INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1973 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
|
|
- Benny Setiawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1973 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dipandang perlu untuk memberikan petunjuk-petunjuk pengarahan bagi Delegasi Pemerintah Republik Indonesia ke Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke- XXVIII di New York. Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 ; 2. Keputusan Presiden RI Nomor 150 Tahun 1973 M E N G I N S T R U K S I K A N. Kepada : Menteri Luar Negeri/Ketua Delegasi Pemerintah Republik Indonesia. Untuk : PERTAMA : Mempergunakan petunjuk-petunjuk pengarahan sebagaimana terlampir pada Instruksi Presiden ini sebagai Iandasan dan pedoman dalam menghadapi masalah-masalah yang dibahas pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsabangsa ke-xxviii di New York. KEDUA ; Memberikan laporan kepada Presiden tentang perkembangan Sidang selama berlangsungnya Sidang tersebut. KETIGA : Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Presiden. KEEMPAT : Instruksi Presiden ini berlaku selama Delegasi Pemerintah Republik Indonesia menghadiri Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-xxviii di New York. Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 14 September 1973.
2 PREDIDEN REPUBLlK INDONESIA, ttd S O E H A R T O JENDERAL TNI. LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1973 PETUNJUK UMUM UNTUK DELEGASI INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA E-XXVIII UMUM 1. Pemerintah Republik Indonesia telah memutuskan mengirimkan Delegasi untuk ikut serta dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-xxviii, yang diselenggarakan di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York mulai tanggal 18 September 1973 ; 2. Keikut sertaan Indonesia dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa tahun ini ditandai : Pertama, dalam rangka pembangunan nasional, dengan masa akhirnya REPELITA ke-i dan persiapan untuk memasuki REPELITA ke-ii ; Kedua, dalam arena internasional, dengan meningkatnya peranan Indonesia dalam percaturan politik dunia, untuk terus ikut serta daiam penciptaan serta pemeliharaan perdamaian dunia dalam rangka pelaksanaan Politik luar negeri yang bebas dan aktif. 3. Peranan Indonesia daiam arena interasional diantaranya adalah sebagai berikut :
3 a). Keikut sertaan Indonesia sejak januari 1973 sebagai anggota Komisi Internasional untuk Pengawasan Gencatan Senjata di Vietam (ICCS), bersama dengan Polandia, Hongaria dan Kanada : dan setelah Kanada pada tanggal 31 juli 1973 keluar dari ICCS, maka mulai bulan September 1973, bersama Polandia, Hongaria dan Iran Indonesia ikut serta secara aktif dalam usaha-usaha mendatangkan perdamaian diwilayah Asia Tenggara, karena perdamaian dan keamanan di kawasan ini mempunyai pengaruh yang positif pada pembangunan nasional Indonesia ; b). Keikut sertaan Indonesia sebagai anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk priode (dua tahun) ; Di dalam Dewan Keamanan, ialah Dewan yang diserahi tanggungjawab utama untuk memelihara perdamaian dan keamanan dunia, Indonesia selayaknya duduk untuk ikut memberi sumbangan pemikiran. c). Berhasilnya Indonesia untuk menduduki seorang warganya pada jabatan pimpinan ECAFE sejak juli 1973, ialah jabatan Excecutive Secretary ECAFE, dengan demikian didalam badan ini Indonesia ikut mempunyai suara yang menentukan untuk menjadikan ECAFE suatu sarana yang ampuh untuk membantu bangsa-bangsa Asia pada umumnya dalam usaha melaksanakan pembangunan ekonomi negaranya masing-masing ; Kesemuanya itu meminta tanggungjawab sepenuhnya dari warga-warga Indonesia yang telah mendapat kehormatan negara dan bangsanya untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut diatas. 