BAB 1 PENDAHULUAN. Di tengah tekanan yang mendera berbagai sektor industri di dalam negeri,
|
|
- Sudirman Hartanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di tengah tekanan yang mendera berbagai sektor industri di dalam negeri, sektor usaha peternakan unggas tetap mampu bertahan. Industri peternakan di Indonesia sepanjang tahun 2008 menunjukkan kinerja yang cukup baik. Bahkan dalam tahun 2009 ketika krisis global yang belum berlalu ketika terjadi penurunan daya beli yang kemudian mendorong substitusi pangan ke produk unggas, industri perunggasan masih mampu bertahan. Produk unggas yang tetap bertahan di tengah krisis adalah ayam broiler/pedaging dan telur, yang termasuk sebagai protein hewani yang harganya relatif murah dibandingkan dengan harga daging sapi. Sumber: (edit terakhir : :24:07) Grafik 1.1 Kontribusi Produksi Daging Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa sebagian besar produksi daging adalah produksi daging unggas/ poultry. Sebenarnya, semua mahluk hidup yang tergolong dalam bangsa unggas dapat menghasilkan telur dan memiliki
2 2 daging yang dapat dinikmati. Hanya saja, hal yang membedakan dari masingmasing unggas adalah ukuran tubuh dan jumlah daging maupun telur yang dihasilkan. Burung kasuari dan burung parkit misalnya, ukuran tubuh maupun dagingnya sangat berbeda. Persamaannya adalah kedua unggas tersebut menghasilkan telur dengan jumlah sedikit. Ada kelompok unggas yang menghasilkan telur sedikit, tetapi ukuran telurnya relatif besar. Sementara ada yang menghasilkan telur dalam jumlah banyak, tetapi ukurannya relatif kecil, misalnya ayam hutan. Ayam pedaging misalnya, disebut demikian karena memang kelebihannya terletak pada dagingnya yang banyak. Ayam hias karena penampilannya yang cantik, indah, dan berwarna-warni. Istilah pedaging pada ayam adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur di bawah 8 minggu dan ketika dijual memiliki bobot tubuh tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat, serta memiliki dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak. Dengan demikian, ayam yang pertumbuhan cepat itulah yang dimasukan kedalam kategori ayam pedaging. Ayam kampung berumur 8 minggu ukuran tubuhnya masih sangat kecil, tidak lebih dari kepalan jari orang dewasa. Begitu pula dengan ayam petelur. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ayam kampung memang lambat. Sementara ayam pedaging (broiler) memiliki pertumbuhan yang fantastik, pada umur 3 minggu saja tubuh ayam broiler sudah gempal dan padat dan diumur 6 minggu ukuran tubuh nya sudah sama besar dengan ayam kampung dewasa. Bahkan bila dipelihara hingga 8 bulan, bobotnya bisa mencapai 2 Kg. Berat sebesar itu sulit dicapai oleh ayam kampung dewasa maupun ayam ras petelur afkir pada umur 1,5
3 3 tahun. Pertumbuhan ayam tersebutlah yang menjadi pertimbangan mengapa ayam broiler lebih banyak diminati untuk dijadikan bidang usaha. Peternakan ayam broiler di Indonesia mulai marak sejak tahun Kurun waktu itu berbagai pasang surut terus menerpanya. Periode merupakan pasang surut peternakan ayam broiler dalam skala besar. Masa produksi yang hanya enam minggu membuat banyak pihak tertarik akan bisnis ayam broiler ini. Berbagai terpaan itu tidak membuat peternakan ayam surut, bahkan kebijakan baru tahun 1991 membuat peternakan ayam ini semakin berkibar sehingga sederajat dengan bisnis lainnya. Sub sektor peternakan mempunyai peran yang semakin strategis dalam memenuhi permintaan konsumen akan komoditas pangan protein hewani, karena sub sektor peternakan telah dijadikan sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru disamping perikanan dan holtikultura. Meningkatnya peran komoditas peternakan dalam memenuhi kecukupan gizi dan memenuhi tuntutan kemampuan daya beli masyarakat telah menjadi faktor pendorong meningkatnya permintaan masyarakat terhadap produksi daging, telur dan susu termasuk daging dan telur ayam. Dilihat dari sisi harga ketersediaan dan kesiapan untuk dikonsumsi diantara seluruh produk ternak, tampaknya produk ternak yang berasal dari ayam merupakan pilihan pertama konsumen. Walaupun demikian bukan berarti tidak ada masalah yang dihadapi industri perunggasan. Hingga pertengahan tahun 2009 pasar dalam negeri mengalami kelebihan pasokan ayam mencapai 27%. Hal ini mengakibatkan harga ayam di pasar lokal menjadi tertekan. Sedangkan pada tahun sebelumnya kondisi kelebihan pasokan hanya sekitar 5% saja.(
