CITRA TOKOH RAMA BARGAWA DALAM LAKON BANJARAN RAMA BARGAWA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "CITRA TOKOH RAMA BARGAWA DALAM LAKON BANJARAN RAMA BARGAWA"

Transkripsi

1 CITRA TOKOH RAMA BARGAWA DALAM LAKON BANJARAN RAMA BARGAWA Ismi Handayani dan Nanny Sri Lestari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Sastra Daerah untuk Sastra Jawa Abstrak Skripsi ini membahas citra tokoh Rama Bargawa dalam lakon Banjaran Rama Bargawa. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teori struktural, yaitu dengan cara membongkar unsur-unsur intrinsik di dalam lakon Banjaran Rama Bargawa, khususnya penokohan yang akan menciptakan citra tokoh Rama Bargawa. Sumber data penelitian ini adalah video pertunjukkan wayang kulit dengan lakon Banjaran Rama Bargawa yang dibawakan oleh dalang Ki Sigit Ariyanto. Hasil dari penelitian ini menghasilkan bahwa citra Rama Bargawa terdiri dari pemberani, kuat, dan sakti; berbakti dan menyayangi orang tua; dan berpendirian teguh. THE IMAGE OF RAMA BARGAWA IN LAKON BANJARAN RAMA BARGAWA Abstract The focus of this undergraduate thesis is to know about the image of Rama Bargawa in lakon Banjaran Rama Bargawa. This research using by structural theory approaches in which explore intrinsic elements of lakon Banjaran Rama Bargawa, especially characteristic will make some images of Rama Bargawa. Source for this research from shadow puppet video of lakon Banjaran Rama Bargawa who was played by Ki Sigit Ariyanto. Result from this research explain about images of Rama Bargawa are brave, strong, and have a divine power; loves his parents; and have a principal. Keywords: Images; Rama Bargawa; Lakon; Banjaran Pendahuluan Sastra adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang sangat istimewa dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain, karena objek penelitiannya tidaklah tentu atau bersifat abstrak. Menurut Sudjiman (1990: 71), sastra merupakan karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keorisinalan, keartistikan, serta keindahan dalam isi dan ungkapannya. Dunia kesusastraan mengenal drama sebagai salah satu genre sastra di samping prosa dan puisi. Drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog; lazimnya dirancang untuk pementasan di panggung (Sudjiman, 1990: 48). Di Indonesia sendiri terdapat berbagai macam bentuk drama, salah satunya adalah drama tradisional. Drama tradisional adalah drama yang telah hidup, berkembang, dan

2 diajarkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi, biasanya secara lisan (Bandem dan Murgiyanto, 1996: 17). Bentuk drama tradisional ini dapat ditemukan pada salah satu kesenian Jawa, yaitu pertunjukan wayang kulit purwa. Menurut Murtiyoso dkk (2004: 56), pertunjukan wayang kulit purwa atau yang lazim disebut pakeliran adalah salah satu cabang seni pertunjukan tradisional bermedium ganda yang perwujudannya merupakan jalinan berbagai unsur, salah satunya adalah lakon. Jika orang melihat sebuah pertunjukan wayang, sebenarnya yang dilihat adalah pertunjukan lakon 1. Wayang sebagai salah satu puncak kebudayaan Jawa telah banyak diteliti dan dikaji oleh para sarjana dari berbagai disiplin, baik sarjana asing serta sarjana Indonesia. Salah satu penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang membahas tentang tokoh wayang itu sendiri. Berdasarkan penelitian yang berorientasi pada tokoh wayang, maka timbul gagasan untuk melakukan penelitian terhadap salah satu tokoh wayang yang belum pernah diteliti. Usaha untuk melanjutkan penelitian ini pun tertuju pada tokoh Rama Bargawa. Dari sekian banyaknya tokoh wayang yang ada, Rama Bargawa menjadi layak untuk diteliti karena ia merupakan tokoh wayang yang kontroversial. Rama Bargawa menjadi kontroversial karena tokoh tersebut ingin menegakkan keadilan demi ayahnya yang dihukum mati tanpa melakukan kesalahan. Akan tetapi dalam menegakkan keadilan cara yang digunakannya salah, karena keadilan yang ingin ditegakkan oleh Rama Bargawa dilakukan dengan cara membunuh orang-orang yang menurutnya memiliki salah dan dosa. Selain itu, Rama Bargawa adalah salah satu tokoh wayang yang berumur panjang. Dikisahkan Rama Bargawa hidup sejak zaman Lokapala, mengalami zaman Ramayana sampai pada zaman Mahabharata. Melihat perjalanan hidup Rama Bargawa yang panjang dan kontroversial tersebut, ada keinginan untuk mengetahui penokohan Rama Bargawa secara utuh menyeluruh. Untuk memenuhi keingintahuan mengenai penokohan Rama Bargawa secara utuh menyeluruh tersebut, terlebih dahulu dicari teks yang dapat menceritakan riwayat hidup tokoh Rama Bargawa sejak lahir sampai moksa. Dalam pencarian teks yang menggambarkan riwayat hidup tokoh Rama Bargawa secara utuh menyeluruh, dipilih satu lakon banjaran yang berjudul Banjaran Rama Bargawa. Dalam Ensiklopedi Wayang Indonesia (Sena Wangi, 1999: 218) banjaran dalam pewayangan, terutama wayang kulit purwa, mempunyai arti yang 1 Lakon berasal dari kata laku yang mendapat akhiran an. Kata laku artinya perjalanan atau cerita atau rentetan peristiwa (Murtiyoso dkk, 2004: 57). Menurut Panuti Sudjiman dalam Kamus Istilah Sastra (1990: 48), lakon adalah karangan berbentuk drama yang ditulis dengan maksud untuk dipentaskan. Lakon merupakan istilah lain drama. Demikian pula dengan Riris K Sarumpaet dalam Istilah Drama dan Teater (1977: 35), menurutnya lakon adalah kisah yang didramatisasi dan ditulis untuk dipertunjukkan di atas pentas oleh sejumlah pemain. Lakon merupakan padanan kata untuk drama.

3 mirip dengan riwayat hidup atau biografi. Inti cerita lakon banjaran adalah tentang riwayat seorang tokoh wayang dari lahir sampai mati. Selanjutnya dalam penulisan ini, lakon Banjaran Rama Bargawa disebut dan ditulis menjadi BRB. Fokus penelitian ini tertuju pada tokoh Rama Bargawa, dimulai dari kelahirannya hingga moksa, untuk mendapatkan citra tokoh. Melalui penelusuran seluruh peristiwa yang diungkapkan dalam lakon BRB, akan dapat diperoleh penokohan Rama Bargawa secara utuh menyeluruh. Berdasarkan penokohan tersebut, akan terungkap citra tokoh Rama Bargawa. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji citra tokoh Rama Bargawa dalam lakon BRB, sehingga akan diperoleh pemahaman tentang citra tokoh Rama Bargawa dalam lakon tersebut. Tinjauan Teoritis Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural. Teori struktural merupakan suatu teori yang memusatkan amatannya pada karya sastra yang dipandang sebagai suatu struktur, unsur-unsurnya dapat dibongkar, dan dipaparkan secermat dan semendalam mungkin, serta dapat dicari keterjalinan semua unsurnya yang dipandang dapat menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1988: 135). Penerapan teori struktural akan menggunakan teori citra dari Panuti Sudjiman. Menurut Sudjiman (1990: 17), citra adalah kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat. Metode Penelitian Penelitian ini terbagi dalam tiga tahapan, yaitu penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil penguraian data. Dalam tahapan penyediaan data, penulis menggunakan dua metode, yaitu metode simak dan catat. Penulis menyimak video pertunjukan wayang kulit dengan lakon BRB sambil mencatat janturan 2, pocapan 3, dan ginem 4. Berdasarkan kedua 2 Janturan adalah wacana dalang yang berupa deskripsi suasana adegan yang sedang berlangsung dengan diiringi gending sirep. Janturan biasanya berisi deskripsi tentang suasana adegan, latar tempat dan waktu, kesaktian, jasa tokoh, atau pun dasanama tokoh beserta artinya. 3 Pocapan adalah wacana dalang yang berupa narasi, pada umumnya menceritakan peristiwa yang telah, sedang, dan akan berlangsung tanpa diiringi karawitan pakeliran. 4 Ginem adalah wacana dalang yang memerankan dialog tokoh wayang dalam satu adegan, yang disesuaikan dengan karakter dan suasana masing-masing tokoh. Ada dua macam jenis ginem, yaitu ngudarasa (monolog: tokoh berbicara dengan dirinya sendiri) dan dialog antara dua atau lebih tokoh wayang yang tampil dalam adegan.

