleh pengurus di dalam perjanjian kerja. Badan Pengawas yang diangkat dari anggota koperasi, bertugas mengawasi pelaksanaan tugas pengurus dan pengelola tentang kebenaran administrasi, organisasi usaha dan keuangan. Anggota koperasi berhak mendapatkan penjelasan dari pengurus dan pengelola, apabila anggota pengawas menemukan sesuatu yang meragukan. Struktur organisasi Koperasi KILAT terlihat pada Gambar 4. RAPAT ANGGOTA PENGURUS DEWAN PENGAWAS MANAJER UMUM USP Swamitra KILAT Usaha Pengadaan Barang Usaha Jasa Perbaikan A N G G O T A Gambar 4. Struktur Organisasi Koperasi KILAT Prinsip-prinsip manajemen modern nampak telah diusahakan untuk diterapkan dengan sebaik-baiknya, yaitu ditandai dengan: 1) Pengadaan pembagian kerja dengan mengembangkan unit usaha dan penugasan personil dengan kontrak, tugas, tujuan dan kegiatan yang jelas, 2) Pengelolaan yang diusahakan dengan prinsip Good Corporate Governance yaitu Tranparansi, Akuntabilitas, Keadilan,

53 39 Jaringan kerja sama dan kemitraan dengan pihak terkait dengan sebaik-baiknya dikembangkan, baik dengan lembaga perbankan seperti Bank Bukopin, Bank BRI, Bank Mandiri dan Bank BCA, serta kemitraan dengan Koperasi Sekunder Jawa Barat, CV Harapan Jaya, CV Duta Kencana, dan PT WECO. Hal itu dilakukan guna tercapainya prestasi dan penghargaan, yang merupakan nilai tambah usaha, antara lain sebagai berikut: Juara I Gerakan Tabungan Koperasi Tingkat Kodya Bogor Tahun Juara II Jenis Koperasi Lain-lain Tingkat Kodya Bogor Tahun1993. Juara III Jenis Koperasi Lain-lain Tingkat Kodya Bogor Tahun Juara I Koperasi Aneka Usaha Tingkat Jawa Barat Tahun Juara II Koperasi Aneka Usaha Tingkat Nasional Tahun 1996.

54 40 BAB VI KONDISI DAN PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA 6.1 Perkembangan Dana Masyarakat Salah satu fungsi dari koperasi adalah menghimpun dana anggota, baik dalam bentuk simpanan maupun dalam simpanan berjangka. Sumber dana Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat adalah berasal dari dana simpanan anggota maupun dari simpanan berjangka anggota. Adapun perkembangan dari sumber dana tersebut adalah sebagai berikut: 1. Simpanan Dana anggota yang berupa simpanan mempunyai peran yang cukup besar bagi keseluruhan dana yang diperoleh oleh kedua Swamitra tersebut. Pada triwulan pertama, USP Swamitra Cileungsi dapat menghimpun dana simpanan sebesar Rp ,69 dan pada triwulan berikutnya mengalami peningkatan mencapai 29,12 persen, hal itu disebabkan banyaknya penabung baru yang mulai memberikan kepercayaan terhadap lembaga USP. Perkembangan simpanan dari bulan Juni ke bulan September dan dari bulan September ke bulan Desember tidak mengalami peningkatan yang besar, yaitu sebesar 6,87 persen dan 6,31 persen. Peningkatan simpanan di USP pada saat itu dari sebagian anggota yang meningkatkan simpanannya dari hasil pendapatan Hari Raya Idul Fitri tahun Peningkatan yang tidak begitu besar dikarenakan hasil pendapatan Hari Raya Idul Fitri tahun 2005 tersebut digunakan anggota untuk pulang kampung. Perjalanan USP Swamitra Cileungsi memasuki tahun 2006 masih belum menunjukan hasil yang optimal. Simpanan pada bulan Maret 2006 mengalami penurunan

55 41 sebesar 15,76 persen, bahkan pada akhir tahun 2006 simpanan USP Swamitra mengalami penurunan hingga 21,33 persen yaitu berada pada posisi Rp ,98. Hal ini disebabkan banyak nasabah yang mencairkan dananya untuk keperluan belanja dagangan dan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari para pedagang. Maret tahun 2007, simpanan menunjukan adanya peningkatan sebesar 13,37 persen yaitu Rp ,87. Hal ini disebabkan ada beberapa anggota yang membayar bunga angsuran tepat pada waktunya. Perkembangan jumlah simpanan dan persentase kenaikannya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Jumlah Simpanan pada USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Swamitra Cileungsi Swamitra Kilat Tahun Bulan Jumlah (Rp) Pertumbuhan (%) Jumlah (Rp) Pertumbuhan (%) 2005 Maret ,69 Juni ,61 29, ,91 September ,41 6, ,76 322,85 Desember ,35 6, ,67 (50,92) 2006 Maret ,68 (15,76) ,13 33,37 Juni ,82 61, , September ,00 (1,93) ,23 (17,82) Desember ,98 (21,33) ,73 30, Maret ,87 13, ,59 (34,31) Juni ,08 22, ,61 74,80 Sumber : Laporan Triwulanan USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat ( ) USP Swamitra Kilat yang baru berdiri seperti telah diketahui bahwa pada bulan April 2005, pertumbuhan simpanan dari bulan Juni 2005 ke bulan September 2005, cukup baik hingga mencapai Rp ,76 pada bulan September Hal ini disebabkan oleh partisipasi para pengurus dan anggota yang berasal dari 45 perusahaan instalasi listrik untuk menyimpan dananya di USP Swamitra Kilat ini. Semangat para pengurus tidak menurun dan semangat anggota pun tidak menurun, untuk meningkatkan

56 42 dana simpanan pada bulan-bulan berikutnya, walaupun pada akhir tahun 2005 simpanan mengalami penurunan hingga 50,92 persen. Pertumbuhan dana simpanan tidak mengalami peningkatan yang cukup tajam pada bulan Maret 2006 dan Juni 2006 yaitu hanya mengalami peningkatan sebesar 33,37 persen dan 34,28 persen. Dana simpanan pada bulan September 2006 mengalami penurunan sebesar 17,82 persen yaitu mencapai posisi Rp ,23. Hal ini disebabkan para anggota mencairkan dananya untuk keperluan memasuki bulan Ramadhan tahun Dana simpanan di USP Swamitra Kilat sebesar Rp ,73 diperoleh pada akhir tahun Nominal ini cukup baik untuk posisi akhir tahun, walaupun memasuki bulan Maret 2007 dana simpanan kembali mengalami penurunan hingga 34,31 persen. 2. Simpanan Berjangka Perkembangan dana simpanan berjangka pada kedua USP Swamitra mengalami pasang surut. Penurunan dana simpanan berjangka pada USP Swamitra Cileungsi terjadi di bulan Juni 2005, September 2006, dan Maret 2007, sedangkan pada USP Swamitra Kilat penurunan dana simpanan berjangka terjadi pada bulan September 2005 dan penurunan yang cukup tinggi terjadi pada bulan Juni Dana simpanan berjangka pada USP Swamitra Cileungsi pada bulan Maret 2005 sebesar Rp ,00 dan sempat mengalami penurunan sebesar 2,03 persen di bulan Juni Hal ini disebabkan beberapa anggota mencairkan dananya untuk menambah modal usahanya. Dana simpanan berjangka mengalami peningkatan pada bulan-bulan berikutnya hingga mencapai Rp ,00 pada akhir tahun 2005.

57 43 Dana simpanan berjangka memasuki tahun 2006 mengalami peningkatan yang cukup baik yaitu Rp ,00 pada bulan Maret 2006 dan pada bulan Juni 2006 sebesar Rp ,00. Hal ini terjadi karena adanya anggota baru yang tertarik dengan bunga yang lebih besar yang diberikan USP Swamitra Cileungsi dibandingkan bank lain dan semakin tinggi rasa percaya para anggota baru mengenai keberadaan USP Swamitra Cileungsi di lingkungan setempat. Tabel 3. Perkembangan Jumlah Simpanan Berjangka pada USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Swamitra Cileungsi Swamitra Kilat Tahun Bulan Jumlah (Rp) Pertumbuhan (%) Jumlah (Rp) Pertumbuhan (%) 2005 Maret ,00 Juni ,00 (2,03) ,00 September ,00 16, ,00 (14,29) Desember ,00 1, ,00 14, Maret ,00 117, ,00 297,50 Juni ,00 31, ,00 (44,03) September ,00 (16,75) ,00 100,45 Desember ,00 0, ,00 57, Maret ,00 (0,73) ,00 45,02 Juni ,00 (9,21) ,00 (31,24) Sumber : Laporan Triwulanan USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat ( ) Simpanan berjangka yang diperoleh USP Swamitra Kilat pada bulan Juni 2005 adalah Rp ,00. Tiga bulan ke depan turun sebesar 14,29 persen karena beberapa anggota mencairkan dananya untuk kebutuhan menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun 2005, namun di akhir tahun 2005 terjadi peningkatan sebesar 14,94 persen dan pada bulan Maret 2006 terjadi peningkatan yang cukup baik, hingga mencapai Rp ,00. Akhir tahun 2006 dana simpanan berjangka yang di himpun USP Swamitra Kilat bisa mencapai Rp ,00. Angka ini cukup menggembirakan untuk posisi akhir tahun, walaupun memasuki triwulan berikutnya peningkatan simpanan

58 44 berjangka tidak begitu besar, tapi nilainya bisa mencapai Rp ,00 hal itu berarti telah melewati target yang diharapkan Pinjaman Yang Diberikan (PYD) Perkembangan pinjaman yang diberikan USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat di sepanjang tahun 2005 mengalami peningkatan, bahkan sampai akhir tahun 2005 pada USP Swamitra Cileungsi adalah Rp ,00, sedangkan pada USP Swamitra Kilat adalah sebesar Rp ,00. Hal ini dikarenakan jumlah debitur belum begitu banyak dan jumlah dana yang dihimpun kedua USP Swamitra tersebut belum banyak. Pinjaman yang diberikan USP Swamitra Cileungsi dari bulan ke bulan pada tahun 2006 mengalami penurunan walaupun jumlah debitur mengalami penambahan. Hingga bulan Maret 2007 perkembangan pinjaman masih mengalami penurunan sebesar 5,08 persen. Penurunan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Penurunan pinjaman ini dikarenakan ada beberapa debitur dengan yang melunasi pinjamannya. USP Swamitra Kilat perkembangan pinjaman pada tahun 2005 mengalami peningkatan dari bulan ke bulan bahkan bisa mencapai 50,16 persen. Hal ini ditunjukan perkembangan dari bulan Juni 2005 ke bulan September Pertengahan tahun 2006 pinjaman yang diberikan meningkat cukup besar hingga mencapai Rp ,00. Hal ini dikarenakan ada beberapa debitur baru memerlukan untuk penambahan modal bagi usahanya, dimana di tahun 2005 debitur didominasi oleh para anggota koperasi.

