BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Malioboro merupakan salah satu pusat pertumbuhan di Kota Yogyakarta. Dokumen RPJMD Kota Yogyakarta tahun juga menyebutkan bahwa Kawasan Malioboro telah menjadi jantung Kota Yogyakarta yang ditandai dengan berbagai kegiatan yang terpusat di Kawasan Malioboro. Kegiatan-kegiatan tersebut berupa urusan kepemerintahan, perdagangan, jasa, pariwisata, dan sebagainya. Kegiatan kepemerintahan terlihat dari keberadaan kantor pemerintahan seperti kantor DPRD D.I. Yogyakarta, BAPPEDA D.I. Yogyakarta, UPT Malioboro, dan kantor dinas lainnya. Kegiatan perdagangan dan jasa yang ada di Kawasan Malioboro sudah tidak asing lagi karena kawasan ini memang diarahkan sebagai kawasan budaya sekaligus kawasan ekonomi dalam penataan ruang (RPJMD Kota Yogyakarta Tahun ). Pengembangan Kawasan Malioboro yang diatur dalam Perda Provinsi D.I. Yogyakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun turut serta mengarahkan Kawasan Malioboro sebagai kawasan cagar budaya dan koridor wisata belanja. Kedua regulasi tersebut menunjukkan bahwa Kawasan Malioboro memiliki fungsi yang beragam sebagai bagian dari Kota Yogyakarta. Keberadaan fungsi Kawasan Malioboro yang beragam menyebabkan peningkatan jumlah pengunjung. Kepala Sub Tata Usaha Unit Pelayanan Teknis Pengelolaan Malioboro memperinci jumlah pengunjung Malioboro menjadi sekitar pengunjung per hari pada hari biasa dan pengunjung per hari pada long weekend (Kedaulatan Rakyat, 2014). Pengunjung yang dimaksud dapat berasal dari dalam maupun luar kota yang menggunakan moda transportasi pribadi atau umum (bermotor atau tidak bermotor), bahkan berjalan kaki. Keberagaman fungsi Kawasan Malioboro juga harus memperhatikan semua aspek kepentingan, termasuk kepentingan pedestrian. Pedestrian dapat bermakna pejalan kaki, yaitu 1

2 orang yang sedang berjalan kaki di ruang lalu lintas jalan ( ). Pentingnya peran Kawasan Malioboro dapat ditinjau dari upaya penyediaan fasilitas bagi pedestrian. Akan tetapi, kenyataannya kini jalur pedestrian Kawasan Malioboro terlihat semakin beralih fungsi menjadi area parkir kendaraan pengunjung dan kegiatan PKL, bahkan kedua kegiatan tersebut telah mengganggu fasilitas pedestrian bagi penyandang cacat (difabel) (Harian Jogja, 2013). Ketidaksesuaian fungsi jalur pedestrian di Kawasan Malioboro terus berkembang hingga menjadi salah satu alasan yang melatarbelakangi lahirnya nota kesepahaman tentang revitalisasi Kawasan Stasiun Tugu dan Malioboro. Nota kesepahaman tersebut telah disetujui sejak tiga tahun silam oleh Gubernur D.I. Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X (Kompas, 2014). Upaya revitalisasi ini salah satunya menghendaki Malioboro menjadi kawasan pedestrian dengan adanya arahan kebijakan pembatasan jumlah kendaraan yang akan berlalu-lalang di sekitar Kawasan Malioboro. Tujuannya agar area parkir yang selama ini berada di jalur pedestrian Kawasan Malioboro dapat dihilangkan. Hal senada telah dijabarkan oleh Heriyanto (2010) dalam penelitiannya yang memandang perlunya arah rekomendasi pengembangan Kawasan Malioboro seperti pembatasan kendaraan bermotor yang masuk Jalan Malioboro melalui pembangunan dan manajemen demand layanan. Perda Kota Yogyakarta No. 2 Tahun 2010 tentang RTRW Kota Yogyakarta Tahun pasal 80 menunjuk beberapa jalan seperti Jalan Malioboro Jenderal Ahmad Yani (sekarang Jalan Margo Mulyo) bersama-sama dengan Jalan Mangkubumi menjadi target area khusus pedestrian. Selain itu, RTRW Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun telah memiliki konsep Kawasan Malioboro yang lebih ramah terhadap pedestrian sekaligus akan memberikan ruang terhadap penataan infrastruktur seperti parkir dan akses yang lebih baik lagi. 2

3 1.2. Perumusan Masalah Permasalahan secara umum pedestrian di perkotaan Indonesia ialah alih fungsi fasilitas pedestrian, terutama trotoar (Yulianto, 2011). Dalam tesisnya tentang Pergerakan dan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan Kabupaten Sumedang, Yulianto (2011) berpendapat bahwa trotoar sebagai sarana pedestrian telah banyak dimanfaatkan sebagai tempat parkir, PKL, serta berdirinya tiang listrik dan telepon. Sejak tahun 1995 jalur pedestrian di Kawasan Malioboro telah dipadati aktivitas PKL (Lulie, 1995). Selain itu, penelitian Ulfah (2003) menyebutkan bahwa kesemerawutan trotoar sebagai jalur pedestrian juga telah terlihat di Kawasan Malioboro yang menyebabkan gangguan ketertiban. Sebanyak 2/3 bagian dari lebar trotoar telah digunakan sebagai kantong parkir di jalur pedestrian Kawasan Malioboro (Kompas, 2013). Kondisi-kondisi tersebut membuktikan bahwa jalur pedestrian di Kawasan Malioboro semakin buruk, terutama menyebabkan gangguan saat berjalan kaki sehingga pedestrian harus turun ke badan jalan dan bersaing dengan kendaraan bermotor lainnya. Aribowo (2008) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa fasilitas pendukung pedestrian (vegetasi, bangku, tempat sampah, telepon umum, papan informasi, lampu, dan sign) di Kawasan Malioboro dinilai cukup lengkap dalam kondisi kurang baik, kecuali lampu penerangan dan halte. Berbagai gangguan atau hambatan pada fasilitas pedestrian menyebabkan kebutuhan pedestrian di Kawasan Malioboro belum terpenuhi atau belum dapat digunakan dengan baik. Berdasarkan gambaran di atas, penelitian ini dilakukan untuk menilai fasilitas pedestrian khususnya di jalur pedestrian Jalan Malioboro dan Jalan Margo Mulyo yang terdiri atas dua rumusan masalah, sebagai berikut: (1) Seperti apakah karakteristik pedestrian di lokasi kajian? (2) Bagaimana kebutuhan dan ketersediaan fasilitas pedestrian di lokasi kajian? 3

4 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan, antara lain: (1) Mengidentifikasi karakteristik pedestrian di lokasi kajian (2) Mengidentifikasi kebutuhan dan ketersediaan fasilitas pedestrian di lokasi kajian 1.4. Manfaat Penelitian (1) Memberikan kontribusi sebagai sumber pengetahuan bagi mahasiswa maupun masyarakat umum terkait fasilitas-fasilitas pedestrian yang seharusnya tersedia dalam kondisi memadai sesuai standar guna memenuhi kebutuhan pedestrian sekaligus meningkatkan minat berjalan kaki masyarakat perkotaan. (2) Memberikan gambaran kesesuaian atau ketidaksesuaian fasilitas pedestrian yang ada dengan kebutuhan pedestrian sehingga mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Kota Yogyakarta dalam evaluasi perencanaan, pengembangan, dan pemeliharaan fasilitas pedestrian di Kawasan Malioboro pada masa sekarang dan mendatang. 4

5 1.5. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian tentang pedestrian, baik ditinjau dari pergerakannya, fasilitasnya yang berupa elemen-elemen fisik, kenyamanannya, maupun tingkat pelayanannya disajikan dalam matriks keaslian penelitian sebagaimana dapat dilihat pada Tabel Dalam Tabel dijabarkan dan dijelaskan penelitianpenelitian terdahulu yang memiliki kemiripan dengan penelitian yang telah dilakukan sehingga dapat memberikan referensi penilaian fasilitas pedestrian di kawasan perkotaan. No. Tabel Keaslian Penelitian Nama Judul Peneliti Penelitian (Tahun) 1. Ato Yulianto (2011) Pergerakan dan Fasilitas Pejalan Kaki di Perkotaan Kabupaten Sumedang Kawasan Jenis Penelitian Tesis Tujuan Penelitian 1. Meneliti kebutuhan masyarakat terhadap aktivitas berjalan kaki 2. Mengevaluasi kondisi fasilitas pejalan kaki yang ada 3. Mengevaluasi peran pemerintah dalam penyediaan fasilitas pejalan kaki Metode Penelitian Analisis deskriptif kualitatif dan ekploratif Hasil Penelitian 1) Kebutuhan berjalan kaki dipengaruhi oleh tempat tujuan yang memiliki jarak pendek dan waktu singkat. Kegiatan rutin pejalan kaki yakni pulang-pergi ke sekolah, tempat kerja, dan olahraga ke taman. 2) Dari segi desain, kondisi trotoar dan fasilitas di ruas Jl. Prabu Geusan Ulun dan Jl. Mayor Abdurachman telah memenuhi standar Departemen Pekerjaan Umum, sedangkan dari segi penyediaan fasilitas dan fungsinya masih kurang memadai. 3) Pemerintah daerah masih kurang peduli dan kurang perhatian terhadap pergerakan pejalan kaki karena terbatasnya anggaran. 5