4 metode tersebut hasil yang didapatkan adalah penyediaan data berupa transkripsi. Dalam tahapan analisis data, metode yang digunakan adalah metode struktural, yaitu metode penelitian yang cara kerjanya membongkar secara struktural unsur-unsur intrinsik di dalamnya. Dari tahapan analisis data ini akan terlihat hasilnya dalam tahapan akhir, yaitu penyajian hasil penguraian data yang berupa struktur cerita lakon BRB, mulai dari alur, tokoh dan penokohan, dan citra tokoh Rama Bargawa itu sendiri. Pembahasan Analisis Alur Menurut Zaidan dkk dalam Kamus Istilah Sastra (1994: 207), alur adalah unsur struktur yang berwujud jalinan peristiwa di dalam karya sastra, yang memperlihatkan kepaduan tertentu yang diwujudkan antara lain oleh hubungan sebab akibat, tokoh, tema, atau ketiganya. Di dalam fungsinya, alur dibedakan menjadi dua, yaitu alur utama yang dibentuk dari peristiwa-peristiwa utama dan alur bawahan yang dibentuk dari peristiwa-peristiwa pelengkap (Sudjiman, 1991: 29). Di dalam lakon BRB ini banyak sekali peristiwa-peristiwa yang terjadi dari mulai awal hingga akhir cerita. Peristiwa-peristiwa tersebutlah yang membangun jalannya sebuah cerita hingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Akan tetapi tidak semua peristiwa-peristiwa tersebut berfungsi sebagai pembentuk alur. Oleh karena itu, langkah pertama yang dilakukan untuk menganalisis suatu alur adalah dengan memilih peristiwa fungsional. Peristiwa fungsional adalah peristiwa yang mempengaruhi perkembangan alur (Luxemburg dkk, 1984: 151). Setelah itu, peristiwa fungsional akan disusun ke dalam pembagian struktur alur. Panuti Sudjiman dalam bukunya Memahami Cerita Rekaan (1991: 30) membuat pembagian struktur alur secara rinci, yaitu awal yang terdiri dari paparan, rangsangan, dan gawatan; tengah yang terdiri dari tikaian, rumitan, dan klimaks; serta akhir yang terdiri dari leraian dan selesaian. No Struktur Peristiwa Fungsional Alur 1. Paparan Dewi Renuka melahirkan bayi laki-laki yang oleh Resi Risanggeni diberi nama Jamadagni. Jamadagni yang telah dewasa diutus oleh Raden Partawirya untuk mengikuti sayembara memperebutkan Dewi Danuwati di negara Indrapura. Jamadagni berhasil memenangkan sayembara karena dapat mengalahkan Raden Parasu dan Raden Bargawa. Tubuh Raden Parasu dan Raden Bargawa berubah menjadi kapak yang bernama parasu dan busur panah yang bernama bargawastra, yang akhirnya menjadi senjata pusaka Jamadagni. 2. Rangsangan Prabu Citrarata, raja negara Martikawata, tersasar saat memanah kijang hingga ke

5 3. Gawatan 4. Tikaian 5. Rumitan 6. Klimaks 7. Leraian 8. Selesaian pertapaan Jatisrana. Prabu Citrarata bertemu dengan Dewi Renuka dan menanyakan arah jalan pulang ke Martikawata. Prabu Citrarata jatuh cinta pada Dewi Renuka dan meminta Dewi Renuka untuk menjadi istrinya, tetapi ditolak oleh Dewi Renuka. Prabu Citrarata menyuruh Patih Jayarata untuk membuat rencana agar Dewi Renuka berpisah dengan Resi Risanggeni. Patih Jayarata menemui Resi Risanggeni untuk menjalankan perintah Prabu Citrarata. Resi Risanggeni menuduh Dewi Renuka berselingkuh dengan Prabu Citrarata. Jamadagni marah kepada Resi Risanggeni karena telah mengusir Dewi Renuka, lalu ia menyusul Dewi Renuka. Prabu Citrarata menghadang Dewi Renuka dan kembali memaksa Dewi Renuka untuk menjadi istrinya. Terjadi perang tanding antara Jamadagni dengan Prabu Citrarata. Dewi Renuka mati akibat terhunus keris Prabu Citrarata. Jamadagni membunuh Prabu Citrarata. Prabu Heryowadi dan Patih Citrayatna datang ke pertapaan Jatisrana untuk mencari orang yang telah membuat mati Prabu Citrarata. Resi Risanggeni mengaku-aku bahwa ia yang telah membunuh Prabu Citrarata. Prabu Heryowadi menyuruh Patih Citrayatna untuk menghukum mati Resi Risanggeni. Jamadagni tidak terima ayahnya yang tidak bersalah dihukum mati, ia lalu membunuh Patih Citrayatna. Jamadagni bertekad untuk tidak menikah dan akan mengabdikan hidupnya untuk menegakkan keadilan. Ia pun mengubah namanya menjadi Rama Bargawa atau Rama Parasu. Rama Bargawa membunuh Tumenggung Jayakrendika yang diutus Prabu Heryowadi untuk menangkapnya karena telah membunuh Patih Citrayatna. Rama Bargawa membunuh semua bala tentara negara Maespati. Rama Bargawa membunuh Tumenggung Jakawisa. Rama Bargawa membunuh Tumenggung Jayayatna. Prabu Heryowadi masuk ke dalam jurang karena dikejar oleh Rama Bargawa. Rama Bargawa membunuh Prabu Arjunasasrabahu, raja negara Maespati. Bathara Narada menyuruh Rama Bargawa untuk berhenti membunuh orang. Rama Bargawa mau mengikuti perintah Bathara Narada dengan syarat ingin mati sempurna. Rama Bargawa disuruh menunggu titisan Dewa Wisnu yang ada pada diri Ramawijaya untuk mengantarkannya pada kematian yang sempurna. Rama Bargawa meminta Ramawijaya untuk segera membunuhnya. Terjadi perang tanding antara Rama Bargawa dan Ramawijaya. Rama Bargawa bertobat dengan melaksanakan semua nasihat Ramawijaya. Rama Bargawa diangkat menjadi dewa di kahyangan. Analisis Tokoh Menurut Sudjiman dalam Kamus Istilah Sastra (1990: 79), tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Berdasarkan fungsinya, tokoh di dalam sebuah cerita dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang memegang peran pimpinan dan menjadi sentral di dalam cerita. Ia bahkan menjadi sorotan dalam bab di dalam kisahan (Sudjiman, 1991: 17-18). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa tokoh utama sangat mendominasi setiap rangkaian peristiwa atau persoalan yang terjadi di dalam sebuah cerita. Intensitas kemunculan tokoh