4. Peranan Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dan keputusan Pemerintah untuk mengirim Delegasi ke Sidang Majelis Umum PBB ke XXVIII ini, tidaklah terlepas dari pelaksanaan Sapta Krida Kabinet Pembangunan, Dalam pada itu, peranan yang dilakukan Indonesia dalam gelanggang Internasional, sungguh erat hubungannya dengan Krida pertama yang menyangkut pemeliharaan dan peningkatan stabilitas politik, terutama aspek politik luar negeri, yang akan mempengaruhi langsung atau tidak langsung stabilitas politik atau stabilitas keamanan dalam negeri. Dalam rangka mengusahakan ketahanan nasional dan untuk kelancaran pembangunan, maka keamanan dan stabilitas politik di dunia pada umumnya dan Asia Tenggara khususnya adalah sangat penting. 5. Indonesia ikut bertanggungjawab menciptakan perdamaian dunia yang berperi kemanusiaan dan adil sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang- Undang Dasar Garis-garis Besar Haluan Negara menentukan pula bahwa dalam melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif, hendaknya kita dapat meningkatkan peranan dalam membantu bangsa-bangsa yang memperjuangkan kemerdekaannya, mengembangkan kerjasama dengan semua
4 negara untuk maksud-maksud damai, serta mendorong kerjasama yang harmonis antara semua negara, baik yang telah maju maupun yang sedang berkemhang. 6. Peranan Indonesia dalam melaksanakan kebijaksanaan politik luar negeri ditekankan kepada kepentingan bersama, ialah saling butuh-membutuhkan antara semua negara dalam konfigurasi dunia dewasa ini, tanpa adanya penentuan politik oleh dua atau lebih kekuatan besar dunia dan bagi Indonesia tanpa membahayakan falsafah Negara Indonesia dan pembangunan nasional. BEBERAPA PERMASA LAHAN INTERNASIONAL. 1. Jerman Timur - Jerman Barat. Pendekatan Jerman Timur - Jerman Barat telah merupakan hal yang positif dengan telah ditanda-tanganinya Perjanjian Dasar kerjasama antara kedua negara tersebut. Phenomena diatas jelas berpengaruh terhadap berkurangnya ketegangan-ketegangan di Eropah, yang menuju pula kepada peningkatan hubungan baik antara Timur dan Barat. Kita harapkan hal itu tercermin pula dalam parsidangan Majelis Umum PBB ke-xxviii ini. 2. Korea Utara- Korea Selatan. Usaha-uasah kedua negara ini kearah suatu pengertian bersama dalam aspekaspek politik yang tertentu, yang dilaksakan atas inisiatif mereka sendiri, patut kita puji. Apabila kita dapat mendorong mereka agar mereka melanjutkan usaha-usaha pendekatan diri sejalan dengan yang dilakukan oleh JermanTimur Jerman Barat, maka akan tampak titik-titik terang dimana kita dapat mengharapkan datangnya perdamaian dan keamanan di wilayah mereka. perdamaian dan keamanan itu perlu pula untuk kelancaran pembangunan nasional kita. 3. Netralisasi Asia Tenggara. Gagasan yang telah dilancarkan oleh Negara-negara ASEAN, telah ditanggapi secara positif oleh negara di wilayah lain. Pelaksanaan Netralisasi ini sangat erat hubungannya dengan usaha pemeliharaan perdamaian dan keamanan di wilayah Asia Tenggara, yang akan berpengaruh pula pada kestabiian politik dan ekonomi di wilayah tersebut. 4. Non-Alignment. Non-Alignment merupakan dasar daripada pelaksanaan politik bebas dan aktif dari Indonesia yang sumbernya berpokok pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tujuan utama dari Non-Alignment ialah mengusahakan terciptanya perdamaian dunia dan adanya hidup berdampingan secara damai. Sikap Indonesia terhadap