6 No. Lanjutan Tabel Keaslian Penelitian Nama Peneliti (Tahun) Judul Penelitian 2. Ashadi, Rifka Houtrina, dan Analisa Pengaruh Elemen- Elemen Pelengkap Jalur Nana Setiawan Pedestrian terhadap Kenyamanan (2012) Pejalan Kaki Studi Kasus Pedestrian Orchard Singapura 3. Danoe Iswanto Pengaruh Elemen-Elemen (2006) Pelengkap Jalur Pedestrian terhadap Kenyamanan Pejalan Kaki (Studi Kasus: Penggal Jalan Pandanaran, Dimulai dari Jalan Randusari hingga Kawasan Tugu Muda) 4. Lulie (1995) Karakteristik dan Analisis Kebutuhan Fasilitas Pejalan Kaki Studi Kasus di Jalan Malioboro, Yogyakarta Jenis Penelitian Tujuan Penelitian Jurnal Mengeksplorasi & mendefinisikan elemenelemen apa saja yang terdapat pada pedestrian sebagai ruang publik terbuka Jurnal Mengetahui pengaruh elemen-elemen pelengkap yang terdapat dalam jalur pedestrian terhadap suatu kenyamanan manusia yang berada di dalamnya dan mempergunakannya Tesis Mengetahui pergerakan pola aliran dan karakteristik pejalan kaki Metode Penelitian Analisis deskriptif kualitatif Analisis deskriptif kualitatif Analisis deskriptif kualitatif Hasil Penelitian Jalur pedestrian di Orchard Road memiliki zona fontage, ruang sidewalk café, gerbang bangunan, bangku, dan pepohonan. Di sepanjang Orchard Road banyak terdapat gedung besar seperti mal, plaza, hotel, perkantoran, dan stasiun kereta (MRT) yang saling berhubungan dan berkaitan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan: sirkulasi, gaya alam dan iklim, keamanan, kebersihan dan keindahan. Kecepatan aliran bebas pejalan kaki sebesar 52,0 m/menit dan jumlah aliran maksimum pejalan kaki sebesar 63 ped/m/menit. Lebar efektif trotoar yang dibutuhkan pada tingkat pelayanan "B" selebar 1,50 meter untuk sisi trotoar di depan bangunan perpustakaan wilayah (sisi barat) dan selebar 1,10 meter untuk sisi trotoar di depan Hotel Mutiara (sisi timur). Mobilitas pejalan kaki di trotoar Jalan Malioboro lebih rendah daripada di negara lain yang menjadi obyek studi. Perlu usaha penanganan gangguan samping yang disebabkan oleh pedagang kaki lima yang merupakan sumber penyempitan lebar efektif trotoar. 6

7 No. Lanjutan Tabel Keaslian Penelitian Nama Peneliti (Tahun) 5. M. Arief Aribowo (2008) 6. Aditya Suryantaka (2014) Judul Penelitian Penataan Jalur Pejalan Kaki pada Koridor Jalan Malioboro Berdasarkan Persepsi dan Preferensi Pengunjung Analisis Pemanfaatan Trotoar di Jalan Malioboro Margo Mulyo: Perspektif Ruang dan Waktu Jenis Penelitian Tugas Akhir Skripsi Tujuan Penelitian Memberikan rekomendasi penataan jalur pejalan kaki di Koridor Jalan Malioboro 1. Mendeskripsikan karakteristik geometri trotoar di Jalan Maliobnoro Margo Mulyo 2. Mendeskripsikan pemanfaatan trotoar berdasarkan distribusi ruang dan waktu di Jalan Malioboro Margo Mulyo 3. Mengetahui arti penting trotoar di Jalan Malioboro Margo Mulyo Metode Penelitian Analisis kualitatif (deskriptif dan normatif) dan kuantitatif Analisis deskriptif kualitatif Hasil Penelitian Diperlukan penataan jalur pejalan kaki (pembuatan jalur khusus bagi pengunjung yang akan berbelanja, penertiban PKL, pembuatan ram bagi penyandang cacat), penataan street furniture (pengadaan tempat duduk, tempat sampah, toilet, penambahan kanopi), penataan sirkulasi dan parkir serta ruang terbuka. 1. Secara geometri, trotoar di sebelah timur dan barat Jalan Malioboro Margo Mulyo memiliki panjang yang sama sebesar 1286 m dan tinggi dari bahan perkerasan jalan sebesar 20 cm. Perbedaannya terletak pada karakteristik bahan dasar permukaan dan lebar trotoar sehingga pemanfaatan ruang trotoar di kanan dan kiri Jalan Malioboro Margo Mulyo juga berbeda. 2. Pengguna trotoar di Jalan Malioboro Margo Mulyo adalah pejalan kaki, PKL, dan petugas parkir. Secara fisik, trotoar sebelah timur Jalan Malioboro Margo Mulyo didominasi oleh lahan parkir, sedangkan trotoar sebelah barat didominasi oleh PKL. Secara sosial, trotoar Jalan Malioboro Margo Mulyo dibatasi oleh beberapa paguyuban, antara lain Koperasi Tridharma, Pemalni, Angkringan, Handayani, Lesehan, dan paguyuban parkir. 3. Trotoar di Jalan Malioboro Margo Mulyo memiliki arti sebagai tempat unik bagi pejalan kaki serta lahan perekonomian bagi PKL dan petugas parkir. 7

8 Penelitian-penelitian yang tertera pada Tabel dijadikan acuan dan referensi dalam memberikan gambaran tentang fasilitas pedestrian dalam menunjang kenyamanan pergerakan pedestrian. Faktor-faktor penunjang kenyamanan yang dimaksud seperti pengadaan sirkulasi, gaya alam dan iklim, keamanan, kebersihan, dan keindahan fasilitas pedestrian. Beberapa penelitian juga menghasilkan rekomendasi atau arahan tentang peningkatan fungsi jalur pedestrian dengan cara penataan ulang terhadap fasilitas pedestrian yang kurang atau tidak mendukung kenyamanan bagi pedestrian. Penataan ulang dapat berupa pembuatan jalur khusus bagi penyandang cacat, pembuatan jalur khusus bagi pengunjung yang ingin berbelanja, penataan dan pengadaan street furniture (seperti: tempat duduk, tempat sampah, penambahan kanopi), peningkatan penerangan dan keamanan, penataan sikulasi, ruang terbuka dan aktivitas lain (parkir dan PKL). Beberapa penelitian juga mengemukakan bahwa intensitas pergerakan pedestrian ditunjang oleh tempat tujuan yang memiliki jarak pendek dan waktu singkat. Jalur pedestrian berupa trotoar dianggap sebagai instrumen penting bagi pedestrian untuk menuju tempat tujuan. Kinerja jalur pedestrian dapat diukur dengan mengetahui tingkat pelayanan (level of service) melalui kapasitas pedestrian. Tingkat pelayanan trotoar depan bangunan perpustakaan wilayah (sisi barat) Jalan Malioboro Kota Yogyakarta bertipe B. Penelitian yang dilakukan di Jalan Malioboro dan Jalan Margo Mulyo ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif yang juga digunakan dalam beberapa penelitian terdahulu pada Tabel Persamaan lain terdapat pada tujuan penelitian yang berupaya mengetahui kebutuhan pedestrian atas fasilitasnya dan kondisi eksisting fasilitas pedestrian. Perbedaannya, penelitian yang dilakukan menggunakan klasifikasi karakteristik pedestrian berdasarkan sarana dan kepentingan perjalanan menurut Rubenstein (1987 dan 1978), serta dari segi demografinya. Daerah penelitian juga lebih difokuskan pada jalur pedestrian di Jalan Malioboro Margo Mulyo pada Kawasan Malioboro. Penelitian Aditya Suryantaka (2014) juga berada di kedua ruas jalan ini, namun lebih menekankan pemanfaatan dan arti penting trotoar bagi semua pelaku kegiatan. 8