59 45 Tabel 4. Perkembangan Pinjaman Yang Diberikan pada USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Swamitra Cileungsi Swamitra Kilat Tahun Bulan Jumlah (Rp) Pertumbuhan (%) Jumlah (Rp) Pertumbuhan (%) 2005 Maret ,00 Juni ,00 14, ,00 September ,00 29, ,00 50,16 Desember ,00 (2,23) ,00 15, Maret ,00 3, ,00 41,80 Juni ,00 46, ,00 75,88 September ,00 (4,33) ,00 (17,96) Desember ,00 (12,19) ,91 (62,35) 2007 Maret ,00 (5,08) ,18 26,67 Juni ,00 0, ,60 18,67 Sumber : Laporan Triwulanan USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat ( ). Akhir tahun 2006 jumlah pinjaman menurun hingga 62,35 persen. Hal ini dikarenakan ada beberapa dengan plafond besar telah melunasi pinjaman atau telah jatuh tempo, tetapi memasuki tahun 2007 jumlah pinjaman mengalami peningkatan hingga mencapai Rp ,18 dan pada bulan Juni 2007 meningkat lagi, menjadi Rp ,60. Tabel 4 dapat dilihat data perkembangan jumlah pinjaman yang diberikan oleh kedua USP Swamitra tersebut Neraca dan Sisa Hasil Usaha (SHU) Perkembangan Asset Total asset pada USP Swamitra Cileungsi per akhir Desember 2005 berjumlah Rp ,78, yakni menurun 2,95 persen dari bulan sebelumnya. Total asset per akhir Desember 2006 berjumlah Rp ,73 juga mengalami penurunan dari bulan sebelumnya, yakni mencapai 14,16 persen. Hal ini karena jumlah dana yang berhasil dihimpun USP Swamitra Cileungsi pada akhir tahun tersebut mengalami penurunan

60 46 sehingga jumlah kredit yang disalurkan pun berkurang dan dapat mempengaruhi jumlah asset. Tabel 5. Perkembangan Jumlah Asset pada USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Swamitra Cileungsi Swamitra Kilat Tahun Bulan Jumlah (Rp) Pertumbuhan (%) Jumlah (Rp) Pertumbuhan (%) 2005 Maret ,64 Juni ,03 15, ,00 September ,59 27, ,00 41,43 Desember ,78 (2,95) ,00 8, Maret ,67 6, ,00 54,85 Juni ,15 42, ,12 59,04 September ,72 (4,14) ,86 (4,54) Desember ,73 (14,16) ,35 34, Maret ,11 (1,75) ,60 4,41 Juni ,05 (1,10) ,89 (21,61) Sumber : Laporan Triwulanan USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat ( ) Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa, jika dibandingkan USP Swamitra Cileungsi, fluktuasi total asset pada USP Swamitra Kilat relatif stabil. Jumlah asset dari bulan ke bulan cenderung meningkat, baik di tahun 2005 maupun 2006 dan Peningkatan terbesar terjadi pada bulan Maret 2007, yaitu sebesar Rp ,12 atau meningkat 59,04 persen dari bulan sebelumnya akibat meningkatnya sumber dana dan besarnya permintaan kredit. Bulan September 2006 total asset USP Swamitra Kilat berjumlah Rp ,86, yakni menurun 4,54 persen dari bulan sebelumnya. Hal ini disebabkan jumlah kredit yang disalurkan berkurang dan mempengaruhi jumlah asset pada bulan tersebut Sisa Hasil Usaha (SHU) 1. Pendapatan Operasional Jumlah pendapatan operasional pada bulan Maret 2005 adalah sebesar Rp ,93 dan triwulan berikutnya pendapatan operasional meningkat pesat hingga

61 47 mencapai 183,5 persen. Perkembangan pendapatan operasional terus meningkat pada triwulan berikutnya, walaupun peningkatannya tidak begitu besar dan pendapatan terbesar yang telah diperoleh USP Swamitra Cileungsi terjadi pada akhir tahun 2006 yaitu pada bulan Desember sebesar Rp ,61. Sementara pada USP Swamitra Kilat jumlah pendapatan pada bulan Juni 2005 sebesar Rp ,00, hal ini terjadi karena USP Swamitra Kilat baru berjalan tiga bulan, tentu saja belum dapat dikatakan baik. Pendapatan USP Swamitra pada bulanbulan berukutnya mulai terlihat perkembanganya. Pendapatan terbesar terjadi pada akhir tahun 2006 yaitu sebesar Rp ,89. Tabel 6 menunjukan bahwa kedua USP Swamitra tersebut terjadi peningkatan perolehan pendapatan dari bulan ke bulan. Meskipun jumlah pendapatan pada awal tahun cenderung menurun, hal itu tidak membuat kedua USP tersebut terpuruk. Kedua USP Swamitra tersebut menunjukannya dengan perkembangan jumlah pendapatan yang cukup baik pada akhir tahun. Tabel 6. Perkembangan Pendapatan Operasional pada USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Swamitra Cileungsi Swamitra Kilat Tahun Bulan Jumlah (Rp) Pertumbuhan (%) Jumlah (Rp) Pertumbuhan (%) 2005 Maret ,93 Juni ,06 183, ,00 September ,54 64, ,00 260,62 Desember ,80 41, ,71 34, Maret ,23 (71,86) ,00 5,76 Juni ,45 136, ,97 120,30 September ,59 67, ,41 95,42 Desember ,61 41, ,89 25, Maret ,97 (76,94) ,89 (89,88) Juni ,84 112, ,52 178,15 Sumber : Laporan Triwulanan USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat ( )

62 48 Perkembangan peningkatan jumlah pendapatan pada kedua USP tersebut dikarenakan terdapat peningkatan pendapatan dari pinjaman yang diberikan, sedangkan rendahnya tingkat pendapatan di awal tahun selain disebabkan oleh berkurangnya jumlah pinjaman yang disalurkan tetapi juga dipengaruhi oleh tingkat kemacetan dalam pengembalian pinjaman. 2. Biaya Operasional Jumlah biaya operasional pada USP Swamitra Cileungsi pada bulan Maret 2005 sebesar Rp ,18. lalu pada bulan-bulan berikutnya cenderung meningkat, bahkan sampai akhir tahun Bulan Maret 2006 jumlah biaya operasional menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar Rp ,33 atau menurun sebesar 74,60 persen. Perkembangan biaya operasional pada triwulan berikutnya tahun 2006, cenderung meningkat juga bahkan sampai akhir tahun Peningkatan tertinggi terjadi pada bulan Juni 2005 dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu 138,29 persen dimana asset maupun kegiatan operasional di bulan tersebut cukup tinggi. Tabel 7. Perkembangan Biaya Operasional pada USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Swamitra Cileungsi Swamitra Kilat Tahun Bulan Jumlah (Rp) Pertumbuhan (%) Jumlah (Rp) Pertumbuhan (%) 2005 Maret ,18 Juni ,84 138, ,91 September ,56 61, ,03 150,18 Desember ,97 51, ,38 34, Maret ,33 (74,60) ,06 (21,12) Juni ,05 127, ,84 70,49 September ,80 63, ,43 70,63 Desember ,27 39, ,47 39, Maret ,48 (76,30) ,80 (71,91) Juni ,95 107, ,39 101,94 Sumber : Laporan Triwulanan USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat ( )

63 49 Perkembangan biaya operasional pada USP Swamitra Kilat cenderung berfluktuatif dan cenderung meningkat. Peningkatan ini dikarenakan USP Swamitra Kilat mulai mengembangkan kegiatan usahanya dengan menambah jumlah karyawan dan menambah kebutuhan operasional. 3. Sisa Hasil Usaha (SHU) Sisa Hasil Usaha (SHU) yang diperoleh USP Swamitra Cileungsi pada bulan Maret dan Desember 2005 yaitu pada posisi minus. Hal ini dikarenakan adanya kenaikan suku bunga pinjaman dari Bank Bukopin ke Swamitra hingga mencapai 20,50 persen. SHU tertinggi dicapai pada bulan Desember 2006 yaitu Rp ,34. Kenaikan SHU ini terjadi karena pada saat itu hampir seluruh debitur bisa membayar tepat pada akhir bulan. Bulan Maret 2007 SHU mengalami penurunan hingga mencapai 76,30 persen yang disebabkan adanya penurunan jumlah peminjam dan adanya penundaan pembayaran angsuran oleh peminjam. Tabel 8. Perkembangan Sisa Hasil Usaha pada USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat Tahun Swamitra Cileungsi Swamitra Kilat Tahun Bulan Jumlah (Rp) Pertumbuhan (%) Jumlah (Rp) Pertumbuhan (%) 2005 Maret ( ,25) Juni ,22 (128,41) ( ,91) September ,98 209,73 ( ,03) 39,77 Desember ( ,17) (268,83) ( ,67) 34, Maret ,90 (146,56) ( ,06) (90,41) Juni ,40 273, ,13 (1345,07) September ,79 102, ,98 195,29 Desember ,34 56, ,21 (6,81) 2007 Maret ,49 (81,11) ( ,91) (152,59) Juni ,89 159,82 ( ,87) 36,08 Sumber : Laporan Triwulanan USP Swamitra Cileungsi dan Swamitra Kilat ( )

64 50 Berdasarkan tabel diatas perkembangan USP Swamitra Kilat cenderung pada posisi minus. Sepanjang tahun 2005 SHU pada USP Swamitra Kilat selalu pada posisi minus. Hal ini dikarenakan USP Swamitra Kilat masih dalam keadaan mengembangkan usahanya yang menyebabkan tinginya biaya operasional. Simpanan berjangka yang cukup tinggi menyebabkan besarnya pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh USP Swamitra Kilat. Bulan Juni 2006 dan September 2006 SHU USP Swamitra Kilat meningkat hingga 195,29 persen. Hal ini dikarenakan adanya proyek Listrik Desa (Lisdes) yang didanai oleh USP tersebut. Awal tahun 2007 SHU kembali mengalami penurunan bahkan mencapai 152,59 persen dari triwulan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya simpanan berjangka yang bunganya mencapai 15 persen per tahun.

65 51 BAB VII ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN TINGKAT KESEHATAN USP SWAMITRA 7.1 Analisis Kinerja Keuangan Beberapa kriteria yang digunakan dalam analisis kinerja keuangan atau analisis finansial, diantaranya adalah analisis likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas. Berdasarkan analisis rasio diharapkan dapat menjelaskan kondisi kinerja keuangan yang terjadi pada kedua USP Swamitra. Pemahaman mengenai likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas merupakan hal penting karena menyangkut tingkat kredibilitas suatu USP. Suatu USP apabila terlalu memperhatikan likuiditas saja dan mengabaikan yang lain, contohnya mengabaikan rentabilitas maka hal tersebut dapat meningkatkan persediaan kas dan juga alat likiud dalam jumlah besar. Hal ini berdampak sebagian modal menjadi beku dan mengalami perputaran yang lambat. Jika hal ini terjadi maka dapat menurunkan tingkat rentabilitas, bahkan mungkin menimbulakan kerugian. Sebaliknya jika USP hanya berorientasi dan hanya mementingkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan tingkat profitabilitas yang tinggi, maka USP dalam operasinya akan berusaha memutar modal dengan tingkat perputaran yang tinggi sehingga mengupayakan persediaan kas dan alat-alat likuid sekecil mungkin. Jika hal seperti ini terjadi maka likuiditas akan terancam dan akan menyebabkan dalam posisi likuid. Berikut ini hasil analisis dan perhitungan rasio-rasio yang telah dilakukan pada USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat.