6 utama pun lebih banyak dibandingkan dengan tokoh-tokoh yang lain di dalam cerita. Selain itu, tokoh utama juga dapat ditentukan dengan melihat hubungannya dengan tokoh-tokoh yang lain. Berdasarkan judul lakon, yaitu Banjaran Rama Bargawa, dapat diketahui bahwa Rama Bargawa yang menjadi tokoh utama dalam lakon tersebut, karena memang lakon BRB menceritakan riwayat hidup tokoh Rama Bargawa sejak lahir sampai moksa. Dengan kata lain setiap peristiwa yang ditampilkan dalam lakon BRB ini didominasi oleh Rama Bargawa. Intensitas keterlibatan Rama Bargawa dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pun sangat erat. Rama Bargawa juga berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan tokohtokoh yang lain. Dengan demikian, sangat jelas jika tokoh utama dalam lakon BRB adalah Rama Bargawa. Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama (Sudjiman, 1991: 19). Dalam hal ini tokoh bawahan tidak terlalu sering dimunculkan dalam peristiwa, tetapi kehadirannya sangat mempengaruhi jalan cerita. Apabila salah satu tokoh dihilangkan, maka cerita tidak akan dapat berjalan dengan baik. Dengan kata lain tokoh bawahan saling berhubungan dengan tokoh utama. No Nama Tokoh Lakuan dalam Peristiwa Bawahan 1. Resi Risanggeni Memberitahu Rama Bargawa bahwa Dewi Renuka telah diusir olehnya karena berselingkuh dengan Prabu Citrarata. 2. Dewi Renuka Memberikan kain miliknya kepada Rama Bargawa sebagai tanda kesetiaannya pada Resi Risanggeni. 3. Prabu Citrarata Mengaku pada Rama Bargawa bahwa ia yang membuat rencana agar Dewi Renuka berpisah dengan Resi Risanggeni. 4. Bathara Narada Memberitahu Rama Bargawa mengenai kapak parasu dan busur panah bargawastra. Ia berharap pada Rama Bargawa jika kedua senjata itu digunakan untuk menegakkan keadilan. Menasihati Rama Bargawa yang selalu membunuh orang-orang untuk berhenti melakukannya karena telah merusak tatanan dunia. Memberitahu Rama Bargawa untuk menunggu Ramawijaya yang merupakan titisan Dewa Wisnu agar dapat mengantarkan Rama Bargawa mencapai mati yang sempurna. 5. Ramawijaya Menasihati Rama Bargawa untuk dapat membenahi hidupnya yang penuh dosa. Selain tokoh bawahan, terdapat tokoh bawahan lainnya. Tokoh bawahan lainnya ini kehadirannya lebih sedikit dibandingkan dengan tokoh bawahan, tetapi mereka berhubungan dengan tokoh utama baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran tokoh bawahan lainnya sesungguhnya sejajar dengan tokoh bawahan yang telah disebutkan sebelumnya. Akan tetapi fungsinya tidak begitu penting, karena mereka hanya sebagai latar dan penghubung jalan cerita serta sebagai sarana untuk menyelesaikan cerita. Meskipun begitu kehadiran mereka turut pula mendukung tokoh utama.

7 No Nama Tokoh Lakuan dalam Peristiwa Bawahan Lainnya 1. Raden Partawirya Mengutus Rama Bargawa sebagai perwakilannya untuk mengikuti sayembara memperebutkan Dewi Danuwati di negara Indrapura. 2. Raden Parasu dan Raden Bargawa Berperang tanding dengan Rama Bargawa dalam sayembara memperebutkan Dewi Danuwati. 3. Patih Jayarata Orang yang disuruh oleh Prabu Citrarata untuk membuat Dewi Renuka berpisah dengan Resi Risanggeni. 4. Prabu Heryowadi Menyuruh Patih Citrayatna untuk menghukum mati Resi Risanggeni. Menyuruh bala tentara negara Maespati untuk mencari Rama Bargawa yang merupakan buronan karena telah membunuh Patih Citrayatna 5. Patih Citrayatna Menjelaskan pada Rama Bargawa bahwa Resi Risanggeni yang telah membunuh Prabu Citrarata, maka dari itu ia menghukum mati Resi Risanggeni untuk menjalankan kewajiban. 6. Bala tentara negara Maespati Mereka diberi tugas oleh Prabu Heryowadi untuk menangkap Rama Bargawa yang telah membunuh Patih Citrayatna. 7. Prabu Arjunasasrabahu Raja negara Maespati yang diperingatkan oleh Rama Bargawa agar tidak menghibur diri terus menerus atas kematian istri dan patihnya, hingga tidak mempedulikan rakyatnya. Analisis Penokohan Dalam menganalisis suatu citra tokoh dalam karya sastra dibutuhkan teori mengenai citra. Menurut Sudjiman (1990: 17), citra adalah kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat. Dalam hal ini kesan mental dapat diberi arti yang sama dengan watak, karena watak itu pencerminan dari kesan-kesan mental 5. Watak dan citra suatu tokoh dapat diketahui dengan cara melakukan analisis penokohan. Menurut Sudjiman (1991: 23), penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Adapun menurut Satoto (1985: 24), penokohan adalah proses penampilan tokoh sebagai pembawa peran watak 6 dalam suatu pementasan lakon, dan dari penokohan ini harus mampu menciptakan citra tokoh. Jika diamati dua definisi yang diberikan oleh Sudjiman dan Satoto, maka dapat ditarik persamaanya bahwa yang dimaksud dengan penokohan ialah keseluruhan penampilan seorang tokoh yang terungkap melalui peranan dan perwatakan. Peranan adalah bagian yang dimainkan pemain; tindakan yang dilakukan oleh seseorang di suatu peristiwa (KBBI, 1990: 667). Adapun yang dimaksud dengan perwatakan, yaitu sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku; budi pekerti; tabiat (KBBI, 1990: 1009). Untuk mengetahui peranan dan perwatakan seorang tokoh dapat dilihat dari perilakunya. Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud di gerakan (sikap), tidak saja 5 Watak adalah sikap dan perilaku tokoh yang menjadi dasar penampilan tokoh dalam cerita rekaan dan drama. Watak merupakan kualitas nalar dan jiwa tokoh (Zaidan dkk, 1994: 214). 6 Peran watak adalah peran yang terutama ditentukan oleh ciri-ciri individual yang sifatnya khas dan istimewa (KBBI, 1990: 667).