4 4 Selain itu, industri peternakan ayam juga menghadapi permasalahan kenaikan harga pakan dan biaya produksi yang diikuti dengan kenaikan harga ayam peternak itu sendiri. Sebagai salah satu perusahaan peternakan yang ada di Cirebon adalah Peternakan Jabon Poultry Shop. Usaha peternakan dengan bentuk kemitraan antara pemasok dan peternak yang dibentuk pada tahun 1999 dengan start pertama bermitra dengan 7 peternak, dengan Total Assets saat itu sebesar Rp ,--. 7 peternak tersebut terdiri dari 3 peternak plasma maklon dan 4 peternak semi mandiri. Saat ini Jabon Poultry Shop telah memiliki 12 orang pegawai dan pada tahun 2006 Jabon Poultry Shop membatasi kemitraannya hanya dengan peternak plasma mandiri saja. Kini Jabon Poultry Shop bermitra dengan 122 peternak plasma mandiri dengan kapaitas rata-rata ekor perkandang, di Cirebon masih banyak pengusaha pengusaha lain yang menjalankan usaha yang sama dengan Jabon Poultry Shop. Berikut ini adalah tabel 1.2 yang menunjukkan beberapa pengusaha peternakan ayam broiler yang ada di Cirebon. Tabel 1.2 Pelaku Usaha Peternakan Ayam Broiler Cirebon No Pelaku Usaha 1 AS Putra 2 Hannan Bersaudara 3 Surya Unggas 4 Jabon 5 Mutiara Sumber: Dinas peternakan Cirebon Hingga saat ini peternakan Jabon Poultry Shop belum dapat menguasai pasar Cirebon. Peternakan jabon poultry shop saat ini sedang bersaing ketat dengan 3 perusahaan ternak terbesar di Cirebon yaitu AS Putra, Hannan
5 5 Bersaudara, dan Surya Unggas. Hal ini terlihat dari tabel 1.3. yang menggambarkan tingkat penjualan masing-masing perusahaan. Tabel 1.3. Data Penjualan Peternakan Jabon Poultry Shop dan Pesaing dalam jutaan NAMA AS Putra 39,041, ,065, ,898, ,776, Hannan Bersaudara 32,680, ,375, ,062, ,389, Surya Unggas 19,849, ,878, ,809, ,213, Jabon 10,966, ,220, ,078, ,875, Mutiara 7,128, ,497, ,268, ,676, Sumber : Dinas peternakan cirebon Berdasarkan tabel penjualan diatas, tingkat penjualan ayam broiler Peternakan Jabon Poultry Shop masih menduduki posisi keempat dengan selisih penjualan yang cukup besar dengan Peternakan AS Putra. Melihat perkembangan hal tersebut saat ini Peternakan Jabon Poultry Shop sedang berusaha untuk mengejar ketertinggalannya di pasar lokal. Untuk menaikan penjualan Jabon Poultry Shop harus berusaha untuk lebih efisien terutama dalam pemberian pakan karena seperti terlihat pada tabel 1.4 dibawah ini : Tabel 1.4 Persentase Biaya Produksi Ayam Broiler Unsur HPP (%) Biaya Bahan Baku: Bibit Anak Ayam (DOC) Pakan Obat-obatan & Vaksin 1.87 Sub Total 93.23
6 6 Lanjutan Tabel 1.4 Persentase Biaya Produksi Ayam Broiler Unsur HPP (%) Biaya Tenaga Kerja Langsung: Gaji Pegawai Lapangan 3.13 Sub Total 3.13 BOP Tetap Listrik & Air Kandang 0.12 Penyusutan Aktiva Tetap 0.15 Sub Total 0.27 BOP Variabel: Transportasi Pakan 2.05 Tranportasi DOC 0.41 Transportasi Obat & Vaksin 0.25 Transprtasi Sekam 0.74 Biaya Operasional lainnya 0.82 Sub Total 4.27 Harga Pokok Produksi Sumber : Gabungan Muhammad Rasyaf (2008) dan peternak dilapangan Berdasarkan tabel Persentase biaya produksi ayam pedaging, tingkat kebutuhan akan pakan merupakan yang terbesar persentasenya yaitu 69%. Ini merupakan dilema bagi para peternak di Peternakan Jabon Poultry Shop karena bila mengurangi biaya pakan akan berakibat penyusutan bobot ayam sedangkan bila pembeliannya berlebihan maka akan terjadi penumpukan digudang yang berakibat penurunan kualitas pakan atau akan terjadi pembusukan yang nantinya akan menambah biaya beban. Cara yang ditempuh untuk meningkatkan efisiensi ini adalah dengan cara melakukan perubahan-perubahan dari fungsi-fungsi manajemen perusahaannya, salah satunya adalah pada fungsi manajemen operasi (produksi). Salah satu faktor pemicu perkembangan manajemen produksi dan operasi pada dewasa ini adalah tuntutan konsumen/pelanggan. Tidak dapat dipungkiri lagi