66 Likuiditas Analisis likuiditas digunakan untuk melihat kemampuan dalam membayar segala kewajiban jangka pendeknya tanpa mengganggu jalannya suatu usaha. Rasio-rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cash Ratio (CR), Quick Ratio (QR), Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Loan to Asset Ratio (LAR). Tingkat likuiditas USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat akan digambarkan pada Tabel 9. Tabel 9. Tingkat Likuiditas USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Periode Tahun Tahun Bulan Cash Ratio Quick Ratio LDR (%) LAR (%) USP SC USP SK USP SC USP SK USP SC USP SK USP SC USP SK 2005 Mar 10,71 4,31 96,78 96,56 Juni 8,76 (24,21) 3,49 (17,57) 95,75 107,94 95,58 86,04 Sept 8,78 3,12 3,36 2,82 97,04 91,90 96,86 91,35 Des 3,93 10,67 1,61 6,86 99,10 90,06 97,58 97, Mar 6,24 11,88 4,07 11,73 95,46 89,58 95,03 88,89 Juni 3,48 2,99 2,04 1,40 114,62 98,70 97,90 98,29 Sept 4,22 21,49 2,63 15,65 98,11 85,02 97,71 84,48 Des 2,12 89,43 1,44 73,69 101,02 24,77 99,94 23, Mar 6,64 72,10 4,53 72,13 96,98 28,90 96,55 28,76 Juni 5,67 56,02 3,72 57,48 102,59 43,72 98,37 43,55 Sumber : Neraca Bulanan USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat ( ) a. Cash Ratio (CR) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan asset likuid yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Semakin tinggi rasio ini maka likuiditas suatu bank akan baik (Kasmir, 2000). Tabel di atas dapat dilihat bahwa ke dua USP dari sisi cash ratio ini adalah tergolong likuid, karena nilai cash ratio pada USP Swamitra Cileungsi maupun USP Swamitra Kilat berada di atas batas minimum yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu sebesar dua persen, hanya pada bulan Juni 2005, pada USP Swamitra Kilat masih terdapat cash ratio yang berada di bawah dua persen, bahkan sampai minus.

67 53 USP Swamitra Kilat memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk melikuiditas dananya pada periode bulan Desember 2006, Maret 2007 dan Juni Besarnya rasio tersebut mencapai 89,43 persen pada bulan Desember 2006, 72,10 persen pada bulan Maret 2007 dan 56,02 persen pada bulan Juni Hal ini karena pada bulan-bulan tersebut proporsi persediaan kas dan alat likuid bank lainnya relatif tinggi jika dibandingkan dengan kewajiban jangka pendeknya, hal tersebut menunjukan bahwa sebagian dana USP mengalami perputaran yang lambat, karena USP membatasi penyaluran kreditnya dengan pertimbangan resiko kemacetan yang relatif tinggi. Tingginya nilai cash ratio pada bulan Desember 2006, Maret 2007, dan Juni 2007 pada USP Swamitra Kilat masih tergolong baik jika ditinjau dari segi likuiditas, karena kemampuan USP membayar kembali kewajiban jangka pendeknya semakin besar, namun tingginya rasio ini dapat mempengaruhi profitabilitas. Hal sebaliknya terjadi pada tahun 2005 dan awal 2006, nilai rasio ini mengalami nilai yang berfluktuatif, hal ini disebabkan oleh baru berdirinya USP ini dimana manajemen pada USP ini belum bisa berjalan dengan baik terutama dari segi keuangannya. Cash ratio pada USP Swamitra Cileungsi dapat dikatakan rendah, rata-rata berada di bawah sepuluh persen, bahkan pada bulan Desember 2006 rasio mencapai 2,12 persen. Rendahnya cash ratio pada bulan Desember 2006 tersebut adalah atas pertimbangan bahwa dana simpanan masyarakat yang dimiliki USP Swamitra Cileungsi jauh lebih rendah dari dana simpanan berjangka, dimana simpanan adalah dana dengan turn over yang tinggi sedangkan simpanan berjangka adalah dana yang memiliki kepastian waktu dalam penarikannya. Oleh karena itu, USP Swamitra Cileungsi berani untuk menyalurkan dananya meskipun likuiditasnya relatif rendah.

68 54 Nilai rasio tertinggi pada USP Swamitra Cileungsi terjadi pada bulan Maret 2005 hingga mencapai 10,71 persen, hal ini disebabkan USP membuat kebijakan bahwa penyaluran kredit tidak diberikan jika telah melewati tanggal 25 setiap akhir bulannya. Hal tersebut membuat jumlah asset jangka pendek yang dimiliki cukup baik. b. Quick Ratio (QR) Rasio ini menunjukan kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah dengan asset likuid yang dimilikinya. Semakin tinggi nilai quick ratio semakin tinggi pula kemampuan likuiditas bank (Kasmir, 2000). Perbedaan antara cash ratio dan quick ratio hanya terletak pada nilai kewajiban jangka pendeknya. Cash ratio kewajiban jangka pendeknya adalah simpanan, simpanan berjangka, dan kewajiban jangka pendeknya, maka pada quick ratio hanyalah nilai simpanan dan simpanan berjangkanya saja. Tabel 9 terlihat bahwa nilai quick ratio pada kedua USP tidak berbeda jauh dengan nilai cash rationya masing-masing. Hal ini menunjukan bahwa kewajiban jangka pendek selain simpanan dan simpanan berjangka pada masing-masing USP relatif kecil. Sama halnya dengan nilai cash ratio, pada bulan Desember 2006, Maret 2007, dan Juni 2007 USP Swamitra Kilat memiliki quick ratio yang tinggi, namun sebaliknya pada bulan Juni 2005 nilai quick ratio mencapai posisi minus. Sedangkan USP Swamitra Cileungsi yang memiliki quick ratio relatif kecil dibandingkan USP Swamitra Kilat, posisi terkecil pada bulan Desember 2006 yaitu 1,44 persen. c. Loan to Deposit Ratio (LDR) Rasio ini mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Besarnya Loan to Deposit

69 55 Ratio menurut pemerintah maksimum adalah 110 persen (Kasmir, 2000). Semakin tinggi rasio ini maka kemampuan likuiditas semakin rendah. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman LDR suatu bank adalah 80 persen. Kedua USP ini memiliki nilai LDR yang baik, rata-rata lebih dari 90 persen. Bulan Desember 2006, Maret 2007 dan Juni 2007 USP Swamitra Kilat memiliki nilai LDR yang sangat baik, karena dibawah 80 persen. USP Swamitra Cileungsi sempat berada diluar batas aman yaitu mencapai 114,62 persen di bulan Juni Hal tersebut menandakan bahwa USP Swamitra Cileungsi tidak melakukan peningkatan dana yang diterima secara memadai. USP Swamitra Kilat relatif lebih konservatif dalam manajemen, dalam arti lebih berhati-hati dalam pemberian kredit. Hal tersebut terlihat pada kemampuan USP Swamitra Kilat mempertahankan rasio LDRnya agar selalu berada pada batas ketentuan. d. Loan to Asset Ratio (LAR) Loan to Asset Ratio digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang menunjukan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank, dengan kata lain rasio ini merupakan perbandingan seberapa besar kredit yang diberikan bank dibandingkan dengan besarnya total asset yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini, maka tingkat likuiditasnya semakin kecil, karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar. USP Swamitra Cileungsi dalam kinerjanya dari bulan-bulan memiliki nilai LAR rata-rata 90 persen dan relatif tidak berfluktuatif, sedangkan USP Swamitra Kilat mampu menghasilkan LAR yang semakin mengecil, hal ini dapat terlihat pada bulan Desember 2006, Maret 2007 dan Juni 2007.

70 56 USP Swamitra Kilat nilai rasio LAR terendah berada pada bulan Desember 2006 yaitu 23,71 persen akibat meningkatnya jumlah asset di akhir tahun yang tidak disertai peningkatan penyaluran pembiayaan. Nilai tertinggi berada di bulan Juni 2006 sebesar 98,29 persen karena meningkatnya jumlah asset yang disertai dengan meningkatnya permintaan kredit yang lebih besar Rentabilitas Analisis ini digunakan untuk menganalisis atau mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba (pendapatan bersih) untuk dapat mempertahankan eksistensi dan pengembangan usaha bank yang bersangkutan. Rasio yang digunakan untuk rentabilitas bank dalam penelitian ini adalah Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Net Present Margin (NPM), dan Income to Cost Operating (ICR). a.return On Asset (ROA) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. ROA merupakan perbandingan antara jumlah laba yang diperoleh dengan jumlah asset yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan, semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari pengunaan asset. Nilai ROA yang dimiliki oleh USP Swamitra Cileungsi pada bulan September, Desember 2006 dan Juni 2007 berada pada batas ideal menurut Bank Indonesia. Menurut Bank Indonesia nilai ideal untuk ROA adalah diatas atau sama dengan dua persen. Terutama pada bulan Desember 2006 nilai ROA yang meningkat hingga mencapai 4,74

71 57 persen, hal ini karena peningkatan jumlah asset yang sebagian besar dananya dalam kredit konsumtif. Nilai ROA pada tahun 2005, pada bulan Maret 2006, Juni 2006 dan Maret 2007 pada USP Swamitra Cileungsi tidak memenuhi kriteria ideal menurut Bank Indonesia, dimana nilai ROA berada di bawah dua persen, bahkan minus. Hal ini berarti laba bersih yang diperoleh dari jumlah asset relatif rendah. Hal ini terlihat juga pada likuiditasnya, dimana pada bulan tersebut nilai cash ratio dan quick ratio terlampau tinggi, yang berarti asset jangka pendek di bulan tersebut kurang produktif sehingga mempengaruhi laba yang diperoleh. Hal tersebut juga diakibatkan oleh meningkatnya biaya operasional pada bulan tersebut. Nilai ROA pada USP Swamitra Kilat tahun 2005 selalu dalam posisi minus, atau dapat dikatakan jauh dari batas ideal yang ditetapkan Bank Indonesia. Hal ini dikarenakan USP Swamitra Kilat ini masih pada tahap pertumbuhan dimana masih tingginya biaya opersional yang dikeluarkan oleh USP tersebut. Nilai ROA pada bulan Juni, September dan Desember 2006 yang dimiliki oleh USP ini berada diatas batas ideal Bank Indonesia, dimana pendapatan yang diperoleh USP ini mulai meningkat. Tabel 10. Tingkat Rentabilitas USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Periode Tahun Tahun Bulan ROA (%) ROE (%) ICR (%) NPM (%) USP SC USP SK USP SC USP SK USP SC USP SK USP SC USP SK 2005 Mar (1,03) (2,91) 116,82 (16,82) Juni 0,25 (4,14) 0,64 (54,07) 98,31 200,03 1,69 (100,03) Sept 0,62 (4,09) 1,33 (42,56) 96,81 138,77 3,19 (38,77) Des (1,07) (5,09) (2,56) (11,51) 103,81 138,80 (3,81) (38,80) 2006 Mar 0,47 (0,32) 5,13 (24,78) 93,69 103,52 6,31 (3,52) Juni 1,24 2,47 10,75 4,65 90,04 80,11 9,96 19,89 Sept 2,61 7,63 12,31 28,16 87,97 69,95 12,03 30,05 Des 4,74 5,30 39,68 36,36 86,70 77,73 13,30 22, Mar 0,91 (2,67) 9,94 (2,15) 89,10 215,70 10,90 (115,70) Juni 2,40 (7,70) 25,38 (5,43) 86,70 156,60 13,29 (56,60)