8 badan dan ucapan (KBBI, 1990: 671). Dengan demikian, perilaku sangat jelas terlihat dari perbuatan, sikap, dan ucapan tokoh. Menurut Sudjiman dalam buku Memahami Cerita Rekaan (1991: 23-27), metode pengungkapan penokohan dalam cerita rekaan ada tiga. Pertama metode analitis atau metode langsung, yaitu pengarang (baca: dalang) memberikan gambaran langsung mengenai keadaan tokoh-tokohnya. Kedua dramatik atau metode tak langsung, yaitu tokoh-tokohnya digambarkan melalui pikiran, cakapan, dan lakuan, bahkan juga dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh. Ketiga metode kontekstual, watak tokoh disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang yang mengacu kepada tokoh. Ketiga metode di atas dapat dilihat dalam janturan, pocapan, dan ginem. Di dalam analisis penokohan Rama Bargawa, yang akan ditampilkan adalah tentang perbuatan, sikap, dan ucapan Rama Bargawa dalam ginem, serta penggambaran dalang tentang Rama Bargawa yang digali melalui pocapan dan janturan. Dengan melalui ketiga hal itu, diharapkan akan dapat diketahui penokohan Rama Bargawa secara utuh menyeluruh dalam BRB yang meliputi peranan dan perwatakannya, sehingga dapat mengungkap citra dari tokoh Rama Bargawa. Setelah melakukan analisis penokohan Rama Bargawa, ditemukanlah perilaku, peranan, dan perwatakan Rama Bargawa. Untuk mempermudah melihat perilaku, peranan, dan perwatakan Rama Bargawa tersebut, penulis membuatkan tabel seperti yang terlihat berikut ini. No Perilaku Peranan Perwatakan 1. - Sebagai orang yang sakti berani Pemberani dan sakti dan sakti 2. Menjalankan perintah Raden Partawirya tanpa mengharapkan imbalan dan kedudukan di Maespati Sebagai orang yang menjalankan perintah tanpa pamrih Taat dan tidak suka pamrih 3. Menantang Raden Parasu dan Raden Bargawa, bahkan semua orang senegara Indrapura untuk berperang tanding dengannya 4. Tidak mau mencampuri urusan orang tuanya Sebagai orang yang berani Sebagai anak yang tidak mau mencampuri urusan orang tuanya Pemberani Berbakti pada orang tua 5. Mengkhawatirkan keadaan ibunya Sebagai anak yang perhatian kepada ibunya Penyayang 6. Memaksa ayahnya untuk segera menceritakan permasalahan ibunya Sebagai orang yang tidak suka berbasa-basi Tegas 7. Marah kepada ayahnya karena menuduh ibunya berselingkuh hanya berdasarkan laporan orang lain Sebagai orang yang mudah marah Pemarah 8. Tidak mempercayai ibunya Sebagai orang yang Berbakti pada orang tua

9 berselingkuh hanya karena bukti yang berupa kain batik 9. Pergi menyusul ibunya karena khawatir dengan keadaan ibunya 10. Merasa berdosa karena tidak dapat menjaga ibunya 11. Menganggap ayahnya ikut bersalah atas kematian ibunya 12. Memperingatkan ayahnya untuk bersikap layaknya pendeta 13. Memperingatkan Patih Citrayatna bahwa kewajiban prajurit kerajaan adalah mengayomi rakyatnya bukan membuat mati orang 14. Membela ayahnya yang tidak bersalah atas tuduhan membunuh Prabu Citrarata 15. Membalas dendam atas kematian ayahnya dengan membunuh Patih Citrayatna 16. Tidak ingin menikah karena ingin mengabdikan hidupnya untuk menegakkan keadilan mempercayai ibunya Sebagai anak yang perhatian kepada ibunya Sebagai anak yang perhatian kepada ibunya Sebagai orang yang tidak dapat menerima kenyataan Sebagai orang yang suka memperingatkan orang Sebagai orang yang suka memperingatkan orang Sebagai anak yang perhatian kepada ayahnya Sebagai orang yang mendendam Sebagai orang yang mengambil sikap hidup wadat karena ingin menegakkan keadilan Penyayang Penyayang Tidak dapat menerima kenyataan Suka menasihati orang Suka menasihati orang Penyayang Pendendam 17. Merasa dirinya tidak memiliki salah Sebagai orang yang selalu merasa benar Sombong 18. Menantang Tumenggung Jayakrendika untuk berperang tanding dengannya 19. Membunuh Tumenggung Jayakrendika demi menegakkan keadilan 20 Menantang semua bala tentara negara Maespati untuk berperang tanding dengannya 21. Membunuh semua bala tentara negara Maespati demi menegakkan keadilan 22. Menantang Tumenggung Jakawisa untuk berperang tanding dengannya 23. Membunuh Tumenggung Jakawisa demi menegakkan keadilan 24. Membunuh Tumenggung Jayayatna demi menegakkan keadilan karena telah membela rajanya yang tidak benar 25. Ingin melanjutkan menegakkan keadilan dengan memberantas sifat jahat 26. Memperingatkan Prabu Arjunasasrabahu agar mempedulikan rakyatnya 27. Menyuruh Prabu Arjunasasrabahu untuk mengikuti perkataannya Sebagai orang yang berani menegakkan keadilan dengan cara membunuh Sebagai orang yang berani menegakkan keadilan dengan cara membunuh Sebagai orang yang berani menegakkan keadilan dengan cara membunuh menegakkan keadilan dengan cara membunuh menegakkan keadilan Sebagai orang yang suka memperingatkan orang Sebagai orang yang Pemberani Pemberani Pemberani Suka menasihati orang Egois

10 28. Membunuh Prabu Arjunasasrabahu demi menegakkan keadilan 29. Merasa dirinya benar karena telah membunuh orang yang bersalah 30. Marah kepada Bathara Narada yang melarangnya untuk tidak mengadili orang 31. Ingin menghentikan perbuatannya dengan syarat ingin mati sempurna 32. Menyuruh Ramawijaya untuk segera membunuhnya 33. Menyuruh Ramawijaya agar tidak banyak bicara dan segera membunuhnya 34. Ingin membunuh Ramawijaya karena keinginannya tidak dituruti 35. Menganggap dirinya benar karena telah membunuh untuk melaksanakan darma 36. Membalas dendam atas kematian ayahnya dengan cara membunuh orangorang di negara Maespati 37. Ingin menegakkan keadilan dengan cara membunuh orang-orang yang berdosa 38. Ingin membunuh Ramawijaya karena keinginannya tidak dituruti keinginannya harus dituruti menegakkan keadilan dengan cara membunuh Sebagai orang yang menganggap dirinya benar Sebagai orang yang mudah marah bertobat Sebagai orang yang tidak suka berbasa-basi Sebagai orang yang tidak suka berbasa-basi Sebagai orang keinginannya harus dituruti Sebagai orang yang menganggap dirinya benar Sebagai orang yang mendendam menegakkan keadilan Sebagai orang keinginannya harus dituruti Sombong Pemarah Tegas Tegas Egois Sombong Pendendam Egois 39. Menganggap dirinya tidak bersalah Sebagai orang yang menganggap dirinya benar 40. Mengakui kesalahannya Sebagai orang yang mengakui kesalahannya Sombong Jujur 41. Meminta petunjuk pada Ramawijaya untuk membenahi hidupnya 42. Melaksanakan nasihat Ramawijaya dengan sungguh-sungguh untuk bertobat Sebagai orang yang meminta petunjuk untuk kebaikan hidup Sebagai orang yang mau bertobat Analisis Citra Berdasarkan analisis penokohan Rama Bargawa, telah ditemukan perilaku, peranan, dan perwatakan Rama Bargawa. Melalui ketiga hal tersebut, dapat terungkap citra Rama Bargawa dalam lakon BRB. Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa citra adalah kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat. Kesan mental itu diberi arti yang sama dengan watak, karena watak itu pencerminan dari kesan-