7 7 bahwa tuntutan pelanggan saat ini sangat tinggi jika dibandingkan beberapa waktu yang lalu. Ini terjadi karena kosumen sekarang semakin pintar, dan jika tuntutan konsumen tidak dipenuhi, tidak segan-segan konsumen beralih ke perusahaan lain. Dengan tuntutan konsumen yang semakin banyak dan beragam, membuat persaingan di dunia industri semakin pelik dan ketat, tak terkecuali pada industri peternakan ayam. Isu bisnis global dewasa ini marak membicarakan hal yang berkaitan dengan keamanan produk (product safety), kesinambungan produksi (production sustainibility), manajemen mutu terpadu (total quality management), persaingan dan kerjasama (Co-opetion), serta semakin disadari jika konsumen telah berkembang menjadi pemilik. Persaingan di bidang kesinambungan produksi berubah semakin pesat dan semakin canggih, hal ini diakibatkan karena pentingnya kesinambungan produksi (production sustainibility) dalam memenangkan persaingan di saat ini. Hal tersebut menyebabkan banyak perusahaan menerapkan cara-cara baru di bidang manajemen persediaan (inventory management) serta mengharuskan pihak personalia untuk memahami dan menjiwai konsep manajemen yang diadopsi tersebut. Akibatnya munculah konsep-konsep manajemen yang baru, misalnya Material Requirement Planning (MRP), Just In Time (JIT), Just In Time II (JIT II) dan Vendor Managed Inventory (VMI). Keharusan untuk mencapai kesinambungan produksi (production sustainibility) telah disadari semakin kritis oleh perusahaan, oleh karena itu perusahaan melakukan suatu metode baru untuk mencapainya yang kemudian berimbas pada bagaimana mengelola persediaan perusahaan dengan lebih baik.
8 8 Seperti yang telah dikemukakan oleh Taiichi Ono bahwa persediaan adalah sesuatu yang jahat. Hal tersebut dapat dibenarkan karena sesungguhnya persediaan menyembunyikan variabilitas-variabilitas atau masalah-masalah tersembunyi yang tidak kelihatan. Variabilitas adalah setiap penyimpangan proses optimal yang menghantarkan produk sempurna tepat waktu setiap waktu. Salah satu masalah yang termasuk dalam variabilitas tersebut adalah karena penurunan tingkat kualitas persediaan itu sendiri. Sistem Vendor Managed Inventory (Sistem Pengelolaan Persediaan oleh Pemasok) muncul untuk menjawab permasalahan tersebut dengan pengurangan persediaan dengan orientasi inventory reduction membuat sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok menjadi salah satu pilihan sistem pengelolaan persediaan yang dapat dipilih oleh perusahaan saat ini. Definisi sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok menurut American Production and Inventory Control Society (APICS) tahun 2005 dalam Vincent Gaspersz (2007:506) adalah : Sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok adalah sistem optimisasi kinerja supply chain, dimana pemasok mempunyai akses ke data inventori pelanggan dan bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat inventori pelanggan. Sedangkan Vincent Gaspersz 2007:506 mendefinisikan sistem vendor managed inventory adalah : It is a system in which the manufacturer/vendor of a product maintains the inventory level of the supplier/distributor of that same product. Sistem vendor managed inventory adalah sistem dimana pemasok suatu produk menjaga tingkat persediaan pelanggan atau distributornya untuk produk yang sama
9 9 Berdasarkan teori yang dikemukakan diatas dapat ditegaskan jika sistem vendor manage inventory adalah sistem pengelolaan persediaan yang berusaha menjaga tingkat persediaaan sesuai kebutuhan perusahaan untuk menunjang produksi ramping (lean production) dan optimalisasi rantai pasokan dengan cara pertukaran data dan informasi antara pemasok dengan perusahaan yang saling bekerja sama. Sistem vendor managed inventory mempunyai karakteristik pemasok yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan menjaga tingkat persediaan pelanggannya, pengisian ulang persediaan secara otomatis oleh pemasok ketika tingkat persediaan sudah ada dibawah tingkat yang telah ditentukan, pertukaran data yang berhubungan dengan tingkat persediaan antara pemasok dan pelanggannya dilakukan melalui jenis data informasi yang telah ditentukan (Vincent Gasperz 2007:507). Karakteristik tersebut merupakan karakteristik umum dalam penerapan sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok namun perusahaan juga bisa menerapkan cara tersendiri dalam pelaksanaannya yang sesuai dengan karakteristik perusahaan masing-masing. Dalam sistem vendor managed inventory terdapat beberapa tugas dan kewajiban baik dari pemasok maupun perusahaan pelanggan. Tugas dan kewajiban pemasok dan perusahaan pelanggan dapat dilihat pada tabel 1.5.: Tabel 1.5 Tugas dan Kewajiban Pemasok dan Perusahaan Pelanggan Dalam Sistem Vendor Managed Inventory Pemasok Tugas Pengelolaan persediaan Mengirimkan persediaan Menjaga kualitas barang persediaan Kewajiban Memberikan jadwal pengiriman persediaan Memberikan laporan tingkat persediaan Menjamin tingkat persediaan sesuai dengan kebutuhan perusahaan