72 58 Sumber : Neraca Bulanan USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat ( ) b. Return On Equity (ROE) Return On Equity digunakan untuk mengunakan kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Peningkatan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari hasil kinerja bank yang bersangkutan, selanjutnya kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank. USP Swamitra Cileungsi memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam memperoleh pendapatan terhadap modal sendiri dibandingkan USP Swamitra Kilat. Hal ini disebabkan oleh pengalaman yang cukup lama bagi USP Swamitra Cileungsi yang lebih dahulu didirikan. Batas ideal nilai ROE menurut Bank Indonesia adalah di atas 12 persen, sehingga dengan demikian nilai ROE pada USP Swamitra Cileungsi di tahun 2005, bulan Maret dan Juni 2006 dan Maret 2007 berada di bawah ketentuan Bank Indonesia atau dinilai kurang dapat mempertahankan eksistensi dan pengembangan usaha. Sama halnya dengan nilai rasio ROA, rendahnya nilai ROE tersebut disebabkan oleh rendahnya rendahnya tingkat pendapatan dan tingginya biaya operasional yang dikeluarkan. Nilai ROE tertinggi terjadi pada bulan Desember 2006 akibat peningkatan pendapatan yang berasal dari pembayaran angsuran yang tepat waktu dan bunga pinjaman yang cukup tinggi. USP Swamitra Kilat cenderung memiliki nilai ROE minus dan nilai ROE yang berada di atas batas ideal Bank Indonesia adalah pada bulan September dan Desember Hal ini disebabkan karena pada bulan-bulan tersebut USP Swamitra Kilat menyalurkan dana pinjaman untuk proyek Listrik Desa (Lides), yang dapat dikatakan proyek besar.

73 59 c. Income to Cost Operating (ICR) Rasio biaya operasional ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adlaah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana, maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga. Semakin tinggi nilai rasio ini maka kemampuan bank dalam menghasilkan laba semakin rendah. Kemampuan USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat dalam menghasilkan laba dari rasio ICR ada beberapa yang berada di atas ketentuan Bank Indonesia bila dilihat pada Tabel 10, yaitu maksimal 100 persen. Nilai ICR pada USP Swamitra Cileungsi yang dihasilkan relatif stabil. Adapun nilai ICR yang berada di atas 100 persen adalah bulan Maret 2005 dan Desember 2005, selain itu nilai ICR berada di bawah 100 persen. Rendahnya rasio ICR dikarenakan USP Swamitra Cileungsi mampu menekan biaya operasionalnya atau meningkatkan pendapatan operasional. USP Swamitra Kilat memiliki nilai ICR yang cukup besar yaitu rata-rata berada di atas 100 persen. Hal ini disebabkan pada bulan-bulan tersebut USP Swamitra Cileungsi terus mengembangkan kegiatan operasionalnya, sehingga biaya operasional yang harus dikeluarkan meningkat. d. Net Present Margin (NPM) Rasio Net Present Margin (NPM) menunjukan kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih dari kegiatan usaha pokok bank yang bersangkutan. Nilai rasio ini mengukur perbandingan antara pendapatan bersih terhadap pendapatan

74 60 operasionalnya. Semakin tinggi nilai NPM, maka tingkat profitabilitas bank pun akan semakin meningkat. Perkembangan nilai NPM pada USP Swamitra Cileungsi tahun 2005 cukup berfluktuatif dan menunjukan kecilnya nilai NPM, bahkan pada bulan Maret 2005 nilai NPM sebesar (16,82) persen, tetapi pada bulan Juni dan September 2005 mengalami peningkatan. Bulan Desember 2005 USP Swamitra Cileungsi mengalami penurunan yang cukup besar, sehingga nilai rasio NPM ini mencapai (3,81) persen. Hal itu dikarenakan pendapatan operasional yang diperoleh meningkat, namun tidak disertai dengan peningkatan laba bersih karena besarnya biaya operasional yang diperlukan di tahun tersebut, namun di tahun berikutnya laba bersih yang diperoleh meningkat hingga mencapai 13,30 persen pada bulan Desember 2006 dan 13,29 persen pada bulan Juni Nilai rasio NPM pada USP Swamitra Kilat cenderung pada posisi minus, apalagi pada awal berdirinya USP tersebut, hingga mencapai persen. Hal ini karena USP ini belum bisa menghasilkan pendapatan yang baik dan masih banyaknya biaya operasional yang dikeluarkan. Bulan Juni, September dan Desember 2006 nilai rasio mulai menunjukan perubahan, yaitu mencapai posisi 19,89 persen, 30,05 persen, dan 22,27 persen. Hal ini dikarenakan pendapatan USP Swamitra Kilat sudah mulai menunjukan peningkatan dan diikuti oleh peningkatan laba Solvabilitas Analisis solvabilitas digunakan untuk melihat kemampuan permodalan bank dalam mendukung usaha operasionalnya. Rasio-rasio yang dipergunakan dalam perhitungan dalam penelitian ini adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Primary Ratio

75 61 (PR), dan Capital Ratio (CR). Hasil perhitungan rasio-rasio solvabilitas adalah terdapat pada Tabel 11. Tabel 11. Tingkat Solvabilitas USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Periode Tahun Tahun Bulan CAR (%) PR (%) CR (%) USP SC USP SK USP SC USP SK USP SC USP SK 2005 Mar 35,39 35,40 36,66 Juni 38,66 8,08 39,72 7,65 41,56 8,89 Sept 45,36 10,23 46,45 9,61 47,96 10,52 Des 41,12 42,80 41,86 44,20 42,90 45, Mar 9,13 1,37 9,18 1,27 9,66 1,43 Juni 11,65 52,70 11,49 53,09 11,74 54,01 Sept 20,91 31,07 21,19 27,10 21,69 32,08 Des 11,48 56,84 11,96 14,58 11,96 61, Mar 9,08 0,04 9,18 0,01 9,51 0,04 Juni 9,15 (1,71) 9,44 (0,78) 9,60 (1,79) Sumber : Neraca Bulanan USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat ( ) a. Capital Adequacy Ratio (CAR) Rasio ini disebut juga kewajiban penyediaan modal minimum yang diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Capital Adequacy Ratio (CAR) ini adalah untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko. Semakin tinggi nilai CAR ini semakin tinggi pula tingkat permodalannya. Batas minimum yang ditetapkan Bank Indonesia adalah delapan persen. Perkembangan nilai rasio CAR pada USP Swamitra Cileungsi relatif stabil pada tahun 2005, tetapi pada triwulan pertama tahun 2006 nilai rasio CAR pada USP ini menglami penurunan hingga berada di bawah batas minimum yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu sebesar 9,13 persen. Hal ini juga dialami oleh USP Swamitra Cileungsi pada bulan Maret dan Juni 2007, yaitu 9,08 persen. Hal ini dikarenakan modal yang didapat USP menurun akibat dari SHU yang didapat menurun. Nilai tertinggi terdapat

76 62 pada bulan September 2005 yaitu sebesar 45,36 persen. Tingginya nilai tersebut dikarenakan persentase pertumbuhan modal bank lebih besar daripada persentase pertumbuhan AMTR-nya, karena rendahnya jumlah dana yang disalurkan menyebabkan modal yang dimiliki bank relatif tinggi dalam menunjang aktiva yang mengandung resiko. Nilai rasio CAR pada USP Swamitra Kilat pada bulan Juni 2005, September 2005, Maret 2006, Maret 2007 dan Juni 2007 berada di bawah batas minimum yang ditetapkan Bank Indonesia. Hal ini dikarenakan modal yang didapat USP menurun akibat dari SHU yang didapat menurun dan biaya operasional yang cukup besar. Sedangkan pada bulan Desember 2005, Juni, September, dan Desember 2006 nilai rasio CAR cukup besar dikarenakan tingginya permodalan USP tersebut. b. Primary Ratio (PR) Rasio ini mengukur kemampuan permodalan bank dalam menutup penurunan assetnya akibat berbagai kerugian yang tidak dapat dihindarkan. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan permodalan bank yang bersangkutan. Jika dilihat pergerakan kenaikan dan penurunan Primary Ratio (PR) pada kedua USP ini, maka terlihat bahwa USP Swamitra Cileungsi lebih stabil dari USP Swamitra Kilat. Perkembangan nilai rasio dapat dikatakan stabil dari bulan ke bulan dalam setiap tahunnya. Hal ini menunjukan bahwa persentase perkembangan modal dengan jumlah assetnya relatif sama. Kemampuan permodalan USP Swamitra Cileungsi pada September 2005 dan Desember 2005, jika dilihat dari Primary Ratio cukup tinggi yaitu sebesar 46,45 persen dan 41,86 persen. Rendahnya jumlah dana yang disalurkan membuat jumlah modal dan

77 63 laba di tahun tersebut terbilang tinggi untuk menutupi penurunan asset yang mungkin terjadi, namun di bulan-bulan berikutnya nilai rasio ini relatif stabil dan berada pada kisaran antara 9 persen hingga 11 persen. USP Swamitra Kilat nilai rasio ini cenderung berfluktuatif, pada bulan Juni 2005, September 2005, Maret 2007 dan Juni 2007 nilai rasio PR berada di bawah USP Swamitra Cileungsi. Kemampuan permodalan USP Swamitra Kilat dalam menutup penurunan asset akibat kerugian relatif lebih rendah sebab kemampuan USP Swamitra Kilat dalam memperoleh laba dari assetnya lebih rendah dari USP Swamitra Cileungsi. c. Capital Ratio (CR) Rasio ini mengukur kemampuan permodalan bank dalam menunjang perkreditan terutama kemungkinan resiko yang terjadi karena tidak dikembalikannya kredit tersebut serta gagalnya penarikan bunga. Semakin tinggi nilai rasio ini semakin tinggi pula kemampuan permodalan untuk menutupi kemungkinan kegagalan dalam proses pemberian kredit. Seperti halnya rasio CAR dan PR, pada bulan Maret 2006, Maret 2007 dan Juni 2007 relatif rendah yaitu 9,66 persen, 9,51 persen dan 9,60 persen. Bulan-bulan tersebut dengan begitu, kemampuan permodalan USP Swamitra Cileungsi dalam menunjang perkreditannya relatif rendah. Nilai rasio pada tahun 2005 relatif stabil. Nilai Capital Ratio (CR) pada USP Swamitra Kilat pada bulan Desember 2005, Juni, September dan Desember 2006 cukup besar karena peningkatan jumlah modal sendiri yang lebih besar dari peningkatan kredit yang disalurkan. Adapun nilai CR masing-masing sebesar yaitu 45,53 persen, 54,01 persen, 32,08 persen, dan 61,49 persen.