5 forum Non-Alignment adalah conform dengan sikap-sikap kita di konferensi Lusaka maupun Aljazair yang lalu. Hendaklah Ini dipakai sebagai pegangan penyelesaian masalah-masalah dunia yang menyangkut kepentingan negaranegara non-aligned. 5. Situasi Timur Tengah. Pendirian Indonesia tetap, agar diusahakan penyelesaian masalahnya tanpa mengurangi hak bangsa Arab - Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri. Masalah ini seharusnya sangat penting untuk mendapat penyelesaian segera, sebab terkatung-kutungnya masalah ini mengakibatkan kejadian-kejadian yang tidak diharapkan, seperti peristiwa "Black September pembajakanpembajakan udara yang dimaksudkan untuk menentang Israel, kemungkinan tirnbuinya terror, dan sebagainya. 6. Konperensi Perlucutan Senjata Sedunia. Guna membendung arus persenjataan, konvensionil maupun moderen termasuk persenjataan nuklir, kita merasa perlu adanya konperensi di mana duduk negarawan-negarawan dari negara-negara nuklir maupun non-nuklir guna bersepakat mengadakan pelucutan senjata. Indonesia sendiri telah duduk sebagat anggota "Komite Khusus Perlucutan Senjata" bersama dengan 30 negara anggota lainnya dari Asia, Afrika, Latin Amerika dan beberapa negara-negara Sosialis. Sehubungan dengan masalah ini, kita dapat melihat betapa banyaknya dana yang dapat disisihkan dan dapat digunakan untuk membantu pembangunan ekonomi negara-negara sedang berkembang, apabila perlucutan senjata dapat dilaksanakan. Untuk itu perlu dimobilisasikan pendapat umum dunia yang dapat menuju kearah terciptanya kaitan ("link") antara Dasawarsa Perlucutan Senjata ("Disarmament Decade") dan Dasawarsa Pembangunan Kedua ("Second UN Development Decade"). 7. Penggunaan Dasar Laut dan Samudra semata-mata untuk maksud-maksud damai. Kermajuan teknologi dewasa ini membuat kita harus bersikap waspada terhadap hasil-hasilnya yang dapat disalah gunakan. Sehubungan dengan itu maka masalah penggunaan dasar laut dan samudera semata-mata untuk maksud damai menjadi perhatian kita sejak semula. Lebih-lebih karena mengingat bahwa Indonesia adalah suatu gugusan kepulauan yang besar, serta laut sekitarnya pada umumnya merupakan sumber ekonomi bagi Indonesia. 8. Dekolonisasi. Politik Luar Negeri RI yang bersifat bebas aktif anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, tetap melanjutkan dukungannya kepada setiap usaha untuk mempercepat proses dekolonisasi. Atas dasar ini Indonesia memberikan dukungannya kepada gerakan-gerakan kemerdekaan yang murni, tetapi tidak dapat nembenarkan usaha-usaha untuk
6 menunggangi gerakan-gerakan itu guna kepentingan pihak luar. MASALAH-MASALAH EKONOMI/SOSIAL. 1. krisis moneter yang melanda dunia sejak beberapa tahun belum juga nampak mereda dan penderitaan negara-negara di dunia terutama negara berkembang bertambah lagi dengan timbulnya krisis pangan dunia. Hal ini telah menimbulkan akibat-akibat yang merugikan bagi proses pembangunan di negara-negara berkembang indonesia tidak terkecuali. Dalam usaha mengatasi masalah-masalah tersebut khususnya dalam rangka perombakan sistim moneter (rnelalui Komite 20 IMF) dan perdagangan dunia (melalui Multilateral Trade Negotiations"), perlu selalu diperjuangkan dan ditegaskan prinsip bahwa negara-negara berkembang harus diikut sertakan secara