10 10 Lanjutan Tabel 1.5 Tugas dan Kewajiban Pemasok dan Perusahaan Pelanggan Dalam Sistem Vendor Managed Inventory Perusahaan Pelanggan Tugas Mengevaluasi performa pemasok Meramalkan kebutuhan persediaan Membuat laporan data persediaan Menetapkan tempat penyimpanan persediaan Sumber : Vincent Gaspersz (2007:506) Kewajiban Mengirimkan data metode distribusi pasokan Mengirimkan data penjadwalan produksi Memberikan laporan tingkat persediaan minimum Memberikan sistem pembayaran Memberikan data perkiraan penjualan dan informasi keadaan pasar Untuk menunjang optimalisasi penerapan sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok, tugas dan kewajiban bagi pemasok dan perusahaan pelanggan seperti yang terlihat dalam tabel diatas harus dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan kerjasama secara optimal dan terintegrasi antara pemasok dan perusahaan pelanggan. Ada beberapa masalah yang dihadapi oleh Jabon poultry shop dalam pelaksanaan sistem vendor managed inventory, yaitu masih adanya ketidaksesuaian pada beberapa sektor bagian persediaan. Masalah terbesar dapat terlihat dari masih banyaknya ketidaksesuaian pengiriman pasokan pakan dari jabon poultry shop kepada peternak, hal ini diakibatkan oleh sikronisasi data antara Jabon poultry shop dan peternak yang sering tidak akurat, hal ini kemudian menyebabkan ketidaksesuaian antara kebutuhan persediaan dengan tingkat persediaan yang ada di gudang peternak. Hal tersebut menyebabkan kerugian baik secara materi maupun imateri kepada Jabon poultry shop dan peternak yang secara langsung akan mengganggu proses kegiatan produksinya. Jabon poultry shop dan peternak yang masih belum bisa bekerja sama secara optimal kerap
11 11 dijadikan penyebab permasalahan yang terjadi di bagian persediaan peternakan Jabon poultry shop. Banyak perusahaan yang percaya dengan menerapkan sistem vendor manage inventory diperusahaannya, permasalahan pada persediaan dapat diatasi dikarenakan sistem vendor manage inventory dengan orientasi reduksi persediaannya mampu membuka variabilitas-variabilitas tersembunyi di dalam persediaan seperti penurunan kualitas, keterlambatan pengiriman dan kesalahan perhitungan jadwal produksi. Sistem vendor manage inventory juga dapat mempercepat perpindahan barang karena sistem ini memperpendek alur distribusi sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi. Dalam pengertiannya biaya produksi adalah biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi barang jadi yang siap dijual (Render dan Heizer, 2005:319). Menurut Suyadi biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan proses produksi yang terdiri dari biaya tetap, biaya variabel dan biaya semi variabel (Suyadi Prawirosentono, 2001:114). Sedangkan efisiensi biaya produksi menurut Syahu Sugian (2006:76) adalah hubungan antara hasil yang dicapai dan biaya yang sudah digunakan. Menurut Rival Wirasasmita (2002:149) Efisiensi adalah rasio atau perbandingan antara usaha atau kinerja yang berhasil dan seluruh tenaga atau pengorbanan yang dikerahkan untuk mencapai hasil tersebut atau dengan kata lain rasio antara input dan output. Berikut adalah biaya produksi, laba bersih, anggaran biaya produksi, efisiensi biaya produksi, dan target penjualan Jabon poultry shop dapat dilihat pada tabel 1.6 berikut:
12 12 Anggaran Biaya produksi Tabel 1.6 Biaya Produksi, Total Pendapatan/Penjualan, Anggaran Biaya Produksi, Sumber: Jabon Poultry Shop Efisiensi Biaya Produksi, dan Target Penjualan Tahun ,544,183, ,544,183,171,32 11,901,579, ,901,579, Realisasi Biaya Produksi 11,248,813, ,241,393, ,969,607, ,834,258, Efisiensi Biaya Produksi 100% 2,56 % 2,62 % -0,57 % 0,57 % Target Penjualan 12,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, Total Pendapatan/Penjualan 10,966,706, ,220,445, ,078,464, ,875,784, , , , , , ,00 Biaya produksi Anggaran , , Sumber: Jabon Poultry Shop Grafik 1.7 Biaya Produksi dan Anggaran Biaya produksi Dilihat dari grafik diatas, antara biaya produksi dengan anggaran biaya produksi semakin meningkat, ini tidak diikuti dengan efisiensi biaya produksi seperti yang terlihat pada gambar grafik 1.8 dibawah ini.