78 Tingkat Kesehatan USP Pertimbangan penting dalam penilaian kesehatan Usaha Simpan Pinjam (USP) bahwa kondisi keuangan dan non keuangan merupakan kepentingan semua pihak terkait,baik pemilik, pengelola (manajemen), masyarakat pengguna jasa USP. Kondisi tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. Penilaian kondisi USP tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menerapkan strategi usaha di masa yang akan datang. Tingkat kesehatan USP merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja melalui penilaian faktor permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap resiko pasar. Penilaian kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi, perkembangan, dan proyeksi rasiorasio keuangan. Penilaian kualitatif adalah penilaian terhadap faktor-faktor yang mendukung hasil penilaian kuantitatif dan penerapan manajemen. Tingkat kesehatan kedua USP Swamitra ini dianalisis dengan menggunakan metode CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning, and Liquidity). Hasil analisis tingkat kesehatan pada USP Swamitra Cileungsi pada tahun 2006 dan 2007 cenderung stabil yaitu berada pada kisaran 50. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 12. Bulan Maret 2005, Juni 2005, September 2005, Maret 2006, September 2006, dan Juni 2007 kondisi tingkat kesehatan USP Swamitra Cileungsi berada pada posisi kurang sehat atau diambang posisi kurang sehat. Hal ini disebabkan USP ini kurang baik dalam pengelolaan permodalan, manajemen, dan likuiditasnya.

79 65 Berdasarkan hasil analisis tingkat kesehatan pada Tabel 12, pada bulan Juni, September, dan Desember 2005 nilai CAMEL pada USP Swamitra Kilat masing-masing adalah 20,5, 16, dan 16,50. Kondisi seperti ini dapat dimasukkan dalam kategori tidak sehat, tetapi pada tahun 2006 tingkat kesehatan USP ini menunjukan sedikit perubahan walaupun perubahan yang dialami tidak begitu baik, dengan nilai CAMEL berada di atas 50. Kondisi ini dengan kata lain, masuk pada kategori kurang sehat. Tingkat kesehatan USP Swamitra Kilat kembali mengalami kondisi tidak sehat di tahun 2007 yaitu di bulan Maret dan Juni 2007 dengan nilai CAMEL di bawah 50. Tabel 12. Penilaian Tingkat Kesehatan USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Periode TAHUN BULAN NILAI RATA-RATA USP SC PREDIKAT NILAI RATA-RATA USP SK PREDIKAT 2005 Maret 35,50 Tidak Sehat Juni 40,00 Tidak Sehat 20,50 Tidak Sehat Sept 43,00 Tidak Sehat Tidak Sehat Des 53,00 Kurang Sehat 16,50 Tidak Sehat 2006 Maret 51,00 Kurang Sehat 48,00 Tidak Sehat Juni 52,50 Kurang Sehat 51,50 Kurang Sehat Sept 51,50 Kurang Sehat 52,50 Kurang Sehat Des 56,00 Kurang Sehat 57,50 Kurang Sehat 2007 Maret 52,50 Kurang Sehat 33,00 Tidak Sehat Juni 51,50 Kurang Sehat 35,00 Tidak Sehat Kondisi tingkat kesehatan USP Swamitra Cileungsi rata-rata masuk dalam kategori kurang sehat, tetapi pada bulan Maret, Juni, dan September 2005 kondisi USP Swamitra Cileungsi masuk dalam kategori tidak sehat. Hal ini dikarenakan pada tahun 2005, dari sisi manajemen belum menunjukan kinerja yang baik dan terartur. USP Swamitra Kilat cenderung tidak sehat karena USP ini baru berdiri, sehingga dari sisi

80 66 pendapatan belum dikatakan baik dan masih tingginya biaya operasional, dimana USP harus banyak mengeluarkan biaya bunga simpanan maupun bunga simpanan berjangka, sedangkan di sisi lain USP tidak berani untuk memberikan pinjaman. Hal ini terjadi karena pihak USP tidak ingin memiliki resiko kredit macet atau kredit bermasalah. Posisi kesehatan pada kedua USP Swamitra ini cenderung pada posisi kurang sehat. Kondisi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah sebagai berikut : 1. Perselisihan intern yang diperkirakan akan timbul dalam USP yang bersangkutan. 2. Campur tangan pihak-pihak di luar USP dalam kepengurusan (manajemen) usaha, termasuk didalamnya kerja sama yang tidak wajar yang mengakibatkan salah satu atau beberapa kantornya berdiri sendiri. 3. Window Dressing dalam pembukuan atau laporan usaha yang secara material dapat berpengaruh terhadap keadaan keuangan usaha sehingga mengakibatkan penilaian yang keliru terhadap usaha. 4. Melakukan usaha USP di luar pembukuan USP. 5. Kesulitan keuangan yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak ke tiga. 6. Praktik USP lain yang menyimpang yang dapat membahayakan kelangsungan usaha atau menurunkan kesehatan usaha. Berdasarkan hasil analisis dapat dikatakan bahwa analisis kinerja keuangan dengan analisis tingkat kesehatan pada kedua USP ini pada prinsipnya sama dan saling keterkaitan. Adapun yang membedakan adalah pada analisis tingkat kesehatan, penelitian ini harus mengidentifikasi dari sisi manajemen.

81 67 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk melihat kinerja keuangan dan tingkat kesehatan USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut : 1. USP Swamitra Cileungsi secara umum memiliki kemampuan menjalankan dan mengembangkan usahanya. Hal ini terlihat dari perkembangan jumlah dana masyarakat yang dihimpun, perkembangan jumlah modal yang dimiliki, dan besar jumlah Pinjaman Yang Diberikan (PYD) yang relatif stabil dari bulan ke bulannya. Sebagian besar PYD tersebut disalurkan pada pembiayaan yang bersifat produktif. Sedangkan USP Swamitra Kilat memiliki kemampuan yang kurang baik dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya. Hal ini terlihat dari perkembangan jumlah dana masyarakat yang dihimpun, perkembangan jumlah modal yang dimiliki, dan besar jumlah Pinjaman Yang Diberikan (PYD) yang cenderung berfluktuatif terlalu tinggi dari bulan ke bulannya. Kegiatan usaha USP Swamitra Kilat cenderung menyalurkan pinjaman hanya kepada para anggota koperasi saja, yaitu para kontraktor-kontraktor listrik. Sedangkan kegiatan usaha USP Swamitra Cileungsi cenderung menyalurkan pinjaman untuk sebagaian besar para pedagang pasar. Dengan begitu USP Swamitra Cileungsi memiliki peran yang lebih besar dalam membantu permodalan bagi usaha kecil.

82 68 2. Hasil kinerja keuangan pada tahun 2005 USP Swamitra Cileungsi memiliki kinerja yang relatif stabil dari bulan ke bulan. Hal itu disebabkan oleh kondisi USP ini sangat hati-hati dalam penyaluran kredit dan juga pengelolaan dana yang diperoleh, sehingga menyebabkan tingkat likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas relatif stabil. Dengan begitu USP Swamitra Cileungsi memiliki kemampuan lebih dalam mempertahankan tingkat kesehatannya. Sedangkan USP Swamitra Kilat memiliki kinerja yang relatif labil sangat berfluktuatif, hal ini dikarenakan kondisi intern antara koperasi dan USP Swamitra Kilat yang kurang kondusif yaitu dengan membatasi penyaluran kredit, sehingga menyebabkan tingkat likuiditas dan solvabilitas tinggi namun memiliki rentabilitas yang rendah. USP Swamitra Kilat dengan begitu memiliki kemampuan yang kurang dalam mempertahankan tingkat kesehatannya. 3. Berdasarkan hasil analisis tingkat kesehatan pada kedua USP Swamitra dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan masuk ke dalam kategori kurang sehat. Tingkat kesehatan USP Swamitra Cileungsi dengan nilai rata-rata 52 cenderung kurang sehat atau diambang posisi kurang sehat. Hal ini disebabkan USP ini kurang baik dalam pengelolaan permodalan, manajemen, dan likuiditasnya, sedangkan tingkat kesehatan USP Swamitra Kilat cenderung tidak sehat dengan nilai rata-rata 20 sampai dengan 30. Hal ini disebabkan USP ini kurang baik dalam pengelolaan dana masyarakat yang telah diperoleh atau dengan kata lain penyaluran kredit pada USP ini tidak optimal dan pengelolaan manajemen yang kuarang baik. Selain itu, USP ini sangat buruk dalam pengelolaan likuiditas dan

83 69 buruk dalam menghasilkan laba. Oleh karena itu, salah satu perbaikan yang perlu dilakukan adalah pada pengelolaan likuiditas dan peningkatan laba usaha tersebut Saran USP Swamitra Cileungsi sebaiknya melakukan penguatan struktur komposisi dana masyarakat dengan upaya mengelola atas dana masyarakat yang sudah ada dan mengupayakan penambahan jumlah dana simpanan. Selain itu, USP Swamitra Cileungsi agar dapat menurunkan suku bunga simpanan sehingga dapat menurunkan biaya operasional. Peningkatan pinjaman yang diberikan USP Swamitra Cileungsi harus memperluas jaringan keluar wilayah Cileungsi., misalnya wilayah Cibinong, Citeureup dan lain-lain yang cukup potensial. USP tersebut tentunya juga harus memperhatikan aturan dan mengikuti alur yang sudah ditetapkan sehingga dapat mengurangi kredit bermasalah. USP Swamitra Kilat sebaiknya mencari debitur-debitur di luar anggota koperasi atau dengan kata lain meningkatkan penyaluran pinjaman, mengingat selama ini USP Swamitra Kilat hanya melayani anggota koperasi saja. USP Swamitra Kilat dapat menurunkan suku bunga simpanan dan menekan biaya operasional agar SHU bisa mencapai hasil yang maksimal atau tidak dalam posisi minus. Selain itu, USP Swamitra Kilat dapat menghimbau kepada pihak koperasi agar memegang dan menjalankan komitmen yang telah disepakati sebelum berdirinya USP ini, sehingga diharapkan tidak terjadi perselisihan dan campur tangan pihak-pihak di luar USP ini dalam menjalankan usaha ini.

84 DAFTAR PUSTAKA Admiral Ferry, Analisis Kinerja Keuangan dan Efektifitas Pengelolaan Kredit pada BPR Gebu Minang, Skripsi, IPB Bogor. Atmaja Prijadi Statistik Koperasi dan Pengusaha Kecil. Jakarta. Atmaja Prijadi Pengembangan KSP dan USP Koperasi Sebagai Lembaga Keuangan. Sandi Kota. Jakarta. Ayu P Diah, Perbandingan Kinerja Finansial Bank Konvensional dan Syariah Dengan Menggunakan Metode Economic Value Added (EVA), Skripsi, IPB Bogor. Badan Pengembangan Sumberdaya Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah, Laporan Workshop Nasional Pengembangan dan Pengutan Bisnis BMT. Jakarta. Bank Indonesia, Laporan Tahunan Bank Indonesia. Bank Indonesia. Jakarta. Dendawijaya Lukman, Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia. Jakarta. Departemen Koperasi, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, Statistik Koperasi, Jakarta. Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, Statistik Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah, Jakarta. Hendrojogi, Koperasi: Azas-Azas, Teori, Praktek. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Jalaludin, Studi Komparasi Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Yang Berdasarkan Syariah dengan BPR Konvensional Dalam Pemberian Kredit Untuk Pengusaha Kecil Pedesaan Di Nusa Tenggara Barat, Tesis. IPB Bogor.