9 1.6. Tinjauan Pustaka Pedestrian Pedestrian bermakna pejalan kaki, yaitu orang yang sedang berjalan kaki di ruang lalu lintas jalan ( ). Berjalan kaki dianggap sebagai suatu alat pergerakan internal atau penghubung antara moda transportasi dalam suatu kota yang berfungsi memfasilitasi interaksi tatap muka. Interaksi tersebut terjadi antara satu manusia dengan manusia lainnya yang sering berlangsung dalam kegiatan komersial maupun kultural untuk memenuhi kebutuhan kehidupan perkotaan (Fruin, 1979). Kelemahan kegiatan pedestrian dijelaskan oleh Gideon (1977) dalam Iswanto (2006) bahwa pedestrian sebenarnya tidak mampu melakukan pergerakan atau perjalanan dalam jarak yang jauh, rawan gangguan alam, dan hambatan lalu lintas kendaraan. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman (ENCLOSURE) yang ditulis oleh Indraswara (2007) mengemukakan empat faktor utama yang mempengaruhi sejauh mana seseorang akan berjalan kaki menurut Untermann (1984). Keempat faktor tersebut adalah waktu, kenyamanan, ketersediaan kendaraan bermotor, dan pola tata guna tanah. 1) Faktor waktu Faktor waktu memiliki keterkaitan yang erat dengan kepentingan seseorang saat berjalan kaki. Kepentingan yang ingin dicapai akan mempengaruhi cepat atau lamanya seseorang berjalan kaki. Misalnya pejalan kaki dengan kepentingan untuk berbelanja akan memerlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan pejalan kaki yang memiliki kepentingan untuk rekreasi. Pejalan kaki yang memiliki kepentingan untuk rekreasi juga akan menempuh jarak yang relatif jauh, sedangkan pejalan kaki yang ingin berbelanja kadang menghabiskan waktu 2 jam atau lebih. 2) Faktor kenyamanan Setidaknya terdapat dua faktor yang mempengaruhi kenyamanan, yakni cuaca dan jenis aktivitas. Cuaca yang terlalu panas atau hujan akan mengurangi minat seseorang untuk berjalan kaki sehingga kenyamanan berjalan kaki dapat dicapai saat cuaca cerah namun tidak terlalu panas. Jenis aktivitas juga akan 9

10 mempengaruhi lamanya waktu yang dihabiskan untuk berjalan kaki. Semakin nyaman suatu aktivitas maka semakin lama pula waktu yang diperlukan. 3) Faktor ketersediaan kendaraan bermotor Ketersediaan moda transportasi yang memadai dapat mendorong seseorang untuk berjalan kaki dengan jarak yang lebih jauh, baik transportasi umum maupun pribadi. Selain itu, ketersediaan dan kemudahan mengakses moda transportasi umum, jaringan jalan yang baik, sarana parkir yang memadai, lokasi penyeberangan, dan pola penggunaan lahan campuran turut serta mempengaruhi aktivitas berjalan kaki. 4) Faktor pola tata guna tanah Kota yang memiliki penggunaan lahan yang beragam (campuran) akan menghasilkan jarak tempuh pedestrian yang lebih panjang dibandingkan kota dengan satu penggunaan lahan saja atau kurang beragam, misalnya kota di Eropa yang memiliki penggunaan lahan yang lebih beragam dibandingkan kota di Amerika. Pedestrian dapat menempuh jarak hingga 500 m pada kawasan perbelanjaan dan membutuhkan fasilitas pedestrian (misalnya tempat duduk serta kios atau kafe makanan dan minuman ringan) untuk mendukung perjalanan dengan jarak lebih dari 500 m. Pedestrian memerlukan suatu ruang khusus demi kelancaran dan kemananan saat melakukan aktivitasnya. Ruang tersebut dikenal sebagai jalur pedestrian. Jalur pedestrian menurut Indraswara (2007) yakni ruang sirkulasi jalan yang diperuntukkan khusus untuk pedestrian dan tidak boleh ada kendaraan lain di dalamnya. Lebih detail dijelaskan dalam Buku Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan (Departemen PU, 1995) mengenai jalur pedestrian yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada pedestrian sehingga tercipta kondisi yang aman, nyaman, dan lancar. Selain itu, beberapa kriteria mengenai jalur pedestrian juga dikemukakan oleh Untermann (1984) dimana jalur pedestrian harus memiliki unsur-unsur di bawah ini: a) Pedestrian harus mudah dalam bergerak dan berpindah tempat sehingga jalur pedestrian harus mempertimbangkan unsur keamanan. 10

11 b) Rute yang dilalui oleh pedestrian menuju lokasi tujuan harus merupakan rute terpendek dan bebas hambatan sehingga jalur pedestrian harus mempertimbangkan unsur menyenangkan. c) Jalur pedestrian harus mudah untuk diakses sehingga harus mempertimbangkan unsur kenyamanan. d) Jalur pedestrian dilengkapi oleh elemen yang menonjol atau menarik perhatian pejalan kaki tanpa membahayakan dirinya sehingga harus mempertimbangkan unsur daya tarik. Dengan demikian, jalur pedestrian dapat diartikan sebagai ruang khusus pedestrian yang menunjang kegiatan pedestrian untuk berjalan kaki dengan tanpa halangan dan hambatan sedikit pun Fasilitas (Sarana Prasarana) Pedestrian Definisi dan Fungsi Fasilitas Pedestrian Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengemukakan bahwa pedestrian berhak mendapatkan fasilitas pendukung dalam berlalu lintas karena perannya sebagai salah satu elemen dalam sistem lalu lintas jalan. Pedestrian harus disediakan fasilitas yang dapat mempermudah dalam berlalu lintas berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lainnya. Pedestrian diharuskan untuk menyeberang jalan pada fasilitas yang telah disediakan sehingga tidak mengganggu pengguna jalan lainnya sekaligus melindungi keselamatan dan keamanan pedestrian. Dengan demikian, ketersedian fasilitas pedestrian merupakan bagian penting dalam sistem perkotaan terutama pada kawasan dengan intensitas pedestrian yang tinggi. Penentuan tentang kebutuhan sarana prasarana untuk kepentingan pedestrian banyak ditemukan dalam produk hukum Negara Republik Indonesia. tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan menjelaskan dengan sangat detail tentang sarana prasarana pedestrian, antara lain: 11

12 - Jaringan pejalan kaki adalah ruas pejalan kaki, baik yang terintegrasi maupun terpisah dengan jalan, yang diperuntukkan bagi prasarana dan sarana pejalan kaki serta menghubungkan pusat-pusat kegiatan dan/atau fasilitas pergantian moda. - Ruas pejalan kaki adalah area yang diperuntukkan bagi pejalan kaki dan fasilitas penunjangnya yang terdiri atas jalur bagian depan gedung, jalur pejalan kaki, dan jalur perabot jalan. - Prasarana jaringan pejalan kaki adalah fasilitas utama berupa jaringan yang disediakan bagi pejalan kaki. - Sarana jaringan pejalan kaki adalah fasilitas pendukung pada jaringan pejalan kaki yang dapat berupa bangunan pelengkap petunjuk informasi maupun alat penunjang lainnya yang disediakan untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan pejalan kaki. Fasilitas pedestrian dapat diterjemahkan sebagai prasarana dan sarana pedestrian yang meliputi keempat elemen di atas yang dibangun untuk mempermudah aktivitas pedestrian serta mendukung kenyamanan dan keamanan saat berjalan kaki. Selain itu, fasilitas yang disediakan harus mampu menunjang kelancaran, kemudahan, dan kemandirian para pedestrian, termasuk pedestrian yang memiliki keterbatasan fisik, lansia, ibu hamil, maupun anak kecil. Permen PU No. menjabarkan beberapa fungsi fasilitas pedestrian yang harus dicapai, antara lain: 1) Jalur penghubung antarpusat kegiatan, blok ke blok, dan persil ke persil di kawasan perkotaan. 2) Bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pergantian moda pergerakan lainnya. 3) Ruang interaksi sosial. 4) Pendukung keindahan dan kenyamanan kota. 5) Sebagai jalur evakuasi bencana. 12

13 Jenis-Jenis Fasilitas Pedestrian Dasar hukum terdahulu tentang Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan yang ditulis oleh Departemen PU (1995) membedakan fasilitas pedestrian menjadi jalur pedestrian dan pelengkap jalur pedestrian. Sementara itu, dasar hukum terbaru dalam tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki membagi fasilitas pedestrian menjadi prasarana dan sarana pedestrian. Tabel menjabarkan perbedaan jenis fasilitas pedestrian yang tertera dalam kedua regulasi. Tabel Perbandingan Jenis Fasilitas Pedestrian Dasar Hukum Lama Dasar Hukum Baru (Departemen PU, 1995) ( ) 1) Jalur pedestrian: 1) Prasarana pedestrian (a) Trotoar (a) Jalur pedestrian (trotoar) (b) Penyeberangan: jembatan penyeberangan, zebra cross, pelican - Sebidang: zebra cross dan pelican cross (b) Penyeberangan: cross, dan terowongan - Tidak sebidang: jembatan penyeberangan (c) Non trotoar dan terowongan 2) Pelengkap jalur pedestrian (a) Lapak tunggu (b) Rambu (c) Marka (d) Lampu lalu lintas (e) Bangunan pelengkap 2) Sarana pedestrian (a) Perabot/pelengkap pedestrian: - Jalur hijau - Lampu penerangan - Tempat duduk - Pagar pengaman - Tempat sampah - Perambuan dan signage (papan informasi) - Halte/shelter bus dan lapak tunggu - Telepon umum - Rak sepeda - Leretan Sumber: Departemen PU (1995) dan 03/PRT/2014 Fasilitas pedestrian pada lebih kompleks dan detail dalam pembagian jenisnya. Ketentuan ini juga telah membedakan rencana penyediaan fasilitas pedestrian berdasarkan peruntukan kawasannya. Fasilitas pedestrian di kawasan yang memiliki fungsi campuran (kawasan perdagangan jasa, pariwisata, dan perkantoran) mengharuskan adanya fasilitas pelengkap, fasilitas penyeberangan, dan fasilitas pejalan kaki berkebutuhan khusus. 13