13 13 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0-0,5-1 Efisiensi Biaya Produksi efisiensi biaya produksi trend efisiensi Sumber: Jabon Poultry Shop Grafik 1.8 Efisiensi Biaya Produksi Pada grafik diatas menunjukan bahwa efisiensi biaya produksi mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Ini terlihat jelas pada garis trend efisiensi yang cenderung menurun. Dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti yang telah diuraikan di atas, maka sangatlah relevan apabila dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Sistem Vendor Managed Inventory terhadap efisiensi biaya produksi ayam broiler pada peternakan Jabon Poultry Shop.
14 Identifikasi dan Perumusan Masalah Identifikasi Masalah Peternakan Jabon Poultry Shop adalah usaha peternakan dengan bentuk kemitraan antara pemasok dan peternak yang dibentuk pada tahun 1999 dengan start pertama bermitra dengan 7 peternak, dengan Total Assets saat itu sebesar Rp ,--. 7 peternak tersebut terdiri dari 3 peternak plasma maklon dan 4 peternak semi mandiri. Saat ini Jabon Poultry Shop telah memiliki 12 orang pegawai dan pada tahun 2006 Jabon Poultry Shop membatasi kemitraannya hanya dengan peternak plasma mandiri saja. Kini Jabon Poultry Shop bermitra dengan 122 peternak plasma mandiri dengan kapaitas rata-rata ekor perkandang. Hingga saat ini peternakan Jabon Poultry Shop masih menduduki posisi keempat dengan selisih penjualan yang cukup besar dengan peternakan AS Putra. Melihat perkembangan hal tersebut saat ini Peternakan Jabon Poultry Shop sedang berusaha untuk mengejar ketertinggalannya dipasar lokal. Untuk menaikan penjualan peternakan Jabon Poultry Shop harus berusaha untuk lebih efisien terutama dalam hal pakan ayam. Sebab, seperti pada tabel 1.4 dapat dilihat bahwa pakan merupakan yang terbesar persentasenya. Namun pada kenyataannya pelaksanaan sistem vendor managed inventory pada peternakan jabon poultry shop belum berjalan optimal dikarenakan masih banyaknya masalah-masalah dalam persediaan yang disebabkan oleh ketidakcocokan data antara Jabon Poultry Shop dan peternak, Ini merupakan dilemma bagi peternakan Jabon Poultry Shop karena bila mengurangi biaya pakan akan berakibat penyusutan bobot ayam sedangkan bila pembeliannya berlebihan maka akan terjadi penumpukan digudang
15 15 yang berakibat penurunan kualitas pakan atau akan terjadi pembusukan yang nantinya akan menambah biaya beban. Dari latar belakang tersebut, maka penulis mengidentifikasikan permasalahan yang dihadapai oleh peternakan Jabon Poultry Shop pada proses belum efektifnya penerapan sistem vendor manage inventory yang ditandai dengan masih adanya masalah ketidaksesuaian pengiriman pasokan, barang cacat, serta ketidakcocokan data antara jabon poultry shop dan peternak sehingga menimbulkan tidak efisiennya biaya produksi perusahaan Studi ini membatasi ruang lingkupnya dengan berfokus pada penerapan sistem vendor managed inventory dan pengaruhnya terhadap efisiensi biaya produksi ayam broiler Perumusan Masalah Untuk menunjang proses pembahasan masalah maka peneliti membuat perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran penerapan sistem vendor managed inventory pada peternakan Jabon Poultry Shop. 2. Bagaimana gambaran tingkat efisiensi biaya produksi ayam di peternakan Jabon Poultry Shop. 3. Bagaimana pengaruh sistem vendor managed inventory oleh Jabon Poultry Shop pada pakan ayam terhadap efisiensi biaya produksi ayam broiler/ pedaging di peternakan Jabon Poultry Shop.
16 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Gambaran pelaksanaan sistem pengelolaan persediaan oleh Jabon Poultry Shop pada peternak 2. Gambaran tingkat efisiensi biaya produksi ayam di peternakan Jabon Poultry Shop. 3. Pengaruh sistem vendor manage inventory terhadap efisiensi biaya produksi ayam broiler pada peternakan Jabon Poultry Shop Kegunaan Penelitian berikut : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan-kegunaan sebagai 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu manajemen, khusunya manajemen operasi dan produksi yang berkaitan dengan manajemen persediaan (inventory management). Penelitian ini juga dapat dijadikan dasar bagi peneliti lainnya yang tertarik untuk meneliti mengenai permasalahan yang sama. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi masukan kepada peternakan Jabon Poultry Shop dalam merancang dan menerapkan sistem vendor managed inventory dalam rangka meningkatkan efisiensi biaya produksi.
BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dan kebutuhan yang terus meningkat telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan kebutuhan yang terus meningkat telah menimbulkan perubahan dalam dunia industri di Indonesia. Industri yang berbasis teknologi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,
1 BAB I PENDAHULUAN Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, mengalami pasang surut, terutama pada usaha kemitraan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya fluktuasi harga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun ke tahun menjadikan kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut tidak hanya terbatas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011
1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang berperan menyediakan pangan hewani berupa daging, susu, dan telur yang mengandung zat gizi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan umum Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki sifat ekonomis, dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. subsistem agribisnis hulu peternakan (upstream agribusiness) yakni kegiatan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan yang mampu memberikan peningkatan pendapatan peternak rakyat yang relatif tinggi dan menciptakan daya saing global produk peternakan adalah paradigma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan yang meningkat pada masyarakat Indonesia diikuti peningkatan kesadaran akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani juga turut meningkatkan angka permintaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. a) Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang tradisional. sedang kotorannya dipakai sebagai pupuk.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebutan hewan sebagai ternak tergantung pada jenis hewan tersebut dalam menimbulkan manfaat bagi manusia pemeliharanya. Ternak sudah mempunyai dampak yang jauh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (Siregar et al, 1981).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam hasil dari rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat terutama kebutuhan
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam
PENGANTAR Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2014 subsektor peternakan berkontribusi tehadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan usaha ternak ayam di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970 an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, yang kemudian mendorong
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat
Lebih terperinciKonsep Just in Time Guna Mengatasi Kesia-Siaan dan Variabilitas dalam Optimasi Kualitas Produk
Konsep Just in Time Guna Mengatasi Kesia-Siaan dan Variabilitas dalam Optimasi Kualitas Produk Darsini Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Biro Pusat Statistik (1997) dan Biro Analisis dan Pengembangan. Statistik (1999) menunjukkan bahwa Standar Nasional kebutuhan protein
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Biro Pusat Statistik (1997) dan Biro Analisis dan Pengembangan Statistik (1999) menunjukkan bahwa Standar Nasional kebutuhan protein hewani belum terpenuhi, dan status
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sub sektor peternakan perlu dikembangkan karena sub sektor ini
Lebih terperinciVII. ANALISIS PENDAPATAN
VII. ANALISIS PENDAPATAN 7.1. Biaya Produksi Usahatani dianalisis dengan cara mengidentifikasikan penggunaan sarana produksi (input). Sarana produksi yang digunakan antara peternak mitra dan peternak non
Lebih terperinciBAB II. organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga
BAB II A. Manajemen Operasi Manajemen Operasi membahas bagaimana membangun dan mengelola operasi suatu organisasi mulai dari perencanaan sistim operasi, perancangan sistim operasi hingga pengendalian sistim
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan mempunyai peranan yang cukup penting bagi kehidupan manusia agar dapat hidup sehat, karena manusia memerlukan protein. Pemenuhan kebutuhan protein dalam tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan tersebut tidak hanya bersifat evolusioner namun seringkali sifatnya
12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan hidup dalam lingkungan yang berubah cepat, dinamik, dan rumit. Perubahan tersebut tidak hanya bersifat evolusioner namun seringkali sifatnya revolusioner.