85 73 Kasmir, Manajemen Perbankan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kusafarida Wida, Perbandingan Analisis Kinerja Keuangan dan Efektifitas Penyaluran Kredit BPR Konvensional dan BPR Syariah, Skripsi, IPB Bogor. Priyo S Nurulloh, Evaluasi Strategi Pengembangan Kemitraan Bank Bukopin Dengan Koperasi, (Studi Kasus Swamitra Wilayah Jakarta), Skripsi, IPB Bogor. Salvador Nelson San, Perbandingan Analisis Keragaan Finansial PT. BPR, Analisis Rasio, Tingkat Suku Bunga dan Titik Impas, Skripsi. IPB Bogor. Sawir A, Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Simorangkir, Drs, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. Ghalia Indonesia. Jakarta. Suharto Pandu, Peran, Masalah dan Prospek BPR. Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia. Jakarta. Susilowati Dian, Kajian Pelaksanaan Kemitraan Koperasi dengan Perbankan (Studi Kasus Kemitraan Primkopti Handayani Salatiga dengan Bank Bukopin), Skripsi, IPB Bogor. Sutojo Heru dkk, Profil Sektor Usaha Kecil di Indonesia. Kumpulan Esai. Publikasi Lembaga Manajemen FEUI. Jakarta. Welia, Pembinaan Kredit Kepada Nasabah Oleh BPR, Serta Pengaruhnya Terhadap Pengembangan Usaha Kecil (Studi Kasus BPR di Sleman, Yogyakarta), Skripsi, IPB Bogor.

86 74 Lampiran 1. Bobot Penilaian Kesehatan Usaha Simpan Pinjam. No ASPEK YANG DINILAI PERMODALAN (CAPITAL) KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF (ASSET) MANAJEMEN (MANAGEMENT) RENTABILITAS (EARNING) LIKUIDITAS (LIQUIDITY) KOMPONEN A) RASIO MODAL SENDIRI TERHADAP TOTAL ASSET B) RASIO MODAL SENDIRI TERHADAP PINJAMAN DIBERIKAN YANG BERESIKO A) RASIO VOLUME PINJAMAN PADA ANGGOTA TERHADAP TOTAL VOLUME PINJAMAN DIBERIKAN B) RASIO RISIKO PINJAMAN BERMASALAH TERHADAP PINJAMAN DIBERIKAN C) RASIO CADANGAN RISIKO TERHADAP RISIKO PINJAMAN BERMASALAH A) PERMODALAN B) AKTIVA C) PENGELOLAAN D) RENTABILITAS E) LIKUIDITAS A) RASIO SHU SEBELUM PAJAK TERHADAP PENDAPATAN OPERASIONAL B) RASIO SHU SEBELUM PAJAK TERHADAP TOTAL ASSET C) RASIO BEBAN OPERASIONAL TERHADAP PENDAPATAN OPERASIONAL RASIO PINJAMAN YANG DIBERIKAN TERHADAP DANA YANG DITERIMA Sumber : Pengembangan KSP dan USP Koperasi Sebagai Lembaga Keuangan (2002). BOBOT PENILAIAN (dinilai dalam %)

87 75 CARA PENILAIAN UNTUK MEMPEROLEH ANGKA SKOR 1. PERMODALAN A. Memperoleh rasio antara modal sendiri terhadap total asset, ditetapkan : a. Untuk rasio permodalan lebih kecil atau sama dengan 9, diberikan nilai kredit 0. b. Untuk setiap kenaikan rasio modak 1% mulai dari 0%, nilai kredit ditambah 5 dengan maksimum nilai 100. c. Nilai kredit dikalikan bobot sebesar 10% diperoleh skor permodalan. Contoh perhitungan sebagai berikut : Ratio Modal (%) Nilai Kredit Bobot (%) Skor , , ,5 B. Untuk memperoleh rasio modal sendiri terhadap pinjaman diberikan yang berisiko, ditetapkan sebagai berikut : a. Untuk rasio permodalan lebih kecil atau sama dengan diberikan nilai 0. Contoh perhitungan sebagai berikut : Ratio Modal (%) Nilai Kredit Bobot (%) Skor

88 76 b. Untuk setiap kenaikan rasio modal 1% mulai dari 0%, nilai kredit ditambah dengan maksimum nilai 100. c. Nilai kredit dikalikan bobot sebesar 10% diperoleh skor permodalan. 2. KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif didasarkan pasa 2 (dua) rasio, yaitu antara risiko pinjaman bermasalah dengan pinjaman yang diberikan dan rasio antara cadangan risiko dengan pinjaman bermasalah. Pinjaman digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria di bawah ini A. PINJAMAN KURANG LANCAR 1. Terdapat tunggakan angsuran pokok sebagai berikut : - Tunggakan melampaui 1 (satu) bulan dan belum melampaui 2 (dua) bulan bagi pinjaman dengan masa angsuran dari 1 (satu) bulan, atau - Melampaui 3 (tiga) bulan dan belum melampaui 6 (enam) bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya ditetapkan bulannan, 2 (dua) bulan atau 3 (tiga) bulan atau - Melampaui 6 (enam) bulan tetapi belum melampaui 12 (dua belas) bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya ditetapkan 6 (enam) bulan atau lebih, atau 2. Terdapat tunggakan bunga sebagai berikut : - Tunggakan melampaui 1 (satu) bulan tetapi belum melampaui 3 (tiga) bulan bagi pinjaman dengan masa angsuran kurang dari 1 (satu) bulan, atau - Melampaui 3 (tiga) bulan, tetapi belum melampaui 6 (enam) bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya lebih dari 1 (satu) bulan.

89 77 Pengambilan pinjaman tanpa angsuran yaitu : 1. Pinjaman belum jatuh tempo - Terdapat tunggakan bunga yang melampaui 3 (tiga) bulan tetapi belum 5 (lima) bulan. 2. Pinjaman telah jatuh tempo dan belum dibayar tetapi melampaui 3 (tiga) bulan. B. PINJAMAN YANG DIRAGUKAN Pinjaman digolongkan diragukan apabila, pinjaman yang bersangkutan tidak memenuhi kriteria kurang lancar, tetapi berdasarkan penilaian dapat disimpulkan bahwa : a. Pinjaman masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurangkurangnya 75% dari hutang pinjaman, termasuk bunganya, atau b. Pinjaman tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai sekurang-kurangnya 100% dari hutang peminjam. C. PINJAMAN YANG MACET Pinjaman digolongkan macet apabila : a. Tidak memenuhi kriteria kurang lancar dan diragukan atau b. Memenuhi kriteria diragukan tetapi dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan pinjaman, atau c. Pinjaman tersebut penyelasaiannya telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.

90 78 Untuk mengukur rasio antara volume pinjaman kepada anggota terhadap total volume pinjaman diberikan ditetapkan sebagai berikut : a. Untuk rasa sama dengan atau lebih besar 60% diberikan kredit 100 b. Untuk rasio lebih kecil diberikan kredit 0. c. Nilai kredit dikalikan bobot 10% diperoleh skor Contoh perhitungan sebagai berikut : Ratio Modal (%) Nilai Kredit Bobot (%) Skor Memperoleh rasio antara risiko pinjaman bermasalah terhadap pinjaman yang diberikan, ditetapkan sebagai berikut : a. Menghitung perkiraan besarnya risiko pinjaman bermasalah yaitu sebesar jumlah dari : - 50% dari pinjaman diberikan yang kurang lancar. - 75% daripinjaman diberikan yang diragukan % dari pinjaman diberikan yang macet. b. Hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan pinjaman yang diberikan. c. Perhitungan penilaian - Untuk rasio 50% atau lebih diberi nilai kredit 0. - Untuk penurunan rasio 1% nilai kredit ditambah 2 dengan maksimum nilai 100. Ratio Modal (%) Nilai Kredit Bobot (%) Skor

91 79 Rasio cadangan risiko terhadap risiko pinjaman bermasalah dihitung dengan cara penilaian sebagai berikut : a. untuk rasio 50% atau lebih diberi nilai kredit 0. b. untuk penurunan rasio 1% nilai kredit ditambah 2 dengan maksimum nilai 100. c. nilai dikalikan dengan bobot 25% diperoleh skor. Contoh perhitungan sebagai berikut : Ratio Modal (%) Nilai Kredit Bobot (%) Skor PENILAIAN MANAJEMEN 1. Penilaian manajemen meliputi beberapa komponen yaitu permodalan kualitas aktiva produktif, pengelolaan, rentabilitas dan likuiditas. 2. Perhitungan nilai kredit didasarkan kepada hasil penilaian atas jawaban pertanyaan manajemen sebesar 25 (dua puluh lima). Selanjutnya dilakukan kuantifikasi dengan cara memberi nilai kredit sebesar 4 (empat) untuk setiap aspek yang nilai positif. Nilai kredit dikalikan bobot 25% diperoleh skor manajemen.

92 80 Contoh perhitungan sebagai berikut : Ratio Modal (%) Nilai Kredit Bobot (%) Skor PENILAIAN RENTABILITAS Penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas didasarkan pada 2(dua) rasio yaitu rasio SHU sebelum dikenakan pajak terhadap pendapatan operasional. 1. Cara perhitungan rasio SHU sebelum dikenakan pajak terhadap pendapatan operasional, ditetapkan sebagai berikut : a. Untuk rasio 0% atau negative diberi nilai kredit 0. b. Untuk setiap kenaikan rasio 1% mulai dari 0% nilai kredit ditambah 20 dengan maksimum nilai 100. c. Nilai kredit dikalikan dengan bobot sebesar 5% diperoleh skor Contoh perhitungan sebagai berikut : Ratio Modal (%) Nilai Kredit Bobot (%) Skor Perhitungan nilai rasio SHU sebelum dikenakan pajak terhadaptotal asset, ditetapkan sebagai berikut : a. Untuk rasio 0% atau negatif diberi nilai kredit 0. b. Untuk setiap kenaikan rasio SHU 1% mulai dari 0% nilai kredit ditambah 10 sampai dengan maksimum nilai 100.