penuh, efektif dan secara terus-menerus agar dengan demikian kepentingan negara-negara berkembang dapat terjalin dan terpenuhi. Dibidang pangan, hendaknya pengalaman timbulnya krisis Pangan dunia dewasa ini lebih dapat meyakinkan negara-negara maju untuk lebih memperhatikan permasalahan dan mencari jalan penanggulangannya dengan mempererat kerjasarna dengan negara-negara berkembang. Agar bantuan-bantuan ditingkatkan untuk mengusahakan program-program swasembada pangan dan program-program pertanian pada umumnya di negara-negara berkembang. 2. Di dalam pelaksanaan strategi pembangunan internasional, dikonstatir, adanya kekurangan-kekurangan baik dalam bidang perdagangan, arus bantuan keuangan ke negara-negara berkembang dan lain-lain. Dalam hubungan ini terutama di usahakan cara-cara sedemikian rupa agar negara-negara maju melaksanakan commitment nya supaya mencapai dan kalau dapat memperbesar target bantuan keuangan sebesar 1% dari GNP-nya. Bantuan-bantuan yang tidak direalisasikan dalam sesuatu tahun hendaknya dapat digeser secara kumulatif untuk tahun-tahun berikutnya, sehingga untuk seluruh dasawarsa kedua jumlah bantuan tetap mencapai 10% GNP. 3. Disamping itu untuk mengatasi jurang perbedaan yang semakin menyolok antara negara-negara berkembang, perlu diusahakan usaha-usaha untuk memperkecil Technologocal gap. Usaha-usaha tersebut diusahakan pada kenyataan adanya keadaan détente yang makin cerah sehingga dengan demikian dana-dana yang besar yang sebelumnya digunakan untuk bidang militer dapat dialihkan kepada penggunaan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi alat pendorong dalam akselerasi pembangunan ekonomi dan sosial di negara-negara berkembang. 4. Mengenai persoalan kemelaratan masal dan pengangguran, dikehendaki segera adanya tindakan-tindakan untuk menanggulangi serta bantuan dari
7 negara-negara maju dengan syarat-syarat lunak dengan maksud untuk meningkatkan kemampuan negara berkembang guna menanggulangi kemelaratan masal dan pengagguran di negaranya. Akan tetapi tindakantindakan kearah itu memerlukan indikator-ndikator sosial yang jelas guna untuk menentukan kriteria mengenai proverty line. Untuk itu diperlukan penelitian yang lebih seksama. PENUTUP. Walaupun petunjuk umum ini merupakan pedoman pokok bagi Delegasi Indonesia pada sidang Majelis Umum PBB Ke-XXVIII, namun mengenai masalahmasalah yang tertentu sebagai mata acara Sidang, hendaknya Delegasi Indonesia berpegang pada instruksi Menteri Luar Negeri yang khusus diberikan untuk itu. Untuk menggalang kekuatan diantara negara-negara sedang berkembang, hendaknya dipelihara hubungan baik kita dengan negara-negara ASEAN dan negara-negara Non BIok, dengan mengadakan kerjasama untuk kepentingan bersama. Dalam memperjuangkan tercapainya usaha-usaha untuk memperkecil "technological gap" yang menyangkut strategi pembangunan internasional, hendaknya selalu diingat realitas keadaan Indonesia dalam hubungannya dengan negara-negara maju diantara yang termasuk dalam kelompok IGGI. sehingga jangan sampai rnelibatkan diri ke dalam aliran dan tuntutan yang ekstrim. Dalam hal-hal prinsipil yang perlu ditanggapi oleh pimpinan Negara, hendaknya Delegasi berhubungan dengan Menteri Luar Negeri, untuk selanjutnya dilaporkan dan dimintakan petunjuk dari Kepala Negara. Masalah-masalah yang keputusannya diserahkan kepada kebijaksanaan Delegasi, hendaknya dibahas bersama, sehingga keputusan yang diambil adalah hasil daripada suatu musyawarah dan mufakat. Jakarta 14 September 1973.