Lebih terperinciPeningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. Hal ini berdampak
Lebih terperincidan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Husein, Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Bisnis. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Gaspersz, Vincent, 1998. Production Planning and Inventory Control : Berdasarkan Pendekatan System Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufacturing 21. Vincent Foundation dan PT. Gramedia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor ini dapat diwujudkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan subsektor dari pertanian yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan hasil ternak seperti daging,
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Daging ayam merupakan salah satu produk hasil ternak yang diminati
BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Daging ayam merupakan salah satu produk hasil ternak yang diminati masyarakat baik dari kalangan bawah maupun kalangan atas karena menimbulkan kepuasan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang berpeluang sangat besar untuk dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan khususnya protein hewani. Kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peternakan merupakan salah satu dari lima subsektor pertanian. Peternakan adalah kegiatan memelihara hewan ternak untuk dibudidayakan dan mendapatkan keuntungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peternakan adalah bagian dari agribisnis yang mencakup usaha-usaha atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peternakan adalah bagian dari agribisnis yang mencakup usaha-usaha atau tingkah laku bisnis pada usaha pengelolaan sarana produksi peternakan, pengelolaan budidaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan usaha peternakan unggas di Sumatera Barat saat ini semakin pesat dan memberikan kontribusi besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Unggas khususnya
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Indonesia dengan populasi mencapai lebih dari 110 juta ekor (Data Direktorat
1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ayam ras petelur merupakan hewan yang populer untuk diternakkan di Indonesia dengan populasi mencapai lebih dari 110 juta ekor (Data Direktorat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Defenisi Ayam (Ayam Broiler, Ayam Ras Petelur, dan Ayam Buras) Ayam dibagi dalam dua jenis
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemitraan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, yang menyatakan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Menurut Xiaoyan dan Junwen (2007), serta Smith (2010), teknologi terkait erat dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produksi ayam broiler mencapai sekitar 10 ribu ton/tahun. banyak dan lokasinya yang jauh sehingga sulit untuk diawasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PS (Poultry Shop) Bintang Unggas merupakan sebuah industri yang bergerak pada bidang produksi peternakan ayam, perdagangan pakan ternak, dan peralatan peternakan. Saat
Lebih terperinci[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas]
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam
Lebih terperinciKINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KOMODITI AYAM NENEK (GRAND PARENT STOCK BROILER) DI PT. GALUR PRIMA COBBINDO SUKABUMI WEMVI RISYANA A
KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KOMODITI AYAM NENEK (GRAND PARENT STOCK BROILER) DI PT. GALUR PRIMA COBBINDO SUKABUMI WEMVI RISYANA A14105621 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya manusia yang berkualitas ditentukan oleh pendidikan yang tepat guna dan pemenuhan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah...