11 kesan mental. Maka dari itu, untuk mengetahui citra Rama Bargawa, dapat dicari melalui perwatakannya. Dalam tabel tercatat ada 42 perwatakan dari Rama Bargawa. Setelah diklasifikasi terdapat tiga belas perwatakan, yaitu taat dan tidak suka pamrih, pemberani, berbakti pada orang tua, penyayang, tegas, pemarah, tidak dapat menerima kenyataan, suka menasihati orang, pendendam, berpendirian teguh, sombong, egois, dan jujur. Berdasarkan ketiga belas perwatakan tersebut, hanya watak yang sering muncullah yang merupakan citra Rama Bargawa. Berdasarkan hal tersebut, ditemukan empat perwatakan yang mewakili citra Rama Bargawa, yaitu pemberani, berbakti pada orang tua, penyayang, dan berpendirian teguh. Hal ini didasari atas perilaku Rama Bargawa yang dilakukannya secara terus menerus, sehingga menimbulkan perwatakan yang sama. No Watak Perilaku 1. Pemberani Menantang Raden Parasu dan Raden Bargawa, bahkan semua orang senegara Indrapura untuk berperang tanding dengannya Menantang Tumenggung Jayakrendika untuk berperang tanding dengannya Menantang semua bala tentara negara Maespati untuk berperang tanding dengannya Menantang Tumenggung Jakawisa untuk berperang tanding dengannya 2. Berbakti pada orang tua Tidak mau mencampuri urusan orang tuanya Tidak mempercayai ibunya berselingkuh hanya karena bukti yang berupa kain batik 3. Penyayang Mengkhawatirkan keadaan ibunya Pergi menyusul ibunya karena khawatir dengan keadaan ibunya Merasa berdosa karena tidak dapat menjaga ibunya Membela ayahnya yang tidak bersalah atas tuduhan membunuh Prabu Citrarata 4. Berpendirian teguh Tidak ingin menikah karena ingin mengabdikan hidupnya untuk menegakkan keadilan Membunuh Tumenggung Jayakrendika demi menegakkan keadilan Membunuh semua bala tentara negara Maespati demi menegakkan keadilan Membunuh Tumenggung Jakawisa demi menegakkan keadilan Membunuh Tumenggung Jayayatna demi menegakkan keadilan karena telah membela rajanya yang tidak benar Ingin melanjutkan menegakkan keadilan dengan memberantas sifat jahat Membunuh Prabu Arjunasasrabahu demi menegakkan keadilan Ingin menghentikan perbuatannya dengan syarat ingin mati sempurna Ingin menegakkan keadilan dengan cara membunuh orang-orang yang berdosa Meminta petunjuk pada Ramawijaya untuk membenahi hidupnya Melaksanakan nasihat Ramawijaya dengan sungguh-sungguh untuk bertobat Berdasarkan tabel tersebut, dapat disimpulkan citra Rama Bargawa dalam lakon BRB ada tiga, yaitu pemberani, kuat, dan sakti; berbakti dan menyayangi orang tua; serta berpendirian teguh. a. Citra Rama Bargawa sebagai okoh yang Pemberani Rama Bargawa dicitrakan sebagai tokoh yang pemberani. Adapun yang dimaksud dengan berani, yaitu mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sebagainya; tidak takut (gentar, kecut). Dalam hal ini, Rama Bargawa yang dikatakan sebagai sosok pemberani adalah seseorang yang memiliki

12 mental dan jiwa yang kuat untuk menyelesaikan suatu masalah, baik melalui cara adu kekuatan fisik maupun nonfisik. Dalam hal berperang tanding, tidak ada satu orang pun yang dapat mengalahkan Rama Bargawa. Dalam lakon BRB ini, Ki Sigid Ariyanto sebagai dalang memberikan gambaran mengenai sosok Rama Bargawa. Rama Bargawa digambarkan sebagai sosok yang berperawakan tinggi, besar, dan gagah, serta memiliki kekuatan dan kesaktian. Ketika Rama Bargawa berhasil mengalahkan Raden Parasu dan Raden Bargawa, yang merupakan syarat untuk memenangkan sayembara negara Indrapura, merupakan pembuktian bahwa ia memang orang yang memiliki keberanian, kekuatan, kesaktian, dan taktik perang yang baik. Setelah berhasil dikalahkan oleh Rama Bargawa, tubuh Raden Parasu dan Raden Bargawa tiba-tiba berubah menjadi kapak dan busur panah. Berdasarkan keterangan Bathara Narada, kapak tersebut bernama parasu dan busur panahnya bernama bargawastra. Sejak saat itu, kapak parasu dan busur panah bargawastra pun menjadi senjata pusaka milik Rama Bargawa. Dengan mendapatkannya dua senjata pusaka tersebut, tentunya dapat menambah kekuatan dan kesaktian pada diri Rama Bargawa. Perilaku Rama Bargawa yang pemberani kerap ditunjukkannya dengan selalu menantang orang-orang untuk berperang tanding dengannya. Tidak ada satu pun dari orang yang berperang tanding dengannya dapat mengalahkannya. Hal ini dikarenakan ia memiliki kekuatan dan kesaktian, terlebih ketika ia mendapatkan kapak parasu dan busur panah bargawastra yang mendukung kesaktiannya. b. Citra Rama Bargawa Sebagai Tokoh yang Berbakti dan Menyayangi Orang Tua Rama Bargawa dicitrakan sebagai tokoh yang berbakti dan menyayangi orang tua. Perilaku Rama Bargawa yang menunjukkan bahwa ia merupakan anak berbakti, yaitu ia tidak mau mencampuri urusan orang tuanya. Ia juga tidak mempercayai ibunya berselingkuh hanya karena bukti yang berupa kain batik. Saat mengetahui ibunya diusir oleh ayahnya, ia pun segera pergi menyusul sang ibu karena sangat khawatir dengan keadaan ibunya itu. Hal tersebut menunjukkan betapa sayangnya ia kepada orang tuanya, khususnya kepada sang ibu. Ketika ibunya terhunus keris Prabu Citrarata, Rama Bargawa pun membalasnya dengan membunuh Prabu Citrarata. Rasa sayang terhadap seseorang yang berlebihan terkadang membuat pikiran menjadi irasional. Dengan pikiran yang irasional itu, terkadang kita didorong untuk melakukan apa pun di luar batas norma agar dapat memberikan sesuatu yang terbaik bagi orang yang disayangi. Rama Bargawa yang sangat menyayangi ibunya, tidak dapat menerima jika ibunya dibunuh Prabu Citrarata, meskipun itu tidak disengaja. Hal itu mendorongnya untuk membalas dendam dengan membunuh Prabu Citrarata.