14 a) Fasilitas pelengkap, yakni: jalur hijau, lampu, tempat duduk, pagar, tempat sampah, signage, shelter, dan telepon umum. b) Fasilitas penyeberangan, yakni sebidang dan tak sebidang. c) Fasilitas pejalan kaki berkebutuhan khusus: leretan dan marka pejalan kaki berkebutuhan khusus. Dasar hukum tentang penyediaan fasilitas pedestrian dalam dinilai lebih lengkap dalam rangka pemenuhan kebutuhan pedestrian. Selain itu, ketentuan tersebut juga melihat kebutuhan bagi pedestrian yang memiliki keterbatasan fisik dengan mengharuskan penyediaan fasilitas khusus. Akan tetapi, tidak semua batasan definisi fasilitas pedestrian tercantum dalam peraturan menteri tersebut. Dengan demikian, beberapa batasan definisi tetap mengacu pada beberapa literatur dan regulasi sebelumnya. Keseluruhan batasan definisi fasilitas pedestrian dijabarkan dalam Tabel Tabel Batasan Definisi Fasilitas Pedestrian No. Fasilitas Pedestrian Definisi Jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan 1 Trotoar sumbu jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin keselamatan pejalan kaki yang bersangkutan. 2 Zebra cross Penyeberangan sebidang dengan marka untuk memberikan batas dalam melakukan lintasan. 3 Pelican cross 4. Jembatan penyeberangan 5 Terowongan Penyeberangan sebidang dengan marka dan lampu pengatur lalu lintas. Penyeberangan tidak sebidang yang terletak di atas permukaan tanah. Jembatan penyeberangan digunakan apabila zebra cross tidak dapat diadakan, pelican cross sudah mengganggu lalu lintas kendaraan yang ada, ruas jalan dengan kecepatan kendaraan yang tinggi dan arus pejalan kaki yang ramai, serta ruas jalan dengan frekuensi kecelakaan pejalan kaki yang cukup tinggi. Penyeberangan tidak sebidang yang terletak di bawah permukaan tanah. Terowongan digunakan apabila jembatan penyeberangan tidak memungkinkan untuk diadakan dan/atau lokasi lahan memungkinkan untuk dibangun di bawah tanah. Sumber 14

15 Lanjutan Tabel Batasan Definisi Fasilitas Pedestrian No. Fasilitas Pedestrian Definisi Jalur pejalan kaki yang dibangun pada prasarana 6 Non trotoar umum lainnya yang berada di luar jalur, seperti pada taman, di perumahan, dan lain-lain. 7 Tempat dimana penyeberang jalan dapat berhenti Lapak sementara untuk menunggu kesempatan tunggu menyeberang. Salah satu dari perlengkapan jalan berupa lambang, 8 Rambu huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan diantaranya sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pengguna jalan. Suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau 9 Marka tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas Lampu lalu lintas Bangunan pelengkap 12 Halte/shelter 13 Jalur hijau 14 Leretan 15 Signage (papan informasi) Alat yang berfungsi sebagai pemberi isyarat lalu lintas dan mengatur lalu lintas kendaraan dan/atau pejalan kaki. Bangunan yang memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pejalan kaki. Tempat pemberhentian kendaraan bermotor umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak dalam ruang milik jalan maupun dalam ruang pengawasan jalan. Salah satu sarana bagi penyandang keterbatasan fisik yang terdapat di jalur pejalan kaki pada titik-titik perubahan level lantai dengan kelandaian tertentu atau mendatar yang terletak pada ruas atau jalan yang direncanakan baik untuk lalu lintas kendaraan bermotor maupun jalur pejalan kaki. Penanda yang berisi informasi yang biasanya diletakkan di antara jalur pejalan kaki dan badan jalan. Sumber Departemen PU (1995) Departemen PU (1995) Departemen Perhubungan (2009) Warpani (1990) Departemen PU (1995) Sumber: Departemen Perhubungan (2009), Departemen PU (1995),, dan Warpani (1990) Kriteria Penyediaan Fasilitas Pedestrian Fasilitas pedestrian terdiri atas prasarana dan sarana pedestrian. Prasarana pedestrian yang dimaksud yakni jalur pedestrian dan penyeberangan, sedangkan sarana pedestrian berupa perabotan/pelengkap pedestrian. Prasarana dan sarana pedestrian memiliki kriteria atau standar penyediaannya masing-masing. Kriteria yang ada juga dapat disesuaikan dengan kondisi eksisting wilayah tersebut. Permen 15

16 PU No. memberikan batasan terhadap lebar jalur pedestrian dalam suatu kawasan yang mencapai 1,8 3 m atau lebih, sedangkan perabotan jalur pedestrian memiliki batasan lebar minimum 0,6 m dan apabila terdapat jalur hijau maka bertambah menjadi 1,5 m. Jalur penyeberangan memiliki kualifikasi batas lebar yang berbeda-beda sesuai dengan jenis yang diterapkan dalam suatu kawasan. Secara umum, perencanaan jalur pedestrian mengacu kriteria dan prinsip yang terdapat dalam. Beberapa kriteria dan prinsip yang harus dipertimbangkan yakni: 1) Menghindari kemungkinan kontak fisik dengan pejalan kaki lain dan berbenturan/beradu fisik dengan kendaraan bermotor. 2) Menghindari adanya jebakan seperti lubang dan memiliki kemiringan yang cukup landai untuk menghindari bahaya. 3) Memiliki lintasan langsung dengan jarak tempuh terpendek. 4) Menerus dan tidak ada rintangan. 5) Memiliki fasilitas penunjang berupa bangku dan lampu penerangan. 6) Melindungi pejalan kaki dari panas, hujan, angin, serta polusi udara dan suara. 7) Meminimalisasi kesempatan orang untuk melakukan kriminalitas. 8) Mengharuskan adanya akses yang dapat diakses oleh semua pengguna, termasuk pejalan kaki dengan berbagai keterbatasan fisik, antara lain menggunakan perencanaan dan desain universal. 9) Mempunyai nilai tambah baik ekonomi, sosial, maupun lingkungan bagi pejalan kaki. 10) Mendorong terciptanya ruang publik yang mendukung aktivitas sosial, seperti olahraga, interaksi sosial, dan rekreasi. 11) Menyesuaikan karakter fisik dengan kondisi sosial dan budaya setempat. 16

17 Kebutuhan dan Fungsi Ruang Pedestrian Perencanaan ruang pedestrian harus memperhatikan kebutuhan masingmasing pedestrian. Ruang yang dibutuhkan oleh pedestrian normal dan yang memiliki keterbatasan fisik tentu memiliki kriteria yang berbeda. memiliki dasar perencanaan prasarana jaringan pedestrian atau ruang berdasarkan dimensi tubuh manusia, ruang jalur pedestrian berkebutuhan khusus, ruang bebas jalur pedestrian, jarak minimum jalur pedestrian dengan bangunan, jarak jalur pedestrian dengan jalur kendaraan bermotor dan jalur hijau, jalur pedestrian, serta perabotan jalan. Tabel akan menjabarkan standar tinggi, lebar, dan/atau luas minimum masing-masing ruang tersebut. Tabel Standar Minimum Kebutuhan Ruang Pedestrian No. Kebutuhan Tinggi Ruang Klasifikasi Minimum Pedestrian Lebar Minimum a) Keadaan diam dan tidak membawa 1 Berdasarkan dimensi tubuh barang b) Keadaan bergerak dan tanpa membawa barang Luas Minimum - 0,6 m x 0,45 m 0,27 m 2-0,6 m x 1,8 m 1,08 m 2 c) Keadaan bergerak 0,75 0,9 m x 1,35 - dan membawa barang 1,8 m 1,62 m 2 2 Berkebutuhan khusus - 1,5 m x 1,5 m 2,25 m 2 3 Ruang bebas jalur pedestrian - 0,3 m - 4 Beda tinggi jalur pedestrian dengan jalur kendaraan bermotor 0,2 m Beda tinggi jalur pedestrian dengan jalur hijau 0,15 m Jarak jalur Pedestrian normal - 0,75 m - pedestrian dengan Pedestrian - 0,3 1,2 m - bangunan berkebutuhan khusus 7 Jalur pedestrian - 1,8 3,0 m - 8 Jalur perabotan jalan - 0,6 m - Sumber: 17