93 81 Contoh perhitungan sebagai berikut : Ratio Modal (%) Nilai Kredit Bobot (%) Skor , , , , , Perhitungan nilai kredit dari rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional dalam periode satu tahun buku, ditetapkan sebagai berikut : a. Untuk rasio10 0% atau lebih diberi nilai kredit 0. b. Untuk setiap penurunan rasio sebesar 1% mulai dari 100% nilai kredit ditambah 10 samapai dengan maksimum 100. c. Nilai kredit dikalikan dengan bobot sebesar 5% diperoleh skor. Contoh perhitungan sebagai berikut : Ratio Modal (%) Nilai Kredit Bobot (%) Skor , , , , ,

94 82 5. PENILAIAN LIKUIDITAS Penilaian kuantitatif terhadap likuiditas didasarkan atas rasio antara pinjaman yang diberikan terhadap dana yang diterima. Dana yang diterima terdiri dari modal sendiri, modal pinjaman, modal penyertaan, dan simpanan anggota (Tabungan Koperasi dan Simpanan Berjangka). Cara perhitungan nilai kredit dari likuiditas dilakukan sebagai berikut : a. untuk rasio 90% atau lebih, diberi nilai kredit 0. b. untuk rasio dibawah 90% diberi nilai kredit 100. c. nilai kredit bobot sebesar 105 diperoleh skor likuiditas. Contoh perhitungan sebagai berikut : Ratio Modal (%) Nilai Kredit Bobot (%) Skor > <

95 83 Lampiran 2. Grafik Perkembangan Jumlah Simpanan dan Simpanan Berjangka USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Tahun Perkembangan Jumlah Simpanan , , , ,00 Jumlah (RP) , , ,00 USP SC USP SK , , ,00 0,00 Maret Juni September Desember Maret Juni September Desember Maret Juni Bulan & Tahun Perkembangan Jumlah Simpanan Perkembangan Jumlah Simpanan Berjangka , ,00 Jumlah (Rp) , ,00 USP SC USP SK ,00 0,00 Maret Juni September Desember Maret Juni September Desember Maret Juni Bulan & Tahun Perkembangan Jumlah Simpanan Berjangka

96 84 Lampiran 3. Grafik Perkembangan Pinjaman Yang Diberikan dan Jumlah Asset USP Swamitra Cileungsi dan USP Swamitra Kilat Tahun Perkembangan Pinjaman Yang Diberikan (PYD) , , , ,00 Jumlah (RP) , ,00 USP SC USP SK , , ,00 0,00 Maret Juni September Desember Maret Juni September Desember Maret Juni Bulan & Tahun Perkembangan Pinjaman Yang Diberikan Perkembangan Jumlah Asset , ,00 Jumlah (Rp) , ,00 USP SC USP SK ,00 0,00 Maret Juni September Desember Maret Juni September Desember Maret Juni Bulan & Tahun Perkembangan Jumlah Asset

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak permasalahan yang terkait dengan hal ekonomi dan pembangunan. Hal ini diakibatkan oleh dampak

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAN TINGKAT KESEHATAN USP SWAMITRA DI BOGOR

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAN TINGKAT KESEHATAN USP SWAMITRA DI BOGOR ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAN TINGKAT KESEHATAN USP SWAMITRA DI BOGOR Oleh : Suci Mariah Ratnasari A. 14103594 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 21 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Analisis Kinerja Keuangan Suatu pengukuran tingkat kesehatan Usaha Simpan Pinjam (USP) dalam kemampuan kerja dan produktifitasnya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1. Waktu dan Tempat Penelitian Data yang diolah dalam Tugas Akhir ini diambil dari PT. Central Asia Tbk. Menurut waktu pengumpulannya, data yang digunakan adalah data time series,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Hal tersebut dinyatakan dengan jelas dalam GBHN bahwa

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Hal tersebut dinyatakan dengan jelas dalam GBHN bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan dalam perekonomian di Indonesia adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pembangunan ekonomi. Hal tersebut dinyatakan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN BANK SYARIAH. Oleh : Junaedi,SE,M.Si

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN BANK SYARIAH. Oleh : Junaedi,SE,M.Si ANALISIS LAPORAN KEUANGAN BANK SYARIAH Oleh : Junaedi,SE,M.Si Pengertian laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan: Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurunnya kapasitas permintaan dan produksi di sektor riil berpotensi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurunnya kapasitas permintaan dan produksi di sektor riil berpotensi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurunnya kapasitas permintaan dan produksi di sektor riil berpotensi kuat terhadap kualitas aktiva perbankan, sehingga perbankan harus lebih berhati hati

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Menurut Veithzal et al (2012:616), laporan keuangan adalah laporan periodik

BAB III PEMBAHASAN. Menurut Veithzal et al (2012:616), laporan keuangan adalah laporan periodik BAB III PEMBAHASAN A. Laporan Keuangan Menurut Veithzal et al (2012:616), laporan keuangan adalah laporan periodik yang disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum tentang status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat -giatnya melaksanakan pembangunan segala bidang kehidupan, salah satunya adalah di bidang perekonomian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin majunya perkembangan perekonomian saat ini semakin banyak pula bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber dana yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Pengertian dan Fungsi kredit Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 pasal 1 angka 11, kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK DENGAN PT.BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. Nama : Sarah Natya

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK DENGAN PT.BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. Nama : Sarah Natya ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK DENGAN PT.BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK Nama : Sarah Natya Dosen Pembimbing: Erny Pratiwi, SE, MMSI Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan dan dipublikasikan. Data sekunder yaitu laporan keuangan publikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Capital Adequacy Ratio (CAR) Menurut Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

BAB I PENDAHULUAN. kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia telah mengalami perkembangan ekonomi yang sangat cepat. Perkembangan tersebut tidak lepas dari peran bank sebagai lembaga keuangan yang mengatur,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Pemikiran 2.1.1 Landasan Teori 2.1.1.1 Pengertian Bank Menurut Kasmir (2012), bank dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terjadi seiring dengan perkembangan UKM serta masih banyaknya hambatan UKM dalam mengakses sumber-sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Analisis Rasio Rasio keuangan merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh membagi satu angka dengan angka lainnya. Jadi, rasio

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perbedaan Syariah dengan Konvensional 2.1.1. Perbandingan Kinerja Bank Syariah dengan Bank Konvensional Kusafarida (2003) dalam skripsinya meneliti tentang perbandingan kinerja

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. optimal dalam industri perbankan nasional. Paska terbitnya Undang-Undang

I. Pendahuluan. optimal dalam industri perbankan nasional. Paska terbitnya Undang-Undang I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Perbankan syariah di Indonesia muncul pada tanggal 1 Mei 1992, yaitu sejak berdirinya PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk (BMI). Pada awalnya bank yang menggunakan prinsip

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perbankan secara umum menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perbankan secara umum menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perbankan Syariah Pengertian perbankan secara umum menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank yang mencakup kelembagaan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Keuangan Manajemen keuangan sangat penting dalam semua jenis perusahaan, termasuk bank dan lembaga keuangan lainnya, serta perusahaan industri dan retail. Manajemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Sektor perbankan berfungsi sebagai perantara keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Sektor perbankan berfungsi sebagai perantara keuangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perbankan dalam perekonomian suatu negara memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting. Perbankan merupakan salah satu sub sistem keuangan yang paling penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak terlepas dari peran semakin meningkatnya sektor usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Sektor Perbankan 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Negara Republik Indoneisa Nomor 10 tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan yaitu badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian sebagai wujud peningkatan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian sebagai wujud peningkatan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga yang ikut andil maupun berperan penting dalam laporan keuangan suatu perusahaan, terutama untuk mengembangkan dan mengatur perekonomian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pengertian perbankan dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.10 Tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pengertian perbankan dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.10 Tahun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Bank Pengertian perbankan dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 adalah segala sesuatu yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian suatu negara sebagai lembaga perantara keuangan. Bank adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 Bank adalah badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 Bank adalah badan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan perekonomian di dunia saat ini tidak terlepas dari dunia perbankan. Hampir seluruh aktivitas perekonomian memanfaatkan perbankan sebagai lembaga keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian dan Fungsi Kredit Menurut Dahlan Siamat (2005 : 349), kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di PT. Bank Sahabat Sampoerna karena pada tanggal 9 Mei

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di PT. Bank Sahabat Sampoerna karena pada tanggal 9 Mei BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Penelitian dilakukan di PT. Bank Sahabat Sampoerna karena pada tanggal 9 Mei 2011 merupakan tonggak sejarah dimana secara resmi PT Sampoerna Investama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu mengembangkan dan memajukan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu mengembangkan dan memajukan perekonomian di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perbankan merupakan sasaran pembangunan ekonomi, dimana perbankan diharapkan mampu mengembangkan dan memajukan perekonomian di Indonesia. Hal tersebut menandakan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. PADA PERIODE

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. PADA PERIODE ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. PADA PERIODE 2010-2012 DOSEN PEMBIMBING : Rini Tesniwati, SE., MMSi Galih Pangestu 22210924 3EB06 Latar Belakang Menurut UU RI No 10 1998 tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan pihak yang memiliki kekurangan dana. Dimana kegiatan. kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit.

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan pihak yang memiliki kekurangan dana. Dimana kegiatan. kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan merupakan lembaga yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan perekonomian suatu negara dan bank adalah salah satunya. Bank berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Taswan (2006:4), bank adalah lembaga keuangan atau

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Taswan (2006:4), bank adalah lembaga keuangan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Taswan (2006:4), bank adalah lembaga keuangan atau perusahaan yang aktivitasnya menghimpun dana berupa giro, deposito, tabungan dan simpanan lainnya dari pihak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bank Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi memperlancar lalu lintas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sampel bank umum syariah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri

BAB III METODE PENELITIAN. Sampel bank umum syariah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Sampel Penelitian Sampel bank umum syariah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan bank konvensional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap aktivitas ekonomi memerlukan jasa perbankan untuk memudahkan transaksi keuangan. Di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi. Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi. Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Di negara seperti Indonesia, bank memegang peranan penting dalam pembangunan karena bukan hanya sebagai sumber pembiayaan untuk kredit investasi kecil,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaat diantaranya dividen dan capital gain. Dividend merupakan bagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaat diantaranya dividen dan capital gain. Dividend merupakan bagian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Saham Menurut Anoraga, Pakarti (2006:54) pengertian saham dapat diartikan sebagai tanda penyertaan modal pada suatu perseroan terbatas dan memiliki manfaat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang tentang pokok perkoperasian Nomor : 12 tahun 1967 menyebutkan koperasi adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Riyadi : 2006) (Kasmir : 2011)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Riyadi : 2006) (Kasmir : 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, bertugas menghimpun dana (Funding) dari masyarakat, menyalurkan dana (Lending)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Tujuan dan Jenis Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan suatu perusahaan memiliki peranan yang sangat penting bagi pihak manajemen perusahaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian melalui fungsinya sebagai intermediary service, stabilitas ekonomi di lain pihak.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian melalui fungsinya sebagai intermediary service, stabilitas ekonomi di lain pihak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai peran yang penting bagi aktivitas perekonomian. Lembaga keuangan (bank) merupakan lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran dan yang tidak kalah pentingnya adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perbankan 2.1.1 Kinerja Perbankan Kinerja perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam variabel atau indikator, antara lain melalui laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan.