13 Sepanjang perjalanan ke pertapaan Jatisrana, tak henti-hentinya Rama Bargawa menangis melihat ibunya dalam kondisi yang memprihatinkan. Ia merasa berdosa pada ibunya karena tidak dapat melindunginya. Tangisnya pun semakin menjadi-jadi tatkala ibunya sudah tidak bernyawa lagi. Sebagai anak yang sudah dewasa, kita memang diwajibkan untuk menjaga orang tua. Terlebih anak laki-laki yang merupakan pengganti ayah kedua, seakanakan memiliki tanggung jawab sebagai pelindung keluarganya. Hal itulah yang membuat Rama Bargawa merasa sangat berdosa karena tidak dapat menjaga ibunya hingga ibunya mati dengan kondisi yang mengenaskan. Ketika Rama Bargawa membawa pulang ibunya ke pertapaan Jatisrana, ia menyalahkan ayahnya atas kematian ibunya. Jika saja sang ayah mempercayai dan tidak mengusir ibunya, tentu tidak akan terjadi peristiwa tersebut. Sejak awal cerita memang terlihat jika sikap Rama Bargawa berbeda terhadap ayah dan ibunya. Menurut Magnis Suseno (1984: 169), dalam keluarga Jawa, ketika anak telah dewasa khusunya anak laki-laki, sikapnya terhadap ayah dan ibunya berbeda. Ibu dicintai, sedangkan ayah diberi hormat dalam suasana emosional yang agak dingin. Meskipun begitu, Rama Bargawa juga memiliki rasa sayang terhadap ayahnya. Hal itu ditunjukkan ketika ia membela ayahnya yang dianggap sebagai pembunuh Prabu Citrarata. Meskipun saat itu ayahnya sudah mati akibat hukuman mati yang diberikan oleh Prabu Heryowadi, ia tetap membela ayahnya dengan mengatakan pada Patih Citrayatna, jika ayahnya tidak membunuh Prabu Citrarata. Rama Bargawa menjadi geram mengetahui jika ayahnya dihukum mati demi menjaga hubungan pertemanan antara negara maespati dan negara Martikawata. Tidak terima ayahnya dihukum mati tanpa kesalahan, Rama Bargawa pun membunuh Patih Citrayatna dengan menggunakan kapaknya. Sebagai anak, apa yang telah dilakukan Rama Bargawa menunjukkan rasa bakti, perhatian, dan cinta kasih untuk melindungi orang tuanya. Akan tetapi meskipun atas nama menyayangi orang tuanya, apa yang dilakukannya adalah salah. Ia membunuh Prabu Citrarata karena telah membunuh ibunya, ia juga membunuh Patih Citrayatna karena tidak terima jika ayahnya dihukum mati tanpa melakukan kesalahan. c. Citra Rama Bargawa Sebagai Tokoh yang Berpendirian Teguh Adapun yang dimaksud dengan teguh, yaitu kukuh kuat (perbuatannya); kuat berpegang (pada adat, janji, perkataan); tetap tidak berubah (hati, iman, pendirian, kesetiaan). Keteguhan Rama Bargawa mulai ditunjukkant ketika ayahnya dihukum mati karena dianggap telah membunuh Prabu Citrarata. Sesungguhnya sang ayah tidak pernah melakukan itu semua,

14 karena dirinyalah yang telah membunuh Prabu Citrarata. Ia bertekad untuk menuntut keadilan atas kematian orang tuanya. Atas dasar itulah Rama Bargawa ingin menegakkan keadilan, karena ia merasa sudah tidak ada orang yang mampu menegakkan keadilan. Ia bahkan meneguhkan hatinya untuk tidak menikah karena ingin mengabdikan hidupnya agar dapat menegakkan keadilan. Ia ingin menegakkan keadilan dengan cara memberantas sifat jahat dan membunuh orang-orang yang memiliki dosa. Dimulai dari membunuh Patih Citrayatna yang menghukum mati ayahnya yang tidak bersalah; Tumenggung Jakawisa, Tumenggung Jayayatna, dan bala tentara negara Maespati lainnya yang ingin menangkapnya karena telah membunuh Patih Citrayatna; Tumenggung Jayayatna karena dianggap telah membela raja yang tidak benar; Prabu Heryowadi yang ingin dibunuh Rama Bargawa, tetapi ia justru masuk ke dalam jurang karena dikejar oleh Rama Bargawa; hingga Prabu Arjunasasrabahu, raja negara Maespati pada saat itu karena dianggap tidak mempedulikan rakyat. Pembunuhan yang dilakukan oleh Rama Bargawa merupakan rangkaian kecil untuk menegakkan keadilan. Setelah dinasihati oleh Bathara Narada untuk berhenti membunuh orang, Rama Bargawa pun mau menurutinya dengan syarat mati sempurna. Tekadnya yang gigih untuk mencapai mati yang sempurna dilakukannya dengan meminta petunjuk pada Ramawijaya untuk membenahi hidupnya yang penuh dosa. Ia pun melaksanakan nasihat Ramawijaya dengan teguh untuk bertobat. Kesimpulan Peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi perkembangan alur (fungsional) di dalam lakon BRB terdapat 33 urutan peristiwa. Jalinan peristiwa dalam struktur alur disajikan secara kronologis. Diawali dengan kelahiran Rama Bargawa (Jamadagni) hingga ia moksa dan diangkat menjadi dewa di kahyangan. Tokoh utama dalam lakon BRB ini adalah Rama Bargawa. Hal ini terlihat sangat jelas dari judul lakon ini, yaitu Banjaran Rama Bargawa, yang memang lakon ini menceritakan riwayat hidup tokoh Rama Bargawa sejak lahir sampai moksa. Dengan kata lain setiap peristiwa yang ditampilkan dalam lakon ini didominasi oleh Rama Bargawa, dan oleh karena itu tokoh Rama Bargawa sebagaimana tersirat dari judul lakon banjaran ini menjadi sentral. Tokoh bawahan dalam lakon BRB ini adalah Resi Risanggeni, Dewi Renuka, Prabu Citrarata, Bathara Narada, dan Ramawijaya. Kelima tokoh ini sangat mempengaruhi jalannya cerita dan jika salah satu dihilangkan, maka cerita tidak akan berjalan dengan baik. Tokoh

15 bawahan lainnya adalah Raden Partawirya, Raden Parasu dan Raden Bargawa, Patih Jayarata, Prabu Heryowadi, Patih Citrayatna, bala tentara negara Maespati, dan Prabu Arjunasasrabahu. Tokoh-tokoh tersebut tidak dibahas secara khusus, karena kehadiran mereka tidak banyak dimunculkan, tetapi mereka berhubungan dengan tokoh utama baik secara langsung maupun tidak langsung. Dari pembahasan penokohan Rama Bargawa ditemukan perilaku, peranan, dan perwatakan Rama Bargawa. Melalui ketiga hal tersebut, terungkap tiga citra Rama Bargawa dalam lakon BRB, yaitu sebagai tokoh yang pemberani, kuat, dan sakti; berbakti dan menyayangi orang tua; serta berpendirian teguh. Daftar Referensi Buku: Bandem, I Made dan Sal Murgiyanto. (1996). Teater Daerah Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Murtiyoso, Bambang, dkk. (2004). Pertumbuhan dan Perkembangan Seni Pertunjukan Wayang. Surakarta: Citra Etnika. Luxemburg, Jan Van, dkk. (1984). Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia. Satoto, Soediro. (1985). Wayang Kulit Purwa: Makna dan Struktur Dramatikanya. Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi) Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Kebudayaan. Sudjiman, Panuti. (1991). Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Teeuw, A. (1988). Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya Girimukti. Ensiklopedia, kamus: Sena Wangi. (1999). Ensiklopedi Wayang Indonesia. Jakarta: Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia. Sudjiman, Panuti. (1990). Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI- Press). Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Zaidan, Abdul Rozak, dkk. (1994). Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra pada dasarnya adalah seni bahasa. Perbedaan seni sastra dengan cabang seni-seni yang lain terletak pada mediumnya yaitu bahasa. Seni lukis menggunakan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Lakon Antaséna Rabi sajian Ki Anom Suroto merupakan. salah satu jenis lakon rabèn dan karangan yang mengambil satu