18 Publikasi Project for Public Spaces (PPS) tahun 2009 dalam Yulianto (2011) mengemukakan penentuan aturan tentang jalur pedestrian. Setidaknya ada tiga fungsi utama keberadaan ruang pedestrian dalam suatu kawasan, yaitu: a) Meningkatkan akses aliran pedestrian Peningkatan akses aliran pedestrian dapat ditempuh dengan memberikan space atau ruang yang lebih luas kepada pedestrian baik secara individu maupun kelompok sehingga akan terwujud rasa nyaman tanpa terganggu atau mengganggu pedestrian lainnya. Ruang untuk pedestrian dapat diwujudkan dengan penentuan lebar maksimum dan minimum trotoar yang mempertimbangkan jumlah pedestrian yang biasa menggunakan trotoar pada waktu puncak. Upaya ini dilakukan guna mengantisipasi ruang pedestrian yang terlalu luas sehingga fungsi trotoar dapat optimal bagi para pedestrian. Lebar trotoar ditentukan sesuai standar yang ditetapkan dengan melibatkan jumlah pedestrian sebagai variabel, yakni Orang per Foot per Menit (PFM) atau jumlah orang yang melewati suatu titik tertentu dalam satu menit dengan lebar trotoar. b) Menyediakan ruang untuk fasilitas pedestrian Ruang pedestrian di dalam trotoar seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai penampung pergerakan pedestrian tapi juga harus mampu menyediakan berbagai kebutuhan pedestrian seperti tempat duduk, pepohonan, dan shelter bus. Dengan demikian, penetapan lebar trotoar yang akan digunakan sebagai ruang pedestrian harus juga memperhitungkan luasan fasilitas yang akan dibangun. c) Membuat kemudahan dalam menyeberang jalan Desain zebra cross yang memberikan rasa aman dan nyaman sangat diperlukan bagi pedestrian usia kanak-kanak, lansia, dan manula Landasan Teori Penilaian terhadap fasilitas pedestrian merupakan suatu upaya yang penting guna melihat sejauh mana ketersediaan fasilitas pedestrian telah mampu mengimbangi kebutuhan pedestrian. Berdasarkan kajian pustaka di atas, telah ditekankan bahwa fasilitas pedestrian disediakan guna meningkatkan kenyamanan 18

19 pedestrian dalam beraktivitas untuk memenuhi kepentingannya masing-masing. Penelitian ini merujuk beberapa teori tentang pedestrian yang telah digunakan pada beberapa penelitian sebelumnya guna mencapai kedua tujuan penelitian. Tujuan pertama penelitian ini mengidentifikasi karakteristik pedestrian di ruang pedestrian yang berada pada kedua ruas Jalan Malioboro hingga Jalan Margo Mulyo. Karakteristik yang diteliti dalam tujuan pertama ini sebagian besar mengacu pada teori Rubenstein yang membagi pedestrian berdasarkan sarana dan kepentingan perjalanannya, yaitu: a. Berdasarkan sarana perjalanan (Rubenstein, 1987) terbagi atas: - Pedestrian penuh. Tipe ini menggunakan moda jalan kaki sebagai moda utama dari tempat asal ke tempat tujuan. - Pedestrian pemakai kendaraan umum. Tipe ini menggunakan moda jalan kaki sebagai moda antara dari tempat asal ke tempat kendaraan umum, atau pada jalur perpindahan rute kendaraan umum, atau tempat pemberhentian kendaraan umum menuju tempat tujuan akhir. - Pedestrian pemakai kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Tipe ini menggunakan moda jalan kaki sebagai moda antara dari tempat parkir kendaraan pribadi menuju tempat kendaraan umum dan dari tempat parkir kendaraan umum menuju tujuan akhir perjalanan. - Pedestrian pemakai kendaraan pribadi penuh. Tipe ini menggunakan moda jalan kaki sebagai moda antara dari tempat parkir kendaraan pribadi ke tempat tujuan akhir. b. Berdasarkan kepentingan perjalanan (Rubenstein, 1978) terbagi atas: - Perjalanan terminal berpandangan bahwa perjalanan dilakukan antara asal dengan area transportasi, seperti tempat parkir dan halte bus. - Perjalanan fungsional berpandangan bahwa perjalanan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, seperti dari atau ke tempat kerja, sekolah, belanja, dan lain-lain. - Perjalanan rekreasional berpandangan bahwa perjalanan dilakukan dalam rangka mengisi waktu luang, misalnya menikmati pemandangan. 19

20 Penjabaran klasifikasi pedestrian berdasarkan sarana perjalanan di atas dijelaskan bahwa akan berhubungan dengan penggunaan moda transportasi. Warpani (1990) dalam bukunya berjudul Merencanakan Sistem Perangkutan menjelaskan lebih lanjut tentang faktor yang mempengaruhi pemilihan moda transportasi, termasuk berjalan kaki. Faktor tersebut berupa tujuan dan jarak perjalanan. Tujuan perjalanan yang dimaksudkan yaitu zona tujuan yang akan dicapai. Seseorang akan cenderung memilih moda transportasi yang tidak terlalu padat penumpang. Jarak perjalanan yang dimaksudkan adalah jarak fisik udara, jarak fisik yang diukur sepanjang lintasan yang dilalui, dan jarak yang diukur dengan waktu perjalanan seseorang. Semakin dekat jarak dari zona asal ke zona tujuan maka biasanya seseorang cenderung menggunakan moda transportasi yang sederhana, termasuk berjalan kaki. Bruton (1975) dalam Warpani (1990) beranggapan bahwa komponen lama waktu tempuh antara kedua tempat merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pilihan moda transportasi. Tujuan pertama penelitian ini juga didukung teori tentang pergerakan yang dikemukakan oleh Miro (2005) yang menjelaskan tentang basis perjalanan. Basis perjalanan yang dimaksudkan ialah bagian dari bangkitan perjalanan, yang dipandang sebagai suatu tempat atau lokasi dimulai dan diakhirinya suatu perjalanan. Basis perjalanan membagi perjalanan menjadi dua jenis, yaitu: 1) Perjalanan berbasiskan rumah (home based trip/residential), yaitu perjalanan yang diawali dan/atau diakhiri di rumah. Misalnya perjalanan dari rumah menuju pasar, perjalanan dari pasar menuju rumah, dan perjalanan dari rumah menuju rumah lagi. 2) Perjalanan berbasiskan bukan rumah (non home based trip/non residential) atau perjalanan berbasiskan zona (zone based trip), yaitu perjalanan yang diawali dan/atau diakhiri bukan di rumah atau tidak berhubungan sama sekali dengan rumah, misalnya: perjalanan dari kantor menuju bandar udara. Tujuan kedua penelitian ini mengidentifikasi kebutuhan dan ketersediaan fasilitas pedestrian di ruang pedestrian yang berada pada kedua ruas Jalan Malioboro hingga Jalan Margo Mulyo. Dasar klasifikasi fasilitas pedestrian yang 20

21 digunakan dalam penelitian ini sebagian besar berpedoman pada standar yang terdapat dalam. Beberapa fasilitas juga mengacu pada standar yang dikeluarkan oleh Departemen PU (1995) dan Departemen Perhubungan (2009). Secara detil jenis dan kriteria fasilitas pedestrian yang diacu dalam penelitian ini dijabarkan pada Tabel semakin melengkapi kriteria tersebut dengan adanya enam aspek yang berupa aksesibilitas, keselamatan, kenyamanan, keindahan, kemudahan, dan interaksi sosial. Keenam aspek juga dilengkapi dengan tolak ukur atau persyaratan yang harus dipenuhi sebagaimana disajikan dalam Tabel Tabel Kriteria Penyediaan Fasilitas Pedestrian No. Fasilitas Kriteria Sumber 1 Jalur pedestrian (trotoar) a) Lebar: 1,8 3 m atau lebih b) Jarak dengan kendaraan bermotor: 0,6 m (berupa jalur perabotan jalan) atau 1,5 m (berupa jalur hijau) c) Beda tinggi dengan jalur kendaraan bermotor: maksimal 20 cm d) Beda tinggi dengan jalur hijau: maksimal 15 cm e) Jika ada tempat pemberhentian dan halte bus maka ditambah luas sebesar 1,5 m x 2,4 m f) Dilengkapi kerb atau batas penghalang/ barrier 2 Zebra cross a) Lebar: 1,5 m b) Jarak antara: 180 m (kecuali pada CBD/lokasi yang sangat memerlukan) c) Terletak pada persimpangan jalan dengan atau tanpa alat pemberi isyarat lalu lintas d) Waktu penyeberangan bagi pejalan kaki menjadi satu kesatuan dengan lampu lalu lintas pada persimpangan yang memiliki lampu pengatur lalu lintas e) Dilengkapi marka 3 Pelican cross a) Terletak pada ruas jalan dengan jarak min 300 m dari persimpangan atau pada jalan dengan kecepatan operasional ratarata lalu lintas kendaraan > 40 km/jam b) Dilengkapi marka Departemen PU (1995) 21