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan bagi hidup, tumbuh dan kembang manusia. Daging, telur, dan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang hasilnya ditujukan kepada pihak-pihak internal organisasi, seperti manajer
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuntansi manajemen adalah sistem akuntansi yang berupa informasi yang hasilnya ditujukan kepada pihak-pihak internal organisasi, seperti manajer keuangan, manajer
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia
LAPORAN PENELITIAN: SOSIO-ECONOMIC IMPACT ASSESMENT OF THE AVIAN INFLUENZA CRISIS ON POULTRY PRODUCTION SYSTEM IN INDONESIA, WITH PARTICULAR FOCUS INDEPENDENT SMALLHOLDERS Bahasa Indonesia Kerjasama PUSAT
Lebih terperinciI Peternakan Ayam Broiler
I Peternakan Ayam Broiler A. Pemeliharaan Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ras ayam pedaging yang memiliki produktivitas tinggi. Ayam broiler mampu menghasilkan daging dalam waktu 5 7 minggu (Suci dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mursyidi (2008:174) Just In Time (JIT) dikembangkan oleh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Just In Time 2.1.1.1. Pengertian Just In Time Menurut Mursyidi (2008:174) Just In Time (JIT) dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan otomotif di Jepang
Lebih terperinciBahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA
Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA Pohon Industri Ayam Ras Bagan Roadmap Pengembangan Komoditas Visi Menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kurun waktu terakhir, persaingan dalam bidang ekonomi semakin kuat. Dipengaruhi dengan adanya perdagangan bebas, tingkat kompetisi menjadi semakin ketat. Hal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan konsumsi daging dan produk-produk peternakan dalam negeri semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan dan daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produk produk peternakan akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Keberadaan supply chain atau rantai pasok dalam proses produksi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan supply chain atau rantai pasok dalam proses produksi suatu industri sangat penting demi memberikan nilai tambah baik bagi industri itu sendiri maupun bagi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dunia peternakan saat ini khususnya perunggasan di Indonesia semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru peternakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan dalam pembangunan perekonomian di Indonesia sebagian besar dipengaruhi oleh petumbuhan di sektor industri dan sektor pertanian. Sektor industri dan sektor
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia Beberapa penelitian yang mengkaji permasalahan usaha ternak ayam buras banyak menunjukkan pertumbuhan produksi ayam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperinciTERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN
TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN Peluang di bisnis peternakan memang masih sangat terbuka lebar. Kebutuhan akan hewani dan produk turunannya masih sangat tinggi, diperkirakan akan terus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi yang pesat pada saat ini mendorong
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat pada saat ini mendorong masyarakat untuk menggunakan teknologi. Teknologi juga memberi dampak yang penting dalam berbagai bidang,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pendahuluan dari penelitian yang diuraikan menjadi enam sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini semakin berkembangnya jumlah permintaan produk pangan, semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi perusahaan untuk memproduksi pangan
Lebih terperinciJakarta, 5 April 2017
Jakarta, 5 April 2017 Daftar Isi Profil Perseroan Kinerja Operasional Ikhtisar Keuangan Tantangan dan Strategi Ke Depan Lampiran 2 Sekilas Japfa Tbk Perusahaan agribisnis terintegrasi vertikal berfokus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agribisnis ayam kampung pedaging merupakan bisnis yang penuh gejolak dan beresiko. Peternakan unggas memiliki peranan yang sangat penting dalam pemenuhan gizi masyarakat.
Lebih terperinciDESKRIPSI HARGA JUAL DAN JUMLAH PEMBELIAN AYAM PEDAGING DI KOTA MAKASSAR
Sosial Ekonomi DESKRIPSI HARGA JUAL DAN JUMLAH PEMBELIAN AYAM PEDAGING DI KOTA MAKASSAR ST. Rohani 1 & Muhammad Erik Kurniawan 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin 2 Jurusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberbagai bidang usaha dewasa ini sudah mulai terasa dampaknya termasuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi yang ditandai dengan kebebasan bersaing diberbagai bidang usaha dewasa ini sudah mulai terasa dampaknya termasuk terhadap dunia usaha di Indonesia.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. semakin ketat. Tiap-tiap perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin meningkatkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pasar yang semakin mengglobal, persaingan di dunia bisnis semakin ketat. Tiap-tiap perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin meningkatkan produktivitas
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah menghasilkan karkas dengan bobot yang tinggi (kuantitas), kualitas karkas yang bagus dan daging yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan peternakan merupakan tanggung jawab bersama antaran pemerintah, masyarakat dan swasta. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pangan dan gizi serta menambah pendapatan (kesejahteraan) masyarakat. Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan sektor pertanian dalam arti luas yang bertujuan untuk pemenuhan pangan dan gizi serta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor petenakan merupakan salah satu sub sektor yang berperan serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan subsektor peternakan seperti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan peternakan merupakan salah satu aspek penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan peternak.
Lebih terperinci