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka persidangan Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa ke XXX di New York, dipandang perlu untuk
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1972 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1972 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa perlu memberikan instruksi politik sebagai petunjuk-petunjuk umum untuk Delegasi Pemerintah Republik
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1977 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka persidangan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke XXXII di New York, yang akan
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka persidangan Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa ke XXXI di New York, dipandang perlu
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dipandang perlu untuk memberikan petunjuk-petunjuk pengarahan bagi Delegasi Republik Indonesia ke
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 -
- 2 - PETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONESIA KE KONPERERSI TINGKAT TINGGI KEPALA-KEPALA NEGARA PEMERINTAHAN KE VII NEGARA-NEGARA NON-BLOK DI NEW DELHI, INDIA, TANGGAL 1-11 MARET
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1977
INSTRUKSI NOMOR 7 TAHUN 1977 Menimbang : bahwa dipandang perlu untuk memberikan petunjuk-petunjuk pengarahan bagi Delegasi Republik Indonesia ke Sidang Konperensi Islam Tingkat Menteri Luar Negeri ke VIII,
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Bahwa dipandang perlu untuk memberikan petunjuk-petunjuk pengarahan bagi Delegasi Pemerintah Republik Indonesia
Lebih terperinciTentang: PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN MALAYSIA REPUBLIK INDONESIA MALAYSIA. PERJANJIAN PERSAHABATAN.
Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1971 (1/1971) Tanggal: 10 MARET 1971 (JAKARTA) Sumber: LN 1971/15; TLN NO. 2956 Tentang: PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dipandang perlu untuk memberikan petunjuk-petunjuk pengarahan bagi Delegasi Pemerintah Republik Indonesia
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa berhubung dengan akan diselenggarakannya Konperensi Mass Media Negara-negara Non-Blok di New Delhi,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONESIA KE KONFERENSI TINGKAT TINGGI ISLAM DI LAHORE
LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN R.I. NOMOR 2 TAHUN 1974. PETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONESIA KE KONFERENSI TINGKAT TINGGI ISLAM DI LAHORE Keputusan Pemerintah untuk menerima undangan
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dipandang perlu untuk memberikan petunjuk pengarahan kepada Delegasi Pemerintah Republik Indonesia
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciterlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.
BAB V KESIMPULAN Sampai saat ini kelima negara pemilik nuklir belum juga bersedia menandatangani Protokol SEANWFZ. Dan dilihat dari usaha ASEAN dalam berbagai jalur diplomasi tersebut masih belum cukup
Lebih terperinciUU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)
Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR
Lebih terperinciPETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONEESIA KE KOPERENSI KEPENDUDUKAN DUNIA DI BUKHAREST
PETUNJUK-PETUNJUK PENGARAHAN BAGI DELEGASI REPUBLIK INDONEESIA KE KOPERENSI KEPENDUDUKAN DUNIA DI BUKHAREST I. UMUM 1. Kenyataan menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan penduduk dunia sangat tinggi sementara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1961 TENTANG PEMBUATAN PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1961 TENTANG PEMBUATAN PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak Orde Baru memegang kekuasaan politik di Indonesia sudah banyak terjadi perombakan-perombakan baik dalam tatanan politik dalam negeri maupun politik luar negeri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa berhubung dengan akan diselenggarakannya Konferensi HABITAT di Vancouver, Kanada pada tanggal 31
Lebih terperinciDIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP
Lebih terperinciBAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM
Lebih terperinciBAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL
BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,
UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang :
Lebih terperinciPIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003
PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA New York, 23 September 2003 Yang Mulia Ketua Sidang Umum, Para Yang Mulia Ketua Perwakilan Negara-negara Anggota,
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG KONTINGEN GARUDA DALAM MISI PERDAMAIAN DI LEBANON PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG KONTINGEN GARUDA DALAM MISI PERDAMAIAN DI LEBANON PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka ikut melaksanakan ketertiban
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan suatu gerakan rakyat, yang bersendikan demokrasi terpimpin,
Lebih terperinciBAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-
166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1978 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1978 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dipandang perlu untuk memberikan petunjuk pengarahan kepada Delegasi Pemerintah Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1982 TENTANG MENGENAI HUBUNGAN DIPLOMATIK BESERTA PROTOKOL OPSIONALNYA MENGENAI HAL MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN (VIENNA CONVENTION ON DIPLOMATIC RELATIONS ON DIPLOMATIC RELATIONS
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1982 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI WINA MENGENAI HUBUNGAN DIPLOMATIK BESERTA PROTOKOL OPSIONALNYA MENGENAI HAL MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN (VIENNA CONVENTION
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1973 TENTANG PERSETUJUAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP PERUBAHAN PASAL VI ANGGARAN DASAR BADAN TENAGA ATOM INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA TAHUN
PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA TAHUN 1947-1988 Skripsi Oleh: RINI SUBEKTI NIM 020210302011 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN
Lebih terperinciAssamu alaikumwr. Wb. Yang Mulia Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Para Ketua Delegasi. Yang terhormat Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Teks Pidato Assamu alaikumwr. Wb. Foto / Screenshot Yang Mulia Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Para Ketua Delegasi. Yang terhormat Wakil Presiden Jusuf Kalla. Yang kami hormati Ibu Megawati Soekarnoputri,
Lebih terperinciBAB 20: SEJARAH PERANG DINGIN
www.bimbinganalumniui.com 1. Perang Dingin a. Perang terbuka antara Blok Barat dan Blok Timur b. Ketegangan antara Blok Barat dalam masa ideologi c. Persaingan militer antara Amerika Uni di Timur Tengah
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA PERTEMUAN KHUSUS PARA PEMIMPIN NEGARA-NEGARA ASEAN, NEGARA-NEGARA LAIN, DAN ORGANISASI-ORGANISASI INTERNASIONAL
Lebih terperinciGlobalisasi. 1. Pengertian Globalisasi
A. Globalisasi 1. Pengertian Globalisasi Globalisasi adalah proses mendunia atau menjadi satu dunia. Globalisasi berasal dari kata global yang artinya umum. Globalisasi berarti sesuatu hak yang berkaitan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA
Lebih terperinciKEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN Nama : DIMAS DWI PUTRA Kelas : XII MIPA 3 SMAN 1 SUKATANI 2017/3018 Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa
Lebih terperinciMenteri Keuangan RI KLASIFIKASI MENURUT ORGANISASI
KLASIFIKASI MENURUT ORGANISASI 1 01 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 01 01 SEKRETARIAT JENDERAL 01 02 M A J E L I S 02 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 02 01 SEKRETARIAT JENDERAL 02 02 D E W A N 04 BADAN PEMERIKSA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
Lebih terperinciNOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,
Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1984 (7/1984) Tanggal: 24 JULI 1984 (JAKARTA) Sumber: LN 1984/29; TLN NO. 3277 Tentang: PENGESAHAN KONVENSI MENGENAI PENGHAPUSAN
Lebih terperinciKeterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016
Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016 KETERANGAN PERS BERSAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN KOREA SELATAN KUNJUNGAN KENEGARAAN KE KOREA
Lebih terperincibuku. Kalian dapat memfotokopi gambar tersebut sebelum menempelkannya. Setelah selesai, kumpulkan hasil kerja kalian kepada guru.