22 Lanjutan Tabel Kriteria Penyediaan Fasilitas Pedestrian No. Fasilitas Kriteria Sumber 4 Lapak tunggu a) Terletak di luar ruang jalur pedestrian b) Jarak antara: 300 m atau lokasi potensial c) Dimensinya sesuai kebutuhan d) Terbuat dari material metal e) Lebar: minimum 1,2 m f) Dipasang pada lokasi dimana penyeberang jalan sulit untuk menyeberang jalan g) Dicat dengan bahan cat yang memantulkan cahaya (reflective) 5 Perambuan a) Terletak di luar ruang bebas jalur pedestrian pada titik interaksi sosial dan pada jalur pedestrian dengan arus padat b) Disediakan sesuai kebutuhan c) Terbuat dari material metal dan beton, serta tidak menimbulkan efek silau d) Lebar pengosongan: cm e) Menarik perhatian dan mendapat respon pengguna jalan f) Memberikan pesan yang sederhana dan mudah dimengerti g) Desain rambu harus sesuai standar dan lokasi rambu mudah dilihat sehingga pengguna jalan dapat memberikan respon h) Pemasangan rambu harus bersifat tetap, kokoh, dan terlihat saat malam hari 6 Marka a) Terdapat pada zebra cross & pelican cross berupa garis-garis utuh yang membujur tersusun melintang jalur lintas b) Marka dua garis utuh melintang jalur kendaraan c) Ditempatkan pada lokasi yang mudah terlihat dengan jelas d) Pemasangannya bersifat tetap, kokoh, tidak licin, dan terlihat jelas saat malam hari 7 Jalur hijau a) Terletak di jalur amenitas (pendukung) b) Lebar: 150 cm c) Terdapat tanaman peneduh 8 Leretan a) Lebar: minimum 1,5 m b) Diletakkan di sepanjang jalur pedestrian, termasuk persimpangan, pintu masuk/keluar bangunan/kavling, dan titik-titik penyeberangan c) Menggunakan material khusus yang mudah dikenali d) Menghindari bahaya dan permukaan jalan tidak licin e) Dilengkapi jalur pemandu dan perangkat pemandu, seperti tanda-tanda pedestrian Departemen PU (1995) Departemen Perhubungan (2009) Departemen PU (1995) Departemen PU (1995) 22

23 Lanjutan Tabel Kriteria Penyediaan Fasilitas Pedestrian No. Fasilitas Kriteria Sumber yang dapat diakses, sinyal suara yang dapat didengar, pesan-pesan verbal, informasi lewat getaran, dan tekstur ubin sebagai pengarah dan peringatan f) Trotoar harus mempermudah dalam penyeberangan jalan 9 Lampu penerangan 10 Tempat duduk 11 Tempat sampah 12 Pagar pengaman 13 Signage (papan informasi) a) Terletak di luar ruang bebas jalur pedestrian b) Jarak antara: 10 m c) Tinggi: maksimum 4 m d) Terbuat dari material metal dan beton cetak e) Lebar pengosongan: cm a) Terletak di luar ruang jalur pedestrian b) Lebar: 0,4 0,5 m c) Jarak antara: 10 m d) Panjang: 1,5 m e) Lebar pengosongan: 150 cm f) Terbuat dari material metal dan beton cetak a) Terletak di luar ruang jalur pedestrian b) Jarak antara: 20 m c) Dimensi tempat sampah dibuat sesuai kebutuhan d) Lebar pengosongan: 90 cm e) Terbuat dari material yang tahan terhadap cuaca dan kerusakan, misalnya metal dan beton a) Terletak di luar ruang bebas jalur pedestrian pada titik tertentu yang memerlukan perlindungan b) Tinggi: 0,9 m c) Terbuat dari material yang tahan terhadap cuaca dan kerusakan, misalnya metal dan beton a) Terletak di luar ruang jalur pedestrian pada titik interaksi sosial dan pada jalu pedestrian dengan arus padat b) Disediakan sesuai kebutuhan c) Terbuat dari material metal dan beton, serta tidak menimbulkan efek silau 14 Halte/shelter a) Terletak di luar ruang jalur pedestrian b) Jarak antara: 300 m atau lokasi potensial c) Dimensinya sesuai kebutuhan d) Terbuat dari material metal 15 Telepon umum a) Terletak di luar ruang jalur pedestrian b) Jarak Antara: 300 m atau lokasi potensial c) Dimensinya sesuai kebutuhan d) Lebar pengosongan: 120 cm e) Terbuat dari material metal 16 Hidran a) Lebar pengosongan: cm 17 Kotak surat a) Lebar pengosongan: cm *Lebar pengosongan: lebar dari pinggir ke tepi objek atau dari muka bangunan tepi objek Sumber: Departemen Perhubungan (2009), Departemen PU (1995), dan Permen PU No. 23

24 Tabel Tolak Ukur Aspek Penyediaan Fasilitas Pedestrian Fasilitas Aksesibilitas Keselamatan Kenyamanan Keindahan Kemudahan Interaksi Penyeberangan Harus dapat diakses oleh semua Ruang pejalan Jalur memiliki lebar yang Ruang pejalan kaki Jalur mudah dicapai pejalan kaki termasuk yang kaki terpisah dari nyaman (min 1,5 m) memiliki material dan tidak memiliki keterbatasan fisik jalur lalu lintas Jalur pejalan kaki penutup tanah yang terhalangi oleh kendaraan dan memiliki permukaan yang berpola dan memiliki memiliki ketinggian berbeda tidak licin daya serap tinggi Jalur hijau Perabot ruang pedestrian (street furniture) Pemilihan jenis tanaman yang dapat berguna sebagai penunjuk arah Perabot ruang pejalan kaki terletak pada lokasi yang mudah dijangkau Tata informasi (signage): Tata informasi harus dapat terlihat dengan mudah Leretan dan marka Pedestrian berkebutuhan khusus (difable): Harus dapat digunakan oleh penyandang disabilitas dalam mencapai tujuan Sumber: Terletak antara jalur pejalan kaki dan kendaraan Terletak pada titiktitik yang aman dari lalu lintas kendaraan Terletak pada titiktitik yang aman dari vandalisme Leretan dan marka terletak pada lokasi yang aman dari sirkulasi kendaraan Memiliki vegetasi peneduh pejalan kaki untuk penurun iklim mikro Memiliki tingkat kenyamanan yang tinggi dengan bahan yang sesuai dengan kebutuhan Tata letaknya tidak mengganggu alur pejalan kaki Tata letaknya tidak menggangu alur pejalan kaki Memiliki derajat kemiringan yang sesuai standar kenyamanan (7%) Memiliki vegetasi dekoratif yang meningkatkan nilai estetika ruang Desain dapat mewakili karakter lokal lingkungan sehingga memiliki kualitas estetika yang baik Desain dapat mewakili karakter lokal lingkungan sehingga memiliki kualitas estetika yang baik Memiliki penanda khusus berupa pagar pembatas ataupun garis berwarna apapun Jalur harus menerus dari titik satu ke titik lainnya Vegetasi juga berupa pengarah pada ruang pejalan kaki Terletak pada titik yang mudah dicapai Terletak pada lokasi yang mudah untuk dilihat Terletak pada titik strategis pada arus pejalan kaki padat Jalur memiliki titik-titik untuk berinteraksi sosial lengkap dengan fasilitasnya Vegetasi peneduh yang lebih banyak terletak pada titik interaksi sosial Terletak pada titik-titik interaksi sosial agar dapat memenuhi kebutuhan aktivitas sosial kota Tata informasi diletakkan pada titik interaksi sosial agar dapat memenuhi kebutuhan ekonomi kawasan Leretan dan marka difable mengarah pada titik interaksi sosial 24