BAB VI KESIMPULAN. Lakon Antaséna Rabi sajian Ki Anom Suroto merupakan. salah satu jenis lakon rabèn dan karangan yang mengambil satu BAB VI KESIMPULAN Lakon Antaséna Rabi sajian Ki Anom Suroto merupakan salah satu jenis lakon rabèn dan karangan yang mengambil satu tokoh pokok Antasena kemudian ditambah tokoh-tokoh baru seperti Manuwati,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis struktur..., Muhammad Subhan, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis struktur..., Muhammad Subhan, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Jawa, kaya akan seni dan budaya. Salah satu kekayaan tersebut adalah karya sastra. Karya sastra sudah dikenal masyarakat Jawa sejak lama. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ketoprak atau dalam bahasa Jawa sering disebut kethoprak adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ketoprak atau dalam bahasa Jawa sering disebut kethoprak adalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesenian ketoprak atau dalam bahasa Jawa sering disebut kethoprak adalah sebuah kesenian rakyat yang menceritakan tentang kisah-kisah kehidupan yang merupakan kisah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlakon dengan unsur-unsur utama dialog, tembang, dan dagelan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berlakon dengan unsur-unsur utama dialog, tembang, dan dagelan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprak adalah salah satu bentuk perkembangan drama di Indonesia yang tergolong dalam teater tradisional. Ketoprak adalah sebuah bentuk teater tradisional yang berlakon

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wayang. Sebuah pemikiran besar yang sejak dahulu memiliki aturan ketat sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. wayang. Sebuah pemikiran besar yang sejak dahulu memiliki aturan ketat sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesusasteraan memiliki ruang lingkup yang begitu luas dalam rangka penciptaannya atas representasi kebudayaan nusantara. Salah satu hasil ekspresi yang muncul

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sepanjang pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa penelitian sebelumnya,konsep dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama-tama penulis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori, kajian pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori, kajian pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian Pustaka di dalam sebuah penelitian penting untuk dideskripsikan. Selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori,

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISIS Perang Wanara dan Raksasa. satu ksatria yang sangat ditakuti oleh lawannya.

BAB 2 DATA DAN ANALISIS Perang Wanara dan Raksasa. satu ksatria yang sangat ditakuti oleh lawannya. BAB 2 DATA DAN ANALISIS 2.1. Legenda Hanoman 2.1.1 Perang Wanara dan Raksasa Setelah lakon Hanoman Obong. Hanoman kembali bersama Sri Rama dan Laskmana beserta ribuan pasukan wanara untuk menyerang Alengka

Lebih terperinci

RAMABARGAWA. Fani Rickyansyah NIM:

RAMABARGAWA. Fani Rickyansyah NIM: i TUGAS AKHIR KARYA SENI PAKELIRAN WAYANG KULIT PURWA RAMABARGAWA Oleh Fani Rickyansyah NIM: 1110107016 Kepada JURUSAN PEDALANGAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA 2016 ii iii

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMA SMA Negeri 1 Wonogiri Mata Pelajaran/Tema : Bahasa Indonesia/ Kelas/Semester Waktu : XI / Ganjil : 1 x Pertemuan (2 x 45 menit) Hari : Kamis, 23 Desember

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbatas oleh usia, ruang, dan waktu. Dalam situasi dan kondisi apapun apabila

BAB I PENDAHULUAN. terbatas oleh usia, ruang, dan waktu. Dalam situasi dan kondisi apapun apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan selalu terjadi adanya proses belajar mengajar, baik itu disengaja maupun tidak disengaja, baik disadari maupun tidak disadari. Belajar tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan aspek penting dalam penelitian. Konsep berfungsi untuk menghindari kegiatan penelitian dari subjektifitas peneliti serta mengendalikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari gejolak dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Karena itu, sastra merupakan gambaran kehidupan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2008:725) Konsep merupakan (1)

Lebih terperinci

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Nama : No HP : Alamat : Pendidikan Terakhir : 1. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya) Pemikiran dan perhatian ditujukan ke dalam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ungkapannya (Sudjiman, 1990:71). Sastra juga dapat digunakan oleh semua yang

BAB I PENDAHULUAN. ungkapannya (Sudjiman, 1990:71). Sastra juga dapat digunakan oleh semua yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan karya lisan atau berupa tulisan yang memiliki berbagai ciri, keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan dan keindahan dalam isi dan ungkapannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut disusun telah diperhitungkan segi-segi pementasannya dan sewaktu

BAB I PENDAHULUAN. tersebut disusun telah diperhitungkan segi-segi pementasannya dan sewaktu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drama adalah salah satu genre karya sastra yang terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi sastra dan pementasan, Sastra berupa teks naskah sedangkan pementasan berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan dalam pembelajaran berpengaruh pada tingkat pencapaian hasil belajar. Hasil belajar yang dicapai tentu harus melalui proses pembelajaran secara

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. drama dapat digolongkan menjadi dua, yaitu part text, artinya yang ditulis dalam teks

BAB I PENDAHULUAN. drama dapat digolongkan menjadi dua, yaitu part text, artinya yang ditulis dalam teks 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah drama adalah kesatuan teks yang membuat kisah. Naskah atau teks drama dapat digolongkan menjadi dua, yaitu part text, artinya yang ditulis dalam teks hanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia mempunyai berbagai suku bangsa dan warisan budaya yang sungguh kaya, hingga tahun 2014 terdapat 4.156 warisan budaya tak benda yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor original atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor original atau BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor original atau keaslian suatu penelitian. Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi (Luxemburg, 1984: 1). Sastra, tidak seperti halnya ilmu kimia atau sejarah, tidaklah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama adalah salah satu bentuk sastra yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat, dan ilmu jiwa yang dituangkan dalam sebuah karya. Sastra lahir dari dorongan manusia untuk mengungkapkan diri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang struktural sastra dan sosiologi sastra. Pendekatan struktural dilakukan untuk melihat keterjalinan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mangajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DISUSUN OLEH Komang Kembar Dana Disusun oleh : Komang Kembar Dana 1 MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA STANDAR KOMPETENSI Mengapresiasi karya seni teater KOMPETENSI DASAR Menunjukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Dalam melakukan sebuah penelitian memerlukan adanya kajian pustaka. Kajian pustaka merupakan pedoman terhadap suatu penelitian sekaligus

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan

KATA PENGANTAR. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr. Wb. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan rahmatnya kita bisa membuat makalah ini dengan tepat waktu. Semoga makalah ini bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang dapat memperkaya

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang dapat memperkaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang dapat memperkaya pengalaman anak dan menjadikannya lebih tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu genre sastra yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi drama

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu genre sastra yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi drama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbagi menjadi tiga genre, yaitu puisi, prosa dan drama. Salah satu genre karya sastra yang dijadikan objek penelitian ini adalah drama. Drama merupakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sarana bagi seorang pengarang untuk menyampaikan suatu pemikiran atau gagasan berdasarkan problem-problem sosial yang terjadi di lingkungan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bahasa Indonesia, kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada kesusasteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil ciptaan dan kreativitas pengarang yang menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil ciptaan dan kreativitas pengarang yang menggambarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil ciptaan dan kreativitas pengarang yang menggambarkan segala peristiwa yang dialami masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pengarang