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VI Bagaimana kiprah Indonesia dalam mewujudkan Politik Bebas-Aktif yang dianutnya tersebut? Simak penjelasan berikut. Namun sebelumnya, kerjakanlah kegiatan berikut untuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah
Lebih terperinciNOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciperdagangan, industri, pertania
6. Organisasi Perdagangan Internasional Untuk mempelajari materi mengenai organisasi perdagangan internasional bisa dilihat pada link video berikut: https://bit.ly/2i9gt35. a. ASEAN (Association of South
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDELAPAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG UNIT ORGANISASI DAN TUGAS ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON THE FRAMEWORK FOR
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pertahanan
Lebih terperinci2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1361, 2016 DPR. Prolegnas. Penyusunan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1976 TENTANG Pengesahan Penyatuan Timor-Timur Ke Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat I Timor-Timur DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P
No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 3-2002 lihat: UU 1-1988 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 51, 1982 (HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara. Penjelasan
Lebih terperinciHUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni
HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN Dewi Triwahyuni International Relation Department, UNIKOM 2013 Backgroud History 1950an 1980an Hubungan internasional di Asia Tenggara pada
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1966 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1966 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah manifestasi
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1975 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa berhubung dengan akan diselenggarakannya Sidang ke III Konperensi Hukum Laut di Geneva, Swiss, pada,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini sulit dikatakan bahwa suatu negara bisa hidup sendirian sepenuhnya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini sulit dikatakan bahwa suatu negara bisa hidup sendirian sepenuhnya tanpa berhubungan dengan negara lain. setiap negara pasti akan memiliki kepantingan
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada ASIAN PARLIAMENTARY ASSEMBLY, Bandung-Jabar, Selasa, 08 Desember 2009
Sambutan Presiden RI pada ASIAN PARLIAMENTARY ASSEMBLY, Bandung-Jabar, 8-12-09 Selasa, 08 Desember 2009 Â SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA ASIAN PARLIAMENTARY ASSEMBLY DI GEDUNG MERDEKA,
Lebih terperinciKonvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid
Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal kemerdekannya, Indonesia memiliki kondisi yang belum stabil, baik dari segi politik, keamanan, maupun ekonomi. Dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciOrganisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)
A. Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) 1. Lahirnya ASEAN (Association of South East Asian Nations) Kerja sama antarbangsa dalam satu kawasan perlu dijalin. Hal itu sangat membantu kelancaran
Lebih terperinciH. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN
Lebih terperinciKonferensi Asia Afrika: Pentingnya Diplomasi dalam Menggalang Ingatan Dunia
Konferensi Asia Afrika: Pentingnya Diplomasi dalam Menggalang Ingatan Dunia Kamapradipta Isnomo Direktur Sosial Budaya Organisasi Internasional Negara Berkembang Kementerian Luar Negeri 17 April 2018 Konferensi
Lebih terperinciPIAGAM KERJASAMA PARTAI DEMOKRAT DAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA TAHUN
PIAGAM KERJASAMA PARTAI DEMOKRAT DAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA TAHUN 2009-2014 Atas berkat Rahmat Allah SWT, Para penandatangan piagam kerjasama telah sepakat untuk membentuk koalisi berbasis platform
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 1988 (4/1988) TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG
Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI
Lebih terperinciSayidiman Suryohadiprojo. Jakarta, 24 Juni 2009
Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 24 Juni 2009 Pada tanggal 23 Juni 2009 di Markas Besar Legiun Veteran RI diselenggarakan ceramah tentang masalah Ambalat. Yang bertindak sebagai pembicara adalah Laksma
Lebih terperinciAmerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949
Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949 http://forum.viva.co.id/showthread.php?t=1896354 Jika kita telisik lebih mendalam, sebenarnya kebijakan strategis AS untuk menguasai dan menanam pengaruh
Lebih terperinciPidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010
Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENGENAI DINAMIKA HUBUNGAN indonesia - MALAYSIA DI MABES
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARAAN KONFERENSI KELAUTAN DUNIA (WORLD OCEAN CONFERENCE) TAHUN 2009 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciMULAI BERLAKU : 3 September 1981, sesuai dengan Pasal 27 (1)
Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan Ditetapkan dan dibuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan disetujui oleh Resolusi Majelis Umum 34/180 pada 18 Desember 1979
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyederhanaan dan pendayagunaan kehidupan politik,
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.10, 2016 AGREEMENT. Pengesahan. Republik Indonesia. Republik Polandia. Bidang Pertahanan. Kerja Sama. Persetujuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KAMI, PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu segera dibentuk
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c d e f bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciPERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1961 TENTANG LEMBAGA PERSAHABATAN ANTAR BANGSA DI INDONESIA
PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1961 TENTANG LEMBAGA PERSAHABATAN ANTAR BANGSA DI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI, Menimbang:
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian mengenai permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,
Lebih terperinciMENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL
MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.
BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat
Lebih terperinci