25 1.7. Kerangka Pemikiran Kawasan Malioboro yang berperan sebagai jantung Kota Yogyakarta telah mampu merangsang pertumbuhan kegiatan komersial yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kedua jalan yang menjadi obyek penelitian ini yakni Jalan Malioboro dan Jalan Margo Mulyo berada tepat di dalam Kawasan Malioboro yang sekaligus bersinggungan langsung dengan berbagai fungsi kawasan, yakni fungsi kepemerintahan, perdagangan, jasa, pariwisata, dan budaya. Peningkatan kegiatan perdagangan dan jasa serta keberadaan obyek-obyek wisata yang bersejarah menjadi daya tarik Kawasan Malioboro, khususnya di kedua jalan dalam penelitian. Keseluruhan fungsi Kawasan Malioboro tentu harus mempertimbangkan aspek kepentingan pedestrian. Kawasan Malioboro selalu dipadati oleh pengunjung dan kegiatan lain di luar kepentingan pedestrian sehingga penting untuk memperhatikan karakteristik pedestrian yang memanfaatkan ruang pedestrian. Karakteristik pedestrian ini menjadi bahan pertimbangan dalam mengidentifikasi kebutuhan fasilitas pedestrian. Karakteristik kelompok usia, jenis kelamin, status sosial (pekerjaan), asal, motivasi, intensitas kunjungan, dan kepentingan pedestrian dapat membantu menggambarkan perbadingan intensitas pedestrian secara umum. Sementara karakteristik sarana perjalanan menjadi salah satu dasar dalam mengidentifikasi kebutuhan fasilitas pedestrian dikarenakan beragamnya moda transportasi yang dapat digunakan menuju kawasan ini. Ketersediaan dan fungsi fasilitas pedestrian harus mampu memenuhi kebutuhan pedestrian. Akan tetapi, melihat pertumbuhan Kawasan Malioboro yang semakin pesat oleh adanya kegiatan komersial bahkan menjalar hingga ke jalur pedestrian tentu memberikan dampak terhadap pergerakan pedestrian. Penyediaan fasilitas pedestrian berdasarkan standar dan kriterianya merupakan persoalan yang penting, namun kemudahan dan kelancaran penggunaan fasilitas pedestrian yang memadai juga akan semakin mampu mendorong kenyamanan pedestrian. Berdasarkan uraian di atas, alur pemikiran dalam penelitian ini dapat disajikan dalam bentuk diagram sebagaimana terlihat pada Gambar

26 Fungsi Kepemerintahan Fungsi Perdagangan Kawasan Malioboro Fungsi Jasa Fungsi Pariwisata Fungsi Budaya Keterangan: Tujuan Utama Tujuan 1 Tujuan 2 Ruang Pedestrian (Jl. Malioboro Jl. Margo Mulyo) Karakteristik Pedestrian Fasilitas Pedestrian Regulasi dan Literatur Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Fasilitas Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Status Sosial (Pekerjaan) Prasarana Pedestrian Sarana Pedestrian Standar/Kriteria Penyediaan Fasilitas Asal Motivasi Intensitas Kunjungan Kebutuhan Fasilitas Ketersediaan dan Kondisi Eksisting Fasilitas Sarana Perjalanan Kepentingan Perjalanan Pendukung Moda Transportasi Pendukung Aktivitas Berjalan Kaki Kondisi Kesesuaian dan Ketidaksesuaian Fasilitas Analisis Penilaian Fasilitas Pedestrian Gambar Kerangka Pemikiran 26

27 1.8. Pertanyaan Penelitian Guna memperoleh jawaban dari permasalahan pokok dan tujuan dalam penelitian ini maka dapat disusun sejumlah pertanyaan penelitian, yakni sebagai berikut: 1. Tujuan pertama penelitian ini adalah Mengidentifikasi karakteristik pedestrian di lokasi kajian. Guna mempermudah dalam memperoleh jawaban dari tujuan tersebut maka dapat dijabarkan sejumlah pertanyaan penelitian berikut ini: a. Siapa saja pedestrian yang berada di lokasi kajian? b. Apa saja jenis pekerjaan (status sosial) pedestrian yang berada di lokasi kajian? c. Dari mana saja asal kota dan provinsi pedestrian yang berada di lokasi kajian? d. Dari mana saja asal tempat keberangkatan pedestrian yang berada di lokasi kajian? e. Jenis kegiatan apa yang menjadi motivasi (tujuan awal) pedestrian menuju Kawasan Malioboro? f. Kapan dan seberapa sering pedestrian mengunjungi Kawasan Malioboro? g. Moda transportasi apa yang digunakan oleh pedestrian menuju Kawasan Malioboro? h. Berapa jarak dan waktu tempuh pedestrian menuju Kawasan Malioboro? i. Moda transportasi apa yang digunakan oleh pedestrian selama berada di Kawadan Malioboro? j. Mengapa pedestrian menggunakan moda transportasi tersebut menuju dan selama berada di Kawasan Malioboro? k. Jenis kegiatan apa yang menjadi kepentingan (tujuan akhir) pedestrian selama di Kawasan Malioboro? 27

28 2. Tujuan kedua penelitian ini adalah Mengidentifikasi kebutuhan dan ketersediaan fasilitas pedestrian di lokasi kajian. Guna mempermudah dalam memperoleh jawaban dari tujuan tersebut maka dapat dijabarkan sejumlah pertanyaan penelitian berikut ini: a. Fasilitas apa yang dibutuhkan oleh pedestrian dalam rangka mendukung aktivitas berjalan kaki selama berada di lokasi kajian? b. Bagaimana karakteristik fasilitas yang dibutuhkan oleh pedestrian dalam rangka mendukung aktivitas berjalan kaki selama berada di lokasi kajian? c. Fasilitas apa yang dibutuhkan oleh pedestrian dalam rangka mendukung moda transportasi yang digunakan menuju Kawasan Malioboro? d. Bagaimana karakteristik fasilitas yang dibutuhkan oleh pedestrian dalam rangka mendukung moda transportasi yang digunakan menuju Kawasan Malioboro? e. Fasilitas pedestrian apa saja yang telah tersedia di ruang pedestrian Kawasan Malioboro? f. Bagaimana karakteristik dan permasalahan fasilitas pedestrian yang telah tersedia di ruang pedestrian Kawasan Malioboro? 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), yang dimaksud dengan evaluasi adalah pengumpulan dan pengamatan dari berbagai macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Wibowo (2010), dalam Analisis Kelayakan Sarana Transportasi Khususnya Trotoar, yang mengambil lokasi penelitian di Pasar pakem, Sleman, Yogyakarta, membahas

Lebih terperinci

ANALISIS PENILAIAN FASILITAS PEDESTRIAN DI KAWASAN PERKOTAAN (KASUS: JALAN MALIOBORO JALAN MARGO MULYO, YOGYAKARTA)

ANALISIS PENILAIAN FASILITAS PEDESTRIAN DI KAWASAN PERKOTAAN (KASUS: JALAN MALIOBORO JALAN MARGO MULYO, YOGYAKARTA) ANALISIS PENILAIAN FASILITAS PEDESTRIAN DI KAWASAN PERKOTAAN (KASUS: JALAN MALIOBORO JALAN MARGO MULYO, YOGYAKARTA) Niki Anneke R. Nasution nikianneke@yahoo.com Dyah Widiyastuti dwidiyastuti@ugm.ac.id

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen No.315, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU. Sarana Prasarana. Pejalan Kaki. Perkotaan. Pemanfaatan. Penyediaan. Perencanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 /2011 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN, PENYEDIAAN, DAN PEMANFAATAN PRASARANA DAN SARANA JARINGAN PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Oleh M.ARIEF ARIBOWO L2D 306 016 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS ESA UNGGUL Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

UNIVERSITAS ESA UNGGUL Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota UNIVERSITAS ESA UNGGUL Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Salam Hormat, Nama saya Hanny Andilla, mahasiswa semester akhir Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan) Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan Mata Kuliah Manajemen Lalu Lintas Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM Pendahuluan Yang termasuk pejalan kaki : 1. Pejalan kaki itu sendiri

Lebih terperinci

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN PERENCANAAN, PENYEDIAAN, DAN PEMANFAATAN PRASARANA DAN SARANA JARINGAN PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 5.1 Lokasi Penelitian U Gambar 5.1 Lokasi Penelitian Gambar 5.2 Lokasi Penelitian 30 31 Pemilihan titik lokasi penelitian seperti pada Gambar 5.2, pemilihan lokasi ini

Lebih terperinci

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN Supriyanto Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam Kalau kita berjalan kaki di suatu kawasan atau daerah, kita mempunyai tempat untuk mengekspresikan diri ( yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PERILAKU (BEHAVIOURISME) Tandal dan Egam (2011) menyatakan perilaku menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan aktivitas manusia secara fisik, berupa interaksi manusia

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Fasilitas pejalan kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193, 2013 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Sistem Angkutan Umum Sarana angkutan umum mengenai lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG (ZoSS). Pasal 1 (1) Pengaturan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas pada Zona Selamat Sekolah dilakukan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA 33 IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA Kuncoro Harsono, Yayi Arsandrie, Wisnu Setiawan Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 204 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Perumusan kesimpulan dibuat dengan tetap mengacu kepada pertanyaan penelitian yang ada untuk dapat memperoleh relefansi pembahasan secara menyeluruh,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Trotoar Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20 Desember 1999 yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Jalur pedestrian di Jalan Sudirman Kota Pekanbaru dinilai dari aktivitas pemanfaatan ruang dan Pedestrian Level of Service. Jalur pedestrian di Jalan Sudirman