Lebih terperinci

Pagelaran Wayang Ringkas

Pagelaran Wayang Ringkas LOMBA KOMPETENSI SISWA SMK TINGKAT NASIONAL XIV Jakarta, 12 16 Juni 2006 KODE : 33 NAS Bidang Lomba Keahlian Seni Pedalangan Pagelaran Wayang Ringkas Test Project DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan, penikmat sastra ataupun masyarakat Indonesia secara umum, adalah membaca, mempelajari, bahkan menulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2)

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Kosasih ( 2012: 2) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra yang lahir di tengah-tengah masyarakat merupakan hasil imajinasi atau ungkapan jiwa sastrawan, baik tentang kehidupan, peristiwa, maupun pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur (litera=huruf atau karya tulis). Dalam bahasa Indonesia karya sastra berasal dari bahasa sansakerta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membawakan peran atau akting dapat diartikan menampilkan atau mempertunjukan tingkah laku terutama diatas pentas. Berbuat seolaholah, berpura pura menjadi seseorang,

Lebih terperinci

Nilai Moral dalam Serat Kartawiyoga karya Ki Reditanaya dan Relevansinya dengan Kehidupan Sekarang

Nilai Moral dalam Serat Kartawiyoga karya Ki Reditanaya dan Relevansinya dengan Kehidupan Sekarang Nilai Moral dalam Serat Kartawiyoga karya Ki Reditanaya dan Relevansinya dengan Kehidupan Sekarang Oleh: Andi Prasetiyawan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Andyzie21@gmail.com Abstrak: Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia kaya akan keragaman seni kebudayaan yang perlu dilestarikan oleh generasi selanjutnya. Salah satunya yang berhubungan dengan pementasan yaitu seni teater.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat 181 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat Prabangkara karya Ki Padmasusastra menghasilkan beberapa temuan penting yang dapat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS UNSUR-UNSUR INTRINSIK DALAM CERITA CEKAK DONGENGE PAKDHE BAB LENDHUT LAPINDO

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS UNSUR-UNSUR INTRINSIK DALAM CERITA CEKAK DONGENGE PAKDHE BAB LENDHUT LAPINDO UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS UNSUR-UNSUR INTRINSIK DALAM CERITA CEKAK DONGENGE PAKDHE BAB LENDHUT LAPINDO JURNAL HARYO SUNDARU 0906641730 \ FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA SASTRA DAERAH UNTUK SASTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memperlakukan bahasa sebagai alat komunikasi. Keinginan dan kemauan seseorang dapat dimengerti dan diketahui oleh orang lain melalui bahasa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di antaranya adalah Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Teater. Beberapa jenis

Lebih terperinci

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES A.Pengertian Drama atau Bermain Peran Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan bentuk lain (prosa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan, 2000:69). Drama dapat

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan, 2000:69). Drama dapat BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Drama Kata drama berasal dari bahasa Greek, tegasnya dan kata kerja Dran yang berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan,

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA R. ArnisFahmiasih 1 ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah kemampuan pembelajaran sastra dalam memerankan drama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum sastra Bali dibedakan atas dua kelompok, yaitu Sastra Bali

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum sastra Bali dibedakan atas dua kelompok, yaitu Sastra Bali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum sastra Bali dibedakan atas dua kelompok, yaitu Sastra Bali Purwa (klasik) dan Sastra Bali Anyar (modern). Kesusastraan Bali Purwa adalah warisan sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang terjadi pada zaman kerajaan masa lampau, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang terjadi pada zaman kerajaan masa lampau, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketoprak adalah sebuah kesenian rakyat yang menceritakan tentang kisahkisah kehidupan yang terjadi pada zaman kerajaan masa lampau, yang merupakan kisah legenda yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perwujudan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu dalam rangka membentuk generasi bangsa yang memiliki karakter dengan kualitas akhlak mulia, kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

ASPEK KEPRIBADIAN TOKOH RAIHANA DALAM NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

ASPEK KEPRIBADIAN TOKOH RAIHANA DALAM NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA ASPEK KEPRIBADIAN TOKOH RAIHANA DALAM NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Hariyanto Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

NILAI NILAI DIDAKTIS DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY. Oleh : Rice Sepniyantika ABSTRAK

NILAI NILAI DIDAKTIS DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY. Oleh : Rice Sepniyantika ABSTRAK NILAI NILAI DIDAKTIS DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY Oleh : Rice Sepniyantika ABSTRAK Penelitian ini mengambil novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan manusia dengan keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalaman pesan (Najid, 2003:7). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan kehidupan tingkat tinggi sehingga menuntut sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang selain dikenal sebagai negara maju dalam bidang industri di Asia, Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra prosa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara pengungkapannya. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara

BAB I PENDAHULUAN. cara pengungkapannya. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Secara umum karya sastra terbagi atas tiga jenis yaitu puisi, prosa dan drama. Menurut Kosasih (2012:1), ketiga jenis karya sastra tersebut dibedakan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

KD Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca

KD Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca KD 16.1. Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca 1. Cerpen adalah kisah yang memberi kesan tunggal yang dominan tentang dalam satu latar dan satu situasi dramatis. 2. Drama adalah ragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif manusia dalam kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra seni kreatif menggunakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sandiwara Radio Profesor. Dr. Herman J. Waluyo menyebutkan bahwa dalam Bahasa Indonesia terdapat istilah sandiwara. Sandiwara diambil dari bahasa jawa sandi dan warah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil perpaduan estetis antara keadaan lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya kreativitas yang tinggi.

Lebih terperinci

MITOS DRUPADI DEWI BUMI DAN KESUBURAN (Dasar-dasar Perancangan Karya Seni Pedalangan)

MITOS DRUPADI DEWI BUMI DAN KESUBURAN (Dasar-dasar Perancangan Karya Seni Pedalangan) MITOS DRUPADI DEWI BUMI DAN KESUBURAN (Dasar-dasar Perancangan Karya Seni Pedalangan) Oleh : Kasidi Jurusan Seni Pedalangan Fakultas Seni Petunjukan INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA 2014 i Judul MITOS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian-kejadian yang sudah dilegitimasikan dalam teks tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian-kejadian yang sudah dilegitimasikan dalam teks tidak bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sering disebut sebagai dunia dalam kata, bukan dunia manusia. Kejadian-kejadian yang sudah dilegitimasikan dalam teks tidak bisa diterjemahkan kembali ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan karya sastra banyak mengangkat kisah tentang kehidupan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan karya sastra banyak mengangkat kisah tentang kehidupan sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah karya yang dapat menghibur sekaligus dapat memberikan pelajaran hidup kepada para penikmatnya. Hal tersebut dikarenakan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat karena dalam karya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat karena dalam karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat karena dalam karya sastra terdapat kenyataan yang dialami oleh masyarakat itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai gambaran dunia (dalam kata), hadir pertama-tama kepada

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai gambaran dunia (dalam kata), hadir pertama-tama kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra sebagai gambaran dunia (dalam kata), hadir pertama-tama kepada pembaca hakikatnya untuk menghibur, memberikan hiburan yang menyenangkan. Sastra menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat terlepas dari kegiatan berkomunikasi, karena untuk mencapai segala tujuanya, manusia memerlukan sebuah alat atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang dianyam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu. mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu. mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan nasional yang ingin dicapai dicantumkan dalam UUD 45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu upaya yang dilakukan untuk dapat mencapai tujuan

Lebih terperinci