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN VI ANALISIS KINERJA KEUANGAN Analisis kinerja keuangan atau analisis finansial pada suatu perusahaan atau organisasi merupakan salah satu faktor yang dapat mencerminkan kondisi perusahaan atau organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan( NPL), Likuiditas dan Efisiensi Operasional Terhadap Profitabilitas Perusahaan Perbankan

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BANK. Alat likuid: uang kas di bank dan rekening giro yang disimpan di Bank Indonesia

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BANK. Alat likuid: uang kas di bank dan rekening giro yang disimpan di Bank Indonesia BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BANK A. Analisis Rasio Likuiditas Analisis yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajibankewajiban jangka pendek atau kewajiban yang sudah jatuh tempo. Rasio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Daftar nama bank yang termasuk dalam objek penelitian ini adalah 10 bank berdasarkan total aset terbesar di tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 1.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA BANK

ANALISIS KINERJA BANK ANALISIS LAPORAN KEU. PERBANKAN KARTIKA SARI. UniversitasGunadarma. ANALISIS KINERJA BANK TUJUAN MATERI : 1. Menjelaskan pengertian analisis rasio likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas. 2. Menyebutkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bank Semua sektor usaha baik sektor industri, perdagangan, pertanian, perkebunan, jasa, perumahan, dan lainnya sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan sebagai bahan acuan dalam penelitian ini, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan sebagai bahan acuan dalam penelitian ini, yaitu : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jurnal yang digunakan sebagai bahan acuan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Ayu Yanita Sahara (2013) Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Rasio Keuangan a. Pengertian Rasio Keuangan Menurut Kasmir (2008:104), rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA KEUANGAN PADA PT. X DENGAN MENGGUNAKAN METODE FINANCIAL RATIO DAN METODE ECONOMIC VALUE ADDED (EVA)

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA KEUANGAN PADA PT. X DENGAN MENGGUNAKAN METODE FINANCIAL RATIO DAN METODE ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) ANALISIS PENGUKURAN KINERJA KEUANGAN PADA PT. X DENGAN MENGGUNAKAN METODE FINANCIAL RATIO DAN METODE ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) Riski Prasetyo Email : riski_prasetyo@yahoo.com Jurusan Manajemen, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lainnya (Hanafi dan Halim, 2009). Sedangkan kinerja keuangan bank dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan lainnya (Hanafi dan Halim, 2009). Sedangkan kinerja keuangan bank dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja keuangan bank merupakan suatu gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu, baik mencakup aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dananya. Penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di setiap negara, merupakan sebuah alat yang dapat mempengaruhi suatu pergerakan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Fundamental Teori fundamental adalah teori yang didasarkan pada fundamental ekonomi suatu perusahaan. Teori ini menitikberatkan pada rasio finansial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan pemohon kredit (Firdaus 2009:184). Pengambilan keputusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan pemohon kredit (Firdaus 2009:184). Pengambilan keputusan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengambilan Keputusan Kredit 2.1.1 Teori Pengambilan keputusan kredit adalah semacam studi kelayakan atas perusahaan pemohon kredit (Firdaus 2009:184). Pengambilan keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit kepada masyarakat, yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki banyak kebutuhan, terutama yang berkaitan dengan dana. Dana

BAB I PENDAHULUAN. memiliki banyak kebutuhan, terutama yang berkaitan dengan dana. Dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan suatu bisnis setiap perusahaan perbankan memiliki banyak kebutuhan, terutama yang berkaitan dengan dana. Dana merupakan elemen utama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis

BAB I PENDAHULUAN. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Krisis yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis moneter sebagai akibat jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap valuta asing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang dan meminjamkan uang.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang dan meminjamkan uang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang dan meminjamkan uang. Sedangkan menurut undang-undang

Lebih terperinci

MANAJEMEN DANA UNTUK LKM OLEH :.OYONG LISA,SE.MM.

MANAJEMEN DANA UNTUK LKM OLEH :.OYONG LISA,SE.MM. MANAJEMEN DANA UNTUK LKM OLEH :.OYONG LISA,SE.MM. MANAJEMEN DANA : Suatau proses yang meliputi bagaimana sebuah lembaga keuangan menetapkan kebijaksanaan di bidang pendanaan, Permodalan, pengalokasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi pada saat sekarang ini telah menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi pada saat sekarang ini telah menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis global yang terjadi pada saat sekarang ini telah menyebabkan kinerja perekonomian Indonesia menurun. Pengelolaan perekonomian dan sektor usaha yang

Lebih terperinci

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

Bab 5. Kesimpulan dan Saran Bab 5 5.1. Kesimpulan Setelah melakukan analisa laporan keuangan PT. Bank Mega Tbk dan memperbandingankannya dengan laporan keuangan PT. Bank Permata Tbk, maka penulis menarik beberapa kesimpulan sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang berfungsi sebagai perantara (financial intermediary) antara

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang berfungsi sebagai perantara (financial intermediary) antara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga yang memiliki peran penting dalam perekonomian yang berfungsi sebagai perantara (financial intermediary) antara pihak kelebihan dana

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat modern. Sistem pembayaran dan intermediasi hanya dapat terlaksana bila ada sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 27 Oktober 1988 (PAKTO) yang mencakup bidang keuangan, moneter dan

BAB I PENDAHULUAN. 27 Oktober 1988 (PAKTO) yang mencakup bidang keuangan, moneter dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada pertengahan tahun 1980-an pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (PAKTO) yang mencakup bidang keuangan, moneter dan perbankan. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian dikarenakan bank berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia. Langkah yang ditempuh dalam menghadapi krisis moneter salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Asia. Langkah yang ditempuh dalam menghadapi krisis moneter salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis keuangan global pada tahun 2008, fakta yang terjadi bermula dari ambruknya bisnis property di Amerika Serikat, berdampak cepat ke Eropa dan Asia. Langkah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004, tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi tahun 1997 yang kemudian berkembang menjadi krisis multi

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi tahun 1997 yang kemudian berkembang menjadi krisis multi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi tahun 1997 yang kemudian berkembang menjadi krisis multi dimensi membawa dampak kehancuran usaha perbankan di Indonesia. Hal ini meninggalkan kredit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan pada umumnya ditandai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan pada umumnya ditandai dengan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keberhasilan perusahaan pada umumnya ditandai dengan kemampuan manajemen melihat kemungkinan dan kesempatan di masa yang akan datang, baik jangka pendek

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 6 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Bank Pengertian bank menurut Standar Akuntansi Keuangan dalam Akuntansi Perbankan, menyatakan bahwa : Bank adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi dunia kini menjadi salah satu isu utama dalam perkembangan dunia memasuki abad ke-21. Krisis ekonomi yang kembali melanda negara-negara di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia perbankan memegang peranan penting dalam pertumbuhan stabilitas ekonomi. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Bank dan Perbankan Secara sederhana bank dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem keuangan di negara-negara Asia mengalami perubahan yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Sistem keuangan di negara-negara Asia mengalami perubahan yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem keuangan di negara-negara Asia mengalami perubahan yang berarti selama dekade 80-an sampai sekarang. Hampir semua negara Asia melakukan liberalisasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Peran Bank Bank secara sederhana dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya sektor usaha. Perbankan sebagai lembaga perantara (intermediate)

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya sektor usaha. Perbankan sebagai lembaga perantara (intermediate) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan memiliki peran penting dalam perekonomian suatu negara. Kinerja perbankan yang kuat akan menopang berbagai sektor ekonomi termasuk didalamnya sektor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Koperasi (cooperative) bersumber dari kata co-operation yang artinya

TINJAUAN PUSTAKA. Koperasi (cooperative) bersumber dari kata co-operation yang artinya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Koperasi Koperasi (cooperative) bersumber dari kata co-operation yang artinya kerja sama. Dalam hal ini, kerja sama tersebut dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai

Lebih terperinci

BAHAN AJAR Jurusan : Administrasi Bisnis Konsentrasi : Mata Kuliah : Pengantar Bisnis

BAHAN AJAR Jurusan : Administrasi Bisnis Konsentrasi : Mata Kuliah : Pengantar Bisnis BAB 5 Manajemen Keuangan Manajemen keuangan perusahaan adalah aktivitas yang terkait dengan perencanaan, pengendalian, perolehan serta pendistribusian asset-aset keuangan perusahaan. Aktivitas yag dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak lepas dari transaksi keuangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak lepas dari transaksi keuangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak lepas dari transaksi keuangan. Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dalam hal ini penulis akan melakukan analisa kinerja keuangan bank yang

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dalam hal ini penulis akan melakukan analisa kinerja keuangan bank yang BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam hal ini penulis akan melakukan analisa kinerja keuangan bank yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu: PT Bank Mandiri dan PT Bank Rakyat Indonesia. Analisis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan bentuk analisis untuk membuat data-data tersebut mudah diatur. Semua

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan bentuk analisis untuk membuat data-data tersebut mudah diatur. Semua BAB II KAJIAN TEORI 1.1 Pengertian 1.1.1 Analisis Salah satu bentuk analisis adalah merangkum sejumlah data besar data yang masih mentah menjadi informasi yang dapat diinterpretasikan. Kategorisasi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan di Indonesia. Keberadaan sektor perbankan memiliki peranan cukup penting,

BAB I PENDAHULUAN. keuangan di Indonesia. Keberadaan sektor perbankan memiliki peranan cukup penting, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan lembaga keuangan yang memiliki peranan dalam sistem keuangan di Indonesia. Keberadaan sektor perbankan memiliki peranan cukup penting, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang pernah mendapatkan pendidikan mengenai perbankan maupun yang tidak, tahu arti umum dari bank.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. meminimalkan risiko dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup.

BAB II LANDASAN TEORI. meminimalkan risiko dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. BAB II LANDASAN TEORI A. Profitabilitas Sebagaimana dengan Bank Umum lainnya, tugas utama Bank Syariah dalam upaya pencapaian keuntungan adalah dengan mengoptimalkan laba, meminimalkan risiko dan menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Ada empat penelitian terdahulu yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh: 1. Nisrina Yuli Astrie (2015) Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 23 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif karena menghitung nilai dengan desain kausal yang menyatakan hubungan sebab-akibat dan berpengaruh. Metode kuantitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembanya perbankan Indonesia dapat dilihat dari jumlah bank yang

BAB I PENDAHULUAN. Berkembanya perbankan Indonesia dapat dilihat dari jumlah bank yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembanya perbankan Indonesia dapat dilihat dari jumlah bank yang semakin meningkat tiap tahunnya. Ini menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat telah kembali

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO LIKUIDITAS, SOLVABILITAS, DAN PROFITABILITAS DALAM MENDUKUNG PEMBIAYAAN PADA PT BANK DANAMON INDONESIA, TBK.

ANALISIS RASIO LIKUIDITAS, SOLVABILITAS, DAN PROFITABILITAS DALAM MENDUKUNG PEMBIAYAAN PADA PT BANK DANAMON INDONESIA, TBK. ANALISIS RASIO LIKUIDITAS, SOLVABILITAS, DAN PROFITABILITAS DALAM MENDUKUNG PEMBIAYAAN PADA PT BANK DANAMON INDONESIA, TBK. Lia Dahlia Iryani *) dan Herlina **) ABSTRAK Penilaian kinerja pada aspek keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Lebih terperinci

PROSPEK KINERJA KEUANGAN PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM ( KSP ) UNIVERSITAS GUNUNG RINJANI LOMBOK TIMUR - NTB

PROSPEK KINERJA KEUANGAN PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM ( KSP ) UNIVERSITAS GUNUNG RINJANI LOMBOK TIMUR - NTB GaneÇ Swara Vol. No. Maret 6 PROSPEK KINERJA KEUANGAN PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM ( KSP ) UNIVERSITAS GUNUNG RINJANI LOMBOK TIMUR - NTB ABSTRAK SAHRUL IHSAN Fakultas Ekonomi Universitas Gunung Rinjani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi sebagai financial intermediary atau perantara pihak yang kelebihan dana

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi sebagai financial intermediary atau perantara pihak yang kelebihan dana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan masyarakat modern sekarang ini, perbankan sebagai lembaga keuangan memiliki peran besar dalam menggerakkan roda perekonomian suatu negara, bank telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bank. Uang sebagai salah satu produk bank setiap hari di gunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. bank. Uang sebagai salah satu produk bank setiap hari di gunakan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia perbankan memegang peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat. Aktivitas yang di jalankan masyarakat selalu berhubungan dengan bank. Uang sebagai

Lebih terperinci