Lebih terperinci

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana Direktur Perkotaan 26 Oktober 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Outline Pentingnya Jalur Pejalan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum 2.1.1. Fasilitas penyeberangan pejalan kaki Dalam Setiawan. R. (2006), fasilitas penyeberangan jalan dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: a. Penyeberangan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi Jalur Pejalan Kaki Pejalan kaki merupakan salah satu pengguna jalan yang memiliki hak dalam penggunaan jalan. Oleh sebab itu, fasilitas bagi pejalan kaki perlu disediakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1. Data Umum Jalur sepeda adalah jalur lalu lintas yang khusus diperuntukan bagi pengguna sepeda, dipisahkan dari lalu lintas kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan

Lebih terperinci

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah: Parkir adalah suatu kondisi kendaraan yang berhenti atau tidak bergerak pada tempat tertentu yang telah ditentukan dan bersifat sementara, serta tidak digunakan untuk kepentingan menurunkan penumpang/orang

Lebih terperinci

SURVEY TC (Traffic Counting) PEJALAN KAKI

SURVEY TC (Traffic Counting) PEJALAN KAKI J U R U S A N T E K N I K P L A N O L O G I F A K U L T A S T E K N I K U N I V E R S I T A S P A S U N D A N B A N D U N G Jl. Dr Setiabudhi No 193 Telp (022) 2006466 Bandung SURVEY TC (Traffic Counting)

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA KRITIK ARSITEKTUR

UNIVERSITAS GUNADARMA KRITIK ARSITEKTUR UNIVERSITAS GUNADARMA KRITIK ARSITEKTUR PEDESTRIAN UNTUK DISABILITAS NAMA : LUTFI LANDRIAN NPM : 24312278 JURUSAN DOSEN : TEKNIK ARSITEKTUR : AGUNG WAHYUDI, ST., MT. 2015 ABSTRAKSI Nama : Lutfi Landrian,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut 5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut Ruang urban Depok terutama jalan Margonda Raya sangat ramai dan berbahaya. Pada pagi hari pukul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pejalan Kaki Menurut Pratama (2014) pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik dipinggir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Ruas jalan Cicendo memiliki lebar jalan 12 meter dan tanpa median, ditambah lagi jalan ini berstatus jalan arteri primer yang memiliki minimal kecepatan 60 km/jam yang

Lebih terperinci

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1244, 2014 KEMENHUB. Jalan. Marka. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aksesibilitas 2.1.1. Pengertian Aksesibilitas Jhon Black mengatakan bahwa aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan pencapaian lokasi dan hubungannya satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul berbagai macam permasalahan. Permasalahan-permasalahan yang muncul berkembang tersebut disebabkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Studi Elemen Preservasi Kawasan Kota dengan studi kasus Koridor Jalan Nusantara Kecamatan Karimun Kabupaten Karimun diantaranya menghasilkan beberapa kesimpulan:

Lebih terperinci

Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability

Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability Accessible Infrastructure, Transportation Click to add text and Technology Perundangan. UUD 1945 Pasal 28 H ayat 2, Setiap

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27 PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Perencanaan Trotoar DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN 1-27 Daftar Isi Daftar Isi Daftar Tabel

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya didapat sebuah kesimpulan bahwa kondisi eksisting area sekitar stasiun Tanah Abang bersifat tidak ramah terhadap para pejalan

Lebih terperinci

Penempatan marka jalan

Penempatan marka jalan Penempatan marka jalan 1 Ruang lingkup Tata cara perencanaan marka jalan ini mengatur pengelompokan marka jalan menurut fungsinya, bentuk dan ukuran, penggunaan serta penempatannya. Tata cara perencanaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN RAMBU-RAMBU LALU LINTAS,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan berisi pembahasan tentang posisi hasil penelitian terhadap teori yang digunakan sehingga mampu menjawab permasalahan penelitian. Pembahasan akan secara kritis dilakukan

Lebih terperinci

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN 4.1 Temuan Studi Berdasarkan hasil analisis, terdapat beberapa temuan studi, yaitu: Secara normatif, terdapat kriteria-kriteria atau aspek-aspek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 2 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang studi; rumusan permasalahan; tujuan dan sasaran studi; ruang lingkup penelitian yang terdiri dari latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir dan Pedestrian Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) yang menyatakan bahwa parkir adalah suatu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN VI.1. KESIMPULAN Kegiatan pasar minggu pagi di kawasan Kampus Universitas Gadjah Mada diminati oleh kalangan pelajar, mahasiswa, dan masyarakat luas sebagai sarana relaksasi

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Pengembangan Kawasan Shopping Street Pertokoan Jl. Yos Sudarso :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. (http://developmentcountry.blogspot.com/2009/12/definisi

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : a. Bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Kendaraan tidak mungkin bergerak terus-menerus, akan ada waktunya kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau biasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan menjelaskan mengenai pengertian umum yang berhubungan dengan parkir, cara dan jenis parkir, pengaturan parkir, metode-metode parkir, kebijakan parkir, serta standar

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB II TINJAUAN OBJEK 18 BAB II TINJAUAN OBJEK 2.1. Tinjauan Umum Stasiun Kereta Api Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 dan 43 Tahun 2011, perkeretaapian terdiri dari sarana dan prasarana, sumber daya manusia, norma,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian BAB II KAJIAN TEORI Bab ini berisi kajian teori terkait topik penelitian dengan sumber referensi dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian dan self efficacy. Fasilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Inspeksi Keselamatan Jalan Tingginya angka lalu lintas, maka salah satu cara untuk mengurangi tingkat kecelakaan adalah dengan melakukan Inspeksi Keselamatan Jalan.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ BAB VI KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini merupakan hasil dari analisis dan pembahasan terhadap penilaian komponen setting fisik ruang terbuka publik dan non fisik (aktivitas) yang terjadi yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15 LAMPIRAN A HASIL CHECKLIS LANJUAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMAAN JALAN OGAKARA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15 79 80 abel 1 Kondisi Umum 1 1.1 Kelas / Fungsi Jalan 1.2 Median/Separator Kondisi Umum a ()/

Lebih terperinci

6.1 Peruntukkan Kawasan

6.1 Peruntukkan Kawasan 6.1 Peruntukkan Kawasan BAB VI RBAN DESIGN GIDELINES Peruntukan kawasan di Sempadan Sungai Jajar ditentukan dengan dasar : 1. Hasil analisis zoning 2. Karakteristik penggunaan lahan Peruntukkan kawasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENEMPATAN RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang permasalahan yang diangkat, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Transportasi darat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, DAN PETUNJUK PADA RUAS JALAN DALAM KABUPATEN SIAK / KOTA SIAK SRI INDRAPURA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA Pada bab ini akan lebih dibahas mengenai sarana prasarana penunjang kegiatan pariwisata. Permasalahan sarana prasarana

Lebih terperinci

Aksesibilitas a. Geometri koridor jalan b. Tautan & kontinuitas akses spasial & visual

Aksesibilitas a. Geometri koridor jalan b. Tautan & kontinuitas akses spasial & visual 2. Geometri jalan lebar, terdapat trotoar yang lebar dan jalur sepeda. Kualitas penghubung akan kuat ketika jalurnya linear dan didukung enclosure serta merupakan konektor dari dua tujuan (Caliandro, 1978)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pedestrian II.1.1 Pengertian Jalur Pedestrian Di era modern sekarang, dalam tata ruang kota jalur pejalan kaki merupakan elemen yang sangat penting. Selain karena memberikan

Lebih terperinci

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Transportasi khususnya transportasi darat, fasilitas bagi pengguna jalan akan selalu mengikuti jenis dan perilaku moda yang digunakan. Sebagai contoh, kendaraan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D STUDI KONTRIBUSI PLAZA CITRA MATAHARI DAN TERMINAL BUS MAYANG TERURAI TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI PENGGAL RUAS JALAN TUANKU TAMBUSAI KOTA PEKANBARU TUGAS AKHIR Oleh: RICO CANDRA L2D 301 330 JURUSAN

Lebih terperinci

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri) 1 Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri) Deka Agrapradhana, Ir. Ervina Ahyudanari ME, Ph.D. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DAN PRASARANA PERLENGKAPAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Peningkatan Prasarana Transportasi Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Pembangunan Jalan Baru Jalan bebas hambatan didalam kota Jalan lingkar luar Jalan penghubung baru (arteri) Peningkatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG 1 2015 No.19,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Dinas Perhubungan Kabupaten Bantul. Jaringan, lalu lintas, angkutan, jalan. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR P E D O M A N

KATA PENGANTAR P E D O M A N KATA PENGANTAR Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standardisasi Bidang Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil

Lebih terperinci